Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2016 Vol. 5 No.1 Hal : 1-6 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp
RESPON LAMA PENYIMPANAN MEDIA PEMBAWA KOMPOS TERHADAP POPULASI BAKTERI PELARUT FOSFAT (Response of Compost Carrier Storage Periode to Population of Solvent Phosphate Bacteria)
Dewi Firnia1*, Nurmayulis1, Andi Apriany Fatmawaty1 1Jurusan
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km 4, Kampus Untirta Serang Banten Telp (0254) 280706, ext 129. Fax (0254) 280706 *Korespondensi :
[email protected] Diterima: 12 April 2016/ Disetujui: 28 Mei 2016
ABSTRACT This study aimed to evaluate the bacteria population solvents phosphate in compost material in sterilization by autoclave at the level of the storage period. Research was conducted at the Laboratory of Soil Biotechnology IImu Soil and Land Resources, Bogor Institute of Agriculture and Soil Laboratory Agroecotechnology Untirta. Materials used are carrier material in the form of compost origin residual agricultural waste. Bacterial isolates used was phosphate solvent. The tools used for the carrier material is autoclave sterilization. The study design used was completely randomized scheme would with One factor is the storage time treatment against bacterial populations carrier solvent storage fosfat. The storage period consists of four levels 7 days, 14 days, 21 days and 28 days. Each treatment was repeated 3 times so that there are 12 samples of the carrier. The results showed that the compost carrier material has a population of bacteria that high phosphate solvent that is 5.70 x 107 spk / g compost invitation storage period of 14 days. The compost carrier material is sterilized by autoclave sterilization method. Keywords: material carrier, population BPF, storage period ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi populasi Bakteri Pelarut Fosfat dalam bahan kompos yang disterilisasi dengan autoklaf pada taraf masa penyimpanan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Tanah Agroekoteknologi Untirta. Bahan yang digunakan adalah bahan kompos asal sisa limbah pertanian. Isolat yang digunakan adalah bakteri pelarut fosfat. Alat yang digunakan untuk sterilisasi bahan pembawa adalah autoklaf. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan satu faktor perlakuan yaitu lama penyimpanan bahan pembawa terhadap populasi bakteri pelarut fosfat. Lama penyimpanan terdiri dari 4 taraf yaitu 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 12 sampel bahan pembawa.
2
FIRNIA ET AL.
JIPP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan pembawa kompos memiliki jumlah populasi bakteri pelarut fosfat yang tinggi yaitu 5.70 x 107 spk/g kompos dangan masa penyimpanan 14 hari. Bahan pembawa kompos tersebut yang di sterilisasi dengan metode sterilisasi autoklaf. Kata kunci: bahan pembawa, masa penyimpanan, populasi BPF PENDAHULUAN Pupuk hayati merupakan suatu bahan yang mengandung sejumlah mikrob yang menguntungkan dalam penyediaan hara yang dibutuhkan tanaman, memacu pertumbuhan tanaman, menambat nitrogen, melarutkan fosfat, dan juga mencegah timbulnya patogen. Bahan pembawa menjadi faktor penting dalam menghasilkan pupuk hayati yang berkualitas, sehingga perlu digunakan metode sterilisasi yang tepat dan efektif. Menurut Tombe (2008), salah satu faktor yang merupakan salah satu alternatif pupuk yang dapat menentukan mutu pupuk hayati adalah kepadatan populasi ketergantungan penggunaan pupuk kimia inokulan yang ada di dalamnya. Ketahanan hidup Pupuk hayati bahan yang sel hidup atau mikrob yang memiliki kemampuan untuk menambat nitrogen maupun melarutkan fosfat yang sukar larut. Penggunaan pupuk memanfaatkan mikrob dalam mempercepat proses mikrobiologi untuk meningkatkan ketersediaan hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu pupuk hayati mampu mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Tombe 2008). Mikrob yang sering dalam pupuk antara lain adalah bakteri pelarut fosfat yang efektif dalam melepaskan ikatan P yang sukar larut. Keuntungan lain dari mikrob tersebut adalah meningkatkan ketersediaan hara tanah. Penggunaan bahan pembawa menjadi solusi untuk mengatasi dari formulasi inokulan cair. Untuk itu bahan pembawa menjadi unsur yang penting dalam menentukan kualitas pupuk karena diharapkan
