Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015
KOMPARASI DAYA HAMBAT TANAMAN KATUK (Sauropus androgynus, KENIKIR (Cosmos caudatus), BELUNTAS (Pluchea indica), DAN KEMANGI (Ocimum sanctum) TERHADAP PERTUMBUHAN CANDIDA ALBICANS COMPARISON INHIBITION TEST OF KATUK (Sauropus androgynus), BELUNTAS (Pluchea indica), MARIGOLD (Cosmos caudatus) and BASIL (Ocimum sanctum) TOWARD THE GROWTH OF CANDIDA ALBICANS Mirwa Adiprahara Anggarani1), Kusumawati Dwiningsih2) , Erlix Rakhmad Purnama3) 1,2) 3)
Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231), Telp. 031-8298761 Email :
[email protected]
Abstrak. Katuk (Sauropus androgynus), beluntas (Pluchea indica), kemangi (Ocimum sanctum) dan kenikir (Cosmos caudatus) mengandung senyawa flavonoid yang berperan sebagai antibiotik dan antioksidan. Daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi dengan kandungan flavonoidnya berpotensi menghambat aktivitas dan pertumbuhan C. albicans. Melalui teknik grinding, diperoleh serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi. Berdasarkan uji kualitatif keempat serbuk daun tersebut positif mengandung flavonoid. Uji KHM pada konsentrasi serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi masing-masing 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10% tidak menunjukkan penghambatan (tingkat kekeruhan tinggi/ sangat keruh). Melalui uji daya hambat keempat jenis pengamatan uji daya hambat jamur C. albicans tidak menunjukkan adanya penghambatan. Seluruh paper disc ditumbuhi C. albicans secara merata dan tidak nampak adanya zona bening. Hal ini dikarenakan rendahnya kadar flavonoid pada masing-masing serbuk. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan ekstraksi senyawa flavonoid dari masingmasing daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi sehingga diperoleh kadar senyawa flavonoid sebagai senyawa aktif yang lebih tinggi. Kata kunci: Katuk, Beluntas, Kenikir, Kemangi, Flavonoid, Candida albicans, Konsentrasi Hambat Minimal, Uji Daya Hambat Abstract. Katuk (Sauropus androgynus), beluntas (Pluchea indica), basil (Ocimum sanctum) and marigolds (Cosmos caudatus) contains flavonoids that act as antioxidants and antibiotics. Katuk, beluntas, marigolds and basil with its flavonoids potentially to inhibit the activity and growth of C. albicans. By grinding produced the powder katuk, beluntas, basil and marigolds. Based on qualitative all of leaf powder contains flavonoids. MIC test on the powder of the katuk, beluntas, marigolds and basil respectively 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, and 10% showed no inhibition showed by turbidity of the solution level is very high ( very cloudy). Through inhibition test four types of observations C. albicans inhibition test showed no inhibition. All of paper disc covered by C. albicans fully and do not see the clear zone. This is due to the low levels of flavonoids on each leaf powder, katuk, beluntas, basil and marigolds. In further research needs do extraction flavonoids from each katuk, beluntas, marigolds and basil resulting high levels of flavonoids as active compounds. Keywords: Katuk, Beluntas, basil, marigolds, Flavonoid, Candida albicans, MIC,Inhibition test
Beberapa jenis sayuran tersebut diantaranya adalah katuk, kenikir, kemangi dan beluntas. Daun sayuran kenikir, kemangi dan beluntas memiliki kandungan saponin, flavonoid, dan polifenol [1]. Hasil penelitian Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia menunjukkan bahwa tanaman katuk mengandung
PENDAHULUAN Indonesia kaya akan berbagai sayuran. Namun beberapa diantaranya kurang dimanfaatkan dan kurang bernilai jual. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kandungan gizi dan manfaat sayuran tersebut.
