Jejak Vol 8 (2) (2015): 224-237. DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jejak.v8i2.6172
JEJAK Journal of Economics and Policy http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jejak
ANALISIS INDUSTRI UNGGULAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Setyani Irmawati1 1
Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.15294/jejak.v8i2.6172 Received: Juli 2015; Accepted: Agustus 2015; Published: September 2015
Abstract The purpose of this research is for identifying the types of industriesthat become leading industries in Central Java Province. The methods, used are LQ (SLQ and DLQ) and Shift Share. The result of this research shows that the the leading industries in Central Java Province are beverage industry, tobacco processing industry, textile industry, apparel industry, wood industry, printing industry, furniture industry and other processing industries.In the future, the development of the industry should not only focus on the leading industries but also onnon-leading industries, so that the non leading industries will not be left behind.
Keywords: Leading Industry, SLQ, DLQ, Shift Share
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis industri yang menjadi industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah.Alat analisis yang digunakan adalah analisis LQ (SLQ dan DLQ) serta Shift Share. Hasil penelitian menunjukkan bahwa industri yang menjadi industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah antara lain industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, industri percetakan, industri furnitur, serta industri pengolahan lainnya.Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah pengembangan industri tidak hanya difokuskan pada industri unggulan saja namun industri non-unggulan juga perlu dikembangkan agar tidak semakin tertinggal.
Kata Kunci: Industri Unggulan, SLQ, DLQ, Shift Share How to Cite: Irmawati, S. (2016). ANALISIS INDUSTRI UNGGULAN DI PROVINSI JAWA TENGAH. JEJAK: Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan, 8(2), 224-237. doi:http://dx.doi.org/10.15294/jejak.v8i2.6172
© 2015 Semarang State University. All rights reserved
Corresponding author : Address: Kampus Unnes Sekaran, Semarang 50229 E-mail:
[email protected]
ISSN 1979-715X
225
Setyani Irmawati, Analisis Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah
PENDAHULUAN Menurut Kusumantoro (2009:104), kebijakan pembangunan sektoral yang strategis adalah kebijakan pembangunan di sektor industri. Sektor tersebut dipandang sebagai sektor yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, sehingga keunggulannya akan didapat nilai tambah yang tinggi. Oleh karena itu, tujuan menciptakan kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat lebih cepat terwujud dengan mengembangkan sektor tersebut. Meskipun demikian, tidak semua daerah memiliki potensi pada sektor tersebut.pembangunan ekonomi daerah harus tetap didasarkan pada potensi yang dimiliki
oleh masing-masing daerah agar tujuan dasar pembangunan tersebut yaitu terciptanya kesejahteraan masyarakat dapat segera tercapai. Sushil (2010). Menurut Alisjahbana (2014:11) pada kajiannya mengenai “Arah Kebijakan dan Strategi Percepatan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia pada tahun 2014”, koridor ekonomi yang memiliki potensi dan sebagai pendorong industri nasional adalah koridor Jawa. Hal ini disebabkan karena banyaknya industri yang berkembang di koridor tersebut. Berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2014:1), 83% industri di Indonesia berada di Pulau Jawa sedangkan sisanya berada di luar Pulau Jawa.
Tabel 1. Nilai PDRB Industri Pengolahan di Pulau Jawa Tahun 2009 – 2013 (Juta Rupiah) Provinsi Banten
2009 43.432.270,00
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DIY
2010 44.911.370,00
2011 47.034.180,00
2012 48.517.640,00
2013 50.417.710,00
58.447.652,26 60.555.943,29 131.432.865,00 135.594.749,00
62.095.761,00 144.010.048,00
63.591.048,83 149.677.170,00
65.134.279,33 157.643.083,00
57.444.185,45 2.610.760,00
65.439.443,00 2.983.167,00
69.012.495,82 2.915.117,00
73.092.337,30 3.142.836,00
61.390.101,24 2.793.580,00
Jawa Timur 83.299.893,42 86.900.779,13 92.171.191,46 98.017.056,47 103.497.232,68 Sumber: Badan Pusat Statistik tiap provinsi di Pulau Jawa (2012 – 2014), data diolah peneliti Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi yang besar pada sektor industri pengolahan meskipun masih kalah dengan Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur yang memiliki nilai Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) industri pengolahan yang lebih tinggi. Potensi industri pengolahan yang besar di Provinsi Jawa Tengah didukung dengan tingginya jumlah industri di provinsi tersebut.
