ISSN 2088 – 026X
Jurnal
Kimia dan Kemasan Journal of Chemical and Packaging Vol. 35 No. 2 Oktober 2013
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN IKLIM DAN MUTU INDUSTRI
BALAI BESAR KIMIA DAN KEMASAN J. Kimia Kemasan
Vol. 35
No. 2
Hal. 71 - 146
Jakarta Oktober 2013
ISSN 2088 – 026X
Terakreditasi No : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013
ISSN 2088 – 026X Vol. 35 No.2 Oktober 2013
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN (JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING) Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013 Jurnal Kimia dan Kemasan memuat hasil penelitian dan telaah ilmiah bidang kimia dan kemasan yang belum pernah dipublikasikan. Jurnal Kimia dan Kemasan terbit dua nomor dalam setahun (April dan Oktober)
Penanggungjawab Officially incharge
Kepala Balai Besar Kimia dan Kemasan Head of Center for Chemical and Packaging
Ketua Dewan Redaksi Chief Editor
DR. Rahyani Ermawati (Biokimia/Biochemistry)
Dewan Redaksi Editorial board
Ir. Emmy Ratnawati (Kimia lingkungan/Environmental chemistry)
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Ir. Hendartini, MSc (Kemasan/Packaging) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK
Dra. Yemirta, M.Si (Kimia/Chemistry) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Retno Yunilawati, SSi, MSi (Kimia/Chemistry) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Arie Listyarini, SSi, MSi (Polimer/Polymer) Balai Besar Kimia dan Kemasan, Jl. Balai Kimia No.1. Pekayon Kalisari, Pasar Rebo. Jakarta Timur 13069. Kotak Pos. 6916 JATPK.
Prof. DR. Slamet, MT (Kimia/Chemistry)
Mitra Bestari Peer Reviewer
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424. email :
[email protected] (h-index : 3 SCOPUS)
Drs. Sudirman, MSc, APU (Kimia/Chemistry) Gedung 71-Batan, Kawasan Puspiptek, Serpong . email :
[email protected]; h-index : 1 scopus
DR. Etik Mardliyati (Biokimia/Biochemistry) BPPT Gd II Lt 16, Jl MH Thamrin 8 Jakarta. email :
[email protected]
DR. Rike Yudianti (Polimer/Polymer) Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jalan Cisitu No.21/154D Bandung. email :
[email protected]
DR. Sunit Hendrana (Polimer/Polymer) Pusat Penelitian Fisika LIPI, Jalan Cisitu No.21/154D Bandung. email :
[email protected] (G-index : 1 ; H-index : 1)
Redaksi Pelaksana
Silvie Ardhanie Aviandharie, ST, MT Agustina Arianita Cahyaningtyas, ST Bumiarto Nugroho Jati, ST.MT Novi Nur Aidha, ST
Alamat (Address) Balai Besar Kimia dan Kemasan Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian Jl. Balai Kimia No. 1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur Telepon : (021) 8717438, Fax : (021) 8714928, Email :
[email protected]
Isi Jurnal Kimia dan Kemasan dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya (Citation is permitted with acknowledgement of the source)
ISSN 2088 – 026X Vol. 35 No.2 Oktober 2013
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN (JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING) Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013
Daftar Isi Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik Dan Termal Komposit Metil Metakrilat-Pb3O4 ..................................................................................................................
71 – 76
Sugik Sugiantoro, Sudirman, Mashadi, dan A. Mahendra Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit Padat Berbasis Nanokomposit Kitosan Montmorillonite Untuk Aplikasi Baterai ………………………......………......………….....
77 – 83
Evi Yulianti, Rosiana Dwi Saputri, Sudaryanto, Heri Jodi, dan Rohmad Salam Analisis Struktur Kristal LiFePO4 Olivine Sebagai Bahan Katoda Batere Li-Ion ........
85 – 89
Indra Gunawan, Ari Handayani, dan Saeful Yusuf Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida Fe Dengan Proses Kimia dan Fisika ………………......................……….……………......………….............................
91 – 96
Ari Handayani Sintesis Dan Karakterisasi Polimer Blend Poli Butilen Suksinat/Poli Etilen Tereftalat ………...…………………………………………………………………………………
97 – 104
Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita, dan Guntarti Supeni Karakterisasi Migrasi Kemasan Dan Peralatan Rumah Tangga Berbasis Polimer ……………………………………………………………………………………………..
105 – 112
Suryo Irawan dan Guntarti Supeni Validasi Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monomer Stiren Pada Kemasan Polistiren ...............……………...…………..………………..……......……………
113 – 122
Dina Mariana, Nuri Andarwulan, dan Hanifah Nuryani Lioe Pengaruh Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi L-DOPA, kc, Dan De Pada Ekstraksi L-DOPA Dari Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens DC.) ……......…………….
123 – 129
Eni Budiyati, Panut Mulyono, dan Suryo Purwono Pembuatan Sarung Tangan Dari Lateks Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan Belerang ……………………………………………………………………………………………
131 – 136
Marsongko Dendrimer : Sintesis Dan Potensi Aplikasi ………………...…….….…......………….....
137 – 144
Dwinna Rahmi Indeks Kata Kunci ………………………………………………………….…......………….....
145
Indeks Pengarang ……………………………………………………………………………….
146
ISSN 2088 – 026X Vol. 35 No.2 Oktober 2013
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN (JOURNAL OF CHEMICAL AND PACKAGING) Terakreditasi Nomor : 526/AU1/P2MI-LIPI/04/2013
Kata Pengantar Jurnal Kimia dan Kemasan Volume 35 Nomor 2 Oktober 2013 ini terbit dengan sepuluh artikel yang merupakan terbitan kedua di tahun 2013. Sesuai dengan nama jurnal, materi untuk terbitan kali ini memuat artikel penelitian ataupun tulisan di bidang kimia dan kemasan. Lima artikel membahas tentang penelitian pembuatan polimer berbasis komposit maupun nano komposit yaitu artikel pertama membahas penelitian tentang Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik dan Termal Komposit Metil Metakrilat-Pb3O4, artikel kedua tentang Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit Padat Berbasis Nanokomposit Kitosan Montmorillonite Untuk Aplikasi Baterai, artikel ketiga membahas tentang Analisis Struktur Kristal LiFePO4 Olivine Sebagai Bahan Katoda Batere Li-Ion, artikel keempat tentang Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida Fe Proses Kimia dan Fisika dan artikel kelima menyajikan artikel tentang Preparasi dan Karakterisasi Polimer Blend PBS/PET. Disamping kelima artikel tersebut, terdapat dua artikel tentang aplikasi kemasan dan validasi metode analisisnya yaitu artikel keenam tentang Karakteristik Migrasi Kemasan Dan Peralatan Rumah Tangga Berbasis Polimer dan artikel ketujuh menyajikan tentang Validasi Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monomer Stiren Pada Kemasan Polistiren. Di bidang kimia berbasis bahan alam disajikan tiga artikel yaitu artikel kedelapan membahas tentang Pengaruh Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi L-DOPA, kc, dan De Pada Ekstraksi L-DOPA Dari Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens DC.), artikel kesembilan membahas tentang Perbandingan Pembuatan Sarung Tangan Dari Lateks Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan Belerang serta artikel kesepuluh mengulas tentang Dendrimer : Sintesis Dan Potensi Aplikasi. Kesepuluh topik bahasan dalam terbitan ini semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan bagi para penbaca sekalian. Akhir kata redaksi sangat bersyukur atas makalah yang masuk dari berbagai latar belakang disiplin ilmu dan seiring dengan bertambahnya waktu, redaksi berharap akan semakin banyak makalah yang masuk untuk dapat diterbitkan dalam Jurnal Kimia dan Kemasan ini. Kritik dan saran untuk peningkatan kualitas penerbitan jurnal ini sangat kami harapkan.
DEWAN REDAKSI
PENGARUH PENAMBAHAN STIREN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN TERMAL KOMPOSIT METIL METAKRILAT-Pb3O4 (THE INFLUENCE OF STYRENE ADDITION ON THE MECHANICAL AND THERMAL PROPERTIES OF METHYL METACRYLATE AND Pb3O4 COMPOSITE)
Sugik Sugiantoro1, Sudirman 1,2 , Mashadi1, dan A. Mahendra 3,4 1)
Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan 2) Departemen Kimia, FMIPA-Universitas Indonesia Kampus Baru UI, Depok 3) Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP), BPPT Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan 4) Jurusan Ilmu Bahan, FMIPA-Universitas Indonesia Kampus Baru UI, Depok E-mail :
[email protected] Received : 2 April 2013; revised : 24 September 2013; accepted : 25 September 2013
ABSTRAK Telah dipelajari pengaruh penambahan stiren terhadap sifat mekanik dan termal dari komposit Methyl Methacrylate (MMA)-Pb3O4. Pembuatan komposit stiren-MMA dengan Pb3O 4 sebagai bahan perisai radiasi yang fleksibel dilakukan dengan pencampuran 0% sampai dengan 50% berat karet Standard Indonesian Rubber (SIR)-20 dengan 100 gram MMA, dengan mesin mixing mill pada suhu 100°C, 148 rpm selama 15 menit. Penambahan serbuk Pb3O4 dilakukan secara perlahan-lahan untuk mendapatkan hasil yang homogen. Berdasarkan sifat mekanik dan termal, menunjukkan bahwa penambahan stiren sampai dengan 30% berat merupakan kondisi optimal yang mengakibatkan peningkatan sifat mekanik, sedangkan sifat termal mengalami proses degradasi menjadi dua tahap yaitu pada suhu 310°C sampai dengan 440°C dan suhu 450°C sampai dengan 520°C. Hal tersebut diakibatkan karena stiren memiliki ketahanan termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan MMA. Kata kunci : Struktur mikro, Stiren, Methyl methacrylate, Pb3O4
ABSTRACT The influence of styrene addition on the properties of Methyl Methacrylate (MMA)-Pb3O4 have been studied. Preparation of styrene-MMA composite with Pb3O4 as a flexible radiation shielding materials was done by mixing as much as 0% up to 50% by weight of rubber Standard Indonesian Rubber (SIR)-20 with 100 grams of MMA, and it was milled by a mixing machine at 100°C and 148 rpm for 15 minutes. While milling process Pb3O4 powder was added slowly until a homogeneous mixture obtained. The composite was rolled into sheet form for the mechanical and thermal characterization. The characterization results indicate that the addition of styrene 30% by weight as an optimal condition to increase mechanical and thermal properties. Furthermore the addition of styrene also affected on degradation process into two stages at temperatures less than 310°C to 440°C and the temperature of 450°C to 520°C. This is caused by higher thermal resistance styrene than MMA. Keywords : Microstructure, Styrene, Methyl methacrylate, Pb3O4
PENDAHULUAN Perisai radiasi merupakan suatu kebutuhan bagi pekerja radiasi, sehingga diperlukan upaya untuk mendapatkan bahan perisai radiasi yang mempunyai serapan tinggi dan fleksibel dalam penggunaannya. Selama ini bahan perisai radiasi dalam bentuk pintu terbuat
dari lembaran logam Pb, sehingga sangat berat, pengerjaan cukup lama, dan mahal harganya. Oleh sebab itu untuk memenuhi kriteria tersebut diperlukan adanya modifikasi bahan perisai radiasi dari jenis timbal yang bersifat lentur dan kuat (Sudirman dkk 2000; Sugiantoro dkk 2012)
Pengaruh Penambahan Stiren..............................................Sugik Sugiantoro dkk
71
Pembuatan komposit polimer dalam bentuk Elastomeric Thermoplastic Polymers (ETP) dilakukan dengan cara mencampurkan stiren dan Methyl Methacrylate (MMA) dengan berbagai komposisi di dalam karet alam, kemudian diiradiasi gamma sehingga terbentuk ETP. Selanjutnya ditambahkan Pb3O4 sebagai bahan pengisi. MMA dalam bentuk Poly Methyl Methacrylate (PMMA) memiliki sifat kuat, ringan, dan kerapatan yang tinggi sehingga PMMA dapat digunakan sebagai perisai untuk menghentikan radiasi beta yang dipancarkan oleh radioisotop, sedangkan Pb3O4 mempunyai daya serap yang tinggi terhadap radiasi sinar gamma (Sudirman dkk 2000; Sugiantoro dkk 2012; Deniz, et al. 2010; Bonnia, et al. 2010; Blond, et al. 2006). Sesuai hal tersebut diatas, pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan komposit polimer berbasis Elastomeric Thermoplastic Polymers (ETP) dan dicampurkan dengan jenis karet alam Standard Indonesian Rubber 20 (SIR-20) dan ditambahkan Pb3O4 sebagai pengisi. Hasil komposit tersebut dapat digunakan sebagai pintu perisai radiasi (Kaniappan and Latha 2011; Blond, et al. 2006; Charmondusit, et al. 1998). Untuk mengetahui hasil sintesis maka perlu dilakukan karakterisasi yang meliputi sifat termal, sifat mekanik, dan struktur mikro. Karakterisasi tersebut bertujuan untuk mengetahui sifat termal, distribusi bahan pengisi didalam komposit, dan kekuatan uji tarik komposit yang dihasilkan. Diharapkan komposit polimer ini dapat menjadi bahan alternatif sebagai perisai radiasi dalam bentuk pintu dengan segala keunggulannya (Arshadet, et al. 2011; Flynn 2005; Price, et al. 2000; Beyler and Hirschler 2002; Bonnia, et al. 2010). BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya karet SIR-20, stiren, Methyl Methacrylate (MMA), Pb3O4, ZnO, sulfur, TMQ (Tri Methyl Quinoline), TMTD (Tetra Methyl Thiuram Disulfide), dan asam stearat. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain seperangkat alat Simultaneous Thermal Analysis (STA) merk SETARAM TAG24-S buatan Perancis, Scanning Electron Microscope (SEM-EDS) merk Jeol JSM 6510LA buatan Jepang, serta alat uji tarik. Metode Untuk pembuatan komposit dilakukan dengan menimbang 0%, 10%, 30%, dan 50% berat karet SIR ditambah 100 gram bahan ETP
kemudian digiling menggunakan mesin mixing mill pada suhu 100°C dengan kecepatan 148 rpm selama 15 menit sampai melunak. Kemudian ditambahkan asam stearat, ZnO, dan TMQ sambil digiling. Setelah tercampur homogen ditambahkan serbuk Pb3O4 secara perlahan sejumlah 400 phr. Phr adalah part hundred rubber merupakan perbandingan berat tiap 100 gram karet yang dirumuskan phr = 100 x mf/mr , dimana mf adalah massa bahan pengisi dan mr adalah massa resin (karet). Setelah diperoleh hasil gilingan yang homogen, kemudian dibuat bentuk lembaran menggunakan hot press pada suhu 145°C pada tekanan 50 kg/cm2 selama 20 menit. Selanjutnya dilakukan karakterisasi sifat termal dan sifat mekanik. Penelitian dilakukan di PTBIN-BATAN Serpong-Tangerang Selatan dan di laboratorium Produksi PT Agronesia-Bandung HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil karakterisasi sifat mekanik pada pengaruh penambahan stiren terhadap komposit ETP-Pb3O4 diperlihatkan pada Tabel 1. yang meliputi kuat tarik, perpanjangan, modulus 100% dan modulus 300%, kuat sobek, kekerasan, dan abrasi. Uji sifat mekanik tersebut dilakukan untuk mengetahui hasil komposit polimer memiliki sifat mekanik yang baik. Dari Tabel 1. tersebut diperlihatkan bahwa penambahan jumlah fraksi berat stiren sampai dengan 30% berat ke dalam komposit polimer ETP-Pb3O4 memperlihatkan peningkatan sifat mekanik komposit berupa kuat tarik, perpanjangan modulus 100% dan modulus 300%, kuat sobek, kekerasan, dan abrasi. Hal tersebut disebabkan semakin meningkat jumlah stiren yang ditambahkan ke dalam komposit ETP-Pb3O4 mengakibatkan ikatan polimer antara stiren dengan ETP juga semakin meningkat yang selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan ikatan antar muka antara Pb3O4 dengan stiren dan berdampak pada distribusi Pb3O4 di dalam komposit juga semakin merata (Sugiantoro dkk 2012; Kaniappan and Latha 2011; Blond, et al. 2006; Charmondusit, et al. 1998). Disamping itu peningkatan sifat mekanik tersebut diakibatkan terjadinya pencangkokan atau grafting antara percabangan kopolimer radikal stiren ke dalam ikatan rangkap yang ada pada ETP. Grafting antara ETP dan komponen stiren menghasilkan kompatibilitas sistem yang mengakibatkan meningkatnya sifat mekanik komposit (Sugiantoro dkk 2012; Kaniappan and Latha 2011; Blond, et al. 2006; Charmondusit, et al. 1998).
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-76
72
Tabel 1. juga memperlihatkan bahwa penambahan stiren dari karet alam cair sampai engan 50% berat dalam pembentukan ETP mengakibatkan penurunan sifat mekaniknya. Hal tersebut diakibatkan oleh terjadinya penumpukan monomer stiren ke dalam partikel karet alam cair, artinya pembentukan homopolimer antara molekul stiren lebih banyak pada komposisi 50% berat dibandingkan dengan komposisi 30% berat. Dampaknya terjadi koagulasi dan penurunan emulsifier yang mengakibatkan ratio graft juga mengalami penurunan. Hal tersebut diatas berakibat pada penurunan luas permukaannya sehingga mengakibatkan penurunan sifat mekanik (Kaniappan and Latha 2011; Blond, et al. 2006; Charmondusit, et al. 1998). Perlakuan karakterisasi termal terhadap pengaruh penambahan stiren pada komposit ETP-Pb3O4 dilakukan pada suhu 60°C sampai dengan suhu 600°C dengan kecepatan pemanasan 10°C per menit menggunakan seperangkat alat Simultaneous Thermal Analyzer-Setaram dengan gas inert argon. Hasil karakterisasi termal pengaruh penambahan stiren 0% berat sampai dengan 50% berat ke dalam komposit ETP-Pb3O4 ditunjukkan pada Gambar 1, Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Dari gambar tersebut terlihat adanya beberapa pola puncak endotermis dan eksotermis. Puncak eksotermis yang terjadi pada awal pemanasan sampai dengan suhu 100°C merupakan puncak yang dihasilkan oleh katalis dan pereaksi lain (aditif) yang digunakan dalam komposit seperti TMQ dan TMTD sebagai pemercepat (Price, et al. 2000; Beyler and Hirschler 2002; Bonnia, et al. 2010; Comuce, et al. 2010). Pada suhu 90°C sampai dengan suhu 105°C terjadi proses depolimerisasi dari stiren menjadi monomernya. Ketidakstabilan monomernya berlanjut hingga suhu kurang lebih 300°C sebelum terjadi degradasi yang ditandai dengan terjadi puncak endotermis pada kurva heat flow dan penurunan berat pada kurva Termogravimetri (TG) (Price, et al. 2000; Beyler
and Hirschler 2002; Bonnia, et al. 2010; Comuce, et al. 2010). Hasil karakterisasi pengaruh penambahan stiren 0% berat ditunjukkan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 tersebut terlihat bahwa puncak endotermis pertama terjadi pada suhu 310°C menunjukkan mulai terjadi degradasi ETP yang diawali oleh ketidakstabilan ikatan antar molekul polimer dan terjadi pemutusan ikatan antar polimer pada suhu 310°C sampai dengan suhu 450°C. Proses degradasi tersebut disertai dengan penurunan berat polimer sampai kurang lebih 97% berat seperti diperlihatkan pada garis Termogravimetrinya (TG). Pengaruh penambahan stiren 10% berat sampai dengan 50% berat ditunjukkan pada Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4. Dari gambar tersebut memperlihatkan proses degradasi yang ditandai dengan kurva endotermis dan penurunan berat terjadi dalam dua tahap yaitu tahap pertama pada suhu kurang lebih 310°C sampai dengan suhu 440°C dan antara suhu 450°C sampai dengan suhu 520°C. Puncak endotermis pada suhu kurang lebih 310°C sampai dengan suhu 440°C merupakan proses terjadinya degradasi dari stiren yaitu terjadi pemutusan ikatan antar rantai karbon. Dari gambar tersebut memperlihatkan penurunan berat sebesar 15% sampai dengan 20% berat dari kurva termogravimetrinya. Puncak endotermis kedua terjadi pada suhu kurang lebih 450°C sampai dengan suhu 520°C. Pada suhu tersebut mulai terjadi pemutusan ikatan rantai karbon pada stiren yang mengakibatkan penurunan berat kurang lebih 5% berat. Kompatibilitas sistem stiren-ETP terlihat pada kurva heat flow pada suhu kurang lebih 300°C sampai dengan suhu 470°C. Pada suhu tersebut mulai terjadi mobilitas partikel penyusun stiren dan ETP sebelum terjadinya degradasi. Pada Gambar 2 terlihat bahwa pengaruh penambahan stiren ditunjukkan adanya awal puncak yang mulus atau “smooth” dibandingkan puncak pada Gambar 1 untuk suhu yang sama. Dari Gambar 2 tersebut menunjukkan dominasi pengaruh ETP.
Tabel.1. Hasil karakterisasi sifat mekanik komposit stiren-MMA dengan bahan pengisi Pb3O4 Jenis karakterisasi komposit Kuat Tarik (Mpa) Perpanjangan 100% (Mpa) Perpanjangan 300% (Mpa) Kuat Sobek (Kg/cm) Kekerasan (Shore A) Abrasi
0% 4,97 4,73 11,82 7,22 44,00 2,82
Jumlah stiren yang ditambahkan (%berat) 10% 30% 8,78 9,48 16,78 28,24 35,64 59,02 23,68 25,54 57,40 75,60 3,11 3,44
Pengaruh Penambahan Stiren..............................................Sugik Sugiantoro dkk
50% 8,69 21,06 46,87 31,43 87,00 2,58
73
ikatan stiren-ETP terlepas secara bersama. Sedangkan pada Gambar 4 pada rentang suhu yang sama terlihat adanya puncak yang tumpang tindih terjadi pada suhu kurang lebih 350°C.
Thermal Gravimetry
Pada Gambar 3, dalam rentang suhu kurang lebih 300°C sampai dengan suhu 470°C menunjukkan perbandingan stiren-ETP yang sesuai, hal ini diindikasikan terjadinya puncak yang landai sehingga sebelum terdegradasi
Heat Flow
Heat flow
TG
0
Temperatur ( C )
Heat flow
Heat Flow
Thermal Gravimetry
Gambar 1. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 0% + MMA + Pb3O4 400 phr
TG
Temperatur (°C)
Heat flow
Heat Flow
Thermal Gravimetry
Gambar 2. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 10% + MMA + Pb3O 4 400 phr
TG
Temperatur (°C)
Gambar 3. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 30% + MMA + Pb3O 4 400 phr
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-76
74
Heat Flow
Thermal Gravimetry
Heat flow
TG
Temperatur (°C)
Gambar 4. Hasil karakterisasi termal komposit stiren 50% + MMA + Pb3O4 400 phr
KESIMPULAN Dari hasil karakterisasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengaruh penambahan stiren terhadap komposit MMAPb3O4 sampai dengan 30% berat mengakibatkan peningkatan sifat mekanik sedangkan sifat termalnya terjadi 2 tahapan degradasi yaitu pada suhu kurang lebih 310°C sampai dengan suhu 440°C dan antara suhu 450°C sampai dengan suhu 520°C. Hal tersebut diakibatkan stiren memiliki ketahanan termal yang lebih tinggi dibandingkan MMA. DAFTAR PUSTAKA Arshadet, M., K. Masud, M.Arif, S.Rehman, A.Saeed, and J. Zaidi. 2011. Characterization of poly(methyl methacrylate)-tin (IV) chloride blend by TG-DTG-DTA, IR and Pyrolysis-GCMS Techniques. Bull. Korean Chem. Soc 32(9): 3295-3305. Beyler, C. L. and M.M. Hirschler. 2002. Thermal decomposition of polymers. 3th ed. Boston. Blond, D., V. Barron, M. Ruether, K.P. Ryan, V. Nicolosi, W.J. Blau, and J. N. Coleman. 2006. Enhancement of modulus, strength, and toughness in poly (methyl methacrylate)-based composites by the incorporation of poly(methylmethacrylate)functionalized nano tubes. Advenced Functional Materials. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA. Bonnia, N. N., S. H. Ahmad, I. Zainol, A. A. Mamun, M. D. H. Beg, A. K. Bledzki. 2010. Mechanical properties and environmental stress cracking
resistance of rubber toughened polyester/kenaf composite. eXPRESS Polymer Letters 4(2): 55–61. Charmondusit, K., S. Kiatkamjornwong, and P. Prasassarakich. 1998. Grafting of methyl methacrylate and styrene onto natural rubber. J. Sci. Chula. Univ 23(2): 167-181. Comuce M., Rogaume T., Richard F., Luche J. and Rousseaux P. 2010. Kinetics and mechanism of the thermal degradation of polymethyl methacrylate by TGA/FTIR analysis. 6th International Seminar on Fire and Explosion Hazards. UK: Leeds. Deniz, V., N. Karakaya, and O.G. Ersoy. 2010. Effects of fillers on the properties of thermoplastic elastomers. Society of Plastic Engineers-Plastics Research Online. 10.1002/spepro.002518: 1-4. Flynn, J. H. 2005. Thermal analysis of polymers. Encyclopedia of Polymer Sceince and Technology. John Wiley & Sons Inc. Kaniappan, K. and S. Latha. 2011. Certain investigations on the formulation and characterization of polystyrene/poly(methyl methacrylate) blends. International Journal of ChemTech Research 3(2): 708-717. Price, D. M., D. J. Hourston, and F. Dumont. 2000. Thermogravimetry of polymers. Encyclopedia of Analytical Chemistry R.A. Meyers. Chichester: John Wiley & Sons Ltd. Sudirman, A. Handayani, T. Darwinto, T. Yulius, A. Sunarni dan I. Marijanti. 2000. Struktur mikro dan sifat mekanik komposit elastomer termo plastiktimbal oksida. Jurnal Mikroskopi dan Mikroanalisis 3(1): 17-20.
Pengaruh Penambahan Stiren..............................................Sugik Sugiantoro dkk
75
Sugiantoro, S., Sudirman, Mashadi, Histori, dan A. Mahendra. 2012. Karakterisasi termal sifat mekanik dan struktur mikro komposit ETP-Stiren dengan timbal
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-76
oksida. Dalam: Prosiding seminar nasional SDM teknologi nuklir VIII. STTN-BATAN: p.365-371
76
PEMBUATAN BAHAN POLIMER ELEKTROLIT PADAT BERBASIS NANOKOMPOSIT KITOSAN MONTMORILLONITE UNTUK APLIKASI BATERAI (SYNTHESIS OF SOLID POLYMER ELECTROLYTE BASED ON CHITOSAN MONTMORILLONITE NANOCOMPOSITE FOR BATTERY APPLICATION) Evi Yulianti1, Rosiana Dwi Saputri2, Sudaryanto1, H. Jodi1, dan R. Salam1 1)
Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)-BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, 15314, Tangerang. 2) Jurusan Fisika-FMIPA Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto E-mail :
[email protected] Received: 4 Juni 2013; revised: 10 Juni 2013; accepted: 11 September 2013
ABSTRAK Telah dilakukan pembuatan bahan polimer elektrolit padat berbasis nanokomposit kitosan montmorillonite yang diaplikasikan dalam sistem baterai. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan komposisi optimal antara kitosan, montmorillonite dan LiClO4 sehingga diperoleh membran dengan karakteristik yang paling baik. Teknik pembuatan membran dilakukan menggunakan metode casting. Terdapat dua seri sampel yang akan di uji, yaitu membran dengan variasi komposisi montmorillonite dan variasi komposisi LiClO4. Komposisi kitosan dan montmorillonite yang digunakan pada sampel seri kedua diperoleh dari komposisi optimal membran kitosanmontmorillonite pada sampel seri pertama. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji tarik, pengukuran konduktivitas ionik dan identifikasi menggunakan difraksi sinar X. Penambahan montmorillonite meningkatkan kuat tarik membran -5 dan konduktivitas ionik setelah ditambah LiClO4. Pada kondisi optimal diperoleh konduktivitas ionik 2,383 x 10 S/cm dan kuat tarik 15,19 Mpa pada komposisi montmorillonit 5% b/b dan LiClO4 40%. Hasil analisis difraksi sinar X menunjukkan terjadi proses interkalasi polimer kitosan ke dalam montmorillonite. Kata kunci : nanokomposit, kitosan, montmorillonite, polimer elektrolit
ABSTRACT Synthesis of Solid Polymer Electrolyte (SPE) based on chitosan montmorillonite nanocomposite has been done. In the future SPE will be applied in battery system. This research was conducted to determine the optimum composition of chitosan, montmorillonite and LiClO4 in order to get the the best characteristic membrane, including conductivity and mechanical properties. The membranes were prepared by casting method. There were two sample series, chitosan and montmorillonite and chitosan-montmorillonite and LiClO4 with different compositions. The nanocomposite chitosan-montmorillonite membranes were characterized their conductivty, tensile strength and crystal structure by high precision LCR, Universal Testing Machine (UTM) and X-ray diffraction (XRD), respectively. The experimental result shows that the addition of montmorillonite increase in tensile strength and ionic conductivity after the addition of lithium salt LiClO4. Overall, the optimum condition was obtained at composition 5% -5 montmorillonite and 40% LiClO4. This composition has the conductivity and tensile strength about 2.383 x 10 S/cm = and 15.19 MPa, respectively. XRD analysis proved the intercalation of polymer chitosan into the montmorillonite layers. Keywords : nanocomposite, chitosan, montmorillonite, polymer electrolyte
Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit………………………………….Evi Yulianti dkk
77
PENDAHULUAN Maraknya penggunaan perangkat elektronik seperti handphone serta laptop/netbook mendorong para ahli untuk mengembangkan alternatif sumber penyimpanan energi. Baterai merupakan salah satu sumber penyimpanan energi yang paling efektif. Baterai terdiri dari dua komponen penting yaitu elektrolit dan elektroda. Elektrolit atau konduktor ionik berperan sebagai jembatan untuk mentransfer ion-ion yang dihasilkan oleh elektroda. Pada awalnya elektrolit berbentuk cairan, namun elektrolit cair memiliki kekurangan diantaranya kurang praktis, mudah bocor dan mudah korosi. Oleh karena itu orang beralih kepada elektrolit bermatriks padatan sebagai elektrolit baterai. Membran elektrolit padat yang ideal harus memiliki stabilitas kimia, stabilitas termal konduktivitas proton yang tinggi, fleksibilitas tinggi, biaya yang rendah dan ketersediaan bahannya yang melimpah di alam (Yuan, et al. 2009 ; Fonseca, and Neves 2006). Berbagai jenis material terus dikembangkan dalam pembuatan elektrolit padat baterai. Penggunaan polimer sintetis sebagai bahan elektrolit padat ternyata masih memiliki beberapa kekurangan. Selain harganya yang mahal, dampak lingkungan akibat menumpuknya sampah kimia juga menjadi salah satu permasalahan yang sering muncul. Kembali ke alam merupakan solusi yang paling di rekomendasikan untuk mengatasi masalah tersebut. Kitosan merupakan salah satu jenis polimer alam yang berpotensi sebagai bahan elektrolit padat. Kitosan adalah biopolimer karbohidrat alam yang diturunkan dari proses deasetilasi kitin. Kitin sendiri merupakan senyawa biopolimer kedua yang paling banyak ditemukan dialam setelah selulosa(Rinaudo, 2006; Muzzareli and Muzzareli 2005; Yahya and Arof 2003). Penelitian elektrolit padat dengan bahan dasar kitosan telah banyak dilakukan (Yahya and Arof 2003; Kadir et al. 2011; Shujahadeen et. al. 2010). Salah satunya adalah fabrikasi film elektrolit padat berbasis kitosan menggunakan teknik implantasi ion. Konduktivitas ionik membran yang dihasilkan masih relatif rendah yaitu sekitar 10-7 S/cm (Yulianti, et al. 2012). Selain itu fabrikasi bahan elektrolit padat dengan cara menambahkan garam lithium ke dalam matriks kitosan menggunakan metode casting juga masih memiliki kekurangan. Kebanyakan garam-garam yang ditambahkan bersifat higroskopis sehingga berpengaruh dalam aplikasi serta sifat mekanik yang kurang bagus pada daerah konduksi (Munshi, 1995).
Berbagai usaha telah dilakukan guna mendapatkan bahan elektrolit padat yang memiliki konduktivitas tinggi, stabilitas mekanik dan fleksibilitas tinggi. Salah satu upaya yang banyak saat ini adalah dengan menyisipkan nanomaterial ke dalam matriks polimer. Material baru ini disebut dengan Polymer/clay nanocomposite (Kurian et al. 2012) Clay memiliki struktur lembaran, dimana jarak antar lembarannya berada pada orde nanometer. Partikel–partikel berukuran nanometer memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Interaksi yang maksimal antara matriks polimer dengan nanopartikel akan menghasilkan pola pendispersian yang merata pada matriks polimer. Konfigurasi ini menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap sifat fisis bahan yang dihasilkan. Keunggulan material ini antara lain meningkatkan kekuatan, kekakuan, kestabilan dimensi dan resistensi terhadap suhu tinggi. Salah satu jenis clay yang banyak dipelajari saat ini adalah montmorillonite. Sejumlah hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan montmorillonite ke dalam matriks polimer terbukti mampu meningkatkan sifat mekanik material yang dihasilkan (.Kusmono 2010; Hartono 2011). Berdasarkan uraian di atas, pada makalah ini dilaporkan hasil penelitian mengenai pembuatan dan kajian konduktivitas ionik serta kuat tarik bahan nanokomposit polimer kitosan dan monmorilonit yang kemudian ditambah dengan garam lithium berupa Lithium Perklorat (LiClO4) dengan tujuan untuk mendapatkan bahan polimer elektrolit berbasis kitosan dengan konduktivitas ionik dan sifat mekanik yang lebih baik. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan dari kulit kerang produksi Institut Pertanian Bogor dengan nilai derajat deasetilasi sebesar 86%, asam asetat 1%, montmorillonite K 10 (Sigma-Aldrich), lithium perklorat (LiClO4) (Sigma-Aldrich) dan aquades. Metode Pada penelitian ini dibuat dua seri sampel. Untuk sampel seri pertama diawali dengan pembuatan nanokomposit kitosan-montmorillonite. Proses pembuatan membran nanokomposit dilakukan menggunakan metode casting. Langkah pertama adalah melarutkan kitosan ke dalam asam asetat 1%. Larutan kemudian didiamkan selama 3 hari 3 malam sambil sesekali diaduk sampai terbentuk larutan yang bening.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 77-83
78
Langkah selanjutnya adalah menambahkan montmorillonite ke dalam matriks kitosan dengan variasi komposisi 2%, 5%, 10%, 15% dan 20% dalam persen berat. Larutan kitosan ditambahkan montmorillonite kemudian diaduk menggunakanmagnetic stirrer selama kurang lebih dua jam sehingga terbentuk larutan yang homogen. Selanjutnya masing-masing komposisi (kitosan + montmorillonite) ditebarkan di atas plat kaca dan dimasukkan ke dalam pengering sampai terbentuk membran. Sampel yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui komposisi yang paling optimum. Selanjutnya, sampel seri kedua diperoleh dengan cara menambahkan garam LiClO4 ke dalam campuran larutan kitosan dan montmorillonite. Variasi komposisi garam yang ditambahkan yaitu 5% , 10%, 20%, 30% dan 40% (dalam persen berat). Komposisi kitosan dan montmorillonite yang digunakan diperoleh dari komposisi optimum membran nanokomposit kitosan-montmorillonite pada sampel seri pertama. Dengan teknik yang sama maka diperoleh membran nanokomposit kitosan montmorillonite dengan variasi komposisi garam lithium. Membran nanokomposit yang dihasilkan kemudian dikarakterisasi kembali untuk mengetahui perubahan sifat fisis akibat penambahan garamgaram lithium. Karakterisasi yang dilakukan meliputi konduktivitas ionik, kuat tarik dan kristalinitas membran. Kekuatan tarik diuji menggunakan alat Universal Testing machine (UTM) strograph VGS S-E Toyoseiki berdasarkan American Standard Testing and Material (ASTM) D-1822 L. Konduktivitas ionik membran diukur menggunakan LCR Hi-tester Hioki 3532-50. Identifikasi fasa dan kristalinitas sampel di karakterisasi menggunakan peralatan Shimadzu X-Ray Diffractometter XD610. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Konduktivitas ionik membran Kitosan Nilai konduktivitas ionik membran nanokomposit kitosan-montmorillonite yang diukur dengan berbagai variasi frekuensi ditunjukkan pada Gambar 1. Nilai frekuensi yang digunakan adalah pada rentang 42-106 Hz. Pada Gambar 1 secara umum terlihat bahwa konduktivitas ionik membran mengalami kenaikan dengan kenaikan frekuensi. Selain itu juga terlihat bahwa penambahan montmorillonite ke dalam
matriks polimer kitosan tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap konduktivitas ionik membran dimana pada rentang frekuensi 42 Hz-1 MHz, nilai konduktivitas membran -10 -7 mengalami kenaikan berkisar pada 10 -10 . Nilai konduktivitas yang terukur dapat dibedakan menjadi dua yaitu konduktivitas AC dan konduktivitas DC. Konduktivitas AC adalah konduktivitas yang nilainya dipengaruhi oleh perubahan frekuensi, sedangkan konduktivitas DC merupakan konduktivitas yang nilainya tidak dipengaruhi oleh perubahan frekuensi, pada sampel ini terjadi pada kisaran frekuensi rendah (42- 150 Hz). Nilai konduktivitas DC untuk masingmasing membran ditunjukan pada Tabel 1. Konduktivitas DC diperoleh melalui hasil fitting garis pada kurva hubungan antara nilai konduktivitas dan frekuensi yang mengikuti persamaan Universal Power Law (UPL): () = dc + An (Pradan 2008), sehingga dapat diketahui pengaruh penambahan montmorillonite terhadap konduktivitas DC membran (film) kitosan.
