Studi Perspektif Masyarakat Lokal Terhadap Hutan Mangrove dan Program Restorasi (Studi Kasus Masyarakat Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara)
Jeprianto Manurung Mahasiswa Pascasarjana Departemen Silvikultur IPB . Email:
[email protected]
Informasi mengenai perspektif masyarakat lokal dan karakteristik yang unik pada setiap daerah merupakan salah satu kunci keberhasilan program restorasi/rehabilitasi hutan mangrove atau pembangunan hutan yang berbasiskan masyarakat. Memahami dengan baik keunikan suatu kelompok masyarakat lokal pada suatu kawasan hutan memberikan informasi penting terkait metode atau pendekatan dalam melakukan sosialisasi ilmu pengetahuan dan lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan pada sebuah komunitas masyarakat lokal di Pantai Timur Sumatera Utara Kabupaten Batu Bara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif masyarakat lokal terhadap hutan mangrove dan program restorasi yang dihubungkan dengan karakteristik masyarakat lokal tersebut. Penghimpunan informasi dengan survey lokasi dan pengumpulan kuisioner menggunakan metode purposive sampling dan analisis data dengan metode analisis kuantitatif menggunakan program SPSS versi 16.0. Hasil analisis data secara statistik menunjukkan bahwa jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan perspektif masyarakat lokal terhadap hutan mangrove dan program restorasi tetapi secara umum tidak berbeda berdasarkan tingkat pendidikan. Jenis pekerjaan pemanfaat hutan seperti nelayan, dan buruh nelayan sebanyak 70% dari jumlah total responden memberikan total skor yang paling tinggi terhadap hutan dan program restorasi. Pelaksanaan kegiatan restorasi secara sederhana membantu mengetahui respon secara faktual masyarakat terhadap kegiatan restorasi di lapangan dan ditemukan pelajar SD setempat memberikan respon yang sangat baik dan secara langsung ikut terlibat dalam kegiatan restorasi.
Kata kunci: Perspektif masyarakat lokal, mangrove, restorasi.
PENDAHULUAN Provinsi Sumatera Utara dikenal memiliki sumber daya alam yang melimpah dan memiliki potensi ekonomi yang tinggi pada berbagai sektor. Salah satu sektor yang menopang perekonomiannya berasal dari hasil produksi perikanan. Berdasarkan data tahun 2009, produksi perikanan laut oleh nelayan masih jauh mendominasi dibandingkan dengan produksi perikanan darat/budidaya (Kemenkeu, 2012). Data ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat sebagai nelayan yang menggantungkan sumber perekonomiannya pada hasil penangkapan ikan dari laut dimana ikan tersebut berlindung dan melakukan pemijahan anakan pada pantai tenang dimana hutan mangrove tumbuh secara alami (FAO,1992). Spalding et al. (2010) menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove di Sumatera Utara tersebar pada wilayah pesisir Pantai Timur yang meliputi Kabupaten Serdang Bedagai, Tanjung Balai Asahan, Langkat serta Kabupaten Batu Bara. Namun seperti pada wilayah lainnya, hutan mangrove di Kabupaten Batu Bara telah mengalami kerusakan (degraded) yang disebabkan oleh alih fungsi lahan jadi perkebunan sawit, perumahan dan pembanguan pabrik (Harahap 2011). Dimana kondisi tersebut berdampak negatif terhadap ekosistem pantai (Triana, 2011). Berdasarkan laporan hasil kajian aktual oleh Balitbang Sumut dan LPPM UMA (2005) menemukan bahwa terdapat hubungan penurunan kualitas ekosistem hutan mangrove dengan pendapatan masyarakat nelayan di Sumatera Utara. Dimana hasil analisis statistik menyimpulkan terjadinya penurunan yang signifikan terhadap volume dan keragaman jenis hasil tangkapan ikan (56.32% jenis-jenis ikan yang biasa ditangkap menjadi langka dan sulit didapat, bahkan 35.36% diantaranya telah hilang dan tidak pernah ditangkap), hal ini berdampak secara langsung pada penurunan pendapatan nelayan yang berkurang sebesar 33.89%. Karakteristik hutan mangrove di pesisir Pantai Timur Sumatera Utara secara umum tergolong pada jenis hutan mangrove muda dan memiliki tingkat abrasi yang sangat tinggi yaitu 6-10 meter pertahun (Onrizal dan Kusmana, 2008). Selain itu interaksi masyarakat setempat terhadap keberadaan hutan melalui jenis aktivitas yang terdapat di dalam dan sekitar hutan mangrove akan memperparah keadaan tersebut (Otomo, 2014). Kabupaten Batu Bara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan yang diresmikan pada 15 Juni 2007. Upaya restorasi atau penanaman kembali kawasan hutan mangrove yang rusak telah pernah dilaksanakan di Kabupaten Batu Bara khususnya Desa Bogak. Masyarakat dilibatkan pada kegiatan penanaman dengan sistem upah. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan kegagalan total pada kegiatan tersebut oleh faktor alam (ombak). Penelitian ini mencoba untuk menemukan bagaimana perspektif/pengetahuan masyarakat lokal berdasarkan umur, tingkat pendidikan serta profesinya terhadap keberadaan hutan mangrove dan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan, umur dan profesi masyarakat lokal terhadap program restorasi dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam program restorasi.
