ARTI PENTINGNYA PENGENDALIAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA Oleh: Abu Samman Lubis * I.
Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Setiap organisasi memiliki tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut seringkali menghadapi hambatan yang dikenal dengan risiko. Oleh karena itu diperlukan pengendalian dan pengawasan agar proses pencapaian tujuan tersebut dapat terjamin. Pengendalian merupakan alat untuk mencapai sasaran. Pengendalian itu menjaga agar jangan sampai berjalan ke arah yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu, tujuan pertama dari pengendalian adalah berhubungan dengan arah dan strategi suatu instansi. Haruslah terdapat suatu area, paling tidak dirumuskan apa yang dibutuhkan, berapa jumlah yang dibutuhkan dan harga yang diinginkan, kapan dibutuhkan, di mana dibutuhkan, siapa yang mengurus/melaksanakan pengadaan, dan bagaimana pengadaan dilaksanakan, dengan cara seperti itu kita menginginkan pengadaan maupun penyerahannya tepat waktu, tepat harga, kualitas (spesifikasi), tepat kuantitas (volume), rekanan dan cara pengadaan yang tepat, dan kesepakatan nilainya
sehingga mendapatkan barang/jasa yang dapat
meningkatkan pelayanan publik. Dengan semakin meningkatnya APBN dari tahun ke tahun, bertambah besar pula dana yang diperlukan untuk pengadaan barang/jasa baik yang bersumber dari penerimaan dalam negeri maupun hibah. Hal ini memerlukan perhatian serta penanganan yang sungguh-sungguh dari pengguna barang/jasa. Apabila dalam pelaksanaannya kurang baik akan mengakibatkan kerugian bagi pemerintah seperti diperolehnya barang yang kualitasnya kurang baik, kurang sesuai kuantitasnya, kurang terpenuhi persyaratan teknis lainnya, terlambatnya penyerahan barang sehingga tertundanya pemanfaatan barang/jasa yang diperlukan, bahkan dapat terhambatnya tingkat daya serap dana. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan suatu sistem pengendalian intern dalam bahasa sehari-hari disebut dengan “pengawasan” yang akan mengawal pengadaan barang/jasa pemerintah mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penyerahan sampai dengan pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa.
1.2 Konsep Dasar Pengendalian Pengadaan Pengendalian dilakukan untuk mengendalikan/mengawasi sampai di mana usahausaha dijalankan. Apakah pelaksanaan yang dilakukan sudah sesuai dengan program yang 1
telah digariskan ataukah belum. Artinya bahwa pengendalian itu adalah mencocokkan sampai dimanakah program atau rencana yang telah digariskan
telah dilaksanakan
sebagaimana mestinya dan apakah telah mencapai hasil yang dikehendaki. Sama halnya dengan pengadaan barang/jasa dimaksudkan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Dengan kata lain pengawasan atau pengendalian adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, sehingga apa yang diselenggarakan tersebut sejalan dengan rencana. Di dalam literatur, pengendalian/pengawasan digunakan bermacam-macam istilah antara lain Sistem Pengendalian Intern, dan sistem pengendalian manajemen. Sistem pengendalian intern adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi. Tujuan organisassi adalah segala sesuatu yang harus dicapai organisasi untuk melaksanakan misinya. Misi dikenal sebagai tujuan resmi dan tercantum pada organisasi, selain itu ada tujuan operasi adalah tujuan khusus berdasarkan mana sumber daya organisasi dialokasikan. Adapun Tujuan pengendalian intern adalah terciptanya kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Selanjutnya untuk memperkuat dan menunjang efektifitas sistem pengendalian intern dilakukan melalui: (1) pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara (audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan pengawasan lain), dan (2) pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yaitu antara lain penyusunan pedoman, sosialisasi, diklat, bimbingan dan konsultasi, serta peningkatan kompetensi auditor. Sedangkan Sistem Pengendalian manajemen adalah sistem yang digunakan oleh manajemen untuk mempengaruhi anggota organisasinya agar melaksanakan strategi dan kebijakan organisasi secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan organisasi, sistem pengendalian manajemen terdiri dari struktur dan proses. Bagian penting dari proses ini
berbentuk pengendalian manajemen: tindakan-
tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengarahkan orang, mesin dan fungsi-fungsi 2
guna mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Oleh karena itu dalam pengendalian PBJ maka para pimpinan, mengawasi pelaksanaan PBJ mulai dari perencanaan sampai dengan penyerahan barang/jasa. Apabila tidak dilaksanakan pelaksanaan tersebut maka tindakan hukum akan memperosesnya. Selanjutnya, setiap organisasi mempunyai tujuan. Untuk mencapai tujuan memakan waktu dan biaya yang dalam kenyataannya daya dan dana tersebut sangat terbatas harus dipakai secara cepat, tepat, dan akurat, perlu adanya pengawasan dalam pelaksanaannya, pengawasan yang baik adalah dari atasan langsung, karena kemampuan atasan terbatas maka digunakan suatu sistem untuk membantu tugas-tugas tersebut melalui suatu sistem yang disebut dengan “Sistem Pengendalian Manajemen”. 1.3 landasan hukum Landasan hukum sebagai kerangka acuan pengendalian dan pengawasan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut antara lain: 1)
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2)
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
3)
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
4)
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
5)
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan.
