iii
ISTI’ANAH DALAM AL-QUR’AN (Analisis terhadap Q.S. al-Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153, Q.S. Yusuf(12):18,Q.S. al-Anbiya(21):112)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin
Oleh :
MUKHTAR HAFIFI NIM : 106034001246 JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
iv
ISTI’ANAH DALAM AL-QUR’AN (Analisis terhadap Q.S. al-Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153, Q.S. Yusuf(12):18, Q.S. al-Anbiya(21):112)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin
Oleh :
MUKHTAR HAFIFI NIM : 106034001246
Dibawah bimbingan :
Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA NIP. 195608211996031001
JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir akademisi (skripsi) ini. Shalawat dan salam senantiasa Allah swt. Curahkan kepada nabi saw, beserta keluarga dan sahabatnya, dan semoga kita semua mendapat syafaat-nya. Penyelesaian skripsi ini, sungguh sangat tidak mungkin bila tidak melibatkan banyak pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada: 1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin F. M.Ag, selaku Dekan, dan Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si. selaku pudek 1, Dr. M. Suryadinata. MA selaku pudek 2 Dan Dr. Bustamin, M.Si selaku ketua jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada para tim penguji yang dengan sabar, menguji dan mengkoreksi skripsi ini, yaitu Dr. M. Suryadinata, MA selaku ketua, Dr. Lilik Ummi Kalsum. MA, sebagai sekretaris merangkap penguji I, dan Dr. Edwin Syarif, MA, sebagai penguji II. 3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A, selaku pembimbing, yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini sampai rampung, dengan kesabaran beliau sungguh sangat berarti bagi kelancaran penulisan skripsi ini, penulis hanya bisa berdoa “Jazajumullah ahsanu al-jaza”. i
ii
4. Segenap dosen civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Jurusan Tafsir Hadis, yang dengan ikhlas dan tulus mencurahkan dan mentransfer wawasan serta pengetahuannya selama penulis menempuh studi di kampus tercinta ini. 5. Segenap Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta,
Perpustakaan
Ushuluddin
UIN
Syarif
Hidayatullah Jakarta dan juga tak lupa kepada seluh staf perpustakaan Iman Jama‟ Lebak Bulus yang telah memberikan fasilitas sumber rujukan dan referensi. 6. Ayahanda H. Lamin dan dan Ibunda Hj. Zenab yang telah mengasuh, mendidik
dan memberikan dukungan, baik moril ataupun materil
selama penulis menjalani studi sampai penyelesaian skripsi ini, dan juga kepada kakak penulis Nazmuddin beserta keluarga, Ummu „Athiyyah dan keluarga, Sri Mulyanah beserta keluarga, dan tak lupa kepada adik-adik tersayang penulis Ahmad Turtusi, Siti Khodijah, Muhammad Yusuf Iskandar yang kesemuanya selalu memberikan semangat kepada penulis selama menempuh studi di kampus ini. 7. Dan tak lupa ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Siti Holilah yang selalu mendukung, mensuport dan “menemani” penulis baik dalam keadaan suka ataupun duka selama penulisan skripsi ini. 8. Kepada teman-teman saya yang satu nasib satu perjuangan yang tangguh dan gagah berani di kelas Tafsir Hadis A ataupun B, terutama sahabat saya Soimuddin, Rizki Ediputratama, Rahmat Hidayatullah,
ii
iii
Tomi Sutrisno, Sulaiman, Sugeng Sugiarto, Surna, Mujiburrohman, Jenal Muttaqin, Muhammad Malik dan teman-teman penulis yang telah sukses, Suryadi, Taufik (petong). 9. Dan teman-teman penulis satu permainan yang selalu mendukung dan memberi semangat dan penuh pengertian yaitu M. Sopyan Madoen, Aang Maulana el-Fanni. Dengan rampung dan selesainya karya tulis ini, sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan disana-sini dan jauh dari kesempurnaan, baik berkaitan dari segi penulisan susunan kalimat ataupun yang lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang yang membangun sangat penulis harapkan, dan semoga tulisan yang sangat sederhana ini ada manfaatnya bagi nusa, bangsa dan agama, dan lebih khusus bagi penulis sendiri. Dan denga harapan karya tulis yang sederhana ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin amin ya robbal ‘alamin.
Jakarta, 15 Maret 2011
Penulis
iii
iv
PEDOMAN TRANSLITERASI1 Konsonan Huruf Arab
Huruf Latin
Keterangan
ا
tidak dilambangkan
ب
B
Be
ت
T
Te
ث
Ts
te dan es
ج
J
Je
ح
H
h dengan garis bawah
خ
Kh
ka dan ha
د
D
da
ذ
Dz
De dan zet
ر
R
Er
ز
Z
Zet
س
S
Es
ش
Sy
es dan ye
ص
S
es dengan garis bawah
ض
D
de dengan garis bawah
ط
T
te dengan garis bawah
ظ
Z
zet dengan garis bawah
ع
„
koma terbalik keatas, menghadap ke kanan
غ
Gh
ge dan ha
ف
F
Ef
ق
Q
Ki
ك
K
Ka
ل
L
El
م
M
Em
ن
N
En
و
W
We
1
Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105
iv
v
هـ
H
Ha
ء
„
Apostrof
ي
Y
Ye
Vokal Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
______َ
a
fathah
___ِ___
i
kasrah
______ُ
u
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
__َ__ي
ai
a dan i
َ____ و
au
a dan u
Vokal Panjang (Madd) Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــَا
â
a dengan topi di atas
ــي
î
i dengan topi di atas
ـــو
û
u dengan topi di atas
v
vi
Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
Syaddah (Tashdid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3). Contoh:
no
Kata Arab
Alih aksara
1
طريقة
tarîqah
2
الجامعة اإلسالمية
al-jâmî ah al-islâmiyyah
3
وحدة الوجود
wahdat al-wujûd
vi
vii
Huruf Kapital Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid AlGhazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA KATA PENGANTAR .............................................................................
i
TRANSLITERASI ..................................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
viii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1 B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............. 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................ 6 D. Metodologi Penelitian ........................................................ 7 E. Sistematika Penulisan ......................................................... 8
BAB II
GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH A. Term Isti’anah dalam Al-Qur‟an ........................................ 9 B. Antara Isti’anah dengan Istinshar ...................................... 16
BAB III
PERINTAH MEMOHON PERTOLONGAN A. Ibadah Sebelum Meminta Pertolongan .............................. 23 B. Meminta Pertolongan dengan Sabar dan Shalat ................ 32 C. Allah Yang Maha Penolong ............................................... 41 D. Praktek Isti’anah dalam Masyarakat .................................. 50
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... 54 B. Saran-saran .......................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
viii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Allah adalah Tuhan semesta alam2 yang merajai hari pembalasan3, tiada Tuhan yang patut disembah kecuali rabbul ‘âlamîn. Dia juga pencipta langit berikut segala isinya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan4. Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Bijaksana, dan Yang Maha segala-galanya atas mahkhuk-Nya. Allah mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh makhluk-Nya, Allah menciptakan sesuatu yang tidak bisa diciptakan oleh manusia. Allah juga telah mengutus beberapa utusan untuk membimbing manusia di muka bumi ini yaitu seorang rasul dan para nabi berikut dengan kitab-kitab sucinya. Muhammah saw adalah rasulullah yang membawa misi untuk disampaikan kepada umat manusia tanpa ada pengecualian sedikit pun. Beliau adalah manusia namun tidak seperti manusia biasa. Beliau hidup seperti layaknya manusia biasa namun beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yang walaupun beliau seorang yang ummi5. Beliau yang sudah dijamin masuk surga namun tetap saja berdoa dan memohon ampun kepada Allah. Beliau adalah utusan Allah sekaligus penutup para nabi
2
Lihat Q.S al-Fatihah(1):2 Lihat Q.S. al-Fatihah(1):4 4 Lihat Q.S. al-Ikhlash(112):4 5 Adalah orang yang tidak tahu tulis baca. Kata ummi juga didalam al-qur‟an terdapat pada tiga tempat, yaitu: Q.S. Ali Imran(3)20, Q.S. al-„Araf(7):157-158. (Lihat Kamus al-Qur‟an karya Deni Hamdani, S.d.I, hlm.361) 3
1
2
yang akan memberikan safaat kepada umat yang mengikuti ajaran-ajarannya. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi :
Artinya : Mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (Q.S. an-Nisa(4):165)
Al-Qur‟an adalah kitabullah yang diturunkan kepada manusia paling sempurna yaitu Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril yang diturunkan pada malam yang mulia, yang diturunkan kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya, yang berisi tentang ajaran-ajaran mulia untuk disampaikan kepada seluruh makhluk dimuka bumi ini. Al-Qur‟an diturunkan pada bulan ramadhan yang penuh dengan keberkahan sebagai petunjuk bagi manusia 6. Al-Qur‟an yang membacanya merupakan sebuah ibadah dan tidak pernah bosan manusia untuk selalu membacanya walaupun kalimatnya dari zaman ke zaman tidak pernah berubah sedikitpun7. Al-Qur‟an secara harfiah adalah “bacaan sempurna” merupakan suatu nama pilihan Allah yang sungguh tepat karena tidak ada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.8 6
Lihat Q.S. al-Baqarah(2)185) Al-Qur‟an sejak dini memadukan usaha dan pertolongan, akal dan kalbu, pikiran dan zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu menjadikan manusia seperti robot, pikir tanpa zikir menjadikan manusia seperti setan, iman tanpa ilmu sama dengan pelita ditangan bayi, sedang ilmu tanpa iman bagaikan pelita ditangan pencuri. (Lihat Wawasan al-Qur’an karya M. Quraish Shihhab, hlm.7 8 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizzan, 1998) cet. vii hlm. 3 7
3
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang hidup dimuka bumi ini untuk menjalankan skenario yang dibuat oleh-Nya. Manusia yang dibekali akal dan hawa nafsu yang bisa menjadikan manusia seseorang yang mulia atau hina dihadapan-Nya. Kadang kala manusia suka lupa kepada siapa ia harus menyembah dan siapa yang telah menciptakannya. Manusia seringkali mengingkari akan Tuhannya padahal manusia diciptakan dari tanah.9 Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, yang mengajarkan kepada kebaikan kepada umatnya. Islam juga adalah agama yang membawa kedamaian. Islam mengajarkan kepada manusia bagaimana untuk saling menghormati kepada sesama manusia. Agama Islam adalah agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhira.10 Islam juga adalah agama yang di rihoi oleh Allah. Sebagaimana firmannya.
