Khotbah Jumat Tanggal 14 Sulh 1390 HS/Januari 2011 dan Ikhtisar Khotbah Jumat 14 Juni 2013 Vol. VII, Nomor 26, 5 Wafa 1392 HS/Juli 2013 Diterbitkan oleh Sekretariat Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia Badan Hukum Penetapan Menteri Kehakiman RI No. JA/5/23/13 tgl. 13 Maret 1953
Pelindung dan Penasehat: Amir Jemaat Ahmadiyah Indonesia Penanggung Jawab: Sekretaris Umum PB Penerjemahan oleh: Mln. Ataul Ghalib Yudi Hadiana Mln. Fadhal Ahmad Nuruddin Editor : Mln. Dildaar Ahmad Dartono, MLS-127 Subtitling dan Penyunting: Ruhdiyat Ayyubi Ahmad C. Sofyan Nurzaman Desain Cover dan type setting: Dildaar Ahmad dan Rahmat Nasir Jayaprawira Alamat: Jln. Balik Papan I/10 Jakarta 10130 Telp. (021) 6321631, 6837052, Faksimili (021) 6321640; (021) 7341271 Percetakan: Gunabakti Grafika BOGOR ISSN: 1978-2888
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
DAFTAR ISI
Judul Khotbah Jumat 14 Januari 2011: Sifat Pemaaf Hadhrat Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
•
Khotbah II
Judul Ikhtisar Khotbah Jumat 14 Juni 2013: Menyerahkan Diri Kepada Allah Dan Memohon Perlindungan-Nya
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
3-24
24
•
26-36
2
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Khotbah Jum’at Sayyidina Amirul Mu’minin Hadhrat Mirza Masroor Ahmad Khalifatul Masih al-Khaamis ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil ‘aziiz 1 Tanggal 14 Sulh 1390 HS/Januari 2011 Di Masjid Baitul Futuh, Morden, London, UK. 0F
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-‘Araf [7]: 200) Ucapan Hadhrat ‘Aisyah Radhiallaahu Ta’ala ‘anha mengenai Hadhrat shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yakni kaana khuluquhul Quran – “Akhlak beliau adalah Al-Quran”, 1
Semoga Allah Ta’ala menolongnya dengan kekuatan-Nya yang Perkasa
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
3
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengungkapkan [isyarat] mengenai penelusuran samudera luas akhlak luhur beliau s.a.w. yakni “Pergi dan carilah mutiaramutiara berharga dari dalam samudera itu. Dan mutiara akhlak agung apapun yang kalian cari, di atasnya tertera stempel pengesahan dari junjunganku, Hadhrat Muhammad Mustafa shallallaahu ‘alaihi wa sallam.” Inilah kedudukan Khaataman Nabiyyiin yang nampak kepada kita dalam firman Allah Swt., ‘alyauma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati….(Al-Maidah [5]:4). Jadi, Allah Ta’ala telah memenuhi kesempurnaan agama dan kesempurnaan nikmat dalam diri beliau s.a.w. dengan menurunkan kitab syariat terakhir kepada beliau s.a.w. Siapa yang dapat memahami kitab Ilahi itu dan mengerti kehendak Tuhan melebihi beliau? Setiap segi kehidupan Hadhrat s.a.w. yang merupakan gambaran pengamalan Quran karim, sesuai dengan perintah Allah Ta’ala, itupun merupakan uswah hasanah (contoh yang baik) bagi kita. Sifat ‘Afwun (Pemaaf) Rasulullah S.a.w. Saat ini saya akan mengemukakan di hadapan Saudarasaudara sekalian, beberapa kilasan sisi menawan dari sirat (perjalanan hidup) beliau s.a.w., yang telah menjadikan orangorang berfitrat baik bertambah kecintaannya kepada beliau. Dan seraya berpaling dari kekotoran orang-orang munafik, ketika beliau memperlihatkan khulq (akhlak) ini, yakni wa a’ridh ‘anil jaahiliin, maka fitrat orang-orang itu menjadi jelas terlihat kepada dunia. Khulq (akhlak) yang saya ingin terangkan itu adalah “afw” (sifat pemaaf). Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda: “Orang-orang yang dekat dengan Tuhan dicaci-maki luar biasa. Diganggu dengan
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
4
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
cara yang sangat buruk, tetapi mereka mendapat [nasihat] a’rid ‘anil jaahiliin’ (berpalinglah dari orang-orang jahil). Insan kamil, yakni Nabi kita s.a.w. sendiri mendapatkan penganiayaan yang sangat buruk, dicaci-maki, dihina, dan diperolok-olokan. Tapi apakah yang dilakukan oleh pribadi yang merupakan perwujudan akhlak ini untuk menghadapinya? Beliau berdoa untuk mereka, dan oleh karena Allah telah berjanji bahwa Dia akan menghindarkan beliau dari orang-orang jahil, maka Dia akan menyelamatkan kehormatan dan jiwa beliau, serta orangorang ini tidak akan bisa menyerangnya. Oleh karena itu, demikianlah yang terjadi, para penentang Hudhur s.a.w. tidak dapat mencemarkan kehormatan beliau dan mereka sendiri yang terhina lalu jatuh di kaki beliau atau hancur.” 2 Kalau hanya di lisan, ini mungkin [nampak] sebagai suatu hal biasa. Tetapi beliau sendiri mengalami kezaliman-kezaliman yang terus-menerus dan menyaksikan para sahabat beliau melewati kezaliman itu. Namun ketika kekuatan (kekuasaan) diperoleh, beliau memperlihatkan contoh ‘afw (sifat pemaafan) dimana tidak nampak kepada kita contoh yang semisalnya semenjak dunia berdiri. Ini semata-mata merupakan keistimewaan Hadhrat s.a.w.. Kemudian, untuk menghadapi orang-orang munafik dan orang yang tidak mendapatkan pendidikan, beliau s.a.w. memperlihatkan kesabaran dan ketahanan (ketabahan). Inipun bukanlah sesuatu yang biasa. Jika ada ahli sejarah yang melihat dengan pandangan adil, maka meskipun agamanya berbeda ia tidak akan dapat berdiam diri tanpa mengatakan bahwa contoh kesabaran, sifat pemaaf dan setiap akhlak beliau s.a.w. itu tidak ada bandingannya. Para penulis yang telah menulis pun, sebagian ada yang beragama Hindu dan sebagian ada yang Kristen. 1F
2
Report (Laporan) Jalsah salanah 1897, halaman 99
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
5
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Fitnah-fitnah Abdullah bin Ubay bin Salul Jadi, saat ini saya akan menerangkan beberapa peristiwa yang menjelaskan akhlak agung ‘afw (sifat pemaaf) Hadhrat s.a.w.. Pertama, saya mengambil peristiwa Abdullah bin Ubay bin Salul, yang merupakan pemimpin orang-orang munafik. Meskipun secara lahiriah ia menerima untuk taat kepada Hadhrat s.a.w., tetapi ia tidak meninggalkan sesaatpun waktu untuk melakukan serangan-serangan kotor terhadap pribadi Hadhrat s.a.w.. Semasa tinggal di Madinah, peristiwa ini terusmenerus terjadi. Permusuhannya sebenarnya karena sebelum Hadhrat s.a.w. hijrah ke Madinah, para penduduk Madinah berpikir bahwa ia (Abdullah bin Ubay bin Salul) adalah pemimpin mereka. Tetapi setelah kedatangan beliau s.a.w. di Madinah, beliau s.a.w. diterima oleh setiap suku dan setiap agama sebagai pemimpin. Maka, orang ini — tidak secara terang-terangan — tetapi dari dalam dirinya dan di dalam hatinya, menentang beliau s.a.w.. Penentangannya semakin meningkat, kedengkian dan kekotorannya semakin bertambah. [Dikisahkan] dalam sebuah riwayat: Setelah beliau s.a.w. hijrah ke Madinah, dan sebelum perang Badar, ada sebuah peristiwa yang menggambarkan kedengkian Abdullah bin Ubay bin Salul, dan sebaliknya, memperlihatkan kesabaran beliau s.a.w. Penampakan [kesabaran] inilah yang sebenarnya merupakan ‘afw (sifat pemaaf). Sikap ‘afw (sifat pemaaf) ini lahir sebagai reaksi beliau s.a.w.. Tertera dalam riwayat: Imam Zuhri meriwayatkan, “Urwah bin Zabir menceritakan kepada saya bahwa Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma menceritakan kepada saya: Sebelum perang Badar, Rasulullah s.a.w. menunggangi himar (keledai) dengan mengenakan salah satu kain penutup kepala khas wilayah
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
6
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Fadaq, beliau mendudukkan Usamah bin Zaid [saat itu masih anak-anak sekitar umur 8 atau 9 tahun] di belakang. Beliau sedang pergi untuk menjenguk Saad bin Ubadah (yang sedang sakit) di Banu Harits bin Khazraj. Beliau melewati sebuah majlis yang di dalamnya Abdullah bin Ubay bin Salul duduk. Pada waktu itu ia belum masuk Islam. 3 Hadhrat s.a.w. melihat di dalam majlis itu ada juga orang Islam yang duduk, para penyembah berhala, orang-orang Yahudi, dan Abdullah bin Rawahah juga duduk dalam majlis itu. Ketika debu dari kaki keledai yang terangkat mengenai majlis itu, maka Abdullah bin Ubay bin Salul menutup hidungya dengan kain penutup kepalanya. Kemudian berkata, ‘Jangan menyemburkan debu kepada kami.’ Kemudian Hadhrat s.a.w. mengucapkan salam kepada semua orang itu dan berhenti, lalu turun dari tunggangan beliau kemudian menyampaikan da’wah ilallaah dan memperdengarkan Al-Quran kepada mereka. Atas hal itu Abdulah bin Ubay bin Salul berkata, “Hai Tuan! Yang sedang Anda katakan itu bukanlah hal yang baik. Kalaupun itu merupakan perkara yang benar, maka janganlah menyakiti kami dengan memperdengarkannya di dalam majlis kami. Pulanglah ke rumah Anda dan perdengarkanlah Quran kepada orang yang datang ke rumah Anda.”