6)
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat.
7)
Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan tersebuat di atas mengikat setiap orang dan berlakunya dapat
dipaksakan sehingga berlakunya aturan tersebut
dapat dipertahankan. Dengan
dikenakannya sanksi bagi mereka yang melanggar peraturan (undang-undang) maka hukum itu bersifat mengatur dan memaksa. II. Mengapa diperlukan pengendalian dan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa? Sebagaimana disebutkan di atas bahwa setiap organisasi memiliki tujuan yang telah ditetapkan, pengendalian atau pengawasan merupakan alat yang baik bagi organisasi di 3
dalam mencapai tujuan yang diharapkan, kalau tidak ada pengendalian maka pengadaan barang/jasa tidak efektif dan efisien. Dengan mengerti pengendalian maka pejabat pengadaan secara sadar dan rasional akan senantiasa bertindak secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian maka kontribusi pengendalian terhadap orang atau organisasi adalah memberikan dan mengingatkannya agar di dalam mencapai tujuan dan keinginan organisasi senantiasa memperhatikan pengendalian. Karena dengan pengendalian efektif dan efisien dapat melaksanakan pengadaan barang/jasa tepat waktu, tepat harga, kualitas (spesifikasi) terjamin, tepat kuantitas (volume), rekanan dan cara pengadaan yang tepat, serta kesepakatan nilainnya
yang sesuai sehingga dapat
memanfaatkan barang/jasa yang diinginkan. Oleh karena itu, pejabat-pejabat pengadaan dapat melakukan pengawasan baik secara preventif maupun refresif, yang dalam pengadaan barang/jasa dapat dilakukan melalui empat pendekatan yang akan dijelaskan di bawah ini. 2.1
Pendekataan dalam Pengadaan Barang/Jasa Pelaksanaan pengadaan barang/jasa oleh pemerintah, seharusnya dilaksanakan
melalui empat pendekatan (approach), yaitu: 1) Pendekatan prosedur dan peraturan: Para pejabat yang bersangkutan harus menghayati/ melaksanakan kebijakan-kebijakan
yang telah digariskan oleh
pemerintah sebagaimana tertuang di dalam prosedur dan peraturan-peraturan yang berlaku. 2) Pendekatan
teknis:
Para
pejabat
yang
bersangkutan
harus
menguasai
persyaratan/spesifikasi teknis dari barang/jasa yang diperlukan (termasuk di dalamnya juga faktor-faktor yang berkaitan dengan harga atau nilai barang dan jasa). 3) Pendekatan manajemen: Para pejabat yang bersangkutan harus menguasai dan memanfaatkan
fungsi-fungsi
manajemen
dengan
sebaik-baiknya,
yaitu:
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan/pengendalian (controlling). 4) Pendekatan siklus logistik: Para pejabat yang terakit dalam pengadaan harus memperhatikan dan sadar akan peran dan ketergantungan kegiatan pengadaan terhadap rangkaian kegiatan lainnya yang terjalin di dalam siklus logistik.
