Volume 4
September—Oktober 2009 Edisi kali ini:
Joint Working Group II
Joint Working Group II
1
Mengenal lebih dekat dengan REDD, apa dan bagaimana..?
2
FGD:Mempertajam 3 hasil kajian Pengembangan Kerangka Hukum, Kelembagaan dan Mekanisme Keuangan Mengulas Keterli- 4 batan Masyarakat dalam Skema REDD Mengukur potensi deforestasi pada kawasan hutan produksi di Kabupaten Berau
5
Agenda ke depan
6
Ketenangan dan keindahan Hotel Novotel Bogor merupakan tempat diskusi yang nyaman bagi anggota kelompok-kelompok kerja yang tergabung dalam Joint Working Group BFCP (Berau Forest Carbon Program). Pertemuan ini merupakan yang kali kedua dilaksanakan dan sudah menjadi agenda tetap bagi kelompok kerja yang terdiri dari pokja pada tingkat kabupaten Berau, propinsi Kalimantan Timur dan tingkat pemerintah pusat (nasional). Selama dua hari sejak tanggal 28 – 29 Oktober 2009, dibahas perkembangan beserta isu-isu penting yang sudah pernah teridentifikasi termasuk langkah-langkah konkritnya. Untuk kali ini pertemuan diikuti perwakilan dari pemerintah Berau yaitu dari Dinas Kehutanan, Dinas Tata Ruang, BKSDA dan Yayasan Bestari serta didampingi oleh Sekretariat POKJA Berau. Perwakilan dari pemerintah Propinsi hadir pula dari Universitas Mulawarman, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan Propinsi (UPTD PPA), Balai Besar Dipterocarpa serta PT Sumalindo Samarinda. Sedangkan dari pemerintah pusat, hadir pula Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Departemen Kehutanan, Direktur Bina Pengelolaan Hutan Alam, BPK Dephut, Bappenas, Ditjen Planologi, serta berbagai lembaga non pemerintah seperti ICRAF, WE, TNC, IHSA, Sekala.
Pertemuan ini dibuka oleh bapak Tonny Soehartono yang merupakan Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Dephut dengan menggambarkan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam berperan aktif menghadapi dampak perubahan iklim dan harapannya agar dapat lebih bermanfaat bagi kabupaten Berau yang telah berperan aktif dalam pengembangan program karbon hutan Berau (Berau Forest Carbon Program/BFCP). Dilanjutkan dengan pemaparan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan oleh konsultan dalam rangka menjawab 13 aspek penting yang telah diidentifikasi dalam pertemuan JWG I di Balikpapan beberapa waktu lalu. Pemaparan dimulai dengan kajian terhadap faktor pendorong perubahan penggunaan lahan oleh Prof. Mustofa Agung dan analisa profitabilitas oleh bapak Suseno (ICRAF) dilanjutkan dengan carbon accounting oleh Gerry (Daemeter Consulting), keterlibatan komunitas oleh Ilya Moelyono (WE) serta analisa legal, kelembagaan dan mekanisme keuangan oleh Sulaiman Sembiring (IHSA). Bersambung ke halaman 6
Volume 3
Halaman 2
Mengenal lebih dekat dengan REDD, apa dan bagaimana..? Salah satu Keputusan pada Conference of Parties (COP 13) di Bali Desember 2007 adalah mendorong para pihak untuk mendukung upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan. Walaupun pada kenyataannya masih banyak ketidak jelasan dan perbedaan pendapat tentang REDD, namun proses-proses persiapan untuk kegiatan-kegiatan REDD sudah berjalan di berbagai tingkat di Indonesia. Hal ini akan memerlukan keterlibatan dan komitmen yang luas dari berbagai stakeholder. Namun demikian, sebagai sebuah isu yang baru dan masih sedang berkembang, pemahaman yang jelas tentang REDD, konteksnya dan bagaimana para pihak bisa terlibat dalam mekanisme ini masih sangat terbatas terutama di tingkat daerah. Ada ketimpangan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan terkait mekanisme REDD, perkembangannya sebagai sebuah dialog global, persiapan secara nasional, bagaimana daerah bisa terlibat dalam implementasi REDD, apa implikasi, serta peran dan tanggung jawab apa yang dituntut dari stakeholder lokal.
memiliki hutan tropis, sehingga dalam skema REDD menjadi penting untuk terlibat dalam upaya mengatasi perubahan iklim di tingkat global.
