IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaaan Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA), seluas 14.265,96 km2, memiliki banyak pusat produksi yang tersebar di beberapa tempat. Pusat-pusat produksi tersebut banyak menghasilkan komoditi berupa produk pertanian berupa beras, produk perkebunan utama berupa karet, kelapa, dan kelapa sawit, dan produk bahan galian/tambang dan barangbarang industri yang menunjang kegiatan sektor perdagangan di Kabupaten MUBA. Luas areal perkebunan tanaman karet rakyat sebesar 160.812 ha dengan produksi 98.741 ton, sedangkan luas perkebunan tanaman kelapa sawit rakyat sebesar 20.575 ha dengan produksi 221.408 ton (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Musi Banyu Asin, 2008). Potensi tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi msayarakat kabupaten Musi Banyuasin. PT. ATB merupakan perseroan dengan kegiatan usaha bergerak di bidang pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit. Perseroan ini didirikan dengan akta notaris No. 35 tanggal 23 Januari 2006 di Jakarta oleh notaris. Modal dasar perseroan berjumlah Rp 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah), terbagi atas 6.000 (enam ribu) saham, masing-masing saham bernilai nominal Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah). Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan oleh para pendiri senilai total Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah). Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan fasilitas-fasilitas
yang
diperlukan
dalam
merealisasikan
investasinya, PT. ATB telah memperoleh izin-izin (Tabel 11).
rencana
34
Tabel 11. Dokumen dan legalitas Dokumen Izin Lokasi Perkebunan Bupati Muba Izin Lokasi Bupati Muba Surat Keterangan Domisili Perusahaan Akte Pengesahan Dep. HAM NPWP Akte Notaris Rusnaldy, SH Akte Notaris Rusnaldy, SH
Nomor 023/KPTS/IUP/DISBUN/2006
Tanggal 31 Juli 2006
1683 Tahun 2006 87/1.824.02.II/2006
2 Agustus 2006 15 Februari 2006
C-08273 HT.01.01.TH.2006
21 Maret 2006
02.467.055.6-028.000 35
23 Februari 2006 23 Januari 2006
32
16 Januari 2006
Lokasi kebun PT. ATB berada di 5 desa yang tercakup dalam 4 Kecamatan yaitu Desa Epil (Kecamatan Lais), Desa Muara Teladan dan Desa Bandar Jaya (Kecamatan Sekayu), Desa Tanah Abang (Kecamatan Batanghari Leko) dan Desa Singadesa (Kecamatan Babat Toman), Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Kebun ini berjarak kurang lebih 124 km dari kota Palembang sebagai Ibukota Propinsi. Posisi lokasi secara geografis dan batas-batas fisik dari areal proyek perkebunan tersebut disajikan pada
Tabel 12. Perseroan sudah mendapatkan izin lokasi
perkebunan Kelapa Sawit dengan luas 15.000 Ha dari Bupati Musi Banyuasin pada tanggal 2 Agustus 2006 melalui keputusan Nomor 1683 Tahun 2006. Tabel 12. Posisi lokasi kebun PT. ATB secara geografis dan batas fisik No 1
2
Uraian Posisi geografis Bujur Timur Lintang Selatan Batas-batas fisik Utara
Selatan Barat Timur
Lokasi 103° 46' - 104° 00' 02°37' - 02°56' Berbatasan dengan Talang Manunggal Hulu dan Talang Depati, serta Talang Padang Alang dan Talang Kayukawan Berbatasan dengan Desa Bailangu, Desa Lumpatan dan Kecamatan Sekayu Berbatasan dengan Desa Simpangsari dan Desa Singadesa Berbatasan dengan Areal Pertambangan Minyak PT. Medco, Kebun Plasma PT. Musi Banyuasin Indah dan Kebun Plasma PTPN VIII, Talang Baru dan Kecamatan Sungai Lilin
35
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan PT ATB mempunyai visi terwujudnya perusahaan yang unggul dan handal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit sebagai kawasan agribisnis
agroindustri
terpadu
untuk
tercapainya
kesejahteraan
stakeholder. Visi tersebut dijabarkan dalam misi berikut : a. Membangun dan mengembangkan kebun plasma dan inti melalui pola kemitraan; b. Mengembangkan perusahaan inti sebagai champion penghela pertumbuhan dan pengembangan kebun, serta pemasaran dan pengembangan hasil industri turunannya; c. Mengembangkan
industri
pengolahan
hasil
utama
maupun
sampingan, serta industri penunjang lainnya. 4.2. Evaluasi Rencana Kemitraan PT. TB dan Petani Evaluasi rencana kemitraan antara PT. Anugerah Tani Bersama (PT. ATB) dan petani dilakukan dengan melakukan analisis terhadap hasil SWOT dari masing-masing pihak. Berdasarkan hasil analisis SWOT tersebut, kemudian prospek kemitraan inti plasma antara petani dan PT. ATB dinilai secara deskriptif. Tabel 13. Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal dari Petani, PT. ATB dan Kemitraan Petani – PT. ATB Faktor
Petani
A. Internal Kekuatan • Hubungan masyarakat (Strengths) • Lahan
Kelemahan (Weaknesses)
• • • • •
Keuangan Sarana dan prasarana Produksi dan operasi Budaya kebun petani Pemasaran
PT. ATB • Kredibilitas mendapat akses modal • Hubungan pemerintahan • Keuangan • Pemasaran • Pengalaman membangun kebun • Lahan
Kemitraan PetaniPT. ATB • Lahan • Kredibilitas mendapat akses modal • Hubungan masyarakat • Hubungan pemerintah • Keuangan • Pemasaran • Pengalaman membangun kebun
36
Lanjutan Tabel 13. Faktor
Petani
B. Ekternal Peluang • Ketersediaan (Opportunities) lahan • Dukungan pemerintah • Prospek kelapa sawit • Komoditas andalan daerah
Ancaman (Threats)
• Tren Ekonomi • Situasi politik dan keamanan dunia
PT. ATB • Dukungan pemerintah daerah • Ketersediaan lahan petani • Dukungan perbankan • Prospek kelapa sawit • Budaya kerja (perusahaan) • Kebijakan kredit revitalisasi • Komoditas andalan daerah • Keberadaan LSM Daerah • Situasi politik dan keamanan dunia
Kemitraan PetaniPT. ATB • Dukungan pemerintah daerah • Ketersediaan lahan petani • Dukungan perbankan • Prospek kelapa sawit
• Situasi politik dan keamanan dunia
Prospek kemitraan antara petani dan PT. ATB dikaji berdasarkan faktorfaktor SWOT secara deskriptif adalah : 4.2.1. Kekuatan (strengths) a. Kredibilitas mendapat akses modal Kredibilitas dalam mendapat akses modal menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan keuangan yang dirasakan oleh petani. Melalui kerjsama kemitraan, petani tidak perlu menyediakan dana tunai untuk dapat memiliki kebun kelapa sawit. b. Sarana dan prasarana Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam merealisasikan rencana investasinya, PT. ATB telah memperoleh izin-izin sebagai berikut : Izin Lokasi Perkebunan Bupati Muba, Izin Lokasi Bupati Muba, Surat Keterangan Domisili Perusahaan, Akte Pengesahan Dep.HAM, NPWP, Akte Notaris Rusnaldy, SH. c. Hubungan pemerintah Setiap pelaksanaan usaha tentunya tidak dapat terlepas dari peran dan dukungan pemerintah. Hubungan yang baik dengan pemerintah akan
