IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tahapan dan Perumusan Model Model merupakan abstraksi atau simplifikasi dari dunia nyata. Model menyatakan tentang hubungan fungsional yang langsung maupun tidak langsung, interaksi dan interdependensi antara satu unsur dengan lainnya yang membentuk suatu sistem (Nasendi dan Anwar, 1985). Model kuantitatif adalah abstraksi dari suatu sistem atau fenomena bisnis dan ekonomi yang diformulasikan dalam bentuk kombinasi hubungan persamaan dan pertidaksamaan. Teori ekonomi dan pengalaman empiris yang relevan digunakan sebagai dasar untuk menformulasikan model ekonomi yang cukup sederhana dan realistis (Sinaga, 1998). Pembentukan model ekonomi dimulai dari identifikasi masalah aktual yang terjadi. Model ekonomi yang dibangun diarahkan untuk dapat memberikan solusi optimal dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan. Tahapan pembentukan model disajikan pada Gambar 4. Pertama, mengidentifikasi potensi sumberdaya perikanan tangkap dan upaya penangkapan ikan selama periode tertentu (komponen biologi) yang didasarkan pada data sekunder. Kedua, melakukan penilaian kondisi sosial ekonomi dan status pengelolaannya, meliputi harga dan penggunaan input, harga ikan, modal, konsumsi, sarana penunjang, ketersediaan tenaga kerja, teknologi penangkapan ikan dan motorisasi. Tahapan ini juga mengidentifikasi instrumen kebijakan pemerintah dalam menunjang kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. Ketiga, mengintegrasikan hasil penilaian potensi sumberdaya dan effort optimal, kondisi sosial ekonomi dan instrumen kebijakan ke dalam model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan di perairan Kabupaten Morowali.
Faktor sosial ekonomi : - Harga input dan penunjang - Harga ikan - Modal - Konsumsi - Pendapatan nelayan
Faktor Fisik : - Teknologi penangkapan - Motorisasi - Potensi SD. Manusia - Musim
Potensi sumberdaya perikanan tangkap
Identifikasi Masalah
Instrumen Kebijakan : - Subsidi BBM - Kemudahan investasi - Retribusi usaha dan pajak perikanan - Pembatasan ukuran kapal - Ekspor
Metode Analisis : 1. Analisis Surplus Produksi 2. Linear Programming
Perumusan Model : Tujuan : Meminimumkan deviasi tujuan pengelolaan perikanan tangkap Dengan kendala 1. Memaksimumkan pendapatan nelayan 10. Effort optimum ikan Pelagis Besar 2. Permintaan untuk ekspor ikan 11. Effort optimum ikan Demersal 3. Permintaan konsumsi ikan domestic 12. Effort optimum ikan Karang 4. Penyerapan tenaga kerja 13. Ketersediaan bensin/solar 5. MSY ikan Pelagis Kecil 14. Ketersediaan minyak tanah 6. MSY ikan Pelagis Besar 15. Ketersediaan minyak pelumas 7. MSY ikan Demersal 16. Ketersediaan es balok 8. MSY ikan Karang 17. Ketersediaan umpan 9. Effort optimum ikan Pelagis Kecil 18. Ketersediaan garam
1. Analisis LGP
Analisis Model : 2. Memilih hasil-hasil optimal
3. Analisis postoptimal
Pengesahan Model : 1. Kriteria biologi 2. Kriteria ekonomi
Implementasi Hasil : Skenario kebijakan (kombinasi kebijakan ketersediaan sumberdaya, peningkatan dan penurunan harga input dengan pemberlakuan retribusi usaha dan peningkatan harga ikan)
Gambar 4. Tahapan Penelitian dan Pembentukan Model Ekonomi Sumberdaya Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan di Perairan Kabupaten Morowali Keempat, melakukan analisis model, memilih hasil-hasil analisis terbaik
(optimal) dan melakukan uji kepekaan ataupun analisis postoptimal terhadap hasilhasil analisis model tersebut. Uji ini dilakukan untuk menilai sampai sejauhmana hasil yang diperoleh sebagai kriteria pengambilan keputusan dan pencapaian tujuan pengelolaan perikanan tangkap dapat bertahan apabila terjadi perubahan pada sistem. Kelima, analisis pengesahan model menyangkut penilaian terhadap model dengan cara mencocokkan dengan keadaan nyata (status ketersediaan sumberdaya perikanan tangkap dan pencapaian tujuan kesejahteraan masyarakat). Selain itu, juga dipakai untuk menguji dan mengesahkan asumsi-asumsi yang membentuk model secara struktural (peubah dan hubungan fungsionalnya). Tahapan akhir, hasil yang diperoleh berupa nilai-nilai optimal yang dianggap sah dan dipercaya serta dapat diterapkan (applicable) dalam perumusan strategi, target dan langkah-langkah kebijakan guna disajikan kepada pengambil keputusan pengembangan perikanan tangkap. Implementasi hasil juga menyangkut sistem dokumentasi model dan dokumentasi hasil analisis yang baik, yang sewaktuwaktu dapat dipakai untuk penyempurnaan model dan asumsi-asumsinya. Kerangka dasar model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan dari model LGP, yang terdiri atas fungsi tujuan dan fungsi kendala (kendala tujuan dan kendala fungsional). Tujuan yang ingin dicapai adalah pendapatan maksimum nelayan, pemenuhan permintaan ikan (ekspor dan konsumsi ikan domestik), penyerapan tenaga kerja, pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan tangkap yang lestari (kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal dan ikan Karang). Pendapatan maksimum nelayan diperoleh dari hasil
analisis linear programming (LP) disubtitusi ke dalam model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap. Formulasi model LP yang dibangun, adalah : Maksimumkan pendapatan nelayan (Z): 5
Max Z =
∑C
j
X j , untuk j = 5 jenis alat tangkap ............................... (4.1)
j =1
dengan syarat ikatan : 5
∑a j =1
ij
X ij ⊆ bi , untuk i = 18 kendala sumberdaya perikanan ................ (4.2)
dan Xj dimana :
Ci = keuntungan bersih yang diperoleh masing -masing alat tangkap (Rp). Xj = alat tangkap Bubu (X1), Pancing (X2), Jaring Insang (X3), Bagan (X4) dan Purse seine (X5), kegiatan yang ingin dicari jumlahnya (unit). aij = koefisien alat tangkap j pada setiap kendala sumberdaya perikanan i. bi = jenis sumberdaya perikanan yang terbatas jumlahnya, konstanta atau nilai sebelah kanan (right hand side, RHS). Perumusan
model
ekonomi
sumberdaya
perikanan
tangkap
yang
berkelanjutan di perairan Kabupaten Morowali, dapat diuraikan sebagai berikut : A. Penetapan Tujuan Penetapan tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dinyatakan sebagai suatu target yang direpresentasikan secara numerik dan dicoba untuk dicapai. Penetapan tujuan dan target yang ingin dicapai didasarkan atas kebijakan perikanan daerah yang tertuang dalam Renstra Perikanan dan Kelautan Kabupaten Morowali. Solusi yang ingin dicapai adalah meminimalkan deviasi tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan terhadap masing-masing targetnya.