Dilanjutkan dengan materi deforestasi dan degradasi hutan beserta strategi pengurangannnya yang disampaikan oleh Tomy. Banyak factor yang Deforestasi: perubahan secara permanen dari areal berhutan bisa menjadi penyebab menjadi tidak berhutan yang di akibatkan oleh kegiatan manu- terjadinya deforestasi, sia, sedangkan degradasi : penurunan kuantitas tutupan hutan baik langsung maupun dan stok karbon selama periode tertentu yang di akibatkan oleh tidak langsung.
Untuk menjamin berjalannya ujicoba (demonstration activity) REDD, proses peningkatan kapasitas menjadi sangat dibutuhkan. Terkait denkegiatan manusia gan hal tersebut atas kerProf. Mustofa Agung jasama antar GTZ dan The Nature Concervancy menyelengga- Sardjono sebagai salah satu penggiat program REDD ini menrakan pelatihan “Introductory Course on Reducing Emission jadi pemateri dari aspek kelembagaan dan REDD. Konsep from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Tujuan kelembagaan yang paling tepat dan sesuai dalam implemenutama pelatihan ini adalah untuk memberikan pemahaman tasi REDD masih menjadi perdebatan yang serius di setiap dasar kepada peserta tentang REDD, perkembangannya pada daerah. Isu penting yang sering muncul adalah bentuk kelemtingkat nasional dan internasional, pelaksanaan dan hal-hal bagaan tersebut. Efektivitas dan efisiensi merupakan kata lainnya terkait implementasi kunci yang juga harus REDD merupakan mekanisme untuk mengurangi GRK dengan diperhatikan agar tidak REDD. cara memberikan kompensasi kepada para pihak yang mela- terjadi tumpang tindih kukan pencegahan deforestasi dan degradasi hutan Pelatihan yang dilaksanakan antar dinas atau kantor di Hotel Sagita Balikpapan yang saat ini sudah ada pada tanggal 6-8 Oktober ini diikuti oleh berbagai perwakilan tugas dan fungsinya masing-masing. dari beberapa kabupaten yaitu Malinau, Berau, Kutai Timur, Materi tentang berbagai elemen Samarinda, Pontianak, Kapuas teknis REDD, aspek hukum dan Hulu. Rata-rata peserta meruaturan REDD, aspek social serta pakan perwakilan dari Dinas Kehupengenalan pasar karbon dikupas tanan, Bappeda, Dinas Tata Ruang, habis secara berurutan oleh bung Badan Lingkungan Hidup dan lemTunggul Butar-butar, Alfan baga organisasi non pemerintah. Subekti, Rahmina dan Prof Mustofa. Pemahaman tentang apa dan bagaimana perubahan iklim berlaku Besar harapan agar pelatihan serta dampaknya pada kondisi seperti dapat pula dilakukan di alam disampaikan secara lugas Kabupaten Berau sehingga akan oleh Prof. Deddy Hadriyanto terlebih banyak pihak yang memamasuk fungsi hutan dalam perubahan iklim. Hal ini penting hami lebih dalam apa dan bagaimana REDD dapat diimplekarena Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang mentasikan. (Iwied)
Volume 3
Halaman 3
Focus discussion group: Mempertajam hasil kajian Pengembangan Kerangka Hukum, Kelembagaan dan Mekanisme Keuangan Menindaklanjuti proses kajian yang dilakukan oleh Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA) yang telah dilakukan pada bulan Juli dan Agustus 2009 lalu, pada tanggal 21 Oktober 2009 bertempat di ruang pertemuan kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupatem Berau dilaksanakan Focus Discussion Group (FGD) yang bertujuan untuk menyampaikan laporan hasil studi hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme keuangan untuk mendukung pelaksanaan Program Karbon Hutan di Berau serta rencana strategis implementasinya. Selain itu juga untuk mendapatkan masukan, saran dari kelompok kerja REDD Berau dan pihak terkait lainnya untuk penyempurnaan hasil studi hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme paten masih belum diterjemahkan ke dalam bentuk program. keuangan