ISLAM, ETOS KERJA DAN PEMBANGUNAN Fuad Mahbub Siraj, Ph. D1 Abstract This paper wants to show the relation between Islam, the spirit of work and development. Islam emphasize that man is the main factor of change and development. Islam strongly recommends to work and build. Change and renewal is something that very principle in Islam, because of the changes and reforms brought to the dynamism and without any changes then life became static and monotonous. Islam is the religion of Rahmat al-‘Alamin, religion that wants people to try to do the best and create the renewal order to complete the creation of Islam. Civilization and development will not emerge by itself but was created and Islam strongly encourages people to create change as the demands of the dynamic nature and purpose of life. Potential ethical and moral and spiritual is also a companion and the driving factor for the successful development of ethical religious, morals and religion can be used as a good measuring tool development process. Therefore a balance between mind and body are very important in creating change and renewal or development in all aspects of human life. With this we can see that the objective of development in Islam is to create prosperity and happiness of the world and the hereafter. Key word: Islam, the Spirit of Work and development
Pendahuluan Kata Islam berasal dari bahasa Arab, yang berarti selamat dan sejahtera. Islam juga berarti tunduk dan patuh. Kedua arti Islam ini bisa direkonsiliasikan, untuk dapat selamat dan sejahtera seseorang harus tunduk dan patuh terhadap semua aturan Allah SWT. Alam semesta (univerce) sebenarnya juga Islam terhadap Allah2. Kemudian semua agama yang diturunkan Allah SWT kepada para nabi dan para rasul-Nya adalah Islam. Berikutnya kata Islam ini dijadikan Allah untuk nama agama terakhir yang dibawa pula oleh nabi terakhir, yakni Muhammad SAW. Ini bukanlah suatu kebetulan tetapi merupakan sesuatu yang sudah diskenariokan oleh Allah SWT. Allah yang dalam al-Qur’an disebut dengan khaliq, ism fa’il, berarti pencipta yang berkesinambungan. Kata ini juga menunjukkan bahwa Allah bersifat dinamis dan manusia sebagai ciptaan-Nya diharapkan dapat meniru kedinamisan Allah. Dengan kedinamikaan ini, sebagai mandataris Allah, manusia akan mampu mnegolah alam dan juga memenuhi kebutuhan hidupnya. Kehadiran Islam sebagai agama wahyu yang terakhir dimaksudkan untuk meluruskan garis lurus agama-agama sebelumnya. Dalam artian, Islam tidak hanya membenarkan agama lain, namun dengan periode yang terbatas sesuai dengan masa terutusnya nabi dan rasulnya, juga kebenaran yang ada dan sekaligus mengemukakan pembetulan terhadap Pengajar pada Program Studi Falsafah dan Agama, Universitas Paramadina, Jakarta 2 Baca Surat Fushshilat: 11
1
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam agama-agama lain tersebut, kemudian memberikan penjelasan tentang kebenaran itu. Inilah keistimewaan Islam, ia terbuka terhadap unsur luar selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar atau prinsip pokok dari ajaranajarannya, yang periodenya sampai akhitr zaman. Islam adalah agama rahmatan li al-‘âlamîn (agama kasih sayang) yang amat sempurna. Ia cocok untuk segala tempat dan etnis (al-shâlih li kulli zamân wa makân). Islam adalah agama wahyu taraf terakhir dari proses evolusi agama sejak dari Nabi Adam As. Agama diturunkan Allah sesuai dengan tingkat kecerdasan manusia yang menerimanya. Agama yang diberikan kepada Nabi Adam adalah agama tingkat kecerdasan manusia tingkat bayi. Begitulah seterusnya kepada nabi-nabi lain, tingkat kecerdasan anak-anak, remaja dan lainnya. Karena itu agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang disebut Islam adalah agama tingkat kecerdasan manusia yang sudah dewasa. Dengan demikian, bagaimanapun bentuk masalah baru yang muncul, sudah ada solusinya dalam al-Qur`an. Perlu di