Gambar 1. Pengaruh frekuensi pada konduktivitas ionik membran kitosan pada variasi penambahan Montmorillonite Tabel 1: Konduktivitas DC membran kitosan dengan penambahan montmorillonite pada berbagai komposisi.
No.
Konduktivitas dc
1.
Komposisi montmorillonite (%) 0
2.
2
2,60 x 10-10
3.
5
5,18 x 10-10
4.
10
2,29 x 10
5. 6.
15 20
2,74 x 10-10 -10 5,66 x 10
Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit………………………………….Evi Yulianti dkk
8,16 x 10-10
-10
79
Berdasarkan data pada Gambar 1 dan Tabel 1 terlihat bahwa nilai konduktivitas ionik membran untuk berbagai variasi komposisi montmorillonite masih berada pada orde 10-10. Penambahan montmorillonite tidak meningkatkan nilai konduktivitas secara signifikan dikarenakan struktur dari montmorillonitei walaupun kaya akan ion-ion seperti Al atau Mg tetapi ionnya terikat dalam bentuk senyawa koordinasi dalam struktur oktahedral (Hartono 2011). Konduktivitas ionik kitosan awal yaitu sebesar 8,16 x 10-10 S/cm. Nilai konduktivitas ionik membran cenderung mengalami penurunan setelah ditambah montmorillonite. Penurunan nilai konduktivitas ionik terjadi saat komposisi montmorillonite 2 % yaitu sebesar 2,60 x 10-10 S/cm. Penurunan ini disebabkan karena adanya penggumpalan (aglomerasi) yang justru akan menghalangi loncatan atau transport ion pada membran. Ini terlihat dari hasil gambar mikroskop optik yang dapat dilihat pada Gambar 2. Penambahan garam Lithium Perklorat (LiClO4) dilakukan guna meningkatkan nilai konduktivitas ionik bahan. Komposisi LiClO4 yang ditambahkan adalah 5%, 10%, 20%, 30% dan 40 % berat dari polimer kitosan. Hasil pengukuran konduktivas ionik membran dengan variasi komposisi garam lithium disajikan pada gambar 3 dan Tabel 2.
50 m
a
50 m
b
Gambar 2. Hasil mikroskop optik membran a). kitosan dan b). kitosan + montmorillonite
Gambar 3. Pengaruh frekuensi terhadap konduktivitas ionik membran kitosan /montmorillonite pada variasi komposisi LiClO4
Tabel
No.
2:
Konduktivitas DC membran kitosan / montmorillonite dengan penambahan LiClO4 pada berbagai komposisi
Komposisi LiClO4 (%)
Konduktivitas dc -9
1.
5
1,43 x 10
2.
10
3,05 x 10
3.
20
4,79 x 10
4.
30
5,16 x 10
5.
40
2,38 x 10
-9 -7 -7 -5
Dari Gambar 3. dan Tabel 2. terlihat secara umum terjadi perubahan nilai konduktivitas setelah ditambah garam LiClO4. Nilai konduktivitas ionik membran setelah ditambah LiClO4 mengalami perubahan yang sangat signifikan dari nilai konduktivitas awal sekitar 10-10 menjadi 10-5 Konduktivitas membran mengalami kenaikan hingga 100.000 kali lipat. Kenaikan konduktivitas ionik setelah penambahan garam lithium dikarenakan permukaan yang kaya akan ion - ion lithium yang dimiliki oleh membran. Semakin banyak komposisi garam yang ditambahkan, konduktivitas ionik membran juga semakin meningkat. Hal ini berarti semakin banyak ion yang bergerak akibat penambahan garam lithium dalam membran. Secara keseluruhan nilai Konduktivitas optimum diperoleh pada komposisi LiClO4 40% yaitu sebesar 2,38 x 10-5 S/cm. 2. Analisis Kuat Tarik membran Kitosan Kekuatan tarik berperan penting terhadap sifat mekanik nanokomposit polimer yang dihasilkan. Kekuatan tarik di ukur dari besarnya gaya maksimum yang digunakan untuk memutuskan/mematahkan spesimen awal bahan dengan luas penampang tertentu Pada penelitian sebelumnya (Costa, et. al 2010), penambahan garam LiClO4 pada fabrikasi membran kitosan dengan teknik casting ternyata menghasilkan sampel yang bersifat higroskopis. Penambahan garam justru menyebabkan sampel menjadi rapuh dan lembek sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan uji tarik. Pada penelitian ini telah ditambahkan montmorillonite ke dalam matriks kitosan guna meningkatkan kekuatan mekanik membran. Dari hasil karakterisasi uji tarik, dapat diketahui pengaruh penambahan montmorillonite pada berbagai komposisi terhadap kekuatan tarik nanokomposit polimer yang ditunjukan pada Gambar 4.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 77-83
80
Gambar 4. Pengaruh penambahan montmorillonite terhadap kuat tarik film kitosan.
Pengaruh penambahan montmorillonite terhadap nanokomposit polimer yang dihasilkan ditunjukan pada Gambar 4. Tampak bahwa penambahan montmorillonite mampu meningkatkan kekuatan tarik nanokomposit. Peningkatan kuat tarik disebabkan karena sifat dasar montmorillonite yang memiliki kekakuan tinggi sehingga membatasi gerakan molekul polimer. Luas kontak permukaan struktur nanokomposit yang besar juga menyebabkan ikatan yang kuat antara matriks polimer kitosan dengan lapisan montmorillonite. Kuat tarik optimum diperoleh pada komposisi montmorillonite 5% yaitu sebesar 93,1 MPa. Pada Gambar 4 juga terlihat adanya penurunan kuat tarik nanokomposit. Penurunan terjadi saat penambahan konsentrasi montmorillonite 10% yaitu sebesar 64,98 MPa. Penurunan kuat tarik disebabkan adanya aglomerasi montmorillonite. Penggumpalan ini menyebabkan terbentuknya daerah antarmuka (interface) atau daerah kosong antara kitosan dan montmorillonite. Hal ini disebabkan karena montmorillonite yang dicampur masih berupa serbuk sedangkan kitosan yang berperan sebagai pengikatnya sudah dalam bentuk larutan. Adanya daerah yang kosong, ketika sampel nanokomposit ditarik akan lebih cepat patah dan bersifat lebih getas. Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Rudi Hartono yang melakukan penambahan montmorillonite pada matriks polipropilen (Hartono 2011). Pengaruh penambahan LiClO4 terhadap besarnya kuat tarik membran juga dianalisis. Pengaruh penambahan garam lithium terhadap kuat tarik membran disajikan pada gambar 4. Berdasarkan hasil pengukuran rata – rata kekuatan tarik membran diperoleh bahwa semakin
Gambar 5. Pengaruh penambahan LiClO4 terhadap kuat tarik membran kitosan montmorillonite
banyak LiClO4 yang ditambahkan maka nilai kuat tarik membran semakin menurun. Peningkatan jumlah LiClO4 akan menurunkan kekuatan gaya antar molekul sehingga mobilitas antar rantai molekul kitosan meningkat. Hal ini memungkinkan LiClO4 yang merupakan molekul higroskopis kecil dapat dengan mudah masuk diantara rantai – rantai polimer. Penurunan kuat tarik ini kemudian merubah sifat rigid membran menjadi lebih fleksibel. Fenomena di atas merujuk kepada hasil penelitian yang dilakukan oleh Taufik Nurkalih bahwa penambahan garam LiClO4 dalam matriks polimer PEO juga menurunkan kuat tarik membran yang dihasilkan (Nurkalih, 2009) Penurunan kuat tarik juga berkaitan dengan perubahan kristalinitas yang dimiliki oleh polimer akibat penambahan garam. Material yang amorf tentunya akan memiliki kekuatan mekanik yang lebih rendah dibandingkan dengan material yang bersifat kristalin. Penambahan garam LiClO4 telah merubah struktur polimer kitosan yang bersifat semikristalin menjadi lebih amorf. Perubahan struktur polimer ditunjukan pada pola difraksi yang disajikan pada Gambar 6. 3. Identifikasi Pergeseran Puncak Difraksi dan Kristalinitas Membran KitosanMontmorillonite Identifikasi pergeseran puncak difraksi dan kristanilitas membran dikarakterisasi menggunakan XRD. Selain itu analisis XRD dilakukan untuk memonitor pembentukan nanokomposit. Hasil karakterisasi XRD disajikan dalam bentuk pola difraksi yang ditampilkan pada Gambar 6 dan Gambar 7
Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit………………………………….Evi Yulianti dkk
81
001 Kitosan + Mont 20 %
001
Kitosan + Mont 15 %
Intensitas
001
Kitosan + Mont 5 %
001
Kitosan + Mont 2 %
001
Montmorillonit
4
5
Intensitas
001
Kitosan + Mont 10 %
6
7
8
9
10
Dua Tetha
Kitosan + Mont 5 % + LiClO4 40 %
Kitosan + Mont 5 % + LiClO4 20 %
Kitosan + Mont 5 % + LiClO4 5 %
Kitosan
0
Gambar 6. Pola difraksi membran nanokomposit polimer kitosan-montmorillonite
Gambar 6 menunjukan pola difraksi sinar-X untuk montmorillonite dan kitosan + montmorillonite dengan berbagai komposisi yang diukur pada sudut 2 theta (3-15). Puncak montmorillonite muncul pada sudut 2 theta 8,96° merupakan puncak refleksi pada bidang 001 dimana jarak antar bidang (d001) 9,87 Å yang dihitung menggunakan persamaan Bragg (Cullity 1978). Pada Gambar 6 ditunjukkan bahwa terjadi sedikit pergeseran puncak – puncak difraksi ke arah sudut yang lebih rendah pada film kitosan + montmorillonite dengan komposisi (2-15)%. Hal ini menunjukkan terjadi interkalasi polimer ke dalam antar lapisan montmorillonite. Salah satu atau beberapa rantai polimer berhasil masuk atau menyisip di antara lapisan montmorillonite yang jaraknya berada pada orde nanometer. Akibatnya jarak antar kisi pada montmorillonite menjadi semakin besar. Pola ini menunjukkan terbentuknya nanokomposit. Sedangkan pada penambahan montmorillonite lebih lanjut (20%) ternyata menggeser puncak 001 ke sudut yang lebih besar. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Dillip K. Pradhan mengenai pembuatan membran nanokomposit dengan menambahkan montmorillonite pada matriks polimer PEO (Pradhan 2008). Gambar 7. merupakan pola difraksi kitosan dan kitosan yang telah ditambah montmorillonite dan garam LiClO4 pada berbagai komposisi. Pola difraksi kitosan (spektrum paling bawah) memiliki puncak-puncak yang tidak tajam pada posisi sudut 2 theta 11,97° dan 18,52 dimana pola difraksi ini umumnya dimiliki oleh bahan yang bersifat semikristalin. Semakin banyak garam LiClO4 yang ditambahkan ke dalam matriks kitosan, tentunya akan mempengaruhi struktur kristal kitosan.
4
400 380 360 340 320 300 280 260 240 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 10
20
30
40
50
60
70
Sudut dua Theta
Gambar 7. Pola Difraksi Membran Nanokomposit Polimer Kitosan-Montmorillonite-LiClO4 (: puncak montmorillonite, : puncak kitosan)
Pada penambahan LiClO4 sebesar 20% puncak kitosan sudut 2 theta 11,97° tidak muncul, hanya tinggal satu puncak. Sedangkan pada penambahan LiClO4 40%, puncak kitosan hilang sama sekali, dan pola difraksi seperti ini biasanya dijumpai pada bahan yang bersifat amorf. Penambahan garam LiClO4 ke dalam matriks film kitosan telah mengubah struktur polimer yang bersifat semikristalin menjadi lebih amorf. Pada sudut dua tetha 27,05° terdapat puncak yang sangat tajam. Puncak ini berasal dari silikat yang merupakan salah satu kandungan dari montmorillonite (Purwaningsih, et.al 2012). KESIMPULAN Telah berhasil dibuat membran polimer elektrolit berbasis nanokomposit kitosan montmorillonite. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa penambahan montmorillonite pada polimer kitosan sampai komposisi tertentu dapat meningkatkan kekuatan tarik film kitosan sampai 93,11 MPa. Selain itu penambahan garam LiClO4 juga terbukti dapat meningkatkan konduktivitas ionik film kitosan dengan sangat signifikan. Kondisi optimum diperoleh pada film nanokomposit kitosan dengan komposisi montmorillonite 5% persen berat dan LiClO4 40% dengan nilai konduktivitas ionik -5 sebesar 2,382x10 S/cm dan kuat tarik sebesar 15,19 MPa.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 77-83
82
DAFTAR PUSTAKA Aziz, S. B., Z.H.Z Abidin and A.K Arof. 2010. Effect of silver nanoparticles on the DC conductivity in chitosan silver triflate polymer electrolyte. Physica B 405 (21): 4429 - 4433 Costa, M.M., A.J. Terezo, A.L. Matos, W.A. Moura, J.A. Giacometti, and A.S.B. Sombra. 2010. Impedance spectroscopy study of dehydrated chitosan and chitosan containing LiClO4. Physica B: Condensed Matter 405 (21): 4439-444 Cullity, B.D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction. Reading, Massachusetts -Menlo Park, California – London –Amsterdam - Don Mills, Ontario - Sydney: Addison-Wesley Publishing Company Inc. Fonseca, C. Polo and S. Neves. 2006. Electrochemical properties of a biodegradable polymer electrolyte applied to a rechargeable lithium battery. Journal of Power Sources. 159: 712-716 Hartono, R. 2011. Pengaruh Komposisi Montmorillonite pada Pembuatan Polipropilen – Nanokomposit terhadap Kekuatan Tarik dan Kekerasannya. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia, UGM. Yogyakarta. Kadir, M.F.Z, Z. Aspanal, S.R Majid and A.K. Arof 2011. FTIR studies of plasticized poly(vinyl alcohol)–chitosan blend doped with NH4NO3 polymer electrolyte membrane. Spectrochimica Acta Part A 78 (3): 10681074 Kurian, M., M.E. Galvin, P.E Trapa, D.R Sadoway, and Mayes A.M. 2005. Single-ion Conducting Polymer-silicate Nanocomposite electrolytes for Lithium Battery applications. Electrochimica Acta 50: 2125–2134 Kusmono. 2010. Studi Kuat tarik Dan Morfologi Nanokomposit Berbasis Poliamid 6/Polipropilen/Clay. Seminar Nasional
Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9.UGM. Yogyakarta. Munshi, M.Z.A. 1995. Handbook of Solid State Batteries and Capacitors. Singapore: World Scientific Publishing. Muzzarelli, R.A.A and C. Muzzarelli. 2005. Chitosan chemistry: relevance to the biomedical sciences. Adv. Polym. Sci. 186: 151-209 Nurkalih, Taufik. 2009. Pembuatan Polielektrolit Padat untuk Aplikasi Baterai dari Polimer yang dapat Terbiodegradasi. Skripsi S1. Bandung: Departemen Kimia. FMIPA-ITB. Pradhan, Dillip K., R. N. P. Choudhary, and B. K Samantaray. 2008. Studies of Dielectric Relaxation and AC Conductivity Behavior of Plasticized Polymer Nanocomposite Electrolytes. Int. J. Electrochem. Sci. 3(5): 597 – 608 Purwaningsih, Eka, Supartono dan Harjono. 2012. Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa Dengan Metanol Menggunakan Katalis Bentonit. Indo. J. Chem. Sci. 1 (2): 133–139. Rinaudo, M. 2006. Chitin and chitosan: Properties and application. Prog. Polym. Sci. 31: 603632 Yahya, M.Z.A and A.K. Arof. 2002. Characteristics of Chitosan-Lithium Acetate-Palmitic Acid Complexes. Journal of New Materials for Electrochemical Systems 5(2): 123-128 Yahya, M.Z.A and A.K. Arof. 2003. Effect of oleic acid plasticizer on chitosan–lithium acetate solid polymer electrolytes. Eur Polym. J. 39: 897-902 Yuan, Xiao Zi et al. 2009. Electrochemical Impedance Spectroscopy in PEM fuell Cells. London, Dordrecth, Heidelberg. New York: Springer International Publisher. Yulianti, E., A. Karo Karo, L. Susita, and Sudaryanto. 2012. Synthesis of Electrolyte Polymer Based on Natural Polymer Chitosan by Ion Implantation Technique. Procedia Chemistry 4: 202-207
Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit………………………………….Evi Yulianti dkk
83
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-146
84
ANALISIS STRUKTUR KRISTAL LiFePO4 OLIVINE SEBAGAI BAHAN KATODA BATERAI Li-ION (CRYSTAL STRUCTURE ANALYSIS OF OLIVINE LiFePO4 AS CATHODE MATERIALS FOR Li-ION BATTERY)
Indra Gunawan, Ari Handayani, dan Saeful Yusuf Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, BATAN Kawasan Puspiptek, Serpong 15314, Tangerang Selatan E-mail:
[email protected] Received : 22 Mei 2013; revised : 17 September 2013; accepted : 18 September 2013
ABSTRAK Sintesis LiFePO 4 dilakukan dengan pencampuran LiCl, FeCl2.4H2O dan H3PO4 ekuimolar ke dalam air. o Homogenasi larutan dilakukan dengan pengaduk magnetik pada suhu 60 C. Prekursor LiFePO4 diperoleh o setelah pemanasan 200 C dengan furnace selama 2 jam. Sintering prekursor LiFePO4 dilakukan pada suhu 700o C dengan furnace selama 4 jam dengan aliran N2 untuk membentuk fasa kristalit LiFePO4. Kemurnian fasa dan struktur kristal dianalisis dengan menggunakan XRD. Analisis struktur kristal dari pola difraksi sinar-X dilakukan dengan perangkat lunak FULLPROF. Pengamatan morfologinya dilakukan dengan menggunakan SEM dengan kombinasi Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan pengukuran gugus fungsional dengan FTIR. Hasil analisis struktur kristal menunjukkan bahwa senyawa LiFePO4 memiliki struktur Kristal orthorhombic, space group 62, simbol Pnma (Hermann-Mauguin) dengan parameter kisi a= 6.0019999, b= 10.330000, c= 4.6999998. Kata kunci : LiFePO4, Katoda, Baterai Li-ion
ABSTRACT Synthesis of LiFePO4 was done by mixing of LiCl, FeCl2.4H 2O and H 3PO 4 at equimolar amount in water as solvent. Homogenization of solution was performed with a hot plate-magnetic stirrer at a o o 60 C. LiFePO4 precursor was obtained after heating at 200 C for 2 hours in a furnace while solvent removal. o Sintering of LiFePO4 precursor was heat treated at 700 C for 4 hours in a furnace in N 2 gas flow to form LiFePO4 crystallites phase. The phase purity and crystal structure were confirmed by using XRD. Structural model analysis of X-ray diffraction patterns was performed with the software of FULLPROF. Morphology observations were performed by using SEM with combination of Energy Dispersive Spectroscopy (EDS), and the functional groups analysis by FTIR. The results of analysis showed that the LiFePO4 compound has a crystal structure of orthorhombic, Space group 62, Symbol P nma (Hermann-Mauguin), Cell parameter a= 6.0019999, b= 10.330000, c= 4.6999998. Keywords : LiFePO4, Cathode, Li-ion battery
PENDAHULUAN Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian energi baru dan terbarukan yang dapat diisi ulang dari sumber energi lain yang murah dan berkelanjutan. Sebagai bagian dari program penelitian PTBIN di bidang pengembangan sumber enrgi baru dan terbarukan untuk mendukung penguasaan teknologi di bidang energi. Pembuatan bahan katoda LiCoO2 telah dilakukan (Panjaitan 2010; Nugraha 2010). Pada penelitian ini akan dikembangkan lithium ferophospat (LiFePO4)
sebagai alternatif lain dari bahan katoda untuk sel baterai berbasis lithium. Penggunaan senyawa lithium dalam bentuk fosfat akan mudah dipasangkan dengan lithium elektrolit padat, gelas atau polimer. Lithium iron phospat telah menjadi salah satu kandidat yang paling menjanjikan sebagai bahan katoda untuk baterai sekunder lithium interkalasi berdasarkan penelitian Padhi, dkk (1997) dibandingkan dengan bahan katoda konvensional, seperti LiCoO2 dan LiNiO2.
Analisis Struktur Kristal LiFePO4…………………..Indra Gunawan dkk
85
LiFePO4 menunjukkan banyak keuntungan seperti tidak beracun, murah, berstruktur stabil sehingga aman untuk digunakan sebagai bahan katoda baterai lithium ukuran besar di kendaraan listrik dan hibrida dengan kapasitas teoritis tinggi (170 mAh/g). Lihium iron phospat memiliki ikatan kovalen kuat antara oksigen dan fosfat membentuk satuan polianion yang kuat sehingga memiliki kestabilan yang lebih baik dibanding oksidanya. Pembentukan polianion juga memperbesar ruang bebas yang tersedia bagi lithium. Ikatan logam P-O- membantu menstabilkan energi redoks dari kation logam dan memungkinkan perpindahan ion lebih cepat. Di samping itu ikatan antara atom oksigen dalam fosfat lebih kuat dibanding dengan cobalt, sehingga beberapa sel LiFePO4 memiliki sifat tahan panas dalam pemakaiannya (Jayaprakash 2008; Mai 2008; Wang 2007). Komposisi tipikal film katoda adalah substrat logam LiFePO4 72 wt%, asetilena hitam 8 wt%, dan 20 wt% polietilena oksida sebagai pengikat. Acetylene black memastikan konduktivitas listrik sepanjang film (Doeff, 2003), dan pengikat membuat film utuh selama pemrosesan. Bahan-bahan ini dilarutkan pada substrat logam menggunakan asetonitril. Kapasitas elektrokimia bahan adalah 85 mAh/g (Koichi 2007; Levi 1997). Konduktifitas katoda utamanya ditentukan oleh kandungan besi. Pemilihan garam fospat dikarenakan ukuran molekul yang memungkinkan ion lithium bergerak dari dan ke elektrolit dalam proses penggunaan (discharge) dan pengisian ulang (recharge). Kandungan lithium dalam katoda dapat diharapkan sebagai sumber ion dari komponen baterai berbasis lithium. Pengembahan baterai lithium ini diharapkan menjadi solusi permasalahan energi terkait dengan isu lingkungan. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menentukan struktur kristal terbentuk dan impuritasnya dengan menggunakan XRD, pengamatan morfologi permukaan dan pengukuran FTIR dari LiFePO4 yang diperoleh. BAHAN DAN METODE Bahan Percobaan dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan: lithium chloride (LiCl) (Merck, Jerman), ferrochloride tetrahidrat (FeCl2.4H2O) (Merck, Jerman), asam fospat (H3PO4) (Merck, Jerman), air suling sebagai pelarut. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain X-ray diffractometry (XRD, Shimadzu XD 610) yang digunakan untuk menentukan kemurnian fasa dan struktur kristal. Morfologi permukaan diamati dengan Scanning Electron Microscope dengan kombinasi Energy
Dispersive Spectrometry (SEM-EDS, JEOL JSM 6510 LA), dan gugus fungsional diukur dengan FTIR (FT-IR Tensor 27 Bruker). Metode Bahan-bahan LiCl, FeCl2 dan H3PO4 dicampur dengan perbandingan stoikiometris dan dilarutkan dengan air. Pemanasan dilakukan pada 60° C dengan plat pemanas dan pengaduk magnetik agar homogen. Penguapan pelarut sekaligus pemanasan awal (presinter) dilakukan o pada suhu 200 C selama 2 jam. Prekursor o dipanaskan dengan furnace pada suhu 700 C selama 4 jam dengan mengalirkan gas N2 untuk membentuk fasa kristalit LiFePO4. LiFePO4 yang diperoleh dikarakterisasi dengan XRD, SEMEDS dan FTIR. HASIL DAN PEMBAHASAN Penghalusan pola difraksi dilakukan pertama sekali dengan menggunakan prosedur Lebail (1988), dengan memperkirakan struktur kristal dari fase yang mungkin ada dan memberi nilai awal parameter kisi. Setelah itu hasil pola difraksi yang disimulasikan oleh program digunakan untuk penghalusan berikutnya mirip dengan yang digunakan dalam metode Rietveld, yaitu : penghalusan latar belakang, parameter dan konstanta kisi. Gambar 1a dan 1b menunjukkan pola difraksi hasil simulasi dan penghalusan Rietveld untuk serbuk prekursor dan LiFePO4 terbentuk. Pola difraksi untuk intensitas teramati (Yobs), intensitas yang dihitung (Ycalc), posisi Brag dan deviasi (YobsYcalc) terlihat dengan jelas di gambar tersebut. Pada Gambar 1a pola difraksi prekursor terdiri dari dua fasa yaitu Li3PO4 sebanyak 21,1 % dan LiFePO4 sebanyak 79,9 %. Puncak utama difraksi Li3PO4 terjadi pada sudut 2Θ = 16,9o; o o o o o o 19,8 ; 23,1 ; 29,2 ; 30,4 ; 35,5 ; dan 40,4 bersesuaian dengan bidang [020], [011], [101], [200], [210], [211] dan [022]. Puncak utama o difraksi LiFePO4 terjadi pada sudut 2Θ = 17,04 ; o o o o o o 20,7 ; 24 ; 29,6 ; 30,98 ; 35,5 dan 42,2 sesuai dengan bidang kristal [020], [011], [101], [200], [210], [201] dan [112] Hal ini menunjukkan bahwa rute sintesis yang dikembangkan di sini memberikan reaktan yang sangat reaktif, karena pada tahap presintering LiFePO4 sudah terbentuk. Pada pencampuran LiCl, FeCl2 dan H3PO4 kemudian dilakukan pemanasan sehingga pelarutnya menguap, dari pola XRDnya dapat diasumsikan reaksi yang terjadi adalah : 3LiCl + H3PO4
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 85 - 89
Li3PO4 + 3HCl
…….(1)
86
Setelah dilakukan pemanasan pada 700 C selama 4 jam reaksi yang terjadi adalah Li 3PO4 + 3FeCl
3LiFePO4+ Cl2
o
berat. Unsur Li tidak dapat teramati oleh EDS karena berat atomnya rendah FTIR adalah instrumen yang cukup memadai untuk menyelidiki struktur ikatan suatu bahan. Spektrometri FTIR dari sampel prekursor dan LiFePO4 ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Dari spektroskopi FTIR prekursor, spectrum absorbsi berasal dari getaran intramolekular (PO4) , yang melibatkan perpindahan atom oksigen pada bilangan -1 -1 gelombang 898 - 1094 cm dan 551-680 cm . Dari Gambar 5, spektrum FTIR untuk getaran intramolekular (PO4) sampel LiFePO4 terlihat lebih halus dan sempit, dibandingkan dengan Gambar 4, yang berada dalam kisaran bilangan gelombang 966-1103 cm-1 dan 538-625 cm-1. Pada kurva Gambar 5, jika dibandingkan dengan kurva Gambar 4, terdapat perbedaan pada penyerapan panjang gelombang di kisaran -1 650-950 cm dimana getaran anion fosfat lain seperti (P2O7)- dan (P3O10)- tampak di Gambar 5 namun tidak di Gambar 4. Tidak adanya struktur ini didalam prekursor menunjukkan bahwa tidak terdapat kompleks tersebut didalam prekursor LiFePO4. Absorbsi pada bilangan gelombang -1 1113 cm berasal dari vibrasi peregangan simetris dan anti-simetris O-P-O. Absorbsi pada -1 1059 dan 1103 cm berasal dari vibrasi antisimetris peregangan P-O. Absorbsi di 966 dan -1 625 cm berasal dari vibrasi peregangan P-O. Absorbsi pada 569 cm-1 berasal dari vibrasi antisimetris O-P-O. Absorbsi di 538 cm-1 berasal dari vibrasi simetris O-P-O.
……(2)
Secara keseluruhan reaksi (1) dan (2) jika dijumlahkan adalah: LiCl + H3PO4 + FeCl LiFePO4 + HCl +H2 +1/2 Cl2 .....(3) Gambar 1b memperlihatkan pola penghalusan dan menghasilkan profile LiFePO4 orthorombik dengan parameter kisi a= 6.02 Ǻ, b= 10.2999 Ǻ, c= 4.70 Ǻ. Parameter lain dan faktor realibility hasil penghalusan analisis struktur tertera di Tabel1 Gambar 2 adalah peta densitas Fourier. Program Fourier menghitung kepadatan hamburan di dalam sel satuan simetri kristal apapun dengan satuan jumlah elektron per Ångstrom kubik. Gambar 3 adalah foto SEM dari LiFePO4. Partikel LiFePO4 berbentuk polihedral, berpori dan sedikit teraglomerasi, partikel polihedral diperkirakan berukuran antara 1 dan 5 µm. Di sini dapat diamati beberapa void masih bisa ditemukan diantara partikel, karena gas-gas yang menguap keluar dari reaktan menyebabkan serbuk terbentuk porous. Hasil komposisi kimia permukaan komposit LiFePO4 ditunjukkan juga dengan Gambar 3. Pengamatan dilakukan dengan SEM-EDS pada perbesaran 350 X. Pengamatan mode spot memperlihatkan distribusi unsur-unsur Fe sebesar 6,51 % berat, P sebesar 9,04 % berat, O sebesar 58,6 % berat dan C sebesar 25,04 % Tabel 1. Hasil-hasil analisis struktur (metode Rietveld) Parameter a(Ǻ)
Fase1 : LiFePO4 6.020000
Fase 2: Li3PO4 6.122093
b(Ǻ) c(Ǻ) Rp, %
10.299992 4.700005 1.86
10.482502 4.943085 1.86
Rwp, % RE, %
4.29 4.30
4.29 4.30
RF, %
1,19
0,72
Fraksi, % Densitas, g/cm3
79,9 1,79
21,1 0,544 pd67
precursor_instrm0
.9 .8 .7
y/b
.6 .5 .4 .3 .2 .1 0 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 x/a
(a)
4.805 4.383 3.961 3.539 3.117 2.695 2.273 1.851 1.429 1.007 0.585 0.163 -0.259 -0.681 -1.103 -1.525 -1.947 -2.369 -2.791 -3.212
1 .9 .8 .7 .6 y/b
1.837 1.715 1.593 1.472 1.350 1.228 1.106 0.984 0.862 0.740 0.618 0.496 0.375 0.253 0.131 0.009 -0.113 -0.235 -0.357 -0.479
1
.5 .4 .3 .2 .1 0 0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 x/a
(b)
Gambar 2. Peta densitas grafik Fourier (a) prekursor, (b) LiFePO4
Analisis Struktur Kristal LiFePO4…………………..Indra Gunawan dkk
87
Gambar 3. Foto SEM dari komposit LiFePO4
Gambar 4. Spektrum prekursor dengan FTIR
Gambar 5. Spektrum LiFePO4 dengan FTIR Gambar 5. Spektrum LiFePO4 dengan FTIR
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 85-89
88
KESIMPULAN Pola XRD prekursor hasil pemanasan o pada 200 C selama 2 jam menunjukkan dua fasa yaitu Li3PO4 sebanyak 21,1 % dan LiFePO4 sebanyak 79,9 %. Pola penghalusan LiFePO4 hasil sintering menghasilkan profile orthorombik dengan parameter kisi a= 6.02 Ǻ, b= 10.2999 Ǻ, c= 4.70 Ǻ. Partikel komposit LiFePO4 berbentuk polihedral, berpori dan sedikit teraglomerasi, beberapa void masih bisa ditemukan diantara partikel. Dari spektrometri FTIR prekursor, spectrum absorbsi berasal dari vibrasi intramolekular (PO4)-, yang melibatkan perpindahan atom oksigen pada bilangan gelombang 898-1094 cm-1 dan 551-680 cm-1. Spektrum vibrasi intramolekular (PO4) sampel LiFePO4 terlihat lebih halus dan sempit, yang muncul pada kisaran bilangan gelombang 966-1 -1 1103 cm dan 538-625 cm . Terdapat perbedaan pada absorbsi bilangan gelombang -1 pada kisaran 650-950 cm dimana getaran anion fosfat lain seperti (P2O7)- dan (P3O10)-, tidak terdapat didalam prekursor LiFePO4. DAFTAR PUSTAKA Doeff, M., Y. Hu, Q.F. McLarnon, and R. Kostecki. 2003. Effect of surface carbon structure on the electrochemical performance of LiFePO4. Electrochem. Solid-State Lett., 6:207-209. Jayaprakash, N., N. Kalaiselvi, and P. Periasamy. 2008. Synthesis and characterization of LiMxFe1-xPO4 (M=Cu, Sn; x=0.02) cathodes : study on the effect of carbon substitution in LiFePO4 material. Int. J. Electrochem. Sci.3: 476-488. Jin, En Mei, Bo Jin, Dae-Kyoo Jun, Kyung-Hee Park, Hal-Bon Gu, and Ki-Won Kim. 2008. A study on the electrochemical characteristic of LiFePO4 cathode for lithium polymer batteries by
hydrothermal method. J. Power Sources 178 : 801-806. Ju, S., Hongrui Peng, Guicun Li, and Kezheng Chen. 2012. Synthesis and electrochemical properties of LiFePO4 single-crystalline nanoplate dominated with bc-planes. Materials Letters. 74: 22-25. Koichi, U., K.K Shinei, M. Fuminobu, K. Yoshihiro, and K. Naoaki. 2007. Improvement of electrochemical characteristic of natural graphite negative electrode coated with polyacrylic-acid in pure propylenecarbonate electrolyte. J. Power Sources, 173: 518-521. Konarova, S., and I. Taniguchi. 2009. Physical and electrochemical properties of LiFePO4 nanoparticles synthesized by a combination of spray pyrolisis with wet ball-milling. J. Power Sources 194: 1029-1035. LeBail, A., H. Duroy , and J.L. Fourquet J. L. 1988. Ab-initio structure determination of LiSbWO6 by x-ray powder diffraction. .Mat. Res.Bull. 23:447-452. Nugraha, T., E. Kartini, E. Panjaitan, H. Jodi, H. Wagiyo, M. Ihsan, S. Supandi, dan R. Salam. 2010. The use of DC sputtering technique for the development of thin film battery using LiCoO2 as cathode. Dalam: Prosiding Presentasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Iptek Bahan. Padhi, K., K.S. Nanjundaswamy, and J.B. Goodenough. 1997. Phospo-olivine as positive electrode material for rechargeable lithium batteries.J. Electrochem. Soc 144:1189-1194. Panjaitan, E., E. Kartini, Wagiyo, T. Nugraha, dan M. Ihsan. 2010. Development of Thin Film Electrode LiCoO2 by DCSputtering. Dalam: Prosiding International Conference on Materials Science and Technology. Serpong.
Analisis Struktur Kristal LiFePO4…………………..Indra Gunawan dkk
89
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71-146
90
PEMBENTUKAN STRUKTUR NANOPARTIKEL CORE-SHELL Fe/OKSIDA Fe DENGAN PROSES KIMIA DAN FISIKA (FORMATION of Fe/Fe OXIDE CORE/SHELL STRUCTUREPREPARED BY CHEMICAL AND PHYSICAL PROCESS) Ari Handayani Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN), Badan Tenaga Nuklir Nasional ( BATAN), Kawasan Puspiptek , Serpong, Tangerang Selatan, Banten E-mail :
[email protected] Received: 17 Mei 2013; revised: 16 September 2013; accepted: 17 September 2013
ABSTRAK Saat ini nanopartikel magnetik dalam bentuk sistem core-shell banyak dikembangkan untuk mendapatkan nanopartikel dengan magnetisasi tinggi. Core berupa bahan logam transisi murni (Fe atau Co) dan shell berbentuk oksida maupun bahan anorganik/logam lain, diharapkan akan diperoleh nanopartikel yang tahan terhadap pengaruh oksidatif dengan permukaan yang siap untuk modifikasi lanjut. Pada penelitian ini, proses sintesis nanopartikel core-shell Fe/oksida Fe dilakukan dengan proses kimia presipitasi-reduksi maupun fisis dengan proses milling energi tinggi. Pada makalah ini dibahas struktur nanopartikel yang terbentuk dari kedua proses ini. Hasil pengamatan dengan Transmission Electron Microscope (TEM) menunjukkan struktur core-shell yang lebih jelas pada nanopartikel hasil proses kimia dibanding proses fisis. Kata kunci : Nanopartikel magnetik, core-shell, Fe/oksida Fe
ABSTRACT Recently, the core-shell system of magnetic nanoparticles had been developed to obtain nanoparticles with high magnetization. Usage core of pure transition metal (Fe or Co) and shell of the oxide and inorganic or other metal, expectedly is obtained oxidative resistance nanoparticle which ready for further modification. The synthesis of core-shell nanoparticle of Fe/Fe-oxide has been done either by chemical precipitation-reduction method and physically by high energy milling process. In this paper was discussed the microstructure of nanoparticles formed from both of these processes. The observation by Transmission electron Microscope (TEM) showed that the image of structure of core-shell Fe/Fe-oxide nanoparticles were more pronounced by chemical process than physical process. Key words : magnetic nanoparticles, core-shell, Fe/Fe oxide
PENDAHULUAN Nanopartikel magnetik dalam bentuk sistem core-shell akhir-akhir ini banyak dikembangkan untuk mendapatkan nanopartikel dengan magnetisasi tinggi. Core berupa bahan logam transisi murni (Fe atau Co) dan shell baik berbentuk oksidanya maupun bahan anorganik/logam lain, sehingga diharapkan diperoleh nanopartikel yang tahan terhadap pengaruh oksidatif serta dengan permukaan yang siap untuk modifikasi lebih lanjut. Nanopartikel berbasis besi (Fe) memiliki potensi aplikasi yang luas dalam bidang teknologi
seperti sebagai penyimpan magnetik, untuk remediasi air dan sebagai katalis (Khurshid, et al. 2010; Lee, et al. 2008; Popvici, et al. 2007; Singh, et al. 2013; Masoudi, et al 2012). Sistem ini juga mulai banyak dikembangkan untuk aplikasi dalam bidang kesehatan misalkan sebagai pendukung dalam proses pengiriman obat untuk terapi, proses hipertermia dalam terapi kanker serta penajam kontras untuk MRI (Lee, et al. 2008; Singh, et al. 2013; Masoudi, et al. 2012, Sulungbudi, et al. 2012).