untuk pelaksanaan Berau Forest Carbon Program 3) dari sisi kelembagaan diketahui bahwa pada tingkat na(BFCP). sional telah dibentuk Komisi Nasional REDD dan Surat Keputusan Ketua Bappenas No. 44 Tahun 2009 tentang PembentuDiskusi ini dibuka dengan sambutan oleh Bapak Basri Syahrin kan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF); pada tingkat sebagai Wakil Ketua POKJA Berau sekaligus Kepala Dinas BLH propinsi dibentuk Tim Pengkaji REDD dan Mitigasi Perubahan Kabupaten Berau. Disampaikan oleh beliau bahwa Kabupaten Iklim di Sektor Kehutanan Propinsi Kaltim melalui SK Gubernur Berau telah berkomitmen untuk mengelola sumberdaya alam- No. 522 tahun 2008 dan pada tingkat kabupaten Kelompok nya dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian. Hal ini Kerja REDD Kabupaten melalui SK Bupati Berau No. 313 Tahun dapat dilihat dengan proses penyusunan tata ruang yang di2008. 4) dari sisi mekanisme keuangan dapat diatur dalam dasarkan pada berbagai aspek baik fisik, biofisik maupun mekanisme keuangan yang terkait dengan Izin Usaha Pemanaspek social. Sebagai contoh, kabupaten Berau juga menetap- faatan Jasa Lingkungan (IUP JL); namun dengan adanya perakan kawasan lindung seluas + 11.000 hektar yang semula me- turan Menteri Kehutanan No.P36 Tahun 2009 tentang tata rupakan kawasan non hutan di kecamatan Kelay. Selain itu cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau juga, BLH sebagai lembaga yang mengawasi perlindungan ling- Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung kungan juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan ternyata berpotensi bertentangan dengan UU No. 20 Tahun yang ada di Berau untuk selalu menjaga proses kerja masing1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak sehingga hal ini masing agar memiliki dampak yang seminimal mungkin bagi harus dikaji kembali. lingkungan baik perusahaan tambang, perkebunan dan perusahaan lain yang sering kali dituding sebagai perusak lingkun- Selain berbagai temuan-temuan tersebut juga disampaikan isu gan. Diharapkan kerjasama ini dapat menurunkan kerusakan -isu lain yang akan berimplikasi pada pengembangan program lingkungan diakibatkan oleh berkembangnya kegiatan ekoini ke depannya, antara lain: masih minimnya kawasan hutan nomi produksi. Saat ini sudah ada perhatian serius pemerintah yang memiliki kepastian tata batas dan yang telah dikukuhkan mengenai pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam dan di sisi lain unit pengelolaan hutan berdasarkan PP. 6 dan lingkungan dengan munculnya undang-undang lingkungan Tahun 2007 (KPH) belum dibentuk. Adanya isu pemekaran hidup yang cukup tegas bagi para pengerusak SDA dan lingwilayah kabupaten yang akan membagi Berau menjadi wilayah kungan. Pemerintah Kabupaten Berau juga berharap kegiatan administratif baru yang berdampak pada pembagian kawasan (REDD) seperti ini terus berlanjut. hutan. Juga belum jelas status keberadaan masyarakat hukum adat, masyarakat lokal yang berdiam di dalam dan sekitar Hasil studi yang dilakukan disampaikan oleh bapak M. Nasir hutan menjadi isu tersendiri. Isu lainnya adalah berkurang yang juga merupakan dosen pada Fakultas Hukum Universitas mutu/kualitas hutan yang berimplikasi pada inisiatif dari Balikpapan. Kemudian dilanjutkan dengan rancangan rencana sektor lain di luar kehutanan untuk mengubah status kawasan strategis yang bisa dilakukan dalam proses pengembangan ke hutan menjadi bukan kawasan hutan dengan pertimbangan depan. pertumbuhan ekonomi dan investasi. Beberapa temuan yang teridentifikasi antara lain: 1) terdapat 9 bidang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan REDD, antara lain bidang agraria, lingkungan hidup, kehutanan, perkebunan, tata ruang, pengaturan kewenangan, kelembagaan, dan keuangan dan perpajakan, keterbukaan informasi dan pengaturan penyusunan peraturan perundangundangan. 2) Rangkaian pengaturan perubahan iklim serta kegiatan mitigasinya, baik dari tingkat Internasional yang sudah diratifikasi maupun tingkat nasional, propinsi dan Kabu-
