AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb.) SEBAGAI ANTIPROLIFERASI PADA SEL LESTARI TUMOR MCM/IPB-B3 DAN K562
FITRI HARDIANI FATHONAH
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan skripsi berjudul Aktivitas Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Fitri Hardiani Fathonah NIM B04100127
ABSTRAK FITRI HARDIANI FATHONAH. Aktivitas Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562. Dibimbing oleh EVA HARLINA dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO. Pengobatan tumor secara konvensional menimbulkan imunosupresi dan efek samping lainnya sehingga memberikan peluang bagi pertumbuhan tumor yang progresif dan rekurens. Obat tradisional dapat menjadi alternatif dalam pengobatan tumor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 secara in vitro. Konsentrasi ekstrak etanol temu ireng yang digunakan adalah 0 ppm (kontrol negatif), 12.5 ppm (P1), 25 ppm (P2), 37.5 ppm (P3), dan 50 ppm (P4). Sebagai kontrol positif digunakan doxorubicin. Pemanenan sel dilakukan setelah confluence, yaitu pada hari ke tiga dan dilakukan penghitungan jumlah seluruh sel menggunakan hemositometer Neubauer. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dan Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol temu ireng memiliki daya penghambatan tertinggi pada konsentrasi 50 ppm sebesar 63.33% pada sel lestari tumor (MCM/IPB-B3) dan 74.59% pada sel lestari tumor (K562). Hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol temu ireng berpotensi untuk dikembangkan menjadi senyawa antitumor. Kata kunci: antiproliferasi, ekstrak temu ireng, in vitro, K562, MCM/IPB-B3, tumor
ABSTRACT FITRI HARDIANI FATHONAH. Ethanol Extract of Temu Ireng (Curcuma aerugnosa Roxb.) as Antiproliferation on MCM/IPB-B3 and K562 Cell Lines. Supervised by EVA HARLINA and BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO. Conventional treatment on tumor cause immunosupression and other side effect which provide opportunities for progressive tumor growth or recurrent. Traditional medicine can be an alternative medicine for tumor treatment. The aim of this research is to study the antiproliferation activities of ethanol extract of temu ireng on MCM/IPB-B3 and K562 tumor cell lines by in vitro culture. The concentration of ethanol extract of temu ireng were 0 ppm (negative control), 12.5 ppm (P1), 25 ppm (P2), 37.5 ppm (P3), and 50 ppm (P4) and as a positive control was doxorubicin. The cells culture were harvested after three days or confluence and all cells were counting by hemocytometer Neubauer. The data was analyzed by ANOVA and Duncan. The result showed that ethanol extract of temu ireng had the highest inhibitory effect on 50 ppm concentration both cell lines with inhibitory activity were 63.33% (MCM/IPB-B3) cell line and 74.59% for (K562) cell line. Based on those result concluded that ethanol extract temu ireng was potentially develop as an antitumor. Keywords: antiproliferation, in vitro, K562, MCM/IPB-B3, temu ireng extract, tumor
AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL TEMU IRENG (Curcuma aeruginosa Roxb.) SEBAGAI ANTIPROLIFERASI PADA SEL LESTARI TUMOR MCM/IPB-B3 DAN K562
FITRI HARDIANI FATHONAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah tumor, dengan judul Aktivitas Ekstrak Etanol Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) sebagai Antiproliferasi pada Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562. Terima kasih penulis ucapkan kepada ayahanda Lenur Komar, ibunda Titin Kustinah, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Dr Drh Eva Harlina, MSi, APVet dan Bapak Prof Drh Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D, APVet selaku pembimbing skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Elok Budi Retnani, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan memberi nasihat positif. Penghargaan penulis sampaikan kepada teman satu penelitian Ansenora Bekris dan Faizal Rafiq, teman-teman Ganglion, serta sahabat terbaik penulis Sefi, Dwi, Asa, Nadia, Nova, Mayah, Sinta, Firman, Danu, Abel, Gerard, Sri, Ulfah, Benli, dan Faisal. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2015 Fitri Hardiani Fathonah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tumor
2
Biakan Sel Lestari Tumor
2
Temu Ireng
3
Doxorubicin
4
Kematian Sel
5
METODE
6
Tempat dan Waktu Penelitian
6
Alat dan Bahan
7
Metode Penelitian
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan Jumlah Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562
8 8
Aktivitas Penghambatan (Antiprolifersi) Ekstrak Etanol Temu Ireng terhadap Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562 9 SIMPULAN DAN SARAN
13
Simpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
16
RIWAYAT HIDUP
17
DAFTAR TABEL 1 Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562
