16 1Etty
ISOLASI DAN PENAPISAN MIKROBA PUPUK HAYATI ASAL KALIMANTAN TENGAH SERTA KEEFEKTIFANNYA DALAM MENGURANGI PUPUK ANORGANIK PADA PEMBIBITAN KELAPA SAWIT
Pratiwi, Husnain, Edi Santosa, Selly Salma dan 2M. Yusron
1Peneliti Badan Litbang Pertanian pada Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12, Cimanggu Bogor 2Peneliti
Badan Litbang Pertanian pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Jl. Tentara Pelajar 1, Cimanggu Bogor
Abstract. Palm oil is one of the leading commodities in Indonesia. One limiting factor in the productivity of oil palm plantations is a nutrient that is not optimal. The low production is related to levels of manure management and nutrient availability for plants that are not optimal. Fertilization using inorganic fertilizers may increase the production of oil palm plantations, but excessive use of inorganic fertilizers are being offset by the application of organic fertilizer to make the soil than is physically damaged, chemistry, biology, and increase the cost of production. It is therefore necessary efforts to increase fertilizer efficiency and environmentally effective. The use of organic fertilizer can reduce the negative impact of inorganic fertilizers, but the unfortunately it has a low nutrient content. One effort to overcome it is to use biofertilizer in order to increase nutrient uptake, growth and yield of plant. Biofertilizer contain microbes, either single or multiple microbes, in a carrier material with the function to provide nutrients to increase crop production. These microbes are beneficial and not pathogenic to plants. Various soil bacteria known as plant growth promoting bacteria consists of bacteria that live in the rhizosphere, free live around the roots, and producing phytohormones. Research of biofertilizer application on some food crops or horticultural commodity proven to reduce the dose of inorganic fertilizers by 50%. We have isolated and screened rhizobacteria and endophytic bacteria from soil around the roots and plant of oil palm in Lamandau district, Central Kalimantan province. We have collected 27 bacterial isolates of Pdissolving bacteria, 15 isolates of endophytic bacteria, and 29 isolates of nitrogen-fixing bacteria. Nine of them that have high capability in N2 fixation, dissolving P, and phytohormones production were selected as the components of three liquid biofertilizer, each of of which contains: (i) nitrogen-fixing bacteria (ii) P-dissolving bacteria, (iii) endophytic bacteria, and (iv) bacteria producing antimicrobial compounds. The biofertilizer liquid formulations were then tested its effectiveness in reducing of inorganic fertilizers in oil palm seedlings. Application of biofertilizer formula II combined with 50% of inorganic fertilizer have the same effectiveness with the application 100% inorganic fertilizer, and significantly increased plant height, leaf number and the diameter of the oil palm seedlings. Keywords: Isolation, screening, biofertlizer, formulation of biofertilizer, palm oil, effectiveness
183
Pratiwi et al.
PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting bagi subsektor perkebunan di Indonesia. Indonesia bersama-sama dengan Malaysia merupakan pemasok minyak sawit dunia. Luas areal tanaman kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat, pada tahun 2008 luas pertanaman di Indonesia mencapai 7.363.847 ha, sedangkan pada tahun 2011 naik menjadi 9.074.621 ha (Ditjen Perkebunan 2010). Walaupun area pertanaman terus meningkat tetapi produktivitas dan kualitas minyak sawit di Indonesia masih rendah dibanding Malaysia. Salah satu faktor yang menjadi pembatas utama dalam tingkat produktivitas tanaman kelapa sawit adalah ketersediaan hara yang tidak optimal. Kelapa sawit dikenal sebagai tanaman yang memerlukan pupuk yang sangat tinggi. Pemupukan pada kelapa sawit diperlukan pada hampir semua tahap pertumbuhan, mulai dari tahap pembibitan, tanaman belum menghasilkan hingga tanaman menghasilkan. Tanaman yang tidak dipupuk satu kali dapat berakibat penurunan produksi tanaman hingga beberapa tahun. Pemupukan menggunakan pupuk anorganik, memang dapat meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit, tetapi penggunaan pupuk anorganik yang berlebih tanpa diimbangi dengan aplikasi pupuk organik selain membuat tanah menjadi rusak secara fisik, kimia dan biologi, juga akan meningkatkan biaya produksi. Efisiensi pemupukan pada tanaman kelapa sawit umumnya rendah, untuk itu diperlukan upaya-upaya peningkatan efisiensi pemupukan yang efektif dan ramah lingkungan. Penggunaan pupuk organik menjadi alternatif untuk mengurangi dampak negatif pupuk anorganik, namun yang menjadi kendala adalah pupuk organik memiliki kandungan unsur hara yang rendah. Salah satu upaya untuk mengatasi hal ini adalah memanfaatkan pupuk hayati yang dapat meningkatkan serapan hara, pertumbuhan dan produksi tanaman. Pupuk hayati merupakan pupuk yang diformulasi mengandung mikroba, baik tunggal maupun beberapa mikroba, dalam satu bahan pembawa dengan fungsi untuk menyediakan unsur hara sehingga meningkatkan produksi tanaman. Mikroba pada pupuk hayati tersebut merupakan mikroba yang bermanfaat dan tidak bersifat patogenik bagi tanaman. Beberapa mikroba yang termasuk agensia hayati yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah dari golongan bakteri penambat nitrogen, pelarut P dan fasilitator P, pelarut K, penghasil anti mikroba, perombak bahan organik, atau pengakumulasi logam berat (Anonymous 2011). Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menapis bakteri rhizobakteria dan endofit dari tanah di sekitar perakaran dan tanaman kelapa sawit di Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah untuk dijadikan sebagai komponen formula pupuk hayati kelapa sawit. Isolat-isolat yang memiliki keunggulan dalam menambat N2, melarutkan P, menghasilkan fitohormon asam indol asetat (AIA), serta memiliki kemampuan sebagai
184
Isolasi dan Penapisan Mikroba Pupuk Hayati Asal Kalimantan Tengah
anti patogen dipilih dan digabung pada beberapa formulasi pupuk hayati, lalu diuji keefektifannya dalam mengurangi penggunaan pupuk anorganik pada bibit kelapa sawit.
METODOLOGI Percobaan dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Rumah Kaca di Balai Penelitian Tanah. Sampel untuk mengisolasi mikroba pupuk hayati diambil dari tanah di sekitar perakaran dan tanaman kelapa sawit di Desa Tamiang, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Sampel tanah diambil pada kedalaman 5-20 cm, sedangkan sampel tanaman kelapa sawit diambil dari akar, daun dan akar sawit atau rumput di sekitar tanaman sawit. Bakteri penambat nitrogen diisolasi menggunakan media padat selektif bebas N (Okon et al. 1977). Mikroba pelarut P diisolasi pada media padat Pikovskaya dengan Ca3(PO4)2 sebagai sumber fosfat (Sundara Rao dan Sinha 1963). Bakteri endofit dari sampel bagian-bagian tanaman diisolasi sesuai metode yang dikembangkan oleh Hallmann et al. (1997). Penapisan mikroba pupuk hayati masing-masing dilakukan berdasarkan kemampuannya dalam: (i) menambat nitrogen melalui uji ARA (Acetylene Reduction Assay), (ii) terbentuknya zona bening pada media padat Pikovskaya dan kemampuan melarutkan P pada media cair Pikovskaya (dengan Fe (PO4) sebagai sumber P) yang diukur secara kolorimetri, (iii) menghasilkan fitohormon AIA yang juga diukur secara kolorimetri, serta (iv) menghambat pertumbuhan mikroba patogen menggunakan uji tantang terhadap patogen Fusarium sp., Pseudomonas avena, Xanthomonas campestris pv. oryzicola, Rhizoctonia solani, atau Ralstonia solanacearum. Dari semua isolat tersebut dipilih beberapa isolat unggul untuk dirakit dalam satu formulasi pupuk hayati. Konsorsium mikroba pupuk hayati dibuat menjadi tiga formula cair, dengan populasi masing-masing mikroba pada setiap formula sebanyak 109 cfu/ml. Selanjutnya formula pupuk hayati cair ini diuji keefektifannya dalam mengurangi pupuk anorganik pada bibit kelapa sawit. Pengujian dilakukan di rumah kaca menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan perlakuan: (i) tanpa NPK, (ii) 100% NPK; dan (iii) aplikasi pupuk hayati yang dikombinasikan dengan tanpa NPK, ¼ NPK, ½ NPK atau ¾ NPK (Tabel 1). Bibit kelapa sawit yang digunakan adalah varietas DxP239 koleksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.
