Jl.MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110 - Indonesia http://www.bi.go.id
BANK INDONESIA Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Biro Kebijakan Moneter Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Telepon : Fax. : E-mail : Website :
+62 61 3818163 +62 21 3818206 (sirkulasi) +62 21 3452489
[email protected] http://www.bi.go.id
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011 Laporan Kebijakan Moneter dipublikasikan secara triwulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada bulan Desember, April, Juli, dan Oktober. Selain dalam rangka memenuhi ketentuan pasal 58 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, laporan ini berfungsi untuk dua maksud utama, yaitu: (i) sebagai perwujudan nyata dari kerangka kerja antisipatif yang mendasarkan pada prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan dalam perumusan kebijakan moneter, dan (ii) sebagai media bagi Dewan Gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai berbagai pertimbangan permasalahan kebijakan yang melandasi keputusan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution
Gubernur
Hartadi A. Sarwono
Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi
Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad
Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo
Deputi Gubernur
Budi Mulya
Deputi Gubernur
Halim Alamsyah
Deputi Gubernur
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
i
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
ii
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Langkah-langkah Penguatan Kebijakan Moneter dengan Sasaran Akhir Kestabilan Harga (Inflation Targeting Framework) Mulai Juli 2005 Bank Indonesia telah mengimplementasikan penguatan kerangka kerja kebijakan moneter konsisten dengan Inflation Targeting Framework (ITF), yang mencakup empat elemen dasar: (1) penggunaan suku bunga BI Rate sebagai policy reference rate, (2) proses perumusan kebijakan moneter yang antisipatif, (3) strategi komunikasi yang lebih transparan, dan (4) penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Langkah-langkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola (governance) kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir kestabilan harga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Strategi Kebijakan Moneter Prinsip Dasar
Kebijakan moneter dengan ITF menempatkan sasaran inflasi sebagai tujuan utama (overriding objective) dan jangkar nominal (nominal anchor) kebijakan moneter. Dalam hubungan ini, Bank Indonesia menerapkan strategi antisipatif (forward looking) dengan mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi jangka menengah ke depan.
Penerapan ITF tidak berarti bahwa kebijakan moneter tidak memperhatikan pertumbuhan ekonomi. Paradigma dasar kebijakan moneter untuk menjaga keseimbangan (striking the optimal balance) antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi tetap dipertahankan, baik dalam penetapan sasaran inflasi maupun respon kebijakan moneter, dengan mengarahkan pada pencapaian inflasi yang rendah dan stabil dalam jangka menengah-panjang.
Sasaran Inflasi
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK setiap tahunnya. Berdasarkan PMK No.143/PMK.011/2010 sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2010 – 2012, masing-masing sebesar 5,0%, 5,0%, dan 4,5% dengan deviasi ±1%.
Instrumen dan Operasi Moneter
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate merupakan suku bunga sinyaling dalam rangka mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang, yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu.
Dalam rangka implementasi penyempurnaan kerangka operasional kebijakan moneter, terhitung sejak tanggal 9 Juni 2008 Bank Indonesia melakukan perubahan sasaran operasional dari suku bunga SBI 1 bulan menjadi suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N).
BI Rate diimplementasikan dalam operasi moneter melalui pengelolaan likuiditas (liquidity management) di pasar uang untuk mencapai sasaran operasional kebijakan moneter yang tercermin pada perkembangan suku bunga Pasar Uang Antar Bank Overnight (PUAB O/N). Untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas di pasar, operasi moneter harian dilakukan dengan menggunakan seperangkat instrumen moneter dan koridor suku bunga (standing facilities).
Proses Perumusan Kebijakan
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur melalui mekanisme Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulanan. Dalam hal terjadi perkembangan di luar prakiraan semula, penetapan stance kebijakan moneter dapat dilakukan sebelum RDG Bulanan melalui RDG mingguan. Perubahan dalam BI Rate pada dasarnya menunjukkan respons kebijakan moneter Bank Indonesia untuk mengarahkan prakiraan inflasi ke depan agar tetap berada dalam lintasan sasaran inflasi yang telah ditetapkan.
Transparansi
Kebijakan moneter dari waktu ke waktu dikomunikasikan melalui media komunikasi yang lazim seperti penjelasan kepada press dan pelaku pasar, website, maupun penerbitan Laporan Kebijakan Moneter (LKM). Transparansi dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan sekaligus pembentukan ekspektasi masyarakat atas prakiraan ekonomi dan inflasi ke depan serta respon kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Koordinasi dengan Pemerintah
Untuk koordinasi dalam penetapan sasaran, pemantauan dan pengendalian inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah membentuk Tim yang melibatkan pejabat-pejabat dari berbagai instansi terkait. Dalam pelaksanaan tugasnya, Tim membahas dan merekomendasikan kebijakan-kebijakan yang diperlukan baik dari sisi Pemerintah maupun Bank Indonesia untuk mengendalikan tekanan inflasi dalam rangka pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkkan.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
iii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
iv
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan III-2011
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia
Kata Pengantar
Di tengah risiko melambatnya perekonomian global dan tekanan di pasar keuangan, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang tetap kuat. Pertumbuhan ditopang baik oleh permintaan eksternal (ekspor) maupun permintaan domestik, sehingga struktur pertumbuhan lebih berimbang. Konsumsi rumah tangga tetap kuat didukung daya beli masyarakat yang terjaga dan ekspektasi inflasi yang membaik. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri pengolahan, transportasi dan komunikasi, serta perdagangan, hotel dan restoran. Sejalan dengan eskalasi krisis utang Eropa dan gejolak di pasar keuangan global, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami tekanan pada semester II 2011. Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi modal dan finansial akibat pelepasan investasi portofolio oleh investor asing, sehingga neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan IV diprakirakan mengalami defisit. Sementara itu, surplus neraca transaksi berjalan pada triwulan IV juga diprakirakan akan mencatat surplus yang lebih kecil terkait tingginya kenaikan impor, sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Tekanan terhadap NPI juga tercermin pada pergerakan nilai tukar. Selama semester II 2011, rupiah mengalami depresiasi akibat meningkatnya permintaan valas yang dipengaruhi oleh sentimen negatif terhadap ketidakpastian penyelesaian krisis utang Eropa. Meski demikian, depresiasi rupiah masih sejalan dengan pergerakan nilai tukar mata uang negara kawasan. Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah. Penurunan tekanan inflasi masih terus berlanjut. Hal tersebut dipengaruhi oleh terjaganya pasokan bahan pangan dan menurunnya harga komoditas global. Nilai tukar rupiah yang bergerak stabil juga mengurangi tekanan inflasi dari sisi eksternal. Laju inflasi administered prices dapat terjaga rendah karena tidak adanya kebijakan Pemerintah terkait barang dan jasa yang bersifat strategis. Terkendalinya inflasi juga ditunjang oleh ekspektasi inflasi yang semakin membaik, serta kapasitas produksi yang terus meningkat sejalan dengan meningkatnya investasi swasta. Meskipun sempat terjadi gejolak di pasar keuangan global, stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi perbankan yang terus membaik. Kinerja industri perbankan tetap solid yang tercermin dari tingginya rasio kecukupan modal dan terjaganya rasio kredit bermasalah bruto. Sementara itu, kegiatan penyaluran
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
v
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
kredit untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus berlanjut, meskipun dengan tingkat suku bunga kredit yang jauh masih tinggi relatif terhadap tingkat BI rate. Bank Indonesia akan terus berupaya menjaga stabilitas sistem perbankan melalui penerapan prinsip kehati-hatian, namun tetap mendorong fungsi intermediasi secara efektif dan efisien terutama untuk kredit yang produktif atau menambah kapasitas produksi. Setelah melakukan evaluasi yang menyeluruh terhadap kinerja perekonomian terkini, prospeknya ke depan, serta berbagai faktor risiko dan tantangan yang kemungkinan dihadapi, pada 8 Desember 2011 Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan mempertahankan BI Rate di level 6,0%. Keputusan tersebut diambil sejalan dengan keyakinan Bank Indonesia bahwa inflasi pada akhir tahun 2011 akan berada pada batas bawah rentang target 5+1%. Ke depan, Bank Indonesia juga akan mencermati risiko melambatnya perekonomian global dan senantiasa menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan domestik. Penerapan bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial lainnya sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa tingkat inflasi pada sasaran yang ditetapkan yaitu 4,5%±1% pada tahun 2012 dan 2013. Demikianlah gambaran perekonomian Indonesia pada triwulan IV 2011 serta prospek ke depannya. Saya berharap laporan ini dapat menjadi bahan referensi yang mampu memberikan manfaat bagi kita semua.
vi
Jakarta, Desember 2011
Gubernur Bank Indonesia
Dr. Darmin Nasution
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Daftar Isi
Daftar Isi
1. Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011........................... 1
2. Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan.................. 4
Asumsi Yang Mendasari Perkiraan Ekonomi .................................... 5 Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 6 Prospek Inflasi.................................................................................. 11 Faktor Risiko.................................................................................... 14
3. Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini ............... 15
Perkembangan Ekonomi Dunia........................................................ 16 Pertumbuhan Ekonomi . .................................................................. 18 Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) . ............................................... 26 Nilai Tukar Rupiah............................................................................ 27 Inflasi............................................................................................... 28 Disagresi Inflasi................................................................................ 29
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
vii
LAPORAN KEBIJAKAN MONETER Bank Indonesia
Daftar Isi
viii
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011
1. Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011 Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 Desember 2011 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,0%. Keputusan tersebut didasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perekonomian terkini, beberapa faktor risiko yang masih dihadapi, dan prospek ekonomi ke depan. Dewan Gubernur memandang level BI Rate saat ini masih konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, dan tetap kondusif untuk menjaga stabilitas keuangan serta mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Evaluasi terhadap kinerja dan prospek perekonomian secara umum menunjukkan bahwa perekonomian domestik masih tetap kuat dengan stabilitas yang tetap terjaga. Ke depan, Dewan Gubernur akan terus mencermati risiko memburuknya ekonomi global dan akan terus menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memberikan stimulus untuk perekonomian domestik. Dewan Gubernur menegaskan bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang bersifat counter-cyclical sangat diperlukan dalam pengelolaan makroekonomi secara keseluruhan serta untuk membawa inflasi pada sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5%±1% pada tahun 2012 dan 2013. Dewan Gubernur mencatat bahwa perekonomian dunia tahun 2011 mengalami perlambatan, terutama disebabkan oleh ketidakpastian pemulihan ekonomi dan keuangan di Eropa dan AS. Eskalasi krisis di Eropa, terutama pada semester II-2011, memicu tingginya volatilitas di pasar keuangan global. Dengan melemahnya permintaan global, volume perdagangan dunia dan harga komoditas global mulai menurun. Di sisi harga, tekanan inflasi di negara maju meningkat, sementara tekanan inflasi di emerging markets relatif moderat meski masih berada di level yang tinggi. Sejalan dengan perkembangan tersebut, negara emerging markets di akhir 2011 cenderung melakukan kebijakan moneter netral atau sedikit akomodatif, sementara negara maju cenderung mempertahankan kebijakan moneter akomodatif melalui langkah pelonggaran likuiditas. Di sisi domestik, Dewan Gubernur berpandangan bahwa kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2011 masih cukup kuat. Pencapaian kinerja ekonomi tersebut didukung oleh stabilitas makro dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV-2011 diperkirakan sebesar 6,5%, sehingga pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2011 diperkirakan mencapai 6.5%. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh permintaan domestik yang masih kuat dan kinerja ekspor yang masih terjaga. Dari sisi produksi, sektor-sektor yang diperkirakan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri, sektor transportasi dan komunikasi, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk keseluruhan tahun 2011 masih mencatat surplus yang cukup besar meski terdapat tekanan pada semester II-2011. Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi modal dan finansial sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi global. Dengan perkembangan
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
1
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011
tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir November 2011 mencapai USD111,3 miliar, atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Sementara itu, nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 mengalami apresiasi meski pada semester II-2011 mengalami tekanan depresiasi akibat memburuknya sentimen terkait gejolak di pasar keuangan global. Berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dapat membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Selama tahun 2011, tren pergerakan nilai tukar masih konsisten dengan kecenderungan pergerakan nilai tukar di kawasan. Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah serta menjaga stabilitasnya dan tetap sejalan dengan fundamentalnya. Di sisi harga, tahun 2011 diwarnai oleh inflasi yang menurun. Inflasi IHK pada November 2011 tercatat sebesar 0,34% (mtm) atau 4,15% (yoy). Penurunan inflasi sepanjang tahun 2011 terjadi karena koreksi inflasi volatile food prices dan minimalnya inflasi administered prices, sementara inflasi inti cenderung moderat. Rendahnya inflasi volatile food prices terutama ditopang oleh pasokan yang terjaga, baik dari produksi domestik maupun impor. Meskipun beras mencatat inflasi yang cukup tinggi, koreksi harga yang cukup besar terjadi pada aneka bumbu, seperti bawang dan cabe merah, serta pada kelompok daging. Sementara itu, cukup terkendalinya inflasi inti didukung oleh harga komoditas global yang terkoreksi cukup tajam, nilai tukar yang cenderung stabil, dan ekspektasi inflasi yang terus membaik. Jika kecenderungan penurunan inflasi ini berlanjut, maka inflasi IHK secara keseluruhan tahun 2011 diperkirakan dapat lebih rendah dari 4,0%. Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik, meskipun sempat terjadi gejolak di pasar keuangan akibat pengaruh global. Industri perbankan tetap solid, sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/ Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir Oktober 2011 mencapai 25,7% (yoy) dengan kredit investasi sebesar 31,1% (yoy), kredit modal kerja sebesar 24,7% (yoy), dan kredit konsumsi sebesar 23,8% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit untuk tahun 2011 diperkirakan masih sesuai dengan Rencana Bisnis Bank (RBB). Ke depan, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat terkait dengan masih tingginya ketidakpastian penyelesaian masalah utang dan fiskal di Eropa dan AS. Perlambatan ekonomi global tersebut diperkirakan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik yang pada tahun 2012 diperkirakan pada kisaran 6,3%-6,7%. Untuk tahun 2013, ekonomi tumbuh meningkat ke kisaran 6,4%-6,8% seiring perkiraan akan membaiknya kembali ekonomi global. Di sisi harga, Dewan Gubernur memperkirakan inflasi di 2012 dan 2013 dapat diarahkan pada kisaran sasarannya, yaitu 4,5%±1%. Dalam hubungan ini, penurunan suku bunga BI Rate yang telah ditempuh BI selama ini diharapkan mampu memberikan stimulus pada perekonomian. Dewan Gubernur tetap mewaspadai beberapa faktor risiko terhadap keseimbangan ekonomi makro indonesia, termasuk dampak dari pemburukan ekonomi global. Sejalan dengan itu, disamping melanjutkan upaya stabilisasi moneter dan sistem keuangan dengan terus memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas di pasar, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan momentum penurunan suku
2
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Respons Kebijakan Moneter Triwulan IV-2011
bunga untuk mengefektifkan stimulus pada perekonomian. Disamping itu, koordinasi dengan Pemerintah terus diperkuat agar stimulus perekonomian dapat juga ditingkatkan dari sisi fiskal dan sektor riil.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
3
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
2. Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan Pada tahun 2011, perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,5%. Perlambatan ekonomi global belum terlalu berdampak pada kinerja perekonomian domestik. Di sisi lain, permintaan domestik diperkirakan masih tetap kuat. Secara sektoral sumber pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Di tahun 2012, perlambatan ekonomi global diperkirakan akan mulai memengaruhi kinerja perekonomian domestik khususnya melalui jalur ekspor. Namun demikian, dengan masih kuatnya daya beli, tingginya keyakinan konsumen, dan adanya respon kebijakan moneter, permintaan domestik diperkirakan meningkat. Dari sisi lapangan usaha, di tahun 2012 peningkatan pertumbuhan ekonomi tetap dimotori oleh sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Di tahun 2013, seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik diperkirakan akan lebih baik dibandingkan tahun 2012 melalui peningkatan ekspor dan permintaan domestik. Inflasi 2011 dapat lebih rendah dari 4%. Pencapaian inflasi yang rendah itu didorong oleh seluruh komponen IHK, terutama kelompok volatile foods dan inti. Pasokan bahan pangan yang memadai baik dari domestik maupun impor serta gangguan distribusi yang minimal menjaga stabilitas harga bahan makanan. Di sisi inflasi inti, penurunan harga komoditas global, nilai tukar yang cenderung stabil, dan ekspektasi inflasi yang menurun mendorong penurunan inflasi inti. Di tahun 2012 dan 2013 inflasi diperkirakan berada dalam sasaran inflasi sebesar 4,5% + 1%. Bank Indonesia akan terus mengevaluasi perkembangan kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. Bank Indonesia akan mengambil kebijakan yang terukur untuk mengantisipasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia dengan mengutamakan pencapaian sasaran inflasi. Bank Indonesia juga akan meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk mengantisipasi berbagai perkembangan perekonomian global. Prakiraan makroekonomi tahun 2011 sampai dengan 2013 disertai dengan berbagai faktor ketidakpastian yang berasal dari sisi domestik maupun eksternal. Dari sisi domestik, adanya kemungkinan penerapan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di tahun 2012 dapat mendorong menyebabkan inflasi lebih tinggi. Sementara dari sisi eksternal, perlambatan ekonomi global yang lebih dalam dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia akan mewaspadai berbagai risiko terhadap pencapaian sasaran inflasi maupun prospek makroekonomi ke depan. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan Bank Indonesia ke depan diarahkan untuk: (1) melanjutkan upaya stabilisasi di sektor keuangan dengan terus memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas yang diperlukan untuk menjaga
4
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
keseimbangan pasar domestik, (2) mengoptimalkan momentum
Tabel 2.1
penurunan suku bunga untuk mengefektifkan stimulus pada
Proyeksi PDB Dunia (% yoy) 2009
2010 5,1
Proyeksi 2011 4,0
2012 4,0
perekonomian, namun dengan tetap menjangkar pencapaian sasaran inflasi, dan (3) terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah agar stimulus perekonomian dapat juga ditingkatkan dari sisi fiskal
PDB Dunia
-0,7
Negara Maju
-3,7
3,1
1,6
1,9
Amerika Serikat
-3,5
3,0
1,5
1,8
Kawasan Eropa
-4,3
1,8
1,6
1,1
Jepang
-6,3
4,0
-0,5
2,3
Negara Maju Lainnya
-2,3
4,3
2,8
3,0
Negara Berkembang
2,8
7,3
6,4
6,1
Eropa Timur dan Tengah
-3,6
4,5
4,3
2,7
Negara Persemakmuran
-6,4
4,6
4,6
4,4
di tahun 2012 diperkirakan tumbuh lebih rendah. Masih
Negara Berkembang Asia
7,2
9,5
8,2
8,0
tingginya pengangguran dan lemahnya konsumsi di negara maju
dan sektor riil.
ASUMSI YANG MENDASARI PERKIRAAN EKONOMI Asumsi Perekonomian Internasional Berdasarkan perkembangan terkini, perekonomian dunia
China
9,2
10,3
9,5
9,0
India
6,8
10,1
7,8
7,5
merupakan penyebab utama pertumbuhan ekonomi dunia di tahun
ASEAN-5*
1,4
7,1
5,1
5,5
2012 diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan
Amerika Latin & Karibia
-1,7
6,1
4,5
4,0
Timur Tengah & Afrika Utara
2,6
4,4
4,0
3,6
proyeksi sebelumnya. Walaupun menurun, pada tahun 2012
* Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam Sumber: IMF, World Economic Outlook, Sep 2011
perekonomian dunia masih akan ditopang oleh negara emerging markets, yang masih tumbuh relatif tinggi, walaupun melambat akibat rambatan krisis yang terjadi di Eropa dan AS. Memasuki
tahun 2013, perekonomian dunia diperkirakan mengalami perbaikan secara gradual dan tumbuh sebesar 3,8%. Perbaikan diperkirakan berasal baik dari negara maju maupun emerging markets. Seiring dengan aktivitas perekonomian dunia yang melambat, harga komoditas dan harga minyak dunia diprakirakan cenderung menurun. Harga komoditas dunia di tahun 2011 diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan semula. Revisi perkiraan harga komoditas tersebut terutama karena lebih rendahnya realisasi harga komoditas dibandingkan perkiraan semula, terutama untuk komoditas pertanian. Untuk tahun 2012, harga komoditas baik migas dan non migas diperkirakan cenederung turun seiring dengan perkiraan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Memasuki tahun 2013, seiring dengan perkiraan membaiknya ekonomi dunia, harga komoditas internasional diperkirakan meningkat secara moderat.