kemukakan bahwa ayat-ayat al-Qur`an terdiri dari Muhkamat dan Mutasyabihat3. Ayat Muhkamat, yaitu ayat-ayat yang artinya pasti sebagaimana yang diberikan teks dan tidak dapat ditafsirkan lagi. Sedangkan ayat Mutasyabihat , yaitu ayat-ayat yang artinya tidak pasti dan masih ada peluang untuk ditafsirkan, atau ayat-ayat yang tidak sati arti, bisa dua dan lebih. Dalam al-Qur`an paling banyak ayat-ayat yang berbentuk Mutasyabihat dari pada ayat Muhkamat. Pada ayat Mutasyabihat inilah terjadi proses perkembangan ajaran Islam dalam berbagai aspek. Hal ini mengindikasikan adanya upaya penafsiran manusia dalam menyelesaikan persoalan kontemporer yang tidak ada dalilnya secara tegas di dalam alQur`an maupun Sunnah, dengan catatan tidak keluar dari prinsip Islam. Penafsiran ini diperlukan guna menemukan titik temu antara hakikat Islam dengan semangat zaman yang selalu mengalami perubahan. Dewasa ini telah terjadi perkembangan pemikiran Islam dalam beberapa bentuk. Seperti Islam Fundamentalis, yang mereka memahami Islam hanya sebatas lambang bukan substansi. Paham ini akan melahirkan sikap radikal, emosional. Mereka menilai pendapat mereka saja yang benar dan mereka tidak segan-segan menyebut orang yang tidak sependapat dengan mereka dengan sebutan kafir dan halal darahnya. Berseberangan dengan Fundamentalis, Islam Liberal, yang mereka memahami Islam dengan mengandalkan sepenuhnya akal semata. Padahal akal manusia itu sangat terbatas, sehingga tidak heran kalau paham ini melabrak prinsip pokok Islam. Berkaca dengan dua kutub yang berseberangan ini, tampillah aliran Islam al-Wasathiyyah atau yang lebih akrab dengan nama Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Paham ini berada di garis tengah antara kedua aliran di atas, dengan mengusung kebebasan berfikir 3 Baca surat al-Imran: 7 72
Fuad Mahbub Siraj Islam, Etos Kerja dan Pembangunan I
manusia dalam menelaah nash Qur`an maupun hadis secara kontekstual dengan syarat tidak keluar dari prinsip pokok Islam atau ayat-ayat muhkamat. Pengertian Etos Kerja Etos kerja merupakan istilah yang berasal dari dua kata, yakni etos dan kerja. Secara etimologis, istilah etos berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti nilai, sifat, pandangan hidup seseorang atau suatu kelompok atau komunitas.4 Nilai dan sifat yang terkandung dalam etos kerja berhubungan dengan kualitas perbuatan atau tindakan yang dilakukan, sehingga perbuatan dan tindakan tersebut menjadi lebih terarah dan bermakna dalam kehidupan. Perbuatan atau pekerjaan tidak dilakukan secara spontan yang hanya bersifat kebetulan, namun ia senantiasa memiliki prinsip dan tujuan yang bisa menjadi energi dalam proses berbuat itu sendiri. Dengan demikian, pekerjaan atau dorongan untuk mencapai sesuatu. Artinya, etos yang dimaksudkan adalah suatu pandangan atau dorongan yang mengandung nilai atau sifat sehingga suatu pekerjaan bisa dilakukan secara terarah dan tersistematis. Secara terminologis, istilah etos dapat dipahami dari beberapa pendapat cendikiawan muslim. Taufik Abdullah dalam karyanya Agama dan Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi menjelaskan bahwa etos kerja memberikan gambaran bahwa etos merupakan aspek evaluatif yang bersifat menilai.5 Defenisi ini memberikan gambaran bahwa etos merupakan standar yang bisa digunakan dalam menentukan keberhasilan suatu perbuatan. Bahkan, etos bisa digunakan untuk memberikan evaluasi kualitas dari perbuatan itu sendiri. Dengan demikian, etos sebagai ukuran dalam menjelaskan karakter atau bentuk perbuatan yang diinginkan. Sejalan dengan defenisi di atas, Phillip L. Harriman dalam bukunya HandBook of Psychology Term yang diterjemahkan oleh MW. Husodo menjelaskan bahwa etos merupakan system nilai yang dianut seseorang atau kelompok yang melatarbelakangi mundurnya suatu perbuatan atau tata cara sosial suatu komunitas.6 Etos dipandang sebagai dasar untuk menentukan corak dan arah suatu perbuatan. Setiap pekerjaan dan perbuatan yang dilakukan manusia tidak terlepas dari faktor apa yang medorongnya, sehingga perbuatan tersebut dilakukan lebih tersistematis yang pada akhirnya bisa mencapai tujuan perbuatan itu sendiri. Kedua defenisi etos tersebut, mempunyai sisi perbedaan dan persamaan. Perbedaannya adalah dari sisi fungsi dan eksistensi etos dalam suatu perbuatan, sedangkan sisi persamaannya adalah menempatkan makna etos 4 5 6
