Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
Mengembangkan Wawasan Lingkungan dengan Menggunakan Paradigma Ekologis Baru Sebagai Upaya Mengurangi Pencemaran Lingkungan Sueb Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang e-mail:
[email protected] Abstrak Masalah lingkungan telah menjadi perhatian ilmuwan semenjak beberapa puluh tahun terakhir. Akan tetapi sesungguhnya masalah itu muncul semenjak manusia menghuni muka bumi ini. Tujuan tulisan ini untuk mengetahui penyebab pencemaran lingkungan, dan mengembangkan paradigma ekologis baru sebagai upaya mengukur wawasan lingkungan di Indonesia. Pencemaran lingkungan dimulai sejak manusia mengenal api dan berbagai peralatan teknologi lainnya. Api digunakan untuk memasak makanan. Alat teknologi digunakan untuk memenuhi segala kebutuhannya. Sampai pada suatu saat manusia mengenal berbagai teknologi untuk mengeksploitasi dan mengeksplorasi berbagai sumber daya alam. Pengenalan berbagai teknologi ini sebagai penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Untuk mengurangi terjadinya pencemaran diperlukan orientasi baru wawasan lingkungan yaitu dengan menerapkan paradigma ekologis baru. Simpulannya bahwa manusia merupakan penyebab utama terjadinya pencemaran lingkungan karena wawasan lingkungan yang keliru. Oleh karenanya diperlukan wawasan lingkungan yang mengarah pada paradigma ekologis baru. Kata kunci: wawasan lingkungan, pencemaran lingkungan, paradigma ekologis baru (PEB) Pendahuluan Berbagai pencemaran lingkungan telah terjadi dan akan senantiasa terjadi di bumi ini. Salah satu penyebab tersebut diakibatkan oleh cara pandang dan cara meninjau dan cara menggunakan segala potensi sumber daya alam yang ada di muka bumi. Cara pandang manusia terhadap lingkungannya dinamakan sebagai wawasan lingkungan yang di negeri barat disebut sebagai environmental worldview. Miller dan Spoolman (2010:18) mendefinisikan environmental worldview sebagai seperangkat asumsi dan kepercayaan tentang bagaimana orang berfikir cara kerja dunia, apa yang seharusnya mereka pikirkan tentang peranannya di dunia, dan apa yang mereka percaya merupakan perilaku lingkungan yang baik dan salah (etika lingkungan). Wawasan lingkungan yang digunakan manusia berabad lalu sampai
926 | Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang
sekarang cenderung menggunakan antroposentrisme. Antroposentrisme memandang bahwa segala sesuatu di muka bumi meliputi segala sumber daya alam yang terbentang luas di segala sudut digunakan sepenuhnya untuk kepentingan manusia. Organisme lain kurang diperhitungkan manusia untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di muka bumi. Organisme lain tersebut termasuk di dalamnya tumbuhan, hewan, berbagai protista, jamur, eubakteri dan arkeabakteri seolah tidak punya hak yang sama dengan manusia. Padahal organisme lain ini berhak hidup dan melangsun gkan kehidupannya. Memang organisme lain ada yang sangat mengganggu dan menyebabkan penyakit pada manusia. Manusia berupaya terus membasmi berbagai organisme pengganggu ini. Sementara terdapat berbagai makroorganisme yang
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
terpaksa mengalah dan terdesak oleh berbagai kepentingan manusia akhirnya mati dan musnah. Makroorganisme ini sekarang ini hanya tersisa beberapa spesies dan bahkan populasinya hanya dalam jumlah sedikit dan dalam kondisi terancam. Akibanya manusia menjadi terlalu dominan di alam bumi ini. Dominansi manusia terhadap bumi telah menjadi semakin tak terkalahkan oleh makhluk berukuran besar apapun di muka bumi. Pada saat ini terdapat lebih dari 7 milyar manusia yang menghuni bumi. Bumi yang hanya satu biji ini telah menjadi tempat manusia beranak pinak yang sepertinya tak terbatas lagi berapa jumlah yang akan mampu didukung. Padahal bumi memiliki daya dukung (carrying capacity) yang terbatas. Akankah bumi terus dihuni oleh manusia sampai 10 milyar? Atau mungkin 25 milyar? Apakah mungkin bumi mampu menampung 50 milyar atau bahkan 100 milyar yang merupakan angka 13 kali lipat dari jumlah manusia yang sekarang ada yang ada di dalamnya? Tentu bumi ini tidak akan sanggup menopang manusia sebanyak 100 milyar yang akan dicapai selama beberapa puluh atau beberapa