C - 121
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 beberapa senyawa kimia, antara lain alkaloid papaverin, protein, lemak, vitamin, mineral, saponin, flavonid dan tanin [2]. Sayur-sayuran memiliki potensi yang baik dalam kontribusi terhadap kandungan flavonoidnya. Sayuran banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid, yang terdistribusi secara luas pada bagian-bagiannya. Flavonoid dapat berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari mikroorganisme bakteri, jamur dan virus, selain itu flavonoid juga bertindak sebagai antioksidan yang dapat membentuk mekanisme pertahanan sel terhadap kerusakan radikal bebas [3]. Senyawa fenol dalam tannin bersifat adstrigensia atau pengelat, mempunyai daya antiseptic [4]. Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan di alam. Senyawasenyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. [5].Beberapa penelitian telah melaporkan tentang efektifitas flavonoid yang terkandung dalam berbagai tanaman sebagai antibiotik. Namun belum banyak penelitian yang melaporkan pemanfaatan tanaman sayur dalam potensinya sebagai antibiotik khususnya terhadap mikroba yang bersifat oportunistik patogen. Salah satu mikoorganisme normal di dalam rongga mulut yang bersifat oportunistik patogen adalah Candida albicans. Sebagai mikroorganisme oportunistik patogen, C. albicans akan menjadi patogen pada invidu dengan kondisi immuno compromised. C.albicans akan berpoliferasi menyebabkan virulensinya meningkat dan berubah menjadi patogen, sehingga dapat menimbulkan infeksi [6]. Kandidiasis adalah suatu infeksi primer atau sekunder dari genus Candida albicans atau kadang-kadang spesies candida yang lain, yang dapat menyerang berbagai jaringan tubuh. Manifestasi klinisnya bervariasi dari akut, subakut dan kronis. Kelainan dapat terjadi pada area mulut, tenggorokan, kulit, vagina, paru-paru, dan saluran pencernaan hingga menjadi sistemik [7]. Novita (2014) mengungkapkan bahwa tanaman sarang semut dengan kandungan flavonoidnya berpotensi sebagai penghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Serbuk tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens) memiliki efektivitas antijamur yang dapat menghambat pertumbuhan C. albicans. Konsentrasi Hambat
Minimal (KHM) serbuk tanaman sarang semut (Myrmecodia pendens) dalam menghambat pertumbuhan C. albicans adalah pada konsentrasi 1,5 %. Oleh karena tingginya angka kejadian kandidiasis dan belum banyak penelitian mengenai daya hambat sayuran yang mengandung flavonoid terhadap pertumbuhan C. albicans, maka perlu diteliti dan dikaji mengenai daya hambat beberapa sayuran lokal Indonesia, yakni: katuk, kenikir, beluntas dan kemangi terhadap pertumbuhan Candida albicans sehingga dapat diefektifkan penggunaan dan manfaatnya.
BAHAN DAN METODE Alat Beberapa alat yang digunakan antara lain : autoklaf, inkubator, mikropipet, petri disc, tabung reaksi dan rak, jangka sorong, paper disc, aluminium foil, pinset, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium. Bahan Bahan-bahan yang di butuhkan adalah daun katuk, daun beluntas, daun kenikir, daun kemangi, jamur C. albicans, Saboraud Dextrose Agar (SDA), dan aquades. Prosedur Penelitian Pembuatan Serbuk Daun Katuk, Beluntas, Kenikir dan Kemangi Pembuatan serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi dilakukan dengan menyiapkan masing-masing sayuran katuk, beluntas, kenikir dan kemangi segar sebanyak 2 kg. Selanjutnya sayuran segar tersebut dibersihkan dari kotoran dan dipisahkan antara daun dan tangkainya. Kemudian dilakukan proses pengeringan dengan cara dijemur (tidak dibawah sinar matahari langsung) hingga diperoleh berat konstan. Masing-masing daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi yang telah kering dihaluskan menggunakan blender, kemudian dipisahkan antara serbuk halus dan kasar mengggunakan ayakan. Uji Fitokimia Kandungan Flavonoid Serbuk Daun Katuk, Beluntas, Kenikir dan Kemangi Sebanyak masing-masing 2 g serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi dimasukkan ke
C - 122
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 dalam tabung reaksi untuk diekstraksi atau dimaserasi dengan cara merendam serbuk tersebut ke dalam 4 mL metanol 60 - 80 %, lalu dipanaskan secukupnya untuk membantu mempercepat proses ekstraksi. Selanjutnya, disaring menggunakan kertas saring dan filtrat yang dihasilkan dipekatkan dengan cara diuapkan dalam penangas air untuk menghasilkan ekstrak kental. Selanjutnya sebanyak ± 1 mL filtrat hasil pemekatan dicampur dengan 3 mL etanol 70%, lalu dikocok, dipanaskan, dan dikocok lagi kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah Mg 0,1 g dan 2 tetes HCl pekat. Terbentuknya warna merah pada lapisan etanol menunjukkan adanya flavonoid.