185
Pratiwi et al.
Tabel 1. Perlakuan pengujian keefektifan pupuk hayati terhadap pembibitan kelapa sawit No
Kode
Perlakuan
No
Kode
Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
Kontrol (tanpa NPK) 100% NPK Formula I ¼ NPK + Formula I ½ NPK + Formula I ¾ NPK + Formula I Formula II
8 9 10 11 12 13 14
T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14
¼ NPK + Formula II ½ NPK + Formula II ¾ NPK + Formula II Formula III ¼ NPK + Formula III ½ NPK + Formula III ¾ NPK +Formula III
Dosis pupuk N, P dan K rekomendasi diberikan berdasarkan status hara tanah, yaitu: dosis urea 200 kg ha-1, SP-36 100 kg ha-1 dan KCl 75 kg ha-1. Pupuk N, P dan K diberikan dengan cara dicampur dalam tanah. Sedangkan pupuk hayati diberikan dengan dosis 2 L dalam 100 L air ha-1, dengan cara disemprotkan merata di permukaaan tanah dengan interval 4 minggu sekali. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu selama 20 minggu setelah aplikasi. Peubah yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Penapisan Mikroba Dari hasil isolasi dan penapisan mikroba pupuk hayati diperoleh sebanyak 29 isolat bakteri penambat nitrogen, 27 bakteri pelarut P, dan 15 bakteri endofit (Tabel Lampiran 1). Sebanyak 9 isolat diantaranya dipilih sebagai komponen untuk membuat formulasi pupuk hayati (Tabel 2) karena memiliki kemampuan tinggi dalam menambat N2, melarutkan P, menghasilkan fitohormon AIA dan mampu menekan pertumbuhan fungi patogen. Fusarium sp., P. avena, X. campestris pv. oryzicola, dan R. solani diketahui merupakan patogen tular tanah yang menyerang beberapa tanaman-tanaman pada fase vegetatif dan generatif, sedangkan R. solanacearum merupakan patogen utama kelompok solanaceae yang menyebabkan tanaman menjadi busuk dan layu (Papuangan 2009). Fusarium oxysporum pada tanaman kelapa sawit menyebabkan penyakit layu Fusarium pada daun muda dan daun dewasa, dengan gejala daun menguning dan mengering (Anonymous 2010). Diharapkan data kemampuan mikroba pupuk hayati dalam menghambat patogen-patogen ini memberi gambaran bahwa mikroba pupuk hayati yang diisolasi memiliki senyawa bioaktif anti mikroba yang bermanfaat untuk aplikasi pada tanaman kelapa sawit.
