JUDISIAL REVIEW DAN KUALITAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
OLEH SOFYAN SITOMPUL, SH, MH INSPEKTUR KEPEGAWAIAN
DISAMPAIKAN PADA PERTEMUAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN JAKARTA, 3 NOVEMBER 2009 Sofyan Sitompul
1
GUARANTEES OF CONSTITUTIONS/ JAMINAN KONSTITUSI (1) • Undang-undang selaku produk politik
Kepentingan para politisi (de wetgevers) pada proses pembentukan undangundang. Pasal 20 ayat (1), (2),(3), dan (4) UUD 1945 menetapkan, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Pasal 5 ayat (1) UUD 1945, Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR. Bertentangan dengan aspirasi dan kehendak rakyat banyak selaku pemegang kedaulatan tertinggi.
• Judicial Review/Constitutional Review
Kewenangan lembaga peradilan, contoh: Supreme Court (USA) Dalam bukunya General Theory of Law and State (1961:267), Hans Kelsen menyatakan pengujian undang-undang merupakan salah satu jaminan yang diberikan konstitusi bahwa isi dari norma yang lebih rendah harus sesuai dengan norma yang lebih tinggi, sehingga pengujian suatu undang-undang untuk menjamin keseuaian antar norma yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi. Untuk ketertiban hukum tersedia prosedur dimana norma yang lebih rendah dapat diuji kesesuainnya dengan yang lebih tinggi dan dapat dibatalkan jika terdapat ketidaksesuaian. 2 Sofyan Sitompul
GUARANTEES OF CONSTITUTIONS/ JAMINAN KONSTITUSI (2) • Lembaga Peradilan sebagai Negative Legislator (fungsi legislatif yang negatif)
Pembatalan undang-undang adalah sebuah fungsi legislatif, tindakan yang disebut sebagai legislasi negatif. Pengadilan yang berwenang untuk membatalkan undang-undang secara individu maupun umum berfungsi sebagai sebuah legislator negatif (Hans Kelsen , 1961)
• Partisipasi masyarakat (Post Scriptum)
Undang-undang adalah suatu kehendak umum/volonte generale (Jean Jacques Rosseau, Du Contract Social, 1712) Undang-undang menciptakan tujuan umum yakni kepentingan umum. Undang-undang yang tidak mencerminkan kepentingan umum dianggap tidak adil (Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, 1988).
Sofyan Sitompul
3
MODEL-MODEL MAHKAMAH KONSTITUSI YANG BERWENANG MELAKUKAN “JUDICIAL REVIEW” NO
MODEL
SUSUNAN
WEWENANG
1.
Mahkamah Konstitusi Austria (Continental Model) sejak tahun 1920
Berdiri sendiri, di luar Mahkamah Agung
Melakukan : “constitutional review” Legalitas peraturan di bawah UU Pengujian perjanjian internasional Peselisihan Pemilu Impeachment Constitutional complaint Sengketa kewenangan/ keuangan Sengketa antara lembaga negara Penafsiran UUD
Antara lain Austria, Jerman, Belanda, Mesir, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Chili.
2.
Model Dewan Konstitusi (Council Constitutional) Perancis sejak tahun 1958
Berdiri sendiri, di luar Mahkamah Agung. Tidak disebut pengadilan (court) tetapi dewan (council) (semi peradilan)
Melakukan “constitutional review “ menguji UU sebelum diberlakukan. Wewenang lain adalah: “constitutional review” Perselisihan penyelenggaraan pemilu dan referendum Memberikan pendapat (consultative power) kepada presiden jika diminta Memberikan fatwa hukum tetapi tidak pernah digunakan Menguji konstitusionalitas tata lembaga DPR
Libanon, Aljazair, Maroko, Kamboja, dan Kazakhtan
Sofyan Sitompul
NEGARA
4
3.