terhadap 10
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
Tanaman temu ireng dan rimpang temu ireng yang berkhasiat obat Mekanisme kerja doxorubicin pada sel kanker Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik Skema hemositometer Neubauer Penurunan jumlah sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 Mekanisme kerja kurkumin pada sel tumor
3 4 5 6 8 9 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 2 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 3 Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562 4 Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562
aktivitas 16 aktivitas 16 aktivitas 16 aktivitas 16
PENDAHULUAN Latar Belakang Tumor merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang hewan piara khususnya anjing. Selain tingkat kejadian yang cukup tinggi (mencapai 22%), jenis tumor yang menyerang sangat beragam dengan tingkat keparahan penyakit yang berbeda-beda (Priosoeryanto et al. 2000). Penyakit tumor atau neoplasma merupakan salah satu masalah dalam dunia medis yang sangat penting untuk segera ditangani. Penyebab tumor sangat bervariasi dan sangat kompleks sehingga dalam penanganannya sangat sulit, apalagi biasanya penyakit diketahui sudah mencapai stadium lanjut (Priosoeryanto et al. 2008). Pengobatan tumor yang telah dilakukan diantaranya pembedahan, cryosurgery, radioterapi, kemoterapi, terapi hormonal, imunoterapi, inhibitor angiogenesis, dan metode lainnya seperti hipertermia (terapi panas) serta fototerapi (terapi cahaya) (Sari 2008). Cara pengobatan kemoterapi dan radiasi menurut Priosoeryanto et al. (2000) memiliki beberapa kelemahan antara lain sifat toksiknya dapat menurunkan fungsi organ-organ tubuh. Oleh karena itu obat tradisional dapat menjadi pilihan yang baik dalam pengobatan tumor. Hal ini dikarenakan obat tradisional kurang memiliki efek samping dibandingkan obatobatan kimia. Selain itu obat tradisional juga mudah diperoleh dan dapat diramu sendiri (Nugrahaningtyas et al. 2005). Depkes RI (1981) mendefinisikan obat tradisional merupakan bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuhan, hewan, maupun bahan-bahan mineral. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang sangat besar, termasuk didalamnya adalah berbagai tanaman obat. Depkes RI (1981) mengindikasikan bahwa dari sekitar 326 perusahaan di Indonesia yang bergerak dalam bidang farmasi, kosmetik dan makanan, menggunakan 180 jenis tanaman. Jumlah total bahan baku yang digunakan kurang lebih sebanyak 6.223 ton. Depkes RI (1981) juga mencatat terdapat 45 jenis obat penting di Amerika yang berasal dari tanaman, dan 18 jenis diantaranya berasal dari Indonesia. Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan salah satu dari sekian banyak tanaman obat tradisional Indonesia. Temu ireng dipilih menjadi salah satu obat tradisional untuk alternatif pengobatan tumor karena berkhasiat sebagai antiradang, antibakteri, pembersih darah, antikoagulan, tonikum, pelindung hati (hepatoprotektor), antibiotik, dan antineoplastik (antikanker).
Perumusan Masalah Pengobatan tumor secara konvensional menyebabkan imunosupresi dan efek samping lainnya, sehingga memberikan peluang bagi tumor untuk tumbuh progresif dan rekurens.
2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 secara in vitro.
Manfaat Penelitian Pengetahuan tentang aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 akan bermanfaat sebagai dasar untuk mempelajari khasiat temu ireng dalam mengatasi tumor.
TINJAUAN PUSTAKA Tumor Tumor atau neoplasma diartikan sebagai suatu gangguan pertumbuhan dengan karakteristik proliferasi sel yang berlebihan, abnormal dan tidak terkontrol dari sel yang mengalami transformasi atau perubahan pada satu atau lebih tempat utama dalam tubuh inang, dan umumnya disertai dengan metastasis atau penyebaran ke bagian lain dari tubuh inang (Priosoeryanto et al. 2008). Aliza et al. (2011) mendefinisikan tumor sebagai penyakit yang disebabkan adanya pertumbuhan sel-sel yang telah kehilangan daya aturnya dengan menyerang berbagai macam sel, jaringan, ataupun organ. Penyebab tumor sangat kompleks, hal ini berkaitan dengan paparan agen karsinogen, kokarsinogen lingkungan, dan faktor predisposisi inang (Priosoeryanto et al. 2002). Menurut Pinilih (2006), penyebab tumor dapat dibedakan menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi usia, diet, dan hormon. Faktor ekstrinsik dapat berasal dari lingkungan seperti agen biologik, fisik, dan kimia. Beberapa cara pengobatan kanker yaitu dengan operasi (pembedahan), radiasi, chemotherapy, dan cancer immunotherapy (Pinilih 2006). Priosoeryanto et al. (2000) menyatakan bahwa cara pengobatan dengan menggunakan kemoterapi dan radiasi memiliki beberapa kelemahan antara lain karena sifat toksiknya dapat menurunkan fungsi fisiologik organ-organ tubuh.
