Optimalisasi Program ASKESOS Dalam Memperkuat Perlindungan Sosial Bagi Pekerja Sektor Informal Oleh Emmy Widayanti SAM Bidang Hubungan Antar Lembaga A. LATAR BELAKANG Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana ditetapkan dengan UndangUndang Nomor 40/2004 Pasal 1 menjelaskan bahwa jaminan sosial merupakan salah satu perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Undang-Undang Nomor 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 9 ayat (1) huruf (a) juga menjelaskan bahwa jaminan sosial dimaksudkan untuk menjamin fakir miskin dan kelompok rentan yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi. Terdapat banyak bentuk program perlindungan dan jaminan sosial diantaranyanya dalam bentuk asuransi, namun demikian asuransi pada umumnya hanya menyasar mereka yang mampu membayar premi dan bekerja di sektor formal. Pada sebagian orang yang kurang mampu dan bekerja di sektor informal belum tercakup dalam program asuransi. Adapun skema penyelenggaraan jaminan sosial untuk pekerja sektor formal dan informal dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1 Skema Penyelenggaraan Jaminan Sosial No 1
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
3
4
5
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Dasar Hukum Undang-undang No. 40 2004
2
Askesos New Initiative
Undang-undang No. 11 Tahun 2009
Undang-undang No. 24 tahun 2011
a. PT Jamsostek b. PT Taspen c. PT Askes d. PT Asabri Program a. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan b. Jaminan Hari Tua c. Jaminan Kecelakaan Kerja d. Jaminan Kematian e. Jaminan Pensiun Peserta
PT. Jamsostek
a. BPJS Kesehatan b. BPJS Ketenagakerjaan
a) Jaminan Kecelakaan Kerja b) Jaminan Kematian
a. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan b. Jaminan Hari Tua c. Jaminan Kecelakaan Kerja d. Jaminan Kematian e. Jaminan Pensiun
a. PNS b. Pensiunan c. ABRI d. Pengusaha dan Pekerja e. Masyarakat Mampu Sumber Dana/Premi a. Pemerintah b. Pemberi Kerja dan pekerja c. Mandiri
Pekerja Sektor Informal (PSI) berpenghasilan rendah
Seluruh WNI
Pemerintah/ Kemensos DIPA Dit. Jamsos
a. Pemerintah b. Pemberi kerja dan Pekerja c. Mandiri
Badan Penyelenggara
Sumber : Tim peneliti B2P3KS Yogyakarta
1
Memberikan perlindungan sosial dalam bentuk jaminan kesejahteraan sosial kepada pekerja mandiri dan pekerja di sektor informal dari kemungkinan resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama dalam keluarga menderita sakit, kecelakaan atau meninggal dunia menjadi hal penting untuk terus dikembangkan. Jumlah pekerja mandiri di sektor informal menurut BPS pada tahun 2013 mencapai 70,7 juta orang (59,81%), yang pada umumnya belum mendapat jaminan sosial. Kelompok ini merupakan kelompok rentan sekaligus potensial bagi pelaksanaan asuransi kesejahteraan sosial, karena pekerjaan mereka penuh ketidakpastian, beresiko tinggi, dan belum terlindungi melalui berbagai skema jaminan sosial. Sebagai bentuk perwujudan dari amanat UUD 1945 Pasal 34 ayat (2), negara harus memberikan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, termasuk dalam hal ini negara harus memberikan jaminan sosial bagi pelaku sektor informal. Sejak tahun 2003 Kementerian sosial telah mengembangkan program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos), yang pada tahun 2012 melalui proses evaluasi, Askesos bertransformasi menjadi “ASKESOS NEW INISIATIVE”. Melalui program ini resiko dan ketidakpastian yang mungkin terjadi dapat diminimalisir. Awalnya Askesos dirancang sebagai program substitutif bagi penurunan dan atau kehilangan pendapatan keluarga dengan memberi jaminan, baik dalam arti mencegah maupun mempertahankan derajat kesejahteraan sosial peserta, selanjutnya melalui askesos ini, diharapkan stabilitas pendapatan masyarakat peserta dapat dipertahankan dan sekaligus mencegah terjadinya kemiskinan. Saat ini program Askesos New Inisiative bekerjasama dengan BPJS ketenagakerjaan, langkah ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan sosial dan jaminan pertanggungan bagi pekerja mandiri dan pekerja di sektor informal, terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial sebagai akibat pencari nafkah utama dalam keluarga menderita sakit, kecelakaan, dan/atau meninggal dunia. Pemerintah memberikan bantuan iuran bagi para pekerja sektor informal yang menjadi peserta Askesos. Program ini memberi manfaat bagi peserta dan keluarganya, namun permasalahannya masa kepesertaan dan pertanggungan hanya 1 (satu) tahun dengan jangkauan yang masih sangat terbatas. Begitupun pelibatan Lembaga Pelaksana Askesos (LPA) yang diharapkan terjadi proses pemberdayaan terhadap peserta dan menciptakan keberlanjutan kepesertaan secara mandiri sampai saat ini belum terjadi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk melakukan reformulasi program ini agar efektif, menjangkau seluruh pekerja sektor informal, dan menjamin keberlanjutan kepesertaan.
