IV.
METODA
PENELITIAN
Lokasi Penelitian
A.
Penelitian ini dilaksanakan di DAS Riam Kanan, Kabupaten Banjar, Propinsi Kalimantan Selatan.
DAS Riam Kanan
-
110°10' Bujur Ti-
secara geografis terletak antara 114O56' mur dan antara 3O20'
-
3045' Lintang Selatan.
Sedangkan se-
cara administrasi pemerintahan terletak di Kecamatan Aranio. Luas total DAS Riam Kanan sebesar 127,833 ha, sedangkan luas DAS bagian hulu dan tengah yang merupakan daerah tampung waduk PLTA PM Noor adalah 103.357 ha.
Daerah tampung
tersebut dianggap menjadi obyek penelitian ini, yang berdasarkan keadaan penyebaran sungai dan topografi, dikelompokkan menjadi tiga Sub DAS, yaitu Sub DAS Kalaan (33.830 ha), Sub DAS Tanjungan (21.558 ha) dan Sub DAS Hajawa (47.969 ha),
Ketiga
penelitian
Sub DAS tersebut, dianggap sebagai unit dalam (Gambaran Lampiran 1).
ini
DAS akan diduga
Sub
laju erosi dan sedimentasi yang terjadi
(Sub model erosi dan sedimentasi) serta dan fluktuasi musimannya
B.
Pada tiap-tiap
debit air sungai
(Sub model hidrologi).
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
data primer dan data sekunder. yang diperoleh langsung dangkan data berbagai kecamatan
sekunder
instansi yang dan
Data primer merupakan data
melalui pengamatan di lapangan; semerupakan berwenang
desa serta hasil
data yang
bersumber dari
dari tingkat kabupaten, penelitian/publikasi
yang
erat hubungannya dengan masalah penelitian. Pada tiap-tiap fisik tanah, data
Sub DAS dikumpulkan data sifat-sifat vegetasi
hutan dan vegetasi lainnya,
data iklim, hidrologi dan data kerusakan lingkungan. Data sifat-sifat fisik tanah yang diperlukan terdiri dari: tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, bulk density, permeabilitas, kandungan bahan organik, panjang dan kecuraman lereng, infiltrasi, air tanah tersedia (selisih kapasitas lapang dengan titik layu permanen) dan kelengasan tanah terukur. Data
vegetasi
yang
vegetasi, luas tiap-tiap
dikumpulkan tipe
terdiri dari : tipe
vegetasi, bentuk tajuk, per-
sentase penutupan tajuk dan keadaan tumbuhan bawah, Data iklim yang diperlukan meliputi karakteristik iklim seperti, curah
hujan,
efektif, erosivitas fall, stemflow, tase
hari
hujan, hujan maksimum, hujan
hujan, evaporasi,
intersepsi, through-
evapotranspirasi, temperatur udara, persen-
penyinaran matahari dan data iklim lainnya yang berhu-
bungan dengan masalah penelitian.
Sedangkan data hidrologi,
antara lain terdiri dari panjang dan kedalaman sungai, debit air sungai serta data fisik Waduk PLTA PM Noor. Data kerusakan lingkungan yang dikumpulkan antara lain, erosi, sedimentasi dan limpasan permukaan (runoff). C.
Metoda Pendekatan Seperti yang telah diuraikan terdahulu dalam
pemikiran, bahwa
sistem
biofisik DAS
merupakan
kerangka ekosistem
yang
di dalamnya
hubungan
atau
terdapat banyak komponen yang saling ber-
berkaitan
secara
kompleks.
Apabila
dalam
pengkajiannya dilakukan hanya analisis terhadap komponenkomponen
biofisik tersebut, tentu
suatu jawaban yang memuaskan.
tidak akan memberikan
Analisis sistem dengan teknik
simulasi merupakan salah satu metoda yang dapat digunakan untuk mengkaji hubungan
timbal balik yang kompleks dari
komponen-komponen biofisik DAS secara komprehensif.
Berda-
sarkan pemikiran itu, maka dalam penelitian ini akan dicoba pengkajian sistem biofisik DAS, khususnya
masalah hidrooro-
logi hutan lindung DAS Riam Kanan dengan pendekatan analisis sistem yang menggunakan teknik simulasi. Langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pendekatan analisis sistem adalah sebagai berikut :
1.
Analisis kebutuhan Dalam melakukan kegiatan pengelolaan DAS, diperlukan
keterlibatan semua komponen/sektor yang terdapat atau berhubungan dengan ekosistem DAS.
Pengkajian sistem biofisik
DAS, khususnya sistem hidroorologi hutan lindung merupakan suatu
informasi yang
penting
diketahui
kebijaksanaan dalam pengelolaan DAS.
untuk
menentukan
Jika dalam pengkajian
itu dilakukan secara sektoral, tentu hasilnya kurang memuaskan, karena ada beberapa komponen/sektor yang tidak merasa mempunyai kebutuhan-terhadap pengkajian sistem hidroorologi hutan
lindung
kan keterpaduan
tersebut.
Untuk mengatasi ha1 itu, diperlu-
antar komponen/sektor
yang
terlibat dalam
pengelolaan DAS, khususnya dalam pengkajian sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan. Dalam penelitian ini, komponen/sektor yang dimaksud di atas dapat dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu : a.
Pemerintah (Departemen Kehutanan, Pertanian, Perkebunan, Dalam Negeri dan Penerangan)
b.
PLTA P.M. Noor (PLN Wilayah VI Banjarbaru)
c,
Masyarakat (penduduk). Kebutuhan yang berbeda antar kelompok sering menimbul-
kan
benturan-benturan terhadap pengelolaan DAS,
sehingga
perlu adanya suatu koordinasi yang dapat menghimpun seluruh kebutuhan dari kelompok yang ada.
Perincian dari kebutuhan
masing-masing kelompok yang ada di DAS Riam Kanan adalah sebagai berikut : a.
Pemerintah 1) Adanya luas tegakan hutan lindung yang dapat menjamin
kelestarian fungsi hidroorologis yang
baik
2) Tingkat erosi dan sedimentasi serendah mungkin 3) Tidak
ada
gangguan
terhadap hutan lindung, seperti
kebakaran hutan dan perladangan. b.
PLTA P.M. Noor (PLN Wilayah V I )
1) Debit
air
yang
tersedia
sesuai dengan target
dan
fluktuasinya yang sekecil mungkin
2) Dapat
mempr~duksi tenaga listrik yang sesuai dengan
kapasitas terpasang 3) Tingkat
sedimentasi
yang serendah mungkin, sehingga
pendangkalan Waduk PLTA PM Noor DAS Riam Kanan
dapat
ditanggulangi. c.
Masyarakat (penduduk)
1) Terhindar dari bahaya banjir dan kekeringan 2) Memperoleh air yang cukup untuk keperluan
pertanian,
rumah tangga dan industri
3) Memperoleh penerangan listrik yang murah dan cukup. 2.
Identifikasi sistem
Untuk membantu mempelajari tentang struktur dan karakteristik sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan, maka digunakan model-model grafik, seperti diagram lintas sebab akibat (causal loop), konsep kotak hitam (black box concept)
dan diagram alir (flow chart),
Selain untuk iden-
tifikasi sistem, diagram-diagram ini dapat digunakan untuk membantu membuktikan bahwa semua interaksi dapat dihitung dalam perurnusan model, Uraian rincian dari masing-masing model grafik di atas adalah sebagai berikut : a.
Diagram lintas sebab akibat
Pada diagram ini dituliskan semua peubah yang diyakini berperan nyata dalam menunjukkan pengaruh menunjukkan
bahwa
sistem yang dipelajari, Arah panah dari peubah penyebab,
pengaruh
ini
menyebabkan
Tanda positif peningkatan,
sedangkan tanda negatif menunjukkan pengaruh yang menyebabkan penurunan.
Secara lengkap
diagram lintas sebab
dari sistem hidroorologi hutan lindung dapat dilihat pada Gambar 9.
di DAS Riam
akibat Kanan,
Gambar 9 .
b.
Diagram Lintas Sebab Akibat Sistem Hidroo r o l o g i Hutan Lindung DAS Riam Kanan.
Konsep kotak hitam Pada konsep kotak h i tam d i b u a t g a r i s yang rnenghubungkan
a n t a r a p e r n y a t a a n kebutuhan ( s t a t e m e n t o f n e e d s ) dan pernyataan
s p e s i f i k ( s p e c i f i c statement) dari
masalah yang harus
dipecahkan.
Pada konsep
kotak hitam dapat dilihat tiga
kategori umum peubah yaitu : 1) Peubah
input sistem, 2) Pe-
ubah output sistem dan 3) Parameter-parameter yang dapat dianggap sebagai aspek dari struktur sistem. rnatis bentuk
konsep
kotak
Secara ske-
hitam tersebut, dapat dilihat
pada Gambar 10.
Sistem Eksogen \
Input
Eksogen
\
\
\ \
\
\
I
I I I
I
I I
I I I I Keluaran Yam diinginkan
Masukan yang tidak dapat dikontrol SISTEM HIDROOROLOGI HUTAN LINDUNG DAS RIAM KANAN Masukan yan dapat dikontrol
I
I
I
I I
1
Keluaran yang tidak diinginkan
r
+
" Design Parameter"
1 Gambar 10.
Pengelolaan
Konsep Kotak Hitam ~ i s t e mHidroorologi Kawasan Hutan Lindung DAS Riam Kanan.
Dari analisis kebutuhan but, dapat diuraikan
dan identifikasi sistem terse-
rincian dari masukan, keluaran dan pa-
rameter sistem yang terdapat dalam konsep kotak hitam sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan sebagai berikut :
1)
Input yang dapat dikontrol a) Luas vegetasi penutup kawasan hutan lindung b) Teknik pengawetan tanah dan air.
2)
Input yang tidak dapat dikontrol a) Curah hujan (mm), b) Suhu ( O C ) dan kelembaban ( % ) , c) Radiasi (cal/m2),
d) Lama penyinaran ( % ) ,
e) Kemiringan lapangan ( X ) , f) Jenis tanah, g) Sifat fisik tanah, antara
lain tekstur, struktur dan
permeabilitas. 3)
Output yang diinginkan a) Infiltrasi
yang besar
(mm),
evapotranspirasi
yang
kecil (mm) dan runoff yang kecil (mm)
b) Erosi
yang sekecil
mungkin,
yang masih
dapat
di-
toleransi (ton/ha/th) c) Debit air yang memenuhi kriteria yang ditentukan (m3)
dan fluktuasinya yang
sekecil mungkin
d) Luas tegakan hutan lindung yang terpilih, yang menjamin keluaran pada butir a) s/d c).
4)
Output yang tidak diinginkan a) Biaya yang sangat tinggi b) Adanya konflik sosial.
5)
Parameter-parameter sistem a) Luas daerah aliran sungai (ha)
dapat
b) Luas vegetasi penutup kawasan hutan lindung
c) Curah hujan (mm), d) Intersepsi (mm) e) Transpirasi(mm), f) Evaporasi (mm) g ) Evapotranspirasi
potensial
maupun
aktual (mm)
h) Biomassa vegetasi (g/m2), i) Debit air (m3/det) j) Erosi (ton/ha/th).
3.
Diagram Alir Diagram alir
ini disusun untuk keperluan penyusunan
program komputer, dari
Struktur dari
diagram alir ini terdiri
kotak-kotak operasi yang tertentu dan berurutan. Tiap
bentuk kotak mempunyai arti tersendiri, misalnya kotak empat persegi panjang menunjukkan proses, jajaran genjang merupakan titik pengambilan keputusan (decision point) dan lingkaran
menunjukkan
masukan dan keluaran (hasil proses).
Diagram alir perumusan model sistem hidroorologi hutan lindung D.