186
Isolasi dan Penapisan Mikroba Pupuk Hayati Asal Kalimantan Tengah
Tabel 2. Isolat-isolat yang dipilih sebagai komponen formulasi pupuk hayati Isolat
Aktivitas Nitrogenase (nmol/jam/ml)
Kelarutan P (FePO4) (ppm)
AIA (ppm)
Gram 1
2
3
4
5
Azoto 3.1.3 Azoto 3.2.4
82,9 76,128
14,694 17,896
0,58 1,88
-
-
-
-
-
-
Azoto 14.3 P 18.3 P 18.1 PKL 504A PKL 62C Endo 6 B2 Endo 12 D2
62,385 n.d. 16,57 n.d. 86,431 30,24 27,21
15,784 22,021 16,29 11,541 20,385 0,367 4,065
0,34 6,5 0,46 0,58 1,41 13,12 0,46
+ + +
√ √ -
√ √ √ -
√ -
√ √ -
√ √
Uji Tantang terhadap *)
Keterangan: *) 1 = Fusarium sp.; 2 = Pseudomonas avena; 3 = Xanthomonas campestris pv. oryzicola; 4 = Rhizoctonia solani; 5 = Ralstonia solanacearum
Formulasi Pupuk Hayati Pada penelitian ini dibuat tiga formula pupuk hayati cair yang merupakan konsorsium mikroba yang memiliki sifat unggul sebagai pupuk hayati, yaitu masingmasing mengandung: (i) bakteri penambat N2, (ii) mikroba pelarut P, (iii) mikroba endofit, dan (iv) mikroba penghasil senyawa anti mikroba (Tabel 3). Dari hasil uji hipersensitivitas pada tanaman tembakau diketahui bahwa mikroba yang diformulasikan sebagai pupuk hayati ini tidak bersifat patogen pada tanaman, sedangkan dari hasil uji antagonisme pada media padat diperoleh hasil bahwa antar mikroba tidak bersifat antagonis satu sama lain (data tidak ditampilkan). Tabel 3. Komposisi formula pupuk hayati No.
Jenis Mikroba
Formula I
Formula II
Formula III
1
Bakteri penambat nitrogen
▪Azoto 3.1.3
▪Azoto 14.3
▪Azoto 3.2.4
2
Bakteri pelarut P
▪P18.3
▪PKL 62C
▪PKL 62C
3
Bakteri endofit
▪Endo 6B2
▪Endo 6B2
▪Endo 6B2
4
Bakteri penghasil senyawa anti mikroba
▪PKL 504A
▪P18.1
▪PKL 504A ▪Endo12 D2
Uji Keefektifan Pupuk Hayati Cair pada Bibit Kelapa Sawit Pengujian keefektifan tiga formula pupuk hayati cair pada bibit sawit di rumah kaca menunjukkan peningkatan pertumbuhan tanaman yang baik. Aplikasi pupuk hayati formula II dan pupuk hayati formula III yang disertai dengan pupuk NPK di bawah dosis 187
Pratiwi et al.
rekomendasi mampu meningkatkan tinggi tanaman bibit sawit dan jumlah daun (Tabel 4). Dari semua perlakuan hanya perlakuan ½ NPK + Formula II yang secara konsisten menunjukkan pertambahan tinggi tanaman, daun sawit serta diameter batang sawit yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan kombinasi pupuk anorganik dengan formula lain NPK (Gambar 1-3). Tabel 4. Pengaruh pemberian tiga formula pupuk hayati pada beberapa level pupuk anorganik 20 minggu setelah aplikasi terhadap pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit Penambahan Perlakuan T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12
T13 T14
Keterangan Kontrol (tanpa NPK) 100% NPK Formula I ¼ NPK + Formula I ½ NPK + Formula I ¾ NPK + Formula I Formula II ¼ NPK + Formula II ½ NPK + Formula II ¾ NPK + Formula II Formula III ¼ NPK + Formula III ½ NPK + Formula III ¾ NPK + Formula III