Mochtar Buchori, Penelitian Pendidikan dan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: IKIP Muhammadiyah Press, 1994), h. 6. Taufik Abdullah Ed., Agama dan Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi, (Jakarta: LP3ES, 1993), h. 3. Phillip L. Harriman, Pedoman Untuk Mengetahui Istilah Psikologi, judul asli “Handbook of Pshychology Term”, diterjemahkan oleh MW. Husodo, (Jakarta: Restu Agung, 1995), h. 80. 73
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
sebagai faktor utama pendorong terjadinya suatu prilaku atau perbuatan. Dengan demikian, gambaran tentang etos bukan hanya sebagai sistem nilai yang memberikan arah suatu perbuatan, melainkan ia bisa memiliki fungsi sebagai faktor pendorong atau motivator dalam melakukan suatu perbuatan. Setiap perbuatan bisa terjadi bila didesak oleh motivasi yang terdapat pada seseorang atau komunitas tertentu. Oleh karena itu, etos bisa dimaknai dengan spririt atau etika yang bisa memberikan dorongan kepada seseorang dalam melakukan perbuatan. Lebih lanjut, dalam rangka mencari gambaran etos dalam konteks yang lebih spesifik, Nurcholish Madjid memberikan defenisi etos sebagai watak atau karakter.7 Watak atau karakter perbuatan merupakan identitas suatu perbuatan sehingga perbuatan tersebut menjadi ciri khas komunitas tertentu yang membedakannya dengan komunitas lain. Bahkan dalam bentuk yang lebih spesifik, pemahaman etos mengarah kepada istilah etika. Etika merupakan istilah yang terambil dari kata etos yang merujuk kepada makna “akhlak”. Dalam konteks ini perbuatan tertentu sangat ditentukan oleh bagaimana cara melakukannya. Bagaimana bentuk melakukan suatu perbuatan sekaligus sebagai indikator untuk memahami kualitas esensial seseorang atau suatu kelompok,8 termasuk suatu bangsa.9 Berdasarkan defenisi etos yang diberikan Nurcholish Madjid ini, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa etos dalam suatu perbuatan atau pekerjaan tertentu dapat dilihat dari cara melakukan perbuatan tersebut, sehingga si pelakunya menjadi lebih bermartabat atau terhormat. Berdasarkan pengertian di atas dapat ditegaskan, bahwa etos dapat dipahami sebagai suatu pandangan hidup atau nilai yang bisa menentukan bagaimana suatu perbuatan dilakukan secara lebih sempurna sekaligus menjadi karakter suatu kelompok atau komunitas dalam prilaku sosial. Dengan adanya etos, perbuatan seseorang atau suatu kelompok lebih terlihat memiliki ruh sekaligus sebagai semangat dalam mendorong suatu perbuatan, sehingga dalam perbuatan tersebut menggambarkan suatu identitas tertentu. Bahkan eksistensi etos menjadikan seseorang atau suatu kelompok bisa menjadi lebih maju, karena etos bermakna alat untuk mengevaluasi setiap perbuatan yang telah dilakukan. Hal ini dapat digambarkan pada kesimpulan yang diberikan Webber terhadap kemajuan bangsa Eropa, bahwa berbagai kemajuan di Eropa banyak didorong oleh etika Protestan. Semangat kapitalisme di Eropa didasarkan etika Protestan yang mendorong untuk bersikap tegas terhadap perlunya kerja keras
7 8 9 74
Nurcholish Madjid, Islam Doktirn dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimnana Kemanusiaan dan Kemoderenan, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), h. 410. Musa Asy’arie, Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan ekonomi Umat, (Yogyakarta: Lesfi, 1997), h. 34. Nurcholish Madjid, islam Doktrin dan Peradaban, h. 410.