4
Mata rantai pendekatan dalam pelaksanaan pengadaan baran/jasa merupakan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melalui empat pendekatan tersebut di atas. 2.2
Pengawasan Preventif dan refresif Pengwasan dapat bersifat preventif maupun refresif. Pengawasan preventif adalah
pengawasan yang dilakukan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan, misalnya berupa pembentuakan organisasi pengadaan (PA/KPA, PPK, ULP, panitia/pejabat penerima hasil), perencanaan umum, dan sistem pengadaan. Pengawasan ini mempunyai sifat untuk membatasi/mencegah tindakan yang tidak diinginkan. Adapun pengawasan refresif adalah pengawasan yang dilakukan selama dan setelah kegiatan dilaksanakan antara lain berupa pengawasan oleh APIP dan pengenaan sanksi. Pengawasan ini mempunyai sifat untuk mengambil tindakan koreksi
maupun tindakan lainnya atas penyimpangan yang telah
dilakukan dari ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan terhadap aparatur negara saat ini telah diberlakukan berlapis. Selain pengawasan dan kontrol dari masyarakat, juga ada pengawasan internal dari instansi berkenaan. Terdapatnya pengawasan berlapis merupakan paradoks pengendalian bahwa makin tinggi posisi pejabat berada, semakin kurang yang dapat dilihat, karena posisi pejabat tersebut tidak memiliki seluruh informasi latar belakangnya. Pengetahuan pejabat ibarat sebuah permainan teka-teki dalam menyusun potongan-potongan gambar, di mana banyak bagian-bagiannya harus dilihat secara bersama agar dapat menilai gambar secara lengkap. 2.3
Pejabat-pejabat Pengendali dalam Pengadaan barang/Jasa Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa mulai dari perencanaan/persiapan,
pelaksanaan sampai dengan pelaporan
dan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan
kegiatan pengadaan tersebut memerlukan pengendalian secara konsisten yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pengadaan yaitu: 1) Pengguna Anggaran (PA) adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD. 2) Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah pejabat yang ditetapkan PA
untuk
menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. 5
3) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. 4) Unit
Layanan
Pengadaan
(ULP)
adalah
unit
organisasi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdisi sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. 5) Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksaakan Pengadaan Langsung. 6) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia atau pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan. 7) Aparat Pengawas Intern pemerintah atau pengawas intern pada institusi (APIP) adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi. Uraian pembahasan mengenai tugas dan wewenang pejabat-pejabat tersebut terhadap pengendalian pengadaan barang/jasa secara garis besar akan dijelaskan pada bagian berikut ini. III. Pengendalian terhadap Pengadaan Barang/Jasa Implementasi pengendalian mulai dari perencanaan/persiapan, pelaksanaan sampai dengan pelaporan
dan pertanggungjawaban
atas pelaksanaan kegiatan
pengadaan melalui mekanisme sistem pengendalian yang dibagi melalui empat tahap, yaitu
pengendalian
pada
tahap
perencanaa/persiapan,
Pengendalian
terhadap
persiapan dan penyusunan kontrak, pengendalian tahap pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan pengendalian pada tahap pelaporan dan pertanggung jawaban, dengan penjelasan sebagai berikut 3.1
Pengendalian terhadap Perencanaan/Persiapan Dalam bagian/tahap persiapan ini, yang menjadi pertanyaan adalah: Apa yang
harus dipersiapkan? dan siapa yang harus mempersiapkan serta apa bentuk pengendaliannya. Kuasa
Pengguna
Anggaran
mempersiapkan
pengadaan
dalam
rangka
penyusunan dokumen rencana pengadaan barang/jasa. Kegiatan penyusunan rencana pengadaan tersebut meliputi: a. identifikasi kebutuhan 6
b. penyusunan dan penetapan rencana penganggaran c. penetapan kebijakan umum, dan d. penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK). Salah satu dari tugas KPA
yang harus dipersiapkan adalah menyusun
perencanaan pengadaan barang dan jasa. Dalam menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa, KPA diwajibkan melakukan identifikasi kebutuhan. Dalam mengidentifikasi kebutuhan barang/jasa dimaksud, terlebih dahulu menelaah kelayakan barang/jasa yang telah ada/dimiliki/dikuasai, atau riwayat kebutuhan barang/jasa dari kegiatan yang sama untuk memperoleh kebutuhan riil. Selanjutnya
tugas
lainnya
adalah
menyusun
dan
menetapkan
rencana
penganggaran pengadaan barang/jasa, terdiri atas biaya barang/jasa itu sendiri, biaya pendukung dan biaya administrasi yang diperlukan untuk proses pengadaan, jangan sampai terjadi tidak tersedia/tidak cukup tersedia dananya untuk biaya administrasi. Dalam kaitannya dengan pemaketan yang merupakan salah satu kebijakan umum dalam pengadaan barang/jasa, KPA diwajibkan melakukan pemaketan pekerjaan serta diwajibkan memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri dan perluasan kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil. serta diwajibkan menetapkan sebanyak-banyaknya paket pengadaan barang/jasa untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil tanpa mengabaikan prinsip efisiensi, persaingan sehat, kesatuan sistem, kualitas dan kemampuan teknis Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil. Sebaliknya dalam kaitannya dengan pemaketan pekerjaan, KPA dilarang: 1)
menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan yang tersebar di beberapa daerah/lokasi yang menurut sifat pekerjaan
dan tingkat efisiensinya seharusnya
dilakukan di daerah/lokasi masing-masing; 2)
menyatukan/menggabungkan beberapa paket pengadaan menurut sifat dan jenis pekerjaannya bisa dipisahkan dan/atau besaran nilainya yang seharusnya dilakukan oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil;
3)
menentukan kriteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang diskriminatif dan/atau dengan pertimbangan yang tidak objektif. Selanjutnya wewenang KPA yang berkaitan dengan persiapan pengadaan
barang/jasa adalah penyusunan Keranga Acuan Kerja (KAK). Penyusunan KAK untuk mendukung pelaksanaan kegiatan/pekerjaan sekurang-kurangnya memuat:
7
1)
uraian kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi kegiatan, sumber pendanaan, serta jumlah tenaga yang diperlukan;
2)
waktu yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan/pekerjaan tersebut mulai dari pengumuman, rencana pengadaan sampai dengan penyerahan barang/jasa;
3)
spesifikasi teknis barang/jasa yang akan diadakan; dan
4)
besarnya total perkiraan biaya pekerjaan termasuk kewajiban pajak yang harus dibebankan pada kegiatan tersebut. Hal yang tidak boleh diabaikan dan merupakan kewajiban PA/KPA pada setiap
satker dalam pengadaan barang/jasa adalah mengumumkan rencana umum pengadaan pada website K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi serta Portal Pengadaan LPSE, yaitu dilaksanakan sebelum pengumuman pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP). Kewajiban mengumumkan rencana umum pengadaan berdasarkan Perpres No. 70 tahun 2012 pasal 25 ayat (3) serta dalam UU Keterbukaan Informasi Publik no. 14 tahun 2008 pasal 3 antara lain, menjamin hak warga negara mengetahui rencana program kebijakan publik dan proses pengambilan keputusan publik dan alasannya. Oleh karena
itu, pengendalian tahap ini dilakukan kementerian/lembaga
negara/kepala daerah/institusi, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP), masyarakat, dan PPK untuk saling menguji (check and balance). 3.2 Pengendalian terhadap pelaksanaan pemilihan penyedia pengadaan barang/jasa Dalam bagian/tahap pelaksanaan pemilihan penyedia pengadaan barang/jasa ini, yang menjadi pertanyaan adalah: Apa yang harus dilaksanakan? dan siapa yang harus melaksanakannya serta apa bentuk pengendaliannya. Untuk melaksanakan pemilihan penyedia pengadaan barang/jasa, KPA menetapkan PPK dan ULP/Pejabat Pengadaan. PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan antara lain menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang meliputi (1) spesfikasi teknis barang/jasa, (2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS), dan rancangan kontrak. Di samping itu, PPK dapat mengusulkan kepada KPA (1) perubahan paket pekerjaan, dan/atau perubahan jadwal kegiatan, serta menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP. Selanjutnya ULP/Pejabat Pengadaan, tugas yang harus dilaksanaka antara lain (1) menetapkan dokumen pengadaan, (2) mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa 8
di website kementerian/lembaga/pemerintah daerah/institusi masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional, (3) menilai kualifikasi penyedia barang/jasa melalui prakualifikasi dan pascakualifikasi, (4) melakukan evaluasi administrasi. teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk. dan menyampaikan hasil pemilihan dan salinan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa kepada PPK. Adapun pengendalian/pengawasan tahap ini dilakukan kementerian/lembaga negara/kepala daerah/institusi, masyarakat, dan PPK dimaksudkan untuk saling uji (check and balance). 3.3 Pengendalian terhadap persiapan dan penyusunan kontrak Dalam bagian/tahap persiapan dan penyusunan kontrak, yang menjadi pertanyaan adalah: Apa yang harus dilaksanakan? dan siapa yang harus melaksanakannya serta apa bentuk pengendaliannya. Sebagaimana dijelaskan angka 3.2 tugas pokok dan wewenang PPK di antaranya merancang kontrak serta menyempurnakan rancangan kontrak pengadaan barang/jasa untuk ditandatangani. inisiatif pembuatan kontrak berada pada wewenang PPK. Dalam hal tidak terdapat sanggahan, PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa paling lambat enam hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang dan segera disampaikan kepada pemenang yang bersangkutan. Agar dalam penyusunan kontrak pelaksanaan pengadaan sesuai dengan dokumen pengadaan maka
perlu dilakukan pengendalian yaitu untuk memberikan kepada
Pemenang pengadaan barang/jasa
kesempatan untuk menyiapkan kelengkapan
administrasi dan dokumen lain yang harus dipenuhi dalam dokumen kontrak, sehingga dapat diwujudkan perjanjian/kontrak yang tidak cacat hukum dan tepat waktu. Tidak cacat hukum artinya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sedangkan tepat waktu
adalah bahwa para pihak menandatangani kontrak setelah Penyedia
Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) oleh PPK. Oleh karena itu, perlu ada pengendalian karena semenjak SPPBJ diterbitkan, 14 hari kerja kemudian kontrak harus ditandarangani oleh PPK dan Penyedia Barang/Jasa. Adapun pengendalian/pengawasan tahap ini dilakukan kementerian/lembaga negara/kepala daerah/institusi, masyarakat, dan PPK untuk saling uji (check and balance).