Model Kamar Khusus (Special Chambers)
Dalam Pengadilan yang ada dibentuk kamar khusus, tetapi bukan di MA melainkan di Pengadilan Tinggi
Kamar khusus itu diberi wewenang untuk menjalankan pengujian konstitutionalitas suatu UU
Yaman, Camerun, Uganda, Panama, Uruguay
4.
Model Campuran Amerika dan kontinental
Mahkamah Agung/Mahkamah Konstitusi/kamar khusus melakukan constitutional review secara terpusat, tetapi semua pengadilan yang ada pada semua tingkat berwenang pula untuk menyamping UU yang bertentangan dengan konstitusi
MA/MK/kamar Khusus melakukan pengujian secara terpusat, semua tingkat pengadilan melakukan pengujian secara terdesentralisasi
Yunani, swiss, Brasil, Venezuela
5.
Model Belgia
Court of arbitrase (Pengadilan tertinggi dibidang arbitrase) setingkat dengan Mahkamah Agung
-”constitusional review”
Belgia
Tidak mengenal adanya lembaga peradilan yang berwenang menguji UU terhadap UUD UndangUndang tidak dapat diganggu gugat ”the queen or king in Parlianment”
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. UU hanya dapat diuji melalui legislative review
6.
Model Supremasi Parlemen
- tugas lain adalah melakukan penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Sofyan Sitompul
Inggris, Kuwait, Ethiopia
Belanda, Congo,
5
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Mahkamah Konstitusi RI selaku constitutional court yang ke-78 di dunia merupakn mahkamah yang pertama di abad XXI. Pasal 24A (2) UUD 1945 : Kekuasaan kehakiman : Sebuah MAHKAMAH AGUNG dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan Sebuah MAHKAMAH KONSTITUSI . Pasal 24C (1) : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final : untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Pasal 24C (2) : Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UndangUndang Dasar 6 Sofyan Sitompul .
HUKUM ACARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DASAR :
UU No. 24 Tahun 2003 (UUMK) Pasal 50 sd Pasal 60 Peraturan MK (PMK) No.06/PMK/2005 tgl. 27 Juni 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (sebagai pelaksanaan Pasal 86 UUMK)
OBYEK PENGUJIAN :
Pasal 50 UUMK : Undang-undang yang dapat diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan UUD. Penjelasan UUMK: yang dimaksudkan dengan setelah perubahan UUD adalah perubahan pertama tanggal 19 Oktober 1999 (penjelasan lebih lanjut lihat kontroversi Pasal 50). Sofyan Sitompul
7
KONTROVERSI PASAL 50 (putusan secara berangsur) 1.
2.
3.
4.
Tanggal 23 Desember 2003 Mahkamah Konstitusi mengenyampingkan Pasal 50 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 004/PUU-I/2003 atas Pengujian Undang-Undang Nomor14 Tahun1995 tentang Mahkamah Agung . Tanggal 30 Juni 2004 Mahkamah Konstitusi menyatakan berwenang untuk mengadili undang-undang yang diundangkan sebelum tanggal 19 Oktober 1999 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-II/ 2004 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Tanggal 10 Nopember 2004 Mahkamah Konstitusi menyatakan berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian undang-undang yang diundangkan sebelum tanggal 19 Oktober 1999 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 018/PUUI/2003 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, …, dan Kota Sorong . Tanggal 11 April 2004 Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 066/PUU-II/2004 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri . Sofyan Sitompul
8
IMPLIKASI PUTUSAN MK ATAS PASAL 50
Seluruh undang-undang yang diberlakukan di Republik Indonesia dapat diuji. Dampak : permohonan pengujian undang-undang meningkat (termasuk undang-undang masa lampau) yaitu : Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan; Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara; KUHP; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP; Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sofyan Sitompul
9
PRODUK HUKUM MK
UUMK : putusan PMK : putusan dan ketetapan
UUMK (Pasal 56-57) Permohonan tidak dapat diterima, dalam hal pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi Pasal 50 dan Pasal 51; Permohonan dikabulkan, dalam hal permohonan beralasan atau pembentukannya tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang; Permohonan ditolak, dalam hal undang-undang tidak bertentangan dengan UUD. Sofyan Sitompul
10
PMK (Pasal 36 dan Pasal 43) Pasal 36 : idem UUMK Pasal 43 : Mahkamah mengeluarkan ketetapan dalam hal :
Permohonan bukan kewenangan Mahkamah : perkara No.015/PUU-I/2003, atas Permohonan verifikasi Partai Persatuan Nasional Indonesia (PPNI), ditetapkan tgl. 22 Desember 2003 dan perkara No.016/PUU-I/2003 atas Permohonan agar putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung RI Nomor 179 PK/PDT/1998 tanggal 7 September 2001 dinyatakan batal, ditetapkan tgl. 22 Desember 2003. Pemohon menarik kembali permohonannya : contoh : perkara No.9/PUU-V/2007 atas Pengujian Pasal 58 f Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, pemohon H. Nur Ismanto, SH MSi dkk (4 pemohon), ditetapkan tgl. 1 Mei 2007 : penetapan mengabulkan permohonan pemohon menarik kembali permohonan.
