Laboratorioun Pengolahan Bahan Galian Program Studi Teknik Metalurgi Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan
Laporan Modul X, MG 2213 FLOTASI SULFIDA Moch Iqbal Z M (12512016) / Kelompok 7 / Jumat, 28-03-2014 Asisten : Achmad Aryaseta ( 12511024 )
Abstrak - Praktikum Modul X– Tujuan dari percobaan flotasi adalah untuk menunjukkan proses pemisahan berdasarkan perbedaan sifat permukaan, mengetahui cara kerja flotasi dan variable operasinya, juga pengaruh variable operasinya terhadap pemisahan umpan yang dimasukkan. Percobaan ini dilakukan dengan cara melarutkan umpan didalam suatu wadah, kemudian dilakukan flotasi dengan memasukkan beberapa reagen kedalamnya. A. Tinjauan Pustaka Flotasi merupakan salah satu proses konsentrasi untuk memisahkan mineral berharga dari pengotornya berdasarkan sifat permukaan / kebasahannya terhadap air. Bijih berukuran halus dalam bentuk pulp dihembuskan udara sehingga terbentuk gelembung udara. Kebanyakan mineral berharga sulit dibasahi air (hydrophobic) akan mudah menempel pada gelembung udara kemudian terbawa ke permukaan air/sel flotasi, sedangkan mineral pengotor yang mudah dibasahi air (hydrophilic) tidak menempel pada gelembung udara dan tertinggal di dasar sel flotasi. Proses flotasi ini merupakan proses yang selektif sehingga sering diaplikasikan untuk memisahan mineral sulfida dalam bijih kompleks (dapat mengandung galena (PbS), sphalerite (ZnS), chalcopyrite (SuFeS2) dan pengotornya). Flotability adalah sifat kimia darimineral yaitu kekuatan mengapung mineral yang tergantung pada senang tidaknya terhadap udara. Terdapat dua macam jenis mineral, yaitu : a. Polar, senang pada air ( hydrofillic / aerophobic ) b. Non polar, senang pada udara (hydrophobic / aerofillic ) Dengan mendasarkan sifat mineral tersebut maka mineral yang satu dengan lainnya dapat dipisahkan dengan gelembung udara. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam flotasi adalah : 1. Diameter partikel harus disesuaikan dengan butiran mineral 2. Persen solid yang baik 25% - 45% (pryor), 15% - 30% (gaudin) 3. Sudut kontak yang baik sekitar 60° – 90°, berarti usaha adhesinya besar sehingga udara dapat menempel pada permukaan mineral yang mengakibatkan mineral dapat mengapung. Sudut kontak merupakan sudut yan dibentuk antara gelembung udara dengan mineral pada suatu titik singgung. Sudut kontak mempengaruhi daya kontak antara bijih dengan gelembung udara. 4. pH Kritis pH kritis merupakan pH larutan yang mempengaruhi konsentrasi kolektor yang digunakan dalam pengapungan mineral. Pada gambar dibawah menunjukkan hubungan antara konsentrasi sodium diethyl dithiophosphate dan pH kritis. Mineral yang digunakan adalah pyrite, galena dan chalcophyrite. Konsentrasi kolektor tersebut dapat mengapungkan chalcophyrite dari galena pada pH 7 – 9, galena dari
pyrite pada pH 4 – 6 dan chalcophyrite dari pyrite pada pH 4 – 9. Jenis-jenis reagen kimia yang biasa digunakan dalam flotasi beserta fungsinya : Keberhasilan proses flotasi sangat ditentukan oleh ketetapan penggunaan reagent, baik jumlah maupun jenisnya. Reagen flotasi yang ditambahkan pada tahap conditioning dengan tujuan menciptakan suatu pulp yang kondisinya sesuai agar dapat dilakukan flotasi dan mineral yang diinginkan dapat terapungkan sebagai konsentrat. 