1 JOURNAL CCIT PROFIL KOMPETENSI PROFESI SISTEM INFORMASI BERBASIS KNOWLEDGE MANAGEMENT Sudaryono, Henderi, Ira Tyas Ningrum MULTI-FACTOR ENTERPRISE M...
PROFIL KOMPETENSI PROFESI SISTEM INFORMASI BERBASIS KNOWLEDGE MANAGEMENT Sudaryono, Henderi, Ira Tyas Ningrum MULTI-FACTOR ENTERPRISE METHODOLOGY: AN APPROACH TO ERP IMPLEMENTATION Gede Rasben Dantes FORECASTING USING REGRESSION DYNAMIC LINIER MODEL Wiwik Anggraeni, Danang Febrian DASHBOARDING INFORMATION SYSTEMS FOR THE EDUCATION SECTOR: APPLICATION AND METHODOLOGIES Henderi, Untung Rahardja, Qory Oktisa Aulia, Muhamad Hendri PERENCANAAN STRATEGIK SI/TI PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MEWUJUDKAN E-GOVERNMENT Meta Amalia Dewi, Henderi IBOOKS STANDARDISATION AND GOOD PRACTICE FOR EFFECTIVE EDUCATION METHODS IN SUPPORT OF ILEARNING Untung Rahardja, Dewi Immaniar Desrianti, Siti Mawadah
adikusuma@2011
AN EXPERIMENTAL STUDY ON BANK PERFORMANCE PREDICTION BASE ON FINANCIAL REPORT Chastine Fatichah, Nurina Indah Kemalasari
Vol.5 No.1 - September 2011
Dari Redaksi
P
uji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan lindunganNya sehingga Jurnal CCIT untuk Volume 5 Nomor 1 Bulan September Tahun 2011 dapat diterbitkan tepat waktu. Penerbitan jurnal ini dimaksudkan sebagai media dokumentasi dan informasi ilmiah yang sekiranya dapat membantu para dosen, staf dan mahasiswa dalam menginformasikan/ mempublikasikan hasil penelitian, opini, tulisan dan kajian ilmiah lainnya kepada berbagai komunitas ilmiah. Penerbitan Jurnal Volume 5 Nomor 1 ini berisikan 7 artikel yang mencakup bidang informatika dan komputer, walaupun tidak seluruhnya merupakan hasil penelitian, diharapkan dapat bermanfaat bagi pembacanya. Jurnal ini diterbitkan dengan memuat artikel mengenai: Profil Kompetensi Profesi Sistem Informasi Berbasis Knowledge Management, Multi-Factor Enterprise Methodology: An Approach To Erp Implementation, Forecasting Using Regression Dynamic Linier Model, Dashboarding Information Systems For The Education Sector: Aplication And Methodologies, Perencanaan Strategik Si/Ti Pemerintah Kota Tangerang Dalam Mewujudkan E-Government, iBooks Standardisation and Good Practice For Effective Education Methods in Support of iLearning, An Experimental Study On Bank Performance Prediction Base On Financial Report. Tak lupa pula pada kesempatan ini kami mengundang pembaca untuk mengirimkan naskah ringkasan penelitiannya ke redaksi kami. Akhirnya tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan jurnal ini.
Tangerang, 1 September 2011
Henderi, M. Kom. Sekretaris Redaksi
i
CCIT adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Raharja Enrichment Centre (REC) Perguruan Tinggi Raharja, Tangerang CCIT terbit tiga kali dalam satu tahun, setiap bulan Januari, Mei, September Pelindung: Drs. Po. Abas Sunarya, M.Si. Ketua Dewan Editor: Ir. Untung Rahardja, M.T.I. Sekretaris Redaksi: Henderi, M.Kom. Mitra Bestari: Prof. Drs. Suryo Guritno Mstats. Ph.D (Universitas Gajah Mada) Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA (STIMIK PERBANAS) Dr. Zainal A. Hasibuan (Universitas Indonesia) Drs.Tri Kuntoro Priyambodo, M.Sc. (Universitas Gajah Mada) Prof. Dr. Iping Supriyana (Institut Teknologi Bandung) Jazi Eko Istiyanto, M.Sc., Ph.D (Universitas Gajah Mada) Dewan Editor: Prof. Dr. Susanto Rahardja Dr. Ir. Sunar Abdul Wahid, MS. Dr. Ir. Djoko Soetarno, DEA. Ir. Abdul Hayat, M.T.I. Dr. Era Era Hia, SE.,MM. Ignatius Agus Supriyono, S.Kom., M.M. Maimunah, M.Kom. Aris Martono, S.Kom.,M.MSI. Redaksi Pelaksana: Padeli, M. Kom. Sugeng Santoso, M. Kom. Euis Siti Nuraisyah, S. Kom. Asep Saefullah, S.Pd. Drs. Sugeng Widada Ir. Sudaryono, M.Pd. M. Yusup, S.Kom. Redaksi menerima tulisan yang belum pernah diterbitkan dari kalangan akademisi, peneliti dan praktisi. Blind review dilakukan untuk menentukan tulisan yang akan dimuat. Pedoman penulisan tercantum pada bagian akhir jurnal ini. Tulisan yang diserahkan harus disertai softcopynya. Alamat Redaksi: Raharja Enrichment Centre (REC) Jl. Jenderal Sudirman Nomor 40 Cikokol - Tangerang Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
ii
Daftar Isi
1 2 3 4 5 6 7
PROFIL KOMPETENSI PROFESI SISTEM INFORMASI BERBASIS KNOWLEDGE MANAGEMENT.......................................................1 - 18 MULTI-FACTOR ENTERPRISE METHODOLOGY: AN APPROACH TO ERP IMPLEMENTATION........................................................19 - 31 FORECASTING USING REGRESSION DYNAMIC LINIER MODEL.........................................................................................32 - 41 DASHBOARDING INFORMATION SYSTEMS FOR THE EDUCATION SECTOR: APPLICATION AND METHODOLOGIES......................................................................42 - 56 PERENCANAAN STRATEGIK SI/TI PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MEWUJUDKAN E-GOVERNMENT....57 - 69 IBOOKS STANDARDISATION AND GOOD PRACTICE FOR EFFECTIVE EDUCATION METHODS IN SUPPORT OF ILEARNING..................................................................................70 - 91 AN EXPERIMENTAL STUDY ON BANK PERFORMANCE PREDICTION BASE ON FINANCIAL REPORT.......................92 - 99 Pedoman Penulisan.....................................................................100 - 101 Formulir Persetujuan Pembuatan Artikel Jurnal.........................................102 Formulir Kriteria dan Bobot Penilaian Karya Tulis Ilmiah..............103 - 104 Formulir Editor Bahasa Karya Tulis Ilmiah..............................................105 Formulir Editor Layout dan Artistik Karya Tulis Ilmiah...............................106 Formulir Penyelesaian Artikel. ...............................................................107 Formulir Kesediaan Mitra Bestari Jurnal Ilmiah.......................................108
Diterima : 15 Juli 2011/ Disetujui : 20 Agustus 2011
ABSTRACT In the era of knowledge management, has been a belief that the organization is capable of capturing and making use of knowledge hidden in every human resources it has to win the competition. Knowledge has become a more important economic resource of raw materials or money. Knowledge management emerged as the new mantra of modern organizational management in the face of competition in an increasingly competitive business environment. Similarly, the profile of professional competence of the information system should be developed based on knowledge management. Various efforts and research have been conducted to develop information systems professional competence profile. On the other hand, effort and research into competency-based human resources is also growing rapidly. This paper attempts to combine two things that are in two worlds intersect, namely the world of management information systems and knowledge-based competence is still a preliminary study and still needs further research. Keywords: Knowledge management, information systems profession, human resources, competencies. ABSTRAKSI Pada era knowledge management,telah menjadi kepercayaan bahwa organisasi yang mampu menangkap dan memanfaatkan berbagai pengetahuan yang terkandung di dalam diri setiap Sumber daya manusia yang dimilikinya akan memenangkan persaingan. 1. Dosen Jurusan Sistem Komputer, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 2. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 3. Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692
Vol.5 No.1 - September 2011
1
ISSN: 1978 - 8282 Knowledge telah menjadi sumberdaya ekonomi yang lebih penting dari bahan baku atau uang. Knowledge management muncul sebagai mantera baru manajemen organisasi modern dalam menghadapi persaingan di lingkungan bisnis yang makin kompetitif. Demikian pula dengan profil kompetensi profesi sistem informasi harus dikembangkan berdasarkan knowledge management. Berbagai upaya dan riset telah dilakukan untuk menyusun profil kompetensi profesi sistem informasi. Di pihak lain, upaya dan riset mengenai sumber daya manusia berbasis kompetensi juga berkembang dengan pesat. Tulisan ini mencoba untuk memadukan dua hal yang berada di dua dunia yang saling bersinggungan, yaitu dunia sistem informasi dan dunia manajemen pengetahuan yang berbasis kompetensi yang masih merupakan studi awal dan masih memerlukan penelitian lanjutan. Kata kunci : Knowledge management, profesi sistem informasi, sumber daya manusia, kompetensi.
PENDAHULUAN Pengetahuan telah menjadi sebuah senjata penting dalam memperoleh sustaining competitive advantage. Oleh karena itu, banyak organisasi mulai mengelola pengetahuan organisasi. Hal ini terjadi karena keunggulan kompetitif di abad ini dicirikan oleh “knowing how to do things”, bukan sekedar memiliki akses tertentu pada sumber daya dan pasar. Pengetahuan juga sering disebut sebagai modal intelektual. Modal intelektual jauh lebih penting daripada tanah, tenaga kerja, dan modal financial. Pengetahuan memiliki nilai strategis, melebihi brand name dan asset fisik. Menurut Tapscott (1996), modal hanyalah fungsi dari pengetahuan. Melalui penggunaan yang sistematis, pengetahuan merupakan infinite economic goods yang dapat menghasilkan kenaikan returns. Namun pada kenyataannya di era global ini, mesin pembangkit kesejahteraan yang lain adalah ada dalam pekerjaan itu sendiri. Bentuknya bisa berupa: teknologi, inovasi, sains, know-how, kreativitas, dan sistem informasi. Sistem informasi telah menghadirkan media baru dalam penyebaran informasi, yaitu media digital. Informasi tidak lagi disusun atas atom-atom atau molekul-molekul – tetapi dalam bit-bit, telaah mempercepat dan mempermudah proses penyebarannya. Paten dan berbagai tipe keahlian tidak akan membawa pada keunggulan kompetitif yang langgeng. Banyak dari pengetahuan yang kita miliki hanya merupakan sebuah transient competitive advantage dimana pesaing dengan mudah akan melakukan reverse engineer terhadap produk yang kita miliki, meng-copy best practices kita, dan mengembangkan teknologi yang parallel (bahkan lebih unggul) dengan teknologi yang kita miliki. Selain itu, ‘know-how yang mengalir dari tacit knowledge individu merupakan asset organisasi yang sulit ditiru oleh pesaing. Dengan perkataan lain, pengetahuan yang bersifat tasit akan memperkokoh core competence organisasi. Oleh karenanya, manajemen pengetahuan telah menjadi “mantra baru” 2
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
dari organisasi modern yang ingin menjadi pemenang dalam iklim kompetisi yang semakin hiperkompetitif dan menantang. Manajemen pengetahuan tidak saja menjadi topik hangat untuk diperbincangkan, lebih dari itu, telah menjadi kunci utama pengembangan sumber daya manusia yang berkompeten dalam bisnis dan industri. Menurut Sharp (2003), ada tiga kekuatan utama yang menjadi sebuah kombinasi yang menarik bagi organisasi untuk mengimplementasikan manajemen pengetahuan dalam sistem informasi, yaitu: peningkatan dominasi pengetahuan sebagai basis bagi pencapaian efektivitas organisasi, kegagalan model financial dalam merepresentasikan dinamika pengetahuan, dan kegagalan teknologi informasi dalam mencapai manfaat yang substansial bagi organisasi. Hasil survei terbaru mengindikasikan bahwa implementasi manajemen pengetahuan telah berhasil meningkatkan efektivitas organisasi, memberikan value pada pelanggan, meningkatkan inovasi produk, meningkatkan kepuasan kerja karyawan, menekan retensi, dan meningkatkan keunggulan kompetitif di pasar. Hasil survey Ernst & Young for Business Innovation and Business Intelligence melaporkan inisiatif pengadopsian manajemen pengetahuan menghasilkan manfaat dalam peningkatan: pengambilan keputusan, respon kepada pelanggan, efisiensi staf dan operasi, inovasi, serta produk/jasa. Oleh karena itu, penerapan manajemen pengetahuan merupakan salah satu alternative terbaik untuk menghasilkan organisasi yang selalu siap untuk menjadi pemimpin pasar. Hal itu dapat dicapai dengan cara memperluas pasar yang sudah ada, bahkan menciptakan pasar baru. Konsekuensinya, organisasi (yang memiliki kemampuan untuk menciptakan pasar baru) tidak takut dan tidak perlu lagi berkompetisi. Dalam iklim bisnis yang turbulent, pengetahuan adalah ‘pembeda’ antara kesuksesan dan kegagalan. Para praktisi dan akademisi mulai tertarik untuk memperlakukan pengetahuan sebagai sumber daya organisasi yang signifikan, sebagai “the only true strategic asset” dalam menentukan profil profesi sistem informasi yang ingin dikembangkan. Apakah orang yang menguasai secara teknis ilmu komputer atau teknologi informasi secara mendalam mampu memiliki kinerja yang baik dalam karirnya sebagai profesional di bidang sistem informasi? Apa sajakah kompetensi yang perlu dimiliki oleh para profesional di bidang sistem informasi supaya mampu berprestasi baik di bidangnya? Pengetahuan apa yang diperlukan untuk mengembangkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang profesional dalam sistem informasi? Pertanyaan ini sangat menarik untuk disimak, dan bahkan dalam beberapa diskusi menimbulkan perdebatan yang sangat seru. Bila ditinjau lebih lanjut, berbagai upaya dan riset sudah dilakukan untuk menyusun profil kompetensi profesi sistem informasi yang Vol.5 No.1 - September 2011
3
ISSN: 1978 - 8282
berbasis manajement pengetahuan, antara lain oleh Feeny dan Wilcock, serta Marchand, et.al (Ward, 2002), juga oleh Bassellier dan Benbasat (Bassel, 2004). Oleh karena itu sudah waktunya para ahli sistem informasi untuk memikirkan bagaimana mengembangkan profil profesi sistem informasi yang berbasis pada manajemen pengetahuan, agar dapat bersaing di era global. Tetapi dua studi ini belum memadukan penelitian dan temuan mereka dengan konsep pengembangan sumber daya manusia berbasis knowledge management. Padahal, di pihak lain, konsep pengembangan sumber daya manusia berbasis knowledge management menjadi semakin marak untuk diteliti dan dikembangkan dewasa ini. Tulisan ini mencoba untuk memadukan dua hal yang berbeda di dua dunia yang saling bersinggungan, yaitu dunia sistem informasi dan dunia sumber daya manusia berbasis knowledge management, dan masih merupakan studi awal yang perlu penelitian lanjutan. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana mengembangkan knowledge management yang efektif dan efisien dalam sistem informasi? 2. Bagaimana menyusun profil kompetensi profesi sistem informasi berbasis knowledge management? STUDI LITERATUR DAN PEMBAHASAN Mengapa Knowledge Management? Perspektif organisasi berbasis pengetahuan muncul dalam literature manajemen strategis. Perspektif ini dibangun berdasarkan dan perpanjangan dari teori resourcebased. Jadi, teori yang mampu menyediakan kerangka kerja teoritis yang jelas dan kohesif mengapa manajemen pengetahuan bisa menuntun pada tercapainya kinerja organisasi yang superior adalah teori resource-based. Para ahli strategi menyatakan bahwa strategic imperative dari organisasi harus langgeng, menghasilkan kinerja keuangan yang superior, dan percaya bahwa tujuan tersebut dapat dicapai melalui keunggulan kompetitif di marketplace. Keunggulan kompetitif yang langgeng muncul ketika sebuah organisasi mengembangkan core competency yang istimewa seperti manajemen pengetahuan. Prahalad dan Hamel (1990) mengobservasi bahwa sebuah core competency dasar akan menjadi sebuah core competency istimewa ketika core competency tersebut tidak saja dijalankan secara sangat bagus, tetapi juga secara relatif organisasi tersebut memiliki core competence yang lebih baik dari semua organisasi yang ada dalam industri. Kompetensi tersebut selanjutnya akan menjadi sumber keunggulan, dan jika penghalang organisasi lain untuk memiliki 4
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