Asumsi Kebijakan Fiskal Realisasi pengeluaran pemerintah yang lebih rendah menyebabkan defisit fiskal tahun 2011 diperkirakan lebih rendah dari asumsi APBN 2011. Pada tahun 2012 dan 2013 rasio defisit fiskal terhadap PDB diperkirakan lebih rendah dari tahun 2011 seiring dengan upaya konsolidasi fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah mengupayakan agar operasi keuangan Pemerintah dapat mencapai surplus anggaran pada 2015. Upaya untuk mencapai defisit APBN yang lebih rendah tersebut dilakukan dengan meningkatkan penerimaan Pemerintah sering dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi ditambah dengan penurunan beban subsidi energi.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
5
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pada tahun 2011, perekonomian diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,5%. Perlambatan ekonomi global belum terlalu berdampak pada kinerja ekspor sebagaimana terlihat dari pertumbuhan ekspor yang diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi di triwulan-IV 2011. Di sisi lain, permintaan domestik diperkirakan masih tetap kuat, meski kontribusi konsumsi pemerintah relatif moderat. Secara umum, di tahun 2011, sumber pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Di tahun 2012, perlambatan ekonomi global diperkirakan akan memengaruhi kinerja perekonomian domestik khususnya melalui jalur ekspor yang diperkirakan tumbuh lebih rendah dari tahun sebelumnya. Walaupun diperkirakan melambat, pertumbuhan ekspor diperkirakan masih cukup baik mengingat negara-negara mitra dagang Indonesia diperkirakan masih tumbuh relatif tinggi di 2012, meskipun secara umum cenderung melambat. Namun demikian, dengan masih kuatnya daya beli, tingginya keyakinan konsumen, dan adanya pelonggaran kebijakan moneter di tahun 2011, permintaan domestik diperkirakan meningkat. Dengan permintaan domestik yang masih kuat ditengah perlambatan kinerja ekspor, impor diperkirakan hanya akan mengalami sedikit perlambatan. Dari sisi lapangan usaha, di tahun 2012 peningkatan pertumbuhan ekonomi tetap dimotori oleh sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan sektor industri pengolahan diperkirakan tetap kuat, meskipun tumbuh melambat terkait ekspor dan investasi yang melambat. Kinerja sektor PHR tetap kuat didukung dengan masih tingginya permintaan domestik. Demikian juga kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih akan tetap solid sejalan dengan aktivitas perekonomian yang meningkat. Seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian global, di tahun 2013 kinerja perekonomian domestik diperkirakan akan lebih baik dibandingkan tahun 2012 melalui peningkatan ekspor dan permintaan domestik. Secara sektoral, di tahun 2013, sektorsektor utama, yakni sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR); serta sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih akan mondominasi perkembangan perekonomian nasional. Secara umum, perkembangan sektor-sektor %Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Indikator
2010
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah
IV*
2012*
2013*
II
4,6
4,5
4,6
4,8
4,9
4,7
4,7 - 5,1
0,3
2,8
4,5
2,5
6,9
4,5
7,4 - 7,8
4,7 - 5,1
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
8,5
7,3
9,4
7,1
7,2
7,7
9,7 - 10,1
11,8 - 12,2
Ekspor Barang dan Jasa
14,9
12,5
17,5
18,5
17,3
16,5
11,7 - 12,1
12,8 - 13,2
Impor Barang dan Jasa
17,3
14,4
15,3
14,2
14,1
14,5
13,5 - 13,9
15,3 - 15,7
PDB
6,1
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,3 - 6,7
6,4 - 6,8
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
III*
2011*
I
* Proyeksi Bank Indonesia
6
2011
4,7 - 5,1
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik dan global.
������� ����� ����� �����
����������
Prospek Permintaan Agregat
�����
Konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan cenderung
�����
meningkat seiring dengan masih meningkatnya pendapatan,
���� ����
����������������������� �������������������������
����������
���� ����
tingginya keyakinan konsumen, dan dampak penurunan suku
���������������������������
bunga kebijakan di 2011. Rendahnya inflasi sepanjang 2011
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ����� ���� ���� ���� ����
�������������������������������������
menyebabkan peningkatan pendapatan riil masyarakat. Kinerja ekspor yang cukup baik sepanjang 2011 juga meningkatkan pendapatan walaupun ekspor di triwulan IV diperkirakan akan
Grafik 2.1
mengalami penurunan. Beberapa sumber peningkatan lainnya
Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
berasal dari penyesuaian Upah Minimum Provinsi (UMP), perbaikan pendapatan aparat negara, kenaikan gaji karyawan perusahaan
serta dukungan pembiayaan dari perbankan. Beberapa indikator menunjukkan bahwa kinerja konsumsi rumah tangga sampai dengan triwulan IV 2011 masih kuat. Survei Konsumen BI menunjukkan bahwa keyakinan konsumen terus menguat sepanjang tahun bahkan pada bulan Oktober 2011 mencapai level tertinggi sejak tahun 2009. Dengan adanya indikasi pendapatan masyarakat meningkat, konsumsi di tahun 2012 diperkirakan tetap kuat. Sampai dengan bulan November 2011, sudah terdapat penetapan kenaikan UMP tahun 2012 untuk beberapa provinsi (Grafik 2.3). Besaran kenaikan UMP tersebut berbeda-beda, sesuai dengan tingkat inflasi dan Kebutuhan Hidup Layak-KHL provinsi-provinsi tersebut. Secara umum, besaran kenaikan UMP 2012 lebih tinggi dibanding dengan kenaikan UMP 2011 (Grafik 2.2). Meski secara umum kenaikan UMP lebih tinggi dibandingkan 2011, namun dengan meningkatkan efisiensi dan produktivitas, kenaikan UMP tersebut diperkirakan tidak akan diikuti oleh kenaikan harga jual. Selain UMP, pendapatan pegawai swasta juga diperkirakan akan meningkat. Beberapa indikator mengindikasikan bahwa ��� �
�
��
��
����������
�����
������
����� ����
����������� ��������������� ����������������� ������
����� ���� ���� �����
������������������
����
����������������
�����
��������������
Realisasi defisit fiskal diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan asumsi defisit APBN-P 2011. Perkiraan tersebut didasari oleh lebih baiknya realisasi penerimaan pemerintah dibandingkan
����
�����������������
��������������
peningkatan penghasilan di tahun 2012 diperkirakan akan lebih tinggi dari peningkatan di tahun 2011.
����
����������� �����������
��
����� ����
��������������������������������������������������
6 tahun terakhir serta relatif lebih terbatasnya belanja pemerintah sampai dengan Oktober 2011. Berdasarkan perkembangan tersebut, kontribusi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi 2011 diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Hal
Grafik 2.2
ini disebabkan oleh belanja barang, bantuan sosial, dan belanja
Rata-rata Kenaikan UMP 2011
lain yang lebih terbatas. Sementara itu, alokasi belanja modal yang lebih tinggi ternyata tidak mendorong peningkatan realisasi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
7
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
investasi pemerintah, sehingga terjadi penurunan kontribusi fiskal ��� � ���������� ������
��
������ �����������������
��
����
memberikan dorongan terhadap perekonomian (stimulus fiskal)
����� ���� ���� ����� ���� ���� �����
������������������ ����������������
����
�������������� ��������������
����
terhadap investasi pemerintah. Kebijakan fiskal 2012 diarahkan menyesuaikan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012 yaitu
����
����������� ����������� ����������� ��������������� �����������������
��
����� �����
������������������������������������������ ��������������������������������������������������
dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi dan sustainabilitas fiskal. APBN 2012 difokuskan untuk menunjang 4 pilar pembangunan yaitu (i) mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif, dan berkeadilan (pro-growth), (ii) memperluas kesempatan kerja (pro-job), (iii) menanggulangi kemiskinan (pro-poor), dan (iv) mendukung upaya pelestarian lingkungan hidup (pro-environment). Selain itu, kebijakan keuangan pemerintah 2012 diperkirakan juga
Grafik 2.3
dirancang untuk mengarahkan postur keuangan jangka menengah
Rata-rata Kenaikan UMP 2012
untuk mencapai surplus anggaran sebesar 0,3% pada 2015 dengan tetap meningkatkan kualitas belanja negara. Ditengah perlambatan ekonomi global, investasi diprakirakan masih cenderung meningkat, meski lebih rendah dari yang semula diperkirakan. Pertumbuhan investasi diperkirakan sebesar 7,7% di 2011, dan meningkat menjadi 9,8% di 2012. Prospek investasi yang masih meningkat di tengah ekonomi global yang melambat tersebut didasari oleh hasil berbagai survei. Berdasarkan hasil survey tersebut, faktor-faktor yang mendukung cukup baiknya investasi di tahun 2012 adalah: keyakinan investor yang masih tinggi, didukung stabilitas makroekonomi yang diprakirakan tetap terjaga, tercermin pada kondisi nilai tukar dan inflasi yang relatif stabil; belanja modal Pemerintah yang meningkat, terutama untuk proyek infrastruktur; iklim investasi yang membaik; serta meningkatnya peran pembiayaan perbankan seiring dengan penurunan BI rate pada kuartal IV 2011. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang diperkirakan melambat, kinerja ekspor barang dan jasa diprakirakan tumbuh melambat pada tahun 2012. Perlambatan ekonomi global belum terlalu berdampak pada kinerja ekspor pada tahun 2011 sehingga ekspor diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi. Pertumbuhan ekspor riil sampai dengan triwulan III 2011 masih cenderung meningkat. Memasuki 2012, pertumbuhan ekspor diperkirakan melambat akibat perlambatan ekonomi dunia dan menurunnya harga-harga komoditas. Namun demikian, dengan struktur ekspor indonesia yang didominasi oleh komoditas sumber daya alam, perlambatan ekonomi dunia dan penurunan harga komoditas diperkirakan dapat mencegah perlambatan ekspor yang lebih dalam. Secara historis, pengaruh perlambatan ekonomi dunia terhadap kinerja ekspor barang sumber daya alam Indonesia relatif tidak terlalu besar. Masih meningkatnya permintaan domestik di tengah perlambatan pertumbuhan ekspor menyebabkan pertumbuhan impor diperkirakan masih akan tumbuh cukup tinggi. Impor di tahun 2012 diperkirakan tumbuh sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2011. Impor barang modal, terutama dalam bentuk impor mesin dan perlengkapan, diperkirakan masih akan cenderung meningkat sejalan dengan perkiraan investasi yang masih tumbuh meningkat di 2012. Selain itu, dengan konsumsi rumah tangga yang tumbuh
8
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
lebih tinggi, impor barang konsumsi diperkirakan juga akan tumbuh lebih tinggi. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi domestik diperkirakan meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan secara gradual membaik yang diikuti dengan kenaikan harga komoditas. Hal tersebut diperkirakan akan mendorong perbaikan kinerja ekspor yang diperkirakan meningkat di tahun 2013. Meningkatnya pertumbuhan ekspor diperkirakan akan meningkatkan daya beli sehingga konsumsi rumah tangga juga diperkirakan meningkat. Sejalan dengan rencana untuk mencapai surplus anggaran di tahun 2015, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh lebih rendah di tahun 2013 dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan meningkatnya kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga, investasi diperkirakan kembali tumbuh meningkat dengan peran investasi non bangunan yang semakin meningkat. Dengan kondisi tersebut, impor diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Prospek Penawaran Agregat Kinerja sektor industri pengolahan pada tahun 2011 diprakirakan tumbuh sesuai perkiraan. Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan ini utamanya didukung oleh tumbuh tingginya subsektor semen, subsektor makanan dan minuman, serta subsektor tekstil dan logam yang tumbuh di atas rata-ratanya. Masih tingginya pertumbuhan subsektor semen terkait aktivitas konstruksi yang meningkat, sementara subsektor makanan dan minuman terkait potensi membaiknya produksi CPO. Pada produk elektronik, Gabungan Elektronik menyatakan sebagian perusahaan telah mengalihkan pembelian komponen dari Thailand ke negara lain seperti China dan Malaysia. Pertumbuhan sektor industri pengolahan pada tahun 2012 diperkirakan masih mampu mencapai level cukup tinggi, meski sedikit melambat dibandingkan dengan tahun 2011. Secara umum aktivitas di sektor industri pengolahan bergerak sejalan dengan aktivitas ekspor. Pemburukan perekonomian global, yang diperkirakan akan berlanjut di tahun 2012 akibat melemahnya perekonomian Eropa dan Amerika Serikat, memberikan dampak yang tidak %Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 2.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Indikator
2010
2011 I
II
III*
IV*
2011*
2012*
2013*
Pertanian
2,9
3,7
3,9
2,7
2,0
3,1
3,1 - 3,5
3,0 - 3,4
Pertambangan & Penggalian
3,5
4,2
0,8
0,3
0,4
1,4
0,8 - 1,2
0,8 - 1,2
Industri Pengolahan
4,5
5,0
6,1
6,6
6,4
6,1
5,6 - 6,0
5,6 - 6,0
Listrik, Gas & Air Bersih
5,3
4,3
3,9
5,2
5,1
4,6
4,6 - 5,0
4,9 - 5,3
Bangunan
7,0
5,3
7,6
6,4
6,5
6,4
8,2 - 8,6
9,5 - 9,9
Perdagangan, Hotel & Restoran
8,7
8,0
9,6
10,1
9,9
9,4
9,3 - 9,7
9,3 - 9,7
Pengangkutan & Komunikasia
13,5
13,7
10,7
9,5
10,2
10,9
9,9 - 10,3
9,9 - 10,3
Keuangan, Persewaan & Jasa
5,7
7,3
6,9
7,0
7,0
7,0
6,8 - 7,2
6,9 - 7,3
Jasa-jasa
6,0
7,0
5,7
7,8
7,0
6,9
6,5 - 6,9
6,1 - 6,5
PDB
6,1
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
6,3 - 6,7
6,4 - 6,8
* Proyeksi Bank Indonesia
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
9
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
terlalu besar pada kinerja ekspor. Hal itu terjadi karena pangsa ����
�����
����
�����
bagi kegiatan investasi dalam bentuk penangguhan pajak untuk
���� ���
��������
����� �����
jangka waktu tertentu (tax holiday). Kegiatan investasi yang layak
����
�����
������������ �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� �� ���� ���� ���� ���� ����
yang masih memiliki prospek pertumbuhan ekonomi relatif baik. Selain itu, pemerintah telah merencanakan pemberian insentif
����
����
terbesar (sekitar 68%) tujuan ekspor Indonesia ke kawasan Asia
����
mendapat tax holiday harus memenuhi berbagai kriteria yang telah
����
ditetapkan oleh pemerintah.
�����
Kinerja sektor PHR pada tahun 2011 tumbuh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan membaiknya kinerja sektor tradables terutama sektor
Grafik 2.4
industri pengolahan, serta aktivitas domestik yang masih baik.
Pertumbuhan Sektor PHR dan Impor
Selain itu, kinerja impor pada tahun 2011 masih tumbuh tinggi sehingga menambah jumlah barang yang diperdagangkan. Hal ini didukung pula oleh terjaganya daya beli masyarakat.
��
������
������
��
Pertumbuhan sektor PHR pada tahun 2012 diperkirakan ��
masih cukup tinggi. Pertumbuhan yang tinggi tersebut didukung
��
oleh permintaan domestik yang relatif masih kuat, impor dan
�� �� �� � � ���
���
������������������������ �����������������������
����������������������������������� ��������������������������������
� � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � �� �� �� � � � � � � � � � ���� ���� ���� ��������������������������������������������������������
��� ���
sektor industri pengolahan yang tumbuh relatif tinggi. Tingginya pertumbuhan PHR diperkirakan juga terkait dengan pengalihan pasar internasional. Kondisi perekonomian global yang masih lemah membuat para eksportir mengalihkan produknya dari pasar internasional ke pasar domestik. Sektor pengangkutan dan komunikasi masih berada pada level yang tinggi. Subsektor pengangkutan di tahun
Grafik 2.5
2011 mengalami perlambatan yang terutama disebabkan oleh
Penumpang Angkutan Udara, Kargo, dan Pelanggan Seluler
menurunnya subsektor pengangkutan rel terkait menurunnya jumlah angkutan barang, kebijakan pembatasan penumpang kereta api, dan penghentian sementara beberapa perjalanan
Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek pada pertengahan triwulan IV-2011. Sementara itu, subsektor pengangkutan udara masih tumbuh tinggi, tercermin dari pertumbuhan jumlah penumpang. Subsektor komunikasi masih tumbuh tinggi, ditopang oleh meningkatnya komunikasi data/internet, sementara komunikasi seluler termoderasi. Pada tahun 2012 sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan tumbuh sebesar cukup tinggi. Dari sisi sumber pertumbuhan, dominasi subsektor komunikasi terlihat dalam tren menurun meski tetap tinggi, seiring dengan meningkatnya peran subsektor pengangkutan (Grafik 2.5). Sektor pertanian pada 2011 diperkirakan tumbuh sedikit membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terutama didukung oleh membaiknya subsektor perkebunan dan perikanan, seiring dengan cuaca yang cenderung normal. Kinerja subsektor perkebunan menunjukkan peningkatan terutama pada triwulan IV-2011. Sementara, kinerja subsektor tanaman bahan makanan (tabama) mengalami penurunan karena penurunan luas
10
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
lahan, serangan hama yang meningkat, dan kendala penyaluran bantuan pupuk. Di tahun 2012, pertumbuhan sektor pertanian diprakirakan akan tumbuh stabil dengan mempertimbangkan beberapa program yang sudah disiapkan oleh pemerintah dalam mengantisipasi perubahan iklim. Sulitnya memprediksi kondisi iklim dan dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional diantisipasi pemerintah dengan berupaya untuk terus meningkatkan produktivitas pertanian melalui berbagai program. Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) diharapkan mampu mendorong produksi pangan. Dalam program ini petani akan berpartisipasi dalam bentuk penyediaan lahan dan menggarapnya, sementara pihak korporasi, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN), berperan dalam pendampingan dan penyediaan modal untuk mengolah lahan seperti benih, pupuk dan pestisida. Pada tahun 2011 program ini dilaksanakan untuk 3 komoditas yaitu padi, jagung, dan kedelai. Program ini rencananya akan dilanjutkan pada tahun 2012. Program lain yang akan dilakukan pemerintah di bidang pertanian yaitu program pemulihan kesuburan lahan sawah berkelanjutan. Untuk keseluruhan tahun 2011, kinerja sektor bangunan diperkirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Lebih rendahnya pertumbuhan sektor ini antara lain dipengaruhi oleh lebih rendahnya realisasi pengeluaran Pemerintah dibanding historisnya terkait kendala pembebasan lahan. Namun demikian, pertumbuhannya masih relatif tinggi karena dukungan dari investasi swasta. Masih tingginya kinerja sektor bangunan sejalan dengan investasi yang masih tumbuh tinggi dan meningkatnya aktivitas konstruksi. Hal tersebut tercermin dari indikator penjualan semen, impor bahan bangunan, dan penjualan alat berat untuk kegiatan konstruksi yang stabil sampai dengan Oktober 2011. Kegiatan di sektor bangunan pada tahun 2012 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Seiring dengan perkembangan ekonomi domestik yang terus membaik dan pergerakan suku bunga yang diperkirakan akan menurun, kegiatan konstruksi, seperti pembangunan properti, pabrik dan infrastruktur akan lebih menggeliat. Terkait dengan pembangunan infrastruktur, pemerintah akan memberikan jaminan berlapis melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) serta dukungan APBN agar semua proyek berjalan lebih lancar. Pertumbuhan ekonomi sektoral di tahun 2013 secara umum akan membaik, terkait pemulihan perekonomian global di tahun 2013. Pada tahun 2013 kinerja berbagai sektor dalam perekonomian diperkirakan akan lebih baik dari tahun 2012. Dari sisi sumber pertumbuhan, motor pergerakan ekonomi diperkirakan masih tetap bertumpu pada sektor industri pengolahan, PHR serta pengangkutan dan komunikasi. Selain sektor-sektor utama tersebut, sektor lain yang diperkirakan akan tumbuh tinggi adalah sektor bangunan, seiring dengan realisasi berbagai kebijakan pemerintah yang akan mendorong berbagai proyek pembangunan infrastruktur berjalan lancar.
PROSPEK INFLASI Inflasi tahun 2011 diperkirakan akan bias ke bawah dari rentang sasaran inflasi sebesar 5% ± 1%. Dengan realisasi inflasi ytd sampai dengan November 2011 sebesar
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
11
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
3,20%, lanjutan tekanan inflasi ke depan terkait hari raya Natal pada akhir tahun diperkirakan relatif moderat. Memasuki 2012, inflasi diperkirakan berada di dalam kisaran sasaran inflasi BI sebesar 4,5% + 1%. Tekanan inflasi yang berasal dari sisi eksternal diperkirakan mereda seiring dengan perlambatan ekonomi dunia dan turunnya hargaharga komoditas internasional, termasuk harga minyak. Di sisi lain, dengan nilai tukar yang diperkirakan relatif stabil, imported inflation diperkirakan cenderung turun. Selain itu, ekspektasi inflasi juga diperkirakan membaik. Di sisi domestik, tekanan inflasi dari sisi permintaan diperkirakan relatif moderat seiring dengan masih cenderung meningkatnya pertumbuhan investasi ditengah lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi. Sementara itu dari sisi volatile food, inflasi diperkirakan relatif rendah meski lebih tinggi dari inflasi volatile food di 2011. Rendahnya inflasi volatile food di 2012 diperkirakan didukung oleh kecukupan sisi pasokan , baik melalui produksi maupun impor. Inflasi adminisitered prices diperkirakan sedikit lebih tinggi dari rata-rata historisnya sejalan dengan rencana Pemerintah untuk menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 10% pada bulan April 2012. Namun demikian, perkiraan inflasi tersebut masih dibayangi oleh beberapa faktor ketidakpastian terutama yang berasal dari kenaikan strategic administered prices, terutama ������ ���
��
��������������������������������
���
dalam bentuk pembatasan konsumsi BBM bersubsidi.