226
JEJAK Journal of Economics and Policy Vol 8 (2) (2015): 224-237
Pertumbuhan PDRB Industri
646,200 646,000 645,800 645,600 645,400 645,200 645,000 644,800 644,600 644,400 644,200
8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 2010
2011 2012 Tahun
Persen
Unit
Jumlah Industri
2013
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah (2012 – 2014) Gambar 1. Perbandingan Pertumbuhan PDRB dan Jumlah Industri Pengolahan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2013 Berdasarkan gambar 1, jumlah industri di Provinsi Jawa Tengah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama periode 2010 - 2013.Pada periode tersebut, industri-industri baru di Provinsi Jawa Tengah terus berkembang dan menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan PDRB industri. Meskipun demikian apabila dilihat secara lebih rinci, ketika jumlah industri yang terus meningkat justru pertumbuhan PDRB industri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah cenderung menurun.Penurunan tersebut mengindikasikan bahwa kinerja sektor tersebut cenderung menurun dari tahun ke tahun.Bahkan pada tahun 2012, ketika jumlah industri mengalami peningkatan yang besar, terjadi penurunan kinerja yang besar pula.Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah industri tidak diiringi dengan peningkatan kinerjanya. Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu adanya identifikasi jenis-jenis industri yang menjadi industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah agar dapat segera diambil
tindakan supaya terjadi peningkatan kinerja industri pengolahan pada umumnya.Hal ini karena menurut Tarigan (2007:28), perlu dorongan pertumbuhan sektor basis (unggulan) untuk mendorong pertumbuhan suatu wilayah. Hal ini karena pertumbuhan tersebut akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, yaitu sektor non basis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis industri di Provinsi Jawa Tengah yang menjadi industri unggulan. Menurut Tarigan (2007:28), teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Dalam hal ini, kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan nonbasis.Hanya kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah, sementara kegiatan nonbasis hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal. Dalam perkembangannya, perlu dorongan pertumbuhan sektor basis untuk
227 Setyani Irmawati, Analisis Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah
mendorong pertumbuhan suatu wilayah. Hal ini karena pertumbuhan tersebut akan mendorong pertumbuhan sektor lainnya, yaitu sektor non basis. Sektor basis merupakan sektor yang menjual produknya ke luar wilayah atau kegiatan yang mendatangkan uang dari luar wilayah.Wyld (2010) Menurut Tarigan (2007:79), Ricardo membuktikan bahwa apabila terdapat dua negara yang saling berdagang dan masingmasing negara mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif maka kedua negara tersebut akan beruntung. Keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu negara atau daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh John Stuart Mill dalam Nopirin (2010:11), menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu komoditas yang memiliki comparative advantage terbesar yaitu suatu komoditas yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor komoditas yang memiliki comparative disadvantage yaitu komoditas yang apabila dihasilkan sendiri memerlukan biaya yang besar. Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu komoditas ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Semakin banyak tenaga yang dicurahkan untuk memproduksi komoditas tersebut, maka akan semakin mahal nilai komoditas tersebut. Menurut Tarigan (2007:81), keunggulan kompetitif menganalisis kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah/luar negeri/pasar global. Keunggulan kompetitif melihat apakah produk yang
dihasilkan dapat dijual di pasar global secara menguntungkan. Michael E. Porter dalam Halwani (2005:36) dalam bukunya yang terkenal, The Competitive Advantage of Nation, 1990, mengemukakan adanya korelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara yang dimanfaatkan menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan internasional.Namun, banyak negara yang memiliki jumlah tenaga kerja yang sangat besar tetapi memiliki daya saing perdagangan internasional yang terbelakang. Begitu juga dengan tingkat upah yang relatif murah, justru berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja keras dan berprestasi. Hasil akhir Porter menyebutkan bahwa peran pemerintah sangat mendukung dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi yang tersedia. Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh empat atribut, yaitu kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan domestik yang ketat. Ray (2012). Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut saling berinteraksi positif pada negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing. Disamping peluang, peran pemerintah juga merupakan variabel tambahan yang cukup signifikan seperti penerapan kebijakan antitrust, regulasi, deregulasi, atau kondisi konsumen. Simranjeet (2015). Apabila ingin memenangkan kompetisi, terdapat lima kekuatan yang harus menjadi bahan pertimbangan yaitu meliputi: (1) Karakter persaingan diantara