ratus tahun lagi. Pertambahan populasi manusia yang semakin meningkat disertai dengan meningkatnya penggunaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS) yang juga semakin meningkat akan menyebabkan peningkatan berbagai kerusakan dan pencemaran. Untuk itu perlu dicari wawasan lingkungan yang cenderung dapat menyelamatkan kehidupan. Sebab, selama ratusan tahun bahkan sampai saat ini manusia terlalu mementingkan dirinya sendiri. Manusia terlalu mengacu pada dirinya sendiri. Wawasan lingkungan ini perlu menggunakan instrumen untuk meningkatkan kesadaran manusia sebagai anggota ekosistem atau biosfer. Selama lebih dari 30 tahun skala paradigma ekologis baru (New Ecological Paradigm) telah berhasil digunakan untuk menyelidiki wawasan ekologis kaum dewasa
(Dunlap & Van Liere, 1978; Dunlap et al., 2000 dalam Van Petegen dan Blick, 2006). Untuk itu perlu dicari upaya untuk menggunakan skala tersebut di Indonesia. Untuk itulah dalam makalah ini akan dibahas dengan beberapa tujuan. Tujuan tersebut antara lain: mengetahui penyebab pencemaran lingkungan, dan mengembangkan paradigma ekologis baru sebagai upaya mengukur wawasan lingkungan di Indonesia. Memahami Pencemaran Lingkungan Undang-Undang No.32 (2009) tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan menyatakan bahwa pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Sementara itu, pencemaran lingkungan bermakna pencemaran lingkungan karena lepasnya substansi dari proses apapun yang dapat menyebabkan bahaya pada manusia dan organisme hidup yang ditopang oleh lingkungan (Hussain, 1998 dalam Roman, 2013) dan pencemaran lingkungan adalah kontaminasi komponen fisik dan biologis bumi/sistem atmosfer pada jumlah yang sedemikian rupa sehingga proses lingkungan lingkungan terpengaruh berat (Kemp, 1998 dalam Roman, 2013). Pencemaran lingkungan telah terjadi di seluruh dunia. Pencemaran lingkungan telah menjadi masalah dunia dan berpotensi besar memengaruhi kesehatan populasi manusia (Fereidoun et al., 2007; Progressive Insurance, 2005 dalam Khan dan Ghouri, 2011). Selanjutnya Khan dan Ghouri (2011) menyatakan bahwa beraneka jenis pencemaran lingkungan (pencemaran udara, tanah, air) tidak hanya berpengaruh pada manusia dengan penyakit dan masalah juga pada hewan dan tumbuhan. Akan tetapi mereka berdua menyatakan bahwa masih ada waktu tersisa melalui tangan lembaga global,
Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang | 927
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
badan pemerintah dan lokal untuk menggunakan sumber daya maju dan untuk menyeimbangkan lingkungan bagi kehidupan dan memulai hidup ramah dengan lingkungan. Bhattacharjee (2010) menyatakan pencemaran lingkungan di alam sangat tinggi terjadi di sekitar daerah industri seperti pemurnian minyak, petrokimia, industri kimia dan industri berat dan lainnya. Sepanjang waktu residu industri tersebut umumnya tersusun atas beraneka materi beracun dalam bentuk gas, dibuang atau dibakar di udara terbuka setelah dibakar melalui lubang cerobong yang dipasang tinggi. Materi beracun inilah yang menyebabkan berbagai ketimpangan dan pencemaran. Penyebab Pencemaran Lingkungan Penyebab nyata pencemaran lingkungan disebabkan banyak hal. Beberapa di antaranya berubahnya perilaku manusia terhadap lingkungan, dan berubahnya wawasan lingkungan manusia terhadap alam di sekitarnya. Hayati dan Sayadi (2012) menyatakan bahwa bangunan tinggi menyebabkan peningkatan pencemaran udara di daerah kota besar karena perubahan arah angin dan juga kemacetan (congestion) bangunan tinggi sebagai sumber pencemar. Oleh karena itu, mereka berdua berpendapat bahwa diperlukan teknik tertentu untuk merancang bangunan tinggi untuk mengurangi dampak negatif bangunan tinggi terhadap pencemaran lingkungan. Zucchetti (2005) melalui penelitian asesmen statistik untuk menguji jika “Quirra syndrome” ada, simulasi dengan dispersi atmosfer dan kode dosis (HOTSPOT) untuk mengevaluasi dampak kesehatan dispersi udara Depleted Uranium. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa the “Quirra Syndrome” ada, tetapi kemungkinan ini tidak seluruhnya disebabkan oleh Depleted Uranium (DU). Penyebab lainnya kemungkinan yang menyebabkan pencemaran udara.