Masukan dari berbagai stakeholder untuk menjawab hal tersebut diatas disampaikan secara terbuka dalam diskusi yang dilaksanakan satu hari ini. Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah kabupaten Berau yang juga sebagai POKJA REDD Berau seperti BLH, Bappeda, Dinas Tata Ruang, dan juga dari DPRD Kabupaten Berau. Masukan-masukan tersebut tentunya akan mempertajam analisis dalam kajian yang dilakukan oleh IHSA. (Iwied)
Volume 3
Halaman 4
Mengulas Keterlibatan Masyarakat dalam Skema REDD Salah satu persyaratan REDD adalah dapat dipastikannya par- ketergantungannya terhadap hutan, kelembagaan dan ketisipasi dan manfaat bagi masyarakat. Selain bahwa partisipasi pemimpinan yang ada di kampong tersebut serta hubunsudah menjadi salah satu benang merah gannya dengan perusahaan dalam nyaris semua kebijakan pembanyang selama ini beraktifitas gunan pasca reformasi di Indonesia, hal di sekitar wilayah kampung ini juga mengacu kepada standar CCBA baik perusahaan HPH mau(The Climate, Community & Biodiversity pun perusahaan perkebuAlliance) yang menjadi salah satu acuan nan. Tentunya kondisi ini dunia internasional dan kepada Piagam dapat menjadi factor penPBB tentang hak-hak masyarakat asli. guat sekaligus peluang dalam pelibatan masyarakat Kajian tentang keberadaan masyarakat kedepan dalam program ini. dan peluang pelibatannya dalam REDD dimulai pada bulan Juli 2009 dan Untuk itu disampaikan pula sekarang masih berlangsung. Sebagai beberapa gagasan yang bisa lanjutan proses ini dilakukan pula lodilakukan dalam pengemkakarya pada tanggal 22 Okto-ber 2009 bangan program, seperti di ruang pertemuan Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabu- memastikan hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam sebapaten Berau yang dihadiri oleh perwakilan dari dinas dan kan- gaimana yang telah diamanatkan dalam peraturan dengan tor di lingkungan Pemerintah Kabupaten Berau, kalangan pe- mengacu pada Permenhut no.30 tahun 2009 tentang Tata rusahaan HPH, Perkebunan dan juga perwakilan dari masyara- Cara Pelaksanaan Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan kat. Degradasi Hutan (REDD), kita ketahui bahwa selain pada berbagai bentuk hutan negara, REDD dapat dilakukan pada Hutan Dalam lokakarya ini disampaikan hasil sementara dari kajian Adat dan Hutan Desa sehingga hal ini dapat menjadi peluang. yang dilakukan oleh World Education (WE) untuk menjawab Selain itu juga penguatan terhadap kelembagaan kampung pertanyaan kajian yang utama adalah “Bagai-mana melibat- dengan meningkatkan pemahaman aparat kampong terhadap kan masyarakat secara bermakna dalam Skema REDD?” peran dan fungsinya dalam bingkai kebijakan otonomi desa/ kampong serta revitalisasi peran pimpinan dan lembaga adat Informasi kajian dikumpulkan dari beberapa pihak, yakni pe- dalam menguatkan kembali kekuatan adat dalam berbagai merintah, masyarakat di kampung-kampung, dan perusahaan, aspek kehidupan masyarakat. Termasuk juga pengembangan dan DPRD, dengan sampling sebagai berikut: Kampung- peraturan-peraturan kampung (perkam) dalam kerangka kampung yang dikunjungi di hulu Sungai Kelay adalah Long Pai, pengelolaan sumberdaya alam untuk menjamin keberlanjutan Long Sului, Long Lamcin, Long Boy, Long Dohung dan Merabu. sumberdaya alam yang bersangkutan. Kewenangan untuk Kampung di wilayah KBNK: Merapun, Sido