1. Collector (collecting agent, promotor) Adalah suatu reagen yang memberikan sifat menempel pada udara sehingga mineral tersebut senang pada udara. Collector merupakan zat organik dalam bentuk asam, basa atau garam yang berbentuk heteropolar, yaitu satu ujungnya senang pada air dan ujung lainnya senang pada udara. Molekul kolektor berupa senyawa yang dapat terionisasi menjadi ion-ion dalam air (ionizing collector) atau berupa senyawa yang tidak dapat terionisasi dalam air (non ionizing collector). Non ionizing collector umumnya merupakan hidrokarbon cair yang dihasilkan dari minyak maupun batubara (heptane = C7H12, toluen = C6H5CH3). Sedangkan ionizing collector merupakan jenis kolektor yang molekulnya memiliki struktur heteropolar, yaitu salah satu kutubnya bersifat polar (dapat dibasahi air), sedangkan kutub lainnya bersifat non polar (tidak dapat dibasahi air). Macam kolektor antara lain : a. Xanthat, hasil reaksi alkohol, alkali dan sulfida karbon b. Aerofloat, reaksi fenol dengan penta sulfida phosphor c. Thio carbonalit (urae), sebagai serbuk halus d. Fatty acid (asam lemak), untuk flotasi non logam e. Oleic acid f. Palmatic acid 2. Conditioner/Modifier Merupakan suatu reagent, bila ditambahkan ke dalam pulp akan memberikan pengaruh tertentu terhadap air atau mineral agar dapat membantu atau menghalangi kerja dari collector. Pengaruh umum yang dihasilkan adalah memperkuat atau memperlemah hydrophobisitas dari suatu permukaan mineral tertentu. Modifier ini biasanya an organik. Macam conditioner/modifier a. Reagent pengontrol pH
Berfungsi untuk membuat suasana larutan menjadi asam atau basa. Pengaruh pH dalam flotasi sangat penting sebab pH dapat mampengaruhi aksi dari reagent lain terutama kolektor. Reagent kolektor akan bekerja dengan baik pada permukaan mineral tertentu bila mencapai harga pH kritis. pH kritis adalah ambang batas pH dimana kolektor dapat bekerja dengan baik pada minerl tertentu. Harga pH kritis akan naik bersama naiknya kolektor yang dipakai. Tinggi rendahnya pH ditentukan oleh konsentrasi ion-ion hidrogen dan ion-ion hidroksil (OH). Pengaruh ionion hidrogen hidroksil adalah terhadap hidrasi permukaan bila tanpa kolektor dan adsorbsi kolektor pada permukaan mineral. b. Depressing Agent (reagent pengendap) Berfungsi untuk mencegah dan menghalangi mineral yang mempunyai flotablitas sama supaya tidak menempel pada gelembung udara. Biasanya yang digunakan adalah seng sulfat (ZnSO4) untuk menekan mineral sfalerit dan sodium sianida (NaCN) untuk menekan mineral pyrite. c. Activating Agent (reagent pangaktif) Berfungsi mengembalikan sifat flotabilitBerfungsi mengembalikan sifat flotabilit mineral sehingga tidak terpengaruh oleh aksi reagent kolektor yang telah diberikan sebelumya. Contohnya tembaga sulfat (CuSO4) terhadap mineral sfalerit. Mineral sfalerit tidak dapat diapungkan dengan baik oleh kolektor xanthate. d. Sulfidizing Agent Penambahan Na2S akan mengakibatkan endapan yang berupa selaput sulfida pada mineral tersebut sehingga logam oksida dapat terselimuti sulfida. Pemakaian sulfida yang berlebihan akan membuat sulfida itu mengandap. e. Reagent Dispersi (dispersant, defloculator) Berfungsi menjaga agar partikel-partikel mineral tidak membentuk gumpalan tetapi tetap berada dalam suspensi. Fraksi mineral yang bersifat non polar mempunyai kecenderungan untuk membentuk gumpalan, sedangkan mineral-mineral yang polar tidak berkecenderungan demikian tetapi tetap melayang. Reagent yang biasa digunakan adalah waterglass. Kedudukan sebaran dapat dipertahankan oleh reagent waterglass akibat adsorbsi ionionnya terhadap permukaan mineral. 3. Frother Merupakan suatu zat organik hydrocarbon yang terdiri dari polar dan non polar. Fungsi reagent ini untuk menstabilkan gelembung udara agar dapat sampai ke permukaan. Zat tersebut menyelimuti gelembung udara sehingga tegangan permukaan air akan menjadi lebih rendah, sehingga akan timbul gelembung udara. Dengan demikian frother ini dapat menimbulkan gelembung udara. Molekul frother adalah heteropolar, terdiri dari gugusan hydroxyl bersifat polar yang menarik air dan rantai hidrokarbon sebagai gugusan non polar. Macam- macam frother adalah : a. Methyl amil alcohol b. Methyl iso butil carbinol c. Cresitic acid d. Pine oil e. Polyprophylene glycol ether