Tinggi Tanaman (cm) 31,5 bc 35,8 ab 23,3 c 30,6 bc 30,2 bc 29,9 bc 25,9 bc 34,1 ab 38,6 a 34,1 ab 25,3 bc 38,4 a 35,8 ab 34,4 ab
Jumlah Daun 7,33 8,33 7,00 8,33 8,34 7,66 7,67 9,33 8,67 9,34 7,00 8,67 8,00 8,00
cd abc d abc abc bcd bcd a ab a d ab bcd bcd
Diameter Batang (cm) 24,17 cde 32,10 ab 20,57 e 26,20 abcde 27,50 abcde 29,07 abcd 24,86 bcde 29,90 abcd 33,16 a 31,37 abc 22,77 de 28,10 abcde 29,50 abcd 29,27 abcd
Keterangan: Angka pada satu kolom yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji Duncan pada taraf 5%
Pupuk hayati formula I, formula II maupun formula III memiliki komposisi mikroba dengan aktivitas yang hampir sama, yakni masing-masing mengandung: (i) bakteri penambat N2, (ii) mikroba pelarut P, (iii) mikroba endofit, dan (iv) mikroba penghasil senyawa anti mikroba. Tetapi ternyata antar formula pupuk hayati tersebut memperlihatkan hasil yang bervariasi ketika diaplikasikan di lapang. Kemungkinan hal ini disebabkan adanya pengaruh interaksi antar mikroba di dalam satu formula memegang peran dalam kinerja pupuk hayati. Walaupun pengujian di laboratorium tidak memperlihatkan antagonisme antar mikroba (data tidak ditampilkan), tetapi kemungkinan masih ada efek kompetisi mikroba ketika dikemas dalam satu formulasi. Diduga setelah diformulasikan ke dalam satu kemasan pupuk hayati cair, terjadi kompetisi antar mikroba yang membuat satu atau lebih mikroba mengalami penurunan populasi sehingga menjadi tidak optimum ketika diaplikasikan pada tanaman. Untuk itu sebelum ditetapkan formulasi yang paling optimum, perlu dibuat beberapa variasi formulasi dan diuji terlebih dahulu kefektifannya pada tanaman sebelum diaplikasikan pada skala luas.
188
Isolasi dan Penapisan Mikroba Pupuk Hayati Asal Kalimantan Tengah
Gambar 1. Grafik pengaruh penyemprotan pupuk hayati pada beberapa level dosis pupuk anorganik terhadap penambahan tinggi tanaman bibit kelapa sawit 20 minggu setelah aplikasi Keterangan: T1= Kontrol (tanpa NPK); T2 = 100% NPK; T3 = Formula I, T4 = ¼ NPK + Formula I; T5 = ½ NPK + Formula I; T6 = ¾ NPK + Formula I; T7 = Formula II; T8 = ¼ NPK + Formula II; T9 = ½ NPK + Formula II; T10 = ¾ NPK + Formula II; T11 = Formula III; T12 = ¼ NPK + Formula III; T13 = ½ NPK + Formula III, T14 = ¾ NPK + Formula III
Gambar 2. Grafik pengaruh penyemprotan pupuk hayati pada beberapa level dosis pupuk anorganik terhadap penambahan jumlah daun bibit kelapa sawit 20 minggu setelah aplikasi Keterangan: T1= Kontrol (tanpa NPK); T2 = 100% NPK; T3 = Formula I, T4 = ¼ NPK + Formula I; T5 = ½ NPK + Formula I; T6 = ¾ NPK + Formula I; T7 = Formula II; T8 = ¼ NPK + Formula II; T9 = ½ NPK + Formula II; T10 = ¾ NPK + Formula II; T11 = Formula III; T12 = ¼ NPK + Formula III; T13 = ½ NPK + Formula III, T14 = ¾ NPK + Formula III
189
Pratiwi et al.
