BERANDA
www.bipnewsroom.info/komunika email:
[email protected]
Editorial
Konflik tanah yang terjadi di Alastlogo, Lekok, Pasuruan, 30 Mei 2007 Mei lalu, menyentakkan pertanyaan, mengapa konflik semacam itu masih saja terjadi? Sejak kemerdekaan, ribut-ribut masalah tanah sudah terjadi ribuan kali, mulai kasus yang kecil-kecil hingga yang membawa korban jiwa. Kita berharap, kasus Alastlogo merupakan kasus terakhir yang terjadi. Jika kita runut ke belakang, berbagai konflik tanah ini sesungguhnya bermula dari munculnya Agrarische Wet (AW) pada tahun 1870. Melalui AW pemerintahan Hindia Belanda untuk kali pertama membuka tanah Jawa bagi perusahaan swasta. Kebebasan dan keamanan pengusaha swasta dijamin (dengan catatan) hanya orang-orang pribumi yang dapat memiliki tanah, sementara orang-orang asing hanya diperkenankan menyewa tanah dari pemerintah selama 75 tahun atau dari para pemilik pribumi untuk masa paling lama antara 5-20 tahun (bergantung persyaratan hak kepemilikan tanah). Sekilas AW tampak memberikan perlindungan bagi tanah rakyat pribumi berdasarkan pasal 51 ayat 5, ”harus dijaga agar pemberian tanah kepada para pengusaha besar tidak melanggar hak-hak rakyat pribumi”. Ayat 6, ”pengambilan tanah rakyat pribumi hanya boleh bagi kepentingan umum, melalui acara pencabutan hak dan disertai pemberian ganti kerugian yang layak”. Tetapi tujuan sesungguhnya justru memberikan legitimasi hukum bagi berkembangnya perusahaan-perusahaan perkebunan swasta yang menjadi Multi National Corporation (MNC). Asas yang berlaku dalam AW, pihak yang tidak dapat membuktikan hak Eigendomnya, adalah domein (milik) negara (domein verklaring). AW inilah yang digunakan Hindia Belanda untuk menafsirkan tanah-tanah yang dimiliki rakyat dengan hak milik adat, demikian juga tanah-tanah ulayat masyarakat hukum adat adalah tanah domein negara. Secara politis AW sesungguhnya dipicu ketidakpuasan MNC karena tidak dapat menanamkan modalnya di Indonesia akibat pelaksanaan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel). Para MNC di Eropa (khususnya Belanda) berupaya mempengaruhi parlemen untuk dapat meninjau ulang dan atau menggagalkan sistem tanam paksa (1830-1870) yang dianggap sangat menindas dan merugikan rakyat. Sejalan dengan semangat liberalisme, MNC menuntut penggantian sistem monopoli negara dan kerja paksa dengan sistem persaingan bebas berdasarkan konsepsi kapitalisme liberal. AW sesungguhnya menjadi jalan pembuka liberalisasi tanah di Indonesia. Pada gilirannya implementasi AW melahirkan carut-marut administrasi tanah. MNC berdatangan dan bahkan tidak saja menyewa tetapi membeli tanah dari penduduk pribumi. Reformasi Agraria dengan UU No 5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria sebenarnya bermaksudkan untuk menuntaskan berbagai masalah pertanahan warisan kolonial Belanda, namun dalam pelaksanaannya masih belum maksimal. Pengaruh politik yang sangat kuat pada saat itu, membuat reformasi agraria berjalan di tempat. Keadaan yang nyaris sama terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru. Saat itu, konflik tanah juga terjadi di beberapa wilayah, baik antara warga dengan lembaga yang menguasai tanah maupun antara warga dengan pengusaha. Pada tahun 2001, MPR mengeluarkan Tap MPR No IX/MPR/2001 Tentang Reformasi Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, serta Keppres No 34/2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang salah satu mandatnya adalah penyempurnaan UUPA 1960 (Pasal 1). Dua payung hukum ini sebenarnya sudah cukup kuat bagi landasan pelaksanaan reformasi agraria. Namun toh pelaksanaannya di lapangan belum menunjukkan hasil optimal. Reformasi agraria sebagai satu-satunya jalan bagi perombakan struktur agraria yang timpang juga telah menjadi agenda pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Akan tetapi harus diakui, melaksanakan reformasi agraria bukanlah hal yang mudah. Salah satu pekerjaan rumah terbesar yang dihadapi pemerintah adalah bagaimana meredam konflik pertanahan yang sudah terjadi dalam enam masa pemerintahan. Kita berharap, reformasi agraria dengan agenda "tanah untuk kesejahteraan rakyat" yang akan dilaksanakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai tahun 2007 ini, mampu menjadi air penyejuk yang dapat memadamkan api konflik pertanahan yang sering memanas secara insidental di berbagai daerah. Sekali lagi kita berharap, jangan ada lagi konflik tanah di Indonesia. Kita tentu tidak ingin melihat anak bangsa saling berebut tanah, berseteru hingga berdarah-darah, dengan sesama bangsa Indonesia sendiri.*
RANA
WATERWAYS…(No Way), CLEAR WATERWAYS (Yes Way) Kemarin kolega saya bertanya, "Udah pernah mencoba waterways?". Saya kemudian bilang no way jose. Bukan saya anti Sutiyoso ataupun saya pro yayasan paru-paru sehat Indonesia. Semua karena sampah membuat perut mual dan mata menjadi muak. Bukan hanya bayangan akan tumpukan kubik sampah yang menebar aroma yang tidak dapat terdefinisikan. Lautan sampah adalah salah satu yang menjadi kendala klasik masyarakat ibukota yang tentu saja tidak berujung pangkal. Sepanjang bantaran kali masih penuh sesak dengan kehidupan kaum urban yang tidak mengutamakan kebersihan, saya berharap tidak akan pernah mendengar keluh kesah mengapa saya tidak memilih waterway. Adri Ponsen Redaktur Online Kominfo Newsroom
Cybercrime semakin merajalela Sudah waktunya Indonesia memiliki paket UU yang bisa menangani cybercrime secara utuh. Kalau sudah ada law enforcement harusnya kasus cybercrime di Indonesia bisa menurun. Selama ini konsep cyberlaw yang katanya sudah masuk pembahasan di DPR masih kurang terdengar dimasyarakat. Sebaiknya, pemerintah lebih banyak membuat kampanye atau sounding supaya masyarakat lebih peduli tentang RUU ini dan bisa memahami pentingnya Cyberlaw di Indonesia. Jadi jangan hanya di kalangan masyarakat tertentu aja. Toh korbannya malah banyakan masyarakat umum. Karina Indah Isyana, Pegawai Swasta
Tabloid KomunikA membantu sosialisasi kebijakan pemerintahan melalui tulisan feature.
Pemohonan Tabloid KomunikA Saya mewakili pengurus Perpustakaan Latee I Putri, koleksi buku dan majalah di perpustakaan kami sangat terbatas sedangkan pembacanya lebih dari 150 orang, maka dari itu dengan hormat kami mohon kiriman majalah komunika yang dibagikan secara gratis ke perpustakaan Late I Putri, ke alamat: Jl. Makam Pahlawan Pondok Pesantren Annuqayah Late I Putri GulukGuluk Sumenep Madura 69463, Atas perhatian Redaksi KomunikA kami ucapkan terima kasih.
Leaflet dan Buku
foto:dw
Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama dan kiriman tabloid KomunikA, yang dapat menambah wacana informasi mahasiswa dan dapat menambah koleksi perpustakaan kami. Selanjutnya, jika berkenan kami menyambut baik kiriman tabloid, leaflet, buku atau sumber informasi lain. yang perlu disebarluaskan kepada khalayak umum.
2
Pengarah: Menteri Komunikasi dan Informatika Penanggungjawab: Kepala Badan Informasi Publik Pemimpin Redaksi: Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum Wakil Pemimpin Redaksi: Sekretaris BIP, Kepala Pusat Inf. Polhukam, Kepala Pusat Inf. Kesra, Kepala Pusat Inf. Perekonomian Sekretaris Redaksi: Richard Tampubolon Redaktur Pelaksana: Nursodik Gunarjo Redaksi: Selamatta Sembiring, M Abduh Sandiah, Fauziah, Sri Munadi Editor/Penyunting: MT Hidayat Reporter: Suminto Yuliarso, Dimas Aditya Nugraha, Mediodecci Lustarini, Hendra Budi Kusnawan, Doni Setiawan Koresponden Daerah Amiruddin (Banda Aceh) Arifianto (Yogyakarta) Supardi Ibrahim (Palu) Yaan Yoku (Jayapura) Fotografer Leonard Rompas Desain D Ananta Hari Soedibyo Pracetak Farida Dewi Maharani Alamat Redaksi: Jl Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 e-mail:
[email protected]
Rusly Pengurus Perpus Late I Sumenep, Madura 69463
Kami dengan sangat senang hati akan mengirimkan Tabloid KomunikA ke alamat perpustakaan Latee I Putri, semoga Tabloid KomunikA dapat bermanfaat dan menambah literasi perpustakaan.
Acara "Apresiasi Media Pertunjukan Rakyat Tradisional Tingkat Nasional Tahun 2007", yang di adakan Departemen Komunikasi dan Informatika, di Makassar, 25-28 Mei 2007, merupakan salah satu cara pelestarian budaya daerah.
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA
Muhaimin, Koordinator Tata Usaha Perpustakaan IAIN Walisongo Semarang Jl. Prof Dr. Hamka Kampus 3 Tambakaji Ngaliyan Semarang 50185 Telp. 024 7603921 Fax 024 7619100
Foto :bank image bf, ddt. Desain: Ahas
Jangan Ada Lagi Konflik Tanah
Diterbitkan oleh:
Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
POLHUKAM
www.bipnewsroom.info/komunika e-mail:
[email protected]
Tak Ada Tempat Lagi Bagi Koruptor Pemilihan ratu asu (Anjing-red), begitulah judul sebuah berita ringan yang di tayangkan oleh salah satu stasiun TV tadi pagi. Tergelitik oleh judul nya, Moko (24) mencoba mencari informasi mengenai acara tersebut. "Ternyata memang ada pesan menarik yang coba disampaikan melalui acara ini" pikir Moko ketika mendapatkan informasi yang dicarinya di internet. Dalam acara tersebut anjing yang ikut lomba akan diumpani babi hutan (celeng) dan garangan. Anjing yang paling lincah dalam mengejar dan memangsa kedua binatang umpan tersebut akan dianugerahi gelar "Ratu Asu". Acara yang digelar pada hari Minggu, 10 Juni 2007 di Wonogondang, Cangkringan, Sleman ini ternyata digelar oleh penerbit buku Galangpress untuk memperingati hari jadinya. Acara ini merupakan simbolisasi untuk mengajak masyarakat mengkampanyekan gerakan antikorupsi. Celeng dan garangan adalah simbol korupsi karena dua binatang itu kerap menyerang ternak warga. Maka dalam ajang ini anjing yang berhasil menangkap celeng dan garangan akan dijadikan teladan bagi masyarakat untuk mengganyang koruptor di negeri ini. "Wah setelah disimbolkan dengan tikus hitam, sekarang dengan babi dan garangan, tapi koruptor kok masih saja banyak ya?", pikir Moko lagi. Ya, tikus adalah hewan yang harus diberantas karena selain kotor dan membawa penyakit tikus juga merusak. Tetapi untuk menangkapnya bukanlah pekerjaan yang mudah karena tikus sangat gesit dan pandai berkelit. Oleh karena itu, sama saja dengan tikus, para koruptor harus diberantas karena merusak dan membahayakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Acara pemilihan ratu asu seperti diatas dapat dijadikan indikator bahwa sudah tidak ada lagi tempat bagi para koruptor dalam kehidupan masyarakat. Rakyat saat ini memang sudah tidak mudah untuk dibodohi, pun juga semakin garang. Beberapa waktu lalu, karena tidak puas dengan pemberantasan korupsi yang dinilai masih tebang pilih sejumlah tokoh yang merupakan gabungan dari para ulama dan tokoh masyarakat menjadi inisiator terbentuknya Brigade Pemburu Koruptor (BPK). Adapun tugas nya adalah untuk membantu upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. "Kami bentuknya bukan lembaga formal, semacam gerakan rakyat, kami memfasilitasi satgas yang sudah disebar, untuk memburu data-data para koruptor sampai kerumah mereka," ujar Komandan Brigade Pemburu K o r u p t o r, Munarman beberapa w a k t u yang lalu. Menurutn y a , untuk saat ini personil yang akan disebar untuk Jakarta berjumlah 30 orang dan
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
anggota BPK ini tidak akan menunjukkan identitasnya secara langsung, nah lhoo. Sementara itu, dalam rangka lebih mendorong peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Workshop bertema "Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi". Melalui kegiatan yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu ini KPK mengajak segenap masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami apa itu korupsi sehingga dapat berperan serta dalam melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang ditemuinya. Selain itu kegiatan ini juga diikuti oleh 50 orang dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sehingga mereka mengetahui dan dapat memanfaatkan kewenangannya dalam mendeteksi dan mencegah korupsi di wilayahnya masingmasing. Untuk diketahui, peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi tertuang dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Yang Kabur Ke Luar Negeri pun Setali Tiga Uang Penanganan dan penangkapan para koruptor di dalam negeri saja masih belum maksimal, lalu bagaimana dengan yang sudah kabur keluar negeri? Pikir Moko. Penanganan para koruptor yang melarikan diri keluar negeri bersama aset-aset negara memang merupakan masalah pelik. Tetapi setidaknya para koruptor dan penjahat ekonomi asal Indonesia bakal tidak bisa lagi tidur nyenyak di luar negeri sekarang, terutama yang melarikan diri ke Singapura. Sekarang peluang Indonesia untuk
foto:bank image
membawa pulang buronan kasus korupsi dan penjahat ekonomi dari Singapura semakin terbuka lebar setelah Indonesia dan Singapura melalui, akhirnya Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Singapura, George Yeo menandatangani perjanjian ekstradisi pada 27 April lalu di Tampaksiring, Bali. Sebelumnya masalah ekstradisi ini memang sempat menjadi ganjalan dalam hubungan kedua negara. Pemerintah Indonesia menilai negara tetangga tersebut berusaha menyembunyikan koruptor demi keuntungan ekonomi karena para koruptor tentunya membawa uang banyak ke Singapura. Berdasarkan data Indonesian Corruption Watch (ICW), sedikitnya terdapat 30 pelaku korupsi yang diduga melarikan diri ke Singapura. Sejumlah koruptor kelas kakap seperti Samadikun Hartono (korupsi BLBI Bank Modern senilai Rp 169 miliar), Sudjono Timan (korupsi BPUI senilai 126 juta dolar AS), dan Bambang Sutrisno (korupsi BLBI Bank Surya senilai Rp 1,5 triliun). Sebelumnya upaya pemerintah untuk menangkap paksa para koruptor tersebut selalu kandas karena ketiadaan perjanjian ekstradisi antara dua negara. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mengatakan bahwa kesediaan Singapura menyepakati usulan Indonesia mengenai jenisjenis kejahatan yang dapat diekstradisi merupakan kemajuan yang signifikan dan sangat penting bagi Indonesia. "Jenis-jenis kejahatan itu penting karena diduga banyak terdapat penjahat kasus korupsi dan
perbankan melarikan diri ke Singapura. Perjanjian ini akan memungkinkan Indonesia membawa pulang buron kasus korupsi dan kejahatan lainnya," kata Menlu. Menlu menyebutkan setidaknya empat jenis kejahatan yang dapat diekstradisi. Mulai dari penyuapan ( bribery ), korupsi, cara memperoleh kredit kejahatan perbankan ( banking fraud ), serta pelaku money laundering dari hasil korupsi. Namun begitu, dengan telah ditandatangani perjanjian ekstradisi tersebut bukan berati hambatan pemulangan koruptor itu selesai karena masih banyak kerumitan terkait perbedaan hukum di kedua negara. Salah satunya adalah karena ekstradisi tidak dapat serta-merta dilaksanakan karena masih harus menunggu parlemen masing-masing negara untuk meratifikasinya yang dalam prosesnya terkadang membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, proses ekstradisi dapat pula terkendala karena perbedaan sistem hukum. Singapura menganut sistem hukum anglo saxon dan untuk mendapatkan keputusan ekstradisi terhadap seorang pelaku harus melalui proses hukum di pengadilan sehingga dipastikan butuh waktu yang lama. Sementara bagi Indonesia hal yang tidak kalah penting adalah para aparat penegak hukum diharapkan nantinya bisa bertindak secara profesional sehingga perjanjian ekstradisi tersebut bisa dilaksanakan dengan semaksimal mungkin. Perjanjian ekstradisi dengan Singapura merupakan babak baru bagi aparat penegak hukum untuk memburu para tersangka koruptor dan juga mengembalikan aset-aset nya ke Indonesia. Selain itu, ketentuan dalam ekstradisi ini berlaku surut dengan menggunakan istilah retrospektif 15 tahun sehingga para koruptor BLBI yang tersangkanya diduga banyak bersembunyi di Singapura dapat segera diekstradisi ke Indonesia. Semoga !! ***(
[email protected]/berbagai sumber)
foto:bank image
3
PEREKONOMIAN
www.bipnewsroom.info/komunika email:
[email protected]
Belajar Swasembada Pangan ke Negeri China "Harus belajar ke China. Penduduknya berjumlah 1,3 milar tidak punya masalah beras, kok kita kesulitan terus," ungkap Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menyaksikan penandatanganan kerjasama antara sebuah perusahaan Indonesia dengan sebuah perusahaan benih China di Chengdu, Sichuan, China. Ungkapan Wapres ini sangat menarik karena setiap tahun bangsa Indonesia selalu menghadapi masalah yang sama ketersediaan pasokan pangan khususnya beras. Sebelumnya dalam sambutannya pada HUT ke-40 Perum Bulog pertengahan Mei lalu Wapres Jusuf Kalla telah menegaskan bahwa tidak ada hal yang paling penting selain men-jaga ketersediaan pangan. Menurut Wapres, akibat pertambahan penduduk yang setiap tahun meningkat 1,5 persen ditambah dengan berkurangnya lahan pertanian sebesar 1,5 persen karena beralih fungsi menjadi perumahan dan industri, menyebabkan kebutuhan akan beras meningkat. Untuk itu, pemerintah telah mentargetkan peningkatan produksi pertanian sebanyak dua juta ton pada 2007.
