JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS BAG1 PEKERJA MANDlRl SEKTOR INFORMAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN JENlS PERLINDUNGAN SOSIAL (Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung)
Yunizar Mutiara
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INPORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir dengan judul Jaminan Sosial Berbasis Komunitas bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial: Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung, adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicanturnkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, September 2006
WNIZAR MUTIARA A. 154050015
Abstrak YUNIZAR MUTIARA, Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial (Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung). Dibimbing oleh CAROLINA NITIMIHARDJO dan FREDIAN TONNY NASDIAN. Masalah kemiskinan bukan merupakan isu baru, melainkan isu yang tiada hentinya dibicarakan sepanjang masa. Cukup mengenaskan bahwa dijaman yang sudah semakin canggih, kemiskinan masih merupakan masalah yang sangat dominan. Namun terjadi situasi yang sangat kontradiktif, dimana disatu sisi ada program pengentasan kemiskinan dan sisi lainnya sering juga kemiskinan dijadikan alat untuk kepentingan kelompok tertentu. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu kondisi yang ditolak oleh manusia, namun pada kenyataannya sulit untuk dihindari. Jumlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.232.624 jiwa dengan kepadatan rata-rata 13.346 jiwa/Km2, sedangkan jumlah penduduk miskin sebanyak 71.292 orang atau 3,193% dan yang bekerja sebagai pekerja mandiri sektor informal sebanyak 390.709 jiwa atau 17,5%. (jabar.bps.go.id:2005). Perlindungan sosial merupakan kewajiban negara, sesuai dengan ketentuan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara", dan Pasal 34 Ayat 2 yang menyatakan "negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", maka amanat tersebut semakin relevan seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi daerah dan otonomi masyarakat. Namun bukan berarti masvarakat tidak bisa turut bemeran dalam membentuk sistem iaminan sosial. Pengelolaan jaminan sosial tersebut dapat melibatkan institusi lokal yang diprakarsai oleh komunitas lokal. Sasaran vang akan diberdayakan adalah pekeria mandii sektor informal yang Kaler Kota . - berada di ~ & r a h a nJamika ~ecamatan~ojongloa . Bandung. Tujuan kajian adalah mengkaji jaminan sosial berbasis komunitas sebagai upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif dan selanjutnya menyusun rencana program pengembangan jaminan sosial dimaksud melalui pemberdayaan komunitas Kelurahan Jamika, karena Intewensi dalam bentuk pemberdayaan merupakan salah satu altematif yang penting dalam proses pengembangan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian adalah Metode Penelitian Kualitatif dan sistem peng~unpulandata dilakukan melalui obsewasi, wawancara mendalam, diskusi kelompok, dan studi dokumentasi. Strategi yang dilakukan dalam perencanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui Technology of Participation (TOP), yaitu teknik perencanaan pengembangan masyarakat secara partisipatif, sehingga seluruh pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukakan ide dan menolong setiap orang untuk mampu mengapresiasikan ide orang lain.
Abstract YUNIZAR MUTIARA, Community-Based Social Security in the Effort to Develop the Kinds of Social Protection (A Case Study Conducted at Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandzing). This study was advised by CAROLINA NITIMIHARDJO and FREDIAN TONNY NASDIAN. The poverty problem is not the new issue but it is the one that will continue to be discussed all the time. It is worried that, in the more and more sophisticated era, the poverty is still to be dominant problem. However, it has been a contradictory situation where on one hand, the awakening program of poverty has been facilitated but on the other hand, the poverty itself often becomes a way to meet the certain group interest. The poverty is actually a condition rejected by human being but is difficult to be avoided. The number of Bandung people is 2,232,624 persons with the average density of 13,346-2, while the number of poor population is 71,292 persons or 3.193 % and people who work as independent workers in the informal sector are 390,709 persons or 17.5 % (jabar.bps.go.id;2005). The Social Protection is the government obligation and this is relevant to the law regulation included in the Undang-Uizdang Dasar 1945 (The 1945 Constitution) specifically on the Article 34 Clause 1 that says, "the poor and the neglected child are maintained by the state'', and the Article 34 Clause 2 that says, "the state develops social security system for all Indonesian people and empowers the weak and unable people in accordance with the human dignity". Therefore, the above message is much more relevant in line with the paradigm change of Indonesia development prioritizing regional and community independence (otonomy). Yet, this does not mean that the community may not participate in the establishment of the social security system. The management of social security may involve local institutions initiated by the local community. The target to be empowered is the independent workers working in the informal sector living at Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Koia Bandung. The purpose of the study is to implement the community-based social security as the effort in developing a kinds of the inclusive social protection and further, to formulate the planning of development program of the so-called social security through the empowerment of Kelurahan Jamika community for the empowerment intervention is one important alternative in developing the community. The research method used in this study is Qualitative Research Method and the data were collected through observations, in-depth interviews, group discussion, and the document study. The strategy of community development planning was done through Technology of Participation (TOP) that is the technique of community development planning implemented in a participatory way in order that all significant others have the same opportunity to put forward their ideas and help everyone be able to appreciate the other people's ideas.
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006
Hak eipta dilindungi
Dilarang tnengutip dun memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,fotocopi, microfilm, dun sebagainya.
JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS BAG1 PEKERJA MANDlRl SEKTOR INFORMAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN JENIS PERLINDUNGAN SOSIAL (Studi Kasus di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung)
Yunizar Mutiara
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh geiar Magister Profesional pada Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
Judul Tugas Akhir
: Jaminan Sosial Berbasis Komunitas Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal Dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial. (Studi Kasus di Kelurahan Jarnika, Kecarnatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat)
Nama
: YUNIZAR MUTIARA
NIM
Disetujui Komisi Pembimbing
/
Dr.Carolina Nitirnihardio Ketua
Ir. Fredian Tonnv, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyar
Tanggal ujian : 13 Nopernber 2006
Tanggal Lulus : 1 1 b&
r
PRAKATA Dengan penuh rasa syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, akhimya penulis dapat menyelesaikan penyusunan hasil kajian pengembangan masyarakat ini. Penulis mengkaji tentang "Jaminan Sosial Berbasis Komunitas bagi Pekega Mandiri Sektor Informal dalam Upaya Pengembangan Jenis Perlindungan Sosial" yang berada di Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada:
1. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo dan bapak Ir. Fredian Tonny, MS, selaku pembimbing pada pelaksanaan kajian yang penulis lakukan.. 2. Ketua dan dosen-dosen Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat yang telah membekali ilmu-ilmu pengembangan masyarakat.
3. Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung yang telah memberikan kelancaran kepada seluruh mahasiswa Program Pascasarjana MPPM angkatan 2005. 4. Bapak Drs. Muntasir Umar selaku Lurah Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung beserta aparatnya yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melaksanakan praktek di wilayahnya dan memberikan bantuan teknis lainnya.
5. Ibu Indriati, Ketua Yayasan Setia Budi Utama, yang memberikan berbagai informasi mengenai pelaksanaan Program Askesos di Kelurahan Jamika. 6. Suami dan puteri tercinta serta kedua orang tua yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, dan pengertian selama menempuh pendidikan ini hingga selesai.
7. Teman-teman dan semua pihak yang telah banyak membantu hingga penulis dapat menyelesaikan kajian ini. Semoga kajian pengembangan masyarakat ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang akan menindaklanjuti dan khusus bagi masyarakat Kelurahan Jamika dapat memberikan makna yang berarti dalam peningkatan taraf kehidupannya.. Penulis menyadari, hasil kajian ini masih belum sempurna, untuk itu saran dan kritik dari semua pihak sangat penulis harapkan, sehingga akan memperkaya rencana program yang akan dilaksanakan bagi pengembangan masyarakat di Kclurahan Jamika, Kecamatan 13ojongloa Kaler, Kota Bandung. Bandung, September 2006 Yunizar Mutiara
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bandung Provinsi Jawa Barat pada tanggal 16 Juni 1964 dari pasangan H. Kemas Miswar dengan Hj. Wan Azzah. Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi di Kota Bandung. Sekolah Dasar penulis selesaikan pada tahun 1976, pada tahun 197911980 penulis menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, tahun 1982J1983 penulis menyelesaikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, dan pada tahun 198811989, penulis menyelesaikan kuliah di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung.
Tahun 1990 sampai dengan 1997, penulis bekerja di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Jawa Barat, selanjutnya tahun 1998 hingga tahun 1999 penulis bertugas di Kantor wilayah Departemen Sosial Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dan yang terakhir mulai tahun 2000 hingga sekarang penulis bertugas di Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial, Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial N di Jakarta.
DAFTAR IS1 Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................... DAFTAR GAMBAR
............................................................
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................... I. PENDAHULUAN
................................................. 1.1 Latar Balakang ............................................... 1.2 Rumusan Masalah .............................................. .. 1.3 Tujuan Kqian ................................................... .. 1.4 Kegunaan Kajian ................................................
.
......................................... 2.1 Kemiskinan dalarn Perspektif Pekerjaan Sosial .............. 2.2 Konsep Jaminan Sosial .................................................. 2.3 Konsep Pemberdayaan ..................................................
11 TINJAUAN PUSTAKA
.
111 METODOLOGI KAJIAN ............................................... .. 3.1 Kerangka Pemlkiran .............................................. .. 3.2 Metode Kajian ................................................................ .. 3.2.1 Batas-Batas Kajian ............................................. . . . 3.2.2 LokasiKqlan ..................................................... .. 3.2.3 Waktu Kajian .................................................... 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ................................ 3.2.5 Pengolahan dan Analisis Data ........................... 3.2.6 Metode Perencanaan Program ........................... IV. PETA SOSIAL KELURAHAN JAMIKA ...................... 4.1. Lokasi ............................................................. 4.2. Kependudukan ....................................................... 4.3. Sistem Ekonomi ..................................................... 4.4. Struktur Komunitas ................................................ 4.5. Lembaga Kemasyarakatan ...................................... 4.6. Sumberdaya Lokal .................................................. 4.7. Masalah Kesejahtertaan Sosial ...............................
.
V EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN JAMIKA ................ 5.1 Deskripsi Kegiatan ................................................... 5.2 Aspek Pengembangan Ekonomi Lokal ..................... 5.3 Aspek Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial ......................................................... 5.4 Aspek Kebijakan dan Perencanaan Sosial ...................................................................... 5.5 Ikhisar ......................................................................
.
VI JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS BAG1 PEKERJA MANDIRI SEKTOR INFORMAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN JENIS PERLINDUNGAN SOSIAL DI KELURAHAN JAMIKA KECAMATAN BOJONGLOA KALER ....... Keragaan Pekerja Mandiri Sektor Informal ............ Karakteristik Pekerja Mandiri Sektor Informal Di Kelurahan Jamika ............................................... 6.2 Pemanfaatan Potensi Lokal Oleh Pekerja Mandiri Di Sektor Informal .................................................. 6.3. Perluasan Jejaring bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal ................................................................. 6.4. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Partisipasi Pekerja Mandiri Sektor Informal .............................
6.1 6.1
6.5. Identifikasi Jaminan Sosial Dalam Komunitas ........ 6.6. Ikhtisar ....................................................................
VII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS PEKERJA MANDIRI Dl SEKTOR INFORMAL SECARA PARTISIPATIF ............. 7.1. Tahap Identifikasi Masalah ......................... 7.2. Tahap Identifikasi Potensi Lokal ................. 7.3. Tahap Pendayagunaan Sumber-Sumber Lokal ........................... ...................... .......... 7.4. Tahap Perencanaan Program ....................... 7.4.1 Penyusunan Tujuan ....................... 7.4.2 Perancangan Program .................... VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ........................ ................................ 8.1. Kesimpulan ................................................. 8.2. Rekomendasi Kebijakan ............................... 8.2.1 Rekomendasi Kebijakan Kepada Pemerintah Daerah dan Dinas Sosial 8.2.2 Rekomendasi Kebijakan Kepada Pemerintah Lokal ............................ 8.2.3 Rekomendasi Kebijakan Kepada Lembaga-Lembaga yang Ada di Lokasi ............................................ 8.2.4 Rekomendasi Kebijakan Kepada Pekerja Mandiri di Sektor Informal Dan Institusi Lokal ......................... DAFTAR PUSTAKA
.......................................................
DAFTAR TABEL Halaman
.....................
30
2. Jarak Kantor Kelurahan ke Pusat Pemerintahan ..........
36
3. Penggunaan Tanah Kelurahan ....................................
38
1. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
4. Jumlah Penduduk Kelurahan Jamika Berdasarkan Usia
Dan Jenis Kelamin .....................................................
5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
...........
6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .. 7. Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal Berdasarkan Jenis Usaha .................................................................. 8. Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal yang Mengikuti Program Askesos Berdasarkan Pendidikan ...................
9. Potensi Lokal yang dapat Diakses oleh Pekerja Mandiri Sektor Informal .............................................................. 10. Akses dan Kontrol Pekerja Mandiri di Sektor Informal Terhadap Kelembagaan Formal dan Informal Serta Faktor Pendukung .......................................................... 11. Daftar Stakeholder dalam Penguatan Kapasitas Pekerja Mandiri Sektor Informal ............................................
12. Rancangan Pelaksanaan Program Penguatan kapasitas Pekerja Mandiri di sektor Informal melalui Institusi Lokal Dalam Upaya Pengembangan Perlindungan Sosial ..................................................... .........................
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Pembangunan Sosial d m Kesejahteraan Sosial ...............................
2. Bidang-Bidang yang Terkait Dengan Pembangunan Sosial ....................................................................... 3.
Kerangka Pemikian Kajian Jaminan Sosial Berbasis Komunitas ................................................................
4. Peta Wilayah Kelurahan Jamika .............................
5. Piramida Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Kelurahan Jamika Tahun 2005 ................. 6. Hubungan Kepemimpinan Formal d m Informal .....
7. Dua Titik Tolak Gerakan Sosial: Ketertindasan dan Pengharapan ............................................................. 8. Tipologi Kelembagaan ............................................. 9. Partnership-Based Governance System
....................
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman PengumpiIan Data .......................................... 2. Pedoman Wawancara (Responden): Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal (Anggota Askesos dan Non Anggota)
...........................
3. Pedoman Wawancara Bagi Institusi Lokal dan Pengelola Program Askesos ...................................
4. Pedoman wawancara (Informan)
5. Rencana Kerja Diskusi Kelompok
..................................
................................
6. Pedoman diskusi Kelompok Bagi Stakeholder .............
7. Rencana Kerja Pelaksanaan Perencanaan Partisipatif ... 8. Photo Dokumentasi Kegiatan Kajian Pengembangan Masyarakat di Kelurahan Jamika ..................................
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas dalam masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dirnana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan. Pada masa Orde Baru pemerintahan yang bersifat sentralistik sangat kuat dalam segala aspek. Pembangunan di daerah dikendalikan oleh Pusat, sehingga cenderung membuat pasif masyarakat di daerah dan mematikan daya kreatifitas mereka. Namun dengan berjdannya waktu, keadaan tersebut tahap demi tahap berubah. Desentralisasi, demokratisasi, dan akuntabilitas pemerintahan daerah merupakan tiga kata kunci yang penting dalam perubahan tersebut dan dalam implementasi otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Nomor 32 Tahun 2004. Otonomi daerah bermakna sebagai peluang yang diberikan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan kualitas masyarakatnya dan berbagi tanggungjawab dengan pemerintah pusat dalam rneningkatkan pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya. Hal ini rnerupakan sirnbol perubahan dalam tata pemerintahan di Indonesia pasca Reformasi 1998. Era tersebut sebagai ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan. Mandat dalam Undangundang No. 32 tahun 2004 tersebut menyatakan bahwa masyarakat memperoleh kesempatan untuk mengartikulasikan aspirasinya secara leluasa ke dalam mekanisme formal dalam sistem politik pemerintahan di tingkat daerah. Kehidupan bermasyarakat dan bernegara rnenjadi semakin dinamis dan yang paling penting adalah adanya pengalaman baru bagi masyarakat untuk mengembangkan kreatifltas dan prakarsanya secara konstruktif. Bila kita lihat amanat konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dimana negara mempunyai kewajiban sesuai dengan ketentuan hukum yang tercanturn dalam Undang-Undang Dasar Tal~un1945, khususnya Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi "fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara", dan Pasal34 Ayat 2 yang
menyatakan "negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan", maka amanat tersebut semakin relevan seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi daerah dan otonomi masyarakat. Masalahnya
sekarang,
masyarakat
telah
ter"ninabobokanV
pada
ketergantungan pemerintah pusat, sehingga memarjinalkan peran masyarakat lokal. Setelah termarjinalisasi akibat represi kekuasaan pusat selama tiga dekade, masyarakat lokal mengalami kesulitan untuk mengartikulasikan otonominya sebagai gerakan perkembangan yang mandiri Ketika gelombang krisis yang terjadi pada pertengahan tahun 1997, ekses yang ditimbulkannya masih sangat terasa hingga sekarang. Kondisi yang sudah buruk tersebut semakin parah dengan ditambahnya konflik internal yang muncul
sebagai manifestasi krisis kebangsaan. Kerusakan akibat kebrutalan massa semakin memperberat beban krisis. Krisis yang berkepanjangan ini tak m g berimplikasi pada penurunan derajat hidup rakyat. Pengangguran dan kemiskinan adalah akibat yang tidak dapat dihindari. Diantara masyarakat yang paling rentan tertimpa beban krisis, tidak lain adalah rakyat yang berpenghasilan rendah atau marginal. Keadaan masyarakat yang semakin terpuruk, menunjukkan situasi darurat yang segera memerlukan pertolongan.
Fenomena yang terjadi seperti ini
memerlukan "campur tangan" dari pihak yang benvenang untuk mengubah keadaan mereka agar memiliki kehidupan yang lebih baik. "Campur tangan" tersebut dapat berbentuk perlindungan sosial dan atau pemberdayaan. Jaminan Sosial yang merupakan bagian dari perlindungan sosial terbagi dalam dua bagian, yaitu bantuan sosial dan asuransi sosial. Bantuan sosial dapat bersifat permanen dan tidak permanen, dimana yang pemanen peruntukkannya adalah kepada orang-orang yang tidak dapat lagi diberdayakan, sedangkan yang tidak permanen adalah untuk orang-orang yang mengalami musibah seperti bencana alam atau bencana sosial (kerusuhan). Asuransi sosial saat ini lebih banyak yang bersifat komersial.
Jaminan sosial merupakan komponen dalam kaitannya dengan hak-hak asasi manusia yang berlaku universal bagi seluruh warga Negara. Tujuan utama jaminan sosial adalah memberikan perlindungan sosial terhadap upaya pemenuhan hak atas kebutuhan dasar. Kaidah ini menekankan bahwa, jaminan sosial mengandung muatan normatif yang mengatur hak dari setiap warga Negara untuk memperoleh taraf kesejahteraan sosial yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, jaminan sosial dapat diformulasikan secara kontekstual dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai refleksi dari pelaksanaan kewajiban Negara terhadap warganya yang mengalami resiko sosial (social hazards). Eksistensi jaminan sosial semakin relevan karena dalam kenyataan menunjuWtan bahwa warga masyarakat baik perorangan, kelompok, keluarga maupun
komunitas tertentu
seringkali mengalami ketidakpastian
yang
mengganggu atau menghambat fungsi sosialnya. Ketidakberfungsian sosial ini mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar mereka, seperti kehilangan penghasilan ketika tidak bekerja, resiko kerja, pendidikan dasar untuk anak, pelayanan kesehatan dasar, dan kebutuhan dasar lainnya. Dalam kondisi seperti ini, jaminan sosial menjadi sangat penting karena merupakan landasan bagi pemenuhan pelaksanaan hak asasi manusia (HAM), sehingga mutlak dilaksanakan oleh pemerintah. Namun demikian bukan berarti masyarakat tidak dapat berperan serta dalam memberikan perlindungan sosial terhadap warga masyarakat lain yang tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan fungsi sosialnya secara baik. Mereka bisa memberikan perhatiannya dalam berbagai bentuk bantuan baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Jurnlah penduduk Kota Bandung sebanyak 2.232.624 jiwa dengan kepadatan rata-rata 13.346 jiwaKm2, sedangkan jumlah penduduk miskin sebanyak 71.292 orang atau 3,193%. (jabar.bps.go.id:2005). Berdasarkan jumlah penduduk miskin Kota Bandung yang relatif cukup tinggi, maka perlu adanya peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Untuk rnencapai sumberdaya manusia yang berkualitas perlu peningkatan kemampuan intelegensia, penguasaan teknik-teknik pekerjaan dan pembinaan perilaku. Ini dilakukan dengan tujuan untuk menempatkan komunitas miskin tersebut pada martabat yang lebih baik.
Untuk menunjang ha1 tersebut, maka perlu adanya pemberdayaan terhadap komunitas. Pemberdayaan itu sendiri merupakan penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, sehingga terbentuk komunitas yang mandiri. Di samping itu, "campur tangan" dalam bentuk pemberdayaan juga merupakan salah satu alternatif yang penting dalam proses pengembangan masyarakat. Tujuan pemberdayaan itu sendiii adalah untuk meningkatkan derajat hidup masyarakat, kesejahteraan dan keseimbangan di dalam banyak segi kehidupan baik lingkungan fisik maupun sosial. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam proses pemberdayaan perlu dilakukan kolaborasi dengan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Untuk itu perlu dibentuk jejaring agar proses pemberdayaan tersebut dapat bermanfaat secara maksimal yang dirasakan oleh komunitas bersangkutan. Pelaksanaan pemberdayaan itu sendiri tidak terlepas dari partisipasi dan inisiatif komunitas tersebut, karena adanya prakarsa lokal akan menegakkan konsep pembangunan yang partisipatif sekaligus memberdayakan potensi lokal. Program pengembangan masyarakat merupakan salah satu alternatif untuk mengubah pola hidup masyarakat miskin menjadi kehidupan yang lebih baik. Dalam proses pengembangan masyarakat dapat dilakukan pendampingan melalui disiplin ilmu pekerjaan sosial. Pada hakekatnya pekerjaan sosial merupakan suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan atau mengembangkan interaksi diantara orang dengan lingkungan sosialnya, sehingga orang itu memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupan mereka, mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan pokok kajian adalah :
"Bagaimana strategi yang tepat untuk melaksanakan jaminan sosial berbasis komunitas dalam upaya pengembangan model perlindungan sosial? " 1.2 Rumusan Masalah Lokasi kajian yang praktikan lakukan adalah di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung. Lokasi tersebut berada di sebelah Barat pusat Kota Bandung dan memiliki ciri komunitas yang unik akibat dari
heterogennya masyarakat setempat, tidak saja dari berbagai daerah di Indonesia namun juga dari etnis lain, terutama etnis Cina. Kelurahan
Jamika
merupakan
daerah
yang
menjadi
pionir
dikembangkannya mekanisme jaminan sosial melalui rintisan ujicoba program Askesos dari Departemen Sosial RI, dimana daerah ini terpilih karena beberapa ha1 ,yaitu : 1. Daerah terpadat di Indonesia
Penduduk Kelurahan Jamika adalah 25.461 jiwa yang terdiri dari 12.831 jiwa laki-laki dan 12.630 jiwa perempuan, tidak sebanding dengan jurnlah luas lahan yang hanya 54 Ha. 2. Antusias warga yang ingin ikut program Askesos dan tenaga-tenaga lapangan
yang siap merekrut nasabah. 3. Keinginan yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sehingga
berkembang dengan baik dan akhirnya mendapat dampak yang baik pula yaitu diadopsi menjadi kebijakan Pemerintah Daerah Tingkat Provinsi dengan diluncurkannya dana APBD yang menyebar pada beberapa kabupatedkota lainnya. Kelurahan Jamika sering dijadikan tempat pencanangan program-program pemerintah daiam memberdayakan masyarakat. Kelurahan Jamika juga telah mengembangkan
kerjasama
dengan
berbagai
pihak
eksternal
dalam
pengembangan potensi kemasyarakatan melalui warganya yang banyak aktif di tingkat Kecamatan maupun Pemerintah Kota, dan selalu mendapat penghargaan. Amanat konstitusi Undang-undang Dasar 1945 yang dijabarkan lebih rinci dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kesejahteraan Sosial, Pasal 4 Ayat (I), menyatakan bahwa "usaha pembangunan di bidang kesejahteraan sosial meliputi pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan suatu sistem jaminan sosial", dan Pasal 8 yang menyatakan bahwa "masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan
usaha
kesejahteraan
sosial
dengan
mengindahkan
garis
kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan".
Amanat konstitusi dan Undang-undang ini semakin relevan seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan Indonesia yang mengedepankan otonomi daerah dan otonomi masyarakat. Sistem jaminan sosial seperti yang telah diamanatkan dalam konstitusi dan Undang-undang, merupakan komponen dalam hak-hak asasi manusia yang berlaku universal bagi seluruh warga negara, yang diarahkan untuk memberikan perlindungan terhadap ketidakmampuan seseorang dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, jaminan sosial merupakan manifestasi dari hak setiap warga negara atas taraf kesejahteraan sosial yang layak bagi kemanusiaan. Beranjak dari amanat tersebut di atas, maka berbagai upaya atau program perlindungan sosialljaminan sosial bagi warga negara telah dibentuk dan dilaksanakan, namun jangkauannya belum mencakup seluruh lapisan masyarakat, karena baru sebagian kecil saja yang dilayani, seperti Pegawai Negeri Sipil, TNI, POLRI, dan pekerja formal yang pelaksanaannya dilakukan oleh BUMN, seperti PT. TASPEN, PT. ASKES, Asabri, dan PT. Jamsostek, sedangkan sektor informal sampai saat ini belum ada yang menyentuh. Menurut Badan Pusat Statistik, tahun 2004 jumlah penduduk Indonesia adalah sebanyak 212.003.000 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut, yang bekerja di sektor informal sebanyak 40.702.603 jiwa (19%), seperti pedagang kecil, penjual jasa (tukang ojeg, becak, kuli, dan lain-lain) serta buruh yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pihak lain (majikan-pekerja). Jumlah penduduk Kota Bandung yang bekerja di sektor informal sebanyak 390.709 jiwa atau 17,5%. (jabar.bps.go.id:2005). Mereka inilah yang menjadi prioritas sasaran program jaminan sosial (perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial) karena termasuk para pekerja yang beresiko kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Mengingat jumlah para pekerja mandiri sektor informal yang begitu besar dan belum terjangkau oleh badan asuransi sosial yang ada, maka Pemerintah melalui Departemen Sosial sejak tahun 1996 telah melaksanakan ujicoba Program Jaminan Sosial dengan kegiatan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) bagi para pekerja dimaksud, dengan melibatkan organisasi sosial sebagai mitra pengelola program.
Program Askesos merupakan suatu upaya penguatan kapasitas warga untuk dapat mengembangkan kegiatan ekonomi produktifnya secara optimal, namun dibarengi oleh adanya bentuk perlindungan sosial yang memang seharusnya menjadi tumpuan pemerintah. Perintisan model pemberdayaan melalui Program Askesos dalam konteks otonomi daerah, pada dasarnya dapat dikatakan bertujuan ganda, yaitu: pertama, melepaskan diri dari jebakan alur penghisapan sumberdaya warga ke luar kontrolnya; dan kedua, sekaligus mencari jalan untuk mengelola proses produksi dan konsumsi lokal yang dapat memenuhi syaratsyarat sosial dan ekologis yang tepat. Pada tingkatan awal Askesos ini lebih merupakan penguatan kapasitas kolektif yang belum bergerak kearah aksi. Melalui Program Askesos, persoalan pengembangan dan pemecahan masalah dalam kegiatan ekonomi sehari-hari dibicarakan secara terprogram. Langkah pengembangan kemampuan ini merupakan salah satu kunci untuk dapat memberdayakan warga yang selama ini secara sadar maupun tidak berada pada posisi dimana sumberdaya mereka ditarik ke luar wilayah kelolanya, yakni pada kehidupan mereka yang marginal, sehingga yang diperoleh tidak dapat dinikmati apalagi disimpan dalam bentuk tabungan ataupun dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih krusial. Selama bertahun-tahun Kelurahan Jamika terkenal dengan kepadatan penduduknya yang dimbangi dengan kumuhnya pemukiman serta jumlah angka kemiskinan yang cukup signifikm, sehingga mengakibatkan penurunm produkstivitas warga, khususnya pengusaha kecil yang mandiri menjadi buruh usaha dan makin banyaknya penarik becak serta orang-orang yang di PHK akibat krisis ekonomi tahun 1998-2000 yang lalu. Secara m u m , posisi mereka tidak pemah beranjak dari kedudukannya yang terlalu rendah untuk dapat menjaga keselamatan ekonomi dan kesejahteraannya. Buruh, ibu-ibu pedagang bakulan dan pekerja mandiri sektor informal lainnya lebih sering menjadi aktor bagi akumulasi surplus yang mereka tidak ketahui mekanismenya tapi mereka dapat merasakan dampaknya. Hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa mendapatkan kembali 'tetesan surplus' melalui upah dan margin tipis dari penjualan produk yang mereka terima. Upaya untuk memahami mengapa secara ekonomi mereka tidak berdaya dan bagaimana tindakan-tindakan kolektif dapat dikembangkan, akhirnya mereka bersama-sama
dengan fasilitator lokal yang dibantu oleh Yayasan Setia Budi Utama (YASBU) serta adanya Program yang diluncurkan oleh Departemen Sosial mengembangkan program bersama dalam Program Askesos yang dimulai pada tahun 1996. Aspek terpenting dari program ini adalah berupaya meneguhkan kembali kedaulatan ekonomi mereka atas sumber daya yang ada di Kelurahan Jamika dan sekitarnya Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dimmuskan masalah kajian sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan Jamika
Kota Bandung ?
2. Bagaimana hubungan pekerja mandiri sektor informal dengan berbagai potensi lokal yang ada di wilayah Kelurahan Jamika ? 3. Bagaimana pengetahuan pekerja mandiri
sektor informal mengenai
keberadaan program janlinan sosial ?
4. Apakah faktor internal dan eksternal pekerja mandiri sektor informal dapat mempengaruhi jalannya program jaminan sosial ? 5. Bagaimana perenacanaan program pengembangan jaminan sosial dalam upaya
pemberdayaan komunitas ? 1.3 Tujuau Kajian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan umum yang akan dicapai melalui kajian ini adalah mengkaji jaminan sosial berbasis komunitas sebagai upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif dan selanjutnya menyusun rencana program pengembangan jaminan sosial dimaksud melalui pemberdayaan komunitas Kelurahan Jamika, khususnya pekerja mandiri sektor informal. Untuk mencapai tujuan mum tersebut, maka tujuan khusus dari kajian ini adalah : 1. Mendeskripsikan karakteristik pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan
Jamika Kota Bandung. 2. Menganalisis hubungan pekerja mandiri sektor informal dengan berbagai
potensi lokal yang ada di wilayah Kelurahan Jamika.
3. Memahami pengetahuan pekerja mandiri sektor informal terhadap keberadaan program jaminan sosial. 4. Menganalisis faktor internal dan eksternal pekerja mandiri sektor informal
yang dapat mempengaruhi jalannya program jaminan sosial.
5. Merencanakan program pengembangan jaminan sosial dalam upaya pemberdayaan komunitas. 1.4 Kegunaan Kajian 1. Kegunaan praktis, diharapkan dapat menjadi masukan model kebijakan yang
partisipatif bertumpu pada warga masyarakat, khususnya bagi instansi yang terlibat dalam pelaksanaan jaminan sosial. 2. Kegunaan strategis, diharapkan dapat memberikan kontribusi atas penyusunan
strategi pelayanan sosial yang melibatkan banyak pihak dan bertumpu pada kemampuan masyarakat lokal, sehingga perumusan kerangka kerja strategis penanganan masalah-masalah sosial tetap mempertimbangkan konteks lokal dalam perspektif pemberdayaan masyarakat.
3. Kegunaan akademis, diharapkan memperkaya referensi tentang praktekpraktek pengembangan masyarakat yang tumbuh secara partisipatif.
