Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
Permasalahan
Penyelesaian bagi suatu permasalahan sering tidak sesuai karena diagnosa yang salah atau analisis yang melenceng. Hal ini terjadi pada sebagian besar diagnosa akan permasalahn di Negara-negara muslim yang belum berkembang, yang berkenaan dengan penyakit yang telah diderita oleh beberapa negara. Penyakit tersebut tampaknya tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan apapun sejak adanya peringatan Abu Hamid al_Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah dan ajakan pengobatan dalam Ihya Ulumuddin. Sebab utama kegagalan diagnosa dan pengobatan ini adalah karena lebih memfokuskan kepada gejala sehingga apa yang tampak saja yang menjadi perhatian serta ketidakmampuan pendekatan yang digunakan untuk mengungkap kasus-kasus penting.
Penyakit umat muslim telah menjadi tirani, penghambat pembangunan, pemecah, serta penekan, umat juga telah mengalami ketidakadilan, kemiskinan, ketidaktahuan, dan penyakit fisik. Sementara itu, negara begitu ingin mencapai kekuatan, kesatuan, dan keadilan. Namun, tidak ada harapan untuk perkembangan polotik, ekonomi, keilmuan, dan teknologi yang dapat diwujudkan, dan harapan tersebut menjadi ilusi, hanya bayangan. Keinginan Negara muslim dan warganya untuk mengejar ketinggalan dan menikmati kehidupan yang layak akan pendidikan dan kesehatan tidaklah tercapai.
Sementara itu telah dipahami oleh para pembaharu bahwa semua aspek reformasi dibutuhkan, dan bahwa dengan itu pun kebangkitan Negara muslim masih tidak terjadi, pun misinya tidaklah terlaksana, kecuali perubahan terutama di bidang pendidikan diwujudkan. Juga diyakini bahwa perubahan haruslah merupakan hal yang mengarah kepada gejala dari penyebab yang lebih dalam dan luas. Kecuali kaum muslim mengadopsi suatu pandangan yang kritis dan gamblang serta melengkapi diri mereka dengan perangkat pengetahuan yang memadai untuk mengdentifikasi permasalahan, kegagalan umat Islam untuk mendeteksi kegagalan tersebut akan tetap ada. Ini akan berlanjut dan mengurangi kemampuan untuk menaklukkan dan melawan permasalahan tersebut, juga untuk mewujudkan tujuan dan tuntutan budaya yang benar-benar dibutuhkan.
Semua aspek kemunduran dalam sejarah umat Islam tidak lain merupakan perwujudan dari
1 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
penyakit yang serius, yaitu perfoma yang tidak memadai. Ini merupakan penyakit yang disebabkan oleh motivasi psikologi yang kurang, yang berakar dari visi yang melenceng dan pendekatan yang tidak sesuai. Dengan kata lain, semua fenomena tersebut diakibatkan oleh penyimpangan tatanan kognitif dan psikologis umat Islam, yang dapat diperbaiki hanya jika sifat asli mereka terungkap dan jika mereka menjadi fokus dalam usaha-usaha perubahan umat Islam. Hanya dengan itu kemudian Negara Muslim dapat melepaskan dirinya dari penyakit visi yang tidak jelas, motivasi yang kurang, serta performa yang tidak memadai, yang menempatkan gejala kegagalan dan kemunduran dalam semua aspek kehidupan umat Islam: di bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sebuah pertanyaan penting muncul. Dengan jumlah umat muslim yang mencapai seperlima dari umat manusia di muka bumi ini, yaitu lebih dari 1 milyar jiwa, dan meliputi area dari Atlantik ke Pasifik, bagaimana kaum ini bisa begitu tertinggal? Gross National Produk (GNP) dari keseluruhan Negara muslim berjumlah sekitar US$1,100 milyar, yang masih lebih rendah dibandingkan dengan GNP Negara Perancis saja, dan hanya setengah dari GNP Negara Jerman. Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan GNP Negara Jepang, yang populasinya tidak lebih dari 120 juta manusia yang tinggal di daerah kepulauan yang kecil dan terpencar, dengan sumber daya alam yang minim serta pegunungan meliputi hampir ¾ dari keseluruhan area, dan sering mengalami bencana gempa bumi serta gunung berapi.