Nilai
deviasi terdiri atas deviasi underachievement (DU, tanda negatif) dan deviasi overachievement (DO, tanda positif). Apabila diperoleh nilai variabel DU berarti tujuan yang diinginkan dari pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap tidak
tercapai sebesar nilai deviasi. Sebaliknya, jika variabel DO memiliki nilai, berarti tujuan yang diinginkan terlampaui (melebihi target) sebesar nilai tersebut. Apabila nilai deviasi sama dengan nol, berarti bahwa target pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap tercapai. Kedua variabel deviasi tujuan ini berada pada setiap persamaan kendala tujuan. Berdasarkan Renstra Perikanan dan Kelautan Kabupaten Morowali, tujuan yang hendak dicapai dari pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap ini adalah : 1. Memaksimumkan pendapatan nelayan merupakan target keuntungan yang ingin dicapai nelayan melalui usaha perikanan tangkap. Pencapaian target pendapatan maksimum nelayan diperoleh dari alokasi unit usaha Bubu (X1), Pancing (X2), Jaring Insang (X3), Bagan (X4) dan Purse seine (X5) melalui analisis Linear Programming (Lampiran 9). Model persamaannya dapat dirumuskan :
1 X1 2 X2 3 X3 4 X4 5 X5
+ DU1 – DO1 = ................. (4.3)
dimana : DU1 = target pendapatan maksimum yang tidak tercapai (Rp) DO1 = target pendapatan maksimum yang berlebih (Rp)
1 2 3 4 5
= pendapatan bersih nelayan dari alat ta ngkap Bubu (Rp/unit) = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap Pancing (Rp/unit) = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap Jaring Insang (Rp/unit) = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap Bagan (Rp/unit) = pendapatan bersih nelayan dari alat tangkap Purse seine (Rp/unit) = target pendapatan bersih yang diperoleh nelayan (Rp)
2. Pemenuhan permintaan ekspor ikan (E) merupakan kebijakan pemerintah Morowali dalam memenuhi permintaan ikan dari negara importir. Nilai ekspor ikan riil diperoleh dari perusahaan eksportir yang membuka usaha di wilayah Kabupaten Morowali. Perusahaan tersebut yakni PT. Sultra Tuna dan PT.
Darma Samudra dengan jumlah ikan ekspor rata-rata 100 ton per bulan atau 2 400 ton pertahun (Lampiran 6). Model persamaannya dapat dirumuskan : e1 X1 + e2 X2 + e3 X3 + e4 X4 + e5 X5 + DU2 – DO2 = E ................ (4.4) dimana : DU2 = target permintaan ekspor ikan yang tidak tercapai (ton) DO2 = target permintaan ekspor ikan yang berlebih (ton) e1
= hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap Bubu (ton/unit)
e2
= hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap Pancing (ton/unit)
e3
= hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap Jaring Insang (ton/unit)
e4
= hasil tangkapan ikan yang dijual dari alat tangkap Bagan (ton/unit)
e5
= hasil tangkapan ikan yang dijual dari alt tangkap Purse seine (ton/unit)
E
= target ekspor ikan (ton)
3. Pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan domestik (C) merupakan salah satu target pemerintah Kabupaten Morowali dalam pemenuhan kebutuhan protein yang bersumber dari perikanan tangkap berupa konsumsi ikan segar dan produk ikan olahan. Nilai target diperoleh dari konsumsi ikan per kapita per tahun (48 kg) dikalikan dengan jumlah penduduk yang mengkonsumsi ikan dari perikanan tangkap (20.54 ribu jiwa), sehingga total konsumsi ikan per tahun 985.92 ribu ton (Lampiran 6). Model persamaannya dapat dirumuskan : c1 X1 + c2 X2 + c3 X3 + c4 X4 + c5 X5 + DU3 – DO3 = C .................. (4.5) dimana : DU3 = target pemenuhan kebutuhan ikan domestik yang tidak tercapai (ton) DO3 = target pemenuhan kebutuhan ikan domestik yang berlebih (ton) c1
= jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan Bubu (ton/unit)
c2
= jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan Pancing (ton/unit)
c3
= jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan Jaring Insang (ton/unit)
c4
= jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan Bagan (ton/unit)
c5
= jumlah ikan yang dikonsumsi dari tangkapan Purse seine (ton/unit)
C
= target konsumsi ikan domestik (ton)
4. Memaksimalkan jumlah hari kerja (H) adalah target penyerapan tenaga kerja yang tersedia bagi usaha perikanan tangkap (satuan HOK).
