JOINT COOPERATION PROGRAMME Component D2: Flood Early Warning System
Document D2.3 Jakarta Floods Early Warning System (J-FEWS) booklet – technical version – Indonesian language
Project: 1201430.000 Client: Water Mondiaal Partners for Water Royal Netherlands Embassy in Jakarta Period: January 2011 – March 2013
JAKARTA FLOOD EARLY WARNING SYSTEM (J-FEWS)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1 LATAR BELAKANG 2 METODOLOGI 2.1 Konsep Dasar Flood Early Warning System 2.2 Konsep Dasar Delft-FEWS 3 JARINGAN POS HIDROLOGI (Monitoring Networks) 4 SISTEM TATA AIR MAKRO DI DKI JAKARTA 5 PENGEMBANGAN JAKARTA FLOOD EARLY WARNING SYSTEM (J-FEWS) 5.1 Data Masukan atau Data Feed 5.2 Model Simulasi Peramalan Banjir 5.2.1 Pemodelan Hujan - Limpasan (Rainfall- Runoff) 5.2.2 Pemodelan Hidraulik 6 KELUARAN (OUTPUT) J-FEWS 7 KESIMPULAN
i 1 4 4 9 12 15 22 22 27 32 34 36 49
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada TUHAN Yang Maha Kuasa, karena atas karunia-NYA buku singkat tentang Jakarta Flood Early Warning System (J-FEWS) ada di tangan anda. Buku ini berisi penjelasan tentang J-FEWS yang merupakan salah satu produk dari Joint Corporation Program (JCP) antara pemerintahan Indonesia dengan Belanda, dan Pekerjaan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project, Flood Management Information System Consultant (FMIS-C). Buku ini memberikan penjelasan singkat tentang konsep peramalan dini banjir, jaringan pos hidrologi yang tersedia, pemodelan hidrologi dan hidraulik, sumber data dan jenis data yang digunakan serta keluaran (output) yang terdiri dari genangan banjir, waktu terjadinya banjir serta prediksi beberapa hari kedepannya. Menyadari kekurangan dan kelemahan yang terdapat di buku ini, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi untuk penyempurnaan. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penyusunan buku ini. Bandung, Nopember 2012
Tim Penyusun
1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan yang memilki banyak sungai sehingga diperlukan penggelolaan sumber daya air yang terpadu. Pengelolaan sumber daya air yang terpadu tersebut diharapkan dapat mengurangi daya rusak air di masyarakat. Salah satu informasi daya rusak air adalah berupa bencana banjir. Fenomena bencana banjir seringkali melanda wilayah Indonesia. Berdasarkan laporan yang disampaikan Rodriguez, J et al. (2009) menyatakan bahwa, pada tahun 2008, Indonesia termasuk dalam 10 besar negara di dunia yang selalu mengalami bencana alam. Negara dalam urutan pertama di tempati oleh China, Amerika Serikat dan Filipina, setelah itu di tempati oleh Indonesia. Jenis bencana yang terbesar yang terjadi di Indonesia pada tahun 2008 tersebut adalah bencana hidrologi yang berhubungan dengan banjir dan bencana geophysical yang berhubungan dengan gempa bumi. Sementara berdasarkan data yang dikeluarkan dari Center for Research on the Epidemiology of Disasters (CRED) mulai tahun 1900 sampai dengan Jun 2010, menunjukkan bahwa bencana banjir merupakan jenis bencana yang paling sering terjadi yaitu sekitar 34% dari seluruh
1
kejadian bencana di Indonesia (Gambar 1). Hal ini mengindikasikan, bahwa kejadian banjir perlu ditangani secara saksama dengan berbagai pihak.