Satu-satunya penjelasan yang memungkinkan untuk fenomena ini adalah bahwa hal tersebut disebabkan oleh performa yang tidak memadai. Keinginan umat Islam saat ini adalah untuk sekedar bertahan hidup dengan usaha yang seringan mungkin. Hal ini merupakan ciri Negara yang tidak memiliki masa depan dan ambisi, yang masih menggunakan metode primitif atau bergantung kepada keahlian pihak asing dan industri yang berorientasi kepada konsumen dalam produksi bahan dasarnya. Berton-ton logam dan bahan dasar industri diekspor dengan harga murah dan untuk selanjutnya kembali ke Negara tersebut dalam bentuk produk elektronik dan teknologi yang berharga jutaan dolar. Yang membedakan adalah manusianya: performa, kemampuan, serta kualitas pemikiran mereka.
Umat Muslim merupakan keturunan umat Muslim sebelumnya (the Mission Generation) and merupakan ahli waris budaya Islam. Dunia Islam tidak kekurangan sumber daya alam, memiliki tanah yang sangat luas dan kaya, manusianya pun tidak kekurangan prinsip, nilai, dan tujuan mulia, karena Islam memiliki aturan dalam hal ini. Namun, mereka tidak akan mampu memahami kemunduran dan kelemahan yang mereka alami, sampai mereka mencari dalam sejarah Islam dan ke dalam dirinya sendiri, serta menghilangkan distorsi psikologis dan kognitif pemikiran dan jiwa mereka. Sebab-sebab kemuduran tersebut berada dalam diri mereka, latent, dalam cara berpikir mereka. Dengan kata lain, masalah dan penyakitnya berada dalam pondasi struktur intelektual Muslim dan mempengaruhi secara psikologis dan telah membawa kaum Muslim pada keadaan terburuk, yaitu performa yang tidak memadai. Ini adalah suatu penyakit
2 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
yang mengikuti penderita ke manapun mereka pergi.
Penyakit ini mengikuti kaum Muslim dalam pemerintahan, produksi, pendidikan, teknologi, perlindungan hak, dan pertahanan Negara. Satu-satunya obat untuk penyakit ini adalah melakukan perubahan pada diri sendiri, yaitu perubahan dan reformasi dalam diri dan pemikiran masing-masing. “Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka merubahnya sendiri.” (13:11)
Pendidikan
Para penggagas perubahan memiliki target tertentu ketika mereka berusaha memperbaiki pendidikan sebagai salah satu aspek paling penting dari reformasi dan merupakan salah satu bagian yang terkuat dalam konstruksi suatu Negara. Sayangnya, orientasi mereka hanya di permukaan saja, seperti yang telah terjadi selama ini. Orientasi mereka hanya mengarah pada penampilan dan didasarkan pada peniruan terhadap apa yang dilakukan oleh orang lain yang benar-benar mampu. Umat Muslim secara membabi buta mengikuti orang lain dalam kegelapan dan terseok-seok dalam melangkah, sementara jalan yang ditempuh berkelok dan tidak jelas ujung pangkalnya.
Tidak diragukan lagi, pendidikan dan pembelajaran yang baik merupakan dasar utama bagi pembangunan karena hal tersebut merupakan dasar kekuatan manusia yang dinamis. Tanpa hal tersebut tidak akan ada yang berhasil, baik itu kekuasaan, produksi, maupun prestasi. Namun sayangnya, gerakan di bidang pendidikan dan pembelajaran membutuhkan pencontohan pembangunan, metode, serta membutuhkan fokus pada kuantitas dan media mengajar, bahkan untuk mendirikan cabang sekolah dan universitas asing. Suatu pengujian terhadap keadaan pendidikan dan pembelajaran di Negara-negara Muslim mengungkapkan bahwa pendidikan di sana berkonsentrasi pada hal-hal yang berteknologi tinggi dan bersifat urban, namun kemudian terlena meniru trend terakhir di negara maju. Yang paling penting dari usaha reformasi ini sebenarnya penggerak, alat, serta sistem baru. Semua usaha yang dilakukan dengan meniru hanya akan menjadi kerancuan dan berorientasi pada produksi semata. Dalam intisari ideologinya, pendekatan seperti ini tidak berbeda dari peniruan dan pengulangan sejarah.