Bangen, Lesan membuat peraturan kampung juga memberikan ruang partisiDayak, Merasa. Kampung Transmigran: Labanan Makarti, La- pasi warga masyarakat untuk turut mengelola sumberdaya banan Jaya, Labanan Makmur dan Melati Jaya. Dan kampung alam di wilayahnya. Hal yang lain adalah perencanaan internal Pesisir: Mataritip, Tanjung Batu, Semanting, dan Kasay. kampong melalui mekanisme musrenbang dengan pengKarena ini barulah kajian awal, gunaan dengan metoda Kajitindak Partisimaka yang dijumpai masih terbapatif (Participatory Action Research) setas pada Kepala Kampung, behingga dalam hal pengelolaan sumberberapa tokoh masyarakat dan daya alam proses Musrenbang-kam itu beberapa warga masyarakat bisa menjadi proses yang benar-benar lainya. Selain itu juga dilakukan sistematis dan bermakna; dimulai dari konsultasi dengan pihak perusaproses pengkajian dan penyadaran mahaan perkebunan dilakukan densalah, peng-kajian prioritas, pengembangan PT. Yudha. Sementara perusagan alternatif, dan seterusnya. haan kayu (HPH) yang dijumpai adalah PT. Mardhika Insan Mulia, Melalui kajian yang mendalam terhadap PT. Amindo Wana Persada, dan isu keterlibatan masyarakat ini diharapkan PT. INHUTANI I. Sementara indapat menjawab tantangan yang dihadapi stansi pemerintah yang dijumpai dalam implementasi program karena adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor Bupati masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam (Assisten II), dan Dinas Kehutanan. program ini. Masukan dari semua pihak masih sangat diharapkan dalam mempertajam hasil kajian yang dilakukan. Beberapa temuan penting dijelaskan oleh bapak Ilya Moe- (disarikan dari resume kajian keterlibatan masyarakat oleh lyono mulai dari kondisi umum kampung-kampung termasuk World Education – Iwied).
Volume 3
Halaman 5
Mengukur potensi deforestasi pada kawasan hutan produksi di Kabupaten Berau Salah satu aspek penting dalam REDD adalah mengukur tingkat deforestasi yang dapat terjadi akibat kegiatan manusia terutama pada kawasan-kawasan hutan produksi. Bekerjasama dengan Winrock sebuah lembaga penelitian yang cukup berpengalaman dalam penerapan metode-metode pengukuran tingkat deforestasi ini, TNC dan POKJA REDD Berau melakukan kegiatan pengukuran tingkat deforestasi yang dapat menyebabkan terjadinya pengurangan emisi karbon di beberapa areal HPH di Kabupaten Berau. Perusahaan HPH yang menjadi lokasi pengambilan data adalah PT Inhutani I Labanan, PT Sumalindo Lestari Jaya IV dan PT Amindo Wana Persada. Adapun waktu pelaksanaan adalah pada tanggal 11—30 Oktober 2009. biomassa ini diambil dari lokasi–lokasi yang merupakan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan kawasan hutan alam yang masih perawan namun masih pengurangan karbon per unit area lahan, karbon per unit di dalam RKT 2008. Metode ini menggunakan plot untuk proberupa lingkaran yang terbagi dalam 3 sub duksi plot dengan jari-jari 5, 12, dan 20 meter. Unkayu, dan tuk plot 5 meter data yang diambil berupa karbon jenis pohon dengan diameter 10 cm ke atas, per unit di dalam plot 12 meter data yang diambil jenis area untuk pohon yang memiliki diameter 30 cm ke atas keterbusedangkan untuk plot 20 m data yang diambil kaan kaadalah pohon dengan diameter 50 cm ke atas. wasan Selanjutnya kegiatan untuk memetakan jalur yang diakisarad dengan cara membuat peta manual dan batkan setiap persimpangan dan ujung jalan sarad dari akan diambil titik koordinat, selain itu jumlah kegiatan tunggul yang berada di sekitar jalan sarad juga penebandihitung. gan di kawasan hutan alami yang terdapat di Kabupaten Berau. Data-data yang dikumpulkan akan dianalisis kembali sehingga bisa Adapun metode yang digunakan adalah Logging