Artinya : “Sesungguhnya agama yang di ridhoi disisi Allah adalah agama Islam”. (Q.S.Ali-Imran(3):19)
Islam mengajarkan kepada manusia untuk menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah rabbul ‘aalamin. Karena hanya kepadanya manusia
9
Lihat Q.S. Shaad(38):71, Q.S. al-Mu‟minun(23):12, Q.S. al-Hijr(15):26 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizzan, 1994) cet.vi hlm. 33
10
4
menyembah dan memohon pertolongan.11 Islam juga mempunyai kitab suci yang menjadi petunjuk bagi manusia yaitu Al-Qur’an Al- Karim. Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia yang berisi berbagai ajaran tentang kehidupan
manusia,
yang
mengajarkan
manusia
bagaimana
berinteraksi kepada Allah dan berinteraksi kepada sesama manusia yang disebut dengan hablum min Allah dan hablum min an-Nas. Al-Qur‟an adalah kitab yang universal, terbukti bahwa Al-Qur‟an tidak hanya mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana berinteraksi kepada manusia dan berinteraksi kepada Allah, melainkan Al-Qur‟an mencakup beberapa aspek seperti ibadah, muamalah, siasah, hukum, waris, syari‟ah, akidah, akhlak. Sebagai seorang manusia kita diperintahkan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya tidak boleh kita beribadah selain kepada Allah, karena itu akan mengakibatkan kekufuran. Sebagai seorang manusia haruslah patuh dengan apa yang diperintahkan dan yang dilarang-Nya. Setelah beribadah kita diperintahkan untuk memohon pertolongan hanya kepada-Nya bukan kepada selain-Nya. Kita tentu pernah mendengar sebuah berita bahwa ada seorang anak yang mampu menyembuhkan orang sakit dengan mencelupkan batu kedalam air. Ponari orang memanggilnya ketika itu sebelumnya kita tidak pernah mendengar namanya ketika anak itu mampu menyembuhkan berbagai penyakit menggunakan batu yang dia miliki langsung membuatnya tenar. Banyak orang berbondong-bondong mendatangi rumahnya untuk khasiat dari
11
Lihat Q.S. al-Fatihah(1):5
5
batu itu setelah dicelupkan kedalam air. Mereka menyakini bahwa penyakit mereka bisa sembuh setelah meminum air tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih meyakini batu tersebut daripada Allah. Pada kenyataannya hanya Allah yang harus mereka yakini bukan batu atau bendabenda lain yang dianggap sakti. Dari pemaparan diatas bahwa di dalam Al-Qur‟an banyak sekali perintah-perintah yang harus dilakukan manusia, salah satu dari perintahperintah tersebut adalah perintah memohon pertolongan hanya kepada Allah yang akan penulis teliti lebih jauh lagi dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul
Isti’anah
dalam
Al-Qur’an
(Analisis
terhadap
Q.S.
al-
Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153, Q.S. Yusuf(12):18,Q.S. alAnbiya(21):112)
B.
Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Sebagaimana penulis telah paparkan pada latar belakang masalah, bahwa kata isti’anah banyak sekali dalam al-Qur‟an dan dalam fenomena Ponari tersebut orang berbondong-bondong mendatangi rumah Ponari untuk meminta kesembuhan dari penyakit dengan meminum air yang telah dicelupkan dengan batu. Maka dari itu penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: a. Apa yang harus dilakukan ketika meminta pertolongan atau Istianah b. Apakah dalam beristi’anah harus mendahulukan hak daripada kewajiban
6
c. Bagaimana al-Qur‟an menanggapi terhadap fenomena masyarakat yang berbondong-bondong meminta kesembuhan kepada Ponari dengan meminum air yang sudah dicelupkan dengan batu yang dianggap sakti. 2. Pembatasan Masalah Mengingat luasnya pembahasan judul diatas dan banyaknya ayat-ayat yang membicarakan tentang isti’anah, maka penulis perlu membatasi permasalah diatas pada Q.S al-Fatihah(01):5, Q,S. Al-Baqarah(02):45 & 153, Q.S. Yusuf(12):18, dan Q.S. al-Anbiya(21):112. 3. Perumusan Masalah Setelah membatasi permasalah sebagaimana yang telah penulis sebutkan diatas, dalam rangka untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis perlu untuk merumuskan masalah yang menjadi tema pokok dalam skripsi ini dalam bentuk sebuah pertanyaan Bagaimana Perspektif Al-Qur’an tentang Isti’anah dan Prakteknya dalam Masyarakat.
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalah diatas, dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui bagaimana pandangan al-Qur‟an terhadap Isti’anah b. Untuk menambah khazanah pemikiran islam, khususnya mengenai Isti’anah
7
c. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ushuluddin (S.Ud) pada jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D.
Metodologi Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai macam literatur yang relevan (data primer) dengan pokok masalah. Sumber primer terdiri dari kitab-kitab tafsir antara lain : Kitab Tafsir As-Sya‟rawi, Kitab Tafsir Al-Qur‟anul Azhim, dan kitab-kitab tafsir lainnya. Kemudian buku-buku yang menjadi data skunder penulis mengambil buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan judul skripsi ini. 2. Metode Pembahasan Metode pembahasan dalam skripsi ini adalah deskriptif analisis, yaitu menyajikan data-data yang ada baik data primer maupun data skunder, kemudian dianalisis secara proporsional. Sehingga akan nampak jelas jawaban atas persoanal yang berhubungan dengan pokok masalahnya. Setelah melakukan analisa, kemudian penulis memberikan kesimpulan mengenai hasil analisa yang dilakukan. 3. Teknik penulisan Pada teknik penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku “Pedoman Penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) karangan
8
Hamid Nasuhi, et.al yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006.
E.
Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan menjadi beberapa bab yang terdiri dari sub bab, yaitu : Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi,
pembatasan
dan
perumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab II yaitu gambaran umum tentang Isti’anah yang meliputi pengertian term Isti’anah dalam Al-Qur‟an, dan antara Isti’anah dengan Istinshar. Bab III membahas tentang kajian ayat-ayat Istia’anah, yang meliputi ayat dan terjemah berikut tafsiranya, munasabah dan berikut uraian tafsirnya, pendapat mufassir tentang ayat-ayat Isti’anah dan analisa terhadap ayat-ayat Isti’anah dan prakteknya dalam masyarakat Bab IV adalah penutup yang meliputi kesimpulan dari penelitian, dan disertai saran-saran yang disampaikan penulis dalam penulisan skripsi ini.
BAB II GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH
A. Term Isti’anah Dalam Al-Qur’an Term isti’anah sebenarnya tidak disebutkan secara langsung dalam AlQur‟an. Tetapi, kata jadian darinya yang memunculkan istilah tersebut banyak ditemukan dalam al-Qur‟an. Isti’anah artinya meminta pertolongan atau bantuan Tuhan. Kata isti’anah berasal dari Q.S. al-Fatihah(1):5 Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in, yang artinya hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.12 Kata isti’anah dalam kamus bahasa arab indonesia memiliki arti permintaan bantuan atau pertolongan. Dalam kamus Al-Qur‟an kata isti’anah memiliki arti meminta bantuan, pertolongan dan pendukung. 13 Kata isti’anah berasal dari kata عونyang artinya membantu14, dan
عوّنyang artinya membantu, menolong, membebaskan,15 تعاون القومartinya tolong menolong, kerja sama, gotong royong. 16 Jadi kata االستعانتyang berasal dari kata عونmempunyai arti permintaan bantuan, pertolongan. Dalam bentuk isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja ista’ana-yasta’inu-isti’anan
12
Ahsin. W al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006) h.126 cet.II Budi Santoso. Kamus al-Qur’an (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008) h.3 cet.I 14 Al-Imam al-„Alamah Abi al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Mandzur al-Afriqi al-Misr, Lisanul Arab. (Beirut: Dar Shaadir) h.298 15 Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir. (Surabaya: Pustaka Progresif,1997) h.988 16 Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwir h.988 13
19
10
yang berarti yang meminta pertolongan dan musta‟an berarti dimohonkan pertolongannya.17 Dalam beristi’anah atau memohon pertolongan berarti kita tidak dapat atau terhalang, atau sulit meraih apa yang kita mohonkan itu oleh satu dan lain sebab kecuali bila dibantu. Dalam Tafsir al-Misbah dikemukakan bahwa bantuan adalah sesuatu yang dapat mempermudah melakukan sesuatu yang sulit diraih oleh yang memintanya, yaitu dengan jalan mempersiapkan sarana pencapaiannya, seperti meminjamkan alat yang dibutuhkan, atau partisipasi dalam aktivitas, baik dalam bentuk tenaga atau fikiran, nasihat atau harta benda.18 Permohonan bantuan kepada Allah adalah permohonan agar Dia mempermudah apa yang tidak mampu dirai oleh orang yang bermohon dengan upaya sendiri. Dari penjelasan diatas bahwa permohonan bantuan itu bukan berarti berlepas tangan sama sekali, akan tetapi kita masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Muhammad Syaltuth mengemukakan dalam tafsirnya bahwa isti’anah adalah meminta pertolongan sesudah melakukan usaha sekuat kemampuan. Orang yang berakal sehat tidak akan meminta pertolongan melainkan kepada yang mampu memberikan pertolongan, tidak ada yang mampu memberikan pertolongan kecuali Allah Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya menyeluruh, tidak dapat dilemahkan oleh apapun. Dia yang menciptakan sebab, Dia pula 17 18
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Tahun 2004. h.388 M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati,2007) h.58 jilid.2
11
yang menyingkirkan halangan, dan dia yang memberi, menghendaki serta menolak.19 Isti’anah adalah bagian dari
ibadah. Karena itu tidak dibolehkan
beristi’anah selain kepada Allah. Tidaklah mungkin mengharapkan isti’anah yang mutlak, yang meliputi segala sesuatu yang menyeluruh, melainkan hanya kepada Allah semata.20 Sebagaimana firman Allah swt.
Artinya : Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka Serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. (Q.S Al-A‟raf (7):194) Selanjutnya
Artinya : Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. (Q.S Al-A‟raf (7):197)
19
Muhammad Syaltuth. Tafsir al-Qur’anul Karim. Terj. Drs. Herry Noer Ali (Bandung: Dipenogoro, 1990) h.64 jilid.1 20 Muhammad Syaltuth. Tafsir al-Qur’anul Karim. h.65
12
Istilah ibadah sudah sangat populer di kalangan kita. Ibadah ini adalah bentuk penghambaan kepada Allah. Dalam Islam prinsip utama dalam beribadah adalah tauhid, jika terdapat syirik di dalam ibadah meskipun kecil maka ibadahnya akan tertolak dan batal. Tidak ada tawar menawar di dalam beribadah. Ketauhidan dan keikhlasan dalam beribadah adalah suatu yang pokok dan mutlak. Tauhid yang dimaksudkan di sini adalah kesadaran diri seorang hamba, bahwa apa yang ada pada dirinya bukan apa-apa karena semuanya bersumber dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Atau dengan pernyataan lain semua yang ada pada dirinya adalah milik Allah swt. 21 Makna ibadah yang sangat luas dalam islam mencakup empat hubungan yang berbeda baik antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan dirinya dan manusia dengan lingkungan alam sekitar. Masing-masing dari hubungan tersebut terdapat dua macam.