Penilaian
didasarkan atas rata-rata trip penangkapan ikan per tahun dikali dengan jumlah tenaga kerja pada usaha perikanan tangkap (2 888 orang), sehingga diperoleh 450.47 ribu HOK (Lampiran 6). Model persamaannya dapat dirumuskan : h1 X1 + h2 X2 + h3 X3 + h4 X4 + h5 X5 + DU4 – DO4 = H ............ (4.6) dimana : DU4 = target penyerapan tenaga kerja yang tidak tercapai (HOK) DO4 = target penyerapan tenaga kerja yang berlebih (HOK) h1
= jumlah hari kerja melaut untuk alat tangkap Bubu (HOK/unit)
h2
= jumlah hari kerja melaut untuk alat tangkap Pancing (HOK/unit)
h3
= jumlah hari kerja melaut untuk alat tangkap Jaring Insang(HOK/unit)
h4
= jumlah hari kerja melaut untuk alat tangkap Bagan (HOK/unit)
h5
= jumlah hari kerja melaut untuk alat tangkap Purse seine (HOK/unit)
H
= target hari kerja yang tersedia bagi nelayan (HOK)
5. Meminimumkan deviasi pemanfaatan maksimum sumberdaya perikanan tangkap merupakan indikator keberlanjutan potensi sumberdaya perikanan (MSY), dimana hasil tangkapan ikan maksimum oleh nelayan diharapkan tidak melebihi nilai MSY. Nilai MSY diperoleh dari hasil analisis tujuan (2) penelitian. Model persamaannya dapat dirumuskan : qpk2 X2 + qpk4 X4 + qpk5 X5 + DU5 – DO5 = QPK ............................ (4.7) qpb2 X2 + DU6 – DO6 = QPB ................................................................. (4.8) qdm1 X1 + qdm3 X3 + DU7 – DO7 = QDM ............................................ (4.9) qkr1 X1 + qkr2 X2 + qkr3 X3 + DU8 – DO8 = QKR ............................ (4.10)
dimana : DU5 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Kecil yang tidak tercapai (ton) DO5 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Kecil yang berlebih (ton) DU6 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar yang tidak tercapai (ton)
DO6 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Pelagis Besar yang berlebih (ton) DU7 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal yang tidak tercapai (ton) DO7 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal yang berlebih (ton) DU8 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Karang yang tidak tercapai (ton) DO8 = target pemanfaatan sumberdaya ikan Karang yang berlebih (ton) qpk2 = hasil tangkapan ikan Pelagis Kecil dari Pancing (ton/unit) qpk4 = hasil tangkapan ikan Pelagis Kecil dari Bagan (ton/unit) qpk5 = hasil tangkapan ikan Pelagis Kecil dari Purse seine (ton/unit) QPK = target hasil tangkapan maksimum ikan Pelagis Kecil (MSY) (ton)
qpb2 = hasil tangkapan ikan Pelagis Besar dari Pancing (ton/unit) QPB = target hasil tangkapan maksimum ikan Pelagis Besar (MSY) (ton)
qdm1 = hasil tangkapan ikan Demersal dari Bubu (ton/unit) qdm2 = hasil tangkapan ikan Demersal dari Pancing (ton/unit) qdm3 = hasil tangkapan ikan Demersal dari Jaring Insang (ton/unit) QDM = target hasil tangkapan maksimum ikan Demersal (MSY) (ton)
qkr1 = hasil tangkapan ikan Karang dari Bubu (ton/unit) qkr2 = hasil tangkapan ikan Karang dari Pancing (ton/unit) qkr3 = hasil tangkapan ikan Karang dari Jaring Insang (ton/unit) QKR = target hasil tangkapan maksimum ikan Karang (MSY) (ton)
B. Penetapan Kendala Fungsional Kedala fungsional yaitu kendala yang menjadi pembatas dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Kendala fungsional dari model LGP yang dibangun adalah : 1. Kendala effort optimum (Eopt) merupakan batas maksimum upaya penangkapan ikan. Total effort optimum penangkapan setiap kelompok ikan diperoleh dari hasil analisis tujuan 2 penelitian. Model persamaannya dapat dirumuskan :
..............................................
upk2 X2 + upk4 X4 + upk5 X5 upb2 X2
(4.11)
............................................................................... (4.12)
!" ............................................ # ...............................................
udm1 X1 + udm2 X2 + udm3 X3
(4.13)
ukr1 X1 + ukr2 X2 + ukr3 X3
(4.14)
$ dimana : upk2 = effort ikan Pelagis Kecil dari Pancing (trip/unit) upk4 = effort ikan Pelagis Kecil dari Bagan (trip/unit) upk5 = effort ikan Pelagis Kecil dari Purse seine (trip/unit) UPK = effort optimum ikan Pelagis Kecil (trip) upb2 = effort ikan Pelagis Besar dari Pancing (trip/unit) UPB = effort optimum ikan Pelagis Besar (trip) udm1 = effort ikan Demersal dari Bubu (trip/unit) udm2 = effort ikan Demersal dari Pancing (trip/unit) udm3 = effort ikan Demersal dari Jaring Insang(trip/unit) UDM = effort optimum ikan Demersal (trip) ukr1 = effort ikan Karang dari Bubu (trip/unit) ukr2 = effort ikan Karang dari Pancing (trip/unit) ukr3 = effort ikan Karang dari Jaring Insang (trip/unit) UKR = effort optimum ikan Karang (trip) 2. Kendala ketersediaan solar dan bensin di wilayah penelitian merupakan jumlah maksimum solar dan bensin yang tersedia guna menunjang kegiatan operasional melaut nelayan. Diperoleh dari hasil perkalian antara rata-rata penggunaan solar dan bensin, jumlah trip penangkapan ikan per tahun dengan jumlah unit usaha perikanan yang menggunakan solar dan bensin (lampiran 6). Model persamaannya dapat dirumuskan :
sb1 X1 + sb2 X2 + sb3 X3 + sb4 X4 + sb5 X5
%
............................ (4.15)
dimana : sb1 = solar/bensin yang dipakai pada pengoperasian Bubu (liter/unit) sb2 = solar/bensin yang dipakai pada pengoperasian Pancing (liter/unit) sb3 = solar/bensin yang dipakai pada pengoperasian Jaring Insang (liter/unit) sb4 = solar/bensin yang dipakai pada pengoperasian Bagan (liter/unit) sb5 = solar/bensin yang dipakai pada pengoperasian Purse seine (liter/unit) SB = solar/bensin yang tersedia bagi nelayan (liter) 3. Kendala ketersediaan minyak tanah merupakan jumlah maksimum minyak tanah yang tersedia guna menunjang kegiatan operasional melaut nelayan. Nilai diperoleh
& dari hasil perkalian antara rata-rata penggunaan minyak tanah, jumlah trip penangkapan ikan per tahun dengan jumlah unit usaha perikanan yang menggunakan minyak tanah (lampiran 6). Model persamaan dapat dirumuskan :
mt2 X2 + mt3 X3 + mt4 X4
"' ....................................................