Gambar 1. Kejadian Bencana di Indonesia dari tahun 1900 s/d 2010
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
2
Di Jakarta sejak awal dari Sunda Kelapa sampai dengan saat ini telah terjadi banjir. Kejadian banjir yang telah dilaporkan mulai dari tahun 1699 setelah terjadinya letusan Gunung Salak Bogor, dan terus sampai dengan saat ini. Banjir terakhir yang melanda daerah Jakarta terjadi pada Bulan Februari 2012, banjir ini memang tidak sebesar yang terjadi pada tahun 2007 dan 2002. Secara geografis, Jakarta terletak di dataran rendah dan tempat bermuaranya 13 sungai. Fakta lain, hampir 40 persen dari luas wilayah DKI Jakarta ini merupakan daerah rawan banjir (flood plain). Bahkan beberapa lokasi yang berada dekat daerah pantai, menunjukkan angka elevasi muka tanah lebih rendah dibandingkan tinggi muka air laut pada waktu pasang maksimum. Dengan banyaknya
sungai yang melalui Jakarta ini, sebetulnya di satu sisi amat
menguntungkan, jika pengelolaan sumber daya air yang dilakukan baik, karena urusan ketersediaan air terutama pada musim-musim kemarau tidak akan mengalami banyak. Namun sebaliknya, di satu sisi mengalirnya belasan sungai di wilayah Jakarta sangat potensial menghadirkan bencana banjir. Terutama ketika musim hujan mulai datang. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi datangnya banjir, namun hal tersebut tidak membuahkan Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
3
hasil yang maksimal. Oleh karena itu perlu disadari bahwa banjir akan terjadi dimasa yang akan datang dan perlu untuk meminimalisasi risiko.
2
METODOLOGI
2.1 Konsep Dasar Flood Early Warning System Dalam rangka meminimalisasi risiko yang disebabkan oleh banjir, maka dikembangkan sebuah teknologi
untuk
memprediksi
kejadian
banjir
yang
mungkin
terjadi
beserta
daerah
genangannya. Teknologi tersebut adalah Flood Early Warning System (FEWS) dengan memanfaatkan berbagai input data hujan secara real time berupa data radar dan satelit serta hasil peramalan beberapa hari ke depan dengan memanfaatkan hasil numerical weather prediction (NWP). Dalam pelaksanaannya, sistem peringatan dini banjir (flood warning) harus melalui beberapa tahapan agar hasilnya lebih efektif. Tahapan-tahapan tersebut adalah (Werner, Schellekens and Kwadijk, 2005):
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
4
-
Detection, tahapan dimana data hidrologi dibaca, dikirim, disimpan, dimonitor, dan diproses secara tepat waktu serta dapat menjadi informasi tentang banjir yang sudah terjadi, informasi tersebut dapat diteruskan sebagai peringatan dini (warning) tanpa atau melalui forecasting dan simulasi (simulation).
-
Forecasting dan Simulation, tahapan dimana peramalan terhadap data tinggi muka air atau debit aliran banjir serta waktu datangnya banjir dilakukan dengan menggunakan pemodelan. Dengan mengetahui kejadian banjir, maka informasi tersebut diteruskan untuk melakukan peringatan (warning).
-
Warning dan dissemination, tahapan ini merupakan faktor kunci keberhasilan sistem peringatan banjir (flood warning). Menggunakan informasi yang diperoleh dari tahapan detection ataupun forecasting dan simulation, maka pihak yang berwenang dapat menyebarluaskan informasi tersebut agar meminimalisasi risiko yang ditimbulkannya dapat tercapai.
