INVENTARISASI SPESIES KURA-KURA DALAM RED LIST IUCN DAN CITES YANG DIPERDAGANGKAN DI JAKARTA DAN BOGOR THE INVENTORY OF TURTLES SPECIES IN RED LIST IUCN AND CITES TRADED IN JAKARTA AND BOGOR Hardiyanti, Wahyu Prihatini, Rouland Ibnu Darda Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan. Jl. Pakuan , Bogor 16143, Jawa Barat, Indonesia. Tel./Fax. 0251-8375547. E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Populasi kura-kura (ordo Testudinata) di Pulau Jawa terancam penurunan akibat penangkapan berlebihan untuk perdagangan. Perdagangan kura-kura makin marak akibat tingginya minat pembeli, dan harga jual, sehingga ancaman kepunahan kura-kura maupun kerugian negara akibat penangkapan liar makin meningkat. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi spesies kura-kura yang diperdagangkan di Jakarta dan Bogor, khususnya spesies yang tercantum dalam Red List IUCN, dan Appendix CITES. Penelitian menggunakan metode survey dan wawancara, pada 11 toko penjual satwa di Jakarta, dan Bogor. Hasil penelitian mendapati 31 spesies kura-kura, terdiri atas 8 spesies lokal (26%), dan 23 spesies pendatang (74%). Ditemukan lima spesies kura-kura berstatus kritis (critically endangered), tiga spesies berstatus genting (endangered), dan 11 spesies berstatus rentan (vulnerable) menurut Red List IUCN. Penelitian ini juga mendapati beberapa spesies dalam Appendix II CITES yang kuotanya diatur ketat, namun dijual secara bebas, yaitu Chelodina mccordi (kura-kura leher ular), Cuora amboinensis (kura-kura Ambon), Siebenrockiella crassicollis (kura-kura pipi putih), Manouria emys (kura-kura emys), Carettochelys insculpta (labi-labi moncong babi), dan Cyclemys dentata (kura-kura daun). Spesies lokal paling banyak diminati adalah C. amboinensis, S. crassicollis, dan C. mccordi, sedangkan spesies pendatang paling banyak dijual yaitu kura-kura Brazil Trachemy scripta elegans. Key word: CITES, kura-kura, Red List IUCN. PENDAHULUAN Populasi kura-kura di pulau Jawa semakin terancam penurunan akibat penangkapan berlebih untuk perdagangan (Rhodin et. al., 2011). Di pulau Jawa terdapat delapan spesies kura-kura air tawar, terdiri atas lima spesies bertempurung keras (yang disebut kura-kura), dan tiga spesies bertempurung lunak (disebut bulus atau labi-labi). Selain spesies lokal tersebut, terdapat pula spesies pendatang (introduksi) yang telah berkembang luas, antara lain labi-labi Cina (Pelodiscus sinensis), serta kurakura Amerika Trachemys scripta, dan T. terrapen (Iskandar, 2000).Yang dimaksud dengan spesies pendatang adalah spesies yang masuk ke suatu ekosistem, dan sebelumnya tidak dijumpai di lingkungan tersebut (Rahardjo, 2011). Perdagangan kura-kura diatur berupa sistem kuota yang ditetapkan oleh Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kementerian Kehutanan. Ijin dan kuota perdagangan kura-kura diberikan kepada asosiasi, yaitu Indonesian Reptile and Amphibians Trade Association (IRATA), yang terdiri atas pedagang (importir/eksportir) besar (TRAFFIC, 2007). Pada tingkat internasional, terdapat lembaga bernama International Union for Conservation of