(4.16)
dimana : mt2 = minyak tanah untuk pengoperasian Pancing (liter/unit) mt3 = minyak tanah untuk pengoperasian Jaring insang (liter/unit) mt4 = minyak tanah untuk pengoperasian Bagan (liter/unit) MT = minyak tanah yang tersedia bagi nelayan (liter)
4. Kendala ketersediaan minyak pelumas merupakan batas maksimum minyak pelumas yang digunakan dalam kegiatan operasional melaut nelayan. Diperoleh dari hasil perkalian antara rata-rata penggunaan minyak pelumas, jumlah unit usaha perikanan dan jumlah trip penangkapan ikan per tahun (lampiran 6). Model persamaannya dapat dirumuskan : mp1 X1 + mp2 X2 + mp3 X3 + mp 4 X4 + mp 5 X5
"......................
(4.17)
dimana : mp1 = minyak pelumas untuk pengoperasian Bubu (liter/unit) mp2 = minyak pelumas untuk pengoperasian Pancing (liter/unit) mp3 = minyak pelumas untuk pengoperasian Jaring Insang (liter/unit) mp4 = minyak pelumas untuk pengoperasian Bagan (liter/unit) mp5 = minyak pelumas untuk pengoperasian Purse seine (liter/unit) MP = minyak pelumas yang tersedia bagi nelayan (liter)
5. Kendala ketersediaan es balok ditujukan untuk pengawetan hasil tangkapan ikan. Jumlah maksimum es balok yang tersedia diperoleh dari hasil perkalian antara rata-rata penggunaan es balok, jumlah trip penangkapan ikan per tahun dengan jumlah unit usaha perikanan yang menggunakan es balok (lampiran 6). Model persamaannya dapat dirumuskan : es2 X2 + es3 X3 + es5 X5
(% ...........................................................
(4.18)
) dimana : es2 = es balok yang dipakai pada pengoperasian Pancing (balok/unit) es3 = es balok yang dipakai pada pengoperasian Jaring Insang (balok/unit) es5 = es balok yang dipakai pada pengoperasian Purse seine (balok/unit) ES = es balok yang tersedia bagi nelayan (balok)
6. Kendala ketersediaan umpan merupakan jumlah maksimum umpan yang tersedia guna menunjang kegiatan operasional melaut nelayan diperoleh dari hasil perkalian antara persentase (25%) penggunaan umpan per trip dari unit usaha Pancing dengan total ketersediaan ikan layang sebagai umpan pada alat Pancing (potensi 1 428.59 ton) (Lampiran 6). Model persamaannya dapat dirumuskan : um2 X2
" ...................................................................................
(4.19)
dimana : um2 = jumlah umpan yang digunakan alat tangkap Pancing (ton/unit) UM = jumlah umpan yang tersedia (ton)
7. Kendala ketersediaan garam merupakan jumlah maksimum garam yang tersedia untuk pengawetan hasil perikanan. Diperoleh dari hasil perkalian antara ratarata penggunaan garam, jumlah trip penangkapan ikan per tahun dan jumlah unit usaha perikanan Bubu dan Jaring Insang (lampiran 6). Model persamaannya : gr1 X1 + gr3 X3
*# .....................................................................
(4.20)
dimana : gr1
= garam yang digunakan untuk hasil tangkapan Bubu (liter/unit)
gr3
= garam yang digunakan untuk hasil tangkapan Jaring Insang (liter/unit)
GR
= garam yang tersedia bagi nelayan (liter)
8. Kendala non negatif
1+ 2+ 3+4+ 5, R, c1, c2, c3, c4, c5, C, e1, e2, e3, e4, e5, E, h 1, h2,
h3,h 4, h5, H, qpk2, qpk4 , qpk5, QPK, qpb2, QPB, qdm1, qdm2, qdm3, QDM, qkr1,qkr2, qkr 3, QKR, upk2, upk4, upk5, UPK, upl2, UPK, udm1, udm2,
, udm3, UDM,ukr1, ukr2, ukr3 , UKR, sb1, sb2, sb3, sb 4, sb5, SB, mt2, mt4, MT, mp 1, mp 2, mp3, mp 4,mp5, MP, es2, es 5, ES, um2, Um, gr1, gr 3, -................................................................................................. (4.21) GR
C. Fungsi Tujuan Berdasarkan persamaan kendala tujuan yang telah diuraikan, maka fungsi tujuan model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan di perairan Kabupaten Morowali, dapat dirumuskan sebagai berikut : MIN Z = DU1 + DU2 + DU3 + DU4 + DO5 + DO6 + DO7 + DO8 .. (4.22)
Persamaan
(4.22)
menyatakan
sumberdaya perikanan tangkap.
peminimuman
deviasi
target
pengelolaan
Fungsi tujuan model ekonomi sumberdaya
perikanan tangkap ini tidak memberikan bobot dan prioritas khusus pada tujuan yang ingin dicapai.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi dalam
memberikan ukuran dan besaran bobot serta prioritas tujuan pengelolaan perikanan tangkap. Kenyataan ini juga ditunjukkan oleh Renstra Perikanan dan Kelautan Kabupaten Morowali yang tidak mencantumkan urutan prioritas dalam tujuan pengelolaan perikanan daerah. 4.2. Metode Analisis Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan 3 (tiga) metode, yakni : analisis tabulasi, analisis surplus produksi dan analisis Linear Goal Programming (LGP). Kesesuaian antara tujuan penelitian dengan metode analisis disajikan pada Tabel 1. 4.2.1. Tabulasi Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk menjawab tujuan penelitian 1 (satu) tentang karakteristik pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, digunakan
/0 metode tabulasi yang dispesifikkan pada aspek sumberdaya manusia (identitas responden), kelembagaan perikanan,
kepemilikan usaha perikanan, upaya
penangkapan ikan dan analisis biaya-pendapatan nelayan. Deskripsi setiap aspek sumberdaya dilakukan berdasarkan jenis alat tangkap yang dominan digunakan nelayan, yakni : Bubu, Pancing (Hand Line), Jaring Insang (Gillnet), Bagan (Jaring angkat) dan Giop (Purse seine) (Subani dan Barus, 1989).