11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan daIam Perspektif Pekerjaan Sosial Konsep kemiskinan bersifat multidimensional, oleh karena itu cara pandang yang dipergunakan untuk memecahkan persoalan kemiskinan hendaknya juga meliputi beberapa aspek dari kemiskinan. Menurut Tjokrowinoto dalam Sulistiyani (2005), dilihat dari sisi poverty projle masyarakat, kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan (welfare) semata, tetapi juga menyangkut persoalan kerentanan (vulnerability), ketidakberdayaan @owerless), tertutupnya akses pada pelbagai peluang kerja, rendahnya akses terhadap pasar. Kemiskinan itu sendiri terefleksi dalam budaya kemiskinan yang diwarisi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ketidakberdayaan secara politik tampak nyata di dalam komunitas miskin, sehingga akses untuk ikut serta dalam proses formulasi kebijakan sulit dilakukan. Ketakberdayaan secara sosial tampak dalam bangunan stratifikasi sosio-kulhxal dalam masyarakat. Komunitas miskin biasanya menempati urutan paling bawah dalam segmentasi sosial masyarakat. Dengan demikian komunitas miskin memiliki porsi yang sangat kecil dalam proses pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat. Kata pembangunan sudah menjadi kata bagi segala hal. Secara umum, kata ini diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Seringkali, kemajuan yang dimaksud, terutama adalah kemajuan material, maka pembangunan seringkali diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sebuah masyarakat di bidang ekonomi. Pembangunan sosial sebagai salah satu pendekatan dalam pembangunan seringkali dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini terkait dengan pemahaman banyak orang yang menggunakan istilah "pembangunan" yang dikonotasikan sebagai perubahan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya industrialisasi (Midgley dalam Adi : 2002). Pengertian pembangunan sosial menurut Midgley dalam Adi (2002), yaitu sebagai: "a process ofplanned social change designed to promote the well-being
of the population as a whole inconjunction with a dynamic process of economic
development"
(suatu proses perubahan sosial yang terencana yang dirancang
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sebagai suatu keutuhan, dimana pembangunan ini dilakukan untuk saling melengkapi dengan dinamika proses pembangunan ekonomi). Tujuan pembangunal sosial adalah pengembangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut pernyataan Adi (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut : Gambar I Faktor-Faktor yang berpengaruh Pada Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial Pembangun an Politik
an Ekonomi
piq+-lZ-t+ Pembangun
Fl+FH Pembangun
Spiritual
Pembangun an Spiritual
Ketujuh faktor di atas dapat berinteraksi satu dengan lainnya guna mempengaruhi pendekatan pembangunan sosial yang dilaksanakan.
Dari skema di atas, diasumsikan dengan pengembangan pendekatan pembangunan sosial yang dilakukan secara baik dapat juga mempengaruhi derajat kesejahteraan suatu masyarakat. Pembangunan sosial ditempatkan pada posisi yang penting dalam proses pembangunan kesejahteraan sosial. Pada dasarnya, berbagai upaya pembangunan yang dilaksanakan ditujukan untuk mengembangkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sehubungan dengan ha1 tersebut, Spicker dalam Adi (2002), menggambarkan usaha kesejahteraan sosial dalam kaitan dengan kebijakan sosial, sekurang-kurangnya mencakup lima bidang utama yang disebut dengan "bigfive", yaitu : 1. Bidang Kesehatan.
2. Bidang Pendidikan. 3. Bidang Perumahan. 4. Bidang Jaminan sosial
5. Bidang Pekejaan sosial. Kelima bidang di atas bila dikaitkan dengan pembangunan sosial, dapat dilihat pada skema berikut : Gambar 2 Bidang-Bidang yang terkait dengan Pembangunan Sosial
Dari konteks ini terlihat bahwa pembangunan kesejahteraan sosial sebenarnya tidak hanya pada bidang pekerjaan sosial, tetapi jauh lebih luas dari itu. Jaminan sosial, kesehatan, pendidikan, perumahan dan pekerjaan sosial
merupakan kunci untuk terjadinya proses pembangunan sosial secara optimal. Dan ini sangat terkait dengan ketujuh faktor yang telah dijelaskan sebelumnya. Sehingga pembangunan kesejahteraan sosial diharapkan dapat memberdayakan manusia secara utuh. Proses pembangunan mengandung konsekuensi baik bersifat positif maupun negatif, tergantung dari akses yang diberikan kepada masyarakat. Pembangunan merupakan proses pengembangan masyarakat, dimana dalam masyarakat terdapat komunitas-komunitas yang harus dipertimbangkan dengan memperhatikan unsurunsur perasaan komunitas, yaitu seperasaan, sepenanggungan, dan saling memerlukan. Dalam kehidupan senyatanya, banyak fenomena yang terjadi pada proses hakikat pembangunan itu sendiri, dimana dalam kehidupan masyarakat banyak terjadi permasalahan yang sangat kompleks. Permasalahan tersebut dapat timbul baik ekses dari pembangunan maupun dalam proses pembangunan itu sendiri. Sering terjadi bahwa proses dan atau dampak dari pembangunan mengakibatkan kondisi masyarakat yang miskin. Kemiskinan itu sendiri dapat diartikan bilamana masyarakat berada pada suatu kondisi yang serba terbatas, baik dalam aksesibilitas pada faktor produksi, peluangkesempatan berusaha, pendidikan, fasilitas hidup lainnya, sehingga dalain setiap aktivitas maupun usaha menjadi sangat terbatas (Sulistiyani : 2004). Tentunya ha1 ini perlu penanganan yang seksama, karena menyangkut hajat hidup orang perorangan maupun masyarakat. Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan yang sangat erat kaitannya dengan perspektif pembangunan kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial adalah perlindungan sosial, dan pembangunan masyarakat menitik beratkan pada pemberdayaan. Bidang pekerjaan sosial berusaha memperbaiki kehidupan manusia yang bermasalah tersebut. Dasar-dasar filsafat pekerjaan sosial merupakan penjelmaan dari cita-cita serta kepercayaan dan pelayanan pekerja sosial sebagai suatu ideologi. Pekerjaan sosial adalah suatu profesi dan praktek pertolongan yang merupakan jawaban masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial masyarakat (Iskandar:1992).
Dalam pembangunan perlu adanya modal sosial yang terbagi dalam empat diiensi; pertama adalah integritas, yaitu adanya keterikatan antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitarnya. Kedua adalah pertalian, yaitu adanya ikatan di luar dari komunitasnya. Ketiga adalah integritas organisasional, yaitu kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya dan salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi warga masyarakat yang tidak mampu. Keempat adalah sinergi, yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas. Titik berat pada sinergi ini adalah apakah negara memberikan ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya (Nasdian & Dharmawan : ZOOS).
Pengembangan masyarakat berbasis komunitas, terutama komunitas yang kurang mampu harus ditopang oleh negara dan bentuk jaminan sosial merupakan hak setiap orang untuk mendapatkannya. Jaminan sosial merupakan salah satu faktor yang berfungsi sebagai sistem perlindungan dasar bagi warga masyarakat beserta keluarganya, maka jaminan sosial pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan makro di bidang kesejahteraan sosial dan dilaksanakan berlandaskan komponen hak azasi manusia yang berdimensi luas bagi bak dan martabat manusia. Dengan demikian, jaminan sosial erat kaitannya dengan kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya sebagaimana dituangkan dalam deklarasi universal HAM PBB tanggal 10 Desember 1948. Adalah tugas para Pekerja Sosial dan professional kemanusiaan lainnya menguak
ketersembunyian,
membuka
keterisolasian,
serta
membangun
keberdayaan para korban pelanggaran HAM, dengan mengggugah kesadaran mereka akan hak-haknya. Pekerja sosial selalu bergerak dalam lima konteks, yaitu wilayah geografis, sosial ekonomi, politik, budaya dan keimanan yang dapat dianalisis secara masing-masing tetapi merupakan bagian dari keseluruhan yang dapat memperkuat koherensi d m kegayutan praktek pekerja sosial serta memberikan arah kepada aspek HAM dalam pekerjaan sosial. Fokus pekerjaan sosial kepada kebutuhan manusia, berdasarkan keyakinan bahwa pemenuhan kebutuhan sosial manusia dan pelayanan serta perlindungan
bagi manusia yang tidak beruntung bukan semata-mata sebagai pilihan tetapi sebagai keadilan dasar yang wajib. Dalam kaitan ini, pekerjaan sosial sejak awal kelahirannya berurusan, berkepentingan dan memperjuangkan perwujudan hak mendasar manusia akan kehidupan dan keadilan sebagai asas prakteknya, walaupun dalam orientasi kebutuhan, bukan dalam orientasi hak. Nilai-nilai dan asas praktek pekerjaan sosial tersebut, kemudian menjadi komponen HAM. Transisi dari orientasi pemenuhan kebutuhan kepada perwujudan periu dilakukan karena hak-hak akan keberhakan individu manusia yang nampak yang hams dipenuhi negara terhadap warganya. Hak Asasi Manusia tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai ,etika, teori, misi dan praktek pekerjaan sosial. Hak-hak yang berkaitan dengan kebutuhan manusia perlu dipegang teguh dan melekat pada pertimbangan dan motivasi bagi tindakan pekerjaan sosial. Pekerjaan sosial di dalam usahanya untuk mencapai tujuannya, yaitu memecahkan permasalahan sosial dan meningkatkan kemampuan orang dalam berinteraksi dengan orang lain maupun dengan sistem sumber perlu melaksanakan fimgsi-fimgsi sebagaimana dikemukakan oleh Pincus dan Minahan (Sukoco: 1992), yaitu : 1. Help people enhance and more effectively utilize their own problem-solving
and coping capacities (membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami)
2. Establish initial linkages between people and resource systems (mengkaitkan orang dengan sistem-sistem sumber)
3. Facilitate interaction and modifi and built new relationships between people
and societal resource systenzs (memberikan fasilitas interaksi dan merubah dan membangun hubungan dengan sistem-sistem sumber sosial) 4. Facilitate interaction and modzjj and built relationships between people within
resource systems (memberikan fasilitas interaksi dan merubah dan membangun hubungan antara orang dengan sietem-sistem sumber) 5. Contribute to the development and 7nodiJicationof societypolicy (memberikan
kontribusi untuk pembangunan dan perubahan kebijakan sosial)
6. Dispense material resource (menyalurkan sumber-sumber material)
7. Serve as agent of social control (memberikan pelayanan sebagai pelaksana kontrol sosial). 2.2 Konsep Jaminan Sosial Jaminan sosial dalan rangka memberikan perlindungan bagi warga masyarakat, pertama kali dilaksanakan melalui pendekatan pertumbuhan ekonomi namun untuk melaksanakannya diperlukan modal dan investasi yang cukup besar dan pendekatan ini tidak dapat dirasakan langsung oleh setiap lapisan masyarakat. Melalui beberapa tahapan perkembangan, terakhir digunakan pendekatan kebutuhan pokok (The Basic Needs Approach) dalam usaha menjangkau dan memecahkan masalah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sasaran dari pendekatan ini adalah : 1. Membuka lapangan pekerjaan.
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 3. Memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Kemudian pendekatan ini diperluas dengan memasukkan beberapa unsur kebutuhan kebutuhan pokok yang bersifat non-material, yaitu : (1) Pemenuhan kebutuhan minimal keluarga berupa gizi pangan, sandang dan pemukiman, (2) Pelayanan umum seperti, angkutan umum, pendidikan dan kesehatan (Kertonegoro : 1987), sehingga dapat digunakan sebagai tolok ukur kualitas kehidupan (qziality of life) dari kelompok masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Strategi yang terbaru ini justru memperkuat peranan dan kebutuhan jaminan sosial dalam pengembangan masyarakat berbasis komunitas. Jaminan sosial merupakan bagian dari perlindungan sosial, dan jaminan sosial terbagi dalam dua bagian, yaitu bantuan sosial dan asuransi sosial. Secara tradisional, jaminan sosial (sosial security) didefinisikan sebagai komponen-komponen program yang dapat memberikan jaminan atas resiko yang dihadapi oleh kelompok warga. Komponen tersebut meliputi perlindungan terhadap angkatan kerja (termasuk pekeja anak); asuransi sosial (termasuk pensiun) dan jaring keselamatan sosial (termasuk dana-dana sosial) (World Bank dikutip Thamrin ;2003).
Benda-Beckmann mengemukakan konsep m u m tentang jaminan sosial sebagai berikut :
Social security refers to the social phenomena with which the abstmct domain of social security is filled, efforts of individuals, groups of individuals and organizations to overcome insecuritues relate to their existence, that is, concerningfood and water, shelter, care andphysical and mental health, edz~cationand income, to the extent that the contingencies are not considered a purely individual responsibility, as well as intended and unintended consequences of these efforts. Jaminan sosial mengacu pada gejala-gejala sosial yang mengisi ranah jaminan sosial yang abstrak, yaitu upaya-upaya individu, kelompokkelompok perorangan dan organisasi untuk menanggulangi ketidakpastian yang menyangkut eksistensi mereka, yaitu yang berkenaan dengan air dan makanan, tempat perlindungan, pemeliharaan dan kesehatan fisik serta mental, pendapatan dan pendidikan, selama kemungkinan itu tidak dianggap sebagai tanggungjawab perorangan semata, dan juga konsekuensikonsekuensi yang dimaksud maupun tidak dimaksud dari upaya-upaya tersebut (Benda-Beckmann, 1994:14). Di Indonesia, bentuk jaminan sosial yang ada sangat eksklusif, karena ditujukan bagi sektor-sektor yang bersifat formal, sedangkan bagi sektor informal belum ada yang menyentuh. Sebuah sistem jaminan sosial yang bermatra partisipatif dan inisiatif lokal adalah sebuah keniscayaan. Sistem ini bisa diberi nama "perlindungan sosial inklusif", yakni perlindungan sosial yang mencakup kelompok rentan dan lemah dalam masyarakat yang selama ini tidak terjangkau oleh sistem jaminan sosial yang ada. (Soeharto : 2005) Pemerintah sebagai penyelenggara jaminan sosial belum sepenuhnya mengimplementasikan apa yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945, karena masih ada warga masyarakat yang belum tersentuh sistem perlindungan sosial, seperti lapisan masyarakat yang bekerja sebagai pekerja mandiri sektor informal yang relatif rentan terhadap pengaruh permasalahan dari luar dirinya dan dapat menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Mereka ini mempunyai resiko di dalam kehidupannya yang belum tercover oleh sistem perlindungan sosial dimaksud. Mengingat jumlah orang miskin di Indonesia cukup banyak yaitu 217.0760.600 jiwa (data tahun 2004; http://www.bps.go.id), tentunya perlu dicarikan jalan keluar yang sistematis clan sinergi dalam
penanganannya. Hal ini membutuhkan jaringan yang komprehensif, dimana hubungan yang saling mengikat antara pemerintah sebagai penyelenggara jaminan sosial (subyek) dan masyar~akattidak mampu sebagai obyek dari sistem jaminan sosial yang diselenggarakan. Dalarn melaksanakan jejaring sosial perlu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Berbasis aktivitas di tingkat komunitas.
2. Saling percaya dan kecenderungan informal. 3. Kesetaraan. 4. Mengutamakan keikutsertaan semua pihak.
5. Komitmen yang sustainable.
6. Sinergi 7. Relasi yang bersifat horizontal dan vertikal.
8. Adanya sarana untuk mengembangkan kesadaran kritis. Peranan pemerintah sangat dominan dalam penyelenggaraan jaminan sosial, karena memiliki tujuan yang salah satunya adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam proses pembangunan. Fokus kajian terletak pada proses kegiatan melalui asuransi sosial yang dilandasi oleh inisiasi komunitas Kelurahan Jamika. Soedjatmoko yang dikutip Nasdian & Dharmawan (2005), menyarankan agar pendekatan ini diterapkan secara komprehensif dan melibatkan masyarakat di pedesaan dan sektor informal dengan mengembangkan potensi, kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta satu konsep dasar sosiologi, yaitu bagaimana individu dan group sosial membuat kehidupan sosialnya menjadi seperti yang diinginkannya. Adapun sektor informal diartikan sebagai lapangan keja atau usaha yang dilakukan tanpa atau tidak terikat swat ijin, ketentuan hukum dan tempat. Empat kategori sektor informal (World Bank ;2002). 1. Pekerja berbasis rumah tangga, yaitu terikat dan bebas.
2. Pedagang dan pengecer jalananlkaki lima.
3. Pekerja musiman pada pembangunan gedung di jalan raya,
4. Pekerja diantara rumah dan jalan, seperti pemulung, penjual minyak tanah dan air bersih. Mayoritas pedagang kaki lima hanya terdiri dari satu tenaga. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan dan modal kerja. Dana tersebut jarang sekali dipenuhi dari lembaga keuangan resmi, biasanya berasal dari sumber dana illegal atau dari supplier yang memasok barang dagangan. Sedangkan sumber dana yang berasal dari tabungan sendiri sangat sedikit. Ini berarti hanya sedikit dari mereka yang dapat menyisihkan hasil usahanya, dikarenakan rendahnya tingkat keuntungan dan cara pengelolaan uang, sehingga kemungkinan untuk mengadakan investasi modal maupun ekspansi usaha sangat kecil (Hidayat : 1978). Dalam masyarakat tentunya terdapat sekumpulan komunitas yang memiliki kepentingan yang sama, namun terdapat perbedaan karakteristik satu sama lainnya. Komunitas lokal dapat diartikan sebagai komunitas tertentu yang dibatasi secara administratif dan geografis baik pada level grass root (aka rumput), seperti kelompok-kelompok yang terdapat di tingkat RTIRW atau pada tingkat regional seperti tingkat kecamatan dan kabupaten (Suharto : 2004). Secara urnurn, Mc Iver (1936) dalam bukunya "Community" yang dikutip oleh Arthur Dunham (1970) menyatakan: "A community is an aggregations of
families and individuals, settled in a fairly compact and contiguous geographic area with signiJicant elements of cornrnon l i f , as shown by manners, customs, traditions and modes of speech". Mc Iver menekankan pada konsep komunitas sebagai suatn daerah kehidupan bersama dimana komunitas bukanlah suatu pertumbuhan. Menurut pandangan sosiologis, yang dimaksud komunitas adalah warga setempat yang dapat dibedakan dari masyarakat luas melalui kedalaman perhatian bersama atau oleh tingkat interaksi yang tinggi dan para anggota komunitas mempunyai kebutuhan bersama (Jim Ive : 1995). Terdapat elemen penting dalam membentuk komunitas, yaitu (1) adanya wilayah, dimana sekelompok individu membina hubungan sosial mereka, (2) memiliki ikatan sosial bersama yang membentuk jejaring sosial yang dibangun oleh anggota komunitas untuk menemukan cara mempertahankan hidup, (3)
interaksi sosial yang terbentuk diantara individu-individu anggota suatu komunitas. Ketiga elemen tersebut akan selalu tampil bersama-sama yang menentukan ciri sebuah komunitas dan saling terkait satu sama lain, oleh karenanya kornunitas disebut sebagai sebuah sistem sosial, yang berlangsung baik pada aras antar individu, maupun antar individu dengan kesatuan masyarakatnya secara keseluruhan. Aras analisis sosiologi mengarah pada organisasi sosial yang melibatkan masyarakat dan kelompok serta sistem kelembagaan yang mempengaruhi keberadaan masyarakat dan kelompok yang terlibat. Tentunya kondisi yang dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat yang tidak mampu yang berada di bawah garis kemiskinan ha1 ini merupakan masalah sosial, sehingga di dalam penyelesaiannya memerlukan interaksi sosial, dimana hubungan antar individu sangat berpengaruh. Tidak terlepas dari sistem jaminan sosial yang dilaksanakan melalui asuransi sosial, yang perlu mendapat perhatian juga adalah kelembagaan sosial. Kelembagaan sosial disebut juga pranata sosial. Menurut Koentjaraningrat (1990), pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas yang memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Proses pelembagaan dimulai dari warga komunitas mengenal, mengakui, menghargai, mentaati dan menerima norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Pemberdayaan masyarakat selain meliputi penguatan individu anggota masyarakat itu sendiri, juga meliputi penguatan pranata. Pranata atau kelembagaan yang dimaksud baik berupa kelembagaan yang bersifat "badan atau organisasi, maupun berupa kelembagaan sosial. Salah satu ha1 yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan adalah tersedianya wadah sebagai sarana untuk berpartisipasi. Kemauan untuk berpartisipasi seperti menyumbangkan pemikiran, tenaga dan dana tak dapat direalisasikan jika tidak tersedia wadahnya (Madrie : 1986). Untuk mengetahui pola sistem ekonomi yang berlangsung di komunitas lokal dapat dilihat dari bagaimana pemanfaatan sumberdaya yang ada di lingkungannya oleh masyarakat setempat.
Seperti yang dikemukakan oleh Sulistyani (2004), potensi lokal yang dapat diakses oleh komunitas lokal, mencakup : 1. Lahan, baik yang bersifat sebagai pemukiman maupun tempat melakukan aktivitas ekonomi. 2. Tenaga keja, yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan keterampilan yang
mereka miliki. Apabila mereka tidak atau minim memiliki keterampilan apapun,
disinilah
pentingnya
campurtangan
pihak
ketiga
untuk
memberdayakan mereka agar menjadi tenaga yang terampil. 3. Modal, terkait dengan aktivitas ekonomi dan sosial yang dimiliki masyarakat.
Aktivitas ekonomi menyangkut asset produksi yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan ekonomi lokal serta merupakan dana investasi. Aktivitas sosial yang mereka miliki berupa perkumpulan warga, kelembagaan sosial, kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk dengan adanya unsur kepercayaan, kerjasama dan jaringan kerja yang terbentuk dengan baik, sehingga keberadaan berbagai kegiatan ekonomi lokal dan sosial dapat terus berjalan. Pada setiap pelaksanaan kegiatan, selalu ada faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya kegiatan. Adapun faktor-faktor tersebut, yaitu : a. Faktor Internal yang mencakup : 1) kebiasaan individu, dengan asumsi bahwa setiap individu pada umumnya akan bereaksi sesuai dengan kebiasaannya, 2) conditioning, bila suatu tindakan sudah terpolakan pada individu, maka
akan sulit menolak informasi yang baru, 3) sikap menyamaratakan terhadap suku tertentu, 4) sikap ketergantungan terhadap sesuatu atau seseorang yang dimulai sejak awal. b. Faktor Eksternal mencakup : 1) kesepakatan terhadap norma dan budaya tertentu yang berkaitan erat dengan kebiasaan dari kelompok masyarakat tersebut, 2) kelompok kepentingan, yaitu adanya kelompok yang memiliki tujuan berbeda dengan tujuan pengembangan masyarakat yang disebabkan adanya kepentingan tertentu. Faktor internal dan eksternal dipengaruhi oleh sikap seperti yang dinyatakan oleh Sarwono (1999), yaitu sikap adalah suatu konsep untuk memahami tingkah laku. Sejumlah perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau
manifestasi dari sikap yang sama. Seseorang dalam berhubungan dengan orang lain tidak terjadi begitu saja, tetapi ada kesadaran pada perbuatan yang dilakukan dan menyadari situasi yang ada sangkut pautnya dengan perbuatan tersebut. Kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata dan perbuatan-perbuatan yang mungkin &an terjadi dinamakan sikap. Sehubungan dengan adanya pengaruh internal maupun eksternal dalam diri seseorang, maka dalam proses pengembangan masyarakat hams memperhatikan karakteristik komunitas yang ada dalam suatu lokasi. Pengembangan masyarakat itu sendiri bertujuan memberikan keleluasaan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan yang telah mereka tentukan sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Di samping itu, masyarakat juga diberi kekuasaan untuk mengelola dana sendiri, baik yang berasal dari pemerintah maupun pihak donatur. 2.3 Konsep Pemberdayaan Dalam pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat dapat digunakan strategi pemberdayaan masyarakat. Pendekatan ini menyadari betapa pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal yang ditempuh melalui kesanggupan melakukan kontrol internal atas sumberdaya materi dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Sebagai langkah untuk mewujudkan pembangunan yang partisipatif yang dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat, pemerintah dan masyarakat sama-sama memiliki peran yang strategis. Konsep pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting karena memberi perspektif positif terhadap masyarakat kecil. Mereka tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan, melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya (Soeharto : 2003). Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling tekait, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang hams diberdayakan, dan pihak yang m e n d kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Pemaknaan pemberdayaan meliputi tiga hal, yaitu :
1. Pengembangan (enabling) yang berarti bahwa setiap masyarakat memiliki daya, namun seringkali mereka tidak menyadari dan ini hams digali dan dikembangkan.
2. Memperkuat potensi atau daya (empowering) dengan cara mendorong, mcmotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya.
3. Terciptanya kemandirian
dan
bukan
menjebak
masyarakat
dalam
ketergantungan (charity) (Sulistiyani : 2004). Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang bermasdah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya saja potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan (Soeharto : 2005). Pemberdayaan berkaitan dengan upaya memperoleh posisi tawar yang lebih besar, serta kemudahan aksesibilitas kepada sumber kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan komunitas berarti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga komunitas memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa ada kesan bahwa pengembangan itn adalah hasil kekuatan ekstemal. Pemberdayaan dilakukan dengan pemanfaatan sumberdaya lokal, namun dalam pelaksanaannya tentunya hams memperhatikan pemeliharaan lingkungan, dalam arti bahwa apa yang akan dilakukan tidak mengeksploitasi sumberdaya dam. Untuk itu sinergi antar program yang dilakukan dalam masyarakat hams benar-benar terencana dengan baik. Kartasasmita dalarn Prijono (1996) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan rakyat harus dilakukan melalui tiga cara. Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Kondisi ini berdasarkan asumsi bahwa setiap individu dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, menampung
berbagai masukan, menyediakan prasarana dan sarana baik fisik (irigasi, jalan, dan listrik) maupun sosial ( sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan) yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan paling bawah. Ketiga, melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang dan eksploitasi atas yang lemah.
Ill. METODOLOGI KAJIAN 3.1
Kerangka Pemikiran
Jaminan sosial merupakan salah satu faktor yang befingsi sebagai sistem perlindungan dasar bagi warga masyarakat yang rentan dan tidak mampu beserta keluarganya dari resiko yang dihadapi. Jaminan sosial itu sendiri pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan makro dibidang kesejahteraan sosial dan dilaksanakan berlandaskan komponen hak asasi manusia yang berdimensi luas bagi hak dan martabat manusia. Jauh sebelum pengakuan resmi atas kebutuhan untuk jaminan sosial, masyarakat tradisional menggantungkan jaminan terhadap para warganya atas bantuan keluarga dan keluarga besar desa, dimana setiap generasi menerima tanggung jawab untuk memelihara orang tua dan mereka yang lemah. Namun, berkembangnya industrialisasi yang makin intensif, berbagai bentuk perlindungan ini menjadi berubah dan tidak cukup untuk menghadapi situasi yang baru tersebut. Sistem jaminan sosial yang berkembang saat ini telah berhasil melindungi sektor terorganisir, perkotaan, maupun formal, tetapi masih belum berhasil melindungi sektor informal yang memberikan sebahagian besar kesempatan kerja. Permasalahan bagi masyarakat ekonomi lemah, termasuk pekerja mandiri sektor informal adalah memiliki keterbatasan modal, penguasaan teknologi yang sangat sederhana dan lemahnya akses terhadap pasar, sehingga berpengaruh terhadap penghasilan yang didapatnya dan berdampak pada tidak adanya perlindungan sosial dalam memelihara pendapatannya. Upaya
untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya
kelompok masyarakat marjinal yang rentan, terus dilakukan agar kesenjangan sosial dengan kelompok berekonomi mapan dapat diminimkan. Departemen Sosial dengan program ujicobanya melalui kegiatan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) menjawab permasalahan tersebut di atas. Secara langsung, manfaat Program Askesos adalah membangun kesadaran kolektif dan mengujicobakan kegiatan ekonomi rakyat secara kolektif dengan memperkuat kapasitas internal mereka, kemudian melihat bingkai kebijakan sosial-ekonomi pada tingkat kota agar lebih pro terhadap perubahan nasib mereka. Mereka juga
mulai mempertanyakan dan mengontrol efektifitas distribusi kredit yang selama ini lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Selain itu mereka juga belajar untuk menabung walau dalam skala kecil, karena dana premi yang mereka bayarkan akan dikembalikan dalam bentuk tabungan setelah masa pertanggungan selesai. Pelaksanaan Askesos juga sesuai dengan paradigma baru pembangunan, yaitu paradigma people centered development. Hal ini dapat dilihat dari prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan berkelanjutan serta mengutamakan ekonomi lokal, hanya saja dalam pelaksanannya belurn sepenuhnya diserahkan pada masyarakat. Askesos merupakan salah satu bentuk kegiatan sosial yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat rentan dari resiko sakit, kematian dan kecelakaan. Sehingga mereka akan merasa lebih tenang untuk melakukan usaha dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Namun saat peserta Askesos mulai merasakan manfaat program dimaksud, kegiatan tidak dapat dilanjutkan karena ada kendala pada pengelola Askesos yang tidak mampu iagi mengelola kegiatan tersebut. Pihak pengelola menuntut adanya penambahan dana klaim dari pemerintah, sementara pemerintah tidak mampu memberikan lebih dari yang diminta pihak pengelola. Berdasarkan ha1 tersebut di atas, maka perlu adanya tindakan untuk menindaklanjuti kegiatan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan peserta Askesos khususnya dan para pekeja mandiri sektor informal lainnya yang berada di Kelurahan Jamika. Pengembangan kapasitas komunitas berupa pengembangan individu dan kelompok terlebih pada golongan masyarakat yang memiliki kemampuan terbatas tersebut seperti pekerja mandiri sektor informal, dapat dijadikan pengungkit yang efektif untuk meningkatkan kemampuan usahanya, sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupannya. Perlindungan sosial inklusif, yakni perlindungan sosial yang ditujukan bagi pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan Jamika yang selama ini belum terjangkau secara keselur~~han oleh sistem jaminan sosial yang ada, perlu segera dikembangkan dengan memperhatikan sitem jaring pengaman sosial informal
yang diselenggarakan masyarakat dan sistem jaminan sosial yang bersifat eksklusif yang hanya mencakup peserta yang memiliki pekerjaan tetap, terutama mereka yang bekej a pada sektor formal. Di samping itu, kegiatan jaminan sosial berbasis komunitas di Kelurahan Jamika menjawab persoalan dimana negara kurang mampu menjangkau masyarakat secara keseluruhan untuk diberi jaminan. Secara skematis, kerangka pemikiran yang akan diolah dapat dilihat pada gambar beiikut : Gambar 3 Kerangka Pemikiran Kajian Jaminan Sosial Berbasis Komnnitas
Faktor Internal
Tercipta Perlindungan Sosial Bagi Pekerja
Mandiri Sektor Informal
3.2
Metode Kajian Rancangan penelitian dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Kajian ini lebih merupakan suatu kajian kualitatif yang bersifat partisipatif dengan
mempertimbangkan kedekatan peneliti pada orang atau situasi yang diteliti serta dapat menangkap peristiwa aktual yang terjadi sesuai dengan topik kajian. 3.2.1 Batas-batas Kajian Kajian ini dilakukan berdasarkan aras subyektif mikro, yang meliputi kajian pola perilaku, tindakan, interaksi sosial, persepsi, dan keyakinan serta ragam segi konstruksi realitas sosial di Kelurahan Jamika. Tipe yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kajian terapan deskriptif, yaitu untuk memahami ciri-ciri dan sumbersumber masalah manusia dan masyarakat serta mendokumentasikan suatu kejadian atau gejala sosial secara lengkap, rinci, dan mendalam. Dalam ha1 ini adalah memahami sumber masalah para pekerja sektor informal dan masyarakat Kelurahan Jamika pada umumnya serta membuktikan kebenaran suatu fenomena dalam masyarakat Kelurahan Jamika secara terbuka. 3.2.2 Lokasi Kajian Kajian dilaksanakan di Kelurahan Jamika, Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung. Kelurahan ini merupakan lokasi uji coba proyek Jaminan Sosial dari Departemen Sosial RI. Kelurahan ini juga banyak mempunyai potensi ekonomi yang dapat dikembangkan dan diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat setempat. 3.2.3 Waktu kajian Kegiatan kajian dilaksanakan sesuai dengan jadual yang telah ditentukan. Untuk itu praktikan telah menyusun jadual rencana kegiatan, yaitu :
I
KEGIATAN
I
TAHUN 2006 Juni
Juli
Agustus
I
September
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Pelaksanakan pengumpulan data menggunakan pendekatan subyektif mikro dengan mendokumentasikan suatu fenomena sosial secara lengkap, rinci dan mendalam serta memahami ciri-ciri dan sumber-sumber masalah, sehingga akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang situasi sosial masyarakat. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah :
1. Pengamatan berperan serta, dengan tujuan : a. Melihat, merasakan, memaknai peristiwa dan fenomena sosial yang tejadi di masyarakat Kelurahan Jamika. b. Membentuk pengetahuan bersarna.