Gambar 3. Grafik pengaruh penyemprotan pupuk hayati pada beberapa level dosis pupuk anorganik terhadap penambahan diameter batang bibit kelapa sawit 20 minggu setelah aplikasi Keterangan: T1= Kontrol (tanpa NPK); T2 = 100% NPK; T3 = Formula I, T4 = ¼ NPK + Formula I; T5 = ½ NPK + Formula I; T6 = ¾ NPK + Formula I; T7 = Formula II; T8 = ¼ NPK + Formula II; T9 = ½ NPK + Formula II; T10 = ¾ NPK + Formula II; T11 = Formula III; T12 = ¼ NPK + Formula III; T13 = ½ NPK + Formula III, T14 = ¾ NPK + Formula III
190
Isolasi dan Penapisan Mikroba Pupuk Hayati Asal Kalimantan Tengah
Gambar 3. Penampilan bibit sawit pada 20 minggu setelah diaplikasi dengan tiga formula pupuk hayati pada level ½ dosis pupuk NPK anorganik
KESIMPULAN 1. Telah dikoleksi sebanyak 29 isolat bakteri penambat nitrogen, 27 bakteri pelarut P, dan 15 bakteri endofit dari sampel tanah di perakaran dan tanaman kelapa sawit di Desa Tamiang, Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. 2. Telah dirakit 3 formula pupuk hayati cair yang masing-masing mengandung isolat unggul yang memiliki kemampuan tinggi dalam menambat N2, melarutkan P, menghasilkan fitohormon AIA dan mampu menekan pertumbuhan fungi patogen. 3. Pemberian pupuk hayati formula II pada pembibitan kelapa sawit dapat menekan penggunaan pupuk NPK anorganik sebesar 50%. Aplikasi kombinasi pupuk hayati formula II dengan 50% pupuk NPK anorganik selama 20 minggu pada pembibitan kelapa sawit memberikan hasil yang sama dengan perlakuan 100% pupuk NPK anorganik, yakni secara nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun dan diameter batang sawit.
191
Pratiwi et al.
DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2010. Penyakit-Penyakit Penting Pada Tanaman Kelapa Sawit Yang Juga terdapat Pada Kelapa. Balai Penelitian Tanaman Palma. http://balitka.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i d=245%3Apenyakit-penyakit-penting-pada-tanaman-kelapa-sawit-yang-jugaterdapat-pada-kelapa&catid=37%3Aberita&Itemid=160&lang=en. [11 November 2011] Anonymous. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Luas areal dan pr oduksi perkebunan seluruh Indonesia menurut pengusahaan. http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/ index.php/viewstat/ komoditiutama/8-Kelapa Sawit. [26 Januari 2010] Hallman, J., A. Quadt-Hallman, W.F. Mahafee, J.W. Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in agriculturalcrops. Can. J. Microbiol. 43:895–914 Okon, Y., S.L. Albrecht, and R.H. Burris. 1977. Methods for growing Spirillum lipoferum and for counting it in pure culture and in association with plants. J. Appl. Environ. Microbiol. 33: 85-88. Papuangan, N. 2009. Aktivitas Penghambatan Senyawa Antimikrob Streptomyces spp. terhadap Mikrob Patogen Tular Tanah secara In Vitro dan In Planta. Tesis S2. Institut Pertanian Bogor. Sundara Rao, W.V.B. and M.K. Sinha. 1963. Phosphate dissolving microorganism in the soil and rhizosphere. Indian J. Agric. Sci. 33: 272-278.
192
Isolasi Dan Penapisan Mikroba Pupuk Hayati Asal Kalimantan Tengah
Tabel Lampiran 1.