������
������������������������������������������
���
������������������������������������������
��
���
dunia yang iikuti dengan kenaikan harga-harga komoditas, inflasi diperkirakan berada dalam rentang sasaran inflasi sebesar
��� ��
���
4,5% + 1%. Peningkatan inflasi terutama berasal dari inflasi inti seiring dengan meningkatnya harga komoditas internasional dan
��� ���
�
���
permintaan domestik. Inflasi volatile food diperkirakan sedikit meningkat sejalan dengan harga komoditas pangan yang cenderung
��� ���
Pada tahun 2013, sejalan dengan membaiknya perekonomian
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ����� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�
meningkat. Adapun inflasi administered prices diperkirakan relatif rendah seiring dengan belum adanya kebijakan pemerintah untuk
Grafik 2.6
menaikkan harga barang/jasa yang bersifat strategis di 2013.
Ekspektasi Inflasi Pedagang – SPE BI
Tekanan inflasi inti tahun 2012 secara umum diprakirakan akan cenderung turun. Turunnya tekanan inflasi inti sejalan dengan penurunan pertumbuhan ekonomi global dan harga
������
������
���
��
��� ���
��
���
��
yang cenderung menurun dalam beberapa bulan terakhir inti dari harga emas diperkirakan mereda. Penurunan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan juga akan berasal dari cenderung turunnya
��� ���
���
lebih rendah dari tahun 2011. Selain itu, harga emas internasional diperkirakan masih akan terus berlanjut sehingga tekanan inflasi
���
���
komoditas. Harga komoditas di 2012 secara rata-rata diperkirakan
� �������������������������������� ������������������������������������������ ������������������������������������������
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � �� � ������� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ����� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
biaya pengiriman (freight cost) sejalan dengan harga minyak yang cenderung turun. Selain itu, dengan stabilitas nilai tukar yang
�
terjaga, tekanan imported inflation diperkirakan relatif moderat. Dari sisi domestik, permintaan diperkirakan masih akan meningkat,
Grafik 2.7
meski lebih moderat. Namun demikian, peningkatan permintaan
Ekspektasi Inflasi Konsumen – SK BI
dapat diimbangi oleh sisi penawaran melalui peningkatan utilisasi kapasitas dan investasi baru sehingga tekanan inflasi dari sisi
12
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
permintaan relatif moderat, sebagaimana terlihat dari utilisasi kapasitas yang masih memadai. Selain itu, meski kenaikan UMP di 2012 diperkirakan cukup tinggi, namun dampaknya terhadap kenaikan harga diperkirakan minimal. Hal tersebut dikarenakan kenaikan upah umumnya diikuti oleh kenaikan efisiensi dan produktivitas. Terjaganya inflasi dalam beberapa periode terakhir serta relatif stabilnya nilai tukar mendorong perbaikan ekspektasi inflasi. Dari sisi inflasi volatile foods, peningkatan harga bahan makanan di tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dari tahun 2011. Perkiraan lebih tingginya inflasi harga bahan makanan di tahun 2012 adalah berdasarkan beberapa faktor, seperti harga beras yang diperkirakan masih akan cenderung tinggi karena kebijakan harga di sejumlah negara produsen, ditengah peningkatan produksi domestik yang cenderung terbatas. Selain itu, tindak lanjut dari UU No.13/2010 tentang hortikultura dalam bentuk Peraturan Menteri yang mengatur mekanisme impor produk hortikultura berpotensi akan mengurangi kecepatan koreksi harga yang tajam pada produk aneka bumbu sebagaimana yang terjadi selama ini. Namun, beberapa faktor-faktor eksternal dan domestik diperkirakan masih cukup kondusif bagi perkembangan inflasi kelompok pangan. Dari sisi eksternal, penurunan harga komoditas pangan global diperkirakan masih terus berlanjut. Dari sisi domestik, pembangunan infrastruktur pertanian dan peningkatan keterhubungan antar wilayah diperkirakan dapat membatasi inflasi volatile food. Dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan, pemerintah telah menambah anggaran ketahanan pangan yang meningkat sebesar lebih dari 20% di RAPBN 2012. Selain penyesuaian TTL, di sisi harga barang dan jasa yang diatur oleh Pemerintah, di tahun 2012 belum terdapat rencana penyesuaian yang signifikan. Inflasi administered di tahun 2012 diperkirakan sedikit meningkat. Hal tersebut terutama terkait dengan kenaikan tarif tenaga listrik yang rencananya dilaksanakan pada bulan April. Berdasarkan perhitungan, rencana penyesuaian Tarif Tenaga Listrik (TTL) pada tahun 2012 diperkirakan akan memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang tidak terlalu besar terhadap peningkatan inflasi. Namun demikian, dengan terlewatinya kuota BBM bersubsidi di tahun 2011 serta semakin terbatasnya jatah BBM bersubsidi di 2012, terdapat risiko inflasi menjadi lebih tinggi dari yang diperkirakan apabila Pemerintah memutuskan untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Sejalan dengan membaiknya perekonomian dunia yang iikuti dengan kenaikan harga-harga komoditas, inflasi tahun 2013 diperkirakan meningkat namun masih dalam rentang sasaran inflasi 4,5% + 1%. Peningkatan inflasi terutama berasal dari inflasi inti seiring dengan meningkatnya harga komoditas internasional dan permintaan domestik. Inflasi volatile food diperkirakan sedikit meningkat sejalan dengan harga komoditas pangan yang cenderung meningkat. Adapun inflasi administered prices diperkirakan relatif rendah seiring dengan perkiraan tidak adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga barang/jasa yang bersifat strategis di 2013.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
13
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke Depan
FAKTOR RISIKO �
Prakiraan makroekonomi tahun 2011 sampai dengan 2013 disertai dengan berbagai faktor ketidakpastian yang berasal dari sisi domestik maupun eksternal. Dari sisi domestik, risiko bersumber
�
dari kemungkinan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa yang diatur pemerintah, terutama dalam bentuk pembatasan konsumsi
�
BBM bersubsidi sehingga dapat mendorong inflasi yang lebih tinggi. Sementara dari sisi eksternal, apabila perekonomian global mengalami perlambatan yang lebih dalam berupa penurunan
�
�������
�������
�������
�������
Grafik 2.8 Fan Chart Proyeksi Inflasi Tahun 2011-2013
14
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
pertumbuhan ekonomi dunia dan harga komoditas, prospek pertumbuhan ekonomi dapat terkoreksi ke bawah.
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
3. Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini Indikasi perlambatan ekonomi dunia semakin menguat. Berlanjutnya krisis utang yang membelit perekonomian di kawasan Eropa dan permasalahan fiskal di Amerika Serikat (AS) menimbulkan gejolak di pasar keuangan global. Permintaan domestik di negara maju mengalami tekanan sehingga berdampak pada melambatnya aktivitas perdagangan dunia. Di kawasan Asia, kondisi ekonomi secara umum masih positif meski terdapat potensi perlambatan akibat menurunnya kinerja eksternal. Melambatnya ekonomi dunia serta mulai turunnya harga komoditas internasional mengakibatkan tekanan inflasi mulai mereda. Seiring dengan meningkatnya risiko perlambatan ekonomi global, laju pengetatan kebijakan moneter di negara berkembang mulai tertahan dengan kecenderungan longgar, sementara kebijakan moneter di negara maju masih cenderung akomodatif untuk menopang aktivitas perekonomian. Kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2011 masih tetap kuat di tengah menguatnya indikasi perlambatan ekonomi global. Ekspor diprakirakan masih akan tumbuh tinggi diikuti oleh konsumsi yang tetap kuat. Sebagai respons masih kuatnya kinerja ekspor dan konsumsi, investasi juga sedikit meningkat. Sejalan dengan masih kuatnya kegiatan ekspor, impor juga tumbuh tinggi untuk menopang aktivitas perekonomian. Seiring dengan meningkatnya risiko global, rupiah mengalami depresiasi selama triwulan IV 2011, sejalan dengan tren pergerakan mata uang mayoritas negara kawasan. Pergerakan harga barang dan jasa secara umum sepanjang tahun 2011 berada dalam tren menurun. Pencapaian inflasi yang rendah itu didorong oleh seluruh komponen IHK, terutama kelompok volatile food dan inti. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mengendalikan pergerakan harga barang dan jasa secara umum. Bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh oleh Bank Indonesia serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah telah dapat menjaga keseimbangan permintaan dan pasokan. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan tetap terkendali dan bias ke bawah dalam kisaran target yang ditetapkan sebesar 5%±1% di tahun 2011. Di pasar keuangan, suku bunga PUAB cenderung menurun sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia melebarkan koridor bawah PUAB O/N. Suku bunga deposito dan kredit juga cenderung menurun, sementara kredit masih tetap tumbuh tinggi, terutama kredit investasi. Di pasar saham dan SBN, investor asing terlihat melakukan aksi jual terhadap portofolionya akibat sentimen negatif yang dipicu oleh krisis global.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
15
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Perkembangan terkini dari berbagai kawasan memperkuat indikasi perlambatan ekonomi global. Permintaan domestik di negara maju tertekan akibat tingginya pengangguran dan lemahnya konsumsi. Hal tersebut berdampak pada aktivitas perdagangan dunia yang melambat. Penyelesaian krisis Eropa yang berlarut-larut dan kekhawatiran terulangnya krisis perbankan global memicu gejolak dan volatilitas di pasar keuangan global terutama pada semester kedua tahun 2011. Perilaku risk aversion investor juga memengaruhi pasar komoditas internasional dan menahan kenaikan harga komoditas lebih lanjut. Respons kebijakan moneter di negara maju selama tahun 2011 diperkirakan masih akomodatif disertai injeksi likuiditas dan pembelian surat utang pemerintah. Sementara kebijakan negara berkembang masih bias ketat meski dengan kecenderungan longgar mengantisipasi lemahnya ekonomi dunia. Kinerja ekonomi AS mengindikasikan perlambatan. Perekonomian AS mengalami perlambatan sepanjang tahun 2011 dan diprakirakan tumbuh 1,7% (yoy) setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,0% (yoy) pada tahun 2010. Angka pengangguran yang tetap tinggi dan keyakinan konsumen ����
���������
�
�����
������������������������������������� �����������������
����
��� ���
yang lemah cenderung menghambat laju konsumsi rumah tangga.
���
Sementara itu, laju aktivitas sektor produksi terindikasi melambat
���
menjelang semester kedua tahun 2011 yang ditandai dengan
��� ���
turunnya laju penyerapan tenaga kerja (non farm payrolls) dan
�
indeks Purchasing Manager Index (PMI). Produksi industri pengolahan
���
����
sepanjang tahun 2011 diperkirakan tumbuh sebesar 4,0% (yoy) lebih
���
����
���
����������������� ��� ��� ������ ������ ������������������
������
������
������
������
������
����
rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,3% (yoy).
�����
Di sisi lain, ruang stimulus fiskal semakin terbatas sejalan dengan
�����
upaya penghematan fiskal yang harus dilakukan Pemerintahan AS
������
untuk menahan defisit dan utang Pemerintah.
Grafik 3.1
Ekonomi Jerman masih menjadi motor utama perekonomian
Nonfarm Payrolls dan Pengangguran AS
kawasan Eropa di tengah krisis utang dan pengetatan belanja fiskal yang melanda kawasan tersebut. Kinerja ekonomi negara-negara di Eropa melambat yang tercermin dari perkiraan
�����
��
pertumbuhan ekonomi zona Eropa tahun 2011 sebesar 1,6%
���������
��
(yoy) setelah tumbuh 3,0% (yoy) pada tahun 2010. Perekonomian Jerman diperkirakan tumbuh sebesar 2,9% (yoy) pada tahun 2011.
��
Sementara negara-negara Eropa lainnya seperti Yunani, Portugal,
��
��
Spanyol mengindikasikan pelemahan seiring dengan penghematan
�����������
��
fiskal yang menekan konsumsi rumah tangga. Menurunnya ��������������� �����������
������
�� ������ ������ �����������������
������
������
������
������
������
������
konsumsi rumah tangga terlihat dari tren pelemahan keyakinan konsumen seiring dengan masih tingginya angka pengangguran. Di sisi lain, sektor industri yang merupakan penopang ekonomi Eropa
Grafik 3.2
mengalami kontraksi yang tercermin dari komposit PMI (manufaktur
Indeks PMI AS
dan jasa) yang berada di bawah angka 50 pada semester kedua tahun 2011.
16
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Perekonomian kawasan Asia masih positif walaupun dibayangi ���
menurunnya kinerja eksternal. Masih tingginya harga komoditas
�����
global dan perdagangan intra regional Asia berdampak positif pada
��� ���
�������
��� �����
���
������ �����
�� ��
��������
��
������
�� ��
seiring dengan melambatnya permintaan dunia dan ketidakpastian outlook ekonomi dunia menjelang paruh kedua tahun 2011 berakibat cukup signifikan pada kinerja ekspor negara kawasan Asia. Penurunan kinerja ekspor terlihat hampir di sebagian besar negara Asia (Grafik 3.4). Di sisi lain, sisi konsumsi rumah tangga di kawasan Asia lainnya
��������������
��������
perkembangan sektor industri dan ekspor kawasan Asia. Namun,
��
relatif masih stabil tercermin dari positifnya pertumbuhan penjualan
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
eceran dan masih tingginya keyakinan konsumen.
��������������������������
Grafik 3.3
Memasuki semester dua tahun 2011, kenaikan harga komoditas
Survei Keyakinan Konsumen di Eropa
internasional tertahan. Hal tersebut sejalan dengan mulai meredupnya prospek perekonomian dunia. Hingga November 2011, Indeks Harga Komoditas Ekspor Indonesia (IHKEI) telah tumbuh sebesar 19,1% (yoy) dan diperkirakan akan tumbuh lebih rendah
�����
���������������
�� ��
�����
�
�����
���������
�� ��
��
���������
�����
untuk keseluruhan tahun 2011. Sementara itu, harga komoditas
�����
����������������
�� �� ��
�������� ��������
�����������
��� ���
� ���������
���
�����
��� ��������
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ���� ���� �����������������
internasional mulai mengalami penurunan menjelang paruh kedua tahun 2011 yang terkonfirmasi dari turunnya indeks harga komoditas IMF. Indeks harga komoditas IMF Oktober 2011 tumbuh sebesar 30,2% (yoy) atau menurun 3,0% (mtm). Penurunan indeks tersebut disumbang oleh penurunan harga non migas sebesar 7,4% (mtm),
���
sementara komoditas migas hanya turun sebesar 0,6% (mtm).
���
Selain itu, harga minyak juga berada dalam tren yang menurun
���
sebagai imbas dari pasar keuangan global yang bearish dan sentimen perlambatan ekonomi dunia.
Grafik 3.4
Sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia, tekanan inflasi
Kinerja Ekspor Negara Asia
global mulai melambat meskipun masih dalam level yang relatif tinggi. Sampai dengan Oktober 2011, tekanan inflasi global mulai mengalami perlambatan. Tekanan inflasi mulai mereda seiring dengan mulai melambatnya aktivitas perekonomian dunia disertai mulai turunnya harga komoditas internasional. Di kawasan Asia, perlambatan inflasi terjadi di Vietnam, India, Indonesia, China, dan Singapura seiring dengan meredanya kenaikan harga komoditas internasional. Namun, tekanan inflasi di negara-negara maju masih tinggi terkecuali di Jepang. Respons kebijakan moneter negara maju masih cenderung akomodatif disertai dengan upaya pembelian surat-surat berharga, sementara stance kebijakan moneter negara berkembang mulai beralih ke kebijakan longgar. Prospek ekonomi yang masih cukup baik di tengah tingginya tekanan inflasi pada awal tahun mendorong beberapa bank sentral menaikkan suku bunga. Namun, seiring dengan meningkatnya tekanan krisis Eropa yang disertai dengan memudarnya momentum pemulihan ekonomi dunia, maka respons bank sentral dunia beralih ke kebijakan longgar disertai dengan berbagai kebijakan
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
17
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
lainnya untuk meredakan gejolak di pasar keuangan terutama pada akhir tahun 2011. Di samping itu beberapa bank sentral seperti Turki, China, dan Vietnam menurunkan reserve requirement untuk menjamin tersedianya likuiditas di sistem perbankan. Bank sentral negara maju seperti AS, Inggris, dan Jepang juga meningkatkan jumlah pembelian surat-surat berharga (quantitative easing) untuk menjaga suku bunga kredit dan likuiditas di perbankan. Pemerintah Jepang dan bank sentral Swiss juga secara aktif melakukan intervensi di pasar mata uang untuk meredam aksi spekulasi yang berakibat pada apresiasi mata uangnya. Sementara bank sentral di Asia seperti Thailand menurunkan suku bunganya seiring dengan memburuknya prospek ekonomi dunia dan upaya mendukung pemulihan ekonomi pasca banjir. Bank sentral Singapura juga menahan apresiasi dolar Singapura untuk mendukung kinerja ekspor.
PERTUMBUHAN EKONOMI Permintaan Agregat Perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh stabil pada triwulan IV 2011 (Tabel 3.1). Motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi berasal dari ekspor dan konsumsi rumah tangga. Seluruh komponen permintaan diprakirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya kecuali ekspor dan impor. Penguatan keyakinan konsumen yang disertai dengan tren peningkatan konsumsi pada akhir tahun diperkirakan akan mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi. Namun, terdapat risiko pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang lebih rendah terkait dengan masih terbatasnya peningkatan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah serta penurunan indeks penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja saat ini (Survei Konsumen BI November 2011). Sementara itu, realisasi belanja Pemerintah pada akhir tahun 2011 diprakirakan tumbuh tinggi. Sejalan dengan optimisme pelaku usaha, pertumbuhan investasi baik di sektor bangunan dan non bangunan diperkirakan terus berlanjut. Di sisi eksternal, meningkatnya risiko ketidakpastian global yang menurunkan daya serap negara mitra dagang utama diperkirakan mulai berdampak pada kinerja ekspor yang pada gilirannya diperkirakan akan menyebabkan melambatnya pertumbuhan impor.