Metode tabulasi
menghasilkan lima tabel dua arah atau disesuaikan dengan jumlah aspek karakteristik pengelolaan perikanan tangkap. Tabel 1. Kesesuaian antara Tujuan Penelitian dengan Metode Analisis Tujuan Penelitian 1. Mempelajari karakteristik pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap 2. Mengestimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap 3. Menentukan besarnya pemanfaatan dan pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang optimal 4. Menganalisis dampak perubahan kebijakan perikanan terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya perikanan tangkap
Sumber Data Data Primer : wawancara dengan responden Sekunder : Dinas Kelautan dan Perikanan, BPS dan data Monografi
Metode Analisis Tabulasi Surplus Produksi
Data Primer dan Data Sekunder
Linear Goal Programming
Data Primer dan Data Sekunder
Linear Goal Programming
Nilai kuantitatif yang diperoleh pada tabel untuk setiap aspek pengelolaan merupakan nilai rata-rata. Khusus aspek biaya dan penerimaan melaut oleh nelayan, nilai yang diperoleh dianalisis dengan cara menghitung besarnya pengeluaran melaut dan penerimaan nelayan dari hasil penjualan ikan pada setiap tahun. Selisih antara penerimaan nelayan dan pengeluaran melaut pada setiap tahun merupakan nilai pendapatan bersih yang diterima nelayan (Lampiran 7). 4.2.2. Surplus Produksi
12 Metode analisis surplus produksi digunakan untuk mengestimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali guna menjawab tujuan penelitian 2. Metode ini menggunakan beberapa asumsi dasar, yakni : 1. Jenis ikan yang ditangkap dianggap sebagai satu unit biomassa, sehingga walau tidak sama dalam satu unit biologis atau unit genetik namun memiliki pola pertumbuhan, laju mortalitas dan ditangkap pada daerah serta menggunakan alat penangkapan ikan yang sama (Aziz, 1989). 2. Stok hanya merespon upaya tangkap, sehingga parameter lain tidak dimasukkan dalam pendugaan stok ikan (Sparre dan Venema, 1999). 3. Seluruh hasil tangkapan didaratkan di PPI Kolonodale dan pasar ikan pada setiap kecamatan di Kabupaten Morowali. 4. Data hasil tangkapan seluruh jenis ikan yang diperoleh nelayan mencerminkan fluktuasi data hasil tangkapan di perairan Kabupaten Morowali. 5. Tidak ada perubahan signifikan dalam tingkat teknologi penangkapan ikan selama kurun waktu 1990-2000. Penggunaan metode analisis surplus produksi didasarkan pada tipe sarana penangkapan ikan yang heterogen, misalnya ukuran kapal, kekuatan mesin, alat tangkap dan peralatan pendukung.
Kombinasi sarana penangkapan ikan yang
digunakan tersebut berdampak pada perbedaan stok dan hasil tangkapan ikan. Untuk itu diperlukan standarisasi upaya penangkapan ikan (effort) dari berbagai jenis alat tangkap ke dalam satu unit baku. A. Standarisasi Effort Unit effort sejumlah armada penangkapan ikan dengan alat tangkap dan waktu tertentu dikonversi ke dalam satuan “boat-days” (trip). Pertimbangan yang
13 digunakan adalah : (1) respon stock terhadap alat tangkap standar akan menentukan status sumberdaya selanjutnya berdampak pada status perikanan alat tangkap lain, (2) total hasil tangkap ikan per unit effort alat tangkap standar lebih dominan dibanding alat tangkap lain, dan (3) daerah penangkapan alat tangkap standar meliputi dan atau berhubungan dengan daerah penangkapan alat tangkap lain. Prosedur standarisasi alat tangkap ke dalam satuan baku unit alat tangkap standar, dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Alat tangkap standar yang digunakan mempunyai CPUE terbesar dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power index, FPI) sama dengan 1. Nilai FPI dapat diperoleh melalui persamaan (Gulland, 1983) : CPUE r =
Catchr , r = 1, 2, 3, ..., P (alat tangkap yang distandarisasi) (4.23) Effort r
CPUE s =
Catchs , s = 1, 2, 3, ..., Q (alat tangkap standar) ............. (4.24) Effort s
FPI i =
CPUE r , CPUE s
i = jenis alat tangkap ; 1, 2, 3, ..., K ................ (4.25)
dimana : CPUEr = total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat tangkap r yang akan distandarisasi (ton/trip). CPUEs = total hasil tangkapan (catch) per upaya tangkap (effort) dari alat tangkap s yang dijadikan standar (ton/trip). = fishing power index dari alat tangkap i (yang distandarisasi dan alat tangkap standar)
FPIi
2. Nilai FPIi digunakan untuk menghitung total upaya standar, yakni : l
E = ∑ FPI i E i ................................................................................ (4.26) i =1
dimana : E = total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar (trip) Ei = effort dari alat tangkap yang distandarisasi dan alat tangkap standar
14 (trip)
B. Maximum Sustainable Yield Estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap didasarkan atas jumlah hasil tangkapan ikan yang didaratkan pada suatu wilayah dan variasi alat tangkap per trip. Prosedur estimasi dilakukan dengan cara (Sparre dan Venema, 1999) : 1. Menghitung hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE), melalui persamaan : CPUE n =
Catchn , En
n = tahun 1, 2, 3, . . ., M ................................ (4.27)
dimana : CPUEn = total hasil tangkapan per upaya penangkapan yang telah distandarisasi dalam tahu n n (ton/trip) Catch n = total hasil tangkapan dari seluruh alat dalam tahun n (ton) En
= total effort atau jumlah upaya tangkap dari alat tangkap yang distandarisasi dengan alat tangkap standar dalam tahun n (trip).
