EFIKASI EKSTRAK BIJI BINTARO (Cerbera manghas) SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA Aedes aegypti L. INSTAR III/IV
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : YOGA EKA PRAYUDA 11111103000094
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 12 September 2014 Materai Rp 6000
Yoga Eka Prayuda
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
EFIKASI EKSTRAK BIJI BINTARO (Cerbera manghas) SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA Aedes aegypti L. INSTAR III/IV
Laporan Penelitian Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh Yoga Eka Prayuda NIM: 1111103000094
Pembimbing 1
Pembimbing 2
dr. H.Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed
Nurlaely Mida R., M.Biomed, DMS
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Laporan penelitian berjudul EFIKASI EKSTRAK BIJI BINTARO (Cerbera manghas) SEBAGAI LARVASIDA PADA LARVA Aedes aegypti L. INSTAR III/IV yang diajukan oleh Yoga Eka Prayuda (NIM: 11111103000094), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 12 September 2014. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter. Jakarta, 12 September 2014
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
Pembimbing 1
Pembimbing 2
dr. H.Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed
dr. H.Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed
Nurlaely Mida R., M.Biomed, DMS Penguji 2
Penguji 1
Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed
R.Chris Adhiyanto, M.Biomed, PhD
PIMPINAN FAKULTAS
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat, rahmat dan inayah-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan judul “Efektifitas Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti Instar III/IV” Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggitingginya dan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd, dr. Djauhari Wijayakusuma, dan Dr. Delina Hasan, M.kes, Apt selaku Dekan dan pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter. 3. dr. H.Meizi Fachrizal Ahmad, M.Biomed dan Nurlaely Mida Rachmawati, M.Biomed, DMS selaku dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan kami dalam penyusunan penelitian ini. 4. dr. Flori Ratna Sari, PhD selaku penanggung jawab riset PSPD 2011. 5. Kemenag RI yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis diberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Kedua orang tua kami, H.Slamet Riyadi, SE, MM dan Hj. Drs. Susantin Fajariyah, SS yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, mendukung dalam suka dan duka, dan selalu mendoakan yang terbaik untuk putra putrinya.
v
7. Teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter angkatan 2011, dan semua pihak yang telah membantu
sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan. Kami
sadari penyusunan laporan penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata Wallahul muwaffiq ila aqwamit thoriq Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
“...Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat...(Q.S. Al Mujadilah:11)”
Penyusun
vi
ABSTRAK Yoga Eka Prayuda. Program Studi Pendidikan Dokter. Efikasi Ekstrak Biji Bintaro (Cerbera manghas) Sebagai Larvasida Pada Larva Aedes aegypti Instar III/IV. Latar Belakang: Penyebaran virus dengue sangat signifikan di banyak daerah sehingga menjadi penyakit virus terkait borne-mosquito yang paling penting. Menurut laporan WHO pada tahun 2004-2010 Indonesia termasuk negara dengan endemisitas tertinggi kedua setelah Brazil dengan jumlah 129.435 kasus. Salah satu strategi untuk menurunkan jumlah kasus yaitu pengendalian dan pengontrolan vektor dengan menggunakan larvasida yang berasal dari tumbuhan. Tanaman yang dianggap memiliki efek terhadap mortalitas larva Aedes aegypti adalah biji bintaro (Cerbera manghas). Biji bintaro mengandung cerberin yang dianggap bersifat kardiotoksik bagi larva Aedes aegypti. Tujuan: Untuk mengetahui efek ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti instar III/IV. Desain Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode the post test only controlled group design dan sampel diambil dengan teknik purposive sampling dan jumlah sampel dalam satu wadah sebanyak 25 ekor Hasil: Diperoleh hasil bahwa nilai LC50 ekstrak biji bintaro adalah 1,339% (13.390 ppm) dan LC99 2,424% (24.240 ppm). Kesimpulan: Ekstrak biji bintaro memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti larva instar III atau IV. Kata kunci : Cerbera manghas, Aedes aegypti, larvasida, dengue ABSTRACT Yoga Eka Prayuda. Medical Education Program. Efficacy of Bintaro Seeds Extract (Cerbera manghas) as Larvicide of Aedes aegypti instar III/IV. Background: The spread of dengue virus is very significant in many areas so that it becomes main disease of virus is related mosquito-borne. According to a WHO report on the 2004-2010 Indonesia is among countries with the second highest endemicity after Brazil by the number of 129.435 cases. One of the strategy to reduce the number of cases is vector management and control using larvicides are derived from plants is needed. Plants were considered to have an effect on mortality of larvae of Aedes aegypti was bintaro seeds (Cerbera manghas). Aim: To investigate larvacidal effect of Bintaro seed (Cerbera manghas) extract toward third or fourth stage Aedes aegypti larvae. Bintaro seed contain cerberin considered to be cardiotoxic for Aedes aegypti larvae. Method: This is an experimental study with the method of controlled group post-test only design and samples were taken by purposive sampling technique and amount of sampling in one place 25 Aedes aegypti larvae. Result: The results obtained indicate that the LC50 value bintaro seed extract is 1.339% (13 390 ppm) and LC99 2.424% (24 240 ppm). Conclusion: Bintaro seed extract has the effect of larvicides against Aedes aegypti larval instar III or IV. Keywords: Cerbera manghas, Aedes aegypti, larvacide, dengue
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ............................................................... iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................................. iv KATA PENGANTAR .................................................................................................. v ABSTRAK .................................................................................................................. vii DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1.Latar Belakang ................................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 3 1.3. Hipotesis ......................................................................................................... 3 1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3 1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5 2.1. Bintaro (Cerbera manghas) ............................................................................ 5 2.1.1 Morfologi Tumbuhan ............................................................................. 6 2.1.2 Kandungan Bintaro ................................................................................ 8 2.2. Nyamuk Aedes aegypti ................................................................................. 10 2.2.1 Taksonomi............................................................................................ 10 2.2.2 Penyebaran Secara Geografis di Asia Tenggara .................................. 10 2.2.3 Ketinggian ........................................................................................... 11 2.2.4 Morfologi ............................................................................................. 11 2.2.5 Telur ..................................................................................................... 12 2.2.6 Larva .................................................................................................... 13 2.2.7 Pupa...................................................................................................... 16 2.2.8 Dewasa ................................................................................................. 16 2.3. Kerangka Teori ............................................................................................. 18 2.4. Kerang Konsep .............................................................................................. 19 2.5 Definisi Operasional ..................................................................................... 19 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 21 3.1. Desain Penelitian .......................................................................................... 21 3.2.Tempat dan waktu penelitian ......................................................................... 21 3.3. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 21 3.4. Jumlah Sampel .............................................................................................. 21 3.5. Kriteria Sampel ............................................................................................. 22 3.6. Rancangan Penelitian .................................................................................... 23 3.7. Alat dan Bahan .............................................................................................. 24 3.8. Cara Kerja ..................................................................................................... 24 3.8.1 Determinasi Tanaman .......................................................................... 24 3.8.2 Pembuatan Ekstrak............................................................................... 24 3.8.3 Pengenceran Ekstrak ............................................................................ 25 3.8.4 Rearing Larva ...................................................................................... 25 3.8.5 Penelitian Eksplorasi ............................................................................ 26
viii
3.8.6 Penelitian Utama .................................................................................. 26 3.8.7 Pengumpulan Data ............................................................................... 27 3.8. Analisis Data ................................................................................................. 28
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................. 29 4.1 Hasil Penelitian .............................................................................................. 29 4.1.1 Uji Eksplorasi....................................................................................... 29 4.1.2 Uji Utama ............................................................................................. 29 4.2 Analisis Data .................................................................................................. 31 4.3 Pembahasan .................................................................................................... 34 BAB 5 PENUTUP ..................................................................................................... 38 5.1 Simpulan ........................................................................................................ 38 5.2 Saran .............................................................................................................. 38 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 39 Lampiran ..................................................................................................................... 44
