4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lingkungan Pemeliharaan dan pengamatan semai mahoni dalam penelitian ini dilakukan di rumah kaca. Rumah kaca digunakan untuk melindungi tanaman dari suhu panas dan dingin yang berlebihan, melindungi tanaman dari badai debu, mencegah hama, dan memudahkan saat dilakukan pengukuran. Selain itu pengontrolan cahaya dan suhu dapat merubah tanah tak subur menjadi subur. Kondisi lingkungan yang optimal bagi suatu tanaman akan mempengaruhi optimalisasi pertumbuhan tanaman tersebut. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan merupakan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap metabolisme tumbuhan untuk melakukan pertumbuhan (Brady 1990). Rumah kaca yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Rumah kaca Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB (koleksi pribadi) Kondisi lingkungan rumah kaca tersebut memiliki rata-rata suhu harian 0
31,67 C dan kelembaban udara (RH) 66,58%. Daerah Bogor memiliki kisaran suhu rata-rata 29 0C sampai 34 0C sehingga cocok dijadikan sebagai tempat tumbuh pohon mahoni. Kondisi suhu ini dapat mendukung pertumbuhan semai mahoni karena semai mahoni jenis Swietenia macrophylla, King dapat tumbuh baik pada tipe iklim A sampai D, yaitu pada suhu panas hingga suhu sedang (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan 2001). Kondisi suhu di rumah kaca harus sesuai dengan kondisi suhu yang dibutuhkan oleh semai mahoni. Hal ini dikarenakan pohon memiliki kisaran suhu
21
pertumbuhan optimum sendiri. Jika suhu melampaui batas maksimum dan minimum dari kisaran suhu optimumnya, maka pertumbuhan dan perkembangan pohon akan terhenti. Suhu mempunyai pengaruh besar terhadap proses metabolisme pohon. Suhu lingkungan memiliki beberapa pengaruh terhadap reaksi fisiologis suatu tanaman misalnya laju difusi gas dan zat cair dalam tanaman, kelarutan zat, kecepatan reaksi, sistem absorbsi mineral dan air, serta respirasi suatu tanaman. Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan reaksi fisiologis tersebut. Relative Humadity (RH) atau kelembaban juga berpengaruh terhadap evapotranspirasi dari tanaman, bila RH meningkat maka evapotranspirasi akan menurun begitu pula sebaliknya bila RH menurun (Gardner et al. 1991). 4.2 Komposisi Kimia Limbah Agar-Agar Analisis proksimat limbah agar-agar yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam limbah agar-agar. Komposisi kimia limbah agar-agar hasil uji proksimat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia limbah agar-agar Komposisi Air Lemak Protein Abu
Jumlah (%) (bb) 90,11 0,53 0,66 0,19
Keterangan: bb = berat basah
Berdasarkan hasil analisis proksimat pada Tabel 3, limbah agar-agar mengandung kadar air sebesar 90,11% (bb). Jumlah kadar air tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar air limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 80-84%. Tingginya kadar air tersebut dipengaruhi oleh jenis rumput laut yang digunakan dan tingkat kekeringan sampel yang digunakan saat analisis. Kadar air yang tinggi pada limbah agar-agar ini sangat baik untuk tanaman. Hal ini dikarenakan pupuk yang mengandung kadar air tinggi dapat melapisi tanah secara fisik sehingga tidak mudah terkikis dan akar tanaman menjadi terlindungi.
22
Selain itu dapat pula meningkatkan daya ikat terhadap unsur hara sehingga unsur hara dalam tanah tidak mudah terbawa air (Samekto 2006). Kadar lemak limbah agar-agar, yaitu sebesar 0,53% (bb). Jumlah kadar lemak tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar lemak limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 0,1-0,2%. Rendahnya kadar lemak dalam limbah agar-agar dikarenakan rumput laut mengandung sedikit lemak. Kadar protein limbah agar-agar sebesar 0,66% (bb). Jumlah kadar protein tersebut sesuai dengan kadar lemak limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 0,5-0,8%. Sama halnya dengan kadar lemak, kadar protein yang rendah dikarenakan rumput laut mengandung sedikit protein, namun kadar protein limbah agar-agar yang sedikit ini sangat dibutuhkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Protein dapat digunakan sebagai sumber karbon, energi dan nitrogen (Nautiyal 1999 diacu dalam Widyati 2007). Kadar abu limbah agar-agar, yaitu sebesar 0,19% (bb). Jumlah kadar abu tersebut agak berbeda dengan kadar abu limbah agar-agar hasil penelitian Riyanto et al. (1998) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006), yaitu sebesar 2-3%. Perbedaan kadar abu tersebut diduga dikarenakan perbedaan teknik pengabuan, spesies rumput laut yang digunakan dan habitat spesies tersebut. Rendahnya kadar abu juga diduga dikarenakan sebagian besar kandungan mineral rumput laut terkandung pada agar-agar yang dihasilkan. Hasil penelitian Wilakstanti (2000) dan Riski (2001) diacu dalam Riyanto dan Wilakstanti (2006) menunjukkan bahwa tepung yang dibuat dari ampas rumput laut pengolahan agaragar kertas memiliki komposisi kimia kadar abu sebesar 15,30%. Kadar abu yang rendah dalam limbah agar-agar menunjukkan bahwa ternyata limbah agar-agar masih mengandung mineral sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pupuk. 4.3 Kandungan Mineral Limbah Agar-Agar Analisis mineral limbah agar-agar ini dilakukan untuk mengetahui komposisi atau kandungan mineral yang terdapat dalam limbah agar-agar. Analisis ini dilakukan dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry
23
(AAS). Mineral yang dianalisis, yaitu nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), sulfur (S), besi (Fe), aluminium (Al), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), dan boron (B). Komposisi mineral limbah agar-agar berdasarkan uji AAS dapat dilihat pada Tabel 4.