Disamping jenis dan jumlah reagent flotasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan operasi flotasi, antara lain : 1. Laju Udara (air flow) Fungsi udara dalam flotasi sebagai pengikat partikel yang mempunyai sifat permukaan hydriphobic. Pengendalian laju udara umumnya merupakan cara yang biasa digunakan untuk mengontrol kadar dan perolehan konsentrat yang dihasilkan. 2. Persen Padatan Penentuan persen padatan untuk flotasi tergantung pada keadaan bijih yang dipisahkan. Ada kecenderungan bahwa flotasi untuk partikel kasar dapat dilakukan dengan persen padatan besar, begitu juga sebaliknya. Untuk flotasi mineral sulfida pada tingkat rougher menggunakan persen padatan relatif besar ± 45%, sedangkan untuk tingkat cleaner sekitar 25%. 3. Laju Pengumpanan (feed rate) Laju pengumpanan akan berpengaruh terhadap kapasitas dan waktu tinggal (residence time). Semakin tinggi laju pengumpanan maka kapasitas alat akan semakin tinggi dengan demikian umumnya perolehan menjadi rendah. Hal ini karena waktu tinggal partikel yang singkat sehingga partikel tidak mempunyai waktu yang cukup untuk bertumbukan dengan gelembung udara. Akibatnya banyak partikel hydrophobic yang terbuang sebagai tailing. Namun kemungkinan kadar konsentrat yang dihasilkan semakin tinggi, oleh karena itu perlu dicari berapa laju pengumpanan yang paling optimum. 4. Laju Udara Pembilasan (wash water rate) Air pembilas digunakan (khusus pada flotasi kolom) seperti halnya laju udara, dalam pengendalian laju air pembilasan diperlukan control yang ketat pula. Air pembilasan berfungsi untuk membantu mengalirkan konsentrat ke dalam lounder. PEmakaian air pembilas ini merupakan khas yang membedakan antara flotasi kolom dengan flotasi konvensional. 5. Ketebalan Lapisan Buih (froth depth) Lapisan buih pada flotasi kolom merupakan zona berlangsungnya proses pemisahan partikel hydrophilic yang terjebak pada antar gelembung udara oleh adanya air pembilas. Apabila lapisan buih terlalu dangkal maka partikoel hydrophilic yang terperangkap dalam lapisan buih tidak sempat jatuh ke daerah pulp sehingga terbawa sebagai konsentrat. 6. Ukuran Gelembung Udara Besar dan kecilnya ukuran gelembung udara berpengaruh terhadap luas total permukaan bijih. Untuk mengatur ukuran gelembung udara pada flotasi konvensional dapat dilakukan dengan mengatur kecepatan putar impeller. Semakin besar luas permukaan gelembung udara maka semakin banyak pula kemungkinannya partikel dapat bertumbukan dan menempel pada gelembung udara. 7. Ukuran Partikel Partikel yang terlalu halus mempunyai luas permukaan spesifik (cm2/gr) yang lebih besar disbanding butiran kasar, sehingga lebih banyak mengadopsi reagent. Permukaan halus juga akan lebih mudah berinteraksi satu sama lainnya sehingga memungkinkan terjadinya ikatan antar mineral
pengotor dengan mineral yang diinginkan. Akibat dari mineral halus adalah perolehan akan rendah dan kadar konsentrat akan rendah akibat butiran halus ikut terapung dan terbawa ke dalam konsentrat. Mekanisme dalam flotasi dimana mineral yang menempel pada gelembung udara (Froth) dapat terangkat ke atas.
