Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
IMPLEMENTASI STRATEGI RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA DI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN THE IMPLEMENTATION OF RELATING, EXPERIENCING, APPLYING, COOPERATING, TRANSFERRING (REACT) STRATEGY TO IMPROVE THE STUDENT’S MASTERY OF CONCEPTS ON THE BUFFER SOLUTIONS TOPIC AT BOARDING SCHOOL BASED Akhmad Fauzi Program Studi S-2 Pendidikan Sains, PPs Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231) Email:
[email protected] Suyatno Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231) Raharjo Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya Jl. Ketintang Surabaya (60231)
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan konsep siswa setelah implementasi strategi REACT pada materi pokok larutan penyangga. Perangkat pembelajaran dikembangkan menggunakan model 4D pada siswa kelas XI MIA 3 SMA Unggulan Amanatul Ummah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan konsep siswa mencapai ketuntasan dengan skor peningkatan yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi strategi REACT pada materi pokok larutan penyangga efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa. Kata kunci: Strategi pembelajaran REACT, larutan penyangga, penguasaan konsep siswa. Abstract. This study aims to know the student’s concept mastery after the implementation of REACT strategy on the buffer solutions topic. Learning materials are developed by the 4D model on XI grade MIA 3 at SMA Unggulan Amanatul Ummah. The result showed that achieved learning completeness in mastery the concept of student. Based on these results could be concluded that the implementation of REACT strategy on the buffer solutions topic are effective to improve students concepts mastery. Keywords: REACT learning strategy, buffer solutions, the student’s mastery of concept. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara [3]. Salah satu kurikulum yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia adalah Kurikulum 2013. Tujuan pendidikan Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan
PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), melalui peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
B - 92
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Tujuan pendidikan tersebut harus dapat diimplementasikan oleh sekolah sebagaimana yang sudah diatur di dalam Standar Nasional Pendidikan. Realita yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia saat ini, terdapat beberapa sekolah berbasis pesantren yang masih belum maksimal dalam menerapkan delapan kriteria standar nasional pendidikan, salah satunya adalah SMA Unggulan Amanatul Ummah. Sekolah ini berada di ruang lingkup pondok pesantren sehingga beban belajar siswa tidak hanya disiplin ilmu yang diatur dalam Kurikulum 2013, tetapi mereka juga diwajibkan menghafal Al-Qur’an dan mengkaji kitab-kitab Agama Islam. Kegiatan pesantren dimulai sejak pukul 03.00 WIB dan berakhir pukul 21.00 WIB, kondisi ini membuat fisik dan psikis santri lelah serta kurang fokus ketika belajar di sekolah. Sekolah ini memiliki alokasi jam tatap muka 40 menit tiap jam pelajarannya, dengan jam belajar selama satu hari hanya enam jam pelajaran. Sekolah ini belum dilengkapi perpustakaan dan laboratorium, serta buku pegangan siswa juga terbatas. Siswa pada sekolah ini tidak diperbolehkan membawa gadget (komputer, laptop, tablet, dan handphone), sumber belajar siswa hanya dari buku pegangan siswa dan penjelasan guru. Salah satu mata pelajaran kelompok peminatan Matematika dan Ilmu Alam adalah Kimia. Mata pelajaran kimia di SMA terdiri dari 38 kompetensi dasar untuk kompetensi inti aspek pengetahuan yang dipelajari selama enam semester. Terdapat beberapa kompetensi dasar yang dianggap sulit oleh siswa, salah satunya adalah larutan penyangga (buffer), dikarenakan materi ini banyak mengandung konsep yang abstrak, namun sebetulnya dekat dengan kehidupan nyata siswa. Hal itu didukung oleh hasil ulangan harian materi larutan peyangga
(buffer) tahun pelajaran 2014/2015 di SMA Unggulan Amanatul Ummah yang mencapai ketuntasan klasikal 40% dan merupakan ketuntasan klasikal paling rendah dibandingkan materi lain pada pembelajaran semester empat. Hasil wawancara dengan guru kimia menunjukkan bahwa siswa di sekolah tersebut belum mampu menerapkan pemahaman mereka pada soal yang bersifat abstrak, misalkan pada materi larutan peyangga (buffer). Observasi terhadap pembelajaran yang dilakukan oleh guru menunjukkan bahwa guru belum secara maksimal menerapkan pendekatan saintifik, cenderung menggunakan metode ceramah dan tidak memberikan nuansa kontekstual pada materi yang dipelajari. Pembelajaran dengan metode tersebut dapat membuat siswa bosan, pasif, tertekan, dan cenderung hanya mengikuti apa yang diperintahkan guru. Seharusnya belajar merupakan suatu proses perubahan perilaku atau pribadi atau perubahan struktur kognitif seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu, hasil interaksi aktifnya dengan lingkungan atau sumber-sumber pembelajaran yang ada di sekitarnya [5]. Berdasarkan pengamatan peneliti, padatnya aktivitas santri di pesantren membuat fisik mereka mudah lelah saat belajar di kelas sehingga membuat kebanyakan santri mengantuk saat proses pembelajaran berlangsung. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor sekolah, yang terdiri dari pembelajaran yang dilakukan guru, sarana, dan buku ajar. Guru pada sekolah ini seharusnya melakukan pembelajaran yang menarik dan membuat materi pelajaran dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa, agar keterbatasan sumber belajar tidak menjadi masalah bagi siswa dan membuat mereka mudah memahami konsep-konsep abstrak yang dipelajari [4]. Strategi Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring (REACT) merupakan salah satu strategi pengajaran yang dapat
B - 93
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
dilakukan oleh guru, utamanya pada materi yang dekat dengan kehidupan nyata siswa. Strategi REACT memiliki lima tahapan yang harus tampak yaitu Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring [1]. Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran dengan mengaitkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks pengalaman kehidupan nyata atau pengetahuan yang sebelumnya. Experiencing (mengalami) merupakan pembelajaran yang membuat siswa belajar dengan melakukan kegiatan (learning by doing) melalui eksplorasi, penemuan, pencarian, aktivitas pemecahan masalah, dan laboratorium. Applying (menerapkan) adalah belajar dengan menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari untuk digunakan, dengan memberikan latihanlatihan yang realistik dan relevan. Cooperating (bekerjasama) adalah pembelajaran dengan mengkondisikan siswa agar bekerja sama, sharing, merespons, dan berkomunikasi dengan teman lainnya. Transferring (mentransfer) adalah pembelajaran yang mendorong siswa belajar menggunakan pengetahuan yang telah dipelajarinya ke dalam konteks atau situasi baru yang belum dipelajari di kelas berdasarkan pemahaman. Strategi REACT selaras dengan pendekatan saintifik. Tahap relating dapat dilakukan melalui mengamati gambar atau fenomena yang dekat dengan kehidupan nyata siswa dan telah mereka ketahui sebelumnya, kemudian siswa diminta membuat pertanyaan. Tahap experiencing dapat dilakukan melalui percobaan atau praktikum untuk mengumpulkan data yang mendukung pembelajaran. Tahap applying, cooperating, dan transferring dapat dilakukan melalui mengkomunikasikan hasil percobaan dan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru. Strategi REACT ini tepat digunakan pada materi larutan penyangga (buffer) karena materi ini banyak melibatkan fenomena dan zat-zat yang dekat dengan kehidupan nyata siswa.
Keterlaksanaan pembelajaran dengan strategi REACT pada penelitian ini perlu diperhatikan oleh karenanya dilakukan pengamatan terhadap kemampuan guru dalam menerapkan pembelajaran menggunakan strategi REACT. Penerapan strategi REACT diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi larutan penyangga (buffer). Siswa diharapkan mampu mengaitkan konsep larutan penyangga (buffer) yang dimilikinya dalam kehidupan nyata. Siswa juga diajak untuk menerapkan dan melakukan percobaanpercobaan yang berkaitan dengan materi larutan penyangga (buffer), dengan demikian proses pembelajaran menjadi lebih menarik sebab siswa memperoleh pengalaman langsung dan siswa dapat mengkonstruksi pengetahuan dan ide-ide kreatif yang didapatnya dari hasil pengamatan dan diskusi, sehingga di akhir pembelajaran mendapatkan respons positif dari siswa. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dalam proses pembelajaran materi pokok larutan penyangga diperlukan strategi pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya adalah strategi REACT. METODE Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian one group pretest and posttest design. Subjek penelitian ini adalah sepuluh orang siswa kelas XI MIA 3 SMA Unggulan Amanatul Ummah semester genap tahun ajaran 2015/2016. Metode pengumpulan data pada penelitian ini melalui Tes Hasil Belajar. Tes ini digunakan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa. Siswa diberikan pretest dan posttest sesuai dengan tujuan pembelajaran dan indikator yang tercantum pada RPP. Hasil pretest dan posttest yang telah terkumpul kemudian dilakukan analisis secara deskriptif kuantitatif. Data hasil belajar siswa
B - 94
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
dianalisis sesuai Panduan Penilaian untuk Sekolah Menengah Atas.