2. Melakukan estimasi parameter alat tangkap standar dengan menggunakan model Schaefer berikut : CPUEn
8 56– 7 n
atau Catchn
8 8 56 n – 7 n2
.......................... (4.28)
dimana : CPUEn
= total hasil tangkapan per upaya setelah distandarisasi pada tahun n (ton/trip)
En
= total effort standar pada tahun n (trip/tahun)
6dan 7
= konstanta dan koefisien parameter dari model Schaefer
Persamaan (4.28) dihitung dengan menggunakan metode regresi linear sederhana (Ordinary Least Square, OLS). 3. Melakukan estimasi effort optimum pada kondisi keseimbangan (equilibrium state), digunakan persamaan :
9
Eopti = ½ (67) .................................................................................... (4.29)
1: 4. Melakukan estimasi Maximum Sustainable Yield (MSY) sebagai indikator potensi sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan (lestari) melalui persamaan :
MSY = ¼ (62/7) ................................................................................ (4.30) Nilai effort optimum dan MSY yang diperoleh melalui persamaan (4.29) dan (4.30) selanjutnya dimasukkan sebagai kendala tujuan dalam model ekonomi sumberdaya perikanan tangkap (model dasar LGP). Dengan demikian, secara biologi pengelolaan perikanan menunjukkan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan. Namun secara ekonomi, pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap belum sepenuhnya menunjukkan optimalisasi, oleh karena diperlukan kendala Maximum Economic Yield (MEY) dalam model. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, maka hasil tangkapan ikan tahun 2003 dibandingkan dengan nilai MSY. Persamaan yang digunakan adalah : % pemanfaatan tahun 2003 =
Catch2003 x100 ..................................... (4.31) MSY
dimana : Catch 2003 = total hasil tangkapan ikan pada tahun 2003 (ton) MSY
= hasil tangkapan maksimum lestari (ton)
4.2.3. Linear Goal Programming Untuk
mengetahui
besarnya
pemanfaatan
dan
pencapaian
tujuan
pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang optimal (tujuan penelitian 3), digunakan metode analisis LGP. Teknik-teknik solusi untuk mencari nilai-nilai optimum
disesuaikan
dengan
struktur
dan
ciri-ciri
dasar
model
yang
diformulasikan. Solusi yang diperoleh dari metode analisis LGP diperbandingkan
1/ baik kriteria biologi maupun ekonomi. Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakan program komputer LINDO. Pengolahan data dengan menggunakan program LINDO menghasilkan : 1. Jumlah alat tangkap optimal yang direkomendasikan untuk dioperasikan di perairan Kabupaten Morowali. 2. Nilai deviasi dan besaran target yang dicapai dari pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali. 3. Jumlah sumberdaya yang terpakai dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali. Hasil yang diperoleh dari analisis LGP ini diasumsikan sebagai solusi optimal basis.
Solusi optimal basis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap oleh nelayan berdasarkan potensi sumberdaya wilayah, berlangsung secara alamiah (sesuai kondisi riil), tanpa campur tangan pemerintah dan swasta. Kondisi sumberdaya aktual nelayan tercermin dari aspek ketersediaan sumberdaya modal sepenuhnya berasal dari nelayan sendiri atau sumber lain (non pemerintah dan non swasta formal). Aspek kelestarian sumberdaya, pemenuhan kebutuhan ikan dan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal berlangsung secara alami dalam masyarakat nelayan. Dasar pertimbangan adalah bahwa setiap orang bebas keluar masuk menggunakan sumberdaya perikanan dan belum adanya campur tangan pihak lain yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam ketersediaan sumberdaya. 4.3. Analisis Postoptimal Analisis postoptimal dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan kebijakan perikanan terhadap kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumberdaya
11 perikanan (tujuan penelitian 4). Analisis postoptimal terbagi atas 3 kelompok yakni (1) kelompok kebijakan ketersediaan sumberdaya, pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan harga ikan (5 skenario), (2) kelompok peningkatan harga input, kebijakan pemberlakuan retribusi usaha perikanan dan harga ikan (4 skenario), dan (3) kelompok perubahan harga input produksi dan ikan dengan ketersediaan sumberdaya (termasuk effort) dan kebijakan pemberlakuan retribusi usaha perikanan (2 skenario). Kesebelas skenario tersaji pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Postoptimal Model Ekonomi Sumberdaya Perikanan Tangkap di Kabupaten Morowali, Tahun 2003 No. 1.
Uraian Kelompok kebijakan ketersediaan sumberdaya, retribusi usaha perikanan dan harga ikan
1 2
3
4
5
2.
Kelompok peningkatan harga input produksi, kebijakan retribusi usaha perikanan dan harga ikan
Keterangan
Skenario
6
-
7 8 9
3.
Kelompok perubahan harga input BBM dan Es, kebutuhan pokok, kebijakan retribusi usaha perikanan dan harga ikan
10
-
Peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 50% Peningkatan effort penangkapan ikan 25% Peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 50% Peningkatan effort penangkapan ikan 25% Peningkatan ketersediaan es 50% Peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 25% Peningkatan effort penangkapan ikan 25% Peningkatan ketersediaan es 50% Pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 25% Peningkatan effort penangkapan ikan 25% Peningkatan ketersediaan es 50% Peningkatan harga ikan 10% Peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM 25% Peningkatan effort penangkapan ikan 25% Peningkatan ketersediaan es 50% Pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan harga ikan 10% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok masing-masing 15% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok masing-masing 15% Pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok masing-masing 15% Peningkatan harga ikan 10% Peningkatan harga BBM, Es dan kebutuhan pokok masing-masing 15% Pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan harga ikan 10% Penurunan harga BBM dan Es masing-masing 20% Peningkatan harga kebutuhan pokok 15% Pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan effort penangkapan ikan 25%
1; perikanan dan harga ikan 11
-
Penurunan harga BBM dan Es masing-masing 20% Peningkatan harga kebutuhan pokok 15% Pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% Peningkatan effort penangkapan ikan 25% Peningkatan harga ikan 10%
4.3.1. Kelompok Kebijakan Ketersediaan Sumberdaya, Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan Analisis postoptimal ini diasumsikan sebagai kebijakan yang memberikan kemudahan (peningkatan aksesibilitas) bagi nelayan dalam memperoleh BBM (solar, bensin dan minyak tanah). Bentuk operasionalnya adalah dengan mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di pusat produksi perikanan dan tempat
pendaratan ikan nelayan. Diharapkan ketersediaan BBM bagi usaha perikanan meningkat 50%, biaya produksi mengalami penurunan dan jumlah BBM yang dibeli meningkat. Peningkatan pembelian jumlah BBM berdampak pada peningkatan upaya penangkapan ikan 25% (diajukan sebagai skenario 1). Diasumsikan pemerintah memberikan kebijakan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi prasarana pabrik es. Hal ini disebabkan karena di Kabupaten Morowali, keberadaan pabrik es untuk perikanan masih sangat terbatas. Pengadaan es bagi nelayan diperoleh dari kota Kendari dan Kolonodale (ibukota kabupaten). Diharapkan kebijakan ini dapat meningkatkan ketersediaan es 50% (skenario 2). Skenario 3, diasumsikan peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM, effort penangkapan ikan dan ketersediaan es, dikombinasikan dengan pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5%. Retribusi yang dimaksud berhubungan dengan izin usaha penangkapan ikan dan bukan merupakan pajak. Skenario 4, diasumsikan peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM, effort penangkapan ikan dan ketersediaan es, juga diikuti oleh peningkatan permintaan ikan domestik dan ekspor sehingga harga ikan di pasaran naik 10%.