Mengetahui karakteristik masyarakat lokal yang tentu berbeda-beda di setiap wilayah sangat penting dalam hubungannya dengan pembanguan atau rehabilitasi hutan, karakteristik seperti kondisi sosial, tingkat umur, tingkat pendidikan yang berbeda menyusun suatu komuitas masyarakat lokal diduga memiliki pengaruh terhadap keadaan hutan di sekitarnya, melihat kondisi hutan mangrove di Kabupaten Batu Bara khususnya Desa Bogak yang mengalami kerusakan semakin parah baik oleh faktor alam maupun manusia maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis perspektif masyarakat lokal tersebut terhadap hutan mangrove dan program restorasi. Karena dengan mengetahui tingkat pemahaman dan keperdulian masyarakat lokal terhadap hutan akan membantu pendekatan (sosialisasi) yang tepat dalam melaksanakan program restorasi.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di salah satu desa yang berada tepat dipinggir Pantai Timur Sumatera Utara Kabupaten Batu Bara Kecamatan Tanjung Tiram Desa Bogak yang sekarang terbagi menjadi dua Desa yaitu Bogak dan Bandar Rahmat (030 01’54’’-03 0 03’56’’ BT dan 990 33’57” LU) dan pada ketinggian 3-5 meter di atas permukaan laut dengan temperatur minimum 24 0C dan maksimum 36 0C dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2678.4 mm/tahun (Kantor Kecamatan Tanjung Tiram, 2011). Pembangunan contoh pembibitan untuk program restorasi dilaksanakan di halaman sekolah SD Negeri 017120 Desa Bandar Rahman. Lokasi kegiatan penanaman bibit mangrove berlokasi di dua titik desa tersebut yaitu Pantai Boting 30 meter x 10 meter dan semapadan sungai Bogak 10 meter x 5 meter. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Material dan Metodologi Objek penelitian merupakan suatu komunitas masyarakat lokal baik asli maupun pendatang yang secara umum dikenal sebagai Suku Batu Bara/Melayu. Propagul jenis Rhizophora mucronata sebanyak 300 buah, benih Avicennia alba dan Avicennia marina masing-masing sebanyak 250 buah. Untuk benih R. mucronata secara langsung bagian pangkalnya ditancapkan pada media tanah dalam polybag yang diisi tanah yang diperoleh dari sekitar hutan sampai kecambah berumur 3-4 bulan dan siap untuk ditanam. Khusus untuk A. marina dan A. alba terlebih dahulu dikecambahkan dengan pasir pantai dalam
bak kecambah sebagai media persemaian dan dipelihara pertumbuhhannya pada
naungan dari pelepah nipah sampai selanjutnya dipindahkan pada polybag. Periode pasang (sore hari) dan surut (pagi hingga siang hari) air laut memungkinkan kecambah memperoleh cukup kebutuhan air laut dengan salinitas air 3.5-4.0% yang diukur dengan handrefractometer. Dilakukan pengontrolan bibit dari gangguan khususnya ternak warga (kambing) dengan menutup seluruh sisi persemaian sampai bibit siap untuk ditanam dilapangan.
Survey pendahuluan dilaksanakan untuk mengobservasi kondisi umum wilaya penelitian. Selanjutnya penghimpunan data dengan pembagian lembar kuisioner kepada masyarakat yang berisi pertanyaan kuisioner tertutup menggunakan skala Guttman dengan penentuan responden berdasarkan metode purposive sampling, jumlah sampel berdasarkan teknik Solvin (Siregar, 2010). dengan toleransi kesalahan 10% sehingga diperoleh jumlah sampel responden sebesar 96.3 responden atau dibulatkan menjadi 100 responden dari populasi sebanyak 2614 jiwa.Wawancara mendalam (depth interview) dilakukan pada kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat yang dianggap memiliki pengetahuan cukup mengenai kondisi lingkungan dan desa. Data hasil kuisioner dianalisis dengan metode analisis persentase kuantitatif menggunakan program SPSS versi 16.0. Penanaman bibit dilapangan dilakukan dengan mengangkut bibit dari lokasi pembibitan ke lokasi penanaman menggunakan alat angkutan (beko), dan penggunaan ajir sebagai penyangga bibit agar tidak terhempas oleh ombak. Selanjutnya semua kegiatan didokumentasikan dengan alat tulis dan camera digital.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perspektif Masyarakat Terhadap Eksistensi Hutan Mangrove Hubungan masyarakat dengan ekosistem hutan mangrove dinilai dari hasil jawaban responden
secara
total
keseluruhan
pertanyaan
pada
lembar
kuisioner
tertutup.