iring dengan semakin melonjaknya jumlah penduduk. HKTI memperkirakan pada tahun 2035 kebutuhan beras nasional akan mencapai 36 juta ton, sementara kemampuan produksi saat ini hanya 29 juta ton. Karenanya revitalisasi pertanian harus dapat mengejar laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Namun, lanjutnya, saat ini terjadi penurunan jumlah produksi pertanian akibat sistem harga yang tidak memberikan rangsangan pada petani untuk berproduksi. Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Kuswanto SA melihat ada hal lain yang juga patut menjadi perhatian pemerintah karena dapat menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan nasional. Menurutnya prediksi kehilangan areal irigasi seluas 3,09 juta ha akibat konversi lahan yang terus terjadi mesti mendapat perhatian bersama. Areal irigasi saat ini menyumbang sekitar 80% produksi padi di Indonesia. Kehilangan tersebut akan bersifat permanen (irreversible) dan kumulatif sehingga potensi kehilangan produksi padi setiap tahunnya akan lebih besar.
Perlu Dukungan Lebih Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan masalah kecukupan pangan atau swasembada beras merupakan komitmen Pemerintah Indonesia yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karenanya hal yang menjadi perhatian utama pemerintah adalah upaya meningkatkan produksi padi dan pendapatan petani. Anton yakin tambahan produksi sebesar dua juta ton yang ditargetkan pada tahun 2007 dengan tambahan 5 % pertahun pada setiap tahun berikutnya dapat tercapai dengan dukungan teknologi benih unggul dan ketersediaan pupuk saat ini. Di lain pihak, Ketua Pertimbangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudhohusodo menghawatirkan ketergantungan Indonesia terhadap impor beras dari luar negeri akan semakin besar se-
Ketahanan pangan Kuswanto berpendapat untuk menjaga tingkat produksi beras nasional maka penghentian proses konversi lahan dengan menunda pemberian ijin lokasi penggunaan lahan sawah perlu dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, akibat konversi lahan sawah dapat langsung menghilangkan potensi produksi padi sehingga mengancam ketahanan pangan nasional. Kedua, investasi prasarana irigasi dan petak sawah tidak bisa lagi diselamatkan sehingga menjadi kerugian yang mengurangi nilai investasi bersangkutan. Meskipun konversi sawah mungkin memberikan keuntungan atau manfaat dari pemanfaatan lahan selanjutnya, namun belum tentu dapat memulihkan kerugian yang timbul. Ketiga, kerugian-kerugian lain seperti hi-
langnya kesempatan kerja pertanian, melemahnya modal sosial dan perubahan lingkungan ekologis belum dapat diperhitungkan, sehingga jika terjadi secara mendadak dan dalam skala besar dapat memunculkan masalah-masalah baru. Salah satu instrumen kebijakan yang penting untuk pengendalian konversi lahan adalah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Secara nasional, perlindungan terhadap sawah dari kemungkinan konversi dapat dilakukan melalui penetapan kawasan strategis dengan melibatkan semua stakeholders. Berdasarkan hasil pengkajian Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian diketahui bahwa berdasarkan kondisi biofisik lahan (fisiografi, bentuk wilayah, lereng, iklim), dari 188,2 juta ha total daratan Indonesia, lahan yang sesuai untuk pertanian adalah seluas 100,7 juta ha, yaitu 24,5 juta ha sesuai untuk lahan basah (sawah), 25,3 juta ha sesuai untuk lahan kering tanaman semusim, dan 50,9 juta ha sesuai untuk lahan kering tanaman tahunan. Dari 24,5 juta ha lahan yang sesuai untuk lahan basah, 8,5 juta ha di antaranya sudah digunakan untuk lahan sawah. Namun karena adanya konversi (alih guna) lahan sawah, maka luas lahan sawah baku saat ini sekitar 7,8 juta ha. Sekitar 16 juta ha lahan sesuai untuk perluasan lahan sawah yang terdiri dari 3,5 juta ha lahan rawa dan 12,5 juta ha lahan non rawa. Lahan non rawa yang berpotensi dijadikan sawah tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Di pulau Jawa lahan yang sesuai tersebut kebanyakan
sudah digunakan untuk keperluan lain sehingga hampir tidak mungkin melakukan ekstensifikasi sawah di pulau Jawa. Lahan rawa yang berpotensi dijadikan sawah terutama tersebar di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Lahan basah tersebut, selain sesuai untuk padi sawah juga sesuai untuk palawija (jagung, kedelai). Selain itu, lahan sawah pada daerah yang beriklim agak kering (curah hujan <1.500 mm/tahun) dan umumnya terdapat di dataran alluvial serta dapat pula dikembangkan pula untuk bawang merah. Alih fungsi lahan sawah irigasi di Jawa yang terus berlangsung dan sulit dihindari telah berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Salah satu alternatif untuk mengatasi penciutan lahan sawah tersebut adalah melaksanakan program ekstensifikasi pertanian melalui pencetakan sawah di luar Jawa, terutama di daerah yang telah memiliki jaringan irigasi. China, dengan studi kelayakan yang sangat baik tentang kondisi wilayahnya, mampu mempertahankan produksi pangannya. Apa salahnya sekarang kita belajar dari mereka***
[email protected]
foto:bank image
Menyambut Hari Dermaga, 17 Juni
Dahulu, pelaut Bugis terkenal hingga ke seberang dunia. Di beberapa daerah hingga kini masih ada "Kampung Bugis", bukti bahwa nenek moyang suku Bugis pernah meraja hingga seantero negeri. Itu cerita dulu. Kini Makassar pun masih terkenal dengan pelabuhannya. Selain sebagai pusat pengembangan Kawasan Indonesia Timur (KIT), juga tempat transaksi baik skala nasional maupun internasional. PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) IV Makassar secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Menteri Perhubungan, sedangkan asset kepemilikannya berada di bawah Kementerian Negara BUMN. PT Pelindo inilah yang bertanggungjawab terhadap pengolahan aktivitas pelabuhan Makasar. Pintu Perkembangan “Kami mengembangkan pelabuhan ini menjadi salah satu daya tarik untuk mengundang investor. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar,” ungkap M Basir SH, Asisten Manajer Administrasi Umum, Hukum dan Humas PT Pelindo Cabang Makassar. Tidak salah, jika diungkapkan bahwa pelabuhan merupakan pintu perkembangan niaga suatu wilayah. Di Makassar, sebagian penduduk menggantungkan hidup dari berdagang. Pemerintahan kota juga merasa diuntungkan dengan keberadaan pelabuhan. Pembangunan wilayah mereka pun
sebagian didukung Dana Alokasi Umum (DAU) dari pendapatan pelabuhan. “Kami memang tidak memberikan dana secara langsung kepada pemerintahan daerah atau pemerintahan kota setempat, tetapi kami memberikan dalam bentuk DAU", jelas Basri. DAU sendiri diperoleh dari setoran tetap pendapatan pelabuhan, dana tersebut langsung disetorkan ke pusat. Dana tersebut dikembalikan ke daerah dalam bentuk dari DAU untuk pembangunan daerah. “Setoran itu pun dalam bentuk target pendapatan, jadi kami harus memenuhi kuota yang telah ditetapkan, tidak boleh kurang dari nilai tersebut,” tandas Basri. Melalui penerimaan DAU inilah pemerintah daerah terus membangun dan meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Ini terbukti dengan banyaknya bangunan-bangunan baru di Makassar. Mal-mal pun tumbuh bak jamur di musim hujan, sangat mudah menemukan mal. Selain itu di beberapa wilayah juga banyak dibangun komplek perumahan berarsitektur modern. Belum lagi bangunan untuk fasilitas masyarakat, seperti sekolah, kampus, perkantoran, rumah sakit, dan lain-lain sangat cepat berkembang. Letak pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar memang sangat strategis, tepat di jalur perdagangan internasional. “Karena itu pelabuhan ini berstatus pelabuhan utama yang melayani transportasi laut Kawasan Indonesia Timur (KTI)”, ungkap Basir. KTI ini meliputi, seluruh propinsi di Sulawesi, Pulau Papua, Kepulauan Maluku, dan Kalimantan Timur. Bisa dibayangkan padatnya aktivitas pelayanan bongkar-muat di pelabuhan, dan berapa banyak penduduk yang terlibat dalam aktivitas tersebut. “Keluar masuk barang dari semua daerah KTI akan melewati pelabuhan ini s e b e l u m nantinya di foto:dw
4
ekspor. Tidak perlu ke pelabuhan lain. Kalau kita punya potensi kenapa tidak kita manfaatkan bersama”, tandas Basir. Keuntungan lain posisi strategis ini adalah, Makassar akan menjadi pusat perkembangan Indonesia bagian Timur! Sip lah.... Lihat saja rekap data beberapa aktivitas pokok pelabuhan ini. Dalam tahun 2006, pelabuhan ini berhasil melakukan kegiatan bongkar muat barang sebanyak 9.737.071 T/m3, dengan rincian kegiatan bongkar antar pulau 4.648.549, kegiatan muat antar pulau 3.171.314, kegiatan impor 806.723, kegiatan ekspor 1.110.486. Arus peti kemas tahun 2006 mencapai 256.071 teus, dengan gambaran, ekspor mencapai 12.286 teus, impor 1.262 teus dan kegiatan lintas petikemas antarpulau mencapai 115.260 teus. Selain melayani angkutan barang, pelabuhan ini juga melayani penyebarangan penumpang kapal. Untuk tahun 2006, arus naik penumpang mencapai 1.042.956 orang. Angka ini mengalami penurunan sejak tahun 2002 yang mencapai 1.130.509 orang. Hal ini disebabkan tingginya tingkat persaingan harga dengan angkutan melalui udara. “Harga tiketnya tidak jauh terpaut, tapi waktu tempuhnya sangat jauh, untuk pesawat kita hanya butuh hitungan jam, kalau laut hitungannya pake hari”, ungkap Marno, petugas tiket pelabuhan. Lain halnya untuk pengangkutan barang, baik antar daerah, pulau atau tingkat internasional. Penggunaan armada laut, menjadi pilihan favorit pengusaha, biaya transportasinya jauh lebih murah. “Kalo kita mampu menekan biaya transportasi ini, maka kita bisa menjual barang dengan harga yang jauh lebih murah juga”, ungkap Wisma, pengguna jasa pelabuhan. Harapan harga murah ini akan mempermudah barang bersaing dalam pasar. Geliat Ekonomi Rakyat Keberadaan pelabuhan secara tidak langsung ternyata bisa menggerakkan perekonomian masyarakat sekitarnya. Untuk melayani aktivitas sehari-hari, pelabuhan bisa me-
foto: dw
Dari Pelabuhan, untuk Pembangunan M Basir SH Asisten Manajer Administrasi Umum, Hukum dan Humas PT Pelindo Cabang Makassar
nyerap tenaga kerja hingga ribuan orang, mulai buruh pelabuhan, tenaga kerja bongkar-muat, hingga buruh kasar pelabuhan lainnya. Belum lagi di sekeliling lingkungan pelabuhan banyak pedagang kaki lima, mereka dikumpulkan dalam satu area tepat di pintu keluar pelabuhan. Pelabuhan Indonesia cabang Makassar ini terletak tepat dikota Makassar, hanya dibatasi dengan pagar beruntai kawat dan besi setinggi kurang lebih 3 meter. Dari luar pagar bisa dilihat sepintas aktivitas bongkar muat barang, turun naik penumpang dalam pelabuhan. Di sisi lain pelabuhan terdapat kawasan kecil industri, yang terdiri dari beberapa perusahaan. Jika dilihat sisi bisnisnya, letak kawasan industri dalam area pelabuhan akan dapat menekan biaya akomodasi. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang berdiri di tanah ini, dengan sendirinya pun akan mampu menyerap tenaga kerja disekitarnya. Secara tidak langsung pun pelabuhan ini juga menyerap tenaga kerja di bidang hiburan. Ini bisa dilihat dari maraknya tempat hiburan malam yang terletak tepat di belakang pelabuhan. Sementara sebagian masyarakat Makasar hidup sebagai nelayan, tetapi mereka tidak tinggal dalam kota. Mereka menempati kepulauan kecil di sekitar kepulauan Makasar, yang dikenal dengan pulau nelayan. Dilihat dari jarak jauh, pulau tersebut dikelilingi dengan perahu-perahu nelayan, berjejer membentuk bingkai pulau. Terbukti sudah kemampuan nenek moyang menaklukan laut. Tidak perlu menjadi bajak laut, cukup memanfaatkan potensi laut untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. (
[email protected])
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
KESRA
www.bipnewsroom.info/komunika e-mail:
[email protected]
Gali Potensi Bahari, Majukan Negeri Budaya bahari bangsa Indonesia memiliki sederet filosofi, seperti kegigihan dan keuletan dalam bekerja, kebesaran dalam menyikapi konflik pertentangan dan perbedaan-perbedaan. Juga, keterbukaan untuk selalu berpikir visioner ke depan
hingga saat ini. Budaya bahari bangsa Indonesia memiliki sederet filosofi, seperti kegigihan dan keuletan dalam bekerja, kebesaran dalam menyikapi konflik pertentangan dan perbedaanperbedaan. Juga, keterbukaan untuk selalu berpikir visioner ke depan dan keinginan berakulturasi dan berinteraksi dengan budaya lain untuk lebih memperkuat budaya sendiri. Pemaknaan budaya bahari lebih jauh dapat dielaborasi menjadi pola sikap: kerja keras, terbuka, suka tantangan, egaliter, berani mengambil resiko. Meminjam istilah Damanhuri (1996), budaya bahari dengan sifat outward looking dan sejumlah pola sikap mental tersebut merupakan basis bagi etos kewirausahaan.