DAS
Riam Kanan,
dilihat pada Gambar 11.
dapat
Model Analisis Berdasarkan
pada
pemikiran
pendekatan
sistem
dalam
diagram lintas sebab akibat (Gambar 9 ) , maka dalam penelitian ini digunakan dua submodel, yaitu :
1.
Submodel Erosi dan
Sedimentasi (ESECS : Erosion And Se-
dimentation Evaluation Computer System),
2.
Submodel Hidrologi (HYECS :
Hydrolical
Evaluation Com-
puter System). Kedua submodel itu
disentesis
tem hidroorologi hutan lindung DAS
menjadi satu model sisRiam
Kanan.
Dari model
Perumusan Masalah, Tujuan dan Batas Sistem I
I Analisis Kebutuhan
s Identifikasi Sistem
a
Pengumpulan Data Biofisik
M Perumusan Model Matematik
Sistesakan Model Matematik Menjadi Model Sistem Hidroorologi
M Verifikasi
/ Gambar 11.
Model
MODEL SISTEM HIDROOROLOGI HUTAN LINDUNG DAS RIAN KANAN
Diagram Alir Perumusan Hodel Sistem Hidroorologi Hutan Lindung DAS Riam Kanan.
sistem
hidroorologi
tersebut,
dapat
ditentukan
skenario
penggunaan lahan (penutupan vegetasi) terpilih dari segi biofisik sistem hidroorologi hutan lindung, yang dapat menjamin
kelestarian produk air, lahan dan fungsi waduk PLTA PM
Noor DAS Riam Kanan.
Semua submodel yang akan dirumuskan
tersebut merupakan model yang statik (menurut waktu). Beberapa pengertian tentang
istilah yang digunakan da-
lam menyusun skenariao penggunaan lahan dalam tan a)
kawasan
hu-
lindung DAS Riam Kanan adalah sebagai berikut : Hutan adalah kawasan hutan lindung yang masih berhutan, yang terdiri dari tegakan hutan alam dan hutan tanaman.
b)
Alang-alang lindung
(padang alang-alang) adalah
yang
kawasan
mengalami kerusakan, yang digunakan untuk
tempat penggembalaan ternak sapi dan kerbau. umumnya
hutan
Lahan
ini
merupakan daerah bekas perladangan yang diting-
galkan oleh masyarakat. c)
Ladang adalah kawasan hutan lindung bat dan dibakar,
kemudian dijadikan
yang hutannya dibatempat
Tanaman yang biasa ditanam adalah padi kacang jagung.
Ladang ini
diusahakan
berladang. tanah dan
lamanya sekitar
tiga
tahun, kemudian ditinggalkan. d)
Pemukiman adalah
lahan lokasi pemukiman dan sekitarnya,
terdapat dalam kawasan hutan lindung, yang di pekarangan rumahnya
ditanam dengan buah-buahan dan dibagian
bela-
kangnya dijadikan kebun campuran, Keadaan daerah hutan dan alang-alang di lapangan, disajikan
pada
Gambar 12.
Sedangkan
ladang dengan
tanaman
dimana , A
= perkiraan tanah yang
K
= = = =
R S
P
faktor faktor faktor faktor
tererosi (ton/ha/th) erodibilitas tanah (ton/ha,jam/ha,joule cm) erosivitas hujan (joule cm/ha/jam/th) kemiringan lereng ( % ) , C = faktor lereng praktek penanggulangan erosi.
Cara perhitungan unsur penyusun
1)
yang dilakukan untuk menduga unsur-
model USLE di atas adalah
sebagai berikut :
Erosivitas Hujan (R = EI3o)
Data hujan yang diperoleh hanya dari penakar hujan "Non Automatic",
sehingga
perhitungan
nilai
erosivitas
hujan
didasarkan atas persamaan hubungan antara jumlah hujan dengan erosivitas hujannya. Persamaan yang digunakan untuk menghitung erosivitas hujan
adalah persamaan yang dikembangkan oleh Bols
(1978),
yang bentuk rumusannya sebagai berikut :
dimana , EI3o = indeks erosivitas hujan R = curah hujan bulanan (cm), N = jumlah hari hujan Rmax = hujan maksimum 24 jam dalam satu bulan (cm). Data lah curah
curah hujan bulanan (R) pada persamaan (4-2) adahujan
rataan
tertimbang, yang didapatkan dengan
menggunakan persamaan Thiessen sebagai berikut :
dimana, Ri
= curah hujan rataan tertimbang bulan ke i (i = 1 , 2, 3, 4 12) Rii = curah hujan bulan ke i stasiun pertama Riz = curah hujan bulan ke i stasiun kedua Rin = curah hujan bulan ke i stasiun ke n W1 = luas polygon stasiun pertama W2 = luas polygon stasiun kedua Wn = luas polygon stasiun ke n.
.......
2)
Faktor erodibilitas tanah (K) Erodibilitas tanah ditentukan dengan
yang dibuat oleh
menggunakan model
and Smith (1978), yang bentuk
Wischmeier
persamaannya adalah sebagai berikut :
K = (2,713 M l ~ 1 ~ ( 1 0 - ~ ) ( -1 2a) + 3,25(b -2)
....... .
2,5(c-3))/100
+
..
(4-4)
dimana, K = erodibilitas tanah M = (persentase debu t persentase pasir sangat halus) x (100 - persentase liat), a = kandungan bahan organik ( % ) b = tipe struktur tanah, c = permeabilitas tanah. Dalam analisis selanjutnya, nilai erodibilitas tanah yang digunakan adalah erodibilitas tanah rataan tertimbang. \
Bentuk persamaan dari erodibilitas tanah
rataan
tertimbang
tersebut adalah sebagai berikut :
(A1
+
A2
+
. . a + .
An)
... . . ...
(4-5)
dimana,
KL = erodibilitas tanah rataan Ki = nilai erobililitas contoh tanah unit lahan ke 1
Kz = nilai erodibilitas contoh tanah unit lahan ke 2 Kn = nilai erodibilitas contoh tanah unit lahan ke n = luas unit lahan ke 1, Az = luas unit lahan ke 2 = luas unit lahan ke n.
A1 An
3)
Faktor lereng (LS) Faktor
bersama-sama
kemiringan dan
yang digunakan
dan
disebut
panjang lereng
diduga
dengan faktor lereng.
secara
Persamaan
untuk menduga faktor lereng adalah persamaan
yang dikemukakan oleh Wischmeier and Smith (1978) yang telah dimodifikasi, yang bentuknya sebagai berikut :
dimana, TL L2 L3 L4 L5 FL X1 X3 X5
4)
luas wilayah, L1 = luas lereng antara 0.- 8 % luas lereng antara > 8 - 15 % luas lereng antara >15 - 25 % luas lereng antara >25 - 45 % luas lereng antara >45 - 60 % rataan lereng tertimbang, LS = faktor lereng nilai tengah 0 - 8 %, X2 = nilai tengah > 8 - 15 X nilai tengah >15-25 %, X4 = nilai tengah >25- 45 % nilai tengah >45 - 60 %.
Indeks pengelolaan tanaman dan konservasi tanah Indeks pengelolaan tanaman dan
tung
secara
bersamaan
untuk
konservasi tanah
dihi-
setiap.macam vegetasi.
Dari
hasil tersebut dapat ditentukan keseluruhan indeks pengelolaan
tanaman dan
koservasi tanah, yang bentuk persamaannya
sebagai berikut :
1
CPVl CPV2 CPV3 CPV4
= = = =
CPK
= ((Ll x CPV1) + ( L 2 x CPV2) (L4 x CPV4))/(Ll + L2 + L3
dimana, CPVl
cv1 cv2 CV3 CV4
x PV1 x PV2 x PX3 x PV4
) ) )
......... + +
(L3 x CPV3) L4)
....
(4-9)
+ (4-10)
faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah vegetasi hutan faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah vegetasi alang-alang faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah vegetasi ladang (lahan kering) faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) faktor pengelolaan vegetasi hutan faktor pengelolaan vegetasi alang-alang faktor pengelolaan vegetasi ladang faktor pengelolaan vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) faktor konservasi tanah vegetasi hutan
CPK
faktor konservasi tanah vegetasi alang-alang faktor konservasi tanah vegetasi ladang faktor konservasi tanah vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) luas vegetasi hutan luas vegetasi alang-alang luas vegetasi ladang luas vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) = Indeks pengelolaan tanaman dan konservasi tanah rataan tertimbang.
Nilai faktor pengelolaan
vegetasi (C) dan faktor
servasi tanah (P) masing-masing ditetapkan
kon-
berdasarkan
ke-
tentuan nilai yang terdapat pada Tabel 14 dan Tabel 15. Tabel 14.
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
23 24
25
Nilai Faktor C untuk Berbagai Penggunaan Lahan
P e n g g u n a a n
L a h a n
Tanah Kosong Tanaman Rempah-rempah Tanaman K e d e l a i Ubikayu/Karet/Kelapa Tegalan Tanpa Tanaman Khusus Tanaman Jagung Jagung t Tembakau Kacang Buncis/Pisang S e r a i Wangi Padi/Kebun Campuran Kerapatan Rendah Kebun teh/Kelapa Sawit/Hutan dengan Tebang Habis Padi t Jagung Perladangan Kebun Campuran Kerapatan Sedang/Seaak Belukar Rumput B r a c h i a r i a sp. Tahun I Tebu/Kopi+cover/Hutan dengan Tebang P i l i h I n d o n e s i a Ubikayu t Kedelai Kacang Tanah Kebun Campuran Kerapatan t i n g g i Alang-alang Terbakar Sawah Tadah Hujan Ruaput B r a c h i a r i a s p . Tahun II/Alang-alang Sawah Irigasi/Semak B e l u k a r t i d a k t e r g a n g g u Hutan A l a m t S e r a s a h T i p i s Hutan A l a m t S e r a s a h T e b a l Sumber : Arsyad (1989) dan Proyek Pengembangan Pengelolaan DAS S u r a k a r t a (1986).
C
1,000 0,900 0,890 0,800 0,700 0,660 0,610 0,600 0,560 0,500 0,500 0,450 0,400 0,300 0,300 0,200 0,180 0,170 0,100 0,060 0,050 0,020 0,010 0,001 0,005
Tabel 15. NO.
Nilai Faktor P (konservasi tanah)
K o n s e r v a s i
1 2
T a n a h
Nilai
Tanah Tanpa Tindakan Konservasi Penanaman Menurut Kontur : - Untuk Kemiringan Lereng 0 - 8% - Untuk Kemiringan Lereng 9 - 20% - Untuk Kemiringan Lereng > 20% Penggunaan Mulsa pada Permulaan : - Jerami/daun-daunan 6 ton/ha/th - Jerami/daun-daunan 3 tonyha/th - Jerami/daun-daunan 1 ton/ha/th Strip Tanaman Rumput Bahia Guludan dengan Rumput Penguat Teras Tradisional Teras Bangku : - Kualitas Tinggi - Kualitas Sedang - Kualitas Rendah
3
4 5 6 7
1,OO 0,50 0,75 0,90 0,30 0,50 0,80 0,40 0,50 0,40 0,04 0,15 0,35
Sumber : Arsyad (1989) dan Proyek Pengembangan Pengelolaan DAS Surakarta (1986). Erosi potensial dan erosi aktual untuk setiap Sub DAS diduga masing-masing dengan persamaan sebagai berikut : Ap = R x K x (LS)
. . . . . . . . . . .
(4-11)
..........