3
Abdullah ibn Ubay ibn Salul menyatakan masuk Islam setelah kemenangan umat Islam dalam perang Badr, dua tahun setelah Nabi saw dan para Muhajir (pendatang) Muslim dari Makkah tinggal di Madinah. Jadi, kejadian diatas ialah sebelum perang Badr. Sebelum para Muhajir dari Makkah datang dan tinggal di Madinah, dua suku utama di Madinah, Aus dan Khazraj telah mencalonkannya menjadi pemimpin Madinah. Kedatangan Nabi saw. dan para sahabatnya dari Makkah membuyarkan impian dan ambisinya. Selain membawa pesan kenabian, karisma kewibawaan sebagai pemimpin juga melingkupi pribadi Nabi saw. Hal ini diakui berbagai suku di Madinah. Bahkan, orang-orang Yahudi pun mengakui beliau sebagai pemimpin Madinah.
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
7
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Mendengar perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul ini, Abdullah bin Rawahah r.a. berkata, “Mengapa tidak wahai Rasulullah! Datang dan perdengarkanlah Quran Karim di majlismajlis kami, karena kami suka mendengarkan Quran.” Mendengar hal ini, orang Islam, orang musyrik, dan orang Yahudi bangkit dan berdiri lalu terlibat dalam perdebatan yang sedemikian rupa sehingga terasa seolah mereka saling mencengkram leher satu sama lain. Hadhrat s.a.w. terus menenangkan mereka dan mereka akhirnya diam. Ketika mereka sudah diam, Hadhrat s.a.w. menaiki tunggangannya, dijalankannya dan sampailah di rumah Saad bin Ubadah r.a.. Beliau menghampirinya dan menceritakan apa yang telah dikatakan oleh Abu Habab, yakni Abdullah bin Ubay bin Salul. Maka Saad bin Ubadah r.a. mengatakan, “Ya Rasulullah, perlakukanlah dia dengan maaf. Demi Dzat yang telah menurunkan Al-Quran sebagai kitab yang agung kepada Anda.” 4 4
Shahih al-Bukhari, Kitab al-Mardha, Bab ‘iyadatul Maridh (menjenguk orang sakit berjalan kaki dan berkendaraan)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al-Laits dari'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bahwa Usamah bin Zaid mengabarkan kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengendarai keledai milik beliau, di atasnya ada pelana bersulam beludru Fadaki, sementara Usamah bin Zaid membonceng di belakang beliau ketika hendak menjenguk
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
8
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala telah membawa kebenaran yang diturunkan kepada beliau. Orang-orang di sana [Madinah} sebelumnya telah memutuskan untuk memakaikan mahkota kepada Abdulah bin Ubay bin Salul dan menjadikannya sebagai raja mereka, serta akan mengokohkan kekuasaannya. Lalu, ketika Allah Ta’ala menolak keputusan mereka itu karena kebenaran yang Dia anugerahkan kepada beliau s.a.w., maka Abdullah bin Ubay bin Salul sangat sedih karenanya. Itulah sebabnya ia berperilaku
Sa'ad bin 'Ubadah sebelum peristiwa Badar, lalu beliau berjalan dan sempat melintasi suatu majlis yang di majlis tersebut terdapat Abdullah bin Ubay bin Salul, kejadian itu sebelum Abdullah masuk Islam, dan dalam majlis tersebut terdapat pula beberapa orang kaum Muslimin yang bercampur baur dengan orang-orang musyrik, para penyembah patung, dan orang-orang Yahudi, terdapat pula Abdullah bin Rawahah, saat majlis itu dipenuhi kepulan debu keledai, 'Abdullah bin Ubai menutupi hidungnya dengan selendang sambil berkata: "Jangan mengepuli kami dengan debu," kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan salam pada mereka lalu berhenti dan turun, setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajak mereka menuju Allah lalu beliau membacakan Al-Quran kepada mereka. 'Abdullah bin Ubay berkata kepada beliau: "Wahai saudara! Sesungguhnya apa yang kamu katakan tidak ada kebaikannya sedikit pun, bila apa yang kau katakan itu benar, maka janganlah kamu mengganggu kami di majlis ini, silahkan kembali ke kendaraan anda, lalu siapa saja dari kami mendatangi anda, silahkan anda bercerita padanya." 'Abdullah bin Rawahah berkata; "Wahai Rasulullah, bergabunglah dengan kami di majlis ini karena kami menyukai hal itu." Kaum muslimin, orang-orang musyrik dan orangorang Yahudi pun saling mencaci hingga mereka hendak saling menyerang, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam terus menenangkan mereka hingga mereka semuanya diam, kemudian beliau naik kendaraan hingga masuk ke kediaman Sa'd bin 'Ubadah lalu beliau bersabda: "Hai Sa'd! Apa kau tidak mendengar ucapan Abu Hubab?" maksud beliau tentang ucapan 'Abdullah bin Ubay. Sa'ad berkata; "Maafkan dia wahai Rasulullah dan berlapang dadalah kepadanya, demi Allah, Allah telah memberi anda apa yang telah diberikan pada anda. Penduduk telaga ini (penduduk Madinah -red) bersepakat untuk memilihnya dan mengangkatnya, namun karena kebenaran yang diberikan kepada anda itu muncul, sehingga menghalangi ia menjabat sebagai pemimpin, maka seperti itulah perbuatannya sebagaimana yang anda lihat."