B. KONDISI EMPIRIS Secara umum Askesos sangat dibutuhkan oleh para pekerja sektor informal dalam kaitan jaminan sosial ketenagakerjaan, namun demikian dalam rangka meningkatkan efektivitas dan kemanfaatannya, masih terdapat persoalan-persoalan yang perlu diatasi, diantaranya yaitu: 1. Cakupan kepesertaan Asksos masih terbatas, terdapat kecenderungan penurunan jumlah kepesertaan. Pada tahun 2012 jumlah peserta sebanyak 124.879 orang, tahun 2013 sebanyak 100.000 orang dan tahun 2014 menjadi 57.692 orang. Pada sisi lain dengan jumlah populasi pekerja sektor informal sesuai data BPS pada tahun 2013 sebanyak 70,7 juta orang dan total peserta tahun 2012 – 2014 sejumlah 282.571 orang, maka program Askesos baru dapat menyasar 0,4% dari keseluruhan populasi pekerja sektor informal.
2
Tabel 2 Perkembangan Pelaksanaan Askesos dari 2012 – 2014 Jumlah
Tahun
Dasar Upah
Besar Premi
2012
800,000
10,400/org/bln
32
2013
1,000,000
13,000/org/bln
2014
1,200,000
15,600/org/bln
Provinsi Kab/Kota
LPA
Peserta
Premi (Rp)
132
244
124.879
15,456,105,600
33
113
196
100.000
15,600,000,000
31
91
121
57.692
8,999,952,000
Sumber : Direktorat Jaminan Sosial
2. Dengan menggunakan data yang sama pada tahun 2012 – 2014, pemanfaatan dana klaim relatif masih rendah yaitu rata-rata mencapai 24,2%. Hal ini juga berkaitan dengan terbatasnya anggaran yang tersedia untuk pelaksanaan kegiatan Askesos.
Tabel 3 Pemanfaatan Dana Klaim Pemanfaatan Klaim Klaim JK Peserta Dana
Presentase Manfaat Program (%)
Tahun
Dasar Upah
Besar Premi
2012
800,000
10,400/org/bln
114
743,700,472
265
5,363,908,140 6,107,608,612
39.52
2013 1,000,000 13,000/org/bln
42
154,378,605
83
1,635,000,000 1,789,378,605
11.47
2014 1,200,000 15,600/org/bln
33
138,302,580
123
1,806,000,000 1,944,302,580
21.60
Klaim JKK Peserta Dana
Total
Sumber : Direktorat Jaminan Sosial
3. Sosialisasi Program ASKESOS bagi calon peserta belum optimal ( baru 50% dari jumlah sasaran). Hal ini dikarenakan setiap tahun alokasi anggaran sosialisasi terbatas. 4. Peran LPA belum optimal masih terbatas sebagai penghimpun data calon peserta, mendistribusikan kartu, membuat laporan dan belum optimal melakukan upaya community development session (CDS) yaitu melakukan pembinaan terhadap peserta Askesos untuk saling berkomunikasi, bertukar pengalaman, memotivasi, pembelajaran untuk menabung dan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya : a. Belum ada Pedoman/modul CDS yang dapat digunakan sebagai acuan bagi LPA b. Belum ada TOT atau diklat bagi LPA untuk melaksanakan CDS c. Belum dialokasikan dana untuk melaksanakan CDS 5. Masa pertanggungan bagi Pekerja Sektor Informal masih terbatas selama 1 tahun, sedangkan asuransi seharusnya dapat menjamin berkelanjutan atau bersifat long term sesuai dengan rentang hidup dan berbagai resiko yang mungkin terjadi. 6. Penetapan peserta ASKESOS belum menggunakan Basis Data Terpadu (BDT). 7. “Business Process” ASKESOS belum diperkuat oleh langkah-langkah strategis yang dapat memperlancar dan mengoptimalkan kinerja ASKESOS. 8. Kinerja Jamsostek dalam pelaksanaan program Askesos masih perlu dioptimalkan.