(4-12)
Aa = R x K x (LS) x C x P
dimana, Ap = erosi potensial (ton/ha/th) Aa = erosi aktual (ton/ha/th), lihat Persamaan (4 -1) R l K l (LS), C, P lihat Persamaan (4 - 1). Besarnya erosi lerable samaan
yang masih
dapat
Soil Loss = TSL), diduga berikut
ditoleransikan
dengan
menggunakan
(TOper-
(Hammer, 1981) :
... (4-13) ........(4-14)
jika DE > DM, maka TSL = ((DE-DM)/UT) + LPT jika DE 5 DM, maka TSL = LPT
dimana , TSL = erosi yang masih dapat ditoleransikan (mm/th) DE = ekivalen kedalaman tanah (merupakan kedalaman tanah (D) x faktor kedalaman tanah (mm)
= kedalaman minimum tanah yang dibutuhkan pertumbuhan jenis tanaman (mm) UT = umur guna sumberdaya tanah (th) LPT = laju pembetukan tanah (mm/th).
DM
Indeks bahaya erosi
bagi
(IBE) diduga dengan menggunakan
persamaan berikut (Hammer, 1981) : IBE = (Ap/TSL)
.............
(4-15)
dimana, IBE = indeks bahaya erosi, Ap = erosi potensial (mm/th) TSL lihat pada Persamaan (4-13). Kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah indeks bahaya
erosi
termasuk
kelas rendah,
sedang, tinggi
dan
ekstrim disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai
Klasifikasi Tingkat Bahaya Erosi (IBE) IBE
Katagori Tingkat Bahaya Erosi
I 1,O 1,Ol - 4,O 4,Ol - 10,O L 10,l
rendah sedang tinggi ekstrim
Sumber : Hammer (1981). b.
Pendugaan sedimentasi Pendugaan sedimentasi dibedakan atas dua macam, yaitu
sedimentasi potensial dan sedimentasi aktual. Sedimentasi potensial tiap Sub DAS diduga dengan
meng-
gunakan persamaan berikut (PUSDI-PSL IPB, 1983) : SEPOTi = ( ERAKTi x SDRi ) / ~ i
. ......
(4-16)
dimana, i = Sub DAS Ke i (i = 1, 2, 3) SEPOTi = Sedimentasi potensial Sub DAS Ke i (ton/ha/th) ERAKTi = Erosi aktual Sub DAS ke i (ton/th)
= Nisbah pelepasan sedimen Sub DAS ke i (dinyatakan dalam bilangan desimal) = Kemiringan lereng permukaan Sub DAS ke i ( % ) = Koefisien kekasaran Manning Sub DAS ke I = adalah tetapan yang masing-masing bernilai a = 0,8683216132 dan P = - 0,2018621338.
SDRi Si ni a, P
Sedimentasi aktual
diduga dengan menggunakan
persama-
an sebagai berikut (Arsyad, 1989 dan PUSDI-PSL IPB, 1983) :
dimana, SEAKT SEPOT TRAP A
.... . . ..
= (SEPOT x TRAP)/A
SEAKT = = = =
(4-18)
Sedimentasi aktual (ton/ha/th) Sedimentasi potensial (ton/ha/th) Indeks efisiensi perangkap Luas DAS Riam Kanan (ha).
Indeks efisiensi perangkap nilainya bervariasi tergantung dari
debit
air
yang
dikemukakan
sungai oleh
yang
memasuki waduk.
Brune (1953)
dalam
Dari Chow
kurva (1964)
indeks efisiensi perangkap diduga dengan menggunakan persamaan berikut : TRAP = 0,4031 t 3,6862 CIR
-
4,3634 CIR2
...
(4-19)
dimana, TRAP = Indeks efisiensi perangkap CIR = Capacity inflow ratio, yaitu nisbah antara kapasitas waduk (m3) terhadap jumlah air yang memasuki waduk (m3/th).
2.
Submodel Hidrologi (HYECS) Komponen-komponen utama pembentuk suatu sistem hidrolo-
gi DAS terdiri dari vegetasi, tanah dan sungai serta kondisi meteorologi sebagai infrastruktur. Submodel hidrologi ini dirumuskan berdasarkan pendekatan neraca air (water balance) seperti yang dijelaskan pada Bab I1
(Tinjauan
Pustaka).
Dalam
pendekatan
neraca air
tersebut, curah hujan merupakan satu-satunya peubah
masukan
(input) di DAS Riam Kanan yang akan diterima oleh tiga komponen utama DAS, yaitu vegetasi, tanah dan sungai. jan yang jatuh
Air hu-
ke komponen vegetasi akan mengalami proses :
ditranspirasikan kembali ke udara, diintersepsi oleh tajuk vegetasi, ditahan dalam bentuk aliran batang (stemflow) dan air 1010s
(throughfall),
diperkolasikan ke dalam
diinfiltrasikan
dan selanjutnya
tanah serta selanjutnya mengalir
sebagai limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh ke komponen tanah, akan mengalami proses : dievaporasi oleh permukaan
tanah
dan kembali ke
atmosfer, diinfiltrasikan dan diperkolasikan ke dalam tanah serta selebihnya akan mukaan
mengalir dalam bentuk limpasan per-
menuju sungai,
Air hujan yang jatuh ke komponen sungai akan mengalami proses : dievaporasikan oleh permukaan air kembali ke udara dan mengalir sebagai debit air ke sungai utama. Bagan yang menggambarkan proses hidrologi di atas, yang terdapat dalam
suatu sistem
DAS disajikan pada Gambar 14.
Penjelasan dari lambang-lambang yang terdapat pada Gambar 14 tersebut adalah sebagai berikut : a.
Peubah masukan (Input variable) R11 = besar curah hujan yang jatuh pada vegetasi hutan R12 = besar curah hujan yang jatuh pada vegetasi alangalang R13 = besar curah hujan yang jatuh pada vegetasi ladang R14 = besar curah hujan yang jatuh pada vegetasi pekakarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) R2 = jumlah curah hujan yang jatuh pada permukaan tanah R3 = jumlah curah hujan yang jatuh pada permukaan sungai dan waduk.
Cambar 14.
b.
Peubah komponen sistem
XI1 X12 XI3 XI4 X2 X3 c.
Bagan Model Proses Hidrologi Hutan Lindung DAS Riam Kanan.
= jumlah air
dalam vegetasi hutan = jumlah air dalam vegetasi alang-alang = jumlah air dalam vegetasi ladang = jumlah air dalam vegetasi pekarangan dan campuran (sekitar pemukiman) = jumlah air yang terdapat pada lapisan teratas berupa cadangan air tanah = jumlah air dalam sungai dan waduk.
Peubah
kebun tanah
keluaran (output variable)
Zll = jumlah air yang ditranspirasi oleh vegetasi hutan 212 = jumlah air yang ditranspirasi oleh vegetasi alang-alang 213 = jumlah air yang ditranspirasi oleh vegetasi ladang 214 = jumlah air yang ditranspirasi
dan
diintersepsi
dan
diintersepsi
dan
diintersepsi
dan
diintersepsi
oleh vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) 221 = jumlah air yang dievaporasi oleh permukaan tanah 2221 = jumlah air perkolasi ke dalam tanah 2222 = jumlah perkolasi dalam menuju cadangan air bumi 231 = jumlah air yang dievaporasi oleh permukaan sungai 232 = debit air sungai. d.
Fungsi alihan (transfer function) alihan air dari vegetasi hutan ke tanah dalam curah hujan efektif bentuk alihan air dari vegetasi alang-alang ke tanah dalam bentuk curah hujan efektif alihan air dari vegetasi ladang ke tanah dalam bentuk curah hujan efektif alihan air dari vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) ke tanah dalam bentuk curah hujan efektif alihan air dari tanah ke vegetasi hutan untuk transpirasi dan biomassa alihan air dari tanah ke vegetasi alang-alang untuk transpirasi dan biomassa alihan air dari tanah ke vegetasi ladang untuk transpirasi dan biomassa alihan air dari tanah ke vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) untuk transpirasi dan biomassa alihan air dari tanah ke sungai dalam bentuk limpasan permukaan (runoff) alihan air dari tanah ke sungai dalam bentuk limpasan dalam (sub surface runoff) alihan air dari sungai ke tanah berupa air untuk irigasi (dalam penelitian ini dianggap nol). Berdasarkan diagram blok model sistem hidrologi seperti
terlihat
pada Gambar 14 tersebut, maka perubahan-perubahan
yang dialami setiap komponen pada waktu (t) dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaan
berikut :
dxl/dt = (R11 + R12 + R13 + R14 + Y213 + Y214 - Y112 - Y122 Zll - 212 - 213 - 214)
Y211 + Y212 Y132 - Y142
-
...........
+
-
(4-20)
Perubahan-perubahan
tersebut akan mencapai suatu ke-
seimbangan "steady state". tercapainya
keseimbangan
Syarat yang harus tersebut
adalah
dipenuhi agar
perubahan
pada
setiap komponen pada waktu (t) akan sama dengan nol, dan peubah masukan sama dengan peubah keluaran, atau dengan persamaan matematik dapat ditulis sebagai berikut :
Model
matematika
dari
proses-proses
hidrologi
yang
terdapat pada Gambar 14 adalah sebagai berikut :
1.
Masukan curah hujan Besar masukan curah hujan yang diterima oleh vegetasi
hutan, alang-alang, ladang dan pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman), diperhitungkan berdasarkan perbandingan luas dan indeks
kerapatan
tajuk, yang
bentuk persamaannya
sebagai berikut :
dimana, R11 R12 R13 R14
= besar curah hujan pada vegetasi hutan (mm) = besar curah hujan pada vegetasi alang-alang (mm) = besar curah hujan pada vegetasi ladang (mm) = besar curah hujan pada vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) (mm) = luas penggunaan lahan (vegetasi) hutan (ha) = luas vegetasi alang-alang (ha) = luas vegetasi ladang (ha) = luas vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) = luas DAS Riam Kanan C2, C3 dan C4 = masing-masing indeks kerapatan vegetasi hutan 0,8, alang-alang 0 , 5 , ladang 0,3 dan pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) 0,4 (PUSDI-PSL IPB, 1983). = besar curah hujan rataan daerah (mm).
Besar
curah
hujan
yang jatuh di atas permukaan tanah
terbuka, diduga dengan persamaan berikut : 4 4-25) R2 = ((C(1-Ci) x Ali)/A) x R i=l dimana, R2 = besar curah hujan yang jatuh di atas permukaan tanah terbuka (mm) Ci(i=1,2,3,4) = masing-masing C1, C2, C3 dan C4 lihat Persamaan (4-24). Ali (i=1,2,3,4)= masing-masing All, A12, A13 dan A14 lihat Persamaan (4-24). A , R lihat Persamaan (4-24).
..............(
Besar curah hujan
di atas permukaan
air bebas
diduga
dengan persamaan berikut :
dimana, R3 = besar curah hujan di atas permukaan air bebas (mm) A3 = luas permukaan sungai dan waduk (ha) A, R lihat Persamaan (4-24). 2.
Evapotranspirasi Evapotranspirasi
potensial (ETP) diduga dengan menggu-
nakan metode Jensen Haise, pada
Persamaan
(2-21).
evapotranspirasi potensial
yang bentuk
Program
rumusannya
komputer
tersebut,
untuk
disajikan
seperti analisis
pada Tabel
Lampiran 10a. Besarnya keluaran berupa
transpirasi
dan
intersepsi
dari setiap vegetasi diduga dengan persamaan berikut :
Zll 212 213 214
= S1 + T1 = S2 + T2 = S3 + T3 = S4 + T4
) ) ) )
......................
(4-27)
dimana, Zll, 212, 213, 214 = masing-masing transpirasi dan intersepsi dari vegetasi hutan, alang-alang, ladang dan vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman).