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
9
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
buruk (iri dengki) terhadap beliau [s.a.w.]. Namun Rasulullah s.a.w. memperlakukannya dengan ‘afw (sifat pemaaf). Pemaafan Hadhrat Rasulullah s.a.w. terhadap Abdullah bin Ubay bin Salul bukanlah karena kata-kata Saad bin Ubadah yang telah mengatakan ‘Perlakukanlah ia dengan maaf’, melainkan beliau s.a.w. telah berkata kepadanya (Saad) untuk menceritakan hal ini, yakni, “Hari ini seperti itulah dia (Abdullah bin Ubay) telah memperlakukan saya, tetapi tetap saja saya akan terus memperlakukannya dengan penuh maaf.” Kemudian selanjutnya tertulis, bahwa sahabat-sahabat beliau s.a.w. bersikap pemaaf terhadap orang-orang musyrik dan orang-orang ahli kitab, sebagaimana Allah Ta’ala perintahkan kepada mereka, dan mereka bersabar dalam menanggung penderitaan-penderitaan dari orang-orang itu. Setelah beberapa waktu, ketika Abdullah bin Ubay bin Salul secara lahiriah masuk Islam, ia terus saja berusaha memberi kesusahan kepada beliau s.a.w. dengan tipu daya munafiknya. Mendamaikan Pertengkaran Seorang Muhajir Dengan Seorang Anshar Tertera dalam sebuah riwayat: dari Jabir bin Abdullah radhiyallaahu ‘anhumaa meriwayatkan bahwa, “Sekali waktu, ketika sedang pergi untuk suatu peperangan, salah seorang dari antara kaum Muhajirin telah memukul punggung seorang Anshar. Karena hal itu orang Anshar tersebut berkata dengan suara lantang, ‘Wahai kaum Anshar! Datanglah untuk membantu saya.’ Ketika melihat permasalahannya menjadi runyam, orang Muhajir itu berkata dengan suara lantang, ‘Wahai kaum Muhajirin! Datanglah untuk membantu saya.’ Hadhrat Rasulullah s.a.w. mendengar suara ini, maka beliau bertanya, ‘Suara apa yang sedang terdengar seperti
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
10
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
[keributan] di zaman jahiliyah ini?’ Disampaikan kepada Hadhrat Rasulullah s.a.w., ‘Ya Rasulullah! Seorang Muhajir telah memukul punggung seorang Anshar.’ Hadhrat s.a.w. bersabda, ‘Tinggalkanlah perbuatan seperti itu, itu adalah hal yang tidak baik.’” Pertengkaran ini dimulai karena masalah minum, yakni yang seorang mengatakan, ‘Saya yang pertama akan minum’, yang lain mengatakan, ‘Saya yang pertama.’ Belakangan Abdullah bin Ubay bin Salul mendengar peristiwa pertengkaran ini, ia berkata, ‘Seorang Muhajirin melakukan hal semacam itu? Demi Allah, jika kami kembali ke Madinah, maka orang yang paling terhormat akan mengusir orang yang paling hina” (Na’uudzubillaah). Hadhrat Rasulullah s.a.w. mengetahui perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul ini. Setelah mendengar hal ini Hadhrat Umar r.a. berdiri dan berkata, ‘Wahai Rasulullah! Izinkanlah saya memenggal kepala orang munafik itu.’ Mendengar perkataan Hadhrat Umar, Hadhrat Rasulullah s.a.w. bersabda, ‘Maafkanlah dia, jangan sampai ada orang yang mengatakan bahwa Muhammad s.a.w. membunuh sahabatsahabatnya.’” 5 Meskipun ia (Abdullah bin Ubay bin Salul) melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, Hadhrat s.a.w. bersabda bahwa ia adalah sahabat beliau, karena sejauh itu, secara nampak dari luar, ia menampilkan dirinya sebagai Muslim. Tertera juga dalam 5
Shahih al-Bukhari, Kitabut tafsir surah al-Munafiquun, Bab Qouluhu Sawaaun ‘alaihim istaghfirtu lahum am lam tastaghfirlahum, Hadis no. 4905
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
11
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
riwayat-riwayat: Hadhrat Rasulullah s.a.w., memanggil Abdullah bin Ubay dengan teman-temannya dan bertanya [untuk mengkonfirmasi kebenaran perkataan Abdullah bin Ubay], “Hal itu telah menjadi ramai dibicarakan, apakah masalah itu [benar]?” Mereka semua mengingkari hal itu [menolak telah pernah mengatakan hal itu]. Di antara mereka ada beberapa Anshar, mereka juga menyetujui dan berkata, “Mungkin Zaid yang masih kecil, yang melaporkan hal ini ke hadapan beliau bisa saja salah.” Hadhrat Rasulullah s.a.w. tidak bertanya lagi kepada mereka. Ghairat ‘Abdullah, putra Abdullah bin Ubai Ketika Allah Ta’ala juga telah memberitahukan kepada beliau s.a.w. melalui wahyu bahwa peristiwa itu benar, maka seluruh dunia dan orang-orang pada saat itu mengetahui bahwa hal itu benar. Mengenai hal itu tertera dalam Quran Karim:
“Mereka berkata, ‘Jika kita kembali ke Medinah, tentulah orang yang paling mulia akan mengeluarkan orang yang paling hina darinya.’ Padahal kemuliaan hakiki itu kepunyaan Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin; akan tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.” (QS. Al-Munafiqun [63]: 9) Sekarang, setelah turunnya wahyu ini siapa yang dapat lebih mengetahui dari pada beliau s.a.w. bahwa Abdullah bin Ubay bin Salul adalah pendusta dan munafik. Bahkan firasat beliau sebelumnyapun sudah mengetahui bahwa Abdullah bin Ubay adalah orang munafik, tetapi beliau mengabaikannya. Bahkan sebelum masuk ke Madinah, ketika putra Abdullah bin Ubay bin Salul yang merupakan pemuda Muslim
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
12
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang mukhlis mengatakan di hadapan beliau s.a.w., “Saya mendengar hal ini. Jika Anda menghendaki untuk membunuhnya, maka perintahkanlah saya. Saya akan memutuskan leher bapak saya, karena jika orang lain yang membunuh atau menghukumnya maka jangan-jangan darah zaman jahiliyah saya tersulut dan saya membunuh orang yang telah membunuh bapak saya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak apa-apa, saya tidak berniat untuk memberikan penghukuman jenis apapun. Saya akan memperlakukan bapak engkau dengan lembut dan baik. Tidak hanya itu, saya tidak akan menghukum, bahkan saya akan memperlakukannya dengan lembut dan baik.” 6 Fitnah Terhadap Hadhrat ‘Aisyah r.a. dan Rasulullah S.a.w. Menyalat-jenazahkan Abdullah bin Ubay Kemudian, dalam perjalanan saat Hadhrat Aisyah r.a. tertinggal di belakang dengan tidak sengaja. Ketika kafilah telah berangkat dari tempatnya, salah seorang sahabat yang setelah keberangkatan kafilah memeriksa tempat itu kalau-kalau ada yang tertinggal, melihat Hadhrat Aisyah r.a.. Saat itu Hadhrat Aisyah r.a. sedang tertidur. Sahabat itu mengucapkan Innaa lillaahi, yang karenanya Hadhrat Aisyah r.a. membuka mata. Segera beliau mengenakan cadarnya. Sahabat tersebut membawa untanya dan mendudukkan unta itu, kemudian Hadhrat Aisyah r.a. duduk di atas unta itu. Ketika orang ini berjumpa dengan kafilah, maka orang-orang munafik mulai menyebarkan berbagai macam desas-desus [terkait sahabat yang menuntun unta dan Aisyah menaiki unta itu]. 6
Sirah Nabawiyah li ibni Hisyam gazwah bani al-mustaliq, talab Ibn Abdullah bin Salul an yatawalla qotlu abiihi…Halaman 672, Darul kutub al-‘alamiyyah, Beirut Edisi 2001
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
13