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis ekstrak Biji Cerbera manghas setalah 48 jam perlakuan Pada uji Eksplorasi ............. 30 Tabel 4. 2 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis ekstrak Biji Cerbera odollam setalah 48 jam perlakuan pada Uji Utama .................... 31 Tabel 4. 3 Hasil Test Distribusi Data .......................................................................... 32 Tabel 4. 4 Hasil Test Varian Data ............................................................................... 33 Tabel 4. 5 Hasil uji One Way ANOVA ...................................................................... 33 Tabel 4. 6 Nilai Lethal Concentration dan Confidence Limits Ekstrak Biji Bintaro terhadap kematian Larva Aedes aegypti setelah 48 jam .......................... 34
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Cerbera manghas ...................................................................................... 5 Gambar 2. 2 Pohon dan buah Cerbera manghas ........................................................... 6 Gambar 2. 3 Struktur Kimia Senyawa Cerberin ........................................................... 9 Gambar 2. 4 Siklus Hidup Aedes aegypti.................................................................... 12 Gambar 2. 5 Telur Aedes sp. ....................................................................................... 12 Gambar 2. 6 Larva Aedes aegypti ............................................................................... 14 Gambar 2. 7 Lama Usia Hidup Aedes aegypti ............................................................ 15 Gambar 2. 8 Grafik representatif pertumbuhan, kepala, leher, dada, abdomen dari larva Aedes aegypti.................................................................. ............15 Gambar 2. 9 Perbandingan panjang abdomen larva Aedes aegypti instar I-IV nyamuk Aedes aegypti ........................................................................... 16 Gambar 2. 10Pupa Aedes aegypti................................................................................ 16 Gambar 2. 11Nyamuk Aedes aegypti .......................................................................... 17
xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Secara global, WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa kawasan Asia-Pasifik memiliki angka kejadian kasus penyakit demam berdarah dengue
(DBD) dengan presentase sebesar 75%
dibandingkan kawasan lainnya. Selama 5 dekade terakhir ini, kasus DBD meningkat sampai 30 kali lipat.1 Dalam skala yang lebih kecil, Asia Tenggara memiliki angka kasus 18 kali lebih sering dibandingkan di Amerika.2 Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2004-2010, Indonesia termasuk dalam negara hiperendemisitas peringkat kedua setelah Brazil dari 30 teritorial daerah hiperendemisitas.1 Banyaknya kasus DBD membutuhkan penanggulangan yang tepat untuk menurunkan kasus ini. Bahkan hingga saat ini terkait pengobatan dan
vaksinasi
masih
terkendala
oleh
adanya
keterbatasan
dan
pengembangannya masih dalam tahap penelitian. Strategi lain yang dapat dilakukan adalah dengan pengendalian dan pengontrolan vektor. Strategi ini bertujuan untuk secara langsung memutus rantai siklus hidup dari vektor penyebab penyakit DBD yaitu Aedes aegypti. Karena salah satu yang menyebabkan tingginya kasus ini adalah vektor yang terus-menerus menyebar secara luas. Salah satu upaya dalam pengendalian dan pengontrolan vektor adalah melalui beberapa kegiatan seperti pelaksanaan program 3M, penyemprotan insektisida, dan larvasidasi. Upaya larvasidasi terus dikembangkan dari berbagai tanaman yang berpotensi sebagai larvasida.3 Banyak tumbuhan yang berpotensi sebagai larvasida karena mengandung beberapa senyawa bioaktif, seperti saponin, flavonoid, alkaloid, tanin, dan alkenil fenol.4 Larvasida merupakan insektisida yang digunakan untuk membasmi larva pada habitat asli larva maupun yang berpotensi menjadi habitat larva.5 Indonesia sebagai negara yang memiliki
1
2
berbagai
keanekaragaman
hayati
yang
mencapai
38.000
spesies
didalamnya, sangat besar potensinya untuk mengambangkan upaya larvasidasi. Diantara tanaman yang memiliki efek mortalitas pada serangga adalah bintaro (Cerbera manghas). Tanaman ini sudah cukup dikenal di masyarakat. Buah bintaro dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan, seperti kerajinan bunga kering. Selain itu, digunakan sebagai obat pencahar, obat antikanker, obat sengatan ikan dan tanaman penghijau di perkotaan.4 Dalam penelitian ini akan digunakan ekstrak dari biji bintaro karena memiliki tingkat toksisitas yang paling besar dibandingkan bagian tanaman bintaro yang lainnya. Biji bintaro mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder yang memiliki efek terhadap mortalitas pada serangga seperti cerberin, saponin, tanin, dan terpenoid (steroid) dan diduga memiliki potensi sebagai larvasida.6 Ekstrak ini akan diujikan sebagai insektisida nabati atau larvasida terhadap pertumbuhan larva Aedes aegypti. Belum ada penelitian yang terkait efikasi ekstrak biji bintaro sebagai larvasida terhadap larva Aedes aegypti dengan melihat LC50. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek larvasida dari ekstrak biji bintaro terhadap larva Aedes aegypti serta mencari bahan alamiah sebagai larvasida dalam upaya pengontrolan dan pengendalian vektor.
3
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti? 2. Berapakah
Lethal
Concentration
50%
(LC50)
dan
Lethal
Concentration 99% (LC99) dari ekstrak biji bintaro yang mematiakan larva Aedes aegypti dalam waktu 48 jam?
1.3
Hipotesis Ekstrak biji bintaro memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti instar III atau IV.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui efikasi ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) sebagai larvasida pada larva Aedes aegypti L. Instar III/IV 1.4.2 Tujuan Khusus 1.
Mengetahui Lethal Concentration 50 (LC50) dan
Lethal
Concentration 99 (LC99) dari ekstrak biji bintaro yang mematikan larva Aedes aegypti dalam waktu 48 jam 2.
Membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dari perlakuan yang diberikan berupa konsentrasi ekstrak biji bintaro terhadap mortalitas larva Aedes aegypti.
4
1.4
Manfaat Penelitian Aspek Teoritis Memberikan bukti ilmiah tentang efek larvasida dari ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) terhadap larva Aedes aegypti.
Aspek Aplikatif a. Meningkatkan pemanfaatan buah bintaro, terutama biji bintaro unutk membunuh larva Aedes aegypti dengan harapan dapat membantu untuk menurunkan angka kejadian Demam Berdarah Dengue di Indonesia. b. Memberikan informasi yang ilmiah kepada masyarakat terkait manfaat ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) yang dapat digunakan sebagai larvasida.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bintaro (Cerbera manghas) Bintaro memiliki nama lain, seperti Cerbera lactaria dan C. odollam.Selain itu, nama lain yang biasa digunakan adalah pong-pong tree, indian suicide tree, othalanga, odollam tree, pink-eyed cerbera, sea mango, dan dong bone. Di Indonesia, yang memiliki banyak keragaman bahasa daerah, bintaro ini dikenal dengan nama bintan, buta-buta badak, goro-goro (Mando), kayu gurita, kayu susu, mangga brabu (Maluku), madang kapo (Minangkabau), kenyeri putuh (Bali), darli utama (Sangir), kadong (Sulawesi utara), lambuto (Makassar), yabai, oho pae,waba, wabo (ambon), dan goro-goro guwae (Ternate). Bintaro juga dikenal sebagai tanaman yang memiliki beberapa kegunaan, seperti tanaman hias dan penghijaun di perkotaan, bahan baku kerajinan bunga kering, pestisida nabati, serta tanaman obat. Habitat dan tanaman ini berasal dari daerah dengan iklim tropis seperti Asia, Australia, Madagaskar, dan Kepulauan sebelah barat Samudera Pasifik.9
Gambar 2.1 Cerbera manghas Sumber: Badan Penlitian dan Pengembangan Pertanian,2011
5
6
2.1.1
Morfologi Tumbuhan Berdasarkan taksonomi tanaman, bintaro ini termasuk dalam Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Gentianales
Famili
: Apocynaceae
Genus
: Cerbera L.
Spesies
: Cerbera manghas L.
(Smith, A. C. 1988. Flora Vitiensis Nova vol. 4)
Gambar 2.2 Pohon dan buah Cerbera manghas Sumber : National Tropical Botanical Garden
Tanaman ini dapat memiliki ketinggian mencapai 10-20 meter. Pohon bintaro memiliki batang yang tegak yang berbentuk bulat, berkayu serta berbintik-bintik hitam. Daun yang dimiliki pohon bintaro memiliki ciri-ciri, antara lain daun tunggal dan berbentuk lonjong, tepi daun rata, ujung pangkalnya meruncing, pertulangan daun menyirip, permukaan licin, dengan ukuran panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, dan bewarna hijau. Selain itu, alat reproduksi tanaman ini adalah dengan bunga yang memiliki karakteristik bewarna putih, berbau harum, dan terletak di ujung batang. Bunganya termasuk dalam bunga majemuk yang memiliki tangkai putik 22,5 cm dengan kepala sari bewarna cokelat dan kepala putiknya bewarna hijau keputihan. Didalam buah bintaro ini terdapat biji yang berbentuk
7
oval, panjang, pipih, dan warnanya putih. Pohon bintaro diperkuat dengan akar yang kokoh bersifat akar tunggang bewarna cokelat.9 Buahnya mirip mangga kecil saat warnanya masih hijau dengan serat batok hijau yang menutup biji bulat berukuran 2 cm x 1,5 cm dan terdiri dari dua bagian daging buah. Jika terpajan oleh udara, biji putih ini akan berubah menjadi warna ungu, kemudian abu-abu tua dan akhirnya berubah menjadi coklat atau hitam. Bagian tumbuhan ini menghasilkan getah bewarna putih susu. Pohon ini banyak tumbuh di sekitar rawa dan tepi sungai di beberapa negara seperti India, Vietnam, Bangladesh, Kamboja, dan Myanmar. Di Madagaskar, biji buahnya menjadi racun yang berat karena mengandung glikosida yang bersifat toksik tinggi bagi jantung. Di Myanmar, biji ini digunakan untuk kosmetik untuk mencerahkan tubuh atau digunakan sebagai campuran insektisida atau repellent karena mengandung minyak non-siccative. Secara tradisional, bagian-bagian dari pohon ini dapat digunakan sebagai obat pencahar, emetik, anti-rematik, sedatif, anti-nosiseptif, dan aktifitas toksik pada sistem saraf pusat dan jantung. 10,11 Seluruh bagian dari pohon bintaro memiliki kegunaan dan masih terus dikembangakan hingga saat ini berbagai manfaatnya. Berikut adalah beberapa dari manfaat pohon bintaro, a. Akar Salah satu manfaat dari bagian akar adalah untuk melancarkan buang air besar atau sebagai obat pencahar. b. Batang Selain akar, kulit batang pohon bintaro bermanfaat juga sebagai obat pencahar. Kulit batang ini juga mengandung zat kimia yaitu flavonooid dan steroid. c. Daun Ekstrak daun bintaro memiliki kandungan kimia yang dapat berguna sebagai antikanker payudara dan ovarium berupa 17βHneriifolin. Selain itu, bermanfaat juga sebagai obat pencahar.