sumber daya tersebut muncul, maka sumber daya tersebut akan menjadi sumber daya jangka panjang dari economics rents (Spender, 2006). Tidak mengherankan bila banyak akademisi menekankan bahwa keunggulan kompetitif dari organisasi sebaiknya berlandaskan pada sumber daya. Sumber daya tersebut dapat diinterpretasikan sebagai semua sumber daya material maupun immaterial dan aset intangible dari organisasi. Akan tetapi, tentu saja hanya asset yang benar-benar dimiliki oleh organisasi yang akan menjadi sumber daya. Apabila asset tersebut tidak dapat dikendalikan oleh organisasi, maka asset tersebut bukanlah sumber daya organisasi. Dilihat dari perspektif resource-based, organisasi dapat dipandang sebagai satu berkas dari sumber daya produktif. Diasumsikan bahwa, setiap organisasi memiliki sumber daya spesifik yang berbeda dengan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi lain. Sumber daya yang dimiliki harus mempunyai karakteristik: Pertama, sebuah sumber daya harus bernilai bagi organisasi. Artinya, sumber daya tersebut harus bermanfaat untuk organisasi. Kalau sebuah organisasi memiliki sumber daya spesifik yang tidak berkontribusi pada efisiensi dan efektivitas organisasi, maka sumber daya tersebut tidak bernilai pada organisasi. Agar bernilai, sebuah sumber daya normalnya harus dirasakan value-nya oleh pelanggan secara langsung maupun tidak langsung. Kedua, sumber daya harus bersifat langka. Implikasinya, sumber daya tersebut harus tidak mudah diakses secara mudah oleh kompetitor saat ini atau kompetitor potensial. Pemilik sumber daya tersebut hanya sejumlah kecil organisasi. Dengan demikian, organisasi tidak akan memperoleh keunggulan kompetitif dari sumber daya bernilai jika sumber daya tersebut dengan cepat dapat disediakan oleh organisasi untuk berkompetisi. Sumber daya yang benar-benar menempel (embedded) pada konteks organisasi biasanya merupakan sumber daya yang langka (Lang, 2003). Ketiga, sumber daya harus bersifat sulit ditiru. Para pengajur resource-based view menekankan ketiga kondisi yang sesuai agar sumber daya bersifat sulit diimitasi: kondisi historis yang unik, ambiguitas kausal, dan kompleksitas sumber daya. Terakhir, keempat sumber daya harus sulit disubstitusi. Artinya, tidak ada kemungkinan yang sama, yaitu: tidak ada sumber daya lain atau kombinasi sumber daya yang akan menciptakan keunggulan kompetitif yang sama atau identik. Manajemen pengetahuan bisa bertindak sebagai sumber daya penghalang karena manajemen pengetahuan dapat menghasilkan siklus hidup inovasi yang semakin pendek dan memiliki pengaruh langsung pada bottom-line returns. Inovasi yang dihasilkan oleh manajemen pengetahuan akan menciptakan “creative destruction” sehingga organisasi akan selalu menjadi trend setter dan para follower akan kesulitan mengimitasi. Manajemen pengetahuan juga dapat menciptakan penurunan siklus waktu, menolong organisasi dari keusangan, merampingkan proses, dan memberi organisasi kemampuan Vol.5 No.1 - September 2011
5
ISSN: 1978 - 8282
bagaimana cara bereaksi terhadap perubahan. Dilihat dari perspektif global, manajemen pengetahuan juga menolong organisasi untuk melakukan akses global ke pengetahuan dan menolong organisasi global untuk beradaptasi dengan kondisi lokal. Konsep Pengetahuan dalam Organisasi Dalam berbagai kajian literatur sering memberi label pengetahuan sebagai intellectual capital yang memiliki nilai sangat kritis melebihi brand name dan asset fisik. Mencipta dan mengelola modal intelektual merupakan kunci sukses organisasi. Mendefinisikan pengetahuan secara akurat tidaklah mudah. Namun demikian banyak yang sepakat bahwa pengetahuan adalah kombinasi terorganisasi dari ide-ide, peraturan-peraturan, prosedur-prosedur, dan informasi (Bhatt, 2004). Dalam beberapa hal, pengetahuan adalah sebuah “makna” yang dibuat oleh pikiran. Tanpa makna, pengetahuan hanyalah lembam dan statis, hanya merupakan informasi yang tidak terorganisasi. Hanya melalui makna, informasi akan menjadi hidup dan menjelma sebagai pengetahuan. Informasi dan pengetahuan berbeda berdasarkan organisasi internal mereka. Informasi belum terorganisasi, sementara pengetahuan sudah terorganisasi. Pengetahuan adalah sesuatu yang humanis, aset personal yang tinggi, dan merepresentasikan kesatuan antara keahlian dan upaya dari jaringan dan aliansi. Hasil kajian menyatakan bahwa 99 % dari apa yang dikerjakan manusia berbasis pada pengetahuan (Wah, 1999 dalam Smith, 2003). Nilai dari pengetahuan akan meningkat ketika pengetahuan menjadi kunci dari tujuan dan difokuskan pada misi, cores values, dan prioritas strategis. Aset pengetahuan, seperti halnya uang dan peralatan, ada dan menjadi berharga ketika diletakkan dalam konteks strategi yang digunakan untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut. Nonaka dan Takeuchi (2005) menggunakan konsep tentang pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tasit dalam upayanya mendefinisikan dimensi pengetahuan. Pengetahuan eksplisit bersifat mudah diartikulasikan, ditangkap, dan disebarkan dalam berbagai bentuk. Pengetahuan tasit sulit untuk ditangkap, dikodifikasi, diadopsi, dan didistribusi, karena individu tidak mudah mengartikulasikan pengetahuan tasit. Akar dari pengetahuan tasit secara mendalam ada dalam rutinitas kerja individu tersebut. Seorang wirausahawan yang berhasil tidak akan dengan mudah menjelaskan secara verbal mengapa ia sampai meraih kejayaan dalam bisnis. Bisa dipastikan yang diartikulasikan adalah sifat-sifat positif yang sudah diketahui awam, misalnya: kerja keras, berdoa, dukungan keluarga, berani mengambil resiko, dan lain sebagainya. Pengalaman, interaksi personal, dan -craftsmanship of experts tidak mudah diartikulasikan melalui prosedur dan resep-resep tertentu. Haldin-Herrgard 6
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
(2004) mengumpamakan pengetahuan tasit sebagai: mampu memasak tanpa resep atau memiliki perasaan intuitif untuk membuat keputusan yang benar. Pengetahuan tasit berisi model mental, kepercayaan, dan persuasi setiap individu dalam organisasi yang berurat berakar dalam diri mereka. Pengertian mendalam subjektif, intuisi, dan firasat termasuk dalam kategori pengetahuan tasit. Pengetahuan ini mengakar dalam tindakan dan pengalaman seperti halnya ideal, nilai-nilai, atau emosi. Setiap manusia memiliki pengetahuan tasit yang berakar sangat mendalam dalam setiap tindakan mereka, dan dalam komitmen mereka terhadap profesi tertentu, teknologi tertentu, atau aktivitas tim kerja. Dalam banyak organisasi, pengetahuan tasit jarang dibagikan atau dikomunikasikan. Akibatnya pengetahuan tasit akan hilang ketika individu pemilik pengetahuan meninggalkan organisasi. Sebab pengetahuan tasit hampit sepenuhnya tersimpan dalam diri manusia. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila para penganjur resourced-based berargumentasi bahwa pengetahuan tasit merupakan sumber keunggulan kompetitif (Lubit, 2003). Perlu ditambahkan, pengetahuan tasit memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan returns ketika bekerja dalam batas-batas organisasi. Artinya, pengetahuan yang sama dalam kondisi organisasi yang berbeda akan menghasilkan output yang berbeda pula. Pengetahuan yang bersifat tasit akan memperkokoh core competence organisasi. Ada dua dimensi dari pengetahuan tasit. Pertama, dimensi teknik, yang meliputi jenis-jenis ketrampilan personal yang bersifat informal atau seni yang sering diberi label sebagai “know-how”. Kedua, dimensi kognitif, yang berisi kepercayaan, nilai, skema, dan model mental. Karena beberapa pengetahuan bersifat tasit, maka peran pengetahuan tasit sebagai sumber daya untuk membangun keunggulan kompetitif semakin mendapat posisi terhormat. Hal itu akan terjadi apabila pengetahuan tasit individu difasilitasi oleh organisasi untuk berinteraksi dengan individu dan membuat mereka sensitif terhadap stimuli lingkungan sehingga pengetahuan individu diperkuat dan diinternalisasi untuk berkontribusi pada organisasi berbasis pengetahuan (Nonaka, 1999 dalam Bhatt, 2003). Selanjutnya, pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang dapat dikodifikasikan. Pengetahuan ini mudah diekspresikan dalam kata-kata dan angka, dalam bentuk data, formula ilmiah, spesifikasi, dan manual. Pengetahuan eksplisit dapat bermigrasi dalam komunitas bisnis dan dapat diakses untuk seluruh organisasi dengan tanpa mempertimbangkan aktivitas kerja-sama mereka. Pengetahuan ini dikodifikasi dan disimpan dalam basis data yang dapat diakses dan digunakan secara mudaholeh siapapun dalam organisasi (Vivi, 2004). Ada tiga tipe pengetahuan eksplisit yang ada dalam organisasi: pengetahuan kognitif, sistem ketrampilan tingkat tinggi, dan sistem pemahaman. Pengetahuan kognitif, juga diberi label sebagai “ knowVol.5 No.1 - September 2011
7
ISSN: 1978 - 8282
what”, adalah basic mastery dari disiplin seorang profesional yang didapat dari pelatihan dan sertifikasi. Selanjutnya ketrampilan tingkat tinggi atau “know-how” merujuk pada kemampuan mengaplikasikan aturan-aturan dari suatu disiplin profesional pada masalah riil dunia yang kompleks. Sedangkan sistem pemahaman, juga disebut sebagai “know-why”, adalah suatu pemahaman yang mendalam dari suatu jejaring relasi sebab-akibat yang mendasari suatu disiplin. Nonaka dan Takeuchi (2004) membangun sebuah model dinamis tentang kreasi pengetahuan. Dalam model tersebut, mereka menjelaskan sebuah asumsi kritis bahwa pengetahuan manusia dikreasi dan diperluas melalui interaksi sosial diantara pengetahuan tasit dan eksplisit. Dengan demikian, knowledge management dapat dipandang sebagai kreasi keunggulan kompetitif berkelanjutan melalui pembelajaran yang kontinyu. Meso dan Smith (2004) menyatakan bahwa: “Since the value of the intellect increases markedly as one moves up the intellectual scale from cognitive knowledge through advanced skills and systems thingking to self-motivated creativity enhancing intellectual capital within the firm assures the sustainable competitive advantage of the firm”. Konsep Kompetensi Profesi Sistem Informasi Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. McAshan (2008) mengemukaan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satisfactory perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors. Selanjutnya Gordon (2005) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut: 1. Pengetahuan (knowledge): yaitu kesadaran dalam bidang kognitif misalnya seorang pengajar STMIK raharja mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap mahasiswa sesuai dengan kebutuhannya. 2. Pemahaman (understanding): yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki individu. Misalnya seorang pengajar STMIK Raharja yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi mahasiswa, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien. 3. Kemampuan (skill): adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan 8
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
pengajar STMIK Raharja dalam memilih dan membuat alat peraga untuk memberi kemudahan belajar mahasiswa. 4. Nilai (value): adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku pengajar STMIK Raharja dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis dan lain sebagainya). 5. Sikap (attitude): yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji, dan sebagainya. 6. Minat (interest): adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu. Berdasarkan aspek tersebut maka dapat dikatakan bahwa kompetensi adalah halhal yang melekat kepada seorang individu yang memungkinkan dia melakukan suatu pekerjaan tertentu. Model kompetensi yang banyak menjadi rujukan oleh para praktisi di bidang manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi (competence based human resource management) adalah model kompetensi yang disusun oleh Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer (1993). Hanya saja, model kompetensi tersebut hanya memuat profil kompetensi generik, atau dikenal juga dengan istilah soft competence. Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer menggunakan dua istilah yaitu kompetensi generik (generic competence) dan technical know-how yang sering dikenal dengan istilah hard competence. Mereka menyusun 26 (dua puluh enam) kompetensi generik yang dianggap mampu membawa kinerja yang superior untuk karyawan dan pimpinan, dan dampaknya tentu saja ke organisasi. Mereka mendefinisikan technical know-how sebagai suatu keahlian teknis di bidang tertentu, termasuk di bidang sistem informasi. Tetapi mereka berargumen bahwa technical know-how semata tidak akan membawa keunggulan superior untuk karyawan dan pimpinan. Technical know-how tersebut harus dilengkapi dengan apa yang mereka sebut dengan kompetensi generik, yang merupakan gabungan dari kemampuan berpikir, kemampuan berhubungan antar manusia, memahami organisasi, dorongan berprestasi, dan sebagainya. Setiap kompetensi generik memiliki tingkat (competence level), biasanya menggunakan skala dari 1 sampai 5 atau 7. Beberapa kompetensi dari 26 (dua puluh enam) kompetensi generik tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 yang disadur dari buku mereka. Melengkapi konsep Lyle M. Spencer dan M. Spencer, maka Antoinette D. Lucia dan Richard Lepsinger mengemukakan model kompetensi yang lain, yang fokusnya lebih kepada proses atau tahapan menyusun profil kompetensi di dalam sebuah organisasi. Mereka sudah mengintegrasikan model kompetensi dengan sistem Vol.5 No.1 - September 2011
9
ISSN: 1978 - 8282
manajemen sumber daya manusia, meliputi rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, penilaian karya dan kinerja, serta suksesi jabatan di dalam organisasi. Mereka juga menuliskan 5 (lima) langkah rinci dalam menyusun profil kompetensi, yaitu (1) persiapan, (2) membangun model dari awal, (3) finalisasi dan validasi, (4) mengintegrasikannya ke sistem manajemen sumber daya manusia, serta (5) mengkomunikasikannya dengan berbagai pihak di dalam organisasi. Masingmasing langkah tersebut juga memiliki sub-langkah tersendiri (Lucia, 2004). Di pihak lain, sistem informasi adalah sebuah disiplin baru yang belum sepenuhnya mapan, seperti matematika dan ekonomi. Karena sebelum membahas tentang profil kompetensi profesi sistem informasi, pengetahuan dan pemahaman tentang ruang lingkup kajian bidang sistem informasi sangat diperlukan. Pengetahuan ini akan memberikan perspektif yang lebih luas dalam memandang hubungan antara disiplin sistem informasi dengan disiplin ilmu yang lain. Tabel 1: Beberapa kompetensi generik oleh Lyle M. Spencer dan Signe M. Spencer (2004).
Perkembangan sistem informasi telah mengubah pola pikir manusia yang merupakan respon terhadap kemasan informasi. Contoh perubahan pola pikir tersebut adalah lahirnya e-mail yang mengubah cara berkirim surat, e-business atau e-commerce 10
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
yang telah mengubah cara berbisnis dengan segala turunannya, termasuk e-cash atau e-money. E-government telah membuka babak baru pengelolaan pemerintahan dan mekanisme hubungan antara pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat. Elearning menawarkan cakrawala baru proses belajar-mengajar. Perubahanperubahan tersebut terus berlangsung dan dalam beberapa bidang sudah mulai mapan, terutama di Negara-negara maju. Oleh karena itu, di bidang sistem informasi, upaya merumuskan kompetensi juga dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengimbangi perkembangan teknologi yang begitu pesat. Upaya tersebut telah dilakukan oleh Feeny dan Wilcock. Mereka mengungkapkan bahwa ada 9 kompetensi yang terdapat pada bidang profesi sistem informasi (Ward, 2002). Kesembilan kompetensi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Jika dianalisis lebih lanjut, maka 9 kompetensi yang disusun oleh Feeny dan Willcock sudah memadukan dua jenis kompetensi, yaitu hard competences dan soft competences. Tabel 2: Profil kompetensi di bidang profesi sistem informasi oleh Feeny and Willcock (2002).
Pihak lain yang melakukan penelitian untuk kompetensi di bidang sistem informasi adalah Marchand, et al (2003). Mereka mengungkapkan ada 6 kelompok kompetensi di bidang sistem informasi. Konsep yang diungkapkan oleh Marchand ini ternyata mendapatkan sambutan yang sangat luas di berbagai kalangan, dan Marchand juga mengeluarkan alat bantu untuk evaluasi yang digambarkan dalam Vol.5 No.1 - September 2011
11
ISSN: 1978 - 8282
bentuk diagram sarang laba-laba. Keenam kelompok kompetensi dan rinciannya sebanyak 26 kompetensi di bidang sistem informasi dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut ini. Tabel 3: Profil kompetensi di bidang profesi sistem informasi oleh Marchand et al (2003).