S1, S2, S3, S4 = masing-masing intersepsi dari vegetasi si hutan, alang-alang, ladang dan vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman). Khusus intersepsi hutan ditentukan berdasarkan persamaan regresi antara curah hujan dengan intersepsi hasil pengukuran. Sedangkan intersepsi vegetasi alang-alang, ladang dan vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) diduga dengan persamaan intersepsi yang dikemukakan oleh Gray (1970) seperti pada Tabel 3 , TI, T2, T3, T4 = masing-masing transpirasi dari vegetasi hutan, alang-alang, ladang dan vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman). Pendugaan vegetasi
besarnya
transpirasi
ke i (i = 1, 2, 3, 4)
kemukakan oleh
untuk
masing-masing
menggunakan
model yang di-
Sirang (1987), yang bentuk
persamaannya se-
berikut :
bagai
.......... .
Ti = Kti x ETP
(4-28)
•
dimana , Ti = Transpirasi vegetasi ke i Kti = Koefisien transpirasi vegetasi ke i ETP = Evapotranspirasi potensial, lihat Persamaan 2-24 dan 2-25). Penentuan koefisien transpirasi menggunakan neraca air vegetasi, didasarkan atas pemikiran bahwa transpirasi dipengaruhi oleh
faktor iklim
dan vegetasi,
Faktor iklim
salah satunya menentukan kelengasan tanah, semakin dikit
ini se-
kelengasan tanah akan semakin kecil transpirasi, Hal
ini
disebabkan
air
tanah
adanya
untuk
resistensi
diserap oleh
tanah
sistem
dalam melepaskan
perakaran
tanaman.
Sirang (1987) mengemukakan, kebutuhan air tanaman dipengaruhi
oleh
tersedianya
tanaman tersebut. (input)
yang
air
Tersedianya
bervariasi
dari
dan air
aktifitas
pertumbuhan
dipengaruhi
oleh hujan
waktu
ke
waktu,
sehingga
transpirasi ditentukan
pula oleh adanya hujan.
Pada saat
banyak hujan, air tanah cukup tersedia (berada di sekitar kapasitas lapang) besar transpirasi ditentukan oleh faktor iklim, sedangkan pada saat sedikit hujan selain faktor iklim pula oleh tersedianya kelengasan tanah.
ditentukan perubahan
Variasi
kelengasan tanah menurut waktu mengikuti
persamaan polinomial.
Kurva ini
diletakkan
model
pada ordinat
yang berharga maksimum satu sebagai koefisisien transpirasi perkiraan (Y), sehingga sebagai fungsi dari
seolah-seolah
waktu, yang
menjadi kurva Kt
bentuk persamaannya seba-
gai berikut : Yi = cl
+
c2X
+
c3X2
+
c4X3
+
cnXn"
(4-29)
dimana, Yi = harga koefisien transpirasi (Kt) vegetasi ke i X = waktu, (n-1) = derajat persamaan polinomial ci = koefisien polinomial ke i (i = 1, 2 n).
....
&.
Norero
(1973) menyebutkan bahwa evapotranspirasi
aktual (ET) dan ETP dihubungkan oleh faktor p
yang harganya
sama dengan satu pada saat kelengasan tanah melimpah dan menurun apabila kandungan air tanah
berkurang. ET sesungguh-
nya dapat dipisahkan menjadi T (Transpirasi) dan E (Evaporasi) sehingga koefisien
evapotranspirasi
menjadi Koefisien transpirasi (Kt) dan (Ke).
Koefisien
evaporasi
Dengan demikian harga Kt akan lebih kecil dari 1, dan
melalui an
p juga dipisahkan
analisis neraca air serta memasukkan model persama-
polinomial
vegetasi.
terhadap
Program
Kt, akan
diperoleh harga Kt tiap
komputer koefisien
analisis neraca air,
disajikan
transpirasi
Tabel Lampiran lob.
melalui
Besar total evaporasi diduga merupakan evapotranspirasi
aktual
selisih
antara
dengan transpirasi dan intersepsi,
yang bentuk persamaannya sebagai berikut : EV
4 = ETA - Z Ti i=l
-
4 2 Si
l=i
ETA
= ETP, jika R 2 ETP
ETA
= R
dimana , EV ETA Ti, R PKB
+ PKB, jika R < ETP
= besar total evaporasi (mm/bulan) = besar evapotranspirasi aktual (mm/bulan) Si (i = 1, 2, 3, 4) lihat Persamaan (4-27) = curah hujan rataan bulan DAS (mm) = perubahan kelengasan tanah bulanan (mm).
Besarnya keluaran (evaporasi) dari permukaan tanah terbuka dan
permukaan
air bebas dihitung berdasarkan perban-
dingan albedo sebagai berikut (Bruce and Clark, 1966):
dimana , 2 2 1 = evaporasi dari permukaan tanah (mm/bln)
231 Ala A3 Alb EV
c.
= evaporasi dari permukaan air bebas (mm/bln) = albedo permukaan air bebas ( % ) = luas permukaan air bebas (ha) = albedo rataan daerah terbobot menurut jenis permukaan ( % ) , A = luas DAS (ha) = besar total evaporasi, lihat Persamaan (4-30).
Alihan air dari vegetasi hutan ke tanah Besarnya alihan air hujan dari vegetasi ke permukaan
tanah diduga dengan menggunakan rumus berikut :
dimana , Y112 = besar alihan
air hujan dari vegetasi
hutan
ke
tanah Y122 = besar alihan air hujan dari vegetasi alang-alang ke tanah Y132 = besar alihan air hujan dari vegetasi ladang ke tanah Y142 = besar alihan air hujan dari vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) ke tanah R11, R12, R13, R14 lihat Persamaan (4-24) S1, S2, S3, S4 lihat Persamaan (4-27).
d.
Alihan air dari tanah ke vegetasi Besarnya
alihan air dari tanah ke vegetasi hutan,
alang-alang, ladang dan vegetasi pemukiman diduga dengan menggunakan persamaan berikut :
d ima'na , Y211 = besarnya alihan air dari tanah ke vegetasi hutan Y212 = besarnya alihan air dari tanah ke vegetasi alang-alang Y213 = besarnya alihan air dari tanah ke vegetasi ladang Y214 = besarnya alihan air dari tanah ke vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) TI, T2, T3, T4 lihat Persamaan (4-27) XI1 = penumpukan biomassa (setara dengan mm kolom air) per bulan pada vegetasi hutan XI2 = penumpukan biomassa per bulan pada vegetasi alang-alang XI3 = penumpukan biomassa per bulan pada vegetasi ladang X14 = penumpukan biomassa per bulan pada vegetasi pekarangan dan kebun campuran [sekitar pemukiman). Laju penumpukan
biomassa vegetasi
yang dinyatakan da-
lam tinggi kolom air, yang digunakan untuk pembentukan bionassa vegetasi tersebut, diduga dengan menggunakan persamaan berikut (PUSDI-PSL IPB, 1983 dan Sudarmaji, 1983) :
. ... ......
Bmli = (NPPi x 10-3 x 1,41198 x Ali/A) Xlij
= K
x Bmli(1
-
eCxRj)
(4-35) (4-36)
dimana, i, j Xl i Bml i NPPi
Rj Ali, e.
.
12) (Vegetasi 1, 2, 3, 4 ; Bulan j = 1, 2,3,4 air yang diambil dan digunakan untuk pembentukan biomassa bulanan vegetasi ke i(mm) penumpukan biomassa vegetasi ke i (mm) produktifitas primer netto vegetasi ke i (i = l(hutan), 2 (alang-alang), 3 (ladang), 4 (vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) g/m2 /th) bilangan dasar logaritna Napier tetapan yang masing-masing bernilai k = 0,6992696 dan c = -0,0391702 curah hujan bulan ke j (mm) lihat pada Persamaan (4-24).
Curah hujan yang mencapai tanah Besarnya curah hujan yang mencapai tanah diduga dengan
menggunakan persamaan berikut : RPT = Y112 +Y122
+
Y132
+
Y142
+
R2
..,.......
(4-37)
dimana, RPT = total curah hujan mencapai permukaan tanah (mm) Y112, Y122, Y132, Y142, lihat pada Persamaan (4-33) R2, lihat pada Persamaan (4-25).
f.
Inf iltrasi Besarnya infiltrasi yang terjadi di lahan masing-masing
vegetasi, diduga
dengan
menggunakan persamaan
dari suatu sistem hidrologi, yang
bentuk
neraca air
rumusannya dapat
dilihat pada Persamaan (2-14) dan (2-16).
g.
Limpasan permukaan Besarnya alihan dari
permukaan
diduga dengan
ukuran plot erosi dan vegetasi.
tanah ke sungai berupa
limpasan
rumus yang dibuat dari hasil peng-
limpasan permukaan pada lahan setiap
Bentuk persamaan hubungan regresi antara limpasan
permukaan dengan curah hujan adalah sebagai berikut : Y231 = (Yht
+
Yal
+
Yld
+
Ypk)
. . .. . . .
(4-38)
= (Yhtl
+ Yht2 + Yht3 + Yht4)
. 83,88 .....
Yht Yhtl Yht2 Yht3 Yht4
= - 12,13777 + 0,16970 Pg ; R2 = = - 5,79272 + 0,26763 Pg ; R2 = = - 5,31228 + 0,29330 Pg ; R2 = = - 5,33189 + 0,32805 Pg ; R2 =
Yal
=
Yld Yldl Yld2 Yld3
= (Yldl + Yld2 + Yld3) = - 11,89045 + 0,83588 Pg ; R2 = 98,47 = - 12,26733 + 0,79754 Pg ; R* = 98,68 = - 12,36425 + 0,76387 Pg ; R2 = 97,98
-
6,41519
+
(4-39)
97,ll 97,32 96,86
.. .......
0,40769 Pg ; R2 = 94,04
.. .....
Ypk = (Ypkl + Ypk2) Ypkl = - 8,15653 + 0,42195 Pg ; R2 = 96,78 Ypk2 = - 8,09547 + 0,40301 Pg ; R2 = 96,75
(4-40) (4-41 )
(4-42)
dimana, Y231 = alihan dari tanah ke sungai (limpasan permukaan) Yht = limpasan permukaan vegetasi hutan yang terdiri dari Yhtl (limpasan permukaan hutan alam), Yht2 (limpasan permukaan Pinus merkusii), Yht3 (limpasan permukaan Acacia manaium) dan Yht4 (limpasan permukaan Peronema canescens), Yal = limpasan permukaan pada vegetasi alang-alang Yld = limpasan permukaan pada vegetasi ladang yang terdiri dari Yldl (limpasan permukaan kacang tanah), Yld2 (limpasan permukaan padi) dan Yld3 (limpasan permukaan jagung). Ypk = limpasan permukaan vegetasi pekarangan dan kebun campuran (sekitar pemukiman) yang terdiri dari Ypkl (limpasan permukaan pisang) dan Ypk2 (limpasan permukaan kebun campuran), Pg = besar curahhujan. h.
Kelengasan tanah Besar kelengasan tanah pada
saat R(n) L ETP(n), diduga
dengan mengguhakan rumus berikut (PUSDI-PSL IPB, 1983) :
dimana, KB(n)
= kelengasan tanah pada bulan ke M (M = 1, 2,
,
.
.
12) (mm) 3,4 KB(n-I)= kelengasan tanah pada bulan ke (M-1) R(n) = curah hujan bulan ke M (mm) ETP(n) = evapotranspirasi potensial bulan ke M
(mm).
Jika ternyata KB(n) lebih besar dari pada cadangan air tanah
maksimum (KB maksimum), maka KB(n) = kelengasan tanah pada kapasitas lapang (KPL). Apabila keadaan R( n ) <ETP(n) , maka kelengasan tanah diduga
dengan
menggunakan "Soil Moisture
(Thornthwaite and i.
Retention
Table"
Mather, 1957).