Mengurai jala adalah kebiasaan Nurdin (45) seusai berlayar. Sembari membersihkan serpihan pasir dan karang kecil, dia bercerita, "Sudah tiga generasi keluarga saya menjadi nelayan". Sebagai generasi ketiga, sudah wajar baginya untuk menjadi nelayan juga. Kegigihannya terlihat karena setiap pagi, sebelum jam 4 dia sudah melayar bersama empat saudaranya. Menjadi nelayan itu tidak mudah, apalagi nelayan tradisional yang pekerjaannya sangat tergantung pada kondisi cuaca. "Kalau angin kencang dan cuaca buruk seperti yang terjadi baru-baru ini, kami melaut berkelompok, biar bisa saling menjaga," jelas Nurdin. Budaya Bahari Nusantara yang secara geografis memiliki wilayah laut dan pantai yang sangat luas. Dilihat dari data yang tersedia, wilayah Nusantara yang terbentang dari Sabang sampai dengan Merauke memiliki luas laut sekitar 3,1 juta kilometer (km) persegi, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 2,7 juta km persegi, dan panjang pantai 81.000 km. Wilayah yang sangat luas itu mengandung potensi ekonomi yang bernilai ekonomis tinggi. Bahkan, kebesaran semangat bahari bangsa Indonesia dipercaya telah menggelorakan warisan nilai kearifan dan kebangsaan yang tak ternilai sejak zaman Kerajaan Salaka-negara-Sriwijaya-Singasari dan klimaksnya Majapahit,
Menghadapi Tantangan Masa Kini Sejatinya, kultur ini sangat mendominasi masyarakat Nusantara semenjak Kerajaan Sriwijaya hingga kerajaan-kerajaan Islam. Namun kolonial Belanda berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan tersebut sehingga kultur agraris (daratan) mendominasi bumi Nusantara. Tantangan utama adalah terus menggali kearifan nilai-nilai budaya bahari dan membuatnya mampu menjadi fondasi kuat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam perkembangan sampai saat ini, dikhawatirkan nilai kebesaran budaya bahari tersebut semakin luntur. Secara budaya, anak-anak sudah kehilangan semangat mencintai laut. Laut hanya dipandang sebatas keindahannya saja, tanpa keinginan menjaga dan melestarikan, apalagi untuk diberdayakan. Kejayaan bahari Indonesia dipandang hanya sebagai bagian dari sejarah. Seolah kini laut hanya merupakan fakta geografis semata. Padahal, budaya cinta laut dapat direfleksikan dengan pemahaman sejak dini tentang dunia laut, kemampuan berenang, serta budaya makan ikan. Sebagai contoh, di Jepang, berenang merupakan kemampuan dasar yang harus dikuasai anak SD. Berenang menyeberang pulau saat musim panas merupakan hal yang biasa bagi mereka. Pendidikan kebaharian mereka patut ditiru.
Membangun Kembali Memang tidak mudah membangun kembali kejayaan bahari Indonesia. Butuh waktu yang panjang dengan usaha yang tidak sedikit. Upaya menumbuhkan kecintaan pemuda terhadap budaya bahari sudah mulai digalakkan kembali oleh Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga melalui Festival Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari (FIPOB). Pelaksanaan Festival Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari 2006, yang pertama kali digelar di Makassar pada 18 Agustus - 10 September 2006 lalu, telah dijadikan momentum untuk mengembalikan kejayaan tradisi dan budaya bahari Indonesia. Sudrajat Rasyid, Deputi III Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga mengatakan, selain terkait dengan pelestarian tradisi, festival ini akan dijadikan momentum pengembangan industri dan olahraga bahari. ''Ini merupakan festival multieven kepemudaan, keolahragaan, dan kepariwisataan yang dikemas dalam lomba internasional olahraga bahari,'' ungkap Mennegpora, Adhyaksa Dault bebe-
T
foto:gun
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
(
[email protected])
foto:dw
Padang Siap Gelar FIBOB 2007 Setelah sukses di Makassar, tahun 2007 ini terpilihlah Padang, Sumatera Barat sebagai tuan rumah penyelenggaraan acara akbar ini. Dalam festival tahun ini perlombaan olahraga bahari akan lebih beragam dengan mengundang 20 peserta internasional yakni Australia, Korea Selatan, Cina, Jepang, Prancis, dan seluruh negara-negara di Asean. Wali Kota Padang, Fauzi Bahar menyambut baik penyelenggaraan festival ini sembari menyebutkan "Sebagai kota yang berada di wilayah pantai, Padang juga memiliki semangat bahari, bahkan sektor pariwisata bahari saat ini menjadi unggulan Kota Padang," tegas Fauzi. Selain itu Festival Internasional Pemuda Bahari ini, akan dapat menjadi media efektif untuk generasi muda Kota Padang untuk mencintai laut," ungkap Fauzi. Dalam FIPOB II di Padang, ulas Fauzi, Pemko akan berusaha memecahkan rekor MURI, yakni memasak lamang terpanjang, yakni sepanjang 2 kilometer. "Tak lupa dalam FIPOB II ini, juga akan diadakan lomba layang-layang terbesar di dunia. Jepang dalam hal ini, sudah memastikan diri ikut dalam lomba tersebut," tutur Fauzi. Ada 48 lomba unik yang akan dipertandingkan. Antara lain, lomba maelo pukek, lomba manangkok ayam, lomba mambuek teh taluo, dan lain sebagainya. (dari berbagai sumber)
Agar AKI dan AKB Tak Lagi Meninggi angis melengking itu terdengar nyaring membelah malam. Lelaki yang duduk di ruang tunggu meloncat berdiri dengan mata berbinar. "Syukurlah, sudah lahir," gumamnya senang. Tak lama, bidan keluar dari ruang bersalin Pondok Bersalin Desa (Polindes), menunjukkan sesosok bayi mungil kepada lelaki itu. "Anaknya perempuan, normal pak!" Si lelaki yang baru saja jadi bapak itu tersenyum, lalu menghela napas sedalam-dalamnya. Djuned, warga Kec Badau, Kab Putussibau, Kalbar, memang patut merasa lega. Pasalnya Siti, istrinya, bisa mendapat pertolongan bidan tepat pada waktunya, hanya sepuluh menit setelah tiba di Polindes. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada ibu dan janin yang dikandungnya itu. "Bayangkan, untuk ke rumah sakit di Putussibau, kami harus menempuh jalan darat sekitar 6 jam. Untung di sini ada bidan. Kalau tidak, mungkin istri saya harus ke paraji (dukun bayi--Red)," kata lelaki yang baru setahun pindah dari Klaten Jateng ke Kec
rapa waktu lalu. Adhyaksa menjelaskan, penyelenggaraan festival ini sangat penting sebagai langkah awal membangun kejayaan bahari Indonesia. Diharapkan setidaknya festival ini membawa dampak meningkatnya rasa cinta kebaharian bagi pemuda Indonesia, karena target yang terpenting adalah supaya pemuda lebih mencintai laut,'' tegas Adhyaksa.
Badau ini . Harus diakui, bidan desa memang memiliki peran sentral dalam mengurangi kematian ibu dan bayi. Seperti diakui Sekretaris Kecamatan Badau, Antonius, sejak ada bidan desa yang ditempatkan di wilayah Kec Badau, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di daerahnya menurun secara signifikan. "Dulu, dalam persalinan ibaratnya peluang hidup ibu dan bayi hanya fifty-fifty. Tapi sekarang, setelah di kecamatan ini ada Polides yang beberapa di antaranya sudah ditempati bidan, harapan hidup semakin besar," katanya. Sayangnya, belum semua wilayah terutama di desa-desa terpencil memiliki bidan. "Di Badau saja, baru beberapa desa yang ada bidannya. Di sebagian besar desa, ibu-ibu masih bersalin secara tradisional dengan dukun bayi. Saya kira di beberapa wilayah Indonesia juga mengalami hal yang seperti ini," kata Antonius. Seperti di Kecamatan Lolomatua, dataran tertinggi di Nias, Sumatera Utara, tidak ada bidan desa di sini. Kalaupun ada hanya di Puskesmas induk di Pulau Tello. Warga Lolomatua yang mau melahirkan harus datang ke dukun. "Tak heran jika angka kematian ibu dan bayi di sini masih tinggi," kata Kepala Puskesmas Lolomatua, Sabarudin Halawa. Bagaimana dengan di Papua? Antropolog Richard Tampubolon yang sering mengadakan penelitian di Provinsi ini menyatakan, hampir 100 persen kelahiran di daerah pedalaman Papua masih dilakukan secara tradisional karena jarang sekali ada bidan. Angka kematian ibu dan bayi di daerah ini sangat tinggi bukan hanya karena ketiadaan tenaga kesehatan, namun juga karena pola hidup yang belum menerapkan standar kesehatan, minimnya sanitasi dan asupan gizi yang kurang seimbang. "Namun untuk daerah perkotaan di Papua,
Menyambut Hari Bidan, 24 Juni keadaannya jauh lebih baik," kata Richard. Tugas pokok bidan memang menangani masalah kesehatan ibu dan anak (KIA). Akan tetapi, di daerah-daerah terpencil, bidan kadang dituntut melakukan hal yang bukan menjadi tugas pokoknya. Sebuah contoh dikemukakan Yuni, bidan yang bertugas di sebuah desa di Kec Ilu, Kab Puncak Jaya, Papua. "Suatu hari, seorang warga datang dengan luka yang sangat parah, kena parang di kakinya. Ia hampir kehabisan darah. Saya pun langsung menjahit luka itu untuk menyelamatkan nyawanya, walaupun saya tahu itu bukan tugas bidan," katanya. Ia juga sering melakukan pengobatan sederhana, karena di daerahnya tidak ada tenaga medis lain selain dirinya. Sementara untuk ke puskesmas atau rumah sakit tidak mungkin, karena jaraknya ratusan kilometer. "Saya salah, namun saya lebih salah lagi kalau membiarkan orang sakit dibiarkan semakin parah tidak diobati," kata Yuni. Apa yang dialami Yuni hanya satu contoh, bahwa bidan desa sebagai tenaga kesehatan yang langsung bersentuhan dengan warga, sering mengalami keadaan dilematis. Hal ini tampaknya sudah didengar oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Oleh karena itu, IDI memberikan kewenangan kepada bidan untuk menjalankan 16 algoritma di luar KIA. Artinya, bidan juga diberi wewenang untuk melakukan kegiatan pelayanan medis dasar. Namun sayang, hingga saat ini peraturan perundangannya belum ada, dan di tubuh IDI sendiri masih ada silang pendapat tentang hal ini. "Harapan saya, segera ada kejelasan mengenai 16 algoritma kewenangan ini agar kami bisa tenang bekerja," kata Wahyu Handayani, bidan desa di Kec Garung Kab Wonosobo Jateng. Sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi kesepakatan Millenium Development Goals (MDG’s), Indonesia terikat dan bertanggungjawab untuk mewujudkan seluruh isi kesepakatannya, di antaranya adalah peningkatan kesehatan ibu dan penurunan angka kematian balita. Dan harus diakui, untuk mewujudkan itu, peran bidan terutama yang bertugas di desa-desa terpencil tak bisa dinafikan. Selamat Hari Bidan! (
[email protected])
5
P
enghasilannya sebagai buruh tani memang terbilang kecil, Rp 15 ribu sehari. “Itu bebas mas, artinya makan bawa sendiri. Tapi ya bagaimana lagi, wong keahlian saya hanya macul,” kata bapak dua anak yang tinggal di Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah ini dengan mata menerawang. Ia berharap, suatu ketika bisa punya tanah sendiri seperti juragannya. “Seenak-enaknya buruh, masih lebih enak punya tanah sendiri seperti Pak Haji (menyebut nama seseorang, pemilik tanah). Saya dengar pemerintah mau bagibagi tanah, apa benar? Bagaimana caranya biar saya bisa dapat?” Pertanyaan yang nyaris sama disampaikan oleh Apin, warga pinggiran kota Sanggau, Kalimantan Barat. Menurut pemuda yang bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit ini, ia sudah lama mendengar wacana “tanah untuk kesejahteraan rakyat”. “Tapi hingga saat ini saya belum dengar bagaimana kelanjutannya.” Apin sangat khawatir ketinggalan informasi tentang acara pembagian tanah dari pemerintah itu. “Jangan-jangan, tahu-tahu sudah dibagi, dan saya tidak kebagian,” katanya sambil garuk-garuk kepala. Banyak yang Belum Tahu Kenyataannya, banyak masyarakat yang belum mengetahui secara rinci tentang Program Reformasi Agraria (land reform), kendati program ini sudah diwacanakan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak September 2006 lalu dan ditegaskan kembali dalam pidato Presiden 31 Januari 2007. Pada pidato awal tahun tersebut, Presiden mengemukakan kembali tentang Program Reformasi Agraria, berupa pendistribusian tanah untuk rakyat secara bertahap yang akan dimulai tahun 2007 ini. “Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang
N
amanya Urip Supriyono, namun warga di kampung Prigi, Kec Sigaluh, Kab Banjarnegara, Jawa Tengah, memanggilnya Surip. “Surip itu kependekan dari syukur kok masih bisa urip (hidup--Red),” katanya sambil terkekeh. Lelaki berkulit legam ini memang akrab dengan penderitaan. Sejak umur empat tahun ia sudah ditinggal mati ibunya. Setahun kemudian,
9,25 Juta Hektare berasal dari hutan konversi, dan tanah lain yang Pemerintah sendiri saat ini telah menyiapkan menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat,” kata tanah untuk rakyat miskin yang tidak memiliki lahan seluas lebih dari 9,25 juta hektare sebagai Presiden. Akan tetapi, di lapangan belum banyak ma- pelaksanaan Program Reformasi Agraria (land syarakat yang memahami rencana ini, terutama reform). Cukup luas memang. Usai rapat kabinet terbatas yang membahas dari sisi teknis pendistribusiannya. “Saya belum paham, apa yang dimaksud masalah reformasi agraria di Kantor kepresidenan dengan Reformasi Agraria. Teknisnya bagai- di Jakarta, beberapa waktu lalu, Kepala Badan mana?” Sumarso, guru SD asal Kalibawang, Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan, ada tiga kelompok tanah yang dialoKulonprogo, Jogjakarta, balik bertanya. Menurutnya, sebaiknya pemerintah segera kasikan secara khusus untuk program tersebut. Pertama, yaitu tanah yang menurut UU sumenjelaskan teknis pelaksanaan program ini kepada masyarakat, untuk menghindari salah dah bisa diperuntukkan termasuk misalnya tanah tafsir. “Masalah tanah kan masalah yang sensitif. land reform yang dulu. Kedua, tanah dari hutan kalau tidak jelas nanti bisa menimbulkan kesim- produksi konversi yang juga dialokasikan secara pangsiuran pemahaman,” kata lelaki yang su- khusus untuk program ini. Ketiga, tanah yang dah mengabdi sebagai guru 30 tahun ini. sekarang ini sedang dalam identifikasi DeparteHal senada dikemukakan Amiruddin, warga men Kehutanan dan BPN, karena pemanKota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussa- faatannya sedikit terlambat di daerah-daerah lam. Seperti Su-marso, ia juga belum sepenuh- yang berdekatan dengan kawasan hutan. nya mengerti apa yang disebut dengan reformasi agraria. “Yang saya dengar, pemerintah akan membagi-bagikan tanah kepada mereka yang tidak memiliki lahan. Hanya itu. Tapi bagaimana prosedur pembagiannya, saya belum tahu.” Padahal menurutnya, di Aceh banyak sekali warga yang menunggu-nunggu p e l a k s a n a a n Komunitas adat terpencil pun perlu reformasi agraria. reformasi “Luasnya diharapkan, kelompok pertama agraria. “Di sini, banyak sekali warga, terutama buruh tani miskin, yang ingin mendapatkan kurang lebih 1,1 juta hektare, kelompok kedua pembagian tanah. Kalau punya tanah, mereka sekitar 8,15 juta hektare dan kelompok ketiga bisa menanam bahan makanan untuk makan masih dalam identifikasi,” katanya. Menurut Joyo, setiap tahapan dan proses keluarga. Ini sama saja dengan memberi penghasilan kepada orang miskin,” kata realisasi program tersebut sekarang ini tinggal menunggu satu hal dan rencananya pada perpegawai negeri di Pemda NAD ini. tengahan Juni 2007 ini, Presiden Susilo Bam-
ayahnya menyusul meninggal dunia karena penyakit TBC. Sejak itu ia diasuh oleh kakeknya dalam suasana yang serba kekurangan. “Kakek hanya buruh tani, tak punya sawah, tak punya kebun. Penghasilannya ya hanya dari buruh macul (mencangkul--Red) di tempat orang-orang kaya yang tanahnya luas. Jadi maklum saja kalau pendapatannya untuk makan sehari-hari saja kurang,” tutur Surip.