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Menuduh bahwa (na’uudzubillaah) Hadhrat Aisyah r.a. bersumpah palsu. Beliau s.a.w. menjadi sangat gusar mendengar hal ini. Tuduhan terhadap Hadhrat Aisyah r.a. ini sebenarnya merupakan usaha untuk memberikan kerugian terhadap Hadhrat Rasulullah s.a.w.. Ketika hal ini mengemuka dan sampai ke Madinah, maka suatu hari beliau s.a.w., datang ke mesjid dan berpidato, yang kalimat pertamanya adalah, “Saya begitu tersakiti dengan [tuduhan] mengenai keluarga saya.” Tetapi beliau s.a.w. bertahan dari tuduhan-tuduhan orang kafir tersebut. 7 Orang-orang yang menghembuskan tuduhan ini tidak dihukum secepatnya. Ketika turun wahyu Allah Ta’ala mengenai ketidakbersalahan Hadhrat Aisyah r.a. pun, tetap saja orangorang itu tidak dihukum. Dari hal itu dapatlah diketahui bahwa tuduhan-tuduhan dilancarkan tetapi kemudian dimaafkan. Bahkan tertera dalam riwayat ketika Abdullah bin Ubay meninggal, putranya -- yang adalah seorang Muslim yang mukhlis -- datang ke hadapan Hadhrat Rasulullah s.a.w. dan memohon agar Hadhrat Rasulullah s.a.w. memberikan kurtah (jubah) beliau agar dengan kurtah itu ia dapat menguburkan dan mengkafani bapaknya. Hadhrat s.a.w. memberikannya. Bahkan karena kasih sayang dan sifat pemaaf beliau, beliau juga datang dan menshalatkan jenazahnya. Memimpin doa di pemakamannya. Hadhrat Umar r.a bertanya, “Ya Rasulullah, Anda mengetahui semuanya, bahwa dia adalah orang munafik, dan berkenaan dengan orang munafik Allah Ta’ala berfirman bahwa jika engkau beristighfar 70 kali untuk mereka dan memohon ampunan, maka mereka tidak akan terampuni.’ 8
7
Shahih al-Bukhari kitaabul maghazi, bab hadiitsu ifkun, hadis no. 4141 Shahih al-Bukhari, kitabul janaiz, bab al kafnu fil qomiishi lladzi yakfu aula yakfu…hadits no. 1269
8
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
14
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hadhrat s.a.w. bersabda, “Allah Ta’ala juga memberikan izin dalam hal itu. Saya akan berusaha untuk beristighfar (memohonkan ampunan) lebih dari 70 kali”, yakni akan beristighfar banyak sekali. “Kalaupun saya harus memohon ampunan lebih banyak dari itu untuknya, maka saya akan melakukannya.” Inilah uswah (contoh) beliau yang beliau tegakkan terhadap orang-orang munafik itu. Peristiwa yang saya sampaikan ini adalah mengenai sifat afw (pemaaf) dan pemberian ampunan kepada pemimpin orang munafik. Memaafkan Tindakan Kasar Orang Arab Gurun Sekarang saya akan mengemukakan beberapa contoh lain. Seperti perilaku yang tidak bertatakrama sebagian orang badwi (Arab gurun) yang tidak mendapatkan tarbiyat dan biasa melakukan perbuatan-perbuatan yang jauh dari adab sopan santun. Mereka tidak mengetahui kedudukan Hadhrat Rasulullah s.a.w. sedemikian rupa beliau memaafkan mereka. Berkenaan dengan itu ada sebuah riwayat: Hadhrat Anas r.a. meriwayatkan, “Pada suatu ketika saya sedang bersama Hadhrat Rasulullah saw dan beliau saw berselendangkan sehelai syal tebal pada leher beliau saw. Tiba-tiba seorang Badui dengan kuat sekali menarik syal itu sehingga membekaskan [goresan] pada leher beliau saw. Lalu Badui itu berkata kepada beliau saw, ‘Hai Muhammad saw! Dari antara harta yang telah Allah berikan kepada engkau, sekarang muatkanlah diatas onta saya ini, sebab engkau tidak akan memberi harta engkau sendiri kepada saya dan tidak pula dari harta yang telah bapak engkau wariskan kepada engkau.’ Mula-mula Hadrat Rasulullah saw terdiam. Kemudian bersabda, ‘Al-maalu, maalullahi wa ana ‘abduhu!’ – “Harta itu semua milik Allah dan aku ini adalah
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
15
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
hamba-Nya!” Kemudian beliau saw bersabda, ‘Engkau telah menyakiti aku, sekarang engkau akan dibalas.’ Badui itu berkata, ‘Tidak!’ Beliau saw bersabda, ‘Mengapa engkau tidak akan dibalas?’ Badui itu berkata, ‘Sebab engkau tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan lagi.’ Mendengar jawabannya itu Rasulullah saw pun tertawa, kemudian beliau memerintahkan agar setumpuk barley (semacam jawawut, biji-bijian yang bisa untuk dibuat sereal, minuman, tepung dsb) dimuatkan diatas seekor untanya dan setumpuk buah kurma dimuatkan diatas seekor unta yang lain milik orang Badui itu.” (Asy-Syifaa karya Qadhi ‘Iyaadh juz awwal hlm. 74 bab 2 tentang takmilullah Ta’ala bagian wa ammal hilm, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, Beirut, 2001, Al-Baihaqi Syi’bil Iman)
) Memaafkan Para Penyerang dan Celaan Orang Yahudi Kemudian sedemikian rupa beliau telah memaafkan para penentang Islam, bagaimana sikap beliau? Beberapa contohnya saya kemukakan. Hadhrat Anas r.a. meriwayatkan: 80 orang Quraisy Mekkah tiba-tiba menyerang Rasulullah s.a.w. dan para sahabat beliau dari arah Jabal Tan’im ketika sedang shalat shubuh. Mereka bermaksud ingin membunuh Rasulullah s.a.w., tetapi mereka tertangkap. Kemudian Rasulullah s.a.w. memaafkan dan melepaskan mereka. (Sunan at-Turmudzi, kitabu tafsiir al-Quran, Bab min Suurotil Fath, hadis no. 3264)
Adakah yang bisa memperlihatkan contoh sifat pemaaf seperti demikian? yakni ketika ada orang-orang bersalah yang menyukai permusuhan, beliau kemudian memberikan maaf dan mengatakan, “Pergilah tidak ada celaan atas kalian, tidak ada hukuman untuk kalian.”
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
16
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kemudian satu riwayat lagi: Hisyam bin Zaid bin Anas meriwayatkan: “Saya mendengar Anas bin Malik berkata, ‘Suatu kali seorang Yahudi lewat di dekat Rasulullah s.a.w. dan bukannya mengucapkan assalaamu ‘alaika malah mengucapkan assaamu ‘alaika, yakni ‘kebinasaan atas engkau’. Rasulullah s.a.w. bersabda kepada para sahabat, ‘Kalian tahu apa yang ia ucapkan?’ Hudhur s.a.w. menerangkan bahwa orang itu mengucapkan assaamu ‘alaika (kehinaan atas engkau) Melihat perbuatan orang Yahudi itu, para sahabat ridhwanallaahi ‘alaihim ajma’in bertanya kepada Hadhrat s.a.w., ‘Haruskah kami membunuhnya?’ Hudhur s.a.w. bersabda, “Tidak, jangan membunuhnya.’” 9 Riwayat ini juga memberikan sebuah pelajaran untuk kita, “Kasih-sayang saya hendaknya tidak hanya untuk orang-orang di pihak saya semata, melainkan untuk orang lain juga. Untuk orang-orang yang melakukan kezaliman kepada saya juga.“ Hukuman perlu diberikan hanya kepada orang-orang berdosa/bersalah seperti demikian, yang atas mereka timbul hukum hudud. Yang mengenai mereka Allah Ta’ala telah menetapkan hukuman, yang dengan jelas Dia perintahkan di dalam Quran Karim, atau yang mengenainya Allah Ta’ala memerintahkanya kepada beliau s.a.w.. Memaafkan Perempuan Pemberi Makanan Beracun dan Memaafkan Pembunuh Hamzah r.a. Kemudian, seorang Yahudi berusaha untuk memberikan makan kepada beliau dan para sahabat beliau setelah mencampurkannya dengan racun. Meskipun telah melakukan 9
Shahih al-Bukhari, Kitabu istitaabatul murtadin, Bab idza ‘arradha adz-dzimmi aw ghaira bisababin nabiyyi, hadis no. 6926
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
17
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