3
C. TUJUAN DAN MANFAAT 1. Tujuan penulisan kertas kebijakan ini adalah: a. Tersedianya informasi tentang masalah kebijakan dalam pelaksanaan program Askesos. b. Tersusunnya rekomendasi kebijakan untuk menyempurnakan program Askesos. 2. Adapun manfaat dari kertas kebijakan ini adalah: a. Menjadi masukan bagi Menteri Sosial dan Pejabat Eselon I terkait dalam menyempurnakan kebijakan dan implementasi program Askesos. b. Bagi BPJS Ketenagakerjaan dan pelaksana Askesos dapat menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Askesos. c. Bagi Kementerian Keuangan, Bappenas dan Stakeholders lainnya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan alokasi anggaran Askesos dan mengalokasikan sumber daya lain yang dibutuhkan. Guna memperoleh gambaran permasalahan kebijakan dan rekomendasi untuk memecahkan beberapa kendala yang ada, dilaksanakan Kelompok Diskusi Terfokus (Focus Group Disscussion/FGD) dan diskusi konsultasi dengan Tim Kementerian Keuangan sebagai berikut : 1. FGD di Yogyakarta dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta. Setelah selesai FGD dilanjutkan mengunjungi penerima manfaat ASKESOS untuk memperoleh informasi terkait manfaat dan harapan terhadap program ASKESOS. 2. FGD di Kementerian Sosial RI dilaksanakan sebanyak dua kali 3. Untuk memperoleh masukan dari aspek pengelolaan dan akuntabilitas ASKESOS dilaksanakan pula Diskusi Konsultasi dengan Tim Kementerian Keuangan.
D. EVALUASI KEBIJAKAN Pelaksanaan program Askesos dilaksanakan berdasarkan amanah peraturan perundang-undangan, diantaranya sebagai berikut: 1. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada Pasal 1 menyatakan bahwa asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Kemudian pada Pasal 29, 35, 43 menyatakan bahwa jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial. Prinsip asuransi sosial meliputi : a. Kegotong-royongan antara yang kaya dan miskin, yang sehat dan sakit, yang tua dan muda, dan yang berisiko tinggi dan rendah; b. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif; c. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan; d. Bersifat nirlaba. Pada bagian umum penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan bahwa prinsip kepesertaan bersifat wajib. Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama
4
dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat. 2. Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; pada Pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa jaminan sosial diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial. Kemudian Pasal 10 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa asuransi kesejahteraan sosial diselenggarakan untuk melindungi warga negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya. Kemudian asuransi kesejahteraan sosial diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh Pemerintah. Dalam penjelasan undang-undang tersebut menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “asuransi kesejahteraan sosial” yaitu asuransi yang secara khusus diberikan kepada warga negara tidak mampu dan tidak terakses oleh sistem asuransi sosial pada umumnya yang berbasis pada kontribusi peserta. Hal ini memberi arti bahwa negara wajib menyediakan anggaran untuk bantuan iuran bagi warga negara yang tidak mampu membayar premi/miskin. 3. Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; Pasal 11 menyatakan bahwa Jaminan Sosial, dilaksanakan diantaranya dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial. Premi asuransi diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh Pemerintah. Asuransi kesejahteraan sosial dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai sistem jaminan sosial nasional. Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagaimana mengacu pada UU 40 Tahun 2004 belum merinci tentang mekanisme asuransi sosial bagi pelaku sektor informal, demikian juga PP 39 ini. Perlu ada aturan pelaksana yang secara rinci mengatur asuransi bagi pekerja sektor informal. 4. Hasil penelitian tentang Askesos menunjukan beberapa hal sebagai berikut: a. Hasil penelitian Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Yogyakarta pada tahun 2013 menyimpulkan bahwa : 1). Secara umum pelaksanaan program Askesos New Initiative efektif dalam memberikan perlindungan sosial bagi pekerja sektor informal yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pemberi kerja. 