Hasil AAS Produk PbS dalam Konsentrat 1 PbS dalam Konsentrat 2 PbS dalam Konsentrat 3 PbS dalam Konsentrat 4 Jumlah PbS dalam Konsentrat umpan
pH 9 33,02 37,83 23,12 55,12 154,7 303,79
pH 11 38,02 21,12 48,08 52,09 144,48 303,79
pH 6
pH 8
pH 9
pH 11
23,17
21,98
21,32
20,12
11,39
8,32
14,21
11,03
8,89
7,78
11,54
7,34
7,11
6,98
9,53
4,89
50,56
45,06
56,6
43,38
73,45
75,22
67,9
83,23
6
%berat konsentrat total 54.284
8
58.432
9
49.077
11
52.441
ph
pH % PbS Konsentrat 1 Konsentrat 2 Konsentrat 3 Konsentrat 4
% PbS
B. Data Percobaan Hasil Flotasi dengan Variasi pH Produk pH 6 pH 8 Konsentrat 1 36,67 35,52 Konsentrat 2 25,48 27,98 Konsentrat 3 47,18 54,03 Konsentrat 4 55,58 59,98 Tailing 138,88 126,28 umpan 303,79 303,79 Massa Sulfida 486 gram
Merah = konsentrat 2 Hijau = konsentrat 3 Ungu = konsentrat 4
6
8
9
11
45.827
48.779
37.668
46.381
22.528
18.464
25.106
25.426
17.583
17.266
20.389
16.920
14.063
15.490
16.837
11.272
60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0.000 6
7
8
9
10
11
C. Pengolahan Data pH
pH %kons Konsentrat 1 Konsentrat 2 Konsentrat 3 Konsentrat 4
6
8
9
11
12.071
11.692
10.869
12.515
8.387
9.210
12.453
6.952
15.530
17.785
7.611
15.827
18.296
19.744
18.144
17.147
Ket :
% Konsentrasi
25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000 6
7
8
9 pH
Ket :
biru = konsentrat 1
10
11
biru = konsentrat 1 Merah = konsentrat 2 Hijau = konsentrat 3 Ungu = konsentrat 4 pH
% rec PbS Konsentrat 1 Konsentrat 2 Konsentrat 3 Konsentrat 4
6
8
9
11
31.545
29.221
31.399
24.174
15.507
11.061
20.928
13.252
12.103
10.343
16.996
8.819
9.680
9.279
14.035
5.875
Keringkan konsentrat 1 dan 2 dan tailing akhir. Timbang dan analisa kandungan mineral sulfidanya.
35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000 6
Ket :
7
8
9
10
11
biru = konsentrat 1 Merah = konsentrat 2 Hijau = konsentrat 3 Ungu = konsentrat 4
pH
total % rec PbS
6
68.836
8
59.904
9
83.358
11
52.121
total recovery PbS 100.000 80.000 60.000
total recovery PbS
40.000 20.000 0.000 6
7
8
9 10 11
D. Pembahasan Prosedur Percobaan Isi cell flotasi dengan bubuk sulfide yang mengandung galena dan 1200 ml ar. Hidupkan mesin flotasi dan atur speednya. Atur pH dengan lime dan pH modulator sedemikian sehingga pH = 8. Tambahkan depressant,condition selama 2 menit. Tambahkan kolektor, condition selama menit. Tambahkan frother MIBC, condition selama 2 menit. Buka kran udara. Kumpulkan apungan selama 2 menit dan lakukan hingga 4 kali pengumpulan.
Pada saat praktikum di lab, terlihat bahwa pemisahan berdasarkan sifat perbedaan permukaan dilakukan dengan cra flotasi, dalam flotasi dimasukkan beberapa pengaturan seperti dilakukan pengaturan pH, karena hal itu sangatlah penting. Itu karena beberapa mineral akan mengapung dengan baik pada pH yang tepat. Selain itu reagen kimia juga akan lebih stabil jika digunakan pada pH yang tepat. Begitu juga dengan kolektor yang membutuhkan pH tepat untuk bekerja. Pada praktikum ini digunakan aktivator, reagen yang berfungsi membantu kolektor agar kolektor bisa bereaksi baik terhadap mineral reagen. Kolektor yang digunakan dalam praktikum ini adalah Xanthate yang sangat baik dalam merubah sifat permukaan mineral-mineral sulfida juga batubara menjadi mudah larut dalam air dan tidak menimbulkan froth. Hasil Kurva menunjukkan bahwa % konsentrat paling tinggi adalah konsentrat 4, kandungan PbS terbesar ada pada konsentrat 1, dan recovery PbS terbesar ada di konsentrat 1, namun perolehan paling optimal didapatkan pada saat pH = 9. E. Jawaban Pertanyaan 1. Desliming bertujuan untuk untuk memisahkan partikel halus dari mineral yang diflotasi. 