37
membantu
kelancaran
perijinan
dan
kegiatan
operasional
usaha
perkebunan. d. Organisasi dan manajemen Pola kerjasama kemitraan inti plasma dengan kepemilikan lahan oleh petani, pada umumnya dengan pola kerjasama bagi hasil (profit sharing). Petani sebagai ‘pemilik’ lahan, menyerahkan seluruh lahan kepada perusahaan inti untuk mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagai imbalannya, petani mendapatkan persetase pembagian keuntungan dari total keuntungan pengusahaan kebun kelapa sawit. e. Visi dan misi kemitraan Kejelasan aturan atau kesepakatan antara PT. ATB dengan petani, sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada. Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pembagian hasil harus dibuat secara adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Dengan demikian, tujuan, kepentingan dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan. f. Hubungan masyarakat Hubungan masyarakat (Humas) yang baik merupakan sebuah landasan yang diperlukan bagi petani untuk dapat maju dan berkembang. Dengan hubungan masyarakat yang baik, maka dapat memberikan situasi kondusif dan aman dalam melaksanakan kegiatan usaha. Humas dengan petani dan perusahaan dapat menjadi tolok ukur respon masyarakat terhadap kegiatan kerjasama kemitraan. g. Budaya kerja perusahaan Program inti plasma dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit memerlukan keseriusan baik pihak petani selaku plasma yang mendapat bantuan dalam upaya mengembangkan usahanya, maupun pihak inti usaha besar atau menengah yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
38
h. SDM Kemitraan ini menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian. i. Keuangan Ketersediaan akses untuk mendapat modal menjadi faktor yang mempengaruhi keuangan bagi usaha kemitraan. Melalui kerjasama kemitraan, dapat dibuka akses untuk memperoleh kredit Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). j. Lahan Melalui kerjasama kemitraan, faktor lahan yang sebelumnya menjadi faktor kelemahan PT. ATB, mampu ditutupi dan menjadi salah satu faktor kekuatan. Potensi lahan plasma yang dimiliki petani adalah 4.800 Ha. k. Pemasaran Pemasaran produk hasil kebun kelapa sawit dirasakan sebagai kelemahan bagi petani. Namun dengan kerjasama kemitraan, pemasaran hasil kebun menjadi lebih baik, karena selain lebih mudah, hasil yang dipasarkan juga memiliki nilai tambah lebih melalui pengolahan di pabrik pengolahan Kelapa Sawit.
4.2.2. Kelemahan a. Pengalaman membangun kebun Kerjasama kemitraan antara petani dan PT. ATB masih memiliki kelemahan dalam pengalaman membangun kebun. PT. ATB memiliki latar belakang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara, sedangkan secara demografis, masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) mayoritas memiliki latar belakang budidaya tanaman karet (luas areal perkebunan karet rakyat 160.812 Ha dan luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat 20.575 Ha). b. Penelitian dan pengembangan Masih kurangnya penelitian dan pengembangan untuk mengatasi persoalan ketersediaan input produksi (bibit unggul, pupuk dan pestisida) yang selama ini menyebabkan rendahnya produktivitas sawit.
39
c. Sistem informasi manajemen Keterbatasan sistem informasi manajemen menyebabkan petani tidak memiliki kemampuan untuk membangun kebun kelapa sawit dengan baik, misalnya, penerapan kultur teknis tidak tepat seperti penanaman, pemeliharaan, aplikasi pupuk, manajemen panen dan kesalahan dalam interpretasi kelas kesesuaian lahan.
4.2.3. Peluang a.
Dukungan pemerintah daerah Dukungan pemerintah daerah diberikan kepada usaha perkebunan melalui kemudahan dalam pemberian ijin dengan pelayanan satu atap.
b.
Ketersediaan lahan petani Ketersediaan lahan yang lebih luas dalam usaha perkebunan, akan dapat meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan perusahaan. selain itu, potensi kemungkinan terjadinya inefisiensi pabrik dapat diperkecil.
c.
Dukungan perbankan Dukungan dari pihak perbankan terkait dengan fasilitas kredit KKPA dapat dimanfaatkan hanya melalui kerjasama kemitraan. Dengan demikian, peluang untuk memperoleh tambahan modal usaha semakin luas.
d.
Prospek kelapa sawit Prospek kelapa sawit dinilai masih cukup besar, hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya konsumsi CPO. Konsumsi CPO dunia pada Desember 2008 (USDA, 2008) adalah 34.805.000 MT. Tren peningkatan konsumsi CPO dunia diperlihatkan dalam Gambar 6.
e.
Penerimaan masyarakat petani Luasnya areal perkebunan tanaman kelapa sawit rakyat merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi msayarakat kabupaten Musi Banyuasin.
f.
Kebijakan kredit revitalisasi Hubungan kerjasama antara kelompok petani/petani dengan perusahaan inti, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam
40
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani merupakan plasma dan perusahaan besar sebagai inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma.
Gambar 6. Tren pertumbuhan konsumsi CPO Dunia (telah diolah kembali USDA, 2008) g.
Komoditas andalan daerah Sawit merupakan salah satu komoditi andalan untuk produk perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin sehingga mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah setempat.
h.
Perkembangan teknologi Perkembangan teknologi informasi semakin pesat merupakan peluang bagi PT. ATB sehingga lebih mudah memonitor perkembangan teknologi budidaya dan
perkembangan industri sawit agar produknya dapat
disesuaikan dengan perkembangan jaman. i.
Budaya kebun petani Pusat produksi di Kabupaten Musi Banyuasin sebagian besar menghasilkan komoditi pertanian dan perkebunan, sehingga budaya kebun merupakan halyang tidak asing lagi bagi masyarakat daerah tersebut.
41
4.2.4.