Plot, diketahui secara Tree Crown, Bio-massa, dan pemetaan jalan sarad. Tar- pasti tingkat penget yang harus dicapai untuk logging plot adalah sekitar gurangan karbon 100 titik, pada metode ini data-data yang dikumpulkan pada kawasan adalah data diameter kayu/log (bawah dan atas), pola hutan produksi di kerusakan akibat rebahan pohon yang ditebang, jarak kabupaten Berau. antar tunggul dan bagian atas bebas cabang, jenis-jenis vegetasi yang mengalami kerusakan di sekitar lokasi. Na- Semoga kerja mun tidak semua tunggul yang berada di sekitar jalan keras kita untuk sarad bisa diambil datanya karena ada beberapa perdalam melaksyaratan seperti top-nya (tajuknya) masih ada dan belum sanakan kegiatan dipindahkan. Sedangkan untuk target Tree Crown yang REDD ini dapat harus dicapai adalah sebanyak 7 titik, serta data yang memberikan kedikumpulkan terdiri dari tinggi dan diameter pohon serta baikan bagi Kabupola tajuknya. Dan untuk menghitung Biomassa target paten Berau. yang harus dicapai adalah 21 titik, dalam perhitungan (@djie)
JWG II (Sambungan halaman 1)
Informasi lebih lanjut mengenai REDD Program, kontak : Iwied Wahyulianto Koordinator Sekretariat POKJA REDD Kab. Berau Jln. Anggur No 265 Tanjung Redeb, Berau Telp/Fax. 0554 - 21232 email:
[email protected] ;
[email protected] Hamzah As-Saied Dinas Kehutanan Kab. Berau Jl. Pulau Sambit No 1 Tanjung Redeb Email:
[email protected] Fakhrizal Nashr Berau Program Leader The Nature Conservancy JL. Cempaka No. 7 - RT 07/ RW 07 Berau 77311 Tel. +62 - 554 23388 Hp.: +62-812-5408141 Email :
[email protected] Alfan Subekti REDD Field Manager The Nature Conservancy Jalan Polantas No. 5, Markoni, Balikpapan, 76112, Telp.: +62-542-442896 Fax.: +62-542-745730 Email :
[email protected]
Dari hasil pemaparan hasil kajian tersebut diajukan beberapa pertanyaan kunci yang kemudian dibahas dalam diskusi kelompok. Peserta kemudian dibagi menjadi empat kelompok besar yang bertugas untuk membahas beberapa pertanyaan kunci tersebut. Kelompokkelompok tersebut akan membahas pertanyaan terkait dengan perencanaan tata ruang; perundangan dan kelembagaan; strategi pengurangan emisi berbasis site; dan isu-isu komunitas. Dalam diskusi kelompok dihasilkan berbagai macam ide dan gagasan yang dapat dikembangkan dalam program ke depan. Hasil diskusi kelompok disampaikan pada peserta lain dihari kedua. Sebagai tindak lanjut, direncanakan adanya pertemuan dengan pemerintah Kabupaten Berau pada minggu kedua bulan November 2009 untuk menyampaikan kemajuan proses sampai saat ini. Juga pembahasan draft SK Menhut yang mengarahkan pelaksanaan BFCP oleh pemerintah Kabupaten, Provinsi, dan Pusat, bersama LSM dan pihak pemangku kepentingan lainnya; penyusunan rencana bisnis program; pembangunan kerangka kerja bersama; pengumpulan dana dan persiapan menghadapi COP 15 di Copenhagen dimana BFCP akan dijadikan side event oleh delegasi Indonesia dan juga disampaikan dalam Forest Day yang dilaksanakan bersama dengan CIFOR. (Iwied)
Agenda bulan November—Desember 2009 1. Pelatihan Tingkat Lanjut GIS dan Penginderaan Jauh 2. Pembahasan tindak lanjut Joint Working Group Meeting 3. Pertemuan COP 15 di Copenhagen Pokja REDD Updates merupakan lembar informasi internal bagi seluruh anggota Pokja REDD Kabupaten Berau yang diterbitkan oleh Sekretariat Pokja REDD Kabupaten Berau setiap akhir bulan untuk memberikan berbagai perkembangan program REDD di Kabupaten Berau Sekretariat menerima tulisan dari semua pihak yang ingin terlibat aktif dalam program REDD di Kabupaten Berau. Foto-foto: Adji R, Ebe, Iwied, Aji Wihardandi (halaman 1); Aji Wihardandi (halaman 2); Adji Rahmad (halaman 3 dan 4); Aliansyah dan Adji R (halaman 5); Ebe (halaman 6)