Perkolasi Perkolasi adalah jumlah air surplus, yang diduga dengan
persamaan berikut : 2221 dimana , Z221
4 = F - ( C Y21i) i=l
.. . .
PKB'(n)
(4-44)
= keluaran berupa perkolasi bulanan (mm) = infiltrasi (mm) Y21i = alihan air dari tanah ke vegetasi ke i (i = 1 , 2, 3, 4) lihat Persamaan (4-34) PKB'(n)= perubahan kelengasan tanah pada bulan yang sama (ke M) (mm/bln), yang bernilai positif dan nol. Pada saat PKB(n) bernilai negatif 2221 dianggap sama dengan nol.
F
j.
Limpasan dalam Air surplus yang dilepaskan hanya sekitar 50
dangkan sisanya (50
%)
se-
akan dialirkan pada bulan berikutnya
(Thornthwaite and Mather, 1957). limpasan dalam
%,
Dikemukakan pula, besar
yang terjadi diduga dengan
menggunakan per-
samaan sebagai berikut :
dimana , Y232 = besar limpasan dalam (mm/bln) Z221(n-1) = berupa perkolasi bulan ke (M-1) Z221(n) = berupa perkolasi bulan ke (M).
k.
Perkolasi dalam Perkolasi dalam
cadangan
air
bumi.
merupakan
air
yang
Laju perkolasi dalam
masuk
ke
tersebut
dalam diduga
dengan persamaan berikut (PUSDI-PSL IPB, 1983) :
jika 2222 > 0, terjadi perkolasi dalam 2222 < 0, terjadi limpasan air bumi 2222 = 0, tidak terjadi perkolasi dalam maupun limpasan air bumi dimana, 2222 = laju perkolasi dalam Y232 dapat dilihat pada Persamaan (4-45). .
1.
Jumlah air sungai Besarnya cadangan air sungai, diduga dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
dimana, X3 = volume air sungai (mm/bln); R3, Y231 dan Y232 dapat dilihat Persamaan (4-26), (4-38) dan (4-45). m.
Debit sungai Besar debit sungai yang keluar dari Sub DAS diduga
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
dimana, 232 = debit air sungai (mm/bln) X3, 231 dapat dilihat Persamaan (4-47) dan (4-32) Y32 = alihan air dari sungai ke tanah, karena belum ada irigasi, maka Y32 = 0. E.
Asumsi-Asunsi yang Digunakan Dalam pembatasan permasalahan sistem yang diteliti
model
yang telah dirumuskan, digunakan
serangkaian
dan
asumsi
sebagai berikut : a.
DAS
merupakan sistem terbuka yang menerima masukan dari
luar sistem, kemudian memprosesnya menjadi keluaran.
b.
Vegetasi adalah
jenis
atau
kumpulan jenis
tetumbuhan
yang
mendominasi
Tetumbuhan
masing-masing
bawah
pola penggunaan lahan.
(ground cover)
dianggap
hanya
ber-
pengaruh terhadap evapotranspirasi dan erosi. Tanah
adalah lapisan
tanah sampai dengan mintakat per-
akaran tetumbuhan rataan.
Air yang ada dibawah mintakat
perakaran dianggap menjadi air perkolasi dalam. Sungai adalah sungai abadi dan/atau sungai sementara. Luas DAS dan keadaan penggunaan lahan
di daerah peneli-
tian tetap selama proses penelitian berlangsung Macam penggunaan lahan yang satu dapat penggunaan lahan yang lainnya tanpa
dirubah
menjadi
mempengaruhi
macam
penggunaan lahan yang tidak dirubah. Proses limpasan permukaan dan erosi yang
terjadi
suatu Sub DAS tidak berinteraksi dengan proses
dalam
limpasan
permukaan dan erosi pada Sub DAS lainnya. Data
sifat
konstan
fisik
tanah, hidrologi dan iklim
dianggap
dan sahih pada periode analisis.
Pada perurnusan submodel hidrologi, jumlah air hujan yang jatuh dibagi habis untuk proses intersepsi, transpirasi, evap~rasi,evapotranspirasi, perkolasi mukaan,
Proses-proses
ini
terjadi
dan aliran per-
pada tiga komponen
utama, yaitu tanah, sungai dan vegetasi. Dalam
analisis koefisien
sepanjang
tahun, kecuali tanaman ladang
disesuaikan dengan
transpirasi,
dengan
kegiatan
umur jenis
pertumbuhan
tanaman
tumbuh
yang tumbuhnya
tanaman yang digunakan,
dipengaruhi
oleh
hujan,
perakaran tanaman dalamnya tetap sesuai dengan kedalaman efektif masing-masing k.
Pengaruh
waktu
alang-alang dan ladang
vegetasi.
tunda
menjadi
(delay
time)
akibat
perubahan
ladang dan sebaliknya, alang-alang
menjadi hutan dan sebaliknya terhadap peubah
sistem dianggap nol. 1.
Dugaan
hasil simulasi dalam
tahap eksperimentasi hanya
digunakan untuk membandingkan naan
berbagai skenario penggu-
penggunaan lahan (penutupan vegetasi) pada kawasan
hutan lindung DAS Riam Kanan.
F.
Pola Simulasi dan Skenario Penggunaan Lahan
1.
Pola simulasi Teknik simulasi bertujuan untuk mempelajari dan menelu-
suri
perilaku
sistem
dengan
menggunakan
model
simulasi.
Dengan simulasi ini dapat diketahui pengaruh variabilitas penggunaan lahan terhadap
respon peubah sistem, yakni erosi
dan sedimentasi (submodel ESECS = Erosion and Sedimentation Evaluation Computer musimannya
System) dan
debit air dan fluktuasi
(submodel HYECS = Hydrological Evaluation
Com-
puter System) yang dilakukan dengan simulasi berbagai skenario penggunaan lahan. Simulasi dilakukan dalam dua tahap analisis, yaitu
ta-
hap uji model dan tahap seleksi skenario penggunaan lahan. Tahap uji model bertujuan dan
submodel HYECS,
selanjutnya.
Simulasi
menguji keabsahan submodel ESECS
yang akan tahap
digunakan
uji
dalam
analisis
model ini, menggunakan 9
keadaan c u r a h
hujan
( s a t u curah hujan
r a t a a n dan delapan
c u r a h h u j a n h i p o t e t i k ) d e n g a n 14 s k e n a r i o penggunaan t i a p Sub DAS
(penjelasannya
lahan
dalam u r a i a n s k e n a r i o penggu-
naan l a h a n b e r i k u t ) . Penyusunan k i s a r a n t i n g k a t c u r a h h u j a n h i p o t e t i k t e r e n d a h d a n t e r t i n g g i b e r d a s a r k a n simpangan c u r a h h u j a n r a t a a n , Rincian
yang b e s a r n y a 24,5 %,
tingkat
keadaan c u r a h h u j a n
dalam a n a l i s i s t a h a p u j i model d a n s e -
yang a k a n d i g u n a k a n
l e k s i s k e n a r i o penggunaan l a h a n , d i s a j i k a n p a d a T a b e l 17. Tabel
B e r b a g a i P r e d i k s i Keadaan Curah Hujan dalam A n a l i s i s Tahap U j i model d a n Sel e k s i S k e n a r i o Penggunaan Lahan
17.
Keadaan h u j a n * ) N o t a s i
Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan Keadaan
1 2 3 4 5
25 % 20 % 15 % 10 X Rataan
10 15 20 25
Keterangan
6
% % % %
7 8 9
hujan hujan hujan hujan hujan hujan hujan hujan hujan
lebih lebih lebih lebih waktu lebih lebih lebih lebih
k e c i l 25 % k e c i l 20 % k e c i l 15 % k e c i l 10 % penelitian b e s a r 10 % b e s a r 15 % b e s a r 20 % b e s a r 25 %
-
* ) Keadaan h u j a n ( X ) , maksudnya jumlah h u j a n d i s i m u l a s i l e b i h besar a t a u l e b i h k e c i l d a r i curah hujan rataan.
D a r i berbagai t i n g k a t p r e d i k s i curah hujan dan s k e n a r i o
Sub DAS d i a t a s ,
penggunaan l a h a n
tiap
b i n a s i keduanya.
Sehingga
eksperimentasi
setelah
layak.
Dalam
Sub DAS
akan
mengalami
s i m u l a s i s e b a n y a k 126 k a l i .
Analisis tahap kukan
setiap
d a p a t d i s u s u n kom-
s e l e k s i s k e n a r i o penggunaan l a h a n d i l a -
submodel
ESECS d a n
tahap i n i dilakukan
submodel
HYECS
s i m u l a s i dengan
dianggap membuat
24 skenario penggunaan lahan untuk masing-masing Kalaan
dan
Sub DAS
Sub DAS Tanjungan, sedangkan Sub DAS Hajawa 27
skenario penggunaan (penjelasannya
dalam uraian skenario
penggunaan lahan berikut). Dalam analisis tahap seleksi skenario penggunaan lahan ini, disusun juga kombinasi antara berbagai gunaan lahan
dengan
Sub DAS Kalaan
dan
rimentasi simulasi
prediksi
skenario peng-
keadaan curah hujan. Pada
Sub DAS Tanjungan akan mengalami ekspesebanyak
216 kali, sedangkan pada Sub
DAS Hajawa sebanyak 243 kali. 2.
Skenario Penutupan Vegetasi/Penggunaan Lahan
a.
Dasar umum penyusunan skenario Dasar umum penyusunan
skenario penggunaan lahan adalah
perilaku kondisi hidroorologi waduk PLTA PM Noor, terutama sedimentasi dan debit "inflow" ke waduk.
Sedimentasi di be-
berapa sungai yang bermuara ke waduk, seperti Sungai Riam Kanan
1,134 mm/th, Sungai Hanaru 4,471 mm/th
Tabatan
dan Sungai
2,212 mm/th telah melebihi batas kritis sedimen
yang diperkenankan, yakni 1,11 mm/th. 9 serta Gambar 8
(Bab Keadaan
debit "inflow" maksimum
Dari data Tabel 8 dan
Umum Penelitian) keadaan
dan rataan
selama periode tahun
1984 s/d 1989 kecenderungannya menurun, dan rataannya (62,79 m3/detik) "inflow" minimum
kecil daripada
debit
yang diperkenankan.
Debit "inflow" minimum berdasarkan tinggi mum 60 m adalah
lebih
debit "inflow"
dan maksimum yang diperkenankan
muka air waduk minimum
masing-masing
52 m dan maksi-
95 m3/detik dan 218 m3/detik
(PLN Wilayah VI Banjarbaru, 1989). Berdasarkan rencana pembangunan waduk, debit "inflow" tersebut, dapat diharapkan berfungsi sebagai pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 30 mega watt dan irigasi persawahan seluas 800 ha yang dapat dipanen dua kali dalam setahun serta 30.000 ha Debit air
yang dipanen satu kali dalam setahun.
sungai dari Sub DAS Kalaan, Tanjungan dan
Hajawa yang bermuara ke waduk, diharapkan dapat memenuhi ketentuan debit "inflow" seperti yang direncanakan. Dari data keadaan sedimentasi dan debit "inflow" rataan di atas, nampaknya upaya perbaikan daerah tampung waduk terutama yang berhubungan dengan perbaikan tata guna lahan sangat urgen dilaksanakan.
Untuk keperluan tersebut harus di-
susun suatu skenario penggunaan lahan dalam tiap Sub DAS, yang komposisinya terdiri dari hutan, alang-alang, ladang dan pemukiman. Secara skematis alur fikir deskriptif dasar umum penyusunan skenario penggunaan lahan tersebut, tertera pada Gambar 15. b.
Skenario penggunaan lahan tiap Sub DAS Penyusunan skenario penggunaan lahan dilakukan dua ta-
hap yang disesuaikan dengan pola simulasi, yaitu tahap uji model dan tahap seleksi skenario penggunaan lahan. a.
