STRUKTUR TEGAKAN DAN CADANGAN KARBON HUTAN RAKYAT POLA AGROFORESTRY MANGLID (Manglieta glauca Bl.) DI TASIKMALAYA, JAWA BARAT (Stand Structure and Carbon Stock of Manglid (Manglieta glauca Bl.)based Agroforestry in Private Forest, Tasikmalaya, West Java) M. Siarudin1 dan Yonky Indrajaya2 1, 2
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis 46201 Telp 0265771352, Fax 0265775866 Email:
[email protected] Naskah Diterima 19 Desember 2013 , Naskah Disetujui 16 Agustus 2014
ABSTRACT This research aims to study the stand structure and to measure carbon (C) stock of manglid (Manglieta glauca Bl.)-based agroforestry in private forest. Observation was conducted on 18 plots represent manglid simpleagroforest (MSA) and manglid complex-agroforest (MCA) patterns, located in Tasikmalaya, West Java. The Cstock and stand structure measurement followed Rapid Carbon Stock Appraisal Method (RACSA) with some additional analysis. The result of the study showed that manglid agroforest has equal composition in terms of basal area between MSA and MCA. Manglid agroforest stands are dominated by tree diameter class of 5-10 cm; and the number of manglid trees tends to decrease at the higher diameter class. MSA stands show more similar number of trees among diameter class than MCA stands. Average of C-stock in manglid agroforest stand is 145 ton/ha, consisted of 44 ton/ha above ground C and 101 ton/ha below ground C. MCA stands show higher above ground C but lower below ground C than MSA. Keywords: Simple agroforest, complex agroforest, manglid, stand structure
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur tegakan dan mengukur cadangan karbon hutan rakyat pola agroforestry berbasis manglid (Manglieta glauca Bl.). Pengukuran dilakukan pada 18 plot yang mewakili pola agroforestry sederhana manglid (ASM) dan agroforestry kompleks manglid (AKM) (masing-masing 9 plot), di hutan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Pengukuran cadangan karbon dan struktur tegakan mangacu pada metode Rapid Carbon Stock Appraisal (RACSA) dengan beberapa analisis tambahan. Hasil penelitian menunjukkan agroforestry manglid secara rata-rata memiliki komposisi yang seimbang antara basal area manglid dan pohon asosiasi. Namun demikian, dominasi jenis manglid tampak bervariasi yang ditunjukan nilai rasio luas bidang dasar (BA) pohon manglid terhadap BA total yang relatif tinggi sebesar 0,75 pada tegakan ASM dan hanya 0,42 pada tegakan AKM. Tegakan agroforestry manglid didominasi oleh kelas diameter 5-10 cm, dan terjadi penurunan jumlah manglid pada kelas diameter yang lebih tinggi.ASM memiliki sebaran jumlah manglid yang relatif seragam antar kelas diameter dibanding AKM.. Karbon tersimpan pada tegakan agroforestry manglid di lokasi penelitian ini adalah rata-rata sebesar 145 ton/ha, terdiri dari 44 ton/ha karbon di atas permukaan tanah, dan 101 ton/ha karbon di bawah permukaan tanah. Tegakan AKM memiliki cadangan karbon total di atas permukaan tanah lebih tinggi, namun sebaliknya memiliki cadangan karbon di bawah permukaan yang lebih rendah dibanding tegakan ASM. Kata kunci: Agroforestry sederhana, agroforestry kompleks, manglid, struktur tegakan
45
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 45-56)
I.
PENDAHULUAN
Kabupaten Tasikmalaya dan sekitarnya merupakan salah satu sentra pengembangan jenis pohon manglid (Manglieta glauca Bl.). Jenis ini banyak dikembangkan di hutan rakyat dengan pola agroforestry baik dalam pola agroforestry sederhana yang ditanam secara teratur dengan kombinasi tanaman bawah, maupun dalam bentuk agroforestry kompleks yang terdiri dari berbagai pohon asosasi. Tegakan manglid di hutan rakyat Tasikmalaya tersebar pada daerah dengan ketinggian 305-894 mdpl dengan kelerengan 0-45% (Rohandi et al., 2010) dengan jumlah tanaman diperkirakan 130.000150.000 batang (Mulyana & Diniyati, 2013). Potensi lahan untuk tanaman manglid di seluruh wilayah Priangan Timur mencapai + 560.000 ha dengan kriteria sesuai dan sangat sesuai (Rohandi et al., 2010). Sementara itu, sistem penggunaan lahan dengan pola agroforestry pada hutan rakyat selain memiliki berbagai manfaat ekonomi langsung untuk masyarakat, juga memiliki manfaat jasa lingkungan seperti penyerapan karbon. Sistem agroforestry telah dikembangkan baik di negara berkembang maupun di negara maju untuk mengurangi laju emisi karbon (Nair et al., 2009).
Beberapa penelitian tentang tentang karbon tersimpan di lahan masyarakat di Indonesia telah dilakukan dengan hasil yang bervariasi. Penelitian di Lampung menunjukkan bahwa total karbon tersimpan di pekarangan pada semua pool karbon berkisar antara 56-174 ton/ha dengan ratarata sebesar 107 ton/ha (Roschetko et al., 2002). Beberapa hasil penelitian lainnya menunjukkan rata-rata dan kisaran karbon di atas permukaan tanah yang bervariasi seperti agroforestry kebun campuran di Bekasi sebesar 62 ton/ha (Adinugroho et al, 2013); agroforestry kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 51-66 ton/ha (Antoko, 2011); agroforestry di Langkat sebesar 57-63 ton/ha; dan agroforestry kebun campuran di Lampung sebesar ratarata 43 ton/ha (Yuwono et al., 2012).