Apakah aneh jika buah reformasi selama ini tidak membawa kaum Muslim ke satu tujuan atau menyadari adanya satu tujuan. Kekosongan yang terjadi ini disebabkan oleh kesenjangan
3 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
antara kenyataan dan idealisme, keinginan dan hasilnya.
Meskipun disepakati bahwa intisari reformasi adalah dengan mereformasi pendidikan dan pembelajaran, tidak berarti hal tersebut memiliki keterbatasan dalam perlengkapan, kuantitas, rencana, mekanisme, instrument dan alatnya. Hal tersebut berarti melihat ke dalam intisari pembangunan umat manusia, yang merupakan proses kultural dan bervisi yang didasarkan pada doktrinasi dan pendekatan kognitif, intelektual, dan keilmuan. Usaha mendalam ini membutuhkan kemampuan tertentu dan juga menyebabkan kebutuhan akan penggunaan peralatan, pencapaian kuantitas tertentu, dan adanya ketrampilan untuk meraih tujuan, untuk memecahkan masalah, dan mencapai perubahan dan kemajuan dalam bidang politik, ekonomi, serta teknologi; serta membutuhkan kejayaan dalam perlombaan kebudayaan dan penyampaian pesan.
Dari Mana Mulainya?
Pertanyaan paling penting dalam hal ini dalah: dari mana orang harus mulai? Jawabannya adalah dengan merubah diri sendiri. Perubahan Islam harus dimulai dengan perubahan jiwa Muslim dengan cara memperbaiki penyimpangan visi ideologis mereka, motivasi budaya meraka, pendekatan intelek mereka, juga dalam hal sosial budaya dan pendidikan. Penyimpangan ini disebabkan oleh hal-hal yang tidak terkendali yang dialami dalam perkembangan umat Muslim dan penumpukan budaya yang berasal dari warisan nenak moyang dan merupakan peninggalan dari beberapa Negara lain. Seperti batu yang dilemparkan ke kemudi kebudaayn Islam yang berasal dari nilai-nilai Islam dari tahun-tahun sebelumnya, hal tersebut telah secara terus menerus menghambat kemuajuan dan sekaligus mengurangi kekuatan penyimpangan dan kerusakan kemudian secara bersamaan menghentikan semua gerakan. Jumlah perdagangan dan industri yang dikembangkan oleh umat Muslim di segala penjuru dunia belum menunjukkan kemajuan yang berarti namun sudah mati, menunjukkan jumlah yang tidak layak diperhitungkan dalam pertarungan Negara dan budaya. Umat Muslim telah menjadi mangsa musuh, mengalami kesakitan dan meratapi nasibnya yang buruk.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Bagaimana awalnya? Hal itu berawal pada abad di mana terjadi konflik di bawah pemerintahan Ummah, setelah berakhirnya masa Nabi dan khalifah ortodox. Pendidikan dan pelatihan Islam berkurang, sektarianisme dan favoritisme muncul, tanda-tanda jaman jahiliyah kembali muncul, yang kesemuanya mengambil alih secara cepat dan membahayakan. Akibatnya, para cendekia yang mempertahankan gaya yang ada pada jaman Nabi terasingkan dari pemerintahan, politik, dan kehidupan publik. Mereka terpuruk dalam isolasi, hanya mengeluarkan fatwa, menangani permasalahan-permasalahan individu,
4 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
memimpin sholat di masjid, dan mendesak umat untuk memiliki standar moral tinggi.
Isolasi dan jauhnya cendekia yang aktif, yang merupakan pemangku idealisme Islam, yang sebenarnya menjadi kekuatan Umat Islam, memiliki akibat yang buruk: penyimpangan visi cultural, ideologis, serta menyeluruh; kehancuran institusi kepemimpinan nasional and masa depan pendidikan umat Muslim; serta kemunduran pendekatan pendidikan.