Hubungan
manusia
dengan
Tuhannya
diwujudkan
dengan,
“Melaksanakan perintah-perintah-Nya dan manjauhi larangan-laranganNya”. Hubungan manusia dengan dirinya dapar diterjemahkan dengan pemenuhan hak diri, makan minum jangan berlebihan, menjaga diri dari kebinasanaa. Adapun hubungan sesama manusia dapat diwujudkan dalam bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa serta saling menjaga dari permusuhan dan dosa. Sedangkan hubungan manusia dengan alam dapat ditempuh dengan intifa‟, yaitu mengambil manfaat dari alam untuk kesejahteraan hidup dan tidak iththirar yaitu tidak menjadikan alam sebagai 21
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Pembuka Gerbang al-Qur’an Tafsir al-Fatihah dan Awal al-Baqarah (Jakarta: Taushia,2008) h.70
13
musuh yang membinasakan, dengan ishlah yaitu menjadikan alam sebagai harmoni, kedamaian dan tidak fasad atau berbuat kerusakan.22 Secara tekstual term isti’anah dalam Al-Qur‟an terdapat pada 7 ayat dalam 5 tempat. Dua diantaranya dalam satu surat. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kata isti’anah terambil dari عانatau عونyang memiliki arti pertolongan. Al-Qur‟an menyebutkan kata isti’anah pada beberapa bentuk. Pertama, dalam bentuk fi’il amr (kata kerja perintah) yang terdapat pada tiga tempat yaitu Q.S. al-Baqarah (2) ayat 45 dan ayat 153, dan Q.S. alA‟raf: 128. Yang dimaksud kata kerja perintah disini adalah perintah dari Dzat yang tinggi yaitu Allah kepada Dzat yang paling rendah yaitu manusia bukan sebaliknya perintah dari yang rendah ke yang tinggi derajatnya. Kedua, dalam bentuk fi’il mudhori yaitu kata kerja yang menunjukkan masa sekarang dan yang akan datang. Yang hanya terdapat pada satu tempat yaitu Q.S. al-Fatihah (1):5. nasta’in yang berarti Kami memohon pertolongan. Berarti dalam kata nasta’in yang dalam bentuk fi’il mudhori mengindikasikan bahwa mulai sekarang sampai hinga waktu yang tidak bisa ditentukan untuk selalu beristi’anah memohon pertolongan hanya kepada Allah bukan kepada selain Allah. Ketiga, dalam bentuk isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja ista’ana-yasta’inu-isti’anan yang berarti minta pertolongan dan musta‟an
22
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Pembuka Gerbang al-Qur’an h.72
14
berarti dimohonkan pertolongannya.23 Kata tersebut di dalam Al-Qur‟an terdapat pada dua tempat yaitu Q.S. Yusuf:18 dan Q.S al-Anbiya:112. Dalam Al-Qur‟an kata Isti’anah selau digandengkan dengan ibadah bahkan kata ibadah pun mengawali kata isti’anah itu sendiri. Penggandengan kedua kata tersebut tidak dapat dipisahkan karena ibadah dan isti’anah merupakan satu kesatuan yang utuh. Isti’anah tidak bisa berdiri sendiri tanpa ibadah. Ibnu QayyimAl-Jauziyyah memaparkan dalam kitab tafsrinya bahwa Isti’anah merupakan bagian dari ibadah tanpa ada pembalikan. Isti’anah merupakan permohonan dari Allah dan ibadah merupakan tuntutan bagi Allah. Ibadah tidak terjadi kecuali dari orang yang mukhlis. Sementara Isti’anah bisa berasal dari orang yang mukhlis dan tidak mukhlis.24 Nabi Muhammad Saw adalah contoh tertinggi dalam ibadah dan beliau telah merealisasikan bentuk ibadah yang diinginkan dan dicintai Allah. Allah mengiringi ibadah yang ikhlas dengan minta tolong kepada-Nya. Ia berkata “Kami tidak menyembah selain-Mu.” Ketika manusia meminta bantuan kepada selain Allah, berarti ia telah meminta bantuan kepada Dzat yang memiliki kemampuan terbatas. Dengan meminta bantuan kepada Allah manusia telah terbebas dari kehinaan dunia, dan memiliki kekuasan tanpa batas.25
23
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.388 Ibnu Qayyim. Tafsir Ayat-ayat pilihan (Jakarta: Darul Falah, 2000) h.72 cet.2 25 Syaikh Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi (Kairo, Akhbar alYaum,1991) h.41 jilid.1 24
15
Dalam kaitannya dengan memohon pertolongan kepada Allah haruslah didahului dengan ibadah atau melakukan segala perintah dan menjauhi segala larangannya dan mengesakan bahwa hanya Allah yang patut disembah dan dimintai pertolongan. Hal ini berkaitan dengan tauhid rububiyyah, yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan langit dan bumi, pencipta semua makhluk dan penguasa seluruh alam. Tidak ada sekutu dalam kekuasaann-Nya dan tidak ada hakim dalam hukum-hukum-Nya selain Dia.26 Tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan dalam beribadah, patuh dan taat secara mutlak kepada-Nya. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah dan tidak pula menyekutukanNya.27 Dalam tauhid rububiyyah kita meyakini bahwa Allah yang menciptakan segala makhluk. Allah berfirman:
Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu.... (Q.S. az-Zumar(39):62).
Dia juga Tuhan maha pemberi rejeki bagi semua makhluk di muka bumi. Senada dengan firmannya:
Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melata28 pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezkinya... (Q.S. Huud(11):6) 26
Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan (Surabaya: Pustaka Progresif,1992) h.35 cet.1 27 Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan h.37 cet.1 28 Yang dimaksud binatang melata di sini ialah segenap makhluk Allah yang
16
Kemudian tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan Allah sebagai Tuhan, menyembahnya dalam beribadah dan tidak menyekutukannya. Tauhid uluhiyyah ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir yaitu Muhammad saw29. Allah berfirman:
Artinya : Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut 30 itu"... (Q.S. an-Nahl(16):36). B. Antara Isti’anah dan Istinshar Istilah untuk pertolongan di dalam Al-Qur‟an ada dua yaitu: pertama, al-maunah dan memohonnya disebut isti’anah. Maunah ini diberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki tanpa dibeda-bedakan apakah dia orang yang baik atau orang yang jahat. Hal ini berkaitan dengan urusan duniawi semata. Kedua, an-nashr dan memohonnya disebut istinshar.31 Istilah istinshar berasal dari kata نصرyang artinya membatu, “ نصر اهلل فالناAllah memberikan kemenang kepada si pulan”, “ تناصرواMereka tolong menolong, انتنصار
“Menang,
mengalahkan
musuh”,
انتنصار-نصر
“Pertolongan,
kemenangan”.32 Jadi kata tersebut memiliki banyak arti ketika menjadi suatu
29
Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan. Kitab Tauhid (Yogyakarta: UII,2001) h.53 Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t. 31 Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.82 32 Mahmud Yunus. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta: Bulan Bintang,2002) h.454 30
17
kalimat bisa berarti “membantu, pertolongan, kemenangan”. Pertolongan Allah yang menggunakan istilah an-nashr muncul di dalam Surat An-Nashr.
Artinya : Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (Q.S.anNashr(110):1)
Hal tersebut merupakan pertolongan kepada orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang salah satunya adalah sabar. Dalam sejarah, ketika pada hari Jum‟at
tanggal 17 Ramadhan, Rasulullah saw, dan pasukan
muslimin menghadang pasukan kafir Makkah yang bermaksud menyerang kota Madinah. Pasukan ini tidak menunggu musuh sampai di kota Madinah, akan tetapi dihadang di suatu tempat yang bernama Badar. Peperangan terjadi dan karena berlangsung di Badar maka dalam sejarah disebut perang Badar. Dalam Al-Qur‟an disebutkan: “Allah telah menolong kamu di Badar”.33 Badar merupakan bukit, jadi jauh sebelum sampai rombongan musuh sudah kelihatan dengan berkendaraan kuda dengan pasukan panahnya dan pasukan penombak, pasukan mereka 1000 orang, sedangkan Rasulullah saw, memimpin pasukannya yang hanya berjumlah 313 orang itu pun bukan tentara semua. Perlu diketahui bahwa perang Badar terjadi pada puasa yang pertama dan pada musim panas yang luar biasa. Pasukan muslim hanya menggunakan senjata seadanya dan jumlah sedikit. Mereka yang ikut berperang juga bukan orang yang terlatih sebagai tentara. Rasulullah saw, saat itu juga amat
33
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.83
18
khawatir dengan keadaan tersebut. Beliau melihat pasukan musuh begitu besar dan para sahabatnya pun terlihat jelas dari rona wajah dan sorot mata mereka ada kecemasan, maka rasulullah saw, berkata kepada para sahabat, “Tenang saja Allah pasti akan menolong kita dengan riabuan Malaikat yang akan diturunkan”.34 Lalu Allah menurunkan ayat, “Benar, jika kamu bersabar dan bertakwa lalu mereka menyerang kamu dengan tiba-tiba, maka Tuhan kamu akan membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang diberi tanda.” (Q.S.Ali Imran:125). Semula, Nabi saw. menjanjikan kepada para sahabat hanya dengan 3000 Malaikat, akan tetapi oleh Allah dikirim 5000 Malaikat dan kejadiannya spektakuler. 5000 Malaikat yang diutus oleh Allah itu kelihatan oleh musuh, akan tetapi para sahabat tidak melihatnya. Ketika melepaskan satu anak panah, musuh yang mati bisa langsung lima orang sekaligus. Ini yang membuat porak poranda pasukan musuh. Itulah kemenangan perang Badar dengan pertolongan Allah. Pertolongan jenis ini disebut nashr. Sesudahnya diberikan lagi oleh Allah ketika Makkah jatuh ke tangan kaum muslimin tanpa setets darah pun tercecer.35 Jadi isti’anah dan istinshar merupakan pertolongan dalam bentuk ma’unah atau inayah berdoa dan bekerja. Salah satu dari bentuk ma’unah itu diberikan lewat doa, berdoa berarti permohonan dari bawah ke atas, dari yang
34 35
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.83 Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.83
19
kecil kepada yang besar, dari yang lemah kepada yang kuat, dari yang miskin kepada yang maha kaya, itulah hamba kepada Allah 36 Dalam kaitannya dengan isti’anah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengelompokkan manusia menjadi empat bagian. Dia berkata: Manusia dalam kaitannya dengan dua perkara pokok yaitu isti’anah dan ibadah (doa dan memohon pertolongan) terbagi menjadi empat kelompok,37 yaitu: Yang pertama, ahli ibadah (kelompok yang tertinggi dan paling utama). Kelompok ini memohon pertolongan kepada Allah atas ibadahnya itu, beribadah kepada Allah menjadi keinginan mereka yang paling utama, dan mereka memohon kepada Allah agar diberi keteguhan serta bimbingan untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, hal yang paling utama diminta kepada Allah swt adalah ditolong untuk meraih keridhaan-Nya38. Itulah yang diajarkan Nabi saw kepada orang yang dicintainya, Mu‟adz bin Jabal Ra mengatakan bahwa beliau bersabda: “Wahai Mu‟adz, demi Allah, aku sangat mencintaimu. Jadi janganlah engkau lupa untuk membaca doa ini pada setiap selesai shalat, “Ya Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah kepadaMu dengan baik.” (HR. Abu Daud dan Nasai dengan sanad shahih).
Jadi, doa yang paling bermanfaat ialah memohon pertolongan untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Sedangkan pemberian yang paling afdhal adalah nikmat yang Allah berikan terhadap sesuatu yang dimintai.
36
Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.84 Hani Kisyk. Menyelami Makna Iyyaaka nasta’iin. (Jakarta: Cendikia. 2006) h.67 38 Hani Kisyk. Menyelami makna iyyaka nasta’iin. h.69 37
20
Kedua, orang yang berpaling dari beribadah kepada-Nya dan tidak memohon pertolongan kepada-Nya. Jika salah seorang dari mereka beribadah kepada-Nya dan memohon pertolongan-Nya, maka itu dilakukan atas dasar kepentingan dan syahwatnya (keinginan duniawinya), bukan untuk meraih keridhaan-Nya serta menjalankan hak-hak-Nya. Sesungguhnya Allah swt dimintai oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi 39, dimintai pula oleh para wali serta musuh-musuhnya, dan ia memberikannya kepada kelompok yang ini dan kelompok yang itu.