Surip mengaku sudah mengikuti jejak kakeknya sebagai buruh tani sejak umur belasan. Bahkan sepeninggal kakeknya, ia pun tak bisa melepaskan diri dari pekerjaan buruh tani itu. “Keadaanlah yang mencetak saya menjadi buruh tani. Maunya sih jadi juragan, ha ha ha. Tapi mau bagimana lagi, keahlian saya ya memang cuma itu. Mau ikut buruh ke kota seperti kawan-kawan, nggak punya ijasah. Sekarang buruh pabrik kan harus SMA,” terangnya dengan bahasa Jawa logat Banyumasan yang medok. Soal penghasilan dari kegiatannya mencangkul
6
kesana-kemari, ia bilang jauh dari mencukupi. “Sehari penuh, dari pukul 08.00 sampai 16.00, saya cuma dibayar Rp 15 ribu. Itupun makan bawa sendiri lo, Mas. Bahkan jika buruh maculnya di Dieng (daerah penghasil sayur di sebelah utara Banjarnegara-- Red) , sehari kadang hanya dapat Rp 10 ribu. Itu masih kepotong ongkos untuk pulang.” Surip memang kadang buruh mencangkul sampai ke luar kabupaten, seperti ke Kabupaten Wonosobo, Purbalingga dan Banyumas. Sebagai manusia biasa Surip mengaku sudah bosan miskin. “Bayangkan sepanjang hidup kok jadi buruh tani terus. Sampai mau kawin saja nggak berani,” tutur lajang berusia 35 tahun ini. Saat ditanya, apakah sudah mengetahui rencana pemerintah yang akan membagikan tanah kepada petani yang tidak memiliki lahan, Surip ternyata sama sekali tidak tahu. Bahkan ia sempat terbengong-bengong keheranan. “Wah, apa iya ada program seperti itu? Kalau iya, itu pemerintah baik sekali namanya. Apalagi kalau saya bisa dapat. Seperempat hektare juga nggak apa-apa. Saya pasti senang sekali,” katanya dengan mata berbinar. Surip bahkan terkesan tak sabar dan ber-
bang Yudhoyono akan mengundang para gubernur dan bupati/walikota untuk menyelaraskan segala kegiatan sehingga segala kegiatan itu dapat dilaksanakan secara utuh. Misalnya bagaimana mengaitkan hal ini secara utuh dengan masalah pengurangan pengangguran dan kemiskinan, serta dengan menangani persoalan sengketa dan konflik pertanahan. Ketika ditanya berapa jumlah rakyat miskin yang akan mendapat tanah tersebut, Joyo Winoto mengatakan, sekitar sembilan juta orang dan diutamakan penggunaannya untuk pertanian. Pemerintah, katanya, kini sedang mempersiapkan “desain” apakah rakyat miskin akan menerima tanah itu secara gratis atau bagaimana. “Itu nanti secara detailnya akan kita sampaikan setelah rapat dengan para gubernur dan bupati.” Mengenai lokasi tanah tersebut, Joyo Winoto mengatakan, sebarannya berada hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Ia menambahkan, pemerintah akan mengeluarkan peraturan pemerintah yang akan mengatur mekanisme reformasi agraria dan interdepartemen. “Insya Allah dalam waktu dekat rencana pemerintah ini akan bisa dikeluarkan,” katanya. Libatkan Rakyat Sejumlah pihak menyambut baik pernyataan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto bahwa Program Reformasi Agraria sudah siap dilakukan. Tapi program tersebut sebaiknya melibatkan rakyat, dalam arti sejauh mana rakyat diberi ruang dan peluang untuk terlibat secara aktif dalam persiapan, pelaksanaan, pengawasan hingga penilaian akhir atas program tersebut. Hal itu dikatakan Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Usep Setiawan di Jakarta, Kamis (7/6), mengomentari pernyataan Kepala BPN soal Program Reformasi Agraria. Menurut Usep, pernyataan Kepala BPN merupakan konsensus nasional baru dalam menata struktur dan sistem agraria untuk keadilan sosial seluruh rakyat. “Secara umum desain mengenai objek (tanah), subjek (rakyat), mekanisme pembagian tanah, dan kelembagaan dalam pelaksanaan reforma agraria yang disampaikan Kepala BPN sudah cukup memadai. Yang perlu diperjelas dan dipertegas adalah
kali-kali bertanya, kapan program bagibagi tanah untuk petani itu dilaksanakan. “Kapan, Mas, kapan pelaksanaannya? Ngurusnya gampang kan? Jangan-jangan nanti orang-orang bodoh yang nggak tahu baca-tulis seperti saya nggak dapat, karena nggak tahu caranya ndaftar?” Surip memang layak khawatir. Keadaannya yang miskin, membuatnya tak bisa menikmati informasi tentang perkembangan terkini di tanah air. Lebihlebih informasi tentang program pemerintah, jarang bisa sampai ke telinganya. “Saya nggak punya TV, nggak punya radio, dan tidak bisa baca koran. Jadi kalau program itu benar-benar dilaksanakan, saya bisa saja tidak tahu tanggal mainnya, sehingga tidak kebagian,” akunya polos. Begitu tinggi harapan Surip untuk bisa memiliki lahan sendiri. Dan yang pasti, di seluruh wilayah Indonesia, “Surip-Surip” yang lain, Si Tuna Lahan, pasti sedang menunggu dengan segudang asa di dada*** (
[email protected])
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
Tangan kukuh itu mengayunkan mata cangkul dengan sepenuh tenaga. Cipratan lumpur kecoklatan mengenai mukanya yang bersimbah peluh. Ia berhenti sejenak, melap muka dengan lengan. Kelelahan tampak terbayang di wajahnya. “Sudah 11 hari saya buruh macul (mencangkul--Red) di sini,” ujar Mahmudi sambil merogoh rokok kretek di saku celana kolor hitamnya.
Konflik Tanah Sementara itu, pengamat ekonomi dari UGM, Revrisond Baswier, dalam diskusi yang sama mengatakan, terjadinya kekerasan dalam konflik tanah antara rakyat dengan aparat, pemerintah, dan pengusaha akhir-akhir ini akibat struktur ekonomi Indonesia masih mempertahankan warisan kolonial. Bahkan pasca reformasi 1998, kebijakan pemerintah melalui produk undang-undang dan berbagai peraturan yang lain pun belum sepenuhnya mampu mengikis neokolonialisme-kapitalisme. Senada dengan itu, Usep menyatakan, konflik tanah membuktikan otoritarianisme masih belum berubah, perlindungan HAM bagi rakyat masih jauh, dan rencana pelaksanaan pembaruan agraria dikhawatirkan terhalang oleh sikap defensif beberapa pihak yang selama ini mengelola tanah milik negara. Ia mengingatkan, sejak tahun 1970 telah terjadi 1.753 kasus tanah, yang di antaranya dipicu oleh rebutan kepemilikan antara warga dengan pihak yang menguasai tanah tersebut. Oleh karena itu, ia menyarankan agar reformasi agraria ke depan dilaksanakan penuh kehatihatian, dengan mengutamakan keberpihakan pemerintah kepada rakyat. Lebih lanjut Usep menyatakan, program reformasi agraria harus melibatkan rakyat sejak perencanaan awal hingga pelaksanaannya. Rakyat bukan sekadar objek penerima tanah, namun juga subjek yang bisa menentukan bagaimana ia mendapatkan jaminan keamanan atas kepemilikan tanah yang asalnya dari negara tersebut. Dalam kesempatan terpisah, pengamat agraria, Syaiful Bahari, berpandangan bahwa negara diberi hak oleh Undang-Undang Pokok Agraria untuk mengintervensi penguasaan
tanah sejalan dengan semangat reformasi agraria. “Tanah tidak boleh dikuasai secara individual dengan hak-hak liberal yang misalnya menumbuhkan akumulasi dan monopoli tanah, pengelolaan tanah tanpa memperhatikan kepentingan lingkungan sekitar. Dalam hak individu ada hak kebersamaan, inilah yang disebut tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam konteks ini negara diberi hak mengintervensi dengan semangat reformasi agraria,” kata Syaiful, seperti dikutip Kompas. Genjot Ekonomi Perdesaan Sudah banyak terbukti di berbagai negara seperti Venezuela, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, reformasi agraria bisa mengupgrade rakyat dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Di sisi lain, reformasi agraria juga merupakan peletak dasar sekaligus fondasi utama pembangunan dan peradaban bangsa. Hal ini tidak lain karena reformasi agraria mensyaratkan adanya hak penguasaan yang dijamin negara kepada rakyat yang menjadi subjek agraria, atas keterjaminan hidupnya melalui penguasaan sebidang lahan yang diberikan negara. Momentum ini harus dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi lain dari reformasi agraria, yakni pemberdayaan ekonomi masyarakat desa. Keberhasilan program ini kelak dapat diukur dari meningkatnya perekonomian warga perdesaan, sebagai akibat multiplier effect (efek berantai) dari termanfaatkannya tanah-tanah non-produktif menjadi lahan pertanian produktif. Sulit Terlaksana di Perkotaan Kendati reformasi agraria diharapkan akan berhasil mendongkrak perekonomian warga perdesaan, akan tetapi program ini relatif sulit dilaksanakan di perkotaan, terutama di daerah-daerah padat penduduk. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, misalnya, menilai program pembagian tanah untuk warga miskin di Jakarta sulit diterapkan karena keterbatasan lahan serta sebagian besar lahan telah resmi menjadi hak milik. Berbicara di Jakarta beberapa waktu lalu, Sutiyoso menilai pelaksanaan program tersebut di Jakarta akan membutuhkan biaya yang cukup besar. “Kalau di Jakarta untuk tanah saja sudah tidak ada lagi, mana ada yang bisa untuk dibagi. Kalau memang memungkinkan dan itu untuk rakyat miskin ya saya senang sekali,” katanya. Kendati sulit dilaksanakan di daerahnya, Sutiyoso tetap siap jika pemerintah meminta dirinya selaku Gubernur untuk menginventarisasi tanah yang ada di Jakarta. “Dari 650.000 meter persegi luas Jakarta, kemungkinan besar tanah yang dimiliki oleh negara tidak banyak. Tapi kami tetap siap melakukan inventarisasi,” imbuhnya. Semoga dengan adanya reformasi agraria yang diwujudkan dalam pembagian tanah untuk kesejahteraan masyarakat, Surip di Banjarnegarbenar-benar bisa urip (hidup-Red). Hidup yang berkecukupan, sejahtera dan bermartabat. Bukan sekadar seperti kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.***
[email protected]
○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○
mengenai detail dari keseluruhan desain implementasi program ini yang masih kita tunggu,” katanya. Reformasi agraria dikatakan berhasil apabila memenuhi beberapa kriteria diantaranya datang dari inisiatif rakyat, bukan karena desakan pihak luar termasuk investor yang mau tanam modal di indonesia; Adanya perubahan kebijakan politik dan hukum dari pemerintah yang menegaskan langkah untuk menuju masyarakat yang berkeadilan sosial, sehingga kebijakan hukum agraria akan berpihak pada rakyat miskin; Ada keterlibatan masyarakat yang selama ini berkonflik dengan perkebunan maupun perhutani untuk ikut serta dalam menentukan langkah dan mengawal proses reformasi agraria, dan masih banyak kriteria lain yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan sosial sebagaimana amanat konstitusi dan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Lalu Misbah Hidayat dan Ali Mubarak, dalam diskusi bertajuk “Kaji Ulang Kebijakan Agraria, PSDA dan Lingkungan Hidup” di Jakarta, Rabu (6/6), sependapat bahwa pada prinsipnya pengelolaan tanah dan kekayaan bumi negeri ini harus bermuara untuk kesejahteraan rakyat. Masalah kesejahteraan rakyat, menurut Ali Mubarak, sudah ditegaskan dalam Pasal 33 UUD 1945. Namun penjelasan dan tafsir dari Pasal 33 tersebut masih harus didefinisikan secara jelas dan konkret agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
R
ibuan petani dari berbagai elemen di Indonesia menuntut pemerintah segera mereformasi agraria yang sudah setahun tertunda. Tuntutan tersebut disampaikan koordinator aksi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agaria (KPA) Usep Setiawan seusai menemui Menteri Pertanian Anton Apriantono dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Djoyo Winoto di Istana Merdeka, Rabu (17/5) lalu. Usep mengemukakan, pemerintah pernah berjanji kepada para petani untuk segera mereformasi di bidang agraria. “Tanggapan kedua pejabat itu adalah menerima dengan senang dan berjanji akan membawa isu reformasi agraria dalam rapat kabinet terbatas.’’ Saat ini, ungkap dia, banyak terjadi ketimpangan penguasaan lahan pertanian dan konflik pangan di berbagai daerah di Indonesia. Para pemilik modal menguasinya untuk usaha di bidang pertanian dan kehutanan. “Pemerintah hendaknya hirau dengan reformasi agraria tersebut. Sebab, ini menyangkut nasib para petani.’’ Apabila pemerintah tidak segera mereformasinya, ribuan petani di seluruh Indonesia akan melakukan aksi pendudukan tanah hutan yang dikuasai para pemilik modal. “Saat ini saja sudah terjadi aksi okupansi dan reclaiming.’’ Menurut pandangannya, aksi okupansi itu dilakukan petani karena para pemilik modal sudah tidak lagi memanfaatkan lahan-lahan di hutan untuk kepentingan mereka. Akibatnya, banyak terjadi aksi pendudukan atau okupansi tersebut. Selain itu, petani juga melakukan aksi reclaiming atau mengakui kembali lahan mereka yang dimanfaatkan pemilik modal secara sepihak. Reformasi Menyeluruh Dalam kesempatan berbeda, pakar Agraria, Erwin Kallo SH, menyatakan sebenarnya banyak yang perlu dilakukan pemerintah selain membagi-bagi tanah, di antaranya adalah reformasi secara menyeluruh hal-hal yang terkait dengan agraria. Saat diwawancarai sebuah harian di Jakarta, Erwin menyarankan reformasi agraria harus dilaksanakan dengan melihat regulasinya dahulu. Sebab, regulasi itulah yang sebenarnya harus disempurnakan. Bagi-bagi tanah atau distribusi aset itu sudah diatur dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA). Suatu UU seharusnya memiliki perangkat teknis, seperti PP dan aturan teknis lainnya. Pada saat itu, perangkat teknis untuk UU tersebut belum ada sama sekali. Kekosongan ini dimanfaatkan oleh PKI untuk melakukan perampasan tanah di daerah-daerah. Terjadilah kerusuhan sehingga akhirnya rencana bagi-bagi tanah itu tidak jadi dilakukan. “Pada zaman Presiden BJ Habibie, rencana itu sebenarnya juga sudah hendak dilakukan melalui redistribusi aset. Redistribusi aset itu harus dimulai pada aset pertanahan. Akan tetapi, rencana itu tidak sempat dilaksanakan. Nah, sekarang ini rencana itu kembali akan dilakukan. Ini merupakan kredit poin bagi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,” katanya. Ia menyarankan BPN terlebih dahulu harus becermin pada kejadian-kejadian sebelumnya. Jangan sampai cita-cita yang mulia itu menjadi mubazir karena ketidaksiapan administrasi. Agar program bagi-bagi tanah ini dapat berjalan dengan baik, harus ada kesiapan terlebih dahulu dari pemerintah, yaitu kesiapan administrasi di BPN dan harus ada aturan teknis yang jelas. Selain itu, implementasinya jangan sampai terjadi seperti pada zaman Raffles tahun 1800-an. Di mana, oknum pelaksana di lapangan main catat semua. Jadi, dalam program bagi-bagi tanah, aturannya harus jelas. Baik itu kriterianya maupun orang yang akan memperoleh pembagian tanah. Karena itu, reformasi yang harus dilakukan adalah reformasi dalam hal regulasi, seperti reformasi UUPA. Roh dan esensi yang ada dalam UU PA tetap harus dipertahankan. Tetapi realisasi dan teknisnya juga harus masuk akal, dengan melihat perkembangan-perkembangan yang terjadi di masyarakat.***
[email protected]
7
www.bipnewsroom.info/komunika email:
[email protected]
Bagaimana Reformasi Agraria Indonesia? Sejak dimulai oleh Bung Karno pada tahun 1960, reformasi agraria (land reform) akhirnya bangun dari tidurnya selama hampir 47 tahun setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan, program reformasi agraria, yakni pendistribusian bertahap tanah untuk rakyat, dilaksanakan mulai 2007 (Kompas, 12/2/2007).