8
Kandungan lain yang terdapat dalam daun ini yaitu saponin, steroid, dan flavonoid.9 d. Biji Biji bintaro termasuk bagian yang paling beracun di bandingkan bagian yang lainya. Zat kimia yang terkandung, yaitu steroid, triterpenoid, saponin, dan alkaloid yang terdiri dari cerberin (0,6%), serberosida, nerifolin, dan thevetin. Senyawa alkaloid ini memiliki karakter toksin, repellent, dan antifeedant pada serangga.9
2.1.2. Kandungan Bintaro Berdasarkan penelitian, tanaman ini memiliki berbagai efek seperti antifungi, insektisida, antioksidan, dan antitumor. Cerbera manghas mengandung beberapa senyawa metabolit sekunder, seperti saponin, polifenol, terpenoid dan alkaloid. Senyawa ini bersifat polar karena mengandung nitrogen dan senyawa golongan fenol sehingga larut dalam pelarut polar atau semipolar. 12 Pada biji bintaro telah diisolasi 6 senyawa jenis baru dari cardenolid glikosida yaitu
3β-O-(2’-O-acetyl-α-L-
thevetosyl)-14β-hydroxy-7-en-5β-card-20(22)-
enolide,
(7,8-
dehydrocerberin), 17β-neriifolin, deasetiltahnginin, tangh-inin, cerberin, dan
2’-O-acetyl-cerleaside. Dari keenam senyawa ini cerberin yang
memiliki potensi kardioksitas.13,14 Senyawa cerberin pada biji bintaro diduga menyebabkan toksisitas larva sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan larva. Cerberin termasuk dalam golongan alkaloid atau glikosida yang dianggap dapat berperan terhadap kematian larva.15 Cerberin merupakan senyawa monoasetil neriifolin16,17.Cerberin dapat mempengaruhi detak jantung larva dengan menggangu saluran ion kalsium di miokard.18 Cerberin memiliki sifat toksik sehingga dapat menyebabkan anoreksia pada larva.6,19-21
9
Gambar 2.3 Struktur kimia senyawa cerberin Sumber : Gaillard, 2004
Pada analisis fitokimia ditemukan beberapa zat yang berada pada biji bintaro yaitu alkaloid, tanin, dan saponin. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak ini memiliki sifat antibakteri, sitotoksik, dan sebagai depresan sistem saraf pusat karena adanya zat alkaloid dan saponin.10,11 Selain itu, saponin dan polifenol yang juga bersifat toksik pada serangga, dapat juga menghambat aktivitas makan serangga.15 Saponin memiliki sifat seperti sabun dan larut dalam air. Aktivitas makan dapat
dihambat
karena
saponin
menyebabkan
penurunan
enzim
pencernaan serta menghambat absorbsi makanan.22 Saponin dapat menyebabkan kutikula pada kulit larva hilang sehingga cairan tubuh larva banyak yang keluar dan juga masuk melalui saluran pernafasan sehingga merusak tubuh larva.24 Senyawa lainnya yang terkandung dalam biji bintaro adalah steroid yang dapat menghambat proses molting pada larva. Steroid memiliki struktur yang mirip dengan hormon yang berperan dalam molting serangga. Hal ini dapat menghambat terjadinya proses molting pada serangga.6,25 Tanin juga dapat menggangu proses pencernaan pada larva karena mengganggu penyerapan dengan mengikat protein di saluran cerna. Hal ini akan menggangu pertumbuhan dan perkembangan karena kurangnya nutrisi yang dibutuhkan terutama protein. 6,25,26 Hal ini terjadi karena tanin dapat menurunkan aktifitas enzim digestif seperti protease dan amilase.27
10
Oleh karena itu, senyawa yang terkandung dalam buah bintaro, terutama biji bintaro yang merupakan bagian yang paling toksik, sangat diduga dan berpotensi memberikan efek yang signifikan terhadap mortalitas larva Aedes aegypti.
2.2.
Nyamuk Aedes aegypti
2.2.1. Taksonomi Berdasarkan susunan taksonominya, Aedes aegypti memiliki susunan sebagai berikut: a. Filum
: Arthropoda
b. Sub filum : Mandibulata c. Kelas
: Insekta
d. Sub Kelas : Pterygota e. Sub ordo : Nematocera f. Famili
: Culcidae
g. Sub famili : Culcinae h. Genus
: Aedes
i. Spesies
: Aedes aegypti Line
2.2.2. Penyebaran Secara Geografis di Asia Tenggara Sebagian besar distribusi nyamuk Aedes aegypti berada didaerah urban atau pedesaan. Terutama di negara yang beriklim tropis dan subtropis di area Asia Tenggara. Di negara India yang merupakan negara dengan iklim yang cukup kering, populasi dari Aedes aegypti bersifat fluktuatif terkait dengan curah hujan dan adanya genangan air yang cukup banyak. Namun, di negara lain yang dengan wilayah urban atau semiurban serta perkotaan, populasinya lebih stabil yang dipengaruhi oleh annual rainfall yang lebih dari 200 cm. Adanya genangan air yang banyak, khususnya di negara Indonesia, Myanmar dan Thailand, menyebabkan densitas vektor Aedes aegypti lebih banyak di area semi-urban dibandingkan di urban.28
11
2.2.3. Ketinggian Salah satu faktor yang membatasi dari penyebaran Aedes aegypti adalah ketinggian dari suatu area. Pada negara-negara di Asia Tenggara, distribusi nyamuk Aedes aegypti terbatas pada area dengan ketinggian 1000-1500 meter diatas permukaan laut. Di India, di daerah dengan ketinggian 0-1000 m diatas permukaan laut (dpl) menunjukkan adanya perbedaan densitas dari Aedes aegypti. Pada ketinggian <500 m dpl menunjukkan populasi yang cukup banyak, sedangkan pada ketinggian >500 m dpl memiliki populasi yang cukup rendah. Bahkan, ditemukan juga di Kolumbia populasi nyamuk ini di daerah dengan ketinggian yang cukup tinggi yaitu 2200 m dpl.28
2.2.4. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam filum artrhropoda yang mengalami metamorfosis sempurna. Metamorfosis ini dimulai dari stadium telur – larva – pupa – dewasa. Nyamuk betina yang telah dewasa akan meletakkan telurnya di tempat yang sesuai. Telur tersebut akan menetas dalam kondisi yang optimal dan menjadi larva yang disebut larva instar I. Selanjutnya, larva ini akan mengalami tiga kali moulting secara berturut-turut menjadi larva dengan ukuran lebih besar yang disebut larva instar II, III, dan IV. Stadium selanjutnya adalah pupa yang berasal dari larva instar IV yang telah melakukan pergantian kulit. Pupa ini akan tumbuh dan berkembang yang akan terus menjadi stadium dewasa. Dalam satu siklus hidup nyamuk Aedes aegypti membutuhkan waktu yang beragam, tergantung pada kondisi lingkungan tempat nyamuk tumbuh dan berkembang saat itu. Pada kondisi lingkungan yang optimal, stadium telur hingga menjadi stadium dewasa membutuhkan waktu sekitar 10 hari.28
12
Gambar 2.4 Siklus hidup Aedes aegypti Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 2012
2.2.5. Telur Saat telur dikeluarkan dari tubuh nyamuk betina bewarna putih dan berubah menjdi hitam setelah 30 menit. Telur ini diletakkan di permukaan air atau sekitar 2,5 cm dibawah air. Berdasrarkan jenis kelaminnya, telur betina menetas lebih lambat dibanding telur jantan.29 Telur Aedes aegypti terdeposisi satu persatu ditempat berair tepat sejajar dengan garis air. Nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya pada beberapa tempat (oviposition) selama sekali siklusnya. Embrio berkembang secara sempurna setelah 48 jam atau 2 hari pada lingkungan yang lembab dan hangat. Embrionisasi yang telah sempurna, dapat bertahan selama beberapa tahun dan akan memetas di tempat dengan air yang menggenang. Kemampuan telur untuk bertahan maupun menetas tergantung pada kondisi lingkungan.28
Gambar 2.5 Telur Aedes sp Sumber: Manorenjitha malar, 2006
13
Setiap jenis nyamuk memiliki bentuk morfologi telur yang berbeda-beda.
Nyamuk
dewasa
betina,
dalam
sekali
bertelur
mengeluarkan sekitar ratusan telur. Telur Aedes aegypti berukuran 0,7 mm yang terpisah-pisah atau tersebar. Telur ini memiliki warna hitam dengan bentuk oval seperti biji padi. Waktu yang dibutuhkan untuk penetasan telur menjadi larva instar I sekitar 2-4 hari, yang lamanya dipengaruhi oleh kondisi air di lingkunga perindukan.30
2.2.6. Larva Larva
yang
berkembang
memiliki
4
fase.