JEJAK Journal of Economics and Policy Vol 8 (2) (2015): 224-237
pesaing. Jika kompetisi yang dihadapi bersifat menyerang, besar kemungkinan industri kurang menarik dan kurang menguntungkan. (2) Ancaman masuknya pesaing baru. Jika perusahaan lain denganmudah masuk dalam industri, maka kapasitas industri akan membesar dan harga akan turun, sehingga laba yang dinikmati akan terancam. (3) Ancaman dari produk atau jasa pengganti. Jika pelanggan mempunyai banyak pilihan untuk memuaskan kebutuhannya terhadap produk dan jasa yang dihasilkan, maka profitabilitas industri akan terancam. (4) Bargaining position pemasok. Jika industri dapat berpindah dari satu pemasok ke pemasok lainnya dengan mudah. (5) Bargaining position konsumen. Jika konsumen lebih kuat dari industri, maka industri akan mengeluarkan ongkos yang lebih besar. Penelitian Thahir (2013) tentang “Telaah Subsektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) Unggulan Kabupaten Bantul, 2005 – 2012” yang menggunakan alat analisis LQ (SLQ dan DLQ), Shift Share, dan Overlay menunjukkan bahwa subsektor IKM kerajinan Kabupaten Bantul merupakan subsektor IKM unggulan yang berpotensi baik secara kompetitif dan komparatif. Sementara, subsektor IKM Kimia dan Bahan Bangunan juga memiliki keunggulan komparatif yang berpotensi, namun subsektor ini tidak memiliki potensi secara kompetitif. Sedangkan untuk subsektorsubsektor IKM lainnya di Kabupaten Bantul belum unggul dan berpotensi baik secara komparatif atau kompetitif. Penelitian Kusumantoro (2009) tentang “Disparitas dan Spesialisasi Industri Manufaktur Kabupaten/Kota di Jawa Tengah” menunjukkan bahwa identifikasi spesialisasi industri pada menghasilkan simpulan yaitu
228
aktivitas industri di Provinsi Jawa Tengah yang menonjol adalah industri makanan dan minuman, industri tekstil, industri kayu, barang-barang dari kayu dan anyaman, serta industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia. Penelitian Habibullah (2009) tentang “Industry Concentration in Rich and Poor States in Malaysia: Location Quotient and Shift Share Analyses” berdasarkan data tahunan periode 1970 dan 2000, dan hasil analisis LQ dan shift share, ditemukan bahwa negara-negara miskin (Kedah, Perlis dan Kelantan) yang ditandai dengan kegiatan ekonomi utama terkonsentrasi di sektor pertanian, sedangkan untuk negara-negara kaya (Penang, Selangor dan Wilayah Persekutuan), sektor manufaktur merupakan penyumbang utama terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Quintero (2005) tentang “Regional Development: An Economic Base Study and Shift-Share Analysis of Hays County, Texas” menunjukkan hasil bahwa Hays County memiliki perekonomian yag kuat dan beragam dengan basis yang kuat pada kelompok ritel, konstruksi, manufaktur, dan industri pelayanan kesehatan. Meskipun perekonomian nasional terjadi perlambatan pada bidang manufaktur, bidang ini mengalami pertumbuhan yang signifikan di Hays County. Penelitian Iseki dan Jones (2014) tentang “Analysis of Firm Location and Relocation Around Maryland and Washington, DC Metro Rail Station” menunjukkan bahwa analisis LQ mengidentifikasi lima industri (keuangan, asuransi, dan real estate (FIRE), layanan profesional, seni dan hiburan, kesehatan, serta jasa akomodasi dan makanan) memiliki kehadiran yang kuat dalam 0,5 mil jarak
229 Setyani Irmawati, Analisis Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah
jaringan berjalan kaki dari stasiun 66 WMATA Metro di Washington DC dan Maryland, sementara beberapa industri ini juga diidentifikasi sebagai industri dengan pertumbuhan yang tinggi di sekitar stasiun transit pada beberapa penelitian lain. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif.Penelitian ini menganalisis data kuantitatif yang diperoleh untuk mengidentifikasi jenis-jenis industri yang menjadi industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah. Variabel yang digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini antara lain:Nilai output setiap jenis industri di Provinsi Jawa Tengah: nilai output setiap jenis industri besar dan sedang di Provinsi Jawa Tengah berdasarkan kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2 digit secara time series tahun 2007 – 2012.Nilai output setiap jenis industri di Indonesia: nilai output setiap jenis industri besar dan sedang di Indonesia berdasarkan kode KBLI 2 digit secara time series tahun 2007 – 2012. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan antara lain nilai output tiap jenis industri di Provinsi Jawa Tengah dan nilai output tiap jenis industri di Indonesia secara time series dari tahun 2007 – 2012. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah danBadan Pusat Statistik Indonesia. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode penelusuran literatur. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat sekunder, baik dari internet, buku-buku, laporan penelitian, publikasi pemerintah, dan sumber lain. Sementara alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Location Quotient (LQ) dan Shift Share (SS)
Location Quotient (LQ) merupakan metode untuk mengetahui sektor unggulan suatu daerah dengan membandingkan peranan suatu sektor di suatu daerah dengan peranan sektor tersebut di tingkat yang lebih luas. Analisis LQ menghasilkan sektor yang memiliki keunggulan komparatif pada daerah yang dianalisis. Menurut Warpani (1980:68), analisis Static Location Quotient (SLQ) merupakan analisis permulaan untuk mengetahui keunggulan suatu daerah dalam sektor kegiatan tertentu. Pada dasarnya, teknik ini menggambarkan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang dianalisis dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Variabel yang dapat digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien SLQ dapat berupa jumlah tenaga kerja, nilai produksi, maupun variabel lain. Nilai SLQ dapat diukur dengan menggunakan rumus: 𝑌𝑖𝑗⁄𝑌𝑗 𝑆𝐿𝑄 = 𝑌𝑖𝑤 ⁄𝑌𝑤 Dimana: SLQ : nilai SLQ Yij : nilai output jenis industri i Provinsi Jawa Tengah Yj : nilai total output industri Provinsi Jawa Tengah Yiw : nilai output jenis industri i Indonesia Yw : nilai total output industri Indonesia Ketentuan penilaian keunggulan komparatif melalui SLQ yaitu apabila nilai SLQ > 1 maka industri tersebut memiliki keunggulan komparatif.Apabila nilai SLQ < 1 maka industri tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro (2015:12), kelebihan analisis SLQ yaitu merupakan alat analisis sederhana yang
JEJAK Journal of Economics and Policy Vol 8 (2) (2015): 224-237
dapat menunjukkan struktur perekonomian suatu provinsi dibandingkan nasional. Sedangkan kelemahannya yaitu hasil analisis yang bersifat statis yang hanya memberikan gambaran pada satu titik waktu, yang berarti bahwa sektor unggulan tahun ini belum tentu akan menjadi sektor unggulan pada waktu yang akan datang, demikian sebaliknya. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro (2015:13), kelemahan analisis SLQ dapat diatasi apabila laju pertumbuhan suatu sektor provinsi kajian dapat dibandingkan dengan laju pertumbuhan sektor tersebut di tingkat nasional yaitu dengan metode Dynamic Location Quotient (DLQ). Menurut Kuncoro (2012:134), DLQ merupakan modifikasi dari SLQ dengan mengakomodasi faktor pertumbuhan subsektor dari waktu ke waktu. DLQ dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
230
dan tahun awal (2007) Yt : nilai output pada tahun 2012 Y0 : nilai output pada tahun 2007 IPPIij : indeks potensi pengembangan industri i di Provinsi Jawa Tengah IPPIiw : indeks potensi pengembangan industri i di Indonesia Hasil nilai DLQ dapat diartikan sebagai berikut. Jika DLQ > 1, maka potensi perkembangan industri i di Provinsi Jawa Tengah lebih cepat dibandingkan industri yang sama di Indonesia. Namun, jika DLQ < 1, maka potensi perkembangan industri i di Provinsi Jawa Tengah lebih rendah dibandingkan di Indonesia. Gabungan antara nilai SLQ dan DLQ dijadikan kriteria dalam menentukan apakah industri tersebut tergolong unggulan, prospektif, andalan, atau tertinggal.
𝑡 (1 + 𝑔𝑖𝑗 ) ⁄(1 + 𝑔 ) 𝐼𝑃𝑃𝐼𝑖𝑗 𝑗 𝐷𝐿𝑄𝑖𝑗 = [ ] = (1 + 𝐺𝑖𝑤 ) 𝐼𝑃𝑃𝐼𝑖𝑤 ⁄(1 + 𝐺 ) 𝑤
Dengan: 1
𝑡 𝑌 𝑔(𝐺) = ( 𝑡⁄𝑌 ) − 1 0
Dimana: DLQij : indeks potensi industri i di Provinsi Jawa Tengah gij : pertumbuhan nilai output industri i di Provinsi Jawa Tengah gj : rata-rata pertumbuhan nilai output seluruh industri di Provinsi Jawa Tengah Giw : pertumbuhan nilai output industri i di Indonesia Gw : rata-rata pertumbuhan nilai output seluruh industri di Indonesia t : selisih tahun akhir (2012)
Sumber: Kuncoro (2012:136) Gambar 2. Matriks Analisis Gabungan SLQ dan DLQ Analisis Shift Share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi manakah yang termasuk dalam sektor yang memiliki keunggulan kompetitif atau mampu bersaing dengan sektor yang sama didaerah lain dan sektor-sektor yang tidak memiliki keunggulan kompetitif dengan melihat nilai