46
Besarnya karbon tersimpan dalam biomassa tergantung pada sistem agroforestry yang diterapkan, struktur dan fungsi yang ada dalam pola ini (Albrecht and Kandji, 2003). Informasi mengenai struktur tegakan dan karbon tersimpan pada tegakan hutan rakyat pola agroforestry berbasis tanaman manglid masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur tegakan dan mengukur cadangan karbon pada hutan rakyat pola agroforestry berbasis manglid di Kabupaten Tasikmalaya.Secara khusus, tulisan ini juga membahas perbedaan struktur tegakan dan karbon tersimpan antara pola agroforestry kompleks dan agroforestry sederhana berdasarkan kriteria Hairiah et al. (2006). Diharapkan penelitian ini dapat menjadi informasi dasar untuk pengembangan agroforestry manglid di hutan rakyat dalam mendukung mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. II.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengamatan dan pengukuran tegakan a g ro f o re s t r y m a n g l i d d i l a k u k a n d i Kabupaten Tasikmalaya, tepatnya di Desa Cikalong dan Desa Sodonghilir Kecamatan Sodonghilir, Desa Sukarasa Kecamatan Salawu, Desa Pedang Kamulyan dan Desa Girimukti Kecamatan Bojonggambir. Pemilihan lokasi didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya oleh Rohandi et al. (2010) bahwa daerah ini merupakan beberapa sentra manglid di Kabupaten Tasikmalaya. Analisis biomasa dilakukan di laborat o r i u m B a l a i P e n e l i t i a n Te k n o l o g i Agroforestry, Ciamis, sedangkan analisis tanah dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.Penelitian dilakukan mulai bulan Maret – Desember 2013.
Struktur Tegakan dan Cadangan Karbon ..... (M. Siarudin dan Yonky Indrajaya)
B. Metode Pengumpulan dan Analisis
Data Pengukuran struktur tegakan dan cadangan karbon pada penelitian ini menggunakan prosedur RaCSA/Rapid Carbon Stock Appraisal (Hairiah et al., 2011). Pengukuran biomassa dilakukan pada 5 pool, yaitu: biomassa pohon, biomassa tanaman bawah, nekromassa berkayu, nekromasa tidak berkayu (seresah) dan bahan organik organik tanah. Plot pengukuran terdiri dari plot utama berukuran 5 m x 40 m, dan 6 sub plot berukuran 50 cm x 50 cm dalam setiap plot utama. Sejumlah 18 plot pengukuran dilakukan di lokasi penelitian, yang mewakili tegakan agroforestry manglid sederhana (9 plot) dan tegakan agroforestry manglid kompleks (9 plot). Kriteria agrforestry sederhana dan kompleks mengacu pada Hairiah et al. (2006). Pengukuran biomasa pohon dilakukan pada plot utama untuk pohon dengan diameter setinggi dada (diameter at breast height/DBH) 5 – 30 cm. Jika di dalam plot terdapat pohon dengan DBH lebih dari 30 cm, lebar plot utama diperluas menjadi 20 m x 100 m untuk mengukur pohon-pohon
dengan DBH> 30 cm tersebut. Setiap pohon dalam plot pengukuran dicatat jenisnya dan diukur DBH. Identifikasi jenis dilakukan dengan melibatkan pengenal jenis dari penduduk lokal. Jenis pohon dari famili Arecaceae (palm) diukur juga tinggi pohonnya karena dipersyaratkan dalam persamaan allometrik perhitungan biomassa. Biomassa di atas permukaan tanah per pohon dihitung dengan persamaan allometrik umum Chave et al. (2005): AGB = r x exp(-1.499+2.148ln(D)+ 0.207(ln(D))2 - 0.028(ln(D))3 (1) Dimana r merupakan kerapatan kayu atau berat jenis kayu, dan D merupakan DBH. Data berat jenis kayu r yang digunakan dalam perhitungan persamaan (1) adalah berat jenis kayu masing-masing jenis pohon yang teridentifikasi, dengan merujuk pada data berat jenis Global Wood Density Database (Zanne et al., 2009) atau Seng (1990). Kandungan karbon diasumsikan sebesar 0,47 dari berat biomassanya (IPPC, 2006). Kandungan karbon akar diperhitungkan sebagai 20% dari kandungan karbon di atas tanah (IPPC, 2006).