Jangan Hanya Sekadar "Pepesan Kosong" Masalah tanah erat sekali kaitannya dengan kemiskinan. Tanpa akses kepada kepemilikan tanah, rakyat miskin dapat dipastikan tidak mampu bersaing dalam sistem ekonomi pasar. Hernando De Soto, ekonom asal Peru yang akhir tahun lalu mengunjungi Indonesia, menyatakan bahwa orang menjadi miskin bukan karena tak punya modal, melainkan karena negara tidak memberikan legalisasi atas aset-aset mereka. Konflik horizontal dan vertikal yang sering terjadi terkait sengketa tanah muncul karena reformasi agraria selama ini belum dilaksanakan secara baik. Dalam pelaksanaannya masih terasa kental oleh warna feodal, dengan mengedepankan pemilikan tanah oleh penguasa dibandingkan oleh rakyat kecil. Dalam situasi tersebut, maka rakyatlah yang menjadi korban. Kehilangan hak atas tanah, untuk selanjutnya kehilangan hak untuk hidup sejahtera. Komitmen Presiden Susilo Bambang Yudoyono hendaknya jangan hanya sekadar pepesan kosong. Seluruh unsur pemerintahan harus tunduk dan melaksanakan UndangUndang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA), yang selama ini terkesan "dipetieskan", dengan konsekuen. Iktikad baik pemerintah untuk melaksanakan reformasi agraria harus semata-mata untuk kepentingan rakyat dengan kesejahteraan rakyatlah yang menjadi tujuan. Untuk membuktikan itu, pertama, pemerintah harus mengembalikan tanah yang selama ini dikuasai oleh instansi pemerintah dan pengusaha kepada rakyat. Kedua, rakyat diberi legalitas atas tanah-tanah yang dimilikinya, dan terakhir pemerintah harus mendorong rakyat untuk memanfaatkan tanah sebagai aset ekonomi untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. pada akhirnya kita semua menunggu bukti dan komitmen dari pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono. Pemerintahan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Bayu Indarta Konsultan Humas & pengamat masalah sosial
Perlu Reformasi Aturan Pertanahan Berbagai macam kasus tanah yang mencuat belakangan ini hanyalah sebagian dari puncak gunung es yang terjadi dalam pengelolaan pertanahan di Indonesia. Entah itu kasus yang melibatkan warga dengan perusahaan atau konflik antara tentara dengan warga. Bahkan menurut catatan komisi II DPR bidang pertanahan ada 21 kasus tanah yang melibatkan pemerintah dengan warga. Berbagai kasus yang muncul, setidaknya membuka mata kita bahwa ada yang harus segera dibenahi dalam sistem pengelolaan dan kepemilikan tanah. Hal paling mendasar yang perlu segera dilakukan adalah mereformasi aturan tentang tanah. Dalam hal ini adalah UU Agraria. Itikad baik pemerintah dengan memberikan tanah cuma-cuma harus diapresiasi sebagai sebuah penghargaan terhadap warga yang sangat membutuhkan tanah baik untuk garapan maupun tempat tinggal. Akan tetapi itu merupakan upaya jangka pendek. Siapa yang bisa menjamin kalau nantinya tanah-tanah gratis itu tidak akan berakhir seperti di Meruya atau di Alas Tlogo? Inilah pertanyaan mendasar yang harus dijawab pemerintah. Reformasi agraria harus segera dilaksanakan kalau tidak bisa dibilang sangat mendesak. Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai sebuah instansi pemerintah yang berwenang terhadap hal ini sejatinya memang harus proaktif atau bahkan harus menjemput bola terhadap kondisi ini. Sayangnya, peran ini belum bisa secara efektif dilaksanakan BPN. BPN pun harus mampu melakukan reformasi baik secara institusi maupun sumber daya. Oleh karena itu, reformasi perundangan dan BPN menjadi dua hal pokok yang harus dilaksanakan jika kita ingin pengelolaan tanah bisa berjalan dengan baik. jika tidak, kasus-kasus tanah yang berdampak lebih besar dari kasus Meruya ataupun Alas Tlogo hanya tinggal menunggu waktu saja. kita tentu tidak ingin hal itu terjadi, bukan ?? Yulistyawan (26), wartawan Eslhinta TV
Jangan ada KKN Pembagian lahan secara gratis tampaknya menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan akhirakhir ini. Rencana Pemerintah untuk membagikan lahan secara gratis kepada masyarakat yang dikategorikan sebagai warga miskin tak pelak menimbulkan berbagai macam pertanyaan dan bahkan sikap apatis, seperti yang saya miliki. Hal pertama yang terlintas dalam benak saya adalah apakah benar hanya warga miskin saja yang akan mendapat bagian dari lahan tersebut? Tidak ada lagikah proses KKN yang akan mewarnai proses ini. (Sakedar melihat dari tidak meratanya dana bantuan yang pernah dibagikan kepada warga miskin sebelumnya yang ternyata juga banyak menyimpang, membuat saya sedikit pesimis akan rencana ini) Sekarang, jika saya berhenti bersikap pesimis pada sebuah kejujuran, timbul masalah lain lagi dalam benak saya. Siapa yang sebenarnya bisa dikategorikan sebagai warga miskin yang dapat memiliki hak untuk mendapatkan tanah tersebut. Adakah pemerintah akan mengukurnya secara tepat berdasarkan pendapatan tiap-tiap rumah tangga dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang harus dihidupi. Ataukah hanya melihat tampilan luar (secara demografi) yang mencirikan kalau warga masyarakat tersebut adalah benar orang miskin. Hal ini tentunya harus diatur secara benar, agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial di mata masyarakat. Hal ketiga yang coba saya lirik adalah riwayat lahan tersebut. Apakah Pemerintah akan menjamin kalau lahan yang diberikan tidak akan menimbulkan sengketa di kemudian hari? Terlebih lahanlahan yang diberikan tersebut umumnya berada pada daerah yang biasanya jarang mendapatkan perhatian. Sementara lahan yang nyata-nyatanya ditempati oleh penduduk saja bisa menimbulkan sengketa karena ternyata dimiliki oleh dua pihak yang berbeda. Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas yang ekstra keras untuk mengurus masalah ini. Apapun yang akan dilakukan oleh Pemerintah, saya sebagai warga negara hanya bisa mendukungnya. Semoga nawaitu yang sudah baik ini tidak dikotori oleh tindakan-tindakan yang tidak seharusnya. Semoga amanat yang ada pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dapat menjadi acuan untuk berbuat adil untuk semua warga Indonesia. "Air, tanah dan udara adalah milik negara dan dimanfaatkan seluas-luasnya oleh negara bagi kepentingan rakyat banyak" D. Ayu W.(23) Mahasiswa Pasca Sarjana UI
Land Reform Berita baik bagi rakyat miskin datang dari pemerintah pada 22 Mei lalu. Kabar bahwa pemerintah menyiapkan 9,25 juta hektar tanah bagi rakyat miskin jelas merupakan angin surga yang tertunda selama puluhan tahun sejak dikeluarkannya UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Kabarnya tanah yang lokasinya tersebar di seluruh Indonesia tersebut akan dibagikan pada sembilan juta rakyat miskin secara gratis, sekali lagi GRATIS!!! Namun, delapan hari kemudian tepatnya 30/5 terjadi tragedi penembakan kaum tani di Alastlogo Lekok Pasuruan. Perkaranya, apalagi kalau bukan TANAH !! Aneh memang ketika petani yang notabene rakyat harus berhadapan instansi yang seharusnya membela pertahanan, bukannya pertanahan. Ah tapi sudahlah, bukankah banyak kasus tanah di Indonesia yang melibatkan militer. Sekedar usul bagi rakyat miskin kota yang tidak memiliki tanah lagi, bagaimana apabila bagi mereka diberikan tanah dan rumah. Kita tahu bahwa pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat telah meluncurkan program 1000 tower rumah susun. Memang nantinya rusun itu diperuntukkan bagi masyarakat bawah, namun masalahnya rumah susun hunian (rusunami) lebih banyak dibangun ketimbang rumah susun sederhana (rusunawa). Padahal jelas, masyarakat miskin kota tidak akan mampu membeli rusunami senilai Rp144 juta rupiah, berbeda halnya dgn rusunawa yg bisa dicicil Rp90 ribu perbulan. Jelas bila skema tanah diberkan dalam bentuk rumah susun akan sangat membantu masyarakat miskin kota. Yulika satria Daya (27), wartawan
8
Kembalikan Fungsi Pemerintah Dalam Menyelenggarakan Peralihan Kepemilikan Hak Atas Tanah K a s u s sengketa tanah yang terjadi akhir-akhir ini seharusnya dapat merujuk kembali fungsi utama pemerintah sebagai penyelenggara peralihan hak atas tanah. Bukan berarti dengan adanya "hak menguasai" yang diberikan oleh undang-undang, dapat mengaburkan peran pemerintah dalam melaksanakan fungsinya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Bukankah, wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut seharusnya digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur? (Pasal 2 ayat 2 UU No.5 Tahun 1960). Tetapi bukan berarti disini saya juga menganggap bahwa pemerintah tidak melakukan apapun untuk menyelenggarakan fungsinya tersebut. Pada kasus tanah di Pasuruan misalnya, masih ada iktikad baik pemerintah untuk mengembalikan tanah rakyat sebesar 500 meter persegi. Meskipun karena itu, harus ada tebusan mahal bagi nyawa empat orang warga Alastlogo. Kita juga tidak bisa menyalahkan pemerintah seluruhnya. Karena bagaimanapun juga pemerintah tetap harus melaksanakan fungsi ekonomis dalam menyelanggarakan perannya, mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tapi tidak berarti, kita juga membiarkan pemerintah terlena akan "hak menguasai" yang diberikan oleh Undang-Undang untuk mengambil tindakan penyelenggaraan peruntukan atas tanah. Saya yakin, pemerintah juga berusaha untuk tidak menutup mata, atas banyaknya oknum yang terlibat dalam kasus sengketa tanah. Terkadang justru tatanan birokrasilah yang menciptakan batas-batas personal, untuk mengaburkan permasalahan itu. Bagi mereka, masih terlalu banyak posisi yang harus dijaga, daripada rakyat yang diselamatkan. Oleh sebab itu, saya berharap pemerintah mau menginvestigasi dan membuka file-file lama yang menyimpan data mengenai kepemilikan tanah. Merupakan tugas pemerintah beserta segenap aparatnya untuk saling berkordinasi secara bottom up dalam mengawasi satu dan lainnya. Bukan hanya melimpahkan kewenangan ini kepada Badan Pertanahan Negara. Sebab BPN juga terbangun dari aparat yang bernama "manusia" oleh karenanya pasti banyak terdapat human error dalam mendata dan menyimpan hak kepemilikan tanah. Semoga pemerintah segera sadar dan mengembalikan "hak menguasai" sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Sebab pada dasarnya semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Tanpa perlu memaksa pun, seharusnya pemerintah sudah memiliki fungsi itu dari masyarakat. Cheta Nilawaty (24) Tempo News Room
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
www.bipnewsroom.info/komunika e-mail:
[email protected]
Wayang Orang di Tengah Modernisasi Indonesia bukan saja terkenal dengan kekayaan alam dan keberagaman suku dan adat istiadatnya, tetapi juga kebudayaannya. Dari beberapa banyak kebudayaan yang ada di masyarakat, salah satunya adalah Wayang Orang. Wayang orang atau wayang wong mungkin kurang populer dibandingkan dengan wayang kulit. Walau sesungguhnya pertunjukan wayang wong tidak kalah menarik dengan kesenian lainnya, termasuk wayang kulit. Wayang Orang adalah suatu drama tradisional yang dimainkan sekelompok orang sebagai pemain di atas panggung dengan mengambil cerita dari Epos Mahabarata dan Epos Ramayana. Pertunjukan ini diiringi oleh musik gamelan Pelog dan Slendro serta Sinden. Dan, seperti sejarah perkembangannya di jaman kerajaan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa. Untuk menyampaikan narasi, baik di saat opening, di tengah dan di akhir pertunjukkan, wayang orang ini dikomandani oleh dalang. Di samping memiliki keindahan gerak tari, wayang orang memiliki gerakan-gerakan tertentu yang harus dipatuhi oleh para penarinya. Semisal untuk penari laki-laki, gerakannya lebih halus, g a g a h , kambeng, bapang, k a l a n g kinantang, kasar, gecul, kambeng dengklik, dan kalang kinantang dengklik.