2. Reaksi yang menunjukkan ionisasi potassium ethyl xanthate di dalam air adalah sebagai berikut: CH3CH2OCS2K + H2OCH3CH2OCS2H + KOH CH3CH2OCS2H CS2 + CH3CH2OH 3. Tujuan conditioning adalah mengkondisikan umpan agar pada saat proses flotasi dapat memisahkan mineral berharga dan pengotornya. Contoh dari conditioning adalah conditioning setelah penambahan pengatur pH, collector, frother, atau depressant. 4. Jenis-jenis sel flotasi 1. Agitation Cell Alat ini jarang digunakan, sebab adanya perkembangan dengan diketemukannya sub aeration cell. Udara masuk ke dalam cell flotasi karena putaran pengaduk. 2. Sub Aeration Cell Udara masuk akibat hisapan putaran pengaduk. Alat ini paling praktis sehingga banyak digunakan. 3. Pneumatic Cell Alat ini jarang sekali yang menggunakan, udara langsung dihembuskan ke dalam cell 4. Vacum and Pressure Cell Udara masuk karena tangki dibuat vakum oleh pompa penghisap dan udara dimasukkan oleh pompa injeksi. 5. Cascade Cell Udara masuk karena jatuhnya mineral. 5. Zat surface aktif adalah zat aktif permukaan yang mempunyai dua ujung yang berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (tidak suka air). Salah satu macam dari zat aktif permukaan adalah surfaktan atau
6.
7.
frother. Frother atau surfaktan berfungsi untuk menurunka tegangan permukaan. Air murni tidak membentuk froth karena air murni berbeda dengan frother. Gelembung tidak dapat dihasilkan pada air yang tidak ditambahkan frother. Pada air murni, tegangan permukaan masih tinggi sehingga gelembung bersifat tidak stabil. Frother berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan sehingga gelembung yang dihasilkan dapat ersifat lebih stabil. Mekanisme proses flotasi Liberasi, analisis pendahuluan Agar mineral terliberasi maka perlu dilakukan crushing atau grinding yang diteruskan dengan pengayakan atau classifying. Ini dimaksudkan agar ukuran butir mineral dapat seragam sehingga proses akan lebih sukses atau berhasil. Analisis pendahuluan dilakukan dengan menggunakan mikroskop sehingga dapat dilihat derajat liberasinya dan kadar dari mineral tersebut. Diupayakan dalam tahap ini juga dilakukan desliming, sebab slime akan mengganggu proses flotasi. Conditioning Yaitu membuat suatu pulp agar nantinya pulp tersebut dapat langsung dilakukan flotasi. Preparasi ini sebaiknya disesuaikan dengan liberasi dalam proses basah, maka conditioning juga harus dilakukan pada proses basah. Pada tahap pengkondisian, reagent yang diberikan adalah modifier, collector dan terakhir frother. Proses flotasi Proses ini ditandai dengan masuknya gelembung udara ke dalam pulp.
F. Kesimpulan Dalam proses flotasi dibutuhkan pemakaian aktivator dan depressan yang tepat guna sesuai dengan sifat daripada mineral yang diflotasi itu sendiri. Dibutuhkan pH yang tepat dalam proses flotasi karena berpengaruh untuk mengatur reaksi termodinamikanya. Variabel yang mempengaruhi flotasi adalah : 1. Laju Udara (air flow) 2. Persen Padatan 3. Laju Pengumpanan (feed rate) 4. Laju Udara Pembilasan (wash water rate) 5. Ketebalan Lapisan Buih (froth depth) 6. Ukuran Gelembung Udara 7. Ukuran Partikel G. Daftar Pustaka Wills, B.A. (2007). Wills’ Mineral Processing Technology, Elsevier Ltd. (hal 267-268) Iswanto. 2009 .Flotasi .: //kuliahd3fatek.blogspot.com / feeds /posts/default. Diakses pada tanggal 2 April 2014 pukul 19:14:00 http://metalslash.blogspot.com/2010/03/reagenflotasi.html Diakses pada tanggal 2 April 2014 pukul 19:14:00
http://erickalfonsus.blogspot.com/2012/01/mekanisme -dan-prinsip-dasar-flotasi.html Diakses pada tanggal 2 April 2014 pukul 19:18:00 http://cha2in.chemistry09.blogspot.com/2012/11/makal ah-metode-flotasi-untuk-pengolahan.html Diakses pada tanggal 2 April 2014 pukul 19:27:00 H. Lampiran