Visi Islam yang menyeluruh, berbudaya tinggi, serta bedasarkan doktrin merupakan pernyataan tauhid, kepercayaan pada Tuhan dan hari kemudian. Hal ini merupakan pernyataan yang serius dan positif dengan tujuan bekerja dan beribadah (“Bekerjalah seolah-olah kamu akan hidup selamanya di dunia, dan beribadahlan seolah-olah kamu akan mati esok hari”). Ini menjadi kehidupan umat Muslim dalam segala aspek dan dimensi, dalam ibadah, menyembah Tuhan yang Sejati. Oleh karena itu, visi ini menjadi hati nurani Umat Islam, yang dapat mendorong perbuatan baik yang berguna baik dalam kehidupan ini dan kehidupan setelah mati. Hal ini membutuhkan pembagian waktu antara dzikir dan jihad. Doa mengingat nama Tuhan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan setelah mati, merupakan jihad dalam pembelajaran dan tindakan. Oleh karena itu, ini merupakan jihad akan penyucian diri, pencarian akan pengisian rohani, pencarian pembelajaran, rekonsiliasi; merupakan juga usaha untuk memenuhi kebutuhan mereka yang kurang beruntung, bantuan, mempertahankan keyakinan, perlindungan diri dan mempertahankan keluarga serta tanah air, serta memperjuangkan yang lemah dan tertindas. Ini menunjukkan bahwa kehidupan umat Muslim merupakan kehidupan akan jihad yang terus menerus, baik dalam aspek pribadi maupun publik, baik untuk memenuhi kebutuhan individu maupun seluruh umat. Dalam hal ini, seorang Muslim mencari dukungan dengan menyebut nama Tuhan, memuja-Nya, membaca Al Quran, berdoa, berpuasa, berzakat, menunaikan ibadah haji, menjalankan ritual keagamaan lainnya, serta menaati perintah-Nya.
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka … (24:55)
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,” (6:162)
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (29:69)
5 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (29:45)
Sementara itu, visi menara gading para isolasionis yang tidak asing di antara cendekia Muslim, berubah menjadi visi yang menomorduakan aspek publik dalam pemerintahan, kesamaan ekonomi, solidaritas social, pelaksanaan tugas-tugas kantor pemerintah dan institusi public pada umumnya, karena situasi dan sudut pandang akan masyarakat serta fungsi mereka di masyarakat. Visi mereka berfokus pada berdzikir dan upacara-upacara keagamaan, seperti yang digambarkan dalam terminology Al Qur’an, disebut sebagai tindakan menyembah dan tidak melibatkan hal–hal lain, meskipun jelas dalam perspektif al Qur’an bahwa keseluruhan hidup seorang muslim adalah untuk menyembah Tuhannya, baik dalam hal berdzikir maupun dalam hal pencarian ilmu dan jihad. Pandangan isolsionis tersebut tidak mendorong semangat jihad yang berbentuk tindakan dan kegiatan duniawi, dan untuk membuatnya menjadi tata cara serta aturan berarti mengatur urusan yang berhubungan dengan keinginan orang dan pekerjaan mereka di dunia.
Penyimpangan pandangan yang dipengaruhi oleh isolasi kaum elite ini bertanggung jawab terhadap sikap hidup kaum Muslim terutama kepasifan yang mendominasi kehidupan, identitas, tujuan, dan fungsi kolektif Umat Muslim dalam sikapnya terhadap kehidupan dan tujuan reformatif dan kultural, bukan lagi pandangan kultural yang positif. Penyimpangan pandanganlah yang bertanggung jawab terhadap tidak adanya kesadaran dan usaha yang serius dan kreatif dalam kehidupan kaum Muslim. Ia juga bertanggung jawab terhadap korupsi dan perpecahan kehidupan publik karena kepasifan dan kurangnya stimulasi psikologis, dan bertanggung jawab pula terhadap performa kultural yang buruk.
