Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
ISSN 2407 3601
Original article
Hubungan jumlah plankton dalam saluran pencernaan terhadap akumulasi timbal (pb) ke dalam tubuh ikan nila merah Oreochromis sp. yang dibudidayakan di kolong tua pasca tambang timah Bangka Belitung Relationships of plankton content in the digestive tract of a red tilapia Oreochromis sp. to the accumulation of lead (Pb) into the fish muscle in the old lake of ex-tin mining of Bangka Belitung Robin1), Kukuh Nirmala2) 1)
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi, Universitas Bangka Belitung, Jl. Balun ijuk Sungailiat, Kabupaten Bangka. (0717) 422145, 422965. 2) Program Studi Ilmu Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Jalan Lingkar Akademik Kampus IPB Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat 16680. E-mail:
[email protected]
Abstract The red tilapia were cultivated in kolong (above 30 years age of lake of extin mining) for four month; on the rate of plumbum (Pb) biomagnification in the organs (liver, kidney and muscle), given positif corelation from planktons in instestine composition, and its effects to the growth rate has been investigated. Results revealed that in the third month, accumulation of lead in the organs of both species were increased, especially in their livers, above the safe level to be consumed (62.14mg/kg, 8.41mg/kg and 15.39mg/kg, 55.23mg/kg respectively) but then were decreased in the fourth month. Biomagnification of lead affects the growth rate of both species significantly. Keywords : Plumbum bio-magnifikasi, kolong tua, growth rate, red tilapia,
47
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
Pendahuluan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sampai sekarang (2016) masih merupakan salah satu produsen biji timah (Sn) terbesar dunia. Sistem kegiatan penambangan terbuka yang dilakukan, menyisakan lubanglubang galian seperti void atau danau-danau kecil, yang masyarakat Bangka belitung menyebutnya sebagai kolong. Kolong berbentuk cekungan besar dan terisi air dengan ukuran panjang dan lebar sekitar 75200 m, dan kedalaman berkisar 2-50 m (Henny, 2007). Karakteristik kolong yang tidak mempunyai aliran masuk dan aliran keluar, menjadikan kondisi air secara fisik dan kimia sangat dipengaruhi oleh proses evapokonsentrasi, yakni debit air cukup berfluktuasi pada musim kemarau dan mengakibatkan terkonsentrasinya kandungan bahan yang ada di air tersebut. Henny dan Evi (2009), mengelompokkan kolong menjadi dua yakni kolong muda (usia galian < 10 tahun) dan kolong tua (usia galian > 10 tahun). Berdasarkan hasil penelitian lapangan oleh PT. Timah, Tbk., jumlah kolong yang ditinggalkan oleh perusahaan tersebut di Bangka dan Belitung sebanyak 887 kolong dengan luas 1.712,65 Ha, yaitu 544 kolong seluas 1.035,51 Ha di pulau Bangka, dan sebanyak 343 kolong seluas 677,14 Ha di pulau Belitung. Kolong yang sudah direklamasi di Pulau Bangka baru sebanyak 108 kolong dan di Pulau Belitung baru sebanyak 54 kolong (Sujitno, 2007). Jumlah kolong terus bertambah dengan pesat sejalan dengan maraknya aktivitas tambang
ISSN 2407 3601
inkonvensional yang dikelola oleh masyarakat Bangka Belitung. Provinsi Babel, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Babel (2011) berencana memanfaatkan kolong dengan mengembangkan sektor budidaya perikanan tawar. Salah satu komoditas yang akan dikembangkan adalah ikan nila merah (Oreochromis sp.), karena selain permintaan pasar lokal yang cukup tinggi, ikan ini juga sangat cocok untuk dikembangkan di air tawar model karamba jaring apung (KJA). Namun, memanfaatkan kolong sebagai lahan budidaya pembesaran ikan masih memperoleh kendala. Karakteristik secara fisik dan kandungan pencemar kimia di air maupun sedimen