.
Sofyan Sitompul
11
SIFAT DAN JENIS PUTUSAN MK
Final dan mengikat. Berlaku sejak diucapkan pada sidang terbuka. Declaratoir. A negative legislator : kewenangan mengenyampingkan dan membatalkan undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi. A positive legislator : hakim MK tidak dipilih oleh rakyat secara langsung, tetapi berwenang mengabaikan kehendak mayoritas rakyat. Contoh : kembalinya hak eks anggota PKI sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2004 (Putusan MK No.011/PUU-I/2003 dan No.017/PUU-I/ 2003 atas Pengujian Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, diputus tgl. 24 Pebruari 2004, amar : Menyatakan pasal 60 huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat). Faktor pengubah hukum : putusan/pertimbangan hukum MK merupakan acuan dalam pembentukan hukum (beberapa putusan memberi “saran” kepada pembentuk undang-undang). 12 Sofyan Sitompul
IMPLIKASI PUTUSAN MK
Permohonan tidak dapat diterima : dapat diajukan pengujian kembali apabila terpenuhi ketentuan Pasal 50 dan Pasal 51 UUMK. Permohonan dikabulkan : tidak dapat diuji kembali; beberapa putusan memerlukan tindak lanjut pembentukan undang-undang (dibahas lebih lanjut kemudian). Permohonan ditolak : UUMK : tidak dapat diuji kembali PMK : dapat diuji kembali dengan alasan konstitusionalitas yang berbeda (menambah jumlah permohonan). MK tidak berwenang : tidak dapat diajukan kembali. Permohonan ditarik kembali : Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan; mencatat penarikan kembali/pencabutan perkara dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi; Sofyan Sitompul
13
NE BIS IN IDEM
(Pasal 60 UUMK versus Pasal 42 PMK)
Pasal 60 UUMK : Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali. Pasal 42 (2) PMK : Permohonan pengujian undang-undang terhadap muatan ayat, pasal, dan/atau bagian yang sama dengan perkara yang pernah diputus oleh Mahkamah dapat dimohonkan pengujian kembali dengan syarat-syarat konstitusionalitas yang menjadi alasan permohonan yang bersangkutan berbeda. Sofyan Sitompul
14
IMPLIKASI PASAL 42 (2) PMK (CONDITIONALLY CONSTITUTIONAL)
Putusan MK No.058,059,060,063/PUU-II/2004, 08/PUU-III/ 2005 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, diputus tgl.19 Juli 2005 dengan amar : Menolak permohonan para pemohon . Pertimbangan hukum MK : UU SDA telah cukup memberikan kewajiban kepada Pemerintah untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas air, yang dalam peraturan pelaksanaannya Pemerintah haruslah memperhatikan pendapat Mahkamah yang telah disampaikan dalam pertimbangan hukum yang dijadikan dasar atau alasan putusan. Sehingga, apabila Undangundang a quo dalam pelaksanaan ditafsirkan lain dari maksud sebagaimana termuat dalam pertimbangan Mahkamah di atas, maka terhadap Undang-undang a quo tidak tertutup kemungkinan untuk diajukan pengujian kembali (conditionally constitutional). Sofyan Sitompul
15
DAMPAK PASAL 42 (2) PMK
Pengujian atas : Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perkara No.006/PUU-III/2005 diputus tgl. 31 Mei 2005, amar : permohonan pemohon ditolak. Diuji kembali : Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) huruf a dan ayat (5) huruf C, sepanjang mengenai anak kalimat “… partai politik atau gabungan partai politik.”, perkara No. 5/PUU-VI/2007 diputus tgl. 23 Juli 2007, amar : permohonan pemohon dikabulkan (terbukanya kesempatan calon perseorangan (tanpa melalui partai politik) sebagai calon kepala daerah).