Mineral N (%) P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) Na (%) S (%) Fe (ppm) Al (ppm) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) B (ppm)
Tabel 4 Komposisi mineral limbah agar-agar Kandungan Kandungan unsur hara kompos secara umum 5,30 1,33* 0,24 0,83* 6,04 0,36* 5,81 5,61* 1,06 0,10* 1,26 1,17 8124 5000-6400** 8954 5000-9200** 2273 200-400** 18 65* 252 285* 1482 -
*Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006) **Musnamar (2003)
Berdasarkan hasil analisis mineral pada Tabel 4, ternyata limbah agar-agar memiliki kandungan yang jumlahnya lebih banyak daripada kandungan mineral kompos seperti yang disebutkan dalam Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006). Mineral tersebut yaitu nitrogen (N), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), dan mangan (Mn). Tingginya kandungan unsur hara tersebut diduga dikarenakan habitat rumput laut yang berada di laut. Laut kaya akan mineral sehingga rumput laut yang memiliki kemampuan dalam menyerap mineral secara difusi melalui thallusnya akan mengakumulasi mineral tersebut di dalam jaringannya (TROBOS 2006 diacu dalam Saputra 2008). Tingginya unsur hara dalam limbah agar-agar sangat dibutuhkan oleh tanaman dan baik untuk tanah. Hal ini dikarenakan unsur nitrogen yang terkandung dalam limbah agar-agar dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, unsur kalium dapat membantu proses asimilasi tanaman, unsur magnesium dapat menyusun klorofil, dan unsur kalsium dapat mengendalikan pH tanah yang asam (Samekto 2006). Sementara itu unsur besi dapat membantu pertumbuhan tanaman
24
dan pembentukan hijau daun, serta unsur mangan dapat membantu kelancaran proses asimilasi dan pembentukan enzim (Lingga 1998). Hasil analisis mineral limbah agar-agar juga menunjukkan bahwa limbah agar-agar mengandung fosfor (P), tembaga (Cu) dan seng (Zn) yang lebih sedikit dibandingkan kandungan unsur hara kompos menurut Djuarnani et al. (2004) diacu dalam Samekto (2006). Rendahnya unsur fosfor yang terkandung dalam limbah agar-agar dapat menyebabkan warna daun tanaman seluruhnya berubah menjadi kelewat tua, berwarna mengkilap dan kemerahan. Rendahnya unsur tembaga dapat menyebabkan ujung daun tanaman menjadi layu secara tidak merata dan terkadang mengalami klorosis. Sementara itu rendahnya unsur seng dapat menyebabkan warna daun menjadi kekuningan, daun menjadi berlubang, mengering lalu mati (Lingga 1998). 4.4 Kandungan Mineral Tailing Murni Analisis karakteristik media tanam tailing dilakukan karena karakteristik media tanam merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui tingkat kesuburan media yang akan digunakan. Analisis karakteristik media tanam tailing dalam penelitian ini hanya meliputi sifat fisik dan kimia tailing. Sifat fisik yang dianalisis hanya meliputi tekstur tanah, hal ini dikarenakan tekstur tanah merupakan faktor penting untuk menunjang pertumbuhan tanaman dan menjadi indikator tersedianya unsur hara dan air dalam tanah (Basuki 2006). Tekstur tanah yang dianalisis terdiri atas kandungan debu, liat, dan pasir sedangkan sifat kimia meliputi derajat kemasaman tanah (pH), Kapasitas Tukar Kation (KTK), C-organik, N-total, fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), timbal (Pb), dan besi (Fe). Karakteristik media tanam tailing hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil analisis mineral pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa kandungan unsur hara makro dan mikro pada tailing terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dan belum memenuhi standar sifat kimia tanah yang baik menurut Pusat Penelitian Tanah (1983), kecuali unsur magnesium, seng dan besi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Conesa et al. (2005), yaitu tailing biasanya memiliki kondisi yang tidak menguntungkan, yaitu mengandung pH dan nutrisi untuk tanaman yang rendah. Rendahnya kandungan unsur hara makro dan
25
Tabel 5 Karakteristik media tanam tailing murni PT Antam UBPE Pongkor Sifat Kandungan Standar Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah 1983) Fisik: Pasir (%) 50,3 Debu (%) 38,4 Liat (%) 11,3 Kimia: pH 6,6 7 KTK (me/100 gr) 7,88 17-25 C-organik (%) 0,08 2-3 N-total (%) 0,03 0,21-0,5 P (ppm) 3,2 16-25 K (me/100 gr) 0,64 21-40 Ca (me/100 gr) 1,98 6-10 Mg (me/100 gr) 1,07 1,1-2,0 Zn (ppm) 34,6 10-300 Fe (ppm) 60,1 50-250 unsur hara mikro pada tailing dikarenakan tailing berasal dari batuan mineral yang diambil dari lapisan tanah yang berada jauh di bawah permukaan tanah. Lapisan tanah tersebut mengandung sedikit bahan organik, berbeda dengan permukaan tanah yang mengandung bahan organik lebih banyak. Tekstur tanah merupakan tingkat kehalusan atau kekasaran suatu tanah. Tekstur tailing PT ANTAM UBPE Pongkor terdiri dari fraksi pasir sebesar 50,3%, debu sebesar 38,4%, dan liat sebesar 11,3%. Tekstur tailing yang didominasi pasir ini disebabkan tailing merupakan limbah pertambangan yang berasal dari batuan mineral yang telah mengalami penggerusan sehingga teksturnya akan jauh berbeda dengan tanah pada umumnya. Kondisi tailing yang didominasi oleh fraksi pasir ini memiliki pori-pori yang besar sehingga tailing memiliki kemampuan yang rendah dalam menyimpan air dan selanjutnya menyebabkan rendahnya bahan organik dan kapasitas tukar kation dalam tanah (Nurtjahya et al. 2007). Derajat kemasaman tanah (pH) juga merupakan salah satu faktor tingkat kesuburan tanaman (Lingga 1998). Derajat kemasaman tanah (pH) tailing, yaitu 6,6. Kemasaman tanah ini dipengaruhi oleh adanya proses kimiawi pemisahan emas dari batuan mineral dalam proses pertambangan, namun tailing
26
ini masih berpotensi untuk digunakan sebagai media tanam tanaman karena tanaman dapat tumbuh baik pada pH 6-7. Unsur P, Ca, dan Mg dapat tersedia dalam jumlah cukup dan unsur hara juga dapat mudah diserap tanaman pada pH tanah yang netral (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1991). Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah adalah suatu kemampuan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation. Pertukaran kation merupakan suatu proses bolak-balik (reversible) antara kation-kation yang dipertukarkan. Kation-kation tersebut antara lain Ca2+, Mg2+, H+, K+, Na+, NH4+, dan lain-lain. KTK pada tailing yaitu sebesar 7,78 me/100 gr. Nilai KTK ini tergolong sangat rendah karena standar KTK tanah yaitu sekitar 17-25 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kadar bahan organik pada tanah merupakan salah satu penyebab rendahnya KTK pada tailing ini. Rendahnya KTK dapat lainnya
menyebabkan
kation
tanah
seperti
Ca,
Mg,
K
serta
kation
yang sangat diperlukan oleh tanaman menjadi mudah tercuci
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998). Kandungan C-organik adalah karbon organik yang dapat menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanah (Lingga 1998). Kandungan C-organik pada tailing yaitu sebesar 0,08%. Kandungan C-organik ini tergolong sangat rendah karena standar kandungan C-organik tanah yaitu sekitar 2-3% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan C-organik kurang dari 1% dapat menyebabkan tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup karena rendahnya
C-organik
menyebabkan
rendahnya
kapasitas
tukar
kation
(Bertham 2002). Selain itu unsur hara yang diberikan melalui pupuk tidak mampu dipegang oleh komponen tanah sehingga unsur hara dapat mudah tercuci, agregasi tanah melemah, unsur hara mikro mudah tercuci, dan daya mengikat air menurun. Tanah dengan kandungan C-organik rendah juga dapat menyebabkan kebutuhan pemupukan nitrogen makin meningkat karena efisiensinya yang merosot akibat tingginya tingkat pencucian (Lingga 1998). Kandungan N-total adalah nitrogen total yang merupakan unsur makro penting bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Kandungan N-total pada
tailing
yaitu
sebesar
0,03%.