kolong, serta kualitas air kolong berbeda untuk setiap kelompok umur kolong. Brahmana et al. (2004), kualitas air kolong muda menunjukkan kualitas air yang buruk dengan pH berkisar 2,9-4,5. Kandungan logam berat seperti Fe, Al, Pb, dan Mn sangat tinggi. Dalam hasil penelitian tersebut juga dikatakan bahwa, umur kolong sangat berpengaruh terhadap konsentrasi pencemar logam tersebut. Menurut Lamidi (1997), ada kecendrungan bahwa pada kolong yang sudah ditinggalkan dari kegiatan pertambangan bijih timah lebih dari 25 tahun, konsentrasi logam berat pada air menurun sampai dibawah ambang batas aman untuk manusia. Henny (2011) menyatakan bahwa, terdapat beberapa jenis logam berat non essensial di sedimen kolong tua dalam jumlah di atas baku mutu, seperti Pb, walaupun di dalam air
48
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
kandungan logam berat tidak terukur dan sudah kaya akan plankton. Meskipun demikian, kayanya kandungan plankton dalam air kolong tua, menyebabkan terbukanya peluang Pb untuk masuk kedalam tubuh ikan budidaya, yaitu melaui mekanisme bio-magnifikasi atau rantai makanan. Pengembangan budidaya perikanan tawar bukan hanya terpusat pada peningkatan produksi, namun juga pada kualitas dan keamanan produk untuk konsumsi manusia. Dengan pertimbangan tersebut, memanfaatkan kolong tua sebagai tempat budidaya ikan sistem KJA perlu di teliti secara mendalam. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis keterhubungan jumlah plankton didalam saruran penceraan terhadap akumulasi logam berat Timbal (Pb) di dalam organ daging, hati dan ginjal pada ikan nila merah yang dibesarkan selama empat bulan di kolong tua sistem KJA. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian penyusunan sistem pengelolaan budidaya di kolong tua, dengan hasil ikan yang aman untuk dikonsumsi manusia.
ISSN 2407 3601
Konsentrasi Pb dalam sedimen sebesar 16,50 mg/kg dan dalam air sebesar < 0,030 mg/L (tidak terdeteksi). Jenis eutrofikasi sedang. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, yaitu bulan Oktober 2011 hingga bulan Februari 2012. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian Prosedur Penelitian Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengukuran logam berat timbal (Pb) di air dan sedimen satu kali di awal penelitian. Pengukuran kualitas air (parameter fisika : suhu, pH, kecerahan; dan parameter kimia : DO, CO2) dilakukan secara langsung di lapangan. Pengukuran di laboratorium (parameter kimia : Total Organic Mettler dan Pb) dilakukan untuk mendapatkan data awal dan selanjutnya dilakukan setiap bulan di perairan kolong tempat ikan akan dipelihara. Pengukuran kandungan Pb dalam sedimen juga dilakukan sebanyak satu kali diawal penelitian.
Metode Penelitian ini dilakukan di kolong tua pasca penambangan bijih timah oleh PT. Timah Tbk. Kolong yang dipilih sebagai tempat penelitian ini yakni kolong Grasi dengan titik koordinat S01052.464’; E106007.005’, kecamatan Sungailiat kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Usia kolong lebih dari 30 tahun, luas ± 2 hektar, kedalaman 9-10 meter.
Metode Budidaya Pembesaran Proses budidaya pembesaran ikan di karamba jaring apung
49
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
berukuran 3×3×2 m dengan ukuran mata jaring 2,25 cm, kedalaman 2 m. Keramba jaring apung berjumlah empat unit, satu unit digunakan utuk uji Pb dan tiga unit lainnya digunakan sebagai uji pertumbuhan. Bobot benih awal tebar sebesar 6,8±0,23 gr/ekor sebanyak 400 ekor (100 ekor/unit karamba). Pemberian pakan buatan (pellet) sebayak 3% dari bobot dengan frekuensi pemberian tiga kali dalam sehari. Selama masa pemeliharaan ikan selalu dikontrol pemberian pakannya, kesehatannya, keamanan sarananya seperti jaring jangan sampai robek.