231 Setyani Irmawati, Analisis Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah
Cij pada hasil perhitungannya. Sektor dikatakan memiliki keunggulan kompetitif jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama di daerah lain. Nilai Cij dapat diukur dengan menggunakan rumus: 𝐶𝑖𝑗 = 𝑌𝑖𝑗 (𝑟𝑖𝑗 − 𝑟𝑖𝑤 ) dengan: (𝑌𝑖𝑗 − 𝑌 ∗ 𝑖𝑗 ) 𝑟𝑖𝑗 = { } 𝑥 100 𝑌 ∗ 𝑖𝑗 (𝑌𝑖𝑤 − 𝑌 ∗ 𝑖𝑤 ) 𝑟𝑖𝑤 = { } 𝑥 100 𝑌 ∗ 𝑖𝑤 Dimana: Cij : nilai komponen keunggulan kompetitif Yij : nilai output industri i Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 * Y ij : nilai output industri i Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 Yiw : nilai output industri i Indonesia tahun 2012 * Y iw : nilai output industri i Indonesia tahun 2007 rij : laju pertumbuhan industri i Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2007 – 2012 riw : laju pertumbuhan industri i Indonesia dari tahun 2007 – 2012 Ketentuan penilaian keunggulan komparatif melalui SS yaitu apabila nilai Cij menunjukkan angka yang positif maka komoditas tersebut memiliki keunggulan kompetitif.Apabila nilai Cij menunjukkan angka yang negatif maka komoditas tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif. HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Warpani (1980:68), analisis StaticLocation Quotient (SLQ) menghasilkan
gambaran jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif di Provinsi Jawa Tengah pada suatu tahun. Analisis ini dihitung berdasarkan nilai output yang dihasilkan oleh setiap jenis industri pada tahun analisis yakni tahun 2007 – 2012. Suatu industri memiliki keunggulan komparatif apabila nilai SLQ > 1.Sementara industri tidak memiliki keunggulan komparatif yaitu apabila nilai SLQ < 1. Berdasarkan tabel 2 di bawah ini diketahui bahwa tidak semua industri di Provinsi Jawa Tengah memiliki keunggulan komparatif pada tahun 2007– 2012.Terdapat 8 jenis industri yang mempunyai keunggulan komparatif yaitu industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, industri percetakan, industri furnitur, dan industri pengolahan lainnya. Industri-industri tersebut digolongkan sebagai industri unggul karena memiliki rata-rata nilai SLQ > 1. Nilai output yang besar serta tingkat pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan rata-rata nasional menyebabkan industri tersebut memiliki keunggulan komparatif. Sementara 16 industri lainnya tidak memiliki keunggulan komparatif yaitu industri makanan, industri kulit, industri kertas, industri batu bara, industri kimia, industri farmasi, industri karet, industri barang galian bukan logam, industri logam dasar, industri barang logam bukan mesin, industri elektronik, industri peralatan listrik, industri mesin, industri kendaraan bermotor, industri alat angkut lainnya, dan jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan. Industri tersebut tidak unggul karena memiliki rata-rata nilai SLQ < 1. Industriindustri tersebut memiliki nilai output yang rendah dan tingkat pertumbuhannya lebih kecil dibandingkan rata-rata nasional. Menurut Direktorat Jenderal Industri Agro (2015:13), hasil analisis SLQ hanya
232
JEJAK Journal of Economics and Policy Vol 8 (2) (2015): 224-237
bersifat statis sehingga tidak dapat memperkirakan kemungkinan perubahanperubahan yang akan terjadi untuk waktu yang akan datang. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, maka digunakan metode Dynamic Location Quotient (DLQ).
Apabila nilai DLQ ≥ 1, maka suatu industri merupakan industri unggulan dimasa yang akan datang, sedangkan nilai DLQ < 1 menunjukkan bahwa industri tersebut bukan industri unggulan di masa yang akan datang.
Tabel 2. Hasil Analisis SLQ Industri di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 – 2012 Nilai SLQ
Kode KBLI
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Ratarata
10
0,747
0,735
0,791
0,821
0,613
0,485
0,699
11
1,000
1,414
1,500
1,445
2,069
1,427
1,476
12
4,228
4,754
5,442
5,746
5,887
5,226
5,214
13 14
2,716 1,626
3,477 2,090
3,994 1,691
3,755 1,633
3,554 1,742
3,817 1,998
3,552 1,797
15 16
0,213 1,384
0,176 2,132
0,212 1,833
0,236 2,431
0,242 3,783
0,274 3,771
0,226 2,556
17 18
0,286 0,912
0,477 0,197
0,278 0,321
0,305 1,634
0,293 1,769
0,309 2,362
0,325 1,199
19 20 21
0,751 0,441 1,561
0,147 0,267 0,388
0,053 0,331 0,241
0,072 0,146 0,204 0,210 0,649 0,695
0,132 0,230 1,988
0,217 0,280 0,920
22 23
0,699 0,683
0,578 0,851
0,573 0,762
0,333 0,953
0,473 0,759 0,728 0,946
0,569 0,821
24 25
0,365 0,164
0,201 0,532
0,371 0,121
0,499 0,286
0,357 0,221
0,396 0,245
0,365 0,261
26
0,286
0,143
0,114
0,273
0,226
0,390
0,239
27
0,161
0,094 0,070
0,062
0,120
0,116
0,104
28
1,132
0,533
0,754
0,271
0,396
0,246
0,555