Ancaman
a. Tren ekonomi Risiko tren ekonomi yang mungkin dihadapi oleh petani dapat diminimalisir juga melalui program kemitraan, karena risiko usaha ditanggung secara bersama-sama. b. Perubahan kultur masyarakat Perubahan kultur masyarakat yang menyebabkan konflik sosial seperti ketidakharmonisan hubungan antara pekebun, masyarakat sekitar dan instasi terkait. Masalah-masalah sosial tersebut dapat berlanjut menjadi masalah lainnya seperti okupasi lahan, masalah ketersediaan lahan dan perizinan, serta tindakan kriminal seperti penjarahan produk. c. Keberadaan LSM daerah Secara umum, ancaman-ancaman yang mungkin muncul dari kondisi sebelum bermitra dapat diminimalisir melalui kerjasama kemitraan, yakni keberadaan LSM daerah. Potensi ancaman dari keberadaan LSM daerah dapat diminimalisir karena program kerjasama kemitraan merangkul pihak masyarakat petani setempat. d. Situasi politik dan keamanan dunia Kondisi politik dan keamanan dunia dinilai sebagai ancaman dalam kerjasama
kemitraan.
Kondisi
tersebut
tidak
sepenuhnya
dapat
dikendalikan, baik oleh perusahaan maupun oleh petani. Kemungkinan kondisi politik dan keamanan dunia yang buruk (tidak stabil) dan isu-isu negatif seperti rencana pemberlakuan EU Directive on Renewable Energy and Fuel Quality (DREFQ), yaitu kebijakan baru Uni Eropa terkait dengan penggunaan energi terbarukan yang menilai minyak sawit (CPO) sebagai bahan baku biodiesel tidak berkualitas dan tidak ramah lingkungan pada tahun 2010, dinilai sebagai ancaman yang perlu untuk diantisipasi.
4.3. Analisis IFE dan EFE Analisis internal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan kerjasama kemitraan dan faktor kelemahan kerjasama kemitraan yang yang harus diperbaiki. Analisis eksternal dilakukan dengan tujuan menggabungkan
42
berbagai faktor peluang yang dapat menguntungkan kerjasama kemitraan dan faktor ancaman yang harus diwaspadai dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan. Hasil analisis eksternal dievaluasi dengan menggunakan matriks EFE dan hasil analisis internal dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE.
4.3.1. Faktor Lingkungan Internal Hasil analisis terhadap faktor internal menunjukkan bahwa faktor kekuatan internal yang dimiliki dalam kerjasama kemitraan ini terletak pada lahan, pemasaran, keuangan, kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintah dan hubungan masyarakat. Sedangkan faktor yang dinilai menjadi kelemahan adalah pengalaman dalam membangun kebun. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi untuk kekuatan berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden, dan rating yang rendah untuk kelemahan. Hasil analisis matriks IFE ditunjukkan dalam Tabel 14. Tabel 14. Analisis Faktor Internal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
Faktor Internal Kekuatan Kredibilitas mendapat akses modal Sarana dan prasarana Hubungan pemerintahan Organisasi dan manajemen Visi dan misi kemitraan Hubungan masyarakat Budaya kerja perusahaan SDM Keuangan Lahan Pemasaran Produksi dan operasi Kelemahan Pengalaman membangun kebun Penelitian dan pengembangan Sistem informasi manajemen Total
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
0,070
4
0,28
0,072 0,069 0,062 0,065 0,064 0,060 0,065 0,071 0,074 0,073 0,074
3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3
0,22 0,27 0,19 0,19 0,26 0,18 0,19 0,29 0,30 0,29 0,22
0,072 0,056 0,054 1,00
1 2 2
0,07 0,11 0,11 3,17
43
4.3.2. Faktor Lingkungan Eksternal Hasil analisis terhadap faktor eksternal perusahaan menunjukkan bahwa faktor peluang eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan perbankan dan prospek kelapa sawit. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman dan perlu diwaspadai adalah situasi politik dan keamanan dunia. Hasil analisis matriks EFE ditunjukkan dalam Tabel 15.
Tabel 15. Analisis Faktor Eksternal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 2 3 4
Faktor Eksternal Peluang Dukungan pemerintah daerah Ketersediaan lahan petani Dukungan perbankan Prospek kelapa sawit Penerimaan masyarakat petani Kebijakan kredit revitalisasi Komoditas andalan daerah Perkembangan teknologi Budaya kebun petani Ancaman Tren ekonomi Perubahan kultur masyarakat Keberadaan LSM daerah Situasi politik dan keamanan dunia Total
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (a x b)
0,075 0,085 0,086 0,073 0,078 0,086 0,067 0,068 0,081
4 4 4 4 3 3 3 3 3
0,30 0,34 0,34 0,29 0,23 0,26 0,20 0,21 0,24
0,069 0,073 0,071 0,088
3 2 2 1
0,21 0,15 0,14 0,09
1,00
2,91
4.4. Analisis SWOT Kemitraan Hasil yang diperoleh dari analisis matriks IFE dan EFE, dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun strategi dengan analisis SWOT pada umumnya dan khusus untuk hal spesifik. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks IFE akan menjadi dasar dalam penyusunan analisis SW (strengths and weaknesses)
44
kemitraan. Faktor-faktor yang peluang dan ancaman yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks EFE dapat menjadi dasar dalam penyusunan analisis OT (opportunities and threats) kemitraan (Tabel 16). Tabel 16. Matriks SWOT
Peluang (O)
Ancaman (T)
Kekuatan (S) Kelemahan (W) • Melaksanakan kerjasama • Melakukan kerjasama dengan kemitraan yang dapat pihak lain yang telah memiliki memaksimalkan pemanfaatan pengalaman dalam membangun, potensi lahan dan sumber serta mengembangkan kebun daya masyarakat dalam dan pabrik kelapa sawit pengembangan usaha kelapa sawit • Melakukan pendekatan dan • Menciptakan peluang kerjasama sosialisasi yang baik terhadap kemitraan baru dengan mitra sebagai antisipasi alternatif komoditas kemungkinan perubahan perkebunan yang lain situasi eksternal
Dari Hasil analisis SWOT dapat disusun alternatif strategi yang dapat diprioritaskan melalui analisis matriks perencanaan strategik kuantitatif (QSPM) dengan
melakukan
analisis
berdasarkan
komponen-komponen
kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman.Semakin tinggi angka jumlah nilai daya tarik total, maka alternatif strategi tersebut semakin menarik untuk diprioritaskan. Dari hasil pengolahan matriks QSP diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 17. Hasil analisis matriks QSP menunjukkan bahwa alternatif strategi berbasis pada SO (strengths and opportunities) memiliki nilai total daya tarik yang paling tinggi, yaitu menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut mendapat prioritas utama dilaksanakan, karena dinilai paling menarik untuk dilaksanakan. Faktorfaktor utama yang mendukung strategi SO adalah kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintahan, hubungan masyarakat, keuangan, lahan, pemasaran, prospek kelapa sawit, dukungan perbankan, ketersediaan lahan petani dan dukungan pemerintah daerah. Sebagai prioritas berikutnya dipilih strategi berbasis pada ST (strengths and threats).