Penyendirian dan dan isolasi para cendekia menyebabkan pandangan satu dimensi, di mana pembelajaran dan model keislaman dihalangi. Pengetahuan dan pengalaman manusia, juga perubahan sosial ditarik ke sudut yang jauh, dan menyebabkan pengetahuan manusia terbatas pada pemahaman tekstual dan kebahasaan saja. Akhirnya, semua potensi untuk perubahan tertahan, peniruan dan pencontohan mendominasi. Pembelajaran, pengetahuan, dan bidang pengetahuan manusia mengalami kemunduran dalam abad-abad peniruan dan dekadensi. Pendidikan Umat Muslim pada umumnya dan kaum muda pada khususnya terbatas pada pendidikan dasar sederhana yang menawarkan pendidikan yang sederhana dengan mengajarkan bagian-bagian Al Qur’an dan prinsip dasar aritmatika, yang hanya cukup bagi kebutuhan sehari-hari. Pendekatan pendidikan dan instruksional yang digunakan sangat buruk, mendasarkan pada ototitarianisme dan hukuman. Pendidikan ini didanani oleh para orang tua
6 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
yang mampu membayar para pengajar yang sebenarnya menjadi guru karena tidak mendapatkan pekerjaan lain. Sistem pendidikan seperti ini, dengan metode dan prakteknya, merupakan sasaran kritik, protes, dan hujatan oleh banyak kalangan intelektual dan kalangan yang tercerahkan ketika dibandingkan dengan sistem pendidikan yang ditawarkan pada anak-anak yang lebih besar. Sistem tersebut memiliki cakupan yang lebih luas dan level yang lebih tinggi yang memasukkan studi agama dan sastra. Murid diperlakukan dengan baik dan tidak menjadi subjek penyiksaan. Jenis pendidikan seperti ini juga termasuk pelatihan yang diberikan oleh petugas pemerintahan dan kalangan eksekutif untuk menjadi pengajar anak-anak dirumah. Keadaan yang sangat berlawanan ini sangat berbeda dengan beberapa sekolah yang dirancang untuk melatih siswanya menjadi pemimpin doa, penceramah, atau mufti (pimpinan agama).
Dengan penyimpangan pandangan ideologis yang menyeluruh ini, pengetahuan yang satu sisi, ketiadaan pendekatan kognitif, kemunduran diskursus keagamaan, dan tirani elit politik, kemajuan semangat budaya Islam menjadi lambat dan umat Muslim beserta institusinya mengalami kemunduran dan penurunan. Psikologi manusia dikacaukan dengan kepasifan, dan performa individu cenderung sangat kurang. Semua energi dan kekuatan psikologis hilang karena merekalah yang ingin mengabdikan diri mereka dengan semua beban berat yang ada, sementara kalangan lain yang enggan dan takut biasanya pasif dan hanya melakukan hal-hal ringan. Tidak memadainya performa dan motivasi yang sangat rendah masih menjadi halangan yang belum terselesaikan dalam segala usaha perubahan, dan umat Muslim harus membebaskan diri meraka dari sebab musababnya agar reformasi Islam bisa berjalan, memberikan hasil yang diinginkan, dan memberi kesempatan Muslim untuk berpartisipasi dalam kebudayaan dunia di era ilmu pengetahuan dan teknologi ini.
Tempat Pendidikan Tinggi yang Memiliki Refromasi Kultural Islam
Pertanyaannya sekarang adalah: di mana pendidikan tinggi dengan usaha reformasi cultural Islam berada? Bagaimana kita membangkitkannya dan membuatnya berperan untuk: menumbuhkan kembali pengetahuan dan pendidikan, cabang-cabang pembelajaran, dan pelatihan personil yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan umat Muslim sekarang dan di masa yang akan datang?
Karena hal-hal di atas merupakan tugas dan tujuan yang penting dari pendidikan tinggi, maka pendidikan tinggi terus mengusahakan kelengkapan peralatan, prosedur administrative, dan struktur akademik sekolah yang bergantung pada pentingnya peniruan pola kognitif serta sistem pendidikan dan pembelajaran. Setiap identitas kultural memiliki titik awal, tujuan, nilai,
7 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
serta kuncinya sendiri sendiri, yang melepaskannya dari kemungkinan laten. Usaha apapun yang mengabaikan sifat-sifat khusus ini dan yang tidak menujukan kepada kekuatan umat Muslim akan gagal membangkitkan kesadaran dan dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, umat Islam tidak akan mampu mempunyai tempat di antara Negara-negara maju kecuali terdapat revitalisasi dan reformasi dalam pendidikan tinggi, terutama dalam hal sistem pembelajaran. Penghalang yang mendominasinya pun harus disingkirkan, agar pendidikan tinggi dapat melaksanakan tugasnya dan mencapai tujuan yang digariskan untuknya.