928 | Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang
Sementara itu, Kimani (tanpa tahun) di Kenya pencemaran lingkungan berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Sampel tanah yang diambil dari lokasi dan dekat pembuangan sampah (dumpsite) menunjukkan kadar logam berat yang tinggi terutama merkuri, kadmium, tembaga dan krom. Pada saat yang sama, evaluasi medis pada anak dan remaja yang tinggal dan bersekolah sekitar dumpsite menunjukan insidensi penyakit yang tinggi yang berkaitan dengan pajanan tinggi pencemar logam tersebut. Sementara itu, Savei (2012) menyimpulkan peningkatan konsumsi pupuk di seluruh dunia menyebabkan masalah yang serius pada lingkungan. Pupuk dapat memengaruhi akumulasi logam berat pada tanah dan sistem tumbuhan. Tumbuhan menyerap pupuk melalui tanah, dan kemudian memasuki rantai makanan. Dia menambahkan jika pupuk ini digunakan tidak tepat dan terlalu banyak akan menyebabkan pencemaran udara oleh emisi nitrogen oksida (NO, N2O dan NO2). Ndwiga et al., (2014) menyimpulkan memasak dengan bahan bakar biomassa memajan wanita pada efek kesehatan pencemaran udara indoor yang berbahaya. Dampak kesehatan lainnya yang dialami selama tahapan rantai bahan bakar biomassa meliputi pengumpulan (gathering), pemrosesan, trasnportasi dan memasak. Paradigma Ekologis Baru Sebagai Upaya Mengurangi Pencemaran Lingkungan di Indonesia Telah banyak upaya ilmuwan untuk menanggulangi dan mencegah semakin meningkatnya pencemaran lingkungan. Ada yang menggunakan berbagai peralatan teknologi , penerapan berbagai undangundang dan penerapan pendidikan berbasis lingkungan. Upaya yang digalakkan melalui pendidikan lingkungan bertujuan agar tercipta generasi yang memiliki wawasan lingkungan yang lebih baik daripada generasi sebelumnya.
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
Generasi kita pada saat ini lebih banyak menggunakan wawasan lingkungan yang cenderung mementingkan dirinya sendiri. Dalam arti lingkungan tampaknya hanya diperuntukkan bagi manusia. Paham yang demikian dikenal sebagai antroposentrisme (antropos=manusia, sentris=pusat). Paham inilah yang semenjak revolusi industri masih banyak digunakan oleh manusia modern. Paham antroposentrisme atau dikenal wawasan antroposentris yang pada mulanya mewakili budaya masyarakat barat yang kemudian disebarkan ke bagian lain dunia ini. Wawasan antroposentris (Sokram, 2013) ini memiliki perpektif: (1) manusia itu superior dan di atas alam, (2) sumber daya alam terdapat berlimpah sehingga tak perlu konservasi, (3) manusia, karena memiliki budaya dan teknologi, dapat beradaptasi pada alam sampai akhir manusia daripada beradaptasi pada lingkungan alam, dan (4) ilmu sosial menganggap manusia sebagai terbebas dari hambatan ekologis. Karena wawasan antroposentris inilah berbagai sumber daya alam dieksploitasi dan dieksplorasi demi kepuasan dan kebutuhan manusia. Akibatnya jelas semakin lama semakin banyak kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu dicari wawasan lingkungan baru yang lebih cenderung tidak terlalu mementingkan manusia. Sebab, ternyata sumber daya alam ini terbatas dan pada suatu saat akan habis. Wawasan lingkungan yang lebih memberdayakan lingkungan dan lebih menjaga keberlanjutan hidup itulah yang perlu diwujudkan dan diejawantahkan dalam kehidupan seseharian kita. Wawasan lingkungan yang dimaksud berupa biosentrisme. Biosentrisme memandang bahwa segala kehidupan ini penting bukan hanya bagi keberlanjutan hidup manusia tetapi juga keberlanjutan segala komponen yang ada di lingkungan. Sebab, manusia telah menyadari saat ini bahwa