Durasi
dari
perkembangan larva ini bergantung dari temperatur, ketersediaan makanan, dan kepadatan dari larva itu sendiri di tempat penampungan. Pada kondisi yang optimal, waktu dari penetasan dari telur hingga dewasa hanya membutuhkan waktu yang singkat, sekitar 7 hari, sedangkan pada suhu yang rendah akan dapat bertahan hingga beberapa minggu untuk menjadi dewasa.31 Setelah telur menetas, terbentuk larva yang memiliki ukuran kepala yang cukup besar serta segmentasi bagian abdomen dan toraks yang jelas. Larva ini memiliki siphon atau alat untuk bernafas dibagian belakang tubuhnya yang digunakan untuk mengambil oksigen dengan cara menggantungkan tubuhnya di permukaan atas air.31 Berdasarkan morfologi dan penampakannya, setiap instar memiliki ciri masingmasing, yaitu32
a. Larva instar I : Ukuran paling kecil yang memiliki panjang 12 mm, sifon belum bewarna hitam, dan badan masih terlihat tembus terhadap cahaya
b. Larva instar II
: Ukuran bertambah besar, yang memiliki
panjang 2,5-3,9 mm, sifon masih belum terlihat dengan jelas
14
c. Larva instar III : Ukuran lebih besar lagi dengan panjang 5 mm dan sifon sudah terlihat lebih bewarna gelap dibandingkan dengan warna badan, serta gigi sisir sudah terlihat di segmen abdomen ke-8 d. Larva instar IV : Memiliki panjang 7-8 mm Kepala Leher Toraks Abdomen Anal segment
Gambar 2.6 Larva Aedes aegypti Sumber: Manorenjitha malar, 2006
Telur nyamuk Aedes aegypti akan menetas setalah 1-2 hari di dalam air bersuhu 20 oC - 40oC.Pada kondisi optimum, perubahan larva menjadi pupa membutuhkan waktu selama 4-9 hari.33 Berdasarkan lama harinya, perkembangan larva dari instar I menjadi instar II terjadi selama 1-2 hari, kemudian instar II menjadi larva III berlangsung 2-3 hari, dan larva instar III menjadi larva instar IV membutuhkan waktu 2-3 hari. Untuk menjadi pupa dan nyamuk dewasa dari instar IV masing-masing membutuhkan waktu 2-3 hari (Gambar 2.7).32 Gerakan larva Aedes aegypti biasanya lincah dan aktif. Saat mengambil makan, larva ini berada di dasar air atau disebut bottom feeder, sedangkan berada di dekat permukaan dengan menempatkan sifon saat akan mengambil oksigen dari udara.34
15
Gambar 2.7 Lama Usia Hidup Aedes aegypti Sumber : Gandahusada, et al.,2000
Larva yang baru menetas memiliki warna yang transparan. Larva ini akan terus tumbuh dan warnanya akan lebih gelap sampai akhirnya mengalami eksidis atau pergantian kulit. Ekdisis yang pertama menghasilkan larva instar II yang transparan, begitu juga pada eksidis berikutnya yang menghasilkan larva instar II, III, dan IV. Warna tubuh larva akan menjadi gelap sebelum eksidis dan kembali transparan setelah eksidis. Pertumbuhan larva dari instar I-IV terlihat dari pertumbuhan panjang tubuhnya terutama abdomen yang mengalami pertumbuhan panjang yang signifikan35, seperti pada gambar grafik dibawah
Gambar 2.8 grafik representatif pertumbuhan, kepala, leher, dada, abdomen dari larva Aedes aegypti Sumber : Bar, 2013
16
Abdomen larva terdiri dari 8 segmen, panjang, silindris, dan bagian dorsoventralnya datar35. Perkembangan abdomen dari larva instar I-IV terlihat pada gambar dibawah
Gambar 2.9 Perbandingan panjang abdomen larva Aedes aegypti instar I-IV Sumber : Bar, 2013
2.2.7. Pupa Setelah melewati proses moulting saat larva sebanyak 4 kali secara berurutan, larva ini berubah menjadi pupa yang berbentuk pendek dan tidak memiliki aktivitas makan. Pupa dapat bergerak dari atas kebawah permukaan air serta saat mengalami gangguan dari lingkungan luar. Pupa terus berkembang hingga kulit pupa ini pecah dan berubah bentuk menjadi nyamuk dewasa betina maupun jantan.36
Gambar 2.10 Pupa Aedes sp Sumber: Manorenjitha malar, 2006
2.2.8. Dewasa Setelah menjadi dewasa, nyamuk akan kawin dan selanjutnya nyamuk betina yang telah dibuahi akan membutuhkan darah sebagai nutrisi asam amino essensial dalam waktu 24-36 jam untuk maturasi telur nyamuk tersebut28. Nyamuk betina ini bersifat antrofilik karena lebih
17
menyukai darah manusia dibandingkan darah hewan. Protein darah ini akan membantu perkembangan telur dalam tubuh nyamuk yang berlangsung
sekitar
3-4
hari
setelah
menghisap
darah
sampai
mengeluarkan telurnya. Nyamuk dewasa betina dapat hidup hingga usia 2 minggu, sedangkan nyamuk dewasa jantan rata-rata hanya 6-7 hari, sehingga untuk satu generasi siklus Aedes aegypti memiliki waktu 16-29 hari.32
2.2.8.1 Perilaku Makan, Resting, dan Terbang Aedes aegypti Aedes aegypti termasuk dalam nyamuk antrofofilik yaitu jenis nyamuk yang lebih memilih untuk mengambil makanan dari darah manusia, meskipun dapat juga menghisap darah dari hewan berdarah hangat (homoioterm). Nyamuk Aedes aegypti termasuk spesies diurnal yang memiliki aktivitas menggigit dalam 2 periode, yaitu saat pagi setelah beberapa jam waktu fajar dan sore hari sebelum gelap atau matahari terbit. Aktivitas puncak menggigit atau menghisap darah ini bergantung pada tempat dan musim pada area tersebut, sehingga hal ini memiliki waktu yang beragam. Perilaku nyamuk dapat terkait dengan efesiensi transmisi yang menyebabkan epidemik di suatu daerah.28 Peningkatan transmisi dapat melalui nyamuk yang mengigit satu orang atau lebih. Jadi, bisa saja dalam satu lokasi atau rumah yang terjangkit demam berdarah berasal dari satu gigitan nyamuk yang sama. Nyamuk ini tidak memiliki aktivitas menggigit pada malam hari, tetapi dapat menggigit di malam hari di ruangan atau tempat yang terang atau disinari oleh cahaya. Selain itu, meningkatnya kasus demam berdarah dapat disebabkan umur nyamuk yang lebih lama pada saat musim hujan, sehingga transmisi virus bisa tersebar lebih luas. 28
Gambar 2.11 Nyamuk Aedes aegypti Sumber: Manorenjitha malar, 2006
18
Aedes aegypti lebih suka
beristirahat ditempat yang gelap,
lembab dan tempat yang terisolir didalam rumah atau gedung dan jarang ditemukan di luar rumah. Distribusi dari nyamuk betina ini terkait dengan ketersediaan oviposition dan darah serta kemampuan pindah atau terbang yang terbatas hanya pada jarak 100 meter dari tempat awal ataupun secara pasif oleh telur atau larva yang terbawa dalam suatu wadah ke tempat lain28. Nyamuk dapat hidup dalam suhu optimum sebesar 24 oC 39oC dan rata-rata hidup nyamuk betina dewasa selama 10 hari.37
2.3.
Kerangka Teori
Biji bintaro Ekstraksi dengan metode Masersi
Ekstraksi mengandung tanin polifenol dan saponin
Ekstraksi mengandung cerberin
Menghambat aktivitas makan larva
Mengganggu oto jantung larva
Variabel luar terkendali
Ekstraksi mengandung steroid
Menghambat proses moulting larva
Efek Larvasida Variabel luar tak terkendali
Usia larva Volume air Kepadatan larva
Larva Aedes aegypti instar III
Tempat perindukan Kualitas air Mati Suhu
Kelembaban Kesehatan larva
19
2.4
Kerangka Konsep
Ekstrak Biji bintaro dalam berbagai kelompok konsentrasi
Gangguan beberapa sistem tubuh larva Aedes aegypti
larva Aedes aegypti mati
2.5
Definisi Operasional
No.
Variabel
1
larva Aedes aegypti masih hidup
Defenisi
Cara
Operasional
Ukur
Konsentrasi
Biji bintaro yang
V1M1=
Neraca
ekstrak biji
telah
V2M2
digital,
bintaro
dideterminasi,
(Cerbera
dan diekstrak
manghas)
dengan metode maserasi. Konsentrasi ekstrak biji bintaro pada penelitian ini adalah 0%, 0,69%, 0,99%, 1.29%, 1,59%, dan 1,89%.
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
gelas ukur
Persentase 0% (0 ppm) 0,69% (6900 ppm) 0,99% (9900 ppm) 1,29% (12.900 ppm) 1,59% (15.900 ppm) 1,89% (18.900 ppm)
Numerik
20
2.
Jumlah
Banyaknya larva
Pengam
Senter, lidi,
Ekor dan
kematian
Aedes aegypti
atan
lembar
presentase
larva Aedes
instar III /IV yang
selama
pengamatan
aegypti
mati dalam waktu
48 jam
numerik
48 jam dimulai dari awal perlakuan. Larva dianggap mati jika tidak lagi bergerak, walaupun disentuh dengan lidi ataupun dirangsang dengan gelombang air, serta berada didasar atau mengambang diatas air 3.
Larva Aedes
Larva yang
Observa
Lup,
Karakteristik
aegypti instar
berumur 5-7 hari,
si
penggaris
tubuh larva
III atau IV
sudah memiliki
Aedes
bagian tubuh
aegypti ,
yang lengkap, dan
umur, dan
panjang tubuh
panjang
lebih dari 4 mm
tubuh sesuai kriteria.
Kategorik
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan besifat eksperimental dengan rancangan penelitian the post test only controlled group design.