Pembentukan Struktur Nanopartikel……………………………Ari Handayani
91
Proses sintesis nanopartikel core/shell Fe/Fe oksida dapat dilakukan dengan metode kimia, antara lain dengan metode reduksi kimia (Lee, et al. 2008; Masoudi, et al. 2012; Sulungbudi, et al. 2012; Glavee, et al.1995;Singh, et al. 2011; Mujamilah, et al. 2012) atau dengan metode fisis, antara lain dengan proses milling (Lee, et al. 2001; Wang, et al. 2007; Mujamilah, et al. 2012). Dalam proses-proses ini banyak parameter yang dapat mempengaruhi karakteristik baik morfologi maupun sifat nanopartikel yang dihasilkan. Preparasi nanopartikel dengan metode kimia melibatkan reaksi atau proses penggabungan atom-atom penyusun menjadi suatu struktur kristal tertentu dan selanjutnya tumbuh menjadi partikel. Proses pembentukan struktur ini akan dipengaruhi oleh parameter suhu, komposisi dan sifat bahan awal/prekursor serta katalis yang diberikan. Untuk preparasi secara fisis dengan teknik milling, proses kadang hanya melibatkan pengecilan butir tanpa menimbulkan perubahan struktur dan sifat bahan baik secara kimia maupun fisis yang berarti. Namun dengan kondisi milling yang lebih ekstrim misal pada proses milling dengan energi tinggi serta dalam lingkungan yang reaktif, memungkinkan terjadinya reaksi kimia pada permukaan bahan yang akhirnya dapat menimbulkan perubahan struktur dan sifat partikel yang dihasilkan. Pada proses ini selain dua faktor tersebut, parameter lama waktu milling juga akan sangat menentukan sifat partikel yang dihasilkan. Pada penulisan sebelumnya telah dilaporkan hasil sintesis nanopartikel core/shell Fe/oksida Fe dengan proses reduksi kimia (Sulungbudi, et al. 2012; Glavee, et al.1995; Singh, et al. 2011; Mujamilah, et al. 2012). Dalam penulisan tersebut, disampaikan analisis pembentukan core/shell yang dilakukan dengan proses reduksi FeCl 3 oleh NaBH4 untuk membentuk bagian core yang diikuti dengan pembentukan fasa oksida besi dengan pereaksi TMNO (Trimethylamine N-oxide). Morfologi, komposisi fasa dan sifat magnetik struktur core/shell yang terbentuk dioptimalisasi dengan memvariasikan perbandingan komposisi FeCl 3 dan NaBH4. Data yang diperoleh menunjukkan adanya korelasi antara komposisi dengan pembentukan tiga karakteristik nanopartikel yang dihasilkan yang dibahas terutama dari sisi kesetimbangan dan kesempurnaan reaksi kimia yang terjadi Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk membandingkan morfologi struktur nanopartikel core/shell yang terbentuk dari proses kimia dengan struktur core/shell yang terbentuk dari
proses fisis milling energi tinggi serbuk Fe dalam media air destilasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variasi waktu milling. Analisis dilakukan pada data foto dan pola SAED hasil pengamatan TEM. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan meliputi FeCl3.6H2O, NaHBH4, Trimethylamine N-oxyde (TMNO), (CH3)3NO , etanol dan metanol dengan grade pro analysis dari Merck. Gas N2 dan Argon dengan grade UHP. Metode Pembuatan nanopartikel Core/shell Fe/oksida Fe dengan proses kimia. Proses pembuatan diawali dengan penyiapan core Fe atau NZVI dan tahap selanjutnya pembentukan shell oksida Fe. Tahap pertama yaitu pembuatan core Fe. FeCl3.6H2O dilarutkan dalam larutan campuran etanol/air (4:1 v/v) dan diaduk hingga diperoleh larutan homogen. Larutan NaHBH4 diteteskan sambil diaduk secara konstan dengan adukan yang kuat. Seluruh proses dilakukan dalam suasana gas N2 untuk mencegah terjadinya oksidasi pada NZVI. Selanjutnya endapan/presipitat hitam yang terbentuk disaring dan dicuci beberapa kali dengan etanol murni. Endapan hasil cucian kemudian dikeringkan semalam dalam oven pada suhu 75°C. Perbandingan mol antara FeCl 3.6H2O dan NaHBH4 divariasikan dalam 6 rasio, yaitu 1:1,2; 1:1,4; 1:1,6; 1:1,8; 1:2,0; 1:3,0. Tahap kedua, pembuatan shell oksida Fe. Endapan kering dari tahap pertama sebanyak 130 mg ditambahkan ke dalam larutan 15 mg TMNO yang dilarutkan dalam isopropyl alcohol. Larutan disonikasi selama 40 menit. Endapan yang diperoleh dicuci 2 kali dengan metanol dan kemudian dikeringkan dengan tiupan gas Argon. Sampel kering baik sebelum maupun sesudah oksidasi, selanjutnya ditempatkan dalam botol dan disimpan dalam vacuum desicator untuk proses dan karakterisasi selanjutnya [Sulungbudi,et al. 2012; Mujamilah, et al.2012,]. Pembuatan nanopartikel Core/shell Fe/oksida Fe dengan proses fisika. Bahan awal serbuk Fe 10 m (Merck 99,5%) dicampur dengan bola SS (stainless steel) (diameter 5 mm) dengan perbandingan berat sampel dan bola 1:5 dimasukkan dalam vial SS (diameter 2,2 cm dan panjang 6,7 cm).
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 91 - 96
92
Larutan media air ditambahkan dalam vial sehingga serbuk dan bola terendam sempurna untuk mengendalikan proses oksidasi. Proses milling dilakukan pada fasilitas milling energi tinggi (High Energy Milling) SPEX 8000M dengan variasi waktu 30 jam, 40 jam dan 50 jam dengan siklus 90 menit proses (ON) dan 30 menit OFF untuk menghindari panas berlebih (overheating). Hasil akhir diperoleh serbuk nano dan disimpan dalam botol sampel untuk karakterisasi selanjutnya [Mujamilah et al.2012, Handayani, et al 2013]. Karakterisasi strukturmikro nanopartikel yang terbentuk dilakukan menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM), JEM 1400, Jeol. Sebelum sampel nanopartikel diamati dengan TEM dilakukan tahapan preparasi. Sampel nanopartikel diencerkan dalam etanol, kemudian didispersikan menggunakan ultrasonik hingga diperoleh sampel nanopartikel yang tidak menggumpal lagi. Selanjutnya dengan menggunakan pipet tetes, sampel nanopartikel diambil dan diteteskan pada grit Formvar Coated 200 mesh Cu PK/50, SPI, dilanjutkan dengan pelapisan tipis dengan karbon untuk menghindari charging ketika pengambilan citra. Pengamatan struktur nanopartikel menggunakan TEM dilakukan pada tegangan operasi (Acceleration Voltage) 120 kV dan pada perbesaran 100.000X dan 250.000X.
proses milling ini juga ditemukan peneliti lain yang mendapatkan nanopartikel hematit dengan morfologi kubik setelah proses milling Fe dalam medium.CTAB selama 40 jam (Handayani, et al. 2013). Pada perubahan pola foto TEM tersebut diperoleh gambaran pola pembentukan partikel hasil milling yang diawali dengan penghalusan serbuk Fe pada tahap awal proses yang dilanjutkan dengan proses oksidasi dari permukaan partikel yang tumbuh dengan peningkatan waktu milling baik dengan makin memperbesar ukuran partikel maupun dengan mengoksidasi lanjut bagian dalam serbuk (core Fe). Pola perubahan struktur yang terjadi ditampilkan pada Gambar 2 a
b
c
d
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari data-data foto hasil pengamatan dengan TEM yang ditampilkan pada Gambar 1, terlihat bahwa setelah 30 jam proses milling, serbuk dengan warna masih dominan hitam berukuran ~ 20 nm telah terbentuk, namun dengan distribusi ukuran yang tidak homogen. Struktur core/shell juga tidak teramati dengan jelas. Peningkatan waktu milling menjadi 40 jam, selain menghomogenkan ukuran serbuk juga memberikan gambaran partikel sferis dengan struktur core/shell meski dengan kontras antara core (bagian gelap) dan shell (bagian terang) yang kurang jelas. Ukuran total nanopartikel juga meningkat pada kisaran ~ 40 nm. Bagian shell dengan fasa oksida Fe cukup tebal melingkupi bagian core dengan fasa Fe. Pembentukan dua fasa ini juga teramati pada pola SAED untuk sampel ini (Gambar 1(b)). Pada proses milling 50 jam, memberikan gambaran perubahan morfologi dari bentuk sferis menjadi bentukan kubik dengan warna terang yang merepresentasikan fasa oksida Fe makin dominan. Struktur core/shell juga semakin sulit teramati. Pembentukan struktur kubik dalam
Gambar 1. Foto hasil pengamatan TEM untuk sampel hasil milling serbuk Fe dalam medium air selama 30 jam (a); 40 jam (b) ; 50 jam (c) dan pola SAED untuk serbuk milling 40 jam (d).
Waktu milling
Gambar 2. Gambaran tahapan dan pola perubahan struktur serbuk Fe dengan makin meningkatnya waktu milling.
Pada proses preparasi core/shell dengan metode kimia, diawali dengan pembentukan bibit core Fe dari reaksi reduksi garam FeCl3 oleh reduktor NaBH4. Jumlah dan morfologi bibit yang terbentuk ditentukan oleh perbandingan komposisi FeCl3 dan NaBH4
Pembentukan Struktur Nanopartikel……………………………Ari Handayani
93
metode fisis dan komposisi non-stoikiometris pada metode kimia, memberikan hasil partikel non core/shell dengan fasa dominan oksida Fe yang tentunya memiliki sifat magnetik lebih rendah. Namun demikian terlihat bahwa metoda kimia memberikan struktur core/shell yang lebih jelas dibanding metode fisika. Demikian pula fasa core Fe cenderung lebih stabil dibanding fasa core pada partikel hasil milling.
(a)
(b)
(c)
(d)
Tahapan proses
Tahapan proses
Gambar 3.Foto TEM (pada perbesaran 50.000 dan 250.000) dan pola SAED nanopartikel magnetik NZVI5 setelah proses reduksi (a), setelah pemanasan (b) dan setelah proses oksidasi (c) (Grace Tj S et al.2012). Gambar (d) menampilkan foto untuk nanopartikel dengan parameter optimal (Mujamilah et al.2012).
Waktu milling
Proses pemanasan dan oksidasi menumbuhkan bibit-bibit tersebut dan menjadi bentukan core yang lebih jelas yang dilingkupi shell oksida Fe. Pembahasan sistematis efek komposisi dan berbagai parameter proses ini pada laporan sebelumnya (Glavee, et al. 2012; Mujamilah, et al. 2012) memberikan rasio 1 : 2 sebagai komposisi yang menghasilkan karakteristik bahan yang optimal. Gambaran TEM partikel hasil berbagai tahapan reaksi reduksi-oksidasi untuk rasio 1:2 ini ditampilkan kembali pada Gambar 3. Secara umum data morfologi pada Gambar 3 menunjukkan pola pertumbuhan diawali dari pembentukan core Fe dengan fasa kristalin yang belum sempurna pada proses reaksi reduksi. Data pola SAED memberikan garis difraksi Fe yang lebih jelas dibanding garis difraksi oksida Fe namun masih belum menampilkan titik-titik terang yang merepresentasikan pembentukan bidang-bidang kristal. Fasa oksida Fe amorf juga mulai terbentuk. Proses pemanasan menumbuhkan ukuran dan kristaliasi core Fe yang terkonfirmasi pada pola SAED dengan data titik-titik yang lebih jelas pada lingkaran difraksi Fe dan memperjelas bagian shell dengan fasa oksida Fe yang masih berstruktur amorf. Tahapan oksidasi memaksimalkan pertumbuhan ukuran maupun kristalisasi kedua fasa dengan gambaran optimal yang tertampak baik pada foto TEM maupun pola SAED pada Gambar 3(d). Dibanding pola pembentukan struktur core/shell dengan metode fisika, pada proses kimia core Fe berfasa amorf terbentuk terlebih dahulu yang dilanjutkan dengan proses penumbuhan fasa oksida Fe sebelum terbentuknya fasa oksida Fe amorf pada permukaan core. Pada tahapan selanjutnya terjadi penyempurnaan dan kristalisasi kedua fasa hingga mencapai optimal pada akhir proses. Pada metode fisika, mekanisme pembentukan shell diawali dengan proses oksidasi pada permukaan core yang berlanjut dengan difusi atom oksigen ke dalam bagian core dan pada akhir proses akan terjadi pelenyapan fasa core Fe menjadi keseluruhan fasa oksida Fe. Urutan pembentukan fasa untuk kedua metode ini digambarkan secara skematis pada Gambar 4. Dari data dan analisis Gambar 4, struktur core/shell memungkinkan untuk terbentuk dengan kedua metoda preparasi tersebut. Dalam konsep faktor waktu proses atau tahapan reaksi, struktur core/shell optimal akan diperoleh pada parameter tertentu. Kondisi over-proses, misal waktu milling yang terlalu lama pada
Proses Fisika
Proses Kimia
Gambar 4. Perbandingan pola pembentukan struktur core/shell Fe/oksida Fe dengan metode fisika (milling) dan metode kimia (reduksioksidasi)
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 91 - 96
94
Secara umum, proses preparasi nanopartikel dengan metode fisis bila dibandingkan dengan dengan metoda kimia, lebih memberikan prospek kemudahan proses terutama untuk preparasi dalam jumlah yang besar. Seperti telah dibahas pada literatur (Mujamilah, et al. 2012), pada preparasi nanopartikel core/shell dengan metode kimia, proses dilakukan secara bertahap yang meliputi proses pembentukan core Fe dengan reaksi borohidrid dan pemanasan yang dilanjutkan dengan pembentukan shell dengan pemberian TMNO. Reaksi lanjutan yang juga berpengaruh terhadap kesempurnaan pembentukan core/shell ini adalah tahap pencucian dan pengeringan hasil reaksi (Mujamilah, et al. 2012). Pada setiap tahapan proses ini melibatkan bahan-bahan kimia dengan volume yang makin meningkat dengan makin banyaknya jumlah nanopartikel yang akan dipreparasi. Proses-proses ini juga akan menghasilkan bahan sisa reaksi yang cenderung tidak ramah lingkungan. Di lain pihak, proses milling hanya melibatkan bahan awal berupa serbuk Fe dan air destilasi tanpa bahan tambahan/katalis lain. Peningkatan jumlah nanopartikel yang dipreparasi memungkinkan untuk dilakukan dengan meningkatkan volume wadah meski harus ada optimalisasi waktu dan kendali proses. KESIMPULAN Hasil analisis data morfologi pada nanopartikel Fe hasil milling dengan variasi waktu dan hasil reaksi kimia pada berbagai tahapan reaksi menunjukkan kemungkinan terbentuknya struktur core/shell Fe/oksida Fe. Kesempurnaan struktur core/shell yang terbentuk akan bergantung pada lama waktu milling dan tahapan proses reaksi. Proses kimia memberikan nanopartikel dengan struktur core/shell yang lebih jelas dan lebih stabil dibanding proses milling. Namun demikian, proses kimia cenderung kurang efisien untuk produksi skala besar karena membutuhkan banyak bahan kimia dan menghasilkan banyak limbah. Optimalisasi proses, misal dengan melakukan milling dalam medium surfaktan yang sesuai untuk proses fisis serta pengembangan katalis proses yang lebih ramah lingkungan pada proses kimia, diharapkan dapat memberi solusi untuk kelemahan untuk masing-masing metoda ini.
DAFTAR PUSTAKA Glavee, G.N., K.J Klabunde, C M Sorensen and G.C Hadjipanayis. 1995. Chemistry of Borohydride Reduction of Iron (II) and Iron (III) Ion in Aqueous and Nonaqueous Media. Formation of Nanoscale Fe, FeB and Fe2B Powder. Inorganic Chemistry 34 (1) : 28-35. Handayani, A., M Rifai, E.Y Pramono dan Mujamilah. 2013. Morfologi dan Sifat Magnetik Nanopartikel Core/Shell Fe/Oksida Fe Hasil Proses Milling Energi Tinggi Pada Berbagai Medium. Jurnal Sains Materi Indonesia, 14 (2) : 151-155. Khurshid, H., V. Tzitzios, L Colak, F Fang and G.C. Hadjipanayis 2010. Metallic IronBased Nanoparticles for Biomedical Application. Journal of Physic : Conference Series, 200 : 1-8. Lee, J., J Kim, Jae-hwan Kim, H Lee, and Y Chang. 2008. Synthesis of Fe-nano Particles by Borohydride Reduction with Solvent. Procceding of Sixth International Conference on Remediation of Chlorinated and Recalcitrant Compounds. Lee, J.S., C.S Lee, Sung-Tag Oh, and Jung-Gi Kim. 2001. Phase Evolution of Fe2O3 Nanoparticle During High Energy Ball Milling. Scripta Materialia 44 : 2023-2026. Masoudi, A., H Reza, M Hosseini, S Morteza, S Reyhani, A Shokrgozar, A Oghabian, and A. Ahmadi 2012. Long-term investigation on phase stability, magnetic behavior, toxicity, and MRI characteristics of superparamagnetic Fe/Fe-oxide core/shell nanoparticles. International Journal of Pharmaceutics 439 : 28-40. Mujamilah, G.T Sulungbudi, E Sukirman, Y Sarwanto, dan E.Y Pramono. 2012. Struktur dan Sifat Magnetik Nanopartikel Magnetik (Fe-R) (R= Fe, Tb, Dy, Co) dari Hasil Proses Milling Energi Tinggi. Jurnal Sains Materi Indonesia, 13 (3) : 159-167. Mujamilah, G.T Sulungbudi, Z.L Wildan dan A Salim. 2012. Modifikasi Sintesis dan Peningkatan Karakteristik Magnetik Nanopartikel Core/Shell Reaksi Reduksi Borohidrada. Jurnal Sains Materi Indonesia, Vol. 14 (1) : 1-7. Popovici, E., F Dumitrache, I Morjan, Alexandrescu Rodica, V Ciupina, G.P.L Vekas, D Bica, O Marinica, and E. Vasile 2007. Iron/iron oxides core-shell nanoparticles by laser pyrolysis : Structural characterization and enhanced particle dispersion. Applied Surface Science 254 : 1048-1052.
Pembentukan Struktur Nanopartikel……………………………Ari Handayani
95
Singh M, P Ulbrich, V Prokopec, P Svoboda, E Santava, and F Stepanek. 2013. Vapour phase approach for iron oxide nanoparticle synthesis from solid precursors. Journal of Solid State Chemistry 200 : 150-15 Singh, V., M.S. Seehra, S. Bali, E.M Eyring, N. Shah, F.E Huggins, and G.P Huffman. 2011. Magnetic Properties of (Fe, Fe-B/γFe2O3 core shell nanostructure. Journal of
Physics and Chemistry of Solid, 72 (11) : 1373-1376. Sulungbudi, G.T., Mujamilah, dan A. Handayani 2012. Sintesis Nanopartikel Magnetik Core/Shell Fe/Oksida Fe Dengan Metode Reduksi Kimia. Jurnal Sains Materi Indonesia 13 (3) : 182-187. Wang, L., and J.S Jiang. 2007. Preparation of αFe2O3 nanoparticles by high-energy ball milling. Physica B 390 : 23-27.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 91 - 96
96
SINTESIS DAN KARAKTERISASI POLIMER BLEND POLI BUTILEN SUKSINAT/POLI ETILEN TEREFTALAT (SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF POLYBUTYLENE SUCCINATE/POLYETHYLENE TEREPHTHALATE POLYMER BLENDS) Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita dan Guntarti Supeni Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia No.1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail :
[email protected] Received 22 Juli 2013; revised 17 September 2013; accepted 18 September 2013
ABSTRAK Penelitian tentang pembuatan komposit PBS yang bersifat biodegradable dengan polimer poliester sintetik (PET) telah dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi masalah lingkungan akibat penggunaan plastik sintetis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh polimer blend yang bersifat biodegradable dan mempelajari kompatibilitasnya. PET dan polimer biodegradable polibutilen suksinat (PBS) dicampur dengan metode blending menggunakan extruder rheomix Haake. Variasi yang dilakukan adalah variasi komposisi PBS sebesar 2%, 5% dan 10%. Karakterisasi bahan baku dan masing-masing sampel dari berbagai variasi pembuatan dilakukan dengan FT-IR, SEM, dan sifat termal (STA/TG, DSC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa spektrum polimer -1 blend pada bilangan gelombang 1955,82 cm diperoleh yang menunjukkan adanya gugus benzena PET pada polimer blend, meningkatnya nilai kekerasan seiring dengan bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend, dan analisis pencampuran yang sempurna dari PET dan PBS menjadi satu matriks/fasa. Hasil analisis DSC juga menunjukkan adanya sedikit kenaikan kristalinitas polimer blend dengan jumlah PBS 2%, penurunan titik leleh PET sebanding dengan bertambahnya jumlah PBS dan akan naik kembali ketika jumlah PBS 10%. Kata kunci: Polimer blend, Polibutilen suksinat, Polietilen tereftalat.
ABSTRACT Preparation of biodegradable PBS with synthetic polyester polymer (PET) was carried out to reduce the environmental problems caused by the use of synthetic plastic. This research aim is to obtain a biodegradable polymer blend and to study their compatibility. PET and biodegradable polybutylene succinate (PBS) mixed using blending method using Haake extruder rheomix. Variation of the composition of PBS used were 2%, 5%, and 10%. The samples were characterized by FT-IR, SEM, and thermal properties (STA/TG, DSC). The results show that FT-IR spectrum of the polymer blend at wave numbers 1955.82 cm-1 indicating benzene groups of PET in the polymer blend. Hardness of polymer blend increase by increasing number of PBS in the polymer blend. In meanwhile, observation of surface morphology show homogenous PET and PBS into one matrix/phase. DSC analysis show a slight increasing crystallinity of the polymer blend with the number of PBS 2%, the melting point of PET tends to decrease by increasing number of PBS and increase by number of PBS 10%, as well as for the energy required. Key words: polymer blend, polybutylene succinate, polyethylene terephthalate
PENDAHULUAN Salah satu upaya untuk mengurangi masalah lingkungan akibat penggunaan plastik sintetis yang saat ini sedang berkembang pesat adalah penggunaan polimer yang bersifat biodegradable. Menurut Matsumura (2005), material polimer biodegradable sudah banyak dikembangkan berdasarkan berbagai jenis
faktor, seperti struktur polimer, modifikasi kimia/enzimatik, blending, dan perlakuan mekanik. Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan mekanisme biodegradasinya. Beberapa jenis polimer biodegradable yang sudah banyak diproduksi adalah asam polilaktat (PLA), polihidroalkanates (PHAs), polibutilen suksinat (PBS), dan polimer berbahan baku pati, seperti jagung, kentang, dan sagu. Salah satu polimer
Sintesis dan Karakterisasi Polimer…………………………………Arie Listyarini dkk
97
biodegradable sintetik adalah polibutilen suksinat atau PBS. PBS diproduksi dari hasil reaksi polikondensasi glikol seperti etilen glikol dan butanediol-1,4, dengan asam dikarboksilat alifatik seperti asam suksinat dan asam adipat (Fujamaki 1998). PBS biasa dikenal dengan nama Biodegradable Aliphatic Polyester (“Bionolle”) ini bersifat termoplastik dengan titik o leleh sebesar 90 – 120 C, suhu transisi gelas o sekitar -45 – 10 C. PBS mempunyai nilai kekerasan berkisar antara 70 – 100. PBS dapat diproses dengan menggunakan mesin proses o poliolefin pada suhu 160 – 200 C menjadi berbagai macam produk (Fujamaki 1998). Permasalahan utama yang muncul dari biopolimer polibutilen suksinat menurut Fujamaki (1998) pada kemasan pangan adalah masih diperlukan pengembangan penelitian untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanik yang dimiliki oleh biopolimer ini, seperti ketahanan pada gas oksigen. Berbagai penelitian saat ini mengenai polimer blend atau poliblend dari PBS telah dikembangkan (Listyarini 2008; Pivsa-Art 2013; Frollini 2013; Imre 2013; Tsi 2009). Poliblend adalah suatu campuran dua atau lebih polimer dengan metode blending (Nikham dkk 2000). Menurut Nikham dkk (2000), poliblend menunjukkan sifat-sifat unggul melebihi komponen murninya, seperti kekuatan, lebih fleksibel, tahan terhadap pengaruh lingkungan, dan sifat-sifat lain yang disyaratkan. Hingga saat ini poliblend yang bersifat biodegradable atau biopolimer blend masih terus dikembangkan, hal ini dikarenakan keuntungan yang didapat selain memperbaiki sifat – sifat mekanis dan aman bagi lingkungan, serta memiliki biaya produksi yang lebih rendah daripada polimer biodegradable murni itu sendiri. Mengingat hal tersebut di atas, perlu dilakukan penelitian mencampur PBS yang bersifat biodegradable dengan polimer poliester sintetik (PET) dengan metode blending dan mempelajari kompatibilitasnya. BAHAN DAN METODE Bahan Pada penelitian ini digunakan polibutilen suksinat (PBS) atau bionolle yang diperoleh dari Showa High Polymer Jepang dan polietilen tereftalat (PET) dari PT Kharisma. Metode Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Pembuatan Polimer Blend PBS-polietilen tereftalat (PET) PET dicampur dengan polimer biodegradable polibutilen suksinat (PBS) dengan metode blending menggunakan extruder o rheomix Haake pada suhu 270 C yang merupakan suhu titik leleh PET. Waktu kontak antara resin PET dan PBS diusahakan tidak terlalu lama karena dapat membuat PBS menjadi gosong yang mengakibatkan hasil polimer blend berwarna hitam. Pada penelitian ini didapatkan waktu optimum 5 menit. Variasi yang dilakukan adalah variasi komposisi PBS sebesar 2%, 5% dan 10%. Sebelum proses blending, PET dan PBS dikeringkan dalam oven vakum pada suhu 60oC dengan tekanan vakum 76 mmHg untuk menghindari proses pemotongan rantai oleh reaksi hidrolitik akibat adanya air. b. Karakterisasi Bahan baku dan masing-masing sampel dari berbagai variasi pembuatan diamati morfologinya dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), diamati perubahanperubahan gugus fungsinya dengan pengujian FT-IR, diuji sifat kekerasannya dengan uji hardnes, dan sifat termalnya menggunakan DSC. HASIL DAN PEMBAHASAN Terjadinya perubahan-perubahan gugus fungsi baik pengurangan atau penambahan dari polimer blend dibandingkan dengan polimer murni (PET dan PBS) dilakukan pengujian FT-IR yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3. Perbedaan yang nyata dari kedua struktur kimia antara PBS dan PET adalah terletak pada gugus benzena. Hal ini dapat dilihat pada spektrum di bilangan gelombang sekitar 1955 cm-1. Pada spektrum PBS tidak ditemui spektrum pada bilangan gelombang 1955 cm-1 (Gambar 2) sedangkan pada spektrum PET ditemui spektrum pada bilangan gelombang 1953,89 cm-1 (Gambar 1). Begitu juga pada spektrum polimer blend pada bilangan gelombang 1955,82 cm-1 dijumpai spektrum yang menandakan kalau terdapat gugus benzena dari PET pada polimer blend. Untuk membandingkan sifat kekerasannya maka dilakukan uji hardness sesuai dengan ASTM E 23. Hasil kekerasan dapat dilihat pada Gambar 4.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104
98
Gambar 1. Spektrum FT-IR dari PET
Gambar 2. Spektrum FT-IR dari PBS
Gambar 3. Spektrum FT-IR dari polimer blend
Gambar 4. Grafik nilai kekerasan
Sintesis dan Karakterisasi Polimer…………………………………Arie Listyarini dkk
99
Kekerasan (hardness) adalah salah satu sifat mekanik (mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaannya akan mengalami pergesekan (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari deformasi plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan tidak kembali ke bentuk semula akibat tekanan yang diberikan oleh alat uji) (Kroschwitz 1991). Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa nilai kekerasan akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend. Nilai kekerasan juga dapat memberikan gambaran keadaan proses pada saat blending. Bila proses blending tidak dalam keadaan kering maka akan terjadi reaksi hidrolitik yang mengakibatkan pemotongan rantai sehingga nilai kekerasan akan menurun. Nilai kekerasan merupakan parameter untuk menentukan reaksi atau proses blending berjalan dalam keadaan kering atau tidak (La Mantia 2012). Oleh karena itu sebelum proses blending dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mencegah
terjadinya reaksi hidrolitik sehingga mengakibatkan rantai terpotong atau terjadi degradasi menjadi molekul-molekul yang lebih rendah berat molekulnya. Reaksi hidrolitik atau reaksi degradasi ini ditandai dengan penurunan sifat-sifat mekanisnya seperti kerapuhan (La Mantia 2012) Gambar 5 menunjukkan morfologi PET, PBS, dan polimer blend. Baik PET maupun PBS menunjukkan partikel yang seragam, semua dalam satu fasa. Polimer blend yang ditunjukkan pada Gambar 5c dan Gambar 5d juga menunjukkan bahwa polimer blend berada pada satu fasa, yang berasal dari dua fasa (PET dan PBS) bercampur. Hal ini menunjukkan PET dan PBS bercampur sempurna menjadi satu matriks/fasa. PET, PBS, dan polimer blend dianalisis dengan menggunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) dan menghasilkan spektrum seperti pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8. Untuk nilai lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 5. Analisis morfologi SEM.dari (a) PET, (b) PBS, (c) PBS 5%, dan (d) PBS 10%
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104
100
(a)
(b)
Gambar 6. Spektrum DSC dari PET pada (a) pemanasan pertama dan (b) pemanasan kedua
(a)
(b)
Gambar 7. Spektrum DSC dari PBS pada (a) pemanasan pertama dan (b) pemanasan kedua
Sintesis dan Karakterisasi Polimer…………………………………Arie Listyarini dkk
101
(a)
(b)
Gambar 8. Spektrum DSC dari polimer blend 10% PBS pada (a) pemanasan pertama dan (b) pemanasan kedua Tabel 1. Nilai Tm, ∆Hm dan Onset dari hasil DSC pemanasan pertama
PET
PBS 2%
PBS 5%
PBS 10%
PBS
Tm ( C)
250,99
237,33
243,65
244,73
115,05
∆Hm
34,8316
18,7606
28,9694
19,6557
30,7574
Onset
238,27
231,50
232,29
234,57
109,59
Area
233,372
112,563
217,270
94,6557
141,484
o
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104
102
Tabel.2. Nilai Tm dan ∆Hm dari hasil DSC pemanasan kedua
PET
PBS 2%
PBS 5%
PBS 10%
PBS
Tm ( C)
249,07
228,66
238,63
236,70
113,48
∆Hm
32,8811
24,2462
17,2011
29,2373
36,9363
Onset
234,54
212,29
228,38
221,00
107,31
Area
220,304
145,477
129,008
140,339
169,907
o
Tm menunjukkan titik leleh dan menunjukkan reaksi endotermik atau reaksi membutuhkan energi yang ditunjukkan oleh bentuk puncak ke atas. Onset adalah titik atau suhu mulai meleleh. ∆Hm adalah energi yang dibutuhkan untuk meleleh atau berubah fasa dari padatan ke cairan (Kroswitz 1991). Analisis DSC pada Tabel 1 menunjukkan sedikit kenaikan pada sifat kristalinitas polimer blend dengan jumlah PBS 2%. Titik leleh PET menurun sebanding dengan bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend tetapi akan naik kembali ketika jumlah PBS 10%. Hal ini berlaku juga untuk energi yang diperlukan. Hal ini dapat disebabkan karena campuran PET dan PBS atau polimer blend sendiri merupakan emulsifier yang dapat meningkatkan adhesi dari kedua fasa dan menurunkan ukuran dimensi partikel. Dengan semakin bertambahnya jumlah polimer blend, sifat adhesi akan semakin meningkat dan polimer akan bercampur sempurna walau dibandingkan dengan jumlah PBS yang sedikit (Homklin et.al. 2013). Hal ini juga sesuai dengan hasil SEM pada Gambar 5c dan Gambar 5d, yang menunjukkan morfologi polimer blend 10% PBS lebih bercampur daripada polimer blend 5% PBS. Pemanasan kedua DSC diperiksa spektrumnya setelah pendinginan pada pemanasan pertama, didapatkan perbedaan nilai titik lelehnya dari pemanasan pertama. Titik leleh yang didapatkan pada pemanasan kedua akan bergeser ke kiri atau lebih kecil dari pemanasan pertama karena telah dilalui proses pemanasan pertama dan pendinginan sehingga zat-zat kontaminan telah lepas dan hasil yang didapatkan lebih akurat. Seperti pada pemanasan pertama, pemanasan kedua menunjukkan titik leleh yang menurun dengan ditambahkan PBS 2% dan perlahan meningkat lagi setelah ditambahkan PBS 5% dan PBS 10% karena adanya sifat adhesi yang meningkat. Walaupun dengan bertambahnya PBS pada akan meningkatkan sifat adhesi polimerblend yang akan meningkatkan
pencampuran tetapi juga meningkatkan sifat kristalinitas yang akan menyebabkan warnanya menjadi tidak transparan seperti halnya PET 100%. KESIMPULAN Hasil analisis spektrum polimer blend menggunakan FT-IR menunjukkan bahwa pada bilangan gelombang 1955,82 cm-1 dijumpai adanya spektrum yang menandakan kalau terdapat gugus benzena dari PET pada polimer blend. Nilai kekerasan dari hasil uji hardness akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend dan hasil analisis morfologi menggunakan SEM menunjukkan PET dan PBS bercampur sempurna menjadi satu matriks/fasa. Dari hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan bahwa PBS compatible terhadap PET sehingga pembuatan polimer blend yang bersifat biodegradable dapat dilakukan dengan mencampur polibutilen suksinat (PBS) dan polietilen tereftalat (PET) tetapi seiring bertambahnya PBS akan meningkatkan sifat kristalinitas yang menyebabkan warna tidak transparan lagi sehingga untuk aplikasinya penambahan PBS yang disarankan adalah hanya 2%. DAFTAR PUSTAKA Fujamaki, T. 1998. Processability and Properties of aliphatic polyesters, ‘BIONOLLE’, synthesized by polycondensation reaction. Polymer Degradation and Stability. 59. Hal. 209 – 214. Frollini, E., 2013. Poly (butylene succinate) reinforced with different lignocellulosic fibers. Industrial Crops and Products. 45. Hal. 160 – 169 Imre, B and Pukanszky. 2013. Compatibilization in biobased and biodegradable polymer blends. European Polymer Journal. 49. Hal. 1215 – 1233.