Fuad Mahbub Siraj Islam, Etos Kerja dan Pembangunan I
melalui proses “rasionalisasi dunia” dan melarang segala bentuk pemborosan.10 Pandangan di atas menjadi patokan bagi penulis untuk merumuskan istilah etos yang penulis maksudkan. Etos merupakan prinsip atau dasar yang bisa menjadi semangat atau motivasi dalam melakukan suatu perbuatan. Adanya etos memberikan identitas terhadap suatu perbuatan dalam hal untuk apa suatu perbuatan dilakukan. Ada orang melakukan suatu perbuatan untuk mendapat sesuatu yang lebih baik atau ada orang yang melakukan suatu perbuatan sebagai wujud perwujudan kepatuhan dan ketundukan dari sistem keyakinan yang dianutnya. Bila yang menjadi patokan etos merupakan perwujudan kepatuhan dari suatu sistem keyakinan, hal ini sudah terjadi dalam kondisi masyarakat Eropa, yang pada akhirnya membangkitkan kapitaslime di Barat, sebagaimana dijelaskan Taufik Abdullah sebelumnya. Dalam konnteks ini, etos dikaitkan dengan agama akan melahirkan sikap konsistensi pemeluknya dalam melakukan suatu perbuatan atau pekerjaan. Agama sebagai nilai yang bisa memberikan arah dan nilai suatu perbuatan. Apabila ajaran Kristen Protestan bisa menjadi motivator bagi kebangkitan masyarakat Eropa –kebangkitan kapitalisme Barat—maka dengan demikian semua agama dengan keyakinan dan ajaran yang terdapat di dalamnya tidak tertutup kemungkinan bisa berperan dalam membangkitkan pekerjaan semua umat beragama, termasuk agama Islam. Idealnya setiap perbuatan yang dilakukan manusia merupakan cerminan ketundukan dan kepatuhan dari sistem keyakinan yang dianutnya. Akan tetapi, bila hal ini dilihat dari konteks sosial kehidupan, maka nuansa penjabaran keyakinan tersebut menjadi semakin pudar akibat adanya bentukan keuntungan yang lebih bersifat pragmatis dan hedonis. Dalam Islam prinsip eksistensi manusia di permukaan bumi kaitannya dengan Sang Pencipta merupakan pengabdian terhadap Pencipta itu sendiri. Gambaran tentang penjabaran keberadaan manusia dalam pandangan Islam memang sudah termaktub dalam al-Qur’an yang merupakan kitab suci agama Islam, yang sekaligus sumber dan landasan motivasi untuk melakukan perbuatan sesuai dengan tujuan diciptakan manusia, yaitu untuk mengabdi, sebagaimana dijelaskan dalam surat alZariyat ayat 56. nilai pengabdian yang terdapat pada diri umat Islam merupakan motivasi untuk melakukan suatu perbuatan sesuai dengan keinginan Sang Pencipta. Kaitannya dengan etos, maka nilai pengabdian tersebut menjadi norma dan cara diri seseorang mempersepsi, memandang dan meyakini sesuatu.11 Dengan demikian dapat diambil kesimpulan
10 Kerja keras akan menghilangkan keraguan religius dan memberikan kepatian rahmat. Dalam hal ini, kerja keras bukan hanya sekedar pemenuhan keperluan, melainkan menjadi suatu tugas yang suci Lihat Taufik Abdullah, Agama dan Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi., h. 9. 11 Musa Asy’arie, Etos…, h. 26. 75
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