3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2014 sampai bulan Juli 2014 di rumah peneliti di daerah Ciputat dan Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua larva yang berhasil dikembangkan dari telur yang didapatkan dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP). Sampel diambil dengan teknik purposive sampling , yaitu metode pemilihan sampel berdasarkan sifat atau ciri-ciri tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi. Pada sampel ini diambil larva instar III atau IV dengan pertimbangan alat organ larva sudah lengkap.
3.4
Jumlah Sampel Penentuan besar sampel dihitung dengan rumus Federer.38 (n-1) (t-1) > 15 Keterangan : n = besar sampel t = jumlah kelompok perlakuan Oleh karena penelitian ini terdiri dari 7 kelompok perlakuan, maka (n-1) (t-1)
> 15
(n-1) (7-1)
> 15
21
22
6n-6
> 15
6n
> 21
n
> 21/6
n
> 3,5
Jadi, besar sampel minimal yang digunakan sebanyak 4 ekor. Didalam
percobaan ini digunakan 25 ekor sampel tiap kelompok uji
sesuai ketentuan WHO.39 Besar sampel yang diambil sebanyak 25 ekor dan dikalikan dengan jumlah pengulangan setiap konsentrasi. Banyaknya eksperimen replikasi setiap masing-masing larva dihitung dengan rumus (t-1) (r-1) > 15 Keterangan : t : jumlah perlakuan r : jumlah replikasi (7-1) (r-1) > 15 6r-6
> 15
6r
> 21
r
> 21:6
r
> 3,5
Oleh karena itu, jumlah replikasi eksperimen minimal sebanyak 4 kali
3.5
Kriteria Sampel Kriteria Inklusi
:
1. Larva Aedes aegypti dengan panjang 4-7 mm, 2. Larva Aedes aegypti hari ke-5 sampai ke-7 3. Larva Aedes aegypti yang bergerak aktif Kriteria Eksklusi
:
1. Larva Aedes aegypti instar III/IV yang mati sebelum perlakuan 2. Larva Aedes aegypti yang responnya lemah oleh rangsangan 3. Larva Aedes aegypti instar IV yang akan menjadi pupa
23
3.6
Rancangan Penelitian Jenis rancanangan penelitian : post test only controlled group design Rearing larva
Uji Eksplorasi dengan jenis larva Aedes aegypti Aedes
Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok
aegypti 1 25 larva + air aquades (kontrol)
2
3 25 larva + Ekstrak 0,01%
4 25 larva + Ekstrak 0,05%
5 25 larva + Ekstrak 0,1%
6 25 larva + Ekstrak 0,5%
7 25 larva + Ekstrak 1%
Perlakuan selama 48 jam Dihitung jumlah larva yang mati
Menghitung lethal concentration LC50
Membuat konsentrasi baru sesuai perhitungan untuk uji utama
Perlakuan selama 48 jam pada uji utama
Dihitung jumlah larva yang mati
Analisis Data
Uji ANOVA dan LSD Uji alternatif (Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney)
Analisis Probit
25 larva + Ekstrak 1,25%
24
3.7
Alat dan Bahan
3.7.1
Alat Penelitian Neraca timbang, gelas kimia, alumunium Foil, oven, corong Buchner, kertas saring, rotatory evaporator, wadah tempat rearing, gelas plastik, batang pengaduk, gelas kimia 10 ml dan 100 ml, gelas ukur 100 ml, mikropipet, neraca digital, pipet plastik, penyaring, senter
3.7.2
Bahan Penelitian Biji bintaro, etanol 96% , Aquadest, makanan larva (fish food), ekstrak biji bintaro, larva Aedes aegypti instar III/IV
3.8
Cara Kerja
3.8.1. Determinasi Tanaman Bahan penelitian yang akan diekstraksi dideterminasi pada tanggal 18 Maret 2014 di Pusat Konservasi Tumbuhan - Kebun Raya Bogor. Tujuannya untuk memastikan bahwa bahan yang didapat merupakan buah bintaro (Cerbera manghas).
3.8.2. Pembuatan Ekstrak Bahan yang sudah dideterminasi kemudian diekstraksi di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) daerah Bogor. Ekstraksi dilakukan oleh rekan peneliti dibantu oleh peneliti. a. Bagian tanaman yang diambil dan telah dideterminasi dipotong dan dikeringkan selama 3 hari menggunakan oven 40oC. b. Bagian tanaman yang sudah kering kemudian digiling dengan greender dengan kehalusan 3mm untuk dihaluskan c. Bagian yang sudah halus direndam dalam pelarut etanol 96% dengan perbandingan 1:3 (b/v) d. Diaduk dengan mixer selama 2-3 jam. e. Dibiarkan selama 24 jam kemudian disaring dengan corong Buchner yang dialasi dengan kertas saring kasar.
25
f. Hasil dari penyaringan kemudian dimasukkan ke rotary evaporator agar etanol menguap hingga dihasilkan ekstrak kental yang siap digunakan.
3.8.3
Pengenceran Ekstrak Bahan yang sudah diekstraksi di encerkan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Pengenceran dilakukan pada bulan Juli 2014 a. Lakukan perhitungan konsentrasi induk dari ekstrak biji bintaro yang dibutuhkan. b. Ekstrak biji bintaro yang dibutuhkan ditimbang di gelas kimia menggunakan timbangan digital. c. Cairan aquades diukur sesuai perhitungan yang diperlukan untuk semua konsentrasi di gelas kimia. d. Ekstrak biji bintaro yang telah ditimbang, dilarutkan dengan aquades hingga 100 ml sesuai konsentrasi atau dosis yang dibutuhkan. e. Konsentrasi yang telah diencerkan dituangkan kedalam masing masing gelas plastik.
3.8.4
Rearing Larva Telur Aedes aegypti didapatkan dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP). a. Dipersiapkan wadah yang berisi aquades b. Direndam telur Aedes aegypti diwadah plastik c. Wadah yang berisi telur diletakkan di dalam ruangan khusus perkembangbiakan larva milik peneliti yang sudah disesuaikan suhunya dengan air conditioner portable dan pencahayaannya. d. Dipindahkan ke wadah lain yang sudah dipersiapkan setiap 2 jam agar perkembangan larva pada satu wadah homogen. e. Diberi makan pada larva yang telah menetas dengan fish food. f. Pilih larva instar III/IV dengan menentukan larva yang telah masuk hari ke-5 hingga hari ke-7 atau panjangnya sekitar 4-7 mm.
26
3.8.5
Penelitian Eksplorasi a. Ekstrak biji bintaro diambil dan ditimbang sesuai dengan konsentrasi yang digunakan dan dimasukkan ke dalam labu takar untuk membuat konsentrasi induk ekstrak biji bintaro sebesar 1,5%. Konsentrasi ekstrak biji bintaro yang digunakan adalah 0,01%, 0,05%, 0,1%, 0,5%, 1%, dan 1,25%. b. Gelas kimia diisikan ekstrak sebanyak 0,67 ml, 3,33 ml, 6,7 ml, 33,3 ml, 66,7 ml, dan 83,3 ml dari konsentrasi induk yang telah dibuat. Kemudian dituangkan air aquades hingga volume 100 ml dan setelah itu dimasukkan ke dalam masing-masing gelas plastik. c. Pada masing-masing gelas plastik yang sudah diisikan masingmasing berbagai ekstrak, dimasukkan larva sebanyak 25 ekor larva Aedes aegypti instar III/IV dengan menggunakan jaring, termasuk kontrol tanpa diberi makanan. d. Jumlah larva yang mati dihitung pada jam ke-48 sejak diberikan perlakuan. e. Larva yang masih hidup setelah digunakan sebagai penelitian, dimatikan menggunakan deterjen sebelum dibuang.
3.8.6
Penelitian Utama a. Menghitung konsentrasi yang akan digunakan dengan mencari LC50 dari hasil uji eksplorasi. b. Menentukan konsentrasi untuk uji utama dengan mengambil beberapa nilai konsentrasi pada kisaran dibawah dan diatas dari LC50 Ekstrak biji bintaro diambil dan ditimbang sesuai dengan konsentrasi induk yang akan digunakan dan dimasukkan ke dalam gelas kimia. c. Gelas kimia yang sudah diisikan ekstrak kemudian dituangkan air hingga volume 100 ml dan setelah itu dimasukkan ke dalam masing-masing gelas plastik.
27
d. Pada masing-masing gelas plastik yang sudah diisikan berbagai ekstrak dimasukkan larva sebanyak 25 ekor larva Aedes aegypti dengan menggunakan saringan teh termasuk kontrol tanpa diberi makanan, termasuk kontrol tanpa diberi makanan. e. Jumlah larva yang mati dihitung pada jam ke-48 sejak diberikan perlakuan. f. Larva yang masih hidup setelah digunakan sebagai penelitian, dimatikan menggunakan deterjen sebelum dibuang.
3.8.7
Pengumpulan Data Data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer yang merupakan jumlah larva yang mati pada jam ke-48 setelah perlakuan pada masing-masing konsentrasi ekstrak biji bintaro. Larva yang mati dinilai dari larva tenggelam di dasar wadah, tidak pergerak, dan tidak berespon terhadap rangsangan.
28
3.9
Analisis Data Setelah semua data yang didapatkan dari jumlah larva Aedes aegypti instar III/IV yang mati, selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data menggunakan software SPSS 17.0. Terdapat beberapa uji statistik yang dilakukan, yaitu
1. Uji Analisis Varian (One Way ANOVA) Digunakan untuk menginformasikan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik pada keseluruhan antar rata-rata perlakuan kelompok uji. 2. Uji Least Significance Difference (LSD) Digunakan untuk menginformasikan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik antara rata-rata dua perlakuan kelompok uji. 3. Kruskal Wallis Merupakan uji alternatif jika data tidak berdistribusi normal atau varian
data
tidak
homogen.