terjadinya banyak kerusakan dan pencemaran di muka bumi ini diakibatkan salah satunya oleh wawasan lingkungan antroposentris yang telah digunakan berabad dan ditiru oleh bangsa lain yang kurang maju. Penelitian Henning et al., (tanpa tahun) tentang wawasan lingkungan atau wawasan ekologis menyajikan hasil skala Paradigma Ekologis Baru (The New Ecological Paradigm/NEP) merupakan pendekatan yang diterima untuk mengukur perilaku ke arah lingkungan. Produser tebu yang merespons penelitian tersebut memiliki kepercayaan kuat bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengatasi alam melalui intelektual dan talenta lainnya. Henning et al., (tanpa tahun) menambahkan bahwa produser percaya bahwa dia dapat meningkatkan produktivitas sumber daya alam tanpa membahayakan keseimbangan alam. Rider (2005) menyimpulkan tesisnya antara lain profesional perancang gedung hijau menerima skor tinggi pada skala paradigma ekologis baru (PEB). Ini mengarah pada simpulan bahwa perancang memiliki kemampuan untuk memedulikan lingkungan yang berkaitan dengan profesinya; ini mengislustrasikan bahwa rancangan dan lingkungan tidak perlu ekslusif bila berkaitan dengan praktisi. De Pauw, J.B. dan Van Petegem (2012) menyimpulkan bahwa paradigma ekologis baru (PEB) selain populer untuk mengukur kepedulian dan orientasi prolingkungan orang dewasa yang dengan modifikasi dapat digunakan pada anak. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ada pengaruh budaya yang sangat signifikan dan jelas pada wawasan lingkungan anak, bila negara berkembang dan negara maju dibandingkan. Untuk itu perlu dikenal lebih jauh apa sebenarnya skala paradigma ekologis baru (PEB) yang akan dapat digunakan untuk mengukur apakah manusia tersebut berwawasan lingkungan apa tidak. Skala paradigma ekologis baru terdiri atas 15
Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang | 929
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
pernyataan. Kelima belas pernyataan dijawab dengan pilihan jawaban sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Kelimabelas pernyataan tersebut (Rider, 2005 dan Sokram, 2013) sebagai berikut. (1). Manusia mendekati batas jumlah yang dapat disokong bumi. (2). Manusia memiliki hak mengubah lingkungan alam untuk menyesesuaikan dengan kebutuhannya.(3). Ketika manusia berinteraski dengan alam sering menghasilkan akibat yang membayakan.(4). Kecerdikan manusia akan terasuransikan jika kita tidak membuat bumi tak dapat ditinggali.(5). Manusia menyalahgunakan lingkungan.(6). Bumi memiliki sumber daya alam berlimpah sehingga kita belajar untuk mengembangkannya.(7). Tumbuhan dan hewan memiliki hak yang sama dengan manusia.(8). Keseimbangan alam cukup kuat untuk menangani dampak industri modern. (9). Meskipun memiliki kemampuan yang istimewa manusia masih tunduk pada hukum alam.(10). Krisis ekologis terkenal yang menghadang manusia telah terlalu dibesarkan.(11). Bumi seperti kapal ruang angkasa dengan kamar dan sumber daya yang terbatas. (12). Manusia merupakan pengatur alam. (13). Keseimbangan alam sangat lembut dan mudah terganggu. (14). Manusia akhirnya akan belajar cukup tentang bagaimana alam bekerja untuk dapat mengendalikannya. (15). Jika segala sesuatu berlanjut pada perjalanan sekarang, kita akan segera mengalami bencana ekologis yang besar. Kelimabelas indikator paradigma ekologis baru inilah yang dapat digunakan untuk mendeteksi apakah seseorang berwawasan ekologis atau berwawasan lingkungan. Diharapkan dengan skor yang tinggi wawasan ekologis seseorang akan dapat meningkatkan kepeduliannya pada lingkungan dan pada gilirannya akan dapat mengurangi berbagai kerusakan serta yang paling utama berkurangnya pencemaran lingkungan. Memang hal tersebut tidak seperti membalik
930 | Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang
tangan. Tetapi pada masanya kita harus optimis bahwa manusia yang memiliki skor paradigma ekologis baru tinggi akan dapat minimal mengurangi pencemaran lingkungan. Simpulan Dapat disimpulkan bahwa penyebab terjadinya pencemaran lingkungan antara lain terjadinya perubahan perilaku dan wawasan lingkungan manusia terhadap alam. Perubahan tersebut ditengarai dengan adanya bangunan tinggi menyebabkan peningkatan pencemaran udara di kota. Selain itu, penyebab pencemaran lingkungan juga disebabkan oleh penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Pupuk akhirnya mengalir ke perairan dan menimbulkan masalah di air. Paradigma ekologis baru dapat digunakan untuk mengukur wawasan lingkungan. Paradigma ekologis baru terbentuk dari 15 pernyataan. Daftar Rujukan Bhattacharjee, P.K. 2010. Environmental Pollution Free System in All Over The World. International Journal of Environmental Science and Development, Vol. 1, No. 1, April. ISSN:2010-0264. De Pauw, J.B. dan Van Petegem, P. 2012. Cultural Differences In The Environmental Worldview Of Children. International Electronic Journal Of Environmental Education Vol.2, Issue 1, ISSN: 21460329. © International Electronic Journal Of Environmental Education, 2012.www.Iejeegreen.Com. Hayati, H. dan Sayadi, M.H.2012. Impact of tall buildings in environmental pollution. Environmental Skeptics and Critics, 1(1):8-11. Henning, S.A, Zhong,Y. dan Cardona, H. Tanpa tahun. Ecological Attitudes of Farmers and Adoption of Best Management Practices. Southwestern Economic Proceedings. Khan, M.A. dan Ghouri, A.M. 2011. Environmental Pollution: Its Effects On
Prosiding Seminar Nasional Biologi / IPA dan Pembelajarannya
Life And Its Remedies. International Refereed Research Journal .Vol.– II, Issue –2,April, www..researchersworlld..com. Kimani, N.G..Tanpa tahun. Environmental Pollution and Impacts on Public Health: Implications of Dandora Municipal Dumping Site in Nairobi, Kenya. Summary Report. Urban Environment Unit, United Nations Environment Programme, Nairobi Kenya.o Miller, G. T. Jr. dan Spoolman, S.E. 2010. Environmental Science. Thirteenth Edition. Australia: Brooks/Cole Cengage Learning. Ndwiga, T, Kei,R.T., Jepngetich,H. dan Korrir, K. 2014. Assessment of Health Effects Related to the Use of Biomass Fuel and Indoor Air Pollution in Kapkokwon Sub-Location, Bomet Country,Kenya. Open Journal of Air Pollution, 3, 61-69. http://dx.doi.org/10.4236/ojap.2014.33007. Rider, T.R.2005. Education, Environmental Attitudes And The Design Professions: A Masters Thesis. A Thesis. Presented to the Faculty of the Graduate School of Cornell University In Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Master of Science. Roman, M., Idrees, M., dan Ullah,S. 2013. A Sociological Study of Environmental Pollution and Its Effects on the Public Health Faisalabad City. International Journal of Education and Research¸Vol. 1 No. 6 June. Savei, S. 2012. An Agricultural Pollutant: Chemical Fertilizer. International Journal of Environmental Science and Development, Vol. 3, No. 1, February. Sookram, R. 2013. Environmental Attitudes and Environmental Stewardship: Implications for Sustainability. The Journal of Values-Based Leadership.Volume 6, Issue 2 Summer/Fall 2013 Article 5. Undang-Undang No.32. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Van Petegem, P. dan Blieck, A. 2006. The environmental worldview of children: a cross-cultural perspective. Environmental Education Research, Vol. 12, No. 5, November pp. 625–635, ISSN 1350-4622 (print)/ISSN 1469-5871 (online)/06/050625–11. Zucchetti, M. 2005. Environmental Pollution And Health Effects In The Quirra Area, Sardinia Island (Italy) And The Depleted Uranium Case. Journal of Environmental Protection and Ecology.
Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang | 931