%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 3.1 Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Permintaan Indikator
2011 I
II
III*
IV*
2011*
Konsumsi Rumah Tangga
4,6
4,5
4,6
4,8
4,9
4,7
Konsumsi Pemerintah
0,3
2,8
4,5
2,5
6,9
4,5
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
8,5
7,3
9,4
7,1
7,2
7,7
Ekspor Barang dan Jasa
14,9
12,5
17,5
18,5
17,3
16,5
Impor Barang dan Jasa
17,3
14,4
15,3
14,2
14,1
14,5
PDB
6,1
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
* Proyeksi Bank Indonesia
18
2010
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Untuk keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 terus mengalami penguatan ditopang oleh kontribusi kinerja ekspor dan permintaan domestik. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diprakirakan mencapai sekitar 6,5% (yoy), meningkat dari 6,1% (yoy) pada tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama disumbang dari kenaikan ekspor sejalan dengan masih terbatasnya dampak perlambatan ekonomi global disusul oleh pertumbuhan konsumsi yang didukung oleh membaiknya daya beli dan penyerapan belanja Pemerintah. Sementara itu, investasi mengalami perlambatan terutama akibat masih rendahnya dukungan infrastruktur dan ketidakpastian perekonomian global yang menyebabkan surutnya optimisme pelaku usaha terutama pada paruh kedua tahun 2011. Konsumsi rumah tangga tumbuh relatif stabil didukung oleh keyakinan konsumen yang terjaga sepanjang tahun, perbaikan kesejahteraan, meningkatnya peran sektor formal, dan terjaganya daya beli masyarakat menengah atas. Di sisi permintaan eksternal, kinerja ekspor selama tahun 2011 mengalami peningkatan meskipun pada triwulan akhir pertumbuhannya melambat akibat risiko dari perekonomian negara tujuan utama ekspor khususnya Amerika dan Eropa. Dengan permintaan domestik yang kuat serta pertumbuhan ekspor yang masih tinggi, impor diperkirakan masih tumbuh tinggi namun melambat akibat menurunnya akselerasi investasi. Konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh sebesar 4,9% (yoy) pada triwulan IV 2011 dan 4,7% (yoy) untuk keseluruhan tahun 2011. Sampai dengan triwulan III 2011 konsumsi rumah tangga tumbuh rata-rata 4,6%, relatif stabil dari tahun 2010 namun tetap lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan tahun 2001-2010 sebesar 4,3%. Menurut komponennya, konsumsi bukan makanan tumbuh sedikit lebih tinggi di atas 5% dibandingkan dengan konsumsi makanan yang cenderung tumbuh stabil di bawah angka 4%. Selain itu, pertumbuhan konsumsi barang domestik oleh rumah tangga juga didominasi oleh konsumsi bukan makanan dengan porsi yang terus bertambah mencapai 55,2% pada triwulan III 2011. Peningkatan keyakinan konsumen dan perbaikan daya beli kelompok konsumen menengah ke atas yang ditunjukkan oleh indikator meningkatnya suku bunga riil deposito dan terjaganya profit margin mendukung pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan. Dukungan kredit konsumsi riil yang terus meningkat diprakirakan menambah akselerasi konsumsi rumah tangga. Realisasi penjualan eceran juga meningkat sejalan dengan impor barang konsumsi yang terus meningkat sampai dengan Oktober 2011. Namun, terdapat beberapa indikator yang berpotensi menahan pertumbuhan konsumsi pada triwulan terakhir tahun 2011 yaitu terbatasnya kenaikan upah sektoral buruh dan Nilai Tukar Petani (NTP), sedikit menurunnya indeks pendapatan saat ini indeks lapangan kerja saat ini, serta indeks ekspektasi lapangan kerja. Risiko juga mungkin timbul dari perlambatan penjualan kendaraan bermotor akibat berlanjutnya kendala pasokan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga selama tahun 2011 didukung oleh menguatnya keyakinan konsumen. Berdasarkan Survei Konsumen BI (SK BI), keyakinan konsumen terus mengalami penguatan sepanjang tahun, bahkan pada Oktober 2011 mencapai level tertinggi sejak tahun 2009 dengan indeks sebesar 116,1 (Grafik 3.5). Perbaikan optimisme terutama terjadi pada komponen keyakinan terhadap kondisi ekonomi saat ini, sementara ekspektasi terhadap perekonomian enam bulan mendatang juga terus meningkat. Peningkatan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh nilai tukar yang terjaga walaupun sedikit melemah pada
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
19
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
akhir triwulan III 2011 sehingga mendorong impor barang konsumsi, �������
baik makanan maupun non makanan. Akselerasi konsumsi rumah
���
tangga pada tahun 2011 sejalan dengan masih positifnya indikator
����������
��� ���
dini konsumsi. Penjualan mobil dan motor pada tahun 2011 masih
���
tumbuh tinggi sebesar rata-rata 20,68% dan 13,27%. Namun, pada
���
triwulan II dan awal triwulan IV 2011 penjualan mobil mengalami
��
tsunami di Jepang dan banjir besar di Thailand. Sementara penjualan
�� ��
perlambatan akibat gangguan pasokan terkait terjadinya bencana
����������
��
�����������������������
���������������������������
�������������������������
� � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � �� ���� � � � � � � � � � ����� ���� ���� ����
�������������������������������������
sepeda motor sempat mengalami perlambatan pada Juli-Agustus 2011 akibat terhambatnya rantai pasokan selama libur hari raya keagamaan. Di sisi lain, penjualan eceran terus menunjukkan
Grafik 3.5
peningkatan sejak awal tahun terutama disumbang oleh penjualan
Indeks Keyakinan Konsumen – SK BI
bahan makan serta pakaian dan perlengkapan (Grafik 3.6). Kinerja investasi diprakirakan masih terakselerasi pada triwulan IV 2011. Akselerasi investasi didukung oleh optimisme
����� ��� ��� ���
�����
�������������� ����������������������
����������� �����������������
����������������������
�������������������������
pelaku usaha dimana hasil Survei Keyakinan Dunia Usaha BI (SKDU BI) ��
memprakirakan nilai investasi terus meningkat pada semester II 2011
��
(Grafik 3.7). Pertumbuhan investasi ditopang baik oleh pertumbuhan
��
investasi bangunan maupun non bangunan. Investasi bangunan
��
diprakirakan tumbuh sejalan dengan indikator penjualan semen
�� �� ��
��
��
�
� ��� ���
�
�
������������
�
� ����
�
��
�
�
�
� ����
�
��
�
�
� � ����
�
dan impor bahan bangunan yang meningkat pada Oktober 2011 (Grafik 3.8). Sementara investasi non bangunan diprakirakan tumbuh meningkat merespons tetap tingginya konsumsi rumah tangga dan
���
masih terbatasnya dampak perlambatan ekonomi global terhadap
���
kinerja ekspor. Sumber pembiayaan investasi masih didominasi oleh
Grafik 3.6
modal sendiri dan penyisihan laba (65,2%), kredit modal kerja dan
Indeks Penjualan Eceran
investasi (11,0%), dan pemerintah (8,6%), disamping pasar modal dan dana asing. Dukungan pendanaan investasi masih baik antara lain ditunjukkan oleh data realisasi penanaman modal BKPM hingga triwulan III 2011 yang masih tumbuh cukup tinggi. Setelah tumbuh tinggi pada tahun 2010 sebesar 8,5% (yoy), pertumbuhan investasi tahun 2011 diprakirakan sedikit melambat yaitu sebesar 7,7% (yoy). Kinerja investasi sempat menguat pada triwulan II namun kembali melambat pada triwulan III dan diprakirakan berlanjut sampai dengan akhir tahun 2011. Sumber pertumbuhan investasi tahun 2011 masih didominasi oleh bangunan yang disusul oleh mesin, alat angkut, dan lainnya. Apabila dilihat dari komponennya, investasi bangunan tumbuh stabil namun masih di bawah rata-rata pertumbuhan tahun 2001-2010. Pertumbuhan mesin meskipun melambat namun masih tercatat tinggi melampaui rata-rata historisnya. Sedangkan investasi alat angkut mengalami dinamika perlambatan pada triwulan I dan III dibandingkan dengan historisnya. Sementara itu, kinerja positif konsumsi dan ekspor hingga triwulan III 2011 mendorong kenaikan kapasitas terpakai dan selanjutnya pertumbuhan investasi. Selain itu, apresiasi nilai tukar yang terjadi hampir sepanjang tahun juga turut mendukung naiknya impor barang modal guna menambah kapasitas produksi.
20
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Secara tahunan, konsumsi pemerintah selama tahun 2011 ����
�
tumbuh lebih baik namun realisasi investasi pemerintah
������������������������������
����
�����
�����
����
����� �����
����
�����
�����
����
sebelumnya yaitu sebesar 68% dari anggaran. Demikian pula realisasi
�����
����
belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah juga tercatat relatif
�����
�����
����
tumbuh lebih rendah. Realisasi belanja pemerintah sampai dengan Oktober 2011 relatif sama dengan periode yang sama tahun
�����
stabil yaitu sebesar 67,7% dan 76,6% dari budgetnya. Komponen
����
konsumsi pemerintah direalisasikan dengan baik antara lain belanja
���� ����
pegawai (79,8% dari budget), subsidi (77,7% dari budget) dan
���� ���
����
���
���� ���� �������������������������������������
����
���
����
����
���
����
����
���
����
�����
pembayaran bunga (73,7% dari budget). Serapan belanja barang tercatat masih lebih rendah yaitu hanya mencapai 50,9% dari budget.
Grafik 3.7
Realisasi investasi pemerintah juga masih sangat rendah terindikasi
Nilai Investasi (SKDU BI)
dari serapan belanja modal yang baru mencapai 38,4% hingga Oktober 2011, lebih rendah dari daya serap anggaran periode sama tahun lalu (58,3%).
���
�����
����� �����
��� �����
��� �� ��
� ���������������������� ��������������������� ����������������������������������� ������������������������ ������������������� ���������������������������������������
��� ��� ��� ��� � �� ��� �� � ���� ���������������������������������������
��
����
���
��
�
��
���
���
tumbuh melambat. Hal tersebut diindikasikan oleh realisasi volume perdagangan dunia hingga triwulan III 2011 yang terkoreksi turun
����
dan pada akhir tahun 2011 berpotensi bias ke bawah dari perkiraan
������
sebelumnya. Memasuki akhir tahun, dampak rambatan krisis
������
����
global, kinerja ekspor pada triwulan IV 2011 berpotensi
�����
�� ��
Seiring dengan meluasnya dampak perlambatan perekonomian
������
ekonomi Amerika dan Eropa pada kinerja ekspor diprakirakan masih terbatas namun potensi meluasnya dampak moderasi perekonomian tersebut dapat menekan pertumbuhan ekspor pada triwulan IV 2011. Jika dilihat dari komponennya, pertumbuhan ekspor non migas
Grafik 3.8
diprakirakan melambat sejalan dengan perlambatan ekspor industri
Investasi Bangunan & Indikator
pada awal triwulan IV 2011 terutama pada komoditas CPO, tekstil, dan produk kimia (Grafik 3.10). Sementara ekspor pertambangan dan pertanian meningkat didukung oleh masih tingginya permintaan ekspor batubara dan udang. Di sisi lain, kontraksi ekspor migas
��
�����
����� �����
�������������
���
���������������
��
��
��
��
��
��
�
�
���
���
���
���
���
�
�
�
� � �� � ����
�
�
� � �� � ����
�
�
� � �� � ����
�
�
� � ����
���
akibat lifting minyak yang masih belum mencapai target karena faktor penyusutan produksi tambang lama dan gangguan produksi diperkirakan masih berlanjut sampai dengan akhir tahun. Pada tahun 2011, kinerja ekspor diprakirakan tumbuh menguat sebesar 16,5% melebihi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 14,9% ditopang oleh ekspor komoditas primer dan diversifikasi pasar ekspor ke negara emerging countries. Seiring dengan peningkatan konsumsi dan pulihnya perekonomian Jepang, impor pada triwulan IV 2011 berpotensi
Grafik 3.9
tumbuh meningkat. Kinerja impor masih tumbuh pada level
Ekspor Riil Migas & Non Migas
yang tinggi sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik. Berdasarkan kelompok penggunaannya, impor bahan baku hingga
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
21
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
awal triwulan IV 2011 mencatat kenaikan tertinggi diikuti oleh ���� ����
���� �����������������
������������
������������
������
����
����
barang konsumsi. Kenaikan tersebut terutama pada bahan baku
����
untuk industri seperti bahan baku peralatan telekomunikasi serta
����
�� ��
����
�� ��
kendaraan penumpang. Peningkatan pertumbuhan komoditas-
����
komoditas tersebut terkait dengan masih kuatnya permintaan
���
domestik dan berangsur membaiknya kemampuan Jepang dalam
���
���
��� �
memproduksi komoditas alat angkut. Hal itu tercermin dari
�����
pertumbuhan rata-rata nilai impor dari Jepang memasuki triwulan
�����
�����
����� ��� � �
�����
�
��
���
��
�
����
��
���
��
�
��
����
���
���
akhir tahun 2011 yang tercatat meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, meski bergerak moderat namun berlanjutnya penguatan nilai tukar juga memberi dorongan pada
����
Grafik 3.10 Ekspor Nonmigas
aktivitas impor. Untuk keseluruhan tahun 2011, impor masih tumbuh pada level yang tinggi yaitu sebesar 14,5% namun lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 17,3%.
���
�����
����� �����
�������������
Operasi Keuangan Pemerintah ���
���������������
��
���
�� ��
��
�� �
� ���
���
��� ���
�
�
�
� � �� � ����
�
�
� � �� � � ����
�
� � �� � � � � ���� ����
�
����
Realisasi APBN sampai dengan Oktober 2011 masih mencatat surplus sebesar Rp4,8 triliun atau 0,1% dari PDB. Surplus tersebut berasal dari penerimaan negara yang telah mencapai 76,8% dari target APBNP 2011, sedangkan penyerapan belanja baru terealisasi sebesar 67,7% dari target APBNP 2011. Kondisi tersebut sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2010 yang juga mengalami surplus sebesar Rp21,4 triliun, atau 0,3% dari PDB. Membaiknya kondisi perekonomian domestik yang didukung
Grafik 3.11
dengan penerapan beberapa kebijakan perpajakan serta
Impor Riil Migas dan Non-Migas
kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) berdampak pada meningkatnya kinerja penerimaan negara. Dari sektor perpajakan, sebagian besar komponen penerimaan mencatat
perbaikan. Dua sumber utama perpajakan, yaitu PPh dan PPN mengalami peningkatan kinerja sejalan dengan membaiknya tingkat pendapatan masyarakat dan kenaikan harga rata-rata ICP (Indonesia Crude Price)1. Selain itu, beberapa penerapan kebijakan perpajakan untuk melanjutkan penggalian potensi perpajakan melalui program intensifikasi2 dan program ekstensifikasi3 turut mendorong peningkatan kinerja penerimaan pajak. Peningkatan juga terjadi pada pajak perdagangan internasional, yaitu Bea Masuk dan Bea Keluar seiring dengan kenaikan realisasi impor dan kenaikan tarif bea keluar. Di sektor Cukai, kebijakan untuk meningkatkan penerimaan dilakukan melalui kenaikan tarif cukai tembakau rata-rata sebesar 5% sejak Januari 2011. Dari sektor nonpajak, kenaikan harga ICP mampu mendorong 1 2 3
22
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Harga rata-rata ICP s.d. Oktober 2011 mencapai US$111,5/barel, lebih tinggi dari harga rata-rata ICP selama Januari-Oktober 2010 sebesar US$77,6/barel program intensifikasi yang utamanya melakukan pemantapan dan penambahan profil wajib pajak (WP) program ekstensifikasi yang diprioritaskan untuk meningkatkan jumlah WP orang pribadi khususnya berbasis profesi, pemberi kerja, feeding dari 1000 WP besar dan WPOPPT.
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
peningkatan penerimaan SDA Migas terlepas dari lifting minyak yang menurun 4. Kenaikan juga terjadi pada penerimaan Bagian Laba BUMN yang disebabkan oleh peningkatan laba sejumlah perusahaan milik negara. Di sisi lain, realisasi belanja barang, belanja modal, belanja lain dan bantuan sosial mengalami perlambatan dibandingkan dengan realisasi 2 tahun terakhir. Penyerapan belanja K/L sampai dengan Oktober 2011 tercatat masih rendah sehingga belanja Pemerintah Pusat selama tahun 2011 diperkirakan hanya mencapai 95,0% dari APBNP. Berbagai permasalahan administratif seperti proses lelang atau tender yang cukup panjang dan penetapan APBNP yang relatif terlambat menjadi penghambat penyerapan belanja K/L. Upaya untuk mempercepat pengadaan barang dan jasa sudah dilakukan oleh Pemerintah melalui Perpres nomor 54 tahun 2010, namun hingga kini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Sementara itu APBNP, yang mengakomodir tambahan anggaran diantaranya untuk program reward dan punishment belanja K/L dan untuk menampung berbagai program atau kegiatan yang menjadi prioritas, baru disahkan pada 10 Agustus 2011 sehingga waktu pencairan yang tersedia sangat terbatas. Sebaliknya beban fiskal dalam bentuk subsidi justru meningkat signifikan, dan berpotensi melebihi pagu anggarannya di akhir tahun 2011, terutama disebabkan oleh meningkatnya harga ICP dan adanya potensi volume konsumsi BBM bersubsidi yang lebih tinggi dari alokasinya akibat kebijakan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi yang tidak jadi dilakukan 5. Sementara itu, pembiayaan fiskal melalui penerbitan SBN mampu mencapai targetnya didukung oleh perekonomian domestik yang kondusif. Terjaganya risiko di pasar domestik yang tercermin dari stabilnya nilai tukar Rupiah, rendahnya tingkat inflasi, meningkatnya pertumbuhan ekonomi, serta relatif tingginya imbal hasil obligasi pemerintah berdampak positif pada pembiayaan fiskal baik dari sisi volume maupun biaya. Di sisi volume, Pemerintah memperoleh pembiayaan dari penerbitan SBN sekitar Rp204,5 triliun, atau 96,8% dari target APBNP sampai dengan November 2011. Di sisi biaya, yield SBN mengalami tren penurunan yang cukup signifikan sepanjang tahun 2011.
Penawaran Agregat Kinerja sektoral pada triwulan IV 2011 diprakirakan masih kuat yang didorong oleh permintaan domestik yang masih baik dan relatif masih terbatasnya dampak perlambatan perekonomian AS dan Eropa (Tabel 3.2). Kinerja sektor tradables diprakirakan masih tumbuh cukup tinggi terutama ditopang oleh sektor industri pengolahan. Kinerja sektor nontradables juga diperkirakan tetap tumbuh tinggi, utamanya ditopang oleh kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR), sektor keuangan, persewaan, jasa, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Namun, sejumlah risiko di beberapa sektor dapat menghambat kinerja sektoral. Risiko tersebut diantaranya terlambatnya musim hujan yang berpengaruh pada kinerja sektor pertanian, planned shutdown beberapa lapangan 4 5
Realisasi lifting minyak di tahun 2011 hanya mencapai 889,6 ribu barel/hari (periode s.d September 2011), atau menurun dari tahun 2010 yang mencapai 947,4 ribu barel/hari. Dalam APBNP 2011, volume konsumsi BBM bersubsidi ditetapkan 40,5 juta kilo liter, lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi yang digunakan dalam APBN 2011 sebesar 38,6 juta kilo liter. Tambahan tersebut diperhitungkan dengan asumsi sudah dilaksanakannya kebijakan pembatasan BBM bersubsidi bagi kendaraan pribadi
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
23
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini %Y-o-Y, Tahun Dasar 2000
Tabel 3.2 Pertumbuhan Ekonomi – Sisi Penawaran Indikator
2010
2011 I
II
III*
IV*
2011*
Pertanian
2,9
3,7
3,9
2,7
2,0
3,1
Pertambangan & Penggalian
3,5
4,2
0,8
0,3
0,4
1,4
Industri Pengolahan
4,5
5,0
6,1
6,6
6,4
6,1
Listrik, Gas & Air Bersih
5,3
4,3
3,9
5,2
5,1
4,6
Bangunan
7,0
5,3
7,6
6,4
6,5
6,4
Perdagangan, Hotel & Restoran
8,7
8,0
9,6
10,1
9,9
9,4
Pengangkutan & Komunikasi
13,5
13,7
10,7
9,5
10,2
10,9
Keuangan, Persewaan & Jasa
5,7
7,3
6,9
7,0
7,0
7,0
Jasa-jasa
6,0
7,0
5,7
7,8
7,0
6,9
PDB
6,1
6,5
6,5
6,5
6,5
6,5
* Proyeksi Bank Indonesia
gas dan menurunnya produksi emas dan tembaga akibat pemogokan di Freeport pada sektor pertambangan, gangguan pasokan komponen mobil akibat banjir di Thailand yang berpengaruh terhadap kinerja sektor industri pengolahan, kebijakan pembatasan penumpang kereta api pada subsektor angkutan rel, dan pada subsektor komunikasi terkait dihentikannya layanan content provider. Di sisi lain, penyelenggaraan SEA Games pada November 2011 di Jakarta dan Palembang berkontribusi positif pada sektor PHR. Secara umum, pertumbuhan PDB sektoral tahun 2011 membaik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut didukung oleh aktivitas domestik yang membaik dan relatif masih terbatasnya dampak perlambatan perekonomian dunia. Sektor pertanian pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh melambat dari triwulan sebelumnya. Melambatnya kinerja sektor pertanian utamanya disebabkan oleh menurunnya kinerja subsektor tabama meskipun kinerja subsektor perkebunan dan perikanan masih baik. Pada subsektor tabama, produksi padi tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) III 2011 BPS diprakirakan menurun sebesar 1,63% (yoy) yang disebabkan oleh penurunan luas lahan dan produktivitas. Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan utamanya kelapa sawit terindikasi meningkat kembali pada September 2011. Kinerja subsektor perikanan diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada tahun 2011 didukung oleh cuaca yang normal serta dijalankannya program minapolitan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Dari sisi ekspor, kinerja subsektor perikanan masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi hingga September 2011. Jika dibandingkan secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian pada tahun 2011 sedikit membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal tersebut terutama didukung oleh membaiknya subsektor perkebunan dan perikanan seiring dengan kondisi cuaca yang cenderung normal. Sektor pertambangan pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rendahnya kinerja sektor pertambangan terutama disebabkan oleh kinerja lifting migas yang masih dibawah target meskipun kinerja pertambangan nonmigas (batu bara) membaik. Kinerja lifting migas yang
24
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
menurun disebabkan oleh faktor penyusutan produksi tambang lama dan gangguan produksi. Selain itu, terdapat planned shutdown pada beberapa lapangan gas. Di sisi lain, kinerja subsektor nonmigas, khususnya batubara, masih tumbuh tinggi didukung oleh kondisi cuaca yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, pemogokan karyawan yang terjadi di PT.Freeport berpotensi menurunkan produksi tembaga dan emas. Sektor industri pengolahan pada triwulan IV 2011 diprakirakan membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut terutama didukung oleh subsektor semen yang tumbuh tinggi, subsektor makanan dan minuman serta subsektor tekstil dan logam yang tumbuh di atas rata-ratanya. Masih tingginya pertumbuhan subsektor semen terkait aktivitas konstruksi yang meningkat, sementara subsektor makanan dan minuman terkait dengan potensi membaiknya produksi CPO. Namun, terdapat risiko pada produksi mobil dan produk elektronik akibat gangguan pasokan komponen dari Thailand sehubungan dengan bencana banjir yang terjadi di negara tersebut. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, sektor industri pengolahan tumbuh meningkat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan subsektor alat angkut, mesin dan peralatannya, subsektor makanan dan minuman, serta subsektor tekstil. Meningkatnya pertumbuhan pada subsektor tersebut terkait dengan masih baiknya aktivitas domestik dan permintaan ekspor yang belum terlalu terpengaruh oleh melambatnya perekonomian AS dan Eropa. Kinerja sektor perdagangan, hotel, dan restoran (PHR) pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh tinggi sesuai prakiraan. Hal tersebut terkait dengan masih tingginya pertumbuhan sektor tradables, aktivitas domestik yang masih baik, serta masih terjaganya impor. Masih baiknya aktivitas domestik tercermin dari indeks penjualan eceran yang tumbuh tinggi hingga September 2011. Di samping itu, tingkat hunian hotel dan jumlah wisatawan mancanegara juga menunjukkan kinerja yang relatif stabil hingga September 2011. Penyelenggaraan SEA Games pada November 2011 di Jakarta dan Palembang diprakirakan turut meningkatkan kegiatan di subsektor hotel dan restoran. Kinerja sektor bangunan pada triwulan IV 2011 diprakirakan tumbuh sesuai dengan prakiraan. Masih tingginya kinerja sektor bangunan sejalan dengan investasi yang masih tumbuh tinggi dan meningkatnya aktivitas konstruksi. Hal tersebut tercermin dari stabilnya indikator penjualan semen, impor bahan bangunan, dan penjualan alat berat untuk kegiatan konstruksi pada Oktober 2011. Selain itu, pembangunan fasilitas untuk SEA Games diperkirakan dapat memberikan dampak positif terhadap kinerja sektor ini. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV 2011 diprakirakan masih tumbuh tinggi meski melambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kinerja pertumbuhan sektor ini masih ditopang oleh masih tingginya pertumbuhan subsektor pengangkutan dan subsektor komunikasi meskipun termoderasi lebih cepat. Pertumbuhan penumpang angkutan udara hingga Oktober 2011 dalam tren melambat meskipun masih tumbuh tinggi. Pada subsektor komunikasi, pertumbuhan yang masih tinggi berasal dari bisnis internet dan komunikasi data, sementara untuk penggunaan komunikasi seluler (suara dan sms) diperkirakan akan relatif terbatas. Hal tersebut terindikasi dari pertumbuhan penggunaan internet yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan komunikasi seluler.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
25
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Pertumbuhan komunikasi data/internet yang tinggi tersebut dapat ��
������
menahan penurunan kinerja subsektor komunikasi akibat semakin
��������������������������������������������������
terbatasnya pertumbuhan jumlah pelanggan seluler.