45
Tabel 17. Analisis Matriks QSP
No
Faktor Kunci
Faktor Internal 1 Kredibilitas mendapat akses modal
Bobot
Alternatif strategi 1 (SO)
Alternatif strategi2 (WO)
Alternatif strategi 3 (ST)
Alternatif strategi 4 (WT)
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
AS
TAS
a 0,070
b 4
axb 0,279
c 2
axc 0,139
d 4
axd 0,279
e 2
Axe 0,139
2
Sarana dan prasarana
0,072
2
0,144
3
0,216
2
0,144
3
0,216
3
Hubungan pemerintahan
0,069
4
0,274
3
0,206
4
0,274
3
0,206
4
Organisasi dan manajemen
0,062
3
0,185
2
0,123
2
0,123
2
0,123
5
Visi dan misi kemitraan
0,065
3
0,194
2
0,130
2
0,130
2
0,130
6
Hubungan masyarakat
0,064
4
0,256
3
0,192
4
0,256
2
0,128
7
Budaya kerja perusahaan
0,060
2
0,120
2
0,120
2
0,120
2
0,120
8
SDM
0,065
2
0,130
3
0,194
3
0,194
3
0,194
9
Keuangan
0,071
4
0,285
2
0,143
4
0,285
3
0,214
10
Lahan
0,074
4
0,296
2
0,148
4
0,296
3
0,222
11
Pemasaran
0,073
4
0,258
2
0,146
4
0,291
2
0,146
12 13
Produksi dan operasi Pengalaman membangun kebun Penelitian dan pengembangan Sistem informasi manajemen
0,074 0,072
3 1
0,222 0,072
3 4
0,222 0,288
3 2
0,222 0,144
3 4
0,222 0,288
0,056
2
0,112
2
0,112
1
0,056
3
0,168
0,054
2
0,109
1
0,054
1
0,054
2
0,109
14 15
Total Faktor Eksternal 1 Dukungan pemerintah daerah
1,00
2,94
2,43
2,87
2,62
0,075
4
0,301
4
0,301
2
0,150
3
0,225
2
Ketersediaan lahan petani
0,085
4
0,341
4
0,341
3
0,256
2
0,170
3
Dukungan perbankan
0,086
4
0,343
4
0,343
3
0,257
2
0,171
4 5
Prospek kelapa sawit Penerimaan masyarakat petani Kebijakan kredit revitalisasi
0,073
4
0,292
4
0,292
2
0,146
2
0,146
0,078
3
0,233
3
0,233
2
0,155
2
0,155
0,086
3
0,259
3
0,259
2
0,173
2
0,173
7
Komoditas andalan daerah
0,067
3
0,202
2
0,134
3
0,202
2
0,134
8
Perkembangan teknologi
0,068
2
0,137
3
0,205
3
0,205
3
0,205
9
Budaya kebun petani
0,081
3
0,244
3
0,244
2
0,163
3
0,244
Tren ekonomi Perubahan kultur masyarakat
0,069
3
0,207
1
0,069
3
0,207
3
0,207
0,073
2
0,166
2
0,145
2
0,145
3
0,218
Keberadaan LSM daerah Situasi politik dan keamanan dunia Total
0,071
2
0,141
3
0,212
3
0,212
2
0,141
0,088
1
0,088
2
0,175
4
0,351
4
0,351
6
10 11 12 13
Total Nilai Daya Tarik
1,00
2,95
2,95
2,62
2,54
1,92
5,89
5,39
5,49
5,17
46
4.5. Alternatif Usulan Strategi Berdasarkan hasil analisis SWOT dan QSPM, dapat disusun alternatif usulan strategi dalam mengembangkan usaha kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT. ATB dengan petani, maka alternatif usulan strategi tersebut adalah : 1. Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat, 2. Memaksimalkan peranserta masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pemilikan lahan perkebunan, 3. Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan, baik bagi perusahaan inti dan petani, 4. Menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dan petani mitra, 5. Melakukan sosialisasi yang baik dalam pelaksanaan program kemitraan kepada masyarakat, 6. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit.
4.6. Analisis Kelayakan Kerjasama Kemitraan 4.6.1. Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha bertujuan mengukur kelayakan usaha melalui
parameter-parameter
kelayakan
yang
digunakan
untuk
memberikan penilaian terhadap pengeluaran investasi. Berbagai asumsi harga, sarana dan hasil produksi, serta biaya proyek per hektar, digunakan dalam analisis tersebut. Luas areal kebun dalam analisis ini disesuaikan dengan rencana realisasi perusahaan, yaitu 7.200 Ha kebun inti dan kebun plasma 4.800 Ha. Kriteria kelayakan yang dinilai mencakup NPV, PBP, IRR, PI dan BEP. Asumsi-asumsi penghitungan yang mendasari penilaian kelayakan investasi, antara lain luas lahan yang dibudidayakan 12.000 Ha. Asumsi harga jual CPO Rp. 5.007/kg dengan proyeksi peningkatan per tahun senilai dengan proyeksi tingkat inflasi Indonesia dibanding dengan tingkat inflasi Amerika per tahun. Nilai inflasi Amerika diproyeksikan stabil pada angka 2,5%, sedangkan tingkat inflasi Indonesia diproyeksikan 6,5% dan
47
akan mengalami penurunan setiap tahun sebesar 2,5% dari tingkat inflasi tahun sebelumnya. Asumsi produksi TBS, CPO dan PKO disajikan dalam Tabel 18. Proyeksi tersebut didasarkan pada standar produktivitas per usia tanaman per hektar. Tabel 18. Proyeksi produksi TBS, CPO dan PKO perusahaan inti Tahun ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Produksi TBS (ton) 7,000 21,000 40,500 65,500 98,400 123,800 138,200 152,600 165,000 175,400 180,800 183,200 180,200 175,200 168,800 163,800 158,800 149,400 144,400 135,000 130,000
Produksi CPO (ton) 1,540 4,620 8,910 14,410 21,648 27,236 30,404 33,572 36,300 38,588 39,776 40,304 39,644 38,544 37,136 36,036 34,936 32,868 31,768 29,700 28,600
Produksi Palm Kernel (ton) 315 945 1,823 2,948 4,428 5,571 6,219 6,867 7,425 7,893 8,136 8,244 8,109 7,884 7,596 7,371 7,146 6,723 6,498 6,075 5,850
a. Biaya Total Proyek Biaya total proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan kebun. Pengeluaran biaya dilakukan secara bertahap selama lima tahun penanaman dan tiga tahun pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM), termasuk pembangunan pabrik beserta
48
sarana dan prasarananya. Dalam periode tersebut, seluruh biaya yang dikeluarkan diperhitungkan sebagai investasi. Total biaya proyek yang dikeluarkan Rp. 372,789,807,828, terdiri dari biaya proyek Rp. 242,931,881,497 dan bunga selama pembangunan (Interest During Construction atau IDC) Rp. 129,857,926,331 (Proyeksi biaya total produksi tedapat dalam Lampiran 2). b. Rencana Pendanaan Pembangunan kebun dan pabrik secara keseluruhan termasuk kapitalisasi bunga dalam masa pembangunan (IDC) dan membutuhkan dana Rp. 372,789,807,828. Pendanaan pembangunan pabrik dan kebun direncanakan diperoleh dari pinjaman 65% dari total biaya proyek dan sisanya 35% diperoleh dari modal sendiri. c. Biaya Modal Kerja Modal kerja diperlukan untuk modal kerja kebun dan modal kerja pabrik. Modal kerja kebun digunakan untuk pemeliharaan tanaman produktif, panen dan transportasi. Biaya modal kerja pabrik digunakan untuk membeli sebagian bahan baku dari plasma, bahan penunjang, biaya tenaga kerja pabrik dan overhead. d. Harga Pokok Penjualan Berdasarkan biaya modal kerja kebun dan modal kerja pabrik, kemudian disusun harga pokok produksi dan penjualan. Harga pokok produksi merupakan akumulasi biaya kebun dan pabrik per tahun. Harga pokok mempertimbangkan produksi yang diestimasi terjual. Penjualan TBS diestimasi akan menyisakan persediaan TBS untuk satu hari, sedangkan penjualan minyak sawit mentah (CPO) dan inti sawit PKO akan menyisakan persediaan satu bulan. Harga pokok penjualan diperhitungkan sejak tanaman menghasilkan dan diperoleh penjualan. e. Proyeksi Harga,