29 30
0,043 0,148
0,217 0,123
0,072 0,249
0,177 0,183
0,310 0,268
0,126 0,192
0,158 0,194
31 32
2,627 0,637
2,611 0,594
2,460 1,060
3,809 1,021
3,501 1,406
3,371 1,823
3,063 1,090
33
1,727
0,197
0,251
0,837
0,745
0,991
0,791
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa dan Indonesia (2007 – 2012), data diolah peneliti
233
Setyani Irmawati, Analisis Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah
Tabel 3. Hasil Analisis DLQ Industri di Provinsi Jawa TengahTahun 2007 – 2012 Kode KBLI
Jenis Industri
Nilai DLQ
10 11
Industri Makanan Industri Minuman
0,570 1,252
12
Industri Pengolahan 1,085 Tembakau
13
Industri Tekstil
14
Industri Pakaian Jadi 1,079 Industri Kulit dan Alas 1,126 Kaki
15
1,233
16
Industri Kayu
2,390
17
Industri Kertas
0,947
18
Industri Percetakan 2,273 Industri Batu Bara & 0,155 Minyak Bumi Industri Bahan Kimia 0,459 Industri Farmasi 1,117
19 20 21 22
Industri Plastik
23
Industri Barang Galian 1,215 Bukan Logam
24
Industri Logam Dasar
25 26 27
Karet
Industri Mesin Perlengkapan
29
Industri Bermotor
31 32 33
0,953
0,952
Industri Barang Logam 1,313 Bukan Mesin Industri Komputer, 1,196 Elektronik & Optik Industri Peralatan 0,636 Listrik
28
30
dan
&
Kendaraan
0,190 2,588
Industri Alat Angkut 1,135 Lainnya Industri Furnitur 1,126 Industri Pengolahan 2,511 Lainnya Jasa Reparasi dan 0,504 Pemasangan Mesin
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia (2007 – 2012), data diolah peneliti Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa hampir seluruh jenis industri di Provinsi Jawa Tengah dapat diharapkan menjadi industri unggulan dimasa yang akan datang yang ditunjukkan dengan nilai DLQ > 1. Terdapat 15 jenis industri yang memiliki potensi menjadi industri unggulan dimasa yang akan datang antara lain industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri industri pakaian jadi, industri kulit, industri kayu, industri percetakan, industri farmasi, industri barang galian bukan logam, industri barang logam bukan mesin, industri elektronik, industri kendaraan bermotor, industri alat angkut lainnya, industri funitur, dan industri pengolahan lainnya. Sementara itu, 9 jenis industri yang tidak masuk kelompok tersebut tidak memiliki potensi untuk menjadi industri unggulan pada masa yang akan datang antara lain industri makanan, industri kertas, industri batu bara, industri kimia, industri karet, industri logam dasar, industri peralatan listrik, industri mesin, dan jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan. Hal tersebut disebabkan karena nilai DLQ pada industri-industri tersebut bernilai kurang dari 1. Industri-industri tersebut memiliki kemungkinan yang kecil untuk dapat menjadi industri unggulan pada masa yang akan datang karena potensi pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan potensi pertumbuhan industri yang sama di tingkat nasional. Menurut Kuncoro (2012:134), Penggabungan hasil analisis SLQ dan DLQ dapat menghasilkan pengelompokan jenisjenis industri yang memiliki keunggulan komparatif.
JEJAK Journal of Economics and Policy Vol 8 (2) (2015): 224-237
Penggabungan tersebut menghasilkan pengelompokkan industri ke dalam empat kategori, yaitu industri unggulan, industri andalan, industri prospektif, dan industri terbelakang.Hasil analisis gabungan SLQ dan DLQ dapat dilihat pada gambar 3. Berdasarkan analisis gabungan SLQ dan DLQ, terdapat 8 jenis industri unggulan, 7 jenis industri andalan, dan 9 jenis industri terbelakang. Jenis-jenis industri yang menjadi industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah antara lain industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, industri percetakan, industri furnitur, dan industri pengolahan lainnya. Hal ini karena selain industri-industri tersebut unggul pada SLQ DLQ
SLQ>1 Industri Unggulan
DLQ>1
Industri Minuman (11), Industri Pengolahan Tembakau (12), Industri Tekstil (13), Industri Pakaian Jadi (14), Industri Kayu (16), Industri Percetakan (18), Industri Furnitur (31), dan Industri Pengolahan Lainnya (32)
Masa sekarang, juga memiliki potensi untuk menjadi industri unggulan pada masa yang akan datang yang ditandai dengan nilai SLQ dan DLQ yang lebih dari satu. Sementara jenis-jenis industri yang menjadi industri andalan di Provinsi Jawa Tengah antara lain industri kulit, industri farmasi, industri barang galian bukan logam, industri barang logam bukan mesin, industri elektronik, industri kendaraan bermotor, dan industri alat angkut lainnya. Hal ini karena meskipun industri-industri tersebut bukan merupakan industri unggulan pada masa sekarang, mereka memiliki potensi untuk dapat menjadi industri unggulan pada masa yang akan datang yang ditandai dengan nilai SLQ < 1 dan DLQ > 1.