mampu viabilitas dan menjaga keefektifan mikrob inokulan selama masa penyimpanan. Bahan pembawa yang umum berupa bahan organik kompos, gambut, arang, zeolit dan sebagainya. Menurut Somasegaran dan Hoben (1985), bahan pembawa yang baik untuk pupuk hayati harus memenuhi persyaratan antara lain, (1) tidak mengandung toksin bagi strain mikrob inokulan, (2) memiliki kapasitas penyerapan air yang tinggi, (3) mudah diproses, (4) mudah disterilkan dengan autoklaf maupun iradiasi sinar gamma, (5) memiliki jumlah yang cukup, (6) murah, dan (7) memiliki kapasitas pH buffer yang baik dengan kisaran 6,5-7,0. Bahan pembawa kompos adalah merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carangcarang serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman. Penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah (soil conditioner) dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah sehingga mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian. Karakteristik umum dimiliki kompos antara lain: (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal; (2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas; dan (3) mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah secara fisik, kimia, dan biologi tanah. Penginokulasian inokulan ke dalam bahan pembawa bertujuan untuk
Vol. 5, 2016
Respon Lama Penyimpanan Media Pembawa Kompos
menyesuaikan hidup sebelum diberikan ke tanah. Salah satu yang baik adalah steril dari mikrob inokulan mampu bertahan hidup mikrob dalam bahan pembawa. Sterilisasi bahan yang harus dilakukan sebelum penginokulasian. Pemilihan metode sterilisasi diperlukan agar bahan pembawa tidak mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi viabilitas inokulan. Tujuan penelitian adalah mengevaluasi populasi Bakteri Pelarut Fosfat dalam bahan pembawa asal kompos yang di sterilisasi dengan autoklaf pada taraf masa penyimpanan. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah IImu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Tanah Agroekoteknologi Untirta. Bahan yang digunakan adalah bahan pembawa berupa kompos asal sisa limbah pertanian. Isolat yang digunakan adalah bakteri pelarut fosfat. Alat yang digunakan untuk sterilisasi bahan pembawa adalah autoklaf. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancanagan Acak Lengkap dengan Satu faktor perlakuan yaitu lama penyimpanan bahan pembawa terhadap populasi bakteri pelarut fosfat. Lama penyimpanan terdiri dari 4 taraf yaitu 7 hari, 14 hari, 21hari dan 28 hari. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 12 sampel bahan pembawa. Rangkaian kegiatan yang dialkukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3
pengovenan dengan suhu 105 °C selama 24 jam untuk mengetahui kelembaban bahan pembawa. Penghitungan awal total mikrob dilakukan untuk mengetahui jumlah mikrob indigenus dalam bahan pembawa sebelum proses sterilisasi. Total mikrob ditumbuhkan dalam media nutrient agar dengan metode cawan hitung melalui seri pengenceran. Masing-masing bahan pembawa dikemas ke dalam plastik sebanyak 100 g. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dan meminimalkan kontaminasi pada saat melakukan seri pengenceran. Bahan pembawa dikemas ke dalam plastik tahan panas untuk sterilisasi autoklaf. Proses sterilisasi autoklaf ini dilakukan di Laboratorium Tanah Faperta Untirta. Proses Sterilisasi Bahan Pembawa Sterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan sebanyak dua kali selama dua hari berturut-turut dengan suhu mencapai 121 °C selama 60 menit. Hal ini bertujuan untuk memberikan jeda waktu spora berkecambah sehingga pada saat pemanasan berikutnya dipastikan semua mikrob dapat terbunuh. Bahan pembawa sebanyak 100 g dimasukkan ke dalam plastik tahan panas kemudian ditutup menggunakan klip. Setelah selesai proses autoklaf, uap air dalam plastik dibiarkan mengering kemudian disegel dengan rapat menggunakan sealer pada akhir proses autoklaf hari kedua. Proses sterilisasi autoklaf ini dilakukan di Laboratorium Tanah Faperta Untirta
Persiapan Bahan Pembawa
Inokulan yang Ditambahkan ke Dalam Bahan Pembawa
Bahan pembawa arang kompos dihaluskan hingga memiliki ukuran partikel 0,5 mm–1,5 mm. Bahan pembawa terlebih dahulu dianalisis sifat kimianya untuk mengetahui karakteristik bahan itu sendiri. Pengukuran pH-H20 dilakukan menggunakan pH-meter dengan perbandingan sampel dan aquades sebesar 1:10. Pengukuran kadar air juga dilakukan melalui
Sejumlah inokulan dari kultursediaan akan dimasukkan ke dalam bahan pembawa yang sudah disterilisasi. Kultursediaan tersebut diperbanyak dalam medium cair yang kemudian diinokulasikan ke dalam bahan pembawa. Sebelum proses inokulasi, terlebih dahulu dilakukan penetapan jumlah populasi dari masing
4
FIRNIA ET AL.