Biakan Sel Lestari Tumor Sel lestari tumor adalah sel yang berasal dari tumor atau jaringan yang sudah dibiakkan secara berkala, ditumbuhkembangkan dan dipelihara serta disimpan dalam nitrogen cair. Keistimewaan dari sel lestari adalah sifatnya yang immortal karena dapat hidup pada kondisi media yang minimal (Suindra 2005). Sel MCM/IPB-B3 merupakan sel lestari tumor hasil rekayasa dari sel MCM-B2 yang telah dihilangkan enzim thymidine kinasenya, yaitu enzim yang berhubungan dengan regulasi, katalitik dan struktur gen, dan berfungsi sebagai
3 pasokan metabolik. Sel MCM-B2 diisolasi dari benign mixed tumor kelenjar mamari anjing pemburu betina berumur 10 tahun, dengan cara pembedahan, dengan massa tumor berukuran 3 cm x 5 cm. Beberapa penemuan menunjukkan adanya kemungkinan bahwa sel lestari tumor ini berasal dari sel induk (stem cell) atau sel atipikal. Sel lestari ini digunakan sebagai model untuk mempelajari diferensiasi dan proliferasi sel pada tumor mamari anjing (Priosoeryanto et al. 1995). Secara mikroskopis kultur sel menunjukkan koloni monolayer. Di dalam matriks gel kolagen, sel tumbuh membentuk koloni tiga dimensi berukuran besar dengan pola bercabang. Nukleus besar, organel-organel intrasitoplasmik dan filamen-filamen intermediet yang bervariasi diantara sel terlihat dengan pemeriksaan sitoplasmik. Sel tumor ini memiliki jumlah kromosom abnormal. Secara histologis, hasil transplantasi tumor dari sel kultur serupa dengan karsinoma anaplastik. Sel K562 adalah sel lestari yang berasal dari darah seorang wanita penderita leukemia kronis, yang berusia 53 tahun pada tahun 1970, dan bersifat suspensi. Leukemia (kanker darah) merupakan penyakit kanker yang ditandai oleh pertambahan sel darah putih atau leukosit, dengan bentuk yang tidak normal, proses berlangsung cepat dan tidak terkendali (Pinilih 2006). Kedua jenis sel lestari dipelihara dan ditumbuhkembangkan dalam medium BME/F-12 yang berisi 10% Fetal Calf Serum (FCS), 100 IU penisilin dan 100 µg streptomisin dalam inkubator CO2 bersuhu 37 oC. Biakan sel lestari kemudian disimpan dalam nitrogen cair hingga siap digunakan untuk pengujian aktivitas antiproliferasi secara in vitro.
Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) termasuk dalam famili Zingiberaceae dan genus Curcuma. Tanaman ini memiliki nama daerah temu erang (Sumatera), koneng hideung (Sunda), temu ireng (Melayu dan Minangkabau), temu ereng (Madura), temu leteng (Makasar), temu lotong (Bugis), dan temu ireng (Jawa dan Bali) (MTIC 2002). Temu ireng dapat tumbuh pada kisaran iklim yang luas di daerah tropis dan subtropis (Asia Selatan dan Tenggara). Tanaman ini merupakan tanaman berbatang lunak tahunan yang biasa hidup di bawah naungan tanaman lain. Habitat yang paling sesuai adalah daerah yang tidak terkena sinar matahari secara langsung dan kelembapan tinggi (Gambar 1).
Gambar 1 Tanaman temu ireng (kiri) dan rimpang temu ireng yang berkhasiat obat (kanan) (Dalimartha 2003)
4 Temu ireng mengandung minyak atsiri (turmerone, zingiberene), kurkuminoid (kurkumin I, II, dan III), alkaloid, saponin, pati, damar atau getah, dan lemak (Setiyono 2014). Zat warna kuning kurkuminoid terdiri dari 62% kurkumin dan 38% desmetoksikurkumin (Sari 2008). Menurut Martha Tilaar Innovation Center (MTIC), kadar minyak atsiri temu ireng sebanyak 2%. Disamping itu, tanaman ini mengandung flavonoid dan polifenol (Nugrahaningtyas et al. 2005). Rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang dapat dimanfaatkan sebagai obat cacing (anthelmintik) (Putri 2009). Kurkuminoid diketahui memiliki efek antitoksin (Setiyono 2014), dan flavonoid berkhasiat sebagai antihipertensi, merangsang pembentukan estrogen, antifungal, dan insektisida (Nugrahaningtyas et al. 2005).
Doxorubicin Doxorubicin merupakan agen kemoterapi yang sering digunakan dalam pengobatan kanker payudara. Doxorubicin memiliki beberapa efek samping diantaranya menyebabkan resistensi dan kardiotoksik sehingga akan beresiko tinggi bila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi (Meiyanto 2008).
Gambar 2 Mekanisme kerja doxorubicin pada sel kanker (Kim et al. 2009) Doxorubicin bekerja dengan cara merusak DNA. DNA yang telah rusak tersebut menginduksi mitokondria untuk melepaskan sitokrom c yang akan mengaktifkan kaspase, sehingga berefek apoptosis. P-glycoprotein menghambat kerja doxorubicin dengan cara drug efflux. BCL-2 dan BCL-XL adalah protein yang menghambat pelepasan sitokrom C, sedangkan XIAP adalah protein yang menghambat kaspase (Gambar 2).