2). Konsep dan Tujuan : Konsep Asuransi Sosial sebagai bentuk perlindungan sosial bagi PMKS khususnya Pekerja Sektor Informal. Hal ini sudah sesuai dengan UU No. 2 / 1992, UU No 40/ 2004, UU No. 11 / 2009 dan UU No. 24/2011. 3). Evaluasi input ditemukan peserta yang tidak sesuai dengan kriteria umur yaitu lebih dari 55 tahun dan bukan pencari nafkah utama dalam keluarga. Kelembagaan, masih ditemukan LPA tidak memiliki legalitas (Akta notaris dan izin operasional). Sumber Dana tidak ditemukan kendala dalam penyaluran bantuan iuran premi dari Kemensos ke PT Jamsostek. 4). Evaluasi Proses : Sosialisasi program Askesos belum dilaksanakan dengan baik sehingga pelaku program yaitu LPA / Tim Pengelola dan Pendamping kurang memahami perannya terutama peran advokasi dan pendampingan, kurang memahami mekanisme pelaksanaan program. Peserta Askesos belum mengetahui hak dan kewajiban. Rekruitmen peserta di daerah dilakukan secara terburu - buru. Pengendalian programnya secara umum belum dilaksanakan dengan baik oleh tim Pengendali secara berjenjang.
5
5). Output program Askesos menunjukkan sebagian besar peserta telah memiliki polis dan Kartu Peserta Jamsostek sebagai bukti kepesertaan. Manfaat program Askesos yang berupa jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian dengan nilai pertanggungan yang besar cukup signifikan sebagai perlindungan peserta. Namun ditemukan kendala dalam pencairan klaim yaitu keterlambatan pengajuan klaim, waktu pencairan relatif lama, dan peserta harus membayar biaya rumah sakit terlebih dahulu kemudian diajukan klaim. 6). Peran Kementerian Sosial sebagai penanggungjawab program Askesos adalah menyediakan input program dengan baik, melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program secara berkala dan berjenjang. Selanjutnya dengan berlakunya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli 2015 bisa dilakukan pengembangan peran dengan menyesuaian Peraturan Pelaksanaan (PP) terkait dengan Jamsostek TKLH. Sampai saat ini PP tentang Jamsostek dalam skema BPJS masih dalam proses. 7). Program Askesos perlu dilanjutkan karena masyarakat miskin terutama PSI dan pelaku ekonomi mikro belum terjangkau oleh Jamsostek dalam skema JSN. Dilanjutkannya program Askesos setidaknya sampai masyarakat mampu membayar premi secara mandiri dan atau sampai berlakunya BPJS Ketenagakerjaan sesuai UU N0. 24 /2011. b. Kajian Habibullah tahun 2014 menyimpulkan bahwa iuran pemerintah pada Askesos New Initiative efektif hanya diberikan selama setahun, sehingga tidak mampu menstimulasi peserta untuk membayar iuran secara mandiri, dan Lembaga Pelaksana Askesos (LPA) belum sepenuhnya menjembatani antara peserta Askesos dengan BPJS Ketenagakerjaan, seiring dengan diimplementasikannya jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui BPJS baik BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Askesos New Initiative efektif perlu melakukan transformasi. Secara de jure, Askesos New Initiative efektif dapat diteruskan sampai akhir Juni 2015, namun pasca Juni 2015, Kementerian Sosial perlu melakukan perubahan terhadap pola penyelenggaraan Askesos. c. Hasil penelitian HANI AMARIA pada tahun 2015 tentang Implementasi Program Asuransi Kesejahteraan Sosial (Askesos) New Initiative Bagi Pekerja Mandiri Sektor Informal di Tiga Kabupaten Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 20132014. (Tesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga), menyimpulkan Program Askesos sangat bermanfaat bagi para peserta Askesos sektor informal yang berpenghasilan rendah beserta keluarga yang ditinggalkan dengan mendapat bantuan berupa JKK dan JKM, namun ada beberapa faktor yang dikeluhkan oleh para implementer dan peserta Askesos yaitu kecukupan sumber daya keuangan, informasi serta disposisi BPJS Ketenagakerjaan. d. Prakarsa Policy Review (Saputra, 2013) menyebutkan bahwa hanya 0,02 persen dari 67.5 juta jiwa pekerja sektor informal yang terlindungi oleh asuransi. 5. Hasil evaluasi yang dilaksanakan oleh Dit. Jaminan Sosial masih terdapat : a. Peserta yang tidak sesuai dengan kriteria umur yaitu lebih dari 55 tahun dan bukan merupakan pencari nafkah utama dalam keluarga.