Kandungan
N-total
ini
tergolong
27
sangat rendah karena standar kandungan N-total tanah yaitu sekitar 0,21-0,5% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan N-total ini sesuai dengan pernyataan CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), yaitu kandungan nitrogen tailing PT ANTAM UBPE Pongkor tergolong sangat rendah yaitu kurang dari 0,1%. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan tanaman menjadi kerempeng, pertumbuhannya tersendat-sendat, terjadi pengeringan mulai dari bawah menjalar ke bagian atas, jaringannya mati, mengering lalu meranggas (Lingga 1998). Fosfor (P) merupakan unsur makro yang penting bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda, juga sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, dan membantu asimilasi (Lingga 1998). Kandungan fosfor pada tailing yaitu sebesar 3,2 ppm. Kandungan fosfor ini tergolong sangat rendah karena standar
kandungan
fosfor
pada
tanah
yaitu
sekitar
16-25
ppm
(Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan fosfor dikarenakan baik pada tanah alkalin maupun masam, fosfor membentuk senyawa-senyawa kompleks
sehingga
ketersediaan
fosfor
dalam
tanah
menjadi
rendah
(Rivaie et al. 2008). Tanah yang kekurangan fosfor dapat menyebabkan warna daun tanaman seluruhnya berubah menjadi kelewat tua, berwarna mengkilap dan kemerahan. Selain itu tepi daun, cabang, dan batang terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning (Lingga 1998). Menurut Kirkman et al. (1994), kalium (K) merupakan unsur makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P, dan berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat pada tanaman serta memperkuat tubuh tanaman agar daun tidak mudah gugur. Kandungan kalium pada tailing yaitu sebesar 1,98 me/100 gr. Kandungan kalium ini tergolong sangat rendah karena standar kandungan kalium pada tanah yaitu sekitar 21-40 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Tanah yang kekurangan kalium dapat menyebabkan daun mengerut secara tidak merata terutama pada daun tua, serta timbul
bercak-bercak
berwarna
merah
cokelat,
mengering
lalu
mati
(Lingga 1998). Kalsium (Ca) merupakan unsur makro yang dapat mempengaruhi keberadaan mikroba tanah dan menguraikan bahan organik serta mengikat
28
bahan organik dan fraksi liat dalam tanah (Lingga 1998). Kandungan kalsium pada tailing yaitu sebesar 1,98 me/100 gr. Kandungan kalsium ini tergolong rendah karena standar kandungan kalsium pada tanah yaitu sekitar 6-10 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan kalsium pada tanah dapat menyebabkan tepi-tepi daun muda mengalami klorosis yang lambat laun menjalar diantara tulang-tulang daun, kuncup-kuncup menjadi mati, perakaran menjadi kurang sempurna, dan daun yang muncul juga akan mengalami perubahan warna (Lingga 1998). Magnesium (Mg) merupakan unsur mikro yang dapat membentuk hijau daun secara sempurna dan memegang peranan utama dalam transportasi fosfat dalam tanaman (Lingga 1998). Kandungan magnesium pada tailing yaitu sebesar 1,07 me/100 gr. Kandungan magnesium ini tergolong cukup karena standar kandungan magnesium pada tanah yaitu sekitar 1,1-2,0 me/100 gr (Pusat Penelitian Tanah 1983). Zinc (Zn) atau seng merupakan unsur mikro yang memberikan dorongan terhadap pertumbuhan tanaman karena diduga seng berfungsi sebagai pembentuk hormon
tubuh
(Lingga
1998).
Kandungan
zinc
pada
tailing
yaitu
sebesar 34,6 ppm. Kandungan zinc ini tergolong sedang atau cukup karena standar
kandungan
zinc
pada
tanah
yaitu
sekitar
10-300
ppm
(Pusat Penelitian Tanah 1983). Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang berperan dalam pernapasan tanaman dan pembentukan hijau daun (Lingga 1998). Kandungan besi pada tailing yaitu sebesar 60,1 ppm. Kandungan besi ini tergolong sedang atau cukup karena standar kandungan besi pada tanah yaitu sekitar 50-250 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Rendahnya kandungan unsur hara pada tailing ini dikarenakan rendahnya bahan organik di dalam tailing dan tekstur tailing yang didominasi oleh fraksi pasir. Kondisi ini menyebabkan rendahnya kapasitas tukar kation sehingga kationkation yang larut air, dipertukarkan, dan dapat terserap oleh tanaman hanya sedikit. Hal tersebutlah yang menyebabkan pertumbuhan semai mahoni terhambat.
29
Analisis mineral ini tidak hanya untuk menguji unsur hara yang terkandung di dalam tailing, namun juga untuk menguji logam berat yang terkandung di dalamnya. Kandungan logam berat perlu diuji karena logam berat digunakan dalam proses pemisahan emas dari batuan mineral dan keberadaan logam berat pada tanah juga turut mempengaruhi kehidupan tanaman. Kandungan logam berat tailing PT Antam UBPE Pongkor dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Kandungan logam berat tailing murni PT Antam UBPE Pongkor Parameter Kandungan (mg/kg) As <0,005 Cd <0,005 Cu 1,4 Pb 0,6 Hg 26,3 Se <0,005 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa ternyata tailing mengandung beberapa jenis logam berat, yaitu arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan selenium (Se). Arsen (As) merupakan salah satu hasil sampingan dari proses pengolahan bijih logam non-besi terutama emas, yang mempunyai sifat sangat beracun dengan dampak merusak lingkungan. Arsen yang terkandung dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Kandungan arsen dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena batas maksimum arsen dalam tanah, yaitu sebesar 10 mg/kg (PERMEN Pertanian 2006). Kadmium (Cd) merupakan hasil sampingan dari pengolahan bijih logam seng (Zn) yang digunakan sebagai pengganti seng. Kadmium bersifat lebih mobil di dalam tanah dan mudah diserap tanaman dibandingkan dengan timbal sehingga
keberadaannya
dalam
tanah
cukup
membahayakan
tanaman
(Sukreeyapongse et al. 2002). Kadmium yang terkandung dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Kandungan kadmium dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena batas kadar kadmium pada tanah, yaitu antara 0,1-1mg/kg (Darmono 2006). Kandungan tembaga (Cu) dalam tailing, yaitu 1,4 mg/kg. Kandungan tembaga dalam jumlah ini tidak membahayakan pertumbuhan tanaman karena
30
batas maksimum kandungan tembaga dalam tanah, yaitu sebesar 10 mg/kg dapat menjadi racun terhadap tanaman (Lasat 2007). Kandungan timbal (Pb) pada tailing yaitu sebesar 0,6 ppm. Kandungan ini tergolong rendah karena standar kandungan timbal pada tanah yaitu sekitar 2-200 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Keberadaan timbal yang tinggi dapat mengancam kesehatan tanaman karena timbal mempunyai kelarutan yang rendah dan relatif bebas dari degradasi oleh mikroorganisme, maka timbal cenderung terakumulasi dan tersedimentasi dalam tanah sehingga akan tetap mudah mencemari rantai makanan dan pada metabolisme manusia, sampai jauh di masa datang (Davies 1990 diacu dalam Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 1998). Merkuri merupakan logam berat yang paling beracun terhadap organisme hidup diantara unsur-unsur logam berat lainnya (Suwandi et al. 1997). Kandungan merkuri (Hg) dalam tailing, yaitu 26,3 mg/kg. Kandungan merkuri yang tinggi dalam tailing dikarenakan merkuri digunakan pada proses pemisahan emas dari batuan mineral. Merkuri digunakan dalam pertambangan emas untuk mengikat emas dari hasil penggerusan (Setiabudi 2005). Kandungan merkuri dalam jumlah ini dapat sangat membahayakan pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan batas maksimum kandungan merkuri dalam tanah, yaitu sebesar 1 mg/kg (PERMEN Pertanian 2006). Kandungan merkuri yang tinggi dapat mengurangi jumlah klorofil pada tanaman, mengurangi pertumbuhan tanaman, merusak pertumbuhan akar dan fungsinya, merusak daun dan menurunkan produksi, dan mematikan tanaman. Sementara itu kandungan selenium dalam tailing, yaitu kurang dari 0,005 mg/kg. Selenium dalam jumlah berlebihan tidak akan menimbulkan kerusakan pada tanaman (Herman 2006). Keberadaan logam berat dalam tailing ini sesuai dengan penelitian CSR/FAO (1983) diacu dalam Juhaeti (2005), bahwa tailing PT ANTAM UBPE Pongkor mengandung logam berat seperti Cd, Hg, Pb, As yang dapat menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Keberadaan logam berat tersebut sangat membahayakan kelangsungan hidup semai mahoni. Hal ini dikarenakan secara alami logam berat yang terdapat di dalam tanah dapat mengikat unsur hara tailing yang telah diberi pupuk, sehingga unsur tersebut menjadi tidak tersedia dalam tanah dan dapat mengganggu pertumbuhan semai mahoni yang ditanam.