1< Skenario 5, diasumsikan peningkatan aksesibilitas penggunaan BBM, effort penangkapan ikan dan ketersediaan es, dikombinasikan dengan pemberlakuan retribusi usaha perikanan 5% dan peningkatan harga ikan 10%. 4.3.2. Kelompok Peningkatan Harga Input, Kebijakan Pemberlakuan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan Diasumsikan terjadi kenaikan harga BBM dan es akibat berkurangnya ketersediaan sumberdaya atau adanya pengurangan subsidi oleh pemerintah, sehingga harga input BBM, es dan kebutuhan pokok mengalami peningkatan. Akibatnya nelayan tidak mampu menambah jumlah input yang dipakai melaut dan pendapatan bersih mengalami penurunan. Penetapan skenario didasari oleh kecenderungan berkurangnya ketersediaan input produksi bagi usaha perikanan tangkap. Peningkatan harga input BBM, es dan kebutuhan pokok yang terjadi, diasumsikan masing-masing 15% (skenario 6). Skenario 7, diasumsikan peningkatan harga input BBM, es dan kebutuhan pokok diikuti dengan pemberlakuan retribusi 5% bagi usaha perikanan. Skenario 8, diasumsikan walaupun terjadi peningkatan harga input BBM, es dan kebutuhan pokok, akan tetapi diikuti dengan peningkatan harga ikan 10%. Skenario 9, merupakan peningkatan harga input BBM, es dan kebutuhan pokok diikuti dengan pemberlakuan retribusi usaha perikanan, namun harga ikan juga ikut meningkat (gabungan skenario 7 dan 8). Peningkatan harga ikan didasari oleh pertambahan jumlah penduduk yang berdampak pada meningkatnya permintaan ikan 4.32% per tahun (Erwadi dan Syafri, 2003) 4.3.3. Kelompok Perubahan Harga Input, Kebijakan Retribusi Usaha Perikanan dan Harga Ikan
Pemberlakuan
1= Skenario 10, diasumsikan peningkatan ketersediaan BBM dan es menyebabkan penurunan harga kedua input 20%, akibatnya terjadi peningkatan effort melaut 25%. Namun penurunan harga BBM dan es tidak berlaku pada harga kebutuhan pokok, dan retribusi 5% bagi usaha perikanan masih tetap diberlakukan. Skenario 11, diasumsikan kondisi seperti pada skenario 10, akan tetapi terjadi peningkatan dalam permintaan ikan sehingga harga ikan naik 10%. 4.4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data kerat lintang (cross section) dan data deret waktu (time series). Dasar pertimbangan penggunaan kedua jenis data adalah beberapa peubah dengan tingkat keragaman, hanya terdapat pada satu jenis data, sehingga kedua jenis data tersebut dikumpulkan dan digunakan secara bersamaan saling melengkapi (Sinaga, 1996).
Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan atas sumber data primer dan sumber data
sekunder. Data primer bersumber dari anggota rumahtangga
nelayan yang terlibat melaut, meliputi : karakteristik rumahtangga nelayan, kepemilikan asset usaha perikanan, input, pemeliharaan kapal dan alat tangkap ikan, hasil tangkapan, musim dan daerah penangkapan, jumlah trip, tenaga kerja nelayan, permodalan, harga dan pemasaran hasil. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode interview secara terstruktur menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan ditunjang dengan observasi langsung terhadap kegiatan nelayan. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Kecamatan, monografi desa dan Biro Pusat Statistik (BPS). Data yang dikumpulkan mencakup kondisi geografi dan administrasi wilayah, keadaan penduduk, pemasaran, keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan,
10 kebijakan pemerintah di sektor perikanan (kebijakan penyediaan input, informasi harga, investasi dan ekspor), data hasil dan upaya penangkapan ikan pemanfaatan sumberdaya perikanan 10 tahun terakhir (1990-2000). 4.5. Metode Pengambilan Contoh dan Waktu Penelitian Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan pertimbangan kondisi wilayah penelitian, maka penelitian yang dilakukan menggunakan metode survei. Penentuan lokasi dan besarnya contoh nelayan dilakukan secara purposive (sengaja). Secara administrasi, Kabupaten Morowali terbagi atas 8 kecamatan, 6 kecamatan diantaranya berada di wilayah pesisir dan kepulauan yakni Menui Kepulauan, Bungku Selatan, Bungku Tengah, Bungku Barat, Petasia dan Bungku Utara. Diantara enam kecamatan tersebut, yang memiliki wilayah pesisir dan pulau, jumlah nelayan terbesar, penyebaran jumlah dan jenis alat tangkap yang beragam adalah Bungku Selatan sehingga dipilih menjadi lokasi penelitian. Desa yang dijadikan contoh lokasi penelitian yakni Lamontoli (mewakili kelompok desa pesisir), Bakala, Buajangka dan Pulau Dua (mewakili kelompok desa pulau). Ciri usaha perikanan utama keempat desa contoh adalah Lamontoli (Pancing dan Bagan), Bakala (Bubu), Buajangka (Bagan dan Purse seine) dan Pulau Dua (Jaring Insang, Pancing dan Purse seine). Menentukan jumlah contoh nelayan dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan status nelayan pemilik, perbedaan jenis alat tangkap dan kendala (waktu, tenaga dan biaya) tanpa mengurangi tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Jumlah populasi nelayan pemilik di empat desa contoh 258 orang. Jumlah contoh nelayan pemilik yang dijadikan sebagai objek penelitian 40 orang, dimana setiap desa dipilih 10 orang .