belajar dengan strategi REACT. Hal tersebut sesuai dengan teori Piaget bahwa faktor utama yang mendorong perkembangan kognitif seseorang adalah motivasi atau daya diri si individu sendiri untuk mau belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya [2]. Tahap-tahap pada strategi REACT membantu siswa memahami dan mengingat konsep-konsep yang mereka pelajari. Tahap relating merupakan tahap yang penting untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, pada tahap ini disajikan fenomena dan informasi yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa akan lebih bermakna, sesuai dengan teori belajar bermakna David Ausubel. Piaget berpendapat bahwa pembelajaran yang menghubungkan informasi baru yang akan dipelajari dengan informasi yang sudah dimiliki siswa sebelumnya akan memudahkan siswa melakukan proses asimilasi dan selanjutnya dengan bimbingan guru siswa tersebut akan melakukan akomodasi terhadap konsep-konsep baru yang dipelajari sehingga dapat membangun sendiri pemahamannya. Tahap experiencing disebut juga learning by doing, dapat dilakukan melalui kegiatan exploration (penggalian), discovery (penemuan), dan invention (penciptaan). Siswa membangun dan menemukan konsep yang mereka pelajari melalui kegiatan praktikum dan membaca buku juga sumber belajar lainnya. Kegiatan praktikum dan membaca buku berisi informasi yang berada dalam jangkauan perkembangan kognitif siswa di kelas tersebut, hal ini sesuai dengan teori Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugastugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan perkembangan kognitif mereka, biasa disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini [2].
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pretest dan posttest untuk mengukur penguasaan konsep yang dilakukan pada sepuluh orang siswa ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Pretest dan Posttest Pretest
Postest
Siswa No.
Nilai
Ket.
Nilai
Ket.
1
25
TT
80
T
0,87
2
25
TT
85
T
0,80
3
20
TT
85
T
0,81
4
15
TT
65
TT
0,59
5
30
TT
90
T
0,86
6
20
TT
90
T
0,88
7
30
TT
80
T
0,71
8
25
TT
85
T
0,93
N-Gain
9
20
TT
90
T
0,88
10
20
TT
85
T
0,81
Rata-Rata
23,00
TT
83,50
T
0,81
Keterangan: Ket. = Ketuntasan Individual TT = Tidak Tuntas T = Tuntas Tabel 1 menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pretest sepuluh orang siswa dinyatakan tidak tuntas, dengan rata-rata nilai mereka adalah 23,00. Saat dilakukan posttest terdapat sembilan siswa yang mencapai ketuntasan dan satu siswa yang tidak tuntas, dengan rata-rata nilai mereka adalah 83,5. Nilai rata-rata n-gain di kelas tersebut adalah 0,81 termasuk dalam kategori tinggi. Berdasarkan hasil tersebut maka bisa dikatakan pembelajaran dengan strategi REACT efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi larutan penyangga. Penerapan pembelajaran dengan strategi REACT mendapat respon positif dari siswa sehingga didapatkan hasil belajar yang baik setelah pembelajaran. Hasil angket respons menunjukkan bahwa siswa termotivasi saat
B - 95
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
Tahap ini memungkinkan guru untuk memberikan scaffolding yaitu pemberian bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal perkembangannya kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggungjawab sepenuhnya. Tahap ini akan menciptakan kondisi belajar bermakna bagi siswa karena siswa menemukan konsep-konsep yang mereka pelajari melalui kegiatan praktikum atau menggali informasi dari sumber belajar dengan pemberian scaffolding seperlunya dari guru, sebab menurut Ausubel pembelajaran bermakna akan membantu siswa menyelesaikan problem-problem kehidupannya [5]. Tahap applying merupakan tahap dimana siswa belajar untuk menerapkan konsep-konsep yang mereka dapatkan dari aktivitas pemecahan masalah berupa latihan-latihan soal. Guru harus mampu memotivasi siswa untuk memahami konsep-konsep yang diberikan dengan latihanlatihan yang lebih realistis dan relevan dengan kehidupan nyata, agar siswa tidak belajar dengan menghafal, melainkan memahami apa yang mereka alami saat pembelajaran. Hal itu sesuai dengan teori belajar bermakna