bahwa etos adalah suatu cara seseorang memahami, meyakini suatu pekerjaan sesuai dengan nilai atau ajaran yang dimilikinya. Istilah yang mengiringi kata etos adalah kerja (etos kerja). Kata kerja secara etimologis berarti kegiatan melakukan sesuatu.12 Sebagai kata dasar, istilah kerja mengandung suatu proses dalam melakukan suatu tindakan atau perbuatan. Kerja biasanya menjelaskan suatu tindakan atau perbuatan berkaitan dengan gerakan yang dilakukan manusia. Gerakan manusia pada satu sisi dapat dipahami sebagai gerakan beraturan yang didorong oleh akal, di sisi lain merupakan gerakan yang tidak beraturan yang tidak didorong oleh akal, seperti yang terlihat pada bayi. Agar mendapatkan pemahaman yang lebih utuh berkaitan dengan istilah kerja, maka dapat dikutip beberapa pandangan para ahli sebagai pemahaman secara terminologis. Di antaranya, Abdul Aziz al-Qussy yang menulis buku diterjemahkan oleh Zakiah Daradjat dengan judul PokokPokok Kesehatan Jiwa/Mental, menjelaskan bahwa perbuatan atau gerak yang terjadi pada diri manusia terdiri dari dua jenis, yaitu pertama, perbuatan atau gerak yang dilakukan dengan sengaja yang didasari oleh akal pikiran, kedua, perbuatan atau gerak yang dilakukan secara spontan, seperti gerakan pada bayi.13 Kerja yang didasari oleh akal untuk mencapai tujuan tertentu biasanya diiringi proses melakukan tindakan atau pekerjaan secara sistematis dan beraturan. Sisi beraturan satu pekerjaan merupakan gambaran yang nyata bahwa setiap pekerjaan tersebut mengandung makna tertentu. Sementara kerja sisi yang kedua hanya merupakan gerak atau kerja yang terjadi tanpa dorongan atau proses berpikir. Berdasarkan pengertian kerja di atas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa jenis pembagian kerja yang pertama, yaitu suatu gerakan atau tindakan melakukan sesuatu yang didorong oleh suatu kehendak berdasarkan proses berpikir secara teratur dan sistematis. Dalam hal ini, kerja merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja dan mempunyai motif dan tujuan tertentu. Uraian yang telah dipaparkan sebelumnya merupakan gambaran bahwa istilah etos dan kerja memiliki pemahaman pada orientasi yang lebih bermakna. Namun ketika kedua istilah tersebut dipadukan menjadi satu, yaitu etos kerja, maka ia akan memberikan pengertian tersendiri. Secara etimologis, etos kerja merujuk pada pemahaman yang sebelumnya, yaitu suatu pandangan yang khas dari satu kaum atau seseorang tentang suatu pekerjaan.14 Kekhasan suatu perbuatan atau pekerjaan sangat ditentukan oleh etos kerja yang dimiliki atau diyakini seseorang atau suatu komunitas tertentu. Kekhasan tersebut bisa ditentukan oleh formulasi yang bersifat
12 13 14 76
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, h. 488. Abdul Aziz al-Qussy, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Penterjemah Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 100-101. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, h. 237.