Tabel 4. Profil kompetensi lebih rinci di bidang profesi sistem informasi oleh Marchand et al (2003). 12
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
Vol.5 No.1 - September 2011
13
ISSN: 1978 - 8282
Upaya meneliti kompetensi di bidang profesi sistem informasi juga dilakukan oleh Genevieve Bassellier dan Izak Benbasat (2004). Tetapi mereka membatasi penelitian mereka hanya untuk kompetensi bidang bisnis untuk profesional teknologi informasi. Mereka menyimpulkan bahwa nuansa pekerjaan pada profesional teknologi informasi sudah berubah, di mana berinteraksi dengan berbagai pihak dari bidang fungsional lainnya sudah menjadi bagian dari pekerjaan mereka. Para profesional di bidang sistem informasi sudah harus bekerja sama dengan para profesional di bidang bisnis di manajemen untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat. Mereka mengungkapkan ada 7 kompetensi di bidang bisnis yang perlu juga dimiliki oleh para profesional di bidang sistem informasi dalam menghadapi pekerjaan sekarang, yaitu (1) pemahaman mengenai organisasi, (2) unit dalam organisasi, (3) tanggung jawab dalam organisasi, (4) integrasi bisnis dan sistem informasi, (5) jejaring pengetahuan, (6) komunikasi interpersonal, dan (7) kepemimpinan. Terobosan terakhir mengenai kompetensi dan sistem informasi dilakukan oleh Robert Kaplan dan David Norton (2004), keduanya dikenal sebagai pencetus konsep balanced scorecard. Konsep balanced scorecard sendiri sudah mengalami 3 (tiga) generasi. Balanced scorecard generasi pertama lebih memfokuskan kepada strategic measurements untuk kinerja organisasi dalam bentuk empat perspektif, dan tidak semata perspektif keuangan yang bisa dilakukan saat itu. Sedangkan generasi kedua merupakan pengembangan lanjutan, dimana balanced scorecard sudah mulai dipergunakan sebagai alat untuk memetakan strategi dalam bentu hubungan sebabakibat, tidak hanya strategic measurements semata. Balanced scorecard generasi ketiga mulai membicarakan aset yang berwujud di dalam organisasi, serta bagaimana memanfaatkannya untuk mencapai kinerja superior. Aset tak berwujud itu adalah (1) human capital atau kompetensi, (2) information capital atau informasi, serta (3) organization capital atau budaya organisasi. Mereka memperkenalkan konsep intangible assets readiness measurements yang diintegrasikan dengan peta strategi perusahaan, di mana kita bisa mengintegrasikan kompetensi yang dibutuhkan oleh bidang sistem informasi dengan baik dan terukur baik validitas maupun reliabilitasnya. STMIK Raharja yang merupakan institusi pendidikan tinggi khusus dalam bidang teknologi informasi beserta turunannya harus memiliki 5 karakteristik yang melekat pada pribadi raharja: 1. Sifat pelayanan (the nature of the service act). Layanan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan lebih mengarah kepada hal yang bersifat intangiblepeople based – daripada hal-hal yang bersifat fisik – equipment based. Dalam proses pelayanan juga melibatkan aksi-aksi yang intangible. 2. Hubungan dengan konsumen (the relationship with customer). Layanan pendidikan melibatkan hubungan dengan konsumen bersifat formal serta 14
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
dilakukan terus-menerus (continuous). Mahasiswa sebagai konsumen mempunyai hubungan keanggotaan dengan pihak kampus. Hal ini memungkinkan terbentuknya loyalitas yang tinggi (pihak mahasiswa) dan peningkatan kualitas layanan terhadap konsumen (pihak kampus). 3. Tingkat kustomisasi dan penilaian pelayanan (the level of customization and judgement in service delivery). Tingkat kustomisasi pendidikan sangat bervariasi. Tutorial dengan peserta sedikit atau bimbingan individual akan lebih mudah dikustomisasi daripada pendidikan dengan banyak peserta. Semakin terkustomisasinya layanan yang ditawarkan menjadikan konsumen memiliki tingkat pengharapan yang tinggi terhadap kualitas layanan, terutama terkait dengan kualitas staf pengajar. Jika demikian, masalah yang akan muncul adalah kemungkinan adanya hubungan antara kualitas dan tingkat keragaman layanan. Semakin beragam layanan yang ditawarkan, kemungkinan menurunnya kualitas semakin tinggi. 4. Sifat permintaan relative terhadap penawaran (the nature of demand relative to supply). Dalam bidang jasa, terdapat widespread demand (seperti tenaga listrik) dan narrow demand (seperti kamar hotel). Tingkat penawaran untuk memenuhi permintaan yang berfluktuasi sangat berbeda. Peningkatan permintaan tenaga listrik akan lebih mudah dan lebih cepat diatasi dengan meningkatkan kapasitas produksi, jika masih tersedia, dibandingkan dengan peningkatan permintaan terhadap akomodasi hotel. Dalam dunia pendidikan, permintaan terkait dengan narrow demand. Dengan memikian penawaran akan sulit dikelola, karena terkait dengan keterbatasan tenaga pengajar dan program studi yang ditawarkan. 5. Metode pelayanan (the method of service delivery). Metode pelayanan bergantung pada outlet layanan (single atau multiple) dan sifat interaksi antara konsumen dengan penyedia jasa. Konsumen harus datang ke penyedia jasa dan sebaliknya. Dalam jasa pendidikan, umumnya lembaga pendidikan mensyaratkan konsumen yang datang ke kampus. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, memungkinkan dilakukannya distance learning. Satu hal yang harus ditekankan adalah bahwa strategi bisnis harus sejalan (well-aligned) dengan strategi sistem informasi. Dalam konteks ini, kesejalanan (alignment) antara manajemen puncak dan menajemen sistem informasi menjadi syarat utama. Henderson dan Venkatraman (1999) mengusulkan empat perspektif strategic alignment terkait dengan pemanfaatan sistem informasi di sebuah organisasi: (1) strategy execution; (2) technology transformation; (3) competitive potential; dan (4) service level. Perspektif pertama dan kedua mengasumsikan strategi bisnis Vol.5 No.1 - September 2011
15
ISSN: 1978 - 8282
sebagai faktor pendorong, sedang perpektif ketiga dan keempat mengasumsikan strategi sistem informasi sebagai pendorong. Perspektif ini berasal dari asumsi hubungan yang berbeda antara strategi bisnis dengan infrastruktur sistem informasi. Meskipun banyak perubahan yang bisa dilakukan dengan bantuan sistem informasi, namun demikian tantangan atau hambatan harus diatasi untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk optimalisasi pemanfaatan sistem informasi di perguruan tinggi dalam menyusun profil kompetensi profesional sistem informasi yang diharapkan. Optimalisasi pemanfaatan sistem informasi juga memerlukan perubahan pola pikir dari deduktif menjadi induktif, dan kesejalanan antara manajemen puncak (strategi bisnis) dan manajemen sistem informasi (strategi sistem informasi). Hal ini juga berarti bahwa investasi di bidang sistem informasi harus diikuti dengan langkah-langkah perbaikan dan penyesuaian kualitas manusia, proses, dan organisasi terutama dalam menyusun profil kompetensi yang diharapkan. KESIMPULAN Pada masa sekarang, ekonomi berbasis pengetahuan adalah sebuah keniscayaan. Manajemen pengetahuan telah muncul sebagai tantangan signifikan terhadap manajemen dan organisasi. Para praktisi dan akademisi semakin yakin bahwa pengetahuan merupakan sumber daya yang paling ampuh dalam memperoleh keunggulan kompetitif yang langgeng. Oleh karena itu, memiliki kemampuan untuk mengelola pengetahuan akan menjadi pekerjaan utama dari setiap pekerjaan. Dalam ekonomi yang berbasis ‘otak’ daripada ‘otot’, asset intelektual adalah fokusnya. Knowledge management dapat dimanfaatkan untuk membuat proses yang sistematik dan integral dalam mengkoordinasikan seluruh aktivitas organisasi dalam membuat, menyimpan, membagi, menghubungkan, mengembangkan, dan menyebarkan pengetahuan oleh individu dan kelompok dengan tujuan untuk mengejar tujuan organisasi, yaitu: kesejahteraan organisasi. Jadi, pada masa kini organisasi adalah suatu berkas aset pengetahuan. Pengetahuan eksplisit bersifat mudah diartikulasikan, ditangkap, dan disebarkan dalam berbagai bentuk. Pengetahuan tasit sulit untuk ditangkap, dikodifikasi, diadopsi, dan didistribusi, karena individu tidak bisa secara mudah mengartikulasikan pengetahuan tasit. Ada dua jenis kompetensi, yaitu hard competence yang sering juga disebut dengan technical know-how, serta kompetensi generik yang sering juga disebut dengan soft-competence. Keduanya diperlukan untuk mencapai keunggulan superior dalam kinerja, baik individu, maupun organisasi. Keduanya harus disusun dalam bentuk tingkat kompetensi, dan nanti direlasikan dengan job requirements untuk bidang sistem informasi. Dengan demikian, sebaiknya dalam penyusun profil 16
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
kompetensi untuk departemen atau bagian sistem informasi di dalam organisasi, dua jenis kompetensi ini dimasukkan, dan tidak hanya memasukkan technical knowhow atau hard-competence semata, setelah itu dilakukan pemeringkatan kompetensi dan direlasikan dengan job requirements. Kompetensi mengenai bisnis dan manajemen sudah harus dimiliki oleh para profesional di bidang sistem informasi. Dengan demikian, hard-competence atau technical know-how untuk profesional sistem informasi tidak hanya kompetensi teknis di bidang teknologi informasi atau komputer semata, melainkan juga sebagian bidang bisnis dan manajemen, dan integrasi keduanya. Dengan demikian, dalam menyusun profil kompetensi untuk departemen atau bagian sistem infromasi di dalam organisasi, sebaiknya kompetensi di bidang bisnis dan menajemen serta integrasi keduanya perlu dimasukkan. Penyusunan profil kompetensi tersebut tetap harus merujuk kepada strategi organisasi dan untuk itu dibutuhkan alat bantu untuk mengintegrasikan strategi organisasi dengan kompetensi di bidang sistem informasi, sesuai kebutuhan organisasi. Balanced scorecard generasi ketiga dapat dipergunakan sebagai alat bantu untuk melakukan integrasi tersebut. Tetapi walaupun demikian, perlu dilakukan suatu kajian yang lebih mendalam lagi mengenai bagaimana penerapan kedua hal di atas untuk kondisi di Indonesia. Apakah perusahaan yang berkinerja tinggi, di mana sistem informasi berkontribusi besar untuk mendongkrak kinerja tersebut, sudah menerapkan kedua hal di atas ? Perlukah 26 kompetensi generik versi Spencer dan Spencer diterapkan pada profesi sistem informasi atau hanya sebagian saja? Ini adalah suatu obyek kajian yang menarik untuk penelitian kompetensi untuk profesi sistem informasi di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA 1. Bassel, G. I. Benbasat, (2004), Business Competence of Information Technology Professional: Conceptual development and Influence of ITBusiness Partnerships, dalam : MIS Quarterly Volume 28, Number 4, December 2004. 2. Bhatt, Ganesh D, (2000), Organizing Knowledge in the Knowledge development Cycle, Journal of Knowledge Management, Vol.4, No.1. 3. Civi, Emin, (2000), Knowledge Management as a competitive asset: a Review, Marketing Intelligence and Planning, Vol.1. No.4. 4. Henderson, J.C, Venkatraman, N. (1999), Strategic Alignment: Leveraging Information Technology for Transformating Organizations, IBM Systems Journal, Vol.5 No.38. 5. Kaplan, R. S., D. P. Norton, (2004), Strategy Maps, Harvard Business School Press, Massachusetts. Vol.5 No.1 - September 2011
17
ISSN: 1978 - 8282
6. Lang, Josephine Chinying, (2001), Managing in Knowledge-Based Competition, Journal of Organizational Change Management, Vol.14, No.6. 7. Lubit, Roy, (2001), Tacit Knowledge and Knowledge Management: the Key to Sustainable Competitive advantage, Organizational Dynamics, Vol.29, No.4. 8. Lucia, A, D., R. Lepsinger, (1999), The Art and Science of Competency Models: Pinpointing Critical Succes Factors in Organizations, JosseyBass Peiffer, New York. 9. Nonaka, I. Takeuchi, H. (1995), the Knowledge Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. New York: Oxford University Press. 10. Sharp, Duane, (2003), Knowledge Management Today: Challenges and Opportunities. Information Systems Management, New York. 11. Spencer, L. M., S. M. Spencer, (1993), Competence at Work: Models for Superior Performance, John Wiley & Sons, New York. 12. Ward, J., J. Peppard, (2002), Strategic Planning for Information Systems, 3 rd Edition, John Wiley & Sons, New York.
18
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
MULTI-FACTOR ENTERPRISE METHODOLOGY: AN APPROACH TO ERP IMPLEMENTATION Gede Rasben Dantes1 e-mail : [email protected].
Diterima : 10 Juni 2011/ Disetujui : 20 Juli 2011
ABSTRACT As further investigation on the Information and Communication Technology (ICT) investment especially in Indonesia showed that a larger capital of investment does not automatically bring more benefit for the company, for example Enterprise Resource Planning (ERP) system implementation. The present research was aimed at developing a methodology for ERP Implementation which was fundamental problem for achieving a successful implementation. This methodology will be contained some factors that influenced ERP implementation success (technical or non-technical) as an activity each phase. Because, some of methodologies that common used by consultant more concentrating on technical factors without considering non-technical factors. Non-technical factors were involved in the new proposed of ERP implementation methodology, such as: top management commitment, support, and capability; project team composition, leadership, and skill; organizational culture; internal/ external communication; organization maturity level; etc. The conclusion of the study was expected to be useful for private or public sectors when implementing ERP in order to gain optimal return value from their investment. Keywords: Enterprise Resource Planning (ERP), Methodology, Return value.
INTRODUCTION Enterprise Resource Planning (ERP) is one of the integrated information systems that support business process and manage the resources in organization. This system integrates a business unit with other business unit in the same organization or inter1. Doctoral Student in Computer Science Department, University of Indonesia Jl. Salemba Raya 4 Jakarta 10430
Vol.5 No.1 - September 2011
19
ISSN: 1978 - 8282
organization. ERP is needed by organization to support day to day activity or even to create competitive advantage. In the ERP implementation, a business transformation is always made to align ERP business process and company’s business strategy. This transformation consists of company’s business process improvement, cost reduction, service improvement, and minimizing the effect on the company’s operation (Summer, 2004). Consequently, there needs to be an adjustment between the business process that the ERP system has and the business process that exists in the company to give value added for the company. There are some ERP systems that are currently developed. In the study conducted by O’Leary (2000) it is shown that SAP (System, Application, Product in Data Processing) is a system that has the largest market share in the world, which is between 36% to 60%. Different from information systems in general, ERP is an integration of hardware technology and software that has a very high investment value. However, a larger capital investment on ERP does not always give a more optimal return value to the company. Dantes (2006) found out that in Indonesia, almost 60% of companies implementing the ERP systems did not succeed in their implementations. While Trunick (1999) and Escalle et al. (1999) found that more than 50% of the companies implementing ERP in the world failed to gain optimal return value. Various studies have been conducted to find the keys to ERP implementation success, while some other studies also try to evaluate it. Some factors that influence the organization to choose ERP system as a support, such as: industrial standards, government policies, creditor-bank policies, socio-political conditions, organization maturity level, implementation approach or strategic reason. Finally, we found that the choosing of ERP adoption does not exactly base on organization requirement, especially in Indonesia. On the other hand, Xue et.al. (2005) found that organization culture & environment and technical aspects influenced ERP implementation success. Others research also shown that 50% of the companies implementing ERP failed to gain success (IT Cortex, 2003), while in China, only 10% of the companies gained success (Zhang et.al, 2003). These continuing study on the success of ERP implementation show how critical ERP implementation is yet in IT investment. Related to this study, Niv Ahituv (2002) argues that ERP implementation methodology is the fundamental problem in implementation success. In line with this, the present research is aimed at developing ERP implementation methodology, taking into account the key success factor (technical or non-technical factors) that will be included in ERP implementation methodology. 20
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
THEORETICAL BACKGROUND One of the major issues in ERP implementation is the ERP software itself. What should come first, the company’s business needs or the business processes available in the ERP software? The fundamental invariant in system design and implementation is that the final systems belong to the users. A study by Deloitte Consulting (1999) indicated that going live isn’t the end of ERP implementation, but “merely the end of the beginning”. The radical changes in business practices driven by e-commerce and associated Internet technologies are accelerating change, ensuring that enterprise systems will never remain static. Because of the uniqueness of ERP implementation, methodologies to support ERP systems implementation are vital (Siau, 2001, Siau and Tian 2001). A number of ERP implementation methodologies are available in the marketplace. These are typically methodologies proposed by ERP vendors and consultants. We classify ERP methodologies into three generations – first, second, and third generations (Siau, 2001). Each successive generation has a wider scope and is more complex to implement. Most existing ERP implementation methodologies belong to the first generation ERP methodologies. These methodologies are designed to support the implementation of an ERP system in an enterprise, and the implementation is typically confined to a single site. Methodologies such as Accelerated SAP (from SAP), SMART, and Accelerated Configurable Enterprise Solution (ACES) are examples of first generation ERP implementation methodologies. Second generation ERP methodologies are starting to emerge. They are designed to support an enterprise-wide and multiple-site implementation of ERP. Different business units can optimize operations for specific markets, yet all information can be consolidated for enterprise-wide views. A good example is the Global ASAP by SAP, introduced in 1999. This category of methodologies supports an enterprisewide, global implementation strategy that takes geographic, cultural, and time zone differences into account. Third generation ERP methodologies will be the next wave in ERP implementation methodologies. The proposed methodologies need to include the capability to support multi-enterprise and multiple-site implementation of ERP software so that companies can rapidly adapt to changing global business conditions, giving them the required agility to take advantage of market or value chain opportunities. Since more than one company will typically be involved. The methodologies need to be able to support the integration of multiple ERP systems from different vendors, each having different databases. The multi-enterprise architecture will need to facilitate Vol.5 No.1 - September 2011
21
ISSN: 1978 - 8282
the exchange of information among business units and trading partners worldwide. The ability to support web access and wireless access is also important. When we see more specific into some of methodology that we review from literatures. All of them more concern about technical factors with less considering of non-technical factors into an ERP implementation methodology. As explained above, Niv Ahituv et.al. (2002) proposed an ERP implementation methodology with collaborating Software Development Life Cycle (SDLC), Prototyping and Software Package. The methodology contains four phases, namely: selection, definition, implementation and operation. In line with Niv Ahituv, Jose M. Esteves (1999) divided an ERP Life cycle become five phases, such as: adoption, acquisition, implementation, use & maintenance, and evolution & retirement. And one of famous ERP product, SAP proposed well-known methodology namely Accelerated SAP (ASAP) that contains five phases: project preparation (change chapter, project plan, scope, project team organization), business blueprint (requirement review for each SAP reference structure item and define using ASAP templates), realization (master lists, business process procedure, planning, development programs, training material), final preparation (plan for configuring the production hardware’s capabilities, cutover plan, conduct end user training), go live & support (ensuring system performance through SAP monitoring and feedback). However, Shin & Lee (1996) show that ERP life cycle contained three phases, such as: project formulation (initiative, analysis of need); application software package selection & acquisition (preparation, selection, acquisition); installation, implementation & operation. In general, all ERP implementation methodologies above have a similar concept. But there are only more concerning on technical factors than non-technical factors. RESEARCH DESIGN Methodology is a fundamental problem on ERP implementation (Juhani et. al, 2001). When the organizations were successful in implementing ERP system, it can improve an organization productivity and efficiency. The conceptual framework will be used in this research, describe in figure 1.