Permasalahan dalam Pendidikan Tinggi di Negara-negara Muslim
Permasalahan pertama adalah peniruan dan pencontohan. Mayoritas sistem dan filosofi pendidikan tinggi di Negara-negara Muslim bersifat kebaratan, berbeda dari tujuan kultural Negara tersebut. Berdasarkan peniruan dan penggandaan, sistem ini gagal mempertimbangkan sifat budaya Islam, ciri-ciri khususnya, titik awalnya, serta nilai-nilainya. Nilai-nilai ini didasarkan pada prinsip-prinsip tauhid dan pengutusan, bertujuan dan berdimensi moral dalam keberadaannya, juga didasarkan pada kesamaan pondasinya, serta kelengkapan dimensi materi, jiwa, dan moral. Dalam hal budayanya, pencapaian, efisisensi, dan urbanisasi tidak menjadi tujuan akhir, namun lebih kepada keinginan akan kehidupan dan arti spiritual sesuatu setelah kehidupan ini, yang merupakan hal yang lebih penting; bahwa ada yang menentukan pantas tidaknya jiwa menjalani kehidupan setelah mati dengan baik dan penuh kasih, yang melambangkan cinta dan pengabdian pada yang Maha Sejati, yang Maha Adil dan Pengasih.
Permasalahan kedua adalah penyimpangan pendangan Islam yang menyeluruh, dengan permasalahan, tahayul, dan kepalsuan yang telah menggerogoti budaya kaum Muslim; menghentikan gerakan roda penggerak umat; membelokkan mental, menghancurkan pengetahuan, pendidikan dan keseharian mereka; serta menjauhkan mereka dari Tuhan.
Karena permasalahan tersebut, pendidikan tinggi di dunia Islam sejauh ini telah gagal melaksanakan tugasnya dalam pembelajaran, baik itu untuk bidang agama maupun keduniaan, baik itu bidang humaniora maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena sebab yang sama, pendidikan tinggi belum dapat menumbuhkan kembali pengetahuan, mendapatkan cara pembelajaran baru, dan melatih personil yang kreatif dan efisien. Umat Islam terus tersesat dan hidup dalam ketidakjelasan tahayul di pinggir kemajuan budaya umat manusia.
Reformasi dan revitalisasi pendidikan tinggi merupakan element yang sangat penting dalam
8 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
reformasi umat Islam dan dalam membangkitkan kesadaran aspirasi budaya dan keberhasilan dalam misi global mereka. Oleh karena itu, reformasi pendidikan tinggi harus dimulai dari akarnya dengan menyingkirkan penyimpangan yang menghambat mereka. Ini harus dimulai dengan Islamisasi pengetahuan berdasarkan pada pondasi yang benar. Ini membutuhkan perubahan pada pendekatan pengetahuan dan penyatuan sumber daya manusia dan mental. Pengetahuan yang ada harus memberikan suatu dimensi spiritual dan moral yang menyeluruh, dan juga memberikan hukum universal, kelengkapan keilmuan dan teknologi. Oleh karena itu, halangan harus disingkirkan, dan pemikiran, pembelajaran, serta penelitian akan difokuskan pada sifat dan keadaan, dengan menjalankan prinsip-prinsi hukum alam dan sebab akibat, juga dengan bimbingan pengetahuan.
Islamisasi pengetahuan – dengan pendangan universalnya yang cukup baik, dan merupakan sumber kelimuan yang terpadu dan penelitian terhadap aturan-aturan alami – akan mencerahkan pemikiran kaum Muslim dan membuat mereka mampu mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan pengetahuan, membebaskan mereka dari pengaruh tahayul dan kepalsuan, juga dari hambatan yang disebabkan oleh ketidakkonsistenan, ilusi, dan sifat keras kepala. Dalam membebaskan pikiran, Islamisasi pendidikan akan membuat umat mampu berjalan dalam koridor ilmu dan pengetahuan dengan kekuatan, kepercayaan, serta keinginan untuk maju. Ini akan memberi mereka senjata dalam mencari reformasi, kreativitas, dan kompetensi. Oleh karena itu, mereka akan mencapai kapasitas yang cukup bagi performa mereka dan memiliki kemampuan untuk menghadapi tantangan, menyelesaikan masalah, dan mencapai tujuan akhir.
Persyaratan bagi perbaikan budaya dan kurikulum pendidikan adalah pandangan Islami yang telah berubah dan pendekatan intelektual yang baik, dan pada gilirannya ini akan menjadi persyaratan bagi reformasi bangunan jiwa, memberi bimbingan pada setiap langkah dan memperbaiki performa. Saat bimbingan dan perbaikan ini dapat terlaksana, penggunaan peralatan dan perlengkapan yang tersedia akan menjadi efektif dan merupakan tindakan yang bijak untuk melaksanakan tugas, mengembalikan roda gerigi umat Muslim kembali bergerak, dan mendorong adanya produksi yang kreatif dan baik.