6
b. LPA yang tidak memiliki legalitas seperti akta notaris dan izin operasional. c. LPA/Tim Pengelola dan Pendamping yang kurang memahami mekanisme program dan peran utamanya dalam melakukan pendampingan peserta Askesos. 6. Hasil FGD di B2P3KS Yogyakarta dan Kementerian Sosial : a. Program Askesos New Initiative dapat dikatakan efektif sebagai bentuk perlindungan sosial bagi PSI. Manfaat yang bisa dirasakan adalah 1). Terciptanya rasa aman bagi peserta karena terjamin dengan Asuransi, 2). Diperolehnya pengganti penghasilan apabila terjadi resiko kecelakaan kerja atau kematian dalam bentuk penggantian biaya pengobatan, perawatan termasuk pengangkutan ke Rumah Sakit, santunan sementara tidak bisa bekerja (STMB) dan santunan kematian yang jumlah nilainya cukup signifikan. b. Memperhatikan manfaat Askesos dalam rangka memberikan perlindungan sosial bagi pekerja sektor informal dan keluarganya dari berbagai terpaan resiko seperti sakit dan kematian karena kerja, maka dengan berbagai permasalahan yang dihadapi diperlukan langkah-langkah untuk melakukan reformulasi Askesos mencakup aspek legalitas, daya dukung berupa LPA dan pendamping. c. Edukasi terhadap manfaat Askesos relatif masih rendah sehingga masyarakat dan berbagai pihak terkait kurang memahami dan tidak menunjukan animo yang tinggi untuk mendukung program tersebut. d. Kontribusi peserta askesos untuk membayar premi menjadi titik kritis untuk keberlanjutan kepesertaan mereka dalam BPJS Ketenagakerjaan. Perlindungan bagi pekerja sektor informal masih sangat minim dan belum nampak langkahlangkah untuk mengembangkan kepesertaan mandiri. e. Askesos merupakan program perlindungan sosial berbentuk asuransi sosial yang sangat unik. Model asuransi seperti ini satu-satunya di dunia sehingga perlu dikaji dan dikembangkan sesuai dengan karakteristik sistem nilai, budaya dan regulasi di Indonesia. f. Pelaksanaan Askesos perlu disinergikan dengan pelaksanaan PBI Kesehatan yang saat ini berjalan. g. Setelah satu tahun data peserta ASKESOS menjadi milik lembaga pengelola asuransi, sedangkan keuntungan yang diperoleh peserta belum dapat dirasakan seluruhnya. h. Cakupan kepesertaan Askesos masih sangat kecil disebabkan ketersediaan anggaran yang masih sangat rendah, namun pada sisi lain sangat banyak sasaran yang juga memerlukan bantuan. i. Berkenaan dengan keterbatasan cakupan Program Askesos, maka program ini belum dapat berkontribusi secara signifikan terhadap upaya penanggulangan kemiskinan. j. Belum seluruh peserta ASKESOS penetapan kepesertaannya berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT).