-
Response, tanggap terhadap isu peringatan banjir merupakan hal yang sangat penting untuk tercapainya tujuan pelaksanaan peringatan banjir (flood warning). Jika tujuan dari
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
5
peringatan banjir adalah untuk mengurangi kerusakan melalui siaga banjir, maka tindakan tanggap darurat disertai kesiapan semua personil yang terlibat untuk melakukan evakuasi terhadap datangnya banjir juga akan menghindari kerugian yang lebih parah. Tahapan-tahapan tersebut dapat diilustrasikan melalui diagram seperti dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Konsep Flood Early Warning System (FEWS)
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
6
Pada tahapan detection, perlu diupayakan berbagai kemungkinan akses data yang dapat digunakan untuk proses peramalan banjir. Berbagai sumber data khususnya wilayah DAS yang menuju ke DKI Jakarta dikelola berbagai instansi, sehingga perlu upaya untuk melakukan sharing data untuk kepentingan bersama. J-FEWS telah melakukan tugasnya untuk mengakses data dari berbagai pihak atau instansi dengan baik. Berbagai sumber data hujan yang digunakan adalah ACCESS-A , merupakan data prediksi curah hujan 2 hari ke depan, ECWMF merupakan data prediksi hujan selama 10 hari ke depan, C-CAM merupakan prediksi hujan 3 hari ke depan, data TRMM merupakan data satellite monitoring real time, data Radar, dan data hidrologi hasil pengamatan dari ground station yang dilengkapi dengan sistem pengiriman data tepat waktu atau telemetry. Penggunaan dari beberapa data tersebut diperuntukan untuk memperpanjang waktu dalam melakukan evakuasi atau untuk memperpanjang lead time (waktu dari mulai informasi banjir disebarluaskan sampai banjir terjadi) seperti pada Gambar 3. Makin panjang lead time yang diperoleh makin banyak waktu yang tersedia untuk melakukan tindakan tanggap darurat, lead time yang panjang diperoleh dari hasil peramalan banjir yang berasal dari
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
7
hasil prediksi hujan. Prediksi hujan dari satelit menghasilkan lead time yang lebih panjang daripada data hujan yang diperoleh dari radar seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Ilustrasi Pemanfaat Berbagai Jenis Data terhadap Lead Time. Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
8
2.2 Konsep Dasar Delft-FEWS Delft-FEWS adalah sebuah perangkat lunak yang dikembangkan oleh Deltares, yang merupakan salah satu kerangka yang terbuka untuk digunakan dalam mengelola proses simulasi banjir dan menangani berbagai data historis (time series data). Delft-FEWS menggabungkan berbagai data umum untuk peramalan banjir dengan memberikan antar muka (interface) yang terbuka untuk setiap model eksternal (model hidrologi&hidraulik). Delft-FEWS memungkinkan untuk digunakan secara efektif untuk tugas penyimpanan dan pengambilan data, sistem peramalan banjir yang sederhana maupun sistem yang sangat kompleks dengan memanfaatkan berbagai teknik pemodelan. Delft-FEWS dapat digunakan dalam lingkungan yang berdiri sendiri (independent), yang dioperasikan secara manual, atau dalam lingkungan yang terdistribusi secara otomatis melalui client-server. Seperti yang terlihat pada Gambar 4, bahwa kemampuan dari Delf-FEWS tersebut dapat melakukan import data dari berbagai sumber dengan mudah, melakukan validasi data, melakukan transformasi dan interpolasi data, mengeksport kembali data tersebut, dapat
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
9
diintegrasikan dengan berbagai model ekternal melalui general adapter, menampilkannya dalam bentuk informasi tertentu serta dapat juga dijadikan sebagai database hidrklimatologi.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
10
Gambar 4. Konsep Delft-FEWS.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
3
11
JARINGAN POS HIDROLOGI (Monitoring Networks) Salah satu hal yang sangat penting dalam melakukan peramalan dan peringatan dini
banjir adalah tersedianya data hidrologi dengan kualitas yang baik serta tepat waktu (real time). Jakarta Flood Early Warning System (J-FEWS) telah dapat mengambil data dari berbagai instansi seperti: 1. BMKG berupa data AWS (automatic weather station) dengan periode setiap 1 jam yang dikirim secara tepat waktu dan CMSS (Computerized massage switching System) dengan periode 3 jaman. 2. Pusat Litbang Sumber Daya Air (Pusair) berupa data hujan dan muka air sungai dengan sistem telemetri (Tech4Water) 3. BBWS Ciliwung-Cisadane, berupa data hujan dan muka air dengan sistem telemetri, baik dengan sistem radio komunikasi, SEBA, dan Tech4Water. 4. Dinas PU- DKI Jakarta, berupa data muka air sungai, laut dan waduk serta data hujan, baik bersifat telemetri maupun manual atomatis 5. BBPT berupa data radar yang memonitor daerah DKI Jakarta dan sekitarnya. Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
12
Berikut ini merupakan jaringan pos hujan yang terdistribusi di Wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, seperti terlihat pada Gambar 5 dan jaringan pos yang memantau muka air sungai dan laut seperti pada Gambar 6.