Konsekuensi hukum : Pemberlakuan Pasal 42 (2) PMK merupakan “pengabaian Pasal 60 UUMK”.
Sofyan Sitompul
16
HUBUNGAN PUTUSAN MK DAN PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG
Putusan MK No.001-021-022/PUU-I/2003 tgl 1 Desember 2004 atas Pengujian Undang-undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, dengan amar : Menyatakan UU No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan hukum : Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68, khususnya yang menyangkut unbundling dipandang bertentangan dengan konstitusi; Pasal 16, 17 ayat (3), serta 68 merupakan jantung dari UU No. 20 Tahun 2002, maka undang-undang a quo secara keseluruhan tidak dapat dipertahankan lagi; Untuk menghindari kekosongan hukum (rechtsvacuum), maka UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan berlaku kembali; MK menyarankan agar pembentuk undang-undang menyiapkan RUU Ketenagalistrikan yang baru yang sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945. Sofyan Sitompul
17
Putusan MK No.002/PUU-I/2003 tgl 15 Oktober 2003 atas Pengujian Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi , dengan amar : Pasal 12 ayat (3) sepanjang mengenai kata-kata “diberi wewenang”, Pasal 22 ayat (1) sepanjang mengenai kata-kata “paling banyak”; Pasal 28 ayat (2) dan (3) yang berbunyi “(2) Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar, (3) Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah terhadap golongan masyarakat tertentu” Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan hukum : Penentuan harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi dalam negeri sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 ayat (2) undang-undang a quo, tidak menjamin makna prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Sofyan Sitompul
18
Pasal 22 ayat (1) undang-undang a quo yang mencantumkan kata-kata “paling banyak” maka hanya ada pagu atas (patokan persentase tertinggi) tanpa memberikan batasan pagu terendah, dapat digunakan oleh pelaku usaha sebagai alasan yuridis untuk hanya menyerahkan bagiannya dengan persentase serendahrendahnya bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Putusan MK No 006/PUU-IV/2006, tgl 7 Desember 2006 atas Pengujian Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi , dengan amar: Menyatakan Undang-Undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pertimbangan hukum : Pasal 27 yang menentukan bahwa kompensasi dan rehabilitasi sebagaimana ditentukan oleh Pasal 19, yaitu pemberian kompensasi, restitusi dan/atau rehabilitasi, diberikan apabila permohonan amnesti dikabulkan mengandung kontradiksi antara satu bagian 19 dengan bagian yang Sofyan lain.Sitompul
1.
Putusan MK No. 012,016,019/PUU-IV/2006, tgl 19 Desember 2006 atas Pengujian Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) , dengan amar : Menyatakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Menyatakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat sampai diadakan perubahan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak putusan ini diucapkan. Pertimbangan hukum : Dalam praktik di pengadilan umum dan Pengadilan Tipikor menunjukkan bukti adanya standar ganda dalam upaya pemberantasan korupsi melalui kedua mekanisme peradilan yang berbeda. Pasal 53 UU KPK yang melahirkan dua lembaga bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 24A ayat (5), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Sofyan Sitompul
20
1.