2. Wawancara mendalam yang bertujuan untuk mendalami pandangan masyarakat Kelurahan Jamika tentang situasi sosial, budaya, ekonomi, politik, ekologi dan demografi di lingkungannya. Wawancara ini dilakukan dengan warga masyarakat yang tinggal di wilayah Kelurahan Jamika serta aparat kelurahan dan tempat wawancara bervariasi, seperti di m a h , kantor kelurahan, toko dan warung serta di gang-gang yang kebetulan warga sedang berkumpul.
3. Studi arsipldokumentasi, dengan tujuan mempelajari arsip-arsip atau dokumendokumen yang terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat di Kelurahan Jamika terutama yang terkait dengan fenomena sosial yang tejadi di masa lalu.
Data yang dikumpulkan bersumber dari berbagai unsur yang terkait dalam pelaksanaan praktek lapangan dimaksud. Secara rinci dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
4
Program Asuransi Kesejahteraan Sosial
5
Program Pelayanan Lanjut Usia "Tunas Harapan".
6
Berkaitan dengan Lokasi Pmktek Lapangan di Kelurahan lamikaBandung dan YASBU di J1. Margabayu Raya-Bandung
- Komunitas warga - Tokoh Agama - Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat. - Lutab - Staf Kelurahan - Bumh, Ibu-lbu, pedagang kecil, dll. - Kelompok Remaja - Ketua RW - YASBU
-
-
-
Lurah Staf Kelurahan Ibu-lbu pengajian. Ketua RW Pengurus posyandu Ibu-ibuPKK Buku catatan Keluraban Jamika. Laporan Pemetaan Sosial di Kelurahan Jamika Buku laporan YASBU
- Obsemasi
- Studi Dokumentasi - Wawancara Mendalam - Diskusi Terfokus - Observasi Lapangan
- Studi dokumentasi - Wawancara mendalam - Wawancara kelompok - Obsemasi lapangan - Studi dokumentasi - Wawancara individu - Observasi lapangan
Catatan: pada saat melaksanakan wawancara, selain mencatat, penulis juga merekam pembicaraan dengan menggunakan tape recorder
3.2.5 Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dan hasilnya disajikan secara deskriptif analitis. Beberapa tabel kategorisasi, peta dan grafik serta bagan akan digunakan untuk membantu penyajian hasil analisis data. Langkah awal yang akan ditempuh adalah melakukan '>enyuntingan" data (melengkapi dan menstransformasi data mentah yang ditulis dalam catatan lapangan atau rekaman hasil wawancara), sehingga menjadi informasi yang sistematis, melengkapi informasi yang terkumpul dengan surnber-sumber lain yang mendukung (dokumen tertulis, peta, laporan). Langkah kedua adalah melakukan kategorisasi data. Hal ini adalah tindakan untuk melakukan pengelompokan informasi hasil penyuntingan. Pengelompokan dilakukan atas dasar aspek-aspek yang diteliti, tingkatan dan tipe informan dan jenis informasi yang dapat dikumpulkan. 3.2.6 Metode Perencanaan Program Penyusunan rencana aksi program pengembangan masyarakat dilaksanakan secara partisipatif. Pendekatan partisipatif dalam penyusunan perencanaan program dirasakan sangat relevan dengan kajian pengembangan masyarakat, karena metode-metode partisipatif adalah metode yang dapat membantu masyarakat, institusi pada masing-masing sektor serta para penentu kebijakan untuk mengetahui tingkat kebutuhan dan mengukur kesinambungan serta kesetaran pemanfaatan suatu proyek yang dilakukan untuk masyarakat. Tujuannya adalah adanya suatu perubahan sosial dan penguatan kapasitas masyarakat agar ketimpangan yang telah terjadi dapat dihilangkan atau dikurangi. Proses pendidikan masyarakat dilakukan antara lain melalui kegiatan pengkajian keadaan masyarakat yang memungkinkan masyarakat "meneliti" keadaannya sendiri sebagai proses belajar yang mana seluruhnya diterapkan melalui kegiatan bersama atau dalam pengembangan program. Pada proses pengembangan masyarakat tersebut tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan dalam tahapan-tahapan penyusunan perencanaan, salah satu teknik untuk mengatasi ha1 tersebnt di atas adalah dengan menggunakan Technology ofParticipation (TOP).
Sudrajat, dkk (2005), mendefinisikan bahwa TOPadalah teknik perencanaan pengembangan masyarakat secara partisipatif, sehingga sel~truhpihak memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukakan ide dan menolong setiap orang untuk mampu mengapresiasikan ide orang lain. Dalam
pelaksanaannya,
penyelenggaraan
perencanaan
program
pengembangan masyarakat secara partisipatif sangat tergantung dari kemampuan fasilitator
dalam
membangkitkan,
memanfaatkan
dan
mempertahankan
kepentingan bersama. Alasan digunakan pendekatan partisipatori perencanaan aksi program pemberdayaan adalah sebagai berikut : a. Pendekatan partisipatori adalah suatu pendekatan yang dapat memobilisasi sumberdaya yang ada di dalam masyarakat itu sendiri, baik sumberdaya atam maupun sumberdaya manusia, dan meningkatkan kemampuan masyarakat sehingga dapat mandiii dan tidak tergantung pada pihak lain, dan juga menghilangkan secara perlahan hal-ha1 yang menekan atau menindas hak-hak masyarakat dalam mengolah potensi yang mereka miliki. Hal ini bermanfaat untuk menggali potensi yang dimiliki oleh masyarakat Kelurahan Jamika sebagai landasan pengembangan kapasitas yang dimiliki. b. Pendekatan partisipatori adalah pendekatan yang dapat mendorong setiap orang dalam suatu kelompok tertentu untuk berpartisipasi secara aktif dalam suatu proses yang tejadi dalam kelompok tersebut tanpa memandang umur, jenis kelamin, kelas sosial, maupun latar belakang pendidikan. Pada proses ini komunitas akan merasa saling memiliki dan meningkatkan rasa tanggung jawab mereka terhadap program yang mereka bangun. c. Pendekatan partisipatori terutarna sangat berguna dalam menerapkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan pada posisi pengambilan keputusan. d. Pendekatan partisipatori dapat membantu membangun rasa percaya diri, rasa tanggung jawab atas apa yang telah diputuskannya sendiri. Selain itu dengan partisipatori proses pembuatan keputusan dan analisa menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
e. Pendekatan partisipatori dibuat untuk tingkat perencanaan di masyarakat, dimana masyarakat dapat saling belajar dan mengembangkan rasa hormat baik penghormatan terhadap pengetahuan seseorang maupun keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Dalam
melakukan
pengkajian
pengembangan
masyarakat
yang
dilaksanakan melalui pendekatan partisipatori tersebut, tidak terlepas dari pinsipprinsip partisipatori, yaitu : a. Mengutamakan yang terabaikan, dengan tujuan masyarakat memperoleh kesempatan untuk memiliki peran dan mendapat manfaat dari kegiatankegiatan pembangunan yang berlangsung, khususnya program jaminan sosial. Prinsip ini berupaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang ada di masyarakat. b. Melakukan proses pemberdayaan, dengan tujuan agar masyarakat tidak mempunyai karakter ketergantungan pada pihak luar dari masyarakat itu sendiri, yaitu dengan cara menggali potensi yang mereka miliki sehingga pemanfaatan kekuatan internal lebih dominan. c. Masyarakat Kelurahan Jamika sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator. d. Saling belajar dan menghargai perbedaan. e. Menciptakan kondisi yang santai dan informal, dengan tujuan masyarakat tidak merasa ditekan atau dipaksa dalam menjalankan program yang mereka tentukan sendiri mekanismenya. f. Melakukan triangulasi, yaitu pemeriksaan ulang informasi yang didapat melalui berbagai surnber dengan latar belakang pendidikan, keterampilan, maupun pengetahuan yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan untuk mencapai keakuratan data. g. Orientasi praktis, yaitu informasi yang didapat harus mampu memecahkan masalah yang ada untuk pengembangan kegiatan jamian sosial yang ada di masyarakat. h. Bersifat terbuka, dalam arti tidak kaku sehingga masyarakat lebih aktif dalam mengemukakan ide-idenya, terutama dalam pengembangan kegiatan jaminan sosial.
Dari berbagai faktor dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka perlu strategi program penguatan dan peningkatan surnber daya dan skala ekonomi dengan perencanaan yang matang dan disusun secara partisipatif bersama masyarakat dengan metode Technology of Participation (Top), yang selanjutnya disusun sebagai program pemberdayaan masyarakat lokal. Adapun sasaran utama program pemberdayaan ini adalah para pekerja mandiri di sektor informal. Pada proses pemberdayaan tersebut, tentunya tidak luput dari partisipasi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan yang dimaksud. Untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan, ada tiga faktor utama, yaitu (1) adanya kemampuan, (2) adanya kesempatan, (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi. Kemauan dan kemampuan merupakan potensi yang dimiliki oleh pelaku secara individu ataupun kelompok, sedangkan kesempatan lebih dipengaruhi oleh situasi atau lingkungan di luar diri pelaku dan lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan dimana tempat tinggal si pelaku. Kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan terutama dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sarana dan prasarana fisik, kelembagaan (formal dan lokal), kepemimpinan (formal dan lokal), pengaturan dan pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sarana dan prasarana yang sangat berpengaruh aktivitas partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah transportasi dan telekomunikasi serta perangkat kelembagaan yang mengatur keterkaitan antar individu maupun kelompok dalam masyarakat. Strategi yang dilakukan dalam pengkajian menggunakan metode Technology
ofparticipation (Top) dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan komunitas melalui wawancara dan pengamatan di lapangan. b. Hasil Identifikasi potensi dan permasalahan tersebut dikonfirmasikan melalui diskusi kelompok untuk menentukan dan menganalisis prioritas permasalahan. c. Klarifikasi dan penilaian kembali permasalahan yang telah diidentifikasi, dilaksanakan diskusi kelompok lanjutan serta disepakati upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memecahkan permasalahan.
d. Penyusunan rencana program berdasarkan hasil identifikasi permasalahan lalu dianalisis. Dalam diskusi penyusunan usulan rencana program, sekaligus dilaksanakan penyusunan indikator-indikator dan jadual monitoring. e. Hasil diskusi dan penyusunan rencana program disampaikan dalam acara saresehan yang mengunclang semua stakeholder untuk dimintakan tanggapan, masukan-masukan sebagai penyempurnaan penyusunan rencana program. f. Untuk penyusunan program dilasanakan dengan metode penggalian aspirasi
berbagai pihak yang berkepentingan (analisis stakeholder), dengan tujuan mengidentifikasi kepentingan, peran, pengaruh serta tingkat partisipasi stakeholder.
IV. PETA SOSIAL KELURAHAN JAMIKA Kondisi peta sosial Kelurahan Jamika menggambarkan potensi sosial ekonomi yang dimiliki oleh Kelurahan Jamika yang dapat digunakan untuk merancang suatu bentuk dan model pengembangan masyarakat, khususnya dalam upaya pengembangan jenis perlindungan sosial inklusif bagi salah satu komunitas kecil yang ada di Kelurahan Jamika, yaitu pekerja mandiri sektor informal. Dalam kajian ini, kondisi peta sosial dijadikan sebagai bahan untuk menganalisa aspek-aspek kehidupan masyarakat Kelurahan Jamika yang dapat mempengaruhi para pekeja mandiri sektor informal dan sistem usahanya dalam memelihara pendapatan mereka. Aspek-aspek dimaksud meliputi lokasi, kependudukan, sistem ekonomi, struktur komunitas, lembaga kemasyarakatan, sumberdaya lokal, dan masalah kesejahteraan sosial. 4.1 Lokasi
Kelurahan Jamika merupakan salah satu kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung dengan jarak ke masing-masing pusat pemerintahan adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Jarak Kantor Kelurahan ke Pusat-Pusat Pemerintahan
1 NO. !
-----OKBITASI
Ibukota Kecamatan Ibukota Kota 2 Ibukota Provinsi 3 lbukota Negara 4 Sumber : Profil Kelurahan Jamika, 2005 1
-
JARAK *.-
2 km. 5 km. 7 km. 180 kn~.
1 WAKTU ---* 8 menit
i 20 menit
+ 20 menit i
180 menit
Sehubungan dengan posisi Kelurahan Jamika yang relatif tidak terlalu jauh dari pusat-pusat kantor pemerintahan, seperti Kantor Kecamatan, Kantor Kota dan Kantor Pemerintah daerah lainnya, maka kondisi tersebut lebih memudahkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan administratif yang perlu dilakukan oleh kantor kelurahan, serta lebih mempermudah arus informasi dan komunikasi antara Kantor Kelurahan Jamika dengan Ibukota Kecamatan dalam waktu tempuh
5
8 menit, ke Ibukota Kota
* 20 menit, dan waktu tempuh ke pusat fasilitasi
terdekat seperti fasilitas ekonomi, kesehatan, pendidikan, masing-masing dapat ditempnh dengan waktu berkisar antara 15 sampai dengan 30 menit. Jdan protokol yang dilewati sebelum memasuki kawasan Kelurahan Jamika adalah Jalan Sudirman, masuk ke Jalan Jamika yang merupakan jalur lintas menuju wilayah Bandung Selatan sampai batas kota, dan jalan Terusan Pasir Koja yang menuju ke arah Ibukota Provinsi, serta jalan Pagarsib yang juga mengarah pada jalur ke Ibukota Provinsi. Secara umum wilayah Kelurahan Jamika sangat strategis keberadaannya karena mudah dijangkau baik oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Secara geografis Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler berbatasan dengan beberapa wilayah yang meliputi :
1. Sebelah utara
: Kelurahan Ciroyom
2. Sebelah selatan
: Kelurahan Babakan Tarogong
3. Sebelah barat
: Kelurahan Sukahaji
4. Sebelah timur
: K e l d a n Cibadak
Jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4 Peta Wilayah Kelurahan Jamika
Kelurahan Jamika mempunyai luas wilayah 54 Ha. Penggunaan lahan di wilayah ini dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3 Penggunaan Tanah Kelurahan
Sumber :Profil Kelumhan Jamika, 2005
Berdasarkan data penggunaan lahan, terlihat bahwa 87,37 % dari luas wilayah digunakan sebagai area pemukiman penduduk dengan kategori rumah toko dan pemukiman umum. Penggunaan lahan di Kelurahan Jamika dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi lokal, bukan hanya dijadikan sebagai tempat tinggal saja bagi penghuninya, tetapi sebagian juga digunakan sebagai tempat usaha, terutama warga pendatang baik dari daerah lain maupun Warga Negara Indonesia keturunan. Dan sebagian besar usaha mereka dilakukan di m a h n y a sendiri seperti toko/warung/kios, bengkel, dan lain-lain. Bila dilihat dari pembagian lahan tersebut pada tabel di atas, maka jelas bahwa Kelurahan Jarnika memiliki keterbatasan lahan, terutama untuk kegiatan ekonomi. 4.2 Kependudukan Terhitung pada tanggal 27 September 2005, jumlah penduduk Kelurahan Jamika adalah 25.461 jiwa yang terdiri dari 12.831 laki-laki dan 12.630 perempuan, sedangkan jumlah penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4 Jumlah Penduduk Kelurahan Jamika Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Apabila digambarkan dalam bentuk piramida penduduk, maka jurnlah penduduk Kelurahan Jamika berdasarkan usia dan jenis kelamin adalah sebagai
Gambar 5 Piramida Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Kelurahan Jamika Tahun 2005
Berdasarkan bentuk piramida penduduk yang melebar pada bagian bawah piramida baik untuk laki-laki maupun perempuan menunjukkan bahwa angka kelahiran pada beberapa tahun terakhir masih cukup tinggi. Terlihat pada kelompok umur 0 s.d. 4 tahun, 10 s.d. 14 tahun, 15 s.d. 19 tahun dan 20 s.d. 24 tahun. Sehubungan dengan perubahan kelahiran dan kematian, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengkategorikan penduduk dalam tipe-tipe berikut : 1. Kelahiran tinggi - kematian tinggi. 2. Kelahiran tinggi - kematian cukup tinggifsedang menurun.
3. Kelahiran tinggi - kematian rendah. 4. Kelahiran sedang menurun - kematian rendah.
5. Kelahiran rendah - kematian rendah. Andaikata tipe-tipe tersebut di atas diterapkan pada komposisi penduduk Kelurahan Jamika, maka Kelurahan Jamika masih temasuk ke dalam tipe ketiga, yaitu "kelahiran tinggi-kematian rendah", cenderung baik harapan hidupnya. Pada piramida penduduk terlihat bahwa terjadi penurunan angka kelahiran pada 4 tahun terakhir ini @ada kelompok usia 0 - 4 tahun) dibandingkan dengan angka kelahiran pada kelompok usia 5 - 9 tahun. Bentuk piramida yang mengerucut ke atas juga menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Jamika merupakan penduduk muda, dimana sebagian besar penduduknya pada usia muda. Besarnya beban tanggungan penduduk, yaitu perbandigan antam banyaknya orang yang tidalc produktif (usia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (usia 15 - 64 tahun) adalah sebesar 47. Ini berarti setiap 100 orang yang produktif menanggung 47 orang yang tidak produktif. Implikasinya adalah, dengan penciutan kelompok penduduk usia kurang dari 15 tahun dan usia 65 tahun ke atas berarti akan menurunkan rasio beban tanggungan usia muda dan tua di wilayah ini. Hal ini terjadi seiring dengan mengecilnya jumlah anggota keluarga. Jumlah penduduk usia produktif yaitu 15 - 64 tahun menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu 17.392 jiwa atau sekitar 68,31 % dari jumlah penduduk
sehingga mempunyai peluang tinggi untuk menambah angka kelahiran (fertilitas) di wilayah ini. Jumlah usia kerja, yaitu yang dipakai untuk rnenilai apakah seseorang merupakan angkatan kerja atau bukan dipakai dengan batas usia 15 - 64 tahun. Di Kelurahan Jamika jumlah usia kerja adalah 17.392 jiwa atau sekitar 68,31 % dari jumlah penduduk, sedangkan jumlah angkatan keja (pegawai negeri sipil, pegawai swasta, ABRI, pertukangan, petani, dan pedagang) yaitu sebesar 20.842 jiwa atau 81,86 % dari jumlah penduduk merupakan angkatan kerja. Jumlah penganggur di wilayah ini adalah sekitar 8.593 orang atau 33,54 % dari seluruh jurnlah penduduk, dengan kategori termasuk pengangguran tidak kentara, yaitu mereka yang bekej a tidak tetap seperti buruh-bur& bangunan, para pekerja borongan, maupun mereka yang baru menyelesaikan p e n d i d i dan belum mendapatkan pekerjaan. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat dalarn tabel sebagai berikut : Tabel 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
1 dm3 7
1 Saqma Jumlah
422
22 1
12.831
12.630
643 25.461
2,53
100
Sumber :Pmfil Kelurahan Jamika, 2005
Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk masih rendah, dimana jumlah penduduk yang menyelesaikan pendidikan SD (tidak melanjutkan ke SLTP) masih tinggi yaitu 20,32 %. Hal ini berpengaruh terhadap pengetahuan, keterampilan dan pemahaman yang dimiliki penduduk. Rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan juga dapat dijadikan indikator untuk rnenilai tinggi
rendahnya pendapatan seseorang. Namun apabila dikaitkan dengan jenis usaha kecil yang biasa dilakukan oleh pekerja mandiri di sektor informal yang ada di wilayah ini dimana relatif tidak memerlukan pendidiian formal, maka kondisi pendidikan seperti itu dapat dikategorikan sesuai dengan pekerjaan mereka. Namun dalam kaitannya dengan pengembangan usaha, khususnya dalam usaha pemeliiaraan pendapatan dalam rangka memberikan jaminan sosial, diperlukan adanya berbagai pendidikan informal yang dapat mendorong ke arah pengembangan usaha mereka, sehingga dapat meningkatkan kualitas kehidupan mereka. 4.3 Sistem Ekonomi
Mata pencaharian pokok penduduk Kelurahan Jamika bersifat heterogen, namun perbandingan antara jumlah satu mata pencaharian dengan mata pencaharian lainnya menunjukkan perbedaan yang menwlok, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Sumber :Profii Kelurahan Jamika, 2005
Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kelurahan Jamika mempunyai mata pencaharian pokok sebagai pedagang. Mereka lebii banyak bekerja di sektor informal. Sedangkan untuk jenis pekerjaan lainnya relatif kecil. Berdasarkan informasi yang praktikan terima, warga yang belum bekerja (pelajarlmahasiswa) cukup banyak, yaitu 40,SS persen.
Keberadaan pabrik, industxi dan usaha ekonomi lokal cukup banyak menyerap tenaga kerja lokal sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran. Pembangunan ekonomi lokal merupakan pembangunan dalam komunitas yang menitikberatkan pada penciptaan kesempatan kerja dan menghasilkan pendapatan nyata bagi penduduknya. Oleh karena itu keberadaan kegiatan ekonomi lokal di Kelurahan
Jamika perlu
mendapat perhatian khusus,
karena dengan
berkembangnya kegiatan dimaksud akan menjadi sumber daya lokal yang dapat menyerap tenaga kerja produktif serta sebagai upaya menekan semakin meningkatnya jumlah kelompok masyarakat miskin di wilayah ini. Jumlah kelompok miskin di wilayah ini sebenarnya dapat dikwangi dengan adanya
beberapa
program
pengentasan
kemiskinan,
seperti
Program
Penanggulangan Kerniskinan di Perkotaan (P2KP), Kelompok Usaha BersamaFakir Miskin (KUBE-FM), Upaya Peningkatan Peranan Keluarga (UP2K), dan lain-lain termasuk dilaksanakannya program Askesos yang di dalamnya ada bantuan usaha ekonomis produktif. Memang benar ada kendala dan permasalahan di dalam setiap pelaksanaan program pengentasan kemiskinan tersebut, tetapi secara nyata masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Pembangunan ekonomi lokal merupakan pembangunan dalam komunitas yang rnenitikberatkan pada penciptaan kesempatan keja dan menghasilkan pendapatan nyata bagi penduduknya. Oleh karena itu, keberadaan kegiatan ekonomi lokal di Kelurahan Jamika perlu mendapat perhatian khusus, karena dengan berkembangnya kegiatan ini yang diiubungkan dengan semakin sulitnya mendapatkan pekerjaan akan menjadi surnber daya lokal yang dapat menyerap tenaga kerja produktif yang cukup besar serta sebagai upaya untuk menekan semakin meningkatnya jurnlah kelompok rnasyarakat rniskin di wilayah ini. Banyaknya kegiatan ekonorni terutama kegiatan ekonomi dalam skala besar, seperti pusat-pusat perbelanjaan mempengamhi kegiatan sosial ekonomi masyarakat di lingkungan Kelurahan Jamika, seperti kemudahan untuk memperoleh kebutuhan barang sehari-hari, kunjungan ke pusat perbelanjaan sebagai ajang rekreasi, dan sebagainya. Kondisi ini juga merupakan salah satu potensi yang dapat dilnanfaatkanoleh komunitas pekerja di sektor informal untuk lebih mengembangkan usahanya, khususnya dalam memperluas j d g a n
pemasaran dan dalam rangka pemeliharaan pendapatan mereka ketika menghadapi resiko, seperti sakit, kecelakaan, dan meninggal. 4.4
Struktur Komunitas Struktur komunitas sosial masyarakat dapat ditinjau dari beberapa aspek,
seperti di bawah ini : 1. Pelapisan Sosial
Seperti lazimnya suatu komunitas, di Kelurahan Jamika dapat terjadi pelapisan sosid. Pelapisan sosial di kelurahan tersebut dapat terlihat secara fisik maupun non fisik, seperti kelompok-kelompok orang yang membentuk lapisan karena alasan-alasan tertenty baik disengaja maupun tidak disengaja. Salah satu contoh dalam bentuk fisik dapat dilihat pada gambar berikut :
2. Unsur Utamapelapisansosial
Pelapisan-pelapisan sosial yang ada di dalam masyarakat umumnya hampir sarna dengan pelapisan sosial masyarakat lainnya, yaitu didasarkan pada a. Kekayaan yang d i m i l i . b. Pendidikan formal. c. Keaktifan dalam kegiatan kemasyarakatankeagamaan. d. Pekerjaan. Namun dalam kehidupan sehari-hari pelapisan sosial tersebut tidak menimbulkan adanya kesenjangan yang mencolok diantara warga masyarakat,
sehingga interaksi sosial mereka tetap berjalan sesuai dengan norma-norma yang berlaku di daerah tersebut.
3. Kepemimnpinan dun sumbernya Berdasarkan informasi, kepemimpinan yang muncul di Kelurahan Jamika berdasarkan : a. ~ a d segtnen a mana tokoh tersebut berada (pemuda, agama, dan lain-lain) b. Posisi apa yang saat ini sedang dijabat oleh seseorang. c. Adanya para pendukung yang menokohkan seseorang. d. Seberapa banyak aset yang dimiliki seseorang.
Dari sumber-sumber di atas, maka lahirlah tokoh-tokoh masyarakatl pemimpin dengan kriteria seperti : a. Tokoh formal. b. Tokoh agama. c. Tokoh pemuda. d. Tokoh remaja. 4. Respons masyarakat terhadap kepemimpinan
Keberadaan pemimpin formal di Kelurahan Jamika memiliki peranan yang cukup penting. Kepatuhan warga terhadap pemimpin formal (lurah dan perangkatnya) umumnya menyangkut hal-ha1 yang bersifat prosedural seperti pengurusan KTP, Surat Keterangan Pindah, dan lain-lain. Sedangkan pemilihan ketua RW dan RT dilakukan secara demokratis oleh masyarakat dengan memperhatikan wibawa, kharisma yang dimiliki dan faktor kedekatan kepada masyarakat. Masyarakat Kelurahan Jamika akan memberi dukungan dan kepercayaan yang tinggi kepada pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat. Sementara pemimpin informal yang banyak berperan di masyarakat adalah tokoh-tokoh aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan keagamaan. Peranan tokohtokoh masyarakat di wilayah ini juga cukup berarti, dimana keberadaan tokohtokoh masyarakat dianggap cukup berperan dalam pengembangan dan pembangunan wilayah baik secara fisik maupun mental. Misalnya dalam musyawarah rencana pembangunan, sumbang saran dari tokoh-tokoh masyarakat
sangat diperlukan guna penentuan skala prioriatas bidang pembangunan yang nantinya akan diusulkan ke tingkat kecamatan. Pengembangan mental para generasi muda, sangat dipengaruhi oleh peranan tokoh-tokoh agama yang ada di Kelurahan Jamika. Mereka senantiasa mengarahkan para generasi muda untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan remaja mesjid, sehingga dapat mencegah timbulnya bentuk-bentuk kenakalan remaja. Respon masyarakat terhadap kepemimpinan di wilayah ini umumnya cukup baik, ha1 ini juga dapat dilihat dari adanya partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan kemasyarakatan yang digerakkan oleh tokoh-tokoh kepemirnpinan di wilayah ini, sehingga kondisi ini juga dapat meredam terjadinya konflik diantara warga masyarakat. Keberadaan kepemimpinan formaVinformal yang cukup dihargai oleh masyarakat merupakan salah satu potensi lokal yang dapat dikembangkan dalam upaya mempererat hubungan sosial dan juga jaringan sosial terutarna antara para pekerja sektor informal dengan aparat kelurahan. 4.5 Lembaga Kemasyarabtan
Kelurahan Jamika seperti pada umumnya kelurahan yang lain, memiliki lembaga-lembaga formal maupun kelembagaan yang dibentuk atas inisiatif warga masyarakat sesuai dengan yang mereka butuhkan. Lebii jelasnya akan diuraikan sebagai berikut : 1. Jenis dan Bentuk Lembaga Kemasyarakatan
Lembaga formal maupun lembaga non formal (kelembagaan) yang dibentuk atas dasar kebutuhan warga masyarakat relatif cukup banyak, seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, Badan Keswadayaan Masyarakat, Ikatan Majelis Ta'lim, Kelompok Pengajian, Pembiiaan Kesejahteraan Keluarga (PICK), dan lain-lain.
Di setiap RW ada kelompok pengajian yang secara rutin melakukan kegiatannya sekali seminggu. Adapun jumlah sarana ibadah yang dimiliki, yaitu 2 1 mesjid, 13 mushola, 14 gereja dan 4 vihara.
Lembaga keagamaan dan lembaga kemasyarakatan yang terbentuk di wilayah Kelurahan Jamika, banyak melakukan kegiatan sosial seperti pemberian
santunan kepada keluarga miskin dan bantuan yang bersifat insidentil atau rutin kepada keluarga yang membutuhkan. Kelembagaan ekonomi yang ada adalah : koperasi simpan pinjam, P2KP, dan lain-lain. Kelembagaan kemasyarakatan yang terbentuk adalah: 1) LPM secara rutin setiap tahun memberikan bantuan sosial kepada warga yang tidak mampu serta dana yang diperoleh dari swadaya masyarakat, 2) PKK melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan yaitu posyandu, arisan, penyuluhan dan pemanfaatan pekarangan, 3) Karang Taruna dengan kegiatan rutin di bidang olah raga dan kesenian, 4) Rehabilitasi Bersumber Masyarakat (RBM) yang menangani penyandang cacat dan keluarganya. Lembaga
ini merupakan program Walikota Bandung dan dipimpin langsung oleh isteri walikota, 5) Bina Keluarga Remaja (BKR) yang melaksanakan pembinaan kepada generasi muda agar tidak terpengaruh dengan segala tindak kenakalan remaja. Dalam bidang pendidikan, Kelurahan Jamika memiliki samna pendidikan : TK 5 buah yang dikelola oleh pihak swasta, SD/MI 2 buah, SLTPlMTs Swasta 2 buah , SLTAIAliyah Swasta 1 buah. Siswa yang diserap oleh sarana pendidikan tersebut tidak hanya dari warga setempat tetapi juga dari masyarakat luar. Jejaring sosial yang ada dalam membangun kepemimpinan formal dan informal adalah melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Untuk jelasnya dapat diliiat pada gambar berikut :
Gambar 6 Hubungan Kepemimpinan Formal dan Informal
Keberadaan berbagai lembaga kemasyarakatan me~pdCan salah satu potensi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk memperluas jaringan usaha dan juga memperkuat modal sosial dalam upaya pengembangan perlindungan sosial inMusif bagi pekeja mandiri di sektor informal. Namun sejauh ini belum ada upaya yang dilakukan untuk membentuk jaringan kej a antara berbagai organisasi lokal tersebut dengan para pekerja mandiri sektor informal dirnaksud. 2. Fungsi Kontrol Sosial Lembaga
Dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatannya, lembaga kemasyarakatan di Kelurahan Jamika berjalan cukup baik, dalam arti selalu ada koordinasi diantara kelompok-kelompok atau lembaga maupun dengan pihak kelurahan, sehingga tidak terjadi konflik, prasangka ataupun pertentangan. Sedangkan kontrol sosial dilaksanakan melalui musyawarah-musyawarah diantara para pengurus organisasi atau kelembagaan masyarakat dengan warga masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat. Selain musyawarah, kontrol sosial yang lebih kuat adalah faktor religi atau agama, karena yang diangkat menjadi ketua RW juga mayoritas adalah orang yang dianggap mempunyai kharisma dan kuat dalam menjalankan ibadah.