Artinya: “Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.” (Q.S. al-Israa(17):20)
Demikianlah keadaan setiap orang yang memohon pertolongan kepada Allah pada suatu perkara dan meminta hal itu kepada-Nya, namun bukan untuk membantunya dalam rangka menaati-Nya. Jadilah hal itu sebagai perkara yang menjauhkannya dari keridhaan-Nya dan memutuskannya dariNya. Ketiga, orang-orang yang memiliki nilai ibadah namun tidak isti’anah atau tidak memohon pertolongan. Di antara mereka adalah orang yang rajin melakukan ibadah dan mengamalkan wirid, tetapi dalam hal tawakal dan memohon pertolongan mereka masih tergolongan kurang. Hati mereka tidak menjangkau luas untuk mengaitkan sebab-sebab dengan kesanggupan dan 39
Disebutkan dalam firman Allah swt, “Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman(55):29)
21
meleburnya
untuk
itu
serta
melaksanakan
sebab-sebab
itu
dengan
kesanggupan40. Jadi, mereka tidak memberdayakan kekuatan penglihatan dari sekadar sebagai sesuatu yang bergerak menjadi penggerak, dari sebab menjadi yang menyebabkan, dan dari alat menjadi pelaku, sehingga keinginan mereka menjadi lemah dan cinta-cinta mereka menjadi pendek. Dengan demikian, bagian yang mereka peroleh dari iyyak nasta’iin menjadi sedikit. Mereka tidak merasakan rasa atau dzuaq beribadah dan beristi’anah, meskipun mereka telah mendapatkan rasanya dengan mengamalkan wirid dan tugas-tugas. Dan yang keempat, orang-orang yang menyaksikan kemahaesaan Allah dalam mendatangkan manfaat dan bahaya, dan bahwa semua yang Dia kehendaki akan terjadi, sedangkan semua yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Tetapi ia tidak berjalan sesuai dengan hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya. Jadi, mereka bertawakal kepadanya dan memohon pertolongaan dengan-Nya untuk memenuhi keinginan duniawinya dan inters-inters pribadinya. Ia memintanya kepada Allah, lalu permintaannya itu diberikan dan ditolong dengannya, baik berupa harta, jabatan, kehormatan di kalangan manusia, keadan-keadaan
berupa kasyaf atau dibukakan tabir ghaib,
pengaruh, kekuatan, maupun kekuasaan. Tetapi ia tidak mendapat ganjaran pahal.41
40 41
Hani Kisyk. Menyelami makna iyyaka nasta’iin. h.71 Hani Kisyk. Menyelami makna iyyaka nasta’iin. h.72
22
Artinya: “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orangorang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud(11):15-16)
BAB III PERINTAH MEMOHON PERTOLONGAN
A. Ibadah sebelum Meminta pertolongan Dalam kehidupan kita sehari-hari ada kewajiban dan ada hak. Baik kewajiban kita kepada orang tua, kewajiban kita kepada negara maupun kewajiban kita kepada agama dan kepata Tuhan Yang Maha Esa. Kadang kita terlalu mendahulukan hak kita dari pada kewajiban kita. Dalam al-Qur‟an pun telah diterangkan bahwa ada kewajiban dan ada hak. Kewajiban seorang muslim kepada muslim lainnya. Kewajiban muslim kepada agamanya. Kewajiban muslim kepada Tuhannya yang telah menciptakan alam ini beserta segala isinya. Islam juga menjelaskan kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya dan mendahulukan kewajiban dari pada hak. Sebagai mana Allah berfirman dalam surat al-Fatihah ayat 5 yang berbunyi:
Artinya : Hanya Engkaulah yang kami sembah42, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan43.(Q.S. al-Fatihah(1):5)
42
Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya. 43 Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri
123
24
Dalam surat ini al-Qur‟an memerintahkan kepada kita untuk mendahulukan kewajiban kita kepada Allah dengan menjalankan yang diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang. Kewajiban ini disebut dengan ibadah. Pengertian ibadah pun mencakup luas yaitu melakukan sesuatu perbuatan yang bernilai ibadah dan membawa keberkahan. Ibadah, berarti tunduk tidak terhingga kepada kebenaran yang tidak terbatas.44 Dalam beribadah kepada Allah kita tidak hanya melakukan ritualritual saja akan tetapi tunduk dan patuh dengan apa yang diperintah dan yang dilarang. Karena Allah yang mempunyai hak mutlak menetapkan bentukbentuk ibadah Pada surat al-Fatihah ini ada dua kalimat yang disebut kewajiban dan hak. Yaitu kata “na’budu” dan kata “nasta’in” yang artinya kami beribadah dan kami meminta. Secara etimologi atau bahasa, redaksi kalimat “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” dengan maf’ul atau objek yang disebutkan terlebih dahulu daripada fi’il (kata kerja) dan fa’il (subjek) biasa disebut dengan istilah takhshish, sebuah redaksi kalimat yang menunjukkan sebuah pengkhususan. 45 Ada sedikit perbedaan makna antara kalimat “na’buduka” dengan kalimat “iyyaka na’budu”. Kalimat “na’buduka” mengandung arti, “Kami menyembah kepada-Mu”. Dengan didahulukannya maf’ul bih (objek), yaitu kalimat “iyyaka” dari fi’il dan fa’il-nya, yaitu kalimat “na’budu”, maka kalimat “iyyaka na’budu” memiliki penekanan makna yang sedikit berbeda. 44
Muhammad Syaltut. Tafsir al-Qur’an al-Karim. h.64 Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. Penerjemah. Abdul Syukur Abdul Razak (Jakarta: Nahdhah Publiser, 2008) h.154 45
25
Arti kalimat tersebut tidak lagi “Kami beribadah kepada-Mu” tetapi menjadi “Hanya kepada-Mu kami menyembah”.46 Dengan demikian, “iyyaka na’budu”, merupakan sebuah pernyataan yang mengandung makna pengkhususan ibadah hanya kepada-Nya. Tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia 47. Disebutkan dalam al-Qur‟an,
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka mahasuci Allah yang mempunyai „Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. alAnbiya(21):22) Kata “Na’budu” pada ayat ini di dahulukan menyebutkannya dari “Nasta‟iin”, karena menyembah Allah itu adalah suatu kewajibabn manusia terhadap Tuhannya.48 pertolongan dari Tuhan kepada seorang hamba-Nya adalah hak hamba. Maka disini seakan-akan Tuhan mengajarkan kita supaya menunaikan kewajiban lebih dahulu, sebelum kita menuntut hak. Kata “Na’budu” dan kata “Nasta’iinu” (Kami menyembah, Kami meminta pertolongan), bukan “a’budu” dan “asta’iinu” (Saya menyembah, Saya meminta pertolongan) adalah untuk memperlihatkan kelemahan manusia, dan tidak selayaknya mengemukakan dirinya seorang saja dalam menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah, seakan-akan penunaian kewajiban menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah itu belum 46
Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.154 Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.156 48 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.24 47
26
sempurna, hanya kalau di kerjakan bersama-sama.49 Allang menginginkan ketika kita menyembah atau meminta kita harus bersama-sama atau berjamaah. Penggunaan bentuk jamak pada kata “Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”. Kata kami atau kekamian dan kebersamaan yang digunakan oleh ayat ini mengandung beberapa pesan.50 Pertama, untuk menggambarkan bahwa ciri khas ajaran agama Islam adalah seseorang muslim harus selalu merasa bersama orang lain, tidak sendirian, atau dengan kata lain setiap muslim harus memiliki kesadaran sosial. Nabi bersabda: “Hendaklah kamu selalu bersama sama (bersama jamaah) karena serigala hanya menerkam domba yang sendirian”.51 Keakuan seorang muslim harus lebur secara konseptual bersama akuaku yang lain. Sehingga setiap muslim menjadi seperti yang di gambarkan oleh Nabi “Bagaikan satu jasad yang merasakan keluhan, bila satu organ merasakan penderitaan.52 Kesadaran akan kebersamaan ini tidak terbatas hanya antara sesama manusia atau bangsa, tetapi mencakup seluruh manusia. Kesadaran tersebut ditanamkan dalam diri setiap pribadi, atas dasar prinsip bahwa Semua manusia adalah satu kesatuan, “Semua kamu berasal dari Adam sedang adam diciptakan dari tanah.
49
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya. h. 25 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55 51 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55 52 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah.h.55 50
27
Rasa inilah yang menghasilkan “Kemanusian yang adil dan beradab”. Sehingga pada akhirnya, sebagaimana dikatakan oleh sementara ahli, “seseorang yang diperkaya dengan kesadaran menyangkut keterikatannya dengan sesamanya, tidak akan merasakan apa pun kecuali derita umat manusia, serta tidak akan berupaya kecuali mewujudkan kesejahteraan manusia. Ia akan berkawan dengan sahabat manusia, seperti pengetahuan, kesehatan, kemerdekaan, keadilan, keramahan dan dia akan berseteru dengan musuh manusia, seperti kebodohan, penyakit, kemiskinan, prasangka, dan sebagainya. Kedua, yang dikandung oleh penggunaan kata “Kami” dalam ayat “Hanya kepada-Mu kami mengabdi” diatas, berkaitan dengan bentuk ibadah yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim, yaitu hendaklah ibadah harus dilakukan secara bersama, jangan sendiri-sendiri.53 Dalam Tafsir Departemen Agama RI surat al-Fatihah mengandung ayat munajat atau berbiaca dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan. Maka hal ini merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap raka‟at dalam shalat. Karena jiwanya ialah munajat dengan menghadapkan diri dan memusatkan ingatan kepada Allah.54 Jika kita melakukannya sendirisendiri, maka kekurangan yang kita lakukan langsung disoroti dan kita sendiri yang akan mempertanggung jawabkannya. Tetapi, jika kita melakukannya secara bersama-sama maka orang lain yang bersama kita akan dapat menutupi kekurangan ibadah kita. Bukankah jika kita shalat berjamaah dan terlambat 53 54
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.56 Departemen Agama Ri. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h. 16
28
mengikutinya, sehingga tidak dapat membaca surat al-Fatihah, maka bacaan imam menutupi kekurangan itu. Bukankah jika membeli buah hanya sebiji, kita akan menelitinya dengan seksama, sehingga jika ada kekurangannya biar sedikitpun kita akan membatalkan pembelian atau meminta gantinya. Tetapi jika kita membeli sekilo atau dalam jumlah yang banyak, maka ketelitian memeriksanya tidak secermat membeli sebuah, kekurangan yang kita temukan pada satu atau dua buah dapat kita biarkan, karena sudah cukup banyak yang lainnya yang baik dari kumpulan buah yang kita beli. Ini bukan berarti ketelitian Allah berkurang. Dia tetap mengetahui kekurangan masing-masing, hanya saja dia mentoleransi kekurangan itu. Karena rahmat dan kasih sayangNya serta kecintaan-Nya kepada kebersamaan. Dengan
berjamaah, jika
bermohon kiranya kekeliruan kita dimaafkan karena adanya hal-hal yang sempurna yang dilakukan oleh mereka yang bersama kita. Ibadah secara istilah adalah semua perkataan, perbuatan dan pikiran yang bertujuan untuk mencari ridha Allah.55 Dalam beribadah kepada Allah kita harus selalu melakukan yang diridhai Allah dan melakukan hal-hal yang membuat Allah ridha terhadap apa yang kita lakukan. Imam Mutawally Sya‟rawi menegaskan dalam tafsirnya bahwa pada surat al-Fatihah ayat 5 ada dua bentuk penglihatan. Pertama, penglihatan mata dan kedua penglihatan iman atau hati.56 Penglihatan mata terjadi atas hal-hal yang dapat ditangkap oleh mata, kita tidak pelu mengatakan “saya percaya karena saya melihat”. Penglihatan mata tidak perlu diyakini dan dipercayai, 55 56
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya h. 25 Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.43
29
karena sudah pasti tapi penglihatan iman membutuhkan keyakinan karena kita melihat sesuatu yang ghaib. Penglihatan seperti ini lebih diyakini kebenarannya daripada penglihatan mata. Karena penglihatan hati berdasarkan iman dan mata hati. Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu menyembah Allah seakanakan kamu melihat-Nya dan apabila kamu tidak melihat-Nya maka yakinlah bahwa Dia melihatmu.” Hadis ini merupakan keterangan penglihatan iman pada diri mukmin. Ketika manusia mengaku telah beriman, maka ia harus melihat setiap problem dengan kaca mata iman. Ketika membaca ayat-ayat surga, ia seolah-olah sedang mendapat nikmat, ketika membaca ayat-ayat tentang ahli neraka maka bergetarlah tubuhnya, seolah-olah ia melihat siksa api neraka. Kaum sufi menjelaskan bahwa ada perbedaan antara ibadah (pengabdian dan ubudiyah) penghambaan diri kepada Allah. Ibadah adalah melakukan hal-hal yang meridhakan Allah, sedangkan ubudiyah adalah meridhai apa yang dilakukan Allah swt.57 Dengan demikian penghambaan diri kepada Allah lebih tinggi tingkatannya dari pada ibadah. Ibnu Sina membagi motivasi ibadah menjadi tiga tingkatan. Pertama dan yang terendah, adalah karena takut akan siksaan-Nya. Motivasi yang demikian diibaratkan dengan seorang hamba yang melakukan aktivitas karena dorongan takut dan bila merasa dilihat tuannya. Kedua, adalah karena mengharapkan surga yang diibaratkan seorang pedagang yang tidak melakukan jual beli kecuali guna
57
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.51
30
meraih keuntungnan. Dan yang ketiga, karena doronga cinta, bagaikan ibu terhadap bayinya, inilah yang dinamakan ubudiyyah.58 Syaikh asy-Syanqithi menjelaskan dalam kitab tafsir Adhwa al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an dalam ayat 5 surat al-Fatihah terdapat dua makna yang pertama makna nafi atau peniadaan dan yang kedua adalah makna isbath atau penetapan59. Makna nafi atau peniadaan adalah menghilangkan semua jenis penghambaan kepada selain Allah dalam melakukan segala bentuk ibadah. Sebagaimana firman Allah.