31
Keberadaan logam berat dalam tailing tersebut masih memungkinkan semai mahoni dapat hidup. Hal ini dikarenakan semai mahoni tergolong jenis pohon yang dapat bertahan dengan adanya kandungan logam berat dalam tanah, namun dalam pertumbuhannya semai mahoni tetap menunjukkan indikasi adanya keracunan logam berat, yakni pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tordoff et al. (2000), bahwa logam berat menghalangi pertumbuhan akar yang selanjutnya mengakibatkan kekeringan pada tanaman, oleh karena itulah untuk mengurangi keracunan logam berat tersebut dalam penelitian ini dilakukan penginkubasian terlebih dahulu terhadap tailing sebelum dilakukan penyapihan semai mahoni, yakni dengan tujuan agar kandungan logam beracun tersebut dapat terbawa oleh air penyiraman setiap harinya sehingga jumlah kandungan logam berat akan berkurang. 4.5 Penentuan Konsentrasi Pupuk Terbaik Penentuan konsentrasi pupuk terbaik ini dilakukan untuk diuji lebih lanjut pada penelitian utama. Penentuan konsentrasi pupuk terbaik ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi pupuk yang tepat untuk pertumbuhan semai mahoni dengan melihat ketahanan dan pertumbuhan semai mahoni yang paling baik dari tiap konsentrasi yang diuji. Jenis pupuk yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan semai mahoni (Swietenia macrophylla, King) pada penelitian ini disajikan pada Gambar 6.
(a)
(b)
Gambar 6 Jenis pupuk yang digunakan dalam penelitian (a) Limbah agaragar (b) Pupuk kompos Berdasarkan hasil analisis kandungan mineral tailing dapat dilihat bahwa ternyata tailing sebagai media tanam semai mahoni memiliki unsur hara yang jumlahnya sangat sedikit. Hal tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan semai
32
mahoni menjadi terhambat bahkan mengalami kematian. Sementara itu berdasarkan hasil analisis kandungan mineral limbah agar-agar dapat dilihat bahwa ternyata limbah agar-agar memiliki kandungan unsur hara makro dan unsur hara mikro yang cukup untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tailing, dan berdasarkan pernyataan Samekto (2006) dan Musnamar (2003), pupuk kompos juga memiliki kandungan unsur hara yang cukup baik, oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos agar unsur hara dapat tersedia dalam tailing. Konsentrasi perlakuan yang digunakan pada kedua jenis pupuk dalam penelitian pendahuluan ini yaitu 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Penentuan konsentrasi terbaik dari tiap jenis pupuk dilakukan dengan mengamati parameter tinggi dan diameter batang semai mahoni. Hal ini dikarenakan tinggi dan diameter tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa tinggi dan diameter tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat (Davis dan Jhonson 1987). Pengaruh pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos terhadap tinggi batang semai mahoni disajikan pada Gambar 7. Gambar 7 memberikan informasi mengenai perkembangan masing-masing perlakuan setiap minggunya mulai dari 0 MST (Minggu Setelah Tanam) sampai 3 MST terhadap tinggi semai mahoni (cm). Berdasarkan kurva pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa ternyata penggunaan pupuk limbah agar-agar 2% menghasilkan pertumbuhan tinggi batang yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk limbah agar-agar lainnya, yaitu menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 1,2 cm. Sementara itu penggunaan pupuk kompos 2% menghasilkan pertumbuhan tinggi yang paling
baik
dibandingkan
dengan
perlakuan
pupuk
kompos
lainnya,
yaitu menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 2,5 cm. Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter
Tinggi Semai Mahoni (cm)
33
2,5 2 .5
P e r la k u a n k o n t ro l kom pos 1% kom pos 2% kom pos 3% kom pos 4% kom pos 5% lim b a h a g a r - a g lim b a h a g a r - a g lim b a h a g a r - a g lim b a h a g a r - a g lim b a h a g a r - a g
2,0 2 .0 1,5 1 .5 1,0 1 .0 0,5 0 .5
ar ar ar ar ar
1 2 3 4 5
% % % % %
0,0 0 .0
0 .0 0,0
0 .5 0,5
1.0 1,0
1 .5 1,5
2.0 2,0
2 .5 2,5
3.0 3,0
M in g g u S e t e la h T a n a m ( M S T ) Minggu Setelah Tanam (MST)
Gambar 7 Kurva pertumbuhan tinggi semai mahoni umur 3 MST berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun, pertumbuhan akar dan tinggi telah terpenuhi. Laju pertumbuhan pohon tropis biasanya diukur dengan perubahan dimensi, berdasarkan lingkar batang atau diameter (Gardner et al. 1991). Pengaruh pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos terhadap diameter semai mahoni disajikan pada Gambar 8. Gambar 8 memberikan informasi mengenai perkembangan masing-masing perlakuan setiap minggunya mulai dari 0 MST sampai 3 MST terhadap diameter semai mahoni (cm). Penggunaan pupuk limbah agar-agar 2% menghasilkan pertumbuhan diameter yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk limbah agar-agar lainnya, yaitu menghasilkan pertumbuhan diameter tanaman sebesar 0,14 cm. Sementara itu penggunaan pupuk kompos 1% menghasilkan pertumbuhan diameter yang paling baik dibandingkan dengan pupuk kompos lainnya, yaitu menghasilkan pertumbuhan diameter tanaman sebesar 0,04 cm. Semai mahoni yang diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 3%, pupuk limbah agar-agar 5%, pupuk kompos 4% dan pupuk kompos 5% mengalami kematian, hal ini diduga karena konsentrasi tersebut terlalu besar sehingga kandungan mineral yang terserap tanaman juga terlalu banyak dan akibatnya semai mahoni mengalami kematian karena keracunan mineral. Pemberian konsentrasi pupuk yang salah atau berlebihan akan menimbulkan akibat-akibat yang fatal atau sangat merugikan seperti kematian tanaman, timbulnya gejala-
Diameter Semai Mahoni (cm)
34
0,14 0.14
P e r la k u a n k o n t ro l kom po s 1% kom po s 2% kom po s 3% kom po s 4% kom po s 5% lim b a h a g a r - a g a r lim b a h a g a r - a g a r lim b a h a g a r - a g a r lim b a h a g a r - a g a r lim b a h a g a r - a g a r