Sejauh ini hubungan sosial antara kelompok yang terjadi cendemg ke arah hubungan kerjasama. Konflik sosial dan berbagai bentuk pertentangan sebagai sebuah proses disosiatif jarang terjadi. Kalaupun ada dapat diselesaikan secara kekeluargaan. 4.6
Sumberdaya Lokal Pola ekonomi sistem yang berlangsung di Kelurahan Jamika dapat dilihat
dari bagaimana pemanfaatan sumberdaya yang ada di lingkungannya oleh masyarakat setempat. Secara umum hubungan warga masyarakat Kelurahan Jamika dengan lingkungannya baik yang menyangkut sistem ekonomi, sosial maupun kelembagaan yang ada di masyarakat dinilai cukup baik, dalam arti masyarakat tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengakses sistem sumber yang ada di lingkungannya, seperti akses terhadap ekonomi lokal yang terlihat cukup banyak tenaga kerja lokal yang terserap dalam kegiatan usaha kecil dan menengah. Begitu pula dengan akses terhadap sarana p e n d i d i i dimana berbagai tingkatan sekolah telah ada di daerah tersebut, meskipun posisi sekolah dimaksud tidak berada pada wilayah Kelurahan Jamika, namun dekat dengan lokasi. Sumberdaya lokal yang dimiliki oleh wilayah Kelurahan Jamika adalah : 1. Lahan
Luas lahan yang d i i i l i i oleh Kelurahan Jamika adalah 54 Ha. Lahan yang sedemikian luasnya lebih banyak digunakan sebagai tempat tinggal, sedangkan sisanya merupakan perkantoran, sarana pendidiian, dan sarana ibadah. Kegiatan ekonomi lokal, lebih banyak dilakukan di nunah masing-masing dengan usaha yang beragarn. Namun sebagian warga yang memiliki ekonomi lebii mapan, mereka memiliki toko di jalur yang strategis, yaitu di sisi jalan protokol. Dan ini umumnya dimiliki oleh etnis lain, seperti China. Disamping itu, di wilayah Jamika memiliki satu hotel dengan kategori hotel melati. Bila warga ingin mengolah lahan yang ada, jelas ini tidak memungkinkan karena seperti yang telah diuraikan bahwa lahan yang tersisa sangat sempit sekali. Kalaupun mereka tetap in,&
berusaha di tempat, maka dipinggiir-pinggir jalan
atau gang mereka mencoba bekerja di sektor informal.
2. Tenaga kerja
Jumlah angkatan kerja yang berada di wilayah Kelurahan Jamika cukup besar dengan kualitas angkatan kerja berdasarkan pendidikan sebagaian besar adalah tarnatan SD, SLTP dan SLTA, yaitu 15.073 orang atau 72,32 % dari jumlah angkatan kerja. Tenaga kerja ini dapat dimanfaatkan sesuai dengan keterampilan yang mereka miliki. Namun pada kenyataannya, hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan keterampilan mereka relatif rendah dan terbatas. Hal ini
mengakibatkan keterbatasan mereka dalam meningkatkan usahanya serta kurangnya pengetahuan mereka dalam m e m e l i i pendapatannya, seperti jaminan sosial dalam bentuk asuransi. Selain itu, dengan adanya keterbatasan seperti tersebut di atas juga mengakibatkan lemahnya akses mereka terhadap jenis pekerjaan.
3. Modal Modal terkait dengan aktivitas ekonomi dan sosial yang dimiliki masyarakat. Aktivitas ekonomi menyangkut asset produksi yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan ekonomi lokal serta merupakan dana investasi. Sedangkan aktivitas sosial yang mereka miliki berupa perkumpulan warga, kelembagaan sosial, kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk dengan adanya unsur kepercayaan, kerjasama dan jaringan kerja yang terbentuk dengan baik, sehingga keberadaan berbagai kegiatan ekonomi lokal dan sosial dapat t e r n berjalan. 4. Industri Kecil dun Menengah di Wilayah Jamika
Industri kecil dan menengah yang berada di wilayah Kelurahan Jamika merupakan salah satu surnberdaya lokal yang dapat diakses oleh tenaga kerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Apabila tenaga kerja tersebut dipekerjakan pada industri-industri tersebut, maka akan mengurangi jumlah pengangguran di Kelurahan Jamika. Namun sampai saat ini, tenaga kerja yang direkrut oleh industri-industri d i a k s u d masih sangat kecil, yaitu sekitar 16% dari jumlah penduduk yang masih produktif (17.397 orang), sehingga belum memberikan kontribusi yang besar bagi p e n m a n angka pengangguran.
4.7 Masalah Kesejahteraan Sosial
Berdasarkan informasi yang praktikan terima dari para informan, seperti aparat Kelurahan, tokoh masyarakat, dan warga masyarakat sekitar Kelurahan
Jamika, diperoleh beberapa data tentang masalah kesejahteraan sosial yang ada di Kelurahan Jamika, yaitu : 1. Anak j alanan (ngamen)
: 25 orang
2. Penyandang cacat
: 3 orang
3. Pekerja seks komersial
: Belum didapat data yang pasti.
(pendatang yang bekerja di nightclub) 4. Keluarga miskin
: 325 kepala keluarga
5. Rumah tidak layak huni
: 300 keluarga.
Masalah sosial yang patmg menonjol adalah keluarga miskin dan ini lebih banyak terdapat di wilayah RW 05 dan sebagian RW 06. Selain itu rumah yang mereka tempati sebagian besar merupakan rumah tidak layak huni, dimana ratarata ukuran 3 x 4 m diuni oleh 5 sampai dengan 6 orang. Sedangkan penyandang masalah kesejahteraan sosial lainnya relatif cukup kecil dibandingkan jumlah keluarga miskin yang memiliki rumah tidak layak huni. Namun demikian walaupun masalah anak jalanan relatif cukup kecil tetapi ini perlu penanganan yang serius, karena menyangkut masa depan mereka. Ketua RW yang bersangkutan (RW 05) beIum mendapatkan jalan keluar untuk menyelesaikannya, karena belum mempunyai akses dalam pemecahannya. Untuk sementara ini dibiarkan begitu saja, hanya saja diarapkan dari mereka tidak mengganggu keteriban umum. Pada masa yang lalu, wilayah ini merupakan daerah hitarn tempat berkumpnlnya tindak kriminalitas, seperti perjudian, pencurian, merajalelanya preman, dan penggunaan obat-obat terlarang. Masyrakat cukup snlit untuk diajak berdialog. Seiring berjalannya waktu dan didukung oleh aparat yang berwenang serta p e n g d dari tokoh-tokoh masyarakat, maka keadaan tersebut membaik tahun demi tahun. Saat ini situasi dan kondisinya sudah banyak berubah. Warga masyarakat lebih mudah untuk diajak dialog dan partisipasi mereka sangat besar baik dari segi materiil (bagi orang yang mampu) maupun non materiil @agi orang yang tidak mampu, seperti sumbang tenaga).
Adapun mayoritas mata pencaharian keluarga miskin tersebut adalah wiraswasta dengan jenis pekerjaan sebagai buruh pabrik atau industri, buruh bangunan, pedagang kecil dan tukang ojek, tukang becak, dan lain-lainnya. Bila melihat keadaan masyarakat dimaksud, maka perlu adanya penanganan yang lebih intensif, sehubungan dengan keberadaan mereka yang tinggal di daerah perkotaan. Berdasarkan informasi yang didapat dari aparat setempat, kalaupun terjadi konflii antar warga, itu disebabkan perebutan lahan untuk mengais rejeki, selanjutnya dapat ditangani secara kekeluargaan. Sumberdaya yang dapat diianfaatkan bersumber dari diri mereka sendiri, karena bila mengandalkan lahan yang ada jelas tidak memungkinkan. Potensi yang dimiliki rata-rata sebagai pedagang. Seiring dengan dijalankannya program pemberdayaan, maka perlu adanya bentuk perlindungan sosial bagi pencari nafkah utama yang berfungsi sebagai pelindung apabila pencari nafkah tersebut mengalami resiko sakit, kecelakaan atau meninggal dunia. Sejak tahun 1996, Departemen Sosial telah meluncurkan bentuk perlindungan sosial melalui kegiatan Askesos, yang sasarannya adalah orang yang bekerja di sektor informal. Mereka merupakan masyarakat yang rentan terhadap permasalahan kesejahteraan sosial. Kelurahan Jarnika merupakan wilayah pertama di Provinsi Jawa Barat yang menerima program uji coba tersebut. Sampai saat ini masih bejalan dengan baik, namun belum semua warga yang bekerja di sektor informal ikut dalam program dimaksud. Hal inilah yang ingin praktiian angkat sebagai fokus penelitian selanjutnya. Pada saat praktikan melakukan survei ke wilayah ini, praktikan mendapat informasi bahwa di wilayah tersebut akan didirikan bangunan rumah susun untuk menanggulangi kondisi rumah yang tidak layak huni. Namun sampai saat ini belum terealisasikan karena berbagai faktor yang belum diketahui apa penyebabnya. Hanya saja dari warga sendiri merasa ketakutan apabila rumah sudah dibangun, maka untuk menempatinya hams membayar uang muka dan sewa nunah yang mereka tidak sanggupi.
Dilandasi oleh adanya nilai-nilai atau norma-noma sosial dan agama yang mengatuf hubungan sosial masyarakat, maka tidak terlihat adanya bentuk diskrimiiasi yang mencolok terutama terhadap para penyandang masalah kesejahteraan sosial yang telah disebutkan di atas. Sebaliknya masyarakat senantiasa berusaha untuk ikut membantu dalam menangani berbagai masalah yang timbul di lingkungan seperti pemberian santunan berupa sembako yang dilaksanakan setiap tahun menjelang hari raya maupun pemberian bantuan yang sifatnya insidentil atau rutin dari warga masyarakat setempat kepada keluarga yang kurang mampu.
V. EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN JAMIKA Evaluasi terhadap program pengembangan masyarakat yang telah atau sedang dilaksanakan baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun atas prakarsa masyarakat, perlu dilakukan sebagai landasan keberlanjutan program tersebut. Evaluasi program yang dilaksanakan di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung dilakukan pada dua program, yaitu : 1. Program Jaminan Sosial melalui kegiatan Asuransi Kesejahteraan Sosial. 2. Program Pelayanan Lanjut Usia "Tunas Harapan".
Sebagai landasan pelaksanaan evaluasi program pengembangan masyarakat ini, peneliti mendapat gambaran data dan informasi mengenai wilayah dimana program ini dilaksanakan. Tujuan evaluasi progam pengembangan masyarakat, adalah : a. Evaluasi program pengembangan masyarakat bertujuan untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai pelaksanaan program dimaksud. b. Memperoleh gambaran yang jelas tentang relevansi program pengembangan masyarakat yang dievaluasi dengan pengembangan ekonomi lokal; pengembangan kelembagaan; modal dan gerakan sosial, serta kebijakan dan perencanaan sosial. Diharapkan hasil analisis dapat menjadi masukan dan dapat memberikan kontribusi bagi penyusunan program pengembangan masyarakat yang bertumpu pada warga masyarakat pada periode selanjutnya dengan memperhatikan pada kemampuan lokal serta mempertimbangkan konteks lokal dalam perspektif pemberdayaan warga.
5.1 Deskripsi Kegiatan Jumlah penduduk Kota Bandung yang bekerja di sektor informal sebanyak 390.709 jiwa atau 17,5% (jabar.bps.go.id:2005). Mereka merupakan prioritas sasaran program jarninan sosial (perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial) karena termasuk para pekerja yang beresiko kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Melihat jurnlah pekerja mandiri sektor informal yang begitu besar dan belum terjangkau oleh badan asuransi sosial yang ada, maka Pemerintah melalui
Departemen Sosial sejak tahun 1996 telah melaksanakan ujicoba Program Jaminan Sosial melalui kegiatan Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) bagi para pekerja dirnaksud, dengan melibatkan organisasi sosial sebagai mitra pengelola program. Kelurahan Jamika merupakan salah satu lokasi uji coba program tersebut. Berdasarkan evaluasi yang telah peneliti lakukan, Askesos dapat berjalan dengan baik, namun sayangnya tidak dapat berlanjut karena tim pengelola tidak lagi menyanggupi untuk melanjutkan program dimaksud. Alasan pengelola tersebut karena mereka sudah tidak mampu lagi untuk mengelola kegiatan tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, perlu diusahakan untuk menumbuhkan kembali keberadaan kegiatan Askesos tersebut yang dilakukan rnelalui pendekatan partisipasi komunitas dan atas dasar kepentingan komunitas itu sendiri tanpa adanya tekanan dari pihak manapun. Selain itu yang terpenting adalah bahwa tim pengelola diambil dari warga masyarakat itu sendii, bukan dari luar wilayah Kelurahan Jamika seperti yang dilakukan pada periode sebelumnya. Adapun tujuan dan manfaat Askesos adalah : 1. Tujuan Askesos, yaitu :
a. Memberikan perlindungan sosial kepada pekerja mandiri di sektor informal dari kemungkinan resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat
pencari n&ah dalam keluarga menderita sakit, mengalami kecelakaan atau meninggal dunia. b. Memperkuat ketahanan keluarga rentan terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial melalui pemeliharaan pendapatan (income maintenance). c. Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam menyediakan perlindungan sosial berbasis masyarakat. 2. Manfaat Askesos, adalah :
a. Sebagai pengganti pendapatan keluarga selama peserta mengalami resiko atau musibah akibat sakit, kecelakaan, dan meninggal dunia. b. Dirnilikinya tabungan peserta Askesos sesuai dengan premi yang dibayarkan
setiap bulan. c. Meningkatkan
partisipasi
masyarakat
untuk
menumbuhkan nilai-nilai sosial di masyarakat.
mengembangkan
dan
Mengenai penyelenggaran dan sumber dana Program Askesos dilaksanakan oleh suatu lembaga yang diatur secara terstruktur dan berjenjang, sebagai berikut : a. Ditingkat pusat adalah Departemen Sosial Cq. Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial yang merupakan penanggung jawab program. b. Pemerintah Provinsi yang dilaksanakan oleh DinaslInstansi Sosial Provinsi. Sebagai penanggung jawab program tingkat provinsi, mereka dianjurkan memberikan
bimbingan
terhadap
instansi
sosial
KabupateniKota,
Desa/Kelurahan dan berkoordinasi dengan Pemerintaha KabupatenKota. c. Pemerintah KabupatenKota yang dilaksanakan oleh DinasIInstansi Sosial KabupateniKota.
Sebagai
penanggung
jawab
program
tingkat
Kabupateaota, mereka dianjurkan berkoordinasi dengan Pemerintah KabupateniKota setempat. d. Pemerintah Kecamatan dan DesaKelurahan yang dilaksanakan oleh petugas yang membidangi masalah sosial merupakan penanggnung jawab kegiatan di lapangan yang bertugas memberikan bimbingan langsung dan pemantauan serta pendampingan terhadap pelaksanaan kegiatan Askesos. e. Lembaga Pelaksana Askesos, yaitu Organisasi Sosial atau Yayasan yang telah ditetapkan oleh Menteri Sosial RI berdasarkan usulan dari daerah. Sumber dana dalam pelaksanaan kegiatan Askesos yaitu melalui penarikan premi dari nasabah sebesar Rp. 5.000,- per bulan. Selain itu, Pemerintah Pusat (Departemen Sosial RI) memberikan cadangan dana klairn sebesar
Rp.
25.000.000 untuk per tiga tahun (maw tanggungan) yang dititipkan pada Tim
Pengelola (organisasi sosial yang ditunjuk). Dana premi yang terkurnpul diserahkan kepada Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam bentuk tabungan para nasabah. Cadangan dana klaim dapat dmanfaatkan sebagai dana pinjaman untuk dijadikan modal tambahan bagi para nasabah dengan sistem pengembalian secara angsuran. Namun cadangan dana tersebut tidak semuanya dapat dipinjamkan, karena hams ada dana yang tersimpan sebagai dana Maim apabila ada yang mengajukan klaim. Besar dan cara pengembalian dana klaim diserahkan pada kesepakatan antara pengelola dengan nasabah, sehingga hasil yang diperoleh merupakan tanggung jawab bersama
Pelaksanaan Program Asuransi Kesejahteraan Sosial, secara garis besar dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. Persiapan.
1) Sosialisasi, yaitu pendekatan awal yang dilaksamkan dalam rangka memperkenalkan dan menginfomasikan program rintisan ujicoba Askesos.
Sosialisasi ini
dilakukan melalui pertemuan,
diskusi,
penyuluhan, penyebarluasan informasi melalui media cetak dan elektronik. 2) Identifikasi dan Seleksi, dimana kegiatan ini dilaksanakan untuk menginventarisir dan menyeleksi lokasi ujicoba, lembaga pengelola, calon sasaran pelayanan, serta sumber lain yang dapat dijadikan pendukung. Kegiatan ini dilakukan oleh Yayasan Setia Budi Utama (YASBU) sebagai mitra Depsos untuk mengeIo1a Program Askesos. b. Pelaksanaan 1) Temu Konsultasi dan Pembuatan Kesepakatan Kerja, yang memuat
terinfomasikan dan dipahaminya konsep dan mekanisme pelaksanaan kegiatan Askesos. Di samping itu disepakatinya penyelenggaraan Askesos oleh
para
pelaksana
orsos/yayasan/lemabag
di sosial
tingkat
provinsi/kabupaten/kota
serta
terlaksananya
dan
koordinasi
penyelenggaraan Askesos dengan instansi terkait. 2) Pemantapan Petugas untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
para
petugas
pelaksana
kegiatan
Askesos
serta
meningkatkan kemampuan teknis dan manajemen pelasanaan Askesos.
3) Pembekalan Manajemen bagi Orsos Pelaksana, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan teknis serta manajemen operasional Askesos. Selain itu juga agar tersedianya tenaga terampil yang memahami proses penyelenggaraan Askesos di lapangan. 4) Bimbingan Motivasi, yaitu untuk membangkitkan kesadaran, kemauan
dan kesediaan calon peserta Askesos untuk menjadi peserta Askesos. 5) Pemberian Dana Klaim, yaitu untuk menyiapkan d m menjamin dana kalim untuk peserta Askesos yang mengalami resiko alamiah seperti sakit,
kecelakaan dan meninggal dunia serta tertanggungnya kompensasi pendapatan bagi peserta Askesos yang mengalami kehilangan pendapatan.
6) Pengelolaan Dana Askesos, yaitu bagaimana sistem penarikan premi dan pembayaran dana klaim. 7) Kemitraan, yaitu untuk menurnbuhkan motivasi dan menjalin komunikasi lintas pelaku Askesos, membangun kolaborasi pada tingkat perencanaan dan evaluasi dengan melibatkan peserta Askesos, mengembangkan kesadaran berbagai pihak mengenai kepentingan Askesos. Di samping program Askesos, peneliti juga mengevaluasi program yang didasarkan pada inisiasi konlunitas dan diberi nama "Program Pelayanan Lanjut Usia Tunas Harapan". Masyarakat Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung, khususnya warga RW 11 berinisiatif untuk mencoba memberikan pelayanan bagi para lanjut usia yang berada di lingkungan sekitar. Sebenarnya program atau kegiatan ini telah diprakarsai sejak lama, yaitu pada tahun 1993 dimana saat itu RW 11 belum ada, dan dulu termas.uk dalam RW
5. Dengan berjalannya waktu dan seiring dengan perkembangan wilayah, maka terjadi pemekaran yang akhirnya RW 5 tersebut terpecah, sehingga keberadaan kegiatan pelayanan bagi lanjut usia tersebut berujung pada RW 11. Program ini dilaksanakan di RW 11 Kelurahan Jamika yang merupakan salah satu inovasi dari warga yang diharapkan akan berkembang di tataran yang Iebih atas, sehingga masyarakat mendapat pengalaman yang lebih baik dan banyak dalam komunikasi antar Warga. Latar Belakang Program Pelayanan bagi Lanjut Usia berawal dari sekelompok ibu-ibu yang rutin melaksanakan pengajian semingu dua kali. Dari hasil perbincangan yang bersifat informal berkembang menjadi suatu keinginan untuk mengembangkan lebih jauh kegiatan yang selama ini telah dilakukan. Pilihan jatuh pada kegiatan pelayanan bagi lanjut usia. Berdirinya kegiatan ini sebagai langkah pemecahan masalah yang diiadapi warga selama ini, dimana para lanjut usia kurang mendapat perhatian terutama dari segi emosional dan kesehatan. Penyelenggara dan Sumber dana kegiatan pelayanan bagi para lanjut usia dilaksanakan oleh suatu lembaga lokal yang diatur secara tradisional.
Pelaksanaannya dilakukan oleh ibu-ibu pengajian yang juga merupakan aktivis diberbagai bidang yang ada baik dii tingkat RW maupun kelurahan. Secara organisasi, struktur yang dirancang adalah sebagai berikut : a. Lurah sebagai pembina sekaligus bertanggung jawab terhadap warganya.
b. Ketua Rukun Warga (RW) yang bertanggung jawab terhadap kegiatan tersebut, yang didampingi oleh ketua Posyandu tingkat RW. c. Aparat Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) selaku petugas yang membantu menangani para lanjut usia untuk melakukan pengecekan kesehatan. Sumber dana dalam pelaksanaan kegiatan diambil melalui iuran anggota serta pengumpulan dana secara spontan (kencleng) pada saat pertemuan rutin (pengajian). Besarnya iuran adalah Rp. 2.000,- per bulan. Dan besar iuran yang dilakukan secara spontan tidak ditentukan jurnlahnya. Selain itu, sumber dana juga diperoleh dari hasil usaha yang dilakukan oleh ibu-ibu, seperti penjualan pakaian jadi atau makanan. Program Pelayanan Bagi Lanjut Usia mulai dilaksanakan pada tahun 1993 dengan memberikan layanan berupa pengecekan kesehatan yang bekerja sama dengan Puskesmas. Selain itu yang rutin dilakukan adalah pengajian serta arisan. Sebagai tindak lanjut agar para lanjut usia tetap sehat dan bugar, maka dilakukan Senam Tera dengan mengundang instruktur yang secara kebetulan juga adalah anggota warga masyarakat setempat. Jumlah anggota dalam kelompok tersebut adalah 60 orang. Yang menarik disini adalah bahwa di Kelurahan Jamika hanya satu-satunya perkumpulan yang bergerak di bidang pelayanan ini, sehingga banyak warga di luar RW 1 1 yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Pertemuan pengajian dilaksanakan dua kali dalam seminggu, kegiatan arisan satu kali dalam sebulan dan pengecekan kesehatan juga dilaksanakan sekali dalam sebulan. Sedangkan Senam Tera dilakukan setiap Hari Kamis. 5.2
Aspek Pengembangan Ekonomi Lokal
Keterkaitan Program Askesos dengan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat, yaitu adanya suatu upaya penguatan kapasitas warga untuk dapat mengembangkan
kegiatan ekonomi produktihya secara optimal, namun dibarengi oleh adanya bentuk perlindungan sosial yang memang seharusnya menjadi tumpuan pemerintah. Perintisan model pemberdayaan melalui Program Askesos dalam konteks otonomi daerah ini, pada dasarnya dapat dikatakan bertujuan ganda, yaitu: pertama, melepaskan diri dari jebakan alur penghisapan sumberdaya warga ke luar kontrolnya; dan kedua, sekaligus mencari jalan untuk mengelola proses produksi dan konsumsi lokal yang &pat memenuhi syarat-syarat sosial dan ekologis yang tepat. Pada tingkatan awal Askesos ini lebih mempakan penguatan kapasitas kolektif yang belum bergerak kearah aksi. Keterkaitan Program Askesos dengan Potensi Ekonomi Lokal dilakukan melalui penguatan akses dan kontrol rakyat. Upaya pemberdayaan dalam pengelolaan yang bersifat partisipatif yang diformat dalam bentuk Asuransi Kesejahteraan Sosial ini, pada prakteknya mencoba untuk bersama-sama menghormati syarat-syarat sosial dan ekologis, yang mereka kembangkan menjadi agenda bersama dari warga lokal. Di dalamnya secara tidak langsung telah mempertimbangkan suatu strategi besar untuk melawan sistem kapitalisme global dengan melakukan analisis terhadap sistem-sistem tersebut bekerja. Melalui pemaharnan bagaimana kapitalisme yang serakah tersebut bekerja, para warga lokal kemudian mencoba mensiasati dalam konteks lokalnya penguatan ekonomi mereka, ekonomi kerakyatan. Proses belajar dalam Program Askesos ini menitikberatkan pada upaya pembelaan hak-hak ekonomi, sosial dan hak asasi masyarakat sebagai suatu kesatuan. Melalui penguatan kegiatan ekonomi, diharapkan warga akan dapat menjadi lebih mandiri. Pemenuhan syarat keselamatan ekonomi dan kesejahteraan warga di sini mempakan cara bagi rakyat, khususnya pada tingkat Kelurahan Jamika untuk ikut menentukan arah dan besaran perubahan yang menyangkut dirinya secara teratur dan terorganisir. Dalam Program Askesos dikembangkan analisis sosial-ekonomi bersama mengenai mengapa UKM, pekerja mandiri d a . pekerja sektor informal sering terpuruk? Rendahnya produktivitas UKM, b u d dan pekerja-pekerja sektor informal mempakan &bat dari penekanan sistematis atas nilai tukar produk indusbi, serentak dengan penyedotan tabungan warga lewat pengurangan atau penghapusan subsidi input produksi termasuk penyediaan
pengairan dan angkutan warga, politik pengembangan wilayah dan sarananya yang diskriminatif terhadap bentuk-bentuk tradisional hak dan kuasa warga atas tanah dan wilayah serta terhadap kemampuan lokal untuk menghasilkan bahan baku atau jadi sebagai h a i l produksi. Selama politik produktivitas perindustrian tidak membela atas keberpihakan pada para pedagang kecil maupun para buruh tentang nilai keja dan nilai produk, dan selama masing-masing daerah tidak menerapkan syarat-syarat perlindungan pada warga masyarakat dari pembelian atau pengambil-alihan untuk berbagai fungsi-fungsi seperti pariwisata, warga masyarakat tanpa keahlian atau perlindungan sosial yang dinamis akan tetap miskin, dan proses pemusatan hak milik dan kuasa atas produktivitas warga di lokasi akan terus merambat luas. Produktivitas warga masyarakat dalam Askesos dipelajari dan difokuskan menjadi bahan diskusi utama. Upaya melakukan analisis bersama dalam Askesos dijalankan dengan membaca dan menakar persoalan individual yang diletakkan ke dalam bigkai persoalan lokal (kelurahan atau antar kelurahan). Demikian jug% pilihan tindakan sistematis meningkatkan produktivitas warga hanya masuk akal apabila tindakan tersebut berguna bagi warga masyarakat khususnya UKM dan pekerja mandii serta pekerja sektor informal untuk memenuhi syarat keselamatan dan kesejahteraannya. Dalam neraca kelurahan, naiknya produksi h a i l industri,
begitu pula tersedianya barang-barang indikator kesejahteraan yang biasa digunakan (listrik, jalan raya, televisi, dan sebagainya) selalu diioreksi dengan makin hilangnya
penggusuran baru atau perampasan hak, pengurangan
kemiskinan kronis, pemenuhan kondisi keselamatan, kesehatan atau pendidikan yang dibutuhkannya, atau naiknya pengeluaran tunai untuk mencukupi syarat kesehatan maupun pelayanan sosial sehari-hari. Analisis tersebut diatas merupakan bagian terbesar dalam sistem pengelolaan Askesos yang dikaitkan dengan aspek-aspek teknis pengembangan ekonomis produktif. Secara praktis dampak yang diiunculkan adalah terbangunnya
kesadaran
kolektif
kelompok
ekonomi
marginal
untuk
berorganisasi. Kegiatannya diiulai dengan kegiatan sirnpan pinjam, diskusi teknis pengembangan usaha sampai dengan diskusi untuk mencari perubahan kebijakan pemerintah terhadap UKM, pekeja mandiri clan pekeja sektor
informal. Mereka kemudian juga mulai mempertanyakan persoalan alokasi dana pembangunan yang seharusnya dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi warga. Mereka mulai terlibat dalam kegiatan diskusi dan perencanaan pembangunan wilayah yang diselenggarakan oleh pemerintah kota. Keterkaitan Ekonomi Lokal dalam Program Askesos dengan Pasar yang lebih luas secara lebih konkret dapat dijelaskan bahwa beberapa akses pasar bagi kelompok warga yang memproduksikan produk yang selama ini hanya menunggu pembeli datang atau juga bagi warga yang mengambil barang pada tempat lain, telah diintroduksikan sebagai hasil dari pelaksanaan Askesos. Beberapa potensi pasar baru mulai dibuka, termasuk potensi pasar dari Pemda sendiri, karena lingkungan di Kelurahan Jamika adalah daerah pertokoan dan pasar. Sebagai contoh, pada awal tahun 2000 fasilitator menginisiasi mencoba mernbuka jaringan dengan dunia usaha agar produk yang dimiliki oleh warga dapat diakses dan dikembangkan menjadi produk yang lebii luas dan berkualitas. Cara ini merupakan salah satu strategi untuk membangun ketahanan pedagang kecil agar tetap survive dalam menghadapi krisis yang tidak ada hentinya. Secara langsung Program Askesos merupakan wadah tukar pendapat dan strategi diantara para nasabahnya untuk memajukan usaha mereka. Selain itu juga sebagai ajang dalam memberikan informasi apabila ada peluang untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki, semisal jaringan pemasaran hasil produksi mereka. Hal ini tentu merupakan keberhasilan membuka akses pasar yang patut dicatat di tengah krisis yang sedang terjadi saat ini. Dalam penerapannya, Program Askesos telah melaksanakan asas-asas pengembangan ekonomi lokal, karena pendekatan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatannya melalui pendekatan pemberdayaan dan partisipatif yang merupakan syarat menuju pengembangan yang berkelanjutan. Adapun isu yang diperbincangkan dalam Askesos tersebut antara lain (1) Meningkatnya nilai premi namun tidak diimbangi dengan dana klaim yang diterima; (2) Apabila ada rapat biasanya ada perwakilan kelompok yang diundang dan selalu diberikan transport, namun dengan adanya penggantian pengurus pada yay-
kebiasaan tersebut hilang.
Usulan yang muncul dari wargalnasabah antara lain: (1) Menambah alokasi dana Maim, (2) Mengembalikan kebiasaan semula untuk mengadakaa pertemuan rutin sebagai ajang tukar pendapat dan pengalaman; (3) Mempertahankan dan meningkatkan kapasitas yang ada baik pada lembaga pengelola maupun para nasabah. Sampai saat ini belum tenvujud usulan yang diajukan untuk dapat disepakati bersama. Lain halnya dengan program pelayanan lanjut usia Tunas Harapan, setiap anggota diwajibkan untuk mengiur setiap bulan, hasil iuran dikumpulkan dan sebagian akan mas& ke Kas Kelompok Tunas Harapan, sebagian digunakan untuk kepentingan operasional kelompok. Dana yang terkumpul, dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak ada dalam perjanjian dan sebagai dana cadangan bagi kelompok. Menurut informasi, sebagian dana tersebut diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan para anggota serta bagi warga yang sangat membutuhkan, seperti terjadinya sakit atau meninggal. Jadi walaupun sedikit dan tidak langsung berdampak pada pengembangan ekonomi lokal, namun ada upaya ke arah peningkatan pemenuhan m a aman secara ekonomis, terutama bagi warga yang mengalami kesulitan, karena program ini akan mcmberikan santunan bagi kelompok yang sangat membutuhkan sesuai dengan kesepakatan yang telah dirancang bersama. Andaikata program ini dikembangkan lebih lanjut kepada Program Swadaya Berasuransi, pemupukan dana akan lebih besar lagi, dan pada skala makro dapat dikembangkan sebagai modal usaha bagi kegiatan UKM. Namun sayangnya pihak kelompok Tunas Harapan tidak bersedia mengelola sistem asuransi ini, karena keterbatasan sumber daya manusia. Dari hasil pemetaan sosial yang dilaksanakan pada Praktek Lapangan I, dapat dikatakan bahwa penduduk (KK) miskin di Kelurahan Jamika cukup besar, yaitu 1450 KK dari seluruh jumlah penduduk 25.461 jiwa (Jamika, November 2005). Kelurahan Jamika merupakan kelurahan yang tingkat kemiskinannya sangat tinggi dibandingkan dengan kelurahan lain yang a& di Jawa Barat.