Pengetahuan/pengenalan terhadap hutan dan manfaat hutan, pengaruh hutan terhadap keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta perubahan kondisi hutan yang sekarang terjadi yang akhirnya menentukan pendapat masyarakat terhadap kegiatan konversi lahan hutan/alih fungsi hutan menjadi areal lain seperti perkebunan sawit, tambak, perumahan, industri dan lain-lain. Karakter masyarakat lokal seperti kondisi umur, jenis pekerjaan serta tingkat pendidikan digunakan sebagai variabel untuk mengetahui hubungnnya dengan pemahaman terhadap hutan dan manfaat hutan. Berikut informasi responden:
Gambar 1: a. tingkat pendidikan responden b. umur responden (1-14 tahun diwakili umur 12 dan 14 tahun; 65100 tahun diwakili umur 65-70 tahun) c. pekerjaan responden.
Tabel 1. Uji Statistik Chi-Square Karakteristik Masyarakat dengan Perspektif terhadap Hutan Mangrove
a Uji pearson dengan selang kepercayaan 95% (monte carlo) pada sebanyak 100 orang sampel
Perspektif atau pengetahuan responden terhadap ekosistem hutan mangrove dan fungsinya tidak memiliki perbedaan terhadap tingkat pendidikan responden. Hal ini dibuktikan oleh hasil uji ChiSquare Hitung (34.640) lebih kecil dibandingkan Chi-Square Tabel pada taraf signifikan 5% dan derajat bebas 28. Demikian halnya dengan karakteristik umur responden ternyata tidak memiliki perbedaan perspektif terhadap hutan mangrove. Hal ini membenarkan secara umum penelitian Sanudin dan Harianja (2009); Manurung et al.( 2012) bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai pentingnya hutan mangrove disebabkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap hutan mangrove terkait profesi sebagai nelayan (ekonomi), sebagai pelindung pemukiman (ekologis) dan interaksi kesehariannya yang berkaitan dengan hutan mangrove. Jenis pekerjaan responden memiliki pengaruh terhadap pemahaman/pengenalannya terhadap hutan mangrove. Jenis pekerjaan yang berkaitan dengan hutan mangrove (Nelayan, buruh nelayan, dan pemnfaat hutan) memiliki jawaban skor paling tinggi mengenai perspektif terhadap hutan mangrove. Hal ini berkaitan dengan aktivitas keseharian responden yang bekerja dan berinteraksi dengan hutan mangrove secara langsung maupun tidak langsung sehingga lebih mengenal dengan baik ekosistem hutan mangrove. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian Sanudin dan Harianja (2009); Manurung et al.( 2012) dimana pengetahuan responden yang baik tergantung kepada jenis profesi responden tersebut.
2. Perspektif Masyarakat terhadap Program Restorasi Informasi mengenai perspektif masyarakat terhadap program restorasi diperoleh dengan menyusun pertanyaan yang mengarah kepada tingkat pemahaman responden terhdap kondisi kerusakan hutan serta tanggapannya mengenai kondisi kerusakan hutan dan dukungan serta partisipasi responden terhadap program restorasi.
Tabel 2.Uji Statistik Chi-Square Karakteristik Masyarakat dengan Program Restorasi Hutan Mangrove
a Uji pearson dengan selang kepercayaan 95% (monte carlo) pada sebanyak 100 orang sampel
Tingkat pendidikan responden berdasarkan uji Chi-Square ditemukan tidak berbeda terhadap pengetahuan dan keinginan terlibat dalam profram restorasi. Perbedaan perspektif responden terhadap program restorasi serta keinginan untuk mau terlibat dalam program restorasi dipengaruhi oleh tingkat umur dan jenis pekerjaan responden. Responden yang terlibat dengan hutan mangrove baik sebagai nelayan, buruh nelayan serta pemanfaat hutan mangrove lainnya diketahui memberikan nilai skor tertinggi untuk mau terlibat dalam kegiatan restorasi. Kegiatan Restorasi Pelaksanaan kegiatan restorasi dalam skala kecil dilaksanakan untuk mengetahui respon masyarakat setempat dalam kegiatan restorasi. Kegiatan tersebut meliputi pengumpulan benih dari sekitar hutan, pembangunan pembibitan, pemeliharaan/pengawasan dan penanaman. Secara ringkas kegiatan restorasi ditunjukan pada Gambar 1 dan 2 di bawah ini:
Berdasarkan pengamatan di lapangan, masyarakat secara umum tidak begitu tertarik tetapi tidak memiliki respon negatif (menganggu, merusak pembibitan, atau melarang kegiatan restorasi) pada kegiatan. Pelajar Sekolah Dasar (SD) pada lokasi penelitian ditemukan memiliki ketertarikan untuk terlibat dalam setiap kegiatan restorasi. Setelah mendapat izin kepala sekolah dan guru, melalui sosialisasi singkat para pelajar SD usai jam belajar dengan aktif mengikuti setiap kegiatan. Pada saat pelaksanaan kegiatan khususnya penanaman, tidak ada warga masyarakat pada daerah tersebut yang mau terlibat secara inisiatif bersedia terlibat.