�� �������
����
�� ��
Perekonomian Daerah
�
Pertumbuhan ekonomi daerah pada triwulan IV 2011
����
diprakirakan masih tetap tinggi sejalan dengan prakiraan
����
pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk keseluruhan tahun 2011,
���� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ������� � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ���� ���� ���� ���� ������������������������
Grafik 3.12
Volume Ekspor Manufaktur Jawa dan Jakarta
pertumbuhan ekonomi hampir di seluruh kawasan diprakirakan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2010 kecuali Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang mengalami sedikit perlambatan terkait penurunan produksi migas (Kalimatan) dan tembaga (Balnustra). Inflasi di sebagian besar daerah hingga akhir tahun diprakirakan masih cenderung menurun. Namun, prospek ekonomi daerah ke depan
dibayangi oleh risiko penurunan kinerja ekspor akibat perlambatan ekonomi dunia (Grafik 3.12). Kekhawatiran terhadap penurunan permintaan ekspor akibat melemahnya ekonomi negara-negara maju mulai dirasakan oleh beberapa pelaku usaha di daerah terutama untuk pesanan barang tahun 2012. Sejauh ini pelaku usaha tetap optimis ekspor dapat mencapai target hingga akhir tahun 2011.
NERACA PEMBAYARAN INDONESIA (NPI) Tekanan eksternal terus berlanjut pada triwulan IV 2011 sejalan dengan ketidakpastian krisis yang terjadi di Eropa. Neraca transaksi modal dan finansial (TMF) diprakirakan masih mengalami defisit pada triwulan laporan akibat masih berlangsungnya aliran keluar dana asing jangka pendek meskipun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Di sisi lain, aliran masuk dana asing jangka panjang (Foreign Direct Investment – FDI) masih lebih besar sejalan dengan fundamental ekonomi domestik yang kuat sehingga menjadi salah satu faktor positif yang menopang kinerja neraca TMF. Sementara itu, neraca transaksi berjalan (TB) pada triwulan laporan juga diprakirakan akan mencatat defisit akibat akselerasi impor yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju ekspor seiring dengan menguatnya perekonomian domestik. Kinerja neraca transaksi berjalan diprakirakan akan mencatat defisit. Tekanan impor berangsur melambat namun akselerasinya masih melebihi laju pertumbuhan ekspor. Meningkatnya impor sejalan dengan kegiatan ekonomi yang masih kuat sehingga mendorong impor non migas meningkat. Sementara itu, kinerja di sektor minyak membaik yang tercermin dari defisit yang lebih rendah pada neraca migas. Neraca jasa dan neraca pendapatan diprakirakan mengalami defisit sehingga turut menyebabkan memburuknya kinerja neraca TB. Neraca jasa turut berkontribusi pada defisit akibat peningkatan pembayaran jasa freight sejalan dengan kegiatan impor yang tinggi dan banyaknya wisatawan domestik yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Sementara besarnya pembayaran transfer pendapatan dan imbal hasil investasi menyebabkan defisit pada neraca pendapatan.
26
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan masih
������� ������
mencatat defisit pada triwulan IV 2011 meskipun diperkirakan
�����
������
������
������ ������
������ ������
���������������
tidak sebesar triwulan lalu. Defisitnya kinerja neraca TMF
�����������������
dipengaruhi oleh aliran keluar dana asing jangka pendek. Selain itu, defisit TMF juga turut dipengaruhi oleh kelompok investasi lainnya
������
terutama akibat besarnya penempatan dana di luar negeri oleh
������
�����
����� �����
�����
�����
bank. Aliran keluar dana pada trade credit juga tercatat cukup besar
�����
�����
�����
�����
�����
�����
Dari sisi pembiayaan kegiatan ekonomi, baik sektor publik maupun sektor swasta mencatat penarikan utang luar negeri yang lebih
������
������ ������ ������ ������ ������ ������
������ ������ ������ ������ ������ ������
������ ������ ������ ������ ������ ������
����� ������ ������ ������ ������ ������
sejalan dengan meningkatnya pembiayaan untuk kegiatan impor.
besar pada triwulan laporan dimana hal ini akan berdampak positif
Grafik 3.13
bagi perekonomian. Sementara itu, kondisi fundamental ekonomi
Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah
yang tetap kondusif menopang aliran FDI. Besarnya aliran FDI pada triwulan IV diprakirakan dapat memperbaiki struktur aliran modal yang selama ini didominasi oleh aliran modal asing jangka pendek. Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dan ekspektasi
������
������
� �����������
������
�����������������
������
��
membaiknya iklim investasi menyebabkan arus modal jangka panjang
�
diperkirakan tetap tinggi.
�
���������������������
�
������
�
������ ������ �����
�
NILAI TUKAR RUPIAH
�
Seiring dengan meningkatnya risiko berlanjutnya perlambatan
�
������
������
������
������
������
������
������
������
������
������
triwulan IV 2011. Berbagai sentimen negatif selama triwulan
������
� ������
����� ������
� ������
ekonomi dunia, rupiah mengalami tekanan depresiasi selama
����� ������
�
������
�����
Grafik 3.14
laporan sempat menurunkan minat investor global terhadap pasar keuangan emerging markets. Secara rata-rata, rupiah melemah 3,74% (qtq) ke level Rp8.933 per dolar AS (Grafik 3.13) sementara
Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
secara point-to-point rupiah mencatatkan depresiasi sebesar 3,51% (qtq) dan ditutup pada level Rp9.110 per dolar AS. Secara keseluruhan tahun 2011, nilai tukar rupiah secara rata-rata mengalami apresiasi sebesar 3,87% (ytd) ke level Rp8.742 dari Rp9.080 per dolar AS
� ����
pada akhir tahun sebelumnya. Namun, secara point-to-point rupiah
��������� ���
ditutup pada level Rp9.110 per dolar AS atau terdepresiasi sebesar
���
1,10% dari level akhir tahun 2010 yang tercatat sebesar Rp9.010 per dolar AS. Pelemahan tersebut relatif sejalan dengan pergerakan
��� �����
��� ���
nilai tukar kawasan yang secara rata-rata juga terkoreksi, kecuali Yen Jepang. Di sisi lain, walaupun rupiah mengalami tekanan,
��������
���������
����
���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ����
����
����
Grafik 3.15 Perbandingan UIP Beberapa Negara
����
namun volatiliasnya menurun. Kebijakan stabilisasi yang dilakukan BI mampu meredam volatilitas pergerakan rupiah. Rata-rata volatilitas rupiah tercatat turun menjadi 0,46% di triwulan IV 2011 dari 0,49% di triwulan sebelumnya (Grafik 3.14). Dengan imbal hasil rupiah masih lebih kompetitif dibandingkan dengan negara kawasan, diperkirakan minat investor terhadap
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
27
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
���
aset rupiah tetap tinggi. Indikator imbal hasil investasi di aset
�
rupiah yang tercermin dari selisih suku bunga dalam negeri dan
���
luar negeri (UIP – Uncovered Interest Party) relatif lebih tinggi
���
dibandingkan dengan beberapa negara di kawasan regional Asia
���
(Grafik 3.15). Bahkan jika memperhitungkan premi risiko, daya tarik
���
investasi dalam rupiah pun tetap tinggi. Pada akhir November, faktor risiko di mayoritas negara kawasan sedikit mereda seiring dengan
���� ����
���������
���������
��������
�����
rencana penanganan krisis oleh Uni Eropa sebagaimana tercermin dari penurunan yield yang akhirnya mendorong peningkatan CIP
���� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ����
����
����
����
����
(Covered Interest Parity) kawasan (Grafik 3.16).
Grafik 3.16 Perbandingan CIP Beberapa Negara
Ketidakpastian penanganan krisis utang di kawasan Eropa serta adanya indikasi melemahnya perekonomian negara maju selama triwulan IV 2011 memberikan dampak tidak langsung pada pasar keuangan domestik. Hal tersebut pada gilirannya
�������
�����
����
akan memengaruhi pergerakan rupiah. Akumulasi sentimen negatif
��
����
di pasar keuangan global memicu investor menarik penempatan
��
����
dananya di aset emerging markets (portfolio rebalancing) dan beralih
��
����
ke aset-aset aman berdenominasi dolar AS dan emas. Rencana
��
����
kebijakan stimulus lanjutan oleh The Fed yang merupakan sinyal
����
positif ternyata belum mampu mendongkrak kepercayaan pasar.
����
Risiko yang masih tinggi tercermin dari indeks MSCI World dan VIX
����
yang bertahan di posisi tinggi meski telah menunjukkan penurunan
��
�����������
�����������������
��
���
��
������������������������������� ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
������ ������ ������ ������ ������
��
(Grafik 3.17). Sementara itu, sampai dengan November 2011 cadangan devisa tercatat sebesar 111,3 miliar dolar AS atau setara
Grafik 3.17
dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri.
Indeks Risiko Global (VIX, MSCI World)
INFLASI Inflasi IHK pada November 2011 meningkat dibandingkan
�����
dengan bulan sebelumnya, namun secara tahunan tekanan
��� ����
��
inflasi masih berada pada tren yang menurun. Inflasi IHK tercatat
������������������� ��������������
��
sebesar 0,34% (mtm) atau 4,15% (yoy), setelah bulan sebelumnya ����
�
���� ����
�
����
3.18). Sumber tekanan inflasi pada bulan laporan berasal dari kelompok volatile food terkait dengan pola musiman paceklik dan masuknya musim penghujan. Kenaikan inflasi volatile food terutama
�� ���
mengalami deflasi sebesar -0,12% (mtm) atau 4,42% (yoy) (Grafik
�������������������������� �������������������������� �������������������������� �������������������������� ����������������������� ����
����
����
����
����
masih terjadi di Jawa dan Jakarta antara lain karena inflasi beras yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain. Namun tingginya
Grafik 3.18
impor pangan, termasuk impor beras, turut meredam akselerasi
Perkembangan Inflasi
kenaikan harga pada bulan laporan. Tekanan inflasi inti masih cukup moderat ditopang oleh kondisi permintaan-penawaran domestik
28
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
yang masih kondusif dan ekspektasi yang kian membaik, walaupun ��
������
terdapat tekanan eksternal yang terutama bersumber dari kenaikan
���� �������������� ������������������ ������������������������������
�� ��
harga emas dan melemahnya nilai tukar. Sementara itu, tekanan inflasi dari kelompok administered prices relatif rendah karena tidak adanya kebijakan pemerintah menyangkut harga di sepanjang bulan
�� �
laporan. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi tahun kalender ���� ���� ���� ����
� �
mencapai 3,20% (ytd).
� �
�
� � � � �� � � ����
� � � �� � � ����
Disagresi Inflasi
� ��
� � � �� � � � � ���� ����
Tekanan inflasi inti pada November 2011 masih cukup moderat
Grafik 3.19
seiring dengan kondusifnya kondisi domestik dan ekspektasi
Inflasi Inti
inflasi yang terus membaik. Inflasi inti pada November mencapai 0,31% (mtm) atau 4,44% (yoy) (Grafik 3.19). Tekanan inflasi pada bulan November dipengaruhi oleh perkembangan faktor eksternal
������
��
����� ���� ��������������� ���������������������������������
�
����
yang sedikit mengalami peningkatan, meskipun masih terbatas pada ���
kenaikan harga emas (Grafik 3.20). Kenaikan harga emas tersebut
���
tidak terlepas dari ketidakpastian ekonomi global yang menyebabkan
���
investor membeli emas sebagai aset alternatif. Respons kenaikan
� ����
��� ���
�
���
sumbangan inflasi sebesar 0,10%. Sementara itu, sisi penawaran diperkirakan masih memadai dalam merespons sisi permintaan.
��
�
harga emas domestik naik sebesar 5,1% (mtm) sehingga memberikan
��
��
emas global pada November naik sebesar 4,1% (mtm), sementara
���
��
��
��
�� ��
�
�
�� ��
��
��
��
��
�� ��
�
�
��
��
�� ��
��
��
��
�
��
�
��
��
�� ��
��
�� ��
�
��
�
harga emas domestik ditengarai juga disebabkan oleh depresiasi nilai tukar yang telah berlangsung dalam tiga bulan terakhir. Harga
�
Salah satu indikator respons sisi penawaran tercermin dari kapasitas
Grafik 3.20
utilisasi industri manufaktur yang masih berada dalam level moderat
Inflasi Inti dan Inti kecuali Emas
yaitu dibawah 75%. Ekspektasi inflasi berada dalam tren yang membaik. Hal tersebut tercermin dari hasil survei Consensus Forecast bulan November 2011 yang menunjukkan ekspektasi inflasi tahun 2011 dan 2012
������ ���
���
����
����
����
��������������������������
����
menjadi 5,30% di tahun berikutnya (Grafik 3.21). Membaiknya
���� ����
���� ���
menurun dari 5,50% menjadi 5,40% di tahun 2011 dan 5,70%
��������������������������
����
���� ���� ����
����
ekspektasi inflasi juga terlihat di pasar keuangan. Berbeda dengan ����
����
���� ����
hal tersebut, ekspektasi inflasi di tingkat pedagang menunjukkan
���� ����
���
sedikit peningkatan (Grafik 3.22).
���� ���� ����
Setelah mengalami deflasi selama 2 bulan terakhir, kelompok
����
volatile food mulai kembali memberikan tekanan inflasi
��� �
�
�
�
�
�
�
�
�
��
��
��
seiring dengan kenaikan harga yang signifikan terutama pada
Grafik 3.21
komoditas beras dan cabai merah. Kelompok volatile food pada
Ekspektasi Inflasi – Consensus Forecast
November mencatat inflasi sebesar 0,72% (mtm) atau 4,76% (yoy). Kendati pada akhir tahun produksi domestik beberapa komoditas
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
29
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
pangan utama mengalami penurunan, dukungan impor untuk ������
������
���
��
��������������������������������
���
pangan lebih lanjut. Selain itu, pola musiman perayaan hari raya Idul
������������������������������������������
���
komoditas pangan secara umum membantu menahan tekanan harga
������������������������������������������
��
���
Adha pada bulan laporan relatif minimal memberikan dampak pada inflasi volatile food. Sesuai pola musimannya, komoditas pangan
��� ��
��� ���
utama yaitu beras memasuki musim paceklik sehingga terjadi penurunan produksi dan pada gilirannya mendorong kenaikan harga.
���
�
��� ��� ���
�
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � ����� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
Selain penurunan produksi akibat faktor musiman, produksi untuk keseluruhan tahun juga diperkirakan turun 1,63% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (ARAM III BPS). Pada bulan November, beras mencatatkan kenaikan harga 13,34% (yoy) atau memberikan
Grafik 3.22
sumbangan inflasi sebesar 0,06% (mtm). Selain itu, musim penghujan
Ekspektasi Inflasi Pedagang
juga menurunkan produksi tanaman pangan yang rentan terhadap cuaca seperti cabai. Komoditas cabai merah memberikan sumbangan tertinggi dari kelompok volatile food yakni sebesar 0,09% (mtm). Di
������
sisi lain, beberapa komoditas bumbu terutama bawang merah dan
������
���
��
��� ���
��
��� ���
��
��� ���
� �������������������������������� ������������������������������������������ ������������������������������������������
��� ���
bawang putih masih terus mengalami penurunan harga sehingga dapat menahan tekanan inflasi kelompok volatile food. Pasokan yang melimpah baik bersumber dari panen di daerah sentra dan impor berdampak pada berlanjutnya penurunan harga. Bawang merah dan bawang putih memberikan dampak deflasi masing-masing sebesar 0,01%. Kelompok administered prices mencatat inflasi yang rendah
� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � �� ����� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����
�
dan menurun sejalan dengan tidak adanya kebijakan administered prices strategis. Inflasi administered prices tercatat
Grafik 3.23
sebesar 0,15% (mtm) atau 2,83% (yoy), stabil dibandingkan
Ekspektasi Inflasi Konsumen
dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,16% (mtm) dan 2,91% (yoy). Sumbangan inflasi utama kelompok ini utamanya berasal dari komoditas rokok kretek dan bahan bakar rumah tangga yang masing-masing memberikan sumbangan minimal sebesar 0,01%.
�
� ����������������
�������
���������
������������
������������
���
��� ���
�
dibandingkan dengan rata-rata historisnya yaitu sekitar 0,03%.
���
���
��
PERKEMBANGAN PASAR KEUANGAN
��
Suku Bunga
��
Suku bunga di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) bergerak pada
��
level yang rendah selama tahun 2011. Rata-rata suku bunga
�
PUAB O/N tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun
� ��� � ��� �
Sumbangan inflasi dari komoditas rokok tersebut lebih rendah
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ����
sebelumnya yaitu sebesar 5,77% (Grafik 3.24). Kondisi tersebut
Grafik 3.24
sejalan dengan derasnya aliran modal yang masuk ke Indonesia
Suku Bunga PUAB O/N & Instr. Moneter
serta ekspansi keuangan Pemerintah selama tahun 2011 yang menyebabkan berlimpahnya likuiditas di perbankan. Rendahnya
30
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
suku bunga PUAB O/N juga diikuti oleh suku bunga PUAB dengan �
����
tenor yang lebih panjang (Grafik 3.25). Rata-rata suku bunga PUAB
������ ������ ������
����
����
���� ����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
����
berada pada kisaran 5,87% – 7,95%. Meskipun demikian, rata-rata
���� ����
���� ����
bertenor lebih panjang dari O/N selama tahun 2011 tercatat hanya
����
spread suku bunga PUAB O/N tertinggi dan terendah di 2011 tidak
����
berubah dari rata-rata tahun sebelumnya sebesar 24 bps.