Artinya : ...Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah60, padahal kamu Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah(2):22)
Selanjutnya
Artinya : Dan sungguhnya Kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut61 itu"... (Q.S. an-Nahl(16):36) Pada ayat ini Allah telah menegaskan makna isbat atau makna penetapan dengan firman-Nya: (sembahlah Allah), lalu Dia menegaskan
58
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.51 Abu Zahwa. Tafsir Surat al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia (Jakarta:Pustaka Azzam,2010) h.581 60 Ialah segala sesuatu yang disembah di samping menyembah Allah seperti berhalaberhala, dewa-dewa, dan sebagainya 61 Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t. 59
31
makna nafi atau makna peniadaan dari kalimat tersebut dengan firman-Nya: (dan jauhilah thaghut). Yang kedua makna isbat atau makna penetapan adalah menjadikan Tuhan langit dan bumi sebagai satu-satunya Dzat yang menjadi tujuan semua ibadah.62 Allah lalu mengisyaratkan makna isbat atau makna penetapan dari kalimat lailahaillallah dalam firman-Nya: (kami menyembah). Allah telah menjelaskan secara rinci tentang makna yang terkandung dalam lafaz tersebut pada ayat-ayat lain, diantaranya:
Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu ... (Q.S. al-Baqarah(02):21)
Selanjutnya dalam surat al-anbiya(21):25)
Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. alAnbiya(21):25) Surat al-Fatihah diturunkan di Makkah sebelum hijrah. Dalam beberapa riwayat menyebutkan al-Fatihah adalah surat pertama yang diturunkan secara lengkap. Oleh karena itu al-mushaf secara tertulis dan alQur‟an secara hafalan dan bacaan diawali dengan al-Fatihah, maka surat ni dinamai “Fatihatul Kitab” (Pembuka al-Qur‟an). Ia memperoleh juga namanama lain, masing-masing nama disesuaikan dengan maksudnya, seperti;
62
Abu Zahwa. Tafsir Surat al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia h.581
32
Ummul Kitab (Induk al-Qur‟an), As-Sab’ul Matsani (Tujuh yang terulangulang), Suratul Hamdi (Surat al-Hamdu) dan sebagainya.63 Surat ini juga diturunkan pada waktu pertama kali disyariatkan shalat dan diwajibkan membacanya di dalam shalat. Karena itu, ia adalah surat pertama yang diturunkan secara lengkap. Dalam surat ini terdapat kesimpulan dari isi keseluruhan al-Qur‟an.64
B. Meminta dengan Sabar dan Shalat Kepada siapakah kita harus meminta dan bagaimanakah kita meminta agar yang kita mina dikabulkan. Dalam hal meminta kadang kala kita tidak pernah sabar. Ketika kita menginginkan sesuatu agar sesuatu tersebut menjadi milik kita tidak sabar, sabarlah yang harus kita lakukan agar apa yang kita peroleh mendapat nilai ibadah dan keberkahan. Kadang kita selalu terburu dalam melakukan perbuatan baik hal yang bernilai ibadah atau bukan. Allah menyuruh kita untuk selalu bersabar dalam meminta, sabar dalam menghadari cobaan, sabar dalam menghadapi godaan hawa nafsu, dan sabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Biasanya kesabaran seseorang itu tercermin ketika orang tersebut melakukan shalat. Sabar merupakan perbuatan yang sungguh berat dilakukan kecuali bagi orang-orang yang khusus‟. Senada dengan firman Allah surat al-Baqarah ayat 45 yang berbunyi:
63
Muhammad Syaltut, Tafsir al-Qur’an al-Karim. Terjemah. Drs. Herry Noer Ali (Bandung: Dipenogoro, 1989) h.47 64 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.1
33
Artinya :
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan
Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (Q.S. al-Baqarah(02):45)
Ayat ini ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah menyuruh kita untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Karena sabar merupakan perbuatan yang sangat sulit dilakukan. Dalam shalat seseroang membutuhkan kesabaran yang benar-benar karena perbuatan tersebut sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusus‟. Dalam surat al-baqarah ayat 45 ini ada dua kata yang selalu bergandengan ketika didahului dengan kata isti‟anah. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.65 Kalimat inilah yang menjadi sepasang kata yang selalu berdampingan dalam beristi‟anah kepada Allah. Kata الصبرash-shabr atau sabar, artinya menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenaan dihati, ia jua berarti ketabahan.66 Sabar menahan diri dalam suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diingini ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. 67 Imam Al-Ghazali mendefinisikan sabar adalah suatu kondiri mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama.68
65
Lihat Q.S. al-Baqarah ayat 45 M.Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah, h. 181 67 H. A. Hafizh,dkk. Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve, 1996) h. 184 68 H. A. Hafizh,dkk. Ensiklopedi Islam h. 184 66
34
Sedangkan الصالةash-shalah, dari segi bahasa adalah doa, dan dari segi pengertian syariat islam adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang di mulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.69 Shalat juga mengandung pujian kepada Allah atas limpahan karunia-Nya, mengingat Allah dan mengingat karunia-Nya, mengantar seseorang terdorong untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya serta mengantarkannya tabah menerima cobaan atas tugas yang berat. Demikian shalat membantu manusia menghadapi segala tugas dan bahkan petaka. Mutawally asy-Sya‟rawi menegaskan dalam kitab tafsirnya, dan mintalah pertolongan dengan sabar bahwa nanti akan terjadi sesuatu yang sulit dan membutuhkan perjuangan serta pengorbanan. Maka dibutuhkan kesabaran yang bisa membawa manusia untuk mampu mengatasi kesulitan itu.70 Dan jadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolongmu. Mintalah pertolongan dengan dua hal yang selalu terkait satu dengan yang lain, yaitu sabar dan shalat. Mewujudkan sabar harus dengan shalat, dan pelaksanaan shalat harus dengan sabat. Sabat itu pada hakikatnya beban berat yang ditanggung oleh jiwa, dan untuk meringankannya laksanakanlah shalat. Demikian juga shalat itu adalah beban taklif, maka harus dilakukan dengan sabar.71 Memohon pertolongan dengan sabar ini di ulang-ulang beberapa kali karena sabar ini merupakan bekal yang harus dimiliki di dalam menghadapi setiap kesulitan dan penderitaan. Dan penderitaan yang pertama kali ialah 69
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah h.182 Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.214 71 Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.214 70
35
lepasnya kekuasaan, kedudukan, manfaat, dan penghasilan demi menghormati kebenaran dan mengutamakannya, serta mengakui kebenaran dan tunduk kepadanya.72 Shalat adalah hubungan dan pertemuan antara hamba dan Tuhan. Hubungan yang dapat menguatkan hati, hubungan yang dirasakan oleh ruh, hubungan yang dengannya jiwa mendapat bekal didalam menghadapi realitas kehidupan dunia. Rasulullah saw pabila menghadapi suatu persoalan, beliau segera melakukan shalat. Sedangkan beliau adalah orang gyang sangat erat hubungannya dengan Tuhannya, dan ruhnya selalu berhubungan dengan wahyu dan ilham.73 M. Quraish Shihab membagi kesabaran itu menjadi dua bagian. Yang pertama, sabar jasmani dan yang kedua adalah sabar rohani.74 Sabar jarmani yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengakibatkan keletihan atau sabat dalam peperangan membela kebenaran. Sabar rohani yang menyangkut kemampuan kepada kejelekan, seperti sabar menahan amarah, atau menahan nafsu sexual yang bukan pada tempatnya. Jadi ayat tersebut mempunyai makna bahwa meminta pertolongan kepada Allah dengan jalan tabah dan sabar dalam menghadapi segala tantangan serta dengan melaksanakan shalat. Bisa juga bermakna, jadikanlah sabar dan shalat
72
sebagai penolongmu, dalam arti jadikanlah ketabahan
Sayid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Terjemah. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press, 2000) h. 82 73 Sayid Quthb. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. h. 82 74 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.176
36
menghadapi segala tantangan bersama dengan shalat yakni doa dan permohonan kepada Allah sebagai sarana untuk meraih segala macam kebajikan. Setelah Allah menerangkan bahwa iman itu berbentuk suri tauladan, dan setelah Allah menjelaskan bahwa taurat menuntut kaum yahudi agar beriman kepada Muhammad saw, disini Allah menuntut kaum muslim untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, disisi lain selama kaum yahudi terbiada menukar ayat Allah dengan nilai yang rendah, dan juga terbiasa dengan praktek riba atau bunga bank dan lain sebagainya dari praktek yang diharamkan, maka mereka harus menjadikan sabar sebagai penolongan jika ingin kembali kejalan iman.75 Dalam ayat lain ada yang memahaminya sebagai lanjutan tuntutan kepada orang-orang Yahudi atas dasar penyebutannya sesudah tuntutan dan kecaman diatas. Thalib Ibnu Asyam mengatakan : ayat ini ditujukan kepada Bani Israil sebagai petunjuk guna membantu mekera melaksanakn segala apa yang diperintahkan oleh ayat-ayat yang lalu.76 Petunjuk yang dikandung ayat ini sungguh pada tempatnya, karena setelah mereka diajak disertai janji dan ancaman, maka dapat diduga keras bahwa tidak ada lagi jalan masuk bagi setan kedalam hati mereka, tidak ada juga tempat untuk mundur bahkan kini mereka telah bersiap untuk melaksanakan perintah Allah. Namun demikian, kebiasaan lama memberatkan langkah mereka. Ayat ini menyuguhkan resep yang amat ampuh agar mereka 75 76
Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi h.214 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.175
37
dapat melangkah maju menuju kebajikan. Kandungan resep ini adalah sabar dan shalar.77 Kemudian perintah Allah yang menyuruh kepada kita agar menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong terdapat pula pada surat al-Baqarah ayat 153 yang berbunyi :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Q.S. alBaqarah(02):153)