foto:bank image
e
kilas -gov
www.lamputengah.go.id
"Beguai Jejamo Waway" Pertamakali membuka akan di sajikan dengan tampilan wanita cantik penari Lampung, disamping terpampang foto bupati Lampung Tengah, H. Andy Achmad S. Sekilas tampilan situs ini sederhana sekali dengan background di dominasi warna orange. Makna orenge sendiri bermakna menjenuhkan, tapi jangan salah. Telusuri situs ini lebih dalam, maka akan ditemukan tumpukan informasi yang lumayan lengkap mengenai daerah Lampung Tengah. Seperti yang di harapkan oleh Bupati sendiri, agar situs ini dapat meberikan informasi yang bermanfaat, "Kami selaku Pemerintahan Kabupaten Lampung
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
Sementara penari perempuan terdapat sembilan gerakan dasar dan 12 gerakan tambahan. Gerakan tari wanita ini pun biasa disebut nggruda atau ngenceng encot. Untuk menari di dalam wayang orang ini tidaklah mudah. Biasanya para penari wayang orang ini adalah mereka yang sudah terbiasa menari tarian klasik Jawa, seperti bedhaya ketawang atau bedhaya srimpi. Hal ini yang membuat keindahan dan keistimewaan dari tarian dan lakon-lakon di pertunjukkan wayang orang. Historis Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dynamisme. Keberadaan wayang orang tidak terlepas dari sejarah wayang itu sendiri. Meski asal budaya wayang berakar dari India-epos Ramayana dan Mahabrata, tetapi wayang di Jawa mempunyai keunikan tersendiri dan bermacam-macam, dari wayang kulit, wayang orang, wayang beber, wayang golek, dan wayang klitik. Ada yang menyebut asal-usul wayang pertama kali berasal dari Jawa Timur. Selain dikemukakan oleh beberapa ahli dari Indonesia, pendapat ini juga didukung oleh ahli dari luar, seperti Hazeau, Brandes, Kats, Rentse dan Kruyt. Alasan mereka, yaitu masih eratnya kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi, khususnya orang Jawa, seperti punokawan hanya ada di Jawa dan istilah teknis pewayangan umumnya berasal dari bahasa Jawa Kuno. Sementara pendapat lain mengatakan, bahwa wayang berasal dari luar Indonesia. Hal itu seperti dikatakan oleh Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings dan Rassers, sebagian besar sarjana dari Inggris yang pernah menjajah India. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang / Kediri. Sekitar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Wayang juga diperkirakan sudah ada sejak jaman neolithikum (sekitar 1500 th SM). Kata wayang diduga berasal dari "wewayangan", dugaan ini karena pertunjukan wayang menggunakan "kelir", secarik kain, sebagai pembatas antara dalang dan penonton. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi
gamelan sederhana yaitu saron, todung, kemanak sedangkan jenis gamelan lain dan pesinden belum dikenal. Sementara, untuk lebih men-Jawa-kan cerita wayang, pada jaman Majapahit dibuat cerita Panji yang menceritakan tentang leluhur raja-raja Majapahit. Cerita Panji ini kemudian banyak dipakai oleh wayang beber. Tradisi cerita wayang ini juga dilakukan oleh Wali Songo untuk penyebaran agama Islam. Pada masa kerajaan Demak, mulai digunakan lampu blencong. Jaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang menginduk pada Ramayana dan Mahabrata makin jauh dari inti cerita aslinya. Begitu juga pada masa jaman Jenggala, kegiatan penciptaan wayang semakin berkembang. Semenjak Raja Jenggala Sri Lembuami luhur wafat, maka pemerintahan dipegang oleh puteranya yang bernama Raden Panji Rawisrengga dan bergelar Sri Suryawisesa. Semasa berkuasa Sri Suryawisesa giat menyempurnakan bentuk wayang Purwa. Wayang-wayang hasil ciptaannya dikumpulkan dan disimpan dalam peti yang indah. Sementara itu diciptakan pula pakem cerita wayang Purwa. Setiap ada upacara penting di istana diselenggarakan pagelaran Wayang Purwa dan Sri Suryawisesa sendiri bertindak sebagal dalangnya. Para sanak keluarganya membantu pagelaran dan bertindak sebagai penabuh gamelan. Pada masa itu pagelaran wayang Purwa sudah diiringi dengan gamelan laras slendro. Setelah Sri Suryawisesa wafat, digantikan oleh puteranya yaitu Raden Kudalaleyan yang bergelar Suryaamiluhur. Selama masa pemerintahannya beliau giat pula menyempurnakan Wayang. Gambargambar wayang dari daun lontar hasil ciptaan leluhurnya dipindahkan pada kertas dengan tetap mempertahankan bentuk yang ada pada daun lontar. Dengan gambaran wayang yang dilukis pada kertas ini, setiap ada upacara penting di lingkungan kraton diselenggarakan pagelaran wayang. Raden Panji yang juga menciptakan wayang kulit dan wayang orang, adalah salah satu seniman yang hebat di masa itu, dan dia juga yang kerap kali menjadi dalang di setiap pertunjukan wayang orang yang diciptakannya. Cerita yang diangkat oleh Panji adalah seputar cerita Jenggala. Hal itu atas permintaan raja Airlangga, ayah dari Lembu Amiluhur, agar sejarah kerajaan diketahui oleh semua kerabat kerajaan serta keturunannya. Media & Penonton Sejalan dengan perubahan jaman dan
peradaban manusia, wayang orang pun ikut terpuruk. Sebagai kesenian dan budaya lokal, wayang orang kini semakin menjadi komunitas yang terpinggirkan. Baik di daerahdaerah bahkan di kota-kota besar, produktifitas wayang orang telah dikalahkan oleh kebutuhan primer dan modern yang provide oriented. Meski kesenian wayang orang masih sering sebagai ikon kesenian nasional dalam kunjungan ke negara-negara tetangga, namun itu belumlah cukup. Kesenian wayang kalah dengan pamor Bali dan pantainya. Ikon Indonesia sepertinya hanya sunset dan bikini. Padahal, Jawa yang dalam sejarahnya sebagai pelakon wayang orang kini justru tidak produktif lagi, baik dalam pagelaran maupun regenerasi wayang orang itu sendiri. Merosotnya produktifitas, pagelaran dan regenerasi juga ditentukan oleh modernisasi yang masuk bagai virus. Industri fashion, pertunjukkan, dan budaya dari luar sepertinya membius. Begitu juga media massa, yang selalu melakukan doktrin dan edukasi barat yang sangat tajam. seakan-akan kehilangan nilainilai nasionalisme. Semisal tidak ada lagi durasi untuk kesenian nasional. Jika ada pun, itu pun harus dikolaborasi dengan nilai hiburan yang justru menghilangkan dasar-dasar original kesenian itu sendiri. Atau para broadcaster menyebut, tidak ada provide oriented bagi frame kesenian nasional, termasuk wayang orang. Otomatis itu membuat kreatifitas para seniman wayang orang gigit jari. Sama hal dengan wadah atau tempattempat di mana para seniman wayang orang manggung, seakan lambat-laun menjadi tergusur. Belum lagi Pemda yang setengah hati memayungi kesenian nasional, di tempattempat khusus pun mereka sudah kehilangan penonton. Hanya jiwa dan naluri bekesenianlah yang tetap menggerakkan mereka untuk tetap mentas, meski hanya ditonton satu, dua penonton. Bahkan ada juga yang tanpa penonton sekalipun. Hal itu tentu disadari dari banyaknya pertunjukkan modern yang kiranya diberikan ruang yang eksekutif. Dari mal-mal, bioskop, bahkan durasi televisi yang lebih besar mempertontonkan pertujukkan modern. Lalu, jika telah seperti ini dapatkah para seniman wayang orang ini tetap eksis, sementara mereka pun harus memikirkan dapur yang kian meredup? Jika ini berlangsung terus, tanpa adanya perbaikan dan kepedulian, tentu kisah-kisah "Srikandi Jadi Ratu", "Petruk Kelangan Pethel", atau "Gatotkaca Sungging" tidak terdengar lagi disetiap perbincanan anak cucu kita nanti. (Yuliarso)
Ruang ini disediakan sebagai wadah tukar informasi antar pengelola situs atau portal lembaga pemerintah baik di tingkat pusat atau daerah. Pengelola dapat mengirimkan profil situs yang dikelolanya melalui e-mail:
[email protected]
Tengah berharap agar media website ini dapat bermanfaat terutama dalam memberikan informasi yang lengkap dan cepat bagi masyarakat luas, terutama bagi para investor", ungkap bupati yang tertulis lugas di situs. Untuk mendukung tercapainya cita-cita tersebut, terbentuklah program unggulan mereka, "Beguai Jejamo Waway". Arti harfiah dari "Beguai Jejamo Waway" sendiri adalah, bekerja bersama-sama untuk kebaikan. Program ini telah terlaksana selama 3 tahun dan telah mendapat pengakuan internasional dalam hal penyedian database informasi. Melalui program ini masyarakat dengan mudah mengakses informasi, baik di download atau mesti di akses langsung dari situs www.lampungtengah.go.id. Informasi tidak terkumpul dalam satu menu, tetapi di bagi dalam beberapa menu. Di menu download bisa ditemukan data mengenai; Laporan Akuntantabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) Kabupaten Lampung Tengah 2006, Penetapan Kinerja TA 2007, RPJM Kabupaten Lampung Tengah 2007-2010, Buku Selayang Pandang Sejarah dan Budaya Lampung Tengah, Data Sistem Informasi Daerah Lampung Tengah, bahkan Buku Saku Profil Daerah juga dapat di download gratis. Selain itu juga dimuat mengenai produk kebijakan perda. Untuk akses menu "Perda", didalamnya berlimpah informasi mengenai peraturan daerah yang dapat di download gratis juga dengan format PDF (Portable Document Format). Selain data-data tersebut, didalamnya juga terdapat link situs terkait yang dapat dimanfaatkan, yaitu dalam menu "info Cepat." Belum lagi data penunjang lainnya, berupa informasi potensi dan peluang bisnis daerah, pemerintahan umum, pengembangan daerah, gambaran umum , sarana
dan prasarana, perekonomian, kependudukan,pertambangan, pariwisata dan info lain yang sangat membantu masyarakat, baik lokal maupun masyarakat luar. Belum lagi menu beritanya yang selalu ter update setiap harinya. Pantas jika program ini diakui masyarakat, sebagai media informasi terlengkap. (
[email protected])
9
www. bipnewsroom.info/komunika email :
[email protected]
Aceh Butuh Pelaku Bisnis Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mengatakan wilayah yang dipimpinnya sekarang membutuhkan pelaku bisnis untuk mengerakkan roda perekonomian di negeri serambi Mekkah ini. “Di masa datang, kami membutuhkan pelaku bisnis untuk membangun Aceh,” ujar Gubernur NAD Irwandi Yusuf usai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Rabu (29/5). Kedatangannya menemui Jusuf Kalla dalam rangka meminta kesediaan Wapres untuk membuka Kongres Saudagar Aceh Serantauan yang akan dilaksanakan di Banda Aceh akhir Juli 2007. Sementara itu, Ketua Kadin Daerah NAD Firmandez menyatakan, tujuan diselenggarakannya kongres ini adalah untuk membangkitkan kembali semangat saudagar Aceh tempo dulu. “Dahulu mereka dengan pengetahuan dan pendidikan yang terbatas tapi mampu menjadi saudagar, baik di tingkat nasional maupun internasional. Jadi semangat ini yang ingin kami adopsi,” kata Firmandez selaku ketua panitia kongres. Dia menginginkan para pengusaha asal Aceh yang telah berhasil, baik yang ada di dalam maupun di luar negeri agar kembali ke Aceh untuk berdiskusi dan membuat jaringan kerja guna membangun kembali Aceh. Untuk itu, dia berharap kongres yang diprakarsai oleh Kadinda NAD ini akan dihadiri seluruh pengusaha asal Aceh yang ada di dalam dan juga luar negeri. “Kami berharap, pengusaha asal Aceh yang ada di luar untuk pulang, sebelum pengusaha lain masuk ke Aceh melakukan investasi membangun Aceh,” ujarnya. Selain penyelenggaraan kongres, kegiatan ini juga akan diisi dengan pertemuan bisnis (business meeting) antar sesama saudagar Aceh serantauan untuk saling berbagi informasi dan diharapkan Gubernur Bank Indonesia dapat hadir dalam acara tersebut. (www.bipnewsroom.info)
Jawa Timur PUSKOTAMA Jatim Kucurkan Pinjaman Tunai Rp. 200 Juta Pusat Koperasi Werdatama (Puskotama) Jatim tahun 2007 siap mengucurkan Rp200 juta kepada 68 primer (cabang Puskotama) yang tersebar di 38 Kabupaten/Kota. “Dengan adanya pinjaman tunai ini diharapkan dapat membantu para purna PNS sebagai modal usaha, karena dari anggaran Rp200 juta itu dibagikan secara merata kepada primer Puskotama di Jatim,” kata Ketua Puskotama Jatim Untung Sobirin, di Surabaya, Senin (14/5). Puskotama sudah membuat ukuran nominal jumlah pinjaman sekitar Rp15 juta hingga 20 juta per primer, sehingga terserah cabang yang menentukan jumlah pinjaman kepada nasabah (anggota Puskotama). Dia menjelaskan, dari 68 primer Puskotama di Jatim, tidak semuanya
Dari Sabang Sampai Merauke
meminta pinjaman kepada Puskotama Jatim, karena beberapa primer itu sudah mampu memenuhi kebutuhan operasionalnya sendiri dalam menangani pinjaman tunai kepada anggotanya, yakni Kabupaten Jember, Tuban, Magetan, Ponorogo dan, Malang. Dikatakannya, ada dua jenis pelayanan yang ditangani Puskotama Jatim yakni, simpan pinjam dan penjualan barang yang terbatas seperti seragam korpri dan atributnya. Dari dua jenis pelayanan itu, sebagian besar nasabah Puskotama menggunakan jasa pelayanan simpan pinjam. (www.d-infokom-jatim.go.id)
Jawa Tengah Kabupaten Kendal Masuki KEKI Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), M Lutfi, mengatakan akan segera mengusulkan Kabupaten Kendal di Jawa Tengah untuk dimasukkan menjadi salah satu Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia (KEKI). “Kendal itu daerah yang sangat strategis untuk pengembangan KEKI, ini akan kita bicarakan dengan pemda Jateng untuk mengembangkan Kendal sebagai daerah pengembangan otomotif Indonesia,” ujarnya di sela acara Indonesia Investor Forum 2 di Jakarta Convention Centre, Rabu (30/5). Syarat bagi suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai KEKI adalah memiliki potensi yang strategis untuk dikembangkan serta terdapat permintaan investasi yang dilengkapi kemudahan fasilitas sarana dan prasarana. Selain itu, lokasinya dekat dengan pelabuhan, dekat dengan manufakturing, sementara Upah Minimum Provinsi (UMP) di Kendal masih sangat kompetitif. Menurut Lutfi, pengembangan kawasan industri otomotif ini akan segera diajukan kepada pemerintah pusat dalam dua hingga tiga tahun mendatang. (www.bipnewsroom.info/Ve)
Kalimantan Timur Dinas Pariwisara Bulungan Akan Bangun Miniatur Rumah Adat Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur, menurut rencana tahun ini akan membangun beberapa miniatur rumah adat di daerah Teras Baru, yaitu suatu daerah yang banyak dikunjungi wisatawan asing. Kepala Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Bulungan Abidinsyah Achmad, mengatakan pada tahap pertama akan dibangun tiga rumah miniatur, yaitu rumah adat Tidung, Bulungan, dan Dayak. Pada tahap pertama, kami menyiapkan lahan sekitar tiga hektare dengan anggaran Rp272.074.529 untuk pembangunan rumah miniatur adat Tidung, Rp195.868.720 untuk pembangunan rumah miniatur adat Bulungan, serta untuk pembangunan rumah miniatur adat Dayak diperkirakan menyerap dana Rp434.027.988. “Bila dijumlah total anggarannya mencapai Rp966 juta dan jumlah itu belum termasuk rencana kegiatan dan land clearing yang menghabiskan biaya
Kabupaten Makasar
Wisata ala Kota Niaga Kota Makasar merupakan pusat pengembangan untuk Indonesia Timur, perkembangannya bisa dirasakan mulai saat perjalanan dari bandara menuju pusat kota makasar. Di jalan Hasanudin berjejer kampuskampus, beberapa kantor pemerintahan dan pasar pinggir jalan. Ketika sampai di pusat kota, akan banyak ditemui toko-toko yang sekaligus mencakup tempat tinggal mereka (ruko, red). Sebagian penduduknya hidup dari berniaga, dan sebagian bernelayan. Hiruk pikuk Makasar sangat terasa, terlebih cuaca panas menambah rasa tidak nyaman untuk berjalan di siang hari. Tidak hanya di siang hari, pada malam hari kehidupan kota ini tetap bergejolak, tengok kehidupan malam di sepanjang pantai hingga pelabuhan. di sepanjang pantai akan mudah ditemui deretan motor, kumpulan anak-anak muda tumpah ruah tidak hanya di pinggir pantai, tapi juga di ruas jalan, mereka
10
berkonvoi membentuk kelompok-kelompok. Khusus untuk malam minggu mereka tidak hanya di suguhi dengan makanan khas “pisang epe”, kacang rebusa dan jagung bakar, mereka juga diberi hiburan pentas musik. Pantai Losari. Pantai ini terletak tepat di pinggir kota, dimana kerumunan orang mulai terlihat sejak pukul 16.00-17.00 wita. Di pantai inilah biasanya yang menjadi tempat nongkrong tidak hanya kawula muda, tetapi juga bagi anak kecil hingga orang tua. Menjelang malam, ketika matahari mulai terbenam, kerumunan orang semakin banyak untuk dapat menikmati indahnya sunset. Mereka duduk-duduk santai sepanjang pagar pembatas pantai. Untuk menikmati moment ini tidak dipungut biaya sedikitpun, hanya diminta untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar.