����
���� ����
Selama tahun 2011, suku bunga perbankan terus mengalami
����
penurunan Suku bunga kredit tercatat secara kontinyu mengalami penurunan sejak awal tahun, sedangkan suku bunga deposito
����
���
������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�������
������������
bergerak relatif stabil (Grafik 3.26). Sampai dengan bulan Oktober 2011, suku bunga kredit modal kerja (KMK) menurun sebesar 47
Grafik 3.25
bps, suku bunga kredit investasi (KI) menurun sebesar 26 bps, dan
Struktur Suku Bunga PUAB
suku bunga kredit konsumsi (KK) menurun sebesar 32 bps (Grafik 3.27). Penurunan berbagai suku bunga kredit tersebut jauh lebih besar dari penurunan suku bunga deposito 1 bulan sebagai biaya �
� ��
� �
��
��
�������������
��
�
Spread atau selisih antara suku bunga kredit dengan suku bunga
�
deposito pada tahun 2011 masih tercatat relatif lebar. Rata-rata
�
spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito 1 bulan
�
selama tahun 2011 mencapai 6,23%, menurun dari rata-rata spread
� ��������������
�
�
� ���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ������������ �����������
dana utama bank, yaitu hanya sebesar 8 bps.
tahun sebelumnya sebesar 6,85%. Dalam perkembangan terakhir,
�
spread suku bunga kredit terhadap suku bunga deposito 1 bulan di
�
akhir 2011 masih cenderung menurun. Masih lebarnya spread suku
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ������������ �������
Grafik 3.26
bunga kredit terhadap suku bunga deposito tersebut mencerminkan potensi penurunan suku bunga kredit di waktu mendatang masih cukup besar sehingga diharapkan dapat memberikan dorongan
Perkembangan Suku Bunga Perbankan
positif bagi pertumbuhan ekonomi pada tahun berikutnya. Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, sepanjang tahun 2011 penurunan suku bunga deposito 1 bulan6 yang terbesar
�
dilakukan oleh kelompok bank asing dan campuran yakni ��
�����
sebanyak 230 bps. Sementara itu, kelompok BPD dan bank persero masing-masing menurunkan suku bunga deposito 1 bulannya sebesar
��
��
�����
56 dan 2 bps. Di sisi lain, kelompok bank swasta justru meningkatkan
�����
suku bunga deposito 1 bulannya sebesar 6 bps. Di sisi suku bunga kredit, kelompok bank asing dan campuran juga merupakan
��������������
kelompok bank yang paling agresif menurunkan suku bunga ��
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� �����������������
������������
��������������������
Grafik 3.27
KMK, KI dan KK-nya. Selama 2011, kelompok bank asing dan campuran menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK masing-masing sebesar 120, 162 dan 110 bps. Sementara itu, kelompok bank persero dan bank swasta tercatat menurunkan suku bunganya lebih minimal.
Suku Bunga Kredit per Jenis
Kelompok bank swasta menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK 6
Biaya dana utama bank
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
31
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Tabel 3.3 Perkembangan Berbagai Suku Bunga 2010
Suku Bunga (%)
Okt
2011
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
BI Rate
6.50
6.50
6.50
6.50
6.75
6.75
6.75
6.75
6.75
6.75
6.75
6.75
6.50
6.00
Penjaminan Deposito
7.00
7.00
7.00
7.00
7.25
7.25
7.25
7.25
7.25
7.25
7.25
7.25
7.00
6.75
Dep 1 bulan (Weighted Average)
6.81
6.78
6.83
6.72
6.72
6.83
6.80
6.85
6.82
6.86
6.80
6.83
6.75
n.a
Base Lending Rate
12.07 11.98 11.98
12.03 11.84 12.21
12.06
12.22
12.15
12.08
12.17 12.07 12.05
n.a
Kredit Modal Kerja (KMK)
13.01 12.96 12.83
12.75 12.72 12.69
12.68
12.61
12.60
12.55
12.50 12.39 12.36
n.a
Kredit Investasi (KI)
12.38
12.35 12.28
12.25 12.20 12.18
12.16
12.15
12.13
12.11
12.10 12.06 12.02
n.a
Kredit Konsumsi (KK)
14.65 14.53 14.53
14.48 14.50 14.39
14.38
14.37
14.37
14.32
14.30 14.25 14.21
n.a
masing-masing sebesar 41, 39 dan 42 bps, sedangkan kelompok bank �����
�����
��
��
���������
����
��������
��������
��
��
�� ��
��
persero menurunkan suku bunga KMK, KI dan KK masing-masing sebesar 59, 28 dan 5 bps. Sebaliknya, kelompok BPD justru tercatat menaikkan suku bunga KMK dan KInya masing-masing sebesar 20 dan 11 bps, sedangkan untuk suku bunga KK diturunkan hanya sebesar 8 bps.
��
��
�� � �
Dana, Kredit, dan Uang Beredar �
� ���
��� ��� ��� ����
���
��� ��� ��� ����
���
��� ��� ��� ����
���
��� ��� ����
Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) terus terakselerasi sejalan dengan pertumbuhan kredit. Sampai dengan Oktober
Grafik 3.28
2011, DPK tumbuh 19,0% (yoy) menjadi Rp2.587 triliun, lebih
Pertumbuhan DPK, Kredit dan BI Rate
tinggi dibandingkan dengan akhir tahun 2010 sebesar 18,5% (yoy) (Grafik 3.28). Kontribusi deposito dan tabungan terhadap pertumbuhan DPK masih besar meskipun dalam perkembangan terakhir pertumbuhannya relatif melambat. Pertumbuhan deposito dan tabungan relatif stabil pada 16,9% (yoy) dan 21,7% (yoy)
����� ��
���������������
����������
�����������
dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 18,6% dan
�� ����
��
���� ����
�� ��
menjadi 19,8% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 15,0% (yoy). Pertumbuhan kredit terus meningkat sejalan dengan aktivitas
��������������
perekonomian yang meningkat. Selama 2011 7, pertumbuhan
� ���
21,0%, yoy). Sementara itu, pertumbuhan giro turut meningkat
���
��� ��� ����
���
���
��� ��� ����
��� ���
��� ��� ����
��� ���
��� ��� ����
���
kredit (tidak termasuk kredit channeling) terus meningkat mencapai 25,7% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang hanya tercatat sebesar 22,8% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,
Grafik 3.29 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Penggunaan
kredit (tidak termasuk kredit channeling) sampai dengan Oktober 2011 meningkat sebesar Rp340,3 triliun hingga mencapai Rp2.106 triliun.
7
32
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Data sampai dengan Oktober 2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Ekspansi pertumbuhan kredit selama 2011 lebih banyak bersumber ������
������ ��
�� ��
��
��
��
����� �����
��
��
�����
��
� �� �������������� �������������������������������� ������������������ ��������������������
31,1% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 25,2% (yoy) dan 17% (yoy) (Grafik 3.29). Sementara itu, pertumbuhan KK selama 2011 turut meningkat dibandingkan dengan akhir tahun
�����
�
dari pertumbuhan KMK dan KI. Sampai dengan Oktober 2011, KMK tumbuh sebesar 24,7% (yoy) dan KI tumbuh signifikan mencapai
�������������
�
sebelumnya. KK tumbuh sebesar 23,8% (yoy) atau meningkat dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 22,9% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan kredit berdasarkan sektor perekonomian
�
� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ���� ����
menunjukkan sumbangan sektor produktif yang semakin meningkat. Sampai dengan Oktober 2011, sumbangan kredit sektor produktif
Grafik 3.30
(sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor perdagangan
Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian
dan sektor jasa dunia usaha) terhadap total kredit meningkat cukup besar. Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan, sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor jasa dunia usaha meningkat
masing-masing menjadi 27,8%, 19,0%, 19,5% dan 33,9% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 11,3%, 17,6%, 12,7% dan 18,9% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit sektor lainnya sampai dengan Oktober 2011 mengalami penurunan menjadi 24,2% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 37,2%, (yoy). Pertumbuhan uang kartal dan base money selama tahun 2011 meningkat sejalan dengan aktivitas ekonomi yang juga meningkat. Selama tahun 2011 8, pertumbuhan uang kartal (COB) meningkat menjadi 19,4% (yoy) mencapai Rp284,9 triliun dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 15,4% (yoy). Sementara itu, base money tumbuh akseleratif menjadi 18,6% (yoy) dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya sebesar 14,7% (yoy). Likuiditas perekonomian khususnya M1 selama tahun 20119 berada dalam tren yang meningkat. Sampai dengan Oktober 2011, M1 tumbuh meningkat menjadi 19,3% (yoy) mencapai Rp663,0 triliun dibandingkan dengan akhir tahun 2010 yang hanya tumbuh sebesar 17,4% (yoy) (Grafik 3.30). Pertumbuhan M1 yang akseleratif selama ����
tahun 2011 ditopang oleh besarnya sumbangan dari pertumbuhan
������� ��
giro selain pertumbuhan uang kartal yang juga meningkat.
��
Perkembangan tersebut mencerminkan peningkatan aktivitas
�
ekonomi sektor riil. Sementara itu, pertumbuhan M2 selama tahun
�����
�
2011 relatif stabil yaitu sebesar 15,9% mencapai Rp2.675 triliun
�����
�
dibandingkan akhir tahun 2010 sebesar 15,4% (yoy).
�����
����
�������
����� ����� �����
�����
�
����� �
��� �
� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ���� ���� ���� ����
Pasar Saham Sentimen negatif akibat gejolak pasar keuangan global berdampak terhadap kinerja pasar saham domestik walaupun
Grafik 3.31
fundamental makroekonomi dan mikro emiten cukup kuat.
IHSG dan BI Rate
Gejolak di pasar keuangan global tersebut mendorong aksi portfolio 8 9
Sampai dengan November 2011 Sampai dengan Oktober 2011
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
33
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
adjustment oleh investor non residen di pasar keuangan domestik ����� ������� ��������������
yang diikuti dengan melemahnya nilai tukar sehingga menekan
�����
kinerja pasar saham domestik. IHSG mengalami pelemahan yang
������ ����
�������������� �������������� ��������������
cukup tajam sebesar 8,7% ke level 3.549 pada 30 September 2011.
������ �����
Meskipun melemah cukup tajam, namun dibandingkan dengan
������ ������ ������
��������������������� ����������������� ������������������
negara-negara di kawasan, pelemahan tersebut masih relatif lebih
������
������������������� ���������� ��������������
rendah. (Grafik 3.30 dan 3.31).
����� ����
Ditengah risiko ketidakpastian perekonomian global yang
�����
������� ����������������
������ ����������������
masih tinggi, pasar saham domestik mampu mempertahankan
����
����
����
���
pertumbuhan positif. Selama tahun 201110, IHSG mengalami penguatan sebesar 0.3% yakni berada pada level 3.715, dan sempat
Grafik 3.32
mencapai level tertinggi di posisi 4.193 pada Agustus 2011 (Grafik
IHSG dan Perkembangan Bursa Global
3.31 & 3.32). Kondisi makro ekonomi yang kondusif, dukungan kinerja emiten yang stabil serta kebijakan perekonomian yang akomodatif menjadi penopang kinerja positif IHSG di tengah berbagai gejolak yang mewarnai perkembangan bursa internasional akibat
��������
meningkatnya intensitas risiko utang AS dan Eropa.
����
�����������
� ����
�����
Daya tahan pasar saham domestik dalam menghadapi
�����
�����������
�����
��������������
risiko ketidakpastian global selama 2011 cukup memadai.
�����
��������������
Pertumbuhan positif pasar saham domestik ditopang oleh
� ����
�������
faktor fundamental makroekonomi dan mikro emiten. Dari sisi
����
� �����
������ ��������������
makroekonomi, inflasi yang terkendali dan nilai tukar yang relatif
����������������
� �����
����
stabil mendukung terbentuknya prospek pertumbihan ekonomi
���� ����
����
��
���
���
yang positif. Sementara dari sisi mikro emiten, kinerja keuangan emiten domestik diperkirakan akan terus membaik. Secara sektoral,
Grafik 3.33
keseimbangan di bursa saham selama 2011 turut menopang daya
IHSG dan Perkembangan Sektoral
tahan pasar saham domestik. Apabila dibandingkan dengan tahun 2008 yang didominasi oleh sektor pertambangan, kontribusi sektor
aneka industri cenderung lebih menonjol pada tahun 2011. Sektor aneka industri tidak hanya mengalami peningkatan kapitalisasi, namun nilai transaksi perdagangannya juga mengalami akselerasi pertumbuhan sebesar 30,4% (yoy) (Grafik 3.33). Dengan kondisi tersebut, kerentanan bursa saham domestik terhadap spekulasi harga komoditas menjadi lebih rendah dibandingkan dengan periode 2008.
Pasar Surat Berharga Negara Sejalan dengan pasar saham, kinerja pasar SBN juga positif di tengah berbagai gejolak eksternal. Hal tersebut tercermin dari pergerakan yield yang cenderung turun untuk keseluruhan tenor yang mencapai 87 bps sepanjang tahun 2011 (Grafik 3.34). Meski demikian, kondisi makro ekonomi yang cukup kondusif, faktor risiko fiskal yang relatif terkendali serta respons kebijakan yang positif menyebabkan yield SBN kembali bergerak normal dan mampu membukukan kinerja positif. Kinerja SBN juga relatif lebih baik 10 Sampai dengan 30 November 2011
34
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
dibandingkan dengan kinerja di negara kawasan karena volatilitasnya ��
yang rendah (Grafik 3.35).
��
Meski harga SBN relatif terjaga namun aksi jual asing sempat
��
memberikan tekanan di pasar SBN. Hal tersebut antara lain didorong oleh berlanjutnya sentimen negatif global. Pada November 2011,
��
investor non residen mencatat net jual setelah pada bulan sebelumnya membukukan net beli. Meskipun SBN masih memberikan yield yang
�
���������
�������������
kompetitif baik secara nominal maupun riil dibandingkan dengan
������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������ ������
�
negara-negara di kawasan, kekhawatiran akan dampak moderasi perekonomian global mendorong investor non residen melakukan aksi jual.
Grafik 3.34
Struktur pelaku pasar SBN turut menopang stabilitas harga SBN
Yield SBN dan BI Rate
ditengah tekanan pasar keuangan global. Berbeda dengan perilaku investor SBN pada tahun 2008 yang ketika itu tekanan jual asing ��
tidak dapat diimbangi oleh ketersediaan pembeli secara memadai,
�
selama tahun 2011 tekanan jual asing mampu diimbangi oleh pelaku
��������� ��������
��
pasar lainnya. Saat sentimen penurunan rating AS terjadi pada September 2011, perbankan mampu mengimbangi tekanan jual
��
����
asing di pasar SBN, sehingga penurunan harga SBN pada periode
��
���
��� �
tidak terlepas dari terjaganya likuiditas di pasar SBN yang terindikasi
���
���
dari meningkatnya volume perdagangan.
� ��������
�������
��������
��������
tersebut relatif minimal. Struktur pasar yang cukup kondusif tersebut
���������
Otoritas fiskal dan moneter memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas pasar SBN selama tahun 2011. Saat sentimen negatif muncul
Grafik 3.35
pada awal tahun, Pemerintah melakukan upaya stabilisasi harga SBN
Yield Negara Kawasan
melalui buyback sebanyak 14 kali dengan total pembelian sebesar Rp3,0 triliun. Pada saat pasar bergejolak akibat penurunan rating AS, Pemerintah kembali melakukan buyback sebanyak 6 kali dengan total pembelian sebesar Rp3,1 triliun. Bank Indonesia juga berperan dalam stabilisasi kondisi pasar keuangan antara lain dengan melakukan stabilisasi nilai tukar melalui pembelian SBN.