ISSN 2407 3601
selanjutnya dilakukan pengujian kandungan Pb di laboratorium. Metode Analisis Pb di Organ Ikan Uji Organ yang diukur kandungan Pb adalah organ hati, ginjal dan daging. Di laboratorium, setiap sampel organ ikan uji dimasukkan ke dalam beaker gelas dan siap untuk ditimbang menggunakan neraca analitik. Organ yang dibutuhkan untuk dapat digunakan dalam analisis AAS sebesar 15 gram. Kemudian dilakukan pengabuan kering. Sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering, residu dilarutkan dalam asam encer. Memindahkan larutan abu ke dalam labu takar. Selanjutnya menambahkan 5-6 ml HCN 6 N ke dalam cawan/pinggan berisi abu, kemudian dengan ginjal-ginjal panaskan di atas hot plate (pemanas) dengan pemanasan rendah sampai kering. Penamabahan 15 ml HCN 3N dan selanjutnya cawan dipanaskan di atas pemanas sampai mulai mendidih. Setelah mendidih, larutan didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring millipore 0,45 mm. Filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Lakukan pencucian cawan dengan air sedikitnya 3 kali lalu saring air cucian dan air dimasukkan ke dalam labu takar. Setelah setiap organ menjadi larutan di dalam labu ukur 10 ml, maka langkah selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan logam berat Timbal (Pb) menggunakan alat atomic absorption spectrometry (AAS) tipe AA 300 P buatan Varian Techtron, Australia. Alat AAS di
Metode Pengambilan Sampel Ikan Uji Pengukuran dan sampling dilakukan setiap bulan (30 hari) dari masa pemeliharaan pembesaran ikan selama empat bulan. Sampel ikan nila merah yang akan diperiksa diambil dari satu unit keramba pemeliharaan (perlakuan Pb) secara acak. Pertumbuhan ikan, dihitung dari tiga unit karamba lainnya dengan jumlah tiga unit karamba sebagai ulangan. Dari setiap unit perlakuan, ikan uji diambil sebagai sampel sebanyak 10 ekor, dilakukan pengukuran panjang total, bobot tubuh, lalu dirataratakan. Untuk sampel pengukuran logam berat dalam organ, ikan sebanyak 10 ekor yang telah diambil dari KJA perlakuan Pb, diambil organ hati, ginjal dan daging. Selanjutnya setiap organ yang sama digabung menjadi satu dan dipisahkan sesuai jenis organnya. Organ basah yang telah dipisahkan tersebut lalu dihaluskan dengan blender (untuk daging) dan dibekukan untuk
50
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
ISSN 2407 3601
kaliberasi sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut yang selanjutnya pengukuran larutan standar logam dan blanko dan pengukuran larutan sampel. Selama pengukuran standar logam diperiksa secara periodik untuk memastikan nilai standar konstan. Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya digunakan rumus :
ditemukan dicatat dan dihitung sesuai rumus Metode Frekuensi Kejadian dan Indeks Preponderance (Effendie 1979). Model rumus Frekuensi Kejadian dan Indeks Preponderance yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Model Frekuensi Kejadian :
K sebenarnya = (KAAS x Vol. Penetapan) /(Berat Kering)
Keterangan : n: jumlah individu jenis ke-i yang ditemukan pada contoh N: jumlah total dugaan individu jenis ke-i dari ikan ke-i Vd: volume pengenceran Vi: volume tetes yang diamati (1 tetes = 0,05 ml)
Metode Pengukuran Komposisi Isi Usus Ikan Uji Pengamatan isi usus bertujuan untuk melihat komposisi isi usus ikan. Identifikasi jumlah dan jenis plankton di dalam usus ikan dilakukan dengan beberapa langkah. Langkah pertama adalah mengambil 10 usus dari 10 ekor ikan yang selanjutnya diawetkan dengan formalin 40%. Langkah berikutnya adalah mengukur panjang setiap usus, lalu membersihkan sampel usus ikan dari formalin. Usus satu per satu dikerik dan dilakukan pemisahan isi usus dengan daging usus dan kemudian isi usus diencerkan sekitar 10 cc atau 1 botol film dengan aquadest. Langkah selanjutnya adalah mengambil satu tetes isi usus yang sudah diencerkan dengan pipet tetes kemudian diamati dibawah mikroskop. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan lima lapang pandang. Langkah terakhir, ialah mengidentifikasi jenis dan mencatat jumlah organisme makanan yang ada dari setiap lapang pandang dengan buku identifikasi alga (Prescott 1970). Remahan pakan buatan dan mikroorganisme yang