Sintesis dan Karakterisasi Polimer…………………………………Arie Listyarini dkk
103
Kroschwitz, J.I. 1991. Polymer : High Performance Polymer and Composites. Ensyclopedia Reprint Series, A Wiley Interscience Publications John & Sons Inc. USA La Mantia, L. Botta, M. Morreale, R. Scaffaro. 2012. Effect of small amounts of poly(lactic acid) on the recycling of poly(ethylene terephatalate) bottles. Polymer Degradation and Stability. 97. Hal. 21 – 24. Listyarini, A. 2008. Biodegradable Poly(butylene succinate) blended with biorenewable derivatives from polysaccharides. Transactions of the Materials Resesarch Society of Japan. 33 (4). Hal. 1159 – 1164. Matsumura, S. 2005. Mechanism of Biodegradation. Didalam. Biodegradable Polymers for Industrial Applications. R. Smith. CRC Press, New York. Nikham, F. Yoshii., dan K. Makuuchi. 2000. Studi Perbandingan Degradasi Secara
Enzimatik Campuran CPP/BIONOLLE dan CPP/PCL dengan Modic. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi. Pivsa-Art, Weraporn. 2013. Preparation of polymer blends between poly(lactic acid), poly(butylene adipate-co-terephthalate) and biodegradable polymers as compatibilizers. Energy Procedia. 34. Hal. 549 – 554. Rungsima, H and Nattakarn, H. 2013. Mechanical and Thermal Properties of PLA/PBS Co-continuous Blends Adding Nucleating agent. Energy Procedia. 34. Hal. 871 – 879. Tsi, Hung-Yi. 2009. Compatibility and characteristics of poly(butylene succinate) and propylene-co-ethylene copolymer blend. Polymer Testing. Vol. 28. Issue 8. Hal. 875 – 885.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 97-104
104
KARAKTERISASI MIGRASI KEMASAN DAN PERALATAN RUMAH TANGGA BERBASIS POLIMER (MIGRATION CHARACTERIZATION OF PACKAGING AND HOUSEHOLD HOME APPLIANCES POLYMER BASED)
Suryo Irawan dan Guntarti Supeni Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail :
[email protected] Received : 15 Mei 2013; revised : 29 Agustus 2013; accepted : 30 Agustus 2013
ABSTRAK Kemasan makanan dan peralatan rumah tangga pada saat ini sangat beragam. Masyarakat dihadapkan pada banyak pilihan, namun diindikasikan adanya bahaya migrasi dibalik penggunaan produk tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan studi tentang karakterisasi migrasi kemasan dan peralatan rumah tangga berbasis polimer. Penelitian telah dilaksanakan di Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK). Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan contoh di pasaran yaitu pasar modern maupun tradisional dengan pengujian rutin di laboratorium. Selanjutnya contoh diuji global migrasi dan kandungan logam termigrasinya. Contoh dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu melamin (melamine formaldehyde), kemasan multilayer, dan contoh produk yang berbasis atau berbahan baku polimer (kemasan dan peralatan rumah tangga). Tujuan dari studi ini adalah melakukan analisis serta membuat database produk kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbahan dasar polimer yang beredar di masyarakat. Standar acuan yang digunakan untuk menentukan ambang batas migrasi yang diperbolehkan adalah Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan makanan dan peralatan rumah tangga yang beredar di pasaran masih dalam batas aman digunakan untuk produk makanan. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji global migrasi, formaldehid terekstrak, dan kandungan logam termigrasi masih berada di bawah ambang batas maksimal yang diperbolehkan. Kata kunci : Kemasan, Polimer kemasan, Melamin, Kemasan multilayer
ABSTRACT Food packaging and household appliances at the moment is very diverse. Communities are faced with many choices, but indicated the dangerous of migration behind the use of these products. Therefore it is necessary to do study on the migration characterization of packaging and household appliances polymer based. Research have been conducted in Packaging Material and Retail Laboratory of Center for Chemical and Packaging (CCP). In the research was conducted the global test on metal content migration and heavy metal content. Samples were obtained from supermarkets, traditional markets, and routine laboratory testing. Samples were categorized into 3, namely, melamine sample (urea formaldehyde), multilayer packaging, and sample based product or raw material polymer (packaging and household appliances). The purpose of this study is to analyze and create a data base, about some product packaging and housewares made from polymers that commercially available. Reference standards used in determining the allowable threshold migration, guided by the regulatory Food and Drug Monitoring Agency (BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 on 2011. Based on the results of the research, food packaging and household appliances on the market are still within safe limits to be used for food products. It is shown from the test results global migration, extractable formaldehyde, and migrated metal content is still below the maximum limit allowed. Key words: Packaging, Packaging polymers, Melamine, Multilayer packaging
PENDAHULUAN Plastik sebagai wadah makanan dan minuman memang sudah biasa digunakan. Namun sebaiknya kita tidak sembarang memilih
plastik sebagai wadah makanan. Jika tidak berhati-hati, jenis material yang digunakan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Plastik terdiri
Karakterisasi Migrasi Kemasan………………….Suryo Irawan dan Guntarti Supeni
105
atas berbagai polimer atau monomer-monomer. Pada kondisi tertentu, kontak antara plastik dan makanan bisa menyebabkan migrasi (perpindahan) bahan-bahan kimia dari wadah ke makanan. Migrasi terjadi akibat pengaruh suhu panas makanan, waktu penyimpanan, dan proses pengolahannya. Semakin tinggi suhu maka semakin tinggi kemungkinan terjadi migrasi (Koswara 2006). Lamanya waktu penyimpanan makanan juga berpengaruh terhadap perpindahan materi berbahan kimia ini. Semakin lama kontak antara makanan dengan kemasan plastik, semakin tinggi jumlah bahan kimia yang bermigrasi ke makanan. Jika hal ini terjadi terus-menerus akan mengganggu kesehatan dan akan meningkatkan resiko kanker serta beberapa penyakit berbahaya lainnya. Pada suhu kamar, dengan waktu kontak yang cukup lama, senyawa berberat molekul kecil dapat masuk ke dalam makanan secara bebas, baik yang berasal dari aditif maupun plasticizer. Migrasi monomer maupun zat-zat pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu dapat larut ke dalam makanan padat atau cair berminyak maupun cairan tak berminyak (Koswara 2006). Semakin panas makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya migrasi (perpindahan) karena monomer dapat bermigrasi ke dalam makanan dan berisiko bagi kesehatan dan apabila terakumulasi di dalam tubuh, dalam jumlah besar membahayakan kesehatan konsumen. Ada beberapa cara menghindari bahaya kemasan plastik pada kesehatan manusia. Pada prinsipnya, gunakan produk plastik yang terdaftar sesuai peruntukkannya. Perhatikan suhu dan lemak atau minyak ketika menggunakan plastik. Hindari memasukkan makanan panas (> 80°C) dalam plastik atau styrofoam. Studi ini bertujuan untuk menganalisis dan membuat database mengenai produk kemasan atau alat rumah tangga yang berbahan dasar polimer yang beredar di masyarakat. Sehingga diharapkan dapat menekan resiko yang diakibatkan dari penggunaan kemasan plastik yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Plastik dibuat dengan cara polimerisasi yaitu menyusun dan membentuk secara sambung menyambung bahan-bahan dasar plastik yang disebut monomer. Misalnya, plastik jenis PVC (Polyvinyl Chloride), sesungguhnya adalah monomer dari vinil klorida. Disamping bahan dasar berupa monomer, di dalam plastik juga terdapat bahan non plastik yang disebut aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifatsifat plastik itu sendiri. Bahan aditif tersebut
berupa zat-zat dengan berat molekul rendah, yang dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan, penyerap sinar ultraviolet, anti lekat, dan masih banyak lagi (Koswara 2006; Pipit 2008). Plastik memang pilihan favorit untuk kemasan makanan. Plastik sudah menjadi bagian kehidupan manusia sehari-hari. Hampir setiap kesempatan kita bersentuhan dengan barang maupun piranti terbuat dari bahan yang memiliki nama ilmiah polimer ini. Sebagai pengemas, baik yang bersifat fleksibel maupun kaku, plastik memiliki banyak keunggulan dibandingkan pengemas lain yang terbuat dari logam, gelas, keramik, maupun kertas. Plastik jauh lebih ringan, kuat, dan aman sebagai pengemas makanan karena relatif tahan dengan bahan kimia, air, maupun impak atau patahan. Harganya pun murah. Pertanyaannya sekarang, apakah semua plastik aman? Ternyata tidak. Menurut Ir. Wawas Swathatafrijiah dari Sentra Teknologi Polimer Kementerian BPPT, secara umum plastik memang aman sebagai pengemas makanan, asalkan dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. Sebagai pengemas makanan, harus dipilih plastik yang terbuat dari bahan virgin atau bukan plastik daur ulang. Selain itu tidak mengandung bahan tambahan yang melebihi batas ambang yang ditentukan, memiliki ketahanan kimia yang tinggi, dan dibuat dengan proses yang baik (Koswara 2006). Ir. Wawas Swathatafrijiah menambahkan, banyak plastik yang dalam proses pembuatannya tercampur berbagai bahan kimia seperti monomer dan plasticizer. Beberapa diantaranya berbahaya bagi kesehatan manusia. Contoh monomer berbahaya adalah vinil klorida, stiren, dan akrilonitril. Sedangkan plasticizer yang seharusnya tidak mencemari kemasan adalah dibutyl phthalate (DBP) dan di-2ethylhexyl phthalate (DEHP) (Koswara 2006). Pada penelitian ini akan dilakukan uji migrasi terhadap beberapa kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbahan baku polimer (plastik dan karet), contoh diperoleh dari pasar dan dari contoh uji yang masuk ke laboratorium kemasan BBKK. Sebagai syarat mutu didasarkan pada peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. Data hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai karakteristik migrasi dari contoh yang diteliti pada penelitian ini. Hasil penelitian juga dapat dijadikan sebagai rujukan mengenai kandungan logam berat dan karakter migrasi dari contoh yang beredar di pasar, sehingga dapat dijadikan informasi guna melindungi konsumen pengguna kemasan dan peralatan
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112
106
rumah tangga yang berbahan baku plastik dan karet. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan non kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kemasan plastik dan alat rumah tangga berbahan dasar polimer. Contoh ini berupa bahan plastik (PE, PP, HDPE, LLDPE, PC, PS, PVC, OPP, multilayer, metalized, karet, dan lain-lain) yang diperoleh dari pasar dan produsen kemasan. Sedangkan bahan kimia yang digunakan antara lain asam asetat glasial, etanol, n-heksana, asam asetat, silena, dan akuades. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, oven, unit alat uji migrasi (sel migrasi, total imersi/celup, perendaman), dan instrumen untuk analisis logam termigrasi (HPLC, GC-MS, spektrofotometer) Metode Kegiatan ini dilaksananakan dengan cara melakukan pengujian migrasi terhadap contoh yang diambil secara acak dari supermarket, pasar tradisional, maupun dari pengujian contoh rutin yang dilakukan di laboratorium bahan kemasan dan ritail BBKK. Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya tahap persiapan, tahap percobaan, tahap evaluasi bahan, dan tahap pelaporan. Metode pengujian yang dilakukan adalah dengan cara menguji contoh berupa pengujian global migrasi dan kandungan logam termigrasi. Metode pengujian yang dilaksanakan menggunakan metode dan cara uji serta syarat mutu yang ditentukan berdasarkan pada peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. HASIL DAN PEMBAHASAN Contoh dibagi dalam dua kategori yaitu contoh produk melamin dan contoh produk yang berbasis atau berbahan baku polimer. Standar acuan yang digunakan dalam menentukan ambang batas toleransi migrasi yang diperbolehkan, berpedoman pada peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. Peraturan ini berisi tentang batas toleransi migrasi dari produk polimer yang kontak langsung dengan makanan yang dikonsumsi manusia. Untuk bahan kontak pangan yang diijinkan sebagai kemasan makanan, dalam hal
ini plastik lapis tunggal (monolayer), migrasi spesifik untuk semua jenis plastik, total logam berat, timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium VI (Cr VI), merkuri (Hg) dengan pelarut asam asetat 4%, 95°C, 30 menit dengan batas maksimal 1 bpj (total). Polimer atau plastik ketika digunakan sebagai pengemas makanan, pada suhu tinggi (panas) mengakibatkan lemak bahan kimia monomer dapat bermigrasi ke dalam makanan dan beresiko bagi kesehatan, apabila terakumulasi di dalam tubuh dalam jumlah besar membahayakan kesehatan konsumen. Ada beberapa cara menghindari bahaya kemasan plastik pada kesehatan manusia. Prinsipnya, gunakan produk plastik yang terdaftar sesuai peruntukkannya. Perhatikan suhu dan lemak atau minyak ketika menggunakan plastik. Hindari memasukkan makanan panas (> 80°C) dalam plastik atau styrofoam. Berikut ini adalah data hasil pengujian global migrasi dan kandungan logam termigrasi dari beberapa bahan pengemas dan peralatan rumah tangga yang berbasis polimer (Tabel 1). Plastik dan bahan-bahan tambahan dalam pembuatan plastik plasticizer, stabilizer, dan antioksidan dapat bermigrasi ke dalam bahan pangan yang dikemas dengan kemasan plastik dan mengakibatkan keracunan. Monomer plastik yang dicurigai berbahaya bagi kesehatan manusia adalah vinil klorida, akrilonitril, methacrylonitrile, viniliden klorida, dan stirena. Monomer vinil klorida dan akrilonitril berpotensi untuk menyebabkan kanker pada manusia, karena dapat bereaksi dengan komponen DNA yaitu guanin dan sitosin (pada vinil klorida), sedangkan denin dapat bereaksi dengan akrilonitril (vinil sianida).Metabolit vinil klorida yaitu epoksi kloretilenoksida merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik. Tetapi metabolit ini hanya dapat bereaksi dengan DNA jika adenine tidak berpasangan dengan sitosin (Syarif 2009). Migrasi merupakan perpindahan yang terdapat dalam kemasan ke dalam bahan makanan. Migrasi dipengaruhi oleh empat faktor yaitu luas permukaan yang kontak dengan makanan, kecepatan migrasi, jenis bahan plastik, dan suhu serta lamanya kontak. Menurut Vander Herdt penyimpanan selama 10 hari pada suhu 45°C menghasilkan migrasi yang tak berbeda nyata dengan penyimpanan selama 6 hari pada suhu 25°C, Mc. Gueness melaporkan bahwa semakin panas bahan makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya migrasi zat-zat plastik ke dalam makanan (Sulchan 2007; Winarno 1994)
Karakterisasi Migrasi Kemasan………………….Suryo Irawan dan Guntarti Supeni
107
Tabel 1. Hasil uji migrasi produk berbasis polimer Hasil uji
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Jenis produk
Kantong kresek putih Cetakan agar Cup plastik minuman Plastik tempat kue Polystyrene dengan additive oxium Botol PET Piring melamine (GD) Styrofoam eks PKB Plastik LLDPE Pipa PVC Tutup botol plastik CPB white EPS cup/bowl MD Film plastik nylon 15/Print/LLDPE 45 Alumunium foil (LDPE) Film plastik OPP20/Print/VM.CPP 25 Cup (gelas) bahan PP Plastic transparan (2 kg) AVT PET Preform 53 gr CPL yellow Stick candy Drum C plastik Ө 12 cm tinggi 62 cm Allucap HF 10 TQ HY 2.0 FY HD roll buah 30x40 + B Karung plastik inner PE Gelas plastik OKD HDPS 47/30x50x23 mic CF PET kode E– HOT 1 EPS foam NC-15 oz Foam sheet Biji plastik HF 2.9 BO 90204 BIA Pipa HDPE Pipa PVC Pipa PE Teflon coating Water cup Allu foil SCM sachet FC 2 g Polycellonium bag three Side seal polos PET 12 µ / AL 7 µ / LLDPE Plastik kemasan (PP) Pipa PP R Cup berwarna putih (PP) Kaleng permen Plastik polycelo bag Plastik PE HD Roll buah Embos
Migrasi global (mg/kg) Aquabidest Ethyl Asam o 49 C, 24 alcohol asetat jam 10%, 3% o o 49 C, 24 49 C, 24 jam jam 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0
Kandungan logam berat (mg/kg)
Cr
6+
Pb
Cd
Hg
<3,3 1,90 0,31 <0,0025
<1,31 2,04 < 0,003 <0,0025
0,047 <0,0001
<1,5 <0,001
2,63 0 0 0 0 0 0 0 -
0 0 0 0 0 0 0 2,0620 -
0 0,5682 0 0 0 0 -
<0,0025 <0,003 <0,0025 0,0048 0,192 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025
<0,0025 <0,003 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025
<0,0025 <0,025 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001
0,001 <0,17 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,0018 0,006 <0,001
-
-
-
<0,0025 <0,0025
<0,0025 <0,0025
<0,0001 <0,0001
<0,001 <0,001
-
-
-
<0,0025 <0,0025
<0,0025 <0,0025
<0,0001 <0,0001
<0,001 <0,001
-
-
-
<0.0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025
<0.0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025
0.061 <0,0001 <0,0001 <0,0001
<1.5 <0,001 <0,001 0,001
0 0
157.4679 450,83
0,026 <0,0025
<0,0001 <0,0025
<0,0001
<0,001
0 -
0 -
40,188.6 8 130,76 59,68 -
<0,0025 0,84 <0,0025 <0,0025 0,7
<0,0025 <0,0025 <0,0025 <0.0025 <0,0025
<0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 0.061
<0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,0026
0 2,4 -
0 1,92 -
-
0,015 <0,0025 0,0045 0,032
<0,0025 , 0,0001 <0,0031 <0,0001
<0,0001 <0,0001 0,0002 <0,0031
0,0027 0,0065 , 0,031 <0,031
235,2941 0 0 5,28
0 0 0 -
0 0 0 3,12
<0,0001 <0,0025 0,031 32,40 0,0012 0,0078
<0,0025 <0,0001 2,78 <0,0001 <0,0001
<0,0001 <0,0025 <0,0001 <0,0001 <0,0001
<0,001 1,25 <0,001 <0,001 <0,001
-
-
-
<0,0001
<0,0001
0,0022
0 0,24 0,24
0 28,8
0 -
<0,0001 <0,05 <0,0025 0,011 0,011
<0,0025 <0,00016 <0,00016
<0,0001 <0,002 <0,0001 0,00203 0,00203
0,001 <0,02 <0,001 0,0074 0,0074
-
-
-
<0,0025
<0,0025
<0,0001
<0,001
<0.0001
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112
<0,0001 <0,05
108
Hasil uji
No
49 50 51 52
53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
64 65 66 67
68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
Jenis produk
OPP / PP IFA cookware (PP) Sedotan JDO Botol HDPE Cypress kemasan lamintae PET 12/ Adh/Ny 15/Adh/LLDPE 140 Benang jahit Kantong plastik klip Botol HDPE ”C” Bottom film 130 µ Top film plain PET Top film SSG Standing pouch A 1000 ml Plastik VSA PET / VMCPP Galon plastik (wadah air minum) bahan recycle PET / LLDPE PET / ONY / PE PET / PE /AF /EAA Inner karung plastik Cup berwarna transparan (PP) Plastik ON 15/DRY/LLDPE 60 Kemasan perm en LLDPE CSB Sample Opaque SH susu coklat bubuk Inner PE 60x108 cm Jerry can 30 Ltr TL FMN/MANE Lid cup “Milkyo” Lid cup “Activia” PP cup polos Lid cup noodle (SPE) Lid botol
Migrasi global (mg/kg) Aquabidest Ethyl Asam o 49 C, 24 alcohol asetat jam 10%, 3% o o 49 C, 24 49 C, 24 jam jam -
Kandungan logam berat (mg/kg)
Pb
Cd
Hg
0,028 <0,025 <0,0025 <0,0025
<0,0001 <0,025 <0,0025 <0,0025
<0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001
6+
Cr
<0,000 1 <0,001
1,92 0 0 -
5,04 0 0 -
-
<0,0025 <0,0025 0,042 0,0092 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025
<0.0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025
<0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001
0,0017 0,0017 <0,001 <0,001
-
-
-
<0,0025 0,011 <0,05
<0,0025 <0,0001 <0.05
<0,0001 <0,0001 <0,003
<0,001 <0,001 <0,03
-
-
-
0,0059 0,081 0,0052 0,044 <0,0025
<0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0025 <0,0025
<0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,001 <0,0001
-
-
-
0,0048
<0,0025
<0,0001
0,001 <0,001 <0,001 <0,000 1 <0,001 <0,001
-
-
-
<0,0025 <0,0025 0,0034 <0,0025 <0,0025 <0,0025
<0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0.0025
<0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001
<0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001
-
-
-
<0,0025 <0,0025 0,012 0,012 0,0061
<0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025 <0,0025
<0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001 <0,0001
<0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001
Telah diketahui bahwa plastik bukanlah material yang bersifat inert dan residu monomer serta aditif lain yang digunakan dalam pembuatan suatu polimer plastik dapat bermigrasi ke dalam pangan yang dikemas. Dekomposisi dan migrasi komponen plastik dapat berlangsung cepat dengan meningkatnya suhu (Syamsir 2008; Andriewongso 2008). Ada tiga faktor dominan yang memicu migrasi, yaitu panas, minyak, dan waktu. Semakin tinggi suhu, proses migrasi semakin cepat dan semakin banyak. Minyak termasuk bahan yang cepat melarutkan komponen-komponen plastik, oleh karena itu berhati-hati bila menyimpan makanan yang mengandung minyak dalam kemasan plastik apalagi dalam waktu lama. Semakin lama kontak antara makanan dan kemasan, maka semakin banyak komponen yang bermigrasi.
Pada makanan yang dikemas dalam kemasan plastik, adanya migrasi ini tidak mungkin dapat dicegah (terutama jika plastik yang digunakan tidak cocok dengan jenis makanannya). Migrasi monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan atau penyimpanan dan proses pengolahannya. Demikian pula dengan lamanya makanan tersebut disimpan. Semakin lama kontak antara makanan tersebut dengan kemasan plastik, maka jumlah monomer yang bermigrasi dapat semakin tinggi jumlahnya (Koswara 2006; Sulchan 2007; Koswara 2010). Migrasi monomer maupun zat-zat pembantu polimerisasi, dalam kadar tertentu dapat larut ke dalam makanan padat atau cair berminyak maupun cairan tak berminyak. Semakin panas makanan yang dikemas, semakin tinggi peluang terjadinya migrasi
Karakterisasi Migrasi Kemasan………………….Suryo Irawan dan Guntarti Supeni
109
(perpindahan) ke dalam bahan makanan (Koswara 2006; Sulchan 2007; Koswara 2010). Dengan adanya kontak antar muka antara bahan kemasan makanan yang dapat larut dalam produk makanan, pada Tabel 2. menjelaskan daftar polimer yang umum digunakan dan kontak dengan makanan serta contoh aditif dan monomer yang dapat bermigrasi (Brody & Marsh 1997; Brydson 1995). Di Eropa terdapat sejumlah regulasi internasional tentang makanan dengan melihat tingkat toksisitas dari migran, sebagai contoh senyawa yang diperbolehkan kontak dengan makanan Commission Directive 90/128/EEC (2001) dan amandemennya. Senyawa
dinyatakan sebagai Specific Migration Limit (SML), batas maksimal senyawa yang dapat bermigrasi ke dalam makanan. Pada peraturan Kepala BPOM No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011 ditetapkan kandungan total logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium VI (Cr VI), dan merkuri (Hg) untuk semua jenis plastik adalah 1 bpj (bagian per juta). Sedangkan untuk migrasi global dan formaldehid terekstrak mengacu pada SNI 7322-2008 tentang Produk Melamin Perlengkapan Makan dan Minum yang tercantum dalam Tabel 3. yang memuat syarat mutu migrasi global dan formaldehid terekstrak dan hasil uji migrasi produk melamin (melamin formaldehid) tercantum pada Tabel 4.
Tabel 2. Daftar polimer yang umum digunakan dan kontak dengan makanan serta contoh aditif dan monomer yang dapat bermigrasi (Brody & Marsh 1997; Brydson 1995) No 1. 2. 3.
Jenis polimer Low Density Polyethylene (LDPE) High Density Polyethylene (HDPE) Polyethylene (PE)
Senyawa yang mungkin dapat bermigrasi antioksidan, antistatik, pelumas, zat perantara slip antioksidan, antistatik, pelumas, zat perantara slip antioksidan, zat pewarna, penyerap UV
4.
Polistirena (PS)
stirena, penyerap UV. high impact modifier
5. 6. 7.
Polyethylene (PET) Polivinil klorida (PVC) Polikarbonat (PC)
asam tereftalat, cyclic PET timer, katalis penstabil, pemlastis, zat pewarna, vinil klorida Bisfenol A, emulsifier, antioksidan
Penggunaan polimer film, kantong, tutup, pelapis, botol semprot Botol, tutup, kantong, kemasan sereal Kemasan kembang gula, pot makanan kecil, mangkok margarin dan tutupnya Nampan daging dan biskuit, wadah makanan cepat saji, botol Nampan yang dapat dioven Film untuk daging dan keju Botol, nampan yang dapat dioven
Tabel 3. Syarat mutu migrasi global dan formaldehid terekstrak No 1.
Uraian
Satuan
Migrasi global -Air suling (simulan A)
mg/dm ppm 2 mg/dm ppm 2 mg/dm ppm 2 mg/dm ppm ppm
-Asam asetat 3% (simulan B) -Alkohol 15% (simulan C) -n-Heptan/minyak zaitun/ minyak biji bunga matahari (simulan D) 2.
Syarat mutu
2
Formaldehid terekstrak
Maks. 10 Maks. 60 Maks. 10 Maks. 60 Maks. 10 Maks. 60 Maks. 10 Maks. 60 Maks.3
Tabel 4. Hasil uji migrasi produk melamin (melamin formaldehid) Hasil uji 2
No
Jenis produk
1.
Mangkok
2.
Piring ceper bulat
3.
Piring ceper oval
4.
Piring cekung
5. 6. 7. 8. 9.
Melamin GU Melamin GFS Melamin GD Melamin ADS Produk Melamin G
Migrasi global(mg/dm ) (mg/l) Akuades Alkohol Asetat 0,2239 1,25 1,9870 33,3333 4,8876 40 0,9344 12,6667 0 0,73 0,48 0 0
2,5076 14,0 3,1793 53,3333 3,0547 25 3,0547 25 0,49 0,92 1,45 0,30 0,29
2,8208 15,75 3,1793 53,3333 2,8104 23 2,8104 23 0,63 0,23 0 0,68 0,35
nHeptan 0,2686 1,5 0
Kadar formalin (mg/l)
Kandungan logam berat (mg/kg) 6+
Pb
Cd
Hg
0,7939
< 3,3
< 1,31
0,097
< 1,5
1,8045
< 3,3
< 1,31
0,077
< 1,5
0
4,6383
< 3,3
< 1,31
0,077
< 1,5
0,9836 13,3333 0 0,92 0 0 0
0,3276
< 3,3
< 1,31
0,055
< 1,5
0,56 0,20 1,66 0,58 0,38
0,92 0,83 0,73 1,23 0,64
<0,017 <0,017 <0,017 <0,017 <0,017
<0,025 0,15 0,18 2,39 <0,025
0,35 0,79 1,69 0,52 <0,17
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112
Cr
110
Monomer vinil klorida dan akrilonitril cukup tinggi potensinya untuk menimbulkan kanker pada manusia. Vinil klorida dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA, sedangkan akrilonitril bereaksi dengan adenin. Vinil asetat telah terbukti menimbulkan kanker tiroid, uterus, dan liver pada hewan. Akrilonitril menimbulkan cacat lahir pada tikus-tikus yang memakannya. Monomer-monomer lain seperti akrilat, stirena, dan metakrilat serta senyawasenyawa turunannya, seperti vinil asetat, polivinil klorida, kaprolaktam, formaldehida, kresol, isosianat organik, heksa metilendiamin, melamin, epodilokkloridrin, bispenol, dan akrilonitril dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan, dan lambung. Aditif plastik jenis plasticizer, stabilizer, dan antioksidan dapat menjadi sumber pencemaran organoleptik yang membuat makanan berubah rasa serta aroma, dan bisa menimbulkan keracunan (Koswara 2006; Pipit 2008). Plasticizer seperti ester posporik, ester ptalik, glikolik, chlorinated aromatic, dan ester asam adipatik dapat menyebabkan timbulnya iritasi (Syarif 2009). Monomer akrilat, stirena, dan metakrilat serta senyawa turunannya seperti vinil asetat, polivinil klorida (PVC), kaprolaktan, formaldehida, kresol, isosianat organik, heksa metilendiamin, melamin, epidiklorohidrin, bisfenol, dan akrilonitril dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan terutama mulut, tenggorokan, dan lambung. Aditif plastik dibutil ptalat (DBP) dan dioktil ptalat (DOP) pada PVC termigrasi cukup banyak ke dalam minyak zaitun, minyak jagung, minyak biji kapas, dan minyak kedelai pada suhu 30°C selama 60 hari kontak. Jumlah aditif DBP dan DOP yang termigrasi tersebut berkisar dari 155 mg sampai dengan 189 mg. DEHA (di-2-etil-heksil-adipat) pada PVC termigrasi ke dalam daging yang dibungkusnya, pada daging yang berkadar lemak antara 20% sampai dengan 30%, DEHA yang termigrasi 14,5 mg sampai dengan 23,5 2 mg tiap dm (desimeter persegi) pada suhu 4°C selama 72 jam (Syarif 2009; Sulchan 2007). Laju migrasi monomer ke dalam bahan yang dikemas tergantung dari lingkungan. Konsentrasi residu vinil klorida awal 0,35 ppm termigrasi sebanyak 0,020 ppm selama 106 hari kontak pada suhu 25°C. Monomer akrilonitril keluar dari plastik dan masuk ke dalam makanan secara total setelah 80 hari kontak pada suhu 40°C. Oleh karena itu perlu penetapan tanggal kadaluarsa pada bahan yang dikemas dengan kemasan plastik (Syarif 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Nerin, et al.
(2002) menyebutkan bahwa sebagian besar plastik mengalami peningkatan suhu sampai sekitar 90°C dan beberapa akan mencapai suhu lebih dari 180°C jika dipanaskan di dalam oven microwave selama 5 menit. Dalam kondisi ini plastik yang dipanaskan juga terdeteksi membentuk komponen volatil dan semivolatil yang bisa bermigrasi ke dalam makanan. Sehingga sangat penting untuk menjamin bahwa pemanasan plastik tidak akan membentuk komponen lain dan komponen yang dihasilkan tidak masuk kedalam fase uap atau kedalam pangan yang dikemasnya (Syamsir 2008; Nerin, et al. 2002). Pemanasan plastik bisa terjadi dalam bentuk pellet atau sebagai kemasan. Pellet mungkin mengalami pemanasan selama proses pencetakan. Diketahui bahwa pemanasan contoh pellet menghasilkan methylene benzene, ethyl benzene, 1-oktena, dan styrene sementara wadah kemasan yang dipanaskan selain mengandung 4 komponen ini juga mengandung xylene dan 1,4-dichlorobenzene. Semua komponen ini bersifat toksik dan dibatasi keberadaannya secara ketat tidak boleh melebihi limit migrasi spesifik (Syamsir 2008). Ambang batas maksimum dari monomer yang ditoleransi keberadaannya di dalam bahan pangan ditentukan oleh hasil tes toksisitas (LD 50) serta jumlah makanan yang dikonsumsi per hari. Di Belanda, toleransi maksimum yang diijinkan adalah 60 ppm migran dalam makanan 2 atau 0,12 mg/ cm permukaan plastik. Di Jerman, toleransi maksimum yang diijinkan adalah 0,06 mg/ cm2 lembaran plastik. Batas toleransi untuk monomer vinil klorida ≤ 0,05 ppm (di Swedia 0,01 ppm). Kantong plastik polietilen dan polipropilen mempunyai daya toksisitas yang rendah yaitu dengan ambang batas maksimum 60 mg/kg bahan pangan (Syarif 2009). Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, regulasi plastik sebagai pengemas makanan sangat ketat. Merujuk pada aturan FDA, pengemas makanan yang aman ditandai dengan gambar garpu gelas pada kemasan. KESIMPULAN Dari penelitian karakterisasi migrasi kemasan dan peralatan rumah tangga berbasis polimer, dapat diambil kesimpulan, kemasan makanan dan peralatan rumah tangga yang beredar di pasaran masih dalam batas aman untuk digunakan untuk produk makanan. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji global migrasi, formaldehid terekstrak, dan kandungan logam termigrasi masih berada di bawah ambang batas
Karakterisasi Migrasi Kemasan………………….Suryo Irawan dan Guntarti Supeni
111
maksimal yang diperbolehkan. Pemakaian kemasan plastik dan peralatan rumah tangga berbasis polimer sintetik mempunyai aspek positif maupun negatif terhadap kesehatan manusia dan pelestarian lingkungan. Aspek negatif penggunaan kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbasis polimer perlu mendapatkan perhatian, penggunaan polimer sebagai bahan kemasan dan peralatan rumah tangga dengan suhu tinggi, waktu kontak yang lama dan kontaminasi minyak dapat menyebabkan migrasi. Migrasi dari monomer bahan dasar plastik akan bercampur dengan bahan makanan, sehingga tanpa kita sadari, kita mengkonsumsi zat-zat yang bermigrasi tersebut. Kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbahan baku polimer sintetik tidak menimbulkan kekhawatiran akan adanya migrasi logam berat, dengan catatan untuk produk tertentu selama pemakaian tidak pada temperatur yang tinggi (>80°C). SARAN Dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi pengolahan proses polimerisasi bahan baku menjadi produk jadi, mengakibatkan semakin banyaknya variasi produk yang dapat dibuat. Dengan semakin banyaknya variasi produk kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbasis polimer sintetik, kami menyarankan untuk melengkapi database dari penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Koswara, Sutrisno. 2006. Bahaya di balik kemasan plastik. Buletin Kesehatan. http://ebookpangan.com. (Accessed August 23, 2010) Pipit. 2008. Bahaya kemasan makanan. http://kabarinews.com/bahayakemasan-makanan/31729. (Accessed August 30, 2010). Syarif, R. 2009. Interaksi bahan pangan dengan kemasan. http://ocw.usu.ac.id/. (Accessed September 15, 2010). Sulchan, M. dan E. Nur. 2007. Keamanan pangan kemasan plastik styrofoam. Majalah Kedokteran Indonesia 57(2): 54-59. Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan tambahan untuk pangan dan kontaminan. Jakarta: Pusat Sinar Harapan. Syamsir, Elvira. 2008. Potensi migrasi komponen volatil plastik selama pemanasan dalam oven microwave. http://id.shvoong.com/tags/migrasi-
plastik/. (Accessed September 28, 2010). Andriewongso. 2009. Bahan plastik memicu kanker. http://bahayaplastik.blogspot.com/. (Accessed September 15, 2010). Nerin, C., D. Acosta, and C. Rubio. 2002. Potential migration release of volatile compounds from plastic containers destined for food use in microwave ovens. Food Additives and Contaminants 19 (6): 594 – 601. BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). 2011. Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia No. HK 03.1.23.07.11.6664 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Jakarta. Ashby, R., I. Cooper, S. Harvey, and P. Tice. 1997. Food packaging migration and nd legislation. 2 ed. UK: Pira International. Brody, A.L. and K.S. Marsh. 1997. The Wiley encyclopedia of packaging technology. nd 2 ed. New York: John Wiley & Sons. Brydson, J.A. and K.S. Marsh. 1995. Plastic th materials. 6 ed. Oxford: Butterword Henemann Commission Directive 97/48/EC of 29 July1997 amending for 2nd time Council Directive 82/711/EEC laying down the basic rules necessary for testing migration of the constituents of plastic materials and article intended to come into contacts with foodstuffs. 2001. Official Journal of the Eurepean Communities. 1221/ 18-36. Commission Directive 85/572/EEC of 19 December 1985 laying down the list of be used for testing migration of the constituents of plastic materials and article intended to come into contacts with foodstuffs. 1985. Official Journal of the European Communities. 1372/ 14-21. Hernandez, R.J. and R. Gevara. 1999. Plastics packaging, methods to evaluate food packaging interactions. Surrey : Pira International Pirringer, O.G. and A.L. Baner. 2000. Plastic packaging materials for food barrier function, mass transport, quality assurance and legislation. Weinheim and New York: Wiley-VCA. BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2008. Produk melamin-perlengkapan makan dan minum, SNI 7322-2008.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 105-112
112
VALIDASI METODE ANALISIS KANDUNGAN SPESIFIK RESIDU TOTAL MONOMER STIREN PADA KEMASAN POLISTIREN (ANALITYCAL METHOD VALIDATION OF THE TOTAL RESIDUAL STYRENE MONOMER IN POLYSTYRENE PACKAGING)
Dina Mariana1,2 Nuri Andarwulan,1,3 dan Hanifah Nuryani Lioe1 1)
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor 2) Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) 3) Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center), Institut Pertanian Bogor, Bogor E-mail :
[email protected] Received: 5 Juni 2013; revised: 12 September 2013; accepted: 13 September 2013
ABSTRAK Monomer stiren merupakan bahan dasar kemasan pangan yang menjadi isu perhatian terkait keamanan pangan. Saat ini di dalam peraturan nasional maupun internasional, peraturan persyaratan pada total residu dari monomer stiren dalam kemasan pangan. Dalam rangka menunjang pengawasan kemasan pangan polistiren, maka diperlukan peningkatan kapasitas pengujian kandungan spesifik residu total monomer stiren di laboratorium sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode analisis pengujian kandungan spesifik residu total monomer stiren pada kemasan polistiren dengan heptana sebagai simulan pangan menggunakan kromatografi gas dengan pendeteksi ionisasi nyala, sesuai prosedur uji yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Hasil validasi metode analisis adalah linieritas dengan persamaan regresi y = 2 0,186x nilai R = 0,999, presisi dengan nilai Relatif Standar Deviasi (RSD) = 0,93 %, akurasi dengan persen perolehan kembali (% recovery) 98,04 ± 2,62 %, pada konsentrasi stiren yang ditambahkan 502 µg/g dan selektivitas yang baik. Kata kunci : Stiren, polistiren, heptana, simulan pangan, kromatografi gas
ABSTRACT Styrene monomer is one of the food contact substances that becomes a concern in food packaging safety. Currently the national and international regulation of styrene monomer in polystyrene is on the total residual styrene monomer and not for a Specific Migration Limit (SML).In order to support the food safety control of polystyrene as food packaging, it is necessary to increase the capacity of national testing laboratories to conduct the analysis of total residual styrene monomer according to the existing regulations. This research aim was to conduct the analytical method validation of the determination of total residual styrene monomer in polystyrene packaging by gas chromatography - flame ionization detector (GC-FID) with heptane as a food simulant in accordance to the Decree of The Head of National Agency of Drug and Food Control Republic of Indonesia No. HK.03.1.23.07.11.6664 2011 on Food Packaging Control. Results of analytical method validation exhibited the method linearity with regression equation of y = 0.186x and coefficient of determination (R2) at 0.999, precision with a Relative Standard Deviation (RSD) at 0.93 %, accuracy at 98,04 ± 2,62 %, by recovery test with spiking concentration of styrene 502 µg/g sample and having good selectivity. Keywords: Styrene, polystyrene, heptane, food stimulant, gas chromatography
Validasi Metode Analisis……………………………………………Dina Mariana dkk
113
PENDAHULUAN Isu keamanan kemasan pangan merupakan salah satu isu penting keamanan pangan yang mendapat perhatian di dunia. Isu keamanan kemasan pangan tersebut dikarenakan adanya kemungkinan perpindahan komponen dari kemasan ke dalam pangan (migrasi) dan dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan konsumen. Regulasi beberapa negara di Eropa menetapkan tiga persyaratan bahan yang bermigrasi dari kemasan ke dalam bahan pangan yang dikemas yaitu tidak membahayakan kesehatan manusia, tidak menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan terhadap komposisi pangan (sebagai kontaminan) dan tidak menyebabkan perubahan karakteristik organoleptik pangan (Grob, et al. 2009).` Salah satu jenis kemasan plastik yang banyak digunakan di Indonesia adalah polistiren. Polistiren merupakan senyawa polimer dengan bahan dasar stiren sebagai monomernya. Kemasan polistiren mempunyai keuntungan dapat berbentuk kaku, film dan busa. Polistiren dalam aplikasinya digunakan antara lain sebagai kemasan pelindung untuk telur, wadah, tutup gelas, cangkir, piring, botol, dan nampan makanan (Marsh and Bugusu 2007). Dalam penelitian, stiren dan senyawa aromatik lainnya ditemukan pada air panas dalam kemasan polistiren busa dan polistiren gelas (Ahmad and Bajahlan 2006). Selain faktor suhu, peningkatan migrasi bahan kemasan pangan ke dalam pangan juga dipengaruhi oleh lamanya kontak dengan pangan selama penyimpanan (Amirshaghaghi, et al. 2011). Migrasi stiren juga dipengaruhi oleh jenis pangan yang kontak langsung dengan wadah polistiren, sehingga dalam menentukan kajian paparan stiren dalam suatu kelompok masyarakat, diperlukan data jenis pangan yang dikemas dalam kemasan polistiren tersebut (Duffy, et al. 2006). Dalam penelitian migrasi stiren dalam minyak kedelai, dihasilkan bahwa residu stiren dalam minyak kedelai tersebut terdeteksi sekitar 0,1 %, dan hasil penelitian dapat lebih besar jika dibandingkan dengan hitungan teoritis dari diffusion-type equations (Miltz and Rosen-Doody 2007). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa konsentrasi senyawa stiren yang bermigrasi ke dalam pangan dapat dianalisis antara lain dengan menggunakan kromatografi gas dengan pendeteksi nyala ion (Gas ChromatographyFlame Ionization Detector/ GC-FID), kromatografi cair kinerja tinggi (High Performance Liquid Chromatography/ HPLC) maupun
kromatografi gas-spektrometri massa (Gas Chromatography Mass Spectrometry/ GC-MS) (Sanagi, et al. 2008; Choi, et al. 2005; Saim, et al. 2012; Ahmad and Bajahlan 2006). Senyawa stiren yang bermigrasi tersebut berpotensi membahayakan kesehatan manusia antara lain merupakan senyawa karsinogen kelompok 2B (IARC 1994). Monomer stiren juga berpotensi melemahkan aktivitas estrogen, yang dapat mengganggu jalur diferensiasi seks gonad pada hewan spesies Rana rugosa (Ohtani, et al. 2001) dan meningkatkan nekrosis sel mononuklear tali pusar manusia (Diodovich, et al. 2009). Paparan stiren pada dosis tinggi juga dapat menyebabkan efek genotoksik. Efek terhadap Deoxyribonucleic Acid (DNA) tersebut tergantung pada tingkat paparan dari sel target, aktivasi metabolisme oksida dari stiren dan efisiensi detoksifikasinya (Speit and Henderson 2005). Dalam penelitian pemberian stiren trimer pada tikus yang sedang hamil dapat menyebabkan aktivitas estrogenik, sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan organ genital pada keturunan tikus jantan (Ohyama, et al. 2007), penelitian lain juga menyebutkan bahwa stiren trimer dapat meningkatkan hormon tiroid (Yanagiba, et al. 2008). Berdasarkan fakta tersebut, maka pengawasan terhadap kemasan pangan sangat diperlukan, karena terkait langsung dengan keamanan pangan yang beredar. Pengawasan tersebut dilakukan melalui sampling dan pengujian laboratorium. Badan Pengawas Obat dan Makanan telah menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Di dalam peraturan tersebut antara lain mengatur bahan yang dilarang dan diizinkan digunakan sebagai kemasan pangan berikut persyaratan migrasi dan prosedur pengujiannya serta simulan pangan yang digunakan. Pengujian dengan menggunakan simulan pangan tersebut merupakan metode pendekatan dengan pangan (Grob 2008). Dalam rangka mendukung pengawasan kemasan pangan tersebut diperlukan peningkatan kemampuan pengujian kemasan pangan di laboratorium, salah satunya dengan menetapkan metode analisis untuk pengujian kemasan pangan sesuai dengan persyaratan dalam peraturan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan validasi metode analisis
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122
114
pengujian kandungan spesifik residu total monomer stiren pada kemasan polistiren dengan heptana sebagai simulan pangan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan dengan menggunakan instrumen kromatografi gas dengan pendeteksi ionisasi nyala (gas chromatography-Flame Ionization Detector/ GCFID). BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan adalah sampel kemasan kosong polistiren busa berbentuk gelas (cup) dengan kapasitas ± 300 mL yang digunakan untuk mengemas mi instan; baku pembanding stiren (PT. Asahimas Chemicals, Cilegon-Indonesia); 1,2,4,5-tetrametilbenzena sebagai baku pembanding internal (Merck, Jerman); heptana proanalisis (Merck, Jerman) sebagai simulan pangan. Metode Metode penelitian yang digunakan terbagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap orientasi prosedur uji dan (3) tahap validasi metode.