Digunakan
untuk
menemukan
perbandingan perbedaan mean lebih dari dua kelompok. 4. Mann-Whitney Merupakan uji alternatif jika data tidak berdistribusi normal dan homogen. Digunakan untuk menemukan perbandingan perbedaan mean antar kelompok. 5. Analisis Probit Digunakan untuk menemukan efek mortalitas ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) terhadap larva Aedes aegypti yang dinyatakan dengan Lethal Concentration (LC).
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 4.1.1
Hasil Penelitian Uji Eksplorasi Berdasarkan hasil uji eksplorasi menunjukkan bahwa pada dosis 0,01%, 0,05%, dan 0,1% tidak ditemukan kematian larva pada semua ulangan. Jumlah larva yang mati paling tinggi pada konsentrasi 1,25% dengan mortalitas rerata 15 ekor (60%). Hasil uji eksplorasi dapat dilihat pada tabel 4.1 Table 4.1 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis ekstrak Biji Cerbera manghas setalah 48 jam perlakuan Pada uji Eksplorasi. Konsentrasi (%) Ulangan 1,25 1 0,5 0,1 0,05 0,01 Kontrol negatif
Jumlah larva yang mati 1 ekor 14 12 1 0 0 0 0
2 % 56 48 4 0 0 0 0
Ekor 13 11 2 0 0 0 0
Rata-rata
3 % 52 44 8 0 0 0 0
ekor 19 22 3 0 0 0 0
4 % 76 88 12 0 0 0 0
ekor 14 14 4 0 0 0 0
% 56 56 16 0 0 0 0
ekor 15 14,75 2,5 0 0 0 0
Hasil uji eksplorasi pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa LC50 terdapat pada kisaran konsentrasi ekstrak biji bintaro 1%. Hasil ini digunakan sebagai dasar untuk uji utama. 4.1.2
Uji Utama Berdasarkan hasil analisis probit pada uji eksplorasi didapatkan LC50 (kematian larva 50%) pada konsentrasi 0,99% atau dosis 9909,20 ppm . Oleh karena itu, berdasarkan LC50 ini ditetapkan interval dosis yang akan digunakan untuk uji utama dengan menggunakan deret ukur sebanyak 6 konsentrasi, yaitu 0% (kontrol), 0,69% (6.900 ppm), 0,99% (9900 ppm), 1,29% (12.900 ppm), 1,59% (15.900 ppm), 1,89% (18.900 ppm).
29
% 60 59 10 0 0 0 0
30
Pada uji utama ini dilakukan replikasi sebanyak 5 kali dengan jumlah larva pada masing-masing perlakuan sebanyak 25 ekor larva. Setelah dilakukan uji utama, didapatkan hasil seperti pada tabel 4.2.
Tabel 4 .2 Jumlah mortalitas larva Aedes aegypti pada Berbagai Dosis ekstrak Biji Buah Cerbera manghas setalah 48 jam perlakuan pada Uji Utama Konsentr asi (%) Ulangan 1,89 1,59 1,29 0,99 0,69 Kontrol negatif
Jumlah larva yang mati 1 ekor 25 23 17 19 20 0
2 % 100 92 68 76 80 0
ekor 25 18 14 11 12 0
3 % 100 72 56 44 48 0
ekor 25 22 22 17 12 0
Rata-rata 4
% 100 88 88 68 48 0
Ekor 24 25 20 20 16 0
5 % 96 100 80 80 64 0
ekor 25 25 21 19 13 0
% 100 100 84 76 52 0
ekor 24,8 22,6 18,8 17,2 14,6 0
Pada tabel 4.2 dapat menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol disemua replikasi tidak ditemukan larva yang mati. Pada nilai rata-rata menunjukkan bahwa nilai tertinggi terhadap mortalitas larva terdapat pada konsentrasi 1,89% yaitu sebanyak 24,80 ekor (99,2%), sedangkan nilai terendah terdapat pada konsentrasi 0,69% yaitu sebanyak 14,60 ekor (58,4%). Berdasarkan hasil uji utama pada tabel 4.2, dapat dibuat grafik untuk menggambarkan respon mortalitas rerata larva terhadap konsentrasi ekstrak biji bintaro yang diberikan.
% 99,2 90,4 75,2 68,8 58,4 0
31
Rerata Larva yang mati
29
24,8
y = 8,6x + 8,506
24
22,6
19 17,2 18,8 14,6
14 0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
Konsentrasi ekstrak biji bintaro (%)
Gambar 4.1 Grafik mortalitas rerata larva Aedes aegypti terhadap Berbagai Dosis ekstrak Biji Buah Cerbera manghas setalah 48 jam perlakuan Berdasarkan grafik pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi juga nilai mortalitas rerata larva Aedes aegypti. 4.2
Analisis Data
4.2.1
Uji Distribusi Data Sebelum melakukan uji ANOVA, data yang didapatkan harus memenuhi syarat yaitu data berdistribusi atau sebaran data normal. Berdasarkan data dari hasil uji utama pada tabel 4.2 dapat ditemukan hasil distribusi data dengan menggunakan program SPSS 17.0 seperti pada tabel 4.3. Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi data yang didapatkan adalah berdistribusi normal (p > 0,05). Tabel 4.3 Hasil Test Distribusi Data
Mortalitas
Statistic
df
.922
20
Sig. .057
32
4.2.2
Uji One Way ANOVA Selanjutnya, selain data harus berdistribusi normal, data harus memiliki varian data yang sama atau homogen. Varian data dapat kita lihat pada saat uji One Way ANOVA. Pada uji ini ditemukan hasil bahwa varian data homogen (p > 0,05) seperti pada tabel 4.4 dibawah ini. Tabel 4.4 Hasil Test Variasi Data Levene Statistic
df1
df2
1.535
4
20
Sig. .230
Berdasarkan kedua hasil diatas bahwa data yang didapatkan adalah berdistribusi normal dan varian datanya sama, maka kita dapat menganalisis hasil uji utama menggunakan Uji One Way ANOVA. Hasil perhitungan dapat kita lihat pada tabel 4.5 dibawah ini. Tabel 4.5 Hasil Uji One Way ANOVA Sum
of df
squares
Mean
F
Sig
square
Between groups
301.360
4
75.340
Within groups
174.800
20
8.740
Total
476.160
24
8.620
.000
Dari hasil tabel 4.4 terlihat bahwa nilai signifikannya adalah 0,000 ( p<0,05). Konsekuensi dari hasil ini adalah terdapat perbedaan mortalitas larva Aedes aegypti yang signifikan akibat perbedaan konsentrasi. 4.2.3
Uji Least Significance Difference (LSD) Berdasarkan hasil uji ANOVA pada tabel 4.4 ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan. Oleh karena itu, pada hasil uji LSD dapat ditemukan dua kelompok yang memiliki perbedaan yang signifikan. Pada uji ini peneliti menemukan perbedaan yang signifikan antara semua
33
kelompok perlakuan, kecuali antara kelompok 3 dengan kelompok 2 dan 4, antara kelompok 4 dengan kelompok 3 dan 5, dan antara kelompok 5 dan 6 yang perbedaannya tidak signifikan karena p > 0,05. Hasil Uji LSD dapat dilihat dilampiran. 4.2.4
Analisis Probit Selanjutnya perhitungan untuk mengetahui konsentrasi yang dapat menyebabkan mortalitas larva hingga 50% dan 99% dari total larva uji dengan menggunakan analisis probit pada program SPSS 17.0. Dari hasil perhitungan didapatkan LC50 dan LC99 seperti pada tabel 4.6 dibawah ini. Table 4.6 Nilai Lethal Concentration dan Confidence Limits Ekstrak Biji Bintaro terhadap kematian Larva Aedes aegypti setelah 48 jam perlakuan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Point
LC1 LC2 LC3 LC4 LC5 LC10 LC20 LC30 LC40 LC50 LC60 LC70 LC80 LC90 LC95 LC96 LC97 LC98 LC99
Exposure Concentration Concentrion(%) 0,740 0,793 0,829 0,857 0,880 0,965 1,080 1,171 1,255 1,339 1,428 1,530 1,659 1,857 2,037 2,093 2,163 2,261 2,424
95% confidence limits Lower 0,292 0,339 0,372 0,399 0,422 0,514 0,651 0,771 0,890 1,015 1,155 1,315 1,500 1,706 1,844 1,883 1,930 1,993 2,093
Upper 0,999 1,035 1,066 1,090 1,110 1,181 1,275 1,348 1,416 1,486 1,564 1,664 1,828 2,198 2,631 2,779 2,973 3,256 3,763
Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat disimpulkan bahwa nilai LC50 yang didapat adalah 1,339% (13.390 ppm) dan LC99 2,424% (24.240 ppm).