mencapai Rp64 juta,” katanya. Menurut Abidinsyah, tujuan pembangunan miniatur rumah adat tersebut selain menambah aset wisata, juga sebagai wadah untuk meningkatkan perekonomian rakyat, khususnya di daerah dan untuk dapat menambah pemasukan kas daerah, juga nantinya dapat menyerap tenaga kerja lokal dalam artian dapat mengurangi angka pengangguran di Kabupaten Bulungan. (www.bulungan.go.id)
Sulawesi Selatan Tarkim Siapkan Data Kawasan Kumuh Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum meminta Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Tarkim) Propinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk menyiapkan data lokasi kawasan kumuh yang ada di wilayah kerjanya, dalam rangka pelaksanaan program pengembangan dan penataan lingkungan. Permintaan tersebut disampaikan Kepala Sub Direktorat Peningkatan Permukiman II Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Ir. Noldy Makalew, Senin (14/5) di Makassar. “Data lokasi kawasan kumuh tahun 2007 supaya disiapkan lebih awal, agar Sulsel tidak kelabakan saat ada program pusat terkait pengembangan kumuh ini," ujar Noldy. Selain permintaan data titik kawasan kumuh, Noldy juga memaparkan beberapa program dan strategi pengembangan permukiman. Program tersebut antara lain Tata Lingkungan dan Penggunaan Rumah Kredit Mikro. “Seharusnya kita tidak boleh hanya memprogramkan penataan kawasan kumuh saja karena itu berarti kita membiarkan kawasan kumuh tumbuh, yang harus dilakukan saat ini sebenarnya adalah membuat program antisipasi”, ujar Noldy menambahkan. (www.sulsel.go.id)
Sulawesi Tenggara Kerjasama Western Mindanao State University dan Akper Kolaka Tim Western Mindanao State University, yang dipimpin langsung Wakil Rektor bidang hubungan kerjasama akademik internasional, DR.Milabel. E Ho. yang didampingi oleh Dekan Fakultas keperawatan DR.Gloria E. Florendo dan Direktur Pengembangan Pendidikan Prof. Carmen T Ramos, mengadakan Assesment terhadap Akper Kolaka, hal ini
Untuk yang ingin lebih berpetualang, bisa menikmati pantai dengan menggunakan perahu boot. Hanya dengan biaya sewa perorang sebesar Rp.3000,-. Perahu akan akan membawa anda berputar mengelilingi bibir pantai losari. Jika mempunyai waktu luang bisa menikmati keindahan pulau-pulau kecil sekitar makasar dengan menyewa speedboat dengan biaya sewa sekali perjalanan sekitar Rp.10.000,- perorang, jarak tempuhnya sekitar 30 menit dari pantai Losari. Benteng Rotterdam Benteng ini merupakan bangunan peningalan jaman penjajahan Belanda, dilihat dari atas keseluruhan bangunan ini membentuk kura-kura, 4 kaki melebar dengan kepala menuju ke barat, seakan-akan kura-kura bergerak menuju pantai. Didalamnya terdiri dari bangunan gereja, kantor, tempat tinggal petinggi Belanda, dan ada peninggalan ruang tahanan Pangeran Diponegoro. Di dalam benteng juga terdapat beberapa bangunan peninggalan Jepang yang dibuat saat mereka mereka menduduki
merupakan salah satu perwujudan dari penandatangan Memorandum of Aggreement, yang dilakukan pada tanggal 27 maret, di Western Mindanao State University, Zamboanga City, Philipina, oleh Bupati Kolaka, Drs.Buhari Matta.M.Si, dan Rektor WMSU Dr. Eldigario D Gonzalez. MoA tersebut, merupakan perjanjian kerjasama dalam rangka peningkatan kualitas Akademi Keperawatan Kolaka, dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi, "langkah awal, kami akan mengirimkan tenaga pengajar yang profesional, untuk melatih Dosen dan Mahasiswa, khususnya pada bidang bahasa inggris, ungkap Dr.Milabel. Tim WMSU, tersebut diterima secara resmi oleh pemerintah Kabupaten Kolaka, di Aula Sasana Praja Kantor Bupati Kolaka, dalam sambutannya Bupati Kolaka menyampaikan bahwa kedepan dengan kerjasama ini Pemerintah Kabupaten Kolaka akan memiliki tenaga-tenaga yang berkualitas dan profesional di bidang keperawatan disamping akan menjawab tantangan global, "Tenaga-tenaga keperawatan kolaka, nantinya akan dapat bersaing dan bekerja diluar negeri, hal ini berdampak dengan kesejahteraan masyarakat Kolaka," ujar Buhari Matta. (www.kolaka.go.id)
Papua Pemberian Obat Gratis Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr. Tigor Silaban mengatakan setiap tahunnya Pemprov Papua melalui Dinas kesehatan (Dinkes) melakukan pengadaan obat gratis bagi masyarakat Papua yang didanai melalui dana Otonomi khusus (Otsus) dengan alokasi dana sekitar Rp. 20 miliar. Obatobatan tersebut kemudian langsung didistribusikan ke seluruh kabupaten di Papua dan selanjutnya disalurkan ke kampungkampung. Menurut Tigor, obat-obatan yang diberikan kepada masyarakat di Provinsi Papua tahun ini lebih dari cukup. Sementara itu Pemerintah kabupaten juga melakukan pengadaan obat-obatan dan pemerintah pusat memberi dukungan buffer stock obatobatan senilai Rp2 miliar, sehingga setiap tahunnya pemenuhan pelayanan kesehatan, khususnya obat-obatan hingga di kampungkampung diprediksi sangat cukup. “Jadi, tidak ada alasan kalau mengatakan di suatu kabupaten kurang stock obatobatan, karena pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten ikut mengadakan pembelian obat-obatan. Sedangkan dari sisi distribusi obatnya, dinkes menyediakan anggaran untuk itu, baik obat yang diadakan dari pusat maupun provinsi,” katanya. Ditambahkannya masyarakat sangat mudah mengenali obat-obatan yang didanai Otsus, karena setiap obat dicap dengan tulisan Otsus berikut tahun pembelian. “Kami sengaja memberikan cap dana Otsus sekaligus dengan tahun pengadaannya agar dapat membedakan dengan obat-obatan yang kami beli. Misalnya, tahun ini obat tersebut akan dicap dengan tulisan Otsus 2007. Begitu pula untuk tahun 2006, dan seterusnya,” kata Tigor. (www.papua.go.id)
benteng tersebut. Bangunan tersebut saat ini difungsikan sebagai musium peninggalan budaya. Suasana mistik di seputar benteng ini pun sangat terasa, terlebih ketika tim KomuikA mengunjunginya di malam hari, keadaannya sudah sepi sekali. Tebal bangunan benteng luar selebar 2 meter, dilengkapi dengan tempat-tempat meriam. Menikmati keindahan Kota Makasar dari atas benteng merupakan hal yang tepat, seluruh kota dan pantai tampak dengan jelas. (
[email protected])
wisata pantai losari
foto : dw
Daerah Istimewa Aceh
LINTAS DAERAH
foto : dw
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
www. bipnewsroom.info/komunika email :
[email protected] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Branding Nasional Mengganti Branding Pariwisata Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, mengemukakan branding pariwisata, investasi dan perdagangan akan diganti menjadi satu, yakni branding nasional dengan melibatkan Menteri Perdagangan, Menteri Budpar, dan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Masalah branding tersebut akan dibahas bersama presiden dan akan dibahas dalam rapat Kabinet Indonesia Bersatu (KIB),” katanya di Jakarta, Senin (4/6) malam. Menurutnya, memang saat ini ada dua hal yang dibahas, yakni pariwisata dan branding. Namun, mengenai branding pihaknya sudah menyiapkan konsepnya ke depan hanya saja perlu disempurnakan dengan harapan semua departemen nantinya akan memakai pencitraan yang sama dengan promosi ke seluruh dunia. “Indonesia tadinya mempunyai branding pariwisata, namun saat ini branding tersebut akan diganti menjadi satu, yakni branding nasional. Dan saat ini negara-negara lain juga sudah menggunakan branding untuk dijadikan image,” ujarnya. Sementara mengenai waktu untuk melahirkan konsep branding yang ingin dibanggakan, menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dibutuhkan sekitar 6 hingga 12 bulan. “Memang menciptakan image atau branding itu salah satu yang paling menonjol dan paling penting bukan hanya pariwisata, tapi biasanya dinilai menurut ahli-ahli yang melakukan branding itu ada enam hal lain untuk menciptakan suatu image negara, yakni dinilai dari pada negara, pariwisata, ekspor, investasi, imigrasi dan bagaimana suatu negara di kelola,” katanya. Sementara Indonesia, menilai dengan cara melakukan koordinasi di tingkat nasional, melibatkan tiga instansi dan melibatkan instansi lain yang terkait, dalam hal ini tidak hanya pemerintah melainkan masyarakat dan sektor swasta. Sebagai contoh, Malasyia dengan nation brandnya yakni Trully Asia yang dimulai pada 1999 memerlukan waktu sepuluh tahun untuk bisa melekat dengan bangsanya sendiri. “Persoalan branding untuk Indonesia harus dimulai dari mengubah persepsi buruk, tentang masyarakat Indonesia tentang keamanan dan bencana alam,” ujar Mari. (hsn/ wd)partemen Departemen Kelautan dan Perikanan Kembangkan Usaha Nelayan Berbasis Rumpon Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi mengatakan, salah satu upaya depertemen kelautan dan perikanan (DKP) untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan adalah dengan mengembangkan usaha nelayan berbasis rumpon. “Rumpon selain sebagai alat bantu penangkapan ikan, juga dapat menghemat BBM,” kata Freddi pada pembukaan semiloka Optimis Pemanfaatan Rumpon di Pantai Selatan Jawa Barat di Samudra Beach Hotel Sukabumi Jawa Barat, Selasa (29/5). Freedy menambahkan, pogram efisiensi usaha nelayan kecil berbasis rumpon atau disebut Program Rumponisasi merupakan salah satu upaya penghematan biaya operasional penangkapan ikan. Penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan memberikan beberapa keuntungan kepada nelayan, antara lain: (1) nelayan tidak perlu melakukan penangkapan ikan dengan cara mengejar (mengikuti) kemana ikan bergerak; (2) menciptakan daerah penangkapan ikan buatan sehingga nelayan cukup menangkap ikan di sekitar rumpon; (3) memberikan kepastian dalam menentukan daerah penangkapan; (4) mendekatkan daerah penangkapan ikan
Departemen Perindustrian Pemerintah Prioritaskan Pengembangan KBM Dalam Negeri Pemerintah memfokuskan dan memprioritaskan perhatian pada pengembangan industri kendaraan bermotor (KBM) dalam negeri terutama kendaraan komersial, SUV, MPV, sedan kecil dan murah serta industri komponen KBM. Hal tersebut diungkapkan Menteri Perindustrian Fahmi Idris dalam sambutan tertulisnya pada pembukaan pameran dan seminar produk alat transportasi di Jakarta, Selasa (5/ 6). Menurut Menperin, melalui Kebijakan Industri Nasional (sebagai implementasi Peraturan Presiden no.7 th 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah), pemerintah telah menetapkan bahwa industri alat transportasi merupakan prioritas andalan masa depan. Diharapkan, kebijakan tersebut dapat sejalan dengan rencana para produsen kendaraan didalam negeri, untuk sinergi dalam upaya mengembangkan produk-produk yang dibutuhkan masyarakat. Dia juga mengatakan, pertumbuhan industri otomotif pada 2006 mencapai 9,79 persen dan diprediksi pada 2007 dapat meningkat menjadi 11,50 persen. Sasaran jangka menengah industri otomotif adalah tercapainya kemampuan pasok industri komponen sebesar 80 persen untuk industri perakit KBM roda 4 dan KBM roda 2. Sampai saat ini transportasi darat dan laut dengan menggunakan kendaraan bermotor dan kapal masih memegang peranan penting dalam menunjang perkembangan ekonomi. Mobilitas penduduk dan angkutan barang yang terus tumbuh menjadikan kebutuhan kendaraan bermotor semakin meningkat, kata memperin. Sampai akhir 2006 di seluruh Indonesia terdapat sekitar 50 juta unit kendaraan bermotor, yang terdiri dari 15 juta kendaraan roda empat dan sekitar 35 juta sepeda motor. Di tempat yang sama Syarif Hidayat, ketua pelaksana pameran melaporkan, kegiatan ini merupakan langkah nyata yang dilakukan pemerintah bersama dunia usaha dan asosiasi dalam upaya meningkatkan promosi dan penyebaran informasi tentang kemampuan industri terutama pada produk alat transportasi dan pendukungnya. Pameran akan berlangsung 5 hingga 8 Juni 2007 diikuti 37 peserta yang menempati 51 stan terdiri dari industri alat transportasi darat dan industri maritim yang memamerkan pusat disain komponen kapal dan industri galangan kapal. (Ef)
Departemen Sosial Penanganan Bencana Berbasis Masyarakat Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah mengatakan, prinsip penanganan bencana harus berbasis masyarakat dengan cara mengajak sebanyak mungkin potensi yang ada di masyarakat untuk bisa dilatih khususnya pemuda-pemudi menjadi Taruna Siaga Bencana (Tagana). Tagana yang ada di seluruh Indonesia, hingga saat ini sebanyak 13.000 orang yang telah mendapat pendidikan dan pelatihan oleh Pusat Penanggulangan Bencana melalui Depsos, dan jumlah tersebut diharapkan meningkat menjadi 20.000 orang pada tahun 2008 dan kemudian menjadi 30.000 orang pada tahun 2009. Sementara itu, Anton Syafriuni dari PP Pemuda Muhammadiyah menyebutkan, pelatihan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) Kokam dan SAR PP Pemuda Muhammadiyah-Depsos di Cibubur dilangsungkan selama lima hari mulai 6 hingga 10 Juni 2007. (Az)
Badan Pertanahan Nasional
Pelayanan Pertanahan Berbasis Teknologi Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BPN dipimpin oleh seorang Kepala Badan, sesuai dengan Perpres No. 10 Tahun 2006. BPN mempunyai tugas untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan baik secara nasional, regional dan sektoral. Oleh sebab itu BPN menyelenggarakan fungsi-fungsinya yaitu antara lain perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan, koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan, pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan serta penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan. Selain itu BPN juga menyediakan beberapa program dan informasi yang terkait dengan bidang pertanahan di tanah air. Hal dimaksud antara lain seperti Land Management and Development Program, informasi rekonstruksi Aceh dan administrasi pertanahan. Lebih jauh, BPN juga melaksanakan program Komputerisasi Kantor Pertanahan/Land Office Computerization (LOC). LOC adalah kegiatan kerjasama
Edisi 11/Tahun III/Juni 2007
Wajah Kita
(fishing ground) dengan nelayan; (5) mampu menekan biaya operasional penggunaan BBM (solar) hingga sebesar 30%; dan (6) mampu meningkatkan produksi penangkapan ikan hingga mencapai 300%, katanya. (Bhr)
pemerintah Indonesia dengan pemerintah kerajaan Spanyol di bidang teknologi informatika di lingkungan BPN yang di sudah dimulai sejak 1997 sampai sekarang. Latar Belakang program ini antara lain adalah karena masih banyak tanah di Indonesia yang belum terdaftar. Pun datadata pertanahan masih berbasis kertas dan dipelihara secara manual, sehingga memerlukan ruang penyimpanan yang luas dan mengandung resiko penyimpanan yang relatif tinggi. Selain itu BPN juga perlu untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan sehingga terwujud pelayanan yang cepat, terjangkau, dan akurat dalam mengantisipasi meningkatnya permohonan pendaftaran tanah. Melalui program ini BPN bermaksud untuk membangun suatu sistem pelayanan pertanahan berbasis Teknologi Informasi sehingga tercipta kondisi lingkungan yang mendukung terlaksananya aplikasi komputer dalam pelayanan pertanahan di lingkungan BPN baik Pusat maupun Daerah. Pada akhirnya akan menjadikan BPN sebagai Pusat Informasi Pertanahan yang lengkap, akurat,transparan dalam jaringan yang terintegrasi dan multi guna sehingga tercipta pelayanan informasi pertanahan yang memiliki kepastian dan kekuatan hukum secara cepat kepada masyarakat.