hingga tanda batas 10 mL dalam labu takar 10 mL dan dianalisis ke GC-FID sebanyak tiga kali (triplo). Kurva linieritas instrumen dengan memplotkan rasio area (stiren dan baku internalnya) sebagai sumbu y terhadap konsentrasi stiren sebagai sumbu x, sehingga diperoleh persamaan linier y = ax + b. Presisi dilakukan dengan memilih satu konsentrasi baku kerja pada penentuan liniearitas, dipilih konsentrasi 5,02 µg/mL, kemudian diinjeksikan ke GC-FID sebanyak 7 (tujuh) kali pengulangan. Kondisi dan parameter GC-FID yang digunakan mengacu pada EU project PIRA (2003) untuk kondisi suhu oven dan jenis kolom, dimodifikasi dengan penelitian Paraskevopoulou (2011) untuk suhu detektor dan injektor seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi GC-FID yang digunakan untuk pengujian monomer stiren dalam kemasan polistiren
Kolom
:
Rtx-5 fused-silica coloumn, 30 m x 0,25 mm ID, ketebalan film 0,25 µm R (Varian)
Split ratio
:
1:10 (setelah 5 menit)
Suhu oven :
Tahap persiapan Tahap persiapan meliputi penyiapan bahan dan pengecekan unjuk kerja instrumen GC-FID. Penyiapan bahan dilakukan dengan membuat larutan baku stiren induk 1004 µg/mL dan larutan baku internal induk 1024 µg/mL. Sedangkan pengecekan unjuk kerja instrumen GC-FID digunakan sebagai orientasi awal untuk mendeteksi stiren dengan kondisi dan parameter tertentu yaitu menentukan kurva linieritas dan presisi dengan persyaratan linieritas r > 0,995 2 atau R > 0,990 (AOAC 2012) dan persyaratan presisi adalah RSD < 2,0% (JECFA 2006). Kurva linieritas instrumen dibuat dari larutan baku kerja dengan 5 (lima) konsentrasi yang berbeda berturut-turut 1,00 µg/mL; 2,01 µg/mL; 5,02 µg/mL; 10,04 µg/mL dan 20,08 µg/mL. Pemilihan konsentrasi terendah tersebut dilakukan dengan uji coba hingga diperoleh konsentrasi dengan luas area yang terdeteksi cukup baik dan dapat terukur oleh GC-FID (Shimadzu, Jepang). Masing-masing larutan dengan serial konsentrasi tersebut dibuat dengan memipet 10 µL, 20 µL, 50 µL, 100 µL dan 200 µL dari larutan baku stiren induk konsentrasi 1004 µg/mL, ditambah larutan baku internal 50 µL dari larutan baku internal induk 1024 µg/mL, kemudian ditambah heptana
Gas pembawa
:
Aliran gas
40°C selama 2 menit pertama kemudian meningkat 10°C/menit hingga 80°C, 20°C/menit hingga suhu akhir 180°C dan pertahankan selama 1 menit Helium, 14 mL/menit
Aliran udara
:
400 mL/menit
Aliran hydrogen
:
40 mL/menit
Volume Injeksi
:
1 µL
Suhu FID
:
250°C.
Suhu injector
:
230ºC
Dalam pengecekan unjuk kerja instrumen GC-FID juga ditentukan Limit Of Detection (LOD) dan Limit of Quantification (LOQ) yang diperoleh dari penentuan kurva linieritas instrumen tetapi yang diukur adalah rasio signal to noise (S/N) dari respon GC-FID untuk masing-masing konsentrasi larutan baku kerja
Validasi Metode Analisis……………………………………………Dina Mariana dkk
115
stiren yang berbeda. Selanjutnya besarnya rasio S/N (sebagai sumbu y) tersebut diplotkan terhadap konsentrasi stiren (sebagai sumbu x) dan dibuat persamaan kurva linier: y = ax + b. Berdasarkan kurva tersebut, kemudian dihitung nilai LOD yaitu nilai x pada S/N= 3,00, sedangkan nilai LOQ yaitu nilai x pada S/N=10,00. Tahap Orientasi Prosedur Uji Persiapan sampel kemasan polistiren dan uji kandungan spesifik residu total monomer stiren Sampel kemasan kosong polistiren busa bentuk gelas pada bagian yang tidak mengandung tinta pewarna dipotong kecil 2 dengan ukuran ± 0,50 × 0,50 cm , kemudian ditimbang sebanyak ± 0,50 gram dalam gelas beaker 250 mL. Larutan simulan pangan dibuat dengan mencampurkan baku internal 250 µL dari baku internal induk 1024 µg/mL dan pelarut heptana sebagai simulan pangan hingga tanda batas 50 mL dalam labu ukur. Larutan simulan pangan tersebut kemudian dituangkan ke dalam gelas beaker 250 mL dan dimasukkan ke dalam o waterbath pada 49 C. Setelah sekitar 10 menit o larutan simulan sudah mencapai suhu 49 C (diukur dengan termometer untuk memastikan), kemudian dituangkan ke dalam gelas beaker yang berisi sampel polistiren, tutup dengan gelas arloji dengan diameter hampir sama dengan diameter gelas beaker, sehingga sampel dalam keadaan terendam sempurna dalam larutan simulan pangan. Gelas beaker tersebut kemudian ditutup dengan menggunakan cawan petri yang berdiameter lebih besar daripada diameter gelas beaker dan segera dimasukkan ke dalam waterbath pada 49 oC suhu selama 15 menit. Kemudian sampel dipisahkan dari larutan simulan pangan. Larutan simulan pangan ini kemudian disebut larutan uji. Persiapan larutan uji tersebut dilakukan ulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Analisis konsentrasi stiren dalam sampel dari larutan uji Larutan uji dianalisis dengan GC-FID sebanyak 2 (dua) kali analisis. Rasio luas area stiren dan luas area baku internal dari larutan uji digunakan untuk menghitung konsentrasi stiren dalam larutan sampel dengan menggunakan persamaan kurva linieritas dari hasil unjuk kerja instrumen. Tahap Validasi Metode Uji Selektivitas (Selectivity) Selektivitas dilakukan dengan membuat larutan sampel kemasan polistiren dalam pelarut
heptana, larutan sampel kemasan polistiren dengan penambahan baku internal dalam pelarut heptana dan larutan sampel kemasan polistiren dengan penambahan baku stiren dan baku internal dalam pelarut heptana. Kemudian ke 3 (tiga) larutan tersebut dianalisis dengan GC-FID dan hasil kromatogramnya dibandingkan. Selektivitas metode analisis dinyatakan baik jika puncak senyawa stiren maupun baku internal terpisah dengan baik dan kedua puncak tersebut tidak diganggu oleh puncak senyawa cemaran dalam sampel yang terdeteksi dalam kromatogram. Linieritas (Linearity) Kurva linieritas metode diperoleh dari analisis larutan baku kerja stiren dengan perlakuan sama seperti larutan uji yaitu o perendaman di dalam waterbath pada 49 C selama 15 menit. Larutan baku kerja stiren dibuat dengan 6 konsentrasi baku kerja stiren yang berbeda yaitu 5 konsentrasi sesuai dengan konsentrasi untuk kurva linieritas unjuk kerja instrumen (1,00 µg/mL; 2,01 µg/mL; 5,02 µg/mL; 10,04 µg/mL dan 20,08 µg/mL) dan 1 konsentrasi di bawah hasil pengukuran sampel pada tahap orientasi prosedur uji yait 0,50 µg/mL. Masing-masing larutan tersebut mengandung baku internal dengan konsentrasi tetap yaitu sekitar 5 µg/mL. Kurva linieritas metode dibuat dengan memplotkan rasio area (stiren dan baku internalnya) sebagai sumbu y terhadap konsentrasi stiren sebagai sumbu x, sehingga diperoleh persamaan linier y = ax + b. Linieritas metode analisis mempunyai 2 persyaratan R > 0,990 atau r > 0,995 (AOAC 2012). Presisi (Precision) Penentuan presisi metode dilakukan dengan melakukan analisis kadar stiren pada larutan uji dari 0,5 gram sampel kemasan polistiren. Larutan uji dibuat sebanyak 7(tujuh) ulangan dan dianalisis dengan GC-FID masingmasing sejumlah 2 (dua) kali. Masing- masing larutan tersebut mengandung baku internal dengan konsentrasi tetap yaitu sekitar 5 µg/mL. Konsentrasi stiren dalam sampel ditentukan dari kurva linieritas metode kemudian ditentukan nilai rata-rata konsentrasinya dan nilai RSD-nya. Persyaratan presisi metode adalah mempunyai nilai RSD sampel kurang dari atau sama dengan 2/3 RSD Horwitz dengan rumus RSD Horwitz sebagai berikut : SD (%) = 2 (1-0,5 log C) dimana C adalah fraksi konsentrasi dari analit yang terukur dalam sampel
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122
116
Akurasi (Accuracy) Penentuan akurasi metode ditentukan dari metoda penentuan presisi, namun selain larutan baku internal juga ditambahkan larutan baku stiren 250 µL dari baku stiren induk kemudian ditambahkan heptana hingga 50 mL. Konsentrasi baku stiren yang ditambahkan tersebut adalah 502 µg/g sampel. Pembuatan larutan tersebut dilakukan 7 (tujuh) ulangan, dan analisis dengan GC-FID sebanyak 2 (dua) kali. Konsentrasi stiren dihitung dengan menggunakan metode kurva linieritas. Perbandingan nilai konsentrasi stiren yang terukur (setelah dikurangi dengan konsentrasi stiren dalam sampel) dengan konsentrasi baku stiren yang ditambahkan merupakan recovery. Persyaratan recovery berdasarkan AOAC (2012) pada konsentrasi 100 µg/g adalah 85 – 110 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Unjuk Kerja Instrumen GC-FID Unjuk kerja instrumen GC-FID yang dievaluasi terdiri dari penentuan linieritas, presisi dan LOD/LOQ. Sebelum melakukan linieritas, maka terlebih dahulu mengetahui profil kromatogram dari pelarut heptana, baku stiren dari beberapa konsentrasi dan baku internal. Profil kromatogram baku stiren pada berbagai konsentrasi dan baku internal tersebut untuk mengetahui dan memastikan waktu retensi dari puncak yang dihasilkan. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan, waktu retensi (Rt) dari baku Stiren sekitar menit ke 7 dan waktu retensi (Rt) dari Baku Internal 1,2,4,5tetrametilbenzena menit ke 10. Kurva linieritas hasil unjuk kerja instrumen mempunyai persamaan y = 0,206x – 0,001 2 dengan nilai R = 0,999. Kurva linieritas ini memenuhi syarat kriteria linieritas instrumen (AOAC 2012). Profil kromatogram dari linieritas unjuk kerja instrumen seperti pada Gambar 1. Dari kromatogram Gambar 2 terlihat beberapa puncak lain selain stiren dan baku internal. Puncak tersebut berasal dari pelarut heptana, karena pelarut heptana yang digunakan pada penelitian ini mempunyai grade pro analisis bukan grade kromatografi, sehingga kemungkinan terdapat puncak pengotor yang dapat terdeteksi oleh GC-FID. Hasil analisis unjuk kerja instrumen secara lengkap ditampilkan pada Tabel. 2 Orientasi Prosedur Uji Orientasi prosedur uji mengacu pada Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang
Pengawasan Kemasan Pangan dengan prosedur pengujian yang dipilih pada penelitian ini adalah kondisi pengisian panas atau pasteurisasi diatas 66°C, dengan simulan pangan heptana. Hasil analisis kadar stiren dalam kemasan pangan polistiren pada orientasi prosedur uji sebanyak 3 ulangan, diperoleh konsentrasi stiren dalam sampel masing-masing adalah 92,61 µg/g; 91,10 µg/g dan 101,4 µg/g dengan rata-rata konsentrasi 94,63 ± 4,73 µg/g sampel. Tabel 2 Hasil analisis unjuk kerja instrumen Unjuk Kerja Instrumen GC-FID Linieritas (y = ax +b ) Presisi (RSD %)
LOD LOQ
dan
Hasil
Persyaratan
y = 0,206x – 0,001; 2 R = 0,999
R > 0,990 (AOAC 2012) RSD (%) < 2,0 % (JECFA 2006)
Stiren : RSD waktu retensi = 0,01 %, RSD luas area = 0,61 % Baku internal : RSD waktu retensi = 0,01 %, RSD luas area = 0,45 % LOD = 0,40 µg/mL LOQ = 1,34 µg/mL
2
-
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan, batas migrasi spesifik stirena tidak ditetapkan. Dalam peraturan tersebut persyaratan yang ditetapkan adalah kandungan spesifik residu total monomer stiren adalah 1,0 % atau 10000 µg/g dan 0,5 % berat atau 5000 µg/g, sehingga untuk menentukan keamanan suatu kemasan pangan polistiren perlu dihitung nilai asupan harian atau paparan monomer stirena, kemudian hasilnya dibandingkan terhadap nilai [Provisional Asupan Harian Maksimum yang Ditoleransi Provitional Maximum Tolerable Daily Intake (PMTDI)] yang ditetapkan oleh Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives tahun 1984, untuk stiren sebesar 0,04 mg/kg berat badan/hari. Perhitungan asumsi paparan sebagai berikut : Paparan = (kadar zat kimia dalam kemasan x konsumsi per hari) per hari Berat badan
Asumsi paparan monomer stiren : Misalkan setiap hari perorang konsumsi 3 cup mi instan, berat kemasan polistiren cup mini kemasan tersebut 5 gram, sehari jumlah
Validasi Metode Analisis……………………………………………Dina Mariana dkk
117
kemasan polistiren cup 15 gram (0,015 kg). Rata-rata kandungan spesifik residu total monomer stiren hasil percobaan adalah 94,63 µg/g sampel (94,63 mg/kg sampel) merupakan hasil perendaman dua sisi dari kemasan (two side contact). Untuk menghitung paparan, sesuai dengan kondisi nyata yaitu kemasan kontak satu sisi dengan pangan (one side contact), sehingga kadar monomer stiren diperkirakan menjadi setengah dari 94,63 mg/kg sampel yaitu 47,31 mg/kg sampel. Dengan berat badan konsumen rata-rata 55,5 kg (Badan POM 2011). Paparan per hari Paparan per hari
=
47,31 mg/kg kemasan pangan x 0,015 kg/hari 55,5 kg berat badan
=
0,013 mg/kg berat badan/hari
Paparan per hari monomer stiren dibandingkan dengan PMTDI : 0,013 0,04
=
0,32 kali nilai PMTDI
Validasi Metode Analisis Selektivitas Selektivitas suatu metode analisis adalah kemampuan metode analisis dapat mengukur konsentrasi analit dengan adanya komponenkomponen lain dalam sampel. Selektivitas dalam penelitian ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan gambar tersebut, puncak stiren dan baku internal dalam kromatogram sampel baik yang ditambahkan baku stiren maupun baku internal menunjukkan puncak yang terpisah dari puncak lainnya dalam sampel sehingga stiren dapat diukur dengan menggunakan metode analisis ini. Linieritas Hasil pengukuran baku kerja stiren pada linieritas metode seperti pada Tabel 3 dan kurva liniertias metode dengan persamaan y = 0,186x, 2 2 dengan R = 0,999 (persyaratan R > 0,990), memenuhi persyaratan. Presisi Hasil uji presisi pada validasi metode analisis seperti pada Tabel 4. Dari tabel 4 diperoleh nilai RSD (Relative Standard Deviation) dari konsentrasi stiren dalam sampel dengan 7 (tujuh) kali pengulangan yaitu 0,93 %. Perhitungan RSD Horwitz, memberikan nilai 8,17 %. Persyaratan presisi validasi metode analisis adalah RSD hasil pengukuran analit < 2/3 RSD Horwitz,dalam hal ini nilai 2/3 RSD Horwitz adalah 5,44 %. Berdasarkan persyaratan tersebut RSD hasil pengukuran
stiren dalam sampel 0,93 % nilainya masih kurang dari 2/3 RSD Horwitz (5,44 %), sehingga memenuhi syarat presisi validasi metode analisis. Tabel 3 Konsentrasi baku kerja dan rasio area (stiren dan baku internal) pada uji linieritas metode analisis stiren dengan instrumen GC-FID untuk sampel kemasan polistiren Baku kerja
Konsentrasi baku kerja (µg/mL ) (Sumbu x)
Baku kerja 1
0,50
Rasio area stiren dan area baku internal (Sumbu y) 0,12
Baku kerja 2
1,00
0,20
Baku kerja 3
2,01
0,41
Baku kerja 4
5,02
0,87
Baku kerja 5
10,04
1,82
Baku kerja 6
20,08
3,78
Tabel 4 Nilai presisi (RSD) hasil uji validasi metode analisis stiren dengan instrumen GC-FID untuk sampel kemasan polistiren. Pengulangan
Sampel 1
Konsentrasi stiren dalam sampel (µg/g) 86,92
Sampel 2
85,63
Sampel 3
87,15
Sampel 4
88,53
Sampel 5
86,79
sampel 6
88,36
Sampel 7
87,47
rata-rata
87,26
SD
0,81
RSD (%), sebagai presisi
0,93
Akurasi Akurasi menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya yang biasanya dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery). Nilai perolehan kembali (recovery) yang diperoleh rata- rata sebesar 98,04 ± 2,62 %, dengan rentang 93,37- 101,61 % dengan konsentrasi spike baku stiren sebesar 502 µg/mL. Setiap ulangan dihitung % recovery-nya seperti pada Tabel 5. Persyaratan persen perolehan kembali (recovery) pada validasi metode untuk kandungan analit dalam sampel 100 µg/g adalah 85-110 % (AOAC 2012), sehingga hasil validasi memenuhi persyaratan.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122
118
A Baku internal Stiren µg/mL
1,00
B Baku internal Stiren µg/mL
2,01
Respon detektor
C Stiren µg/mL
Stiren µg/mL
Baku internal
5,02
D
10,04 Baku internal
Stiren µg/mL
20,08
E Baku internal
Waktu
retensi
Gambar 1 Kromatogram larutan baku stiren dalam pelarut heptana pada uji linieritas unjuk kerja instrumen yang dianalisis dengan instrumen GC-FID pada konsentrasi : (A) 1,00 µg/mL, (B) 2,01 µg/mL, (C) 5,02 µg/mL, (D) 10,04 µg/mL dan (E) 20,08 µg/mL
Validasi Metode Analisis……………………………………………Dina Mariana dkk
119
A
Stiren
Respon detektor
B Baku internal
Stiren
C Baku internal Stiren
Waktu rentensi (Menit)
Gambar 2 Kromatogram yang diperoleh dari pengujian selektivitas metode analisis stiren dalam sampel kemasan polistiren dengan instrumen GC-FID : (A) kromatogram sampel kemasan polistiren dalam pelarut heptana, (B) kromatogram sampel kemasan polistiren dengan penambahan baku internal dalam pelarut heptana, (C) kromatogram sampel kemasan polistiren dengan penambahan baku stiren dan baku internal dalam pelarut heptana
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122
120
Tabel 5 Nilai persentase perolehan kembali (% recovery) pada uji akurasi metode analisis stiren dengan instrumen GC-FID menggunakan sampel kemasan Sampel
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5 Sampel 6 Sampel 7
Rasio area stiren dan baku internal
Konsentr asi stiren dalam sampel (µg/g)
% Perolehan kembali (% recovery)
1.03
555.98
93,37
1.04
557.46
93,66
1.07
576.23
97,40
1.07
574.36
97,03
1.07
577.73
97,70
1.07
575.16
97,19
1.10
590.99
100,34
1.11
594.90
101,12
1.06
571.94
96,55
1.06
571.32
96,43
1.09
587.01
99,55
1.09
588.30
99,81
1.11
597.36
1.10
593.54
101,61 100,85
Rata-rata
98,04
SD Range
2,62 93,37- 101,61 %
KESIMPULAN Tahap validasi metode analisis adalah tahap yang paling menentukan dalam penelitian ini. Tahap tersebut dilakukan dengan selektivitas metode analisis, uji linieritas, presisi dan akurasi. Hasil validasi metode analisis tersebut adalah selektivitas stiren yang baik untuk diukur secara 2 kuantitatif, linieritas dengan nilai R = 0,999 2 (persyaratan R > 0,990), presisi dengan nilai RSD = 0,93 % (persyaratan RSD < nilai 2/3 RSD Horwitz yaitu 5,44 %) dan akurasi persen perolehan kembali (% recovery) = 98,04 ± 2,62 %, dengan konsentrasi stiren yang dispike 502 µg/g sampel (persyaratan AOAC pada konsentrasi 100 µg/g = 85-110 %). Berdasarkan hasil tesebut, maka metode analisis stiren dalam kemasan polistiren dengan instrumen GC-FID dinyatakan valid.
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Pengujian Obat dan Makanan (PPOMN), Badan Pengawas Obat dan Makanan RI atas ijin dan penggunaan fasilitas penelitian di Laboratorium Pangan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Loise Sirait, Riswahyuli dan Leliwaty yang membantu mengoperasikan instrumen GC-FID. DAFTAR PUSTAKA AOAC (Association of Official Analytical Chemists). 2012. Official Methods Of Analysis, Appendix K : Guidelines For Single Laboratory Validation Of Chemical Methods For Dietary Supplements And Botanical. Ahmad, M and A.S Bajahlan. 2006. Leaching Of Styrene And Other Aromatic Compounds In Drinking Water From PS Bottles. Journal of Environmental Sciences 19: 421–426. Amirshaghaghi, Z., Z.E Djomeh, and Oromiehie. 2011. Studies Of Migration Of Styrene Monomer From Polystyrene Packaging Into The Food Simulant. Iranian Journal of Chemical Engineering 8 (4): BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2011. Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Jakarta. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). 2011. Laporan Kajian Risiko Zat Kontak Pangan Berisiko Tinggi. Jakarta Choi, J.O., F. Jitsunari , F. Asakawa, and D.S Lee. 2005. Migration Of Styrene Monomer, Dimers And Trimers From Polystyrene To Food Simulants. Food Additives and Contaminants 22 (7) : 693-699. Department of Health and Human Services. 2011. National Toxicology Program. Report on Carcinogen. Twelfth Edition http://ntp.niehs.nih.gov/ntp/roc/twelfth/pro files/styrene.pdf [6 Mei 2013]. Diodovich, C., M.G. Bianchi, G. Bowe, F. Acquati, R. Taramelli, D. Parent-Massin, and L. Gribaldo . 2009. Response Of HumanCord Blood Cells To Styrene Exposure: Evaluation Of Its Effects On Apoptosis And Gene Expression By Genomic
UCAPAN TERIMA KASIH Validasi Metode Analisis……………………………………………Dina Mariana dkk
121
Technology. Toxicology 200 (2–3): 145– 157. DOI: 10.1016/j.tox.2009.08.001. Duffy, E., A.P. Hearty, M.B Gilsenan, M.J Gibney. 2006. Estimation Of Exposure To Food Packaging Materials. 1: Development Of A Food Packaging Database. Food Additives And Contaminants 23:23-633. DOI : 10.1080/02652030600977833 EU project. 2003. EU Project-Spesific Migration Styrene In Polystyrene. Method Prepared by PIRA 22 (1) : 3- 6. Grob, K., Stocker J, and Colwell R. 2009. Asssurance Of Compliance Within The Production Chain Of Food Contact Materials By Good Manufacturing Practice And Documentation Part 1: Legal Background In Europe And Compliance Challenges. Food Control 20 (5) : 476482. DOI: 10.1016/j.foodcont.2008.07.021. Grob, K. 2008. The Future Of Simulants In Compliance Testing Regarding The Migration From Food Contact Materials Into Food. Food Control 19 (3) : 263-268. DOI: 10.1016/j.foodcont.2007.04.001. IARC (International Agency for Research on Cancer). 1994. IARC Monographs On The Evaluation Of The Carcinogenic Risk Of Chemicals To Humans. Lyon, France: International Agency for Research on Cancer, 233-320. JECFA (Joint Expert Committee on Food Additives). 1984. Summary of Evaluations Performed by the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. http://www.inchem.org/documents/jecfa/jec eval/jec_2204.htm. (12 November 2001) JECFA (Joint Expert Committee on Food Additives). 2006. Combined Compendium of Food Additive Specifications Volume 4. Analytical Methods, Test Procedures And Laboratory Solutions Used By And Referenced In The Food Additive Specifications. Rome : Food and Agriculture Organization of The United Nations. Marsh, K. and B. Bugusu. 2007. Food PackagingRoles, Materials, And Environmental issues. J. Food Sci. 72 (3) : 39-55. DOI: 10.1111/j.1750-3841.2007.00301.x Miltz, J., and Rosen-Doody V. 2007. Migration Of Styrene Monomer From Polystyrene Packaging Materials Into Food Simulants. Journal of Food Processing and
Preservation 8 (3-4):151–161. DOI:10.1111/j.1745-4549.1985.tb00694.x. Ohtani, H., Y. Ichikawa , E. Iwamoto, and Miura I. 2011. Effects Of Styrene Monomer And Trimer On Gonadal Sex Differentiation Of Genetic Males Of The Frog Rana Rugosa. Environmental Research A (87) : 175-180. Ohyama, K., K. Satoh , Y. Sakamoto , A. Ogata, and Nagai F. 2007. Effects of Prenatal Exposure To Styrene Trimers On Genital Organs And Hormones In Male Rats. Experimental Biology and Medicine 232 (2) : 301-308. Paraskevopoulou, D. 2011. Migration of Styrene From Plastic Packaging Based On Polystyrene Into Food Simulants. Polimer International 61 (1):141-148. DOI: 10.1002/pi.3161. Saim, N., Osman R, Abi Sabian HAW, Zubir MRM, and Ibrahim N. 2012. A Study On The Migration Of Styrene From Polystyrene Cups To Drinks Using Online Solid-Phase Extraction Liquid Chromatography (SPELC). The Malaysian Journal of Analytical Sciences (16)1 : 49 – 55. Sanagi, M.M., S.L Ling, Z. Nasir, W.A.W Ibrahim, and A.A Naim. 2008. Determination Of Residual Volatile Organic Compounds Migrated From Polystyrene Food Packaging Into Food Simulant By Headspace Solid Phase MicroextractionGas Chromatography. The Malaysian Journal of Analytical Sciences, 12 (3): 542 – 551. Speit, G. and Henderson L. 2005. Review Of The In Vivo Genotoxicity Tests Performed With Styrene. Mutation Research/Reviews in Mutation Research 589 (1) : 67–79. DOI: 10.1016/j.mrrev.2004.10.001. Yanagiba, Y., Y. Ito, O. Yamanoshita, S. Zhang, Watanabe G, Taya K, Mei Li C, Inotsume Y, Kamijima M, J. Gonzalez F et al. 2008. Styrene Trimer May Increase Thyroid Hormone Levels Via Down-Regulation Of The Aryl Hydrocarbon Receptor (AhR) Target Gene UDPGlucuronosyltransferase. Environ Health Perspect 116(6): 740–745. DOI: 10.1289/ehp.10724
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 113-122
122
PENGARUH DIAMETER PARTIKEL TERHADAP KONSENTRASI L-DOPA, kC DAN De PADA EKSTRAKSI L-DOPA DARI BIJI KARA BENGUK (Mucuna pruriens DC.) (EFFECT OF PARTICLE’S DIAMETER TO L-DOPA CONCENTRATION, kC, AND De IN THE EXTRACTION L-DOPA FROM Mucuna pruriens’s SEED)
Eni Budiyati1, Panut Mulyono2, dan Suryo Purwono2 1)Teknik Kimia UMS, Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta, Indonesia 2)Teknik Kimia UGM, Jl. Grafika Yogyakarta, Indonesia E-mail:
[email protected] Received: 12 April 2013; revised: 19 September 2013; accepted: 20 September 2013
ABSTRAK Mucuna pruriens (biji kara benguk) merupakan tanaman penghasil bahan obat-obatan karena mengandung senyawa L-Dopa. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk pengobatan penyakit gangguan syaraf, anti bisa ular, meningkatkan bobot dan kekuatan otot, vitalitas seksual pria, zat anti-aging dan obat cacing pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi L-Dopa dari biji kara benguk dengan menggunakan pelarut air. Di samping itu, penelitian ini juga mengevaluasi pengaruh dari diameter partikel terhadap konsentrasi L-dopa hasil ekstraksi, koefisien transfer massa (kC), dan difusivitas efektif (De). Tahapan yang digunakan pada penelitian ini adalah, persiapan bahan baku, proses ekstraksi, dan analisis L-Dopa. Proses ekstraksi dilakukan dalam tangki yang dilengkapi dengan thermometer. Analisis L-Dopa dilakukan dengan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil diameter partikel maka konsentrasi L-Dopa terekstrak semakin besar. Konsentrasi tertinggi diperoleh pada diameter partikel 0,5 mm yaitu 1739,56 ppm. Nilai difusivitas efektif (De) untuk variabel diameter partikel (0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm) hampir sama –5 –5 2 yaitu 2,99.10 sampai 3,07.10 cm /menit. Sedangkan nilai koefisien transfer massa (kC) berbanding terbalik -2 -2 2 dengan diameter partikel. Nilai k C berkisar antara 2,83.10 sampai 3,98.10 g/cm .menit. Kata kunci : Biji Kara Benguk, Difusivitas, Ekstraksi, Koefisien Transfer Massa, L-Dopa.
ABSTRACT Mucuna pruriens is a producer of pharmaceuticals ingredients, because it contains L-Dopa compound. That compound can be used for the treatment of neurological disorders, anti-snake venom, increase weight and muscle strength, male sexual vitality, as well as an anti-aging and de-worming in humans. This research objective was to extract L-Dopa from the Mucuna pruriens’s seeds by use water as solvent. In addition, this study also evaluated the effect of particle diameter on the concentration of extracted L-dopa, mass transfer coefficient (kC), and effective diffusivity (De). The stages used in this study are raw material preparation, extraction and analysis of L-Dopa. Extraction process was carried out in a stirred tank equipped by termometer. The analysis of L-Dopa was done by measuring the absorbance use High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The results showed that the smaller the particle diameter increasing the concentration of extracted L-Dopa. The highest concentration obtained in particle diameter of 0.5 mm is equal to 1739.56 ppm. Value of effective diffusivity (De) for various particle diameters (0.5, 0.675; 2.18, and 2.5 mm) is almost similar, De values aruond -5 -5 2 2.99 x10 to 3.07x10 cm / minutes. While the value of mass transfer coefficient (kC) is inversely proportional to -2 -2 2 the particle diameter. Range of kC values between 2.83 x10 to 3.98 x10 g/cm .minutes. Key words : Mucuna pruriens’s seed, diffusivity, Extraction, Mass transfer coefficient, L-Dopa.