Gambar 1. Plot pengukuran cadangan karbon dan struktur tegakan agroforestry manglid Figure 1. Measurement plot of carbon stock and stand structure of manglid agroforest (source: Hairiah et al., 2011) 47
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 45-56)
Pengukuran nekromasa berkayu dilakukan pada plot yang sama dengan pengukuran pohon. Nekromasa berkayu dapat berupa pohon yang mati berdiri, tunggul pohon bekas tebangan/pohon roboh, atau batang pohon mati yang rebah. Pengukuran nekromassa dengan diameter 530 cm dilakukan pada plot 5 m x 20 m, dan nekromasa berdiameter lebih dari 30 cm diukur pada plot 20 m x 100 m. Setiap nekromasa yang ditemukan diukur volumenya (dengan mengukur diameter dan tinggi atau panjang batang) serta diukur tingkat kelapukannya. Sampel sejumlah + 300 gram diambil untuk diukur berat keringnya di laboratorium. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan neromasa tidak berkayu (seresah) dilakukan pada sub plot 50 cm x 50 cm. Tumbuhan bawah dan nekromasa tidak berkayu yang di ambil dari sub plot ditimbang sebagai berat basah, dan kemudian diukur berat keringnya di laboratorium. Sampel tanah untuk pengukuran kandungan C organik tanah dilakukan pada sub plot yang sama dengan pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan nekromasa. Jenis sampel tanah yang diambil adalah sampel tanah terganggu untuk mengukur kandungan C organik tanah, dan sampel tanah tidak terganggu untuk mengukur berat isi (BI) tanah. Pengambilan sampel tanah terganggu dan tidak terganggu dilakukan pada 3 kedalaman, yaitu kedalaman 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm. Analisis kandungan C organik menggunakan metode spektrofotometri sedangkan pengukuran berat isi tanah menggunakan metode parafin. Struktur tegakan manglid ditentukan melalui analisis tambahan dari data dasar pengukuran pada plot utama dan sub plot. Beberapa parameter yang dianalisis adalah luas bidang dasar (basal area/BA) pohon manglid dan pohon asosiasinya, sebaran pohon berdasarkan kelas diameter, serta keragaman jenis pohon dan tumbuhan bawah.
48
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Tegakan Hutan Rakyat
Agroforestry Berbasis Manglid 1. Basal Area Hutan rakyat dengan pola agroforestry berbasis manglid terdapat dalam berbagai tingkat kerapatan dan keragaman jenis pohon. Sebagian petani menanam manglid dan berbagai jenis pohon lainnya dalam satu struktur yang kompleks, termasuk tanaman musiman di bawah tegakan untuk memanfaatkan ruang kosong di antara pohon-pohon. Umumnya pola yang demikian terjadi pada petani yang tidak memiliki waktu banyak untuk melakukan pemeliharaan hutannya secara intensif. Sebagian petani menanam manglid secara khusus dengan jarak tanam yang teratur, dan memberikan ruang yang cukup untuk tanaman bawah/musiman yang juga dikelola secara intensif. Pohon-pohon asosiasi selain manglid tidak banyak, bahkan dalam satu hamparan tertentu hanya ditanam pohon manglid dan tanaman bawah saja. Dalam penelitian ini, berbagai tingkat kerapatan dan keragaman jenis pohon yang ditanam diklasifikasikan ke dalam agroforestry kompleks dan agroforestry sederhana menurut jumlah jenis pohon yang ditanam dan luas bidang dasar (BA) dari pohon utama (Hairiah et al., 2006). Tabel 1 menunjukkan bahwa secara total, BA pohon manglid dan pohon asosiasi relatif seimbang, rata-rata masing-masing 10,04 2 2 m /ha dan 10,09 m /ha. Namun demikian pada pola agroforestry sederhana, BA manglid hampir 3 kali lipat lebih besar dari pada BA jenis pohon lainnya, yaitu masing2 2 masing 9,29 m /ha dan 3,61 m /ha. S e b a l i k n y a p a d a p o l a a g ro f o re s t r y kompleks, BA manglid lebih kecil, yaitu hanya 10,09 m2/ha sementara pohon asosiasi 2 mencapai 16,57 m /ha.
Struktur Tegakan dan Cadangan Karbon ..... (M. Siarudin dan Yonky Indrajaya)