Oleh karena itu, jika dunia Islam berharap melakukan reformasi dengan benar setelah berabad-abad penyimpangan dan pencarian, prioritasnya adalah pada rancangan reformasi pendidikan. Langkah tersebut harus menempatkan kualitas di depan kuantitas, intisari di depan fasilitas, dan kurikulum di depan instrumen, dan jangan sampai gagal dalam membuat masing-masing mewujudkan tujuannya tanpa halangan.
Keseimbangan kualitas dan kuantitas, isi dan fasilitas, merupakan ciri Negara yang memiliki
9 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
kemampuan performa yang baik. Dengan budaya, pendidikan dan pembelajaran, negara-negara ini dapat mengekspresikan identitas dan pondasi kebudayaan mereka. Keseimbangan itu berasal dari sumber energi dan performa mereka. Mereka menempatkan urusan budaya dan pendidikan, serta pelatihan manusia dan menggali potensi kreatif sebagai prioritas utama. Mereka menyediakan warga negaranya dengan semua smber daya yang ada, dan mereka memastikan bahwa mereka akan menjadi alat untuk mencapai tujuan.
Negara yang tertinggal, sebaliknya, terbiasa meniru. Sistem pendidikan mereka gagal menunjukkan prinsip dasar, ciri, dan kekhususan budaya mereka. Mereka hanyalah kombinasi palsu dari visi dan orientasi. Kebutuhan dan persyaratan pendidikan ditempatkan pada urutan terakhir kepentingan mereka, dan hal ini menjadi penyebab kegagalan ketika mereka dilanda permasalahan. Namun, sebenarnya pembaharuan energi dan perbaikan performa tergantung kepada kualitas budaya dan pada perbaikan kurikulum pendidikan.
Islamisasi Pendidikan: Suatu Eksperimen dalam Revitalisasi Pendidikan Tinggi
Islamisasi pendidikan merupakan suatu isu yang berhubungan dengan pengetahuan, pembelajaran, dan pendidikan. Istilah tersebut berasal dan berkembang dari pemikiran dan kesadaran suatu kelompok Muslim, yang sadar akan semangat dan kekuatan kultural budaya Islam dan sadar akan peran yang mereka mainkan dalam meningkatkan budaya umat he horizon baru yang menjadi titik awal Negara yang mengembangkan budayanya dan mencapai tujuannya. Kalangan ini paham akan kebaikan nilai-nilai Islam dalam menempatkan umat Islam dalam sejarah manusia.
Dengan kepercayaan yang kuat akan Islamisasi pengetahuan, kelompok ini terbentuk untuk menggabungkan sejarah dan budaya Islam di satu sisi dengan budaya kontemporer dan ilmu pengetahuan modern di sisi lain. Kelompok ini juga memiliki kebijakan dan kecanggihan yang tinggi, yang berasal dari pengalaman para anggotanya. Dengan kata lain, konstitusi intelektual yang tinggi dari kalangan ini membuat mereka dapat menggabungkan disiplin ilmu yang telah ada dengan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia.
Perpaduan pengetahuan ini tampak pada beberapa tulisan para anggotanya, seperti The Islamic Theory of Economics: Philosophy and Contemporary Means (1960), dan tampak pula dalam usaha kelompok ini untuk mendirikan suatu masyarakat dengan budaya Islam, the Association of Muslim Students di Amerika Serikat pada tahun 1963. Perkumpulan tersebut
10 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
berkembang dan menjadi inti dari institusi Islam yang disponsori oleh Islamization of Knowledge Movement. Dari perspektif intelektual, yang paling penting dari semua ini adalah adanya the Association of Muslim Social Scientists di Amerika dan Kanada (berdiri tahun 1972), the International Institute of Islamic Thaought (1981), dan yang terbaru dalah the Child Development Institution (1999).