Tahap uji model Skenario penggunaan lahan dalam tahap ini, hanya digu-
nakan untuk analisis pengujian keabsahan model. nyusunan
skenario ini dilakukan perubahan
Dalam pe-
vegetasi
hutan,
NNGSI WWX, mtrrr Ialn I T W G h LISTRIX
* PmNGXIT
I
PIRPIIIXM TATA GUM UHW DI mnmu rnmuma MDUX PLrn
I
ladang dan alang-alang.
Sedangkan
v e g e t a s i pekarangan dan
k e b u n c a m p u r a n ( s e k i t a r pemukiman) d i a n g g a p t i d a k mengalami perubahan.
H a l i n i disebabkan,
l a h a n l o k a s i pemukiman b e r -
a d a d a l a m d a e r a h tampung waduk PLTA PM N o o r , y a n g m e r u p a k a n k a w a s a n h u t a n l i n d u n g DAS R i a m Kanan.
D a l a m t i a p Sub DAS
d i b u a t 14 s k e n a r i o penggunaan l a h a n , yang u r u t a n l u a s h u t a n nya b e r v a r i a s i
dari
yang
terendah
10 % sampai dengan yang
t e r i n g g i 70 % ( p e r s e n t a s e t e r h a d a p i u a s S u b DAS) s e r t a l u a s alang-alang dan
ladang t e r t e n t u .
n a r i o penggunaan adaan
l u a s hutan,
lahannya alang
Dalam tiap
berbeda, dan
ladang
ha1
ini
pada
Sub DAS s k e d i s e b a b k a n ke-
saat
penelitian
tidak sama. R i n c i a n s k e n a r i o p e n g g u n a a n l a h a n d a l a m t a h a p u j i model u n t u k S u b DAS K a l a a n , T a n j u n g a n d a n H a j a w a m a s i n g - m a s i n g
di-
s a j i k a n p a d a T a b e l 1 8 , 1 9 d a n 20. Tabel 18.
Skenario 1 2 3 4
5 6 7 8 9
10 11 12 13 14
B e r b a g a i S k e n a r i o Penggunaan Lahan d i Sub DAS K a l a a n p a d a A n a l i s i s T a h a p U j i Model K e t e r a n g a n
33,70 X hutan dijadikan alang-alang 23,70 X hutan dijadikan alang-alang 23,70 X hutan dijadikan alang-alang dan ladang (50 : 50) 13,70 X hutan dijadikan alang-alang 13,70 X hutan dijadikan alang-alang dan ladang (50 : 50) 3,70 X hutan d i jadikan alang-alang 3,70 X hutan dijadikan alang-alang dan ladang (50 : 50) Keadaan s a a t p e n e l i t i a n (hutan 43,70 X , alang-alang 31,50 X dan ladang 7,33 X 6,30 X alang-alang dijadikan hutan 3,15 X alang-alang dan 3,15 X ladang dijadikan hutan 16,3 X alang-alang dijadikan hutan 8,97 X alang-alang dan 7,33 X ladang dijadikan hutan 26,3 X alang-alang dijadikan hutan 18,97 X alang-alang dan 7,33 X ladang dijadikan hutan
Tabel 19.
Skenario 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
K e t e r a n g a n 43,42 X hutan d i j a d i k a n alang-alang 33,42 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang 33,42 X hutan d i j a d i k a n alang-alang dan ladang ( 5 0 : 50) 23,42 X hutan d i j a d i k a n alang-alang 23,42 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang dan ladang ( 5 0 : 50) 13,42 X hutan d i j a d i k a n alang-alang 13,42 X hutan d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) 3,42 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang 3,42 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang dan ladang ( 5 0 : 50) Keadaan saat p e n e l i t i a n ( h u t a n 53,42 %, alang-alang 34,71 X dan ladang 0,25 % 6,58 % alang-alang d i j a d i k a n hutan 6,33 X alang-alang dan 0,25 X ladang d i j a d i k a n hutan 16,58 X a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n h u t a n 16,33 X a l a n g - a l a n g dan 0,25 % ladang d i j a d i k a n hutan
T a b e l 20.
Skenar i o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
b.
Berbagai S k e n a r i o Penggunaan Lahan d i Sub DAS Tanjungan pada A n a l i s i s Tahap U j i Model
B e r b a g a i S k e n a r i o Penggunaan Lahan d i Sub DAS H a j a w a p a d a A n a l i s i s T a h a p U j i M o d e l K e t e r a n g a n
48,99 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang 38,99 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang 38,99 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) 28,99 X hutan d i j a d i k a n alang-alang 28,99 X hutan d i j a d i k a n alang-alang dan ladang ( 5 0 : 50) 18,99 X hutan d i j a d i k a n alang-alang 18,99 X hutan d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) 8,99 X hutan d i j a d i k a n alang-alang 8,99 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) Keadaan saat p e n e l i t i a n ( h u t a n 58,99 X, alang-alang 15,66 X dan ladang 10,26 X 1,01 X alang-alang d i j a d i k a n hutan 1,01 X ladang d i j a d i k a n h u t a n 11,01 X alang-alang d i j a d i k a n hutan 5,51 X alang-alang dan 5,51 X ladang d i j a d i k a n hutan
T a h a p s e l e k s i s k e n a r i o p e n g g u n a a n lahan P e n y u s u n a n s k e n a r i o p e n g g u n a a n l a h a n dalam t a h a p
ini,
b e r t u j u a n untuk menentukan s k e n a r i o penggunaan t e r p i l i h d a r i
segi biofisik Kanan.
sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam
Skenario penggunaan lahan tahap ini dalam setiap Sub
DAS, dikelompokkan menjadi tiga golongan.
1) Skenario golongan I Faktor-faktor
yang
dipertimbangkan
dalam
penyusunan
skenario ini dalam setiap Sub DAS adalah sebagai berikut : a)
Melakukan
perubahan luas hutan menjadi alang-alang
ladang, sehingga kisaran luas hutan menjadi 20
%
dan
sampai
dengan lebih kecil dari keadaan luas hutan pada saat penelitian setiap Sub DAS.
Khusus untuk ladang diguna-
kan teknik konservasi tanah berupa teras tradisional. Dalam
kisaran luas hutan
luas hutan 30
%
tersebut tercakup penilaian
dari luas suatu DAS (Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980). b)
Tujuan
skenario ini untuk mengkaji
bagaimana
pengaruh
vegetasi hutan, jika luasnya lebih kecil daripada keadaan luas hutan saat penelitian terhadap kelakuan peubah sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan. Skenario yang termasuk golongan I ini adalah : Skenario
1 s/d 6 (Sub DAS Kalaan), Skenario 1 s/d 9 (Sub DAS Tanjungan) dan Skenario 1 s/d 14 (Sub DAS Hajawa).
2) Skenario golongan I1 Faktor-faktor
yang
dipertimbangkan
dalam
penyusunan
skenario ini dalam setiap Sub DAS adalah sebagai berikut: a)
Penutupan
luas vegetasi
seperti pada
keadaan
pada sebagian
saat penelitian
skenario
tetap
(tidak mengalami
perubahan), di mana luas vegetasi hutan 43,7 Kalaan),
53,42 %
DAS Hajawa)
(Sub DAS Tanjungan)
%
(Sub DAS
dan 58,99 % (Sub
dengan luas vegetasi alang-alang, ladang
serta pekarangan dan kebun campuran (di sekitar pemukiman) tertentu.
Sebagian
skenario lagi, luas vegetasi
hutan tidak berubah, tetapi vegetasi ladang berubah menjadi alang-alang (karena ladang tidak digunakan lagi) atau alang-alang dikonversi menjadi ladang dan khusus untuk ladang digunakan teknik konservasi tanah berupa pembuatan teras tradisional. b)
Tujuan
skenario ini untuk mengetahui apakah respon
ubah sistem berupa erosi, sedimentasi dan
pe-
debit air
sungai dan fluktuasinya dari kondisi vegetasi seperti di atas, telah memenuhi persyaratan
aspek
biofisik
sis-
tem hidroorologi hutan lindung yang diinginkan : seperti erosi
yang
diperkenankan
ton/ha/th, Sub
di
nankan 1,11 mm/th; NDF sungai
DAS
Kalaan
34,02
DAS Tanjungan 34,09 ton/ha/th dan Sub
DAS Hajawa 40,55 ton/ha/th;
air
Sub
dengan
sedimentasi yang diperke-
(nisbah perubahan jumlah debit
fluktuasinya
dari setiap skenario
penggunaan lahan) yang nilainya sekitar 1 serta debit "inflow" ke waduk (minimum 95 m3/detik dan maksimum 218 m3/detik). Skenario yang termasuk dalam golongan I1 ini adalah : Skenario 7 dan 8 (Sub DAS Kalaan), Skenario 10 s/d 12 (Sub DAS Tanjungan)
dan
Skenario
15 s/d 18
(Sub
DAS Hajawa).
3)
Skenario golongan I11 Faktor-faktor
yang
dipertimbangkan
dalam
penyusunan
skenario ini dalam setiap Sub DAS adalah sebagai berikut : a)
Penutupan luas
vegetasi hutan
bertambah
besar
dengan
jalan mengkonversi alang-alang atau ladang menjadi hutan, sehingga kisaran dari luas hutan
luas hutan menjadi lebih besar
pada keadaan saat penelitian sampai
dengan 70
%
skenario
khusus untuk ladang digunakan teknik konserva-
daripada luas setiap Sub DAS.
Dalam setiap
si tanah dan air berupa pembuatan teras tradisional,
b)
Dengan penutupan
luas
diketahui bagaimana hutan
vegetasi seperti
butir a , dapat
kelakuan peubah sistem hidroorologi
lindung, jika luas vegetasi hutan diperbesar de-
ngan luas vegetasi alang-alang, ladang dan pekarangan serta kebun campuran (sekitar pemukiman) tertentu. c)
Agar sedimentasi di Sungai Riam Kanan 1,13 mm/th, Sungai Tabatan 2,21 mm/th dan Sungai Hanaru 4 , 4 7
mm/th dapat
diperkecil sampai berada di bawah batas yang diperkenankan (1,ll mm/th).
Di samping itu agar debit air sungai
yang masuk ke dalam waduk PLTA PM Noor berada dalam batas debit "inflow" ke
waduk
minimum (95 m3 /detik)
dan maksimum 218 m3 /detik yang diperkenankan serta nisbah perubahan jumlah debit air sungai dengan fluktuasinya dari setiap skenario penggunaan lahan, sesuai dengan sasaran yang ditentukan (NDF sekitar 1). d)
Tujuan
akhir
penyusunan skenario golongan
ini
adalah
untuk mengetahui skenario
penggunaan lahan yang bagai-
mana yang terpilih dari segi biofisik sistem hidroorologis hutan lindung DAS Riam Kanan.
Skenario terpilih
dalam
penggunaan
penelitian ini adalah skenario
lahan
yang diprioritaskan untuk dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan melestarikan fungsi waduk PLTA PM Noor, baik sebagai pembangkit
tenaga listrik dengan kapasitas
30 mega watt, pertanian (irigasi teknis), perikanan dan fungsi lainnya. Skenario yang termasuk dalam golongan I11 ini adalah : Skenario 9 s/d 24 (Sub DAS Kalaan), Skenario
13 s/d 24 (Sub
DAS Tanjungan) dan Skenario 19 s/d 27 (Sub DAS Hajawa). Pengertian tentang istilah-istilah macam penggunaan lahan yang digunakan dalam penyusunan skenario tahap uji model dan seleksi skenario
penggunaan lahan, telah dijelaskan
pada
(Model Analisis).
uraian Sub Bab D
Rincian berbagai skenario penggunaan lahan dalam tahap seleksi skenario penggunaan lahan
untuk Sub DAS Kalaan,
Tanjungan dan Hajawa masing-masing disajikan pada Tabel 21, 22
dan 23. Sedangkan rincian luas komposisi penggunaan lahan yang
terdiri dari hutan, alang-alang, ladang dan pemukiman (termasuk pekarangan dan kebun campuran di sekitarnya) dari berbagai
skenario penggunaan lahan
nario penggunaan
lahan,
untuk
dalam tahap
seleksi ske-
masing-masing Sub DAS di-
sajikan pada Tabel Lampiran 4a, 4b dan 4 c .