Tabel 1. Kerapatan tegakan dan keragaman jenis pada hutan rakyat pola agroforestry manglid Table 1. Stand density and tree species diversity on private forest with manglid agroforest pattern BA Jumlah Jumlah Kerapatan BA pohon BA jenis pohon/ pohon Jenis manglid asosiasi total Nomor plot pohon plot* (pohon/ha) agroforestry** (BA of (BA of (BA RBAMT (Plot number) (Number (Number (Tree (Type of manglid) associat Total ) of tree of density agroforestry) 2 2 (m /ha) ed tree) (m /ha) species) tree/plot) (Tree/ha )) (m2/ha) 1 7,93 4,33 12,26 0,65 5 16 800 AF-K 2 7,17 23,87 31,04 0,23 8 34 1700 AF-K 3 12,11 18,49 30,60 0,40 7 32 1600 AF-K 4 18,17 23,43 41,60 0,44 14 37 1850 AF-K 5 12,72 10,37 23,09 0,55 6 45 2250 AF-K 6 11,69 13,65 25,34 0,46 5 24 1200 AF-K 7 9,49 11,53 21,02 0,45 12 32 1600 AF-K 8 11,80 19,54 31,35 0,38 14 36 1800 AF-K 9 6,08 23,89 29,97 0,20 8 36 1800 AF-K 10 9,44 9,44 1,00 1 11 550 AF-S 11 13,92 1,24 15,16 0,92 4 16 800 AF-S 12 6,69 6,42 13,11 0,51 4 31 1550 AF-S 13 8,45 0,31 8,76 0,96 2 14 700 AF-S 14 8,31 10,10 18,40 0,45 4 13 650 AF-S 15 9,95 4,59 14,55 0,68 4 21 1050 AF-S 16 4,37 5,26 9,63 0,45 3 14 700 AF-S 17 10,17 10,17 1,00 1 10 500 AF-S 18 12,30 4,59 16,89 0,73 3 27 1350 AF-S 10,80 16,57 27,36 8,67 32,44 1622 AF-K 0,42 (0,14) (3,66) (6,97) (8,22) (3,77) (8,28) (413,91) 9,29 3,61 12,90 3,00 17,44 872 AF –S 0,75 (0,23) (2,84) (3,49) (3,56) (1,41) (7,33) (366,67) Rata-rata 10,04 10,09 20,13 5,83 24,94 1247 0,58 (0,25) (Average) (3,27) (8,54) (9,65) (4,02) (10,82) (541,10)
Keterangan (Remarks): * Ukuran plot (Size of plot) = 5 m x 40 m; ** Menurut kriteria Hairiah et al. (2006); AFS = Agroforestry sederhana (Simple agroforesty); AF-K = Agroforestry kompleks (Complex agroforestry); BA = Luas bidang dasar (Basal area); RBAMT = Rasio BA manglid terhadap BA total (Ratio of BA of manglid to total BA); Angka dalam kurung menunjukkan nilai simpangan baku (Figure in parentheses shows standard deviation value)
Perbandingan BA total seluruh pohon menunjukkan bahwa pola agroforestry kompleks lebih tinggi dibandingkan dengan BA pada agroforestry sederhana, yaitu masing-masing 27,36 m2/ha dan 12,90 m2/ ha. Nilai BA ini relatif sama dengan hasil penelitian di DAS Konto, Kabupaten Malang, Jawa Timur yang dilaporkan oleh Kurniawan et al. (2010), di mana BA pada agroforestry kopi kompleks sebesar 28,4 2 m /ha dan agroforestry kopi sederhana sebesar 12,1 m2/ha. Tingginya BA pada pola
agroforestry kompleks manglid ini disebabkan jumlah kerapatan tegakan yang lebih banyak yaitu rata-rata sebesar 1622 pohon/ha sementara pada agroforestry sederhana hanya 872 pohon/ha. 2. Sebaran Pohon berdasarkan Diameternya Gambar 2 menunjukkan bahwa ratarata sebaran pohon terbanyak pada kelas dbh 5-10 cm, dan menurun pada kelas diameter yang lebih besar. Pola yang sama terjadi 49
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 45-56)
pada sebaran jumlah pohon pola agroforestry kompleks dimana jumlah pohon didominasi oleh kelas diameter kecil (5-10 cm), kemudian jumlah pohon menurun pada kelas diameter yang lebih tinggi. Berbeda dengan pola agroforestry sederhana, tampak
jumlah pohon pada kelas diameter 10-20 cukup mendominasi, disusul kelas diameter 5-10 cm, kelas diameter 20-30 cm dan sangat sedikit (4 pohon/ha) pada kelas diameter di atas 30 cm.
1000,00
Jumlah pohon (pohon/ha)
900,00 800,00 700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 0,00
dbh 5-10 cm
dbh 30 cm up
872,22
dbh 10-20 cm 533,33
dbh 20-30 cm
AF kompleks
222,22
19,44
AF sederhana
227,78
461,11
83,33
4,44
rata-rata
550,00
497,22
152,78
11,94
Gambar 2. Sebaran pohon berdasarkan kelas diameter Figure 2. Tree distribution based on diameter class
Secara umum dapat diketahui bahwa pola agroforestry kompleks memiliki jumlah pohon yang lebih tinggi dari pola agroforestry sederhana, pada semua kelas diameter. Hal ini konsisten dengan perhitungan basal area total dimana total basal area pada agroforestri kompleks lebih tinggi dari pola agroforestry sederhana (Tabel 1). 3. Keragaman Jenis Pohon dan Tanaman Bawah Keragaman jenis pohon pada pola agroforestry kompleks lebih tinggi, yaitu rata-rata 8 jenis pohon dalam satu plot pengamatan, sementara pada pola agrofrestry sederhana hanya 3 jenis pohon. Secara total jenis-jenis pohon tersebut terdiri dari pohon penghasil kayu-kayuan sebesar 54%, pohon penghasil buah-buahan 32%, dan pohon penghasil bukan kayu sebesar 14%. 50
Jenis pohon penghasil kayu yang dominan di lokasi penelitian selain manglid antara lain mahoni (Swietenia mahagony), sengon (Paraserianthes falcataria), suren (Toona sureni), afrika (Maesopsis eminii), tisuk (Hibiscus macrophyllus), dan gmelina (Gmelina arborea) (Tabel 2). Jenis penghasil buah-buahan antara lain manggis (Garcinia mangostana), kelapa (Cocos nucifera), durian (Durio zibethinus), limus ( Mangifera foetida ), nangka ( Artocarpus heterophyllus ), mangga ( mangifera indica ), sirsak ( Annona muricata), rambutan (Nephelium lappacium ), petai (Parkia spesiosa ), dan jengkol ( Archidendron pauciflorum ). Penghasil hasil hutan bukan kayu antara lain cengkeh ( Syzigium aromaticum ), aren (Arenga pinnata), dan pinang (Pinanga patula).