5 Kematian Sel Kematian sel dapat disebabkan oleh berbagai cara. Kematian sel diklasifikasikan menjadi dua tipe, yakni nekrosis dan apoptosis. Nekrosis merupakan salah satu pola dasar kematian sel yang bersifat irreversible disebabkan hipoksia, iskemia, dan kerusakan membran sel (Zachary dan McGavin 2012). Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi kromatin, fragmentasi sel, dan fagositosis sel tersebut oleh tetangganya. Prinsip terjadinya inisiasi apoptosis berasal dari dua jalur, yakni ekstrinsik dan intrinsik. Jalur ekstrinsik diinisiasi melalui stimulasi reseptor kematian, sedangkan jalur intrinsik diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel.
Gambar 3 Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik (Zachary dan Mc Gavin 2012) Apoptosis melalui jalur ekstrinsik dimulai dari pelepasan molekul signal yang disebut ligan oleh sel lain, tapi bukan berasal dari sel yang akan mengalami apoptosis. Ligan tersebut berikatan dengan Tumor Necrosis Factor (TNF) yang merupakan death receptor yang terletak di permukaan sel dan menginduksi apoptosis (CCRC 2012). Ligan yang berikatan dengan reseptor akan membentuk trimer dengan adaptor Fas Associeted Death Domain (FADD) yang akan membentuk pro kaspase 8. Kemudian menjadi kaspase aktif 8 yang akan menjadi executioner kaspase sehingga menyebabkan apoptosis (Gambar 3).
6
Gambar 4 Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik (CCRC 2012) Stres mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran mitokondria. Protein kaspase 8 akan akan memotong BCL-2 kemudian akan menginduksi insersi Bax dan Bad (CCRC 2012). Protein Bax dan Bad merupakan protein yang dapat meningkatkan permeabilitas membran mitokondria terhadap sitokrom c, yang selanjutnya berikatan dengan Apoptosis Protease Activating Factor-1 (APAF-1), dan membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan kaspase 9. Kaspase 9 selanjutnya akan mengaktifkan kaspase 3 sehingga terjadilah proses kematian sel (Gambar 4).
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Januari 2015 di Laboratorium Kultur Jaringan, Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
7 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tissue culture plate 24 well, mikroplate ELISA 96 well, pipet, mikropipet, tabung ependorf 1.5 ml, inkubator 37 oC (5% CO2), bunsen, laminar air flow, vortex, hemositometer Neubauer, cover slip, dan mikroskop cahaya. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562, ekstrak etanol temu ireng yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka, Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (DMEM), Fetal Bovine Serum (FBS), gentamisin, fungizon, doxorubicin, dimetilsulfoksida (DMSO), dan trypan blue.
Metode Penelitian Metode penelitian ini berdasarkan metode Priosoeryanto et al. (1995), yaitu: 1.
Persiapan media dan ekstrak Media yang digunakan adalah 0.80 ml DMEM yang ditambahkan 50 µl antibiotik (gentamisin) dan 30 µl FBS. Ekstrak etanol temu ireng diperoleh dengan metode soxhletasi menggunakan pelarut etanol 70%. Sebanyak 0.1 g ekstrak dilarutkan dalam 400 µl DMSO, kemudian diencerkan sebanyak 5 kali, sehingga konsentrasi ekstrak yang digunakan yaitu 12.5 ppm, 25 ppm, 37.5 ppm, dan 50 ppm.
2.
Penanaman sel Suspensi sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 dicairkan terlebih dahulu (thawing). Setelah cair, suspensi sel dihomogenkan dengan vortex. Penanaman sel dilakukan pada tissue culture plate 24 well yang berisi medium penumbuh dengan empat konsentrasi ekstrak (12.5 ppm, 25 ppm, 37.5 ppm, dan 50 ppm), tidak ditambah ekstrak sebagai kontrol negatif, dan ditambah 10 µl doxorubicin sebagai kontrol positif. Sebanyak 50 µl suspensi sel lestari ditambahkan ke setiap lubang. Volume total cairan dalam satu lubang adalah 1 ml. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Suspensi sel tumor ditumbuhkan dengan menginkubasikannya dalam inkubator 37 oC (5% CO2).
3.