2. Model rumus Preponderance : Ii =
Indeks
Vi x Oi + 100% ∑ Vi x Oi
Keterangan : Ii: indeks preponderance Vi: persentase volume makanan jenis ke-i Oi: persentasi frekuensi kejadian makanan ke-i Metode pengamatan penambahan bobot dan laju pertumbuhan ikan Pengamatan pertumbuhan ikan nila merah dipastikan dengan mengukur bobot tubuh ikan menggunakan timbangan digital merk Osuka AJ 1000, tingkat ketelitian 0,01. Berat awal (Wo), diukur sebelum benih ikan ditebar. Untuk memperoleh data yang akurat pengukuran bobot ikan dilakukan
51
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
setiap bulan. Berat akhir (Wt), diukur setelah benih ikan dipelihara selama 30 (tiga puluh) hari setelah pengukuran berat awal (Wo). Pertumbuhan ikan, kelangsungan hidup dan konversi pakan dihitung menggunakan persamaan-persamaan sebagai berikut (Effendie 1979) : 1. Pertumbuhan mutlak (W)
akumulasi logam berat Timbal (Pb) di organ hati, ginjal dan daging ikan uji setiap bulan pengamtan dan laju pertumbuhan atau growth rate (GR) ikan uji. Analisis Data Keseluruhan data disajikan secara tabulasi dan grafik. Keterhubungan semua parameter dijelaskan secara deskriptif. Uji laju pertumbuhan menggunakan rumus GR = Wt/Wo (Effendi, 1987).
W = Wt – Wo Keterangan : W: Pertambahan berat mutlak (g) Wo: Berat hewan uji pada awal penelitian (g) Wt: Berat hewan uji pada akhir penelitian (g) Parameter Pengamatan Parameter yang adalah komposisi pencernaan ikan uji,
ISSN 2407 3601
Hasil Analisis Kualitas Air Hasil pengukuran kualitas air di kolong Grasi Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, bulan Oktober-Desember 2011 hingga bulan Januari-Februari 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
diamati saluran jumlah
Tabel 1 Hasil pengukuran kualitas air Kolong Grasi selama pemeliharaan di bulan Oktober 2011-Februari 2012 Bulan
Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 Rata-rata/bulan Standar Budidaya untuk Nila Merah
Suhu (0C) 29,4 29,1 25,3 24,1
Parameter Kualitas Air Kec. pH DO CO2 (cm) (mg/l) (mg/l) 90 6 7,2 2,10 90 6,5 8 1,82 60 6 8 3,06 30 5 7,8 4,09
TOM (mg/l) 5,77 4,18 9,06 12,91
27,1
70
6
8
3,44
7,40
27±2,3
68±24,8
6,1±0,5
7,8±0,3
2,90±0,9
7,87±3,3
25-30
20-30
6-8,5
≥3
<5
-
Keterangan musim kemarau musim kemarau musim kemarau musim penghujan musim kemarau SNI 2009
Keterangan : Kec; Kecerahan air kolong, DO; Dissolved Oxygen (Oksigen terlarut) CO2 ; Karbondioksida terlarut, TOM; Total Organik Matter
Rata-rata parameter fisika dan kimia hasil pengukuran kualitas air di Kolong Grasi menunjukkan kondisi yang ideal untuk kegiatan
budidaya ikan nila merah. Kondisi penurunan beberapa parameter seperti suhu, kecerahan dan peningkatan kadar TOM terjadi di 52
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
bulan Januari 2012 dan tidak terjadi di bulan-bulan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pada bulan Januari 2012 merupakan musim penghujan.
ISSN 2407 3601
Preponderance ikan nila merah di bulan November 2011. Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan nila merah di bulan November 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae dan kelas Chrysophyceae. Masing-masing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 96,6% untuk pellet, 43,20% untuk Chlorophyceae dan sebesar 3,30% untuk Chrysophyceae.