22
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
Figure 1. The conceptual framework for ERP implementation Methodology
Variables on this research contain of independent variable, such as: ERP implementation success factors (X1..X2) (i.e. organization maturity level, implementation approach, top management commitment, organization culture, investment value, etc.) and dependent variable is ERP implementation success. Referring back to final product, this study used a literature review methodology. The developing ERP implementation methodology is academic activities that need a theoretical exploration and a real action. Furthermore, the planning and developing this methodology, we need to identify some problems and doing a deep analysis for some factors that influenced ERP implementation success. These factors can be used to develop a preliminary study of ERP implementation methodology. The phases that have to be done in this research are: justification of ERP implementation success factors (technical or non-technical) from literatures review, and the developing of preliminary model. RESULT AND DISCUSSION In this study, we found out that some factors that influenced an ERP implementation success can be shown on table 1. These factors (technical or nontechnical) will be used to develop a new ERP Implementation methodology. Nontechnical aspects were important thing that always forgotten by organization when adopt ERP system as support for their organization. A lot of companies were failed to implement ERP system because of it. Vol.5 No.1 - September 2011
23
ISSN: 1978 - 8282
¾
ERP Implementation Success Factors Related to the literature review which is focused on discussion and need assessment for ERP implementation in private or public sector, we can conclude that some factors influence the ERP implementation success, we can classify into three aspects, namely: Organizational, Technology and Country (External Organizational). •
Organizational Aspects The organizational aspect is an important role in ERP implementation. Related to it, there are some activities that are supposed to be done on ERP implementation methodology, such as: (1) identification of top management support, commitment and capability; (2) identification of project team composition and leadership; (3) 24
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
identification of business vision; (4) preparing of project scope, schedule and role; (5) identification of organization maturity level; (6) change management; (7) Business Process Reengineering (BPR); (8) building of functional requirement; (9) preparing of training program; (10) build a good internal/external factor; and (11) identification an investment budget. •
Technology Aspects This aspect contains software, hardware and ICT infrastructure. Technology aspect needs to be identified before we implement ERP system. We can divide this aspect become certain activities that important for ERP implementation methodology, such as: (1) identification of legacy systems; (2) software configuration; (3) choosing of implementation strategy; (4) motivating of user involvement; (5) identification of hardware and ICT infrastructure; (6) identification of consultant skill; (7) data conversion; and (8) systems integration. •
Country/External Organizational Aspects ERP implementation as Enterprise System is very important to consider a country or external organizational aspects. Viewed from a literature review, we can describe some activities that support for ERP implementation methodology, such as: (1) identification of current economic and economic growth; (2) aligning with government policy, and (3) minimizing a political issue that can drive ERP implementation. Some of activities that we need to give a stressing from an explanation above such as: organization maturity level and business process. Organization maturity level is important aspect before chosen one of ERP product that will be adopted by organization to support their operational (Hasibuan and Dantes, 2009). It can divide into three levels, namely: operational, managerial and strategic level. Each level can define by considering a role of IS/IT to the organization. For company that lied at operational level, the ERP system is only supporting a company operational. But the company that lied at strategic level can create a competitive advantage for organization. The other activity that also important is business process. It involves in ERP product as best practices. A lot of organizations change the ERP business process to meet their organization business process. This affects to the failure of the ERP implementation. The changes in process give a more significant impact than the changes in technology. The process change in an organization has to be followed with “management change” implementation. And the technology changes usually will be followed by training to improve the employees’ skill. Through this aspect, we can Vol.5 No.1 - September 2011
25
ISSN: 1978 - 8282
describe two activities that give significant influence in the development of ERP implementation methodology, namely: change management implementation, and identifying the alignment of the organization business process with ERP business process. ¾
Comparison of ERP Implementation Methodology A lot of ERP methodologies used by consultant/vendor to implement this system. But, in this study we will compare some of methodologies that common used, such as: Accelerated SAP (ASAP), ERP life cycle model by Shin & Lee, Niv Ahituv et.al and Jose M. Esteves et.al. In general, all of methodologies have similar component, namely: selection phase (how we compare all of ERP product and choose one of them that very suitable to organization requirement and budget), project preparation (this phase, we will prepare all of requirement for this project, such as: internal project team, consultant, project scope, functional requirement building, etc), implementation & development (how we will configure the software/ ERP product to suit with organization requirement), and the last part is operational & maintenance (in this phase, system will be deploy to production and try to support/ maintenance it). Normally, all of methodologies that used by consultants were concerning about technical aspects without considering non-technical aspects. Through this study we try to indentify some of non-technical aspects that influenced ERP implementation success, such as: top management support, commitment and capability; project team composition, leadership and skill; business vision; organization maturity level; organization culture; internal/external project team communication, etc. All nontechnical factors above we will used to build an ERP implementation methodology as an activities for each phase.
Figure 2. Comparison of ERP Implementation Methodology 26
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
¾
Preliminary of ERP Implementation Methodology Based on the activities above, we can develop the ERP implementation methodology as a preliminary design. We can divide five phases of the ERP implementation methodology, such as: (1) ERP Selection Phase, this phase will be comparing all of ERP product that will most suitable with the organization. It contains some activities, such as: aligning one of ERP product with an organization IS/IT strategy; aligning with government / company policy; matching with an industrial standard; business vision identification; suitable with organizational culture, identify a budget of investment, internal IS/IT (hardware and software) identification; ICT infrastructure identification, organization maturity level identification, identification of aligning between organization business process with ERP business process. (2) Project Preparation Phase contains some activities such as: identification of top management support, commitment and capability; identification of project team composition, leadership and skill; identification of project scope, schedule, investment and role; function requirement building; identification of internal/external project team communication; identification of legacy systems that will integrate with ERP product; choose of implementation strategy; define a consultant skill; define a job description of project team members; motivate of user involvement. (3) Implementation & Development Phase contains some activities, such as: developing implementation plan; ERP or software configuration; business process reengineering (BPR); data conversion; change management; system integration; penetration application; and training. (4) Operational and Maintenance Phase contains some activities: operational and maintenance of software package, evaluation and audit the system periodically. (5) Support and Monitoring Phase, ensuring system performance through ERP monitoring and support. Aim of this study is proposing a new ERP implementation methodology that can minimize a failure of implementation this system. With this methodology, ERP implementation will give an optimal return value for organization itself. This methodology has already involved some factors that influenced an ERP implementation success. It give us a guidance to exercise some components that most important for implementation ERP system. That’s component, such as: how we know a top Vol.5 No.1 - September 2011
27
ISSN: 1978 - 8282
management support, commitment and capability; how we can build a project team that have a good composition, leadership and skill; how we can identify the organization business vision, so it can suitable with the ERP product that organization chosen; how we can exercise the project scope, schedule, investment and role; how we can identify the organization maturity level, thus we can select the right ERP product and what modules we suppose to implement to support an operational organization; how we can build a functional requirement; how we can build a good communication in internal/external project team, etc. CONCLUSSION In the light of the findings on this study, it can be concluded that ERP implementation methodology as preliminary study divided into 5 phase, namely: (1) ERP Selection Phase, (2) Project Preparation Phase, (3) Implementation & Development Phase, (4) Operational & Maintenance Phase, and (5) Support & Monitoring Phase. This methodology will give the organization an optimal return value. Because, each phase contained some factors that influenced ERP implementation success. FURTHER RESEARCH This study shown that some aspects influence ERP implementation success, which we can classify into organization factor, technology factor and country / external organization factor. Each aspect contains some activity that should be involved in ERP implementation methodology as preliminary design that we proposed. For further research, we need to explore more deeply according to ERP implementation methodology that suitable for organization culture especially in Indonesia and also fit to industrial sector. REFERENCES 1. Ahituv Niv, Neumann Seev dan Zviran Moshe (2002), A System Development Methodology for ERP Systems, The Journal of Computer Information Systems. 2. Allen D, Kern T, Havenhand M (2002), ERP Critical Success Factors: An Exploration of the Contextual Factors in Public Sector Institution, Proceeding of the 35th Hawaii International Conference on System Sciences. 3. Al-Mashari M, Al-Mudimigh A, Zairi M (2003), Enterprise Resource Planning: A Taxonomy of Critical Factors, European Journal of Operational Research. 4. Brown C., Vessey I. (1999), Managing the Next Wave of Enterprise Systems: Leveraging Lessons from ERP, MIS Quarterly Executive. 28
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
5. Dantes Gede Rasben (2006), ERP Implementation and Impact for Human & Organizational Cost), Magister Thesis of Information Technology, University of Indonesia. 6. Davidson R. (2002), Cultural Complication of ERP, Communication of the ACM. 7. Deloitte Consulting (1999). ERP’s Second Wave: Maximizing the Value of Enterprise Applications and Processes, http://www.dc.com/Insights/ research/cross_ind/erp_second_wave_global.asp 8. Esteves J, Pastor J. (2000), Toward Unification of Critical Success Factors for ERP Implementation, Proceedings of the 10th Annual Business Information Technology (BIT) Conference, Manchester, UK. 9. Gargeya VB, Brady C. (2005), Success and Failure Factors of Adopting SAP in ERP System Implementation, Business Process Management Journal. 10. Gunson, John dan de Blasis, Jean-Paul (2002), Implementing ERP in Multinational Companies: Their Effect on the Organization and Individuals at Work, journal ICT. 11. Hasibuan Zainal A. and Dantes Gede Rasben (2009), The Relationship of Organization Maturity Level and Enterprise Resource Planning (ERP) Adoption (Case Study: ERP Implementation in Indonesian Companies), Publication in progress in European Journal of Information Systems, 2009. 12. Huang Z, Palvia P. (2001), ERP Implementation Issues in Advance and Developing Countries, Business Process Management Journal. 13. Holland C, Light B. (1999), Critical Success Factors Model for ERP Implementation, IEEE Software. 14. Juhani Iivari et.al. (2001), A Dynamic Framework for Classifying Information Systems Development Methodologies and Approaches, Journal of Management Information Systems. 15. Liang H, Xue Y, Boulton WR, Byrd TA (2004), Why Western Vendors don’t Dominate China’s ERP Market?, Communications of the ACM. 16. Martinsons MG (2004), ERP in China: One Package, Two Profiles, Communication of the ACM. 17. Mary Summer (2004), Enterprise Resource Planning, Upper Saddle River, New Jersey. 18. Motwani J, Akbul AY, Nidumolu V. (2005), Successful Implementation of ERP Systems: A Case Study of an International Automotive Manufacturer, International Journal of Automotive Technology and Management. Vol.5 No.1 - September 2011
29
ISSN: 1978 - 8282
19. Murray MG, Coffin GWA (2001), Case Study Analysis of Factors for Success in ERP System Implementation, Proceeding of the Americas Conference on Information Systems, Boston, Massachusetts. 20. O’Kane JF, Roeber M. (2004), ERP Implementation and Culture Influences: A Case Study, 2nd World Conference on POM, Cancun, Mexico. 21. O’Leary E. Daniel (2000), Enterprise Resource Planning System (Systems, Life Cycle, Electronic Commerce, and Risk), Cambridge University Press, Cambridge. 22. Parr A, Shanks G. (2000), A Model of ERP Project Implementation, Journal of Information Technology. 23. Rajapakse and Seddon (2005), Utilizing Hofstede’s Dimensions of Culture, Investigated the Impact of National and Organizational Culture on the adoption of Western-based ERP Software in Developing Country in Asia. 24. Reimers K. (2003), International Examples of Large-Scale Systems – Theory and Practice I: Implementing ERP Systems in China, Communication of the AIS. 25. Roseman M, Sedera W, Gable G (2001), Critical Success Factors of Process Modeling for Enterprise Systems, Proceedings of the Americas Conference on Information Systems, Boston, Massachusetts. 26. Siau K. (2001). ERP Implementation Methodologies — Past, Present, and Future, Proceedings of the 2001 Information Resources Management Association International Conference (IRMA’2001), Toronto, Canada. 27. Soh C, Kien SS, Tay-Yap J. (2000), Enterprise Resource Planning: Cultural Fits and Misfits: Is ERP a Universal Solution?, Communication of the ACM. 28. Somers TM, Nelson KG (2004), A Taxonomy of Players and Activities Across the ERP Project Life Cycle, Information and Management. 29. Tsai W, Chien S, Hsu P, Leu J (2005), Identification of Critical Failure Factors in the Implementation of Enterprise Resource Planning (ERP) System in Taiwan’s Industries, International Journal of Management and Enterprise Development. 30. Umble E, Haft R, Umble M. (2003), Enterprise Resource Planning: Implementation Procedures and Critical Success Factors, European Journal of Operational Research. 31. Wassenaar Arjen, Gregor Shirley dan Swagerman Dirk (2002), ERP Implementation Management in Different Organizational and Culture Setting, European Accounting Information Systems Conference, http:// accountingeducation.com/ecais 30
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
32. Xue, Y., et al. (2005), ERP Implementation Failure in China Case Studies with Implications for ERP Vendors”, International Journal Production Economics. 33. Zang, Z., Lee, M.K.O., Huang, P., Zhang, L., Huang, X. (2002), “A framework of ERP systems implementation success in China: An empirical study”, International Journal Production Economics.
Vol.5 No.1 - September 2011
31
ISSN: 1978 - 8282
AN EXPERIMENTAL STUDY ON BANK FORECASTING USING REGRESSION DYNAMIC LINIER MODEL Wiwik Anggraeni1 Danang Febrian2 e-mail : [email protected], [email protected]
Diterima : 20 Mei 2011/ Disetujui : 24 Juni 2011
ABSTRACT Nowadays, forecasting is developed more rapidly because of more systematicaly decision making process in companies. One of the good forecasting characteristics is accuration, that is obtaining error as small as possible. Many current forecasting methods use large historical data for obtaining minimal error. Besides, they do not pay attention to the influenced factors. In this final project, one of the forecasting methods will be proposed. This method is called Regression Dynamic Linear Model (RDLM). This method is an expansion from Dynamic Linear Model (DLM) method, which model a data based on variables that influence it. In RDLM, variables that influence a data is called regression variables. If a data has more than one regression variables, then there will be so many RDLM candidate models. This will make things difficult to determine the most optimal model. Because of that, one of the Bayesian Model Averaging (BMA) methods will be applied in order to determine the most optimal model from a set of RDLM candidate models. This method is called Akaike Information Criteria (AIC). Using this AIC method, model choosing process will be easier, and the optimal RDLM model can be used to forecast the data. BMAAkaike Information Criteria (AIC) method is able to determine RDLM models optimally. The optimal RDLM model has high accuracy for forecasting. That can be concluded from the error estimation results, that MAPE value is 0.62897% and U value is 0.20262. Keyword : Forecasting, Regression variables, RDLM, BMA, AIC
1. Information System Department, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia 2. Information System Department, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia
32
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
INTRODUCTION Nowadays, forecasting has developed more rapidly because of the more systematically decision making in a organization or company. One of the good forecasting characteristic is from accuration, and should get error that is as minimal as possible. Usually, forecasting just estimates based on historical data only without considering external factors that might influence the data. Because of that, in this paper will be proposed a method that takes all external factors into consideration, this method is called Regression Dynamic Linear Models (RDLM), with Bayesian Model Averaging (BMA) applied in order to choose the most optimal model. By using this method, the forecast results will have high accuracy. (Mubwandarikwa et al., 2005). The Method There are four steps to forecast a data using RDLM method, i.e. : forming candidate models, choosing optimal model, forecasting using optimal model, and measuring accuracy of optimal model. Dynamic Linear Models (DLM) Dynamic Linear Model is an extension of state-space modeling on prediction and dynamic system control (Aplevich, 1999). State-space model of time series contains data generating process with state (usually shown by vector of parameter) that can change over time. This state is only observed indirectly, as far as values of time series that are obtained as function of state in correspond period. DLM base model at all time t is described by evolution / system and observation equation. The equation forms are as follow : o Observation equation : Yt = Ftθ t + vt , where vt ~ N [0, Vt ] (1) o System equation :
θ t = Gtθ t −1 + ω t , where ωt ~ N [0,Wt ] (2) o Initial information :
θ 0 ~ N [m0 , C 0 ]
(3) DLM can be explained alternatively with 4 sets as follow :
M t ( jt ) = {Ft , Gt ,Vt , Wt } j j = 1,2,... (4) Vol.5 No.1 - September 2011
33
ISSN: 1978 - 8282
Where at time t, : o
θ t is state vector at time t.
o
Ft is known regression variable vector.
o
vt is observation noise that has Gaussian distribution with zero mean and known variance Vt , where it represents estimation and error trial of changing observation of Yt .
o
Gt is state evolution matrix, it describes deterministic mapping of state vector between time t – 1 and t.
o
ωt is evolution noise that has Gaussian distribution with zero mean and variance matrix Wt, where it represents changing in state vector.
Regression Dynamic Linear Models (RDLM) Regression Dynamic Linear Model (RDLM) is an extension of DLM, which RDLM considers regression variables (regressor) in modeling process. For example, for time series data that has regressors X1, X2, then it will have several possible models, that are M1( ,X1), M2( ,X2) and M3( ,X1,X2). For time t, t = 1,2,… Regression Dynamic Linear Model (RDLM), ,(j = 1,2,...,k), represents a base time series model with 4 observations, which can be identified by 4 sets, where : F j = ( X 1 ,..., Xp ) j is regression vector (1 x p), X ij is ith variable regression
o
(i =1,2,...,p) which for X 1 has value of 1. G j is system evolution matrix (p x p) with the value of G j = I (n) identity matrix.
o
V j is observation variance of . is system evolution variance matrix (p x p) which is estimated using discount factors, for ith time :
o o
W jt =
1−δ
δ
Ct
(5)
Discount factors are determined by checking off model to determine the optimal values. Optimal value for trend component δ T = 0.9 , seasonality δ S = 0.95 , variance δ W = 0.99 and regression δ R = 0.98 (Mubwandarikwa et al., 2005). 34
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
RDLM Sequential Updating Estimation of state variables ( θ ) can not be done directly at all times, but by using information from data which update from time t-1 to t is performed using Kalman Filter. For further information, see West and Harrison (1997). Take as example Dt describes all information from past times until time t and Yt is data at time t. Assume that :
θ t −1 | Dt −1 ~ N (mt −1 , C t −1 )
(6) Equation (2) and (6) have Gaussian distribution, so linear combinations of both of them can be formed and produce prior distribution that is :
θ t | Dt −1 ~ N (Gt mt −1 , Gt C t −1Gt '+Wt ) (7) Then from equation (1) and (7), forecast distribution can be obtained, that is : Yt | Dt −1 ~ N ( Ft Gt mt −1 , Ft Rt Ft '+Vt ) (8) where Rt = Gt C t −1Gt '+Wt From forecast distribution at equation (8), forecast result for Yt can be obtained using : ∧
y = E (Yt | Dt −1 ) = Ft Gt mt −1
(9)
By using Kalman Filter, posterior distribution can be obtained :
θ t | Dt ~ N (mt , C t )
(10)
where mt = Gt mt −1 + At et
Ct = Rt − At Bt At '
with At = Rt Ft ' Bt −1
∧
et = yt − y t Bt = Ft Rt Ft '+Vt
All the steps above solve recursive update of RDLM and can be summaried as following : 1. determining model by choosing [ F , G, V , W ]t . 2. setting initial values of m0 ,c 0 . 3. forecasting y t +1 using equation (9) . Vol.5 No.1 - September 2011
35
ISSN: 1978 - 8282
4. observing yt +1 and updating using equation (10). 5. back to (c), then substituting t+1 with t. Bayesian Model Averaging of RDLM In RDLM method, there are many candidate models. For determining the most optimal model, one of BMA method is used, that is Akaike Information Criteria (AIC). Akaike Information Criteria (AIC) Akaike Information Criteria (AIC) by Akaike (1974) originates from maximum (log)likelihood estimate (MLE) from error variance of Gaussian Linear regression model. Maximum (log-) likelihood model can be used to estimate parameter value in classic linier regression model. AIC suggests that from a class of candidate models, choose model that minimize : AIC = −2 ln Lj + 2 p (11) Where for jth model : L j is likelihood.
o o
p is number of parameters in model.
This method chooses model that gives best estimates asymptotically (Akaike, 1974) in explanation of Kullback-Leibler. Akaike weight can be estimated by defining: ∆ j = AIC j − min(AIC )
(12)
where minAIC is the smallest value of AIC in a set of models. Likelihood L j from every model M j ( j ) conditional on data and set of models. Then Akaike weight w j can be estimated using equation : −∆ j
wj =
2
e
∑
k j
−∆ j
e
2
(13)
where k is number of possible models in consideration and the rest of defined models component. (Turkheimer et al., 2003) 36
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
Error Estimation For knowing the accuration of forecasting model, it can be seen from error estimation result. According to Makridakis et al., 1997, several methods in forecast error estimation that can be used are as following : o
Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
MAPE is differences between real data and forecast result that is divided with forecast result then is absoluted and the result is on percent value. A model has excellent performance if MAPE value lies under 10%, and good performance if MAPE value lies between 10% and 20% (Zainun dan Majid, 2003).