0.12 0,12 0.10 0,10 0,08 0.08
0.06 0,06 0.04 0,04 0.02 0,02
1% 2% 3% 4% 5%
0.00 0,00 0.0 0,00
0 .5 0,5
1.0 1,0
1 .5 1,5
2.0 2,0
2.5 2,5
3.0 3,0
M in g g u S e t e la h T a n a m ( M S T ) Minggu Setelah Tanam (MST)
Gambar 8 Kurva pertumbuhan diameter semai mahoni umur 3 MST gejala penyakit tanaman, dan kerusakan fisik tanah (Samekto 2006). Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan tersebut, diperoleh hasil bahwa ternyata pupuk limbah agar-agar 2%, pupuk kompos 1%, dan pupuk kompos 2% merupakan perlakuan yang memberikan hasil pertumbuhan yang paling baik diantara perlakuan lainnya. 4.6 Penelitian Utama Data hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dari pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos yaitu antara 1% sampai 2%. Berdasarkan data tersebut, perlakuan pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos yang digunakan pada penelitian utama masing-masing berkisar antara 1% sampai 2%. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, dan 2,5%. Konsentrasi ini dispesifikkan untuk mengetahui kemungkinan adanya hasil yang lebih baik dari konsentrasi yang telah diuji sebelumnya pada penelitian pendahuluan. 4.6.1 Pengaruh pupuk terhadap tinggi semai mahoni Pengaruh pupuk limbah agar-agar terhadap tinggi semai mahoni disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 memberikan informasi mengenai rata-rata pertumbuhan tinggi semai mahoni (cm) dari tiap perlakuan mulai dari 0 MST sampai 12 MST. Gambar 9 menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi semai mahoni setiap minggunya pada umumnya mengalami peningkatan.
Rata-rata tinggi semai mahoni (cm)
35
3 .5
P e r la k u a n K o n tro l L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A K o m p o s 0 ,5 % K o m p o s 1 % K o m p o s 1 ,5 % K o m p o s 2 % K o m p o s 2 ,5 %
3 .0 2 .5 2 .0 1 .5 1 .0 0 .5
g g g g g
a a a a a
r r r r r
0 1 1 2 2
,5 % % ,5 % % ,5 %
0 .0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
M in g g u S e t e la h T a n a m
Minggu Setelah Tanam (MST)
10
11
12
(M S T )
Gambar 9 Kurva pertumbuhan tinggi semai mahoni umur 12 MST Peningkatan ini terjadi karena adanya pembelahan sel pada tanaman. Pembelahan sel ini didukung oleh asupan nutrisi tanaman yang berasal dari pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos yang mencukupi. Rata-rata pertumbuhan tinggi semai mahoni paling baik dihasilkan oleh perlakuan pupuk limbah agaragar 1% yaitu sebesar 3,15 cm. Rata-rata pertumbuhan tinggi semai mahoni meningkat dari penggunaan pupuk limbah agar-agar 0,5% hingga pupuk limbah agar-agar 1%, namun kemudian menurun pada penggunaan pupuk limbah agaragar 1,5%, 2% dan 2,5%. Penurunan ini terjadi diduga karena konsentrasi 1,5%, 2% dan 2,5% mengandung unsur hara yang terlalu banyak sehingga menjadi penghambat bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Penggunaan pupuk limbah agar-agar 1% merupakan perlakuan optimum yang mampu menghasilkan pertumbuhan tinggi paling baik diantara perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan limbah agar-agar kaya akan unsur hara mikro yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Jumlah unsur hara mikro pada limbah agar-agar sebanyak 60–70 jenis (Saputra 2008). Berdasarkan analisis mineral limbah agaragar, dapat dilihat bahwa limbah agar-agar terbukti mengandung berbagai macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Kandungan mineral tersebutlah yang membantu semai mahoni untuk melakukan pembelahan sel sehingga pertumbuhan tinggi tanaman dapat meningkat setiap minggunya. Limbah
agar-agar
juga
mengandung hormon auksin dan sitokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah serta ditunjang pula oleh adanya sifat hidrokoloid pada rumput laut yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan air dan menjadi substrat yang baik untuk mikroorganisme tanah
36
(Saputra 2008). Pengaruh penggunaan pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos terhadap pertumbuhan tinggi semai mahoni dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh penggunaan pupuk terhadap tinggi semai mahoni % Peningkatan Perlakuan Selisih Tinggi (cm) Terhadap Kontrol Kontrol 1,07 0 Limbah Agar-Agar 0,5% 2,5 133,68 Limbah Agar-Agar 1% 3,15 194,39 Limbah Agar-Agar 1,5% 2,58 141,12 Limbah Agar-Agar 2% 2,53 136,45 Limbah Agar-Agar 2,5% 2,53 136,45 Kompos 0,5% 2,54 137,38 Kompos 1% 2,57 140,19 Kompos 1,5% 2,57 140,19 Kompos 2% 2,62 144,86 Kompos 2,5% 2,7 152,37 Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa ternyata penggunaan pupuk limbah agar-agar 1% menghasilkan peningkatan sebesar 194,39% dari pertumbuhan tinggi yang dihasilkan perlakuan tanpa pupuk (kontrol). Tabel 7 menunjukkan bahwa
penggunaan
pupuk limbah
agar-agar
memberikan
pertumbuhan tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kompos. Namun penggunaan pupuk kompos menghasilkan pertumbuhan tinggi yang terus meningkat seiring bertambahnya konsentrasi. Hal ini disebabkan pupuk kompos yang digunakan mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro yang baik untuk tanaman. Kandungan pupuk kompos dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) sehingga unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman juga akan meningkat. Selain itu pupuk kompos juga dapat meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara sehingga zat hara dalam tanah tidak terbawa air (Samekto 2006). Pertumbuhan semai mahoni yang dihasilkan oleh pupuk kompos lebih kecil dibandingkan dengan pupuk limbah agar-agar dikarenakan pupuk limbah agar-agar memiliki mineral yang lebih lengkap. Hal ini dipengaruhi oleh habitat rumput laut yang berada di laut yang kaya akan mineral (Saputra 2008).