Dalam ayat 153 ini juga kita diperintah oleh Allah untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Karena Allah lebih senang bersama orangorang yang sabar dibandingkan orang yang terburu-buru atau tergesa-gesa dalam melakukan suatu tindakan. Dalam kitab Tafsir al-Misbah kata sabar mencakup banyak hal, sabar menghadapi ejekan dan rayuan, sabar melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, sabar dalam petaka dan kesulitan, serta sabar dalam berjuang menegaskan kebenaran dan keadilan.78 Allah menyuruh kita untuk meminta pertolongan kepada-Nya dengan cara sabar dan shalar, serta melaksanakan seluruh perintah-Nya. Kenapa mesti sabar? Karena sabar dapat menyangkat derajat manusia. Sabar disebutkan di dalam al-qur‟an secara berulang-ulang. Hal ini karena Allah mengetahui bahwa dalam melaksanakan aktivitas secara 77 78
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.176 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h. 339
38
istiqomah menurut usaha benar yang benar. Dan, hal ini pun biasanya masih sering diiringi dengan adanya desakan-desakan dan hambatan. Begitu juga dalam berdakwa dijalan Allah dimuka bumi akan menghadapi pergolakanpergolakan tekanan jiwa sehingga memerlukan kesabaran lahir batin. Sabar dalam taat kepada Allah, sabar dalam meninggalkan maksiat, sabar dalam arti tegar dalam menghadapi kesulitan karena Allah, sabar atas segala fitnah dan tipu daya, sabar atas lambatnya pertolongan, sabar dalam menghadapi tekanan, sabat atas sedikirnya penolonga, sabar atas panjangnya jalan orang yang membuat ragu, sabar atas sulitnya dan beratnya jiwa, sabar atas beratnya kedurhakaan, dan sabar atas serangan orang-orang yang berpaling.79 Ketika usaha sedemikian sulit maka kadang-kadang kesabaran menjadi lemah. Karena itulah, diiringi dengan shalat dalam kondisi seperti ini. Sebab, shalar adalah penolong yang tidak akan hilang dan bekal yang tidak akan habis. Shalat juga merupakan penolong yang akan selalu memperbaharui kekuatan dan bekal yang selalu memperbaiki hati. Dengan shalar, kesabaran akan tetap ada dan tidak akan terputus. Justru shalat akan mempertebal kesabaran. Sehingga kita akan ridha, tenang dan yakin. Minta pertolongan itu hanya kepada Allah. Dan bentuk pertolongan dalam pergaulan manusia adalah kebajikan dan ketakwaan. Coba kita perhatikan bunyi ayat 153 surat al-baqarah yang artiannya, “Wahai orang-
79
Sayyid Quthub. Tafsir fi Zhilall Qur’an dibawah Naungan al-Qur’an. h. 170
39
orang yang beriman, mintalah tolong dengan penuh kesabaran dan disertai salat (doa). Sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” Shalat atau sembahyang adalah cara untuk menyatukan diri dengan Tuhan. Di dalam shalat orang berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam shalat ada doa. Di dalam shalat orang merenungi batinnya dengan ayat-ayat dan doa. Sehingga terciptalah sebuah proses input, output, dan limbah. Inputnya adalah energi batin (energi metafisik) yang masuk bersama dengan ayat-ayat dan doa yang dibaca dalam shalat. Outputnya adalah bangkitnya kesadaran. Dan, yang dibuang adalah semua rekaman bahwa sadar yang menjadi limbah dalam batin manusia. Itulah sebabnya dalamshalat sering muncul ingatan bawah sadar yang sudah terlupakan. Limbah di dalam tubuh nafsani manusia harus dibuang agar tidak meracuni jiwa. Jika manusia bebas dari kotoran atau racun batin, maka jiwa manusia menjadi jernih atau cerah. Manusia yang tercerahkan adalah manusia yang hidup penuh kesadaran. Dan, manusia yang sadar tak akan melakukan sesuatu yang keji dan munkar.80 Dari kedua ayat tersebut dapat dipahami bahwa kita diperintahkan oleh yang maha kuasa untuk selau beribadah dan bersabar dalam menghadapi segala cobaan, baik berupa cobaan jasmani maupun cobaan rohani. Yang demikian akan menjadikan kita manusia yang bersabar dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larang-Nya. Dan Allah lebih mencitai dan menyayangi dan Allah lebih senang berada bersama orang-orang yang sabar.
80
Ahmad Chodjim. Jalan Pencerahan. (Jakarta: Serambi,2002) h.129
40
Orang yang tidak berbuat kekejian dan kemungkaran, sama dengan orang yang berusaha menolong dirinya. Karena orang yang demikian ini berusaha hidup saling menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Sedangkan orang yang sabar adalah orang yang tidak mau berhenti dalam perjuangannya, orang yang tidak menyerah dalam upaya meraih cita-cita luhurnya. Dengan melaksanakan shalat dan sabar berarti telah memasuki tahap awal dalam mencari pertolongan. Jiwa yang jernih, dan upaya yang dilakukan dengan penuh kesabaran mengantarkan pencarinya ke tahap berikutnya yaitu mendapatkan petunjuk pemecahan masalah. Shalat dan sabar yang dipraktikan dengan benar bisa mengantarkan pelaksananya ke situasi yang jernih. Dan, dalam situasi yang jernih, yang terang, yang tidak semrawut, yang tidak penuh hiruk pikuk, maka seseorang, masyarakat atau bangsa dapat mencari jalan yang lurus sehingga keluar dari krisis yang menimpanya. Jadi, kalau bangsa ini terus mengalami kesulitan, terus terjebak dalam krisis, berarti bangsa ini tidak menjalankan shalat dan kesabaran dengan benar. Hal ini jelas yang dilakukan oleh elit-elit dan kelompok-kelompok masyarakat kita adalah formalitas dari shalat dan kesabaran. Shalat dilakukan untuk hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Segala sesuatunya tidak dikerjakan sesuai dengan aturan atau ketetapanketetapan yang benar dan tepat. Dari sini nampak jelaslah nilai shalat yang berarti pula hubungan langsung antara sesuatu yang lemah dan sesuatu yang maha besar dan abadi. Sungguh shalat merupakan waktu pilihan saat pelimpahan karunia dan
41
kecintaan dari sumber yang tak kunjung kering. Ia merupakan kunci perbendaharaan yang kaya raya, yang amat banyak dan melimpah. Shalat adalah titik tolong dari dunia yang kecil dan terbatas ke dunia yang besar. Ia adalah ruh, salju, dan naungan dikala jiwa diterpa kepanasan. Ia adalah sentuan kasih sayang terhadap hati yang lelah dan letih.81 Tentang keterkaitan ayat ini dengan ayat sebelumnya, bahwa pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan tentang syukur. Pada ayat 153 ini Allah menjelaskan sabar, permintaan petunjuk dan pertolongan melalui sabar dan shalat.
Karena
bila
seorang
hamba
mendapat
nikmat,
maka
dia
mensyukurinya, atau mendapat musibah bencana, maka dia bersabar menghadapinya. Allah menjelaskan sarana terbaik yang dapat digunakan untuk menghadapi berbagai musibah, yaitu sabar dan shalat.82 Ayat ini mengajak orang-orang yang beriman, menjadikan shalat seperti yang diajarkan Allah dan dengan mengarah ke kiblat dan kesabaran sebagai penolong untuk menghadapi cobaan hidup
C. Allah Yang Maha Menolong Siapakah yang maha segala-galanya, siapakah yang memilii kekuatan yang tak terbatas. Allah adalah tuhan yang menciptakan alam ini, yang mempunyai kekuatan tidak terbatas, yang mempunyai hari pembalasan. Allah mempunyai sifat pengasih dan penyayang kepada setiap ummat manusia. Dalam hal meminta pertolongan kita sering kali lupa bahwa hanya Allah yang 81
Sayyid Quthub. Tafsir fi Zhilall Qur’an dibawah Naungan al-Qur’an. h. 170 Muhammad Nasib ar-Rifai. Taisiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir. (Riyadh: Maktabah Ma‟rifah,1989) h.253 jilid, 1 82
42
berhak dimintai pertolongan bukan kepada yang lain. Sebagai mana Allah berfirman dalam surat Yusuf ayat 18 yang berbunyi:
Artinya : Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; Maka kesabaran yang baik Itulah (kesabaranku83). dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan." (Q.S. Yusuf(12):18) Pada surat Yusuf ayat 18 ini Nabi Yusuf yang ketika kecilnya di dzalami oleh saudara-saudaranya yang ingin agar Nabi Yusuf itu lenyap dari muka bumi ini dengan dibuang kedalam sumur dan membohongi ayahnya dengan darah palsu sebagaimana yang telah Allah tetapkan di dalam al-Qur‟an “Mereka datang membawa gamisnya dengan darah palsu. Ya‟qub berkata: sebenarnya kamu sendiri yang memandang baik perbuatan itu. Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku) dan, Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan. Allah ta‟ala menceritakan tentang tipu daya yang dilakukan oleh saudarasaudara Yusuf untuk menghadapi ayahnya setelah mereka melemparkan Yusuf ke dasar sumur. Mereka pulang pada malam hari sambil menampakkan kesedihannya atas Yusuf, dan mengemukakan alasan atas apa yang terjadi menurut versi mereka. Mereka berkata, “Wahai ayah kami, sesungguhnya 83
Maksudnya: dalam hal Ini Ya'qub memilih kesabaran yang baik, setelah mendengar cerita yang menyedihkan itu
43
kami pergi berlomba dan kami tinggalkan Yusuf didekat barang-barang kami,” yaitu baju-baju dan barang-barang kami, “lalu dia diterkam serigala”. Dan inilah yang dikhawatirkan Ya‟qub dan ditakutinya. Firman Allah, “Kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami sekalipun kami merupakan orangorang yang benar”. Yakni, kami tahu bahwa engkau tidak akan membenarkan kami walaupun kami ini orang-orang yang benar. Mengapa engkau berprasangka buruk terhadap kami? Karena engkau mengkhawatirkan Yusuf akan diterkam serigala dan sekarang menjadi kenyataan. Kami maklum jika engkau tidak mempercayai kami karena kejadian itu aneh dan mengherankan. Sebab apa yang engkau khawatirkan bertepatan dengan apa yang kami alami.84 Allah swt berfirman : “Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran darah) dengan darah dusta”, maksudnya, darah yang palsu. Ini termasuk perbuatan yang mereka pergunakan untuk meyakinkan tipu daya yang telah mereka sepakati. Mereka sengaja menangkap seekor anak kambing lalu menyembelihnya dan melumurkan darahnya kepakaian Yusuf, sambil berpura-pura mengatakan bahwa itulah baju yang dipakai Yusuf ketika dimakan serigala tersebut, dan baju tersebut terkena darahnya, akan tetapi mereka lupa mengoyak-ngoyaknya. Oleh karena itu jiwa Nabi Ya‟qub tidak terguncang. Bahkan beliau berkata kepada mereka, menunjukkan bahwa beliau berpaling (tidak mempercayai) ucapan mereka. Beliau mengatakan apa
84
Muhammad Nasib ar-Rifai. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. h.843
44
yang terdapat pada dirinya, berupa ketidak jelasan ucapan mereka terhadanya.85 Kemudian Ya‟qub berkata” ”بل سوّلت لكمsebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Kata سوّلتadalah meminta kelonggaran, karena ketika urat saraf manusia tegang, dia berusaha merenggangkannya
dengan
sedikir
istirahat.