SLQ<1 Industri Andalan Industri Kulit & Alas Kaki (15), Industri Farmasi (21), Industri Barang Galian Bukan Logam (23), Industri Barang Logam Bukan Mesin (25), Industri Komputer, Elektronik & Optik (26), Industri Kendaraan Bermotor (29), dan Industri Alat Angkut Lainnya (30). Industri Terbelakang
Industri Prospektif DLQ<1
-
234
Industri Makanan (10), Industri Kertas (17), Industri Batu Bara & Minyak Bumi (19), Industri Bahan Kimia (20), Industri Karet dan Plastik(22), Industri Logam Dasar (24), Industri Peralatan Listrik (27), Industri Mesin & Perlengkapan (28), dan Jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin (33)
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah danIndonesia (2007 – 2012), data diolah peneliti Gambar 3. Matriks Analisis Gabungan SLQ dan DLQ
235
Setyani Irmawati, Analisis Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah
Sedangkan jenis-jenis industri yang menjadi industri terbelakang di Provinsi Jawa Tengah antara lain industri makanan, industri kertas, industri batu bara, industri kimia, industri karet, industri logam dasar, industri peralatan listrik, industri mesin, dan jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan. Hal ini disebabkan karena industri-industri tersebut merupakan industri yang tidak unggul pada masa sekarang dan tidak memiliki potensi untuk dapat menjadi industri unggulan pada masa yang akan datang yang ditandai dengan nilai SLQ dan DLQ yang kurang dari satu. Suatu industri dapat dikatakan sebagai industri unggulan apabila industri tersebut memiliki dua keunggulan sekaligus yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Suatu industri dikategorikan memiliki keunggulan kompetitif apabila nilai Cij pada analisis shift share bernilai positif. Sementara apabila nilai Cij pada analisis shift share bernilai negatif maka industri tersebut tidak memiliki keunggulan kompetitif. Berdasarkan analisis LQ diketahui bahwa 8 jenis industri merupakan industri unggulan baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Industri tersebut antara lain industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, industri percetakan, industri furnitur, dan industri pengolahan lainnya. Namun, industri-industri unggulan tersebut baru diklasifikasikan berdasarkan keunggulan komparatif saja belum berdasarkan keunggulan kompetitif.Sehingga perlu dilakukan analisis keunggulan kompetitif agar dapat mengetahui dengan pasti mengenai jenis industri unggulan yang telah memiliki dua keunggulan sekaligus.
Berdasarkan analisis pada tabel 4 dibawah ini, seluruh industri unggulan yang telah diklasifikasikan pada analisis LQ juga memiliki keunggulan kompetitif yang ditunjukkan oleh nilai Cij yang positif.Sehingga, dapat dikatakan bahwa industri tersebut merupakan industri unggulan yang sudah memiliki dua keunggulan sekaligus, baik keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Sementara industri yang diklasifikasikan sebagai industri andalan juga memiliki keunggulan kompetitif karena nilai Cij pada industri-industri tersebut bernilai positif. Sehingga, industri tersebut memiliki potensi untuk menjadi industri unggulan pada masa yang akan datang dan mampu bersaing dengan industri yang sama dari daerah lain. Sedangkan industri yang diklasifikasikan sebagai industri terbelakang, tiga diantaranya yaitu industri kertas, industri karet dan plastik, serta industri logam dasar memiliki keunggulan kompetitif yang artinya meskipun output yang dihasilkan belum mampu ekspor baik pada masa sekarang maupun yang akan datang, produk industri-industri tersebut dimungkinkan memiliki daya saing jika dibandingkan dengan produk dari industri yang sama dari daerah lain di Indonesia. Sementara industri terbelakang lainnya tidak memiliki keunggulan kompetitif karena nilai Cij pada industriindustri tersebut bernilai negatif. Sehingga, selain industri tesebut belum mampu ekspor pada masa sekarang dan potensinya pada masa yang akan datang, industri tersebut tidak mampu bersaing dengan industri yang sama dari daerah lain.