Ironisnya, berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan bahwa tingkat kepedulian warga masyarakat Kelurahan Jamika terhadap berbagai bentuk aksi sosial sangat tinggi dibandingkan dengan kelurahan lainnya yang tingkat ekonominya lebih mapan. Ini menunjukkan bahwa warga Kelurahan Jamika dapat dikatakan tetap
memiliki potensi ekonomi lokal meskipun secara ekonomi sangat lemah. Jika dikaitkan dengan program-program pemberdayaan masyarakat yang tujuannya
untuk peningkatan kondisi ekonomi warga, maka diharapkan potensi ekonomi lokal Kelurahan Jamika akan meningkat dan mendorong warganya untuk mengikuti Program Swadaya Berasuransi, sehingga ada jaminan pemeliharaan penghasilan tambahan, yang pada akhimya bermuara pada munculnya rasa aman karena ada jaminan yang melindungi warganya dari ancaman kehilangan penghasilan diiarenakan kematian. Pemasaran hasil-hasil produksi kegiatan ekonomi kelompok dimaksud masih sebatas untuk memenuhi kebutuhan anggota atau sedikit lebih Iuas untuk masyarakat sekitar. Belum ada rencana pemasaran ke luar dari jangkauan pelayanan mereka. Hal ini disebabkan modal yang terbatas, rendahnya kemampuan untuk
mengelola usaha secara besar-besaran, minimnya sumberdaya manusia yang merupakan pokok suatu kegiatan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah belum adanya akses kepada Lembaga Keuangan Mikro.
5.3 Aspek Pengembangan Modal dan Gerakan Sosiai Pemberdayaan
masyarakat
tidak
hanya
berupaya
menumbuhkan
kemampuan ekonomi mereka belaka, tetapi hams juga menyentuh harkat, martabat, kepercayaan dan harga diri mereka. Secara urnum pengertian pemberdayaan warga adalah memberikan power dan authority serta legitimasi
dari yang selama ini dimonopoli oleh pemerintah pada warganya sendiri. Selama ini warga masyarakat hanya dianggap sebagai bene3ciary, atau penerima hasil buah pemikiran para ahli dan birokrasi pemerintahan yang mengarahkan inisiatif pembangunan. Partisipasi yang secara spesifik dikembangkan dalam Program Askesos adalah proses-proses pemberdayaan warga untuk mewujudkan kembali
hak-hak mereka agar terlibat secara aktif dalam proses-proses pengambilan keputusan publik terutama di tingkat lokal (Keluarahan dan di tingkat RTJRW) terutama proses-proses keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan mereka di masa mendatang. Proses tersebut secara bertahap makin menuju pada pembentukan kelembagaan yang dapat dikontrol oleh warga sendiri dan makin menjamin agar upaya pelembagaan dan pengorganisasian kelompok-kelompok marginal/miskin dapat bejalan secara demokratis dan bertanggungjawab. Apabila kita menggunakan pendekatan "tangga membangun warga" yang dikembangkan oleh Putnam di Italia untuk melihat modal sosial, maka apa yang telah dijalankan di Kelurahan Jamika ini memenuhi gambaran menuju pada pemulihan modal sosial warga Kelurahan Jamika. h t n a m menyatakan bahwa pembentukan modal sosial dapat dilihat dari 4 langkah krusial dalam tangga kohesifitas sosial. Langkah pertama dari tangga tersebut, adalah interaksi-interaksi individual. Bentuk-bentuk interaksi ini merupakan basis yang kuat untuk membangun hubungan antar individu yang tidak selalu hams merupakan bagian untuk membagun tindakan bersama, tetapi misalnya merupakan sarana untuk berbagi pengalaman, pemecahan masalah maupun berbagi kesempatan. Program Askesos sangat kental menunjukkan adanya interaksi antar personal bahkan antar kelompok yang berupaya menemukan jalan keluar bagi permasalahan yang sedang mereka hadapi. Dari interaksi dan program yang mereka jalankan kemudian terbangun program dan tindakan kolektif warga yang semakin hari semakin kokoh. Tangga kedua, adalah interaksi sosial antara kelompok dan individuindividu. Interaksi pada tahapan ini mungkin membangun modal sosial atau bahkan menghancurkannya, itu semua sangat tergantung pada bentuk interaksi yang dikembangkan. Hal ini dalam Program Askesos sangat tercermin dari proses negosiasi antar kelompok di dalam masyarakat bahkan sangat jelas antara kelompok Askesos deng'an pemerintah daerah dan pemerintah kelurahan. Bagaimana anggota Askesos mempejuangkan dengan gigih agar tidak dibubarkan keberadaannya hanya karena perubahan pengurus pada Yayasan yang mengelola perekrutan dana nasabah. Mereka juga melakukan negosiasi untuk
mendapatkan dukungan pemerintah daerah provinsi serta kebijakan tingkat pusat agar dapat tetap berlangsung kegiatan Askesos. Tangga ketiga dari tangga tersebut, adalah interaksi sosial diantara kelembagaan dan kelompok warga, publik dan swasta, formal dan informal. Pada tingkatan ini warga secara bersama-sama membentuk infrastruktur masyarakat sipil. Pada titik ini, kekuatan modal sosial dalam membentuk organisasiorganisasi warga dan kemampuan mereka untuk menggunakan modal sosial m u m tergantung pada inisiatif dan keterlibatan warga yang secara aktif berhasil memecahkan masalah sosial mereka. Pada saat sekarang Askesos nampaknya sedang menuju dan mengarah pada proses seperti ini. Tangga keempat, budaya masyarakat sipil, mengacu pada nilai-nilai dan norma-norma serta interaksi dengan berbagai kepentingan yang ada yang kemudian menciptakan visi umum dari masyarakat tersebut. Konsep modal sosial memberi sumbangan dalam perdebatan antara peran publik dan peran sektor swasta dalam membentuk masyarakat sipil. Meskipun dalam konteks yang sederhana dan lokal, Askesos telah mencoba untuk dapat merumuskan visi, misi dan nilai-nilai perjuangan yang diintemalisasi dan dijunjung tinggi oleh para anggotanya. Hal ini semakin membawa pada proses gerakan pembaruan dan inovasi yang lebih luas, dimana Lurah Kelurahan Jamika kemudian mengkampanyekan Program Askesos dalam setiap pertemuan baik di tingkat kecamatan maupun kota. Telah terbangun juga jaringan kerjasama dan pertukaran pengalaman antar wilayah yang mempunyai program Askesos. Saat kini, makna pemberdayaan dan partisipasi telah semakin luas. Kaum miskin sekarang dipandang sebagai salah satu stahzholder pembangunan, dengan demikian mereka berhak untuk ikut menentukan arah dan inisiatif pembangunan yang menentukan nasib mereka. Terutama kebijakan yang mengatur pola relasi kuasa untuk mengubah kondisi ketidaksetaraan terhadap akses dan kontrol mereka terhadap sumberdaya publik. Partisipasi sebagai bagian dari pemberdayaan warga telah menembus arena governance dan menjadi penyaluran untuk menuntut akuntabilitas dan sikap tanggap pemerintah. Upaya untuk membuka kemudian memperbesar akses dan kontrol masyarakat, melalui pranata mereka send'i terhadap swnberdaya produktif yang
ada di sekitarnya, mensyaratkan adanya suatu modal sosial yang terinstitusi dengan baik dan sistematis. Tidak dapat tidak, modal sosial yang d i l i k i oleh masyarakat setempat harm dianyam kembali, setelah puluhan tahun mengalami erosi dan kemandulan yang serius akibat kombiiasi sistem politik-ekonomi d m budaya yang memarginalkan posisi warga di sana. Salah satu modal sosial yang
harus dikuatkan kembali adalah mekanisme-mekanisme lokal yang berkaitan untuk membangun solidaritas dan kohesifitas sosial warga. Hal lain yang perlu dilatih lagi adalah kemampuan warga untuk mengelola konflik yang terjadi diantara mereka sendiri secara sehat. Keduanya adalah bentuk-bentuk modal sosial yang perlu dibangun, dengan memberikan isi pada kegiatan kongkret di lapangan yang berguna langsung bagi kebutuhan sehari-hari mereka. Meskipun dalam berinteraksi terjadi saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lainnya, namun kesempatan untuk berinteraksi dengan semua orang ternyata amat terbatas. Sbvktur sosial membatasi kesempatan berinteraksi sehingga individu hanya berinteraksi dengan individu dari kelas sosial yang sama, misalnya di Kelurahan Jamika, kelompok miskin (seperti tukang becak, PKL) hanya bergaul dengan orang miskin juga. Dengan perkataan lain, sikap dii umumnya terbentuk lewat pergaulan dengan orang-orang yang "sama" dengan dirinya. Sikap diri juga dipengaruhi oleh sikap dan aksi (respon) orang lain terhadap seseorang. Proses tersebut disebut sebagai "pengaruh sosial" atau social influence. Perubahan sosial dapat ditempuh melalui kegiatan aksi sosial (gerakan sosial). Menurut Baldridge (1986) dalam Nasdian (2005) ada dua pendekatan dalam membangun gerakan sosial yaitu : (1) Berangkat dari gejala ketertindasan sosial, atau (2) Berangkat dari gejala pengharapan yang meningkat. Gejala ketertindasan sosial dapat mengambil wujud berupa diskriminasi kerja, keterbatasan dalam pendidikan, perumahan, harta benda, kesehatan dan harapan hidup, serta ketidakberdayaan politik. Sedangkan gejala pengharapan meningkat berdasarkan pada asumsi bahwa pengharapan yang meningkat akan mendorong terjadinya gerakan sosial. Menurut argumen ini kelompok sosial pada lapis terbawah jarang berpikir tentang revolusi karena mereka terlalu sibuk untuk "bertahan hidup". Hanya ketika kondisi
membaik, kebutuhan harian terpenuhi, dan harapanlaspirasi masyarakat meningkat, gerakan sosial akan muncui. Uraian di atas akan lebih jelas jika melihat ilustrasi gambar di bawah ini :
Gambar 7 Dua Titik Tolak Geraltan Sosial :Ketertindasan dan Pengharapan
Baik
4
potensi revolusi
Buruk
potensi revolusi Dulu
WAKTU
Kini
Sumber : J.C. Davies daiam J.V. Baldridge (1986) dalam Fredian Tonny & Bambang S. Utomo (2003)
Menurut analisis ini, kesenjangan antara harapan dan kenyataanlah yang menjadi faktor pokok pendorong kegiatan revolusioner, bukan penindasan atau ketertindasan itu sendiri. Kesimpulannya, Program Pengembangan Masyarakat yang dilaksanakan melalui Askesos berdasarkan analisis diatas merupakan gerakan sosial yang dapat dikategorikan berangkat dari gejala pengharapan yang meningkat. Implikasi Program Askesos akan menumbuhkan modal sosial yang tadinya mulai melemah sehingga mendorong munculnya harapan yang lebih tinggi pada kelompok akar
rurnput berupa gerakan sosial dalam rangka mengarah pada proses perubahan sosial di komunitas Kelurahan Jamika. Program Pelayanan bagi Lanjut Usia secara tidak langsung telah membentuk kelembagaan pada komunitas di aras lokal. Pada mulanya pelembagaan informal terbentuk karena adanya keinginan dari warga dalam memilii wadah untuk menampung aspirasi mereka, meskipun sifatnya sangat sederhana sekali. Dari kesederhanaan struktur organisasi yang mereka miliki, seiring berjalannya waktu lahirlah suatu perkumpulan yang diberi nama "Tunas Harapan". Fungsi perkumpulan ini pada intinya tetap sebagai wadah pengajian, namun kegiatan sampingan yang mereka lakukan sangat mulia, yaitu memberikan pelayanan khusus bagi para lanjut usia.
Keberdaan perkumpulan ini sangat
didukung oleh pihak keluahan, karena kegiatan d i a k s u d merupakan kegiatan satu-satunya di kelurahan tersebut. Pengorganisasian yang sifatnya tradisional tersebut hanya memiliki struktur sebagai berikut : a. Ketua
: Ibu Devrd
b. Sekretaris
: IbuNenden
c. Bendahara
: Ibu Ika
Di luar dugaan peneliti, ternyata mereka yang menduduki jabatan tersebut juga merupakan nasabah Program Askesos, sehingga peneliti punya harapan bahwa kegiatan yang mereka lakukan dapat dikolaborasi dengan Program Askesos. Banyak istilah mengenai organisasi lokal seperti asosiasi, paguyuban, kelompok akar nunput, dan lain-lain istilah yang menunjuk pada pengelolaan oleh masyarakat setempat; segala bentuk kelompok masyarakat yang diorganisasikan melalui mekanisme dari bawah. Asosiasi dalam atmosfu sosial (Social sphere) termasuk organisasi pemerintah, organisasi amal, kelompok seperguruan dan gerakan sosial. Organisasi yang dimaksud memiliki komitmen terhadap pelayanan publik atau pribadi atau terhadap penyakit-penyakit ekonomi, sosial, dan perubahanperubahan kebudayaan. Lingkup aktivitasnya lebih luas daripada organisasiorganisasi ekonomi, karena fimgsinya tidak saja mendorong dan melindungi
kepentingan-kepentingan anggotanya, tetapi seringkali mencari jalan untuk memberikan pelayanan kepada publik. Organisasi-organisasi itu temtama didorong oleh motivasi kemanusiaan daripada tujuan-tujuan pribadi. Mereka melayani masyarakat atas dasar solidaritas. Di Kelurahan Jamika sumber-sumber modal sosial telah ada sebagai bagian ciri masyarakat yang memiliki homogenitas tertentu, hanya saja untuk memunculkan kembali karakter modal sosial di Kelurahan jamika, khususnya RW 11 perlu stimulus dan dapat menggerakkan sumber modal sosial tersebut. Sumber dari modal sosial itu sendiri adalah : (a) Nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, (b) Ikatan solidaritas, (c) Adanya p e d a r a n timbal balik yang saling menguntungkan, dan (d) Saling pengertian yang terus-menerus untuk melaksanakan kewajiban masing-masing. Jadi modal sosial adalah kemampuan untuk mempertahankan keunggulan suatu unit sosial yang diperoleh melalui keanggotaan dalam struktur jaringan dan struktur sosial lainnya, yang &pat diurai menjadi : (1) Relasi sosial itu sendiri yang memungkinkan individu memiliki akses terhadap sumber daya yang dirniliki suatu kelompok, dan (2) Jurnlah dan kualitas sumber daya itu. Dalam pelaksanaan Program Pelayanan bagi lansia, adanya frust yang merupakan unsur terpenting dalam pengembangan modal sosial telah menjadikan program yang sernula digagas pada tingkat lokal telah merambah menjadi program berskala makro (beberapa RW). Dalam pandangan psikologi sosial, perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh sistem di lingkungan sekitamya. Lebii lanjut dijelaskan lagi, bahwa lingkungan yang paling berpengaruh terhadap tingkah laku manusia adalah lingkungan mikro dimana individu tersebut menetap. Sedangkan yang termasuk ke dalam karakteristik lingkungan mikro individu adalah : keluarga, tetangga, kerabat, sekolah, tempat bekerja, lingkungan sekitar seperti pasar, terminal, rumah sakit, sistem pemerintahan, dan lain sebagainya. Adanya transaksi yang kuat terus-menerus dengan lingkungan mikro tersebut bisa berpengaruh positif dan negatif pada perilaku individu. Perilaku positif akibat proses transaksi dengan lingkungan mikro dapat menguatkan modal sosial dan menjadi perekat dalam interaksi pada lmgkungan berskala makrolexo
seperti hukum, budaya, dan kebijakan negara. Penyelenggaraan kebijakan yang terlalu menekan dapat mengakibatkan suatu komunitas memilii peningkatan solidaritas, perasaan senasib sepenanggungan dan &pat mengarahkan pada gerakan sosial dalam rangka mengupayakan suatu perubahan sosial akibat tekanan yang tidak mengenakkan dari sistem makro tadi. Bertitik tolak dari perspektif psikologi sosial yang diuaikan diatas, Program Pelayanan bagi Lanjut Usia merupakan aktivitas kolektif dari masyarakat yang tanpa disadari telah melakukan suatu gerakan sosial berupa kesadaran untuk memiliki jaminan atas peristiwa atau musibah yang bisa menirnpa setiap saat. 5.4
Aspek Kebijakan dan Perencanaan Sosial
Pengembangan kebijakan, termasuk dalam program masyarakat sangat dipengaruhi oleh arah dan tujuan pengelolaan negara secara keseluruhan. Dengan demikian, ada beberapa faktor yang penting dicermati dalam hal ini. Persoalan pergeseran peran pemerintah dari sebagai pengatur menjadi fasilitator pada masa mendatang
diperkirakan
akan
berpengaruh
besar
terhadap
kebijakan
pengembangan masyarakat. Oleh karena pergeseran tersebut akan berpengaruh terhadap kebijakan keuangan, kebijakan hukum dan pola pengelolaan negara secara keseluruhan, sehingga berbagai faktor tersebut pada akhirnya diperkirakan
akan mewarnai pengembangan kebijakan Program Asuransi Kesejahteraan Sosial. Oleh karena itu kebijakan pengembangan sektor ini akan semakin mengakomodii tuntutan pentingnya peran serta warga, transparansi dan akuntabilitas. Program Askesos terlahir pada suatu kondisi dimana yang menjadi sasaran pelayanan adalah warga yang belurn tersentuh oleh sistem perfindungan sosial yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah sejak dulu. Bentuk perlindungan sosial yang ada saat ini baru menyentuh segelintir kelompok, seperti Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI dan POLRT serta para pekerja yang terikat secara formal (pekerja-majikan). Dalam prosesnya, penyusunan kebijakan Program Askesos sudah membnka ruang bagi warga untuk turut berpartisipasi dalam perumusan kebijakan program yang diarahkan sesuai dengan kebutuhan warga dan diselaraskan dengan nilainilai lokal.
Pada Program Askesos, penyusunan kebijakan dapat diilustrasikan sebagai berikut : 0
Tahap pertama, melakukan pemetaan sosial di Kelurahan Jamika dan lebih lanjut lagi pendekatan terhadap kelompok basis. Tahap kedua, melakukan pengenalan terhadap karakteristik kelompok dan identifikasi masalah, selama kurang lebii 4 minggu. Tahap ketiga, melakukan penguatan kapasitas melalui diskusi kelompok. Tahap keempat adalah pelaksanaan proses kegiatan itu sendiri, yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan wargdnasabah, sehingga pelaksanaannya mendapat dukungan lebih optimal karena materi dan teknik pengelolaan disesuaikan dengan kondisi wargdnasabah. Tahap kelima adalah monitoring dan evaluasi, dilakukan melalui kunjungan lapangan dan hasil catatan proses oleh yayasan pengelola Askesos. Perencanaan adalah pilihan kebijakan dan penyusunan program berdasarkan
fakta-fakta, proyeksi-proyeksi, dan penerapan nilai-nilai. Setiap perencanaan sekurang-kurangnyamencakup tiga unsur pokok, yaitu : a. Adanya Penentuan Tujuan Penentuan tujuan merupakan sesuatu tindakan yang sangat penting dalam perencanaan. Tujuan harus jelas, karena dengan adanya tujuan yang jelas kita
akan tahu kemana akan dituju dan kesanalah semua dana dan daya diarahkan. b. Adanya Kegiatan dalam Perencanaan Perencanaan tidak terhenti pada saat tersusunnya rencana, tetapi harus ada kegiatan untuk melaksanakan rencana atau untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana. c. Adanya Perhitnngan Perhitungan merupakan kata kunci dalam perencanaan yang membedakannya dengan kegiatan-kegiatan lain yang bukan rencana. Perhitungan adalah kesadaran kita untuk mempertimbangkan :
1) Apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang. 2) Apa yang mungkin dicapai pada suatu periode tertentu. 3) Persyaratan apa yang diperlukan dalam mencapai tujuan.
4) Hambatan, rintangan kesulitan apa yang akan dihadapi.
Berdasarkan tiga unsur pokok tersebut, perencanaan dapat dijabarkan sebagai suatu proses yang meliputi lima kegiatan pokok : Pertama, perencanaan dimulai dari adanya kebutuhan-kebutuhan dan
permasalahan-pennasalahan yang didasarkan pada datalfakta dan proyeksiproyeksi. Kedua, penentuan tujuan, sasaran dan target-target yang ingin dicapai.
Ketiga, penetapan kebijakan untuk pengambilan keputusan dan penentuan cara-cara untuk mencapai tujuan, sasaran dan target dikaitkan dengan sumbersumber yang ada dan pilihan alternatif yang terbaik.
Keempat, penterjemahan perencanaan kedalam program-program dan kegiatan-kegiatan yang konkrit.
Kelima, pengadaan mekanisme kontrol melalui : evaluasi dan monitoring sehingga perencanaan dapat mencapai tujuumya dan sekaligus memberikan umpan-balik bagi perencanaan berihtnya. Perencanaan pada Program Askesos, sebenarnya secara implisit sudah dilaksanakan sesuai dengan proses yang dideskripsikan pada lima kegiatan pokok yang diuraikan diatas, yaitu dapat dilihat pada enam tahapan pelaksanaan Program Askesos, yaitu : (1) Sosialisasi yang dilakukan melalui pemetaan sosial dengan kelompok basis, (2) Pengenalan karakteristik kelompok dan identifikasi masalah,
(3) Pengorganisasian rencana tindak, (4) Penguatan kapasitas, (5) Pelaksanaan kegiatan, dan (6)Monitoring serta evaluasi partisipatif. Walaupun demikian, Program Askesos dikaitkan dengan aspek perencanaan sudah sangat memadai, karena ketiga unsur pokok yang dijabarkan dalam suatu proses yang meliputi lima kegiatan utama sudah dilaksanakan secara partisipatif, walaupun baru pada tingkat lokal dan pada segmen masyarakat akar nunput. Sementara itu ide program layanan bagi lanjut usia muncul disebabkan warga masyarakat, khususnya ibu-ibu merasa perlu untuk membeutuk suatu wadah yang dapat memberikan arti bagi masyarakat sekitar terutama para lanjut usia. Karena antusias warga yang lain untuk membantu, maka semakin berkembanglah perkumpulan tersebut. Kebijakan yang dibuat benar-benar merupakan keinginan warga, sehingga rasa kepemilikanpun sangat kuat. Jadi,
dapat dinyatakan penyusunan kebijakan dilakukan oleh berbagai pihak yang berkepentingan dan atas prakarsa warga itu sendiri. Warga merasa ada perlindungan terhadap risiko yang pasti akan dialami oleh setiap orang. Sesuai dengan tujuan dari suatu kebijakan, bahwa negara turut bertanggung jawab atas kesejahteraan warganya, program yang datang atas inisiatif warga untuk kepentingan orang banyak ini dapat digolongkan berhasil dan turut mempengaruhi kebijakan publik di tingkat yang lebih tinggi lagi, yaitu tingkat kelurahan. Program pelayanan bagi lanjut usia di Kelurahan Jamika, khususnya RW 11 dikatakan berhasil sampai maju ke tingkat Kelurahan karena ditunjang oleh penyusunan perencanaan yang relatif cukup matang dari para pelaksana program terlepas dari apakah perurnusan perencanaan tersebut dilaksanakan secara partisipatif atau tidak. Penyusunan perencanaan pada program pelayanan bagi lanjut usia mengikuti prosedur tahapan-tahapan perencanaan, yaitu Pertama, perencanaan program ini dimulai karena adanya kebutuhan perlindungan ekonomis dari warga apabila suatu saat mengalami resiko/musibah. Kedua, dilakukan penentuan tujuan dan target-target yang ingin dicapai, seperti terjaminnya kesehatan para lansia yang ada di daerah sekitar khususnya dan warga masyarajat pada umumnya.
Ketiga, disusun penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan serta penentuan cara-cara seperti : Program ini merupakan Program Warga yang diperuntukkan bagi warga itu sendiri. Keempat, mengaplikasikan program ke dalam kegiatankegiatan yang konkrit, seperti : men-adang melaksanakan kegiatan, membentuk tim
warga pada tahap awal,
khusus, menyiapkan prosedur
administratif, dan sebagainya. Kelima, melakukan mekanisme kontrol melalui monitoring dan evaluasi. 5.5
Ikhtisar Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok
masyarakat marjinal yang rentan, terus dilakukan agar kesenjangan sosial dengan kelompok berekonomi mapan dapat diminimkan. Askesos merupakan salah satu bentuk kegiatan sosial yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada
masyarakat rentan dari resiko sakit, kematian dan kecelakaan. Sehingga mereka akan merasa lebih tenang untuk melakukan usaha dalam pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Setelah diadakan evaluasi terhadap Program Askesos yang dilaksanakan di Kelurahan Jamika dan dipandang dari berbagai aspek, seperti aspek ekonomi masyarakat, potensi ekonomi lokal, modal dan gerakan sosial, serta kebijakan dan perencanaan sosial, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Pelaksanaan Program Askesos bermitra dengan Yayasan Setia Budi Utama (YASBU), diiana yayasan tersebut bertindak sebagai pengelola Askesos. b. YASBU mempakan salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang banyak melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Domisili yayasan tersebut adalah di J1. Margahayu Raya - Bandung Yayasan ini dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat yang meliputi pelatihan dan pendampingan khususnya dalam peningkatan kemampuan perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan sosial masyarakat. c. Untuk program Askesos sendii, YASBU mempunyai prestasi yang baik karena mampu melebarkan sayapnya hmgga ke beberapa kabupatenlkota. Sampai pada tahun 2003, anggota Askesos tercatat sebanyak 174 orang dengan rincian 84 orang laki-laki dan 90 orang perempuan. d. Dalam pelaksanaan program
Askesos ini, meskipun tercatat
sisi
keberhasilannya, namun bukan berati tidak ada hambatan. Seperti dalam perekrutan nasabah, banyak yang mengeluh terlalu banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi, sehiigga membuat mereka merasa enggan untuk ikut program tersebut. Kalaupun mereka ikut, tetapi masih berharap persyaratan lebih diringankan. e. Peserta Askesos berharap adanya dana tambahan pada dana klaim, karena premi yang dipungut telah naik. Selain itu mereka juga berharap bahwa pada saat berakhimya masa pertanggungan ada kelebihan dana yang diberikan di luar tabungan (premi) yang mereka miliki.
f. Program pengembangal masyarakat yang dilaksanakan melalui Program Askesos pada intinya telah mengikuti prinsip-prinsip pengembangan
masyarakat, dan masyarakat sendiri sangat mendukung terhadap program tersebut. Berdasarkan evaluasi yang peneliti lakukan terhadap program pelayanan bagi lanjut usia yang dibangun oleh warga setempat, maka dapat diuraikan sebagai berikut : a. Program yang diprakarsai oleh masyarakat tersebut belum sepenuhnya mengikuti
prinsip-prinsip pengembangan
masyarakat,
seperti
dalam
perencanaan mekanisme kerja hanya segelintir orang saja yang terlibat, tentunya ini tidak mewakili aspirasi yang sesungguhnya yang diinginkan oleh masyrakata luas. Akan tetapi masyarakat sangat mendukung keberadaan kelompok tersebut, karena terasa manfaatnya. b. Inisiasi yang dilakukan oleh warga sangat baik, tentunya ha1 ini perlu dukungan dari pemerintah daerah agar dibentuk lembaga yang permanen dan legal, sehingga memudahkan dalam membentuk jaringan kerja serta dapat mempertahankan modal sosial yang mereka miliki.
VI. JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS BAG1 PEKERJA MANDIRI SEKTOR INFORMAL DALAM UPAYA PENGEMBANGAN JENIS PERLINDUNGAN SOSIAL DI KELURAHAN JAMIKA KECAMATAN BOJONGLOA KALER Jaminan sosial mempakan ha1 mendasar dalam menghadapi resiko yang mungkin dan bakal terjadi dalam kehidupan seseorang. Hal ini juga sekaligus menyediakan sistem perlindungan sosial terhadap individu yang menghadapi ketidakpastian secara spesifik. Jaminan sosial tidak hanya mempakan prakarsa dari pemerintah saja, akan tetapi dapat juga inisiatif dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan mereka. Bentuk jaminan sosial yang dilakukan oleh masyarakat umumnya terkoordinir melalui institusi lokal. Peran institusi lokal tersebut tidak saja sebagai jawaban terhadap ketidakmampuan negara dalam menyediakan jaminan sosial yang masih sangat terbatas bagi warganya, tetapi juga mendekatkan masyarakat terhadap penyediaan pelayanan alternatif sejak sumber-sumber keluarga dan mekanisme pasar tidak mampu lagi menyediakan pelayanan kepada warga lokal. Keberadaan institusi lokal di masa sekarang sangat membantu terhadap komunitas lokal, karena institusi tersebut dirasakan banyak memberi manfaat pada warga setempat. Meskipun pelayanan yang diberikan cenderung sangat sederhana, namun hal ini sangat mendukung pada tingkat kehidupan warga setempat. Mekanisme yang diatur dalam pola pelayanan institusi tersebut sangat mudah dan tidak berbelit-belit. Untuk mengetahui bagaimana sistem jaminan sosial berbasis komunitas, khususnya bagi pekerja mandiri sektor informal (PMSI) yang ada di Kelurahan Jamika, maka perlu dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan tingkat pendapatan mereka sebagai upaya menjaga kekuatan ekonominya dalam menghadapi resiko yang mungkin akan terjadi, seperti sakit, kecelakaan ataupun meninggal dunia. Faktor-faktor tersebut dapat bersifat internal maupun eksternal. Yang bersifat internal, yaitu tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan dan persepsi serta sikap yang dimiliki oleh pekerja mandiri tersebut. Sedangkan yang bersifat ekstemal,
adalah pemanfaatan potensi lokal dan perluasan jaringan yang dilakukan oleh pekerja mandiri tersebut. Masyarakat di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan masyarakat yang kompleks, ha1 ini terlihat dari keragaman usahalprofesi dan heterogenitas penduduknya. Pekerja Mandiri Sektor Informal yang berada di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler merupakan bagian dari komunitas dan mereka mempunyai potensi sebagai penggerak perekonomian daerah setempat. Jumlah PMSI sebanyak 5.927 orang dan yang berada pada lapisan bawah yang termasuk dalam golongan Pra KS dan KS 1 berjumlah 3.876 orang. Mereka berpendidikan rata-rata tamat SD dan SLTP, sehingga untuk memperoleh pekerjaan yang layak tidak terpenuhi. Pekerja Mandiri Sektor Informal yang merupakan kepanjangan tangan industri besar, kewajiban mereka sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para pegawai yang statusnya resmi. Perbedaannya adalah hubungan-hubungan produksi yang terjadi tidak diatur oleh peraturan-peraturan yang formal. Hal ini mengakibatkan perlindungan dan berbagai hak yang biasanya diperoleh pegawai tetap, tidak dapat dinikmati oleh mereka yang bekerja di sektor informal. Oleh karenanya, perlindungan dan jaminan sosial di sektor informal merupakan sebuah isu yang perlu ditindaklanjuti secara lebih serius. Pekerja Mandiri Sektor Informal mempunyai usaha yang beragam, seperti warungan, pengolahan makanan, usaha jahitan, tukang becak, tukang ojeg, penjual jamu gendong, jasa tambal ban, dan lain-lain. Dalam usahanya tersebut mereka tidak pernah terpikirkan bagaimana untuk tetap bertahan apabila terjadi resiko seperti sakit, kecelakaan atau meninggal dunia. Hal ini merupakan kondisi yang rentan bagi mereka untuk menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pemanfaatan program-program yang telah diluncurkan di Kelurahan Jamika, seperti program P2KP, UP2K-PKK, dan program pemberdayaan lainnya secara umum relatif berjalan dengan lancar dan partisipasi masyarakat cukup baik. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, semakin berkembangnya program tersebut akhirnya "patah" juga oleh ulah beberapa kelompok yang kurang bertanggung jawab, sehingga program tersebut berjalan dengan tertatih-tatih.