menguji konsentrasi hambat minimal serbuk daun beluntas, kenikir dan kemangi. Uji Daya Hambat Uji daya hambat serbuk daun katuk, beluntas, kenikir, dan kemangi terhadap pertumbuhan C. albicans Disiapkan 5 buah cawan petri steril dan masing-masing diisi dengan 20 ml media padat yang telah dibuat. Selanjutnya dilakukan penumbuhan starin C. albicans pada media padat. Sedikit isolat C. albicans dari biakan cair digoreskan ke media padat melalui teknik spreading. Dilakukan hal yang pada cawan petri kedua sampai kelima. Selanjutnya sebanyak 6 paper disc direndam pada tabung yang berisi 6 jenis konsentrasi serbuk daun katuk (1 paper disc untuk setiap konsentrasi) kemudian dikeringkan. Paper disc yang telah kering diletakkan dia atas tiap cawan petri yang berisi populasi jamur C. albicans. Dilakukan inkubasi selama 48 jam pada suhu 37ºC. Daya hambat serbuk daun katuk terhadap pertumbuhan jamur C. albicans diketahui berdasarkan pengukuran diameter zona inhibisi (zona bening) yang terbentuk disekitar paper disc. Pengukuran tersebut menggunakan jangka sorong. Daya hambat minimal diketahui dari konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan jamur C. albicans secara nyata. Prosedur yang sama dilakukan untuk menguji daya hambat serbuk daun beluntas, kenikir dan kemangi terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Analisis Data Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif dengan pemaparan data
Pengenceran Serbuk Daun Katuk, Beluntas, Kenikir dan Kemangi Pengenceran bertujuan menghasilkan beberapa konsentrasi serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi. Variasi konsentasi serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi digunakan untuk mengetahui Kadar Hambat Minimum (KHM) dari masing-masing serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Dalam penelitian ini dilakukan pengenceran sebanyak 6 kali untuk menghasilkan konsentrasi serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi pada: 5%, 6%, 7%, 8%, 9% dan 10%. Pada proses pengenceran disediakan aquades sebagai pengencer. Pengujian Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi terhadap pertumbuhan jamur C. albicans Pengujian KHM serbuk daun katuk terhadap pertumbuhan jamur C. albicans dilakukan dengan cara menyiapkan sebanyak 1 ml media SDA ke dalam 6 tabung. Selanjutnya masing-masing tabung diisi dengan 6 variasi konsentrasi serbuk daun katuk. Jamur yang telah tumbuh pada agar secara anaerob digunakan sebagai inokulum standar. Satu mililiter suspensi ditambah 9 ml media SDA kemudian dikocok. Sebanyak 50 µl suspensi jamur C. albicans dimasukkan ke tiap tabung dan diinkubasi secara anaerob pada suhu 37ºC selama 48 jam. Dilakukan pengamatan kekeruhan untuk menentukan KHM serbuk daun katuk terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Prosedur yang sama dilakukan untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Serbuk Daun Katuk, Beluntas, Kenikir dan Kemangi Pada pembuatan serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi, masing-masing sebanyak 2 kg sayur katuk, beluntas, kenikr dan kemangi segar secara terpisah, dibersihkan dan dipisahkan antara tangkai dan daunnya. Selanjutnya dikeringkan dengan dialasi kertas pada suhu ruang dan tidak terkena sinar matahari langsung. Proses ini bertujuan menghilangkan kadar air tanpa menghilangkan senyawa aktifnya. Proses pengeringan terjadi selama 7 hari. Pada hari
C - 123
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 pengeringan ketujuh diperoleh daun kering masingmasing katuk, belunts, kenikir dan kemangi seberat 350 g, 450 g, 475 g, dan 15 g. Selanjutnya daun kering dihaluskan menggunakan blender dan diayak untuk memisahkan antara serbuk halus dan kasar. Bagian kasar hasil penghalusan mengandung selulosa masing-masing untuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi seberat ± 150 g, 105 g, 185 g, dan 105 g. Dengan demikian diperoleh serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi halus masing-masing seberat ± 200 g, 245 g, 290 g, dan 210 g.