Pemanenan dan penghitungan sel Pemanenan sel lestari tumor dilakukan apabila sel pada lubang kontrol sudah tumbuh optimal menutupi sekitar 70% permukaan lubang (confluence) atau, kira-kira setelah 3 hari. Suspensi sel dihomogenkan menggunakan mikropipet dengan cara dihisap dan dikeluarkan. Sebanyak 100 µl suspensi sel yang telah homogen diletakkan dalam mikroplate ELISA yang sudah berisi 5 µl pewarna trypan blue, agar sel lestari tumor dapat tampak jelas di bawah mikroskop, kemudian dihomogenkan. Sebanyak 10 µl suspensi sel dengan kepadatan 5 x 103 sel/ml diteteskan pada hemositometer Neubauer, dan dilakukan penghitungan jumlah sel di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x. Sel yang dihitung adalah sel yang berada pada kotak tengah kamar hitung. Semua sel dihitung, baik sel hidup maupun sel yang sudah
8 mati. Garis kiri dan atas pada kotak dihitung untuk kotak yang bersangkutan, sedangkan garis kanan dan bawah pada kotak dihitung untuk kotak berikutnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Skema hemositometer Neubauer Hasil penghitungan sel dikonversikan ke dalam jumlah sel per ml suspensi dengan menggunakan rumus : Jumlah sel/ml = jumlah sel yang dihitung x faktor volume x faktor pengencer = jumlah sel yang dihitung x 104 x 5 x 10-2 Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase aktivitas pertumbuhan dan penghambatan sel tumor adalah sebagai berikut : Jumlah rataan sel perlakuan % aktivitas pertumbuhan =
Jumlah rataan sel kontrol negatif
x 100%
% aktivitas penghambatan = 100% - (% aktivitas pertumbuhan) 4.
Analisis data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan Jumlah Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dan K562 Pemberian ekstrak etanol temu ireng dengan konsentrasi bertingkat menurunkan jumlah sel tumor, yang menandakan adanya aktivitas antiproliferasi ekstrak terhadap pertumbuhan sel lestari tumor. Penurunan jumlah sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 disajikan pada Gambar 6.
9
Gambar 6 Penurunan jumlah sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 pada berbagai konsentrasi ekstrak temu ireng Gambar 6 menunjukkan bahwa penurunan jumlah sel lestari tumor berbanding lurus dengan peningkatan konsentrasi ekstrak etanol temu ireng. Terlihat pula ekstrak etanol temu ireng memiliki aktivitas antiproliferasi yang lebih baik terhadap sel lestari tumor K562 dibandingkan sel lestari tumor MCM/IPB-B3. Hal ini diduga karena sel lestari tumor K562 memiliki sifat establish sedangkan MCM/IPB-B3 memiliki sifat unestablish, sehingga sel lestari tumor K562 lebih peka terhadap ekstrak etanol temu ireng dibandingkan sel lestari tumor MCM/IPB-B3.
Aktivitas Penghambatan (Antiproliferasi) Ekstrak Etanol Temu Ireng terhadap Sel Lestari Tumor MCM/IPB-B3 dengan K562 Ekstrak etanol temu ireng memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan sel lestari tumor, baik sel lestari tumor MCM/IPB-B3 maupun K562. Perbandingan aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 dapat dilihat pada Tabel 1.
10 Tabel 1 Aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 Perlakuan Aktivitas penghambatan (%) MCM/IPB-B3 a
K562 0.00 ± 12.00a
K (-)
0.00 ± 23.45
P1
24.40 ± 13.06b
8.47 ± 10.06a
P2
29.13 ± 9.34b
30.81 ± 9.57b
P3
52.26 ± 10.94c
48.71 ± 5.99c
P4
63.33 ± 5.43c
74.59 ± 2.74d
K (+)
92.95 ± 1.72d
87.76 ± 1.64d
Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0.05); K(-): Kontrol negatif, tidak diberi ekstrak; P1: diberi ekstrak 12.5 ppm; P2: diberi ekstrak 25 ppm; P3: diberi ekstrak 37.5 ppm; P4: diberi ekstrak 50 ppm; K(+): Kontrol positif, diberi doxorubicin
Penambahan ekstrak etanol temu ireng pada dua jenis sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 secara umum memperlihatkan penghambatan pertumbuhan, walaupun aktivitas tersebut bervariasi tergantung dosis ekstrak. Tabel 1 menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan (antiproliferasi) ekstrak terhadap sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562 semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sel lestari tumor MCM/IPB-B3, pemberian ekstrak etanol temu ireng memberikan efek antiproliferasi yang berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan K (-). Aktivitas penghambatan ekstrak konsentrasi 25 ppm tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan 12.5 ppm, begitupun konsentrasi 50 ppm tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan 37.5 ppm. Seluruh aktivitas antiproliferasi ekstrak berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok K(+). Pemberian ekstrak etanol temu ireng mulai menghambat proliferasi sel tumor K562 secara nyata (p<0.05) pada dosis 25 ppm. Aktivitas antiproliferasi ekstrak semakin meningkat dan berbeda nyata (p<0.05) pada konsentrasi 25 ppm, 37.5 ppm, dan 50 ppm. Namun, aktivitas antiproliferasi konsentrasi 50 ppm tidak berbeda nyata (p>0.05) dibandingkan dengan K (+). Aktivitas antiproliferasi tertinggi diperoleh pada konsentrasi 50 ppm, yaitu 63.33% pada sel lestari tumor MCM/IPB-B3, dan 74.59% pada sel lestari K562. Adanya perbedaan aktivitas antiproliferasi ekstrak terhadap kedua jenis sel tumor diduga karena tiap sel memiliki respon yang berbeda terhadap ekstrak, yang dikaitkan dengan mekanisme metabolisme dan struktur sel tersebut (Ananta 2000). Menurut Pinilih (2006), sel K562 dalam pertumbuhannya tidak memerlukan support untuk menempel pada dasar media. Selain itu sel K562 bersifat establish (mapan), sehingga penambahan ekstrak sebesar 12.5 ppm, belum mengganggu aktivitasnya. MCM/IPB-B3 merupakan sel lestari hasil rekayasa dari sel lestari MCMB2, yang diduga berasal dari sel induk (stem cell) atau sel atipikal. Menurut