Tabel 21.
Skenario
Berbagai S k e n a r i o Penggunaan Lahan d i Sub DAS Kalaan pada A n a l i s i s Tahap S e l e k s i S k e n a r i o Penggunaan Lahan K e t e r a n g a n
Golongan I 1 HAHL 20") 23,70 X hutan d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan l a d a n g (50 : 50) s e r t a ladang d i b u a t t e r a s t r a d i s i o n a l (t T r d ) 13,70 X hutan d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) 2 HAHL 30 s e r t a ladang + Trd 30 13,70 X hutan d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i l a d a n g + Trd 3 HA 3 , 7 0 X hutan d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan ladang (50 : 50) 4 HAHL 40 serta ladang + Trd 5 HA 40 3,70 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i ladang + Trd 6 HALH 40 3 , 7 0 X h u t a n dan 3,66 % ladang d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , sisa ladang + Trd Golongan I 1 7 AL 43,70 1 5 , 8 3 X alang-alang d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang + Trd 8 / 43,70 Keadaan saat p e n e l i t i a n ( h u t a n 43,70 %, alang-alang 31,50 X dan ladang 7 , 3 3 X Golongan I11 9 LHLA 45 1 , 3 0 X ladang d i j a d i k a n h u t a n dan 2,36 ladang berubah menjadi alang-alang, sisa ladang + Trd 10 LHLA 45 1 , 3 0 X ladang d i j a d i k a n hutan dan 4,20 ladang berubah menjadi a l a n g - a l a n g , sisa ladang + Trd 11 AHAL 50 6,30 X alang-alang d i j a d i k a n hutan dan 1 2 , 6 7 X alanga l a n g d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang + Trd 12 AH 50 6,30 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i ladang + Trd 3,15 X alang-alang dan 3,15 % ladang d i j a d i k a n h u t a n , 1 3 AHLH 50 sisa ladang + Trd 7,64 X alang-alang dan 3,66 X ladang d i j a d i k a n h u t a n , 14 AHLH 55 sisa ladang + Trd 5,80 X alang-alang dan 5 , 5 0 % ladang d i j a d i k a n h u t a n , 15 AHLH 55 sisa ladang + Trd 1 6 AHAL 60 1 6 , 3 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n dan 7 , 6 7 X alanga l a n g d i j a d i k a n ladang, dan ladang + Trd 60 16,30 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i ladang + Trd 17 AH 12,64 X alang-alang dan 3,66 X ladang d i j a d i k a n h u t a n , 1 8 AHLH 60 sisa ladang + Trd 10,80 X alang-alang dan 5,50 X ladang d i j a d i k a n h u t a n , 19 AHLH 60 sisa ladang + Trd 20 AH 65 21,30 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i ladang + Trd 17,64 X alang-alang dan 3,66 X ladang d i j a d i k a n h u t a n , 21 AHLH 65 sisa ladang + Trd 15,80 X alang-alang dan 5,50 X ladang d i j a d i k a n h u t a n , 22 AHLH 65 sisa ladang + Trd 23 AH 70 26,30 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i l a d a n g + Trd 22,64 X alang-alang dan 3,66 X ladang d i j a d i k a n h u t a n , 24 AHLH 70 sisa ladang + Trd
Ket : * ) 1 HAHL 20 = S k e n a r i o 1 Hutan (H) d i j a d i k a n Alang-Alang (A) dan Ladang (L) dengan Luas Hutan 20 X .
Tabel 22.
Skenario
Berbagai S k e n a r i o Penggunaan Lahan d i Sub DAS Tanjungan pada A n a l i s i s Tahap S e l e k s i S k e n a r i o Penggunaan Lahan K e t e r a n g a n
Golongan I 1 HAHL 20*) 33,42 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) serta ladang d i b u a t ' t e r a s t r a d i s i o n a l ( t T r d ) 2 HAHL 30 23,42 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) serta ladang t Trd 30 23,42 X h u t a n d i j a d i k a n alang-alang, t e t a p i l a d a n g t Trd 3 HA 13,42 X hutan d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) 4 HAHL 40 serta ladang t Trd 5 HA 40 13,42 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i ladang t Trd 8 , 4 2 X hutan d i j a d i k a n alang-alang dan ladang (50 : 50) 6 HAHL 45 serta ladang t Trd 7 HA 45 8 , 4 2 X hutan d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i ladang t Trd 50 3,42 X hutan d i j a d i k a n ladang, dan ladang t Trd 8 HL 50 3,42 X hutan d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i ladang t Trd 9 HA .Golongan I 1 10 AL 53,42 8 , 6 8 X alang-alang d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 11 AL 53,42 4,34 X alang-alang d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 12 / 53,42 Keadaan saat p e n e l i t i a n ( h u t a n 53,42 X , alang-alang 3 4 , 7 1 dan ladang 0 , 2 5 X Golongan I11 1 3 AHAL 55 1 , 5 8 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n dan 8 , 6 8 X a l a n g a l a n g d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 1 , 5 8 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n dan 4,34 X a l a n g 14 AHAL 55 a l a n g d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 15 AH 55 1 , 5 8 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i ladang t Trd 6 , 5 8 X alang-alang d i j a d i k a n hutan dan 8 , 6 8 X alang16 AHAL 60 a l a n g d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 6 , 5 8 X alang-alang d i j a d i k a n hutan dan 4,34 X a l a n g - a l a n g 17 AHAL 60 d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 1 8 AH 60 6,58 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i ladang t Trd 1 9 AHAL 65 11,58 X a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n hutan dan 8 , 6 8 % a l a n g 2 a l a n g d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 20 AHAL 65 11,58 X s l a n g - a l a n g d i j a d i k a n hutan dan 4.34 X alanga l a n g d i j a d i k a n l a d a n g , dan ladang t Trd 21 AH 65 11,58 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i ladang t Trd 16,58 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n dan 8 , 6 8 X a l a n g 22 AHAL 70 a l a n g d i j a d i k a n ladang, dan ladang t Trd 23 AHAL 70 16,58 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n dan 4,34 X a l a n g a l a n g d i j a d i k a n ladang, dan l a d a n g t Trd 24 AH 70 16,58 X alang-alang d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i ladang t Trd
Ket : * ) 1 HAHL 20 = S k e n a r i o 1 Hutan (H) d i j a d i k a n Alang-Alang (A) dan Ladang ( L ) dengan Luas Hutan 20 X .
T a b e l 23.
Skenar i o
B e r b a g a i S k e n a r i o Penggunaan Lahan d i Sub DAS Hajawa pada A n a l i s i s Tahap S e l e k s i S k e n a r i o Penggunaan Lahan K e t e r a n g a n
Golongan I 1 HAHL 20*) 3 8 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan l a d a n g ( 5 0 : 5 0 ) s e r t a l a d a n g t Trd ( d i b u a t t e r a s t r a d i s i o n a l ) 30 2 8 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i l a d a n g t Trd 2 HA 28,99 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan l a d a n g ( 5 0 : 5 0 ) 3 HAHL 30 serta l a d a n g t Trd 40 1 8 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i l a d a n g t Trd 4 HA 1 8 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan 5 , 1 3 % l a d a n g 5 HALA 40 b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , s i s a l a d a n g t T r d 45 13,99 % hutan d i j a d i k a n alang-alang, t e t a p i ladang + Trd 6 HA 7 HALA 45 1 3 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan 5 , 1 3 X l a d a n g b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , s i s a l a d a n g t Trd 1 3 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan 7 , 7 0 % l a d a n g 8 HALA 45 b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , sisa l a d a n g t Trd 50 8 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g , t e t a p i l a d a n g t Trd 9 HA 1 0 HALA 50 8 , 9 9 X h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan 5 , 1 3 % l a d a n g b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , s i s a l a d a n g t Trd 11 HALA 50 8 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan 7 , 7 0 % l a d a n g b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , sisa l a d a n g t T r d 55 3,99 X hutan d i j a d i k a n alang-alang, t e t a p i ladang + Trd 1 2 HA 1 3 HALA 55 3 , 9 9 X h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan 5 , 1 3 % l a d a n g b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , s i s a l a d a n g t T r d 3 , 9 9 % h u t a n d i j a d i k a n a l a n g - a l a n g dan 7 , 7 0 X l a d a n g 14 HALA 55 b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , sisa l a d a n g t Trd Golongan I 1 1 5 AL 5 8 , 9 9 2 , 5 7 a l a n g - a l a n g b e r u b a h menjadi l a d a n g , dan l a d a n g t Trd 1 6 / 5 8 , 9 9 Keadaan S a a t P e n e l i t i a n ( h u t a n 5 8 , 9 9 X , a l a n g - a l a n g 1 5 , 6 6 % dan l a d a n g 1 0 , 2 6 %) 17 LA 5 8 , 9 9 2 , 5 7 % l a d a n g b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , sisa l a d a n g t Trd 1 8 LA 5 8 , 9 9 7 , 7 0 X l a d a n g b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , sisa l a d a n g + Trd Golongan I 1 1 19 AH 60 1 , O l a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i l a d a n g t Trd 20 LHLA 60 1 , 0 1 l a d a n g d i j a d i k a n h u t a n dan 4 , 1 2 X l a d a n g b e r u b a h menjadi a l a n g - a l a n g , sisa l a d a n g t Trd 1 , 0 1 l a d a n g d i j a d i k a n h u t a n dan 6 , 6 9 X l a d a n g b e r u b a h 21 LHLA 60 menjadi a l a n g - a l a n g , s i s a l a d a n g t T r d 65 6 , 0 1 % a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i l a d a n g t Trd 22 AH 5 , 1 3 % l a d a n g dan 0 , 8 8 X a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n h u t a n , 23 AHLH 65 sisa l a d a n g t Trd 6 , 0 1 X l a d a n g d i j a d i k a n h u t a n dan 1 , 6 9 % l a d a n g b e r u b a h 24 LHLA 65 menjadi a l a n g - a l a n g , s i s a l a d a n g t Trd 25 AH 70 1 1 , O l % a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n h u t a n , t e t a p i l a d a n g t Trd 26 AHLH 70 5 , 1 3 % l a d a n g dan 5 , 8 8 X a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n h u t a n , sisa l a d a n g t Trd 27 LHAL 70 7 , 7 0 X l a d a n g d i j a d i k a n h u t a n dan 3 , 3 1 X a l a n g - a l a n g d i j a d i k a n l a d a n g , dan l a d a n g + Trd
G.
Analisis Pengambilan Keputusan Analisis pengambilan keputusan ini bertujuan untuk me-
nentukan
skenario penggunaan lahan yang terpilih dari segi
biofisik sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan. Cara yang digunakan dalam pengambilan keputusan itu terdiri dari dua teknik analisis, yaitu (1) teknik penyaringan bertahap (step-wise)
dan (2) teknik "comparative performance
index" (CPI) yang merupakan indeks gabungan. 1.
Teknik penyaringan bertahap Penyaringan bertahap ini menggunakan kriteria tiga in-
deks tunggal biofisik sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan.