7
7. Hasil Diskusi Konsultasi dengan Tim Kementerian keuangan. Pada diskusi konsultasi, prinsipnya manfaat program ASKESOS telah dipahami sebagai program perlindungan sosial yang memberikan jaminan sosial berbentuk asuransi sosial kepada pekerja sektor informal dalam kategori miskin dan berpenghasilan rendah. Namun demikian ada beberapa saran agar pelaksanaan Askesos lebih efektif, efisien dan akuntabel meliputi : a. Pembayaran premi bagi pekerja sektor informal tidak dilakukan satu kali pada saat awal kerjasama ditandatangani, tetapi dibayarkan setiap bulan, dengan dilengkapi update data kepesertaan secara reguler. b. Anggaran tahun berjalan dapat mengcover pekerja sektor informal melampaui akhir tahun anggaran, sepanjang dijelaskan dalam perjanjian kerjasama atau kontraknya. Contoh : Kerjasama dan Penyaluran Dana yang dimulai, 1 Juli 2015 dapat menjamin pekerja sektor informal sampai dengan akhir Juni 2016, hal ini sejalan dengan dimulainya penerapan akuntansi dan laporan keuangan pemerintah berbasis akrual. c. Kemensos disarankan untuk mereviu alokasi anggaran save guarding Askesos, mengingat sampai dengan tahun anggaran 2015 sebesar 30% dinilai tidak efisien. Sebagaimana lazimnya save guarding untuk bantuan sosial maksimal 10 %. (hal serupa pernah disampaikan oleh komisi VIII DPR RI) d. Updating data peserta Askesos dilakukan secara reguler agar lebih efisien dalam pembayaran premi bagi Pekerja Sektor Informal (PSI). e. Perlu dilakukan sinkronisasi dengan BPJS Kesehatan terkait pemegang KIS terutama mengenai implementasi Jaminan Kecelakaan Kerja. 8. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Penyelenggaran Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). RPP tersebut terdiri atas 11 (sebelas) Bab dan 68 (enam puluh delapan) Pasal. Mencermati RPP dimaksud terdapat beberapa poin yang dapat dijadikan referensi sebagai berikut : 1. Bab II, bagian kedua tentang “ kepesertaan ” disebutkan bahwa program JKK dan JKM terdiri dari : a. Peserta penerima gaji atau upah b. Peserta bukan penerima gaji atau upah Peserta bukan penerima gaji atau upah meliputi : a. Pemberi kerja b. Pekerja di luar hubungan kerja atau peserta mandiri dan c. Pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan penerima upah
8
2. Bab III “Besarnya Iuran dan Tata Cara Pembayaran” a. Bagian kedua Pasal 24 tentang Iuran Peserta Bukan Penerima Upah 1) Iuran JKK bagi Peserta bukan penerima upah didasakan pada nilai nomimal tertentu dari penghasilan Peserta sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. 2) Besarnya iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh Peserta sesuai penghasilan Peserta setiap bulan. 3) Iuran JKM bagi Peserta bukan penerima upah sebesar Rp. 6.800,00 (enam ribu delapan ratus rupiah) b. Bagian ketiga tentang Tata Cara Pembayaran Iuran Pasal 29 1) Peserta bukan penerima upah wajib membayar Iuran yang menjadi kewajibannya
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
24
kepada
BPJS
Ketenagakerjaan. 2) Pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau melalui wadah atau melalui kelompok tertentu yang dibentuk oleh Peserta. 3) Pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setiap bulan, paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya dari bulan iuran yang bersangkutan. 4) Apabila tanggal 15 (lima belas) sebagimana dimaksud pada ayat (3) jatuh pada hari libur, maka Iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. 3. Bab IV manfaat dan Tata Cara Pembayaran Jaminan Bagian Kesatu “Manfaat Jaminan”. a. Jaminan Kecelakaan Kerja (Pasal 30) 1) Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK. 2) Manfaat JKK sebagimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a) Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi : (1) pemeriksaan dasar dan penunjang; (2) perawatan tingkat pertama dan lanjutan (3) rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah , atau rumah sakit swasta yang setara: (4) perawatan intensif; (5) penunjang diagnostik; (6) pengobatan; (7) pelayanan khusus (8) alat kesehatan dan impian; (9) jasa dokter/medis; (10) operasi; (11) transfusi darah; dan (12) rehabilitasi medik.