Struktur Tegakan dan Cadangan Karbon ..... (M. Siarudin dan Yonky Indrajaya)
Tabel 2. Kerapatan pohon setiap jenis pada tegakan agroforestry manglid Table 2. Tree density of each species on manglid agroforest stand No
Jenis pohon (Tree species )
N/ha
No
Jenis pohon (Tree species )
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Manglid (Manglietia glauca Bl.) Mahoni (Swietenia sp.) Sengon (Paraserianthes falcataria) Suren (Toona sureni ) Manggis (Garcinia mangostana) Afrika (Maesopsis eminii) Kelapa (Cocos nucifera) Cengkeh (Syzigium aromaticum) Rambutan (Nephelium lappaceum) Tisuk (Hibiscus macrophyllus) Bencoy (Baccaurea racemosa) Huru (Actinodaphne procera) Aren (Arenga pinnata) Jengkol (Archidendron pauciflorum ) Jambu air (Syzigium aquea) Limus (Mangifera foetida) Nangka (Artocarpus heterphyllus) Dukuh (Lansium domesticum)
594 144 103 69 53 42 22 17 17 17 14 14 11 11 8 8 8 6
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Durian (Durio zibethinus) Kiacret (Spathodea campanulata) Mangga (Mangifera indica) Petai (Parkia speciosa) Sirsak (Annona muricata) Alpukat (Persea americana) Angsana (Pterocarpus indicus) Gmelina (Gmelina arborea) Jambu batu (Psidium guajava) Kipare (Glochidion macrocarpum) Kisamping (Evodia latifolia) Kokosan (Lansium aqueum) Mara (Macaranga tanarius) Mareme (Glochidion arborescens) Melinjo (Gnetum gnemon) Pinang (Pinanga patula) Pongporang (Oroxylum indicum) Puspa (Schima wallichii)
Tanaman bawah yang banyak dibudidayakan masyarakat adalah teh (Camelia sinensis) dan kapolaga (Elettaria cardamomun) (Tabel 3).Tanaman teh terdapat dalam sekitar 70% lokasi pengamatan, terutama terkonsentrasi di daerah Kecamatan Bojonggambir. Sedangkan tanaman kapolaga terdapat dalam 60% lokasi pengamatan, terutama di daerah Kecamatan Sodonghilir dan Kecamatan Salawu. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, jenis kapolaga banyak dipilih karena tahan naungan, mudah penanaman dan pemeliharaannya, serta harga buah kapol yang relatif stabil. Sementara di
N/ha 6 6 6 6 6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Kecamatan Bojonggambir, daerah ini merupakan daerah kebun teh yang sudah ada sejak jaman Belanda, baik pada lahan yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara maupun di lahan-lahan milik masyarakat. Mengingat tanaman teh memerlukan intensitas cahaya tinggi, maka pohon manglid hanya ditanam pada pinggiran lahan, ataupun ditengah tetapi dengan kerapatan yang rendah yaitu dibawah 700 pohon/ha. Sebagian masyarakat yang menganggap harga teh sudah tidak prospektif, maka mereka menanam manglid dengan kerapatan sampai 1800 pohon/ha dan membiarkan tanaman teh tidak produktif.
Tabel 3. Ketersediaan jenis tanaman bawah pada tegakan pola agroforestry manglid Table 3. Availability of understorey species in manglid agroforest stand No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis tanaman bawah (Understorey species) Teh (Camelia sinensis) Kapol (Elettaria cardamomun) Pisang (Musa sp.) Singkong (Manihot esculenta) Nanas (Ananas comocus) Talas (Colocasia esculenta) Salak (Salacca zalacca) Kunyit-kunyitan (Curcuma spp.) Rumput gajah (Pennisetum purpureum)
Ketersediaan pada plot pengamatan (Availability at observation plot ) (%) 72,2 61,1 22,2 16,7 16,7 11,1 11,1 5,6 5,6
51
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 45-56)
B. Cadangan Karbon pada Hutan Rakyat Pola Agroforestry Manglid Hasil pengukuran menunjukkan bahwa karbon tersimpan pada hutan rakyat pola agroforestry berbasis manglid di lokasi penelitian ini adalah rata-rata sebesar 145 ton/ha (terdiri dari 44 ton/ha karbon di atas permukaan tanah, dan 101 ton/ha karbon di
bawah permukaan tanah) dengan kisaran antara 98 ton/ha hingga 200 ton/ha. Nilai kisaran cadangan karbon pada penelitian ini lebih tinggi dari agroforestry kopi di DAS Konto yang dilaporkan Kurniawan et al. (2010) dengan kisaran karbon total antara 99 ton/ha hingga 111 ton/ha.
Tabel 4. Karbon tersimpan pada agroforestry manglid Table 4. Carbon stock in manglid agroforest stand AGC (ton/ha) Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 AF-K AF-S Rata-rata (Average)
Pohon (Tree) 22,8 59,8 88,0 106,2 40,3 63,4 42,4 75,6 25,2 17,7 32,2 25,3 14,8 56,6 28,1 16,5 20,1 27,2 58,2 (28,4) 26,5 (12,7) 42,3 (26,9)