Adapun evaluasi yang dilakukan terhadap program Askesos dan Institusi Lokal "Tunas Harapan", menunjukan belum sepenuhnya dapat diakses oleh PMSI. Beberapa faktor penyebabnya adalah internalisasi tentang program Askesos kurang optimal dan Tim Pengelola dilaksanakan bukan oleh lembaga yang ada di lokasi proyek melainkan oleh lembaga sosial yang ada di luar lokasi proyek. Sedangkan program yang dilaksanakan oleh Institusi Lokal "Tunas Harapan" sebagai inisiasi warga hanya merupakan jaminan bagi para lansia yang berada di lingkungan RW 11, meskipun pada akhirnya dikuti juga oleh warga di luar RW 11 di Kelurahan Jamika. Sistem pelaksanaannya masih bersifat tradisional dalam arti tidak sepenuhnya memberikan perlindungan secara maksimal, hanya sekedar memberikan aktivitas bagi para lansia yang masih mampu melakukan suatu kegiatan. Program-program pembangunan masyarakat tersebut pada dasarnya telah mampu membangkitkan partisipasi warga masyarakat dengan keikutsertaan mereka dalam program tersebut. Namun sangat disayangkan bahwa program Askesos yang diluncurkan oleh Departemen Sosial pada akhirnya terhenti kegiatannya karena ketidaksanggupan tim pengelola untuk melanjutkan program dimaksud, sedangkan institusi lokal "Tunas Harapan" yang terlihat berpotensi untuk melaksanakan jaminan sosial lebih lanjut, temyata tidak menyanggupi untuk mengelola kegiatan asuransi sosial dimaksud. Alasan yang mereka kemukaan adalah kurangnya pengetal~uan mereka terhadap sistem manajemen asuransi, tidak adanya kaderisasi, dan belum sepenuhnya memahami aturan main dalam perasuransian. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Dw selaku ketua Tunas Harapan :
Terus ierang bu, saya tidak berani rnenerima tawaran untuk mengelola rencana kegiatan asuransi ini. Bztkan apa-apa, tetapi khawatir akan mengecewakan nasabah nantinya, karena ketidakmampuan saya dalam pengelolaannya. Selain iiu, kuderisasi pun tidak ada. Saya sendiri masih was-was dengan kelanjuian Tunas Harapan ini, karena belzrm tahu siapa bakal pengganti kami yattg sudah tua-tua ini. Berdasarkan hasil kajian, bila digambarkan dalam tipologi kelembagaa (Nasdian & Utomo: 2005), maka kondisi governance berada pada kuadran satu, yaitu
socio-economic well being.
Gambar 8 Tipologi Kelembagaan Good Governance
Latenl Conflict
I
Socio-econonzic well being (Cross ct~fl~tzg ties of soc~algro~r[~s) Tinggi
Bad Governalice
Sementara itu, dalam pengembangan kelembagaan yang perlu dicermati adalah keberhasilan dalam membentuk kerjasama antar pihak, yaitu civil society, pemerintah public sector, private sector ( Nasdian & Utomo : 2005), dimana masing-masing
sektor stakeholder dan shareholder berperan dengan setara. Dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 9
Partnership-Based Governance System Civil Society
=A!!? Stakeholder & Shareholder
Stakeholder & Shareholder
Public Sector
u
Pvivate Sector
Stakeholder & Shareholder
Melihat fakta tersebut, akhirnya penulis mencoba untuk mencari sumber lain yang dapat melanjutkan rancangan program yang akan dilaksanakan. Pada kesempatan lain, penulis juga mengamati dan memperdalam program lainnya, seperti program P2W. Ketertarikan penulis pada program tersebut yaitu, yang menjadi anggota adalah para pekerja mandiri sektor informal yang secara
langsung juga merupakan sasaran dari program Askesos, clan ini tentunya ada keterkaitan untuk diteliti bagaimana karakter para anggota P2KP tersebut dalam mengikuti program dimaksud. Melalui kajian dan analisis yang dilakukan terhadap program-program pembangunan masyarakat tersebut, berbagai kesenjangan maupun isu yang mencuat yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungan dapat teridentifikasi. Kajian ini tidak hanya melihat peran, aktifitas, tetapi juga hubungan, sehingga pertanyaan yang diajukan tidak hanya "siapa mengerjakan apa", tetapi juga meliputi: siapa yang membuat keputusan, siapa yang memperoleh keuntungan, siapa yang menggunakan sumberdaya pembangunan seperti kredit, program pembangunan dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut. 6.1 Keragaan Pekerja Mandiri Sektor Informal di Kelurahan Jamika
Saat ini banyak penduduk yang berusaha di sektor informal baik dibidang jasa maupun perdagangan. Keberadaan sektor informal ternyata mampu memberikan kontribusi yang besar bagi pendapatan keluarga. Alma (2004) berpendapat bahwa sektor informal merupakan benih-benih kewiraswastaan yang berfungsi mendorong perekonomian kota. Sektor informal sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekejaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandii atau menjadi safety belt bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja. Sayangnya pemerintah belum dapat memberikan jaminan manakala mereka mengalami resiko pada saat mencari nafkah, sehingga bila terjadi resiko tersebut mereka akan semakin terpuruk keberadaannya dan rentan menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pekerja Mandii Sektor Informal (PMSI) yang berada di Kelurahan Jamika sebagian besar adalah pendatang dari berbagai daerah dan tidak sedikit yang berasal
dari etnis Cina, Arab, dan India. Jenis usaha yang mereka lakukan sangat beragam, mulai dari membuka warungan, tukang kue keliling, tukang bakso, jual jamu gendongan, tukang becak, tukang ojeg, buruh bangunan, dan lain-lain. Tempat tinggal mereka tidak jauh dari lokasi mereka berusaha atau berjualan. Kondisi fingkungan dimana mereka tinggal
sebenamya tidak layak huni, rumah satu dengan yang lainnya saling berdempetan, apalagi ditunjang dengan berbagai usaha yang mereka lakukan di rumanya sendii membuat suasana semakin kumuh. Keberadaan program Asuransi kesejahteraan Sosial (Askesos) memberikan angin segar bagi para PMSI tersebut karena banyak manfaat yang mereka rasakan. Namun belurn semua PMSI ikut dalam kegiatan dimaksud dan lebih disayangkan kegiatan Askesos tidak dilanjutkan karena berbagai kendala seperti yang telah diuraikan pada bab sebelurnnya. PMSI sendiri baik yang pernah mengikuti kegiatan Askesos maupun yang belum, sangat berharap ada kegiatan sejenis yang bisa membantu mereka untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya terutama d i i a mereka mengalami resiko. Seperti yang diungkapkan oleh ibu Sm :
Upami YASBU kapungkur mah sue, unggal bulan aya pertemuan, urang teh tiasa sasadu naon anu janten kahoyong sareng hambatan salami usaha teh, tapi nu ayeuna mah kirang sue kumargi pertemuan ge mung dihadiri ku penvakilan sareng tara masihan transport. Ah.. percuma ari diwakili rnah da benten-benten atuh masalah anu dihadapi ku urang-urang teh. Pokokna nu ayeuna mah kirang perhatosan ka anggota teh. Sareng ayeuna oge dadanguan sapertos anu dicarioskeun ku bu Noneng bade dibubarkeun. Ari gosip eta rnah saleresna tos beredar lami, mung diprotes ku anggota, maenya bade bubar di tengah jalan, akhirna YASBU neraskeun dugi kaseep masa pertanggunganana. Duka tah ping 13 enjing, da saurna bade aya keputusan diperpanjang atanapi henteu. Urang tingal we neng kumaha jung nu. Ari perkmvis pak Lurah mah sue perhatosanana, anjeuna ngartos kahoyong anggota nyaeta hoyong diteraskeun. (Kalau YASBU yang lalu baik, setiap bulannya ada pertemuan untuk membicarakan apa yang menjadi keinginan dan hambatan yang dialami selama berusaha, narnun yang sekarang kurang baik karena pertemuan hanya dihadiri oleh perwakilannya saja dan tidak ada transport. Ya... percuma kalau diwakili, namanya orang kan bedabeda permasalahannya. Pokoknya yang sekarang ini kurang perhatian sama anggota dan dengar-dengar seperti yang dibicarakan oleh bu Noneng akan dibubarkan. Sebetulnya gosip itu sudah lama beredar, tapi diprotes oleh anggota, masa iya bau berhenti di tengah jalan, akhirnya YASBU meneruskan sampai selesai masa pertanggungan. Belum tahu besok tanggal 13, katanya akan ada keputusan apakah akan dilanjutkan atau tidak. Kita lihat saja bagaimana hasilnya. Kalau pak Lurah mengerti apa yang anggota mau, yaitu tetap diteruskan). Untuk itulah peneliti berusaha merealisasikan keinginan mereka melalui forum diskusi dengan harapan aspirasi dan solusi muncul dari mereka sendiri.
6.2 Karakteristik Pekerja Mandiri SeMor Informal di Kelurahan Jamika Struktur masyarakat Kelurahan Jamika, sebahagian besar mengandalh kehidupan ekonomi mereka dari sektor jasa dan industri. Hal ini ditunjang oleh letak geo@snya
yang berada di pusat kota. Dilihat dari segi sosial, Kelurahan Jamika
merupakan suatu wilayah yang heterogen dengan latar belakang penduduknya berasal dari beragam etnis. Penduduk aslinya berasal dari etnis Sunda, sedangkan para pendatang sebagaian besar berasal dari etnis Jawa, Sumatera, dan daerah lainnya di Indonesia serta yang tidak kalah banyaknya adalah etnis Cina. Pelapisan sosial yang terjadi pada masyarakat Kelurahan Jamika dapat dilihat dengan mengkategorikan anggota-anggota masyarakatnya berdasarkan status yang disandangnya dalam komunitas tersebut. Status sosial tersebut dapat dibedakan dalam lingkup formal dan informal. Dalam lingkup formal ada posisi atau jabatan seperti Ketua RT atau RW, Ketua KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), Ketua Karang Taruna, Ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), Ketua P2KP, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Kalangan yang memiliki status sosial paling tinggi, selain berada dan memiliki banyak usaha, juga menjabat bebempa jabatan sosial dan pemerintahan daerah di masyarakat, juga diienal dan diakui sebagai tokoh masyarakat. Untuk lapisan sosial menengah, tokoh yang aktif dikegiatan sosial di masyarakat, atau dikenal sebagai orang kaya. Dan lapisan sosial paling bawah, yaitu warga masyarakat biasa yang bekerja sebagai buruh serta pedagang-pedagang kecil yang tidak kaya dan juga tidak aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial di masyarakat. Kondisi dan peran PMSI yang berada di Kelurahan Jamika cukup beragam baik d i l i i t dari sisi pendidikan, keterampilan, pengalaman, jenis usaha, maupun latar belakang kehidupan mereka. Hal ini berpengamh pada pola pikir dan sistem operasioanal usaha mereka. Untuk jenis usaha dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7 Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal Berdasarkan Jenis Usaha
NO.
JENIS USAHA
JUMLAH (ORANG)
Yo
1
Pertokoan
2.051
34,59
2
Warungan
961
16,19
3
Pedagang kecil
1.727
29,12
4
Pedagang asongan
718
12,ll
5
Penjual jasa
470
7,99
5.927
100
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa jenis usaha pertokoan sangat tinggi, yaitu 34,59 %, usaha pertokoan ini lebih didominasi oleh etnis Cina dan taraf ekonomi mereka sudah sangat mapan. Usaha warungan dan pedagang kecil (kueljajanan), yaitu 16,19 % dan 29,12 %. Apabila melihat usaha yang mereka lakukan, hal ini menunjukkan bahwa potensi lokal dalam mengembangkan ekonomi keluarga relatif cukup besar. Dan ini juga merupakan surnberdaya yang pemanfaatannya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Hasil wawancara mengeiiai manfaat yang dirasakan oleh pengguna program dapat tergambar dari penuturan salah seorang nasabah Askesos, yaitu ibu Sm, berikut penuturannya :
Ngawitan ngiring Askesos tahun dua rebu, kaleresan abdi aya nu ngajakan dimana anjeuna tos ngiringan ti tahun 1996. Abdi nyobi-nyobi ngiringan, kaleresan pun lanceuk oge ngawidian. Leres saatosna abdi ngiring Askesos ieu, abdi tiasa nabung. Sateuacana abdi nyarios ka eneng da kapungkur rnah abdi sama sekali teu tiasa nabung, seep wae, biasalah seueur pangabutuh. Tapi waktos abdi ngiring Askesos, da kapaksa tea kedah iuran premi, abdi tiasa nyisihkeun sapuluh rebu per bulana, eta teh mayar premi tapi bakal diuihkeun deui upami masa kontrak atosan. Alhamdulillah, akhirna karaos ku abdi yen nabung teh seueur manfaatna sareng ngiring Askesos oge manfaatna ageung pisan. Memang ari ditingal tina bantosanana mah sok leu mencukupi kanggo biaya pengobatan tapi da ngemutan perjanjianana bantosan eta teh sanes kanggo biaya pengobatan tapi kanggo ngagento.~anpenghasilan pedah urang teh teu damang atanapi mengalami kecelakaan sareng pupus. Nya... hatur 1umayanIah kanggo nambih-nambih rnah.
(Awal ikut Askesos tahun 2000, kebetulan saya ada yang mengajak dimana dia sudah ikut dari tahun 1996. Saya mencoba ikut, kebetulan suami saya juga mengijinkan. Benar, setelah saya ikut Askesos saya bisa menabung. Sebelumnya saya pernah bilang kalu dulu saya tidak bisa menabung, habis terus, biasa banyak keperluan. Akan tetapi ketika saya ikut Askesos, terpaksa saya h m s menyisihkan dana sepuluh ribu untuk membayar premi namun akan dikembaliian pada masa habis kontrak. Alhamdulillah, akhirnya terasa oleh saya bahwa menabung itu banyak manfaatnya dan ikut Askesos juga manfaatnya besar sekali. Bila dilihat dari jumlah bantuan sering tidak mencukupi untuk biaya pengobatan tapi sesuai perjanjian bahwa dana tersebut bukan untuk biaya pengobatan tetapi biaya penggantian penghasilan karena kita sakit atau kecelakaan dan meninggal. Ya...lumayanlah untuk tambah-tambah). Selain itu ibu Sm juga menuturkan :
Saatosna abdi ngiringan Askesos, abdi kenging bantosan kanggo nambihan modal, saurna mah dana eta teh sanes ngahaja aya artosna tapi eta mah pinter-pinter nu yayasan anu tiasa nambutkeun ti dana kleim. Kukituna abdi sareng nusanesna anu kenging bantosan kedah pasti tiasa nguihkeun sametan eta, kumargi eta mah dana simpenan bilih aya anggota anu feu damang, kecelakaan atampipupus, kaleresun dicicil nguihkeuna teh. Insya Allah abdi rnah sanggem da dugikeun kaayeuna oge tos lunas. Ayeuna mah abdi teh kumaha carana hoyong tiasa ngicalan di sisi jalan supados tiasa nambihan penghasilan, kahirupan ayeuna teh mani sesah pisan, dina ayana artos oge pabetotbetot sareng kabutuhan anu sejen. (Setelah saya ikut Askesos, saya mendapat bantuan untuk tambahan modal, katanya dana tersebut bukan sengaja ada dananya tapi kepintaran dari yayasan yang bisa meminjarnkan dari dana klaim. Untuk itu, saya dan yang lainnya yang mendapat bantuan hams pasti mampu mengembalikan pinjaman tersebut, berhubung dana tersebut dana simpanan untuk anggota yang mengalami sakit, kecelakaan atau meninggal, kebetulan pengembaliannya dengan mencicil. Insya Allah saya sanggup karena sampai sekarang juga sudah lunas. Yang saya mau sekarang adalah bagaimana caranya supaya bisa berjualan di pinggir jalan supaya bisa menambah penghasilan, kehidupan sekarang sangat susah, kalaupun ada uang tarik menarik dengan kebutuhan yang lain). Namun, sayangnya ha1 ini belum d i a n oleh sebagian warga lainnya yang bekerja sebagai PMSI, keberadaan mereka tersebut belum ditunjang oleh pengetahuan untuk memelihara pendapatannya agar senantiasa terjaga apabila terjadi resiko dikala mereka mengalami hambatan dalam melakukan usahanya atau dalam mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Lebii jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut tingkat pendidikan yang mereka alami.
Jumlah Pekerja Mandiri Sektor Informal Yang Mengikuti Program Askesos Berdasarkan Pendidiin
NO.
JENIS PENDIDIKAN
JUMLAEI
Yo
I
SD
89
51,15
2
SMP
57
32,76
3
SMU
26
14,95
4
PT
2
1,14
174
100
Data di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dialami oleh para PMSI relatif cukup rendah, sehingga pemahaman mereka baik terhadap pengembangan usaha maupun pengetahuan tentang pemeliharaan pendapatan sangat minim. Hal ini dapat tergambar dari apa yang dikatakan oleh salah seorang PMSI yang tidak mengikuti program Askesos, yaitu bapak AM. Berikut penuturannya :
Bapak mah neng, boro-boro ngiringan itu ieu, ngartos ge henteu. Nu penting ari bapak mah, kumaha carana tiasa ngahirupan keluarga. Kumargi eneng ge terang, jaman ayeuna sadayana tos serba marahal, boro-boro hoyong gaduh barang, nya eta kanggo emam sadidinten oge hararese. Teu acan kanggo sakola barudak, ieu ge hatur lumayan tiasa narik becak sareng dibantosan ku pun bojo ngicalan kueh. Bapak tara ngadangu naon eta ni disebut Askesos, nembe terang teh nya pedah eneng we nyarios. (Bapak sih boro-boro mau ikut ini itu, mengerti juga tidak. Yang penting bagi bapak bagaimana caranya menghidupi keluarga. Saudara juga tahu, jaman sekarang semuanya serba mahal, boro-boro mau punya barang, untuk makan saja susah. Belum lagi sekolah anak-anak, ini juga lumayan bapak bisa narik becak clan dibantu oleh isteri bejualan kue. Bapa tidak pernah mendengar apa yang disebut dengan Askesos, baru tahu juga karena saudara yang bicara). Berdasarkan uraian di atas berupa hasil wawancara dengan warga setempat baik yang sebagai anggota Askesos maupun non anggota, dapat tergambar masih ada masyarakat yang belum memahami arti pentingnya jaminan bagi penghidupan mereka untuk di masa mendatang. Mereka hanya berpikir bagaimana untuk menghidupi hari ini dan tidak berpikir untuk masa yang akan datang. Hal ini
dipengaruhi baik oleh tingkat' pendidikan yang kurang memadai, tingkat ekonomi yang masih rendah dan juga adanya perbedaan persepsi pada pola pikir mereka terhadap sistem pemeliharaan pendapatan.. . Kelurahan Jamika Kecamatan ~ h j o n ~ l oKaler a lebih dari separuh lahannya merupakan lahan pemukiman. Pekerjaan produktif dalam komunitas adalah wiraswasta dan lebih banyak dilakukan di nunahnya masing-masing. Kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh PMSI adalah warungan atau berjualan makanan ataupun sayuran. Di sepanjang jalan atau gang-gang yang ada di kelurahan tersebut, berjejer toko-toko dan warung-warung serta dagangan dimeja-meja kecil yang menyediakan kebutuhan sehari-hari dan perlengkapan-perlengkapan untuk produksi usaha masing-masing. Sebagian PMSI dapat mengakses permodalan yang diperoleh dari program pembangunan yang ada di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler, tetapi sebagian lagi tidak dapat mengaksesnya. Hal tersebut disebabkan adanya kekhawatiran baik dari pihak pengelola maupun dari pribadinya sendiri, yaitu bahwa warga yang tidak ikut serta dalam program Askesos karena dianggap tidak dapat membayar premi, sedangkan dari pribadi warga itu sendii karena terlalu banyaknya persyaratan yang hams dipenuhi, terutarna mengenai KTP dan Kartu Keluarga, sementara mereka kurang memperdulikan masalah tersebut, boleh dibilang mengabaikan masalah KTP maupun Kartu Keluarga. Kontrol PMSI pada surnberdaya sangat terbatas, sehingga menghambat dalam penambahan modal. Modal yang diperoleh rata-rata berasal dari keluarga dan bila PMSI dapat mengakses program pembangunan, maka ia mendapat kesempatan untuk mengembangkan jenis usahanya. Modal usaha diperoleh PMSI yang mengikuti Askesos melalui program Askesos itu sendiri, walaupun tidak semua memperolehnya karena keterbatasan anggaran dan dana bersifat bergulir. Kelembagaan formal yang dapat diakses oleh PMSI adalah P2W, LPM, dan PKK. Kontrol dalam lembaga ini tetap diiendalikan oleh Lurah, karena semua program-programnya ditentukan oleh Lurah. Kegiatan rapat rutin bulanan dari setiap program selalu diiadiri oleh Lurah. Rencana program pengembangan wilayah selalu diinformasikan karena jaringan informasi yang dilakukan cukup baik dan aktivitas dari setiap Ketua RW dan Tokoh Masyarakat sangat besar.
6.3 Pemanfaatan Potensi Lokal Oleh Pekerja Mandiri Sektor Informal
Manfaat kegiatan pembangunan terhadap PMSI dapat dilihat dari sumberdaya yang ada di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler, seperti penghasilan, kesempatan kerja, pendidikanlpelatihan dan kekuasaan untuk status yang lebii tinggi. Adanya program Askesos maupun kegiatan yang dilakukan atas inisiasi warga yang dikoordii warga RW 11, yaitu Institusi Lokal "Tunas Harapan", masih d i i a kurang memberikan manfaat dalam mengakses sumberdaya atau potensi lokal tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Lurah Kelurahan Jamika, yaitu : Sebenarnya warga Jamika bila dilihat dari cara berpakaiannya, bisa diiatakan jauh dari kata "miskin". Mereka layaknya orang-orang yang memiliki kemampuan ekonomi yang kuat, dimana pakaian-pakaian mereka sangat modis dan tidak kalah bagusnya dengan orang berduit. Selain itu, apabila diminta sumbangsihnya untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya gotong royong, mereka tidak segan-segan untuk menyumbang, walaupun jumlah yang diberikan relatif tidak besar, akan tetapi dengan melihat cara seperti itu tentunya kita dapat melihat bahwa mereka tidak miskin-miskin amat. Namun, apabila kita meliiat rumah yang mereka tempati, barulah kita tahu bahwa sebenanmya kehidupan mereka tersebut jauh di bawah garis kerniskinan, karena untuk makan sehari-hari pun masih dirasa kurang, sehingga untuk menyekolahkan anakpun agak susah. Ini berarti sifat mereka yang kosumerisme. Paling banter mereka tamatan SMP. Ibu bisa lihat dicacatan kami bahwa tingkat pendidiian rata-rata di Kelurahan Jamika relatif sangat rendah. Padahal mereka hidup di kota besar yang tantangan hidupnya lebih besar pula. Tapi perlu ibu ketahui pula, bahwa sebenarnya rata-rata dari mereka yang hidup sebagai pekerja di sektor informal merupakan pendatang dari berbagai daerah sekitar Jawa Barat, namun ada juga yang dari luar Jawa Barat, seperti Medan, Padang, atau orang-orang dari Jawa Tengah. Karena tingkat pendidikan mereka yang cukup rendah, makanya akses mereka terhadap potensi yang ada pun sangat rendah. Mereka h a n g memanfaatkannya. Walaupun berbagai program pemerintah dalam bentuk pemberdayaan telah diturunkan pada warga disini, namun masih dirasa kurang baik perkembangannya. Angka kerniskinan tetap saja tinggi. Warga disini narnpaknya bukan hanya sekedar diberi banatau suntikan dana, namun perlu juga diberi latihan atau ketrampilan untuk menunjang usaha mereka. Masalah pemanfaatan potensi lokal ini perlu mendapat perhatian khusus, karena bila dilihat secara ekonomis sangat membantu bagi pengembangan wilayah bersangkutan secara umum, dan secara khusus membantu peningkatan tata kehidupan mereka.
Beberapa potensi yang sebenamya dapat dikembangkan di kalangan komunitas lokal, antara lain adalah adanya persoalan bersama ketika menghadapi ketidakpastian dalam mendapatkan penghasilan yang permanen, yang berakibat m e n m y a keberfungsian sosial mereka. Pengorganisasi komunitas lokal terutama PMSI dapat terbentuk dalam konteks relasi produksi, dan juga dalam konteks relasi sosial. Meskipun bentuk pengorganisasian tersebut masih bersifat tradisional dan terbatas fimgsionalnya, namun dapat diianfaatkan secara maksimal dengan memberikan pemberdayaan. Manfaat yang dapat dirasakan adalah lancamya proses usaha, adanya pertahanan pada saat terjadinya resiko, seperti sakit, kecelakaan atau meninggal dunia. Intinya adalah pengorganisasian dilakukan sebagai sarana memperlancar komunikasi anta pelaku produksi (pemilik usaha dan buruh), dan sebagai wadah untuk mencari solusi bagi persoalan-persoalan ketidakpastian pendapatan, selain itu juga sebagai ajang tukar pengalaman dan keterampilan, yang tentunya hal ini tidak terlepas dari peran pendamping agar kegiatan berlangsung dengan baik, lancar dan terarah. Pendamping dapat diambil dari berbagai profesi, antara lain adalah pekerja sosial yang bekerja sama dengan instansillembaga terkait. Sebagai PMSI, mereka memiliki keterbatasan modal untuk membuka usaha lebih besar, sehingga apa yang mereka lakukan hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa ada jaminan untuk masa depan. Sebagian PMSI pernah mendapat bantuan modal dari program-program pemberdayaan yang ada, namun seringkali modal tersebut "tersedot" oleh kebutuhan sehari-hari, sehingga modal habis tanpa adanya pengembangan usaha. Di samping itu adanya PMSI yang masih menganggap bahwa bantuan yang diberikan tersebut merupakan hibah, seperti pada program-program lainnyq sehingga tidak dikembalikan. Kesalahpaharnan ini sebagaian besar diakibatkan kurangnya internalisasi dan rendahnya pemahaman PMSI. Pemanfaatan potensi lokal lainnya, PMSI sebenamya mempunyai akses terhadap pasar, karena untuk keperluan usaha yang dijalankan tidak bisa terlepas dari adanya pasar. Pasar terdekat yang biasa diakses oleh PMSI adalah pasar Jamika. Ini menunjukkan bahwa sebenamya warga sekitar dapat mengakses potensi lokal yang ada, yaitu dengan adanya pasar tersebut, terutama bagi PMSI yang memproduksi barang (he, jahitan, dan lain-lain). Mereka dapat membeli bahan baku dengan harga
beli murah dan dapat dipasarkan kembali selain di lingkungan setempat juga meluas ke pasar atau toko-toko terdekat. Sebagai gambaran dapat dilihat pada tabel berikut potensi-potensi yang dapat diakses oleh PMSI.
Potensi Lokal Yang Dapat Diakses Oleh Pekerja Mandiri Sektor Informal
NO.
JEMS POTENSI
JUMLAH
Yo
1
P a m besar dan kecil
4
44,44
2
Super Market I Mall
5
5535
9
100
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa PMSI dapat membentuk pengorganisasian untuk memudahkan mereka beraktivitas dalam berbagai hal, misalnya saja untuk ajang tukar informasi, pengalaman, dan juga masalah pemasaran barang yang mereka produksi. Bentuk pengorganisasian tersebut dapat berupa relasi produksi, yaitu PMSI dapat memberikan jaminan pada apa yang mereka lakukan, seperti pengadaan bahan baky pemasaran, tenaga kerja terhadap sesamanya dengan aturan main yang mereka buat sendii. Selain itu, pengeorganisasian dapat juga terbentuk karena relasi sosial, yaitu adanya jaminan karena adanya hubungan kekerabatan atau kedekatan antar mereka. Secara tidak langsung, hal ini merupakan potensi yang mereka miliki dalam memberikan jaminan kepada sesamanya. Ini merupakan modal untuk dikembangkannya bentuk jaminan yang lebih luas dan profesional, sehingga dapat memberikan manfaat bagi pengembangan usahanya dan adanya peningkatan dalam pemeliharaan pendapatan. 6.4 Perluasan Jejaring Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal Akses dan kontrol PMSI terhadap kelembagaan formal dan informal digunakan
untuk melihat bagaimana jejaring sosial PMSI terhadap kelembagaan tersebut dan pola hubungan yang terjadi antara mereka. Kesempatan dan kewenangan pengambilan keputusan untuk ikut terlibat dalam kelembagaan formal dan informal dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 10 Akses dan Kontrol Pekerja Mandiri di Sektor Informal Terhadap Kelembagaan Formal dan Informal Serta Faktor Pendukung
Tabel 10 menunjukan akses dan kontrol PMSI terhadap lembaga formal dan informal yang terdiri dari informasi tentang harga, produk dan pasar, kepercayaan terhadap PMSI, pemberian pinjaman dan perangkat publik serta sumber potensi masyarakat. Lembaga informal terdiri dari keluarga, teman usaha dan teman yang berperan sebagai rentenir serta kelompok arisan. Lembaga formal terdii dari pasar, media audio visual yang dapat digunakan sebagai informasi, dan Kelompok Askesos dalam program Askesos. Pekerja Mandiri Sektor Informal mempunyai kesempatan atau akses terhadap lembaga formal dan informal, baik dalam aspek informasi, kepercayaan, pinjaman dan sumber potensi masyarakat, tetapi mereka lebih banyak tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan terhadap aspek tadi, karena dibatasi oleh berbagai kendala, seperti modal yang minim, lemahnya SDM dan krisis kepercayaan. PMSI mempunyai akses terhadap informasi dari lembaga informal seperti keluarga, teman usaha dan teman arisan. Sesarna teman mereka biasa mengutarakan kesulitan yang mereka alami dan berbicara mengenai harga serta barang-barang yang dijual apabila jenisnya sama. Antara sesama PMSI biasanya mengetahui bagaimana jenis usaha temannya dan mengetahui berapa keuntungan yang diperoleh, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu St (Nasabah Askesos) yang mengelola masakan matang :
Usaha warungan sareng dagangan asak nu aya di lingkungan ieu, aya pasang surutna, kunaon abdi nyebat kitu, soalna masing-masing usaha aya bentena dina kauntungan, sapertos usaha warungan mah untungna teh diakhir bulan, sedengkeun dagang asakan mah sapertos nu abdi, untungna teh diawal bulan. Uraian di atas menggambarkan bahwa sesama PMSI saling mengetahui bagaimana kondisi usaha yang dikelola oleh temannya. Mereka mengetahui kapan usaha maju dan kapan merugi, sehingga mereka dapat membuat antisipasi terhadap usahanya, seperti mengurangi stok barang yang dijual pada saat pembeli banyak. PMSI dapat mengambil keputusan untuk menentukan berapa harga jual dari barang yang dijualnya berdasarkan informasi yang diperoleh dari temannya. Informasi tentang harga dan produk yang dijual tersebut diperoleh dari lembaga formal seperti pasar, media dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pekerja Mandiri Sektor Informal dalam menjalankan usahanya mempunyai akses terhadap kepercayaan dari keluarga, mereka memperoleh dukungan dan bantuan dari keluarga seperti bantuan modal usaha. Mereka juga memperoleh kepercayaan yang dapat memutuskan untuk meminjam uang sebagai modal usaha dari temannya yang menjadi rentenir. PMSI juga diberikan kepercayaan untuk mengambil barang di pasar dan membayarnya di kemudian hari. Pemberian pinjaman juga dilakukan pada kelompok Askesos dengan sistem pengembalian dicicil.