kesalahan, beliau memaafkannya. Para sahabat marah, mereka bertanya untuk membunuhnya, beliau bersabda, “Jangan, sama sekali jangan.” 10 Sebuah riwayat panjang: Wahsyi menceritakan, “Setelah mensyahidkan (membunuh) Hadhrat Hamzah r.a. pada perang Uhud, saya pulang ke Mekkah…” -- Ia telah mensyahidkan Hadhrat Hamzah, dan ia tetap hidup sampai saat Islam telah tersebar di seluruh Mekkah -- “Kemudian saya pergi ke Thaif. Orang-orang Thaif mengirimkan perwakilannya/delegasinya kepada Rasulullah s.a.w. dan mengatakan kepada saya bahwa Rasulullah s.a.w. tidak membalas dendam kepada para delegasi. Oleh karena itu saya juga ikut bersama para delegasi orang-orang Thaif, sehingga saya hadir di hadapan Rasulullah s.a.w.. Ketika Hudhur s.a.w. melihat saya, beliau bertanya, ‘Apakah engkau Wahsyi?’ Saya menjawab, ‘Ya, saya Wahsyi.’ Hudhur s.a.w. bersabda, ‘Engkaulah yang telah membunuh Hamzah r.a.?’ Wahsyi mengatakan, saya mengatakan sebagaimana yang beliau s.a.w. telah dengar, seperti itulah yang terjadi.” Ia mengatakan, “Hudhur s.a.w. memaafkan kesalahan-kesalahan saya dan bersabda kepada saya, ‘Apakah mungkin agar engkau tidak muncul lagi di hadapan saya?’ Wahsyi menjawab, “Setelah sabda Hudhur s.a.w. tersebut, saya pergi dari Madinah.” 11 Tingkat afw (sifat pemaaf) beliau s.a.w. lebih lanjut dapat diketahui dari hal ini, yakni ketika Hadhrat s.a.w. bertanya lebih jauh terhadap Wahsyi mengenai pensyahidan Hadhrat Hamzah r.a., yakni bagaimana cara syahidnya, dan apa saja yang telah dilakukannya. Para sahabat mengatakan bahwa saat itu air mata 10
Shahih al-Bukhari, Kitabul Hibati, Bab qubuulul Qadiyati minal Musyrikiin, hadis no. 2617 11 Shahih al-Bukhari, Kitabul Maghozi, Bab Qotlu Hamzah bin Abdul Muthalib ra, hadis no. 4072
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
18
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menetes dari mata beliau s.a.w. mungkin air mata ini menetes karena teringat pada paman beliau. Paman yang menemani beliau menghadapi Abu Jahal dan berdiri membela beliau. Tetapi, meskipun beliau memiliki kuasa atas pembunuh Hadhrat Hamzah, beliau bersikap dengan kasih sayang dan memaafkan, dan beliau memaafkan Wahsyi. 12 Memaafkan Ikrimah bin Abu Jahal Setelah Fatah Mekkah, Hudhur s.a.w. (Nabi Muhammad s.a.w.) memberikan perintah untuk membunuh Ikrima (r.a.) bin Abu Jahal, sebab ia adalah orang berdosa yang suka permusuhan, karena itulah memerintahkah untuk membunuh. Sebabnya adalah karena ia dan bapaknya merupakan orang yang paling berusaha keras untuk menyakiti Nabi s.a.w. dan kaum Muslimin. Ketika Ikrima mendapatkan kabar bahwa Nabi s.a.w. memerintahkan untuk membunuhnya, maka ia melarikan diri ke Yaman. Istrinya, yang merupakan anak pamannya, yakni putri Harits bin Hisyam, setelah masuk Islam, ia pergi menyusulnya. Ia mendapati [suaminya] sedang menunggu kapal di pinggir laut. Ia menunggu dan berdiri, lalu datanglah kapal, ia akan naik dari sana. Dalam riwayat lain diceritakan pula bahwa istrinya mendapati Ikrimah di dalam kapal, dan setelah berbicara denganya, membawanya pulang. Istrinya berkata, ‘Wahai putra pamanku! Aku telah datang kepada orang yang paling banyak melakukan silaturahmi, orang yang paling baik sikapnya dan orang yang terbaik di antara manusia (yakni Hadhrat s.a.w.). jangan engkau menghancurkan
12
al-Kaamil fii at-Taarikh li Ibni Atsiir, sanatun tsamaanun dzikru Fatha Makkah, sofhah 257-258, mathbu’ah Baitul Afkaar ad-dauliyah, Sa’udi Arab
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
19
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
diri sendiri. Saya telah memohonkan keamanan untuk engkau. Pulanglah, Hadhrat s.a.w. akan memaafkan engkau.” Ikrimah pulang bersama dengan istrinya. Ia berkata, ‘Wahai Muhammad, istriku mengatakan kepadaku bahwa Anda telah memberikan keamanan kepadaku? Hudhur s.a.w. bersabda, “Ia berkata benar. Engkau diberi keamanan” Setelah mendengar itu, Ikrimah berkata, ‘Asyhadu an laa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalahu wa asyhadu annaka ‘abduhu wa rasuuluhu – Saya bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali Allah dan bahwa engkau (wahai Muhammad) adalah hamba-Nya dan rasul-Nya.” Kemudian Ikrimah menundukkan kepalanya karena malu. Atas hal itu Rasulullah s.a.w. bersabda, “Wahai Ikrimah, jika engkau meminta apapun dari apa yang ada dalam kuasa saya, maka saya akan memberikannya.’” Ikrimah mengatakan, “Maafkanlah segala tindakan keterlaluan yang terus-menerus saya lakukan kepada Anda.” Atas hal itu, Nabi s.a.w. berdoa, ‘Allaahummaghfir li Ikrimata kullu ‘adaawatin ‘aadaaniihaa aw manthaqin takallama bihi.’ – “Ya Allah ampunilah Ikrimah atas segala permusuhan yang pernah dilakukannya untuk memusuhiku atau semua kata-kata yang diucapkan untuk menentangku.” 13 13
as-Sirah al-Halabiyyah karya al-‘Alamah Abul Farji Nuruddin, dzikru fatha makkati syarofahallohu Ta’ala, jilid 3, hal. 132, mathbu’ah Beirut 2002 Riwayat lain yang sama menyebutkan: Setelah bertemu dengan Ikrimah, Rasulullah saw. duduk. Ketika itu Ikrimah ditemani isterinya. Ikrimah berikrar, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Mendengar ikrar Ikrimah itu, Rasulullah saw. sangat gembira. “Wahai Rasulullah, ajarkanlah sesuatu yang baik yang harus aku ucapkan,” kata Ikrimah lagi. Rasulullah saw. menjawab, “Ucapkanlah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.” Ikrimah kembali bertanya, “Selepas itu apa lagi?” Rasulullah menjawab, “Ucapkanlah sekali lagi, aku bersaksi
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
20
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa ‘ala aali Muhammadin wa baarik wa sallim innaka hamiidum majiid. Memaafkan Orang yang Berupaya Membunuhnya Ketika beliau s.a.w. sedang bertawaf pada saat Fatah Mekah, seseorang bernama Fadhalah bin ‘Umair menghampiri beliau dengan niat ingin membunuh. Allah Ta’ala memberitahukan kepada beliau s.a.w. mengenai rencananya. Beliau melihatnya, kemudian memanggilnya, maka ia menjadi ketakutan. Kemudian beliau bertanya kepadanya, dengan niat apa dia datang. Nampak ketika ia tertangkap maka ia berkata dusta dan membuat-buat helah (alasan). Beliau tersenyum dan dengan penuh cinta memanggilnya ke dekat beliau dan beliau meletakkan tangan beliau di atas dadanya, tanpa merasa takut kalau-kalau dia membawa senjata, sesuai dengan niatnya. Fadhalah mengatakan bahwa ketika beliau
bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.” Ikrimah pun mengucapkan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika sekiranya pada hari ini kamu meminta kepadaku sesuatu sebagaimana yang telah aku berikan kepada orang lain, niscaya aku akan mengabulkannya.” Ikrimah berkata, “Aku memohon kepadamu, ya Rasulullah, supaya engkau berkenan memohonkan ampunan untukku kepada Allah atas setiap permusuhan yang pernah aku lakukan terhadap dirimu, setiap perjalanan yang aku lalui untuk menyerangmu, setiap yang aku gunakan untuk melawanmu, dan setiap perkataan kotor yang aku katakan di hadapan atau di belakangmu.” Maka Rasulullah saw. pun berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya atas setiap permusuhan yang pernah dilakukannya untuk bermusuh denganku, setiap langkah perjalanan yang dilaluinya untuk menyerangku yang tujuannya untuk memadamkan cahaya-Mu, dan ampunilah dosanya atas segala sesuatu yang pernah dilakukannya baik secara langsung berhadapan denganku maupun tidak.”