Gagasan Islamisasi pengetahuan didasarkan pada kesadaran bahwa inti dari krisis dan buruknya performa umat Islam adalah, yang pertama, distorsi yang telah menggerogoti pemikiran umat Islam, merusak kesatuan pengetahuan dan merubahnya menjadi pengetahuan yang stagnan dan sekedar tekstual. Distori ini juga telah menyingkirkan peran pengetahuan manusia dalam struktur pemikiran keislaman dan menghancurkan bibit kedisiplinan manusia yang telah tumbuh dalam konsep-konsep pemikiran Islam. Akibatnya adalah penurunan kekuatan dan kesatuan institusi. Terlebih lagi, wacana keagamaan telah mengembangkan suatu sifat yang mengintimidasi, mendorong umat Islam ke dalam keadaan pasif, dengan menyebarkan fenomena kelumpuhan intelektual dan kesewenangan politik yang menyebabkan mereka kehilangan kreativitas, semangat budaya, dan mengalami kemunduran dan penghinaan. Orang yang enggan dan ketakutan tidak mau berusaha lebih keras, padahal kebaikan, dedikasi, dan kreativitas merupakan ciri orang yang berkemauan keras dan berjiwa kuat.
Islamisasi pengetahuan merupakan rancangan untuk merumuskan ulang pemikiran keislaman, menggunakan dasar-dasar Islam dan prinsip-prinsip kemanusiaan, global, dan kebudayaan Islam yang pada akhirnya didasarkan pada tauhid dan pengabdian. Rancangan tersebut bertujuan untuk mendapatkan pandangan Islam yang menyeluruh dan positif yang berperan sebagai dasar dan titik awal. Rancangan tersebut juga mencoba mereformasi pendekatan pendidikan, sehingga pendidikan akan dibangun pada suatu konsep yang terkendali, analitis, dan menyeluruhdan dengan perpaduan antara pengetahuan ketuhanan dan pengetahuan manusia. Rancangan tersebut mengacu kepada kenyataan kehidupan dengan tujuan mewujudkan tujuan hukum Islam, yaitu kesejahteraan dan kesatuan. Ini juga mempelajari prinsip-psinsip sebab akibat dan ketentuan yang Kuasa atas alam semesta. Oleh karena itu, rancangan ini memberikan alat yang memadai untuk memurnikan budaya Islam dan menyingkirkan permasalahan yang membelit selama ini, termasuk tahayul, kepalsuan, kekotoran, serta ilusi. Akhirnya, atas kuasa Tuhan, rancangan tersebut akan memberikan masukan pendidikan dan budaya untuk memperbaiki konsitutsi mental dan psikologis umat Islam dan masing-masing individu serta membangkitkan generasi yang memiliki kekuatan, kemampuan, serta produktivitas.
The International Institute of Islamic Thought memandang bahwa tugas utamanya adalah mengingatkan pendidik dan kaum intelektual akan krisis dan aspek reformasi pendidikan, sehingga membuat mereka melihat situasi dengan lebih jelas. Dengan demikian, mereka juga
11 / 12
Islamisasi dan Pembaharuan Teori dan Praktek di Perguruan Tinggi - Bahagian 1
bisa membagi tugas dalam hal reformasi dan pengembangan budaya, perbaikan dan pengesahan kurikulum pendidikan, serta mendorong semangat umat Muslim untuk melakukan kemajuan.
The International Institute of Islamic Thought bekerjasama dengan kalangan intelektual di berbagai kota Muslim dan di segala penjuru dunia dalam usaha bersama yang telah menghasilkan pemikir dan cendekia berlandasan dialog dan menghasilkan sumbangan intelektual. Usaha institusi tersebut telah menghasilkan dan menyelenggarakan institusi, lembaga, konferensi, symposium, publikasi, dan terbitan berkala dalam bahasa Arab, Inggris dan beberapa bahasa lain yang digunakan di Negara-negara Muslim. Institusi tersebut telah mensponsori aktivitas kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki perhatian terhadap reformasi pendidikan dan intelektual. Semua ini memperlihatkan suatu harapan, janji, yang diberikan dalam diskusi akademis yang digali dan digunakan dalam rekonstruksi pemikiran umat Islam dan pembentukan dasar-dasar kebudayaan. Ini merupakan hal terpenting dalam menciptakan kondisi yang berguna bagi kebangkitan umat, mengaktifkan potensi mereka, serta melaksanakan kegiatan kebudayaan untuk kemanusiaan, atas kehendak Tuhan. -
Bahagian 2
12 / 12