Gambar 5. Lokasi pos hujan yang ada di DAS DKI Jakarta Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
Tanda silang merah pada setiap lokasi yang ditunjukkan pada mengindikasikan bahwa pos tersebut tidak memiliki data terbaru (update).
13
gambar
tersebut
Gambar 6. Lokasi pos hujan yang ada di DAS DKI Jakarta Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
14
4
SISTEM TATA AIR MAKRO DI DKI JAKARTA
Jakarta sebagai Ibukota Negara Indonesia merupakan sebuah kota yang selalu menjadi tempat tujuan masyarakat, karena merupakan pusat bisnis dan pemerintahan. Jakarta yang memiliki tingkat aktivitas manusia yang sangat tinggi, ternyata juga dilalui oleh 13 sungai yang menuju ke Jakarta, seperti terlihat pada Gambar 7 skematisasi sungai di DKI Jakarta. Hal ini bisa dipandang sebagai perspektif yang positif maupun negatif. Untuk perspektif yang positif, dimana kota Jakarta akan mendapatkan supply air yang banyak, apabila dapat mengelola DASnya dengan baik. Dari perspektif negatifnya, DKI Jakarta akan selalu kedatangan tamu banjir pada saat terjadinya musim penghujan. Upaya untuk menghilangkan dampak negatif banjir, telah dilakukan berbagai perencanaan dengan mendesain sistem tata air dengan membuat 4 (empat) floodway termasuk pembangunan floodway yang terakhir di bangun yaitu Banjir Kanal Timur (East Banjir Canal). Ke-empat floodway tersebut adalah, Banjir Kanal Barat, Cengkareng drain, Banjir Kanal Timur dan Cakung Drain. Selain pembuatan beberapa saluran untuk pengendalian banjir juga tersedia dengan sistem polder pada beberapa lokasi yang tidak memungkinkan untuk mengalirkan sungai secara gravitasi. Salah satu sistem polder yang terdapat di DKI Jakarta adalah Sistem Pluit seperti terlihat pada Gambar 9a. Sistem Pluit ini mencakup wilayah Istana Negara seperti terlihat pada batasan daerah tangkapan aliran Waduk Pluit pada Gambar 9b. Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
15
Penyebab banjir di DKI Jakarta tidak hanya disebabkan oleh air yang datangnya dari hulu namun juga disebabkan oleh naiknya pasang surut air laut. Pada tanggal 26 November 2007 salah satu pasang tertinggi yang terjadi pada tahun tersebut yang menyebabkan terjadinya banjir di daerah Pluit seperti terlihat pada Gambar 10. Naiknya muka air laut ini dapat memperburuk dampak kejadian banjir apabila waktu datangnya bersamaan.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
16
Gambar 7. Sistem sungai di DKI Jakarta Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
17
Gambar 8. Sub DAS di DKI Jakarta Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
18
Pompa Air Pluit
Gambar 9a. Waduk Pluit dan Pintu Air Pompa Pluit Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
19
Gambar 9b. Catchment area Waduk Pluit Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
20
Gambar 10. Banjir akibat meluapnya air laut di Pluit
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
5 5.1
21
PENGEMBANGAN JAKARTA FLOOD EARLY WARNING SYSTEM (J-FEWS) Data Masukan atau Data Feed
Data yang digunakan sebagai input dapat dikelompokkan dalam: a)
Data Real Time Data tepat waktu yang terkumpul pada saat ini, digunakan untuk mensimulasikan gambaran kondisi hidrologi pada saat yang sama, dan hasilnya dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan melalui beberapa titik yang dijadikan acuan. Berikut ini data real time yang digunakan dalam J-FEWS yang bersumber dari satellite, radar, dan ground stations, seperti pada Gambar 11. Data yang diperoleh dari satellite yaitu Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), Radar dari BPPT dan BMKG (in progress) , dan ground stations diperoleh dari berbagai instansi seperti Automatic Weather Station (AWS) dari BMKG, Pos Hujan dan Pos Duga Air yang dilengkapi dengan sistem pengiriman data tepat waktu (telemetri) dari Kementerian PU dan Dinas PU-DKI Jakarta.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
22
b)