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
21
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
meletakkan tangan di atas dadanya, maka segala kebenciannya menjadi hilang. 14 Ia berkata, “Tangan orang yang saya keluar dengan niat untuk membunuhnya, dengan penuh cinta telah mengalirkan samudra kecintaan kedalam hati saya. Jadi, inilah perlakuan junjungan saya terhadap orang yang memusuhinya. Orang yang bersalah tertangkap, tetapi bukannya menghukum, bahkan beliau begitu berkasih sayang dengan panah kecintaan”, sehingga orang itu bahkan menjadi siap mengorbankan dirinya demi beliau. Apakah ada bandingan kasih sayang dan pemaaf) seperti demikian? Tetapi kita harus senantiasa mengingat firman Allah, “Muhammad Rasulullah s.a.w. adalah uswah hasanah (teladan terbaik) bagi kalian.” Jadi, berjalan di atas teladan-teladan itu dan menaruh perhatian ke arah itu juga merupakan kewajiban bagi kaum Muslimin. Andai mereka memahami. Tidak Mendoakan Seperti Doa Nabi Nuh a.s. Ummul Mu’minin, Hadhrat Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa jika ada dua hal yang Rasulullah s.a.w. diizinkan untuk melakukannya, beliau s.a.w. mengerjakan yang paling mudah, terkecuali jika melakukan hal itu menjadi dosa, dan jika melakukan hal itu dapat menjadi dosa, maka beliau adalah orang yang paling dahulu menghindarinya dari pada orang-orang. Rasulullah s.a.w. tidak pernah menghukum demi untuk diri beliau, terkecuali jika [kesalahannya] termasuk ke dalam cara yang tidak jaiz dalam hudud (hukuman) yang ditetapkan Allah, maka Hudhur s.a.w. menghukumnya demi Allah Ta’ala. 15 14 as-Siirah an-Nabawwiyah karya Ibni Hisyaam, tahthimul ashnaam, hal. 747, Daarul Kutub al-’alamiyyah Beirut, Edisi 2001 15 Shahih al-Bukhari, Kitabul Manaqib, Bab Sifatun Nabi saw, hadis no. 3560
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
22
Khotbah Jumat
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Riwayat mengenai Hadhrat Umar r.a. : “Suatu kali di tengah perbincangan, beliau mengemukakan kepada Rasulullah s.a.w., ‘Wahai Rasulullah! Saya rela mengorbankan kedua orang tua saya demi engkau. Hadhrat Nuh as telah memanjatkan doa yang buruk untuk menghadapi kaumnya, ‘Rabbi laa tadzar ‘alal ardhi minal kaafiriin dayyaara.’ (Surah Nuh, 71 : 27), “Wahai Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan di atas bumi penghuni dari orang-orang kafir.” Ya Rasulullah! Jika engkau berdoa untuk kami seperti doa Nabi Nuh, maka kami semua akan hancur.” Punggung beliau s.a.w. pernah ditimpakan beban, darah dialirkan dari wajah beliau, gigi depan beliau dipatahkan, tetapi yang beliau lakukah hanyalah kebaikan, dan beliau berdoa, ‘Allahumaghfir liqaumii fa innahum laa ya’lamuun.’ – “Ya Allah! Ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan.” 16 Hadhrat Masih Mau’ud a.s. bersabda, “Hadhrat Khaatamul Anbiya s.a.w. mendapatkan kemenangan mutlak atas orang-orang Mekkah dan orang-orang selainnya, dan melihat mereka ada di bawah pedang beliau, tetapi kemudian memaafkan kesalahan-kesalahan mereka, dan beliau hanya menghukum beberapa orang dari antara mereka yang untuk menghukum mereka telah ada perintah qath’i (jelas, pasti) dari Hadhrat Ahadiyat (Tuhan Yang Esa). Beliau juga memaafkan kejahatan setiap musuh, kecuali mereka sejak awal telah menjadi para mal’uun [terlaknat karena penentangan keras dan kejahatannya yang tidak jua melunak atau bertaubat. Red.]. Setelah memperoleh kemenangan, beliau mengatakan, ‘Laa tatsriba ‘alaikumul yaum’ – “Pada hari ini tidak ada 15F
16
Asy-Syifa karya Qadhi Iyadh, al-baabu ats-tsani fii takmiilillahi Ta’ala…..al-fashlu wa amal hilmi, halaman 73, juz awal, Daarul Kutub al-‘alamiyah, Beirut 2002
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
23
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
tuntutan atas kalian.” (QS. Yusuf [12]: 93). Karena pemberian maaf yang dalam pandangan para penentang merupakan suatu hal yang mustahil itu, dan ketika melihat kejahatan-kejahatan mereka, mereka berpikir bahwa diri mereka akan dihukum bunuh, maka dalam sesaat ribuan orang menerima Islam.” 17 Jadi, inilah ‘afw (sifat pemaaf) Hadhrat s.a.w. yang dalam pandangan para penentang nampak seperti sesuatu hal yang sangat sulit. Pernahkah bisa diperlihatkan sifat pemaaf yang seperti demikian? Tetapi ketika mereka melihat perlakuan yang baik dari beliau s.a.w., maka hasilnya mereka menerima Islam. Andai orang-orang Muslim sekarang juga memahami poin bahasan ini, maka mereka dapat memberikan beberapa kali lipat kemajuan bagi Islam. Andai orang-orang ini keluar dari cengkraman kelompok-kelompok yang menyukai kekerasan, lalu memperhatikan dengan seksama uswah (contoh) yang telah diletakkan di hadapan kita oleh Junjungan yang kita taati, Hadhrat Muhammad Mushtafa s.a.w. Semoga Allah Ta’ala membukakan akal mereka. Aamiin. 16F
Khotbah II
-
17
Barahin Ahmadiyah, har shar hishas, Ruhani Khazain Jilid 1, halaman 286-287, sisa catatan kaki nomor 11
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
24
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Menyerahkan Diri Kepada Allah Dan Memohon Perlindungan-Nya Ikhtisar Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu’minin, Khalifatul Masih al-khaamis Hadhrat Mirza Masroor Ahmad (ayyadahullahu ta’ala bi nashrihil ‘aziz, aba) tanggal 14 Juni 2013 ===============================================
"Dan mereka berkata, 'Tidak akan pernah masuk surga kecuali orang Yahudi atau Kristen." Ini adalah hasrat sia-sia mereka. Katakanlah, 'Tunjukkanlah bukti kalian, jika kalian memang benar. " Tidak, barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, sementara ia berbuat baik, pahalanya ada di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut akan menimpa mereka, tidak pula mereka akan bersedih hati. " (QS.2:112113).
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
25
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
S
eseorang baru-baru menulis kepada Hadhrat Khalifatul Masih mengungkapkan keprihatinan mereka atas pemerintahan baru di Pakistan, dan menduga-duga apakah seperti pemerintahan sebelumnya, rezim ini juga akan menganiaya para Ahmadi dan kondisinya akan tetap sama. Hanya Tuhan yang tahu apa yang akan terjadi, bagaimanapun -- baik itu pemerintah saat ini atau pemerintah lainnya -- dengan adanya undang-undang anti-Ahmadiyah di Pakistan, tidak perlu khawatir seperti ini, sebab ini merupakan penyebab keprihatinan terus-menerus bagi para Ahmadi Pakistan, yang hendaknya terdorong untuk berdoa dalam hal ini. Hanya Bergantung Pada Allah Swt. Jika kita memiliki suatu harapan dari pemerintahan duniawi maka kita mungkin memiliki sudut pandang seperti ini, tetapi jika kita bergantung sepenuhnya pada Allah, yang memang seharusnya demikian, maka tidak ada perlunya menerka-nerka bahwa situasi akan lebih baik jika si A dan si B berkuasa atau situasi akan memburuk jika si C dan si D berkuasa. Tidak ada perlunya khawatir dalam hal ini jika kita bertawakal dan bergantung hanya pada Tuhan. Pemerintah duniawi ini akan melakukan penganiayaan, beginilah situasinya sejak undangundang tersebut diumumkan di Pakistan. Penentangan telah berlangsung sejak zaman Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam. Meskipun pada waktu itu tidak pada level pemerintahan, tapi tetap saja para aparatur pemerintahan biasa membuat rencana melawan kita. Bagaimanapun, entah itu pemerintahan dari satu ideologi atau ideologi lain, dalam anggapan mereka, mereka telah mengeluarkan Ahmadiyah dari kelompok Islam dan pemerintahan manapun yang datang, itu melakukan penganiayaan terhadap para Ahmadi, bahkan penganiayaan itu semakin meningkat.
