Tonometri digital palpasi
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa Alat : jari telunjuk kedua tangan pemeriksa Teknik : Mata ditutup
Pandangan kedua mata menghadap kebawah
Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata
Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2 : lebih tinggi lagi, N-1 : lebih rendah dari normal dst. Keuntungan : cari ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit Kekurangan : cari ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer. Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%) Teknik : Pasien diminta rileks dan tidur telentang
Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata tertekan
Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan kornea tanpa menekannya
Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5 gr (beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaucoma. Angka skala Tekanan bola mata (mmHg) berdasarkan masing masing beban 5.5 gr 7.5 gr 10 gr 3.0 24.4 35.8 50.6 3.5 22.4 33.0 46.9 4.0 20.6 30.4 43.4 4.5 18.9 28.0 40.2 5.0 17.3 25.8 37.2 5.5 15.9 23.8 34.4 6.0 14.6 21.9 31.8 6.5 13.4 20.1 29.4 7.0 12.2 18.5 27.2 7.5 11.2 17.0 25.1 8.0 10.2 15.6 23.1 8.5 9.4 14.3 21.3 9.0 8.5 13.1 19.6 9.5 7.8 12.0 18.0 10.0 7.1 10.9 16.5 Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita myopia dan tiroid.
Tonometri aplanasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra ocular dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sclera dengan mendatarkan permukaan kornea. Tekanan merupakan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer Aplanasi Goldmann jumlah tekanan dibagi penampang dikali 10 dikonversi dalam mmHg tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi tidak diperhatikan kekakuan sclera karena pada tonometer ini pengembangan dalam mata 0.5 mm 3 sehingga tidak terjadi pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz , pergerakan cairan bola mata
sebanyak 7-14 mm3 sehingga kekakuan sclera memegang peranan dalam penghitungan tekanan bola mata Alat : Slit lamp dengan sinar biru
Tonometer Aplanasi
Flouresein strip
Obat anastesi local
Teknik : Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%
Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahinya tepat dipenyangganya.
Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10mmHg
Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan bagian dalam
Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang member gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.
Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap menderita glaucoma. Metoda Donder, disebut juga test konfrontasi : 1. Yang diperiksa dududuk berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kurang lebih 1 meter. 2. Mata kanan yang diperiksa ditutup tangannya, sedangkan mata kiri pemeriksa ditutup tangan juga. 3. Mata kiri yang diperiksa melihat terus menfiksasi ke mata kanan pemeriksa. 4. Pemeriksa menggerakan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dan yang diperiksa. Gerakan dilakukan dari luar ke dalam. 5. Jika penderita muali melihat gerakan jari jari pemeriksa. Ia harus segera
memberitahu. 6. Hal tersebut dengan membandingkan dengan pemeriksa, apakah iapun telah melihatnya. Bila yang diperiksa terdapat gangguan lapang pandang, maka pemeriksa kan mendengar bahwa yang diperisa lebih dahulu sudah tidak melihat gerakan jari tangan. 7. Gerakan jari tangan dilakukan ke semua jurusan. 8. Perisa mata sebelahnya dengan prosedur yang sama.
PEMERIKSAAN DASAR MATA a.
Pemeriksaan Penglihatan sentral Pemeriksaan penglihatan sentral diukur dengan memperlihatkan sasaran dengan berbagai ukuran yang terpisah pada jarak standar dari mata, misalnya “Snellen chart.” Ketajaman penglihatan dapat diukur pada jarak 6 meter atau 20 kaki. Hasil yang didapatkan misalnya 4/6 artinya penderita bisa melihat huruf snellen pada jarak 4 meter sedangkan orang normal masih bisa
melihat pada jarak 6 meter. b. Uji pinhole Dengan mata yang sudah dikoreksi, penderita diperintahkan untuk melihat lagi huruf snellen melalui sebuah lempengan dengan lubang kecil untuk mencegah sebagian besar berkas yang tidak terfokus memasuki mata. Bila ketajaman penglihatan bertambah berarti pada penderita terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berubah berarti pada penderita tersebut terdapat kelainan pada occulusnya. c. Tes penglihatan perifer 1. Tes konfrontasi Tes konfrontasi digunakan untuk menilai lapang pandang penderita. Penderita disuruh untuk
melihat gerak dan jumlah tangan pemeriksa di arah: a. Lateral : 900 b. Caudal : 700 c. Cranial :550 d. Medial 600 Pemeriksaan masing-masing bola mata dilakukan terpisah. Penderita didudukkan menghadap pemeriksan. Pemeriksaan dimulai dengan menutup mata kiri ,
sedangkan mata kanan menatap mata kiri pemeriksan. Pemeriksa memperlihatkan beberapa jarinya sebentar di perifer salah satu dari empat kuadran. Penderita diminta untuk menyebutkan jumalh jari yang digerakkan sesaat tersebut sambil tetap
menatap ke depan. Pemeriksaan diulang untuk kuadran temporal bawah dan atas serta nasal atas dan bawah.