11 Saputra (2006), salah satu sifat sel induk yaitu mempunyai kapasitas proliferasi yang tinggi sehingga dapat diperoleh sel dalam jumlah besar dari sumber yang terbatas. Hilangnya thymidine kinase pada MCM/IPB-B3 menurunkan pasokan metabolik yang dapat menyebabkan percepatan kematian sel. Kemungkinan lain adalah jumlah reseptor senyawa temu ireng pada sel lestari tumor berbeda-beda. Diduga sel lestari tumor K562 memiliki jumlah reseptor yang lebih banyak dibandingkan MCM/IPB-B3. Komponen utama yang berkhasiat dalam rimpang temu ireng adalah kurkuminoid dan minyak atsiri (Setiyono 2014). Menurut Nugrahaningtyas et al. (2005), flavonoid dalam temu ireng juga memiliki beberapa khasiat, salah satunya sebagai antitumor. Kurkumin mempunyai aktivitas farmakologi yang sangat luas antara lain sebagai antiinflamasi, antioksidan, dan antikanker (Khairinal 2012). Senyawa kurkumin dapat menghambat proliferasi beberapa jenis sel tumor termasuk diantaranya B-cell dan T-cell Leukemia, colon carcinoma, dan epidermoid carcinoma cell line (Bharti el al. 2003). Kurkumin juga dapat menghambat proliferasi sel kanker payudara secara in vitro melalui program apoptosis. Apoptosis merupakan program bunuh diri sel. Program ini memiliki peranan penting untuk menjaga homeostasis perkembangbiakan sel. Salah satu peran pentingnya adalah untuk membatasi proliferasi sel yang tidak diperlukan, yang mungkin dapat menyebabkan kanker. Pada sel-sel kanker program apoptosis ini telah mengalami gangguan sehingga sel akan mengalami metastasis (penyebaran kanker) lebih lanjut tanpa terkendali (Peter et al. 1997)
Gambar 7 Mekanisme kerja kurkumin pada sel tumor (Wu et al. 2010) Gambar 7 menjelaskan mekanisme antiproliferasi pada kurkumin sehingga menyebabkan apoptosis sel. Senyawa kurkumin bekerja dengan meningkatkan Bad dan Bax sebagai protein proapoptotik, sedangkan protein anti apoptotik yakni
12 BCL-XL dan BCL-2 dihambat (Wu et al. 2010). Mekanisme tersebut terjadi pada membran mitokondria, yang menyebabkan peningkatan sitokrom c. Peningkatan sitkrom c akan menginduksi kaspase-9, dan kemudian mengaktifkan kaspase-3 sehingga menyebabkan apoptosis. Choudri et al. (2002) mengemukakan bahwa apoptosis pada sel lestari tumor kelenjar mamari MCF-7 yang diinduksi oleh kurkumin melalui induksi p53-Bax. Protein p53 merupakan protein tumor supresor dan regulator, yang diaktivasi oleh adanya kerusakan DNA atau stres tertentu pada sel. Protein ini dapat memacu apoptosis melalui peningkatan ekspresi Bax, suatu gen yang berperan dalam proses apoptosis. Namun peningkatan ekspresi Bax belum cukup untuk memacu proses apoptosis sehingga masih diperlukan pemacu lainnya. Bax bersama-sama dengan protein lainnya yaitu Bad, akan mengaktifkan sitokrom c yang dilepas dari mitokondria, dan selanjutnya akan terjadi aktivasi berantai terhadap kaspase 9, kaspase 3 sampai akhirnya terjadi apoptosis (Nurrochmad 2004). Penelitian lain menunjukkan bahwa apoptosis oleh kurkumin disebabkan adanya peningkatan permeabilitas membran mitokondria, sehingga berakibat pembengkakan sel, hilangnya potensial membran, dan terhambatnya sintesis ATP. Hal ini diperantarai oleh pembukaan lubang transisi membran mitokondria (Morin et al. 2001). Minyak atsiri telah lama dikenal sebagai sumber terapi yang penting, yaitu sebagai senyawa antibakteri dan antikanker (Setyawan 2003). Minyak atsiri merupakan suatu campuran senyawa mudah menguap yang kebanyakan tergolong terpenoid (Setyawan 2003). Menurut Laidlaw dan Swendseid (1991), terpenoid merupakan salah satu komponen kemopreventif tumor yang dapat menghambat inisiasi dan perkembangan tumor. Temu ireng mengandung kadar minyak atsiri sebesar 0,5-1% (Setyawan 2003), yang terdiri atas turmerone dan zingiberene (Setiyono 2014). Turmerone mempunyai fungsi sebagai antiinflamasi, hepatoprotektor, antimikroba, penyembuh luka luar, antitumor, dan antivirus (Hapsari 2006). Flavonoid berasal dari bahasa latin yakni flavus yang berarti kuning dan termasuk senyawa polyphenolic yang menyebabkan pigmen berwarna merah, biru, ungu, dan lain sebagainya pada tanaman. Flavonoid berkhasiat sebagai antialergi, antiinflamasi, antimikrobial, dan antikanker. Seperti halnya kurkumin, mekanisme kerja flavonoid terhadap sel tumor adalah dengan memacu apoptosis. Sel tumor diinduksi oleh kurkumin melalui induksi protein p53. Ekstrak etanol temu ireng memiliki aktivitas antiproliferasi pada sel lestari tumor MCM/IPB-B3 dan K562, namun efektivitasnya belum sebaik doxorubicin. Jika dibandingkan dengan doxorubicin, kurkumin sebagai komponen aktif temu ireng telah dibuktikan aman secara farmakologis. Percobaan klinis pada manusia tidak menunjukkan adanya toksisitas pada pemberian konsentrasi lebih dari 10 g/hari (Cheng et al. 2001). Doxorubicin memiliki beberapa efek samping diantaranya menyebabkan kardiotoksik sehingga beresiko tinggi bila digunakan dalam konsentrasi yang tinggi (Meiyanto et al. 2008).