MAPE = o
1 t Yt − Yˆt ∑ Y ∗ 100 n 1 t
(14)
Theil’s U statistic
U statistic is performance comparation between a forecasting model with naïve forecasting, that predicts future value is equivalent with real value one time before. Comparation takes correspond ratio with RMSE (root mean squared errors), that is square root of average squared differences between prediction and observation. As the main rule, forecasting method that has Theil’s U value larger than 1 is not effective. t
U=
∧
∑ (Y t − Yt ) 2 1
t
∑ (Y
t
− Yt −1 ) 2
(15)
1
where for all methods, Y = data,
Yˆ = forecasting result.
Implementation and Analysis Several trial test that have been done are choosing optimal model, forecasting optimal model, testing AIC performance and comparing DLM with RDLM. To do the trial tests, world commodity price index data is used. This data contains many kinds world commodity including food, gas, agriculture, and many kinds of metal. Several variables used are : Vol.5 No.1 - September 2011
37
ISSN: 1978 - 8282
1. 2. 3. 4.
Rice price index (D). Fertilizer price index (X1). Agriculture tools price index (X2). Refined fuel oil price index (X3). This data is from 1980 until 2001. The target forecast data is the first variable that is rice price index, with regression variables fertilizer price index, agriculture tools price index, and refined fuel oil price index. Plot of rice price index is shown on figure 1.
Figure 1 Data Plot
Model Choosing Since data is influenced by 3 variables, then there are 7 RDLM candidate models, that are : M1(D,X1),M2(D,X2),M3(D,X3),M4(D,X1,X1), M5(D,X1,X3),M6(D,X2,X3), M7(D,X1,X2,X3). After implementing AIC, then weight of every model is obtained as following: Table 1 AIC Weights
From the table above, it can be seen that M5 has the largest weight, so M5 is the most optimal model. 38
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
Optimal Model Forecasting From the previous section, M5 has been chosen as the most optimal model which will be used for forecasting. The forecasting result of M5 is shown on figure 2.
Figure 2 RDLM Forecasting
From the forecasting result, then the accuration is calculated and shown on the following table Table 2 Error Estimation Result
From those calculation, it can be seen that RDLM model has excellent performance in forecasting. This is because its MAPE value lies under 10%, that is 0.62897%. From Theil’s U point of view, this model is effective since its U value is under 1. Testing AIC Performance In order to analyze AIC performance, every model accuration will be compared, then it can be seen whether model that has been chosen by AIC is a model with the smallest error. Accuration of every model is shown on the following table : Table 3 Errors of Every Model
Vol.5 No.1 - September 2011
39
ISSN: 1978 - 8282
It can be seen from the table above that M5 has the smallest error, so it can be concluded that AIC method works well in choosing model. Comparation Between RDLM and DLM Performance In this section, RDLM and DLM will be compared to prove that RDLM method work better than DLM method. This can be done by comparing DLM model with the most optimal RDLM model that is M5. Forecasting result of both of those models is plotted on figure 3.
Figure 3 RDLM and DLM Forecasting
From the forecasting result, error estimation will be done and shown on the following table. Table 4 RDLM and DLM Errors
From the above table, it can be seen that RDLM method has smaller error than DLM model, from the MAPE and Theil’s U value. CONCLUSION Several conclusions than can be taken about application of BMA-Akaike Information Criteria (AIC) in RDLM (Regression Dynamic Linear Model) forecasting method is as follows : 1. Forecasting using RDLM (Regression Dynamic Linear Model) has high accuration as long as the chosen model is the most optimal model. 2. BMA-Akaike Information Criteria (AIC) method is proven to determine the RDLM models optimally. 40
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
3. Forecasting using RDLM method has better result than normal DLM method as long as the RDLM model is the most optimal model. 4. Using rice price index data on 1997 – 2001, RDLM method works 48% better than DLM method judging from MAPE value, and 46% better judging from Theil’s U value. DAFTAR PUSTAKA 1. Akaike, H. (1974), A new look at the Statistical model identication. IEEE Trans. Auto. Control, 19, 716-723. 2. Aplevich, J., (1999). The Essentials of Linear State-Space Systems. J. Wiley and Sons. 3. Grewal, M. S., Andrews, A. P., (2001). Kalman Filtering: Theory and Practice Using MATLAB (2nd ed.). J. Wiley and Sons. 4. Harvey, A., (1994). Forecasting, Structural Time-series Models and the Kalman Filter. Cambridge University Press. 5. Mubwandarikwa, E., Faria A.E. (2006) The Geometric Combination of Forecasting Models Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Computing, The Open University. 6. Mubwandarikwa, E., Garthwaite, P.H., dan Faria, A.E., (2005). Bayesian Model Averaging of Dynamic Linear Models. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Computing, The Open University. 7. Turkheimer, E., Hinz, R. and Cunningham, V., (2003), On the undesirability among kinetic models: from model selection to model averaging. Journal of Cerebral Blood Flow & Metabolism, 23, 490-498. 8. Verrall R. J. (1983). Forecasting The Bayesian The City University, London 9. West , Mike. (1997). Bayesian Forecasting, Institute of Statistics & Decision Sciences Duke University. 10. World Primary Commodity Prices.(2002). Diambil pada tanggal 23 Mei 2008 dari http://www.economicswebinstitute.org. 11. Yelland, Phillip M. & Lee, Eunice. (2003), Forecasting Product Sales with Dynamic Linear Mixture Models. Sun Microsystem. 12. Zainun, N. Y., dan Majid, M. Z. A., (2003). Low Cost House Demand Predictor. Universitas Teknologi Malaysia.
ABSTRACT Information technology (IT) has been able to made improve the effectiveness, efficiency, competitiveness, and support the activities of managerial organizations (including educational institutions). This paper discusses the methodology and dashboarding information systems (DIS) application for the education sector as a model of performance measurement and performance evaluation for information systems of the organization in the form of keys performance indicators (KPI). The DIS applications was developed using the methodology of data URL and existng database on other systems as a data warehouse. In the implementation, the DIS applications built using PHP programming language to create front-office applications as interfaces, and software fusionchart as graphics applications. For provide a graphical display and interactive visualization and strong, made the DIS application also uses the eXtensible Markup Language (XML). In order to obtain valid results, DIS applications have been tested to measure the KPI performance on the field of Higher Education Academic Raharja as a DIS performed research and development. The final results of testing showed that the DIS can pull data from the respository preparations of existing data, displaying information that is critical in dashboarding, facilitate the monitoring process, see the picture of an institution’s performance in real time, and can meet the information needs of the leaders of the education sector institutions in 1. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 2. Dosen Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 3. Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 4. Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika, AMIK Raharja Informatika Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692
42
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282 conducting measurement of performance against KPI achievements organization. The DIS applications is also able to make changes to performance information through data visualization techniques in the form of dashboarding, on line, and able to apply the principles and workings of e-leadership, early warning, self-monitoring, and constant reminding. Key words: Dashboarding, early warning, self monitoring, constant reminding ABSTRAKSI Teknologi informasi (TI) telah mampu meningkatkan efektivitas, efisiensi, daya saing, dan mendukung kegiatan manajerial organisasi (termasuk institusi pendidikan). Paper ini membahas metodologi dan aplikasi dashboarding information system (DIS) untuk institusi sektor pendidikan sebagai model sistem informasi pengukuran dan evaluasi capaian kinerja organisasi dalam bentuk key performance indicator (KPI). Aplikasi DIS dikembangkan menggunakan metodologi data URL dan database yang sudah ada pada sistem yang lain sebagai data warehouse. Dalam implementasinya, aplikasi DIS dibangun menggunakan bahasa pemrograman PHP untuk membuat aplikasi front office sebagai interface, dan software fusionchart sebagai aplikasi pembuat grafik. Untuk memberikan tampilan grafik dan visualisasi yang interaktif dan kuat, aplikasi DIS yang dibuat juga menggunakan eXtensible Markup Language (XML). Agar mendapatkan hasil yang sahih, aplikasi DIS telah diuji coba untuk mengukur kinerja KPI dibidang akademik pada Perguruan Tinggi Raharja sebagai tempat pengembangan dan penelitian DIS dilakukan. Hasil akhir pengujian menunjukan bahwa DIS dapat menarik olahan data dari respository data yang sudah ada, menampilkan informasi yang bersifat critical dalam bentuk dashboarding, memudahkan proses pemantauan, melihat gambaran kinerja institusi secara real time, dan dapat memenuhi kebutuhan informasi para pemimpin institusi sektor pendidikan dalam melakukan pengukuran terhadap capaian kinerja KPI organisasinya. Aplikasi DIS pada penelitian ini juga mampu melakukan perubahan performansi informasi melalui teknik visualisasi data dalam bentuk dashboarding, on line, dan mampu menerapkan prinsip dan cara kerja e-leadership, early warning, self monitoring, dan constant reminding. Kata kunci : Dashboarding, early warning, self monitoring, constant reminding
PENDAHULUAN Sektor pendidikan menggunakan teknologi informasi (TI) untuk mendukung dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Tidak berbeda dengan sektor industri, organisasi nirlaba, dan instansi pemerintahan. Melalui penerapan TI, sektor pendidikan (selanjutnya disebut institusi pendidikan) dapat menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tinggi, bersifat global, dan berdaya saing tinggi. Bahkan pada tingkat tertentu, pemanfaatan TI secara optimal dapat meningkatkan standar, kualitas dan
Vol.5 No.1 - September 2011
43
ISSN: 1978 - 8282
kemampuan kompetitif institusi pendidikan, dan dapat mendukung pelaksanaan fungsi dan tugas manajerial. Walau demikian, masih banyak para pemimpin institusi pendidikan yang belum dapat memanfaatkan TI secara optimal dalam fungsi manajerialnya. Salah satu penyebabnya karena belum ada aplikasi TI yang dikembangkan khusus untuk pemimpin institusi pendidikan dalam bentuk aplikasi dashboarding information system (DIS) sebagimana fungsi dashboarding system pada berbagai kendaraan yang sangat strategis bagi driver. Aplikasi DIS merupakan sistem yang menampilkan informasi dalam bentuk dashboard yang sangat penting bagi pemimpin institusi pendidikan (yang dapat di-analogikan sebagai driver organisasi) dalam mengendalikan dan membawa organisasinya mencapai sasaran, tujuan, visi dan misi yang telah ditetapkan. Permasalahan yang dihadapi oleh pemimpin institusi sektor pendidikan tersebut hendak dipecahkan dalam penelitian ini. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian awal terhadap beberapa output sistem informasi diketahui bahwa sebagian besar output (laporan) sistem infomasi yang ada saat ini (khususnya pada sektor pendidikan) ditampilkan dalam bentuk tabel dan data angka. Belum dalam bentuk dashboard. Penampilan informasi seperti ini memunculkan kendala bagi para pemimpin institusi sektor pendidikan karena membutuhkan waktu lebih lama dalam memahaminya, dan belum bersifat real time. Proses existing tersebut juga menghasilkan banyak data angka yang sedemikian overwhelming, menjadikan data dan informasi susah untuk dipantau, dan memberikan kesulitan dalam menarik olahan data dan informasi yang bersifat critical. Pada sisi lain, para pemimpin sektor pendidikan membutuhkan akses terhadap informasi strategis, dan informasi yang menyoroti anomali-anomali tertentu dari informasi tersebut. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metodologi, membuat dan menguji aplikasi dashboarding information system (DIS) pada sektor pendidikan sebagai usulan solusi yang efektif untuk memecahkan permasalahan dan kendala yang tersebut. Pengembangan aplikasi DIS pada penelitian ini dibuat menggunakan metodologi data URL methode. Metodologi data URL adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengembangkan sistem informasi yang menggunakan respository data dan database sudah ada sebelumnya [1]. Metodologi URL juga dipilih karena penampilan visualisasi data pada aplikasi DIS yang dibuat menggunakan software FusionChart yang ditanamkan pada skrip pemrograman menggunakan bahasa php.
44
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1
Konsep DIS dan Pengembangannya
Gambar 1. Skema Information Retrieval DIS
Gambar satu merupakan skema penempatan aplikasi DIS yang hendak dikembangkan pada penelitian ini. Berdasarkan gambar satu tersebut, aplikasi DIS sektor pendidikan yang dikembangkan pada penelitian ini merupakan sebuah aplikasi interface yang berfungsi sebagai front office system. Karena itu, aplikasi DIS dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat diakses dari terminal mana saja yang terhubung dengan sistem utama institusi pendidikan. Aplikasi DIS berinteraksi dengan sistem server dan data respository utama/data warehouse institusi (lihat gambar 1). Metodologi dan aplikasi DIS pada institusi pendidikan ini dikembangkan dengan maksud untuk memudahkan proses monitoring, melihat gambaran, dan memenuhi kebutuhan informasi para pemimpin institusi pendidikan dengan melakukan perubahan performansi informasi melalui teknik visualisasi data. Penerapannya dapat membantu pelaksanaan fungsi manajerial pemimpin institusi pendidikan, yaitu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kinerja organisasi. Aplikasi DIS ini terinspirasi dari aplikasi dashboard yang ada pada berbagai kendaraan (motor, mobil, pesawat, dan lainnya). Karenanya dashboard pada penelitian ini adalah suatu model antarmuka sistem informasi yang dianalogikan seperti dashboard sebuah mobil yang mudah untuk dipelajari dan sangat strategis bagi driver. Menurut ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan dashboard ditulis dengan dasbor, yang berarti papan penunjuk. Dalam penerapannya pada aplikasi DIS, dashboarding information menggunakan teknik visualisasi data, yaitu tekni konversi data ke dalam format visual Vol.5 No.1 - September 2011
45
ISSN: 1978 - 8282
sehingga karakteristik dari data dan relasi di antara item data atau atribut dapat di analisis dan dilaporkan [2]. Teknik visualisasi data ini dimaksudkan untuk memudahkan user (people) untuk menangkap konsep dari data yang di tampilkan karena pada dasarnya user lebih mudah mengartikan sebuah gambar daripada teks yang menjelaskan tentang makna dari gambar tersebut [3]. Penyajian dan visualisasi data yang baik dan benar serta sesuai dengan kebutuhan akan memberikan nilai informasi yang lebih bagi penggunaannya. Karenanya aplikasi DIS dapat menjadi suatu solusi untuk menangani masalah visualisasi data. Aplikasi DIS (seperti halnya dashboard lainnya) mempunyai fungsi dalam membantu mengidentifikasi elemen-elemen kunci dalam sebuah organisasi sehingga sangat berguna bagi organisasi untuk mengetahui kinerjanya berdasarkan KPI (Key Performance Indicator) yang telah ditentukan. Melalui tampilan yang eksekutif, instan dan ringkas, aplikasi DIS akan memfasilitasi para pihak yang berkepentingan dalam pengambilan keputusan, melakukan prediksi untuk performance organisasi dimasa yang akan datang, serta menentukan langkah taktis maupun strategis berdasarkan data dan informasi secara terkini. Dengan desain yang baik, DIS juga dapat dibuat untuk membantu para pemimpin institusi pendidikan (dan lainnya) dalam mengidentifikasi tren, pola dan anomali kinerja organisasi dan anomali data sehingga pada akhirnya dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang efektif. 2.2
Key Performace Indicator (KPI)
Key performance indicator (KPI) merupakan ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan [4]. Dalam kerangka manajemen strategis, terdapat bagian perencanaan strategis yang meliputi penentuan visi, misi, tujuan dan sasaran, serta cara mencapai tujuan dan sasaran yang meliputi kebijakan, program dan kegiatan. Selanjutnya rencana strategis tersebut yang akan diukur kinerjanya berdasarkan kebijakan, program dan kegiatan. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui tingkat kinerja organisasi dalam mengeksekusi rencana strategis, mencapai tujuan, dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam menyusun indikator kinerja diperlukan pemahaman yang baik tentang kegiatan proyek, tujuannya, sumber daya yang tersedia, ruang lingkup kegiatan dan saling berhubungan diantara berbagai kegiatan yang dilaksanakan untuk memperoleh hasil, manfaat dan dampak yang diharapkan. Untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian kesepakatan terhadap keterkaitan antar indikator kinerja yang disusun, 46
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
dan mengukur kinerja organisasi dapat ditempuh melalui pendekatan kerangka kerja logis, yang mencakup dan terbagi dalam kelompok indikator, yaitu: indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits) dan dampak (impacts). Berdasarkan penjelasan tentang KPI di atas, dan untuk mempermudah pengembangan dan pelaksanaan uji coba sistem, maka pengembangan metodologi dan aplikasi DIS pada sektor pendidikan pada penelitian ini dilakukan untuk mengukur indikator masukan (dosen, sumber belajar, mahasiswa), dan indikator hasil (indek prestasi kumulatif mahasiswa/lulusan) sebagai prototipe. 2.3
Software Pendukung dan URL Methode Salah satu kelebihan dari aplikasi DIS yang akan dikembangkan pada penelitian ini adalah mampu menampilkan data/informasi dalam bentuk dashboarding. Untuk itu, dalam pengembangan aplikasi DIS diperlukan software pendukung yang mampu menampilkan data/informasi dalam bentuk visual. Salah satu software yang memiliki kemapuan menampilan data/informasi dalam bentuk visual adalah software FusionCharts. Pembuatan aplikasi DIS pada sektor pendidikan dengan yang menggunakan software FusionChart pada penelitian memiliki langkah teknis kurang lebih sama seperti mengembangkan aplikasi menggunakan jpgraph, dimana aplikasi yang dibangun diharuskan untuk mengunduh library yang berisi class-class program. Pemilihan software FusionChart dalam pembuatan aplikasi DIS juga dikarenakan FusionChart dapat digunakan untuk membangun grafik berbasis website yang dapat digabungkan dengan beberapa bahasa pemrograman seperti PHP, ASP, ASP.NET, JSP, Ruby on Rails [3]. Untuk memberikan tampilan grafik yang interaktif dan kuat, FusionChart menggunakan XML (eXtensible Markup Language) sebagai data interface. Dengan XML, FusionChat dapat menampilkan keindahan dari aplikasi Flash untuk membuat diagram yang bagus, interaktif dan visual. Selain itu, FusionChart juga dapat menampilkan berbagai tipe grafik, diantaranya: Column 2D Chart, Column 3D Chart, Line 2D Chart, Pie 3D Chart, Pie 2D Chart, Bar 2D Chart, Area 2D Chart, Doughnut 2D Chart, dan lain-lain. Selain dapat mendukung grafik berbasis web, dan mempunyai kemampuan menampilkan berbagai bentuk grafik, software FusionChart digunakan karena mampu menampilkan data/informasi menggunakan data URL methode dan XML methode. Mekanisme dan cara kerja data URL methode digambarkan pada gambar dua. Vol.5 No.1 - September 2011
47
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 2. Skema dan Cara Kerja Data URL Methode
Metodologi data URL (Data URL Methode) yang diilustrasikan pada gambar dua adalah sebuah metode information retrieval yang digunakan pada sebuah sistem informasi yang menggunakan respository data dan database yang sudah ada pada sistem yang lain/sistem sebelumnya. Dalam implementasinya, DIS pada sektor pendidikan pada penelitian ini menggunakan Metodologi data URL karena menggunakan database yang sudah ada di Perguruan Tinggi Raharja sebagai tempat uji coba aplikasi dilakukan. Berdasarkan gambar dua pula, diketahui bahwa pada Data URL Methode aplikasi hanya memerlukan URL dari XML data ketika terjadi proses permintaan (request) dari client dan akan direspon oleh server. Selanjutnya data akan ditampilkan ke client komputer dalam bentuk XML Data untuk diubah (render) kedalam tampilan grafik. Sementara untuk memberikan tampilan grafik yang interaktif dan kuat, FusionChart menggunakan XML (eXtensible Markup Language) sebagai data interface sehingga dapat menampilkan keindahan dari aplikasi Flash, membuat diagram yang bagus, interaktif dan visual.