Fuad Mahbub Siraj Islam, Etos Kerja dan Pembangunan I
pragmatis dan kesenangan tertentu, namun juga bisa berbentuk seperangkat keyakinan etis, seperti agama. Secara terminologis, etos kerja dapat dipahami dari beberapa pandangan kalangan ahli. Musa Ays’arie dalam bukunya Islam, Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi Umat menjelaskan bahwa etos kerja merupakan pancaran atau cara pandang yang terpantul dari sikap hidup manusia yang mendasar tentang suatu pekerjaan atau perbuatan.15 Sedangkan Muchtar Buchori memberikan defenisi etos kerja dalam bukunya Penelitian Pendidikan dan Pendidikan Islan di Indonesia sebagai pandangan atau sikap seseorang tentang cara kerja yang dimiliki seseorang atau sekelompok komunitas.16 Dari dua defenisi di atas dapat dipahami bahwa pertama, etos kerja merupakan suatu sikap tentang kerja yang meliputi substansi dari kerja itu sendiri. Kualitas dan karakter pekerjaan akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara pandang seseorang tentang pekerjaan itu sendiri. Jika pekerjaan sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan, maka puncak kebahagiaannya adalah ketika seseorang mendapatkan keuntungan dari pekerjaan yang sudah dilakukan. Namun, bila seseorang bekerja merupakan cerminan pengabdian terhadap suatu keyakinan, maka kebahagiaan yang diperolehnya meliputi wujud pengabdiannya itu sendiri. Sedangkan kedua, merupakan suatu sikap terhadap cara kerja tertentu. Dua hal ini dapat dipahami secara bersama bahwa etos kerja merupakan satu sikap atau pandangan terhadap kerja yang meliputi substansi dan aspek teknis pekerjaan itu sendiri. Suatu pekerjaan akan lebih bermakna, apabila didorong oleh satu sikap atau motivasi tentang tujuan bekerja yang kemudian diwujudkan dalam proses melakukan pekerjaan itu sendiri. Berdasarkan penjelasan sejumlah defenisi sebelumnya, dapat diambil satu kesimpulan bahwa etos kerja merupakan karakter seseorang dalam memahami sebuah pekerjaan. Munculnya suatu perbuatan atau pekerjaan tidak terlepas dari semangat (ruh) untuk melakukan perbuatan yang disertai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam perbuatan. Sedangkan eksistensi etos kerja ini sendiri bisa dilihat dalam bentuk perorangan ataupun kelompok komunitas tertentu. Etos kerja identik dengan semangat atau inspirasi seseorang dalam melakukan perbuatan atau pekerjaan. Di samping sebagai inspirasi yang bisa memberikan motivasi bekerja, etos kerja bisa dipahami sebagai seperangkat etika atau yang berbentuk kode etik dalam bekerja, apabila dihubungkan dengan aspek etisnya (kata yang terambil dari etos). Dalam hal ini, etos kerja lebih identik dengan aspek teknis seseorang melakukan pekerjaan. Motivasi bekerja bukan hanya sekedar untuk memenuhi maksud atau tujuan tertentu, bahkan lebih dari itu bagaimana proses sisi teknis bekerja 15 Musa Asy’arie, Etos....., h. 33-34. 16 Muchtar Buchori, Penelitian Pendidikan...., h. 6. 77
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