34
4.3
Pembahasan Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan pada larva Aedes aegypti instar III/IV yang diberi perlakuan dengan ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) dalam berbagai konsentrasi terhadap larva Aedes aegypti instar III/IV yang tidak diberi perlakuan. Pada penelitian ini menggunakan ekstrak biji bintaro dengan metode maserasi dan menggunakan pelarut etanol. Pemilihan bagian biji dari tanaman bintaro karena ekstrak biji bintaro memiliki toksisitas yang lebih tinggi dibandingkan daging buah dan daun serta mengandung senyawa cerberin sehingga efek mortalitasnya lebih tinggi.15 Etanol ini dipilih sebagai pelarut karena sifat toksik yang dimilikinya lebih rendah dibandingkan pelarut yang lain seperti eter dan metanol40,41. Presentase etanol yang digunakan adalah etanol 96%. Etanol 96% merupakan pelarut yang dapat melarutkan kedua senyawa yaitu senyawa polar dan non polar42,43. Hal ini menyebabkan komponen senyawa polar maupun nonpolar yang terdapat pada biji bintaro dapat terlarut dalam hasil ekstraksi. Ekstraksi ini dilakukan agar mendapatkan senyawa cerberin dan senyawa lain yang bersifat larvasida yang terkandung dalam biji bintaro dan dianggap memiliki efek larvasida sehingga dapat menyebabkan kematian pada larva Aedes aegypti. Pada penelitian ini, proses pemilihan larva sesuai instar III atau IV sangat penting karena larva berperan sebagai sampel atau subjek dalam penelitian ini. Selain itu, larva juga dikembangkan dalam rumah dengan suhu optimum larva dapat hidup yaitu 25 oC -35oC.43 Hal ini dimaksudkan agar dalam pengaplikasian larvasida ini dapat dilakukan di alam secara langsung. Berdasarkan pada tabel 4.1 pada uji eksplorasi menunjukkan bahwa konsentrasi 1,25% mempengaruhi jumlah kematian larva mencapai 60%. Pada konsentrasi 1% mempengaruhi jumlah kematian larva hanya 59% dan pada dua pengulangan atau replikasi jumlah kematian larva presentasenya dibawah 50%. Dari data ini dapat dihitung nilai LC50 dengan program Minitab 17.0 sehingga didapatkan konsentrasinya sebesar 0,99%.
35
Pada uji utama menggunakan konsentrasi ekstrak biji bintaro 0,69%, 0,99%, 1,29%, 15,9%, dan 18,9% dengan harapan dapat mencapai kisaran dosis LC50 yang tepat. Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa presentase jumlah rata-rata kematian larva setelah 48 jam dari pemberian perlakuan adalah 0% pada kontrol negatif, 58,4% pada konsentrasi 0,69%, 68,4% pada konsentrasi ekstrak 0,99%, 75,2% pada konsentrasi ekstrak 1,29%, 90,4% pada konsentrasi ekstrak 1,59%, dan 99,2% pada konsentrasi ekstral 1,89%. Dapat dilihat juga bahwa pada kelompok kontrol tidak ditemukan kematian larva, sedangkan pada kelompok perlakuan terjadi kematian larva yang membuktikan efek larvasida oleh ekstrak biji bintaro. Pada gambar 4.1 terlihat pengaruh jumlah mortalitas larva pada berbagai konsentrasi. Disini terlihat bahwa penambahan konsentrasi ekstrak biji bintaro menyebabkan peningkatan mortalitas larva. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka jumlah mortalitas larva juga semakin meningkat. Kejadian ini disebabkan karena masuknya senyawa toksik ke dalam tubuh larva dan merusak sistem tubuh fisiologis larva serta menghambat pertumbuhan larva.6,45,46 Berdasarkan hasil statistik pada program SPSS Statistic 17.0 dengan menggunakan uji One Way ANOVA pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap 6 kelompok perlakuan. Selanjutnya pada uji LSD didapatkan adanya perbedaan yang signifikan antara dua kelompok perlakuan (p < 0,000) kecuali antara kelompok 3 dengan kelompok 2 dan 4, antara kelompok 4 dengan kelompok 3 dan 5, dan antara kelompok 5 dan 6 yang perbedaannya tidak signifikan karena p > 0,05. Kematian larva uji digunakan untuk menentukan keefektifitasan dari larvasida jika dapat memenuhi mortalitas larva uji hingga mencapai 90100%.47,48 Berdasarkan WHO konsentrasi dari larvasida dapat dikatakan efektif jika mencapai presentase mortalitas larva uji sebesar 10-95% yang selanjutnya digunakan untuk menghitung nilai lethal concentration (LC).47,49 Pada pencarian nilai LC50 dan LC99 dengan menggunakan analisis probit, ekstrak biji bintaro memiliki LC50 sebesar 1,339% dengan interval 1,015% sampai 1,486%, sedangkan hasil LC99 didapatkan 2,424% dengan interval
36
2,093% sampai 3,763%. Jika dikonversi dalam satuan ppm (part per million) LC50 senilai 1.339 ppm dan LC99 senilai 2.424 ppm. Berdasarkan hasil ini maka ekstrak biji bintaro dapat mematikan 50% larva Aedes aegypti pada konsentrasi 1,339% (1.339 ppm) dan 99% larva dengan konsentrasi 2,424% (2.224 ppm). Aktivitas larvasida pada biji bintaro kemungkinan besar disebabkan adanya berbagai senyawa aktif atau kandungan kimia yang terkandung didalamnya. Beberapa senyawa aktif tersebut diantaranya adalah alkaloid, tanin, saponin, cerberin, steroid, dan flavonoid. Kandungan cerberin bersifat kardioksitas karena dapat menggangu aktivitas jantung pada sitem sirkulasi larva dengan cara menghambat saluran ion kalsium di otot jantung sehingga dapat menyebabkan kematian larva.18 Efek lain dari cerberin ini dapat menyebabkan anoreksia pada larva.6 Berdasarkan dua mekanisme tersebut ekstrak biji bintaro dapat menyebabkan kematian pada larva Aedes aegypti. Kandungan lainnya adalah saponin yang dapat meningkatkan permeabilitas tubuh larva akibat rusaknya membran sel sehingga banyak toksin dapat masuk ke tubuh larva. Selain itu juga, saponin memiliki sifat sebagai inhibitorik dari enzim asetilkolinesterase sehingga menyebabkan kejang otot dan paralisis. 6,50 Aktivitas enzim pencernaan dan proses absorbsi juga mengalami penurunan akibat efek saponin sehingga larva mengalami anoreksia.22 Kutikula pada tubuh larva dapat rusak akibat efek dari saponin yang menyebabkan hilangnya cairan tubuh larva.24 Perubahan-perubahan ini dapat menyebabkan kematian pada larva. Senyawa lain yang dapat mengakibatkan kematian adalah steroid dan tanin. Steroid ini dapat menghambat proses pergantian kulit atau moulting pada larva karena strukturnya mirip dengan hormon yang berperan dalam proses moulting. Tanin juga mempengaruhi penurunan aktivitas pengikatan protain dan penyerapan makanan di saluran cerna.6 Berdasarkan mekanisme ini perkembangan dari instar III menjadi IV atau menjadi pupa dapat terhambat.
37
4.3.1 Keterbatasan Penelitian 1. Adanya keterbatasan pengontrolan rearing larva maka penelitian ini tidak dilakukan di laboratorium, sehingga protokol yang dilakukan masih belum sempurna. 2. Fase penelitian ini masuk dalam fase II dan sebaiknya terlebih dahulu di uji di laboratorium (fase I) sebelum dilakuakan penelitian di lingkungan bebas.
BAB 5 PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa : 1. Konsentrasi ekstrak biji bintaro (Cerbera manghas) berpengaruh terhadap mortalitas larva Aedes aegypti instar III/IV selama 48 jam dengan diperoleh nilai LC50 1,339% (1.339 ppm) dan LC99 2,424% (2.224 ppm). 2. Ekstrak biji bintaro memiliki pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas larva Aedes aegypti instar III/IV.
5.2
Saran 1. Penelitian ini bisa dikembangkan dengan uji coba pada spesies larva nyamuk lain. 2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menguji toksisitas pada ikan secara in vitro. 3. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan uji coba ekstrak dalam bentuk sediaan zat ekstrak yang lain. 4. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan mengenai senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam biji bintaro, selain yang sudah dijelaskan diatas yang berfungsi sebagai larvasida.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. Global strategy for dengue prevention and control 2012–2020. WHO Press.Geneva; 2012. 2. Murray, Anne NE, Quam MB, Smith AW. Epidemiology of dengue: past, present, and future prospects. Clinical Epidemiology. 2013; 5:299–309. 3. Shinta, Sukowati S. Pengunaan metode survei pupa untuk memprediksi risiko penularan demam berdarah dengue di lima wilayah endemis di Jakarta. Media Litbangkes. Maret 2013; 23(1):31- 40. 4. Rohimatun, Suriati,S. Warta penelitian dan pengembangan tanaman
industri.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian.April 2011; 17(1):1-6. 5. World Health Organization. Operation manual on the application of insecticides for control of the mosquoto vectors of malaria and other disease.WHO Press.Geneva;1996 6. Yudha WH. Efektivitas ekstrak buah bintaro (Cerbera odollam) sebagai larvasida lalat rumah (Musca domestica).Skripsi Program Sarjana.Institut Pertanian Bogor;2013. 7. Swastiningrum, Ambar. Uji efektivitas pestisida nabati bintaro (Cerbera manghas) terhadap hama ulat grayak (Spodoptera litura) pada tanaman kedelai. UMY. Yogyakarta; 2012. 8. Sa’diyah, NA. Purwani KI, Wijayawati L. Pengaruh ekstrak daun bintaro (Cerbera odollam) terhadap perkembangan ulat grayak (Spodoptera litura). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2013; 2(2):2337-3520. 9. Utami, Sri. Aktivitas insektisida bintaro terhadap hama Eurema sp. pada skala laboratorium.Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. Oktober 2010; 7(4):211-220.