Indah
S
uatu ketika, seorang pengembara kehilangan sekantung uang miliknya. Mungkin uang itu jatuh, saat ia berjalan tergesa-gesa melewati hutan, karena ingin segera tiba di desa terdekat sebelum tengah hari tiba. Ia sangat sedih dan bingung. Tanpa kantung yang isinya sangat berharga itu, ia tak akan bisa melanjutkan perjalanan, dan tak mungkin pula kembali ke kampung halamannya. Ia juga akan mengalami kesulitan yang amat sangat, karena tak bisa membeli makanan dan minuman untuk bekal di perjalanan berikutnya. Di tengah kebingungannya, ia akhirnya memutuskan untuk berbalik arah. Ia kembali menyusuri jejakjejak yang tadi dilewatinya. Perlahan, dia tapaki jalanjalan sepanjang hutan itu. Setiap jengkal tanah diperhatikannya dengan seksama. Setiap benda ia amati, dan ia cermati. Dengan cara itu, ia berharap kantung uangnya yang hilang dapat ia temukan kembali. Ditemuinya kembali rerumputan dan ilalang. Dihampirinya kembali bunga-bunga di tengah padang. Dijumpainya kembali semut dan serangga kecil di jalanan. Dan dilewatinya lagi semua batu-batu dan kerikil-kerikil tajam. Aneh, mengapa kini semua tampak berbeda? Sewaktu ia melintasi jalan itu dengan setengah berlari tadi pagi, semua yang ia lihat cuma tampak seperti bercak. Semuanya tampak biasa dan tak istimewa. Namun kini, semuanya jadi lebih indah. Rerumputan dan ilalang yang tadi mengganggu kakinya, kini seolah menyapanya dengan ramah. Mereka kini tak lagi berupa batang-batang kaku, namun helaian hijau yang tersenyum, melambai tenang setengah bergoyang. Ujung-ujung rumput itu bergesek dengan lembut di sisi kaki Sang Pengembara, menimbulkan suara ritmik, berkesiur syahdu ditiup angin lalu. Sang Pengembara pun tersenyum dan melanjutkan pencariannya. Di hadapannya, bunga-bunga liar tampak lebih berwarna. Harum-semerbak, aromanya lebih terasa menyegarkan. Kuntum-kuntum yang baru terbuka, menampilkan wajah benang sari yang cerah. Kelopak-kelopak yang tumbuh, menari, seakan berterimakasih pada irama alam yang meningkahinya. Sang Pengembara tertegun, berhenti sejenak. Sang bunga pun merunduk, memberikan salam hormat. Dengan perlahan, dilanjutkannya kembali perjalanannya. Semut dan serangga kecil yang tadi hanya tampak seperti titik hitam, kini jelas berbaris rapi seperti karnaval festival seni. Tampak kaki-kaki mereka bertepuk, seperti membunyikan keriangan yang meriah. Sayap-sayap serangga yang terbang di udara bergetar mendengung, seakan ada ribuan genderang ditabuh. O, orkestra alam terasa sedang bermain di depan mata. Begitu pula batu dan kerikil yang tadi tampak hitam, tajam dan masif, kini tampak berkilau warnawarni bak pualam ditimpa matahari sore. Tadi pagi, ketergesaan membuat kaki Sang Pengembara sering terantuk. Namun kini, dalam langkah perlahan, semua batu dan kerikil tampak membuka jalan, memberikan kesempatan padanya untuk melanjutkan perjalanan. Setelah lama berjalan, akhirnya, ditemukannya kantung uang yang hilang. Sang Pengembara pun senang. Dan ia berjanji, tak akan tergesa-gesa dan berjalan terlalu kencang dalam melakukan perjalanan berikutnya. Begitulah hidup. Manusia seringkali berlaku seperti pengembara yang berjalan terlalu kencang. Sehingga tanpa sadar lupa bahwa ada saat-saat indah yang terlewat di setiap kesempatan. Ada banyak hal-hal kecil, yang sebetulnya menyenangkan, namun tak tertangkap indera karena terburu-buru dan tergesagesa. Kepala manusia kadang terlalu penuh dengan target, yang membuat manusia hidup dalam kebimbangan dan ketergesaan. Langkah-langkah manusia, kadang selalu dalam keadaan panik, dan lupa bahwa di sekitar banyak sekali hikmah berserakan, yang perlu ditekuri dengan tenang dan perlahan. Seperti Pengembara yang terlupa pada rumput, ilalang, semut dan batu-batu, manusia pun sering terlupa pada hal-hal kecil semacam itu. Coba, susuri kembali jalan-jalan kita. Cermati, amati, dan perhatikan setiap hal kecil yang pernah kita lewati. Runut kembali perjalanan kita. Kenanglah ingatan-ingatan lalu. Susuri dengan perlahan, tenang, dan khidmat. Niscaya, keindahan akan senantiasa terasa sepanjang hayat! (
[email protected])
(
[email protected])
11
Krisis listrik sudah jadi ancaman nyata. Di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura warga tidak bisa seharian menggunakan listrik. Bahkan, kalau kita bertandang ke rumah warga, pasti akan selalu ditemukan lampu tempel atau lilin. "Mati lagi, mati lagi," keluh Tini (36), ibu rumah tangga yang tinggal di Tasangka, Jayapura. Pasalnya listrik di rumahnya padam ketika ia tengah menyeterika baju yang akan dipakai untuk acara undangan malam ini. Seperti biasanya waktu pemadaman ini sampai berjam-jam lamanya. Hal seperti ini tak hanya dialami Bu Tini seorang, hampir seluruh warga Jayapura senantiasa mengeluhkan hal yang sama. Saban hari listrik dipadamkan Perusahaan Listrik Negara (PLN), dengan waktunya yang tidak bisa dipastikan, bisa lebih dari satu jam terkadang hingga lima jam. Tak hanya rumah tangga, aktivitas di lingkungan perkantoran pun sangat terganggu dengan pemadaman listrik. Lantaran hampir semua peralatan kantor bergantung dari listrik. Walhasil, banyak pekerjaan yang harusnya selesai tepat waktu menjadi tertunda lantaran komputer tidak bisa digunakan. Dampaknya pun tak kalah hebat, ketika listrik padam, banyak pegawai yang memilih "bekerja" di luar kantor seperti supermarket serta pusat perbelanjaan lainnya, sekadar menghabiskan waktu menunggu sampai giliran listrik kembali mengalir. "Bagaimana mau tinggal di kantor, kita tidak bisa bekerja apa-apa karena komputer tidak bisa dihidupkan, lagi pula ruangan menjadi panas karena AC padam," ungkap Andre, pegawai instansi negeri. Rugikan Masyarakat Wakil Ketua I DPR Papua, H. Komaruddin Watubun, menilai selama ini PLN tidak mampu lagi melayani pelanggan dengan baik. "Setiap hari pasti melakukan pemadaman, yang mana
Memotivasi generasi muda agar menghargai dan melestarikan budaya lokal bukan hal yang mudah. Inilah realitas yang dihadapi guru Rabana di Sulawesi Tengah. Rabana, salah satu kesenian tradisional Kaili nyaris tak digandrungi anak muda saat ini. Beberapa Komunitas Rabana yang sering menyemarakkan perayaan hari-hari besar Islam, kini hanya diminati orang tua, termasuk yang memainkannya. Padahal, tradisi Rabana begitu kental di era 60-an. Setiap hajatan bernuansa Islami di beberapa kelurahan di Kecamatan Palu Utara tak bisa dilepaskan dengan pertunjukan Rabana. Beberapa dekade terakhir, aktivitas tersebut seolah mulai ditinggalkan. Sekalipun tak bisa dikatakan mati, lantaran di wilayah Pantoloan, Wani, Kayumalue, Taipa dan sekitarnya, Rabana masih digandrungi warga. Di kawasan tersebut, Dendang Rabana masih setia mengiringi prosesi mengantar pengantin laki-laki ke rumah pengantin perempuan. Di kawasan itu pula masih banyak bermukim guru pengajar Rabana. Salah satunya adalah Daeng Sitjaba (56). Warga asal Desa Toaya, Kecamatan Sindue masih tekun mengajarkan keahliannya. "Semua orang bisa menguasai dengan baik asal ada kemauan belajar yang kuat," kata Daeng Sitjaba, yang mempelajari keahlian Rabana dari sang mertua sejak tahun 1970. Saat ini ada sekitar sembilan anak remaja yang menjadi "murid" guru rabana yang menetap di Kayumalue sejak menikah tahun 1969.
hal ini mendatangkan kerugian bagi pelanggan PLN," tegas Watubun. Menurut Watubun, rakyat atau pelanggan berhak mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Dan jika saat ini rakyat telah dirugikan oleh PLN dengan seringnya memadamkan listrik, maka rakyat selaku pelanggan berhak untuk menuntut PLN, meminta memberikan pelayanan yang baik. Selama tiga bulan terakhir kondisi ini makin sering dirasakan warga. "Lampu padam PLN malas tau, nanti kalau terlambat bayar rekening listrik PLN langsung kasih putus aliran ini kan tidak adil," cetus Jusuf (70), pensiunan yang tinggal di Sentani, Jayapura. Hal senada juga diungkapkan Ketua Komisi F DPR Papua, Ir. Weynand Watori. Ia menilai manajemen di PLN tidak jalan sebab tidak ada upaya antisipasi yang dilakukan oleh pihak PLN dalam menghadapi masalah ini. "Itu artinya manajemen di PLN tidak jalan, karena tidak ada upaya antisipasi oleh PLN menghadapi kenaikan beban layanan itu," ungkapnya. Puncak dari kekecewaan yang selama ini dirasakan oleh masyarakat yang diakibatkan karena sering terjadinya pemadaman listrik, maka pada tanggal 24 Mei, ratusan warga melakukan aksi demo ke kantor PT. PLN Wilayah Papua di Jalan Ahmad Yani, Jayapura. Salah seorang ibu rumah tangga bernama Sonya (36), menyatakan, selama ini listrik padam terus, tetapi pembayaran rekening listrik naik terus. Sambil menambahkan bahwa dirinya sangat kecewa karena anaknya tidak bisa konsentrasi belajar karena listrik padam, padahal sedang menghadapi ujian. Manager Niaga PT. PLN Wilayah Papua, Rolan Munthe yang mengaku, apa yang dirasakan oleh masyarakat juga dirasakan oleh mereka yang kerja di PLN. "Apa yang disampaikan pendemo itu benar tetapi pihak PLN juga ingin memberikan pemahaman yang benar atas kondisi yang ada ini. Terjadinya pemadaman ini akibat beberapa mesin mengalami kerusakan dan ada pula yang
Rakit Alat Sendiri Bermain Rabana memang tak bisa dilepaskan dari keseharian Daeng Sitjaba. "Menguasai permainan bisa dilakukan dalam waktu dua minggu asal belajar setiap hari," tegas penjaga sekolah SD Kayumalue ini. Menurut, Sitjaba yang juga pemain kecapi dadendate ini, tidak ada batasan usia dan jenis kelamin. Sekalipun di Kayumalue, kebanyakan Rabana dimainkan kaum laki-laki. "Ada empat pukulan yang mesti dikuasai pemain Rabana, antara lain; banjara yang merupakan pukulan biasa, pukulan naumpene atau pukulan naik-turun, ambo dan kepo," tutur guru Rabana. Beberapa alat yang dimiliki merupakan buatan tangan sendiri, baik dari kayu nangka maupun kayu jati. Menurutnya, kedua jenis kayu tersebut sangat baik dan tahan lama dan mudah diraut dalam pengerjaannya. Peralatan yang dimiliki Daeng Sitjaba tergolong lengkap. Bersama kelompok Rabana Anutapura dia menggunakan peralatan buatannya ketika latihan. Bahkan jika ada yang ingin memesan instrumen Rabana dapat dipesan lewat kelompok asuhannya. Soal lamanya usia alat Rabana tergantung pemeliharaannya, "Kalau dipelihara baik bisa mencapai usia 20-an tahun," tegas Daeng Sitjaba. Salah satu cara perawatan yang baik, setelah digunakan dapat disimpan dalam lemari atau peti, tapi harus dikendorkan atau dikeluarkan dulu tali pengekan yang ada di bagian dalam yang melekat pada kayu tempat kulit ditempelkan.
sedang dalam pemeliharaan," jelasnya
kebutuhan warga akan listrik.
Tambah Beban Sebenarnya ketika terjadi pemadaman yang rugi tidak hanya warga. PLN sendiri mengalami kerugian lantaran tidak mendapatkan pemasukan dari listrik yang digunakan oleh warga. Seringnya dilakukan pemadaman disebabkan karena meningkatnya beban PLN dalam beberapa tahun terakhir ini. "Masyarakat yang membutuhkan listrik semakin meningkat bahkan mencapai 14 persen, sementara yang mampu dilayani PLN hanya 6 persen," jelas General Manager PLN Wilayah Papua Ir. Ferry Krisna. Menurut Ferry, pihaknya sudah berupaya mengembangkan pelayanan terbaik bagi warga. "Adanya beberapa mesin pembangkit yang rusak dan dalam pemeliharaan merupakan kendala lain yang kami hadapi," ungkap Ferry. "Melihat sikap PLN yang tidak mampu ini, kami mendesak Pemerintah Daerah untuk segera menunjuk perusahaan swasta untuk menyediakan listrik bagi rakyat Papua, sebab kalau mengharap PLN, sudah tidak mungkin karena PLN baru akan bisa memperbaiki keadaan ini pada tahun 2010 nanti," ungkap Ketua Komisi F DPRP Papua, Ir. Weynand Watori. Hal yang sama juga diungkapkan oleh seorang Ekonom dari Universitas Cenderawasih Jayapura, Drs. Yohanis Rante, M.Si, "Saya pikir jika swasta yang kelola usaha yang sama, bisa saja jadi eksis karena persaingannya, sehingga bisa efisien." Walikota Jayapura, Drs. M. R. Kambu menyatakan pihaknya sangat menyambut baik, jika ada perusahaan swasta yang menanamkan modalnya di bidang kelistrikan, "Saat ini dan ke depan kebutuhan listrik sangat mutlak. Tentunya perlu dipikirkan jalan keluar bersama mengatasi kekurangan pasokan listrik di Jayapura ini," tuturnya. Salah satunya, menurut Kambu, dengan membuka peluang bagi investor untuk menanamkan modalnya dalam melayani kebutuhan listrik bagi masyarakat. Upaya penyelesaian permasalahan ini pun telah diagendakan PLN. Sampai tahun 2010 nanti, PLN Papua akan menjalankan strategi pembangunan PLTD (Pusat Listrik Tenaga Diesel) dengan PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap) yang lebih hemat untuk memenuhi
Lilin Alternatif Ada cerita menarik pasokan listrik di Jayapura. Bulan Mei kemarin, di loket pembayaran rekening listrik Kota Jayapura, seorang bapak datang ke loket untuk melunasi biaya pemakaian listrik bulan April. Ketika tiba gilirannya, Sang Bapak bertanya kepada kasir beban yang harus dibayarnya. Dijawab petugas wanita, "Bapak punya rekening bulan ini sebesar tujuh puluh lima ribu rupiah". Sang Bapak langsung merogoh saku celananya dan mengeluarkan uang sejumlah lima puluh ribu rupiah dan memberikan ke kasir. Petugas kaget dan bilang pada Sang Bapak, "Uangnya kurang dua puluh lima ribu rupiah pak!". Dengan santai Sang Bapak menjawab, "Yang dua puluh lima ribu rupiah itu ongkos lilin." Mendengar jawaban tersebut petugas hanya diam saja dan tidak menuntut sisa uang pembayaran. Lilin memang menjadi alternatif utama ketika terjadi pemadaman listrik. Konsekuensinya biaya tambahan yang dikeluarkan untuk membeli lilin menjadi tambahan beban bagi pengeluaran keluarga di Jayapura. Kini warga Jayapura mesti bersabar untuk menikmati listrik yang berkualitas tanpa mengalami pemadaman. Mungkin pula perlu dipikirkan mengembangkan energi alternatif yang dikelola oleh masyarakat sehingga bisa dijual ke PLN untuk menambah pasokan kebutuhan listrik di Jayapura. Sehingga pepatah "Tak Ada Listrik, Lilin Pun Jadi" akan berubah menjadi "PLN pun Beli Listrik dari Kami".
Antara Profesionalitas dan Komersialisasi Di tahun 1970-an, para pemain Rabana tidak dibayar sama sekali dalam pertunjukan. Terlebih untuk kepentingan acara adat perkawinan, maulid di masjid dan acara kegamaan lainnya. Namun dalam perkembangannya, kelompok-kelompok rabana belakangan ini sudah mulai memasang tarif setiap bermain. "Jumlahnya pun beragam, bila tetap dalam lingkungan kelurahan sendiri setiap orang hanya dibayar sekitar Rp25.000 per orang, tetapi kalau sudah keluar dari wilayahnya, seperti di Kecamatan Sindu atau Kecamatan Sirenja di kawasan Pantai Barat, setiap pemain biasanya dibayar sesuai persetujuan, sekitar Rp75.000 per orang," tutur Daeng Sitjaba. Pola pembayaraan dikenal sejak pertengahan 80-an. Dalam sebuah survey di Kayumalua, Palu Utara; responden menilai hal tersebut sangat w a j a r sesuai kebutuhan seharihari. "Bekerja di perusahan saja orang bisa dibayar Rp20.000 per hari. Bila diajak bermain rabana tanpa bayar, mereka akan lebih memilih kerja di perusahan.
Kaili Kini di Kayumalue, Kecamatan Palu Uatara, sebuah generasi baru pemusik rabana telah lahir. "Dalam beberapa hari latihan, kesembilan remaja tadi mulai menguasai pukulan rabana sebagaimana lazimnya orang yang telah mahir," tutur Daeng Sitjaba dengan wajah penuh harap. Dengan keahlian Daeng Sitjaba dan rekan-rekannya, Dewan Pembina dan Pengembang Budaya Kaili Sulawesi Tengah memfasilitasi Pelatihan Rabana di empat wilayah kecamatan yang ada di Kota Palu. "Kita berharap dapat membangkitkan kembali ruh Rabana sebagai bagian ritme kehidupan sosial masyarakat Kaili, terutama di Lembah Palu," kata Nurhayati A. Ponulele, Ketua Dewan Pembina dan Pengembang Budaya Kaili kepada KomunikA. Pelatihan Rabana untuk anak-anak remaja juga dilakukan di Kelurahan Duyu, Palu Barat. Memang harapan tertumpu pada kaum muda untuk menjadikan tradisi Rabana tetap langgeng.
Lestarikan Akar Budaya
[email protected]
(
[email protected])