Putusan MK No. 5/PUU-V/2007 tgl 23 Juli 2007 atas permohonan Pengujian Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan amar : Menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pasal-pasal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu: Pasal 56 Ayat (2) yang berbunyi, ”Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”; Pasal 59 Ayat (1) sepanjang mengenai frasa “yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik”; Pasal 59 Ayat (2) sepanjang mengenai frasa ”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”; Pasal 59 Ayat (3) sepanjang mengenai frasa “Partai politik atau gabungan partai politik wajib”, frasa ”yang seluas-luasnya”, dan frasa “dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud”;
Sofyan Sitompul
21
Menyatakan pasal-pasal Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dikabulkan menjadi berbunyi sebagai berikut: • Pasal 59 Ayat (1): ”Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon”; • Pasal 59 Ayat (2): ”Partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurangkurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan”; • Pasal 59 Ayat (3): ”Membuka kesempatan bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 melalui mekanisme yang demokratis dan transparan”.
Sofyan Sitompul
22
1.
Putusan MK No 2,3/PUU-V/2007 tgl 30 Oktober 2007 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, dengan amar : • Permohonan Pemohon I dan Pemohon II dalam perkara Nomor 2/PUU-V/2007 ditolak untuk seluruhnya; • Permohonan Pemohon III dan Pemohon IV dalam perkara Nomor 2/PUU-V/2007 tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard); • Permohonan perkara Nomor 3/PUU-V/2007 tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard); Pertimbangan hukum : Dalam rangka pembaruan hukum pidana nasional dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pidana mati, maka perumusan, penerapan, maupun pelaksanaan pidana mati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaklah memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal-hal berikut : Sofyan Sitompul
23
Pertimbangan hukum (lanjutan) : • pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif; • pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun yang apabila terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun; • pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum dewasa; • eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seseorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut melahirkan dan terpidana yang sakit jiwa tersebut sembuh; Mahkamah menyarankan agar semua putusan pidana mati yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) segera dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Sofyan Sitompul
24
1.
Putusan MK No 24/PUU-V/2007 tgl 12 Pebruari 2008 atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, dengan amar : • Menyatakan Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sepanjang mengenai frasa “gaji pendidik dan” bertentangan dengan UUD 1945 dan ”tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; • Menyatakan permohonan para Pemohon terhadap UndangUndang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard); Pertimbangan Hukum : • Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan pembentukan undang-undang tentang penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang materi muatannya seharusnya tidak mengatur secara imperatif tentang anggaran pendidikan, karena anggaran pendidikan diatur dalam ayat lain yaitu dalam Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945. • pengaturan tentang alokasi maupun besaran anggaran pendidikan menjadi domain Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan setiap tahun Sofyan Sitompul
25
REKAPITULASI PERKARA JUDICIAL REVIEW
Merupakan gambaran undang-undang tersebut harus diubah karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman. Sebagai tolak ukur berkualitas atau tidaknya suatu undang-undang dapat dilihat dari jumlah pengujian undangundang ke MK. Perkara pengujian undang-undang di MK tahun 2003-22 Mei 2007, tercatat 117 perkara, dikabulkan sebanyak 30 (tiga puluh) perkara, ± 25.6% undang-undang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Sofyan Sitompul
26
KESIMPULAN
Undang-undang adalah sebuah produk politik berbaju yuridis yang apabila bertentangan dgn UUD 1945 dapat dibatalkan atau dinyatakan tidak mengikat. Mahkamah Konstitusi sebagai a negative legislator. Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji seluruh undang-undang yang berlaku di Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu faktor pengubah hukum/undang-undang yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pembentukan undang-undang. Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi maka pengharmonisasian pembentukan undang-undang dirasakan sangat strategis untuk meningkatkan kualitas pembentukan undang-undang. Sofyan Sitompul
27
Sofyan Sitompul
28