9
3)
4)
5)
6)
7)
8)
b) Santunan berupa uang meliputi : (1) penggantian biaya pengangkutan Peserta yang mengalami Kecelakaan Kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan /atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan; (2) santunan sementara tidak mampu bekerja; (3) santunan Cacat sebagian anatomis, Cacat sebagian fungsi, dan Cacat total tetap; (4) santunan kematian dan biaya pemakaman; (5) biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu (orthose) dan/atau alat pengganti (prothese); dan]beasiswa pendidikan anak bagi setiap Peserta yang meninggal dunia atau Cacat total tetap akibat Kecelakaan Kerja. Beasiswa pendidikan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 6,diberikan sebesar Rp. 12.000.000.00 ( dua belas juta rupiah ) untuk setiap Peserta. Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan paling lama 1 (satu) tahun sekali oleh Menteri. Manfaat JKK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dan Tabel persentase Cacat sebagaimana tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Pemerintah ini. Bagi Peserta yang bekerja pada pemberi Kerja Penyelenggara Negara selain memperoleh manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tetap memperoleh manfaat JKK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan persyaratan memperoleh manfaat beasiswa pendidikan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 6 diatur dengan Peraturan Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur dengan peraturan Menteri berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
a. Jaminan Kematian (Pasal 28) 2) Manfaat Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta apabila Peserta meninggal dunia dalam masa aktif, terdiri atas: a) Santunan sekaligus Rp. 16.200.000.00 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah); b) Santunan berkala 24 x Rp. 200.000.00 = Rp. 4.800.000.00 (empat juta delapan ratus ribu rupiah ) yang dibayarkan sekaligus ; c) Biaya pemakaman sebesar Rp.3.000.000.00 (tiga juta rupiah) ; dan d) Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap Pekerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan Kerja dan telah memiliki masa iuran paling singkat 5 (lima) tahun.Beasiswa pendidikan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan sebanyak Rp. 12.000.000.00 (dua belas juta rupiah) untuk setiap peserta.
10
(1) Bagi Peserta yang bekerja pada Pemberi Kerja Penyelenggara Negara selain memperoleh manfaat sebagaimana dimaksu pada ayat (1) dan ayat (2) tetap memperoleh manfaat JKM sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan persyaratan memperoleh beasiswa pendidikan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diatur dalam peraturan Menteri.
E. Rekomendasi Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Program Askesos New Inisiative sangat bermanfaat dan penyelenggaraannya merupakan tanggungjawab negara sehingga perlu dilanjutkan karena masyarakat berpenghasilan rendah/miskin terutama Pekerja Sektor Informal dan pelaku ekonomi mikro belum terjangkau oleh BPJS Ketenagakerjaan. Namun dalam pelaksanaan Askesos New Inisiative masih terdapat beberapa kendala yang perlu dilakukan upaya pemecahannya. Untuk itu dalam upaya mengoptimalkan dan menjaga keberlangsungan program Asuransi Kesejahteraan Sosial dalam memberikan perlindungan sosial bagi Pekerja Sektor Informal dalam kategori miskin diusulkan beberapa hal sbb : 1. Menyempurnakan “Businees Process” Program Askesos New Inisiatif agar lebih efektif, efisien, profesional, transparan dan akuntabel meliputi : a. Data Calon Peserta Askesos berasal atau terintegrasi dengan BDT dan untuk penetapannya melalui proses validasi terlebih dahulu agar eligibilitasnya dapat dijaga dan dalam rangka komplementaritas program secara teknis dapat menggunakan data peserta PKH. Untuk itu para pendamping perlu dibekalipengetahuan secara memadai tentang ASKESOS, metoda pendampingan dan materi lain yang relavan dengan pemberdayaan masyarakat. b. Menetapkan pendamping sosial yang secara intens melakukan tugas untuk menjaga kondisi peserta baik terkait kewajiban yang harus dipenuhi maupun hakhak yang harus diterima oleh peserta Askesos. c. Perlu dilakukan revisi pedoman Askesos disesuaikan dengan kondisi aktual dan kebijakan Askesos yang telah disempurnakan, seperti batas usia maksimal dari yang semula 55 (lima puluh lima) tahun menjadi 60 (enam puluh) tahun, pendampingan, sistem rekruitmen dan lain-lain. d. Apabila modul, pedoman dan anggarannya belum siap, kebijakan tentang implementasi CDS bagi peserta Askesos perlu ditinjau kembali (walaupun CDS diperlukan bagi Askesos) e. Sosialisasi tentang Askesos baik kepada peserta Askesos, Dinas Sosial maupun Stakeholder yang lain harus dilaksakan secara serius sehingga program Askesos dapat dilaksanakan lebih optimal. Khusus untuk peserta ASKESOS perlu diberikan materi yang dapat merubah “pola pikir” tentang perlunya Asuransi. 2. Masa pertanggungan bagi PSI tidak hanya satu tahun diharapkan dapat diberikan sampai PSI mandiri, dengan jumlah sasaran lebih banyak agar dapat berkontribusi dalam pengurangan angka kemiskinan. 3. Pelaksanaan Askesos sebagai komplementer disinergikan dengan program penanggulangan kemiskinan lainnya seperti program raskin, KKS, KIS, KIP,KUBE, PKH.