baik untuk menguji efektifitas antijamur dengan metode difusi cakram. Bahan baku untuk membuat SDA mudah diperoleh, serta proses pembuatannya cukup mudah. Metode yang digunakan dalam menguji daya hambat ekstrak tanaman sarang semut terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans ini adalah metode difusi cakram. Metode ini merupakan metode paling umum untuk menguji kepekaan mikroorganisme terhadap bahan yang diuji, dan juga memiliki beberapa kelebihan yang dibutuhkan antara lain, murah, mudah dilakukan, alat dan bahan mudah diperoleh, dan dapat menguji lebih dari satu bahan antimikroba. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan yaitu batas zona hambat sedikit kurang jelas sehingga perhitungan kurang akurat. Pada pengujian KHM serbuk daun katuk terhadap pertumbuhan jamur C. albicans, sebanyak 7 buah tabung reaksi diisi dengan media SDA. Satu tabung reaksi digunakan sebagai kontrol sedangkan 6 tabung reaksi yang lainnya diuji konsentrasi hambat minimalnya. Keenam tabung yang telah berisi media SDA, masing-masing ditambah dengan larutan serbuk daun katuk 5%; 6%; 7%; 8%; 9% dan 10%. Selanjunya ditambahkan suspensi C. albicans dan diinkubasi secara anaerob pada suhu 37ºC.a diantara ketujuhnya. Peningkatan konsentrasi serbuk daun katuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penghambatan pertumbuhan jamur C. albicans. Hal yang sama juga terjadi pada hasil pengujian KHM serbuk daun beluntas, kenikir dan kemangi terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Pada pengujian konsentrasi hambat minimal (KHM) dari konsentrasi 5% hingga 10 % tidak menunjukkan adanya penghambatan. Hal ini nampak dari keenam tabung reaksi yang keruh secara merata yang ditunjukkan dari gambar 2.
Uji Fitokimia Kandungan Flavonoid Serbuk Daun Katuk, Beluntas, Kenikir dan Kemangi Pada uji fitokimia, terbentuknya warna merah pada lapisan etanol tabung reaksi menunjukkan adanya flavonoid. Pada keempat serbuk daun, yakni daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi semuanya positif mengandung senyawa flavonoid, yang dibuktikan dengan terbentuknya warna merah kecoklatan pada bagian atas larutan uji yang ditunjukkan pada gambar 1. Gambar 1, berturut-turut dari kiri ke kanan adalah hasil uji fitokimia serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi.
Gambar 1. Hasil uji fitokimia serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi. Pengujian Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi terhadap pertumbuhan jamur C. albicans Proses pembiakan jamur C. albicans pada media SDA (Sabouraud Dekstrose Agar) di cawan petri menggunakan teknik spreading, sehingga jamur dapat tersebar secara merata pada permukaan media. Pemilihan SDA sebagai media pembiakan jamur karena SDA merupakan media standar WHO yang
Gambar 2a. Hasil uji KHM serbuk daun katuk
C - 124
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 ditunjukkan dari tidak adanya zona bening yang terbentuk di sekitar paper disc yang telah diberlakukan yang ditunjukkan gambar 3.
Gambar 2b. Hasil uji KHM serbuk daun beluntas
Gambar 3a. Daya hambat serbuk daun katuk konsentrasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10% terhadap pertumbuhan jamur C. albicans
Gambar 2c. Hasil uji KHM serbuk daun kenikir
Gambar 3b. Daya hambat serbuk daun beluntas konsentrasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10% terhadap pertumbuhan jamur C. albicans
Gambar 2d. Hasil uji KHM serbuk daun kemangi Uji Daya Hambat serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi terhadap pertumbuhan jamur C. albicans Uji daya hambat dilakukan pada konsentrasi serbuk minimum yang dapat telah dapat menunjukkan penghambatan hingga konsentrasi terbesar. Namun pada pengujian Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) beum berhasil mengetahui nilai KHM serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi dalam menghambat pertumbuhan jamur C. albicans. Sehingga pada penelitian ini uji daya hambat dilakukan terhadap keenam variasi konsentrasi, yakni 5%; 6%; 7%; 8%; 9% dan 10%. Namun dari hasil uji daya hambat, keempat serbuk daun dengan 6 variasi konsentrasi belum menunjukkan penghambatan, yang
Gambar 3c. Daya hambat serbuk daun kenikir konsentrasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10% terhadap pertumbuhan jamur C. albicans
C - 125
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 peptidoglikan yang bersifat polar daripada lapisan lipid yang non polar. Aktivitas penghambatan dari kandungan flavonoid pada katuk, beluntas, kenikir dan kemangi menyebabkan terganggunya fungsi dinding sel sebagai pemberi bentuk sel dan melindungi sel dari lisis osmotik dengan terganggunya sel akan menyebabkan lisis pada sel (Galuh, 2012). Pada sel jamur, dinding sel memiliki peranan penting dalam kelangsungan hidup dan patogenisitas jamur. Selain menjadi pelindung dan pemberi bentuk atau morfologi sel, dinding sel jamur merupakan tempat penting untuk pertukaran dan filtrasi ion serta protein, sebagaimana metabolisme dan katabolisme nutrisi kompleks. Komposisi primer dinding sel C. albicans adalah 30% nannoprotein permukaan yang merupakan penentu utama spesifik serologik dan berperan dalam perlekatan sel jamur pada permukaan sel hospes. Selain itu menurut struktur protein di dinding sel jamur mengandung enzim-enzim seperti manan sintase, kitin sintase yang berperan dalam transpor energi untuk pertumbuhan dan kolonisasi jamur [11].