TB
NB
NTB
0,4 0,5 0,3 0,4 0,5 0,1 0,1 0,2 0,2 0,5 0,7 0,3 0,2 6,0 0,4 0,2 0,1 0,4 0,3 (0,1) 1,0 (1,9) 0,6 (1,4)
0,0 0,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 (0,2) 0
0,5 1,1 0,6 1,4 2,0 2,0 1,1 0,7 0,6 1,8 0,7 0,7 1,6 1,2 0,8 1,8 1,0 0,9 1,1 (0,6) 1,2 (0,5) 1,1 (0,5)
0,0 (0,1)
BGC (ton/ha) Total AGC 23,6 61,8 89,0 108,0 42,8 65,5 44,1 76,5 26,0 20,1 33,7 26,3 16,7 63,8 29,3 18,5 21,2 28,5 59,7 (28,4) 28,7 (14,3) 44,2 (27,1)
AP
ATB
COT
4,6 12,0 17,6 21,2 8,1 12,7 8,5 15,1 5,0 3,5 6,4 5,1 3,0 11,3 5,6 3,3 4,0 5,4 11,6 (5,7) 5,3 (2,5) 8,5 (5,4)
0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 1,0 0,1 0,0 0,0 0,1 0,1 (0,0) 0,2 (0,4) 0,1 (0,3)
69,3 40,2 51,3 65,4 75,9 91,7 77,4 75,9 67,4 116,6 114,2 125,9 117,1 124,2 113,7 144,6 91,9 96,4 68,3 (15,1) 116,1 (15,7) 92,2 (28,8)
Total BGC 73,9 52,3 69,0 86,7 84,0 104,4 85,9 91,0 72,5 120,2 120,7 131,0 120,1 136,7 119,4 148,0 95,9 101,9 80,0 (15,0) 121,5 (16,1) 100,8 (26,2)
Total AGC+BGC 97,6 114,0 158,0 194,7 126,8 169,9 130,1 167,5 98,5 140,3 154,4 157,3 136,8 200,6 148,7 166,5 117,1 130,4 139,7 (34,3) 150,2 (24,1) 144,9 (29,3)
Keterangan (Remarks): AGC = C di atas permukaan tanah (Above ground C); BGC = C di bawah permukaan tanah (Below ground C); TB = Tumbuhan bawah (Understorey); NB = Nekromasa berkayu (Wooden necromass); NTB = Nekromasa tidak berkayu (Non-wooden necromass); AP = Akar pohon (Tree root); ATB = Akar tumbuhan bawah (Understorey root); COT = C organik tanah 0-30 cm (Soil organi C 0-30 cm); AF-S = Agroforestry sederhana ( Simple agroforesty ); AF-K = Agroforestry kompleks ( Complex agroforestry); Angka dalam kurung menunjukkan nilai simpangan baku (Figure in parentheses shows standard deviation value)
52
Struktur Tegakan dan Cadangan Karbon ..... (M. Siarudin dan Yonky Indrajaya)
Besaran cadangan karbon bervariasi antar lokasi, di mana karbon di atas permukaan tanah rata-rata adalah sebesar 44 ton/ha dengan kisaran antara 17 ton/ha sampai dengan 108 ton/ha. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari kisaran karbon tersimpan dalam biomassa di Jawa Barat, yaitu antara 2-80 ton/ha (Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan, 2010). Beberapa hasil penelitian lainnya juga menunjukkan ratarata dan kisaran karbon di atas permukaan tanah yang berbeda seperti agroforestry kebun campuran di Bekasi sebesar 62 ton/ha (Adinugroho et al., 2013); agroforestry kemenyan di Kabupaten Tapanuli Utara sebesar 51-66 ton/ha (Antoko, 2011); agroforestry di Langkat sebesar 57-63 ton/ha. Sementara hasil penelitian di
agroforestry kebun campuran di Lampung oleh Yuwono et al. (2012) menunjukkan nilai yang hampir sama, yaitu rata-rata 43 ton/ha. Tabel 4 memperlihatkan karbon di atas permukaan tanah terbesar terdapat pada plot 4 yang berlokasi di Desa Cikalong Kecamatan Sodonghilir. Lokasi ini mewakili salah satu agroforestry kompleks yang cukup padat, dengan basal area 2 mencapai 41,6 m /ha dan terdapat 14 jenis pohon yang menjadi komponen penyusunnya (Tabel 1). Sementara plot 13 yang memperlihatkan karbon di atas permukaan tanah terkecil, merupakan tegakan agroforestry manglid sederhana berumur muda dengan basal area hanya 8,76 2 m /ha.
Gambar 3. (A) Persentase komponen penyusun karbon tersimpan di atas permukaan tanah; dan (B) Karbon tersimpan di bawah permukaan tanah Figure 3. (A) Percentage of above-ground carbon components and (B) bellow-ground carbon components
Tingginya karbon tersimpan pada tegakan dengan basal area pohon tertinggi disebabkan sebagian besar komponen karbon tersimpan tersebut berasal dari pohon. Gambar 3 menunjukkan bahwa cabon pohon menyumbang karbon total di atas permukaan tanah sebesar 95,84% (42,34 ton/ha) disusul bagian nekromassa tidak berkayu sebesar 2,60% (1,15 ton/ha), biomassa tumbuhan bawah sebesar 1,46% (0,64 ton/ha) dan nekromassa berkayu
sebesar 0,11% (0,05 ton/ha). Nilai tersebut sebanding dengan laporan Kurniawan et al. (2010) di DAS Kali Konto Hulu, Kabuaten Malang, dimana persentase karbon dari pohon, nekromassa dan tumbuhan bawah masing-masing sebesar 93,11%, 5,31% dan 1,54%. Karbon tersimpan di bawah permukaan tanah juga nampak bervariasi berkisar antara 52,4 ton/ha hingga 148 ton/ha dengan ratarata 100,8 ton/ha (Tabel 4) . Sebagian besar 53