Setelah
itu,
dia
akan
mendapatkan dalam dirinya rasa lapang dan lega. Kata سوّلتdisini berarti memudahkan. Selama hal ini telah memudahkan diri kalian, maka Ya‟qub hanya bisa bersabar menerima dengan penus rasa sabar.86 Allah berfirman :
Artinya : Dan Bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. (Q.S. al-Muzammil(73):10)
Selanjutnya
Artinya : Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah Aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan Aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (Q.S. Yusuf(12):86)
85
Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfuri. Shahih Tafsir Ibnu Katsir.Penerjemah. Abu Ihsan al-Atsari. (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir,2006) h.610 jilid4 86 Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.38
45
Pada ayat-ayat sebelumnya Allah menerangkan bahwa pada mulanya Ya‟qub enggan membiarkan Yusuf pergi bermain-main dengan saudaranya. Tetapi karena desakan dan jaminan yang kuat dari mereka atas keselamatannya ia mengijinkan juga Yusuf pergi bersama mereka. Pada ayat berikut ini, Allah menerangkan bahwa saudara-saudara Yusuf akan melaksanakan niat jahat mereka dengan memasukannya kedalam sumur dan menyatakan kepada Ya‟qub bahwa Yusuf telah dimakan serigala ketika mereka sedang bermain-main dan mereka membawa bajunya yang berlumuran darah.87 Kemudian sifat Allah yang maha penolong pun terdapat pada surat al-Anbiya ayat 112 yang berbunyi:
Artinya :
(Muhammad) berkata: "Ya Tuhanku, berilah Keputusan
dengan adil. dan Tuhan kami ialah Tuhan yang Maha Pemurah lagi yang dimohonkan pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu katakan". (Q.S. alAnbiya(21):112)
Surat al-Anbiya ini sebenarnya sama bahwa Allah adalah maha penolong dalam segala hal. Karena Allah yang mempunyai kekuatan tidak terbatas. Berbeda dengan makhluk yang mempunyai kekuatan serba terbatas. Setelah Nabi Muhammad saw menyampaikan apa yang diperintahkan kepada beliau untuk disampaikan sebagaimana bunyi ayat 108-111, kini beliau 87
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.622
46
bermohon kepada Allah. Dia berkata: “Wahai Tuhanku pembimbing dan pelimpah kasih sayang kepadaku dan semua ummatku, berilah keputusan terhadap kami yang berbeda aqidah dan pandangan, dengan hukum yang bersifat haq sehingga kami demikian juga para pendurhaka itu memperoleh secara adil apa yang berhak kami peroleh, kenikmatan atau siksa, kemenangan atau kekalahan. Dan Tuhan kami ialah ar-rahman Tuhan yang maha pemurah, yang selalu melimpahkan rahmat walau kepada yang durhaka. Dialah yang dimohonkan pertolongannya yakni untuk mengatasi dan membatalkan kebohongan-kebohongan yang kamu wahai kaum musyrikin ucapan terhadap Allah dan rasul-Nya.88 Muhammad Ali ash-Shabuny mengemukakan dalam tafsirnya. Setelah rasulullah saw melaksanakan amanat dan menyampaikan risalah agar beliau berdoa, supaya Allah membuat keputusan antara beliau dengan musuh beliau dengan suatu keputusan yang adil.89 Buatlah keputusan antara aku dan orang-orang musyrik yang mendustakan, buatlah ketetapan diantara kami dengan hukum-Mu yang adil. Engkau adalah rabb, sebaik-baik pemberi pertolongan dan sebaik-baik penolong. Maka Allah memperkenankan doa beliau pada perang Badar. 90 Imam Qatadah berkata, “Para nabi dahulu berkata”
88
M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.524 Muhammad Ali ash-Shabuny. Cahaya al-Qur’an Tafsir Tematik. Penerjemah. Kathur Suhardi (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 201)h.289 cet.1 vol.4 90 Muhammad Ali ash-Shabuny. Cahaya al-Qur’an Tafsir Tematik. h.289 cet.1 vol.4 89
47
Artinya : ....Ya Tuhan kami, berilah Keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah pemberi Keputusan yang sebaik-baiknya. (Q.S. al-A‟araf(07):89)
Dari pemaparan diatas perlu kiranya penulis membuat sebuah analisis yang nantinya akan menarik sebuah kesimpulan dari beberapa ayat diatas. Yang pertama adalah bahwa dari kelima ayat diatas kita disuruh atau diperintahkan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Karena Allah-lah yang menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi tanpa ada pengecualian sedikitpun. Pada ayat 5 surat al-Fatihah ada yang telah disebutkan sebagai hak dan kewajiban antara manusia dengan Tuhan-Nya. Melaksanakan kewajibannya sebagai seorang hamba baru kemudian menuntuk haknya kepada Allah. Yaitu menyembah dan selanjutnya meminta pertolongan kepada Allah. Dalam melakukan ibadah pun tidak hanya melakukan ritual-ritula saja melainkan lebih daripada itu. Ibadah mengandung makna yang sangat luas seperti ketundukan manusia kepada Allah berupa kepatuhan terhadap seluruh ketetapan-Nya. Dalam kehidupan nyata, ketundukan manusia kepada Allah dibuktikan dengan melaksankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Yang kedua adalah sabar. Dalam kehidupan ini manusia dituntut oleh Tuhan-Nya untuk selalu bersabar dalam segala hal. Apalagi dalam beribadah kepada Allah, sabarpun memiliki banyak arti yang luas. Antara lain sabar dalam melaksanakan perintah Allah, sabar dalam meninggalkan larangan
48
Allah, sabar dalam taat beribadah kepada Allah. Kesabaran yang kita lakukan tidak lain hanya mengharapkan keridhaan kepada Allah terhadap apa yang telah kita lakukan. Dalam al-Qur‟an Allah mengungkapkan bahwa Allah bersama orangorang yang sabar. Allah lebih senang berada didekat orang-orang yang sabar dari pada orang yang tergesa-gesa karena tergesa-gesa merupakan perbuatan yang kurang baik. Ketergesa-gesaan akan menimbulkan kelengahan. Dan yang muncul justeri adalah musibah serta penderitaan dikarenakan kita tidak sabar dalam segala hal. Sebagaimana kisah seorang ayah Ya‟qub yang telah didzalimi oleh anak-anaknya dengan kebohongan mereka melemparkan Yusuf
kedasar
sumur demi mengambil alih kasih sayang ayah mereka Ya‟qub yang lebih menyayangi Yusuf daripada mereka. Mereka membawa kebohongan diwajah mereka yang dapat dibaca oleh Ya‟qub bahwa mereka berbohon. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan oleh Ya‟qub karena usianya yang sudah tua dan haris yang sudah mulai gelap kecuali dengan bersabar kepada Allah. Karena Allah merupakan tempat memohon pertolongan. Yang ketiga adalah bahwa Allah maha penolong, yang memiliki kekuatan tak terbatas. Tanpa pertolongan Allah kita tidak bisa berbuat apaapa. Tidak bisa sembur dari sakit tidak bisa merasakan nikmatnya hidup di dunia. Allah yang memiliki semua yang ada dialam ini. Ternyata dalam memohon pertolongan kepada Allah kita harus selalu beribadah kepada-Nya. Dan ibadah ini tidak hanya pada ibadah ritual atau
49
ibadah shalat melainkan melakukan sesuatu yang bernilai ibadah. Artinya tidak terpaku pada ritual-ritual saja. Sebagai contoh orang yang melakukan suatu usaha perdagangan dia harus mengiringi usahanya tersebut dengan ibadah dan kesabaran. Karena orang tersebut menginginkan kesuksesan dalam usahanya tersebut. Orang tersebut dengan sabar menjalankan usahanya tanpa mengenal lelah. Karena usaha yang tidak dibarengi dengan kesabaran tidak akan mendapatkan hasil yang sempurna. Begitu juga orang tersebut jika dia tidak bersabar maka dia tidak akan mendapatkan kesuksesan yang sempurna dan tidak mendapatakan keuntungan yang berlimpat karena kurang bersabar. Selain bersabar suatu usaha pun harus dibarengi dengan ibadah melakukan sesuatu yang membawa keberkahan dalam usaha, artinya berusaha dengan modal yang hala bukan dari modah yang haram, dan menjual barang-barang yang baik tidak menjual sesuatu yang dilarang oleh agama. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan orang-orang kafir banyak dari mereka yang sukses dan menjadi yang berkecukupan banyak memiliki harta dan kaya raya. Jawabannya adalah mereka selalu sabar dan tekun serta ulet dalam melakukan suatu usaha tidak pernah mengeluh dengan apa yang telah menimpanya. Ketika mereka tertimpa kerugian yang besar atau tidak mendapatkan kesuksesan yang sempurna. Mereka selalu bangkit mencoba kembali usaha yang dia pernah lakukan. Berbeda dengan kita yang apabila tertimpa suatu musibah atau kerugian dalam suatu usaha selalu mengeluh, tidak berbenah diri, tidak mencoba bangkit dari keterpurukan.
50
Selalu menyalahkan orang lain. Tidak mau belajar dari kegagalan yang pernah dialami.
D . Praktek Isti’anah Dalam Masyarakat Kita pasti ingat dengan sebuah berita seorang bocah yang tiba-tiba menjadi seorang dukun cilik terkenal dengan hanya sebuah batu sebesar telur ayam bocah tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Ponari atau Muhamad Ponari adalah seorang bocah warga Dusun Kedungsari Desa Balongsari Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, yang tiba-tiba mendadak saja dicari banyak orang karena ponari ini di anggap memiliki kemampuan supranatural yang bisa menyembuhkan orang sakit. Warga percaya, jika meminum air yang sudah dicelup batu milik Ponari, penyakit yang diderita akan segera sembuh. Kepercayaan ini, berawal dari kisah Ponari, yang sempat hampir pingsan karena tersambar petir pada pertengahan Januari 2009 lalu.91 Kisah Ponari ini sendiri, bermula dari kejadian mistis yang terjadi sebulan lalu. Saat itu, dia mendapati batu berwarna kuning emas di atas kepalanya, sesaat setelah petir menyambar. Batu itu kemudian, berulang kali ia buang dan kembali ke tangannya. Konon, bocah anak pasangan Kasim (40) dan Mukaromah (28), warga Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Jombang, pada pertengahan Januari 2009 lalu bersama teman-teman sebayanya asyik bermain 91
Rinar Munir, Fenomena Ponari dan Bagaimana Sikap Kita. Artikel diakses tanggal 10 Februaru 2009 dari http://prayudi.wordpress.com/2009/02/10/ponari-potret-keyakinan-ummat.
51
hujan. Namun, tiba-tiba dia merasakan kepalanya seolah dilempar batu sekepal tangan, saat petir menyambar. Kemudian saat dia tersadar, ditemukannya batu sebesar telur ayam di bawah kakinya. Saat diambilnya, batu itu mengeluarkan sinar kemerah-merahan. Setelah itu, batu yang ditemukannya lalu dibawa pulang. Kemudian setelah itu, entah darimana asalnya tiba-tiba saja beredar di masyarakat akan kemampuan Ponari dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit. Maka sejak beberapa hari ini, Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang banyak menjadi perbincangan masyakarat. Di desa yang jauh dari perkotaan itu, masyarakat menggunjingkan kemampuan Ponari, bocah kelas III SD yang berubah menjadi sosok yang dianggap mampu menjadi penolong bagi si sakit.92 Begitu antusiasnya animo masyarakat untuk mendapatkan pengobatan lewat batunya Ponari, hingga hal-hal yang tidak diinginkan pun akhirnya terjadi. Setelah sebelumnya dua orang tewas karena terinjak-injak, sore ini dalam berita disampaikan pula 2 orang tewas lagi karena antrian yang berdesak-desakan. Luar biasa 4 orang tewas hanya untuk mendapatkan pengobatan sang bocah Ponari. Begitulah barangkali potret sesungguhnya bagaimana keyakinan bangsa ini. Sebuah fakta nampak didepan mata kita, ternyata ucapan laa ilaha illallah hanya ada di bibir saja, belumlah sampai kedalam hati. Maka wajarlah bila hati kecilnya masih ada rasa kebergantungan dan keyakinan selain kepada 92
Rinar Munir, Fenomena Ponari dan Bagaimana Sikap Kita. Artikel diakses tanggal 10 Februaru 2009 dari http://prayudi.wordpress.com/2009/02/10/ponari-potret-keyakinan-ummat.