37
Hasil pengukuran tinggi semai mahoni diuji secara statistik, untuk menentukan apakah setiap perlakuan pemberian pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos memberikan pengaruh yang berbeda nyata atau tidak terhadap tinggi semai mahoni. Hasil uji statistik pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa hanya perlakuan pupuk limbah agar-agar yang memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap parameter tinggi setiap minggunya, hal ini dapat terlihat dalam hasil perhitungan nilai p sebesar 0,016 (p<0,05) (Lampiran 3-a). Setelah dilakukan uji statistik perlu dilakukan uji lanjut Tukey untuk melihat adanya perbedaan pada tiap konsentrasi perlakuan pupuk limbah agar-agar. Hasil dari uji Tukey menunjukkan bahwa perlakuan kontrol (tanpa pupuk) memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan pupuk limbah agaragar 1%. Hasil uji statistik selanjutnya menunjukkan bahwa seluruh perlakuan pupuk kompos memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap parameter tinggi semai mahoni setiap minggunya, hal ini dapat terlihat pada hasil perhitungan nilai p sebesar 0,088 (p>0,05) (Lampiran 3-c). Hal ini sesuai dengan pernyataan Samekto (2006), bahwa pupuk kompos akan memberikan hasil yang baik dalam jangka waktu yang panjang, hal ini merupakan kebalikan dari sifat pupuk anorganik yang penggunaannya praktis dan cepat menunjukkan hasil. Berdasarkan hasil pertumbuhan tinggi semai mahoni tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan pupuk limbah agar-agar 1% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk kompos terbaik (konsentrasi 2,5%). 4.6.2 Pengaruh pupuk terhadap diameter semai mahoni Pengaruh pupuk limbah agar-agar terhadap diameter batang semai mahoni disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 memberikan informasi mengenai selisih rata-rata pertumbuhan diameter semai mahoni (cm) dari tiap perlakuan mulai dari 0 MST sampai 12 MST. Gambar 10 menunjukkan bahwa rata-rata diameter semai mahoni setiap minggunya pada umumnya mengalami peningkatan. Perkembangan diameter pohon terjadi karena pertumbuhan xilem dan floem sekunder yang berkembang dari jaringan meristem sekunder. Pertumbuhan
Rata-rata diameter semai mahoni (cm)
38
0 .2 0 P e r la k u a n K o n tro l L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A L im b a h A g a r - A K o m p o s 0 ,5 % Kom pos 1% K o m p o s 1 ,5 % Kom pos 2% K o m p o s 2 ,5 %
0 .1 5
0 .1 0
0 .0 5
g g g g g
ar ar ar ar ar
0 1 1 2 2
,5 % % ,5 % % ,5 %
0 .0 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
MMinggu i n g g uSetelah S e t e Tanam l a h T a(MST) n a m (M S T )
Gambar 10 Kurva pertumbuhan diameter semai mahoni umur 12 MST sekunder melibatkan sel-sel pada dua macam meristem yaitu kambium vaskular dan kambium gabus. Kambium vaskular mampu membelah dalam dua arah. Selsel yang dibentuk ke arah luar akan berkembang menjadi floem sekunder, sedangkan sel-sel yang dibentuk ke arah dalam akan membentuk xilem sekunder. Pembelahan kambium vaskular menghasilkan sel xilem lebih banyak dari pada sel floem. Sel-sel xilem sekunder yang dibentuk dari hasil pembelahan merupakan penyusun kayu. Sementara jaringan floem sekunder yang terbentuk akan menggantikan sel-sel epidermis dan korteks yang akan terkelupas secara kontinyu (Gardner et al. 1991). Pengaruh penggunaan pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos yang digunakan pada penelitian ini terhadap pertumbuhan diameter semai mahoni dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh penggunaan pupuk terhadap diameter semai mahoni % Peningkatan Perlakuan Selisih Diameter (cm) Terhadap Kontrol Kontrol 0,157 0 Limbah Agar-Agar 0,5% 0,165 5,1 Limbah Agar-Agar 1% 0,165 5,1 Limbah Agar-Agar 1,5% 0,293 86,62 Limbah Agar-Agar 2% 0,18 14,65 Limbah Agar-Agar 2,5% 0,165 5,1 Kompos 0,5% 0,163 3,82 Kompos 1% 0,167 6,37 Kompos 1,5% 0,167 6,37 Kompos 2% 0,168 7,01 Kompos 2,5% 0,18 14,65
39
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa ternyata penggunaan pupuk limbah agar-agar 1,5% menghasilkan peningkatan sebesar 29,3% dari pertumbuhan diameter yang dihasilkan perlakuan tanpa pupuk (kontrol). Tabel 8 juga menunjukkan bahwa penggunaan pupuk limbah agar-agar memberikan pertumbuhan diameter yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kompos serta penggunaan pupuk kompos menghasilkan pertumbuhan diameter yang terus meningkat seiring bertambahnya konsentrasi. Rata-rata pertumbuhan diameter semai mahoni meningkat dari penggunaan pupuk limbah agar-agar 0,5% hingga pupuk limbah agar-agar 1,5%, namun kemudian menurun pada penggunaan pupuk limbah agar-agar 2% dan 2,5%. Pertumbuhan diameter batang yang lebih besar pada semai mahoni yang diberi pupuk limbah agar-agar sesuai dengan literatur bahwa tanaman yang diberi pupuk limbah agar-agar menghasilkan batang lebih besar dan tegak, urat daun terasa kasar, batang tidak mudah patah, dan daun berwarna hijau serta tidak mudah sobek. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk limbah agar-agar baik untuk kekuatan tanaman, ketahanan terhadap lingkungan, serta ukuran tanaman (Departemen Kelautan dan Perikanan 2010 b). Selain itu limbah agar-agar juga mengandung hormon auksin dan sitokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah serta ditunjang pula oleh adanya sifat hidrokoloid pada rumput laut yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan air (daya serap tinggi) dan menjadi substrat yang baik untuk mikroorganisme tanah (Saputra 2008). Semai mahoni dapat hidup pada tailing yang mengandung logam berat diduga dikarenakan semai mahoni memiliki tingkat sensitivitas yang rendah terhadap
logam
berat
sehingga
memiliki
kemampuan
yang
rendah
dalam mengakumulasi logam berat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukreeyapongse et al. (2002), bahwa setiap tanaman memiliki perbedaan sensitivitas terhadap logam berat dan memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Selain itu diduga dikarenakan pada saat penginkubasian tailing dengan disertai penyiraman yang rutin, logam berat dapat terbawa oleh air sehingga kandungannya dalam tailing menjadi berkurang.