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 45-56)
karbon tersimpan tersebut ada dalam bentuk C organik tanah kedalaman 0-30 cm yaitu sebesar 91,47% (92,2 ton/ha), disusul akar pohon sebesar 8,40% (8,5 ton/ha) dan akar tumbuhan bawah sebesar 0,13% (0,1 ton/ha). Kisaran karbon tanah pada penelitian ini sebanding dengan laporan Nair et al. (2009) di mana C tanah pada kedalaman 0-45 cm pada agroforestry Psedotsuga sp. dan Trifolilum sp. di Amerika sebesar 95,89 ton/ha; demikian juga dengan karbon tanah pada kedalaman 0-40 cm pada agroforestry kopi ternaungi sebesar 92,27 ton/ha. Penelitian ini juga sesuai dengan laporan Roschetko et al. (2002) yang menunjukkan bahwa karbon yang tersimpan di dalam tanah relatif lebih besar dibandingkan dengan yang tersimpan di dalam biomassa tumbuhan. Berdasarkan perbandingan antara pola agroforestry kompleks dan agroforestry sederhana, diketahui bahwa pola agroforestry kompleks memiliki cadangan karbon total di atas permukaan tanah lebih tinggi, yaitu sebesar 59,7 ton/ha (23,6 – 108 ton/ha) sementara pada pola agroforestry sederhana hanya sebesar 28,7 ton/ha (16,7 – 63,9 ton/ha). Nilai karbon tersimpan di atas tanah pada agroforestry manglid ini lebih rendah dari hasil penelitian di Sulawesi Tengah oleh Wardah et al. (2011) dimana karbon di atas permukaan tanah pada agroforestry kompleks berkisar antara 98,46-110,93 ton/ha dan agroforestry sederhana berkisar antara 42,42-83,55 ton/ha. Namun demikian nilai karbon tersimpan di atas tanah pada agroforestry manglid ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kurniawan et al. (2010) dimana karbon diatas permukaan tanah pada agroforestry multistrata sebesar 43,35 ton/ha dan agroforestry sederhana sebesar 24,7 ton/ha.Tingginya cadangan karbon pada pola agroforestry kompleks disebabkan jumlah individu pohon yang lebih banyak yaitu rata-rata sebesar 1622 pohon/ha sementara pada agroforestry sederhana hanya 872 pohon/ha. Jumlah individu pohon yang lebih sedikit pada agroforestry sederhana merupakan bagian 54
dari pengaturan untuk memberikan ruang lebih bagi tanaman bawah. Hal ini terlihat dari jumlah cadangan karbon tumbuhan bawah pada agroforestry sederhana yang lebih tinggi, yaitu 1 ton/ha sementara pada pola agroforestry kompleks hanya sebesar 0,29 ton/ha. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tumbuhan bawah pada pola agroforestry sederhana tampak lebih terpelihara secara intensif, sementara pada agroforestry kompleks lebih sering hanya menempati ruang lantai hutan yang tersisa serta bercampur dengan rumput liar. Nekromassa tidak berkayu pada agroforestry kompleks maupun sederhana relatif seimbang, yaitu masing-masing 1,12 ton/ha dan 1,18 ton/ha. Sementara nekromassa berkayu jarang sekali ditemukan kecuali dalam bentuk tunggul pohon dan batang rebah, pada beberapa lokasi di lahan agroforestry kompleks.Sebagian besar tunggul pohon mengalami trubusan kembali sehingga tidak dikategorikan sebagai nekromassa berkayu. Sementara itu nekromassa berkayu berupa ranting pohon (dengan diameter > 5 cm) yang jatuh atau pohon mati berdiri jarang ditemukan, karena diduga dimanfaatkan masyarakat untuk kayu bakar sehingga tidak tertinggal di lahan hutan. Cadangan karbon di bawah permukaan tanah pada sistem agroforestry sederhana lebih tinggi, yaitu sebesar 121,5 ton/ha sementara pada agroforestry kompleks hanya sebesar 80 ton/ha. Tingginya nilai cadangan karbon di bawah permukaan tanah pada agroforestry sederhana ini disebabkan tingginya nilai C organik tanah pada sistem ini (116,1 ton/ha). Diduga nilai C organik tanah yang tinggi pada sistem agroforestry sederhana disebabkan adanya pengolahan lahan yang lebih intensif, terutama berkaitan dengan lebih terbukanya ruang untuk budidaya tanaman bawah. Adanya budidaya tanaman bawah menyebabkan petani aktif menyiapkan lahan dan memupuk tanamann y a. M en u r u t M u tu o et a l ( 2 0 0 5 ) , manajemen lahan yang baik pada sistem agroforestry dapat berkontribusi pada mitigasi emisi CO2 dari tanah. Sementara
Struktur Tegakan dan Cadangan Karbon ..... (M. Siarudin dan Yonky Indrajaya)
menurut Lal (2005), diantara pengelolaan lahan yang dapat memperbaiki cadangan karbon tanah adalah persiapan lahan dan pemupukkan.