Komposisi Isi Usus Ikan Uji Ada beberapa kelas mikroorganisme yang teridentifikasi didalam usus ikan nila merah selain pakan buatan (pellet) selama pemeliharaan empat bulan di kolong tua. Tabel 2 menunjukkan Frekuensi Kejadian dan nilai Indeks
Tabel 2 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan November 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 96,6 53,53 83,82 Chlorophyceae 43,20 43.43 15,99 Chrysophyceae 3,30 3,03 0,16 Tabel 3 menunjukkan Frekuensi Kejadian ikan nila merah di bulan Desember 2011. Jenis material bulan Desember 2011 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae
dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 90% untuk pellet, 100% pada Chlorophyceae. Nilai frekuensi kejadian Chrysophyceae sebesar 10% dan Bacillariophyceae sebesar 20%.
Tabel 3 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Desember 2011 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 90 21,35 42,15 Chlorophyceae 100 59,87 51,53 Chrysophyceae 10 8,85 1,90 Bacillariophyceae 20 9,89 4,33 Frekuensi kejadian di dalam usus uji di bulan Januari 2012 didominansi kelas Chrysophyceae dan kelas Chlorophyceae, serta sedikit ditemukan pellet (Tabel 4). Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila merah di bulan Januari 2012 yaitu remahan
pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 53% untuk pellet, 100% pada kelas Chlorophyceae, 83% untuk kelas Chrysophyceae, 46,60% untuk kelas Bacillariophyceae.
53
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
ISSN 2407 3601
Tabel 4 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Januari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 53,3 19,71 18 Chlorophyceae 100% 36,6 23,19 Chrysophyceae 83% 32,09 48,14 Bacillariophyceae 46,60 11,59 9,73 Tabel 5 menunjukkan Frekuensi kejadian ikan nila merah di bulan Februari 2012. Jenis material atau organisme yang ditemukan dari usus ikan Nila merah di bulan Februari 2012 yaitu remahan pellet (pakan buatan), kelas Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae
dan kelas Bacillariophyceae. Masingmasing nilai frekuensi kejadiannya sebesar 56,6% untuk pellet, 100% pada kelas Chlorophyceae, 3,30% untuk kelas Chrysophyceae dan 33,30% untuk kelas Bacillariophyceae.
Tabel 5 Frekuensi Kejadian dan nilai IP organisme makanan ikan nila merah (O. niloticus) bulan Februari 2012 Jenis FK (%) Volume (%) IP (%) Pellet 56,6 18,77 21,10 Chlorophyceae 100 61,95 66,71 Chrysophyceae 3,30 0,93 0,06 Bacillariophyceae 33,30 18,30 12,10 Dengan Metode Indeks Preponderance, didapat kisaran spektrum komposisi usus ikan nila
merah di bulan November 2011 hingga Februari 2012, (Gambar 2 A˗D).
Gambar 2. Kisaran spektrum komposisi usus ikan nila merah di bulan November 2011 hingga Februari 2012
54
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
Jumlah Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) Jumlah dan pola akumulasi logam berat Pb yang terukur di setiap organ ikan nila merah selama penelitian, dapat dilihat pada Gambar 3. Kandungan logam berat Pb pada ikan nila merah mulai ditemukan di bulan pertama pemeliharaan, yakni bulan November di organ hati sebesar 0,085 mg/kg. Selanjutnya di bulan ketiga (Januari 2012) logam berat Pb ditemukan hampir di semua organ ikan nila merah dan melebihi ambang batas aman untuk dikonsumsi, yaitu organ ginjal sebesar 93,98 mg/kg, hati sebesar 62,14 mg/kg dan tidak ditemukan pada organ daging. Kontaminasi logam berat Pb di organ
ISSN 2407 3601
daging ikan nila merah baru ditemukan sebesar 0,188 mg/kg di bulan keempat (Februari 2012). Kandungan logam berat tertinggi ditemukan di organ ginjal ikan nila merah di bulan ketiga pemeliharaan, yakni sebesar 93,98 mg/kg.