39
40
10. Ahmed
F,
et
al.
Antibacterial,
cytotoxic,
and
neuropharmacological activities of Cerbera odollam seeds. Oriental Pharmacy and Experimental Medicine. 2008; 4:323-328. 11. Chopra RN, Nayar SL, Chopra IC. Glossary of Indian medicinal plants. CSIR, New Delhi; 1956. 12. Sa’diyah, NA. Purwani KI, Wijayawati L. Pengaruh ekstrak daun bintaro (Cerbera odollam) terhadap perkembangan ulat grayak (Spodoptera litura). Jurnal Sains Dan Seni Pomits. 2013; 2(2):2337-3520. 13. Cheenpracha S, Karalai C, Rat-A-Pa Y, Ponglimanont C, Chantrapromma K. New cytotoxic cardenolide glycoside from the seeds of Cerbera manghas. Chem Pharm Bull. 2004; 52:1023-5. 14. Liu, PC, Liu MH, Chen SY, Cherng WJ, Wang CH . Sea mango cardiac intoxication. Acta Cardiol Sin. 2008;24:9-56. 15. Utami, Sri. Aktivitas insektisida bintaro terhadap hama Eurema sp. pada skala laboratorium. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman.Oktober 2010; 7(4):211-220. 16. Gaillard, Y, Khrisnamoorthy, A, Bevalot, F.Cerbera odollam: a suicede tree and cause of death in the state of Kerala, India. Journal of Ethnopharmacology. 2004; 95:123-126. 17. Chang LC, Gills JJ, Bhat KP, Luyengi L, Farnsworth NR, Pezzuto JM, Kinghorn AD. Activity-guided isolation of constituents of Cerbera manghas with antiproliferative and antiestrogenic activities. Bioorganical Medical Chemical Letter. 2000;10: 2431– 2434. 18. Tomlinson, CB. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press. Cambridge;1986. 19. Dono D, Hidayat S, Nasahi C, Anggraini E. Pengaruh ekstrak biji Barringtonia
asiatica
L.
(Kurz)
(Lecythidaceae)
terhadap
mortalitas larva dan fekunditas Cricodolomia pavonana F. (Lepidoptera: Pyralidae). J Agri.2008; 19(1):5-14.
41
20. Rohimatun, Suriati S.
Bintaro (Cerbera manghas) sebagai
pestisida nabati. Warta penelitian dan pengembangan tanaman industri. 2011;17(1):1-4. 21. Soesanty F, Indriati G. Hama ulat pemakan daun tanaman bintaro (Cerbera
manghas).
Warta
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman Industri. 2011; 17(1):6-9. 22. Haditomo,
I.2010.Efek
Larvasida
Ekstrak
Daun
Cengkeh
(Syzygium aromaticum L.) Terhadap Aedes aegypti L.Skripsi Program Sarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 23. Novizan.
Membuat
dan
Memanfaatkan
Pestisida
Ramah
Lingkungan. Agro Media Pustaka. Jakarta; 2002, pp: 37-40. 24. Kuddus MR, Rumi F, Masud MM. Phytochemical screening and antioxidant activity Studies of Cerbera odollamGaetrn. Int J Pharm Bio Sci. 2011; 2(1):413-418. 25. Yunita EA, Suprapti NH, Hidayat JW. Pengaruh ekstrak daun teklan
(Eupatorium
riparium)
terhadap
mortalitas
dan
perkembangan larva Aedes aegypti. Bioma. 2009; 11(1):11-17. 26. Hagerman AE. The Tannin Handbook. Miami (US): Miami University; 2002. 27. Haditomo, I. Efek Larvasida Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) Terhadap Aedes aegypti L.Skripsi Program Sarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2010. 28. World Health Organization. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue/DHF. WHO Regional Publication, SEARO.no 29. 29. Sudarto. Atlas Entomologi Kedokteran. EGC. Jakarta; 1972. 30. Ningtiyas DR. Uji toksisitas akut ekstrak daun dan batang sereh wangi sebagai pestisida botani pembasmi larva nyamuk Aedes aegypti. Skripsi Program Sarjana.IKIP PGRI Semarang;2008. 31. James MT, Harwood RF. Herm’s Medical Entomology. 6th Ed.The Macmillan Company USA; 1969.
42
32. Gandahusada S, dkk. Parasitologi Kedokteran, Cetakan keVI.FKUI: Jakarta;2006. 33. Soegijanto, Soegeng. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press; 2004. 34. Kusnindar. Pemberantasan penyakit demam berdarah ditinjau dari berbagai penelitian.Cermin Dunia Kedokteran.1990;10-60. 35. Bar A, Andrew J. Morphology and morphometry of Aedes aegypti Larvae.Annual Review and Research in Biology.2013;3(1):1-21. 36. Sembel DT. Entomologi Kedokteran. Penerbit ANDI Yogyakarta; 2009. 37. Poorwosudarmo S. Demam Berdarah Dengue pada Anak. Jakarta:UI Press;1993, p24. 38. Sudigdo S, Ismael. Dasar-Dasar Metode Dalam Penelitian Klinis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:Sagung Seto;2002. 39. World Health Organization . Guidelines For Laboratory And Field Testing Of Mosquito Larvacides. World Health Organization Communicable Disease Control, Prevention, And Eradication WHO Pesticide Evaluation Scheme.WHO Press.Geneva;2005,p10. 40. Hadar AK. Efek larvasida ekstrak etanol biji jeruk keprok (Citrus nobilis) terhadap larva Aedes sp. Skripsi Program Sarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya; 2004. 41. Agnetha, A.Y. Efek ekstrak bawang putih (Allium sativum L.) sebagai
larvasida
nyamuk
Aedes
sp.
Skripsi
Program
Sarjana.FKUB; 2005. 42. Kusmiyati, Sri Agustini NW. Uji aktivitas senyawa antibakteri dari mikroalga Porphyridium cruentum. Biodiversitas. 2007; 8(1): 4853. 43. Fitri, A.R. Efek Antibakteri ekstrak etanol pegagan (Cantella asiatica (L.) Urban) sebagai alternatif medikamen saluran akar terhadap Enterococcus faecalis (Secara In Vitro).Skripsi FKG USU; 2012.
43
44. Susanna D, Rahman A, Pawenang ET. Potensi daun pandan wangi untuk membunuh larva nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi Kesehatan.2003; 2(2):228-231. 45. Kardinan, A, 2002. Pestisida Nabati, Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. 46. Aisah S, Sulistyowati E, Sari, YDA. Potensi ekstrak biji bengkuang (Pachyrrhizus erosus Urb.) sebagai larvasida Aedes aegypti L. instar III.Kaunia.2013; 9(1):1-11. 47. Cania B, Setyanimgrum E. Uji efektivitas ekstrak daun legundi (Vitex trifolia) terhadap larva Aedes aegypti. Medical Journal of Lampung University.2013; 2(4):52-60. 48. Komisi Pestisida. 1995. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida. Bandung: Komisi Pestisida Bandung. 49. World Health Organization. 2005. Guidelines for Laboratory and Field Testing of Mosquito Larvicides. Geneva. 50. Turk FM. Saponins versus plant fungal pathogens. J Cell Mol Biol.2006; 5:13-17.
44
LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Keterangan Pembelian Telur Aedes aegypti
45
Lampiran 2 Surat Keterangan Determinasi
46
Lampiran 3 Surat Keterangan Maserasi
47
Lampiran 4 Foto- foto kegiatan penelitian
Biji bintaro
Proses Maserasi
Ekstrak biji bintaro yang sudah diencerkan
Proses Maserasi
Rotavapor
Ekstrak biji bintaro yang sudah diencerkan dalam berbagai konsentrasi
48
(Lanjutan...)
Hasil ekstraksi biji bintaro
Proses pengenceran
Fish food
Penimbangan ekstrak saat pengenceran
Penetasan telur
Ttelur Aedes aegypti dari B2P2VRP
49
(Lanjutan...)
Pemeliharaan larva Aedes aegypti
Pengukuran ph air
Air conditioner portable untk penyesuaian suhu ruangan
Identifikasi larva Aedes aegypti
Pengukuran larva Aedes aegypti
Larva Aedes aegypti
50
Larva Aedes aegypti yang masih hidup saat perlakuan sebagai kontrol
Perlakuan uji utama pada larva Aedes aegypti instar III/IV dengan berbagai konsenttrasi
Larva Aedes aegypti yang mati setelah perlakuan
Perlakuan uji eksplorasi pada larva Aedes aegypti instar III/IV dengan berbagai konsenttrasi
51
Lampiran 5 Riwayat Penulis DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PERSONAL DATA Nama
:
Yoga Eka Prayuda
Jenis Kelamin
:
Laki-Laki
Tempat Tanggal Lahir:
Jakarta, 11 Desember 1992
Status
:
Belum Menikah
Agama
:
Islam
Alamat
:
Perumahan Pondok Timur Indah Blok G No.38 Bekasi Timur, Jawa Barat.
Nomor Telepon/HP
:
Email
:
087877036490
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1997 – 1999
:
Taman Kanak-Kanak Aulia
1999 – 2005
:
SD Abdi Negara
2005 – 2008
:
SMP-IT Al-Binaa Islamic Boarding School
2008 – 2011
:
SMA-IT Al-Binaa Islamic Boarding School
2011 – Sekarang
:
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
52