Data Forecasting Data Forecasting (peramalan) adalah data hidro-klimatologi yang diperoleh dari peramalan global dengan menggunakan Numerical Weather Prediction untuk memodelkan gambaran kejadian pada masa mendatang. Hasil dari berbagai keluaran model tersebut dengan ukuran grid yang bervariasi seperti terlihat pada Gambar 12. Adapun data ramalan yang digunakan dalam J-FEWS adalah ramalan data hujan yang dikembangkan oleh Australia yaitu Access-A (Australia) dengan ukuran grid sekitar 12 km, Access-T (Tropical) dengan ukuran grid 37,5 km, ECWMF dari Eropa dengan ukuran grid sekitar 13 km, dan aplikasi C-CAM yang dikembangkan oleh BMKG dengan ukuran grid 3 km dan hanya terbatas pada wilayah Jakarta dan sekitarnya. Sementara untuk data ramalan tinggi muka air laut menggunakan hasil Astronomical Tide Model dan South China Sea Model.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
23
Gambar 11. Data yang digunakan J-FEWS saat ini
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
24
1. Grid ECWMF
2. Grid Access-A
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
3. Grid Access-T
25
4. Grid C-CAM
Gambar 12. Ukuran grid dari beberapa sumber data
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
26
5.2
Model Simulasi Peramalan Banjir
Untuk dapat melakukan peramalan banjir, maka terlebih dahulu dibangun model hidrologi dan hidraulik di sungai yang masuk ke DKI Jakarta. Model yang digunakan dan keluaran (output) yang diharapkan untuk dapat melakukan peramalan banjir seperti terlihat pada Gambar 13. Dalam membangun model tersebut, berbagai infrastruktur ke-air-an yang terdapat di sungai diikutsertakan dalam model sehingga diharapkan dapat lebih menyerupai kondisi sebenarnya, seperti terlihat pada Gambar 14. Model hidrologi berperan dalam melakukan simulasi hujan menjadi limpasan, dan limpasan akan menjadi masukan bagi model hidraulik untuk mengetahui muka air sungai melalui perambatan dan juga genangan yang disebabkan. J-FEWS yang dikembangkan mengintegrasikan berbagai model yang sudah dikonfigurasikan dalam DelftFEWS, model-model tersebut adalah: a) South China Sea Model yang meramalkan arah dan besarnya arus yang terjadi dengan menggunakan Delft3D, yang pada akhirnya mempengaruhi pasang surut air laut di Teluk Jakarta.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
27
b) Astronomical Tide, Model pasang surut untuk meramalkan tinggi muka air laut di Teluk Jakarta. c) Hydraulic and Hydrologic Model (SOBEK) yang digunakan untuk merubah data hujan (real time dan forecast) yang jatuh di seluruh DAS Jakarta (13 sungai) menjadi aliran sungai dan genangan. d) Numerical Weather Prediction (NWP) adalah model untuk memprediksi hujan yang dikembangkan oleh instansi yang bergerak di bidang meteorologi dari beberapa Negara seperti Australia, Eropa dan Indonesia. Khususnya untuk model Sobek, yang mencakup dua model sekaligus yaitu model hidrologi dan hidraulik, yang terintegrasi menjadi satu kesatuan. Pengembangan model untuk simulasi banjir di Jakarta lebih dahulu harus mengetahui sistem tata air seperti yang terlihat pada Gambar 7. Berdasarkan kondisi tersebut dan dengan keterbatasan data geometri sungai, maka dikembangkan model peramalan banjir dengan skematisasi model seperti pada Gambar 15.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
28
Gambar 13. Model Hidrologi dan Hidraulik yang digunakan
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
29
Gambar 14. Konsep Model Simulasi Banjir Jakarta Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
30
Gambar 15. Skematisasi Model Simulasi Banjir Jakarta Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
31