Produksi, Pendapatan dan Pengembalian
Pinjaman Penerimaan perusahaan setelah pabrik dioperasikan, akan berasal dari penjualan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dan inti sawit PKO. Produksi TBS dari kebun menjadi bahan baku bagi
49
produksi CPO dan PK di pabrik. Proyeksi harga, produksi TPS serta nilai penjualan CPO dan PK disajikan dalam Lampiran 3, sedangkan proyeksi produksi, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman disajikan dalam Lampiran 4. f. NPV NPV merupakan ukuran nilai tambah bersih dalam nilai kini bagi investasi yang akan dilakukan. NPV juga mencerminkan keuntungan murni di atas biaya yang diinvestasikan. Nilai NPV untuk pengusahaan perusahaan inti adalah Rp. 446.039.000.000. Hal ini berarti bahwa pengusahaan kebun inti layak untuk dilaksanakan. g. PBP PBP digunakan untuk mengetahui risiko-waktu dana investasi akan tertanam dan kemudian dapat dipulihkan. Nilai PBP sebesar 9,87 berarti bahwa investasi total pengusahaan kebun kelapa sawit akan terpulihkan dalam waktu 9,87 tahun. h. IRR IRR merupakan indikator imbangan terhadap tingkat imbalan yang disyaratkan oleh investor yang berpatokan pada suku bunga. Nilai NPV di atas setara dengan tingkat imbalan internal 34,15% (sebelum pajak) atau 31,34% (setelah pajak). Perbandingan terhadap tingkat suku bunga SBI, sebagai alternatif investasi lain, yakni rata-rata sebesar 8,04% (periode November 2007-Mei 2008 (sumber : Bank Indonesia, 2008), menunjukkan bahwa dengan tingkat IRR 31,34% (setelah pajak) proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. i. Net B/C Net B/C adalah perbandingan antara nilai sekarang dari aliran kas masuk di masa yang akan datang. Pengusahaan perusahaan inti memiliki nilai net B/C sebesar 2,47, yang artinya layak untuk dilaksanakan, karena > 1. j. BEP BEP atau titik pulang pokok menunjukkan sejumlah pendapatan atau unit dimana penerimaan pendapatan pengusahaan perusahaan inti
50
sama dengan biaya yang ditanggungnya. BEP dapat ditentukan dengan satuan unit atau rupiah. BEP unit pengusahaan perusahaan inti menunjukkan nilai 69.303 ton, yang artinya pada saat perusahaan inti menghasilkan 69.303 ton CPO, maka perusahaan akan mencapai kondisi BEP. Kondisi BEP tersebut juga akan dicapai pada saat pendapatan perusahaan mencapai Rp. 606.258.214.419. k. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap beberapa faktor yang dinilai cukup nyata, yaitu volume produksi dan harga jual per unit. Melalui analisis sensitivitas ini ingin diketahui mengenai seberapa sensitif perubahan yang terjadi pada tiaptiap faktor kelayakan (Tabel 19). Tabel 19. Perbandingan hasil analisis sensitivitas Parameter
Harga CPO : Rp.
Harga CPO : Rp.
1)
Harga CPO : Rp. 2.703/Kg 1)
Analisis
5.007/Kg
Kelayakan
Produksi rataan
Produksi rataan
Produksi rataan
TBS = 43,297 ton 2)
TBS = 43,297 ton 2)
TBS = 20,782 ton 2)
Rp. 446.039.000.000 Rp. -29.122.000.000
Rp. -5.382.000.000
NPV PBP
2.703/Kg
1)
9,87 tahun
14,54 tahun
14,74 tahun
IRR (sblm pjk)
34,15%
17,37%
20,11%
IRR (stlh pjk)
31,34%
12,81%
14,66 %
2,47
1,18
1,39
69.303 ton
370.877 ton
109.735 ton
PI BEP (unit) BEP (Rp)
Rp. 606.258.214.419 Rp 959.951.935.427 Rp. 296.613.705.000
Ket : 1) harga dasar asumsi CPO 2) produksi rataan TBS per tahun, dengan luas total tanaman 12.000 Ha Tabel di atas menunjukkan perbandingan mengenai dampak yang terjadi terhadap parameter kelayakan finansial sebagai akibat perubahan harga CPO dan produksi TBS. Penurunan harga jual CPO 50% dari harga yang diasumsikan sekarang, akan menyebabkan
51
turunnya nilai NPV menjadi Rp. -29.122.000.000. Selain nilai NPV yang negatif, lama waktu PBP bagi investasi menjadi lebih lama, yaitu 14,54 tahun. Nilai IRR turun hingga menjadi hanya 17,37% , sehingga secara umum hasil kelayakan membuat investasi tersebut bernilai negatif, atau tidak layak. Penurunan jumlah produksi rataan TBS kelapa sawit sebesar 48% dari jumlah produksi semula, menyebabkan penurunan nilai NPV menjadi Rp. -5.382.000.000. Selain itu, jangka PBP lebih lama, yakni menjadi 17,74 tahun. Penurunan produktivitas TBS perlu di waspadai oleh pengelola kebun, karena akan menimbulkan potensi kerugian bagi investor, atau tidak layak. 4.6.2. Proyeksi hasil dan pembagian Penentuan proyeksi hasil dan pembagian yang diperoleh dari kerjasama kemitraan antara petani dan PT ATB bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pendapatan rataan per hektar bagi petani dan PT ATB. Asumsi yang digunakan dalam menghitung proyeksi hasil dan pembagian adalah sesuai dengan luas lahan yang digunakan untuk kebun inti seluas 7.200 Ha dan kebun plasma 4.800 Ha. Pendanaan usaha yang digunakan berasal dari pinjaman 65% dan dana sendiri 35%, sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan dalam perhitungan proyeksi 15% per tahun. Proyeksi hasil dan pembagian tidak mecakup pendapatan perusahaan dari pengolahan CPO dan PKO, namun hanya dari pendapatan penjualan TBS kelapa sawit. Pembagian biaya dan proyeksi hasil dilakukan dengan proporsi 60% untuk perusahaan dan 40% untuk petani. Proyeksi hasil yang akan diperoleh melalui kerjasama kemitraan antara petani dan perusahaan disajikan dalam Tabel 20. a. Proyeksi hasil bagi PT. ATB Proyeksi hasil yang disajikan merupakan proyeksi hasil kebun inti berupa penjualan TBS yang dihasilkan dari lahan seluas 7.200 Ha. Proyeksi hasil ini dilakukan dengan memperhitungkan biaya kebun, yaitu berupa biaya pemupukan dan biaya panen, serta pembayaran
52
cicilan pinjaman 35% dari pendapatan yang diterima dari penjualan TBS. Proyeksi hasil bagi PT. ATB per hektar tahun disajikan dalam Tabel 21. b. Proyeksi hasil bagi petani plasma Proyeksi hasil yang diterima oleh petani plasma merupakan proyeksi hasil dari konsep kerjasama kemitraan dengan PT. ATB. Proyeksi hasil digunakan untuk mengetahui pendapatan petani dari per hektar lahan yang diserahkan kepada perusahaan.