Gambar 3. Jumlah dan pola akumulasi logam berat Pb di setiap organ ikan uji
Penambahan bobot tubuh dan laju pertumbuhan ikan uji Hasil penelitian ini menunjukkan penambahan bobot ikan uji yang relatif lambat, namun masih mendekati normal (Gambar 4). Hasil ini sesuai dengan hasil pengujian laju pertumbuhan, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, pada bulan pertama pemeliharaan lebih rendah dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada bulan kedua. Laju pertumbuhan pada bulan kedua lebih tinggi dari pada laju pertumbuhan di bulan ketiga. Laju pertumbuhan bulan ketiga lebih tinggi daripada laju pertumbuhan bulan keempat pemeliharaan (Gambar 5)
Gambar 4. Penambahan bobot ikan uji selama pemeliharaan
Gambar 5. Laju pertumbuhan ikan uji selama pemeliharaan
55
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
ISSN 2407 3601
plankton (kuantitas dan jenis) secara bertahap di usus ikan uji selama bulan Oktober 2011 hingga Desember 2011, selalu diikuti dengan peningkatan jumlah akumulasi Pb di setiap organ ikan uji. Fenomena ini memperkuat bahwa, akumulasi Pb pada organ ikan nila merah yang dipelihara di kolong tua, terjadi melalui jalur rantai makanan (biomagnifikasi). Proses pengambilan logam dalam makhluk hidup perairan autotrofik (Fitoplankton) menurut Bryan (1976 b) adalah melalui mekanisme pertukaran ion yang dengan cepat terserap pada permukaan sel, dari tempat mereka berdifusi ke dalam membran sel, terakhir diserap dan diikat oleh protein (tempat pertukaran ion) di dalam sel. Peningkatan jumlah plankton dalam air akan memperbesar peluang termakannya plankton yang telah tercemar logam berat Pb oleh ikan uji. Jalur makanan ikan nila melalui insang dan mulut. Secara morfologis, ikan nila merah memiliki kemampuan menyaring pakan alami (plankton) melalui insang (Wittmann, 1979), selain sifatnya yang herbivor. Morfologi usus ikan nila merah yang panjang memungkinkan ikan ini untuk menyimpan makanan dalam jumlah banyak dan lama. Hal ini merupakan penyebab masuk dan terakumulasinya logam berat Pb kedalam tubuh nila merah. Terukurnya Pb pada organ hati dan organ ginjal ikan uji, mengindikasikan telah masuknya Pb ke dalam darah ikan nila merah yang kemudian tersaring di organ-organ tersebut (Manahan, 1997). Hal ini
Pembahasan Pada bulan ketiga pemeliharaan (Januari 2012) adalah musim penghujan. Sedangkan di bulan pertama dan kedua pemeliharaan (November 2011Desember 2011) adalah musim kemarau. Bulan keempat pemeliharaan (Februari 2012) adalah musim kemarau. Perbedaan kondisi cuaca ini menyebabkan perubahan parameter kualitas air terukur selama penelitian. Perubahan kualitas air juga akan mempengaruhi kelimpahan plankton di dalam badan perairan. Plankton yang ditemukan mengisi usus ikan nila merah di bulan Januari 2012 lebih beragam jenisnya. Bulan Januari 2012 persentase plankton lebih besar, mengisi usus ikan nila merah dibandingkan dengan persentase pakan buatan. Kondisi ini merupakan imbas dari menurunnya kualitas air di bulan Januari 2012, seperti menurunnya tingkat kecerahan. Memperkuat dugaan akumulasi pada organ ikan nila merah terjadi melalui jalur rantai makanan. Dimana di bulan Januari 2012, peningkatan jenis dan jumlah plankton dalam usus ikan nila merah, berkorelasi positif terhadap peningkatan akumulasi Pb di setiap organ ikan nila merah yang diujikan. Membaiknya kualitas air (Februari 2012), seperti meningkatnya nilai kecerahan, diikuti dengan berkurangnya nilai dominansi plankton dalam usus ikan uji secara kuantitas maupun jenis. Kondisi ini juga diikuti dengan menurunnya jumlah Pb terukur di setiap organ ikan uji. Peningkatan jumlah
56
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
mengisyaratkan bahwa, telah terjadi akumulasi logam berat Pb di dalam tubuh ikan nila merah melalui rantai makanan. Laju pertumbuhan ikan nila merah selama empat bulan pemeliharaan, didapatkan bahwa, akumulasi logam berat Pb yang terjadi disetiap organ pengamatan memberikan pengaruh yang signifikan. Hampir tidak terukurnya jumlah akumulasi logam berat Pb dari bulan pertama ke bulan kedua pemeliharaan pada setiap organ ikan nila merah, diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan. Hal ini terjadi karena tubuh ikan nila merah masih tumbuh dengan baik tanpa terganggu bahan pencemar. Akumulasi logam berat Pb yang mulai terukur pada bulan kedua hingga bulan ketiga pemeliharaan, yakni organ hati dan ginjal, mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan ikan nila merah. Penurunan laju pertumbuhan terus terjadi dari bulan ketiga pemeliharaan hingga ke bulan empat pemeliharaan. Hal ini menjelaskan bahwa, peningkatan akumulasi logam berat Pb di beberapa organ menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah. Sehingga energi dari pakan yang semestinya untuk pertumbuhan, lebih di gunakan untuk mempertahankan tubuh dari bahan pencemar (Wilson, 1988).