Gambar 3. Contoh skrip PHP untuk melakukan load URL dari XML data
Skrip baris ketiga pada gambar tiga, merupakan potongan fungsi index.php, dimana terlihat bahwa file konten databaseRME.php dan file grafik 48
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
AngularGauge.swf di-request dari client, dan akan mendapat respon dari server, kemudian pada bagian hasilnya akan dirender dalam bentuk grafik pada sebuah web browser. Fungsi ini merupakan implementasi dari data URL methode pada aplikasi DIS untuk sektor pendidikan yang dikembangkan dan diimplementasikan dalam penelitian ini. Melalui penggunaan metode tersebut, maka data/informasi yang merupakan indikator kinerja organisasi dapat ditampilkan dalam bentuk dashboarding, visual, real time dan on line melalui terminal yang terhubung dengan sistem informasi utama dan data warehouse institusi. Alur logik pengembangan metodologi dan aplikasi DIS pada penelitian digambarkan secara sederhana pada gambar empat. Berdasarkan gambar empat, dapat dilihat bahwa aplikasi DIS mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sistem informasi pada umumnya dalam hal menampilkan hasil pengolahan data menjadi informasi yang merupakan indikator kinerja organisasi.
Gambar 4 Output sistem informasi konvensional VS output aplikasi DIS
Output information retrivel dari sistem informasi umumnya ditampilkan dalam bentuk teks dan tabel, sementara pada aplikasi DIS data/informasi dapat ditampilkan dalam bentuk dashboarding information dan visual yang merupakan indikator kinerja organisasi (gambar 4). Terjadi perubahan signifikan dari data yang ditampilkan dalam bentuk table kedalam bentuk dashboard. Disisi lain, rincian terhadap informasi tersebut masih dapat ditampilkan oleh dashboard jika memang diperlukan, sehingga tidak mengurangi nilai dari informasi tersebut. Aplikasi DIS yang dikembangkan pada penelitian ini juga mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sistem pelaporan sistem informasi biasa karena memiliki fitur drill down. Melalui fasilitas fitur dril down, aplikasi DIS mampu melakukan penggalian terhadap data secara factual, hingga ke tingkat root data dan akar masalah. Secara nyata, fitur ini ditampakkan dalam sebuah dashboard, Vol.5 No.1 - September 2011
49
ISSN: 1978 - 8282
misalnya dengan tampaknya indikator berwarna merah atau kuning (penanda peringatan atau waspada) di dashboard. Berikut akan dijelaskan beberapa contoh hasil implementasi dan uji coba aplikasi DIS berbagai indikator capaian kinerja KPI berdasarkan data factual yang ada pada database Perguruan Tinggi Raharja sebagai tempat penelitian dan uji coba dilaksanakan. 2.4
Dashboading Information System (DIS)
Pengembangan dan implementasi aplikasi DIS yang dibahas pada penelitian ini secara khusus bertujuan untuk menjawab permasalahan utama pemimpin institusi pada sektor pendidikan khususnya dalam hal memperoleh informasi strategis tentang kinerja institusi dari aspek input dan output (dosen, sumber belajar, mahasiswa) secara real time, on line, dan factual. Dashboarding KPI indek mutu jurusan bisa dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah indek mutu ketersediaan sumber belajar, indek mutu dosen, indek mutu mahasiswa, dan indek mutu lulusan (gambar 5). Gambar lima merupakan output utama aplikasi DIS yang diterapkan di Perguruan Tinggi Raharja. Aplikasi DIS ini menampilkan indikator kinerja sesuai dengan row data factual yang ada pada database (data warehouse) yang diakses oleh aplikasi DIS.
Gambar 5. Main dashboarding aplikasi DIS pada sektor pendidikan (hasil uji coba)
Tampak pada gambar lima, aplikasi DIS dapat menampilkan hasil pengolahan data/informasi tentang indek mutu jurusan dalam bentuk dashboarding. Output aplikasi DIS tersebut menggambarkan indikator tingkat kinerja setiap jurusan di Perguruan Tinggi Raharja (sebagai tempat uji coba sistem DIS dilakukan). Secara nyata, fitur dashboard menampilkan indikator warna kinerja, misalnya: adanya indikator berwarna merah atau kuning pada dashboard (penanda peringatan atau 50
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
waspada), warna kuning berarti tingkat kinerja cukup/hampir mencapai tingkat yang baik (aman), dan warna hijau berarti kinerja berada pada tingkat baik (aman) berdasarkan target indikator yang telah ditentukan sebelumnya. Selain menampilkan dashboard indikator, aplikasi DIS juga menampilkan resume tingkat kinerja dalam bentuk persen (%). Berdasarkan aoutput DIS pada gambar lima, dapat disimpulkan bahwa dari keempat KPI sebagai indikator kinerja jurusan, yaitu: (1) KPI ketersediaan sumber belajar (panel RME), (2) KPI indek mutu dosen (IMD), (3) KPI indek mutu mahasiswa (IMM), (4) KPI dan indek mutu jurusan (IM) berada pada level baik. Status baik yang dimaksud ditunjukan oleh jarum indikator yang berada pada wilayah warna hijau (jarum berada pada wilayah kanan dashboard). Sementara untuk mengetahui tingkat kinerja jurusan pada setiap indikator cukup dilakukan klik pada teks show data KPI maka DIS akan menampilkan visual data/ informasi KPI setiap jurusan. Selain bentuk indikator, dashboard juga bisa menampilkan beragam jenis grafik sesuai kebutuhan untuk mempermudah pembuatan grafik dashboard sesuai dengan data yang ada, karena data pada setiap perusahaan atau instansi berbeda. Dengan demikian, aplikasi DIS pada penelitian ini merupakan jawaban atas tantangan institusi pendidikan dalam menyediakan informasi untuk menjawab pendapat yang disampaikan oleh Akhmat Guntar [5] bahwa pertumbuhan organisasi memunculkan tantangan dalam menyediakan informasi yang bersifat analytical dan actionable. a.
Dashboading Sumber Belajar (RME)
Gambar 6 Dashboarding KPI RME
Status kelengkapan sumber belajar (bahan ajar) dalam bentuk digital dan tersimpan pada respository Raharja Multimedia Edutainment (selanjutnya disebut RME) merupakan salah satu indikator kinerja yang diukur pada aplikasi DIS. Pengukuran terhadap status kelengkapan RME ini dilakukan oleh DIS dan menampilkan hasilnya alam bentuk dashboard seperti pada gambar enam. Dengan memperhatikan dashboard kinerja KPI RME pada gambar enam, pemimpin institusi pendidikan dapat dengan cepat dan tepat mengetahui status kinerja kelengkapan sumber belajar institusinya. Pada saat uji coba dilakukan, aplikasi DIS menampilkan dashboard tingkat kinerja KPI RME berada pada status baik dan Vol.5 No.1 - September 2011
51
ISSN: 1978 - 8282
telah mencapai target kinerja yang telah ditetapkan (jarum penunjuk kinerja pada dashboard ada pada wilayah warna hijau, dan rata-rata status kelengkapan RME ada pada angka 94,2). Output dan fungsi aplikasi DIS ini terbukti dapat menjawab kebutuhan pemimpin institusi pendidikan untuk mendapatkan informasi strategis dan analistik tentang tingkat kinerja organisasi, dan dapat digunakan dalam mengambil keputusan berdasarkan data/informasi factual. Hasil uji coba aplikasi DIS pada penelitian ini mendukung dan memperkuat hasil penelitian yang dilakukan oleh Henderi, dkk [6], yang menyatakan bahwa pengukuran kinerja enterprise (termasuk sektor pendidikan) dapat dilakukan menggunakan TI dengan cara mengukur tingkat capaian KPI yang telah ditetapkan oleh organisasi. a.
Dashboarding Indek Mutu Dosen (IMD)
KPI kedua yang diukur dan ditampilkan sebagai tingkat kinerja institusi sektor pendidikan (tinggi) pada aplikasi DIS adalah indek mutu dosen (IMD). Indek mutu dosen merupakan gambaran kinerja dosen secara menyeluruh dan merupakan gabungan dari performance indicator (PI) kelengkapan sumber belajar, kedisiplinan dosen dalam melaksanakan pembelajaran (kehadiran), tingkat kepuasan mahasiswa terhadap dosen (melalui kuisioner), melaksanakan penelitian, dan melaksanakan pengabdian pada masyarakat. Output dashboarding pada aplikasi DIS mengenai KPI kedua (indek mutu dosen/IMD) tampak pada gambar tujuh.
Gambar 7. Dashboarding KPI Indek Mutu Dosen/IMD
Berdasarkan tampilan dashboard tentang status tingkat kinerja KPI kedua (indek mutu dosen/IMD) pada gambar tujuh, pemimpin institusi pendidikan dapat mengetahui, memonitor, mengevaluasi, dan mengambil keputusan yang berhubungan dengan tingkat kinerja dosen dengan cepat dan tepat. Tampilan dashboarding information pada gambar tujuh tersebut dapat dinyatakan sebagai suatu pengembangan fungsi sistem informasi yang pernah dikembangkan oleh Rahardja Untung, dkk [7] yang dapat berfungsi sebagai early warning, self monitoring, dan constant reminding sistem bagi pemimpin organisasi.
52
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
b.
Dashboarding IPK Mahasiswa Aktif
KPI yang ketiga pada DIS dalam penelitian ini adalah dashboarding information tentang indek prestasi kumulatif (IPK) mahasiswa. Berdasarkan hasil implementasi dan uji coba, tampilan dashboard KPI ketiga yang dihasilkan oleh DIS tampak pada gambar delapan.
Gambar 8 Dashboarding KPI IPK mahasiswa
Tingkat kinerja KPI IPK mahasiswa (gambar delapan) merupakan dashboarding status IPK mahasiswa aktif berdasarkan data sebenarnya pada respository data warehouse yang diakses aplikasi DIS pada saat uji coba dilakukan. Karena itu, DIS mampu menghasilkan informasi yang bersifat faktual (berdasarkan row data factual), real time, dan ditampilkan secara on line. Tampilan dashboarding kinerja KPI IPK mahasiswa tersebut selanjutnya secara otomatis akan menyesuaikan diri ketika terjadi perubahan IPK pada sistem data warehouse institusi pendidikan (misalnya ketika nilai mahasiswa pada akhir setiap semester telah meng-update data IPK yang ada pada data warehouse). Berdasarkan kenyataan tersebut, aplikasi DIS yang dihasilkan pada penelitian ini pada prinsipnya juga merupakan bentuk perluasan implementasi konsep dan cara kerja data mining pada sistem informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi yang bersifat strategis bagi pemimpin organisasi. Dengan demikian metodologi dan aplikasi DIS pada sektor pendidikan ini juga merupakan sebuah inovasi dalam menerapkan teknik clustering data seperti yang disampaikan oleh Taryana Acep [8], karena aplikasi DIS pada penelitian ini juga mempengaruhi konfigurasi lapisan bisnis lojik dan database lojik, dan membutuhkan pengaturan DBMS yang terpasang pada master server sehingga dapat melakukan sinkronisasi data di seluruh server. Dengan demikian tampilan aplikasi DIS tentang kinerja KPI akan selalu terjaga konsistensinya dimanapun aplikasi DIS diakses oleh para pemimpin institusi pendidikan melalui sebuah node yang terkoneksi dengan sever pusat. c.
Dashboarding IPK Lulusan
IPK lulusan juga merupakan indikator kinerja institusi sektor pendidikan. Karena itu aplikasi DIS yang dikembangkan pada penelitian ini juga mempunyai Vol.5 No.1 - September 2011
53
ISSN: 1978 - 8282
kemampuan untuk mengukur dan menampilkan dashboarding indikator KPI IPK lulusan (gambar 9).
Gambar 9 Dashboarding KPI IPK Lulusan
Dashboarding KPI IPK lulusan yang ada pada gambar sembilan merupakan indikator kinerja institusi sektor pendidikan yang menunjukan hasil proses pembelajaran (aspek output) yang telah dilaksanakan kepada peserta didik. Dengan memperhatikan dashboading KPI IPK Lulusan pada gambar sembilan, para pemimpin institusi pendidikan dapat mengetahui mutu lulusannya dari aspek IPK setiap saat, dan mengambil keputusan untuk meningkatkannya. Output aplikasi DIS pada gambar sembilan tersebut membuktikan bahwa pengembangan metodologi dan aplikasi DIS pada penelitian ini dapat dipakai untuk menyempurnakan model sistem pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Nurhaeni Yeni, dkk [9] untuk memperlancar pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja perguruan tinggi dan peningkatan kinerja dosen yang melibatkan lima pelaku utama, yaitu: dosen, mahasiswa, quality assurance, direktorat akademik, dan kepala program studi. d.
Dashboarding KPI Mahasiswa Tidak Aktif Performance institusi pendidikan juga dapat diukur dan dilihat dari aspek jumlah mahasiswa yang cuti kuliah. Karenanya, aplikasi DIS yang dikembangkan pada penelitian ini juga menetapkan jumlah mahasiswa yang cuti merupakan salah satu KPI yang diukur dan ditampilkan dalam sebuah dashboarding (gambar 10).
Gambar 10. Dashboarding KPI Mahasiswa Cuti
Gambar sepuluh yang dihasilkan oleh aplikasi DIS pada penelitian ini pada prinsipnya juga merupakan sebuah kemajuan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan sebuah aplikasi berbasis data warehouse dan data mining sebagai pengukur kinerja enterprise. Karena output pada aplikasi DIS pada 54
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
penelitian ini merupakan salah satu jawaban atas rekomendasi hasil penelitian tentang sistem pengukur kinerja yang dilakukan henderi, dkk [6] bahwa perlu dilakukan pengembangan aplikasi komputer sebagai tool pengukur kinerja enterprise yang lebih efektif, yang mampu menampilkan hasil pengukuran kinerja dalam bentuk dashboard sehingga dapat mudah dibaca dan dipahami oleh eksekutif dan user. Aplikasi DIS pada penelitian bisa menjawab rekomendasi tersebut karena output sudah ditampilkan dalam bentuk dashboard, colour code, mudah dibaca dan dipahami, dan dapat berubah secara real time berdasarkan data yang di-capture oleh sistem back office. KESIMPULAN Hasil akhir pengujian dan implementasi menunjukan bahwa dashboard information system (DIS) dapat menghasilkan dan menampilkan informasi dalam bentuk dashboarding, visual, real time, dan on line sehingga mampu menerapkan prinsip early warning, self monitoring, dan constant reminding. Jenis dan tipe informasi yang dihasilkan oleh DIS merupakan bentuk ringkasan dan bersifat critical, strategis, sehingga mampu membantu para pemimpin institusi sektor pendidikan dalam memimpin organisasinya dan menerapkan prinsip dan cara kerja e-leadership dalam mencapai sasaran, tujuan, visi dan misi yang telah ditetapkan. REKOMENDASI Penelitian lebih lanjut diperlukan agar penerapan konsep dan implementasi aplikasi dashboard information system (DIS) dapat dikembangkan secara lebih mendalam, dibuat sesuai dengan best practice enterprise, dan aplikasi DIS semakin banyak digunakan untuk mendukung penerapan konsep dan cara kerja e-leadership oleh para esekutif berbagai organisasi (termasuk sektor pendidikan di dalamnya). Dengan diharapkan semakin banyak dikembangkannya metodologi dan aplikasi DIS untuk meningkatkan peranan TI dalam mencapai sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi, khususnya dalam pelaksanaan evaluasi terhadap kinerja organisasi, dan membantu para eksekutif membuat keputusan strategis dan mengendalikan organisasi yang dipimpinnya dengan baik. Pada akhirnya akan semakin banyak aplikasi berbasis komputer yang digunakan sebagai penunjuk indikator kinerja tujuan/target yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi agar tidak mengalami kemunduran, bertahan, dan/ atau dapat memenangkan persaingan yang semakin kompetitif dan mengarah kepada digitalization business.