PENDAHULUAN Mucuna pruriens mempunyai kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan kacangkacangan yang lain. Berdasarkan hasil analisis nutrisi pada beberapa varietas Mucuna yang tersebar di seluruh Indonesia, Mucuna pruriens
memiliki kandungan protein sekitar 20,99% hingga 36,98%. Di samping itu, biji Mucuna pruriens juga mengandung senyawa L-Dopa yang bisa dimanfaatkan sebagai obat herbal, untuk pengobatan penyakit gangguan syaraf
Pengaruh Diameter Partikel………………………………………Eni Budiyati dkk
123
(parkinson), anti bisa ular, meningkatkan bobot dan kekuatan otot, vitalitas seksual pria, serta sebagai zat anti-aging dan obat cacing pada manusia (Eilittä, dkk. 2000). Pengambilan L-Dopa dari biji kara benguk (Mucuna pruriens) bisa dilakukan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemindahan suatu komponen di padatan atau cairan ke dalam cairan yang lain atau zat pelarut. Ekstraksi padat-cair sering disebut dengan leaching. Kecepatan leaching menunjukkan kecepatan perpindahan zat terlarut dari satu fase ke fase yang lain. Beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain ukuran partikel; jenis pelarut; suhu; dan pengadukan. Menurut Pinelo, et. al. (2005), beberapa variabel yang mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap efisiensi kecepatan transfer massa antara lain ukuran partikel, flow rate solvent dan sample quantity. Hasil proses ekstraksi merupakan suatu fungsi seberapa cepat komponen dapat terlarut dan kesetimbangan di dalam fase cair tercapai. Ada empat tahap transfer massa yang terjadi di dalam proses perpindahan zat terlarut dari padatan ke badan utama cairan. Tahapan tersebut adalah (1) perpindahan massa dari mesopores ke macropores, (2) perpindahan massa dari macropores ke permukaan padatan, (3) perpindahan massa dari permukaan padatan ke lapisan film cairan, dan (4) perpindahan massa dari lapisan film cairan ke badan utama cairan. Namun, berdasarkan besarnya tahanan transfer massa maka dua tahapan bisa diabaikan. Dalam hal ini difusi zat terlarut dari padatan ke dalam pelarut memegang peranan penting (Gertennbach 2001). Beberapa sistem dipakai untuk menjalankan berbagai macam proses ekstraksi. Pada umumnya leaching akan terjadi dalam keadaan tidak ajeg (unsteady state) dan keadaan ajeg (steady state). Proses leaching yang ajeg (steady state) biasanya akan didapati pada sistem kontinu. Proses leaching dapat ditingkatkan dengan menggunakan aliran berlawanan arah antara pelarut dan padatan, sehingga menaikkan intensitas dan kesempatan kontak antar kedua fase tersebut. Sistem yang relatif sederhana adalah proses leaching batch, yang termasuk kategori sistem tidak mantap. Bentuk proses ekstraksi yang paling sederhana adalah ekstraksi di dalam sebuah tangki berpengaduk (Yogiswara 2008). Berdasarkan penelusuran dan studi pustaka yang telah dilakukan, sudah cukup banyak penelitian yang membahas pengambilan L-Dopa dari biji kara benguk dari tinjauan ilmu pertanian, farmasi dan ilmu pangan. Di mana penelitian-penelitian tersebut biasanya lebih menitik-beratkan pada pembahasan mengenai
kandungan nutrisi, pemanfaatannya dalam pengobatan maupun banyaknya L-Dopa yang terambil dalam proses ekstraksi (belum dilakukan pembahasan dari sisi engineering). Myhrman et. al. (2000) melakukan ekstraksi (diulang sebanyak empat kali) L-Dopa dari biji kara benguk dengan pelarut air. Szabo et. al. (2001) mengekstraksi L-Dopa dari biji kara benguk dengan 0,1 N HCl dan etanol. Laurent et. al. (2000) menggunakan air sebagai pelarut di dalam sonication bath untuk mengekstraksi LDopa. Siddhuraju and Becker (2001) mengekstraksi L-Dopa dengan pelarut 0,1 N HCl di dalam sonication bath. Sedangkan penelitian tentang L-Dopa dari sisi engineering dilakukan oleh Yogiswara (2008) dengan pembahasan mengenai persamaan prediksi konsentrasi LDopa, koefisien transfer massa volumetrik berdasarkan korelasi bilangan tak berdimensi dan prosentase berat (pelarut yang digunakan adalah air). Mucuna pruriens merupakan tanaman yang tersebar luas dan dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Tanaman ini mempunyai daun yang lebar dan merambat, panjang batang hampir mencapai ukuran lengan orang dewasa. Bentuk biji Mucuna pruriens seperti biji kacangkacangan yang lain, tetapi berukuran lebih besar. Selain itu bijinya mempunyai warna yang cukup banyak, yaitu: hitam, merah, merah muda, cokelat, putih dan lain-lain (Ezeagu, et. al. 2003). Tanaman kara benguk ditunjukkan pada Gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Tanaman Kara Benguk
L-Dopa dapat digunakan untuk pengobatan parkinson. Senyawa yang mempunyai rumus kimia C9H11NO4 merupakan senyawa amino non protein yang mempunyai berat molekul 197,19 g/mol, titik leleh 270 o sampai 284 C (Owen 2006). Pada keadaan atmosferis, L-Dopa berupa padatan berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa. L-Dopa
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 123-129
124
merupakan senyawa yang mudah larut dalam suasana asam kuat seperti asam hidroklorida 3 N dan asam format, larut dalam air dan tidak larut dalam etanol, benzen, kloroform dan etil asetat . Sedangkan kelarutan L-Dopa dalam air adalah 66 mg/ 40 mL dengan panjang gelombang (UV) 220,5 nm dan 280 nm. Struktur molekul L-Dopa ditunjukkan pada Gambar 2
O H O H O
NH2
O H
Gambar 2. Struktur molekul L-Dopa
Ukuran partikel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ekstraksi atau leaching, yaitu semakin kecil ukuran partikel, maka kecepatan ekstraksi akan meningkat sehingga yield total produk akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin kecil ukuran partikel (massa sama) maka luas permukaan kontak antara padatan dan pelarut akan bertambah dan jarak lintasan difusi zat terlarut di dalam partikel padat semakin pendek sehingga zat terlarut membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk mencapai permukaan padatan (Landbo dan Meyer 2001). Menurut Texeira (dalam Eilittä dkk. 2000), ukuran partikel (biji kara benguk) mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kecepatan ekstraksi L-Dopa. Dengan ukuran partikel sekitar 1 mm, waktu ekstraksi 2 jam, jumlah L-Dopa yang terekstrak bisa mencapai 80%. Proses ekstraksi levodopa (L-dopa) dari biji kara benguk pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan air sebagai pelarut, dijalankan di dalam reaktor tangki berpengaduk dengan pemanasan. Koefisien transfer massa padat-cair dan difusivitas efektif diperlukan untuk data perancangan alat-alat proses seperti pelarutan, kristalisasi, ekstraksi dan fermentasi (Fogler 2006). Difusi adalah peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Difusi merupakan salah satu peristiwa perpindahan massa yang prosesnya sering juga dilakukan dalam industriindustri. Proses difusi minimal melibatkan dua zat, salah satu zat berkonsentrasi lebih tinggi daripada zat lainnya atau dapat dikatakan dalam kondisi belum setimbang, Keadaan ini dapat
menjadi driving force dari proses difusi. Difusi akan terus terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai keadaan kesetimbangan, dimana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada perbedaan konsentrasi. Perhitungan difusivitas efektif cukup penting karena tidak semua area normal dari padatan memungkinkan molekul untuk mendifusi, dan juga adanya kemungkinan variasi porositas bahan. Koefisien transfer massa dan difusivitas efektif tidak dapat diukur secara langsung, namun dapat dievaluasi menggunakan model matematis yang sesuai untuk mensimulasikan sistem. Data laboratorium yang diambil adalah konsentrasi zat A (L-Dopa terekstrak) sebagai fungsi waktu. Dalam menyusun model matematis ini, diambil beberapa asumsi antara lain: a). Padatan berbentuk bola dengan jari-jari R seperti terlihat pada Gambar 3, b). Proses berlangsung pada suhu tetap, c). Ukuran padatan tidak berubah, dan d). Pengadukan dalam tangki sempurna sehingga konsentrasi zat terlarut dalam larutan seragam.
R
r ∆r Δr
Gambar 3. Elemen Volume pada Biji Kara Benguk
Neraca massa zat terlarut pada padatan di dalam elemen volum (bidang yang diblok): kecepaan massa masuk 4 r 2 NA
r
kecepaan massa keluar
4 r 2 NA
r r
kecepa tan akumulasi C A (1) 4 r 2 r t
Dan apabila Persamaan (4) tersebut dibagi dengan 4π∆r, akan diperoleh : r 2 NA
r
r 2 NA r
r r
r 2
Pengaruh Diameter Partikel………………………………………Eni Budiyati dkk
C A t
(2)
125
Jika diambil limit ∆r →0, maka Persamaan (2) menjadi :
2 r N A r 2 C A r t
(3)
Berdasarkan hukum Fick : NA D e
C A r
(4)
Dan jika persamaan (4) tersebut disubstitusikan ke Persamaan (3), diperoleh
2 C A 2 C A 1 C A r 2 r r D e t
(5)
Dengan kondisi batas sebagai berikut: Initial condition (6)
:
Boundary Condition:
C A r
( R ,t )
CA (r, 0) = CA0
C A r
0
(7)
kC * C Ax C Ax De
(8)
( 0, t )
C *Ax H C A (R, t)
(9)
Dengan C*Ax = konsentrasi zat terlarut yang menempel pada permukaan padatan Sehingga Persamaan (8) menjadi:
( R ,t )
kC H C A (R, t ) C Ax De
(10)
Neraca massa zat terlarut di dalam pelarut dan padatan: massa zat massa zat massa zat terlarut terlarut di terlarut di dalam pelarut fasepadat fase padat saat t mula mula saat t
W CAx W CAx 0 VS CA 0
3 VS 4 R3
R
Penyelesaian Persamaan (5), (6), (7) dan (10) menggunakan metode Finite Difference dengan metode eksplisit (Everstine 2010), sedangkan Persamaan (12) dengan metode Trapezoidal’s Rule (Fogler 2006). Nilai kC dan De dioptimasi menggunakan metode HookeJeeves (Chapra and Canale 2009). Nilai kC dan De dinyatakan optimal apabila memberikan harga Error minimum. Error dihitung dengan Persamaan berikut:
C data - C Ax hasil hitungan Error Ax C Ax data (13)
2
BAHAN DAN METODE
Harga CAx dihitung dengan persamaan:
C A r
Dengan: 3 CA = konsentrasi L-Dopa dalam padatan, g/ cm CAx = konsentrasi L-Dopa dalam pelarut, g L-Dopa /g pelarut CAx0 = konsentrasi L-Dopa dalam pelarut, mula-mula, g L-Dopa /g pelarut R = jari-jari partikel padatan, cm T = waktu, menit 2 De =difusivitas efektif, cm /menit 2 kC = koefisien transfer massa, g/ cm .menit W = massa solvent, g 3 VS = volume padatan, cm
C A 4 r 2 dr (11)
0
Atau dapat disederhanakan sebagai berikut: V 3 R C Ax C Ax 0 S C A 0 3 C A r 2 dr (12) W R 0
Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kara benguk (Mucuna pruriens DC.) dan akuabides. Akuabides bdiperoleh dari CV. Asia Lab Yogyakarta, sedangkan biji kara benguk diperoleh dari daerah Boyolali. Metode Percobaan Penelitian dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu tahap persiapan bahan baku, proses ekstraksi, dan analisis hasil. Persiapan Bahan Baku Persiapan bahan baku dimulai dengan proses pembersihan biji kara benguk untuk menghilangkan kotoran yang terikut. Kemudian digiling dan selanjutnya dimasukkan ke dalam ayakan untuk memisahkan partikel padat (biji kara benguk yang sudah digiling) berdasarkan ukurannya. Sebelum digunakan dam proses ekstraksi partikel padat tersebut dikeringkan sampai diperoleh kadar air 8,8 %. Proses Ekstraksi Proses ekstraksi dilakukan dengan memasukkan 15 gram biji kara benguk dengan
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 123-129
126
diameter tertentu (sebagai variabel digunakan diameter partikel 0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm) dan 500 mL air sebagai solvent ke dalam ekstraktor (beaker glass). Kemudian proses ekstraksi o dijalankan pada suhu tetap (32 C) dengan kecepatan pengadukan 470 rpm selama 1 jam. Pada menit ke-5, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 diambil sampel masing-masing sebanyak 5 mL. Sampel tersebut kemudian disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam botol sampel. Setelah itu sampel dianalisis kadar L-Dopanya. Analisis Produk Konsentrasi L-Dopa dalam sampel yang diambil dari proses ekstraksi dianalisis dengan mengukur absorbansinya menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) TM Shimadzu dengan jenis kolom adsorbosi o C18, suhu operasi 28 C, fase gerak 15% asetonitril dalam aquades, detektor Shimadzu SPD-10AV, kecepatan alir 1 mL/menit, dan volume injeksi 20 μL (Szabo and Tebbett 2000). Variabel Penelitian Dalam penelitian ini digunakan variabel tetap tekanan (1 atm), kecepatan putaran o pengaduk (470 rpm), suhu (32 C), massa biji kara benguk (15 gram), dan volume air sebagai pelarut (500 mL). Data-data tersebut diambil berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Variabel bebas yang diambil dalam penelitian proses ekstraksi L-Dopa dari biji kara benguk ini adalah diameter biji kara benguk yaitu 0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Pengaruh diameter biji kara benguk o (T = 32 C, S/L = 15 g/ 500 mL, N = 470 rpm) No
Waktu (menit)
1 2 3 4 5 6 7 8
0 5 10 20 30 40 50 60
Konsentrasi L-Dopa , ppm 0,50 mm 0 655 1200 1511 1608 1689 1723 1739
0,675 mm 0 605 1051 1363 1481 1558 1672 1702
2,18 mm
2,50 mm
0 501 825 927 1132 1262 1388 1435
0 466 654 832 1026 1214 1251 1384
Dari Tabel 1 dan Gambar 4 terlihat bahwa secara keseluruhan, semakin kecil ukuran biji kara benguk yang digunakan, konsentrasi LDopa dalam air (sebagai pelarut) semakin besar. Hal ini disebabkan karena dengan ukuran biji kara benguk yang semakin kecil, maka luas permukaan kontak antara biji kara benguk dengan pelarut semakin besar sehingga kecepatan transfer massa juga semakin besar. Disamping itu, semakin kecil diameter biji kara benguk yang digunakan, maka jarak atau lintasan difusi dari dalam biji kara benguk ke permukaan biji kara benguk juga semakin pendek sehingga akan memperbesar kecepatan perpindahan massa. Hasil ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Yogiswara (2008) yang memvariasikan diameter biji kara benguk, dimana L-Dopa terekstrak akan meningkat dengan semakin kecil ukuran biji kara benguk yang digunakan.
Konsentrasi L-Dopa dalam pelarut (sampel) ditentukan dengan membandingkan luas area kurva pada hasil analisis sampel dengan luas area kurva pada grafik kurva standar. Grafik kurva standar merupakan grafik hubungan luas area kurva larutan standar dengan konsentrasi. Pengaruh Ukuran (Diameter) Biji Kara Benguk Ukuran (diameter) biji kara benguk berpengaruh pada luas permukaan padatan sehingga akan berpengaruh pada luas kontak antara biji kara benguk dan pelarut. Variasi ukuran partikel yang dilakukan pada penelitian ini adalah 0,50; 0,675; 2,18; dan 2,50 mm. Hasil laboratorium yang menunjukkan pengaruh diameter biji kara benguk terhadap konsentrasi L-Dopa hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4 berikut:
Gambar 4. Hubungan antara konsentrasi L-Dopa dalam pelarut dengan waktu pada berbagai ukuran biji kara benguk
Pengaruh Diameter Partikel………………………………………Eni Budiyati dkk
127
Gambar 4 juga menunjukkan adanya penurunan gradien kurva terhadap waktu. Hal ini disebabkan karena semakin lama konsentrasi di cairan semakin mendekati konsentrasi jenuhnya (gradien konsentrasi semakin kecil) sehingga kecepatan transfer massa semakin kecil. Kecepatan transfer massa ditentukan oleh adanya perbedaan (driving forcé) dari keadaan kesetimbangan (Smith and Van Ness 2001). Dari kurva dapat disimpulkan waktu optimal untuk proses ekstraksi L-Dopa dari biji kara benguk adalah 20-40 menit. Hasil Perhitungan CAx, error, De dan kc pada Berbagai Diameter Biji Kara Benguk Nilai De dan kc dapat ditentukan dengan menggunakan model matematis yang sesuai untuk mensimulasikan sistem yang ditinjau berdasarkan data fisik di laboratorium. Data laboratorium yang diambil adalah konsentrasi zat A (L-Dopa terekstrak) sebagai fungsi waktu. Perhitungan CAx menggunakan metode Finite Difference (eksplisit) dan Trapezoidal’s Rule . Sedangkan nilai kC dan De dioptimasi menggunakan metode Hooke-Jeeves. Nilai kC dan De dinyatakan optimal apabila memberikan harga Error minimum. Konsentrasi L-Dopa terlarut dalam air hasil perhitungan matematis, nilai De, kc dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 2 terlihat bahwa rerata error yang dihasilkan cukup kecil, yaitu 0,0118. Hal ini berarti bahwa model matematis yang digunakan sudah cukup sesuai. CAx hitungan digunakan untuk menentukan nilai De dan kc. Nilai difusivitas efektif (De) untuk variabel diameter biji kara benguk (0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm) yang dihasilkan dalam optimasi secara umum –5 –5 hampir sama yaitu 2,99.10 sampai 3,07.10 2 cm /menit. Jadi diameter biji kara benguk relatif tidak mempengaruhi nilai difusifitas efektif (De) karena De hanya dipengaruhi oleh sifat fisis biji kara benguk dan suhu. Gambar 5 menunjukkan untuk diameter 0,0675 cm diperoleh hasil konsentrasi L-Dopa terekstrak yang tidak jauh berbeda dengan 0,05 cm (slope di awal naik drastis). Peristiwa ini terjadi karena untuk ukuran biji kara benguk yang relatif sangat kecil, lintasan atau jarak difusi dari dalam biji kara benguk sangat kecil dan transfer massa secara konveksi lebih menentukan atau mengontrol. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai atau harga koefisien transfer massa (kc) berbanding terbalik dengan diameter biji kara benguk. Pengaruh diameter biji kara benguk terhadap kc dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
Tabel 2. Hasil perhitungan CAx, error, De dan kc pada berbagai diameter biji kara benguk (suhu = o 32 C, S/L = 15 g/ 500 mL, N = 470 rpm) Konsentrasi L-Dopa, ppm Waktu (menit) 0,5 mm CAx hit
0,675 mm
2,18 mm
2,5 mm
CAx hit
CAx hit
CAx hit
0
0,0
0,0
0,0
0,0
5
707,7
622,1
521
459,7
10
1088,6
987,1
728,5
647,1
20
1452,7
1375,5
985,5
886,1
30
1583,9
1539,0
1151,2
1045,8
40
1631,2
1607,8
1269,5
1163,9
50
1648,3
1636,8
1357,8
1255,6
60
1654,4
1649,0
1425,1
1328,5
∑error
0,0223
0,0091
0,0201
0,0175
De kc
2,99E05 3,98E02
2
3,06E-05 3,58E-02
3,04E3,07E-05 05 3,08E2,83E-02 02
Total error
0,0473
Rerata error
0,0118 2
De dalam cm /menit dan kc dalam g/cm .menit
Gambar 5. Hubungan antara CAx data dan CAx hit dengan waktu pada berbagai diameter biji kara benguk.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 123-129
128
Gambar 6. Hubungan antara koefisien tansfer massa (kc) dengan diameter biji kara benguk
Dari Gambar 6 terlihat bahwa nilai koefisien transfer massa turun dengan kenaikan ukuran (diameter) biji kara benguk. Hal ini dikarenakan dengan semakin kecil butiran partikel (untuk massa padatan yang sama), maka jumlah butiran partikel semakin banyak sehingga luas permukaan kontak dan olakan (turbulensi) partikel lebih besar. Turbulensi yang besar akan menurunkan tebal lapisan film, sehingga tahanan transfer massa pada lapisan film turun yang artinya koefisien transfer massa (kc) menjadi lebih besar. Sebagai dampak kenaikan koefisien transfer massa diperoleh konsentrasi L-Dopa yang terekstrak akan meningkat. Hal ini dikarenakan dengan adanya kenaikan kc berarti laju perpindahan massa senyawa L-Dopa dari dalam biji kara benguk ke dalam pelarut (air) menjadi lebih cepat. KESIMPULAN Diameter biji kara benguk mempunyai korelasi berbanding terbalik terhadap konsentrasi LDopa terekstrak. Demikian pula hubungan antara diameter biji kara benguk dengan koefisien transfer massa (k C). Sedangkan nilai difusivitas efektif cenderung konstan dengan perubahan ukuran biji kara benguk. Pada penelitian diperoleh nilai De berkisar antara 2,99.10–5 sampai 3,07.10–5 cm2/menit sedangkan nilai kC berkisar antara 2,83.10-2 -2 2 sampai 3,98.10 g/cm .menit. DAFTAR PUSTAKA Chapra, S. dan Canale, R., 2009, “Numerical Methods for Engineers”, McGraw-Hill Education
Eilittä, M., Bressani, R., Carew, L. B., Carsky, R. J., Flores, M., Gilbert, R., Huyck, L., StLaurent, L., dan Szabo, N. J., 2000, “Mucuna pruriens asa a Food and Feed Crop: An Overview, International Cover Crops Clearinghouse, 1, 18-45. Everstine, G. 2010. Numerical Solution of Partial Differential Equations : Finite Difference Method, Gaithersburg, Maryland Ezeagu, I.E., Maziya-Dixon, B., and Tarawali, G. 2003. Seed Characteristics and Nutrient and Antinutrient Composition of 12 Mucuna pruriens Accessions from Nigeria, Tropical and Subtropical Agroecosystems, 1, 129-139. Fogler, H.S. 2006. Elements of Chemical Reacton Engineering, 4rd ed., Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey Gertennbach, D. D. 2001. Solid-Liquid Extraction Technologies for Manufacturing Nutraceuticals from Botanical, CRC Press Inc., Boca Raton, FL. Landbo, A. K., and Meyer, A. S. 2001. EnzymeAssisted Extraction of Antioxidative Phenols from Black Currant Juice Press Residues (Ribes ningrum), Journal of Agricultural and Food Chemistry, 49, 3169-3177. Myhrman, R. 2000. Detection and Removal of LDopa in the Legume Mucuna pruriens, International Cover Crops Clearinghouse, 1, 142-162 Owen, Sonia. 2006. Material Safety Data Sheet, Spectrum Chemical, New Jersey. Pinelo, M., Del Fabbro, P., Manzocco, L., Núñez, M. J., dan Nicoli, M. C. 2005. Optimization of Continuous Phenol Extraction from Vitis Vinivera Byproducts, Food Chemistry, 92, 109-117. Sediawan, W.B., Prasetya, A. 1997. Pemodelan Matematis dan Penyelesaian Numeris dalam Teknik Kimia, Penerbit Andi, Yogyakarta. Szabo, N. J. and Tebbett, I. R. 2000. The Chemistry and Toxicity of Mucuna pruriens Species, International Cover Crops Clearinghouse, 1, 120-141. rd Treybal, R. E. Mass Transfer Operation., 3 ed., McGraw_Hill Book Company, Ltd., Tokyo. Yogiswara, D. 2008. Pengambilan Levodopa pada Biji Kara Benguk (Mucuna proriens) dengan Cara Ekstraksi, Tesis diajukan pada Fakultas Teknik Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Pengaruh Diameter Partikel………………………………………Eni Budiyati dkk
129
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 71 – 146
130
PEMBUATAN SARUNG TANGAN DARI LATEKS ALAM YANG DIVULKANISASI RADIASI DAN BELERANG (PREPARATION OF GLOVES FROM RADIATION PRE-VULCANIZED AND SULPHURVULCANIZED NATURAL RUBBER LATEX)
Marsongko Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-BATAN Jl. Lebak Bulus Raya No. 49, Jakarta-Selatan E-mail :
[email protected] Received : 3 Mei 2013; revised : 2 Agustus 2013; accepted : 19 Agustus 2013
ABSTRAK Pembuatan sarung tangan dari lateks vulkanisasi radiasi dan belerang telah dilakukan. Kondisi optimal pembuatan sarung tangan yang meliputi kadar bahan penggumpal, formulasi kompon lateks, proses pemanasan, dan pencucian disesuaikan dengan kondisi peralatan yang ada. Pengeringan sarung tangan dilakukan dalam oven pada suhu 130°C selama 0 menit, 4 menit, 8 menit, 12 menit, 16 menit, 20 menit, 24 menit, dan 28 menit. Parameter yang diamati meliputi sifat fisik dan mekanik sarung tangan. Sarung tangan yang dihasilkan baik dari lateks alam vulkanisasi radiasi maupun vulkanisasi belerang kualitasnya memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu sarung tangan karet sekali pakai untuk pemeriksaan kesehatan (SNI 16-2623-2002) dan sarung tangan karet steril sekali pakai untuk keperluan pemeriksaan bedah (SNI 16-2622-2002). Kata kunci : Sarung tangan, Lateks pra-vulkanisasi radiasi, Lateks vulkanisasi belerang
ABSTRACT Preparation of gloves from radiation pre-vulcanized and sulphur-vulcanized natural rubber latex have been carried out. The optimum condition processing of gloves such as concentration of coagulant, formulation of latex compound, heating, and leaching process were carried out according to the condition of equipment facilities. Heating of gloves were carried out at 130°C for 0 minutes, 4 minutes, 8 minutes, 12 minutes, 16 minutes, 20 minutes, 24 minutes, and 28 minutes in the oven. The parameters such as physical and mechanical properties have been evaluated. Gloves are produced either from radiation pre-vulcanized and sulphur-vulcanized natural rubber latex quality meets the Indonesia National Standard disposable rubber gloves for medical inspection (SNI 16-2623-2002) and rubber gloves disposable sterile surgery for the purposes of inspection (SNI 16-2622-2002). Key word : Gloves, Radiation pre-vulcanization latex, Sulphur vulcanized latex
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand., Luas perkebunan karet pada tahun 2011 mencapai 3,456 juta hektar dengan produksi diperkirakan mencapai 3,088 juta ton (Direktorat Jenderal Perkebunan 2012). Karet alam merupakan sumber devisa negara, disamping untuk kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2012, nilai ekspor karet alam sebesar 2,45 juta ton (GAPKINDO 2013). Karet alam diperoleh dari getah pohon karet (Hevea brasiliensis) yang disebut lateks. Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi dalam air, yaitu
fraksi karet 30% sampai dengan 40%, air 58% sampai dengan 68%, dan sisanya bahan-bahan bukan karet yang terdiri dari protein, lemak, ionion logam, dan lain-lain. Lateks kebun mengandung kadar karet kering (KKK) berkisar antara 20% sampai dengan 40%. Untuk pembuatan barang-barang dari lateks, misalnya sarung tangan, kondom, tensimeter, dan lainlain, lateks kebun perlu diolah terlebih dahulu menjadi lateks pekat agar diperoleh KKK yang lebih tinggi, sehingga produk barang jadi karet mempunyai sifat-sifat yang lebih baik (Sugianto 1983). Barang jadi karet yang meliputi sarung tangan, kondom, balon udara, dan karet untuk
Pembuatan Sarung Tangan………………………….Marsongko
131
tensimeter adalah barang karet yang dibuat dari lateks alam maupun sintetis dengan cara pencelupan. Barang jadi karet yang dibuat dari lateks mentah mempunyai sifat fisika yang kurang baik, misalnya tidak tahan perubahan suhu dan pelarut, kekuatan mekanik rendah, perpanjangan putus terlalu tinggi, dan mudah lengket. Agar lateks alam dapat dibuat menjadi barang-barang karet untuk keperluan industri, maka lateks karet alam harus divulkanisasi terlebih dulu. Vulkanisasi terhadap lateks alam dapat meningkatkan tegangan putus, perpanjangan putus, dan ketahanan terhadap panas maupun pelarut. Proses vulkanisasi secara konvensional dibuat dengan cara menambahkan dispersi belerang sebagai bahan pemvulkanisasi, ZDBC (Zinc Dibutyl Dithiocarbamate) sebagai bahan pencepat, zeng oksida (ZnO) sebagai bahan penggiat, dan diperam pada suhu 40°C selama 3 hari sampai dengan 4 hari (Gordon 1995) Permasalahan yang timbul dari produk barang jadi lateks karet alam khususnya sarung tangan adalah adanya nitrosamin dan protein alergen yang terkandung di dalamnya. Nitrosamin adalah salah satu kelompok senyawa nitroso yang mengandung gugus NN=O yang mudah larut dalam air dan bersifat karsinogen (Hasan 1997) atau bahan penyebab kanker yang berasal dari bahan pencepat yang digunakan pada vulkanisasi belerang. Protein dalam lateks karet alam dapat menyebabkan protein alergen. Protein alergen dalam sarung tangan yang dibuat dari lateks vulkanisasi radiasi lebih banyak dapat dihilangkan atau diekstraksi dibandingkan dengan yang terbuat dari lateks vulkanisasi yang ditambah aditif (Parra, et al. 2005). Senyawa nitrosamin dan protein alergen tersebut dapat mengganggu kesehatan manusia, antara lain penyebab kanker dan alergi. Hal ini merupakan kendala pemasaran barang jadi lateks karet alam khususnya untuk ekspor (Utama 1995). Oleh karena itu untuk mengurangi kadar protein pada barang jadi karet dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu klorinasi, enzym, dan metode radiasi (Utama dkk 2003). Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)-BATAN, Jakarta telah mempunyai iradiator lateks (1983) dengan 60 menggunakan sumber radiasi Co yang dapat mengolah lateks alam menjadi lateks alam iradiasi dengan kapasitas 1500 kg setiap 20 jam. Takasaki Radiation Chemistry Research Establishment, JAERI, Jepang, telah menggunakan mesin berkas elektron (MBE) dengan energi 250 keV dan arus 10 mA sebagai sumber radiasi untuk memproduksi lateks karet alam iradiasi (Makuuchi 2003).
Pengaruh dosis iradiasi terhadap lateks alam iradiasi telah diteliti melalui uji kuat tarik, kelarutan, dan struktur materi menggunakan atomic force microscopy. Beberapa formulasi campuran menunjukkan peningkatan yang signifikan terhadap keuletan campuran dengan PMMA murni tanpa menurunkan modulus dan tegangan putusnya (Cangialosi, et al. 2002). Penggunaan lateks alam iradiasi mempunyai keunggulan karena disamping tidak memakai bahan vulkanisasi yang mengandung senyawa penyebab nitrosamin, lateks yang dihasilkan lebih stabil dalam penyimpanannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam makalah ini akan dibahas tentang perbandingan proses pembuatan sarung tangan dari lateks alam yang divulkanisasi radiasi maupun belerang serta evaluasi sifat-sifat fisik dan mekanik sarung tangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan proses pembuatan sarung tangan yang lebih sederhana dan lebih murah, namun sifat fisik dan mekanik sarung tangan yang dihasilkan tetap memenuhi Standar Nasional Indonesia. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang dipakai adalah lateks kebun dari PTPN VIII, Jalupang, Subang, Bandung, yang telah divulkanisasi radiasi di PATIRBATAN, Jakarta dan kemudian dipekatkan di PTPN VIII, Jalupang. Iradiasi lateks alam dilakukan pada dosis 25 kGy, dengan sumber radiasi gamma 60Co. Spesifikasi lateks alam vulkanisasi radiasi (lateks pekat pra-vulkanisasi) terlihat pada Tabel 1. Bahan kimia untuk pembuatan sarung tangan dari lateks vulkanisasi belerang antara lain belerang, ZDBC (Zinc Dibutyl Dithiocarbamate), BHT (2,6-Di-tert.butyl-4methyl-phenol), Ca(NO3)2 (kalsium nitrat), dan KOH (kalium hihroksida). Alat Gilingan peluru (ball mill) diperlukan untuk mendispersikan zat-zat ramuan lateks yang berupa serbuk dan tidak larut dalam air. Alat pengaduk untuk pembuatan kompon lateks. Cetakan sarung tangan yang terbuat dari porselin dan tensile tester Strograph-R1 buatan Toyoseiki Jepang untuk uji sifat fisik dan mekanik film karet sarung tangan. Metode 1. Pembuatan kompon lateks alam vulkanisasi belerang Bahan kimia yang dipakai untuk membuat kompon lateks belerang terdiri dari belerang
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 131-136
132
(vulkanizat), ZnO (penggiat), ZDBC (pencepat), BHT (anti oksidan), KOH (pemantap), pewarna, dan larutan Darvan. Bahan-bahan kimia tersebut dicampur dengan menggunakan gilingan peluru dan diputar selama 24 jam.Setelah digiling, campuran serbuk ramuan lateks dan air akan menjadi dispersi. Dispersi selanjutnya ditambahkan ke dalam lateks pekat, diaduk dengan kecepatan 25 rpm selama 1 jam dan dibiarkan (diperam) selama 4 hari pada suhu 40°C, sehingga menghasilkan kompon lateks vulkanisasi belerang untuk pembuatan sarung tangan. Tabel 1. Spesifikasi teknis lateks pekat (LP) dan lateks pekat pra-vulkanisasi radiasi (LPVR) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sifat lateks Kadar amonia, % Kadar karet kering (KKK), % Kadar jumlah padatan (KJP), % KJP-KKK Bilangan VFA Bilangan KOH pH Kadar Mg, % Kekentalan, cp.
LP 0,70 60,0 61,5 1,5 0,0226 0,06 10,00 0,15 90
LPVR 0,83 60,59 61,82 1,23 0,0223 0,63 10,12 0,12 90
2. Pembuatan kompon lateks alam iradiasi Lateks alam iradiasi dicampur dengan dispersi antioksidan BHT dan diaduk sampai homogen, selanjutnya kompon lateks ini siap dipakai untuk pembuatan sarung tangan dengan proses pencelupan.
3. Proses pembuatan sarung tangan Diagram alir pembuatan sarung tangan tertera pada Gambar 1. Cetakan sarung tangan sebelum dipakai dicuci lebih dahulu (a), dikeringkan (b), dicelupkan ke dalam penggumpal (c), dikeringkan (d), dicelupkan ke dalam kompon lateks (e), pengeringan (f), dibuat ring (g), pencucian (h), diberi bedak (i), dikupas (j), divulkanisasi dalam pemanas putar (tumbler) (k), dan yang terakhir uji kualitas (l). Gambar 1. adalah diagram alir proses pencelupan pembuatan sarung tangan. Diagram ini menunjukkan bahwa untuk membuat sarung tangan dari kompon lateks baik dari kompon lateks yang divulkanisasi belerang maupun kompon lateks iradiasi ada 11 tahap yang harus dilalui, mulai dari pencucian cetakan sampai ke pengujian sarung tangan yang dihasilkan. Vulkanisasi radiasi lateks alam tidak membutuhkan penambahan bahan pencepat seperti yang digunakan pada proses vulkanisasi belerang. Lateks alam yang diradiasi akan terbentuk lateks karet alam yang berikatan silang. Tabel 2. menunjukkan perbandingan komposisi kompon lateks alam vulkanisasi belerang dan lateks alam vulkanisasi radiasi. Selanjutnya, proses pembuatan sarung tangan dengan menggunakan lateks vulkanisasi belerang dan lateks vulkanisasi radiasi dari proses pencelupan relatif sama.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan sarung tangan dengan cara vulkanisasi belerang dan vulkanisasi radiasi
Pembuatan Sarung Tangan………………………….Marsongko
133
Tabel 2.
Komposisi Lateks Alam Vulkanisasi Belerang (LAVB) Dan Lakes Alam Vulkanisasi Radiasi (LAVR)
Bahan kimia, psk
LAVR LAVB
1. Dispersi 50% Belerang 2. Dispersi 50% ZnO 3. Dispersi 50% ZDBC 4. Dispersi 30% BHT 5. Larutan 20% KOH 6. Larutan Darvan (pendispersi) 7. Pewarna
Sb
Si
Sb
Si
1,5 0,5 1,5 1,0 0,2 0,1 0,1
1,0 0,4 1,0 1,0 0,2 0,1 -
1,0 0,1
1,5 -
psk = per seratus berat karet; Sb=sarung tangan bedah, Si=Sarung tangan industri.
4. Uji sifat fisik dan mekanik Film karet sarung tangan Pengujian sifat fisik dan mekanik film karet sarung tangan seperti modulus, perpanjangan putus, tegangan putus dilakukan pada kecepatan 10 mm/menit dengan alat Tensile Tester Strograph-R1, buatan Toyoseiki, Jepang, sesuai dengan metode ASTM. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Pembuatan Sarung Tangan Sebelum dilakukan pencelupan cetakan sarung tangan ke dalam lateks, ada beberapa tahapan penting untuk persiapan bahan-bahan, yaitu: 1. Lateks pekat Dua jenis lateks pekat yang digunakan yaitu lateks pekat pusingan berbahan pengawet amonia tinggi (high ammonia latex) dan lateks pekat pusingan berbahan pengawet amonia rendah (low ammonia latex) dicampur dengan bahan pengawet sekunder TMTD (Tetramethyl Thiuram Disulfide) atau ZnO (Low Ammonia Latex LA-TZ). Dalam hal ini, pembuatan barang jadi karet sebaiknya menggunakan lateks pekat pusingan berbahan pengawet amonia tinggi, karena lebih dari 90% lateks pekat yang ada di pasaran menggunakan lateks pekat cara pemusingan. Disamping itu, dengan cara pemusingan, bahan kimia bukan karet lebih sedikit dari pada cara yang lain. 2. Bahan kimia vulkanisasi Pada umumnya, bahan kimia yang dibutuhkan untuk proses vulkanisasi belerang (Gambar 1. dan Tabel 2.) ada 7 macam, yaitu bahan vulkanisasi (belerang), pencepat, penggiat, antioksidan, pendispersi, penstabil, dan pewarna (kalau diperlukan), yang menurut
James (2000) tidak saja dapat menimbulkan karsinogen tetapi juga berpotensi menimbulkan alergi tipe IV pada kulit manusia. Pada proses pembuatan sarung tangan dengan lateks vulkanisasi radiasi hanya ada penambahan bahan antioksidan yang diyakini tidak menimbulkan karsinogen dan alergi tipe II. Hal ini mencirikan bahwa lateks pekat pravulkanisasi radiasi di samping aman, juga lebih hemat bahan kimia. 3. Pembuatan kompon lateks Kompon lateks adalah campuran lateks pekat atau lateks iradiasi dengan bahan kimia. Tujuh bahan kimia yang telah dibuat dispersi dicampurkan dengan lateks dan diaduk hingga homogen. Tabel 2. adalah contoh formulasi pembuatan kompon lateks baik dari lateks pekat maupun dari lateks iradiasi. Tabel tersebut menunjukkan bahwa ada 7 macam bahan kimia yang dibutuhkan untuk membuat kompon lateks belerang, sedangkan kompon lateks iradiasi hanya memerlukan 2 macam. Hal yang sangat penting pada penyusunan formulasi untuk pembuatan kompon lateks adalah pembuatan dispersi bahan kimia sebelum dicampur dengan lateks. Pembuatan kompon lateks pekat pravulkanisasi radiasi caranya lebih sederhana, yaitu lateks pekat pra-vulkanisasi radiasi setelah ditambah dengan bahan antioksidan berupa dispersi dibiarkan selama 1 malam dan langsung dapat digunakan untuk pembuatan sarung tangan. Ikatan silang yang dihasilkan dengan vulkanisasi radiasi terjadi jauh lebih kuat daripada yang dihasilkan dengan vulkanisasi belerang, karena pada vulkanisasi radiasi pengikatan silang terjadi langsung antara atom karbon tanpa melalui atom belerang (energi ikat C-C = 58,6 kkal/mol dan C-S = 27,5 kkal/mol) (Gambar 2.) (Sundardi, et al. 1987).