KESIMPULAN Berdasarkan informasi dari data kuisioner yang dianalisis secara statistik menunjukkan bahwa masyarakat lokal di Sumatera Utara tepatnya Desa Bogak Kabupaten Batu Bara diketahui bahwa perspektif yang sama mengenai hutan mangrove pada semua tingkat pendidikan dan kelas umur namun berbeda menurut jenis pekerjaan, dimana responden yang bekerja dengan memanfaatkan hutan memiliki perspektif yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki kepentingan dengan hutan. Perspektif masyarakat lokal terhadap program restorasi berhubungan dengan tingkat umur dan jenis pekerjaan tetapi tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan masyarakat lokal. Hal ini menunjukkan semua masyarakat dari berbagai jenis pendidikan mau untuk terlibat dalam program restorasi. Berdasarkan kegiatan restorasi yang telah dilaksanakan, pelajar Sekolah Dasar setempat sangat baik untuk dilibatkan dalam program restorasi hutan mangrove. Sosialisasi dan pemberdayaan yang paling tepat yaitu pada masyarakat pemanfaat hutan karena lebih mengenal dan mengetahui hutan mangrove dan keinginan untuk terlibat dalam program restorasi.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, R. 2011. Keanekaragaman Vegetasi dan Perhitungan Karbon Tersimpan pada Vegetasi Mangrove di Hutan Mangrove Kuala Indah Kabupaten Batu Bara. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, USU. Medan. Manurung J. Basyuni M. Affandi O. 2012. Studi Perspektif Masyarakat untuk Program Restorasi Ekosistem Hutan Mangrove (Studi Kasus Masyarakat Desa Bogak Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara). Skripsi.(Tidak dipublikasikan) Program Studi Kehutanan. Fakultas Pertanian. Medan. Otomo M. 2014. Mangrove and Human Interactions: A Case Study of Can Gio Mangrove Forests and the Surroundings. Dalam: Studies in Can Gio Mangrove Biosphere Reserve, Ho Chi
Minh City, Viet Nam. International Society for Mangrove Ecosystem. Chan H.T & Cohen M.(Ed).Hlm.57-63. ISME. Japan. Onrizal dan Kusmana C.2008. Studi Ekologi Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara. Biodiversitas 9 (1):25-29. Sanudin. Harianja A.H. 2009. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Desa Jaring Halus, Langkat, Sumatera Utara (Indigenous Knowledge on Mangrove Management at Jaring Halus village, Langkat, North Sumatra). Info Sosial Ekonomi 9 (1):37-45. Siregar S. 2010. Statistika Deskriptif untuk Penelitian. Dilengkapi Perhitungan Manual dan Aplikasi SPSS Versi 17. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. Spalding, M., M. Kainuma, L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London. Triana, 2011 “Mangrove Peredam Gelombang Laut dan Abrasi Pantai, Mengurangi Resiko Bencana” dalam Warta Konservasi Lahan Basah. Wetlands International, No. 1 (Februari 2011). Bogor. Vol 19, Hlm 6-7. ISSN: 0854-963X. [Balitbang Sumut dan LPPM UMA] Balai Penelitian dan Pengembangan Provinsi sumatera Utara dengan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Medan Area (ID). 2005. Laporan
Akhir
Kajian
Aktual.
Penurunan
Kualitas
Ekosistem
Mangrove
Hubungannya Dengan Pendapatan Masyarakat Nelayan di Sumatera Utara (Studi Kasus di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat). Hlm 37-47. Kajian Aktual Ekosistem Mangrove, Medan. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1992.Management and Utilation of Mangrove in Asia and The Pasific. FAO Environmental Paper III. FAO. Rome. [Kemenkeu RI] Kementerian Keuangan Republik Indonesia (ID). 2012. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara Hlm.32-35. Kemenkeu. Jakarta.