tentang analisis ekonomi berbagai pola agroforestry berbasis manglid.Selain itu, kajian lebih mendalam tentang keanekaragaman jenis juga dapat dilakukan untuk melengkapi informasi hasil penelitian ini.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA A. Kesimpulan Berdasarakan hasil dan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan: 1. Agroforestry manglid dikembangkan masyarakat secara rata-rata memiliki komposisi yang seimbang antara basal area manglid dan pohon asosiasi. Namun demikian, dominasi jenis manglid tampak bervariasi yang ditunjukan nilai RBAMT yang relatif tinggi sebesar 0,75 pada pola agroforestry sederhana dan hanya 0,42 pada pola agroforestry kompleks. 2. Tegakan agroforestry manglid didominasi oleh kelas diameter 5-10 cm, dan terjadi penurunan jumlah manglid pada kelas diameter yang lebih tinggi. Pola agroforestry sederhana memiliki sebaran jumlah manglid yang relatif seragam antar kelas diameter dibanding pola agroforestry kompleks. 3. Karbon tersimpan pada hutan rakyat pola agroforestry berbasis manglid di lokasi penelitian ini adalah rata-rata sebesar 145 ton/ha, terdiri dari 44 ton/ha karbon di atas permukaan tanah, dan 101 ton/ha. Pola agroforestry kompleks memiliki cadangan karbon total di atas permukaan tanah lebih tinggi, namun sebaliknya memiliki cadangan karbon di bawah permukaan yang lebih rendah dibanding pola agroforestry sederhana. B. Saran Informasi karbon tersimpan dalam beberapa tipe agroforestry manglid dapat menjadi salah satu referensi dalam menentukan arah pembangunan Kabupaten Tasikmalaya menuju pembangunan yang berorientasi ekonomi dan rendah emisi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
A d i n u g r o h o , W. C . , A . I n d r a w a n , Supriyanto, dan H.S. Arifin, 2013. Kontribusi agroforestry terhadap cadangan karbon di hulu DAS Kali Bekasi. Jurnal Hutan Tropis Vol. 1 No. 3, 242-249. Albrecht, A. & S.T. Kandji. 2003. Carbon sequestration in tropical agroforestry systems. Agriculture Ecosystems & Environment Vol 99 pp 15-27. Antoko, B.S. 2011. Nilai insentif karbon hutan rakyat kemenyan berbasis voluntary carbon market di Kabupaten Tapanuli Utara. Thesis. IPB. Tidak diterbitkan. Cairns, M.A., Brown, S., Helmer, E.H., Baumgardner, G.A., 1997. Root biomass allocation in the world's upland forests. Oecologia 111, 1-11. Chave, J., Andalo, C., Brown, S., Cairns, M.A., Chambers, J.Q., Eamus, D., Folster, H., Fromard, F., Higuchi, N., Kira, T., Lescure, J.P., Nelson, B.W., Ogawa, H., Puig, H., Riera, B., Yamakura, T., 2005. Tree allometry and improved estimation of carbon stocks and balance in tropical forests. Oecologia 145, 87-99. Hairiah, K., Ekadinata, A., Sari, R.R., Rahayu, S., 2011. Pengukuran cadangan karbon dari tingkat lahan ke bentang lahan. World Agroforestry Center, Bogor Indonesia. Hairiah, K, S. Rahayu, dan Berlian, 2006. Layanan Lingkungan Agroforestry Berbasis Kopi: Cadangan Karbon dalam Biomassa Pohon dan Bahan Organik Tanah (Studi Kasus di 55
Jurnal Penelitian Agroforestry Vol. 2 No. 1, Agustus 2014 (hal. 45-56)
Sumberjaya, Lampung Barat). AGRIVITA 28 (3): 298-309. IPCC, 2006. IPCC Guideline 2006 Guidelines for national green house gas inventories. In. IPCC. Kurniawan S, Prayogo C, Widianto, Zulkarnain MT, Lestari ND, Aini FK, Hairiah K. 2010. Estimasi Karbon Tersimpan di Lahan-lahan Pertanian di DAS Konto, Jawa Timur: RACSA (Rapid Carbon Stock Appraisal). Working paper 120. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Program. Lal, R., 2005. Forest soils and carbon sequestration. Journal of Forest Ecology and Management 220, 242258. Mulyana, S., dan Diniyati, D., 2013. Potensi dan Wilayah Sebaran Kayu Manglid (Manglieta glauca Bl.) pada Hutan Rakyat pola Agroforestry di Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis. Prosiding Seminar Nasional Agroforestry 2013. Hal 679-684. Mutuo, P.K., Cadisch, G., Albrecht, A., Palm, C.A., and Verchot, L., 2005. Potential of agroforestry for carbon sequestration and mitigation of greenhouse gas emissions from soils in the tropics. Journal of Nutrient Cycling in Agroecosystem 71, 43-54. Nair, P.K.R., Kumar, B.M., Nair, V.D., 2009. Agroforestry as a strategy for carbon sequestration. Journal of Plant Nutrition Soil Science 172, 10-23. Roschetko, J.M., Delaney, M., Hairiah, K., Purnomosidhi, P., 2002. Carbon stocks in Indonesian homegarden systems: can smallholder systems be targeted for increased carbon storage? American Journal of Alternative Agriculture 17, 1-11.
56
Rohandi, A., D. Swestiani, Gunawan, Y. Nadiharto, B. Dharmawan, dan I. Setiawan, 2010. Identifikasi Sebaran Populasi dan Potensi Lahan Jenis Manglid untuk Mendukung Pengembangan Sumber Benih dan Hutan Rakyat di Wilayah Priangan Timur. Laporan Hasil Penelitian Sumber Dana Insentif Ristek. Tidak dipublikasikan. Seng, O.D., 1990. Spesific Gravity of Indonesian Woods and Its Significance for Practical Use. Diterjemahkan oleh Suwarsono P.H. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.Departemen Kehutanan Indonesia. Bogor. Indonesia. Tim Perubahan Iklim Badan Litbang Kehutanan. 2010. Cadangan karbon pada berbagai tipe hutan dan jenis tanaman di Indonesia. Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan. Badan Litbang Kehutanan. Bogor. Wardah, B. Toknok, & Zulkahidah. 2011. Carbon stock agroforestry systems at adjacent buffer zone of Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. Journal Tropical Soils, vol 16 pp 123128. Yuwono, S.B, R. Hilmanto, dan R. Qurniati. 2012. Estimasi total penyerapan karbon tersimpan pada sistem agroforestry di Desa Sumber Agung untuk mendukung Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca. Seminar Agroforestry III. Zanne, A.E., G. Lopez-Gonzalez, G., D.A. Coomes, J. Ilic, S. Jansen, , S.L. Lewis, R.B. Miller, N.G. Swenson, M.C. Wiemann, and J. Chave,. 2009. Global wood density database. Dryad. Identifier: http://hdl.handle.net/ 10255/dryad.235. Accessed in February 4th, 2013.