masing inokulan. BPF dalam bentuk cair diberikan sebanyak 10% (10 ml kedalam 100 g bahan pembawa yang telah disterilkan). Jumlah Populasi Inokulan yang ditambahkan ke dalam bahan pembawa bakteri pelarut fosfat pikovskaya 5,88 x 107 spk/ml. Selanjutnya pengamatan populasi bakteri pelarut fosfat dengan taraf lama penyimpanan 7, 14, 21 dan 28 hari. HASIL DAN PEMBAHASAN Karateristik Bahan Pembawa Kompos Hasil analisis pupuk kompos yang digunakan mengandung kadar bahan organik sebesar 10,08% dengan rasio C/N 16,8. Selain itu pupuk kompos juga mengandung N Organik 0,60 %, NH4 0,09%, NO3 0,11%, N Total 0,80% dan Kadar air 39,54%. Pupuk kompos (media carier) yang digunakan dalam percobaan ini juga memiliki KTK sebesar 17,22 me/100g-1 yang diharapkan dapat meningkatkan KTK tanah sehingga kemampuan tanah untuk menyerap dan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman menjadi meningkat. Sementara itu pH pupuk kompos yang bersifat alkalis (7,00), merupakan kondisi potensial untuk menetralisir kemasaman tanah ordo Ultisol sehingga diharapkan pH dapat meningkat pula dan mikrob dapat berpopulasi tinggi. Kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil pertanian pada tanah masam jika digunakan dalam jangka panjang. Kompos mengandung banyak mikrob, dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah, mikrob lain yang berada di dalam tanah akan terpacu untuk terus berkembang sehingga proses dekom-posisi akan terus berlanjut di tanah tanpa mengganggu tanaman. Selama proses pengomposan, mikrob yang bersifat patogen akan mati karena suhu yang sangat tinggi (Setyorini et. al. 2006). Menurut Widawati et al. (2002), kompos plus yang baik untuk penyubur tanah dan dapat memperbaiki struktur tanah
JIPP harus mengandung lima macam nutrisi, yaitu unsur karbon (C = 19-40%), nitrogen (N= 2-3%), posfor (P= 0,010,14%), kalium (K= 0,039-35%), magnesium (Mg= 0,04-0,021%), dan C/N rasio sebesar 9-20%. Menurut Somasegaran dan Hoben (1985), bahan pembawa yang baik untuk pupuk hayati harus memenuhi persyaratan antara lain, (1) tidak mengandung toksin bagi strain mikrob inokulan, (2) memiliki kapasitas penyerapan air yang tinggi, (3) mudah diproses, (4) mudah disterilkan dengan autoklaf maupun iradiasi sinar gamma, (5) memiliki jumlah yang cukup, (6) murah, dan (7) memiliki kapasitas pH buffer yang baik dengan kisaran 6,5-7,0. Menurut Burton (1979), bahan pembawa yang baik adalah bersifat tidak meracun mikrobia, kemampuan absorpsi tinggi, mudah disterilkan, dan dihaluskan, mudah menempel pada bahan tanaman (biji misalnya) dan tersedia secara melimpah. Jumlah Populasi Bakteri Pelarut Fosfat Pada Bahan Pembawa Sebelum dan seseduah sterilisasi jumlah populasi bakteri pelarut fosfat mengalami perubahan, dimana setelah proses sterilisasi media pembawa jumlah bakteri pelarut fosfat turun (atau tidak ada). Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat pada bahan pembawa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah populasi mikrob dalam bahan pembawa sebe-lum dan setelah sterilisasi Bahan Pembawa Kompos
Sebelum Sterilisasi 9 2,20 x 10 pk/g
Setelah Sterilisasi 0
Berdasarkan Tabel 1, jumlah populasi bakteri pelarut fosfat sebelum sterilisasi di dalam bahan pembawa dapat mencapai 2,20 x 109 pk/g jumlah populasi ini tergolong sangat tinggi sehingga mutlak perlu dilakukan sterilisasi. Setelah proses sterilisasi dilakukan dan diadakan pengujian, diketahui tidak ada mikrob yang bertahan
Vol. 5, 2016
Respon Lama Penyimpanan Media Pembawa Kompos