Gambar 2. Ikatan silang hasil vulkanisasi belerang dan vulkanisasi radiasi
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 131-136
134
Pencucian lapisan lateks / film karet sarung tangan Lapisan lateks/film karet yang dihasilkan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik film karet tersebut. Pencucian dapat dilakukan sebelum atau sesudah pembuatan cincin, bahkan setelah pencelupan ke lateks pun juga dapat dilakukan, misalnya pada pembuatan sarung tangan bedah, pencucian dilakukan setelah pencelupan ke kompon lateks. Pada pembuatan sarung tangan secara manual, pencucian dilakukan setelah pengeringan dan pembuatan cincin. Sifat fisik dan mekanik film karet sarung tangan yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. ini menunjukkan bahwa waktu perendaman di dalam air panas 100°C selama 30 menit meningkatkan tegangan putus dan modulus 600%, yaitu untuk film karet vulkanisasi 2 belerang masing-masing dari 291,03 kg/cm 2 2 menjadi 315,61 kg/cm dan dari 24,52 kg/cm 2 menjadi 25,43 kg/cm , sedangkan untuk film karet vulkanisasi radiasi masing-masing dari 199,88 kg/cm2 menjadi 263,42 kg/cm2 dan dari 16,56 kg/cm2 menjadi 21,69 kg/cm2. Tujuan pencucian adalah mengurangi kotoran dan bahan kimia, bukan karet yang berada dalam lapisan lateks atau film karet. Pencucian dengan air panas disamping film karetnya lebih
transparan, juga tegangan putusnya lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan pencucian. Hal ini karena adanya vulkanisasi tambahan setelah perendaman dalam air panas. Sarung tangan yang diproduksi dari lateks vulkanisasi radiasi, disamping memiliki sifat mekanik yang cukup memenuhi standar pemakaian, juga kekerasannya rendah yaitu sekitar 35 Shore A sebelum perendaman dan 38 Shore A sesudah perendaman dalam air panas. Selain itu, sarung tangan yang dihasilkan dapat dipakai lebih nyaman karena lebih lunak. Sarung tangan baik yang dibuat dari lateks vulkanisasi radiasi maupun vulkanisasi belerang mempunyai tegangan putus yang memenuhi standar karena nilainya lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada SNI 16-2622-2002 dan SNI 16-2623-2002 (Tabel 4). Pengeringan di dalam tumbler Pengeringan yang dilakukan di dalam tumbler tujuannya adalah untuk menyempurnakan vulkanisasi dan mengurangi bedak yang masih banyak dalam sarung tangan. Suhu operasional tumbler sekitar 80°C sampai dengan 100°C, dengan waktu 10 menit sampai dengan 30 menit tergantung jenis kompon lateks yang digunakan.
Tabel 3. Sifat fisik dan mekanik film karet sarung tangan dari lateks vulkanisasi belerang dan radiasi, sebelum dan sesudah perendaman dalam air panas 100C selama 30 menit. Vulkanisasi belerang Sebelum Sesudah perendaman perendaman
Jenis pengujian 2
Modulus 300%, kg/cm 2 Modulus 600%, kg/cm 2 Tegangan putus, kg/cm Perpanjangan putus, % Permanen set, % Kekerasan, Shore A
8,83 24,52 291,03 1000 6,67 37
Vulkanisasi radiasi Sebelum Sesudah perendaman perendaman
8,11 25,43 315,61 1000 6,67 40
5,93 16,56 199,88 973 6,67 35
7,02 21,69 263,42 997 6,67 38
Tabel 4. Kualitas sarung tangan menurut SNI 16-2622-2002 dan SNI 16-2623-2002 SNI 16-2622-2002
Sifat
Tegangan putus, 2 Mpa ( kg/cm ) Perpanjangan putus, %
Sebelum pengusangan
SNI 16-2623-2002
Pengusangan (70 2C), 7 hari
Sebelum Pengusangan
Pengusangan (70 2C), 7 hari
Tipe1
Tipe 2
Tipe1
Tipe 2
23/(230)
17/(170)
17/(170)
12/(120)
21/(210)
16/(160)
700
550
560
490
700
500
Pembuatan Sarung Tangan………......................................................Marsongko
135
Untuk mendapatkan tegangan maksimum film karet sarung tangan dengan menggunakan kompon lateks vulkanisasi belerang memerlukan waktu sekitar 20 menit pada suhu 130°C, sementara itu dengan menggunakan kompon lateks vulkanisasi radiasi hanya 8 menit pada suhu 130°C (Gambar 3). Hal ini karena kompon lateks pra-vulkanisasi radiasi merupakan lateks yang sudah divulkanisasi awal lebih sempurna daripada kompon lateks vulkanisasi belerang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses pembuatan sarung tangan menggunakan kompon lateks pra-vulkanisasi radiasi lebih hemat energi panas.
Tegangan putus, kg/cm 2
280
Vulkanisasi radiasi
240 200 160 120
Vulkanisasi belerang
80 40 0 0
4
8
12
16
20
24
28
o
Waktu pengeringan (130 C), menit
Gambar 3. Pengaruh waktu pengeringan terhadap tegangan putus film karet sarung tangan yang divulkanisasi belerang dan radiasi.
KESIMPULAN Pada pembuatan sarung tangan dari kompon lateks iradiasi, pemakaian bahan kimia dan energi panas lebih sedikit bila dibandingkan dengan kompon lateks vulkanisasi belerang, serta pelaksanaan pengolahan lebih sederhana dan mudah dikontrol. Untuk mendapatkan tegangan maksimum film karet sarung tangan dengan menggunakan kompon lateks vulkanisasi belerang memerlukan waktu sekitar 20 menit pada suhu 130°C, sementara itu dengan menggunakan kompon lateks vulkanisasi radiasi hanya 8 menit pada suhu 130°C. Perendaman di dalam air panas 100°C selama 30 menit, meningkatkan tegangan putus dan modulus 600%, baik film karet vulkanisasi belerang maupun film karet vulkanisasi radiasi. DAFTAR PUSTAKA ASTM D. 412. Test for rubber properties in tension. BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2002. Sarung tangan karet, sekali pakai
untuk keperluan pemeriksaan kesehatan, SNI. 16-2623-2002. BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2002. Sarung tangan karet steril, sekali pakai untuk keperluan pemeriksaan bedah. SNI. 16-2622-2002). Cangialosi, D., P. Fuochi, M. Lavalle, P.T. Mcgrail, G. Emmerson, and Spadaro. 2002. Electron beam induced polymerization of MMA in the presence of rubber a novel process to produce tough materials. Radiation Physics and Chemistry 63: 63-68. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Statistik perkebunan karet Indonesia 20072012. GAPKINDO. 2013. Ekspor karet : Gapkindo proyeksikan ekspor karet tahun ini naik 5,3%. Http://www.bumn.go.id. (Diakses 26 Pebruari 2013) Gordon, B. 1995. Blue Book. Akron: Lipocont & Peto Inc. Hasan, M. 1997. Indentifikasi protein alergen pada lateks dan sarung tangan asal lateks dengan teknik Elisa dan Imunobloting. Skripsi. Jurusan Kimia F. MIPA, IPB. Bogor. James, S., M.D. Tailor, and Y.H. Leong. 2000. Cutaneus reaction to rubber. Rubber Chemistry and Technology 73(3): 428479. Makuuchi, K. 2003. An introduction to radiation vulcanization of natural rubber latex. Bangkok: T.R.I Global Co., Ltd. Parra, D.F., C.F.P. Martin, H.D.C Collantes, and A.B. Lugao. 2005. Extractable proteins from field radiation vulcanized natural rubber latex. Nucl. Inst. Meth. Phys. Res. 236: 508-512. Sugianto. 1983. Pembuatan barang-barang karet dari lateks. Balai Penelitian Perkebunan Bogor. Tidak dipublikasi. Sundardi, F., M. Utama, M. Sumarti, dan S.U. Sholikhati. 1987. Test production of condom from irradiated latex natural rubber. Third expert advisory group meeting on radiation vulcanization of natural rubber latex. Jakarta. Utama, M. 1995. Teknlogi polimerisasi radiasi siap pakai untuk industri yang berwawasan lingkungan. Kampanye Teknologi, Kantor Menristek: 13-23. Jakarta. Utama, M., Herwinarni, M. Sumarti, dan Siswanto. 2003. Trial production of gloves from INRL. Jakarta: P3TIRBATAN.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 131-136
136
DENDRIMER : SINTESIS DAN POTENSI APLIKASI (DENDRIMER: SYNTHESIS AND APPLICATION POTENTIAL)
Dwinna Rahmi Balai Besar Kimia dan Kemasan Jl. Balai Kimia No. 1, Pekayon Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail:
[email protected] Received : 2 September 2013; revised : 25 Oktober 2013; accepted : 26 Oktober 2013
ABSTRAK Dendrimer merupakan makrostruktur monodisperse dengan banyak cabang yang homogen dan degree of branching (DB) 100%. Dua cara sintesis dendrimer yaitu convergent dan divergent dilakukan. Convergent dilakukan dengan reaksi kovalen antara dua dan lebih monomer. Divergent dimulai dengan pembentukan inti dilanjutkan dengan pembentukan cabang yang merupakan group fungsional yang aktif. Sejauh ini dendrimer sudah banyak diterapkan pada bidang farmasi yaitu drug delivery dan non farmasi pada proses industri sebagai katalis. Katalis dendrimer dapat dikembangkan lagi pada teknologi membran, penyangga katalis, membran reaktor, katalis yang selektif dan menjadi fasa pemindahan katalis. Dendrimer dengan struktur yang unik berpotensi dikembangkan pada bidang lain seperti pigmen/pewarna, perekat, dan bahan tambahan dalam bahan kimia. Selain itu dendrimer juga dapat diaplikasi pada bidang elektronik, LCD, dan berbagai biodendrimer. Sumber alam Indonesia seperti mineral dan hayati dapat dikembangakan menjadi dendrimer seperti glicerol menjadi hyperbranch glycerol yang dapat diaplikasinya menjadi peyangga katalis. Kata kunci : Dendrimer, Convergent, Divergent, Potensi Aplikasi
ABSTRACT Dendrimer is monodisperse macrostructure with many homogen branches with degree of branching 100%. Two methods for synthesis of dendrimer are divergent and convergent. Convergent carried out by covalent reaction between two and more monomers. Divergent start by forming of core followed by forming of branches as a funtional active. Recently a dendrimer has been applied in the pharmaceutical field as drug delivery and nonpharmaceutical as catalyst in industrial process. A catalyst dendrimer could be developed to membrane technology, supporting catalyst, membrane reactor, selective catalyst and phasa transfer of a catalyst. Dendrimer with a unique structure potentially developed in other fields such as pigments/dyes, adhesives and chemical additives. In addition a dendrimer can also apply in electronic field, LCD and other biodendrimer. Indonesian natural resources such as minerals and natural resources such a glicerol to hyperbranch glycerol can be applied as catalyst support. Keywords : Dendrimer, Convergent, Divergent, Application Potential
PENDAHULUAN Kata dendrimer berasal dari bahasa Yunani dendros (pohon) dengan molekul yang menyerupai munculnya cabang pada pohon (Meise et al. 2009). Dendrimer terbentuk dari satu inti, kulit dalam dan kulit luar. Dendrimer termasuk salah satu bidang makromolekul dengan makrostruktur monodisperse dengan banyak cabang. Awal tahun 1980 Donald Tomalia dan tim menyebut dendrimer untuk produk makromolekul mereka yang dinamai dendron dalam Greek (Barbara Klajnert et al.
2001). Pada waktu bersamaan group Newkome juga memperkenalkan makromolekul yang disebut dengan arborol dalam bahasa Latin. Pada tahun 1978 Vogtle dan group sudah menghasilkan makromolekul cascade yang memperlihatkan struktur cabang seperti pohon seperti pada Gambar 1. Pada tahun 1985 Tomalia mengembangkan poliamidoamine/ PAMAM dengan bentuk yang lebih stabil
Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi………………………..Dwinna Rahmi
137
dibanding cascade yang diberi nama dendrimer (Barbara Klajnert et al. 2001; F. Vogtle et al. 2009).
a)
a) b)
c)
b)
Gambar 2. a) Polimer Linier b) Dendrimer c) Polimer Hyperbranch Gambar 1. a) Cascade molekul b) Polyaminoamine
Pengulangan cabang dengan molekul dikenal dengan dendritic molekul. Pada dasarnya dendritic molekul dibagi tiga pengertian yaitu cascadane, dendrimer dan hyperbranch molekul. Cascadane terdiri dari molekul dengan jenis dan berat yang sama sehingga menghasilkan struktur lebih sempurna. Sebaliknya hyperbranch molekul merupakan pengulangan cabang yang bisa dibentuk dari molekul yang berbeda jenis dan beratnya. Frechet 1989 membuat persamaan untuk menghitung DB (degree of branching) dendritic sebagai berikut: DB = (l + lβ) / (l + lβ + lγ) l adalah jumlah unit monomer pangkal lβ adalah jumlah unit monomer dendritic lγ adalah jumlah unit monomer linier
Dendrimer dikenal juga sebagai polimer baru dimana bentuk struktur dan aplikasinya berbeda dengan polimer konvensional. Secara struktur Peter E. Froehling 2001 menggambarkan perbedaan antara polimer linier, hyperbranch dan dendrimer seperti ditampilkan pada Gambar 2. Polimer linier pertama kali ditemukan oleh Staudinger pada tahun 1920 yang merupakan ilmu makromolekul yang pertama. Polimer linier dibagi tiga yaitu termoplastik seperti polyethylene, elastis polimer seperti karet dan termoset. Dendrimer merupakan polimer dengan cabang yang homogen dimana DB nya adalah 100%, sedangkan hyperbranch polimer merupakan polimer dengan banyak cabang yang tidak sama. Untuk lebih jelasnya perbedaan antara polimer dengan dendrimer dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan dendrimer dan polimer (*)
No
Properti
Dendrimer
Polymer
1. 2.
Struktur Sintesis
Tdk beraturan Sekali proses polimerisasi
3. 4. 5.
Kontrol struktur Bentuk Kekristalan
6.
Kelarutan dalam air Kelarutan dan nonpolar Reaktifitas Tekanan Polydispersity
Tersusun rapi Hati-hati dan pembentukan bertahap Tinggi Teratur Tdk kristal, amorphous Suhu > suhu kaca Tinggi Tinggi
Rendah
Tinggi Rendah Monodisperse
Rendah Tinggi Polydisperse
7. 8. 9. 10.
Rendah Tidak teratur Semi dan bahan kristal Suhu < suhu kaca Rendah
(*) Sumber : M.J. Frechet and Donald A. Tomalia (2002)
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144
138
PEMBAHASAN Sintesis Dendrimer Secara umum ada dua pendekatan metoda sintesis dendrimer yang dikenal dengan convergent dan divergent dendrimer seperti pada Gambar 3. Sintesis dendrimer secara convergent dimulai dengan reaksi kovalen antara satu monomer dengan monomer yang sama. Kemudian dilakukan reaksi yang sama berulang untuk membentuk lapisan-lapisan yang merupakan kulit dalam dan kulit luar. Setelah kulit terbentuk secara homogen maka dengan sendirinya terbentuk inti. Sebaliknya sintesis secara divergent dimulai dengan pembentukan inti yang multifungsi, kemudian dengan reaksi Michael direaksikan dengan monomer dendritic yang merupakan group fungsional yang aktif. Setiap langkah sintesis dilakukan dengan sempurna untuk menghindari terbentuknya cabang pendek. Ketidaksempurnaan (tingkat kemurnian rendah) menimbulkan dampak kepada fungsi dan bentuk yang tidak simetri. Beberapa jenis dendrimer sudah diproduksi dan diaplikasikan diantaranya dendrimer PolyAmidoamine (PAMAM), dendrimer PolyPropylene Imine (PPI), dendrimer PolyAmidoamine-Organosilicon (PAO) seperti pada Gambar 4. Dendrimer PAO terdiri dari PAMAM
sebagai interior yang bersifat hidrophilik dan organosilikon sebagai eksterior yang bersifat hidrophobik. Pada Gambar 4 memiperlihatkan sintesis dendrimer PAMAM secara divergent (You Lianf Zhao et al. 2002; Nunzio Denora et al. 2013). Dilain pihak dendrimer PPI disintesis seacara convergent (Froehling et al. 2001). Pembentukan PAMAM dimulai dengan ammonia atau ethyleneamine sebagai inisiator inti dengan berat molekul lebih 930,000 g/mol lalu 7 diteruskan pembentukan kulit sebanyak 10 generasi. Saat ini PAMAM sudah diproduksi secara komersial. PPI dibentuk dari poli-alkil amin yang terdiri dari empat tris-propilen amin. Secara komersial PPI tersedia dalam 5 generasi. a)
b)
Gambar 3. Sintesis dendrimer a) convergent b) divergent
a)
b)
Gambar 4. a) Sintesis dendrimer PAMAM secara divergent b) Sintesis dendrimer PPI secara convergent
Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi………………………..Dwinna Rahmi
139
Tabel 2. Bimetallic sistem: metoda sintesis dan reaksi katalis (*) Logam PdPt PdPt PdRh PdAu PdAu PtAu
Sintesis Co-complexation Co-complexation Co-complexation Co-complexation Galvanic Seq. Red
PtCu
Co-complexation
PdAg AuAg
Co-complexation Sequential Reduction
AuAg Sequential Reduction AuPd Sequential Reduction PdAu Sequential Reduction AuAg Sequential Reduction AuAg Sequential Reduction Au (*) Sumber : L.H. Gade (2006)
Dendrimer G4-OH G4-OH G4-OH G6-Q116 G4-NH 2 G5-OH G5-OH G4-NH 2, G3-NH 2 G3.5-NH2,G5NH 2,G5.5-NH2 G6-OH, G8-OH G6-Q116 G6-OH G6-OH G6-OH
Karakter dari semua jenis dendrimer ditentukan oleh banyaknya ujung lapisan luar yang biasanya bersifat reaktif dan mempunyai inti ditiap cabang yang terbentuk. Jumlah lapisan luar dendrimer sama dengan group fungsional dan ujung cabangnya. Sifat kimia fisik dendrimer seperti reaktifitas, stabilitas dan solubilitas dipengaruhi oleh sifat ujung cabang asli. Ujung cabang dapat dimodifiksi sesuai dengan kebutuhan penerapan nantinya. Dendrimer encapsulation Cu nanopartikel mempunyai beberapa tipe mono dan bimetallic yang dikomersialisasikan oleh Zhao M, Crooks RM et al. 1998. Bimetallic disintesis dengan tiga cara co-complexation logam yaitu pemindahan secara galvanik dan reduksi bertahap (sequential reduction). Beberapa bimetallic sistem yang dimasukkan ke dalam rongga dendrimer PAMAM ditampilkan pada Tabel 2. Saat ini peneliti lebih fokus pada aspek fungsi dan aplikasi dalam mensintesis organometallic dendrimer seperti (Ipe J. Mavunkal et al. 2000) mensintesis secara convergent generasi 1 dari organometallic dendrimer yang mengandung 6 atom rhenium. Karakterisasi dan Analisis Dengan struktur yang komplek, karakterisasi dan analisis dendrimer tidak hanya menentukan ukuran molekul tapi juga beberapa analisis lainnya seperti struktur dan bentuk struktur. Beberapa macam metoda spektrometri dapat digunakan untuk mengetahui karakter dendrimer yaitu chromatography (Lois J. Hobson et al. 1999) untuk mengetahui berat molekul dan kemurnian produk seperti liquid chromatography (LC) (Junhong Zhaou et al. 2011; Wen-Yan Wang et al 2011), High Performance Liquid
Katalis Allyl alkohol hidrogenasi 1,3 COD hydrogenasi 1,3 COD hydrogenasi Allyl alkohol hidrogenasi CO oksidasi dengan katalis heterogen CO oksidasi dengan katalis heterogen CO oksidasi dengan katalis heterogen Toluen hidrogenasi Reduksi p-nitrophenol Reduksi p-nitrophenol Allyl alkohol hidrogenasi Allyl alkohol hidrogenasi Allyl alkohol hidrogenasi Allyl alkohol hidrogenasi
Chromatography (HPLC), Gel Permeation Chromatography (GPC), Nuclear Magnetic Resonace (NMR) (Helena Dodziuk et al. 2004) untuk mengetahui struktur seperti one dimensional (ID NMR), multidimensional NMR, diffusion NMR, dynamic NMR, spektrometri lainnya seperti mass spectrometry, MALDI dan ESI (Bilge Baytekin et al. 2006), x-ray, small angle scattering, microscopy (Nunzio Denora et al. 2013) untuk mengetahui bentuk permukaan susunan struktur yang terbentuk seperti scanning probe microscopy, Transmission Electron Microscopy (TEM). Potensi Aplikasi Dendrimer yang berbasis uniform molekul, multifungsi permukaan yang biasanya reaktif dan dengan adanya rongga pada internal berpotensi diterapkan diberbagai bidang. Bentuk yang spesifik dan unik ini menjadikan dendrimer dapat diterapkan pada bidang farmasi dan non farmasi. Di bidang farmasi penerapan dendrimer adalah sebagai pengantar obat (drug delivery) (Subheet et al. 2010 ; Christoper et al. 2012), sebagai peningkat kelarutan obat, pengantar sel, sebagai nano-drugs, dan dapat diterapkan pada terapi photodynamic (Elizabeth et al. 2005;Stephanie at al. 2011) dan transfer gen. Sebagai drug delivery dendrimer bekerja secara enkapsulasi dan satu senyawa dengan obat (drug conjugete). Ikatan antara obat dan dendrimer merupakan ikatan non kovalen. Sebaliknya pengembangan fungsi dendrimer sebagai drug delivery adalah terjadinya satu senyawa antara obat dan dendrimer dengan ikatan kovalen. Pada sistem ini obat direaksikan pada kulit luar dendrimer secara kovalen. Selain itu dendrimer juga dapat bersenyawa dengan
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144
140
berbagai aktifitas biologi molekul seperti antibodi, bagian diantara gula dan lemak. Beberapa jenis dendrimer seperti PAMAM, PETIM, PPI sudah dipakai sebagai drug delivery (H. Namazi et al. 2005;Subheet Jain et al. 2010; Duriraj Chandrasekar et al. 2007; Zili Sideratou et al. 2010) Aplikasi pada non farmasi adalah pada industri kimia seperti sebagai katalisis (Manuel et al. 2011; Bethany et al. 2008) dan proses industri. Dengan keunikan struktur dendrimer dapat berfungsi sebagai katalis yang bersifat selektif. Beberapa katalis yang sudah dipublikasi yaitu katalis logam dendrimer (metallodendritic) (Francisco et al 2012; Rehana et al 2012; Manuel A.Albiter et al 2011), katalis dendrimer berbasis pospat (phosphine-based dendrimer) (Loic Ropart et al. 2000 dan 2002), katalis logam dendrimer dengan ligan, non logam katalis dendrimer (Eagambaran Murugan et al. 2012). Beberapa tahun lalu bimetallic atau multimetallic katalitik sudah diterapkan di berbagai industri karena katalis ini sangat aktif dan selektif. Biasanya untuk meningkatkan kinerja katalis dapat dikombinasikan dengan metoda geometri, elektronik dan efek fungsi ganda. Sintesis katalis bimetallic atau multimetallic biasanya dengan impregnasi. Akan tetapi metoda impregnasi ini mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat mengontrol dispersi dari inti atom sehingga mempengaruhi homogenisasi aktivasi katalis. Dongxia Liu 2010 mencoba metoda baru dalam sintesis katalis logam dendrimer ini yaitu dengan reaksi komplek yang menghasilkan garam yang terendap. Gambar 5 memberikan contoh skema reaksi komplek dendrimer dengan logam Pt-Ru. Sebagai katalis dendrimer dapat dimodifikasi sehingga penggunaannya semakin luas di berbagai proses industri. Dendrimer di bidang katalisis dapat dikembangkan pada teknologi membran, penyangga katalis, membran reaktor, selektif katalis, dan phasa pemindahan katalis. Dendrimer juga dapat diaplikasikan dalam bidang analitik. Hendrik Neubert et al. 2002 mensintesis dendron dan dendrimer secara convergent dan berpotensi diterapkan pada Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionization Mass Spectrometry (MALDI MS). Asam sinamat sebagai bahan dasar dendrimer yang ditempatkan pada MALDI MS serta cabangnya berupa asam acrylic dengan tiga inti sebagai pembentukan generasi ke 2 dendrimer.Gambar 6 memberikan contoh dendrimer dengan berbagai ujung cabang. Dendrimer sangat berpeluang untuk dikembangkan dalam bidang pewarnaan atau pigmen (Ivo Grabchev et al. 2009), perekat dan bahan tambahan dalam bahan kimia. Selain itu
dendrimer juga dapat diaplikasi pada elektronik, LCD dan berbagai biodendrimer (Junhong Zhau et al. 2011). Secara komersial Xerox Corp sudah menpatentkan bahan tambahan berupa senyawa dendrimer kedalam toner kering dan toner liquid. Secara umum aditif dendrimer mempunyai efektifan yang tinggi dengan penggunaan dalam jumlah kecil. Penggunaan dendrimer juga berpotensi sebagai bahan tambahan tinta, cat, formula pigmen dan nanokapsul dalam pigmen (Seul-Ong Kim et al. 2011). Potensi pengembangan teknologi dendritic polymer adalah pada industri furnitur dan otomotif (Omid Zabihi et al. 2012). Potensi Penggunaan Sumber Daya Alam Lokal Dalam Sintesis Dendrimer Kekayaan sumber alam lokal seperti sumber hayati, minyak bumi dan bahan mineral dapat dikembangakan menjadi suatu jenis dendrimer yang dapat diaplikasikan di bidang industri. Salah satu contoh bahan alam lokal yaitu glycerol yang berasal dari sumber hayati (oleokimia) dan minyak bumi (petrokimia) dapat diolah menjadi penyangga katalis dalam bentuk hyperbranch polyglycerol seperti terlihat pada Gambar 7 (Xiujun Gao et al. 2010). Dengan cara impregnasi atau pengendapan, hyperbranch plyglycerol diolah menjadi katalis logam (L.H. Gade, 2006). Sumber mineral lokal seperti Au, Pt, Cu, Ni, Zn, Sn, Ag, Fe dapat dijadikan sumber logam untuk katalis. Data dari ESDM tercatat sumber mineral lokal sebanyak 199,4 miliar ton dengan cadangan sebanyak 28,9 miliar ton berupa Zn, Cu, Sn, Au, Ag, Pt, Ni, Fe, Ni, Cu, Mg dan Cr (Syawaludin Lubis 2013). Belum ada data yang akurat tentang kondisi katalis di Indonesia saat ini. Sampai saat ini baru satu industri yang memproduksi katalis di Indonesia yaitu PT. Kujang Sud Chemie Catalyst. Akan tetapi katalis yang diproduksi masih terbatas. Sebagian besar katalis seperti katalis Ni masih merupakan bahan impor.
Gambar 5. Contoh skema reaksi komplek dendrimer dengan logam Pt-Ru
. Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi………………………..Dwinna Rahmi
141
a)
b)
Gambar 6. Contoh dendrimer dengan ujung cabang a) amin b) hidroxi (F. Vogtle et al 2009)
Gambar 7. Sintesis hyperbrance polyglycerol (Markus Meise et al. 2009)
KESIMPULAN Dendrimer merupakan makrostruktur monodisperse dengan banyak cabang. Kata dendrimer berasal dari bahasa Yunani yang artinya cabang tiga yaitu terdiri dari satu inti, kulit dalam dan kulit luar. Ada dua metoda umum dari sintesis dendrimer yaitu dengan convergent dan divergent dendrimer. Sifat fisik dan kimia dari dendrimer ditentukan oleh jenis dendrimer itu sendiri dan banyaknya ujung lapisan luar.Struktur dendrimer yang spesifik dan unik ini menjadikan dendrimer dapat diterapkan pada bidang farmasi dan non farmasi. Penerapan dendrimer dibidang non farmasi adalah sebagai katalis dan pada proses kimia. Dendrimer
berpotensi dikembangkan di berbagai bidang selain farmasi, industri kimia juga otomotif dan elektronik. Sumber daya alam lokal berupa oleokimia, petrokimia dan mineral dapat dioleh menjadi katalis dendrimer. DAFTAR PUSTAKA Albiter, Manuel A., Ricardo Morales, Francisco Zaera. 2011. Dendrimer-Based Synthesis Of Pt Catalysts For Hydrocarbon Conversion. Applied Catalysis A: General. 391(1): 386-393. Auten, B.J., Huifang Lang, Bert D. Chandler. 2008. Dendrimer Templates For
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144
142
Heterogeneous Catalysts: Bimetallic Pt–Au Nanoparticles on Oxide Supports. Applied Catalysis B: Environmental. 81 (3): 225-235. Baytekin, B., et al. 2006. How Useful Is Mass Spectrometry for The Characterization of Dendrimers: “Fake Defects” In The ESI And MALDI Mass Spectra Of Dendritic Compounds. International Journal of Mass Spectrometry. 249: 138-148. Chandrasekar, D., Ramakrishna Sistla, Farhan J. Ahmad, Roop K. Khar, Prakash V. Diwan. 2007. The Development of Folate-PAMAM Dendrimer Conjugates For Targeted Delivery of Anti-arthritic Drugs and Their Pharmacokinetics and Biodistribution In Arthritic Rats. Biomaterials. 28(3): 504-512. Denora, N., et al. 2013. In Vitro Targeting and Imaging The Translocator Protein TSPO 18-kDa Through G(4)-PAMAM– FITC Labeled Dendrimer. Journal of Controlled Release. 172(3):1111-1125. Dodziuk, H., Oleg M Demchuk, Wojciech Schilf, Grigory Dolgonos. 2004. Synthesis and NMR Study Of A First Generation Dendrimer Having Four Branches Involving Four Glycine And One Carbomoyl-(3,7-dimethoxy-2naphthalene) Groups And Attempts To Complex It with α-, β- or γcyclodextrins. Journal of Molecular Structure. 693 (1–3):145-151 Enus, Rehana M., Selwyn F. Mapolie. 2012. A Novel Nickel (II) Complex Based On a Cyclam-Cored Generation-One Dendrimeric Salicylaldimine Ligand and Its Application as a Catalyst Precursor In Norbornene Polymerization: Comparative Study With Some Other First Generation DAB-Polypropyleneimine Metallodendrimers. Polyhedron. 47( 1): 87-93. Frechet, Jean M.J. and Craig J. Hawker.1989. Synthesis and Properties of Dendrimers and Hyperbranched Polymers. Comprehensive Polymer Science and Supplements. 71-132. Frechet,Jean M.J. and Donald A. Tomalia. 2002. Dendrimers and Other Dendritic Polymers. Hoboken: Wiley. Froehling, Peter E. 2001. Dendrimers and Dyes. Dyes and Pigments. 48(3): 187-195. Gade,L.H. 2006. Dendrimer Catalysis. Heidelberg: Springer. Gao, X., Xinge Zhang, Xuejiao Zhang, Cui Cheng, Zhen Wang. 2010.
Encapsulation of BSA in Polylactic Acid–hyperbranched Polyglycerol Conjugate Nanoparticles: Preparation, Characterization, and Release Kinetics. Polymer Bulletin. 65(8): 787805. Gillies, Elizabeth R., Jean M. J. Fréchet. 2005. Dendrimers and Dendritic Polymers In Drug Delivery Review Article. Drug Discovery Today. 10 (1): 35-43. Grabchev, I., Paula Bosch, Mark McKenna, D. Staneva. 2009. A New Colorimetric And Fluorimetric Sensor For Metal Cations Based On Poly(Propilene Amine) Dendrimer Modified with 1,8Naphthalimide. Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry. 201(1): 75-80 Herlambang, S., et al. 2011. Disulfide Crosslinked Polyion Complex Micelles Encapsulating Dendrimer Phthalocyanine Directed To Improved Efficiency Of Photodynamic Therapy. Journal of Controlled Release. 155(3): 449-457. Hobson, Lois J., W.James Feast. 1999. Poly(amidoamine) Hyperbranched Systems: Synthesis, Structure And Characterization. Polymer. 40(5): 1279-1297. Holden,C.A., Puneet Tyagi, Ashish Thakur, Rajendra Kadam, Gajanan Jadhav, Uday B. Kompella, Hu Yang. 2012. Potential Clinical Relevance Polyamidoamine Dendrimer Hydrogel For Enhanced Delivery Of Antiglaucoma Drugs. Nanomedicine: Nanotechnology, Biology and Medicine. 8 (5): 776-783. Jain, S., et al. 2010. Poly Propyl Ether Imine (PETIM) Dendrimer: A Novel NonToxic Dendrimer For Sustained Drug Delivery. European Journal of Medicinal Chemistry. 45(11):49975005. Kim, Seul-Ong., Qinghua Zhao, K. Thangaraju, Jang Joo Kim, Yun-Hi Kim, Soon-Ki Kwon. 2011. Synthesis And Characterization Of SolutionProcessable Highly Branched Iridium (III) Complex Cored Dendrimer Based On Tetraphenylsilane Dendron For Host-Free Green Phosphorescent Organic Light Emitting Diodes. Dyes and Pigments. 90(2):139-145. Klajnert, B., and Maria Bryszewska. 2001. Dendrimers: Properties and Applications. Quarterly Acta Biochimica Polonica. 48 (1):199-208.
Dendrimer: Sintesis dan Potensi Aplikasi………………………..Dwinna Rahmi
143
Liu,
D., et al. 2010. Preparation, Characterization, And Kinetic Evaluation Of Dendrimer-Derived Bimetallic Pt–Ru/SiO2 Catalysts. Journal of Catalysis. 269: 376–387. Lubis, S. 2013. Indonesian Mining Police Update. Dalam: Prosiding 30th International Trade Fair for Construction Machinery, Building Material Machines, Mining Machines, Construction Vehicles and Construction Equipment. Serpong: Ministry Of Energy and Mineral Resources Mavunkal, Ipe J., John R. Moss, John Bacsa. 2000. Synthesis And Characterization Of A First Generation Organorhenium Dendrimer. Journal of Organometallic Chemistry. 593: 361–368. Meise, M. and Rheda-Wiedenbrück. 2009. Modular Synthesis of Hyperbranched Polyglycerol Supported N-heterocyclic Carbene Ligands for Application in Catalysis. Dissertation. Freie Universitat, Berlin. Germany. Murugan, E., Iqbal Pakrudheen. 2012. New Amphiphilic Poly (Quaternary Ammonium) Dendrimer Catalyst For Effective Reduction Of Citronella. Applied Catalysis A: General. 439: 142-148 Namazi, H., M. Adeli. 2005. Dendrimers of Citric Acid And Poly (Ethylene Glycol) As The New Drug-Delivery Agents. Biomaterials. 26(10): 1175-1183. Neubert, H., Andrew T. Kicman, David A. Cowan and Sukhvinder S. Bansal. 2002. Synthesis of a Dendron And Dendrimer Consisting Of MALDI Matrix Like Branching Units. Tetrahedron Letters. 43: 6723–6727. Richard M. Crooks, Mingqi Zhao, et al. 2001. Dendrimer-Encapsulated Bimetallic Metal Nanoparticles; Syntesis, Characterization, and Applications to Catalysis. Accounts of Chemical Research. 34(3) 181-190.
Ropartz,L., Russell E. Morris, Gary P. Schwarz, Douglas F. Foster, David J. ColeHamilton. 2000. Dendrimer-bound Tertiary Phosphines for Alkene Hydroformylation. Inorganic Chemistry Communications. 3(12): 714-717. Ropartz,L., Russell E. Morris, Douglas F. Foster, David J. Cole-Hamilton. 2002. Phosphine-containing carbosilane dendrimers based on polyhedral silsesquioxane cores as ligands for hydroformylation reaction of oct-1-ene. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical. 182: 99-105. Sideratou, Z., Christina Kontoyianni, Garyfalia I. Drossopoulou, Constantinos M. Paleos. 2010. Synthesis of a Folate Functionalized PEGylated Poly(propylene imine) Dendrimer as Prospective Targeted Drug Delivery System. Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters. 20 (22): 6513-6517. Vogtle, F., G. Richardt and N. Werner. 2009. Dendrimer Chemistry. Berlin: WileyVCH. Wang, Wen-Y., Chen Yao, Yu-Feng Shao, Hong-Jie Mu, Kao-Xiang Sun. 2011. Determination Of Puerarin In Rabbit Aqueous Humor By Liquid Chromatography Tandem Mass Spectrometry Using Microdialysis Sampling After Topical Administration Of Puerarin PAMAM Dendrimer Complex. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. 56(4):825829. Zhao, You-L., et al. 2002. Synthesis and thermal properties of novel star-shaped poly( lactide)s with starburst PAMAM–OH dendrimer macroinitiator. Polymer. 43(22): 5819-5825. Zhou, J., Na Ai, Lei Wang, Hua Zheng, Chan Luo, Zhixiong Jiang, Shufu Yu, Yong Cao, Jian. 2011. Roughening the White OLED Substrate’s Surface Through Sandblasting To Improve The External Quantum Efficiency. Organic Electronics. 12(4): 648-653.