Reksadana Sejalan dengan kinerja underlying asset, pasar reksadana mampu tumbuh positif selama tahun 2011. Secara umum, kinerja reksadana, yang antara lain tercermin dalam Nilai Aktiva Bersih (NAB), tumbuh cukup tinggi. Peningkatan NAB secara keseluruhan produk mencapai 13,4% dibandingkan dengan tahun 2010. Peningkatan kinerja tersebut terutama ditopang oleh reksadana saham dan campuran (Tabel 3.4). Peningkatan kinerja bahkan malampaui underlying asset seperti indeks acuan di pasar keuangan (seperti IHSG untuk pasar saham dan IDMA untuk pasar SBN). Pada saat pasar keuangan mengalami tekanan, kinerja reksadana secara umum turut terkoreksi meski dengan derajat yang lebih rendah. Dalam perkembangannya kinerja reksadana selama bulan Oktober 2011 mengalami peningkatan sebesar 5,1% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
35
Perkembangan Makroekonomi dan Moneter Terkini
Tabel 3.4. Kinerja Reksadana (Pertumbuhan NAB per produk) MTM 1 2 3 4 5 2010 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 2011 4 5 6 7 8 9 10 Okt 2011Des 2010
36
Saham
P Uang
-2,8% 1,7% 0,8% 5,2% -1,6% -4,4% -1,8% -1,1% 9,4% 5,5% 2,1% 8,6% 1,8% 3,7% 8,0% 3,6% 3,9% 1,8% 0,1% 4,0% -4,8% 9,6% 35,7%
16,7% 3,7% 10,4% 10,1% -2,5% -1,2% 2,1% 0,7% 0,8% -2,2% -2,0% 0,6% 5,9% -1,0% -2,5% 2,5% 1,1% -4,6% 9,9% -2,1% -0,4% -0,8% 7,6%
Campuran Pend. Tetap Terproteksi -11,4% 1,0% 5,9% 4,1% 0,9% -1,6% -1,8% 0,7% 7,8% 3,4% 5,1% -0,1% 3,9% 2,7% 6,0% 0,6% 0,3% 5,3% -5,5% 63,7% -40,5% 6,8% 17,9%
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
-9,7% -0,1% 2,1% 11,1% -0,1% 10,8% -0,6% 7,5% 6,4% 10,5% -4,5% -3,3% -3,1% -0,9% 0,9% 0,8% -2,1% -1,3% 4,9% 33,8% -26,1% 3,0% 0,9%
-0,7% 0,1% -3,9% 6,7% 1,5% 2,8% 0,3% 6,0% 4,4% 1,1% 2,8% -0,8% -1,9% 1,1% 0,5% 1,2% 1,3% -0,6% -0,3% -1,0% -2,1% 1,0% -0,8%
Indeks
ETF-Saham
-0,8% -34,1% 4,3% 5,1% -5,8% -5,1% -3,6% 10,8% 14,2% 9,2% 3,1% -30,6% 42,8% 0,5% 9,0% 3,9% -3,3% 5,3% -26,9% 6,8% -3,9% 9,6% 36,1%
-20,4% -2,9% 8,8% 6,3% -5,2% 4,8% 4,7% -1,5% 10,3% -11,4% -21,1% 0,0% -24,1% 1,4% 7,2% 3,3% 0,4% 1,8% 5,9% -7,3% -7,9% -2,7% -23,5%
ETP-Pend. Tetap 2,4% -39,6% 3,6% 2,9% -1,2% 3,2% 2,4% 0,6% 2,3% 3,2% -15,4% 0,0% -6,5% -0,4% 5,8% 4,2% 1,5% 0,5% 4,1% 2,8% 2,6% 8,8% 25,1%
Syariah 0,7% 0,8% -2,9% 4,8% -6,4% 3,6% 0,9% -2,8% 2,8% -1,8% -1,0% 17,1% -13,8% 0,9% 3,6% 1,0% 0,1% 0,0% -0,4% -3,4% -4,1% 3,9% -12,6%
Total -3,5% 0,6% 0,6% 6,7% -0,3% 1,1% -0,6% 2,9% 6,3% 4,2% 0,9% 2,1% -0,1% 1,7% 3,7% 1,9% 1,5% 0,7% 0,4% 14,7% -14,6% 5,1% 13,4%
Tabel Statistik
Tabel Statistik
Tabel 1 Suku Bunga Pasar Uang, Deposito Berjangka, dan Kredit (Persen per Tahun)
Periode
2006 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2007 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2008 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2009 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2010 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2011 Trw. I Trw. II Trw. III
Suku Bunga Pasar Uang Antarbank*
Tingkat Diskonto SBI
Suku Bunga Deposito Berjangka * 1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
Suku Bunga Kredit* 24 bulan
10,28 12,73 11,61 12,19 12,10 12,02 12,64 10,23 12,50 11,34 11,70 12,09 12,28 12,61 8,90 11,25 10,47 11,05 11,52 12,36 12,47 5,97 9,75 8,96 9,71 10,70 11,63 11,84 7,52 9,00 8,13 8,52 9,29 10,17 11,73 5,58 8,75 7,46 7,87 8,40 9,54 11,73 6,83 8,25 7,13 7,44 7,80 8,91 11,24 4,33 8,00 7,19 7,42 7,65 8,24 10,83 8,01 7,96 6,88 7,26 7,57 7,79 10,06 8,43 8,73 7,19 7,49 7,79 7,78 9,91 9,37 9,71 9,26 9,45 9,14 9,34 9,83 9,40 10,83 10,75 11,16 10,34 10,43 8,62 8,04 8,21 9,42 10,65 10,45 11,31 8,33 6,96 6,95 8,52 9,25 9,75 11,37 9,03 6,30 6,48 7,43 8,35 8,71 10,80 9,14 6,28 6,46 6,87 7,48 7,87 9,55 9,10 6,17 6,27 6,77 6,99 7,31 8,49 8,48 6,19 6,26 6,79 6,95 6,99 7,87 8,11 6,19 n,a 6,72 6,95 6,96 7,64 7,92 5,58 n,a 6,83 7,06 7,20 7,88 8,11 6,20 n.a 6,83 6,91 7,10 7,15 7,95 6,03 n.a 6,82 6,95 7,15 7,08 7,27 5,40 n.a 6,81 7,05 7,39 7,04 6,61
Modal Kerja
Investasi
16,35 16,15 15,82 15,07
15,90 15,94 15,66 15,10
14,49 13,88 13,31 13,00
14,53 13,99 13,45 13,01
12,88 12,99 13,93 15,22
12,59 12,51 13,32 14,40
14,99 14,52 14,17 13,69
14,05 13,78 13,20 12,96
13,54 13,17 13,00 12,83
12,72 12,70 12,41 12,28
12,32 12,24 12,39
12,18 12,13 12,06
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
37
Tabel Statistik
Tabel 2 Perkembangan Transaksi di Pasar Uang (Miliar Rupiah) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 2) Periode Transaksi antarbank1) Penerbitan Pelunasan Posisi 2006 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2007 Trw. I Trw. II Trw. III Trw.IV 2008 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2009 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2010 Trw. I Trw. II Trw. III Trw. IV 2011 Trw. I Trw. II Trw. III
23.866 415.638 23.910 517.853 25.383 599.495 27.706 665.673 37.341 774.867 38.323 846.655 36.615 895.563 32.061 777.250 37.482 871.303 23.510 496.338 27.115 389.140 14.029 404.072 22.897 448.505 30.656 324.806 29.038 375.134 24.566 631.235 26.907 648.324 30.615 322.322 28.553 199.589 23.142 153.809 30.401 86.480 36.788 51.790 30.061 19.385
1) Transaksi pagi & sore hari seluruh tenor 2) Termasuk SBIS (SBI Syariah)
38
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
356.471 483.967 586.715 636.381
133.799 167.685 180.464 209.756
740.952 832.325 887.770 795.475
243.671 258.002 266.152 247.926
906.767 543.656 437.315 340.913
212.463 165.145 116.969 180.128
394.904 324.776 387.188 592.048
232.700 232.731 220.676 259.864
607.933 351.475 218.152 203.835
300.255 271.103 252.540 203.110
56.066 96.325 55.718
233.524 188.988 151.217
Tabel Statistik ```
Tabel 3 Posisi Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi1) (Miliar Rupiah)
2008 III
1 Bank Pemerintah - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 2 Bank Umum Swasta Nasional - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 3 Bank Pemerintah Daerah - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 4 Bank Asing & Campuran - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 5 Bank Perkreditan Rakyat - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain 6 Sub jumlah (1 s.d. 5) - Pertanian - Pertambangan - Perindustrian - Perdagangan - Jasa-jasa - Lain-lain
IV
2009 I
II
2010 III
IV
I
II
2011 III
IV
I
II
III
432.850 461.877 466.605 495.440 504.649 533.945 536.336 578.587 595.131 630.148 644.289 698.315 732.981 35.153 37.409 38.367 42.041 41.313 45.091 39.140 45.520 49.215 48.438 47.383 50.807 54.201 14.778 13.807 13.363 11.923 14.205 16.795 17.863 21.512 20.736 25.560 25.067 29.661 29.793 88.181 96.838 98.660 99.825 92.634 92.485 89.314 100.237 93.060 93.695 93.217 97.836 102.021 98.865 102.017 103.408 113.130 118.580 129.497 84.616 90.411 114.918 110.981 107.948 110.903 121.305 77.295 87.505 83.540 88.540 91.532 93.320 137.568 140.494 130.444 156.264 162.996 188.119 201.862 118.578 124.301 129.267 139.981 146.385 156.757 114.970 105.306 112.242 117.866 126.762 137.060 128.942 534.599 552.617 530.642 529.687 549.349 593.400 611.861 672.798 715.217 775.323 801.246 864.006 926.563 18.169 19.150 18.722 19.353 19.112 21.359 20.379 24.939 26.403 30.199 31.246 32.635 32.589 10.850 11.137 8.979 9.697 10.861 15.013 14.696 18.389 19.827 21.247 24.580 25.692 28.560 90.896 97.042 93.414 84.488 86.575 92.738 92.277 97.012 103.688 114.203 118.350 131.180 141.472 125.908 130.687 120.114 121.956 124.949 134.434 141.275 158.600 164.959 185.508 182.418 199.463 211.302 143.486 148.332 144.072 145.936 151.281 162.535 155.932 188.608 201.904 209.957 217.632 235.261 249.828 145.290 146.269 145.341 148.257 156.571 167.321 74.659 63.076 65.673 79.140 75.241 83.038 93.513 93.991 96.440 100.817 110.968 119.552 120.701 122.958 132.757 138.961 143.067 149.005 161.201 169.764 3.067 3.182 3.143 3.289 3.749 3.706 3.651 3.713 4.359 4.488 4.910 5.389 5.633 187 270 312 388 615 675 628 710 755 992 947 1.076 1.247 787 814 829 943 1.082 1.146 2.040 2.394 2.751 2.890 2.869 3.326 3.493 12.042 12.055 12.638 14.006 14.898 15.278 15.975 15.786 16.263 17.337 17.962 19.732 20.618 13.456 13.356 13.153 15.716 18.790 17.565 17.295 19.954 21.507 20.949 20.445 21.912 24.256 64.452 66.763 70.742 76.626 80.418 82.331 71.932 78.994 82.237 84.220 89.267 96.881 101.347 178.061 189.245 184.654 168.614 168.509 170.748 170.328 189.463 195.410 201.368 204.704 211.713 231.851 6.505 6.419 7.020 6.669 5.535 5.236 5.410 6.703 6.803 6.797 7.062 6.764 7.478 4.478 5.327 6.081 4.712 6.235 9.076 8.602 10.567 11.567 12.660 13.503 12.616 16.945 68.739 74.458 71.358 61.420 58.833 59.314 55.601 62.368 58.905 63.065 62.023 64.710 75.612 14.256 13.246 15.113 13.598 13.364 12.873 16.476 18.943 20.176 21.848 20.166 24.469 22.659 56.523 60.766 57.418 53.919 55.326 52.828 51.811 60.183 66.363 66.988 71.437 71.035 76.327 27.560 29.029 27.664 28.296 29.216 31.421 29.259 26.882 27.981 26.081 26.178 26.691 26.813 25.706 25.413 25.333 26.382 27.434 28.014 29.476 31.491 32.832 33.695 35.566 38.018 39.650 1.769 1.733 1.774 1.915 1.934 2.002 2.125 2.302 2.390 2.602 2.714 2.967 2.985 0 0 0 0 0 0 0 0 0 36 39 48 46 436 426 433 456 486 505 531 545 589 476 517 561 575 9.516 9.307 8.998 9.368 9.746 9.801 10.255 10.845 11.233 10.553 11.193 11.815 12.085 2.684 2.672 2.705 2.861 2.935 3.054 3.247 3.561 3.823 4.954 5.224 5.512 5.589 11.301 11.275 11.423 11.782 12.333 12.652 13.317 14.238 14.795 15.072 15.879 17.115 18.369 1.249.970 1.313.873 1.308.051 1.331.091 1.369.493 1.446.808 1.470.959 1.605.095 1.677.551 1.783.601 1.834.810 1.973.253 2.100.808 64.623 67.828 69.026 73.267 71.643 77.394 70.705 83.178 89.170 92.525 93.315 98.562 102.886 30.293 30.541 28.735 26.720 31.916 41.559 41.789 51.178 52.885 60.495 64.136 69.093 76.592 249.039 269.578 264.694 247.132 239.610 246.188 239.763 262.556 258.993 274.330 276.975 297.613 323.174 249.762 259.953 260.271 272.058 281.537 301.883 268.597 294.584 327.549 346.226 339.688 366.382 387.969 286.740 306.141 300.888 306.972 319.864 329.302 365.852 412.800 424.041 459.112 477.734 521.840 557.863 369.513 379.832 384.437 404.942 424.923 450.482 304.138 288.495 302.929 322.378 333.327 360.785 368.985
1) Tidak termasuk pemerintah pusat, bukan penduduk, nilai lawan valas, RDI dan kredit kelolaan
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
39
Tabel Statistik
Tabel 4 Uang Beredar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Miliar Rupiah) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Uang Beredar
M2 M1
Akhir Periode Jumlah 1) 2007
1.649.662
Jumlah2) 450.055
Uang Kartal 182.967
Uang Giral
Uang Kuasi
267.089 1.196.119
Aktiva Luar Negeri Bersih 509.843
Tagihan Tagihan Pada Tagihan Pada Lembaga Perusahaan Bersih Pemerintah Pemerintah Swasta dan BUMN Pusat3) Perorangan 507.120
39.891
1.005.739
Lainnya Bersih4) -102.955
2008
Trw. I
1.594.390
409.768
164.609
245.159 1.181.322
533.323
385.570
33.669
1.053.869
-94.992
Trw. II
1.703.381
453.047
189.040
264.007 1.247.213
550.015
371.647
36.516
1.159.311
-113.902
Trw. III
1.778.139
479.738
222.805
256.934 1.295.292
509.659
360.756
45.375
1.253.456
-93.287
Trw. IV
1.895.839
456.787
209.747
247.040 1.435.772
593.137
387.248
47.949
1.314.049
-98.144
2009
Trw. I
1.916.752
448.034
186.119
261.914 1.466.364
691.465
363.536
46.541
1.303.006
-108.550
Trw. II
1.977.533
482.621
203.406
279.215 1.491.950
655.440
399.395
48.996
1.319.240
-102.181
Trw. III
2.018.031
490.022
210.343
279.679 1.525.204
658.645
390.288
55.139
1.347.876
-107.445
Trw. IV
2.141.384
515.824
226.006
289.818 1.622.055
679.448
429.406
66.589
1.403.686
-119.293
2010
Trw. I
2.112.083
494.461
205.083
289.378 1.611.373
726.192
370.121
79.813
1.397.656
-153.773
Trw. II
2.231.144
545.405
222.828
322.577 1.680.374
756.588
304.728
97.067
1.511.482
-116.738
Trw. III
2.274.955
549.941
229.825
320.117 1.720.039
824.481
283.694
97.679
1.583.468
-139.665
Trw. IV
2.471.206
605.411
260.227
345.184 1.856.720
865.121
368.717
99.369
1.684.207
-121.460
2011
Trw. I
2.451.357
580.601
241.618
338.984 1.862.788
911.389
318.001
91.980
1.727.537
-149.448
Trw. II
2.522.784
636.206
261.504
374.702 1.876.446
970.573
216.791
96.052
1.864.834
-129.049
Trw. III
2.643.331
656.096
279.224
376.872 1.973.573
918.902
237.643
105.744
1.989.000
-81.378
1) M1 + uang kuasi + surat berharga selain saham dgn sisa jk.waktu s.d 1 thn 2) Uang Kartal ditambah uang giral 3) Termasuk rekening khusus pemerintah 4) Termasuk derivatif keuangan
40
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Tabel Statistik
Tabel 5 Uang Primer dan Faktor-faktor yang mempengaruhi (Miliar Rupiah)
2008
III I. Uang Primer
2009
IV
I
II
2010 III
IV
I
II
2011 III
IV
392.136 344.688 304.718 322.994 354.297 402.118 374.406 401.435 423.809 0
0
0
0
0
0
0
0
II
III
518.447 506.785 541.624 565.149
a. Statutory Reserve Shortfall
b. Uang yang diedarkan
270.243 264.391 226.672 244.634 273.744 279.029 250.612 269.372 288.846
318.575 290.466 315.539 336.521
- Uang kartal di masyarakat
223.166 209.378 186.538 203.838 210.822 226.382 205.083 222.828 229.871
260.715 242.118 265.196 279.705
- Kas bank umum
47.077
55.013
40.134
40.796
62.923
52.646
45.529
46.544
58.975
c. Saldo Giro Positif Bank
121.302
79.648
77.404
77.744
79.920
89.903
85.666
92.287
93.665
d. Giro Sektor Swasta
650
642
616
633
601
539
578
497
591
0
I
0
57.860
0
48.349
0
50.343
0
56.816
159.106 174.569 183.427 189.546 484
460
530
473
II. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Uang Primer
a. Net International Reserve 1)
355.967 338.692 354.727 356.930 376.681 403.858 445.181 487.742 537.312
b. Net Domestic Assets
585.097 620.282 675.926 656.574
-137.121 -213.668 -323.022 -259.388 -211.887 -183.794 -246.168 -258.716 -314.736 -310.837 -380.067 -453.626 -411.166
- Tagihan Bersih pada Pemerintah 123.797 172.012 105.571 136.202 144.747 200.956 144.792 103.254
72.816
160.777 105.983
23.206
38.676
- Bantuan Likuiditas
8.800
8.711
8.715
8.715
8.715
8.665
8.660
8.660
8.659
8.466
8.465
7.965
8.470
- Kredit Likuiditas
9.227
9.009
8.783
8.622
8.458
8.231
8.103
7.932
7.838
7.682
7.739
7.638
7.609
- Tagihan Lainnya
-110.810 -155.278 -175.022 -131.729 -117.812
-97.524 -73.835
-61.865
-74.968
-64.702 -62.992
-84.989
-96.336
- Operasi Pasar Terbuka
-152.563 -233.866 -257.701 -267.412 -242.991 -315.420 -322.962 -307.132 -319.912 -417.012 -433.933 -402.578 -362.498
- SBI (net) 2)
-116.967 -179.879 -232.700 -232.731 -220.676 -226.887 -262.661 -231.905 -211.739 -162.828 -192.235 -146.860 -112.608
- FASBI
-1.403
-4.223
-15.288
-28.277
-22.824
-35.034 -43.845
-27.628
-23.110 -101.256 -49.218
- Lain-Lain 3)
-34.193
-50.186
-2.321
-5.896
1.203
-24.765 -13.502
-43.758
-76.124 -145.863 -172.167 -168.812 -126.802
- Net Other Items
-15.573
-14.256
-13.368
-13.785
-13.000
11.296 -10.926
-9.566
-9.170
-6.049
-5.329
-58.451
-4.868
-87.835
-7.086
1) sebelum Juni 1997 menggunakan NFA, setelah Juni 1997 menggunakan NIR dengan kurs tetap Rp. 7.000,- per US $ sejak juni 1998 s.d. Maret 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 10.000,- per US $ sejak April 1999 menggunakan kurs tetap Rp. 7.500,- per US $ sejak 21 November 1999 menggunakan kurs Rp. 7.000,- per US $ sejak 25 Mei 2000 untuk perhitungan NIR menggunakan konsep IRFCL(Int’l Reserve and Foreign Currency Liquidity) 2) sejak Maret 2000 termasuk SBI Syariah 3) termasuk di dalamnya adalah SUN dan FTO (Fine Tune Operation)
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
41
Tabel Statistik
Tabel 6 Neraca Pembayaran Indonesia 1) (Juta US$)
IV
2008 Total
2009 I
II
III
2010* IV
Total
I
II
III
2011** IV
Total
I
I. Transaksi Berjalan -637 126 2.690 2.377 1.781 3.781 10.628 1.936 1.409 1.205 1.093 5.643 2.071 A. Barang bersih (Neraca Perdagangan) 4.166 22.916 6.052 7.493 6.931 10.455 30.932 6.954 6.848 7.593 9.232 30.628 8.684 1. Ekspor f.o.b 29.768 139.606 24.195 28.158 31.289 36.004 119.646 35.088 37.444 39.712 45.830 158.074 45.818 2. Impor f.o.b -25.603 -116.690 -18.143 -20.665 -24.358 -25.549 -88.714 -28.134 -30.596 -32.119 -36.597 -127.447 -37.134 B. Jasa-jasa (bersih) -3.227 -12.998 -1.672 -2.476 -2.249 -3.344 -9.741 -2.106 -2.275 -2.155 -2.788 -9.324 -2.122 C. Pendapatan (bersih) -2.881 -15.155 -2.742 -3.776 -4.072 -4.551 -15.140 -3.993 -4.262 -5.385 -6.653 -20.291 -5.518 D. Transfer Berjalan 1.305 5.364 1.051 1.135 1.171 1.221 4.578 1.080 1.098 1.151 1.301 4.630 1.028 II. Transaksi Modal dan Finansial -5.822 -1.876 1.835 -2.320 2.924 2.414 4.852 5.590 3.697 7.365 9.550 26.201 6.428 A. Transaksi Modal 29 294 19 29 34 14 96 18 2 4 26 50 1 B. Transaksi Finansial -5.850 -2.170 1.815 -2.349 2.891 2.399 4.756 5.572 3.695 7.361 9.524 26.151 6.427 1. Investasi Langsung 720 3.419 628 575 647 779 2.628 2.484 2.298 1.684 4.241 10.706 3.243 a. Ke Luar Negeri (bersih) -1.217 -5.900 -1.276 -872 -340 239 -2.249 -427 -982 -1.191 -64 -2.664 -1.748 b. Di Indonesia/FDI (bersih) 1.937 9.318 1.904 1.447 987 540 4.877 2.911 3.280 2.875 4.305 13.371 4.990 2. Investasi Portfolio -4.377 1.721 1.950 1.893 2.972 3.521 10.336 6.159 1.089 4.517 1.437 13.202 3.588 a. Aset (bersih) -467 -1.294 133 362 -331 -307 -144 -409 -152 -1.597 -353 -2.511 -521 b. Kewajiban (bersih) -3.910 3.015 1.817 1.532 3.303 3.828 10.480 6.569 1.241 6.114 1.789 15.713 4.109 3. Investasi Lainnya -2.194 -7.309 -763 -4.817 -728 -1.900 -8.208 -3.072 308 1.160 3.846 2.243 -404 a. Aset (bersih) -4.498 -10.755 -241 -2.943 -6.083 -2.735 -12.002 -2.764 552 -1.960 2.447 -1.725 -1.248 2) b. Kewajiban (bersih) 2.304 3.446 -522 -1.874 5.355 834 3.794 -308 -244 3.120 1.400 3.968 844 III. Jumlah (I + II) -6.459 -1.750 4.524 57 4.705 6.195 15.481 7.526 5.106 8.570 10.642 31.844 8.499 IV. Selisih Perhitungan 2.246 -195 -570 995 -1.159 -2.241 -2.975 -905 315 -1.616 646 -1.559 -833 V. Neraca Keseluruhan (III + IV) -4.212 -1.945 3.955 1.052 3.546 3.954 12.506 6.621 5.421 6.955 11.289 30.285 7.666 3) VI. Lalu Lintas Moneter 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666 a. Perubahan Cadangan Devisa 4.212 1.945 -3.955 -1.052 -3.546 -3.954 -12.506 -6.621 -5.421 -6.955 -11.289 -30.285 -7.666 b. IMF: 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Penarikan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Pembayaran 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Memorandum: Posisi Cadangan Devisa 4) 51.639 51.639 54.840 57.576 62.287 66.105 66.105 71.823 76.321 86.551 96.207 96.207 105.709 (dalam bulan impor dan pembayaran utang luar negeri) 5,4 5,7 6,1 6,5 6,5 5,2 5,6 6,3 7,0 7,0 6,1 Transaksi Berjalan (% PDB) -0,5 0,0 2,4 1,8 1,2 2,5 2,0 1,2 0,8 0,6 0,6 0,8 1,05 Rasio Pembayaran Utang (%) 5) 24,2 18,1 23,3 25,0 19,8 24,6 23,2 21,2 23,2 20,3 23,7 22,2 18,0 a.l. Sektor Terkait Pemerintah dan 6) Otoritas Moneter 9,2 6,4 6,1 10,0 5,3 8,5 7,5 5,0 7,2 4,8 6,2 5,8 4,5
II
III
475
199
9.637
9.558
51.797 52.751 -42.160 -43.194 -3.379
-2.812
-6.746
-7.588
963
1.042
13.089
-3.391
0
0
13.089
-3.391
3.490 -2.571 6.061 5.537 -731 6.268 4.062 2.029 2.033
2.389 -1.351 3.741 -4.709 110 -4.819 -1.072 -3.172 2.101
13.564
-3.192
-1.688
-768
11.876
-3.960
-11.876
3.960
-11.876
3.960
0 0 0
0 0 0
119.655 114.503 6,9 0,22 22,5
6,6 0,09 21,2
5,3
3,7
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara R) Revisi 1) Format baru sejak publikasi Januari 2004 2) Tidak termasuk pinjaman IMF 3) Negatif berarti surplus dan positif berarti defisit. Sejak kuartal pertama 2004, perubahan cadangan devisa untuk data realisasi hanya mencakup data transaksi. 4) Sejak 1988, posisi cadangan devisa berdasarkan aktiva luar negeri menggantikan cadangan devisa resmi. Sejak 2000, posisi cadangan devisa memakai konsep Internasional Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL). 5) Perbandingan antara pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap ekspor barang dan jasa. 6) Terdiri dari Pemerintah, BUMN di luar bank, dan Bank Indonesia.