diwarnai oleh cara-cara yang dibenarkan secara moral ataupun secara agama. Berdasarkan beberapa defenisi yang telah diungkapkan sebelumnya, dapat penulis berikan formulasi tentang etos kerja yang dimaksudkan dalam tulisan ini, yaitu cara pandang yang diyakini seorang muslim terhadap kerja yang mempunyai tujuan dalam mencapai maksud tertentu. Dalam hal ini, bekerja bukan saja untuk menahan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal saleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur. Etos Kerja dan Pembangunan dalam Pandangan Islam Manusia diciptakan oleh Allah terdiri atas dua unsur, jasmani dan rohani. Kedua unsur tersebut mempunyai kebutuhannya masing-masing. Jasmani bersifat materi oleh karena itu kebutuhan jasmani juga yang bersifat materi sedangkan rohani bersifat inmateri maka kebutuhan rohani juga segala sesuatu yang bersifat inmateri. Kebutuhan jasmani bisa berupa makan, minum, ilmu dan lain sebagainya sedangkan kebutuhan rohani adalah ibadah serta hal yang berkaitan dengan spritualitas atau hubungan terhadap Allah. Antara jasmani dan rohani mempunyai keterkaitan dan harus seimbang. Ini dapat kita lihat dengan ungkapan Einsten yang mengatakan bahwa ilmu tanpa amal akan menyebabkan kehancuran dan iman tanpa ilmu tidak akan pernah berkembang. Istilah pembangunan dalam berbagai bentuk selalu diidentikkan sebagai perubahan dan pembaharuan dari sesuatu kepada sesuatu. Pembangunan itu sendiri dapat berupa fisik ataupun non fisik. Perubahan dan pembaharuan merupakan sesuatu yang sangat prinsip dalam Islam, karena perubahan dan pembaharuan membawa kepada kedinamisan dan tanpa perubahan maka kehidupan menjadi statis dan monoton. Agama Islam adalah agama yang rahmat al-‘Alamin, agama yang menginginkan umatnya untuk berusaha melakukan yang terbaik dan menciptakan pembaharuan agar terciptanya Islam yang paripurna. Nabi Muhammad adalah bukti konkrit seseorang yang memainkan perannya sebagai muslim yang melakukan perubahan secara menyeluruh, baik fisik maupun non fisik, yang berkaitan dengan peradaban dan nilai-nilai manusiawi ataupun sebagai seorang pemimpin umat dan keluarga. Peradaban dan pembangunan tidak akan muncul dengan sendirinya melainkan diciptakan dan Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menciptakan perubahan sebagai tuntutan alam dan tujuan kedinamisan hidup. Dengan kata lain, Islam menggaris bawahi bahwa manusia merupakan faktor utama dalam peruabahan dan pembangunan. Sumber daya manusia yang cerdas dan rasional akan menciptakan perubahan yang signifikan dalam segala aspek pembangunan dan sumber daya manusia yang bermoral akan menciptakan pembangunan yang spritualistis dan bertanggung jawab. Potensi etik dan moral serta spiritual agama juga merupakan faktor pendamping dan pendorong keberhasilan pembangunan karena agama etik, moral dan agama bisa dijadikan sebagai alat ukur 78
Fuad Mahbub Siraj Islam, Etos Kerja dan Pembangunan I
kebaikan proses pembangunan.17 Oleh karena itu keseimbangan antara jasmani dan rohani sangatlah penting dalam menciptakan perubahan serta pembaharuan atau pembangunan dalam segala aspek kehidupan manusia. Dengan ini kita dapat melihat bahwa tujuan pembangunan dalam Islam adalah menciptakan kemakmuran dan kebahagiaan dunia serta akhirat. Berangkat dari hal inilah, maka kita dapat melihat bahwa Islam sangat menganjurkan untuk bekerja dan membangun. Iqbal pernah mengatakan bahwa kafir yang aktif lebih baik daripada mukmin yang pemalas. Dalam surat al-Jum’ah ayat 10 disebutkan bahwa manusia di suruh oleh Allah untuk bertebaran di muka bumi untuk mencari karunia Allah dan selalu ingat kepada Allah.18 Surat at-Taubah ayat 105 juga memerintahkan manusia untuk bekerja sehingga nantinya Allah dan Rasul serta manusia yang lain akan melihat pekerjaan kita dan kita akan mendapatkan apa yang telah kita kerjakan.19 Dari kedua ayat tersebut dapat kita