Vol.5 No.1 - September 2011
55
ISSN: 1978 - 8282
UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dibiayai oleh Raharja Enrichment Center (REC) dan telah diuji coba di Perguruan Tinggi Raharja. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua REC yang telah memberikan bantuan dan dukungannya, dan seluruh jajaran REC juga telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Direktur Perguruan Tinggi dan Ketua REC yang telah mengijinkan penulis menggunakan fasilitas laboratorium selama melakukan penelitian dan uji coba aplikasi DIS ini. PUSTAKA [1] Few, Stephen. (2004). Information Dashboard Design: The Effective Visual Communication of Data. O’Reilly. [2,3] A. Indri Juwita, A. Elmi, M. Wildan, W. Rini, dan R. Yan. (2009). Teknik Visualisasi Grafik Berbasis Web Di Atas Platform Open Source. http:// localhost80.wordpress.com/2010/11/20/realtime-chart-without-pagerefresh-using-ajax-technique-part-1/, diakses pada tanggal 20 September 2010. [4] Gaspersz Vincent. (2003). Balance Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintahan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [5] Guntar Akhmad. Stellar Dashboard Data Insight & Visualisation, http:// akhmadguntar.com/tentang-guntar/stellar-dashboard-data-insightvisualisation.html, diakses pada tanggal 24 Desember 2010. [6] Henderi, Rahardja Untung, Yusuf Muhamad, (2011). Sistem Data Warehouse dan Data Mining sebagai Pengukur Kinerja Enterprise. Proseding Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI), hal. 738-744. STMIK Potensi Utama, Medan. [7] Rahardja Untung, Murad Dina Fitria, Chalifatullah. (2008). Periodic Historical System sebagai Evaluasi Strategis dalam Mendukung Pengambilan Keputusan. Creative Communication and Innovative Technologi (CCIT) Journal, 1 (2), 154-164. [8] Taryana, Acep. (2010). Penerapan Teknik Clustering Basis Data, Study Kasus: Sistem Informasi Akademik Unsoed. Proseding Seminar Nasional Ilmu Komputer, hal. 26-32. Universitas Diponegoro, Semarang. [9] Yeni Nurhaeni, Henderi. (2010). Model Sistem Pendukung Keputusan untuk monitoring dan Peningkatan Kinerja Dosen, Creative Communication and Innovation Technology (CCIT) Journal, 3 (3), 366-376. 56
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
PERENCANAAN STRATEGIK SI/TI PEMERINTAH KOTA TANGERANG DALAM MEWUJUDKAN E-GOVERNMENT Meta Amalia Dewi1 Henderi2 e-mail : [email protected], [email protected]
Diterima : 25 Mei 2011/ Disetujui : 28 Juni 2011
ABSTRACT Information technology has been widely used by both governmental organizations and private businesses. The effectiveness of working in government agencies that are supported by information systems should be tailored to the maturity of the organization’s business processes and plan ahead in order to improve public services. Tangerang city government are realized e-governmnet inorder to answer organization’s needly. The basic concept used in preparing the framework of the strategic planning of information systems / information technology (IS / IT) is the methodology proposed by John Ward and Joe Peppard. The formulation of good planning will provide the main action and decision patterns of the selected pattern in realizing the objectives of the institution. The result of this research will get IS/IT portofolio to be one of deliverables to be referenced for developing the IS/IT in the future. Key words: Strategic Planning, Information Systems, Information Technology, Ward Peppard. ABSTRAKSI Teknologi informasi telah banyak digunakan oleh organisasi bisnis baik instansi pemerintah maupun swasta. Efektifitas kerja pada instansi pemerintah yang didukung oleh sistem informasi harus disesuaikan dengan kematangan proses dan rencana bisnis organisasi ke depan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah kota Tangerang
1. Dosen Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 2. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692
Vol.5 No.1 - September 2011
57
ISSN: 1978 - 8282 berupaya mewujudkan e-government dalam upaya menjawab kebutuhan organisasi. Konsep dasar yang digunakan dalam menyusun kerangka kerja perencanaan strategik sistem informasi/ teknologi informasi (SI/TI) ini adalah metodologi yang dikemukakan oleh John Ward dan Joe Peppard. Rumusan perencanaan yang baik akan memberikan pola tindakan utama dan pola keputusan yang dipilih dalam mewujudkan tujuan instansi. Dari hasil penelitian ini akan diperoleh portofolio SI/TI sebagai salah satu deliverables untuk dijadikan acuan pengembangan SI/TI yang sedang berlangsung. Kata kunci : Perencanaan Strategik, Sistem Informasi, Teknologi Informasi, Ward Peppard.
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi mendorong para pelaku bisnis dengan tidak memberikan pilihan, baik instansi pemerintah maupun organisasi bisnis swasta, salah satunya adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), mulai dari infrastruktur hardware dan software, teknologi penyimpanan data sampai dengan teknologi komunikasi. Evolusi hardware yang mencerminkan inovasi teknologi informasi membawa dampak pada perilaku bisnis, artinya pelaku bisnis senantiasa berusaha mensinergiskan aktivitasnya dengan memanfaatkan kemajuan TIK yang ada dengan tujuan efektifitas dan efisiensi kerja. Pemerintah kota Tangerang, melalui Dinas Informasi dan Komunikasi telah menyusun rencana strategis tahun 2009-2013 yang disusun dengan berpedoman pada perencanaan kota Tangerang, dimana perencanaan kota Tangerang adalah merupakan bagian dari pembangunan nasional dan wilayah provinsi yang diterjemahkan dalam perencanaan kota Tangerang dengan memperhatikan karakteristik wilayah setempat. Rangkaian program dan kegiatan dibuat secara sinergis antara pemimpin dan seluruh komponen organisasi untuk diimplementasikan guna mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan organisasi dalam kurun watu lima tahun. Hanya saja rencana strategis organisasi ini belum diiringi dengan rencana strategik SI/TI yang akan menjelaskan berbagai tools, teknik, dan kerangka kerja bagi manajemen untuk menyelaraskan strategi SI/TI dengan strategi bisnis, dan mencari kesempatan baru melalui penerapan teknologi yang inovatif.
58
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
Dalam rangka pengembangan e-government pemerintah kota Tangerang, perlu dibuat sebuah perencanaan strategik SI/TI agar nantinya peran TIK menjadi selaras dengan setiap aktifitas instansi dalam mencapai tujuan, yaitu untuk menciptakan birokrasi yang kuat, efektif dan berdaya saing teknoologi tinggi serta tercapainya pengelolaan informasi di seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Penelitian perencanaan strategik ini menggunakan metode Ward dan Peppard [Ward02] sebagai acuan perencanaan strategik SI/TI. Metode Ward menganalisis lingkungan organisasi dan SI/TI baik internal maupun eksternal yang akan menghasilkan strategi SI dan arsitektur TI, strategi manajemen SI/TI berupa mekanisme manajemen SI/TI, mekanisme pengamanan SI, dan mekanisme pengamanan infrastruktur SI, serta strategik TIK berupa mekanisme perencanaan strategik SI/TI, mekanisme manajemen sumberdaya manusia, dan mekanisme rencana strategi migrasi. LANDASAN TEORI Perencanaan Strategik SI/TI Earl membedakan antara strategi SI dan strategi TI [Earl97]. Strategi SI menekankan pada penentuan aplikasi sistem informasi yang dibutuhkan organisasi. Esensi dari strategi SI adalah menjawab pertanyaan “apa?”. Sedangkan strategi TI lebih menekankan pada pemilihan teknologi, infrastruktur dan keahlian khusus yang terkait atau menjawab pertanyaan “bagaimana?” Perencanaan Strategik SI/TI merupakan proses identifikasi portofolio aplikasi SI berbasis komputer yang akan mendukung organisasi dalam pelaksanaan rencana bisnis dan merealisasikan tujuan bisnisnya. Perencanaan strategik SI/TI mempelajari pengaruh SI/TI terhadap kinerja bisnis dan kontribusi bagi organisasi dalam memilih langkah-langkah strategik. Selain itu, perencanaan strategiki SI/TI juga menjelaskan berbagai tools, teknik, dan kerangka kerja bagi manajemen untuk menyelaraskan strategi SI/TI dengan strategi bisnis, bahkan mencari kesempatan baru melalui penerapan teknologi yang inovatif [Ward02]. Gambar di bawah ini menjelaskan skema perencanaan strategik SI/TI Ward dan Peppard [Ward02].
Vol.5 No.1 - September 2011
59
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 1 Model Strategi SI/TI [Ward02]
ANALISIS LINGKUNGAN Penyusunan rencana srtategik SI/TI berdasarkan metodologi Ward dan Peppard terbagi dalam beberapa langkah seperti yang dapat dilihat pada gambar 1. Terdapat 4 hal yang harus dilakukan, yaitu analisis lingkungan bisnis internal, analisis lingkungan bisnis internal eksternal, analisis lingkungan SI/TI internal, serta analisis lingkungan SI/TI eksternal. Hasil dari analisis ini menjadi masukan dalam melakukan formulasi dalam merancang portofolio SI/TI masa depan yang sesuai dengan strategi bisnis organisasi. 1. Analisis Lingkungan Bisnis Internal A. Analisis CSF Analisis CSF dilakukan untuk menemukan kebutuhan TIK dari organisasi dengan teknik elaborasi visi dan misi menjadi tujuan bisnis organisasi. Langkahlangkah elaborasi tersebut dapat dijelaskan pada gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2 Langkah-langkah Elaborasi Tujuan Organisasi 60
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
Hasil dari analisis ini berupa identifikasi kebutuhan TIK yang dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini : Tabel 1. Identifikasi Kebutuhan TIK
B. Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari bisnis yang dilakukan oleh organisasi. Dari hasil analisis SWOT yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kekuatan yang dimiliki Dinas Infokom sebagai pelaksana pembangunan informasi dan komunikasi kota Tangerang adalah memiliki SDM dengan kualifikasi bidang informasi dan komunikasi yang cukup Vol.5 No.1 - September 2011
61
ISSN: 1978 - 8282
dan tersedia berbagai sarana pendukung informasi dan komunikasi seperti akses internet, jaringan WAN-LAN, software berlisensi, dan website, sementara kelemahan yang teridentifikasi yaitu Kurang optimalnya penggunaan perangkat TIK untuk kepentingan pelayanan administrasi kantor, terbatasnya jumlah sarana dan prasarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan administrasi perkantoran, serta belum optimalnya pengelolaan database kota untuk kepentingan pembangunan, pendidikan dan lain-lain bagi stakeholder di Kota Tangerang. Selanjutnya identifikasi analisis peluang diantaranya dukungan peraturan perundangan mengenai keberadaan dinas Infokom, dan tingginya jumlah masyarakat Kota Tangerang yang menggunakan media informasi dan komunikasi internet dan telepon, untuk ancaman teridentifikasi diantaranya kurang optimalnya pemanfaatan TIK dalam mendukung aktivitas administrasi perkantoran di lingkungan Kota Tangerang dan kurang optimalnya penggunaan TI dalam koordinasi dan komunikasi antar SKPD (dinas) dalam lingkup pemerintahan Kota Tangerang. Hasil dari analisis tersebut selanjutnya menghasilkan beberapa strategi, diantaranya: meningkatkan upaya penyediaan jaringan media informasi dan komunikasi untuk masyarakat secara merata, meningkatkan fungsi pelatihan dan bimbingan teknis berbasis TIK bagi SDM di lingkup kantor pemerintah daerah Kota Tangerang, meningkatkan pegembangan sistem pengelolaan database, meningkatkan sosialisasi terhadap penggunaan aplikasi TIK bagi pelaksanaan administasi kantor daerah, serta menyusun peraturan daerah yang mendukung terlaksananya tertib penggunaan media informasi dan komunikasi yang positif oleh masyarakat maupun pemerintah daerah. C. Analisis Value Chain Analisis Value Chain merupakan suatu metode untuk merinci suatu rangkaian dari bahan baku hingga produk akhir yang digunakan, menjadi kegiatan strategi yang relevan untuk memahami perilaku biaya dan perbedaan sumber daya. Yang menjadi aktivitas utama yang terdapat pada Dinas Infokom kota Tangerang adalah : 1. Rancangan sistem informasi dan teknologi informasi 2. Proses pengembangan sistem informasi dan teknologi informasi 3. Implementasi aplikasi sistem informasi 4. Instalasi infrastruktur teknologi informasi 5. Sosialisasi, publikasi, dan promosi 6. Pelayanan pada masyarakat Aktivitas-aktivitas yang menjadi pendukung, yang dihasilkan dari analisis value chain terhadap organisasi Dinas Informasi dan Komunikasi kota Tangerang adalah: 62
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
1. 2. 3. 4.
Keuangan Kepegawaian Sistem Informasi dan Teknologi Informasi Kerjasama antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak swasta.
Gambar 3. Value Chain Dinas Infokom kota Tangerang
2. Analisis Lingkungan Bisnis Eksternal (PEST) Aspek politik diantaranya tersedianya undang-undang mengenai keberadaan organisasi yang menjadi kekuatan organisasi, diantaranya UU No Nomor 32 Tahun 2004, PP No 38 Tahun 2007, PP No 41 Tahun 2007, Perda Kota Tangerang No 1 Tahun 2008, dan Perda Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2008. Dari aspek ekonomi, diketahui bahwasanya Dinas Infokom dalam kegiatan sehari-harinya pada bidang keuangannya dianggarkan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), adapun aspek sosial bahwasanya kota Tangerang merupakan kota industri yang memberikan peluang kepada masyarakat di luar kota Tangerang masuk menjadi pendatang dan menetap di kota Tangerang, sehingga menambah khasanah sosial penduduk yang harus diperhatikan dan dicermati sebagai salah satu modal. 3. Analisis Lingkungan SI/TI Internal Analisis lingkungan SI/TI internal dilakukan untuk memperoleh gambaran SI/ TI organisasi Dinas Informasi dan Komunikasi saat ini. Hasil analisis pada tahap ini adalah bahwasanya perangkat keras dan lunak yang saat ini digunakan Dinas Infokom cukup baik. Perangkat keras yang digunakan diantaranya menggunakan pentium III, Pentium IV, juga ada yang menggunakan notebook dengan prosesor 2 core, core 2 duo dan core i3. Seluruh komputer pada kantor dinas atau SKPD kota Tangerang telah terhubung dalam satu jaringan terpadu dengan akses internet 1 Gbps. Pemerintahan Kota Tangerang juga melakukan penyediaan Hosting Web yang digunakan untuk Web Aplikasi milik Pemerintah Daerah Kota Tangerang. Vol.5 No.1 - September 2011
63
ISSN: 1978 - 8282
Gambar 4. Topologi Jaringan Pemerintah Kota Tangerang
Keadaan perangkat lunak yang terdapat pada Dinas Informasi dan Komunikasi kota Tangerang saat ini bervariasi, mulai dari sistem operasi windows 2003, windows 2007, windows XP, windows 7, dan linux. Aplikasi yang digunakan untuk sistem perkantoran sebagian besar menggunakan aplikasi Ms.Office dan sistem perkantoran bawaan dari sistem operai linux. Tabel 2. Portofolio Aplikasi saat ini
4. Analisis Lingkungan SI/TI Eksternal Pada tahap analisis ini dapat disimpulkan bahwa tren TIK saat ini mengarah pada aplikasi berbasis web dan telah tersedia dengan mudah software pendukung dengan paket database, jaringan dan sistem keamanan sebagai konsekuensi dari terbukanya semua akses informasi dan komunikasi melalui internet. 64
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
STRATEGI SI/TI Strategi SI/TI menjadi pijakan bagi penentuan portofolio aplikasi SI beserta dukungan infrastruktur TI-nya, yang harus dibangun oleh Dinas Informasi dan Komunikasi kota Tangerang, diantaranya adalah peningkatan infrastruktur jaringan dan database server, membangun aplikasi sistem informasi yang terintegrasi untuk memenuhi semua kebutuhan SKPD dengan konsep One Stop Services yang dapat memangkas jalur birokrasi yang panjang dan berbelit-belit yang menjadi kekawatiran masyarakat selama ini, selain itu dapat mewujudkan transparansi sehingga tujuan untuk menciptakan Good Governance dan Clean Governance kota Tangerang yang akhlakul karimah dapat terealisasi sesuai dengan harapan. RANCANGAN PORTOFOLIO MENDATANG Rancangan portofolio mendatang dilakukan dengan menggunakan matrik portofolio aplikasi McFarlan untuk mengetahui gambaran tentang kontribusi setiap aplikasi terhadap organisasi saat ini dan masa mendatang. Sebelum dipetakan ke dalam matrik McFarlan, terlebih dahulu dilakukan analisa berdasarkan ketergantuangan SI saat ini tinggi atau rendah dan kepentingan IT masa depan tinggi atau rendah seperti yang dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Dejarat kepentingan SI/TI
Vol.5 No.1 - September 2011
65
ISSN: 1978 - 8282
Berdasarkan tabel 3 di atas selanjutnya solusi SI/TI dimasukkan ke dalam tabel matrik McFarlan seperti yang dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Rancangan Portofolio Mendatang
ARSITEKTUR TI YANG MENDUKUNG KEBUTUHAN ORGANISASI Perencanaan TI dengan menggunakan tahapan-tahapan dalam metodologi environmental layer [Tozer96], yaitu : mempergunakan layer 1 dari metodologi environmental layer dapat dikembangkan rancangan arsitektur TI yang bersifat konseptual. Arsitektur ini terbagi atas tiga bagian, yaitu technology architecture, information architecture, dan information resources architecture.