42
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
Tabel Statistik
Tabel 7 Perkembangan Perubahan Indeks Harga Konsumen Menurut Kelompok dan Sub Kelompok Barang dan Jasa (Persen)1)
Kelompok/Sub Kelompok
I. Bahan Makanan A. Padi-padian, umbi-umbian dan hasil-hasilnya B. Daging dan hasil-hasilnya C. Ikan segar D. Ikan diawetkan E. Telur, susu dan hasil-hasilnya F. Sayur-sayuran G. Kacang-kacangan H. Buah-buahan I. Bumbu-bumbuan J. Lemak dan minyak K. Bahan makanan lainnya II. Makanan jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau A. Makanan jadi B. Minuman yang tidak beralkohol C. Tembakau dan minuman beralkohol
2008 III IV
4,75 0,60
0,60 0,91
2009 I 1,44 2,76
II -1,76 -0,75
2010
III IV
I
4,94 1,06
1,67 6,90
-0,67 3,17
2011
II
III
IV
I
4,05 1,24
5,65 9,78
3,46 -0,12 6,81 -2,42
II -0,94 0,83
III 2,83 7,77
13,94 -4,64 2,39 -0,26 6,47 -4,14 0,72 2,02 12,83 -7,24 -1,71 2,18 4,66 12,12 2,94 2,25 -2,52 4,63 -3,25 0,09 -1,92 7,47 -1,67 3,91 1,31 3,45 8,04 4,32 2,24 -0,88 1,60 0,14 0,44 0,55 1,41 0,74 4,05 3,23 2,11 8,94 -2,51 -0,34 -0,54 1,57 -0,51 0,01 1,12 2,71 0,55 1,89 0,95 0,74 3,79 6,60 2,59 -5,97 6,34 -0,97 4,13 8,96 1,08 4,47 -2,92 1,67 5,48 5,93 0,42 0,18 -2,59 1,18 0,47 -18,67 24,27 3,27 0,66 3,83 -0,39 2,81 7,30 1,68 0,71 3,11 8,14 -1,81 0,34 4,43 3,46 1,41 1,70 1,01 2,21 -10,49 8,28 1,66 -8,24 23,17 0,07 -4,89 30,95 -1,06 20,90 -4,32 -19,05 -12,71 -1,65 -6,81 -0,81 0,12 -1,30 -1,57 0,85 -0,63 2,05 6,59 5,85 -0,05 1,13 3,57 1,20 1,62 0,61 2,37 -1,40 0,67 1,14 2,96 0,62 0,44 1,39 4,77 2,62 2,43 2,40 1,18 2,12 1,90 2,62 1,00 1,86 1,31 1,28 0,83 1,36
2,83 2,35 1,59 1,03 1,46 1,42 2,69 1,32 1,92 1,08 1,19 2,15 1,50 5,39 2,15 5,61 2,46 2,86 -1,59 1,91 1,72 0,55 2,60 3,70 2,42 0,82 1,06 3,13 1,81 2,27 1,48 1,63 2,25 III. Perumahan 3,58 1,00 0,42 0,26 0,47 0,67 0,67 0,43 2,11 0,82 1,18 A. Biaya tempat tinggal 2,16 0,73 1,00 0,12 0,53 0,70 0,83 0,44 0,82 1,12 1,72 B. Bahan bakar. penerangan dan air 8,94 1,66 -1,48 0,29 0,55 0,83 0,51 0,45 6,03 0,10 0,30 C. Perlengkapan rumah tangga 1,66 1,10 0,95 0,68 0,75 0,67 0,31 0,42 0,70 0,47 0,69 D. Penyelenggaraan rumah tangga 1,71 1,08 1,00 0,53 -0,21 0,25 0,62 0,32 0,90 1,05 0,99 IV. Sandang 0,77 2,58 4,48 -1,88 1,06 2,31 -0,66 2,28 1,05 3,75 0,45 A. Sandang laki-laki 3,02 0,35 0,38 0,55 2,49 0,45 1,02 0,74 1,78 0,56 1,11 B. Sandang wanita 2,15 0,30 0,44 0,29 1,24 0,49 0,44 0,61 1,20 0,35 0,28 C. Sandang anak-anak 2,13 0,23 0,26 0,39 1,67 0,37 0,69 0,98 1,64 0,31 0,25 D. Barang pribadi dan sandang lainnya -2,46 7,26 13,49 -6,30 -0,37 6,13 -2,88 5,39 0,61 9,44 0,31 V. Kesehatan 1,64 1,10 1,27 1,20 0,77 0,59 0,58 0,33 0,77 0,49 1,54 A. Jasa kesehatan dan obat-obatan 1,07 0,69 1,60 1,72 0,85 0,69 0,52 0,32 0,51 0,50 1,79 B. Obat-obatan 2,19 1,60 1,14 1,39 0,42 0,86 0,65 0,18 0,41 0,47 1,56 C. Jasa perawatan jasmani 2,36 1,61 1,39 0,73 1,38 1,38 0,84 0,34 2,07 0,75 2,35 D. Perawatan jasmani dan kosmetik 1,76 1,26 1,01 0,42 0,83 0,41 0,57 0,43 1,01 0,50 1,36 VI. Pendidikan. Rekreasi dan Olah Raga 3,77 0,82 0,22 0,22 2,94 0,48 0,18 0,09 2,39 0,60 0,72 A. Biaya pendidikan 6,76 0,70 0,04 0,06 4,86 0,62 0,03 0,02 4,42 0,64 0,51 B. Kursus dan pelatihan 4,95 0,32 0,59 0,46 1,27 0,77 0,77 0,17 0,69 0,73 0,50 C. Perlengkapan/peralatan pendidikan 1,14 1,11 0,37 0,16 0,74 0,19 0,30 0,24 1,06 -0,03 0,39 D. Rekreasi 0,51 1,02 0,48 0,55 0,74 0,30 0,37 0,15 -0,03 0,56 1,18 E. Olah raga 0,91 0,49 0,51 0,33 0,52 0,75 0,87 0,23 0,53 0,47 1,89 VII. Transpor dan Komunikasi 0,92 -2,94 -4,66 0,32 1,16 -0,44 0,34 0,21 2,45 -0,32 0,55 A. Transpor 1,03 -4,46 -6,95 0,54 1,70 -0,73 0,50 0,27 1,59 -0,51 0,81 B. Komunikasi dan pengiriman 0,02 0,20 -0,07 -0,31 -0,32 -0,23 -0,40 -0,06 -0,10 -0,11 -0,16 C. Sarana dan penunjang transpor 1,34 1,64 1,38 0,34 0,87 1,07 0,96 0,55 15,77 0,42 0,64 D. Jasa Keuangan 3,89 0,00 0,00 0,00 0,65 0,00 0,00 0,04 0,00 0,00 0,09 U M U M 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70
0,80 -0,53 2,23
0,96 1,13 2,88
0,77 0,83 0,47 0,71 1,09
0,78 0,96 0,44 0,78 0,79
1,97 1,02 0,69 0,99 3,79
4,71 1,78 0,88 1,51 11,56
1,30 1,07 0,98 1,32 1,72
0,75 0,72 0,35 0,80 1,00
0,28 0,12 1,13 0,32 0,23 0,63
3,69 6,74 2,32 1,16 0,29 0,29
0,36 0,51 -0,37 0,84 0,03
1,15 1,81 -0,37 0,40 0,01
0,36
1,89
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ) Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100). Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
43
Tabel Statistik
Tabel 8 Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (Persen)1) Kota 1. Lhokseumawe 2. Banda Aceh 3. Padang Sidempuan 4. Sibolga 5. Pematang Siantar 6. M e d a n 7. Padang 8. Pekanbaru 9. Batam 10. Jambi 11. Palembang 12. Bengkulu 13. Bandar Lampung 14. Pangkal Pinang 15. Dumai 16. Tanjung Pinang 17. Jakarta 18. Tasikmalaya 19. Serang 20. Tangerang 21. Cilegon 22. Bogor 23. Sukabumi 24. Bekasi 25. Depok 26. Bandung 27. Cirebon 28. Purwokerto 29. Surakarta 30. Semarang 31. Tegal 32. Yogyakarta 33. Jember 34. Sumenep 35. Kediri 36. Malang 37. Probolinggo 38. Madiun 39. Surabaya 40. Denpasar 41. Mataram 42. Bima 43. Maumere 44. Kupang 45. Pontianak 46. Singkawang 47. Sampit 48. Palangka Raya 49. Banjarmasin 50. Balikpapan 51. Samarinda
44
2008
III
2,92 1,36 1,27 3,06 1,37 1,21 2,04 3,17 1,72 1,76 3,20 3,61 4,95 4,26 3,04 3,33 2,54 3,64 4,50 3,21 0,88 2,38 3,42 3,82 3,49 2,28 4,04 3,53 1,74 2,83 2,36 3,16 2,77 2,83 3,10 2,93 3,85 2,27 2,56 3,14 3,23 3,16 6,66 0,46 3,21 2,73 1,72 3,62 2,23 3,02 2,96
2009 IV
2,97 1,39 1,56 2,22 1,33 2,26 2,07 0,55 0,58 -0,19 -0,29 0,34 0,74 0,13 1,22 1,19 0,87 1,22 1,46 0,00 1,57 0,46 1,32 0,03 0,18 -0,07 0,19 1,16 0,13 0,18 0,45 0,59 -0,67 1,05 -0,35 0,38 0,00 -0,32 0,14 1,04 0,91 0,77 -2,44 1,94 0,08 0,02 0,68 1,76 1,85 0,39 -0,06
I -0,56 0,35 -0,03 -0,52 -0,20 -0,84 0,04 0,48 0,64 0,26 -0,06 0,09 0,92 -0,78 -0,74 0,32 -0,13 0,78 0,65 0,32 0,63 0,79 1,67 0,01 -0,87 0,11 0,91 0,78 1,06 0,72 1,05 0,59 1,02 0,25 0,90 1,28 0,60 1,02 1,06 2,14 1,78 2,41 0,39 0,85 1,73 0,38 1,62 -0,65 0,30 0,03 1,49
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
II -0,37 0,14 -1,07 -0,01 0,10 -0,17 -1,34 -0,54 -0,43 -0,72 0,09 -0,74 -1,29 -0,74 -0,77 -0,73 0,15 1,09 1,31 -0,06 0,36 -0,27 0,35 -0,26 -0,20 -0,14 0,04 0,11 0,19 0,06 1,05 0,11 0,08 0,14 0,02 0,16 0,07 0,00 -0,41 -0,61 -1,43 -1,12 1,10 0,35 0,50 -0,90 -0,82 -0,88 0,34 0,31 0,42
2010 III
IV
4,37 4,12 2,66 3,45 3,26 3,35 2,79 1,70 1,76 2,37 1,57 4,06 4,85 3,16 3,52 1,29 1,73 1,09 2,62 2,03 1,89 1,72 1,25 1,76 2,43 1,64 2,49 1,17 1,21 1,96 3,15 1,90 1,16 1,90 2,04 1,38 1,84 1,52 1,97 1,77 3,48 2,06 3,47 2,77 3,52 2,44 0,95 1,28 1,77 2,55 1,81
0,53 -1,08 0,33 -1,28 -0,41 0,38 0,59 0,30 -0,09 0,58 0,25 -0,48 -0,25 0,57 -1,14 0,55 0,58 1,15 -0,07 0,19 0,20 -0,08 0,18 0,41 -0,03 0,50 0,62 0,73 0,14 0,41 0,47 0,30 1,35 0,42 0,61 0,54 1,00 0,82 0,74 1,02 -0,65 0,71 0,19 2,39 -0,88 -0,74 1,09 1,66 1,41 0,69 0,29
I -0,09 0,44 0,38 1,21 1,04 1,05 1,02 0,79 1,72 1,53 0,58 1,35 0,15 1,37 0,26 0,80 0,92 1,33 0,31 0,74 0,87 1,11 0,61 1,26 0,75 0,84 0,36 1,11 0,68 1,02 0,62 1,00 -0,02 0,52 0,63 1,00 0,72 0,83 0,63 1,42 2,33 1,53 2,11 3,25 2,51 3,55 1,62 1,32 1,50 2,55 2,07
II 1,17 -0,33 2,13 2,60 2,89 2,12 2,41 1,72 1,67 3,22 1,18 2,15 2,53 0,41 2,60 2,12 1,21 0,82 1,87 1,32 1,60 1,44 1,02 2,08 2,23 0,47 1,25 1,23 1,58 1,23 1,48 1,65 1,99 1,44 1,95 1,23 1,82 1,15 1,29 1,26 2,70 1,15 2,52 2,24 0,03 0,11 2,02 2,21 2,87 0,76 0,74
2011 III
IV
0,05 1,47 0,82 2,67 1,08 1,52 0,74 1,83 1,76 2,37 2,50 3,88 4,39 5,18 2,21 1,66 2,63 1,80 1,54 2,46 1,69 2,74 2,96 2,85 2,52 2,21 3,52 2,20 1,91 3,33 2,65 2,91 2,35 3,69 2,23 2,57 3,46 2,39 3,93 3,77 3,34 2,23 3,02 3,08 4,75 4,61 2,65 3,64 2,86 4,14 3,28
5,99 3,01 3,92 4,89 4,37 2,76 3,47 2,48 2,05 3,02 1,65 1,43 2,57 2,15 3,71 1,45 1,32 1,48 2,33 1,44 1,82 1,15 0,75 1,47 2,25 0,93 1,44 1,37 2,33 1,37 1,83 1,63 2,60 0,97 1,83 1,75 0,54 2,02 1,32 1,44 2,28 1,31 0,60 1,06 1,03 -1,24 2,91 2,01 1,54 -0,21 0,75
I 0,62 0,26 0,87 0,79 1,19 0,32 1,46 1,51 0,70 -0,80 -0,27 0,20 1,11 1,92 -0,25 1,28 0,68 0,77 -0,40 0,53 0,30 0,50 0,32 0,94 0,55 0,26 -0,31 0,69 -0,83 0,37 0,39 1,14 0,80 0,11 -0,15 0,73 1,20 0,80 1,25 1,26 -0,07 0,63 0,86 2,32 1,42 2,31 0,72 0,06 0,47 2,38 2,77
II -0,46 -0,15 -1,07 -0,90 -0,39 0,04 -0,89 -0,30 0,50 -0,16 1,15 0,27 0,15 0,45 -0,31 -0,61 0,65 0,25 0,07 0,66 -0,33 0,79 0,54 -0,37 -0,18 0,27 0,07 0,38 0,03 0,02 -0,08 0,10 -0,77 0,87 0,52 0,24 0,29 0,02 0,34 0,82 0,33 1,12 1,42 0,07 0,39 -0,05 0,20 1,36 0,77 2,15 1,19
III 2,61 2,03 3,49 2,02 2,76 3,46 3,17 2,30 2,06 3,22 2,00 3,66 2,30 4,06 2,56 1,99 1,89 1,62 2,07 1,75 0,95 0,78 2,31 1,26 1,74 0,69 2,09 1,43 1,61 1,76 1,95 1,73 1,39 1,58 2,19 1,90 1,63 1,75 2,23 0,82 4,08 1,89 2,04 0,75 3,32 4,55 1,64 3,40 1,74 1,98 2,36
Tabel Statistik
Tabel 8 Perkembangan Laju Inflasi Menurut Kota (lanjutan) (Persen)1)
Kota 52. Tarakan 53. Manado 54. P a l u 55. Watampone 56. Makassar 57. Parepare 58. Palopo 59. Kendari 60. Gorontalo 61. Mamuju 62. Ambon 63. Ternate 64. Manokwari 65. Sorong 66. Jayapura NASIONAL
2008 III IV
2009 I
II
2010 III
IV
I
II
2011 III
IV
I
5,54 0,82 0,53 1,34 3,52 1,66 2,89 -1,77 5,23 1,47 3,16 3,02 0,17 1,18 -2,08 0,74 2,50 0,72 0,20 3,81 1,44 1,31 5,01 -0,63 1,78 -0,36 3,35 0,87 -0,64 1,66 4,93 0,37 2,49 3,62 0,27 2,14 0,84 2,85 0,87 1,42 0,47 4,78 -0,04 0,69 3,50 0,14 0,84 -1,13 2,53 1,00 1,01 0,62 4,09 0,97 0,80 4,21 0,43 0,40 -0,53 1,85 -0,32 0,48 0,59 3,35 1,27 0,36 3,50 1,16 1,14 -0,12 2,00 1,11 0,75 0,02 3,04 0,14 0,72 3,30 0,74 2,99 -0,34 2,20 -0,28 -0,20 0,70 3,77 -0,40 2,35 4,01 0,16 2,33 0,59 0,85 0,53 1,59 -0,25 5,63 0,36 0,02 5,86 -0,29 -0,35 0,06 1,45 0,62 0,84 0,60 1,58 2,01 1,60 5,06 -4,80 2,26 -2,43 1,82 4,81 2,84 0,26 4,70 0,76 -1,25 4,30 -0,92 1,25 -0,27 1,32 1,54 1,79 -1,26 2,58 2,15 0,50 8,31 0,62 3,52 0,36 2,39 1,07 -0,44 1,58 1,89 1,58 -1,06 7,29 -1,86 0,77 0,52 0,42 0,87 1,34 1,84 5,50 -0,69 -1,47 2,88 0,31 -0,06 -0,36 1,55 0,78 1,31 1,03 1,36 0,71 0,95 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70
II
III
-0,77 -1,43 -0,69 1,26 0,60 -0,19 1,13 1,65 1,01 0,86 5,58 1,38 1,37 1,77 0,86
0,91 -0,05 0,91 1,91 0,97 0,93 1,73 4,11 1,84 1,45 -0,78 1,12 2,48 0,17 0,28
0,36
1,89
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ) Perhitungan IHK menggunakan tahun dasar 2007 (2007 = 100). Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011
45
Tabel Statistik
Tabel 9 Perubahan Indeks Harga Perdagangan Besar (Persen) 1)
Akhir
Pertanian
Pertambangan
Industri
Impor*
Ekspor*
Umum*
Periode 2006
3,87
0,61
1,60
-0,64
-1,34
-1,20
4,97
1,83
2,11
5,13
8,84
4,85
5,33
2,40
2,58
0,61
0,00
2,31
Trw.IV
6,74
3,51
1,51
1,82
-5,00
0,56
2007
Trw.I Trw.II Trw.III
6,32
3,39
3,47
3,57
2,63
3,93
2,97
1,64
3,35
5,75
7,05
4,32
7,69
1,61
3,70
3,26
1,80
3,63
Trw.IV
7,59
3,70
5,80
11,05
10,00
8,50
2008
Trw.I Trw.II Trw.III
7,05
4,08
7,17
6,64
5,88
6,45
7,75
10,78
12,60
15,56
14,14
12,55
4,68
3,54
1,40
-9,23
-5,31
-1,92
Trw.IV
0,00
4,27
-4,14
-11,86
-13,55
-6,67
2009
Trw.I Trw.II Trw.III
2,93
7,52
-0,26
5,28
2,44
1,80
3,07
-0,40
1,23
0,54
-0,81
0,99
5,19
1,22
1,13
-0,37
-2,86
0,79
Trw.IV
1,19
1,05
0,53
0,60
1,88
0,91
2010
Trw.I Trw.II Trw.III
2,05
0,60
1,57
0,22
0,27
1,17
2,25
0,80
0,60
0,69
2,70
1,29
Trw.III
3,74
0,52
1,41
0,14
-1,00
1,14
1,75
0,92
1,04
5,17
4,30
2,43
2011
2,86
Trw.I Trw.II
Trw.I Trw.II Trw.III
1,16
1,56
1,80
5,13
5,19
0,22
1,31
0,65
-0,61
3,54
0,65
3,14
0,70
1,18
2,10
1,53
1,81
Keterangan : 1) Perubahan indeks pada akhir triwulan yang bersangkutan dibandingkan dengan indeks pada akhir triwulan sebelumnya (QTQ) Perhitungan IHPB sejak tahun 2009 menggunakan tahun dasar 2005 (2005 = 100). Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS diolah)
46
Laporan Kebijakan Moneter - Triwulan IV-2011