Ketiga saringan indeks tersebut terdiri dari
TSL (erosi yang dapat ditoleransi) dan SAP (sedimentasi yang diperkenankan) untuk
submodel erosi dan sedimentasi serta
NDF (nisbah perubahan jumlah debit air sungai dengan fluktuasi musimannya dan
dari
setiap skenario penggunaan lahan)
debit "inflow" minimum
serta
maksimum untuk submodel
hidrologi. Rincian dari ketiga saringan yang merupakan kriteriakriteria untuk mengambil suatu keputusan, leksi skenario penggunaan lahan
dalam rangka se-
dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : a.
Saringan erosi Indikator yang digunakan adalah TSL
yang
besarnya
DAS Tanjungan ton/ha/th.
untuk 34,09
Sub DAS Kalaan ton/ha/th
dan
setiap Sub DAS,
34,02
Sub
DAS
ton/ha/th, Sub Hajawa
40,55
b.
Saringan sedimentasi Saringan
ini
setelah
dilakukan
lahan 1010s dari saringan erosi.
skenario
penggunaan
Indikator yang digunakan
adalah sedimentasi yang diperkenankan (1,ll mm/th) berlaku untuk Sub DAS Kalaan, Sub DAS Tanjungan dan Sub DAS Hajawa (PLN Wilayah VI Banjarbaru, 1991). c.
Saringan debit air sungai Saringan ini dilakukan setelah skenario penggunaan la-
han 1010s
dari
saringan
erosi
dan
sedimentasi.
Seleksi
yang dilakukan dalam saringan debit air sungai ini terdiri dari dua tahap, yaitu : 1)
Dalam
tiap Sub DAS, bagaimana
mendapatkan produksi air
yang cukup dengan fluktuasi aliran sungai yang kecil. Indikator yang
digunakan
adalah nisbah perubahan jum-
lah debit air sungai dengan fluktuasinya (NDF) dari setiap
perubahan
skenario
penggunaan
fluktuasi debit dihitung berdasarkan
lahan. Perubahan keragaman,
selisih keragaman
tersebut merupakan pembagi
perubahan
debit
jumlah
air
sungai
ubahan skenario penggunaan lahan.
dimana
terhadap
dari setiap
per-
Apabila NDF mendekati
atau sama dengan 1 (satu) yang menjadi sasaran utama, berarti
penurunan
jumlah
debit
air
seimbang
dengan
terjadinya penurunan fluktuasi debit, sehingga diharapkan dengan adanya perubahan atau penambahan luas vegetasi hutan dengan
vegetasi alang-alang dan ladang terten-
tu akan memberikan produksi tuasi
aliran
air
sungai yang stabil.
yang
cukup dan fluk-
Dalam
penggunaannya
saringan 0,5
-
NDF untuk masing-masing Sub DAS berkisar
dari
3,0, Kriteria ini digunakan untuk memberikan ke-
mungkinan lebih banyak skenario terpilih, sehingga memudahkan dalam penentuan skenario penggunaan lahan yang bagaimana layak diterapkan, agar diperoleh kondisi hidroorologi yang baik dan kerugian yang sekecil mungkin dari masyarakat setempat yang menggunakan
lahan
untuk
bertani ladang.
2)
Seluruh Sub DAS, debit air sungai dari skenario
penggu-
naan lahan yang terpilih tahap butir I), dijumlahkan dan dibandingkan dengan debit "inflow" minimum 95 m3/detik dan maksimum 218 m3/detik; apakah berada dalam kisaran debit "inflow" waduk PLTA PM Noor
DAS Riam Kanan yang
diinginkan iersebut.
2.
Teknik "Comparative Performance Index" (CPI) Teknik CPI merupakan indeks gabungan (composite index),
yang digunakan untuk memilih salah satu skenario penggunaan lahan yang layak dari segi biofisik dan diprioritas untuk rn
dilaksanakan dari beberapa skenario penggunaan lahan yang terpilih
hasil teknik penyaringan bertahap.
Formulasi dari teknik CPI dalam bentuk persamaan matematik adalah sebagai berikut (Eriyatno, 1990) : Ai j = Xi j (min)x(100/~i (min))
=
Iij
AijxPj n
Ii
=
C(1ij) j=l Skenario terpilih = Ii(minimum)
.
.
(4-49)
........ ......,. ,
..,.
, ,
(4-51) (4-52) (4-53)
dimana, Aij
..
= nilai kriteria ke j (j = 1, 2 n) setelah disesuaikan (tak berdimensi) dari skenario ke i (i = 1, 2 m), Xij(min) =. nilai kriteria awal minimum ke j dan skenario ke i (unit), A(i+~,j)= nilai kriteria ke j dan skenario ke it1 (tak berdimensi), X(i+i,j) = nilai sebelum penyesuaikan kriteria ke j pada skenario ke it1 (unit), Pj = bobot kepentingan kriteria ke j, I i j = indeks kriteria ke j pada skenario ke i yang telah diboboti dengan bobot kepentingan, Ii = indeks gabungan dari ketiga kriteria pada skenario ke i.
Untuk
dapat
mengambil
keputusan
..
menentukan
skenario
penggunaan lahan y a n g terpilih, maka nilai kriteria-kriteria yang didapatkan dari pengguaan persamaan di atas direkapitulasi, dan disajikan pada Tabel 24. Tabel 24.
Skenario Penggunaan Lahan
Matriks Keputusan Penentuan Skenario Penggunaan lahan yang Terpilih pada Setiap Sub DAS dengan Metode CPI Kriteria-Kriteria Erosi
Sedimentasi
Debit (NDF)
Jumlah
1
I11
I12
I13
I ln
2
I21
I22
I23
12n
3
I31
I32
133
I3n.
m
I ml
Im2
I m3
Imn
J
Ket : I i j = Indeks Kriteria ke j pada Skenario ke i yang diboboti dengan bobot kepentingan.
Secara skematis alur fikir deskriptif pemilihan skenario penggunaan lahan dengan cara pengambilan keputusan teknik penyaringan bertahap dan teknik "Comparative Performance Index" pada sistem hidroorologi hutan lindung DAS Riam Kanan, disajikan pada Gambar 16.
.
Tidrk
A
SIWUSI WWAN SWI)(1PCTASI (SM)
.
Tidrk
1
IJ)RoLBGI
SU ROUT N
HI
* ifPWkPIT&:%b
SUBROUTINE WlJIACIl AIR Y
-
4
T
modUBROUT . I M ~ NP II M S I
C-
LI
.Tldrk
&
HITUHG IW( DEWGAW TXIMIU CPI
"' G w b r r , 16.
b i t A r Sungal
den
I r r i af1 P ? f =~ ~hE onut0 m "p .tr r tCr eurn l fe$ o-oe61%ndrx X P r ( it - fn dke h ~ ~gan& iW Alur Tiklr k s k r l p t i f pada Ptngurbllm Ueputurm dengm Cura Pen!wingrn k r t r h r p dm Teknik CPI dalrn h y k a Seleksl Penggunran lrhn Terplllh.
H.
Program Komputer Dalam
dengan
pembuatan program
penyusunan
komputer
suatu algoritma.
biasanya
Yang
didahului
dimaksud
dengan
algoritma dalam pemograman komputer adalah merupakan proses dari keadaan inginkan dengan cara
awal sampai dengan keadaan menentukan
terperinci
akhir yang di-
seperangkat langkah-langkah se-
berdasarkan langkah-langkah elementer, dan
merupakan susunan perintah pelaksanaan proses langkah demi langkah.
Agar algoritma dapat
nya diterjemahkan
dimengerti
dan jelas biasa-
menjadi suatu diagram yang disebut dengan
diagram alir (flow chart). Program komputer yang dibuat terdiri dari dua tahap, yaitu tahap uji model dan lahan.
tahap seleksi skenario penggunaan
Tahap uji model merupakan
penyusunan
program
kom-
puter untuk menganalisis keabsahan submodel ESECS dan sub model HYECS,
apakah layak atau tidak untuk digunakan
analisis selanjutnya.
dalam
Dalam tahap ini dilakukan simulasi
secara "trial and error" sebanyak kombinasi antara keadaan curah hujan (Tabel 17) dengan skenario penggunaan lahan setiap Sub DAS (Tabel 18, 19 dan 2 0 ) , di mana hasil simulasinya dibandingkan dengan hasil penelitian dan kerangka teori yang ada, sampai
diperoleh
Khusus untuk submodel
ESECS
keluaran simulasi yang logik. yang menggunakan
model USLE
dilakukan kalibrasi, sehingga didapatkan faktor koreksinya. Langkah kegiatan ini dilaksanakan, karena ada data pengamatan
erosi, limpasan permukaan
dan intersepsi dengan
petak
kecil selama periode penelitian (Tabel Lampiran 5a s/d 5d). Diagram alir (flow chart) penyusunan program komputer tahap uji model untuk submodel ESECS dan submodel HYECS yang
dilakukan
secara
pada Gambar Lampiran ESECS
terpisah,
6 dan 7.
terdapat program
model USLE
masing-masing disajikan
Di dalam
subroutine
(FAKOS), sedangkan di
HYECS terdapat program subroutine
program submodel
faktor koreksi dari
dalam
program
evapotranspirasi
submodel (EVAPO)
dan koefisien transpirasi (KOTRA) dari berbagai vegetasi. Dalam tahap seleksi penggunaan lahan, dibuat satu paket program yang terdiri dari program utama dan beberapa program subroutine. Tujuan pembuatan program pada tahap ini adalah untuk melakukan analisis penggunaan lahan yang terpilih dari aspek biofisik sistem hidroorologi. atas, akan
dilakukan
erosi dan sedimentasi sungai dan
simulasi
Dengan paket program di
untuk
estimasi
dari submodel ESECS dan debit air
fluktuasi musimannya dari
berbagai kombinasi
memperoleh
submodel
HYECS pada
skenario penggunaan lahan dan keadaan
curah hujan (khususnya keadaan curah hujan rataan). Komponen dalam paket program komputer terdiri dari satu program utama dan tiga program program
subroutine
skenario
subroutine, yang meliputi
penggunaan
lahan
(SKENARIO)
ESECS dan HYECS. Program subroutine SKENARIO digunakan skenario
penggunaan
lahan
untuk
DAS Tanjungan (Tabel 21 dan 22)
untuk membuat 24
Sub DAS Kalaan
dan 27
dan Sub
skenario penggunaan
lahan untuk 'sub DAS Hajawa (Tabel 23), dengan prediksi keadaan
yang dikombinasikan
curah hujan (Tabel 17).
Program
subroutine ESECS disusun berdasarkan submodel ESECS yang mengalami
modifikasi,
yang
digunakan
untuk
mensimulasi
estimasi erosi yang mungkin terjadi dari kombinasi skenario penggunaan lahan dengan
keadaan
curah hujan.
Program sub-
routine HYECS disusun berdasarkan submodel HYECS yang mengalami modifikasi, dan bertujuan untuk mensimulasi estimasi besar debit air sungai
dan fluktuasi musimannya yang mung-
kin terjadi dari kombinasi skenario penggunaan lahan dengan keadaan curah hujan. Diagram alir dari penyusunan paket program yang bertujuan untuk
menganalisis skenario penggunaan lahan yang
terpilih dari aspek biofisik hidroorologis, Gambar Lampiran 8.
disajikan
pada
Dalam penyusunan program komputer meng-
gunakan bahasa Turbo Basic. Program komputer untuk submodel ESECS dan subroutine FAKOS
disajikan
program
komputer
model HYECS
pada Tabel untuk
Lampiran 9b dan 9c.
subroutine
disajikan pada
EVAPO, KOTRA, dan sub-
Tabel Lampiran 10a, lob dan 11.
Program komputer untuk paket program yang sis
dari
Lampiran
submodel 12.
ESECS
Sedangkan
dan
merupakan sinte-
HYECS disajikan pada Tabel