Namun banyak juga PMSI yang mengambil keputusan untuk meminjam dari rentenir, karena prosesnya mudah dan tidak rumit, serta cara penagihannyapun ramah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu On (usaha warungan) :
Saya sebetulnya juga ingin pinjam uang ke tempat yang lebih ringan bunganya, seperti ke Bank misalnya, tapi kalau melihat persyaratannya, saya jadi sebel, soalnya pabaliut dun lama pencairannya. Kalau ke rentenir, sudah prosesnya cepet, terus uangnya juga langsung bisa kita terima. Selain itu, karena sesama teman, mereka kalau nagihjuga enak gak kasar. Uraian di atas menjelaskan bahwa warga masyarakat terutama PMSI dalam mengatasi masalah permodalan usahanya lebii banyak meminjam kepada rentenir atau mereka biasa menyebutnya bank keliling. Mereka mempunyai anggapan bahwa dengan meminjam kepada rentenir prosesnya lebih mudah, hanya mengandalkan
kepercayaan dan cam mereka menagih pun cukup ramah, sehingga mereka lebih percaya kepada rentenir. Akses PMSI terhadap perangkat publik dan sumber potensi masyarakat terbatas pada teman usahanya dan Kelompok Askesos. Lembaga tersebut dapat digunakan oleh PMSI untuk memperoleh dukungan modal usaha dan berkelompok untuk mengembangkan usaha.
6.5 Faktor yang Berpengaruh terhadap Partisipasi Pekerja Mandiri Sektor Informal Faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi PMSI dalam melakukan usahanya mencakup aspek politik, ekonomi, budaya dan pendidikan. Hal tersebut melatarbelakangi aktivitas PMSI dalam melakukan usahanya. Beragamnya latar belakang mereka tersebut, membuat dinamis keberadaan mereka, sehingga cenderung berkompetisi untuk perbaikan usahanya yang tentunya ini akan berdampak pada tingkat kehidupan mereka. Namun, sayangnya hal tersebut belurn sepenuhnya diikuti para PMSI, masih banyak PMSI yang hanya mengandalkan usahanya pada pandangan unNc hari ini saja tanpa berpikir untuk masa depan. Penduduk asli cendemg untuk mempertahankan kondisi yang ada dan belurn ada keinginan untuk merubah keadaan. Kalaupun masyarakat ada motivasi untuk berubah, itu karena ada dorongan yang bersifat material, seperti bantuan-bantuan pemerintah yang dianggap hibah, sehingga mereka merasa tidak terbebani untuk mengembalikan. Faktor budaya memberikan dampak bagi PMSI, yaitu adanya hubungan kekerabatan yang kuat antar suku. Namun demikian bukan berarti mereka tidak hidup dengan rukun, akan tetapi setiap perkumpulan suatu daerah akan saling tukar pengalaman, sehingga d i n g mamberi masukan untuk kelangsungan usahanya. Disini jelas terlihat bahwa jaminan sosial yang mereka bentuk merupakan pola relasi sosial. Lain halnya dengan program Askesos, dimana bentuk jaminan sudah mengarah pada pola relasi produksi dan di dalamnya sudah ada jaminan sebagai pemeliharaan pendapatan mereka diiala mereka mengalami resiko. Di samping itu mereka juga memberikan kontribusi berupa premi yang harus dibayarkan sesuai aturan main yang telah disepakati bersama. Namun sayangnya, program Askesos
bel~unsepenuhnya menyentuh para PMSI secara keseluruhan yang ada di Kelurahan Jamika. Faktor pendidikan juga mempengaruhi pola pikir PMSI. Terbatasnya pendidikan yang dimiliki oleh mereka memberikan dampak terhadap keterampilan yang dimiliki oleh mereka, sehingga mempengaruhi jenis usaha yang dikelola.
6.6 Identifikasi Jaminan Sosial dalam Komunitas Penguatan kapasitas PMSI yang dilakukan di Kelurahan Jamika h e l m sepenuhnya terlaksana dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari angka kemiskinan yang cukup mencolok, yaitu 34% dari jumlah penduduk yang berjumlah 25.641 jiwa. Kegiatan sosial kemasyarakatan masih berkisar pada penyantunan kepada jompo miskin dan pemberian beasiswa bagi anak terlantar. Selebihnya adalah kegiatan bina keluarga balita yang kegiatannya sangat menonjol karena ada dukungan kuat dari PLKB dan Puskesmas.
6.7 Ikhtisar Pekerja Mandiri Sektor Infonnal yang berada di Kelurahan Jamika relatif cukup banyak, yaitu 5.927 orang atau 23,28 % dari jumlah penduduk 25.461 jiwa. Yang mengakses program Asuransi Kesejahteraan Sosial masih sedikit jumlahnya, yaitu 174 orang (2,93%) dari jumlah PMSI 5.927 orang. Ini menunjukkan bahwa program tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Masih perlu perbaikan dalam proses intemalisasi, dengan harapan para PMSI dapat memanfaatkan jaminan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Namun tidak menutup kemungkinan adanya inisiasi dari warga untuk membentuk sendiri pola jaminan sosial yang berbasis pada komunitas, sehingga pemanfaatannya akan lebih terasa oleh masyarakat, khususnya PMSI. Pernberdayaan dapat dilakukan pada lembaga yang dibentuk sendiri oleh warga dan dana digali dari berbagai sumber, seperti dana sosial yang ada di perusahaan
BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta yang besar. Pemhentukan lembaga ini akan lebih terasa kepemilikannya karena terbentuk oleh keinginan dan kebutuhan warga. Hal inilah yang perlu ditekankan keberhasilannya, karena jaminan sosial yang berbasiskan komunitas akan lebih bermaha dihati warga lokal.
Selama ini hasil usaha yang dijalankan oleh PMSI belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena habis untuk membayar hutang ke rentenir dan membiayai kebutuhan hidup sehari-hari rurnahtangganya. Program pembangunan yang digulikan oleh pemerintah yaitu program Askesos belum mampu memecahkan masalah PMSI, karena tidak selnua PMSI mendapatkan atau mengetahui keberadaan program tersebut. Akses dan kontrol PMSI terhadap kelembagaan formal masih terbatas. Ikatan erat PMSI terbatas pada kelembagaan informal dalam masyarakat, seperti untuk mendapatkan pinjaman dan modal usaha, hubungan dengan keluarga, teman, tetangga dan rentenir sangat dekat. Akses PMSI dengan lembaga formal sangat terbatas, karena kebijakan dari Kelurahan berupa program pembangunan belum menyentuh masalah dan kebutuhan PMSI.
VII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS PEKERJA MANDIRT SEKTOR INFORMAL SECARA PARTISIPATIF Pekerja Mandiri Sektor Informal (PMSI) mempunyai potensi untuk mengembangkan perekonomian wilayah setempat. Usaha mereka dapat maju apabila mereka memiliki akses dan kontrol terhadap sumberdaya produktif. Kalaupun gerak mereka terhambat disebabkan oleh beberapa faktor baik yang bersifat internal, yaitu eksistensi yang ada pada dirinya, dan yang bersifat eksternal, yaitu potensi yang ada di luar dirinya, seperti penggalian potensi lokal dan perluasan jejaring. Faktor-faktor
internal
dan
ekstemal
tersebut,
apabila
menghambat
keberlangsungan usaha PMSI, maka akan mengakibatkan menurunnya tingkat ekonomi keluarga, sehingga tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah perlunya "campur tangan" pihak lain untuk membantu bagaimana caranya agar kehidupan mereka tidak terancam yang akan menjerumuskan mereka pada posisi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Jaminan sosial merupakan tanggung jawab pemerintah, namun dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh masyarakat. Agar pelaksanaan jaminan sosial dapat berjalan dengan baik, tentunya perlu dibentuk suatu lembaga yang pennanen dalam masyarakat yang didukung secara langsung oleh warga lokal. Institusi lokal inilah yang nantinya akan menjembatani kebutuhan PMSI. Jaminan sosial yang dikelola oleh lembaga bentukan warga, diharapkan dapat mengcover para PMSI disaat mereka mengalami resiko, seperti terjadi nya kecelakaan, sakit atau meninggal dunia. Jaminan sosial ini merupakan cara pemelibaraan pendapatan (income maintenance). Penguatan kapasitas PMSI melalui institusi lokal, dapat dicapai bila terjadi sinergi antar kelompok masyarakat dan keterpaduan kelembagaan dalam komunitas yang terjalin melalui jejaring sosial. Penyusunan program pemberdayaan bagi PMSI dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah.
2. Identifikasi potensi lokal.
3. Pendayagunaan sumber-sumber lokal. 4. Penyusunan dan pengusulan rencana.
7.1 Tahap Identifisi Masalah Hasil Diskusi Kelompok yang telah dilakukan bersama stakeholders dapat disimpulkan beberapa masalah yang terjadi pada PMSI, yaitu : a. Terbatasnya modal. Secara umum, PMSI mengalami hambatan dalam pengembangan modal. Modal mereka hanya bersumber dari diri sendiri, keluarga atau meminjam dari rentenir dengan jumlah sekitar Rp. 100.000.- sampai dengan Rp. 300.000,-. Kalaupun mereka hendak menambah modal yang cukup, mereka belum mengaksesnya secara maksimal pada lembaga-lembaga keuangan yang formal, seperti Bank. Di samping itu keengganan mereka untuk meminjam modal yang lebih besar pada lembaga keuangan formal karena prosedumya yang terlalu nunit, sehingga mereka malas untuk melakukannya. Keterbatasan modal tersebut sangat mempengaruhi pada pola dagang mereka, sehingga yang mereka perdagangkan terbatas pada jenis dan kualitas yang sangat minimalis. Tentunya ini akan berpengaruh pada pendapatan mereka dan akhimya mereka tidak dapat menyisihkan penghasilannya tersebut untuk ditabung sebagai pemeliharaan pendapatan mereka saat mengalami resiko, seperti sakit, kecelakaan atau meninggal. b. Sistem pemasaran terbatas. Permasalahan PMSI diantaranya adalah pemasaran barang yang terbatas. Usaha yang dijalankan misalnya pembuatan jajanan pasar, usaha jahitan baju anak dan pembuatan kaos. Gerak mereka terbatas karena belum memaksimalkan potensi yang dimilii serta lemahnya memanfaatkan jejaring yang ada. c. Akses dan kontrol terhadap Askesos terbatas.
Akses d m kontrol mereka terhadap program pembangunan yang ada seperti Askesos relatif terbatas, karena masih banyak PMSI, tokoh masyarakat, pemimpin masyarakat (Ketua RTJRW), dan aparat kelurahan yang belum mengenal program dimaksud, sehingga jumlah anggota yang ikut program tersebut masih di bawah target yang diinginkan lembaga penyelenggara, yaitu minimal 200 orang, sedan-
nasabah yang ikut Askesos hanya 174 orang.
Selain itu, pada saat program tersebut direncanakan, warga atau tokoh masyarakat setempat tidak diikutsertakan. Sebagian dari PMSI mengatakan bahwa mereka tidak menerima penjelasan tentang bagaimana program Askesos yang ada di wilayahnya. Dan yang cukup mengherankan adalah Tim Pengelola diambil dari wilayah lain, jauh dari Kelurahan Jamika. Sebagian besar PMSI belum mengenal jenis jaminan sosial yang menggunakan pola asuransi.
d. Jaringan pemasaran terbatas. PMSI tidak memiliki kemampuan dalam mengelola usahanya dan mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi terhadap peluang-peluang pasar. Di samping itu, kualitas produksi belum optimal, sehingga tidak dapat bersaing di pasaran. Koperasi yang seharusnya dapat memfasilitasi kebutuhan PMSI, ternyata tidak mampu mengatasi hambatan yang d i i l i i PMSI. e. Tingkat pengetahuan dan keterampilan PMSZterbatas. PMSI memiliki pengetahuan dan keterampilan terbatas. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis usaha yang dikelola oleh mereka terbatas pada usaha kecil-kecilan dan keterampilan mereka dalam pengelolaan hasil usaha juga terbatas, sehingga usaha yang mereka lakukan h a n g berkembang.
7.2 Tahap Identifiisi Potensi Lokal Potensi lokal yang dapat menjadi sumber untuk menangani masalah yang dihadapi oleh PMSI berasal dari dalam diri sendiri (internal) dan dari lingkungan (external).Potensi sumber yang berasal dari dalam dii sendiri (internal resources) adalah. a. Keinginan untuk merubah nasib; setiap PMSI yang mengelola usahanya mempunyai keinginan untuk memajukan usahanya. Keinginan tersebut merupakan sumber yang potensial, karena akan menumbuhkan semangat untuk bekeja lebih giat lagi. Potensi ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pi&, komunitas, kelembagaan lokal maupun peratwan yang ada.
baik dari
b. Daya juang yang tinggi; PMSI memiliki kehidupan yang minim, yaitu hasil usahanya hanya mampu memenuhi kebutuuhan pokok, tetapi mereka mempunyai ketahanan untuk hidup karena modal sosial yang ada di wilayahnya mendukung mereka untuk survive, terutama dari kerabat dan teman, yaitu berupa dukungan ban-
pennodalan dalammengembangkan usaha.
c. Pengetahuan lokal ; PMSI di Kelurahan Jamika memiliki Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang merupakan pemahaman PMSI untuk mengetahui kapan usahanya banyak pembeli dan kapan sepi pembeli. Mereka dapat memprediisi berapa modal yang diperlukan untuk memperbanyak jenis barang yang akan dijualnya terutama barang-barang berupa makanan yang mempunyai batas kadaluwarsa. Potensi sumber yang berasal dari luar atau lingkungan (external resources) diantaranya: a. Program pembangunan masyarakat Program pembangunan masyarakat yang ada di Kelumhan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler, seperti program Askesos dapat diianfaatkan untuk memecahkan masalah yang dialami oleh PMSI, terutama dalam memperoleh akses terhadap permodalan dan adanya jaminan sosial berupa asuransi sebagai pemeliharaan pendapatan mereka. b. Kelembagaan formal dun informal Kelembagaan yang ada di Kelurahan Jamika dapat digunakan untuk mendukung dan mengembangkan usaha yang diielola oleh PMSI. Kelembagaan itu bisa berupa kelembagaan formal dan informal seperti keluarga, pameran, kelompok arisan, rentenir, media informasi, PKK, LPM, atau Pemda. Faktor-faktor pendukung yang dapat digunakan PMSI untuk memperoleh akses dari kelembagaan itu adalah informasi tentang produk, harga, keberadaan wilayah, kepercayaan (trust) dan perolehan pinjaman. Hubungan kelembagaan dapat menjadi jejaring sosial yang dapat mengembangkan usaha yang dikelola oleh PMSI.
7.3 Tahap Pendayagunaan Surnber-Sumber Lokal
Kegiatan pendayagunaan sumber-sumber lokal bagi PMSI didasarkan pada pengembangan jejaring, artinya setiap program memerlukan jejaring atau hubungan antar kelembagaan agar terjadi sinergitas dan muncul trust diantara masyarakat terutama PMSI, pemerintah dan lembaga swasta. Pendayagunaan sumber-sumber lokal diantaranya adalah meningkatkan hubungan kelembagaan yang berada didalam maupun diluar komunitas agar jejaring sosial masyarakat Kelurahan 3amika meningkat. Kriteria agar hubungan intra dan luar komunitas tinggi adalah adanya pola relasilhubungan yang baik antara individu, komunitas maupun dengan kelembagaan. Tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a Mengidentifhi kelembagaan yang &pat mendukung program pemberdayaan PMSI di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler. b. Melakukan analisis stakeholder yang diperlukan untuk mengetahui kelembagaan yang mempunyai potensi dalam meningkatkan akses clan kontrol PMSI. c. Jejaring yang dibangun bersifat setam, transparan, jujur, integrasi dan berdedikasi untuk mencapai tujuan bersama. d. Memberikan kepercayaan bagi PMSI untuk membentuk kelompok dan mengelola program dan kegiatan yang ada untuk meningkatkan akses dan kontrol mereka. Perluasan jejaring kelembagaan perlu dilakukan secermat mungkin untuk memecahkan masalah yang dialami oleh PMSI yang mengelola usahanya. Adanya kebijakan dari aparat kelurahan untuk mengelola program pengembangan usaha yang dikelola oleh PMSI berdasarkan pada kepercayaan dan dedikasi PMSI agar dapat meningkatkan taraf kesejahteraan PMSI, sehingga kebutuhan utamanya dapat dicapai, yaitu peningkatan status dan perekonomian mereka. Adanya peran pemerintah daerah dan kelembagaan dalam komunitas dapat membantu memecahkan permasalahan yang dialami oleh PMSI. Warga masyarakat sebagai konsumen dapat memberikan peluang kepada PMSI untuk maju dan mengembangkan &rinya dengan tidak menganggap mereka adalah pengganggu ketertiban m u m . Pada tahap pendayagunaan sumber untuk program pemberdayaan bagi PMSI melalui institusi lokal yang mereka bentuk dan sebagai pengembangan jejaring sosial, tidak terlepas dari peran stakeholder. Analisis terhadap stakeholder diperlukan
untuk melihat sampai sejauh mana h g s i mereka dalam program perberdayaan bagi PMSI di Kelurahan Jamia. D a f k stakeholder dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 11 Daftar Stakeholder dalam Penguatan Kapasitas Pekerja Mandiri Sektor Informal NO.
STAKEHOLDER
PERAN DAN FUNGSI
1
Lurah
* Sebagai penanggungjawab * Penunus kebijakan bersama masyarakat * Pmmotor * Fasilitator
2
SwastadanBUh4N
* Penyandang dana * Penyelenggara Pendidiin dan Pelatihan * Fasilitator dan mediator dalam memperluas Jaringan dan pemasaran.
3
Pemerintah PusatlDaerah
* Pendamping * Penyandang dana * Fasilitator
4
AkadernisiPraktisi
* Konsultan * Peneliti
5
Lembaga-Lembaga yang ada di Lokasi penelitian
* Penyandang dana * Fasilitator * Mediator * Konsnltan
Dafk stakeholder pa& Tabel 11 terdii dari Lurah yang menjadi p e m u s kebijakan yang dilakukan bersama masyarakat, sektor swasta dan BUMN merupakan pendukung kegiatan dan penyandang dana, Pemerintah PusatIDaerah mempakan pendamping dan fasilitator, akademisi dan praktisi sebagai peneliti dan juga konsultan, Lembaga-lembaga yang ada di Kelurahan Jamika, seperti P2KP, LPM, UP2K-PKK, dan lain-lain sebagi fasilitator, mediator dan konsultan. Sektor publik dan swasta dipilah menurut tingkat kepentingan mereka yang terkait dengan masalah
dan kebutuhan PMSI, mulai dari kegiatan penguatan kapasitas PMSI itu sendii sampai dengan pemberdayaan usahanya yang difasilitasi melalui institusi lokal. Daftar stakeholder diperlukan untuk menjalin jejaring sosial yang dibutuhkan dalam
mengatasi masalah pemanfaatan potensi lokal yang cukup menjanjikan. Para stakeholder ini kemudian dianalisis menurut kepentingan dan kebutuhannya. Data pada Tabel 11 tersebut di atas dapat dianalisis sesuai dengan peran dan fungsinya, yaitu bahwa stakeholder yang berperan addah dari Petnda, Kelurahan, Kelompok Usaha yang dikoordinir oleh petugas lapangan dan swasta yaitu Perbankan, Organisasi sosial, Usahawan, BKM dalam program P2KP dan UP2KPICK serta LPM. Pihak Pemda berperan sebagai fasilitator program dan kegiatan serta sebagai lembaga dana, lembaga swasta sebagai pendamping clan pemantau, Kelurahan sebagai pengolah data dan program Kelurahan serta masyarakat sendiri terutama PMSI sebagai aktor utama. Kejasama ini membentuk tiga komponen utama strategi pengembangan masyarakat. Keinginan dari masing-masing stakeholder adalah kemajuan program dan dana tersebut dapat berkembang dengan baik, sehingga dapat bergulir dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat yang membutuhkan. Evaluasi tertinggi diharapkan berasal
dari Pemda, Kelurahan, Ketua LembagaJInstitusi Lokal, Petugas Lapangan dan PMSI tiu sendiri. 7.4 Tahap Perencanaan Program
7.4.1
Penyusunan Tujuan
Penyusunan rancangan program pemberdayaan pedagang mandii di sektor informal yang mengelola suatu usaha tidak terlepas dari perumusan tujuan yang akan dicapai untuk mengembangkan usaha, sehingga akan meningkatkan taraf kehidupan mereka dan dapat memelihara pendapatannya sebagai jaminan disaat mereka mengalami resiko. Perumusan tujuan terdiri dari tujuan m u m dan tujuan khusus.
1. Tujuan Umum Tujuan Umum yang akan dicapai dalam upaya pemberdayaan PMSI melalui institusi lokal, adalah "Terciptanya perlindungan sosial bagi Pekeja Mandiri Sektor Informal di Kelurahan Jamika Kecamatan Bojongloa Kaler". Tujuan m u m tersebut mengandung arti bahwa pemberdayaan PMSI yang dilaksanakan oleh institusi lokal diarahkan untuk mencapai peningkatan taraf hidup melalui perbaikan usaha, sehingga akan terpelihara pendapatannya dikala mereka mengahadapi resiko, seperti sakit, kecelakaan atau meninggal dunia. Pemeliharaan
pendapatan dilakukan sebagai bentuk perlindungan sosial manakala PMSI mengalami ketidak berhngsian dalam mencarai n&ah
untuk menghidupi
keluarganya. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang akan dicapai dalam penguatan kapasitas PMSI melalui institusi lokal berdasarkan prioritas sebab dan a k a masalah yang akan dipecahkan, yaitu : 2.a. Meningkatkan akses terhadap permodalan PMSI memperoleh akses terhadap permodalan dengan melibatkan kelembagaan yang ada di dalam maupun diluar komunitas Kelurahan Jamika, baik formal maupun informal untuk mendukung usaha yang dikelolanya. Akses terhadap permodalan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas maupun daya jual, sehingga dapat meningkatkan pula pengembangan usahanya, yang tentunya semua ini bertujuan untuk memberikan perlindungan sosial bagi kehidupannya. 2.b. Meningkatkan akses terhadap pemasaran Adanya akses terhadap pemasaran, tentunya akan berpengaruh pada peningkatan produksi, dengan kata lain akan meningkatkan pula tingkat ekonomi mereka, sehingga akan menjamin kehidupannya manakala terjadi resiko. 2.c. Meningkatkan akses PMSI terhadap Iembaga yang mengelola sistem jaminan sosial. PMSI dilibatkan dalam siklus perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program serta kegiatan yang ada di kelurahan, sehingga suara dan kebutuhan mereka didengar dan dapat dijadikan dasar untuk membuat bahan kebijakan tindak lanjut. Hal tersebut diperlukan untuk menampung aspirasi PMSI sebagai subyek dan bukan sebagai obyek pembangunan, sehingga mereka bisa mengembangkan kreatifitasnya dalam pembangunan tersebut dan pada akhirnya dapat dirasakan langsung pemanfaatannya oleh mereka.. 2.d. Meningkatkan akses pengetahuan dan keterampilan Pengetahuan dan keterampilan bagi PMSI perlu ditingkatkan untuk menambah wawasan berusaha bagi mereka. Selain itu juga untuk meningkatkan daya pikir mereka, sehingga mampu menjawab tantangan hidup di jaman globalisasi ini, terutaama dalam menghadapi pasar bebas. Mereka bisa memanfaatkan waktu
luangnya dengan mengisi kegiatan yang dapat meningkatkan usaha mereka, seperti mebaca, bertukar pikiran sesama PMSI, mempelajari lewat audio visual atau juga mengikuti pelatihan dan keterampilan dari berbagai lembaga penyelenggara.
7.4.2 Perancangan Program Penyusunan rancangan program dilakukan dengan cara melihat bentuk kegiatan yang bersifat langsung ataupun tidak langsung. Program clan kegiatan yang bersifat langsung yaitu program penguatan kapasitas PMSI melalui institusi lokal. Program dan kegiatan yang bersifat tidak langsung, yaitu memberikan masukan bagi pemegang kebijakan tentang pentingnya program pemberdayaan bagi PMSI untuk memajukan usahanya dengan mengembangkan akses mereka terhadap kelembagaan yang ada di dalam ataupun di luar komunitas dengan harapan mereka dapat meningkatkan daya ekonominya untuk melindungi dirinya manakala mereka tidak dapat mencari nafkah karena terjadi sesuatu, seperti sakit, kecelakaan atau meninggal. Program penguatan kapasitas bagi PMSI melalui institusi lokal, adalah sebagai berikut : 1. Penguatan Kapasitas Pekerja Mandiri Sektor Informal
Program penguatan kapasitas PMSI merupakan suatu program untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka terhadap posisi yang mereka pilih. Minirnnya pengetahuan, keterampilan dan pemahaman mereka terhadap pola usaha, sehingga tidak terpeliharanya pendapatan mereka dapat diusahakan pemecahannya berdasarkan fakta dan data yang ada dilapangan. Program pemberdayaan bagi PMSI ini berupaya untuk meningkatkan posisi tawar PMSI dalam masyarakat agar suara dan kebutuhan mereka dapat ditindak lanjuti dalam bentuk program pengembangan masyarakat. Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam program pemberdayaan PMSI, adalah : a. Penguatan kapasitas PMSI dalam forum-forum yang dilaksanakan oleh pihak Kelurahan. Pemberian kesempatan bagi PMSI untuk aktif dalam forum yang dilaksanakan oleh pihak kelurahan merupakan suatu bentuk kegiatan untuk memperluas akses d m
PMSI agar terlibat dalam penunusan masalah pembuatan program pengembangan masyarakat yang ada di Kelurahan Jamika. Pendekatan kepada PMSI perlu dilakukan untuk menjaring aspirasi, kebutuhan dan permasalahan mereka agar kegiatan pengembangan masyarakat yang dilaksanakan sesuai dengan masalah dan kebutuhan mereka. b. Pembentukan Institusi Lokal Pembentukan institusi lokal ini merupakan suatu sarana kegiatan dalam menampung aspirasi PMSI, sehingga PMSI tersebut dapat berperan aktif dalam proses pembangnan masyarakat Institusi lokal ini diupayakan sebagai sarana yang dapat mernfasilitasi berbagai kepentingan dan kebutuhan para PMSI, sehingga proses pengembangan masyarakat yang diiarapkan dapat tercipta dengan baik. Di samping itu PMSI juga menadapatkan ketenangan dalam usahanya, karena adanya jaminan sosial yang memberikan perlindungan dikala mereka menghadapi resiko. 2. Penguatan Potensi Lokal dan Pengembangan Jejaring
Program pengembangan jejaring diupayakan untuk menjamin kelangsungan usaha yang dijalankan oleh PMSI. Kegiatan ini perlu dilakukan secara berkelompok dengan melibatkan berbagai stakeholder dalam pelaksanaannya. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah: a. Pembentukan kelompok
Pembentukan kelompok ini dikoordinir oleh petugas lapangan, diiana peran dan fimgsi petugas lapangan adalah sebagai fasilitator bagi PMSI yang tergabung dalam kelompok tersebut. Selain itu, tugas petugas lapangan adalah memotivasi anggota kelompok, dan anggota masyarakat lainnya yang bekerja sebagai pekerja mandiri sektor informal untuk mengikuti kegiatan ini, dengan tujuan agar mereka memahami pentingnya mengikuti kegiatan yang direncanakan, yaitu kegiatan jaminan sosial berupa asuransi sosial yang di dalamnya ada kegiatan menabung. Pengelolaan tabungan tersebut yang dalam istilah asuransi adalah premi, merupakan suatu kegiatan untuk memperkuat kelangsungan permodalan serta adanya pemeliharaan pendapatan. Sebagian dana premi sesuai dengan kesepakatan dapat dimanfaatkan untuk pinjaman modal bagi anggota dengan pengembalian secara kredit dan bunga yang ringan.
b. Pendidikan dun Pelatihan Keterampilan usaha bagi PMSI Kegiatan Pendidikan dan pelatihan usaha bagi PMSI merupakan upaya untuk meningkatkan keterampilan, agar mereka dapat menambah wawasan jenis usaha dan melebarkan sayapnya untuk memperluas daya jual, yang tentunya akan berdampak pada akses mereka terhadap sumberdaya. Pelatihan keterarnpilan yang diberikan dapat berupa keterampilan dalam manajemen atau dalam bentuk pendalaman jenis usaha yang mereka lakukan.
c. Perluasanjejaring sosial untuk meningbtbn produksi Kegiatan perluasan jejaring sosial bertujuan untuk meningkatkan produksi mereka, sehingga dapat meluas daya jualnya. Dengan luasnya cakupan penjualan mereka, tentunya akan berdampak pula pada tingkat ekonomi mereka, sehingga taraf kehidupannya meningkat. Selain itu mereka juga dapat mengakses sumberdaya, baik yang ada di dalam maupun di luar komunitas. Jejaring ini mencakup hubungan antar kelembagaxn, juga antar personal, sehingga muncul kepercayaan untuk memberikan bantuan modal ataupun bantuan pemasaran. Adapun bantuan dana yang dipinjamkan dimanfaatkan untuk menambah modal mereka serta menyisakan sedikit penghasilannya untuk tabungan. Pengelolaan tabungan secara berkelompok diharapkan dapat membuat PMSI mempunyai rasa tanggung jawab bersama dan
mandiri dalam mengelola modal usaha serta dapat memelihara pendapatan mereka.
TABEL 12 RANCANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS PEKERJA MANDIRI Dl SEKTOR INFORMAL MELALUI INSTITUSI LOKAL DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN PERLINDUNGAN SOSIAL
warga atau kelurahan.
* Memberikan peran aktif dalam warga Kelurahan Jamika. pelatihan keterampilan.
2
Pembentukan institusi lokal.
* Merancang kegiatan bempa sistem
Diperolehnya
manajemen, pertemuan rutin antar
sarana untuk
pengurus dan PMSI
mengekspresikan kepentingan dan kebutuhan PMSI
* Terbentuknya media untuk saling tukar pikiran dan informasi
* Terjalinnya hubungan yang baik antara PMSl dan pengurus.
* Warga
1 kali
* Kas Kelurahan
Kelurahan
* Kas RTfiW
Jamika
* PMSI
* PMSI
* Terkoordinimya kegiatan jaminan sosial.
3
Pembentukan kelompok
* Menncang keberlangsungan usaha * Merancang keberlangsungan program
* Usaha berjalan baik dan lancar
* Program Szristainable
* Terbentuknya media untuk saling iukar pikiran dan informasi
* Terjalinnya hubungan yang baik antar PMSl
* Institusi lokal
* PMSl
1 bulan sekali
Institusi lokal
1 4
2 Penyelenggaraan pendi-
3
* Pendidikan dan Latihan
dlkan dan pelatihan keterampilan bag1 PMSI
4
* Eksis dalam usaha * Profes~onaldalam bemsaha * Mampu meningkatkan kualitas * Meng~kuti program jam~nan sosial dengan balk
5
Perluasan jarlngan sosial
* Mengadakan kontak dengan p~hak * Mampu meningswasta
5
katkan produksi
* Mampu meningkatkan kualitas perluas pemasaran
yang diusahakan.