No
Kode Isolat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Azoto 2.1 Azoto 3.1.1 Azoto 3.1.2 Azoto 3.1.3 Azoto 3.2.1 Azoto 3.2.2 Azoto 3.2.3 Azoto 3.2.4 Azoto 3.2.5 Azoto 4.1.1 Azoto 4.1.2 Azoto 4.1.3 Azoto 8.2.1 Azoto 8.2.2 Azoto 14.1 Azoto 14.3 Azoto 17.1 Azoto 17.2.1 Azoto 17.2.2 Azos 3.1 Azos 18 Azos 44 Azos 14 Azos 4.4 Azos 4 Azoto 17.2.3 Azoto 17.3 Azoto 18.1 Azoto 18.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
P 43 P 18.3 P 12 P 18.2 P 44 P 31 P 14 P1 P 32 P 18.1 P 18.5 P 92 P KT P3 PKL 504A PKL 53A PKL 53B
Data isolat-isolat mikroba pupuk hayati dalam menambat nitrogen¸ melarutkan P, menghasilkan fitohormon dan menghambat pertumbuhan mikroba patogen Aktivitas Kelarutan P Nitrogenase AIA (ppm) (FePO4) (ppm) (nmol/jam/ml) Bakteri Penambat Nitrogen 51,0 9,657 0,93 52,6 11,323 2,71 59,2 14,714 0,93 0,58 82,9 14,694 46,3 13,98 1,52 55,2 11,035 3,89 44,234 12,165 9,69 1,88 76,128 17,896 47,048 17,034 1,88 47,102 11,313 4,13 55,817 12,423 1,05 49,269 14,198 1,17 62,385 16,597 0,58 n.d. 6,623 2,12 46,920 13,444 0,1 0,34 62,385 15,784 n.d. 17,797 3,06 41,743 15,953 0,93 43,201 14,168 1,41 0 13,643 1,41 n.d. 8,735 2,12 46,756 16,171 4,01 41,323 13,117 3,65 53,892 14,614 0,46 49,041 15,239 0,46 39,587 16,409 0,58 46,238 14,139 0,81 37,739 17,559 1,76 50,071 15,606 2,23 Mikroba Pelarut P 33,01 16,796 1,88 6,5 n.d. 22,021 26,91 20,692 3,65 23,90 18,442 1,17 26,65 16,865 0,93 25,31 17,718 1,17 8,28 13,097 1,17 9,34 18,967 1,17 0,388 18,957 0,46 16,57 0,46 16,29 13,04 17,638 0,22 7,33 12,165 1,29 26,33 17,212 2,47 1,79 10,202 1,41 0,58 n.d. 11,541 11,24 17,291 1,05 2,43 18,59 0,58
Uji Tantang *) 1
2
3
4
5
− − − − − − − − − √ − − − − − − − − − − − √ − − − − − − −
− − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − √ − − − −
√ − − − − − − − − − − − − − − √ − √ − − − − − − − − − − −
− − − − − − − − − − − − − √ − − − − − − − − − − − − − − −
− − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − −
− √ − + − − − − − − − − − + √ √ √
− − − − − − − √ − √ − − − − √ − −
− − − − − − √ − − − − − − − − − −
− − − − − − √ − − √ − √ − √ √ − −
− − − − − − − − − − − − − − √ − −
193
Pratiwi et al.
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
PKL 53C PKL 62A PKL 62B PKL 62C PKL 79A PKL 79B PKL 86A PKL 86B PKL 92A PKL 92B
n.d. n.d. n.d. 86,431 51,266 n.d. 35,408 n.d. 52,171 56,563
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
6 B1 6 B2 6 B3 6 D1 6 D2 7 B1 P 7 B2 7 B2 K 7 B3 K 7 B3 P 7 D1 7 D2 7 D3 13 D1 12 D2
2,29 30,24 n.d. n.d. n.d. n.d. 25,43 n.d. n.d. 21,08 19,89 n.d. n.d. 34,17 27,21
16,925 17,212 19,374 20,385 17,44 17,143 16,379 17,291 5,364 16,439 Mikroba Endofit 2,142 0,367 2,836 3,282 0,407 0,079 0,347 0,734 0,327 0,159 0,595 2,36 0,476 3,847 4,065
0,7 7,44 6,73 1,41 1,64 1,05 3,06 9,1 4,25 0,46
√ v − − − − − − − −
√ √ − √ − − − − − −
− √ − − − − − − − −
− − − − − − − − − −
− − − − − − − − − −
4,36 13,12 2,35 2,0 10,52 6,73 0,58 7,44 0,1 0,34 3,54 2,59 7,56 1,41 0,46
− − − − − − − − − − − − − − −
− − − − − − − − − − − − − − −
− − − − − − − − − − − − − − −
− − − − − − − − − − − − − − −
− − − − − − − − − − − − − − √
Keterangan: *) 1 = Fusarium sp.; 2 = Pseudomonas avena; 3 = Xanthomonas campestris pv. oryzicola; 4 = Rhizoctonia solani; 5 = Ralstonia solanacearum √ = reaksi positif terhadap uji
194