Luas lahan yang
diproyeksikan sebagai kebun plasma adalah 4.800 Ha. Dalam proyeksi ini, petani dibebani dengan cicilan pinjaman 35% dari pendapatan penjualan TBS hingga pinjaman berakhir. Proyeksi pendapatan yang diterima oleh petani plasma per hektar tahun disajikan dalam Tabel 22. Mekanisme pola kemitraan inti plasma 60:40 oleh PT. ATB adalah : 1. Pola kemitraan 60:40 berada dalam satu wadah Koperasi; sebelum pembagian hak, petani belum dapat mengetahui letak kebun masingmasing, sebab dalam pembangunan kebun dan lahan dikonsolidasi 2. Pembagian sertifikat hak milik dilakukan setelah kredit secara menyeluruh lunas, disaksikan oleh ahli waris dan para saksi 3. Sertifikat hak milik dibuat atas nama dan tidak dapat diperjual belikan sebelum lunas kewajiban 4. Ikatan kemitraan diperjanjikan antara perusahaan dengan koperasi di hadapan Notaris 5. Pengelolaan kebun sampai kredit dinyatakan lunas, dilaksanakan oleh perusahaan inti; setelah lunas terbuka opsi bagi kedua belah pihak untuk meneruskan atau menghentikan ikatan kemitraan 6. Selama dalam proses pelunasan kredit, petani dapat memperoleh hasil dengan perhitungan; hasil produksi (TBS) dikurangi biaya produksi dan operasi (sekitar 40%), dikurangi 35% untuk cicilan kewajiban
53
Pola kemitraan inti-plasma PT. ATB dapat digambarkan dalam skema di bawah ini (Gambar 7). Pola Kemitraan 60:40 Manajemen Perusahaan
Investasi Lahan 100%
100%
Petani
Kemitraan
Pembangunan Kebun
Bagi Hak atas Tanah 60% Inti HGU
40% Plasma SHM
Koperasi
Pemeliharaan Bank Panen
Hasil 35% untuk Cicilan
sekitar 40%
sekitar 25%
Lunas
sekitar 60% Kemitraan Berlanjut
Opsi
Plasma Mandiri
Gambar 7. Skema pola kemitraan PT. ATB dengan masyarakat
54
Tabel 20. Proyeksi hasil kemitraan antara petani dan PT. ATB per tahun per hektar Tahun ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Rataan
TBS Produksi (ton/Ha) a 7 11 11 13 13 17 19 21 23 24 25 26 25 24 24 23 22 21 20 19 18
Harga (Rp/Kg) b 1,101 1,142 1,183 1,224 1,264 1,304 1,343 1,381 1,419 1,456 1,492 1,528 1,562 1,595 1,627 1,658 1,688 1,716 1,743 1,769 1,794 1,817 1,838 1,859 1,878
Total Pendapatan (Rp)
pokok pinjaman (Rp)
c=axb 8,846,605 13,687,698 15,259,224 17,871,661 18,923,078 24,756,703 28,356,572 32,081,436 35,533,734 38,681,103 40,814,515 42,280,302 42,333,992 41,902,997 40,967,625 40,394,900 39,757,797 37,847,386 37,073,776 35,004,629 34,108,180
d 3,850,963 3,802,718 1,930,433 1,538,238 1,120,077 -
IDC (Rp) e 192,548 892,954 1,600,443 2,071,245 2,549,943 -
total pinjaman (Rp) f = (d + e) 3,850,963 7,846,230 10,669,617 13,808,298 16,999,620 17,995,001 15,034,982 11,744,571 7,818,157 3,144,041 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya kebun (Rp) g 4,405,000 5,230,500 5,858,050 6,653,336 5,568,460 6,715,827 7,741,722 8,905,637 10,171,329 11,542,154 12,912,515 14,322,646 15,624,143 16,956,405 18,303,942 19,855,853 21,535,107 23,014,688 24,945,496 26,624,591 28,838,550
Pembayaran Cicilan (Rp) h = 35% x (c-g) 1,554,562 2,960,019 3,290,411 3,926,414 4,674,116 3,144,041
Pendapatan (Rp) i = (c-g)-h 2,887,043 5,497,179 6,110,763 7,291,911 8,680,501 11,726,570 20,614,851 23,175,799 25,362,405 27,138,949 27,902,001 27,957,656 26,709,850 24,946,591 22,663,683 20,539,047 18,222,690 14,832,698 12,128,280 8,380,039 5,269,630 16,573,245
53
55
Tabel 21. Proyeksi hasil bagi PT. ATB melalui pengusahaan kebun dengan kemitraan per tahun hektar (60%) Tahun ke-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 rataan
TBS Produksi (ton/ha) a 7 11 11 13 13 17 19 21 23 24 25 26 25 24 24 23 22 21 20 19 18
Harga (Rp/Kg) b 1,101 1,142 1,183 1,224 1,264 1,304 1,343 1,381 1,419 1,456 1,492 1,528 1,562 1,595 1,627 1,658 1,688 1,716 1,743 1,769 1,794 1,817 1,838 1,859 1,878
Pendapatan Penjualan TBS (Rp) c=axb 5,307,963 8,212,619 9,155,535 10,722,997 11,353,847 14,854,022 17,013,943 19,248,861 21,320,240 23,208,662 24,488,709 25,368,181 25,400,395 25,141,798 24,580,575 24,236,940 23,854,678 22,708,431 22,244,266 21,002,778 20,464,908
Pokok pinjaman (Rp) d 2,310,578 2,281,631 1,158,260 922,943 672,046 -
IDC (Rp) e 115,529 535,773 960,266 1,242,747 1,529,966 -
Total pinjaman (Rp) f = (d + e) 2,310,578 4,707,738 6,401,770 8,284,979 10,199,772 10,797,001 9,020,989 7,046,742 4,690,894 1,886,424 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya kebun (Rp) g 2,643,000 3,138,300 3,514,830 3,992,002 3,341,076 4,029,496 4,645,033 5,343,382 6,102,797 6,925,292 7,747,509 8,593,588 9,374,486 10,173,843 10,982,365 11,913,512 12,921,064 13,808,813 14,967,297 15,974,754 17,303,130
Pembayaran Cicilan (Rp) h = 35% x (c-g) 932,737 1,776,012 1,974,247 2,355,848 2,804,470 1,886,424 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pendapatan (Rp) i = (c-g)-h 1,732,226 3,298,307 3,666,458 4,375,147 5,208,301 7,035,942 12,368,910 13,905,479 15,217,443 16,283,370 16,741,200 16,774,594 16,025,910 14,967,955 13,598,210 12,323,428 10,933,614 8,899,619 7,276,968 5,028,023 3,161,778 9,943,947
54
56
Tabel 22. Proyeksi hasil bagi petani plasma melalui kerjasama kemitraan dengan PT. ATB per tahun hektar (40%) Tahun ke-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Rataan