5.2.1 Pemodelan Hujan - Limpasan (Rainfall- Runoff) Salah satu perangkat lunak yang digunakan dalam J-FEWS adalah Sobek, yang dipergunakan untuk melakukan simulasi hidrologi dan hidraulik. Simulasi hidraulik di sungai atau saluran dilaksanakan, terlebih dahulu melakukan simulasi hidrologi yang berhubungan dengan perubahan data hujan menjadi data limpasan. Model perubahan data hujan menjadi limpasan di Sobek memiliki beberapa pendekatan dan salah satunya menggunakan metode Sacramento, yang digunakan di Jakarta, seperti terlihat pada Gambar 16. Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa, kedalaman tanah tersebut dibagi menjadi 2 (dua) zona yaitu zona atas (upper zone) dan zona bawah (lower zone) dan setiap zona memiliki konsep perhitungannya masing-masing.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
32
Gambar 16. Konsep Model Simulasi Hujan-Limpasan
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
33
5.2.2 Pemodelan Hidraulik Konsep pemodelan hidraulik yang digunakan dalam Sobek adalah menggunakan persamaan hidrodinamik 1D untuk penelusuran banjir di sungai seperti terlihat pada Gambar 17 dan dilanjutkan dengan pemodelan 1D2D model, untuk mengetahui daerah-daerah yang mengalami genangan banjir. Persamaan umum yang digunakan untuk melakukan pemodelan 1D, menggunakan persamaan kontinuitas momentum seperti berikut ini:
Sedangkan apabila menggunakan 2D, persamaan tersebut berubah menjadi persamaan kontinuitas 2D seperti berikut ini:
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
34
Pada Gambar 17 menunjukkan 13 sungai yang menuju ke Jakarta yang dimodelkan secara hidrodinamik, beserta saluran utama (macro drainage) yang terdapat di Kota Jakarta. Pemodelan hidrodinamik pada sungai atau saluran, memerlukan data pengukuran geometri sungai berupa penampang melintang (cross section) dan penampang memanjang (long section) sungai. Untuk sungai yang tidak memiliki data geometri sungai lainnya dimodelkan secara hidrologi.
Gambar 17. Sistem model hidraulik sungai (FMIS) Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
6
35
KELUARAN (OUTPUT) J-FEWS
JFEWS yang merupakan perangkat untuk peramalan dan peringatan dini banjir, memiliki keluaran (output) berupa data yang diambil dari berbagai sumber dan informasi kemungkinan terjadinya banjir pada suatu wilayah dengan waktu datangnya banjir secara tepat waktu ataupun prediksi beberapa hari ke depan. Berikut ini contoh beberapa hasil keluaran (output) dari J-FEWS seperti terlihat pada Gambar 18 sampai dengan Gambar 28.
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
36
Gambar 18. Daerah genangan yang mungkin terjadi Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
37
Gambar 19. Prediksi Muka Air di Katulampa Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
38
Gambar 20. Prediksi Muka Air di Sungai Pesangrahan-Sawangan Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
39
Gambar 21. Prediksi Muka Air Laut Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
40
Gambar 22a. Prediksi hujan (merah) dan hujan real time (biru)
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
41
Gambar 22b. Prediksi hujan (merah) dan hujan real time (biru)
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
42
Gambar 23. Histogram data hujan real time
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
43
Gambar 24. Data radar real time Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
44
Gambar 25. Data Prediksi Hujan dari ECMWF Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
45
Gambar 26. Data Prediksi Hujan dari ACCESS T Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
46
Gambar 27. Data Prediksi Hujan dari ACCESS A Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
47
Gambar 28. Prediksi gelombang berdasarkan data GFS Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
48
7
KESIMPULAN 1. Dengan bertambahnya frekuensi kejadian banjir terutama di Jakarta akhir-akhir perlu upaya mitigasi yang mengarah pada tindakan tanggap darurat. 2. Upaya tanggap darurat hanya dapat dilaksanakan jika ada Detection, Forecasting, Peringatan Dini dan seluruh tahapan tersebut dapat diakomodir oleh J-FEWS secara otomatis dan berkesinambungan 3. Operasi dan pemeliharaan dari perangkat keras (jaringan pos hidrologi tepat waktu) dan perangkat lunak dalam hal ini SOBEK perlu dilakukan secara berkala
Joint Cooperation Progam (JCP) - JFEWS
49