9
3.4 Pengendalian terhadap pelaksanaan kontrak Dalam bagian/tahap pelaksanaan kontrak, yang menjadi pertanyaan adalah: Apa yang harus dilaksanakan? dan siapa yang harus melaksanakannya serta apa bentuk pengendaliannya. Dalam pengendalian terhadap pelaksanaan kontrak melakukan pengendalian berdasarkan dokumen pengadaan. Dalam dokumen pengadaan menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja dengan penyedia, sasaran yang harus dicapai, jangka waktu pengadaan tepat waktu, barang/jasa yang tepat harga, kualitas (spesifikasi) terjamin, kuantitas (volume) yang tepat, sehingga dapat memanfaatkan barang/jasa yang diinginkan. Adapun pengendalian/pengawasan tahap ini dilakukan kementerian/lembaga negara/kepala daerah/institusi, dan PPK untuk saling uji (check and balance). 3.5
Pengendalian terhadap penyerahan barang/jasa Dalam bagian/tahap penyerahan barang/jasa, yang menjadi pertanyaan adalah:
Apa yang harus dilaksanakan? dan siapa yang harus melaksanakannya serta apa bentuk pengendaliannya. Tujuan pengadaan adalah memperoleh barang/jasa sesuai dengan kebutuhan yang berkualitas dengan harga bersaing (responsif). Agar tujuan tersebut tercapai maka harus ada pemeriksaan dan penerimaan barang/jasa oleh pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, apakah barang/jasa sudah sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh karena itu, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, (1) melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak, (2) menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/penguji, dan (3) membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan. Dalam hal pemeriksaan barang/jasa memerlukan keahlian keahlian teknis khusus, dapat dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan tugas Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Tim/tenaga ahli tersebut ditetapkan oleh PA/KPA.
10
3.6 Pelaporan dan Pertanggungjawaban Pelaporan dan pertanggungjawaban merupakan alat pengendalian oleh pejabat pengadaan. Oleh karena itu, PPK mempunyai tugas di antaranya
(1) melaporkan
pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA, dan (2) melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan. Sedangkan
ULP mempunyai tugas antara lain (1) membuat laporan mengenai
proses pengadaan kepada Kepala ULP, (2) membuat laporan mengenai proses pengadaan kepada PA/KPA, (3) memberi pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA pelaksanaan
kegiatan
dan (4) membuat laporan pertanggungjawaban atas
barang/jasa
kepada
menteri/pimpinan
lembaga/kepala
daerah/pimpinan institusi. IV. Penutup Pengendalian merupakan kegiatan supervisi atas pelaksanaan kegiatan itu sendiri dengan tujuan agar dihasilkan barang/jasa yang sesuai dengan ketentuan kontrak yang telah disepakati melalui tahapan kegiatan yang berpedoman pada biaya, waktu, kualitas, dan lokasi yang ditentukan. Dengan melalui pengendalian pada tataran operasional yang dilaksanakan oleh pejabat pengadaan pada setiap tingkatan mulai dari ULP, PPK, Panitia Penerima Barang, dan KPA, dan dilakukan melalui empat pendekatan yaitu pendekatan peraturan perundangundangan, pendekatan teknis, pendekatan manajemen dan pendekatan logistik, diharapkan akan tercapai maksud dari tujuan pengadaan barang/jaa dimaksud. Sehingga apabila ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaan, pejabat yang bersangkutan dapat segera melakukan tindak lanjut/tindakan korektif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengendalian merupakan fungsi yang melekat (built in) pada setiap tingkatan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA Ichram, Moh. Mukmin. 1992. Pengadaan Barang dan Jasa. Jakarta: Pusdiklat Anggaran. Mitchell, David. 1984. Pengendalian Tanpa Birokrasi. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.
11
Soekarno, K. 1986. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Miswar. Buku II Substansi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. LKPP 2009. Undang-Undang No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pegadaan Barang/Jasa Pemerintah.
*) Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Malang
12