Kesalahan interpretasi penderita mengindikasikan kelainan seperti ablatio retina, kelainan nervus optikus, dan iskemik pada jalur visual interkranial. 2. Uji konfrontasi simultan Pemeriksa mengankat kedua tangannya ke samping. Penderita harus menentukan pada sisi mana jari pemeriksa yang bergerak-gerak. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui kelainan misalnya hemianopsia homonim kiri atau kanan. d. Mengukur kekuatan lensa sferis Memasang kacamata pecobaan pada posisi yang tepat (=PD jauh) Pasang penutup (occluder) di depan salah satu mata yang tidak diperiksa Penderita diperintahkan melihat snellen chart Meletakkan lensa S+ atau S- tergantung bertambah terang atau tidak pada mata yang diperiksa. Tambah kekuatan lensa sampai penderita puas dengan penglihatannya (Trial and Error) Bila miopi : dipilih untuk kacamata lensa S- terkecil yang memberi penglihatan terbaik Bila hipermetropi: dipilih lensa S+ terbesar e. Pemeriksaan astigmatisma Cara pengaburan (fogging technique) Setelah penderita dikoreksi untuk hipermetropia atau myopia yang ada, maka tajam penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis positif 3. penderita diminta melihat
kisi-kisi juring astigmatisme Penderita ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditaruh sumbu lensa silinder atau lensa silinder ditempatkan dengan
sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmatisme vertical sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya
bila dilihat dengan lensa silinder yang ditambahkan. Kemudian penderita diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif
sampai penderita melihat jelas pada kartu Snellen. (Vaughan, 1995) f. Pemeriksaan tonometri 1. Tonometri Schiotz Penderita tidur terlentang dan diberi anestesi lokal pada kedua mata. Penderita menatap lurus ke depan dan kelopak mata difiksasi agar tetap terbuka dengan menarik
palpebra ke arah tepi. Tonometer diturunkan oleh tangan satunya sampai ujung cekung laras menyentuh kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang, tonjolan plunger berujung tumpul
menekan pada kornea dan sedikit melekukkan pusat kornea. Tekanan kornea sebanding dengan TIO, akan mendesark plunger ke atas.
Tekanan membuat jarum penunjuk skala bergeser. Makin tinggi TIO makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi pula pula geseran plunger untuk menaikkan gaya pada kornea. Kalibrasi dilakukan dengan meletetakkan tonometer pada benda yang mirip dengan kornea yang akan menghasilkan angka “0”
2. Tonometri Aplanasi Goldman i. Penderita diberikan anestesi lokal dan pemberian fluorescein ii. Penderita duduk di depan slitlamp dan tonometer disiapkan. iii. Untuk bisa melihat fluorocein, dipakai filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang. iv. Pemeriksa melihat melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan kornea v. Setelah berkontak, ujung tonometer merakan bangian tengah kornea dan menghasilkan garis fluoroscein melingkat tipis. Sebuah prisma di ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua setengah lingkaran yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur secara manual sampai kedua setengah lingkaran tersebut tepat bertumpuk. Titik akhir menunjukkan bahwa kornea telah didatarkan oleh beban standar yang terpasang. Jumlah beban yang dibutuhkan untuk ini diterjemahkan skala menjadi bacaan tekanan dalam milimeter air raksa. vi. · Prinsip kerja tonometer ini adalah mengukur besarnya beban yang diperlukan untuk meratakan apeks kornea dengan standar. Makin tinggi TIO makin besar beban yang dibutuhkan. 3. Tonometri Non-Kontak. vii. Udara dihembuskan ke kornea. viii. Udara yang terpantul dari permukaan kornea akan mengenai membran penerima tekanan pada alat. 4. Tonometri digital palpasi i. Penderita disuruh menutup mata dengan pandangan mata ke bawah ii. Jari pemeriksa bersandar pada dahi dan pipi penderita iii. Kedua jari telunjuk menenkan bola mata pada bagian belakang ornea bergantian iv. Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata v. Penilaian dapat dicatat mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah dari normal. tekanan normal dimisalkan adalah tekanan lidah pada pipi. ((Vaughan, 1995) g. Tes Buta Warna vi. Tes buta warna yang sering digunakan menggunakan buku pseudochromatis ishihara yang terdiri dari 38 gambar/angka yang berwarna-warni. vii. Lembaran buku harus dibaca dalam ruangan yang cukup dengan cahaya matahari.
viii. Pembacaan dengan sinar matahari yang lansung, bila dengan cahaya listrik atau lainnya akan mempengaruhi hasil pembacaan tersebut, sebab hal itu akan dapat merubah warna yang ada di buku ishihara. ix. Pembacaan harus dilakukan pada jarak 75 cm dan tak boleh digerak-gerakkan x. Gambar 1-25 waktu melihat per gambar dilakukan dalam waktu 3 detik. xi. Bila beberapa gambar tidak terbaca tes dilanjutkan gambar 26-38, waktu pembacaan per gambar tidak lebih dari 10 detik. h. Tes refleks fundus i. Pemeriksaan reflek fundus menggunakan oftalmoskop langsung. ii. Saat penderita menatap pada sasaran jauh dengan mata sebelah pemeriksa membawa rincian retina ke dalam fokus. iii. Pemeriksa melihat pembuluh darah yang ada di retina yang muncul di diskus. iv. Lalu, berkas oftalmoskop diarahkan ke arah nasal dari sisi pasien untuk menilai bentuk, ukuran, warna diskus, ketajaman tepian, dan ukuran mangkuk fisiologik pucat di pusat. v. Disebelah temporal diskus terdapat refleks pantulan putih yang menandakan fovea centralis yang dikelilingi bagian gelap (macula lutea). vi. Pembuluh vena terlihat lebih besar dan gelap dari arteri, pada iskemik di retina pembuluh vena dan arteri terlihat terputus-putus.(Vaughan, 1995)
Sumber : Vaughan, daniel G et al. 1995. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika (BPP praktikum fisiologi FK UNS, 2012) BPP SL MATA FKUI