* Instansi terkait
8
7
6 Sesuai
Bekerja sama antar
kebutuhan
instans1 dan Kelurah-
* PMSl
an
* Terpeliharanya pendapatan Meningkatkan taraf kehidupan
* Swasta
Sesuai
baik segi ekonom~maupun soslal
* PMSI
kebutuhan
* Swasta
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : a. Latar belakang sosial dan budaya warga Kelurahan Jamika sangat heterogen, namun memiliki hubungan kekerabatan dan solidaritas yang cukup tinggi. Ini merupakan modal sosial yang harus dipertahankan dan ditingkatkan. Keberadaan pemimpin formal dan informal sangat disegani oleh warga Jamika. Mereka cenderung patuh pada apa yang dikatakan oleh para pemimpin tersebut. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mereka sangat tinggi, sehingga membantu terciptanya program yang partisipatif dalam upaya pengembangan model perlindungan sosial inklusif. Kondisi ekonomi penduduk yang sebagian besar mempunyai mata pencaharian sebagai pedagang atau wirausaha merupakan potensi dalam pengembangan ekonomi dan memiliki daya juang yang tinggi dalam menghadapi kondisi apapun, seperti yang terjadi di saat krisis mereka mampu bertahan hidup walaupun harus berganti-ganti usaha yang pendapatannya pun tidak memadai. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa mereka rentan menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial, sehingga perlu diperhatikan tingkat jaminan sosialnya agar pendapatan mereka terpelihara. b. Potensi sosial ekonomi yang dimiliki oleh Kelurahan Jamika dapat digunakan untuk merancang suatu bentuk dan model pengembangan masyarakat, khususnya dalam upaya pengembangan model perlindungan sosial inklusif bagi pekerja mandiri sektor informal. Berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperli lokasi, kependudukan, sistem ekonomi, struktur komunitas, lembaga kemasyarakatan, surnberdaya lokal, dan masalah kesejahteraan sosial dapat mempengaruhi para pekerja mandiri sektor informal dan sistem usahanya dalam memelihara pendapatan mereka. Secara umum strategi program jaminan sosial berbasis komunitas dalam upaya pengembangan model perlindungan sosial inklusif dilakukan melalui penguatan kapasitas pekerja mandiri sektor informal, penguatan kapasitas institusi lokal, dan pembentukan jejaring dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan erat dengan usaha mereka.
Secara khusus langkah-langkah yang ditempuh dalam pengembangan model perlindungan sosial inklusif, adalah penguatan kapasitas pekerja mandiri sektor informal dengan sub kegiatan, yaitu
membuka peluang bagi PMSI untuk
mengemukakan aspirasinya dalam forum-forum yang diselenggarakan oleh pihak kelurahan serta membentuk institusi lokal (lembaga sosial) yang akan dijadikan tim pengelola jaminan sosial berbasis masyarakat. Di samping itu juga melakukan kegiatan penguatan potensi lokal dan perluasan jejaring dengan sub kegiatan pembentukan kelompok dan menyelenggarakan pendidikan dan latihan keterampilan serta perluasanjejaring untuk peningkatan produksi. Sumber dana kegiatan direncanakan akan mengajukan proposal ke pihak swasta, BUMN, dan pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun kota serta yang tidak kalah pentingnya adalah swadaya masyarakat. c. Pengetahuan pekerja mandiri sektor informal di Kelurahan Jamika tentang program jaminan sosial belum memadai. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pendidikan mereka yang cukup rendah dan intemalisasi tentang program Askesos yang dilaksanakan oleh Departemen Sosial tidak berjalan dengan baik. Evaluasi terhadap program Askesos yang diselenggarakan oleh Departemen Sosial tersebut belum sepenuhnya menyentuh sampai "akar rumput". Masih banyak yang belum paham dan mengetahui program dimaksud, termasuk orang-orang penting yang ada di kelurahan tersebut. Hal ini disebabkan, program masih bersifat top down kurang berbasis komunitas, tim pengelola tidak diambil dari lokasi proyek melainkan dari wilayah lain. Namun, bentuk jamian sosial yang bersifat tradisional sudah mereka laksanakan dalam wadah kelompok pengajian. d. Faktor internal dan eksternal dari pekeja mandiri sektor informal sangat mempengaruhi pola pikir mereka terhadap jalannya program jaminan sosial, khususnya dalam bentuk asuransi. Faktor internal, seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah, terbatasnya keterampilan, perbedaan persepsi dan sikap yang mereka tampilkan terhadap kegiatan asuransi belum mendukung sepenuhnya. Begitupun akses mereka terhadap pemanfaatan potensi lokal dan perluasan jejaring sangat lemah. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal yang kurang mendukung, seperti kurangnya komunikasi dan koordinasi antar mereka
dalam meningkatkan produksinya serta peran stakeholder yang belum sepenuhnya membantu mereka. e. Strategi yang perlu dilakukan untuk menguatkan kapasitas PMSI, adalah dengan mengembangkan jejaring sosial baik terhadap kelembagaan didalam maupun di luar komunitas. Tujuan m u m program penguatan kapasitas PMSI melalui institusi lokal adalah terwujudnya bentuk jaminan sosial berbasis komunitas dalam upaya pengembangan model perlindungan sosial inklusif.. Rancangan program yang disusun sebagai langkah penguatan kapasitas PMSI melalui institusi lokal, adalah : 1) Memberikan peluang bagi warga untuk menuangkan aspirasinya pada forumf o m yang diselenggarakan oleh pihak kelurahan. 2) Pembentukan institusi lokal secara demokrasi yang diprakarsai oleh warga dan penunjukkan pengurus juga dilakukan oleh warga. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan potensi lokal berupa SDM yang diharapkan akan lebih eksis dibandingkan dengan menggunakan institusi dari luar komunitas.
3) Pembentukan kelompok-kelompok yang dikoordinir oleh satu petugas lapangan. Pembentukan kelompok ini untuk memudahkan proses pelayanan dan memperlancar kegiatan. 4) Mengadakan pendidikan dan pelatiban keterampilan bagi PMSI baik untuk sistem manajemen nlaupun produksi, sehingga akan meningkatkan pengetahuan dan ekonomi mereka dalam mengelola usahanya serta memacu mereka agar mau menabung.
5) Perluasan jejaring sosial dengan tujuan agar daya jual mereka tinggi dan luas cakupan dagangannya, sehingga akan berdampak pada meningkatnya ekonomi keluarga serta terpeliharanya pendapatan mereka.
8.2 Rekomendasi Kebijakan Dalam rangka penguatan kapasitas PMSI melalui institusi lokal dengan tujuan agar tercipta bentuk perlindungan sosial inklusif, dalam kajian ini telah dibuat rancangan program yang disusun secara partisipatif. Sebagai bahan pendukung untuk terlaksananya program, maka direkomendasikan hal-hal sebagai berikut :
8.2.1 Rekomendasi Kebijahn kepada Pemerintah Daerah Tingkat Provinsi, Kota, Dinas Sosial Provinsi dan Kota.
a. Pemerintah Daerah Tinght Provinsi dan Kota : Bahwa program jaminan sosial berbasis komunitas seyogyanya harus diperhatikan secara seksama baik keberadaan PMSI maupun permasalahan serta dananya, karena sebenamya jaminan sosial bagi masyarakat tidak mampu merupakan tanggung jawab negara yang nota bene salah satunya adalah pemerintah. b. Dinas Sosial Tingkat Provinsi dan Kota : Perlu melakukan internalisasi secara optimal dan profesional tentang pentingnya jaminan sosial berbasis komunitas mengingat kas negara tidak mampu untuk melakukan kewajibannya secara penuh. Dalam hal ini adalah memberikan motivasi dan biibingan serta mensinergikan program dengan instansi lain yang berkaitan dengan sistem usaha dan produk yang dihasikan. c. Baik Pemerintah Daerah maupun D i a s Sosial, wajib mendukung dan memfasilitasi realisasi program partisipatif yang telah disusun tersebut, karena sesuai dengan iklim yang dihembuskan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mengemukakan aspirasinya. d. Tanggap dan sensitif terhadap kebutuhan PMSI, terutama dalam memperoleh akses terhadap permodalan dan pemasaran dengan membantu meningkatkan jejaring sosial sebagai upaya peningkatan ekonomi menuju taraf kehidupan yang lebih baik, sehingga akan meningkatkan kemampuan pola pikir mereka bahwa jaminan sosial merupakan hak setiap warga dan harus ditindaklanjuti dalam bentuk perlindungan sosial inklusif. e. Meningkatkan swadaya masyarakat agar mereka dapat berpartisipatif dalam program pembangunan, sehingga pembangunan dapat berkesinambungan dengan cara menjadikan warga masyarakat sebagai subyek pembangunan dengan memperhatikan kebutuhan serta permasalahan yang mereka alami. 8.2.2 Rekomendasi Kebijahn kepada Pemerintah Lokal (Keeamatan dan Kelurahan)
Ujung dari pelaksanaan program pembangunan masyarakat adalah di tingkat kelurahan. Keberadaan kepemimpinan lurah sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan fisik sebagai prioritas
pembangunan wilayah memang penting untuk mempermudah transportasi dan untuk memperoleh kepercayaan dari warga masyarakat, tetapi pemberdayaan masyarakat tidak boleh diabaikan sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan. Tingkat swadaya masyarakat meningkat, akan berdampak pada pembangunan masyarakat yang berkesinambungan. Hal ini dikarenakan berkurangnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap pemerintahan. Rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah kelurahan, adalah : a. Memberikan
peluang
kepada
warga,
khususnya
PMSI
untuk
mengekspresikan kepentingan dan kebutuhannya sebagai upaya dalam meningkatkan status d m ekonominya. b. Membexikan peluang kepada warga, khususnya PMSI untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan keterampilan dalam rangka peningkatan usahanya. c. Memberikan akses dan kontrol terhadap permodalan dan pemasaran bagi PMSI. Kerjasama dengan berbagai pihak bertujuan memperluas pemasaran hasil usaha. Ini diperlukan untuk meningkatkan pendapatan mereka. d. Memberikan kesempatan bagi PMSI untuk terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evalwasi program pembangunan, sehingga masalah mereka dapat diminimalisir karena kebutuhan dan permasalahan mereka dipenuhi. e. Mengembangkan jejaring sosial dcngan cara memperluas hubungan kelembagaan di dalam dan di luar komunitas untuk menggalang sumberdaya dan memberikan akses bagi PMSI agar dapat memanfaatkan program dimaksud. Jejaring kelembagaan yaitu mendayagunakan sumber potensi kelembagaan di lokasi, seperti LPM, P2KP, dan UPZK-PKK, untuk bersamasama memecahkan masalah yang dialami oleh PMSI.
f. Memberikan informasi mengenai tertib administrasi kependudukan seperti pembuatan KTP dan Kartu Keluarga sebagai persyaratan untuk mengikuti program yang telah dirancang bersama. 8.2.3
Rekomendasi Kebijakan kepada Lembaga-Lembaga yang ada di Lokasi Sepatutnya sebagai lembaga yang dibentuk untuk memberdayakan masyarakat
(LPM, PZKP, UP2K-PKK), dapat mendukung dan membantu program yang telah d i c a n g bersama-sama. PMSI yang akan menjadi anggota dalam kelompok
jaminan sosial hams selektif dan benar-benar orang yang jujur dan bertanggung jawab, sehingga tidak akan merugikan pihak lain. Mereka ini, sebagian besar merupakan anggota dari lembaga-lembaga tersebut yang sudah diketahui karakteristiknya, baik atau tidak. 8.2.4
Rekomendasi Kebijakan kepada Pekerja Mandiri Sektor Informal dan Institusi Lokal
PMSI di Kelurahan Janlika merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung perekonomian keluarga. Kejasama dan kekompakan perlu dijaga dalam melaksanakan berbagai kegiatan pengembangan usaha yang dilaksanakan di wilayahnya. Kontrol terhadap berbagai segi kehidupan perlu diperhatikan untuk mengembangkanjiwa kewirausahaan secara mandiri. Sebagai lembaga yang baru dibentuk, maka secara bersama-sama perlu melakukan hal-hal sebagai b e h t : a. Segera membuat aturan main tentang pelaksanaan jaminan sosial berbasis komunitas tersebut. b. Segera mengadakan kegiatan pertemuan rutin sebagai media memperkuat relasi produksi maupun relasi sosial serta sebagai ajang tukar informasi dan pengalaman dalam meningkatkan produksi dan pemasaran. c. Memotivasi dan mengajak anggota untuk sama-sama menggali potensi yang
ada di wilayahnya dan di luar wilayah. d. Proses pemberian bantuan ekonomi produktif untuk warga masyarakat diberikan berdasarkan proses seleksi yang ketat dan ada survey terhadap usaha mereka. Masyarakat diberi kesempatan untuk mengajukan permohonan pinjaman dana sesuai dengan kebutuhannya dan sanggup untuk mengembalikan dana yang dipinjamnya, sehingga dana tersebut dapat bergulir dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto, 2005, PemikiranPemikiran dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Adimihardja K, dan Hikmat Harry, 2003, Participatory Research Appraisal: Pengabdian dun Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora, Bandung. Alma, Buchari, 2004, Kewirausahaan, Alfabeta, Bandung Beckmann Franz von Benda, &, 2000, Coping with insecurity: An "Underall" Perspective on Social Security in The Third World, The Nederlands, Focal Fondation.
, 2001, Sumber Daya Alam dun Jaminan Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Campbell, B, 1983, Human Ecology. The Story of Our Place in Nature from Prehistory to the Present, Heinnemann Educational Books, London. Daldjoeni N, 1982, Seluk Beluk Masyarakat Kota, (Pusparagam Sosiolgi Kota), PT. Alumni, Salatiga. Direktorat Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial Departemen Sosial, 2004, Media Informasi Bantuan dun Jaminan Sosial, Bagian Organisasi Hukum dan Humas Ditjen Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial, Jakarta. Dunham, Arthur, 1970, The New Community Organization, Thomas Y . Crowell Company, Inc, New York Effendi, Masyhur, 2005, Perkembangan Dimensi HAM, Ghalia, Bogor. Hikmat Harry, 2004, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama, Bandung. Ife, Jim, 1995, Community Development: Creating Community AlternativesVision, Analysis and Practice, Longman, Australia. Iskandar Jusman, 1992, Filsafat dun Etika Pekerjaan Sosial, Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung. , 1993, Stralegi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat, Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung.
Kertonegoro S, 1987, Jaminan Sosial Prinsip dun Pelaksanaannya di Indonesia, Mutiara Sumber Widya, Jakarta.
Moleong, J.Lexy, 2000, Metode Penelitian Kualitatg Remaja Rosda Karya, Bandung Nasdian, Fredian Tonny & Utomo, 2005, Pengembangan Kelembagaan dun Modal Sosial, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB, Bogor
Ndraha, Taliziduhu, 1990, Pembangunan Masyarakat Tinggal Landas, Rineka Cipta.
Masyarakat:
Mempersiapkan
Prijono, Onny S dan Pranakan, A.M.W, 1996, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dun Implementasi, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta. Salim Agus, 2002, Perubahan Social : Sketsa Teori dan ReJIeki Metodologi Kasus Indonesia, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta. Sudrajat, Ajat, dkk, 2005, Teknologi Pengembangan Masyarakat, Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung. Suharto Edi, 2005, Analisis Kebijakan Publik : Panduan Praktis Mengkaji Masalah dun Kebijakan Sosial, Alfabeta, Bandung
,2004, Isu-Isu Tematik Pembangunan sosial: Konsepsi dun Strategi, Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial, Departemen Sosial, Jakarta. , 2005, Membangun Masyarpkat Memberdaycrkan Masyarakar: Kajian Sirategis Pembansinan Kesejahieraan Sosial dun Pekerjaan Sosial, PT. Refika ~ditama,an dung. Soeweno Inten, 1998, Melepas Simpul Kerniskinan, Departemen Social RI, Jakarta. Sukoco, Dwi Hem, 1993, Profesi Pekerjaan Sosial dun Proses Pertolongannya, Koperasi Mahasiswa Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung. Sulistiyani AT, 2004, Kemitraan dun Model-Model Pemberdayaan,Gava Media, Yogyakarta. Suwarsono & Alvin Y.SO, 2000, Perubahan Sosial dun Pembangunan, PT. Pustaka LP3ES, Jakarta. Thamrin, Juni, 2003, Gagasan ke Arah Pengembangan Program Jaminan Sosial bagi Warga Tidak Mampu Secara Partisipah3 Makalah Seminar, Jakarta Wahab Solichm Abdul, 2004, Analisis Kebijakasanuan: Dari Formulasi Ice Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
Lampiran 1 JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMLANITAS DALAM UPAYA PENGEMBANGAN MODEL PERLZNDUNGAN SOSIAL -
PEDOMAN PENGUMPULAN DATA Tujuan umum : Memperoleh informasi tentang intensitas program jaminan sosial yang berjalan di komunitas Kelurahan Jamika. Kegunaan : Informasi yang diperoleh akan digunakan untuk modifikasi strategi pengembangan model perlindungan sosial di komunitas Kelurahan Jamika. Penetapan Responden dan Informan : Jumlah responden dan informan disesuaikan dengan kebutuhan dan kepentingan kajian (purposive sampling). Unsur-unsur tersebut terdiri atas :
A. Unsur-unsur yang diwawancara :
1. Responden : a. Pekerja mandiri di sektor informal yang menjadi sampel kajian. b. Institusi lokal (kelompok pengajian "Tunas Harapan").
c. Pekerja mandiri di sektor informal yang menjadi anggota Askesos d. Pengelola Askesos
2. Informan : a. Tokoh Masyarakat
b. Aparat Kelurahan c. Pembuat kebijakan di tingkat Provinsi dan KotaJKabupaten, yaitu Petugas Dinas Sosial tingkat Provinsi dan KabupatenIKota. d. Petugas Bank BRI e. Pekerja mandiri di sektor informal
f. Pekerja mandiri di sektor informal yang menjadi anggota Askesos
g. Pengelola Askesos
B. Kriteria Responden dan Informan 1. Pekerja mandiri di sektor informal : a. Pekerja mandiri baik yang telah mengikuti program Askesos maupun yang belum. b. Durasi waktu mengikuti program dimaksud. c. Alasan tidak mengikuti program dimaksud. 2. Pengurus LSM yang mengelola Askesos.
3. Tokoh masyarakat yang mengetahui secara mendalam tentang sejarah dan perkembangan program Askesos serta keberadaan pekeja mandii di sektor informal yang berada di Kelurahan Jamika.
4. Aparat Kelurahan yang memahami secara mendalam tentang pelaksanaan program Askesos dan perkembangan sistem jaminan sosial yang ada di komunitas.
5. Aparat instansi terkait yang memberikan pembinaan atau pendampingan kepada nasabah. Teknik pengumpulan data :
-
Observasi. Wawancara mendalam. Diskusi Kelompok. Studi dokumentasi.
Lampiran 2 JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS DALAAI UPAYA PENGEMBANGANMODEL PERLINDUNGAN SOSLAL
PEDOMAN WAWANCARA (RESPONDEN) Bagi Pekerja Mandiri di Sektor Informal (Anggota Askesos dan Non Anggota) A. IDENTITAS RESPONDEN
1. N a m a 2. U m u r 3. Jenis Kelamin
:
4. Pendidikan 5. Jenis usaha 6. Status sosial
:
7. Alamat B. KARAKTERISTIK USAHA RESPONDEN 1. Awal melakukan kegiatan. 2. Jenis usaha yang dilakukan dan perkembangannya. 3. Bagaimana cara pemasarannya dan dengan siapa saja melakukan kegiatan pemasaran.
4. Status tempat usaha.
5. Bantuan apa saja yang pemah didapat clan darimana. (Modal, latihan ketrampilan, dll)
6. Akses terhadap fasilitas yang ada (pasar, pabrik, dll) dan sejauhmana peranan yang diberikan oleh fasilitas tersebut.
C. RAGAM PENGARUH USAHA PEKERJA MANDIRI DI SEKTOR INFORMAL DI KELURAHAN JAMIKA KECAMATAN BOJONGLOA KALER
1. Lokasi. a. Apakah strategis letak lokasi usaha ditinjau dari segi jarak, daya beli konsumen, ramainya pemebeli.
119
b. Mengingat banyaknya persaingan dengan usaha besar, apakah para pekerja tersebut
dapat terus
melakukan kegiatannya atau mereka dapat
memanfaatkan keberadaan para pengusaha besar tersebut. 2. Kependudukan dan Lingkungan.
a. Apakah para pekerja merupakan penduduk asli atau musiman. b. Perbandimgan jurnlah pekerja perempuan dan laki-laki.
c. Adakah perbedaan jenis kelamin mempengaruhi sistem usaha dan jenis usaha. d. Bagaimana usaha mereka berpengaruh terhadap lingkungan sekitar, ditinjau
dari sisi ekologi. 3. Struktur Komunitas.
a. Bagaimana peranan kepemimpinan formal dan informal terhadap keberadaan para pekerja mandiri di sektor informal tersebut. b. Bagaimana hubungan sosial diantara sesama pekerja dan komcuritas di luar kehidupan mereka.
c. Bagaimana pengaruh kepemimpinan formal dan informal terhadap hubungan sosial sosial diantara sesama pekerja dan komunitas di luar kehidupan mereka. d. Siapa saja yang disegani dan dipatuhi oleh sasaran kajian. 4. Lembaga kemasyarakatan.
a. Apakah lembaga kemasyarakatan yang ada dapat dijadikan wadah untuk pengembangan usaha sekaligus pengembangan model perlindungan sosial inklusif. b. Bagaimana hubungan sosial antara para pekerja dengan lembaga kemasyarakatan yang ada.
c. Bagaimana tanggapan lembaga kemasyarakatan dan masyarakat sekitar terhadap keberadaan para pekerja tersebut. d. Adakah pertemuan rutin diantara para pekerja dan masyarakat sekitar, seperti arisan, pengajian, dil.
5. Potensi Konflik. a. Pernahkah terjadi konflik antara masyarakat sekitar dengan para pekerja tersebut. b. Apabila pernah, bagaimana cara penyelesaiannya dan siapa saja yang terlibat dalam k o f l i tersebut serta siapa yang menjadi penengah untuk mengatasi konflik dimaksud.
c. Isu-isu apa saja yang muncul dengan adanya konflik tersebut.
1. Dalam upaya meningkatkan penghasilan dan motivasi kerja, apakah ada semacam penghargaan bagi pekerja yang konsisten dalam pengembalian kredit (anggota Askesos). 2. Apakah ada sangsi yang diberikan bagi pekeja yang tidak konsisten dalam pengembalian kredit. 3. Bagaimana tanggapan anggota Askesos terhadap aturan main yang diberlakukan
dalam pelaksanaan program. 4. Apakah aturan main dalam pelaksanaan program disepakati bersama dan siapa saja yang lebih dominan dalam penentuan keputusan.
5. Bagaimana tanggapan masyarakat sekitar terhadap keberadaan program Askesos.
D. EVALUASI PROGRAM ASKESOS 1. Pengetahuan anggota terhadap program askesos.
2. Manfaat apa yang didapat komunitas saat menjadi anggota Askesos. 3. Bagaimana pendapat anggota terhadap program Askesos.
4. Bagaimana cara anggota memperoleh infonnasi tentang program Askesos.
5. Bagaimana motivasi anggota mengikuti program Askesos. 6. Apakah bantuan yang diberikan sudah memenuhi kebutuhan mereka. 7. Bagaimana tanggapan anggota terhadap pengelola Askesos. 8. Bagaimana hubungan sosial anggota Askesos dengan pengelola Askesos.
9. Adakah ertemuan rutin yang dilaksanakan antara pembibing, pengelola dan anggota.
10. Apakah dalam menghadapi masalah dalam penyelesaian dan penentuan keputusan dilibatkan secara aktif. 1 1. Bagaimana harapan anggota terhadap keberlangsungan program Askesos.
Lampiran 3 JAMINAN SOSL4L BERBASIS KOMUNlTAS DALAM UPAYA PENGEMBANGANMODEL PERGINDUNGAN SOSL4L
PEDOMAN WAWANCARA BAG1 INSTITUSI LOKAL DAN PENGELOLA PROGRAM ASKESOS A. IDENTITAS RESPONDEN
1. N a m a 2.
Umur
3.
Jenis Kelamin
4.
Pendidikan
5.
Pekerjaan
6 . Status sosial 7.
Kedudukan dalam organisasi
8.
Alamat
:
B. KARAKTERISTIK LEMBAGAJKELEMBAGAAN 1.
Awal melakukan kegiatan. (Kapan dan bagaimana)
2.
Jenis pelayanan yang diberikan dan perkembangannya.
3.
Hubungan dengan berbagai sumber yang dapat diianfaatkan.
4.
Bantuan apa saja yang pernah didapat dan darimana. (Modal, latihan ketrampilan, dll)
Lampiran 4 JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS D A W UPAYA PENGEMBANGANMODEL PERLINDUNGAN SOSL4L
PEDOMAN WAWANCARA (INFORMAN) (Pekerja Mandiri di Sektor Informal: Anggota Askesos dan Non Anggota, Pengelola Program, Pengelola Institusi Lokal, Petugas IAparat Kelurahan, Dinaskemabaga Terkait dan Tokob Masyarakat) A. IDENTITAS INFORMAN 1. N a m a
2. U m u r 3. Jenis Kelamin
:
4. Pendidikan
5. Jenis usaha
6. Status sosial 7. Alamat
B. GAMBARAN UMUM PROGRAM 1. Nama Program/Proyek dan awal pelaksanaan program/proyek. 2. Penyelenggara, tahapan pelaksanaan, dan mekanisme pelaksanaan 3. Tujuanprogram
4. Sumber biaya
5. Bentuk pembinaan
6. Sasaran kegiatan dan pelaksana. 7. Keterlibatan instansiflembaga lain dalam pelakasanaan program. C. KAITAN PROGRAM DENGAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL 1 . Dampak program terhadap pemanfaatan potensi ekonomi lokal.
2. Sejauhmana program dapat diterima komunitas lokal. 3. Bagaimana kaitan program dengan upaya untuk membentuk jaringan usaha yang
lebih luas, sehingga akan terbentuk pula perlindungan sosial yang diharapkan.
D. KAITAN PROGRAM DENGAN MODAL SOSIAL 1. Cara perekrutan anggota dalam melaksanakan kegiatan. 2. K a i m dengan modal sosial :
a. Bagaimana membangun rasa saling percaya diantara komunitas dan antara komunitas dengan masyarakat sekitar. b. Bagaimana cara menyampaikan informasi kepada komunitas. c. Bagaimana kerjasama diantara komunitas dalam melaksanakan kegiatan.
E. PROSES KEBIJAKAN DAN PERENCANAAN SOSIAL 1. Bagaimana keterlibatan komunitas dalam perencanaan program. 2. Adakah sosialisasi program sebelum melaksanakan kegiatan.
3. Hambatan-hambatan yang dirasakan dalam melaksanakan kegiatan.
4. Harapan-harapan yang diinginkan komunitas terhadap adanya perliidungan sosial
bagi kehidupan mereka. F. KONFLIK SOSIAL 1. Hal-hal yang kurang berkenan dengan aturan yang telah disepakati. 2. Cara penyelesaiannya dan melibatkan siapa untuk menyelesaikan konflik tersebut.
3. Faktor-faktor apa yang dapat meredam terjadinya masalahlkonilik. G. KEBERHASILAN PROGRAM 1. Apa indiiator keberhasilan program. 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan keberhasilan clan kegagalan program
3. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat pelaksanaan program.
Lampiran 5 JAMINAN SOSIAL BERBASIS KOAIUNITAS DALAM UPA YA PENGEMBANGAN JfODEL PERLINDUNGAN SOSJAL
RENCANA KERJA DISKUSI KELOMPOK Diskusi Kelompok dilakukan dengan peserta yang dapat mewakili aspirasi masyarakat dan berdasarkan petunjuk dari masyarakat itu sendiri. Direncanakan peserta berasal dari pekerja mandiri disektor informal baik yang telah menjadi anggota Askesos maupun yang bukan anggota, selain itu juga dihadiri oleh tokoh masyarakat, pengurus institusi lokal, instansi terkait, aparat kelurahan. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam pelaksanaan Diskusi Kelompok, adalah : 1. Persiapan. 0 Membuat kesepakatan dengan calon peserta untuk melakukan Diskusi
Kelompok. 0 Mempersiapkan sarana (Ruangan, ATK, alat perekam, dan lain-lain) 0 Menyiapkan pedoman Diskusi Kelompok.
2. Pelaksanaan Diskusi Kelompok 0 Perkenalan antar peserta dengan teknik "letter
Cr'
0 Penjelasan tujuan dilaksanakannya Diskusi Kelompok. 0 Penjelasan singkat hasil yang diperoleh selama melaksanakan kajian di lapangan. 0 Fasilitator rnembuka forum diskusi untuk membahas hasil perolehan dari
lapangan. 0 Pencatatan semua proses Diskusi Kelompok.
3. Tindak Lanjut 0 Menyusun semua data hasil pelaksanaan Diskusi Kelompok.
0 Melakukan pengolahan data. 0 Melakukan perencanaan partisipatif sebagai tindak lanjut hasil perolehan di
lapangan. 126
Lampiran 6 JAMINANSOSUL BERBASIS KOMUNITAS DALAM UPAYA PENGEMBANGAN MODEL PERLINDUNGANSOSUL
PEDOMAN DISKUSI KELOMPOK BAG1 STAKEHOLDERS 1. Apa yang menjadi kebutuhan para pekerja mandiri di sektor informal dalam mengembangkan usahanya melalui pemanfaatan potensi ekonomi lokal.
2. Bagaimana cara memperluasjaringan dalam mengembangkan usahanya. 3. Masalah apa yang dirasakan sangat mendesak dalam memelihara pendapatan mereka. 4. Program kerja yang bagaimana yang paling sesuai dengan kebutuhan para pekeja mandiri di sektor informal dalam memelihara pendapatan mereka dengan pendekatan modal sosial.
5. Altematif kegiatan apa yang perlu dilakukan para pekerja mandii di sektor informal tersebut.
6. Apa yang diharapkan oleh para pekerja mandii di sektor informal untuk keberlanjutan usaha mereka, temtama dalam rangka memelihara pendapatan mereka. 7. Apakah keberadaan institusi lokal &pat membantu mereka &lam memenuhi
harapan tersebut.
JAMNAN SOSIAL BERBASIS KOMUNITAS DAL4M UPA YA PENGEMBANGAN MODEL PERLINDUNGAN SOSIAL
RENCANA KERJA PELAKSANAAN PERENCANAAN PARTISIPATIF Perencanaan partisipatif diikuti oleh seluruh peserta yang terlibat dalam Diskusi Kelompok, seperti para pekerja mandii di sektor informal, tokoh masyarakat, aparat pemerintah ProvinsiKota/Kabupaten, aparat kelurahan. Langkah-langkah dalam pelaksanaan perencanaan patisipatif, terdiri dari :
1. Persiapan. 2. Pelaksanaan.
3. Penentuan masalah prioritas. 4. Perumusan ptensi dan sistem sumber yang dapat dimanfaatkan. 5. Penentuan strategi pemecahan masalah.
6. Penyusunan program kerja.
7. Tindak lanjut.
Lampiran 8 JAMINAN SOSlAL BERBASIS KOMUNITAS DALAM UPAYA PENGEhfBANGAN MODEL PERLINDUNGAN SOSIAL
DOKUMENTASI KEGIATAN KAJIAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI KELURAHAN JAMIKA
Wawancara dengan Sekretaris Lurah
Suasana di Kantor Kelurahan saat warga meminta swat keterangan tidak mampu
Wawancara dengan pengurus P2KP & Institusi lokal "Tunas Harapan"
Kegiatan Posyandu
Kegiatan Posyandu dalam rangka timbang balita dan kesehatan Lansia
Sambutan Walikota Bandung H. Dada Rosada, SH, M.Si Dalam rangka Bakti Sosial, peringatan Hari Anak, Hari Lanjut Usia, HARGANAS, dart Pencanangan Rehabilitasi Rumah Kumuh
Lurah dan Sekretaris Lurah sedang memberikan arahan dan penjelasan tentang keberadaan Kelurahan Jamika dalam acara diskusi kelompok mengenai rancangan program sistem jaminan sosial berbasis komunitas
Acara diskusi kelompok dalam merancang program Sistem jaminan sosial berbasis masyarakat dalam upaya Pengembangan model perlmdungan sosial
Suasana dan aktifitas masyarakat di Kelurahan Jamika