Gambar 3d. Daya hambat serbuk daun kemangi konsentrasi 5%, 6%, 7%, 8%, 9%, dan 10% terhadap pertumbuhan jamur C. albicans Dari gambar 3, tidak nampak pembentukan zona bening di sekitar paper disc. Hal ini menunjukkan tidak adanya penghambatan dari serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi terhadap petumbuhan jamur C. albicans. Hal ini disebabkan rendahnya kadar senyawa aktif yaitu flavonoid dalam keempat serbuk daun. Dengan kadar yang rendh tersebut belum dapat memberikan penghambatan terhadap pertumbuhan C. albicans. Semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi pula kandungan zat aktif di dalamnya sehingga aktivitas antifungi akan semakin besar dan juga sebaliknya semakin rendah konsentrasi ekstrak maka semakin sedikit kandungan zat aktif di dalamnya sehingga aktivitas antifungi akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelezar dan Chan (1986), bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu bahan antimikroba maka aktivitas antimikrobanya semakin besar pula. Senyawa flavonoid ini merupakan antimikroba karena kemampuannya membentuk ikatan kompleks dengan protein ekstraseluler terlarut serta dinding sel mikroba. Flavonoid juga bersifat lipofilik akan merusak membran mikroba [10]. Senyawa flavonoid memiliki sifat antioxidant, antibakteri, antifungi, antivirus, dan antiinflamasi. Senyawa flavonoid merupakan fitokimia fenolik yang berfungsi sebagai peredam radikal bebas yang sangat kuat dan membantu mencegah penyakit yang berhubungan dengan stress oksidatif serta memiliki aktivitas antimikroba, antikarsinogenik, antiplatelet, antiskemik, antielergi, dan antiinflamasi. Senyawa flavonoid merupakan bagian yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 5%; 6%; 7%; 8%; 9% dan 10% serbuk daun katuk, beluntas, kenikir dan kemangi tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. Perlu dilakukan metode ekstraksi untuk memperoleh senyawa aktif flavonoid dengan kemurnian dan kadar yang lebih tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada seluruh pihak yang berpartisipasi dalam terselesaikannya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Batari, R. 2007. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran Indigenous Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2. Markham, R.K. 1989. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerbit ITB : Bandung. 3. Ermelinda, N., B. Yohanes, dan D. C. Theo. 2013. Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas senyawa anti-oksidan fraksi kloroform simplisia
C - 126
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN: 978-602-0951-05-8 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 3-4 Oktober 2015 methanol sarang semut ( Myrmecodia Pendens). Jurnal Kimia Terapan. Ed.1, No.1. pp 6-11 4. Hermawaty, R. 2014. Khasiat ajaib sarang semut berantas berbagai penyakit. Padi. Jakarta. 5. Sjahid, R. Landyyun. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru (Eugenia uniflora L.). Skripsi. 6. Brooks, G. Jawetz, Melnick dan Adelberg. Mikrobiologi kedokteran Edisi 20. EGC. Jakarta.1996. pp 627-629 7. Sunarso, S. 2014. Kandidiasis mukosa. Departement/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 8. Novita, S. 2014. Daya Hambat Tanaman Sarang Semut (Myrmecodia pendens) terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin. 9. Pelezar M.J. dan E.C.S. Chan. Dasar-dasar Mikrobiologi. (Diterjemahkan Hadioetomo, R.S, T. Imas, S.S. Tjitrosomo, dan S.I. Angka). UIPress, Jakarta. 1986. 10. Pepeljnjak, S., Z. Kalodera, and M. Zovko. Antimicrobialactivity of Flavonoid from Pelargonium radula (cav.) L’herit.Acta Pharm. 2005. 55:431-435. 11. Galuh puspitasari, Sri Murwani, Herawati. Uji Daya Hambat Antibakteri Perasan Buah Mengkudu Matang (Morinda citrifolia) terhadap bakteri MRSA secara in vitro. Available at http://pskh.ub.ac.id/wpcontent/uploads/2012/10/0 813100019-Galuh-puspitasari.pdf
C - 127