lihat bahwa Islam sangat menganjurkan manusia untuk bekerja keras dan membangun serta tidak lupa terhadap Allah sebagai kebutuhan rohani manusia. Pembangunan yang diinginkan Islam adalah pembangunan yang seimbang antara ilmu dengan iman sehingga tidak terjadi kehancuran ataupun kecurangan-kecurangan. Kenyataan yang terjadi pada pendidikan Indonesia saat ini adalah tidak seimbangnya antara ilmu dan iman. Ilmu melatih manusia untuk kreatif dan berpikir tapi jika tidak ada pendidikan agama atau pendidikan akhlak pembangunan yang akan hadir adalah pembangunan yang kacau balau, oleh karena itu keseimbangan antara ilmu dan iman di segala bidang adalah sangat penting dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kesimpulan Pembangunan yang diinginkan Islam adalah pembangunan manusia seutuhnya, yakni seimbang antara ilmu dan agama atau akhlak. Manusia yang diingkan Islam adalah manusia yang rajin dan suka bekerja keras karena takdir manusia adalah manusia itu sendiri yang menentukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan sempurna jika diiringi oleh rasa syukur kepada Allah yang menciptakan semuanya. Surat al-Asyr menyebutkan bahwa waktu datang seperti angin dan pergi seperti badai, oleh karena itu manfaatkanlah waktu semaksimal mungkin dan bekerja keraslah serta bersyukur seolah-olah kita akan mati besok pagi. ____________
17 Din Syamsuddin, Etika ke-agamaan dalam Membangun Masyrakat Madani, Makalah untuk Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Denpasar, 14-18 Juli 2003, h. 3. 18 Baca surat al-Jum’ah : 10 19 Baca Surat at-Taubah: 105 79
Jurnal Universitas Paramadina Vol. 7 No. 2, Juni 2010: Edisi Khusus
Daftar Pustaka Al-Qur’an al-Karim Abdullah, Taufik, Agama dan Etos Kerja dan Pembangunan Ekonomi, Jakarta: LP3ES, 1993. Asy’arie, Musa, Islam, Etos Kerja dan Pemberdayaan ekonomi Umat, Yogyakarta: Lesfi, 1997. Al-Qussy, Abdul Aziz, Pokok-Pokok Kesehatan Jiwa/Mental, Penterjemah Zakiah Daradjat, Jakarta: Bulan Bintang, 1974. Buchori, Muchtar, Penelitian Pendidikan dan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: IKIP Muhammadiyah Press, 1994. E.K, Fisk, Pembangunan di Malaysia, Petaling Jaya: Fajar Bakti Sdn Bhd, 1983. Fyzee, A Modern Approach to Islam, London: Asia Pub. House, 1963. Harriman, Phillip L, Pedoman Untuk Mengetahui Istilah Psikologi, judul asli “Handbook of Pshychology Term”, diterjemahkan oleh MW. Husodo, Jakarta: Restu Agung, 1995. Ibrahim, Anwar, The Asian Renaissance.Singapore, Times BookInternational, 1996. Iqbal, Muhammad, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, terj. Osman Raliby, Jakarta: Bulan Bintang: 1983. _____, Misi Islam, Jakarta: Gunung Jati, 1982. Khan, majid Ali, Islam and Evolution Theory, Terj. PLP2M, Yogyakarta, 1987. Madjid, Nurcholish, Islam Doktirn dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimnana Kemanusiaan dan Kemoderenan, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992. Mnd, Jacob M.S, Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam, Bandung: Risalah, 1984. Soetrisno, Loekman, Menuju Masyarakat Partisipatif, Yogyakarta: Kanisius, 1995. Salim, Emil, Tantangan Masa Depan, Pembangunan dan Pemerataan, Jakarta: Prisma, 1982. Soedjadmoko, Pembangunan dan Kebebasan, Jakarta: LP3ES, 1984. Zar, Sirajuddin, “Islam Dalam Kepemimpinan Indonesia,” dalam al-Turas, Oktober 1995-Januari 1996. _______, Islam dan IPTEK Dalam Era Globalisasi, Padang: IAIN Press, 2002 80