;2 Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 6 bulan yakni Maret sampai dengan Agustus 2003, dengan kegiatan utama yakni pengumpulan data primer (lapangan) dan data sekunder. 4.6. Konsep Operasional Konsep operasional dimaksudkan untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap masalah yang sama dan menghindari kemungkinan terjadinya duplikasi dan pengabaian dalam pengumpulan data. Diharapkan dapat menghasilkan ukuran yang lebih tepat dan jelas mengenai peubah dan struktur objek yang diteliti. Konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan operasi penangkapan atau seseorang yang sumber matapencahariannya adalah menangkap ikan. 2. Unit usaha penangkapan adalah kesatuan teknis dalam operasi penangkapan yang terdiri dari perahu/kapal, alat tangkap dan alat perlengkapan lainnya. 3. Pancing (Hand Line) adalah alat tangkap yang terdiri dari mata Pancing, tali nilon dan penggulung. Pemancingan dilakukan pada siang dan malam hari. 4. Bubu adalah jenis alat tangkap yang tergolong alat perangkap ikan, berbentuk kubus dan terbuat dari anyaman bambu atau pun kawat. Dilakukan dengan meletakkannya di sekitar karang laut dengan menggunakan alat pemberat. 5. Bagan merupakan jenis perahu yang berpindah dari suatu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lain yang pengoperasiannya menggunakan cahaya lampu dan jaring angkat sebagai alat pengumpul dan penangkap ikan. 6. Jaring insang (Gillnet) adalah alat tangkap persegi panjang yang mempunyai mata jaring tertentu, dioperasikan dengan cara direntangkan dalam perairan
;3 pada kedalaman tertentu menggunakan pemberat dan permanen (tidak hanyut), ikan yang menabrak jaring akan terjerat/terbelit pada mata jaring. 7. Perahu/kapal adalah kapal dengan ukuran tertentu digunakan dalam operasi penangkapan, baik dengan ataupun tanpa mesin sebagai tenaga penggerak. 8. Trip penangkapan adalah dihitung sejak perahu/kapal meninggalkan pelabuhan atau tempat pendaratan ikan menuju daerah penangkapan, melakukan operasi penangkapan dan kembali ke pendaratan semula atau lainnya untuk mendaratkan hasil tangkapan. 9. Produksi adalah mencakup semua hasil tangkapan ikan dari unit usaha penangkapan ikan baik yang dijual, dikonsumsi dan lainnya, dalam ton. 10. Musim paceklik adalah musim dimana kondisi perairan tidak mendukung untuk melaut, berlangsung mulai akhir bulan Agustus-Desember. 11. Musim puncak adalah musim dimana hasil tangkapan melimpah, yaitu bulan Januari-Mei. 12. Daerah penangkapan ikan adalah suatu areal dimana terdapat banyak ikan di dalam perairan sehingga cukup baik mengoperasikan alat tangkap. 13. Aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan oleh nelayan dalam usaha pengelolaan perikanan untuk memperoleh pendapatan, yang meliputi : a. Penangkapan ikan adalah kegiatan menangkap ikan oleh nelayan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. b. Konsumsi adalah kegiatan untuk mengkonsumsi hasil tangkapan. c. Pemasaran hasil tangkapan adalah kegiatan menjual hasil tangkapan dari unit penangkapan yang diusahakan. 14. Faktor kendala dalam model LGP, meliputi :
;4 a. Kendala target pendapatan maksimum adalah jumlah keuntungan yang akan diperoleh nelayan dari pengelolaan perikanan tangkap dengan menggunakan Bubu, Pancing, Jaring Insang dan Purse seine, dalam rupiah pertahun. b. Kendala target permintaan ekspor ikan adalah jumlah ikan yang akan dicapai untuk memenuhi permintaan ekspor ikan, dalam satuan ton per tahun. c. Kendala target permintaan konsumsi ikan adalah jumlah ikan yang akan dicapai untuk memenuhi permintaan konsumsi ikan dari usaha perikanan tangkap di Kabupaten Morowali, satuan yang dipakai adalah ton pertahun. d. Kendala target penyerapan tenaga kerja melaut dimaksudkan sebagai jumlah hari kerja yang akan dicapai dalam mengoperasikan unit penangkapan yang diusahakan, dalam satuan HOK per tahun. e. Kendala potensi sumberdaya perikanan tangkap dimaksudkan sebagai jumlah tangkapan maksimum yang diperbolehkan (MSY), dalam ton per tahun. f. Kendala upaya tangkap adalah batas upaya maksimum yang diperbolehkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap, satuan trip pertahun. g. Kendala bahan bakar minyak (BBM) dimaksudkan sebagai jumlah BBM yang tersedia dan dipakai untuk mengoperasikan unit alat tangkap yang diusahakan, dalam satuan liter per tahun. h. Kendala es balok adalah total es balok yang tersedia bagi usaha perikanan tangkap, dalam satuan balok per tahun. i. Kendala umpan adalah total umpan yang tersedia bagi pengoperasian unit usaha Pancing, dalam satuan ton per tahun. j. Kendala garam dimaksudkan sebagai maksimum garam yang tersedia bagi pengolahan hasil tangkapan pada unit usaha tertentu, satuan liter pertahun.
;: 15. Fungsi tujuan dalam Linear Goal Programming ini adalah meminimalkan deviasi tujuan memaksimumkan pendapatan nelayan, pemenuhan permintaan konsumsi ikan, pemenuhan permintaan ekspor ikan, penyerapan tenaga kerja dan over eksploitasi keempat sumberdaya perikanan tangkap.