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
26
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kami tidak mengharapkan kebaikan apapun dari pemerintah duniawi ini, tidak pula kami memerlukan pengesahan mereka untuk disebut Muslim. Seorang Muslim sejati adalah orang yang Muslim dalam pandangan Allah, yang beriman pada Keesaan Tuhan dan menerima Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi pembawa syariat terakhir dan Khaataman nabiyyiin. Dalam hal ini Ahmadiyah adalah Muslim dari segi keyakinan maupun amalan, bahkan mereka adalah Muslim yang lebih baik daripada selainnya. “Muslim Konsitusional” dan “Muslim Hakiki” Jika Muslim 'konstitusional' [yang resmi/diakui UU Pemerintah], atau pemerintahan, atau menteri atau aparat mereka melakukan penindasan, mereka berdosa di hadapan Tuhan dan berdasarkan ini kita lebih dekat kepada Allah, karena tentu saja hal ini membawa Ahmadi lebih dekat kepada Tuhan. Dalam menjelaskan istilah Muslim 'konstitusional' kepada mereka yang mungkin tidak tahu, Hadhrat Khalifatul Masih besabda, “Menurut konstitusi Pakistan, Ahmadiyah bukan Muslim dalam pengertian konstitusi dan agama. Sungguh tidak masuk akal bahwa pemerintahan demokratis memutuskan masalah agama. Setelah undang-undang antiAhmadiyah tahun 1974 di Pakistan, seorang penguasa militer yang zalim semakin meningkatkan kekerasan. Singkatnya, menurut amandemen konstitusi ini, Ahmadiyah adalah non-Muslim di Pakistan terlepas dari kenyataan bahwa gambaran Islam yang benar sedang disebarkan di dunia oleh para Ahmadi, sementara yang lainnya, yang secara konstitusional Muslim sedang memburukkan nama Islam.” Orang sering menyampaikan kepada Hadhrat Khalifatul Masih, seperti dalam tur (lawatan) beliau baru-baru ini ke Amerika beliau
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
27
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
ditanya, bahwa Muslim lainnya tidak menganggap kita sebagai Muslim sedangkan praktek (amal perbuatan) mereka juga berkebalikan [dengan ajaran Islam itu sendiri], sedangkan para Ahmadi menyatakan bahwa mereka akan mengadakan revolusi [perubahan] di dunia, bagaimana itu akan terjadi? Sebagai tanggapan Hadhrat Khalifatul Masih mengatakan kepada mereka bahwa “Itu (perubahan revolusioner) memang sedang terjadi, karena ratusan ribu orang masuk ke dalam Islam sejati setiap tahun dan kami akan melanjutkan tugas kami sampai kami meyakinkan dunia bahwa Islam adalah agama perdamaian dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah rasul perdamaian yang ketinggian (kedudukannya) tidak ada yang menyamainya.” Hudhur juga memberitahu mereka bahwa, “Bukan hak seorang individu untuk menentukan agama orang lain. Setiap orang memutuskan keyakinannya sendiri. Pemerintah bisa menganggap kita sebagai Muslim atau tidak, itu tidak masalah.” Hadhrat Khalifatul Masih mengatakan kepada mereka bahwa beliau adalah seorang Muslim dan mereka yang telah menerima Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam juga adalah Muslim, dan Muslim yang lebih baik daripada mereka yang belum menerima Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam. Islam Adalah “Agama Perdamaian” Jika ada pemerintahan, menteri atau aparaturnya melakukan kekejaman, mereka akan menghinakan pemerintahan mereka sendiri. Tidak ada hubungannya dengan kita (para Ahmadi) jika pemerintahan terhina, meskipun [para Ahmadi ada yang] orang Pakistan, itu menyakiti kita karena para Ahmadi telah memberikan pengorbanan besar untuk Pakistan. Dengan membunuh orang atas nama agama, tidak hanya orang-orang ini menghinakan Pakistan, mereka juga membawa memburukkan nama Islam yang merupakan agama perdamaian.
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
28
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sungguh, Allah menyatakan bahwa keadilan harus ditegakkan bahkan jika seseorang berurusan dengan musuh: "... dan janganlah permusuhan orang-orang yang mendorong kalian untuk bertindak selain dengan keadilan. Jadilah selalu hanya, itu lebih dekat kepada kebenaran. Dan bertakwalah kepada Allah ... "(QS.5:9). Demikianlah ajaran Islam dan kita membungkam para penentang Islam dengan menginformasikan mereka tentang hal itu. Seorang Muslim sejati selalu sadar akan rasa takut pada Tuhan dan tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati terlibat dalam ketidakadilan dan kekejaman. Masalahnya adalah bahwa mereka yang memimpin negara [Pakistan] tidak memiliki ketakwaan (kebenaran), dan kekejaman dan ketidakadilan dapat diperkirakan dari mereka. Beberapa hari yang lalu acara diadakan di Gedung Parlemen Inggris untuk menandai 100 tahun Jama'at Inggris. Acara ini dihadiri oleh 42 anggota parlemen, termasuk wakil Perdana Menteri dan 6 menteri, diplomat dan tokoh-tokoh lainnya. Hadhrat Khalifatul Masih memberikan presentasi tentang Islam sejati berdasarkan ajaran Islam yang indah dan teladan beberkat Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para hadirin merespon dengan baik dan berkomentar bahwa sementara sudut pandang Ahmadiyah adalah perdamaian dan keamanan, sedangkan perbuatan sebagian umat Muslim lainnya mengkhawatirkan. Beberapa politisi menyampaikan pendapat seperti itu dengan terus terang sementara yang lain sedikit hati-hati. Ketika Hadhrat Khalifatul Masih mendasarkan pidato beliau pada Al Quran dan teladan beberkat Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam orang-orang menjadi tahu ajaran Islam yang sesungguhnya. Menanggapi pidato Hudhur itu, seorang diplomat Kristen mengatakan bahwa setiap kata menyentuh hatinya. Dia sering
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
29
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
menghadiri acara kita dan akrab dengan kita. Hudhur mengatakan kepadanya bahwa pesannya tidak dimaksudkan untuk dia sendiri dan memintanya untuk menyebarkannya di lingkungannya, dan dia bilang dia sudah melakukannya dan akan terus melakukannya. Berpaling kepada Allah Ta’ala, Bukan Pemerintahan Duniawi “Demikianlah, kita mempengaruhi orang luar tapi pesan kita tidak menimbulkan perbedaan pada para Maulwi yang keras kepala selain membuat mereka semakin keras kepala. kita berusaha menghilangkan gambaran yang salah tentang Islam yang disebabkan oleh beberapa orang, dan Insya Allah akan terus melakukannya. Namun para politisi dan orang-orang terpelajar dari negara-negara Muslim mengikuti para Maulwis dalam menganiaya para Ahmadi atas nama Islam. Inilah yang mereka lakukan. sebagaimana kita akan melanjutkan apa yang kita lakukan, demikian pula mereka. Kita hendaknya tidak khawatir tentang mereka dan tidak memiliki harapan terhadap mereka dan tidak pula melihat mereka. Jika mereka menegakkan keadilan, mereka akan diganjar oleh Allah, jika tidak, Tuhan kita beserta dengan kita. Dia akan memberikan anugerah kepada kita, sesuai dengan janji-Nya, di dunia ini serta akhirat, dan mereka yang melakukan kekejaman pasti akan diazab. Daripada melihat ke pemerintah duniawi ini, kita harus berpaling kepada Allah dan mengikuti perintah-perintah-Nya. Adapun pernyataan para pemuka agama -- bahwa siapa pun yang tidak mengikuti mereka terkutuk dan pasti menjadi penghuni neraka -- karena itu mereka telah memberikan kebebasan kepada orang-orang mereka untuk melakukan apapun yang mereka inginkan kepada para Ahmadi, yang memang demikian yang sedang terjadi, pemerintah yang berbicara tentang supremasi hukum pada kenyataannya mendukung para penganiaya.