ISSN 2407 3601
ditemukan terjadi di organ hati, ginjal dan daging ikan nila merah. Akumulasi tertinggi terjadi di bulan ketiga pemeliharaan (Januari 2012) yakni dimusim penghujan. Jalur masuk logam berat Pb pada ikan nila merah sebagian besar melalui rantai makanan dan memberikan pengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan selama empat bulan pemeliharaan. Depurasi secara alami terjadi sangat cepat pada ikan uji, seiring dengan membaiknya kualitas air kolong. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rentang waktu setahun penuh untuk melihat efek akumulasi berdasarkan musim. Sebaiknya ikan yang dipelihara di kolong pasca penambangan timah dengan metode karamba jaring apung tidak di panen di musim pancaroba atau musim penghujan. Daftar Pustaka [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2008. Pemetaan Potensi Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Laporan Tahunan Periode 2008. Pangkalpinang: Penerbit Babel Press. Brahmana S S, Armaita Sutriati R, Widya S, Sudarna A. 2004. Potensi Pemanfaatan Sumber Air Pada Kolong Bekas Penambangan Timah di Pulau Bangka. LIMNOTEK. Vol. 18: No.53 Bryan, GW. 1976a dalam Connel, D.W dan Miller. Heavy Metal
Kesimpulan Logam berat Pb ditemukan terikat di sedimen dan tidak terukur di air kolong pasca penambangan timah sebagai tempat kegiatan budidaya. Akumulasi logam berat Pb
57
Journal of Aquatropica Asia Vol.2, 2016
Robin dan Nirmala
Contamination in The Sea. Academic Press : London. Hal 185. Henny C, LIPI. 2007. Teknologi Perbaikan Kualitas Air Kolong Asam/AMD. Selasa 12 Mei 2009. http://www.lipi.com/ 14 April 2011. Henny C dan Evi S. 2009. Karakterisasi Limnologis Kolong Bekas Tambang Timah Di Pulau Bangka. Bogor, Indonesia: Pusat Penelitian LIMNOLOGI LIPI. Henny C. 2011. ”Kolong” bekas tambang timah di pulau Bangka: Permasalahan kualitas air dan alternatif solusi untuk pemanfaatan. Oseanografi dan Limnologi di Indonesia, LIPI. Vol 37 No.1: 119-138. Effendi, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri.
ISSN 2407 3601
Manahan S.E. 1997. Environmental Chemistry, 2nd ed. Boston: Willard Grant Press. Hal 416. Lamidi. 1997. Biolimnologi sumber daya perairan galian tambang timah di Kepulauan Riau. Laporan Penelitian kerjasama Badan Perencana Daerah Tingkat II Kabupaten Riau dan Instalasi Penelitian dan Teknologi pertanian Tanjung Pinang, hal 12. Riau: Unri Press. Prescott G W. 1970. How to Know the Freshwater Algae. Lowa: Mc Brown Co. Publ. Sujitno S. 2007. Sejarah Timah di PulauBangka. Pangkalpinang: PT. Tambang Timah Tbk. Wilson, R.C.H. 1988. Prediction of Copper Toxicity in Receiving Waters. Board Can: J. Fish Resh. 29, 1500. Wittmann. 1979. Toxic Metal. Berlin: Springer Verlag. Hal
58