Ausubel bahwa pembelajaran berdasarkan hafalan (rote learning) tidak banyak membantu siswa di dalam memperoleh pengetahuan, akan tetapi pembelajaran haruslah bermakna (meaningful learning) bagi siswa untuk menyelesaikan problem-problem kehidupannya [5]. Latihanlatihan soal yang diberikan guru bertujuan untuk menguatkan pemahaman konsep pada diri siswa, melalui latihan-latihan soal tersebut mereka akan sering mengingat konsep-konsep yang mereka pelajari sehingga konsep-konsep tersebut dapat tersimpan pada memori jangka panjang yaitu tempat di mana pengetahuan disimpan secara permanen untuk dipanggil lagi kemudian, apabila ingin digunakan [2]. Tahap cooperating atau berkelompok merupakan tahap penting pada suatu proses pembelajaran, karena siswa yang melakukan
aktivitas belajar secara individual kadangkadang tidak mampu menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam menyelesaikan masalah [1]. Pembelajaran berkelompok dilakukan saat siswa melakukan kegiatan praktikum dan saat memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, hal tersebut akan memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, karena dengan belajar dari pengalaman dalam menyelesaikan masalah siswa akan memperoleh kepercayaan diri serta motivasi untuk menyelesaikan masalah yang lebih kompleks lagi [5]. Kerjasama yang dilakukan siswa dengan kelompoknya melalui bimbingan dari teman yang lebih kompeten serta bimbingan dari guru dapat membantu siswa memaksimalkan pengetahuannya. Hal tersebut sesuai dengan teori belajar sosial Vygotsky, bahwa melalui bimbingan guru dan teman sebaya yang lebih kompeten dapat mengantarkan siswa mencapai tingkat perkembangan potensial [6]. Tahap transferring merupakan tahap dimana siswa diharapkan dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki ke dalam konteks yang baru atau situasi yang baru. Pembelajaran diarahkan untuk menganalisis dan memecahkan suatu permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan menerapkan pengetahuan yang sudah dimilikinya, karena pembelajaran yang melibatkan hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari akan lebih bermakna bagi siswa. Guru dituntut untuk merancang tugas-tugas yang dapat meningkatkan motivasi, keterlibatan dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran. Siswa akan termotivasi untuk belajar pada tahapan ini apabila tugas yang diberikan masih berada pada zone of proximal development mereka. Tahap transferring merupakan tahap akhir dari strategi REACT, dengan menerapkan pengetahuan yang dimiliki maka akan terjadi pengulangan-pengulangan dan mengingat kembali konsep-konsep yang telah mereka pahami sehingga konsep-konsep tersebut dapat
B - 96
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
masuk pada memori jangka panjang mereka. Tahapan pada strategi REACT tersebut memudahkan siswa memahami dan mengingat materi yang diajarkan sehingga memberikan hasil belajar yang baik dan meningkatkan penguasaan konsep mereka pada materi pokok larutan penyangga.
5.
6.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis, diskusi, dan temuan dalam penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa strategi REACT efektif untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi pokok larutan penyangga. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Ahmad Junaedi, S.Pd., selaku pelaksana tugas Kepala SMA Unggulan Amanatul Ummah dan Ibu Robiatusy Syifaiyah, S.Pd., selaku guru kimia kelas XI MIA 3 SMA Unggulan Amanatul Ummah yang telah memberikan ijin, bantuan, dan saran dalam pelaksanaan penelitian. DAFTAR PUSTAKA 1. Crawford, Michael. 2001. Teaching Contextually-Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: CCI Publishing. 2. Nur, Mohamad. 2008. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa. 3. Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sekretariat Negara: Jakarta. 4. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
B - 97
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosda Karya. Yohanes, S. R. 2010. “Teori Vygotsky dan Implikasinya dalam Pembelajaran Matematika”. Jurnal Ilmiah Widya Warta. 2, 127 – 135.