J. Kimia Kemasan, Vol.35 No.2 Oktober 2013 : 137-144
144
Vol. 35 No. 2 Oktober 2013 ISSN 2088 – 026X
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
PEDOMAN PENULISAN KTI JURNAL KIMIA DAN KEMASAN 1. Sistematika Penulisan 1.1. Naskah dalam bentuk Makalah Lengkap (full paper) atau Original Research meliputi unsurunsur sebagai berikut: 1.1.1. Judul 1.1.2. Nama, alamat penulis, dan email 1.1.3. Abstrak (memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan) 1.1.4. Kata kunci 1.1.5. Pendahuluan (antara lain latar belakang, perumusan masalah, tujuan, teori, ruang lingkup penelitian, dan hipotesis [opsional]). 1.1.6. Bahan dan metode (waktu dan tempat, bahan dan alat, metode/cara pengumpulan data, metode analisis data) 1.1.7. Hasil dan pembahasan (memuat data atau fakta yang diperoleh dari penelitian dan ulasan tentang hasil, termasuk tabel dan gambar) 1.1.8. Kesimpulan 1.1.9. Saran (optional) 1.1.10. Ucapan terima kasih (optional) 1.1.11. Daftar pustaka (minimal 10 daftar pustaka, 80% acuan primer/jurnal, referensi kemutakhiran 5-10 tahun terakhir) 1.2. Naskah dalam bentuk Ulasan (review) meliputi unsur-unsur sebagai berikut: 1.2.1. Judul 1.2.2. Nama, alamat penulis, dan email 1.2.3. Abstrak 1.2.4. Kata kunci 1.2.5. Pendahuluan 1.2.6. Pembahasan 1.2.7. Kesimpulan 1.2.8. Ucapan terima kasih (optional) 1.2.9. Daftar pustaka (minimal 25 daftar pustaka, 80% acuan primer/jurnal, referensi kemutakhiran 5-10 tahun terakhir) 2. Standar Umum Penulisan 2.1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris 2.2. Judul, abstrak, da kata kunci harus ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). 2.3. Ditulis menggunakan MS Word pada kertas ukuran A4, font Arial ukuran 10, spasi 1, batas atas 3 cm, batas bawah 2 cm, batas kiri 3 cm, batas kanan 2.1 cm, multiple pages mirror margin, section start continous, header&footer different odd & even, header 2 cm, dan footer 2 cm. 2.4. Judul, abstrak, dan kata kunci ditulis dalam format satu kolom. Sedangkan bagian-bagian naskah selanjutnya ditulis dalam dua kolom dengan format justified, first line indent 1 cm, arial 10, spasi 1, dan jarak antar kolom 0.6 cm. 2.5. Penyebutan istilah diluar bahasa Indonesia atau Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic). 2.6. Jumlah halaman maksimal 10 halaman. 3. Cara Penulisan Judul 3.1. Judul mencerminkan inti tulisan, diketik dengan huruf capital cetak tebal (bold), diletakkan ditengah-tengah (centered) dengan menggunakan font Arial 14, spasi 1.
3.2. Apabila judul ditulis dalam bahasa Indonesia, maka dibawahnya ditulis ulang dalam bahasa Inggris, dan sebaliknya. Diketik dengan huruf capital cetak tebal (bold), diletakkan ditengahtengah (centered) dengan menggunakan font Arial 11, spasi 1. 3.3. Apabila KTI menggunakan bahasa Indonesia, maka judul dalam bahasa Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic), sedangkan judul dalam bahasa Indonesia ditulis tidak dengan huruf cetak miring, dan sebaliknya. 4. Cara Penulisan Nama, Alamat, dan Email 4.1. Nama penulis diketik di bawah judul, ditulis lengkap tanpa menyebutkan gelar, diletakkan di tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 12, spasi 1. 4.2. Alamat penulis (nama dan alamat instansi tempat bekerja) ditulis lengkap di bawah nama penulis, diletakkan di tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 10, spasi 1. 4.3. Alamat Pos-el (e-mail) ditulis di bawah alamat penulis, diletakkan di tengah-tengah (centered), diketik dengan huruf regular, menggunakan font Arial 10, spasi 1. 4.4. Jika penulis terdiri lebih dari satu orang, maka harus ditambahkan kata penghubung “dan” (bukan lambang “&”). 4.5. Jika penulis lebih dari satu orang dan berbeda instansi maka dituliskan angka superscript di belakang nama berdasar angka urutan instansi 4.6. Jika alamat penulis lebih dari satu, maka harus diberi tanda angka superscript dan diikuti alamat sekarang. 5. Cara Penulisan Abstrak dan Kata Kunci 5.1. Abstrak ditulis dalam satu paragraf, ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris), menggunakan font Arial 9, spasi 1, format justified. 5.2. Abstrak dalam bahasa Indonesia paling banyak 250 kata, sedangkan abstract dalam bahasa Inggris paling banyak 200 kata. 5.3. Penempatan abstrak disesuaikan dengan bahasa yang digunakan dalam KTI. Apabila KTI menggunakan bahasa Indonesia, maka abstrak didahulukan dalam bahasa Indonesia ditulis dengan huruf cetak regular (tidak dengan huruf cetak miring), sedangkan abstract dalam bahasa Inggris ditulis dengan huruf cetak miring (italic), dan sebaliknya. 5.4. Kata abstrak (abstract) ditulis dengan huruf kapital cetak tebal (bold), menggunakan font Arial 10. 5.5. Abstrak dalam bahasa Indonesia diikuti kata kunci dalam bahasa Indonesia, sedangkan abstract dalam bahasa Inggris diikuti keywords dalam bahasa Inggris. 5.6. Kata kunci ditulis menggunakan font Arial 9. 5.7. Kata kunci terdiri dari minimal tiga kata. 6. Cara Penulisan Bab (heading) 6.1. Bab, ditulis dengan format huruf kapital, rata kiri, bold, font Arial 10, spasi 1. 6.2. Sub Bab (Jika ada) ditulis dengan format huruf capitalize each word, rata kiri, bold, font Arial 10, spasi 1. 7. Cara Penyajian Tabel 7.1. Judul tabel ditampilkan di bagian atas tabel, rata kiri halaman, menggunakan font Arial 9. 7.2. Tulisan “Tabel”, “Nomor”, dan judul tabel ditulis dengan format huruf sentence case. 7.3. Gunakan angka Arab (1,2,3,dst) untuk penomoran judul tabel. 7.4. Tabel ditampilkan rata kiri halaman. 7.5. Jenis dan ukuran font untuk isi tabel menggunakan Arial ukuran 8-9 dengan spasi 1. 7.6 Tabel yang dicantumkan tanpa menggunakan vertical line, hanya menggunakan horizontal line pada bagian judul dan bagian bawah tabel. 7.7. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah tabel, rata kiri, italic, menggunakan font Arial 8. 8. Cara Penulisan Gambar 8.1. Gambar dapat dalam bentuk grafik, matriks, foto, diagram, dan sejenisnya ditampilkan di tengah halaman (centered). 8.2. Judul gambar ditulis di bawah gambar, menggunakan font Arial 9, ditempatkan rata kiri gambar.
8.3. Tulisan “Gambar”, “Nomor”, dan judul tabel ditulis dengan format huruf sentence case. 8.4. Gunakan angka Arab (1,2,3,dst) untuk penomoran judul gambar. 8.5. Pencantuman sumber atau keterangan diletakkan di bawah judul gambar, rata kiri, italic, menggunakan font Arial 8. 9. Cara dan Contoh Penulisan Kutipan (Sitasi) 9.1. Penulisan kutipan (Sitasi) menggunakan metode Chicago Style 9.1.1. Nama belakang atau nama keluarga pengarang pertama, kedua dan ketiga. Untuk karya yang ditulis oleh lebih dari 3 (tiga) orang pengarang, gunakan "et al." atau “dkk” setelah nama belakang pengarang pertama (hanya pengarang pertama yang disebutkan). 9.1.2. Tahun terbit. Antara nama pengarang atau badan korporasi dengan tahun terbit hanya dibatasi dengan satu spasi (tanpa tanda baca lainnya). 9.1.3. Jika dalam satu paragraph/kalimat menggunakan lebih dari 1(satu) kutipan/sitasi maka digunakan tanda penghubung berupa (;) Contoh : a. Menurut Catur (2012), penambahan pelarut berpengaruh kepada …. b. ……….. akan berpengaruh kepada kecepatan reaksi (Catur 2012). c. ………..akan berpengaruh kepada kecepatan reaksi (Catur 2012; Winarno 2009; Raffi, et.al 2007)) 10. Cara dan Contoh Penulisan Daftar Pustaka 10.1. Urutan dalam daftar pustaka ditulis sesuai dengan urutan huruf abjad nama penulis yang dikutip dalam naskah (berdasarkan alfabetis). 10.2. Daftar pustaka ditulis sesuai dengan metode Chicago Style. 10.3. Berikut adalah contoh cara penulisan daftar pustaka dari berbagai sumber yang berbeda. 10.2.1. Jurnal dengan volume dan nomor Pengarang. Tahun. Judul naskah. Nama jurnal. Volume (nomor) : Halaman Setiap huruf awal nama jurnal ditulis dengan huruf kapital. Contoh : Obaidat, I.M., B. Issa, and Y. Haik. 2011. The role of aggregation of ferrite nanoparticles on their magnetic properties. Journal of nanoscience and nanotechnology 11 (5) : 3882-3888. 10.2.2. Buku (satu orang pengarang) Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit Contoh : Suprapto, H. 2004. Petani bangkit: napak tilas perjuangan kaum tani Indonesia. Jakarta : Kuntum Satuhu. 10.2.3. Buku (dua atau tiga orang pengarang) Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit Contoh : Domsch, K.H., W. Garns, and T.H. Anderson. 1980. Compendium of soil fungi. Vol. 1. London : Academic Press. 10.2.4. Buku (lebih dari tiga orang pengarang) Pengarang. Tahun. Judul buku. Edisi. Kota : Penerbit Contoh : Lim, M.S., Y.D. Yun, C.W. Lee, S.C. Kim, S.K. Lee, and G.S. Chung. 1991. Research status and prospects of direct seeded rice in Korea. Los Banos: IRRI. 10.2.5. Skripsi, Tesis, dan Disertasi Pengarang. Tahun. Judul skripsi/tesis/disertasi. Skripsi/tesis/disertasi. Nama perguruan tinggi, Kota. Negara. Contoh : Raffi, M. 2007. Synthesis and characterization of metal nanoparticles. PhD Dissertation. Pakistan Institute of Eng. And Applied Sciences, Islamabad. Pakistan 10.2.6. Artikel dalam Prosiding Pengarang. Tahun. Judul artikel. Dalam : Penulis. Judul buku/prosiding. Kota : Penerbit : Halaman
Contoh : Afifah, N. dan E. Sholichah. 2009. Pemanfaatan virgin coconut oil (VCO) dalam sediaan hand body lotion dan uji stabilitasnya. Dalam : Prosiding seminar nasional Teknik Kimia Universitas Parahyangan : 178 – 184. 10.2.7. Website Pengarang. Tahun. Judul artikel. URL yang terdiri dari protocol/site/path/file. Tanggal akses Contoh : Wolman, David. 2008. Fossil feces is earliest evidence of an America humans. http://news.nationalgeographic.com/news/2008/04/080403first-americans.html. (Accessed April 4, 2008) Pranamuda, H. 2001. Pengembangan plastik biodegradable berbahan baku pati tropis. http://bersihplanet.multiply.com/journal. (diakses pada 21 Desember 2010)
.
Redaksi akan memberikan cetak cuplik kepada penulis sebanyak lima (5) eksemplar
PEDOMAN PENULISAN NASKAH 21 cm
Header 2 cm
Top 2 cm
SINTESIS NANOPARTIKEL PERAK (Arial, 14 pt, Bold) Arial, 14 pt, 1 baris
(SYNTHESIS OF SILVER NANOPARTICLE) (Arial, 11 pt, Bold, Italic) Arial, 14 pt, 1 baris
Rahyani Ermawati dan Siti Naimah (Arial, 12 pt) Arial, 12 pt, 1 baris
Left 3 cm
Right 2,1 cm
Balai Besar Kimia dan Kemasan, Departeman Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur Arial, 10 pt, 1 baris
E-mail:
[email protected] 2 baris (10 pt)
ABSTRAK (Arial, 10 pt, Bold) (1 baris, 9 pt) Indonesia berpeluang untuk mengembangkan nanoteknologi dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam ………(justify, Arial, 9 pt, spasi single)……………………………………….………. (1 baris, 9 pt) Kata kunci : Nanopartikel, Bottom-up, Reduksi kimia, Particle Size Analyzer (PSA), Scanning Electron Microscope (SEM) (1 baris, 9 pt) ABSTRACT (Arial, 10 pt, Bold) (1 baris, 9 pt) Indonesia has a chance in develop the nanotechnology using the natural resources and it will give added value in high price……………… (justify, Arial, 9 pt, spasi single)……………..……………... (1 baris, 9 pt) Key words : Nanoparticles, Bottom-up, Chemical reduction…………………………………
2 baris (9 pt) PENDAHULUAN (1 baris, 10 pt)
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dengan Ms Word dan jumlah halaman maksimal 10 halaman. Naskah disusun dalam 5 subjudul, yaitu PENDAHULUAN, BAHAN DAN METODE, HASIL DAN PEMBAHASAN, KESIMPULAN dan DAFTAR PUSTAKA. Penulisan kutipan di dalam teks menggunakan nam a penulis, bukan nomor, dan nama penulis atau korporasi yang dikutip harus tercantum di dalam daftar pustaka. Judul Judul harus singkat, jelas dan menggambarkan isi naskah. Judul ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak atau Kata Kunci Abstrak m emuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu penelitian. Footer 2 cm
Abstrak berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia dan di bawah dicantumkan kata kunci paling banyak 5 (lima) kata terpenting dalam naskah. Pendahuluan Pendahuluan mencakup latar belakang, tujuan, ruang lingkup penelitian, temuan terdahulu yang akan dikembangkan, disanggah, hipotesis dan pendekatan umum. BAHAN DAN METODE Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang bahan, metode, rancangan percobaan dan rancangan analisis data, waktu dan tempat penelitian. HASIL DAN PEMBAHASAN
0,6 cm
Memuat data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat disajikan dalam bentuk tabel, gambar ataupun ilustrasi lain. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil penelitian, kesesuaian dengan hasil atau penelitian terdahulu dan peran hasil tersebut terhadap pemecahan masalah yang disebutkan dalam pendahuluan. Simbol Matematis Simbol atau persam aan dikemukakan secara jelas.
Bottom 2 cm
matematis
harus
29,7 cm
Awal paragraf menjorok ke dalam 1 cm. Semua kalimat ditulis dengan huruf Arial 10 pt, jarak baris 1 spasi. Format penulisan terdiri dari 2 kolom dengan jarak kolom 0,6 cm. Kertas : A4 Multiple pages : Mirror margin Top : 2 cm Bottom : 2 cm Left (Inside) : 3 cm Right (Outside) : 2,1 cm Section start : Continous Header & Footer : Different Odd & Even Header : 2 cm Footer : 2 cm
Tabel Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan di dalam teks. Setiap tabel diberi judul yang singkat dan jelas diletakkan di atas tabel, sehingga setiap tabel dapat dipandang berdiri sendiri sedangkan untuk gambar atau grafik judulnya diletakkan di bawah gambar/ grafik. Singkatan kata perlu diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan di bawah tabel. Pengolahan Naskah Redaksi melakukan penilaian, koreksi dan perbaikan. Kriteria penilaian meliputi : kebenaran isi, tingkat keaslian, kejelasan uraian dan kesesuaian dengan misi publikasi. Redaksi akan mengembalikan naskah kepada penulis untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi dan naskah yang tidak dapat diterbitkan akan diberitahukan. Ulasan dan tinjauan ilmiah Ulasan sebaiknya merupakan tinjauan mengenai masalah yang terkini (up to date) dari industri kimia, kemasan, cemaran, rancang bangun dan perekayasaan. KESIMPULAN Ditulis dengan ringkas hasil-hasil yang didapat. DAFTAR PUSTAKA Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan ditulis sesuai penulisan daftar pustaka dengan metode Chicago Style.
Vol. 35 No. 2 Oktober 2013
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
ISSN 2088 – 026X
1
LEMBAR ABSTRAK 1,2
1
Sugik Sugiantoro , Sudirman , Mashadi , A. 3,4 Mahendra 1) Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir – BATAN Gedung 71-BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan15314 2) Jurusan Kimia , FMIPA –UI Kampus Baru UI, Depok 3) Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP) – BPPT Gedung Teknologi II-BPPT Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan15314 4) Jurusan Ilmu Bahan, FMIPA –UI Kampus Baru UI, Depok E-mail:
[email protected]
Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik Dan Termal Komposit Metil Metakrilat-Pb3 o4
paling baik. Teknik pembuatan membran dilakukan menggunakan metode casting. Terdapat dua seri sampel yang akan di uji, yaitu membran dengan variasi komposisi montmorillonite dan variasi komposisi LiClO4. Komposisi kitosan dan montmorillonite yang digunakan pada sampel seri kedua diperoleh dari komposisi optimal membran kitosan-montmorillonite pada sampel seri pertama. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji tarik, pengukuran konduktivitas ionik dan identifikasi menggunakan difraksi sinar X. Penambahan montmorillonite meningkatkan kuat tarik membran dan konduktivitas ionik setelah ditambah LiClO4. Pada kondisi optimal diperoleh konduktivitas ionik 2,383 x 10-5 S/cm dan kuat tarik 15,19 Mpa pada komposisi montmorillonit 5% b/b dan LiClO4 40%. Hasil analisis difraksi sinar X menunjukkan terjadi proses interkalasi polimer kitosan ke dalam montmorillonite. Kata kunci : nanokomposit, kitosan, montmorillonite, polimer elektrolit
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 71-76 Telah dipelajari pengaruh penambahan stiren terhadap sifat mekanik dan termal dari komposit methyl methacrylate (MMA)-Pb3O4. Pembuatan komposit stirenMMA dengan Pb3O4 sebagai bahan perisai radiasi yang fleksibel dilakukan dengan pencampuran 0% sampai dengan 50% berat karet Standard Indonesian Rubber (SIR)-20 dengan 100 gram MMA, dengan mesin mixing mill pada suhu 100°C, 148 rpm selama 15 m enit. Penambahan serbuk Pb3O4 dilakukan secara perlahanlahan untuk mendapatkan hasil yang homogen. Berdasarkan sifat mekanik dan termal, menunjukkan bahwa penambahan stiren sampai dengan 30% berat merupakan kondisi optimal yang mengakibatkan peningkatan sifat mekanik, sedangkan sifat termal mengalami proses degradasi menjadi dua tahap yaitu pada suhu 310°C sampai dengan 440°C dan suhu 450°C sampai dengan 520°C. Hal tersebut diakibatkan karena stiren memiliki ketahanan termal yang lebih tinggi dibandingkan dengan MMA. Kata kunci : Struktur mikro, Stiren, Methyl methacrylate, Pb3O4
1
2
1
1
Evi Yulianti, Rosiana Dwi Saputri, Sudaryanto, Heri 1 Jodi dan Rohmad Salam 1) Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklit-BATAN Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang 15314, Indonesia 2) Jurusan Fisika-FMIPA Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto E-mail:
[email protected] Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit Padat Berbasis Nanokomposit Kitosan Montmorillonite Untuk Aplikasi Baterai J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 77-83 Telah dilakukan pembuatan bahan polimer elektrolit padat berbasis nanokomposit kitosan montmorillonite yang diaplikasikan dalam sistem baterai. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan komposisi optimal antara kitosan, montmorillonite dan LiClO4 sehingga diperoleh membran dengan karakteristik yang
Indra Gunawan, Ari Handayani dan Saeful Yusuf PTBIN Batan Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang 15310 E-mail:
[email protected] Analisis Struktur Kristal Lifepo4 Olivine Sebagai Bahan Katoda Batere Li-Ion J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 85-89 Sintesis LiFePO4 dilakukan dengan pencampuran LiCl, FeCl2.4H2O dan H3PO4 ekuim olar ke dalam air. Homogenasi larutan dilakukan dengan pengaduk magnetic pada suhu 60o C. Prekursor LiFePO4 diperoleh setelah pem anasan 200o C dengan furnace selama 2 jam. Sintering prekursor LiFePO4 dilakukan pada suhu 700o C dengan furnace selama 4 jam dengan aliran N2 untuk membentuk fasa kristalit LiFePO4. Kemurnian fasa dan struktur kristal dianalisis dengan menggunakan XRD. Analisis struktur kristal dari pola difraksi sinar-X dilakukan dengan perangkat lunak FULLPROF. Pengamatan morfologinya dilakukan dengan menggunakan SEM dengan kombinasi energy dispersive spectroscopy (EDS) dan pengukuran gugus fungsional dengan FT-IR. Hasil analisis struktur kristal menunjukkan bahwa senyawa LiFePO4 memiliki struktur Kristal orthorhombic, space group 62, simbol Pnma (Hermann-Mauguin) dengan parameter kisi a= 6.0019999, b= 10.330000, c= 4.6999998. Kata kunci : LiFePO4, Katoda, Baterai Li-ion
Ari Handayani Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15340 E-mail :
[email protected] Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida Fe Dengan Proses Kimia Dan Fisika J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 91-96
Saat ini nanopartikel magnetik dalam bentuk sistem coreshell banyak dikembangkan untuk mendapatkan nanopartikel dengan magnetisasi tinggi. Core berupa bahan logam transisi murni (Fe atau Co) dan shell berbentuk oksida maupun bahan anorganik/logam lain, diharapkan akan diperoleh nanopartikel yang tahan terhadap pengaruh oksidatif dengan permukaan yang siap untuk modifikasi lanjut. Pada penelitian ini, proses sintesis nanopartikel core-shell Fe/oksida Fe dilakukan dengan proses kimia presipitasi-reduksi maupun fisis dengan proses milling energi tinggi. Pada makalah ini dibahas struktur nanopartikel yang terbentuk dari kedua proses ini. Hasil pengamatan dengan Transmission Electron Microscope (TEM) menunjukkan struktur coreshell yang lebih jelas pada nanopartikel hasil proses kimia dibanding proses fisis. Kata kunci : Nanopartikel magnetik, core-shell, Fe/oksida Fe Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita dan Guntarti Supeni Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail:
[email protected] Preparasi Dan Karakterisasi Polimer Blend Poli Butilen Suksinat (Pbs)/Poli Etilen Tereftalat (Pet) J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 97-104 Penelitian tentang pembuatan komposit PBS yang bersifat biodegradable dengan polimer poliester sintetik (PET) telah dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi masalah lingkungan akibat penggunaan plastik sintetis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh polimer blend yang bersifat biodegradable dan mempelajari kompatibilitasnya. PET dan polimer biodegradable polibutilen suksinat (PBS) dicampur dengan metode blending menggunakan extruder rheomix Haake. Variasi yang dilakukan adalah variasi komposisi PBS sebesar 2%, 5% dan 10%. Karakterisasi bahan baku dan masing-masing sampel dari berbagai variasi pembuatan dilakukan dengan FT-IR, SEM, dan sifat termal (STA/TG, DSC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa spektrum polimer blend pada bilangan gelombang 1955,82 cm-1 diperoleh yang menunjukkan adanya gugus benzena PET pada polimer blend, meningkatnya nilai kekerasan seiring dengan bertambahnya jumlah PBS dalam polimer blend, dan analisis pencampuran yang sempurna dari PET dan PBS menjadi satu matriks/fasa. Hasil analisis DSC juga menunjukkan adanya sedikit kenaikan kristalinitas polimer blend dengan jumlah PBS 2%, penurunan titik leleh PET sebanding dengan bertambahnya jumlah PBS dan akan naik kembali ketika jumlah PBS 10%. Kata kunci: Polimer blend, Polibutilen suksinat, Polietilen tereftalat.
Suryo Irawan dan Guntarti Supeni Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur Email :
[email protected] Karakteristik Migrasi Kem asan Dan Peralatan Rumah Tangga Berbasis Polimer J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 105-112
Kemasan makanan dan peralatan rum ah tangga pada saat ini sangat beragam. Masyarakat dihadapkan pada banyak pilihan, namun diindikasikan adanya bahaya migrasi dibalik penggunaan produk tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang karakterisasi migrasi kemasan dan peralatan rumah tangga berbasis polimer. Penelitian telah dilaksanakan di Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK). Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan contoh di pasaran yaitu pasar modern maupun tradisional dengan pengujian rutin di laboratorium. Selanjutnya contoh diuji global migrasi dan kandungan logam termigrasinya. Contoh dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu melamin (melamine formaldehyde), kemasan multilayer, dan contoh produk yang berbasis atau berbahan baku polimer (kemasan dan peralatan rumah tangga). Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis serta membuat database produk kemasan dan peralatan rumah tangga yang berbahan dasar polimer yang beredar di masyarakat. Standar acuan yang digunakan untuk menentukan ambang batas migrasi yang diperbolehkan adalah Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) No. HK 03.1.23.07.11.6664 tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemasan makanan dan peralatan rumah tangga yang beredar di pasaran masih dalam batas aman digunakan untuk produk makanan. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji global migrasi, formaldehid terekstrak, dan kandungan logam termigrasi masih berada di bawah ambang batas maksimal yang diperbolehkan. Kata kunci : Kemasan, Polimer kemasan, Melamin, Kemasan multilayer
1,2
1,3
1
Dina Mariana , Nuri Andarwulan , Hanifah Nuryani Lioe 1 Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor 2 Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) 3 Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center (SEAFAST Center), Institut Pertanian Bogor, Bogor E-mail:
[email protected] Validasi Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monom er Stiren Pada Kemasan Polistiren J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 113-122 Monom er stiren merupakan bahan dasar kemasan pangan yang menjadi isu perhatian terkait keamanan pangan. Saat ini di dalam peraturan nasional maupun internasional, peraturan persyaratan pada total residu dari monom er stiren dalam kemasan pangan. Dalam rangka menunjang pengawasan kemasan pangan polistiren, maka diperlukan peningkatan kapasitas pengujian kandungan spesifik residu total monomer stiren di laboratorium sesuai dengan peraturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi metode analisis pengujian kandungan spesifik residu total monom er stiren pada kemasan polistiren dengan heptana sebagai simulan pangan menggunakan kromatografi gas dengan pendeteksi ionisasi nyala, sesuai prosedur uji yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Hasil validasi metode analisis adalah linieritas dengan persamaan regresi y = 0,186x nilai R2 = 0,999, presisi dengan nilai relatif standar deviasi (RSD) = 0,93 %, akurasi dengan persen perolehan kembali (% recovery) 98,04 ± 2,62 %, pada konsentrasi stiren yang ditambahkan 502 µg/g dan selektivitas yang baik.
Kata kunci : Stiren, polistiren, heptana, simulan pangan, krom atografi gas 1
2
Kata kunci : Sarung tangan, Lateks pra-vulkanisasi radiasi, Lateks vulkanisasi belerang
2
Eni Budiyati , Panut Mulyono , dan Suryo Purwono 1 Teknik Kimia UMS, Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta, Indonesia 2 Teknik Kimia UGM, Jl. Grafika Yogyakarta, Indonesia E-mail :
[email protected]
Dwinna Rahmi Balai Besar Kimia dan Kemasan, Kementerian Perindustrian RI Jl. Balai Kimia I Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur E-mail :
[email protected]
Pengaruh Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi L-Dopa, Kc Dan De Pada Ekstraksi L-Dopa Dari Biji Kara Benguk (Mucuna Pruriens Dc.)
Review Dendrimer : Definisi, Sintesis, Aplikasi Dan Prospektif
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 123-129
J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 137-144
Mucuna pruriens (biji kara benguk) merupakan tanaman penghasil bahan obat-obatan karena mengandung senyawa L-Dopa. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk pengobatan penyakit gangguan syaraf, anti bisa ular, meningkatkan bobot dan kekuatan otot, vitalitas seksual pria, zat anti-aging dan obat cacing pada manusia. Penelitian ini bertujuan untuk m engekstraksi LDopa dari biji kara benguk dengan menggunakan pelarut air. Di samping itu, penelitian ini juga m engevaluasi pengaruh dari diameter partikel terhadap konsentrasi Ldopa hasil ekstraksi, koefisien transfer m assa (kC), dan difusivitas efektif (De). Tahapan yang digunakan pada penelitian ini adalah, persiapan bahan baku, proses ekstraksi, dan analisis L-Dopa. Proses ekstraksi dilakukan dalam tangki yang dilengkapi dengan therm ometer. Analisis L-Dopa dilakukan dengan dengan High Performance Liquid Chrom atography (HPLC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil diameter partikel maka konsentrasi L-Dopa terekstrak semakin besar. Konsentrasi tertinggi diperoleh pada diameter partikel 0,5 mm yaitu 1739,56 ppm. Nilai difusivitas efektif (De) untuk variabel diameter partikel (0,5; 0,675; 2,18; dan 2,5 mm) hampir sam a yaitu 2,99.10–5 sampai 3,07.10–5 cm2/menit. Sedangkan nilai koefisien transfer massa (kC) berbanding terbalik dengan diameter partikel. Nilai kC berkisar antara 2,83.10-2 sampai 3,98.10-2 g/cm2.menit.
Dendrimer merupakan makrostruktur monodisperse dengan banyak cabang yang homogen dan degree of branching (DB) 100%. Dua cara sintesis dendrimer yaitu convergent dan divergent dilakukan. Convergent dilakukan dengan reaksi kovalen antara dua dan lebih monomer. Divergent dimulai dengan pembentukan inti dilanjutkan dengan pembentukan cabang yang merupakan group fungsional yang aktif. Sejauh ini dendrimer sudah banyak diterapkan pada bidang farmasi yaitu drug delivery dan non farmasi pada proses industri sebagai katalis. Katalis dendrimer dapat dikembangkan lagi pada teknologi membran, penyangga katalis, membran reaktor, katalis yang selektif dan menjadi fasa pemindahan katalis. Dendrimer dengan struktur yang unik berpotensi dikembangkan pada bidang lain seperti pigm en/pewarna, perekat, dan bahan tambahan dalam bahan kimia. Selain itu dendrimer juga dapat diaplikasi pada bidang elektronik, LCD, dan berbagai biodendrimer. Sumber alam Indonesia seperti mineral dan hayati dapat dikembangakan menjadi dendrimer seperti glicerol menjadi hyperbranch glycerol yang dapat diaplikasinya menjadi peyangga katalis.
Kata kunci : Biji Kara Benguk, Difusivitas, Ekstraksi, Koefisien Transfer Massa, L-Dopa. Marsongko Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN Jln Lebak Bulus No. 49, Jakarta 12440, Indonesia E-mail:
[email protected] Perbandingan Pembuatan Sarung Tangan Dari Lateks Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan Belerang J. Kimia Kemasan Oktober 2013, Vol. 35 No. 2 : 131-136 Pembuatan sarung tangan dari lateks vulkanisasi radiasi dan belerang telah dilakukan. Kondisi optimal pembuatan sarung tangan yang meliputi kadar bahan penggumpal, formulasi kompon lateks, proses pemanasan, dan pencucian disesuaikan dengan kondisi peralatan yang ada. Pengeringan sarung tangan dilakukan dalam oven pada suhu 130°C selama 0 menit, 4 menit, 8 menit, 12 menit, 16 menit, 20 menit, 24 menit, dan 28 m enit. Parameter yang diamati meliputi sifat fisik dan mekanik sarung tangan. Sarung tangan yang dihasilkan baik dari lateks alam vulkanisasi radiasi maupun vulkanisasi belerang kualitasnya memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu sarung tangan karet sekali pakai untuk pemeriksaan kesehatan (SNI 16-2623-2002) dan sarung tangan karet steril sekali pakai untuk keperluan pemeriksaan bedah (SNI 16-2622-2002).
Kata kunci : Dendrimer, Convergent, Divergent, Potensi Aplikasi
Indeks Kata Kunci Jurnal Kimia dan Kemasan Vol.35, No.1 dan No.2, 2013 A Aktivasi zeolit, 58 B Batere Li-ion, 85 Batu apung, 45 Berkas elektron, 52 Biji Kara Benguk, 123 Bioplastik, 20 C Convergent, 137 Core-shell, 91 D Dendrimer, 137 Difusivitas, 123 Divergent, 137 E Ekstraksi, 123 F Fenol, 45 Fe/oksida Fe, 91 Fotokatalisis, 45 G Glukosa, 52 H Heptana, 113 I Iradiasi, 52 K Katoda, 85 Kekuatan tarik, 20 Kemasan multilayer, 105 Kemasan pangan, 6 Kemasan, 105 Kesadahan, 58 Kitosan, 65, 77 Koefisien Transfer Massa, 123 Koloid, 65 Krim nanopartikel, 30 Kromatografi gas, 113 L Laju transmisi uap air, 1 Lateks Pra-vulkanisasi Radiasi, 131
Lateks vulkanisasi Belerang, 131 L-Dopa, 123
LiFePO4, 65 Linier Low Density Polyethylene, 1 Low density poly ethylene, 20 M Melamin, 113 Metil Metakrilat, 71 Montmorillonite, 77 N Nanokomposit, 6, 77 Nanopartikel, 37 Nanopartikel magnetik, 91 Nanopartikel oksida Fe, 65 P Pati biji durian, 20 Pati sagu, 20 Perpanjangan putus, 20 Pertukaran ion, 58 Polibutilen suksinat, 97 Polietilen tereftalat (PET).97 Polimer blend, 97 Polimer elektrolit, 77 Polimer kemasan, 105 Polimer, 6 Polistiren, 113 Potensi aplikasi, 137 Presipitasi, 37 S Sakarifikasi, 52 Sarung tangan, 131 Sifat magnetik, 65 Sifat mempertahankan kelembaban kulit, 30 Simulan pangan, 113 Stabilitas emulsi, 30 Stiren, 71, 112 Struktur mikro,71 T Teknologi nano, 30 Timbal oksida, 71 TiO2, 45 Z Zeolit, 58 Zeolit alam, 58 Zero Valent Iron, 37 145
Indeks Pengarang Jurnal Kimia dan Kemasan Vol.35, No.1 dan No.2, 2013 A Adel Fisli, 37 Agung Sri Hendarsa, 45 Agus Sudibyo, 6 Agustina A. Cahyaningtyas, 97 Ari Handayani, 85, 91 Arie Listyarini, 1, 97 A. Mahendra, 71 B Budi Nurtama, 20 C Catur Nitya V.N, 45 D Darsono, 52 Dina Mariana, 113 Dwinna Rahmi, 30,137 E Emmy Ratnawati, 30 Eni Budiyati, 123 Evana Yuanita, 97 Evi Yulianti, 77 F G Grace Tj. Sulungbudi, 65 Guntarti Supeni, 97, 105 H Hanifah Nuryani Lioe, 113 Harsojo Hefni Effendi, 20 Heri Hermansyah, 45 Heri Jodi, 77 I Indra Gunawan, 85
J Jessica Tanuwijaya, 45 M Made Sumarti Kardha, 52 Marsongko, 131 Mashadi, 71 Melanie Cornelia, 20 Muhammad Idham Rizki, 1 Mujamillah, 65 N Novi Nur Aidha, 58 Nuri Andarwulan, 113 P Panut Mulyono, 123 R Retno Yunilawati, 30 Rizal Syarief, 20 Rohmad Salam, 77 Rosiana Dwi Saputri, 77 S Saeful Yusuf, 37, 85 Siti Wardiyati, 37 Slamet, 45 Sudaryanto, 77 Sudirman, 71 Sugiarto Danu, 52 Sugik Sugiantoro, 71 Suryo Irawan, 105 Suryo Purwono, 123 T Tiurlan F.Hutajulu, 6 W Wiwik Pudjiastuti, 1
146
UCAPAN TERIMA KASIH
Dewan Redaksi mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari sebagai reviewer yang telah menelaah dan memberi masukan serta rekomendasi dalam rangka menjaga mutu jurnal ini sesuai kaidah-kaidah karya tulis ilmiah. Adapun namanama mitra bestari sebagai berikut :
NO
NAMA
1
Drs. Sudirman, MSc, APU
2
DR. Rike Yudianti
3
Prof. DR. Slamet, MT
4
DR. Etik Mardliyati
5
DR. Sunit Hendrana
INSTANSI BATAN LIPI UI BPPT LIPI
ISSN 2088 – 026X
JURNAL KIMIA DAN KEMASAN
Volume 35 Nomor 2 Oktober 2013 DAFTAR ISI Pengaruh Penambahan Stiren Terhadap Sifat Mekanik Dan Termal Komposit Metil Metakrilat-Pb3O4 ……………...………………...………………...………………...……………..
71 – 76
Sugik Sugiantoro, Sudirman, Mashadi, dan A. Mahendra Pembuatan Bahan Polimer Elektrolit Padat Berbasis Nanokomposit Kitosan Montmorillonite Untuk Aplikasi Baterai ……………………………………...…………........
77 – 83
Evi Yulianti, Rosiana Dwi Saputri, Sudaryanto, Heri Jodi, dan Rohmad Salam Analisis Struktur Kristal LiFePO4 Olivine Sebagai Bahan Katoda Baterai Li-Ion ........
85 – 89
Indra Gunawan, Ari Handayani, dan Saeful Yusuf Pembentukan Struktur Nanopartikel Core-Shell Fe/Oksida Fe Dengan Proses Kimia dan Fisika ………………………………………………..…………………………………...........
91 – 96
Ari Handayani Sintesis Dan Karakterisasi Polimer Blend Poli Butilen Suksinat/Poli Etilen Tereftalat .............................................................................................................................
97 – 104
Arie Listyarini, Agustina A. Cahyaningtyas, Evana Yuanita, dan Guntarti Supeni Karakterisasi Migrasi Kemasan Dan Peralatan Rumah Tangga Berbasis Polimer …..
105 – 112
Suryo Irawan dan Guntarti Supeni Validasi Metode Analisis Kandungan Spesifik Residu Total Monomer Stiren Pada Kemasan Polistiren ……………..……..................……..……………..………………..………
113 – 122
Dina Mariana, Nuri Andarwulan, dan Hanifah Nuryani Lioe Pengaruh Diameter Partikel Terhadap Konsentrasi L-DOPA, kc, Dan De Pada Ekstraksi L-DOPA Dari Biji Kara Benguk (Mucuna pruriens DC.)……………………….
123 – 129
Eni Budiyati, Panut Mulyono, dan Suryo Purwono Pembuatan Sarung Tangan Dari Lateks Alam Yang Divulkanisasi Radiasi Dan Belerang ..............................................................................................................................
131 – 136
Marsongko Dendrimer : Sintesis Dan Potensi Aplikasi …………………………………………………..
137 – 144
Dwinna Rahmi Indeks Kata Kunci ………………………………………………………………………………...
145
Indeks Pengarang ………………………………………………………………………………...
146