TBS Produksi (ton/Ha) a 7 11 11 13 13 17 19 21 23 24 25 26 25 24 24 23 22 21 20 19 18
Pendapatan (Rp) Harga (Rp/Kg) b 1.101 1.142 1.183 1.224 1.264 1.304 1.343 1.381 1.419 1.456 1.492 1.528 1.562 1.595 1.627 1.658 1.688 1.716 1.743 1.769 1.794 1.817 1.838 1.859 1.878
c=axb 3.538.642 5.475.079 6.103.690 7.148.665 7.569.231 9.902.681 11.342.629 12.832.574 14.213.493 15.472.441 16.325.806 16.912.121 16.933.597 16.761.199 16.387.050 16.157.960 15.903.119 15.138.954 14.829.510 14.001.852 13.643.272
Pokok pinjaman (Rp) c 1.540.385 1.521.087 772.173 615.295 448.031 -
IDC (Rp) d 77.019 357.182 640.177 828.498 1.019.977 -
Total pinjaman (Rp) e = (c + d) 1.540.385 3.138.492 4.267.847 5.523.319 6.799.848 7.198.000 6.013.993 4.697.828 3.127.263 1.257.616 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya kebun (Rp)
Pembayaran cicilan (Rp)
Pendapatan (Rp)
f
g
h = (c-f)-g
1.762.000 2.092.200 2.343.220 2.661.335 2.227.384 2.686.331 3.096.689 3.562.255 4.068.532 4.616.862 5.165.006 5.729.058 6.249.657 6.782.562 7.321.577 7.942.341 8.614.043 9.205.875 9.978.198 10.649.836 11.535.420
621.825 1.184.008 1.316.164 1.570.566 1.869.646 1.257.616 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1.154.817 2.198.872 2.444.305 2.916.765 3.472.201 4.690.628 8.245.940 9.270.319 10.144.962 10.855.580 11.160.800 11.183.062 10.683.940 9.978.636 9.065.473 8.215.619 7.289.076 5.933.079 4.851.312 3.352.015 2.107.852 6.629.298
55
57
4.7. Analisis Perbandingan proyeksi hasil kemitraan PT. ATB dengan sistem bagi hasil 80:20 Penilaian kelayakan kemitraaan PT. ATB juga dilakukan dengan membandingkan proyeksi hasil pola kemitraan yang dilaksanakan dengan pola kemitraan yang telah lazim dilakukan, yaitu pola kemitraan dengan bagi hasil 80:20. PT. ATB menerapkan pola kemitraan inti plasma 60:40. Dalam pola ini, lahan yang semula adalah milik petani, diserahkan kepada perusahaan melalui koperasi. Lahan tersebut akan dibangun menjadi areal kebun kelapa sawit dan disertifikasi dalam dua jenis yang berbeda, yaitu Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat hak Milik (SHM). Seluas 60% lahan akan disertifikasi dalam bentuk HGU dan diperuntukkan bagi perusahaan inti, sedangkan 40% sisanya akan disertifikasi dalam bentuk SHM yang diperuntukkan bagi petani plasma. Perbedaan utama pola kemitraan 60:40 dengan pola bagi hasil 80:20 terletak pada status kepemilikan lahan, beban kredit investasi, dan pembagian hasil usaha. Tabel 23. Perbandingan pola kemitraan 80:20 dan pola kemitraan 60:40 secara umum No. 1
Aspek Pola Kemitraan 80:20 Perbandingan Dasar Bagi hasil yaitu 80% hasil kemitraan bagi Inti, 20% hasil bagi petani
Pola Kemitraan 60:40 Bagi lahan 60% menjadi lahan Inti (HGU), 40% lahan petani (SHM). Konsekuensi bagi hasil yang diterima 60% hasil bagi Inti dan 40% hasil bagi petani
2
3
Kepemilikan lahan
Andil para pihak
Lahan asal milik petani,
Lahan asal milik petani, dengan
dengan kemitraan 100%
kemitraan 60% HGU bagi Inti
HGU bagi Inti
dan 40% SHM milik petani
Petani berinvestasi lahan, inti
Petani berinvestasi lahan dan
berinvestasi finansial, SDM
40% pembangunan kebun, inti
dan teknologi
berinvestasi 60% pembangunan kebun, avalis pendanaan, SDM dan teknologi
58
Lanjutan Tabel 23. No. 4
Aspek Pola Kemitraan 80:20 Perbandingan Pengelolaan Satu manajemen oleh Inti seterusnya
Pola Kemitraan 60:40 Satu manajemen oleh Inti dengan opsi pengalihan pengelolaan sebagian kebun setelah kredit lunas
5
6
7
8
Penyerahan lahan
Petani peserta secara tertulis
Petani peserta secara tertulis
menyerahkan lahannya
menyerahkan lahannya kepada
kepada Koperasi, selanjutnya
Koperasi, selanjutnya oleh
oleh koperasi diteruskan
koperasi diteruskan kepada
kepada Perusahaan untuk
Perusahaan untuk dibangun
dibangun kebun kelapa sawit
kebun kelapa sawit
Beban kredit investasi pembangunan kebun
Petani peserta TIDAK
Petani peserta dibebani kredit
dibebani kredit investasi
investasi pembangunan 40%
pembangunan kebun
kebun
Pemilikan dan penguasaan lahan
Lahan petani tetap utuh
Lahan setelah dipotong
kecuali dipotong fasilitas
fasilitas infrastruktur, 40%
infrastruktur, tetapi dikuasai
akan dimiliki petani setelah
perusahaan (HGU bagi
kredit lunas (sertifikat bagi
perusahaan)
petani)
Tidak ada proses konversi
Proses konversi menjadi hak
kepemilikan, sepanjang masa
milik dengan sertifikat dilaku-
Proses kepemilikan
kemitraan lahan menjadi HGU kan setelah kredit investasi
yang dikuasai perusahaan
pembangunan kebun lunas Seluas 60% lahan petani diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan, sedangkan 40% sisanya menjadi hak milik bersertifikat bagi petani Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali, kecuali bila petani mengambil opsi pengalihan pengelolaan setelah kredit lunas
9
Status lahan
Lahan petani seluruhnya diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan
10
Pengelolaan kebun
Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali
59
Lanjutan Tabel 23. No. 11
12
Aspek Pola Kemitraan 80:20 Perbandingan Penerimaan Petani mulai memperoleh bagi hasil pembagian hasil 20% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan Status lahan HGU dapat diperpanjang setelah untuk dua kali siklus kemitraan pertanaman produktif. selesai Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani
Pola Kemitraan 60:40 Petani mulai memperoleh pembagian hasil 40% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan HGU dapat diperpanjang untuk dua kali siklus pertanaman produktif. Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani
Petani dalam kedua pola kerjasama tersebut menanggung beban biaya operasional, yaitu meliputi biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS sebelum menerima bagi hasil yang ditentukan. Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan pendapatan rataan petani dengan pola kemitraan 60:40 lebih besar daripada pendapatan rataan petani dengan sistem bagi hasil 80:20. Pendapatan rataan petani dengan pola kemitraan 60:40 sebesar Rp. 6,629,298 per tahun/hektar, sedangkan dengan pola bagi hasil 80:20 Rp. 3,531,028 per tahun/hektar.
60
Tabel 24. Proyeksi perbandingan hasil kemitraan inti plasma 60:40 dan bagi hasil 80:20 TBS Tahun ke-
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 rataan
Produksi (ton/Ha)
Harga (Rp/Kg)
a 7 11 11 13 13 17 19 21 23 24 25 26 25 24 24 23 22 21 20 19 18
B 1,101 1,142 1,183 1,224 1,264 1,304 1,343 1,381 1,419 1,456 1,492 1,528 1,562 1,595 1,627 1,658 1,688 1,716 1,743 1,769 1,794 1,817 1,838 1,859 1,878
Pendapatan (Rp)
Biaya kebun (Rp)
c = (a+b)
d
3,538,642 5,475,079 6,103,690 7,148,665 7,569,231 9,902,681 11,342,629 12,832,574 14,213,493 15,472,441 16,325,806 16,912,121 16,933,597 16,761,199 16,387,050 16,157,960 15,903,119 15,138,954 14,829,510 14,001,852 13,643,272
1,762,000 2,092,200 2,343,220 2,661,335 2,227,384 2,686,331 3,096,689 3,562,255 4,068,532 4,616,862 5,165,006 5,729,058 6,249,657 6,782,562 7,321,577 7,942,341 8,614,043 9,205,875 9,978,198 10,649,836 11,535,420
Pendapatan petani inti plasma 60:40 (Rp) e 1,154,817 2,198,872 2,444,305 2,916,765 3,472,201 4,690,628 8,245,940 9,270,319 10,144,962 10,855,580 11,160,800 11,183,062 10,683,940 9,978,636 9,065,473 8,215,619 7,289,076 5,933,079 4,851,312 3,352,015 2,107,852 6,629,298
Pendapatan bersih bagi hasil petani (80:20) f = (c-d) x 20% 888,321 1,691,440 1,880,235 2,243,665 2,670,923 3,608,175 4,122,970 4,635,160 5,072,481 5,427,790 5,580,400 5,591,531 5,341,970 4,989,318 4,532,737 4,107,809 3,644,538 2,966,540 2,425,656 1,676,008 1,053,926 3,531,028
59
61
4.8. Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dapat ditetapkan beberapa alternatif strategi seperti yang terlihat dalam matriks SWOT. Dari beberapa alternatif strategi yang sudah diformulasikan, dengan matriks QSP didapatkan prioritas strategi yang dapat diimplementasikan oleh PT. ATB, dengan tetap mengandalkan kekuatan dan peluang yang ada, serta mengatasi semua kelemahan dan mengantisipasi adanya ancaman yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan nilai NPV yang dihasilkan, dimana memiliki nilai keuntungan murni di atas biaya investasinya, yaitu mengerahkan sumber daya untuk mencapai pertumbuhan dengan teknologi tertentu. Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain meningkatkan tingkat produksi dengan memaksimalkan potensi lahan yang ada dengan dukungan teknologi modern. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai PBP yang dihasilkan 9,87 tahun, yaitu dengan melakukan perubahan terhadap pola kerjasama atau menciptakan bentuk kemitraan yang lebih mengikat dan saling menguntungkan (misal dengan perjanjian kerjasama kemitraan minimal 10 tahun). Selain itu, strategi pengembangan produk dapat dilakukan dengan diversifikasi produk atau mengembangkan produk baru yang berkaitan dengan lini produk yang sudah ada, namun tetap memperhatikan mutu hasil produksi dan terus ditingkatkan secara berkesinambungan. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai IRR yang menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan sebesar 31,43%, yaitu pengembangan pasar yang dimaksud adalah dengan penguasaan pasar di kotakota besar di Indonesia dan meningkatkan informasi pasar, serta menambah saluran distribusi. Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain membuka pasar baru dan menarik segmen pasar lain dengan mengembangkan produk yang unit dan khas untuk memikat segmen lain. Implikasi manajerial yang berkaitan dengan nilai B/C ratio yang dihasilkan melebihi 1 yakni sebesar 2,47, dimana angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu
62
satuan. Strategi yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan hal tersebut, yaitu dengan cara menginformasikan secara lebih jelas dan terbuka tentang pelaksanaan program kemitraan yang telah dilaksanakan, permasalahan, kendala dan manfaat yang dapat dihasilkan. Dapat pula dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan petani oleh manajemen perusahaan agar tercipta sinergi yang lebih baik. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai titik impas (BEP) yang dihasilkan 69.303 ton atau sebesar Rp. 606.258.214.419, yaitu perlu adanya komitmen dari manajemen perusahaan dan karyawan untuk melaksanakan program yang telah disusun dengan baik, mengembangkan dan memperbaiki standar kinerja, serta melatih keterampilan karyawan, agar hasil produksi dapat maksimal dan BEP segera terpenuhi.