13
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak etanol temu ireng memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel tumor MCM/IPB-B3 dan K562 secara in vitro. Peningkatan aktivitas antiproliferasi seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak. Temu ireng memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi salah satu bahan antitumor.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan berupa uji aktivitas antiproliferasi ekstrak etanol temu ireng terhadap jenis sel lestari yang lain. Selain itu, penelitian lanjutan mengenai mekanisme aksi komponen aktif temu ireng yang dapat menghambat pertumbuhan sel tumor dalam upaya penemuan obat antitumor yang lebih spesifik dan efektif.
DAFTAR PUSTAKA Aliza KD, Sutriana A, Rahmi E, Budiman NH. 2011. Pengaruh pemberian ikan yang diasinkan dalam menginduksi tumorigenesis rongga hidung pada tikus Sprague Dawley. Jurnal Kedokteran Hewan 5(1):38-42. Bharti AC, Donato N, Singh S, Aggarwal BB. 2003. Curcumin (diferloymethane) down-regulates the constitutive action of nuclear factorKB and IKBa kinase in human multiple myeloma cell, leading to suppression of proliferation and induction of apoptosis. Blood 101 (3):1053-1062. [CCRC] Cancer Chemoprevention Research Center. 2012. Peran Mitokondria dalam Apoptosis. [Internet]. [diunduh 2015 Juni 26]. Tersedia pada: http//ccrc.farmasi.ugm.ac.id. Cheng AL et al. 2001. Phase clinical trial of curcumin, a chemopreventive agent, in patients with high-risk or pre malignant lesions. Anticancer Res 21:2895-2900. Choudri T, Pal S, Agwarwal ML, Das T, Sa G. 2002. Curcumin induces apoptosis in human breast cancer cells through p53-dependent Bax induction. FEBS Lett 512(113):334-340. Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta (ID): Puspa Swara. [DEPKES] Departemen Kesehatan RI. 1981. Pemanfaatan Tanaman Obat. Edisi kedua. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Hapsari N. 2006. Uji Banding Efektivitas Kunyit (Curcuma longalinn) 100% dengan Ketokonazol 2% secara In Vitro terhadap Pertumbuhan Candida albicans pada Kandidiasis Vaginalis. [Karya Tulis Ilmiah]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
14 Jenie RS dan Meiyanto E. 2007. Ko-kemoterapi ekstrak etanolik daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) dan doxorubicin pada sel kanker payudara. Farmasi Indonesia 18(2): 81-87. Khairinal. 2012. Efek Kurkumin terhadap Proliferasi Sel Limfosit dari Limpa Mencit C3H Bertumor Payudara secara In Vitro. [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Kim DW, Kim KO, Shin MJ, Ha JH, Seo SW, Yang J, dan Lee SY. 2009. siRNA-based targeting of antiapoptotic genes can reverse chemoresisteance in P-glycoprotein expressing chondrosarcoma cels. Molecular cancer 8(28): 8. Laidlaw SA, Swenseid ME. 1991. Vitamins and Cancer Prevention. USA (US): Willey Liss Inc. [MTIC] Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budi Daya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Meiyanto E, Susidarti RA, Handayani S, Rahmi F. 2008. Ekstrak etanolik biji buah pinang (Areca catechu L.) mampu menghambat proliferasi dan memacu apoptosis sel MCF-7. Majalah Farmasi Indonesia 19(1):12-19. Morin D, Barthelemy S, Zini R, Labidalle S, Tillement JP. 2001. Curcumin induced the mitochondrial permeability transition pore mediated by membran protein thiol oxidation. FEBS Lett 495 (1-2):131-136. Nugrahaningtyas KKD, Matsjeh S, Wahyuni TD. 2005. Isolasi dan indentifikasi senyawa flavonoid dalam rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.). Jurnal Biofarmasi 3(1):32-38. Nurrochmad A. 2004. Pandangan baru kurkumin dan aktivitasnya sebagai antikanker. Jurnal biofarmasi 2(2):75-80. Peter ME, Houfelder AE, Heugartner MO. 1997. Advance in apoptosis research. Proceding of National Academic of Science of the United Stated of America 94: 12736-12737. Pinilih WD. 2006. Aktifitas Antiproliferasi Subfraksi C1 Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Christm.) Roscoe) pada Sel Lestari Tumor secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT. 2000. Pendekatan pencegahan dan pengobatan penyakit interferon rekombinan (rIFN) dan kombinasinya [Laporan]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT, Tiuria R, Tateyama S. 2002. Morphological characteristics of in vitro cultured cell derived from tumor in domestic animals. Jurnal Hayati 9(4): 49-54. Priosoeryanto BP, Huminto H, Wibawan IWT, Tiuria R, Yamaguchi R, Uchida K, Tateyama S. 2008. Ultrastructural study of In Vitro tumor-cultured cells in domestic animals. Hayati 9(4):105-108. Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. 1995. Estabilishent of a cell line (MCM-B2) from benign mixed tumour of canine mammary gland. Research in Veterinary Science 58:272-276. Canadian J. Vet. Res. 59:67-69. Priosoeryanto BP, Tateyama S, Yamaguchi R, Uchida K. 1995. Antiproliferation and colony-forming inhibition activities of recombinant feline interferon (rFeIFN) on various cells in vitro. Canadian J. Vet. Res. 59:67-69.
15 Putri DK. 2009. Efek ekstrak rimpang temu ireng (Curcuma aeruginosa) terhadap derajat karusakan hati ayam petelur yang diinfeksi cacing (Ascaridia galli) [Artikel Ilmiah]. Surabaya (ID): Universitas Airlangga. Saputra V. 2006. Dasar-dasar stem cell dan potensi aplikasinya dalam ilmu kedokteran. Cermin Dunia Kedokteran 153:21-25. Sari R. 2008. Aktifitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada Sel Lestari Tumor MCA-B1 dan MCM-B2 secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiyono KA, Bermawie. 2014. Gambaran histopatologis dan klinis ayam herbal setelah diuji tantang dengan virus avian influenza H5N1. Jurnal Kedokteran Hewan 8(1):30-34. Setyawan AD. 2003. Keanekaragaman kandungan minyak atsiri rimpang temutemuan (Curcuma). Biofarmasi 1(2): 44-49. Suindra. 2005. Efektivitas ekstrak kloroform biji blustru (Luffa cylindrica) terhadap aktivitas penghambatan sel lestari tumor MCM B2 dan HeLa secara in vitro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wu SH et al. 2010. Curcumin induces apoptosis in human non-smaal cell lung cancer NCI-H460 cells through ER stress and caspase cascade and mitochondria-dependent pathways. Anticancer Research 30: 2125-2134. Zachary JF dan McGavin. 2012. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Missouri (US): Elsevier.
16 Lampiran 1
Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3
Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Ragam kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi (p<0,05)
Between Groups
26467.426
5
5293.485
33.092
0.000
Within Groups
7678.222
48
159.963
Total
34145.648
53
Lampiran 2
Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor MCM/IPB-B3
Konsentrasi Perlakuan K(-) 12.5 25 37.5 50 K(+)
Aktivitas Penghambatan (%) 0 ± 23.45a 24.40 ± 13.06b 29.13 ± 9.34b 52.26 ± 10.94c 63.33 ± 5.43c 92.95 ± 1.72d
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan bedaan nyata (p<0.05)
Lampiran 3
Hasil uji statistik sidik ragam ANOVA terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562
Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Ragam kuadrat tengah
F hitung
Signifikansi (p<0,05)
Between Groups
12471.259
5
2494.252
39.072
0.000
Within Groups
3064.222
48
63.838
Total
15535.481
53
Lampiran 4
Hasil uji statistik wilayah berganda Duncan terhadap aktivitas penghambatan pertumbuhan sel lestari tumor K562
Konsentrasi Perlakuan K(-) 12.5 25 37.5 50 K(+)
Aktivitas Penghambatan 0 ± 12.00a 8.47 ± 10.06a 30.81 ± 9.57b 48.71 ± 5.99c 74.59 ± 2.74d 87.76 ± 1.64d
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan bedaan nyata (p<0.05)
17
RIWAYAT HIDUP Penulis yang bernama lengkap Fitri Hardiani Fathonah merupakan anak satu-satunya dari pasangan Lenur Komar dan Titin Kustinah. Penulis dilahirkan di Sumedang, 2 Mei 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Pamanukan pada tahun 2010 kemudian pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah bergabung menjadi anggota Agriaswara dan Himpro Ruminansia.