40
Hasil pengukuran diameter semai mahoni diuji secara statistik pada selang kepercayaan 95%, untuk menentukan apakah setiap perlakuan pemberian pupuk limbah agar-agar dan pupuk kompos memberikan pengaruh yang berbeda nyata atau tidak terhadap diameter semai mahoni. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa seluruh perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap parameter diameter setiap minggunya, hal ini dapat terlihat dalam hasil perhitungan nilai p sebesar 0,153 (p>0,05) (Lampiran 3-b) untuk perlakuan pupuk limbah agar-agar dan nilai p sebesar 0,826 (p>0,05) (Lampiran 3-d) untuk perlakuan pupuk kompos. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut dapat diketahui bahwa seluruh perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan diameter selama 12 MST. Berbeda halnya dengan pertumbuhan tinggi yang dihasilkan oleh seluruh perlakuan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan ke atas (tinggi) merupakan pertumbuhan primer (initial growth), sedangkan pertumbuhan ke samping (diameter) disebut pertumbuhan sekunder (secondary growth) (Davis dan Jhonson 1987). Berdasarkan literatur tersebut dapat diketahui ternyata pertumbuhan suatu tanaman yang paling terlihat saat penanaman awal adalah tingginya dan setelah itu diameter yang menyesuaikan dengan tingginya, atau dengan kata lain pertumbuhan diameter tanaman memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pertumbuhan tinggi. 4.7 Kandungan Mineral Tailing Setelah Perlakuan Analisis unsur hara tailing setelah perlakuan ini dilakukan terhadap tailing dengan perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan semai mahoni paling baik, yaitu perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% yang merupakan perlakuan terbaik untuk parameter pertumbuhan tinggi semai mahoni dan perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% yang merupakan perlakuan terbaik diantara untuk parameter pertumbuhan diameter semai mahoni. Analisis ini meliputi sifat fisik dan kimia tailing. Sifat fisik meliputi tekstur tanah yang terdiri atas kandungan debu, liat, dan pasir. Sifat kimia meliputi pH, Kapasitas Tukar Kation (KTK), C-organik, N-total, fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), seng (Zn), dan besi (Fe). Karakter media tanam tailing setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Karakteristik media tanam tailing setelah diberi perlakuan Sifat
Fisik: Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Kimia: pH KTK (me/100 gr) C-organik (%) N-total (%) P (ppm) K (me/100 gr) Ca (me/100 gr) Mg (me/100 gr) Zn (ppm) Fe (ppm)
Tailing murni Tailing + Limbah Agar-Agar 1%
% perubahan
Tailing + Limbah Agar-Agar 1,5%
% perubahan
Standar Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah 1983)
50,3 38,4 11,3
51,4 39 9,6
2,19 1,56 -15,04
52 39,77 8,23
3,38 3,57 -27,19
-
6,6 7,88 0,08 0,03 3,2 0,64 1,98 1,07 34,6 60,1
6,7 9,2 0,72 0,25 7,9 0,95 2,91 1,57 35,22 59,77
1,52 16,75 800 733,33 146,88 48,44 46,97 46,73 1,79 -0,55
6,7 9,86 0,78 0,32 9,11 1,01 2,98 1,59 35,34 58,03
1,52 25,13 875 966,67 184,69 57,81 50,51 48,6 2,14 -3,44
7 17-25 2-3 0,21-0,5 16-25 21-40 6-10 1,1-2,0 10-300 50-250
Berdasarkan Tabel 9, ternyata pasir yang terdapat pada tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% meningkat dari 50,3% menjadi 51,4% (meningkat 2,19%). Sementara itu debu yang terdapat pada tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 52% (meningkat 3,38%). Debu yang terdapat pada tailing setelah diberi perlakuan pupuk
limbah
agar-agar
1%
meningkat
dari
38,4%
menjadi
39%
(meningkat 1,56%). Sementara itu debu yang terdapat pada tailing setelah diberi perlakuan
pupuk
limbah
agar-agar
1,5%
meningkat
menjadi
39,77%
(meningkat 3,57%). Liat yang terdapat pada tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% menurun dari 11,3% menjadi 9,6% (menurun 15,04%). Sementara itu debu yang terdapat pada tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% menurun menjadi 8,23% (menurun 27,19%). Peningkatan kandungan pasir pada tailing diduga karena penyiraman yang berlebihan sehingga kandungan liat justru ikut terbawa oleh air. Tekstur tanah dengan komposisi fisik seperti ini tergolong kurang baik. Terjadinya peningkatan sejumlah pasir di dalam tanah dapat mengurangi persediaan air dan unsur hara karena pori-pori yang besar dari fraksi pasir tidak mampu menahan air dan unsur hara menjadi tidak larut sehingga tidak mampu terserap oleh tanaman. Hal ini diduga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan mahoni mengalami pertumbuhan yang tersendat-sendat bahkan mengalami kematian. Derajat kemasaman (pH) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% dan 1,5% meningkat dari 6,6 menjadi 6,7. Nilai pH tailing tersebut tetap
memenuhi
standar
pH
tanah
yang
baik
untuk
tanaman,
yaitu 7 (netral) (Pusat Penelitian Tanah 1983). Hal ini juga telah sesuai dengan literatur bahwa limbah agar-agar dapat meningkatkan pH tanah (Soerianto 1987 diacu dalam Saputra 2008). Peningkatan pH ini diduga disebabkan oleh proses dekomposisi dari berbagai jenis bahan organik yang diberikan. Hasil perombakan tersebut akan menghasilkan kation-kation basa yang mampu meningkatkan pH. Hasil akhir sederhana dari perombakan bahan organik antara lain kation-kation basa seperti Ca, Mg, K dan Na. Pelepasan kation-kation basa ke dalam larutan tanah akan menyebabkan tanah jenuh dengan kation-kation tersebut yang pada akhirnya akan
43
meningkatkan pH tanah. Peningkatan pH akibat penambahan bahan organik dikarenakan proses mineralisasi dari anion organik menjadi CO2 dan H2O atau karena sifat alkalin dari bahan organik tersebut. Pemberian bahan organik dapat meningkatan pH tanah namun besarnya peningkatan tersebut sangat tergantung dari kualitas bahan organik yang dipergunakan (Richie 1989). Peningkatan pH mendekati netral merupakan hal penting karena pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah yaitu derajat kemasaman tanah (pH) (Lingga 1998). Kapasitas Tukar Kation (KTK) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% meningkat dari 7,88 me/100 gram menjadi 9,2 me/100 gr (meningkat 16,75%). Sementara itu Kapasitas Tukar Kation (KTK) tailing setelah diberi
perlakuan
pupuk
limbah
agar-agar
1,5%
meningkat
menjadi
9,86 me/100 gram (meningkat 25,13%). Kapasitas Tukar Kation tailing setelah diberi perlakuan ini belum memenuhi standar KTK tanah yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 17-25 me/100 gram (Pusat Penelitian Tanah 1983). Kapasitas Tukar Kation ini dapat meningkat diduga karena proses dekomposisi bahan organik yang kemudian menghasilkan residu berupa humus dimana fraksi koloid
organik mampu
menggabungkan mineral-mineral tanah menjadi
agregat yang memiliki daya jerap kation yang lebih baik daripada koloid liat (Duxbury et al. 1989). Kandungan C-organik tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% meningkat dari 0,08% menjadi 0,72 % (meningkat 800%). Sementara itu kandungan C-organik tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 0,78 % (meningkat 875%). C-organik tailing setelah diberi perlakuan ini belum memenuhi standar C-organik tanah yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 2-3% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Peningkatan C-organik ini diduga disebabkan oleh air yang tertahan di dalam tailing serta penambahan bahan organik. Penambahan bahan organik ke dalam tanah akan mengurangi masalah pencucian sekaligus keterlambatan penyediaan unsur hara, sehingga unsur hara tidak hanya terjadi dari mineralisasi bahan organik yang masih terdapat dalam tanah, namun juga berasal dari bahan organik yang ditambahkan (Hairiah et al. 2000).