Gambar 5 Konsep Arsitektur SI/TI
Pada layer 2 ini akan ditetapkan penggunaan jenis aplikasi yang mendukung pengembangan TI. Hal tersebut dapat diimplementasikan dalam pengembangan suatu infrastruktur jaringan yang dapat terintegrasi ke semua SKPD di wilayah pemerintahan 66
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
kota Tangerang dalam bentuk Local Area Network dan Wide Area Network yang mampu menyediakan dan mengkomunikasikan data dan informasi secara cepat dan tepat. Pada layer 3 penentuan lingkungan teknis dari arsitektur akan dikembangkan dalam bentuk konsep jaringan komputerisasi menggunakan teknologi client server untuk distributed processing, dimana database terletak di server yang berisikan multi user server program di work station yang berfungsi sebagai development dan deployment untuk aplikasi data. Teknologi multi tier digunakan dengan middle tier atau application server web server untuk menjalankan fungsi database dari back-end. Dan untuk fungsi text management pada client akan digunakan teknologi browser. TOLAK UKUR KESUKSESAN PERENCANAAN STRATEGIK SI/TI Untuk mengukur kesuksesan impelemtasi perencanaan strategik SI/TI Pemerintah Kota Tangerang digunakan Balance scorecard, untuk e-Government, Booz Allen dan Hamilton dalam studinya bersama Berstelment Foundation mengenalkan apa yang disebut sebagai balanced e-Government scorecard sebagai alat ukur performa pemerintahan yang menerapkan e-Government. Terdapat lima dimensi dalam balanced e-Government scorecard yang masing-masing dijabarkan dalam berbagai kriteria secara lebih detil, yaitu manfaat, efisiensi, partisipasi, transparansi, dan manajemen perubahan [Stiftung01]. Hasil dari pemetaan balanced e-Government scorecard dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Balance e-Government Pemerintah Kota Tangerang Vol.5 No.1 - September 2011
67
ISSN: 1978 - 8282
KESIMPULAN Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa hasil atau deliverables dari penyusunan perencanaan strategik SI/TI dengan menggunakan metodologi Ward dan Peppard berupa rancangan portofolio masa yang akan datang yang dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengembangan SI/TI pada Pemerintah kota Tangerang. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari perencanaan strategik SI/TI menuju penerapan e-government kota Tangerang, yaitu: a. Tersedianya data yang lebih baik dan terintegrasi untuk semua dinas yang ada di Pemerintah Kota Tangerang. b. Mempermudah komunikasi dan pertukaran informasi pemerintah dan masyarakat. c. Terwujudnya sistem administrasi Pemerintah Kota Tangerang yang cepat, tepat dan akurat d. Terwujudnya kota Tangerang yang maju dalam berbagai penerapan TIK dalam rangka peningkatan pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA 1. [Boar93] Boar, Bernard H., The art of strategic planning of Information technology: crafiting strategy for the 90s, Jhon Wiley & Sons Inc., Canada, 1993. 2. [Earl87] Earl, M.J., Information System Strategy Formulation, in Borland, R.J. and Hirschheim, R.A. eds., Critical Issuer in Information System Research, John Wiley & Sons, Chicester, 1987. 3. [Freddy06] Rangkuti, Freddy, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006. 4. [Gerry84] Johnson, Gerry and Scholes, Kevan. Exploring Corporate Strategy, Singapore: PHI, 1984. 5. [Jogi05] Jogiyanto, Analisa dan Desain Sistem Informasi, Andi, Yogyakarta, 2005. 6. [Jogi06] Jogiyanto. Sistem Infromasi Strategik untuk Keunggulan Kompetitif, Andi, Yogyakarta, 2006. 7. [McFarlan84] McFarlan, F., Information Technology Changes the Way You Compete, Harvard Business Review, 1984. 8. [McLeod01] McLeod, Jr., Raymond, Sistem Informasi Manajemen, Jilid 1Edisi ke 7. PT Prenhallindo, 2001. 68
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
9. [O’Brien03] O’Brien, James A, Introduction to Information System, Eleventh Edition, Mc Graw Hill, 2003. 10. [Perwal08] Peraturan Walikota Tangerang, No.28 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Informasi dan Komunikasi, 2008. 11. [Renstra09] Dinas Informasi dan Komunikasi kota Tangerang, Keputusan Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Tangerang No: 050/KEP.14 – Infokom/2009 tentang Rencana Strategis Dinas Informasi dan Komunikasi tahun 2009-2013. 12. [Turban et al 96] Turban et al, Information Technology for Management, 2nd ed., John Wiley & Son, New York,1996. 13. [Ward02] Ward, John and Joe Peppard. Strategic Planning for Information System, Third Edition, John Willey & Sons, England, 2002. 14. [Ward03] Ward, John and P. Grifith. Strategic Planning for Information System, Second edition, John Willey & Sons, Chicester, 2003.
Vol.5 No.1 - September 2011
69
ISSN: 1978 - 8282
iBOOKS STANDARDISATION AND GOOD PRACTICE FOR EFFECTIVE EDUCATION METHODS INSUPPORT OF ILEARNING Untung Rahardja1 Dewi Immaniar Desrianti2 Siti Mawadah3 e-mail : [email protected], [email protected], [email protected]
Diterima : 5 Juli 2011/ Disetujui : 11 Agustus 2011
ABSTRACT Quality of education in indonesia currently recognized are still far from expected, which still need to be supported by systems that can dramatically improve the quality of education. Education also plays an important role in national development. Through the quality of a good education, will produce human become capable of competing in the era of globalization which is characterized by high competition. iLearning System or in integrated learning system is introduced in response to improve the quality of education. iLearning-based learning, requires a content to supportthe learning, one of which is the iBooks. However, current conditions, the iBooks are still not perfect in meeting the requirements of learning standards in iLearning. By making the standardization of raw and added components, the iBooks allows iLearning system to enter education in the value-weighted and uniform quality. In other words, iBooks standardization is a modern educational methods in iLearning system that characterize high-quality international competitiveness in education. This article identifies the problems encountered in education, especially in iLearning. This article also introduce a brief definition, the definition of iBooks, architecturaldesign of iLearning using iBooks, ten Literature Review that discusses the same issues as well as 20 items which must be contained within the standardization of raw iBooks in order to meet the learning element of iLearning. In its implementation,listing program written using HTML is demonstrated. Also 20 components that became the nucleus of an iBooks translated into their respective functions. Six advantages and three disadvantages of the new system is also discussed.
1. Dosen Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 2. Dosen Jurusan Teknik Informatika, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692 3. Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, STMIK Raharja Jl. Jend Sudirman No. 40 Modern Cikokol-Tangerang Telp. 5529692
70
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282 Finally, contribution to the implementation of standardization of the deployment of iBooks is a solution that is very helpful in improving the quality of learning activities based iLearning in Higher Education towards the international standard of quality. Key words: iLearning, iBooks, Standardization ABSTRAKSI Mutu pendidikan di negara kita saat ini diakui masih jauh dari yang diharapkan, dimana masih perlu di dukung oleh beberapa sistem yang dapat meningkatkan mutu pendidikan.Pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan nasional. Melalui mutu pendidikan yang baik, akan terlahir manusia yang mampu bersaing di era globalisasi bercirikan high competition. Sistem iLearning (integrated Learning) atau dalam bahasa indonesia disebut sistem pembelajaran terpadu yang diterapkan merupakan salah satu bentuk untuk meningkatkan mutu menuju suatu pendidikan yang modern dan berkualitas. Pembelajaran berbasis iLearning, membutuhkan suatu content sebagai pendukung pendidikan yang salah satunya adalah iBooks. Namun kondisi pada saat ini, iBooks yang ada masih belum sempurna dalam memenuhi standarisasi pembelajaran iLearning.Dengan membuat standarisasi yang baku dan menambahkan beberapa komponen-komponen di dalam sebuah iBooks memungkinkan sebuah pembelajaran iLearning menjadi pendidikan berbobot dan seragam dalam nilai kualitas. Dengan kata lain standarisasi iBooks merupakan metode pendidikan modern dalam pembelajaran iLearning yang bermutu internasional dan mencirikan high competition. Dalam artikel ini di identifikasikan masalah yang dihadapi dalam suatu pendidikan khususnya dalam pembelajaran iLearning, definisi iLearning secara singkat, definisi iBooks tersebut, arsitekturiBooks dalam sebuah sistem iLearning, 10 Litelature Review yang membahas permasalahan yang sama serta 20 komponen yang harus terdapat didalam standarisasi baku sebuah iBooks agar dapat memenuhi unsur pembelajaran iLearning.Pada implementasinya, ditampilkan listing program yang ditulis menggunakanHTML. 20 komponen yang menjadi hal inti dalam sebuah iBooksdijabarkan kedalam fungsinya masing-masing. Dengan menambahkan 20 komponen tersebut ada 6 kelebihan dan 3 kekurangan didalamnya.Kontribusi penerapan standarisasi pembuatan iBooksmerupakan suatu solusi yang sangat membantu dalam meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran berbasis iLearning pada Perguruan Tinggi menuju mutu berstandar internasioal. Kata kunci: iLearning, iBooks, Standarisasi
PENDAHULUAN Kualitas dan mutu pendidikan perlu didukung oleh suatu sistem yang dapat meningkatkan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan diperoleh melalui dua strategi, yaitu peningkatan mutu pendidikan yang berorientasikan akademis, untuk memberi dasar minimal dalam perjalanan harus ditempuh mencapai mutu pendidikan Vol.5 No.1 - September 2011
71
ISSN: 1978 - 8282
yang dipersyaratkan oleh tuntutan zaman dan peningkatan mutu yang berorientasi pada keterampilan hidup yang mencakup pendidikan yang berlandaskan luas, nyata dan bermakna. Maimunah et al (2010). Metode pembelajaran saat ini semakin berkembang, mengikuti kemajuan teknologi yang semakin pesat. Sebuah metode pembelajaran sangat menentukan hasil atau output yang tercipta dari metode pembelajaran tersebut. Sumber daya manusia yang semakin hari di tuntut untuk lebih kreatif dan maju.Tentu saja semua itu dibutuhkan fasilitas yang memadai, oleh karena itu terciptalah sebuah metode pembelajaran yang bernama iLearning. Definisi iLearning adalah mengintegrasikan sumber daya dalam menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi dengan menggunakan iPad menurut Untung Rahardja (2011). Dalam dunia pendidikan, khususnya dibidang IT.Untuk melengkapi kebutuhan dasar IT dari sebuah metode pembelajaran, terciptalah iLearning. Para mahasiswa berlomba-lomba mengembangkan pola pikir mereka untuk bersaing menjadi yang paling depan menggunakan iLearning. Dengan di temukannya metode pembelajaran yang baru yaitu iLearning, maka dibutuhkan aplikasi-aplikasi yang menunjang metode pembelajaran tersebut untuk penyelarasan metode iLearning tersebut.Ada beberapa aplikasi yang menjadi hal utama dalam metode iLearning ini, salah satu di antaranya adalah iBooks. iBooks adalah sebuah aplikasi di dalam iPad yang berbentuk seperti rak buku dimana rak tersebut dapat memuat ratusan buku-buku. Aplikasi tersebut tentunya sangatlah membantu dan menopang metode iLearning ini.User dapat dengan mudah mengunduh buku yang diinginkan, ada beberapa pilihan buku, ada yang free dan tentu saja ada yang berbayar. Adanya inovasi dari pendidikan, akhirnya terciptalah iBooksuntuk materimateri mata kuliah yang digunakan sebagai bahan ajar pembelajaran berbasis iLearning di dalam kelas. iBooks adalah salah satu aplikasi yang mendukung iLearning, definisi dari iBooks sendiri adalah aplikasi yang sangat membantu kita untuk mengorganisir berbagai macam kumpulan buku-buku yang kita upload,baik berupa dokumen, pdf, gambar dan lain lain. Di dalamiBooks kita bisa mendapatkan kemudahan membaca karena di dalamnya anda dapat mengkatagorikan file yang berupa pdf atau dokumen lainya dan iBooks adalah aplikasi yang sangat baik dan terbaik bagi anda yang suka membaca banyak buku,karena dengan iBooks anda bisa membaca ribuan buku bacaan anda tanpa harus membawa buku yang tebal dan banyak,dan ini lah aplikasi yang selalu di tampilkan apps store pada saat kita pertama kali membuat account apple id menurutM. Ilyas (2010).Namunapakah semua iBooks memenuhi standarisasi untuk pembelajaran iLearning.Ada beberapa komponen-komponen yang menentukan standarisasi sebuah iBooks. Hal tersebut 72
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
menentukan mutu dan kualitas sebuah iBooks digunakan dalam proses pembelajaran berbasis iLearning didalam kelas. PERMASALAHAN Metode iLearning sedang marak-maraknya, persaingan di bidang pendidikan dalam menciptakan media pembelajaran semakin ketat.Pembelajaran berbasis iLearning yang memerlukan sebuah iBooks memerlukan standarisasi yang dapat menghasilkan good iBooks yang berkualitas yang memiliki komponen kokoh pada tahapan perancangan yang sistematis dan terencana. Sebuah perguruan tinggi akan tertarik dan mau menggunakan iLearningjika konsep yang digunakan menghasilkan tujuan yang sesuai standarisasi mutu pembelajaran yang di tetapkan. Media pembelajaran yang berupa iBooks memerlukan suatu standarisasi yang mencakup gambar, tabel, internal link, animasi, video, music, graphic, diagram, table of contents, link external dan lain sebagainya. Namum content yang ada pada iBooks sekarang belum mencapai standarisasi yang dapat menentukan apakah iBooks tersebut dapat di gunakan sebagai media pembelajaran berbasis iLearning, seperti yang di gambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Permasalahan Standarisasi GoodiBooks iLearning
Dari penjelasan di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang ada adalah tidak adanya standarisasi iBooks yang bagus yang memenuhi kualitas dan kuantitas sebuah iBooks untuk mendukung iLearning. Dengan tidak adanya sebuah standarisasi iBooksakan terjadi beberapa dampak didalam pembelajaran. Dampak-dampak tersebut antara lain : 1. Dengan tidak terdapatnya soal didalam sebuah iBooks, dosen tidak dapat mengindikasi pencapaian kompetensi mahasiswa. 2. Dengan tidak terdapatnya table of content, mahasiswa yang menggunakan iBooksakan merasa kesulitan dalam mencari halaman pada setiap pertemuan di pembelajaran. 3. Mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam memberikan hasil tugas yang mereka kerjakan dengan tidak adanya link yang menuju ke tautan tertentu.
Vol.5 No.1 - September 2011
73
ISSN: 1978 - 8282
LITERATUR REVIEW Dalam upaya perlu dilakukan studi pustaka sebagai salah satu dari penerapan metode penelitian yang akan dilakukan. Diantaranya adalah mengidentifikasikan kesenjangan (identify gaps), menghindari pembuatan ulang (reinventing the wheel), mengidentifikasikan metode yang pernah dilakukan, serta mengetahui orang lain yang spesialisasi dan area penelitian yang sama dibidang ini. Beberapa literature review tersebut adalah sebagai berikut : 1. Teknologi manajemen pengetahuan dan aplikasi, manajemen pengetahuan di survei menggunakan kajian literatur dan klasifikasi artikel tahun 1995-2002 untuk menjelajahi bagaimana teknologi KM dan aplikasi telah dikembangkan dalam periode ini. Berdasarkan ruang lingkup dari artikel 234 mengenai aplikasi dan manajemen pengetahuan, survei ini mengklasifikasikan teknologi KM menggunakan tujuh kategori sebagai: kerangka KM, sistem berbasis pengetahuan, data mining, teknologi informasi dan komunikasi, kecerdasan buatan atau sistem pakar, teknologi database, dan pemodelan. Mereka bersama-sama menggunakan aplikasi untuk penelitian yang berbeda dan masalah domain. Beberapa diskusi disajikan, menunjukkan perkembangan masa depan untuk teknologi manajemen pengetahuan dan aplikasi sebagai berikut: (1) Teknologi KM cenderung berkembang menuju orientasi pakar, dan aplikasi pengembangan teknologi KM adalah domain yang berorientasi. (2) Metodologi penelitian sosial yang berbeda, seperti metode statistik, disarankan untuk menerapkan pada teknologi KM sebagai jenis lain dari teknologi. (3) Integrasi metode kualitatif dan kuantitatif, dan integrasi penelitian teknologi KM dapat memperluas cakrawala kita tentang hal ini. (4) Kemampuan untuk terus menerus berubah dan mendapatkan pemahaman baru adalah kekuatan teknologi KM dan akan menjadi aplikasi karya masa depan. 2. Teachers’ attitudes towards integration or inclusion. Berdasarkan asumsi bahwa keberhasilan pelaksanaan setiap kebijakan inklusif sangat tergantung pada pendidik yang bersikap positif tentang hal itu, banyak penelitian telah berusaha untuk memeriksa pendekatan sikap pengajar terhadap integrasi dan baru-baru ini, masuknya anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus di sekolah mainstream. Tulisan ini membahas badan besar penelitian dan dalam melakukannya, mengeksplorasi sejumlah faktor yang mungkin berdampak pada penerimaan guru dengan prinsip inklusi. Analisis ini menunjukkan bukti sikap positif, tetapi tidak ada bukti penerimaan inklusi total atau pendekatan 74
Vol.5 No.1 - September 2011
ISSN: 1978 - 8282
untuk menyediakan pendidikan khusus. Sikap guru ditemukan sangat dipengaruhi oleh sifat dan keparahan kondisi yang disajikan kepada mereka (anak atau variabel terkait) dan kurang oleh variabel guru-terkait. Selanjutnya, lingkungan yang berhubungan dengan variabel pendidikan, seperti ketersediaan dukungan fisik dan manusia, secara konsisten ditemukan terkait dengan sikap terhadap inklusi. Setelah diskusi singkat tentang isu-isu metodologis sangat penting untuk melakukan penelitian, memberikan arah untuk penelitian masa depan berdasarkan metodologi alternatif. 3. Literatur Review dalam Permainan dan Pembelajaran, John Kirriemuir 1, Angela McFarlane 2 (2004). Tinjauan ini dimaksudkan sebagai pengantar yang tepat terhadap pemikiran terkini tentang peran permainan komputer dalam mendukung anak-anak dalam belajar dan keluar dari sekolah. Menyoroti bidang utama di lapangan pada penelitian ini, khususnya meningkatnya minat dalam belajar yang menyenangkan, pembelajaran melalui kolaborasi permainan tampaknya dapat meningkatkan minat dalam belajar. Pada saat yang sama, meninjau dan mengambil nada yang diukur dalam melihat beberapa kendala dan tantangan untuk menggunakan permainan dalam sistem pendidikan kita saat ini menjadi model pembelajaran yang menyenangkan. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Glenn Fleishman, “ The best iPhone and iPad apps for work and play”. Ditetapkan untuk mengetahui cara menggunakan perangkat anda dalam menemukan film, membaca buku, mengambil file dengan jarak jauh, membuat panggilan telepon, memainkan permainan atau strategi untuk mencapai host yang berguna, dan kadang-kadang melakukan tugas yang benar-benar tidak berguna. Glenn menyaring dan menguji ribuan aplikasi untuk menemukan hampir 200 program yang memenuhi kriteria-nya. Menarik, menghibur, berguna dan aplikasi yang memiliki lika bintang. Pilihannya yang jelas berguna akan mengejutkan anda dan membantu anda menyelesaikan tugas-tugas, bersenang-senang, menjadi kreatif, dan belajar sesuatu yang baru. apakah anda memerlukan aplikasi untuk melacak status pengiriman paket atau mengubah perangkat anda menjadi pembaca barcode? Mulai membaca dan pemindaian. Ingin menonton film terbaik dari studio atau ciptaan anda sendiri. Semua itu dapat diarahkan ke aplikasi yang sempurna. Aplikasi yang dapat memainkan musik sangat penting, membuat anda lebih produktif, dapat melacak file, dan masih banyak lagi. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Joe Lennon Software developer berjudul “Create modern Web sites using HTML5 and CSS3”. Penelitian ini menjelaskan bahwa pada bagian ini, kita menemukan beberapa fitur baru menggunakan HTML5. Pertama kali anda akan belajar tentang unsur-unsur Vol.5 No.1 - September 2011
75
ISSN: 1978 - 8282
semantik baru yang bertujuan untuk memberi makna tentang berbagai bagian halaman Web modern seperti: sisi header, footer, bar navigasi, bar, dan sebagainya. Berikutnya, anda akan belajar tentang elemen baru