236
JEJAK Journal of Economics and Policy Vol 8 (2) (2015): 224-237
Tabel 4. Perbandingan Analisis LQ dan Shift Share Industri Provinsi Jawa TengahTahun 2007 – 2012 Kode KBLI
Rata-rata SLQ
DLQ
Cij
Kriteria
10
0,699
0,570
-1.612.706.195.560
Tidak unggul
11
1,476
1,252
48.339.645.032
Unggul
12 13
5,214 3,552
1,085 1,233
861.012.633.923 954.075.888.316
Unggul Unggul
14
1,797
1,079
142.367.610.862
Unggul
15
0,226
1,126
23.514.069.328
Tidak Unggul
16 17
2,556 0,325
2,390 0,947
851.809.413.283 4.758.585.279
Unggul Tidak Unggul
18
1,199
2,273
175.420.225.254
Unggul
19 20
0,217 0,280
0,155 0,459
-29.388.215.168 -584.586.753.612
Tidak Unggul Tidak Unggul
21 22
0,920 0,569
1,117 0,953
71.018.065.177 28.650.993.708
Tidak Unggul Tidak Unggul
23
0,821
1,215
152.274.097.833
Tidak Unggul
24
0,365
0,952
7.180.029.181
Tidak Unggul
25 26
0,261 0,239
1,313 1,196
60.497.673.295 31.216.170.154
Tidak Unggul Tidak Unggul
27 28 29
0,104 0,555 0,158
0,636 0,190 2,588
-44.213.397.956 -265.582.967.243 115.455.434.768
Tidak Unggul Tidak Unggul Tidak Unggul
30 31
0,194 3,063
1,135 1,126
26.611.500.080 95.391.705.941
Tidak Unggul Unggul
32
1,090
2,511
138.858.428.280
Unggul
33 0,791 0,504 -28.409.718.930 Tidak Unggul Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia (2007 – 2012), data diolah peneliti SIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis-jenis industri yang menjadi industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah antara lain industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, industri percetakan, industri furnitur, serta industri pengolahan lainnya. Saran yang diberikan pada penelitian ini adalah pengembangan industri
difokuskan pada industri unggulan Provinsi Jawa Tengah agar mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah.Namun, pengembangan industri non-unggulan juga harus tetap ditingkatkan agar industri-industri tersebut tidak semakin tertinggal dan mampu menjadi industri unggulan pada masa yang akan datang.
237
Setyani Irmawati, Analisis Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah
DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana, Armida S. (2014). Arah Kebijakan dan Strategi Percepatan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia. Manado: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. (2014). Provinsi Banten Dalam Angka 2014. Pada: http://banten.bps.go.id/index.php?hal=publikas i_detil&id=21. Diunduh pada 17 Desember 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta.(2014a). Provinsi DKI Jakarta Dalam Angka 2014. Pada: http://jakarta.bps.go.id/index. php?bWVudT0xOTAwJnBhZ2U9cmFrYnVrdQ= =. Diunduh pada 17 Desember 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. (2007). Statistik Industri Manufaktur Besar Sedang Jawa Tengah 2007 Buku I. Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. (2014a). Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2014. Pada: http://jatim.bps.go.id/index. php?hal=publikasi_detil&id=57. Diunduh pada 17 Desember 2014. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.(2014). Statistik Industri Besar dan Sedang 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Direktorat Jenderal Industri Agro. (2015). Peraturan Direktur Jenderal Industri Agro Nomor 20/IA/PER/3/2015 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Melalui Dana Dekonsentrasi Pengembangan Industri Agro Unggulan Daerah Direktorat Jenderal Industri Agro Tahun 2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro. Habibullah, Muzafar Shah dan Alias Radam. (2009). Industry Concentration in Rich and Poor States in Malaysia: Location Quotient and Shfit Share Analyses.ICFAI Journal of Industrial Economics. 6(1): 56 – 65. Halwani, R. Hendra. (2005). Ekonomi Internsional dan Globalisasi Ekonomi Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia. Iseki, Hiroyuki dan Robert P. Jones (2014). Analysis of Firm Location and Relocation Around Maryland and Washington, DC Metro Rail Station.
for a Presentation. College Park: University of Maryland. Kuncoro, Mudrajad. (2012). Perencanaan Daerah: Bagaimana Membangun Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan?. Jakarta: Salemba Empat. Kusumantoro.(2009). Disparitas dan Spesialisasi Industri Manufaktur Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.JEJAK. 2(2), 104 – 113. Nopirin.(2010). Ekonomi Internasional Edisi 3. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Ray, Sarbapriya. 2012. Economic Performance Of Indian Automobile Industry: An Econometri Appraisal.Business Intelligence Journal January, 2012 Vol.5 No.1 Sushil, Kumar Jabir Ali, (2010),"Indian agri-seed industry: understanding the entrepreneurial process", Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 17 Iss 3 pp. 455 474 Simranjeet, Kaur Sunil Kumar Z. F. Bhat Arvind Kumar , (2015), "Effect of pomegranate seed powder, grape seed extract and tomato powder on the quality characteristics of chicken nuggets", Nutrition &Food Science, Vol. 45 Iss 4 pp. 583 594 Quintero, James Paul. (2007). Regional Development: An Economic Base Study and Shift-Share Analysis of Hays County, Texas. Applied Research Project.Partial Fulfillment for the Requirements for the Degree of Master of Public Administration.Texas: Texas State University. Tarigan, Robinson. (2007). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara. Thahir, Septian. (2013). Telaah Subsektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) Unggulan Kabupaten Bantul, 2005 – 2012. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Warpani, Suwardjoko. (1980). Analisis Kota dan Daerah. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Wyld, David C. 2010. The cloudy future of government it:Cloud computing and the public sector around the world. International Journal of Web & Semantic Technology (IJWesT), Vol 1, Num 1, January 2010.