44
Kandungan N-total tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% meningkat dari 0,03% menjadi 0,25% (meningkat 733,33%). Sementara itu kandungan N-total tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 0,32% (meningkat 966,67%). N-total tailing setelah diberi perlakuan ini telah memenuhi standar N-total tanah yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 0,21-0,5% (Pusat Penelitian Tanah 1983). Peningkatan N-total ini dikarenakan limbah agar-agar mengandung nitrogen yang tinggi, selain itu pemberian nitrogen dan bahan organik secara bersama-sama dapat meningkatkan nitrogen tersedia dalam tanah karena penyerapan nitrogen oleh tanaman akan meningkat (Isnaini 2005). Peningkatan nitrogen ini dapat meningkatkan klorofil a dan b pada tanaman. Kandungan klorofil yang tinggi menunjukkan lebih baiknya kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis (Iqbal 2008). Kandungan fosfor (P) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agaragar 1% meningkat dari 3,2 ppm menjadi 7,9 ppm (meningkat 146,88%). Sementara itu kandungan fosfor (P) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 9,11 ppm (meningkat 184,69%). Kandungan fosfor pada tailing setelah diberi perlakuan ini belum memenuhi standar kandungan fosfor tanah yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 16-25 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Mekanisme peningkatan dari berbagai fosfor tersedia dari masukan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi fosfor sehingga akan melepaskan fosfor anorganik ke dalam tanah. Selain itu, penambahan bahan organik ke dalam tanah akan meningkatkan aktivitas mikrobia tanah. Mikrobia akan menghasilkan enzim fosfatase yang merupakan senyawa perombak fosfor organik menjadi fosfor anorganik. Enzim fosfatase selain dapat menguraikan fosfor dari bahan organik yang ditambahkan, juga dapat menguraikan fosfor dari bahan organik tanah (Palm et al. 1997). Kandungan kalium (K) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% meningkat dari 0,64 me/100 gram menjadi 0,95 me/100 gram (meningkat 48,44%). Sementara itu kandungan kalium (K) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 1,01 me/100 gram
45
(meningkat 57,81%). Kandungan kalium pada tailing setelah diberi perlakuan ini belum memenuhi standar kandungan kalium tanah yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 21-40 me/100 gram (Pusat Penelitian Tanah 1983). Peningkatan kandungan kalium ini dipengaruhi oleh aspek tanah dan parameter iklim, yaitu peningkatan kapasitas tukar kation dan pH, serta kelembaban, suhu, dan aerasi yang mencukupi (Hairiah et al. 2000). Selain itu spesies dan varietas mahoni (Swietenia macrophylla, King) diduga juga berpengaruh terhadap serapan kalium, dimana semai mahoni yang ditanam dalam tailing yang sifatnya miskin unsur hara memerlukan kalium dalam jumlah banyak. Salah satu mekanisme ketoleranan tanaman terhadap kekurangan unsur hara adalah dengan cara mengeluarkan eksudat asam organik di sekitar akar (rhizosphere). Selanjutnya asam organik melarutkan hara (P, K, Fe, Mn, dan lain-lain) yang sebelumnya tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman (Palm et al. 1997). Kandungan kalsium (Ca) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1% meningkat dari 1,98 me/100 gram menjadi 2,91 me/100 gram (meningkat 46,97%). Sementara itu kandungan kalsium (Ca) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 2,98 me/100 gram (meningkat 50,51 %). Kandungan kalsium pada tailing setelah diberi perlakuan ini belum memenuhi standar kandungan kalsium tanah yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 6-10 me/100 gram (Pusat Penelitian Tanah 1983). Unsur kalsium sangat dibutuhkan oleh tanah jenis tailing, hal ini dikarenakan unsur kalsium mampu mengendalikan pH tanah yang asam seperti tailing. Kandungan magnesium (Mg) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah
agar-agar
1%
meningkat
dari
1,07
me/100
gram
menjadi
1,57 me/100 gram (meningkat 46,73%). Sementara itu kandungan magnesium tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 1,59 me/100 gram (meningkat 48,6%). Kandungan magnesium pada tailing setelah diberi perlakuan ini tetap memenuhi standar kandungan magnesium tanah yang
baik
untuk
tanaman
yaitu
sekitar
1,1-2,0
me/100
gram
(Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan zinc (Zn) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agaragar 1% meningkat dari 34,6 ppm menjadi 35,22 ppm (meningkat 1,79 %).
46
Sementara itu kandungan zinc tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% meningkat menjadi 35,34 ppm (meningkat 2,14%). Kandungan zinc pada tailing setelah diberi perlakuan ini tetap memenuhi standar kandungan zinc
tanah
yang
baik
untuk
tanaman
yaitu
sekitar
10-300
gram
(Pusat Penelitian Tanah 1983). Kandungan besi (Fe) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agaragar 1% menurun dari 60,1 ppm menjadi 59,77 ppm (menurun 0,55%). Sementara itu kandungan besi (Fe) tailing setelah diberi perlakuan pupuk limbah agar-agar 1,5% menurun menjadi 58,03 ppm (menurun 3,44%). Kandungan besi pada tailing setelah diberi perlakuan ini tetap memenuhi standar kandungan besi tanah yang baik untuk tanaman yaitu sekitar 2-200 ppm (Pusat Penelitian Tanah 1983). Pemberian perlakuan pupuk terbaik pada semai mahoni yang ditanam di media tailing dapat memperbaiki sifat kimia tailing. Penggunaan pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dan mendorong perkembangan populasi mikroorganisme tanah.
Hal ini dikarenakan bahan organik secara fisik
mendorong granulasi, mengurangi plastisitas dan meningkatkan daya pegang air (Brady 1990). Perbaikan sifat kimia tidak hanya dipengaruhi oleh pupuk yang digunakan saja, namun juga mahoni yang ditanam pada tailing tersebut. Hal ini didukung oleh pernyataan Arienzo et al. (2003) yaitu penggunaan tanaman hijau dapat memperbaiki karakteristik kimia dan biologi tanah yang terkontaminasi yakni dengan meningkatkan kandungan bahan organik, kapasitas tukar kation dan aktivitas biologis, namun penggunaan pupuk dalam penelitian ini belum dapat memenuhi standar sifat kimia tanah menurut Pusat Penelitian Tanah (1983). Hal ini diduga karena pupuk yang diberikan hanya sebanyak satu kali selama 12 minggu pengamatan yaitu pada saat sebelum dilakukan penyapihan semai mahoni. Tanah-tanah masam dan salin pada umumnya miskin bahan organik, sehingga perbaikan kandungan bahan organik sampai tingkat tertentu dapat meningkatkan keberhasilan pertumbuhan tanaman yang tumbuh di atasnya karena terbukti dapat memperbaiki sifat kimia tailing. Bahan organik di dalam tanah dapat berperan sebagai sumber unsur hara, memelihara kelembaban tanah, sebagai buffer dengan mengkhelat unsur-unsur penyebab kemasaman dan salinitas.
47
Peningkatan kandungan bahan organik tanah pada tanah masam sangat bermanfaat untuk menetralisir akibat buruk dari pengaruh kemasaman, yaitu menekan keracunan aluminium, meningkatkan ketersediaan unsur hara utamanya yaitu fosfat, dan juga memperbaiki struktur tanah yang baik untuk pertumbuhan perakaran (Brady 1990).