52
Allah swt. Inilah sesungguhnya masalah utama ummat ini. Lemah dan rusaknya keyakinan. Dan ini adalah masalah manusia dari generasi ke generasi dari satu bangsa ke bangsa yang lain. Dari pemberitaan Ponari tersebut nampak jelas bahwa masih banyak orang-orang yang meyakini sesuatu dari pada Allah. Mereka berkayakinan bahwa batu tersebut dapat menyembuhkan mereka dari sakit setelah batu itu dicelupkan kedalam air. Apa yang mereka lakukan dengan mempercayai sebuah batu itu menunjukkan bahwa mereka masih kurang keyakinan mereka kepada Tuhan yang telah menciptakan alam ini Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai kemampuan tidak terbatas. Hal tersebut secara tidang langsung dapat menjadikan seseorang musyrik kepada Allah dengan menyekutukan meminta bantuan atau pertolongan kepada selain Allah. Beberapa tahun lalu, sekitar akhir tahun 1997, tiba-tiba saja ada “makhluk” misterius yang jadi pembicaraan. Perawakannya kecil dengan tubuh tak lebih dari 12 cm dan rambutnya yang panjang, jarang dan kaku melewati kaki. Makhluk itu dinamakan jenglot. Kabarnya, jenglot itu bukan benda mati. Konon ia hidup, namun tak ada yang pernah tahu kapan bergerak. Kalau melihatnya dari sudut lain, yakni dari sudut dan dunia simbolik kalangan para dukun, jenglot dikatakan sebagai “mummy” yang konon berusia 300 tahun. Menurut Abas Soegiono, jenglot ditemukan saat sejumlah paranormal alias dukun melakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur tahun 1972. Jenglot yang dipamerkan waktu itu ada empat, masing-masing disebut sebagai jenglot, yang konon berjenis kelamin lelaki dan konon pula bisa
53
membantu mengamankan pemiliknya dari segala macam bahaya. Yang lain lagi adalah Bethoro Karang, pria juga, konon bisa membantu kelancaran usaha, menjaga keselamatan dan lain-lain. Lalu Bethoro Katon, konon berjenis kelamin wanita, di mana selain membantu melancarkan usaha juga bisa dipakai sebagai pengasih. Yang terakhir, Begawan Kapiworo, katanya penjelmaan kera putih, ada hubungan dengan Anoman, mempunyai padepokan Kendali Sodo. Jenglot sendiri menurut Abas adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Meski jenglot bukan makhluk hidup, tetapi daya spiritual jenglot tetap hidup. Karena itu jenglot “harus diberi makan”. Makanan jenglot adalah darah berjenis O dan minyak wangi. Abas menyebut merk minyak wangi yang katanya mudah didapat di pasar.93 Makhluk kecil ini dipercayai mampu menyelamatkan seseorang dari macam bahaya dan mampu memperlancar usaha. Ini adalah kesalahan bersar bagi mereka yang mempercayai hal tersebut. Bukankah kita harus percaya kepada Allah sebagai Tuhan kita yang dapat memberikan keselamatan di dunia dan akhirat. Karena Allah yang memiliki kekuatan yang tak terbatas. Dari kedua fenomena yang terjadi dimasyarakat menunjukkan bahwa mereka mempercayai hal-hal ghaib diluar kekuatan Allah. Mereka tidak hanya meminta pertolongan kepada makhluk tetapi mereka telah mengenyampingkan aqidah mereka dalam hal meminta pertolongan kepada Allah.
93
Pos Metro Balikpapan. Dari http:/www.indospiritual.com/artikel_misteri-jenglot— monster-kecil-sakti-usia-ratusan-tahun.html
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Pada bab-bab yang telah lalu penulis sudah menjelaskan tentang pengertian tentang isti‟anah disertai dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan isti‟anah atau meminta pertolongan kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Esa, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat dan Yang Maha segala-sagalanya. Dari pemaparan terdahulu bahwa dalam al-Qur‟an Allah swt menyuruh kita untuk selalu beribadah dan meminta pertolongan hanya kepada Allah “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanyak kepada-Mu kami meminta pertolongan”. Ayat ini sangat jelas bahwa hanya Allah saja yang patut disembah dan dimintai pertolongan dalam bentuk apapun. Dan dalam melaksanakan suatu ibadah atau penyembahan kepada-Nya juga harus dibarengi dengan kesabaran. Jadikanlah shalat dan sabar sebagai penolongmu. Pengertian tentang ibadah tidak hanyak pada ibadah-ibadah ritual saja melainkan mencakup semua pekerjaan yang mengandung nilai ibadah serta membawa keberkahan. Ketika meminta pertolongan kita harus mendahulukan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu beribadah dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangannya. Selain menunaikan kewajiban baru kemudian meminta hak kita sebagai seorang hamba kepada Allah. Dalam meminta pertolongan kita harus
154
55
dengan sabar dan shalat. Karena sabar merupakan perbuatan yang amat berat dilakukan kecuali bagi orang-orang yang khusu‟ dan Allah menyukai orangorang yang sabar dari pada orang yang tergesa-gesa. Selanjutnya adalah Allah maha menolong ketika hambanya memohon pertolongan. Sudah jelas bahwa hanya Allah yang maha menolong tidak ada makhluk yang mempunyai kekuatan diatas Allah tidak ada yang bisa menolong kecuali Allah swt. Allah mempunyai kekuatan tidak terbatas Allah mempunyai kekuatan diatas segala-galanya. Dalam kehidupan ada yang disebut dengan “Usaha dan Doa”. Ternyata al-Qur‟an pun mengajarkan kita untuk selalu berusaha dan berboa, karena usaha tanpa doa itu perbuatan yang sia-sia. Usaha yang dilakukan tanpa dibarengi dengan kesabaran dan beribadah kita hanya akan mendapatkan kesuksesan di dunia saja tidak mendapat kebaikan didunia dan akhirat. Agar kita mendapatkan kebaikan dunai dan akhirt setiap pekerjaan yang kita lakukan harus selalu dibarengi dengan kesabaran dan berdoa meminta kemudahan dalam segala urusan. Sebaiamana telah penulis cantumkan sebuah contoh, dimana jika kita melakukan sebuah usaha perdagangan kita dituntut untuk selalu bersabar. Kita harus sabar dalam menawarkan barang dagangan kita kepada para orang-orang yang berlalu-lalang. Tapi tak jarang barang yang kita tawarkan mendapat penolakan dari mereka. Nah disinilah kesabaran kita diuji sebagai seorang pedangan. Tidak hanya itu selaian bersabar kita juga harus berdoa kepada
56
Allah mendekatkan diri kepada-Nya untuk meminta kemudahan dalam berusaha.
B. Saran-Saran Pada bab terakhir ini izinkanlah penulis menyampaik saran-saran untuk kemajuan penulisan ataupun kajian yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Yang pertama, penulis mengharapkan kepada penulis karya-karya ilmiah berikutnya, agar lebih mendalami kajian tentang isti‟anah atau juduljudul yang semisal untuk menambah khazanah keilmuan kita. Karena pada masa sekarang ini manusia sudah banyak yang berpaling menyembah dan meminta pertolongan kepada selain Allah. Yang kedua adalah penulis mengharapkan kepada para pendidik semoga selalu bersabar dalam menghadapi segala macam cobaan baik jasmani maupun rohani. Karena sabar merupakan sifat yang paling baik yang pernah diajarkan oleh para nabi. Mudah-mudahan penulisan skripsi ini mendapatkan keberkahan disisi Allah swt, dan memberikan manfaat bagi kita semua bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Hanya kepada Engkaulah kami mengabdi dan hanya kepada Engkaulah kami meminta.
57
DAFTAR PUSTAKA Chodjim, Ahmad. Jalan Pencerahan. Jakarta: Serambi tahun 2002 Chirzin, Muhammad. Permata al-Qur’an. Yogyakarta: Qirtas tahun 2003 Hafidz, Ahsin. W. Kamus Ilmu al-Qur’an. Jakarta: Amzah tahun 2006 Hamdani, Deni.Kamus al-Qur’an. Purwakarta:Pustaka Ancala tahun 2007 Jauziah, Ibnu Qayyim. Tafsir Ibnu Qayyim: Tafsri Ayat-ayat Pilihan. Jakarta: Darul Falah tahun 2000 Kisyk, Hani. Menyelami makna Iyyaaka Nasta’iin. (Jakarta: Cendikia) tahun 2006 Munawwar, Said Agil Husin. al-Qur’an membangun tradisi kesalehan hakik. Jakarta: Ciputat Press tahun 2003 Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyur Rahman. Shahih Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah. Abu Ihsan al-Atsari. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir tahun 2006 Mandzur, Al-Imam al-„Alamah Abi al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim, Lisanul Arab. Beirut: Dar Shaadir Munawir, Ahmad Warson, al-Munawwir. Surabaya: Pustaka Progresif tahun 1997 Munir, Rinar. Fenomena Ponari dan Bagaimana Sikap Kita. Artikel diakses tanggal
10
Februari
2009
dari
http://prayudi.wordpress.com/2009/02/10/potret-keyakinan-ummat. Pos Metro Balikpapan. Dari
http:/www.indospiritual.com/artikel_misteri-
jenglot—monster-kecil-sakti-usia-ratusan-tahun.html Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Jakarta: Gema Insani Press tahun 2000 Qardhawi, Yusuf. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Surabaya: Pustaka Progresif tahun 1992
58
Rifai, Muhammad Nasib. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Penerjemah. Shihabuddin Jakarta: Gema Insani Press tahun 1999 Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati tahun 2002 ________________. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizzan tahun 1994 ________________. Tafsir al-Qur’an dengan Metode Maudhui Jakarta: PTIQ tahun 1986 ________________. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Mizzan tahun 2007 Shihab, Umar. Kontekstualitas al-Qur’an. Jakarta: Panamadani tahun 2005 Shabuny, Muhammad Ali. Cahaya al-Qur’an Tafsir Tematik. Penerjemah. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka al-Kautsar tahun 2001 Sya‟rawi, Mutawally. Tafsir Sya’rawi. Kairo: Akhbar al-Yaum tahun 1991 Shiddieq, Umay M. Dja‟far. Pembuka Gerbang al-Qur’an Tafsir al-Fatihah dan Awal al-Baqarah. Jakarta: Taushia, 2008 Syaltuth, Muhammad. Tafsir al-Qur’anul Karim. Terj. Drs. Herry Noer Ali Bandung: Dipenogoro tahun 1990 Santoso, Budi. Kamus al-Qur’an. Jakarta: Pena Pundi Aksara tahun 2008 Thabathabai, Muhammad Husain. Mengungkap Rahasia al-Qur’an. Penerjemah. A. Malik Madaniy. Bandung: Mizzan tahun 1998 Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. (Jakarta: Bulan Bintang,2002) Zahwa, Abu. Tafsir Surat al-Fatihah: Menurut 10 Ulama Besar Dunia Jakarta: Pustaka Azzam tahun 2010