hidup dari bahan pembawa yang disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Setelah dilakukan proses sterilisasi, tidak ditemukan mikrob di dalam bahan pembawa yang disterilisasi dengan autoklaf. Jumlah populasi mikrob suatu bahan pembawa juga dipengaruhi oleh pH. Mikrob dapat tumbuh optimal pada pH sekitar 6,0-7,5, sedangkan pada pH dibawah 5 jarang sekali bisa ditemukan mikrob yang tumbuh dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil populasi mikrob antara lain kompos yang dipengaruhi oleh pH pengurangan populasi bakteri pelarut fosfat yang sangat tinggi dapat dilihat dari pengaruh proses sterilisasi terhadap ketahanan mikrob di dalam bahan pembawa. Penggunaan metode sterilisasi autoklaf mampu membunuh semua populasi mikrob karena pada autoklaf terjadi proses sterilisasi yang memanfaatkan panas lembab yaitu dengan 121°C selama 60 menit yang dilakukan sebanyak 2 kali. Selama dua kali proses sterilisasi tersebut diselingi dengan proses inkubasi. Mikrob akan resisten dan berkecambah pada masa inkubasi, sehingga pada masa pemanasan berikutnya sel-sel vegetatif dapat dihancurkan. Hal ini bukan hanya dapat merusak mikrob indegenus di dalamnya namun juga dapat merusak sifat bahan pembawa. Jumlah Populasi Bakteri Pelarut Fosfat Pada Bahan Pembawa Pada Taraf Masa Penyimpanan Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat pada bahan pembawa dengan taraf lama penyimpanan mengalami
5
jumlah populasi yang beragam. Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat pada bahan pembawa dengan taraf lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2. Populasi bakteri pelarut fosfat dalam bahan pembawa kompos yang menggunakan metode sterilisasi autoklaf relatif sama, populasi bakteri pelarut fosfat dalam bahan pembawa kompos lebih rendah populasinya pada masa penyimpanan 28 hari. Motsara et al. (1995) menyatakan bahwa bahan pembawa kadang disterilisasi dan kadang tidak tetapi lebih baik disterilisasi. Sterilisasi sangat penting mengingat adanya pertumbuhan sebagian besar bakteri dalam bahan pembawa dari pada bakteri tertentu dalam kultur broth. Jika terdapat bakteri lain dalam bahan pembawa, bakteri tersebut akan tumbuh bersama dengan bakteri yang diinginkan misalnya BPF. Jika jumlah mereka hampir sama besarnya dengan jumlah BPF yang ditambahkan, atau tumbuh lebih cepat daripada BPF, maka akan menjadi mikrob yang tidak diinginkan pada hasil akhir pupuk hayati. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa kompos mampu menjadi bahan pembawa yang baik untuk tempat bertahan hidup mikrob sehingga mampu digunakan sebagai pupuk hayati yang baik. Mikrob hasil pengujian viabilitas inokulan, masih mampu bertahan pada hari ke-28 walaupun memiliki populasi yang beragam. Mikrob hasil pengujian viabilitas inokulan, masih mampu bertahan hidup pada hari ke-28 bahkan populasinya relatif sama.
Tabel 2 Jumlah populasi bakteri pelarut fosfat bahan pembawa pada taraf lama penyimpanan Bahan Pembawa Kompos
7 7
4,50 x 10
Lama Penyimpanan (hari) 14 21 spk/g kompos 7 8 5,70 x 10 1,30 x 10
28 2,20x10
7
6
FIRNIA ET AL. SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa bahan pembawa kompos populasi bakteri pelarut fosfat yang tinggi yaitu 5,70 x 107 spk/g kompos dangan masa penyimpanan 14 hari. Bahan pembawa kompos yang disterilisasi dengan metode sterilisasi autoklaf, efektif menyimpan mikrob dalam waktu 28 hari. SARAN Disarankan dilakukan uji keefektivan inokulan melalui pengujian inokulan yang diaplikasikan ke tanaman. DAFTAR PUSTAKA Motsara MR, P Bhattacharyya and B Srivastava. 1995. Biofertiliser Technology, Marketing and Usage: A Sourcebook-cum-glossary, Fertiliser Development and Consultation Organisation. New Delhi. Setyorini D, R Saraswati dan EK Anwar. 2006. Kompos In Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. R.D.M. Simanungkalit, Didi A.S., Rasti S., Diah S., dan Wiwik H. (eds). Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
JIPP Somasegaran P and HJ Hoben HJ 1985. Methods in legume Rhizobiumtechnology. Hawai: Niftal Project; Mircen, 367p Toharisman A. 1989. Evaluasi Metode Sterilisasi Tanah dan Pengaruh Sterilisasi Autoklaf Beberapa Sifat Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai dan [skripsi). Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Tombe M. 2008. Sekilas Pupuk Direktorat Perbenihan dan Sarana ProduksL http://dasar 2 ilmu tanah blogspot.com. Widawati S dan Suliasih. 2005. The Application of Soil Microbe from Wamena Botanical Garden as Biofertilizer (Compost Plus) on Purple Eggplant (Solanum melongena L.). J. Ilmiah Pert. Gakuryoku XI (3): 20-24