11
4. Perlu dikembangkan MIS progran Askesos yang dilengkapi dengan berbagai jenis aplikasi sesuai kebutuhan program. 5. BPJS Ketenagakerjaan diminta untuk meningkatkan kuantitas dan profesionalisme layanan bagi Pekerja Sektor Informal peserta ASKESOS.
Memperhatikan beberapa poin di atas maka formulasi Askesos yang diusulkan, yaitu: Askesos tetap bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan, sebagaimana mandat yang diberikan oleh pemerintah bahwa mulai 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan sebagai Badan Hukum Penyelenggara JKK dan JKM, namun perlu beberapa penyempurnaan
sebagai berikut : a. Data calon Peserta Askesos diintegrasikan dengan BDT dan untuk penetapannya melalui proses validasi terlebih dahulu agar eligibilitasnya terjaga. b. Dalam rangka komplementaritas program, secara teknis calon Peserta Askesos dapat menggunakan data peserta PKH. c. Validasi data dilakukan oleh pendamping sosial yang terlatih atau oleh pendamping PKH apa bila peserta Askesos adalah peserta PKH. d. Menetapkan pendamping sosial yang secara intens melakukan tugas untuk menjaga kondisi peserta baik terkait kewajiban yang harus dipenuhi maupun hakhak yang harus diterima oleh Peserta Askesos, termasuk melakukan edukasi terkait implementasi FDS atau CDS. e. Masa pertanggungan bagi Pekerja Sektor Informal tidak hanya 1 (satu) tahun, tetapi minimal 3 (tiga) tahun sampai PSI dapat membayar premi secara mandiri. f. Batas usia maksimal peserta ASKESOS yang semula 55 (lima puluh lima) tahun menjadi 60 (enam puluh) tahun. g. Mengingat PSI peserta Askesos adalah keluarga miskin dan rentan, belum diatur secara tersendiri dalam RPP Penyelenggaraan Program JKK dan JKM, maka penetapan tarif preminya mengacu pada RPP tersebut, namun menggunakan tarif terendah yaitu JKM Rp. 6.800,- (enam ribu delapan ratus ribu rupiah) setiap bulan dan JKK Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah ) setiap bulan. h. Pembayaran premi dilakukan setiap bulan, atau paling lambat tanggal 15 sesuai yang tertera dalam RPP tentang JKK dan JKM. Namun untuk pembayaran premi yang pertanggungannya melampau akhir tahun anggaran dapat dibayarakan pada akhir tahun anggaran berjalan. i. Dalam upaya mengurangi beban save guarding yang dinilai oleh Kementerian Keuangan terlalu besar (30%) maka diharapkan : 1). BPJS Ketenagakerjaan selain memberikan manfaat JKK dan JKM, diberikan tanggungjawab untuk memberi manfaat tambahan seperti melakukan sosialisasi manfaat kepersetaan kepada peserta Askesos yang selama ini di biayai melalui save guarding Askesos. 2). Pemda Provinsi dan Kabupaten/Kota lokasi Askesos harus berpartisipasi melalui sharing dana APBD. j. Peran LPA perlu disesuaikan seiring dengan terintegrasinya data calon peserta ASKESOS dengan BDT dan pendampingan dilakukan oleh pendamping PKH atau pendamping khusus ASKESOS.
12