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
30
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dua hari yang lalu seorang Ahmadi disyahidkan di Karachi dan ada juga percobaan pembunuhan pada Ahmadi di Jhelum yang terluka parah dan dirawat di rumah sakit. Semoga Allah memberinya kesembuhan. Teman-teman non-Ahmadi dari Ahmadi ini juga terjebak dalam serangan ini. Di Karachi dua orang teman dari syuhada yang bersamanya di dalam mobil terluka parah dan dirawat di rumah sakit, salah satunya dalam kondisi kritis. Seorang teman non-Ahmadi juga terluka dalam serangan di Jhelum dan sekarang konidisinya lebih baik. Semoga Allah memberi mereka kesembuhan. Cara Meraih Keridhaan Tuhan Allah menyatakan, ini bukan hal yang baru, para pemuka agama terdahulu juga serupa. Namun, Tuhan menyatakan bahwa siapapun yang menyerahkan diri kepada Tuhan dan berbuat baik pahalanya ada di sisi Tuhannya. Membunuh seseorang atas nama agama atau sebuah lembaga, tidak akan bisa memberikan sertifikat untuk masuk ke surga atau neraka. Tuhan telah menyatakan, bahwa orang yang berbuat baik untuk meraih keridhaan Tuhan dan bai'at kepada Imam Zaman karena Tuhan telah memerintahkan begitu, tidak punya alasan untuk takut atau berduka. Setiap perbuatan orang seperti ini yang (dilakukan demi) meraih keridhaan Tuhan akan akan menganugerahkannya keridhaan Tuhan. Setiap Ahmadi yang telah bai'at dengan cara ini adalah jelas Muslim dan merupakan orang yang meraih kecintaan Tuhan. Kedudukannya sebagai Muslim tidak memerlukan pengesahan politik apapun. Menurut ayat dibacakan pada awal khotbah, Muslim adalah seseorang yang menyatakan bahwa ia adalah seorang Muslim dan: ‘man aslama wajhahuu lillaahi’ '... barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
31
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah ...' tidak dinyatakan bahwa orang lain perlu mengumumkan siapa yang Muslim dan siapa yang tidak. Sebaliknya setiap orang harus menyerahkan diri kepada Tuhan, kemudian menyatakan bahwa ia adalah seorang Muslim melalui pilihan sendiri dan siap untuk melakukan tanggung jawab yang telah Allah bebankan pada dirinya sebagai seorang Muslim. Selain itu, dinyatakan bahwa ia harus: “wa huwa muhsinun’ – dan ia berbuat baik (ihsan) ...”, yaitu, amalannya sehari-hari sangat baik dan ia menghindari segala sesuatu yang buruk. Ketika itulah dia akan mendapatkan ganjaran Tuhannya dan tidak akan merasa takut atau sedih. Amalan baik yang terus menerus, menghindari hal-hal yang buruk dan mengutamakan agama di atas hal-hal duniawi menyelamatkan seorang mukmin dari kesalahan masa depan. Menjadi Milik Allah Secara Akidah dan Amalan Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam menulis: "Makna lughat Islam dijelaskan dalam ayat: ‘Tidak, barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, sementara ia berbuat baik (ihsan), pahalanya ada di sisi Tuhannya.” “Tidak ada rasa takut akan menimpa mereka, tidak pula mereka akan bersedih” ini berarti bahwa seorang Muslim adalah orang yang menyerahkan dirinya sepenuhnya pada kehendak Allah Ta’ala, yakni, seseorang yang mengabdikan dirinya kepada Allah Ta’ala, untuk mengikuti kehendak-Nya dan meraih keridhaan-Nya, dan kemudian teguh dalam berbuat baik Demi Allah Ta’ala dan mencurahkan seluruh kemampuannya untuk itu. Dengan kata lain, ia sepenuhnya menjadi milik Allah Ta’ala baik secara akidah maupun amalan. Menjadi milik-Nya secara akidah berarti bahwa seseorang harus menganggap dirinya sebagai sesuatu yang telah diciptakan untuk
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
32
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengenal Allah Ta’ala dan taat kepada-Nya dan mencari kecintaan dan keridhaan-Nya. Menjadi milik-Nya secara amalan berarti melakukan semua kebaikan yang berhubungan dengan setiap kemampuan seseorang dengan penuh ghairat dan perhatian seolah-olah dia melihat Wajah sang Kekasih sejati di dalam cermin ketaatannya.” "(Essence of Islam, Vol. I, hal . 18 - 19) Ini adalah kedudukan yang harus kita capai secara akidah maupun secara amalan. Jika kita mereformasi diri kita dan memiliki iman yang kuat dan mencoba untuk menjalani hidup kita sesuai dengan apa yang membuat Tuhan ridha, maka setiap penindasan yang dilakukan dengan dalih hukum tidak akan merugikan kita, meskipun itu menimbulkan kerugian duniawi, kita akan diterima oleh Allah. Dengan menyampaikan kejadian orang-orang terdahulu Al-Qur'an telah meneguhkan hati kita. Pengikut Musa as. datang sebagai penyihir tetapi kemudian yakin dan berbicara [kepada Firaun]: "... maka putuskanlah apa yang engkau putuskan, Engkau hanya bisa memutuskan mengenai kehidupan ini saja ... '(Thaa Haa [20]:73). Jika ada pemerintah ingin melakukan kekejaman, di hadapan mereka ada akhir kehidupan Fir’aun, sementara kita harus memperlihatkan keimanan yang tidak takut terhadap orang-orang duniawi. Standar Seorang Muslim Standar orang-orang yang menyatakan diri mereka sebagai Muslim digambarkan dalam ayat ini:
"Dan siapakah yang lebih baik imannya daripada orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dan mengikuti
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
33
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
agama Ibrahim, yang tulus ikhlas? Dan Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai seorang sahabat karib. "(An-Nisa [4]:126) Allah telah menyatakan kelebihan Hadhrat Ibrahim dalam Al-Qur'an sebagai: ‘wa Ibraahiima ladzii wafaa’ "Dan Ibrahim yang memenuhi perintah? - ( An-Najm 53:38). Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam menulis bahwa Hadhrat Ibrahim as. meraih kedekatan dengan Tuhan karena kejujuran, kesetiaan dan ketulusan. Untuk setia dan tulus kepada Allah membutuhkan suatu macam kematian. Kualitas ini tidak dapat ditanamkan kecuali seseorang benar-benar meninggalkan semua kesenangan dan kemegahan duniawi, dan siap untuk menanggung setiap kehinaan demi Tuhan. Sulit untuk menanamkan kejujuran dan ketulusan tanpa siap untuk mengalami segala macam kesulitan di jalan Tuhan. Tuhan menghendaki perbuatan dan senang dengan perbuatan, sementara perbuatan bisa menyakitkan. Namun ketika seseorang siap menanggung kepedihan untuk Tuhan, Dia tidak akan membiarkannya menderita. Untuk membuat hati seseorang bebas dari yang lain kecuali Tuhan dan mengisi hatinya dengan kecintaan kepada Tuhan, dan mengikuti kehendak Allah dan tunduk kepada-Nya seperti bayangan tunduk kepada wujud asli sedemikian rupa sehingga tidak ada perbedaan antara kehendak Allah dan apa yang dia inginkan, adalah hal yang bisa dicapai melalui doa. Hadhrat Masih Mau’ud ‘alaihis salaam juga bersabda bahwa hakikat Islam dapat diwujudkan pada diri seseorang ketika semua wujudnya benar-benar diberikan kepada Tuhan dengan segenap kekuatan lahiriah maupun batiniah, dan apa pun yang diberikan oleh Tuhan kepadanya dikembalikan kepada Dia. Bukan hanya secara akidah tetapi juga secara amalan gambaran Islam yang sejati ditampilkan. yaitu, seseorang yang mengaku menjadi Muslim membuktikan bahwa semua anggota badan, kecerdasan, wawasan, semua kekuatan jasmani dan rohani, kehormatan dan harta
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
34
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bendanya, dan segala sesuatu yang lain dari kepala ke jari-jari kakinya, yang nampak maupun tidak, termasuk niat dan ketakutan hatinya tunduk kepada Tuhan seperti anggota badan seseorang berada di bawah kendalinya. Inilah kedudukan yang setiap Ahmadi harus berusaha untuk mencapainya, dan hanya dapat mengklaim sebagai Muslim sejati ketika telah berupaya, dan ketika itulah ia akan ada dalam perlindungan Tuhan. Sebagai sebuah Jemaat, semoga Allah menjadikan sebagian besar dari kita seperti ini. Semoga kita berpaling kepada doa dan sepenuhnya diwarnai oleh warna Islam. Semoga kita menarik rahmat Tuhan dan termasuk ke dalam orangorang yang mengenainya Tuhan telah menyatakan: ‘wa busyraa lil mu’miniina’ '. ... Kabar suka bagi orang-orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan "(QS.16:90). Semoga Tuhan menjadikan sebagian besar dari kita ditarik ke arah doa, bahkan semoga setiap Ahmadi ditarik ke arah doa dan semoga kita memiliki hubungan yang tulus dengan Tuhan dan juga segera melihat kesudahan para penentang kita! Pensyahidan Chaudhry Hamid Sami Sahib Ahmadi yang disyahidkan di Karachi pada tanggal 11 Juni itu Chaudhry Hamid Sami Sahib syahid. Ahmadiyah masuk ke dalam keluarga beliau melalui kakek beliau yang juga mengalami penentangan keras setelah menerima Ahmadiyah. Ayah beliau biasa menyiapkan kayu ranjang di tangannya dan tidur di ranjang itu. Hamid Sahib lahir di Lahore. beliau berusia 48 tahun bekerja sebagai akuntan. Pada hari pensyahidan beliau, beliau bepergian di dalam mobil dengan dua teman non-Ahmadi ketika para penyerang tak dikenal melepaskan tembakan. Tampaknya para penyerang mengendarai sepeda motor, dan menyerang dari kedua sisi mobil. Almarhum terkena beberapa peluru di
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
35
Khotbah Jumat 14 Januari 2011 dan 14 Juni 2013
Sifat Pemaaf Hadhrat Rasulullah dan Berserah Diri Kepada Allah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
sekujur tubuhnya sementara teman-teman beliau terluka oleh peluru yang memantul. Hamid Sahib berkhidmat di Jama'at di departemen maal. Beliau orang yang ceria, sopan, yang sangat perhatian kepada keluarga beliau dan orang lain. Beliau meninggalkan seorang janda dan tiga anak. Semoga Tuhan menjadi Pelindung mereka dan semoga Dia mengangkat kedudukan Almarhum.
Penerjemah Editor Referensi
: Mln. Fadhal Ahmad Nuruddin : Dildaar Ahmad : www.alislam.org
Khotbah Jumat, Vol. VII, Nomor 21, Tanggal 24 Hijrah 1392 HS/Mei 2013
36