Nature (IUCN) yang melindungi sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati di tingkat lokal, regional, maupun global. IUCN terdiri atas berbagai negara, badan pemerintahan, dan lembaga swadaya masyarakat yang berkiprah dalam konservasi sumberdaya hayati. Secara berkala IUCN menerbitkan Red List of Threatened Species (disingkat IUCN Red List), yaitu daftar berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang terancam kepunahan di alam, berikut status/kategori konservasinya (IUCN, 2016). Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) merupakan konvensi (perjanjian/ treaty) perdagangan internasional berbagai spesies tumbuhan dan satwa tertentu, untuk melindungi kelestariannya di alam. Terkait dengan upaya konservasi kura-kura, pemerintah merujuk ke pangkalan data IUCN untuk mengetahui status konservasi spesies di alam, dan pada CITES untuk konfirmasi kuota perdagangan spesies kura-kura tertentu (Warta Bea Cukai, 2015). Eksploitasi perdagangan kura-kura merupakan ancaman terbesar kelestarian kura-kura. Eksploitasi tersebut terkait tingginya nilai jual kura-kura, yang menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar bagi 1
pemerintah. Nilai jual ekspor reptil hidup (termasuk kura-kura) tercatat mencapai US$ 1.711.540 (Badan Pusat Statistik, 2015). Mengingat besarnya kerugian negara akibat kehilangan sumberdaya hayati, maupun nilai ekonomi dari perdagangan ilegal kura-kura, perlu dilakukan pengumpulan informasi terkini perdagangan kura-kura, terutama spesies kura-kura yang dilindungi. Pengumpulan data difokuskan di Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi nasional, dan di Bogor sebagai kota satelit yang diduga ikut berperan dalam perdagangan kura-kura di Jakarta. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan FebruariApril 2016, pada enam lokasi di Jakarta yaitu Pasar Minggu, Jl. Barito, Pasar Jatinegara, Jl. Gunung Sahari, Pasar Glodok Petak 9, Jl. Kartini, Mangga Dua Square, serta lima lokasi di Bogor yaitu Pasar Bogor, Jl. Bina Marga, Ciawi, Ciluar, dan Pasar Empang. Pengumpulan Data Pada tahap awal dilakukan survei pendahuluan untuk mengumpulkan informasi berbagai lokasi penjualan satwa di Jakarta dan Bogor, dengan mendatangi toko satwa yang menjual kura-kura. Tahap berikutnya menetapkan masing-masing enam toko satwa di Jakarta dan lima toko satwa di Bogor, sebagai lokasi pengambilan data. Identifikasi spesies kura-kura yang dijumpai dilakukan berdasarkan ciri-ciri morfologis, dan foto (bila memungkinkan), dengan merujuk pada buku Kura-kura dan Buaya di Indonesia dan Papua Nugini (Iskandar, 2000). Data dicatat dalam lembar pengamatan yang berisi nama lokal, nama spesies, kondisi kura-kura, jumlah individu, dan harga jual tiap spesies. Data spesies kura-kura yang diperoleh kemudian dikonfirmasi ke laman resmi Red List IUCN untuk informasi status konservasi, dan laman resmi CITES (khususnya bagian Appendix/Lampiran) untuk informasi kategori perdagangannya. Analisis Data Data yang diperoleh dari lapangan, dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, (Siregar, 2014). Untuk melengkapi analisis, digunakan data sekunder dari berbagai sumber yang terkait.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ragam Spesies Kura-kura yang Dijual di Jakarta dan Bogor Keragaman spesies kura-kura yang berhasil diinventarisasi, terdiri atas 31 spesies dari delapan family, dengan jumlah keseluruhan 704 ekor. Keseluruhan 31 spesies kura-kura yang ditemukan, meliputi delapan spesies kura-kura lokal (26%), dan 23 spesies kura-kura pendatang (74%). Spesies kura-kura lokal yang paling banyak dijumpai dalam penelitian ini, adalah Cuora amboinensis (kura-kura Ambon) 120 ekor, Siebenrockiella crassicollis (kura-kura pipi putih) 71 ekor, dan Chelodina mccordi (kura-kura leher ular) 40 ekor. Spesies kura-kura pendatang yang paling diminati dan banyak dijual, adalah kura-kura Brazil Trachemys scripta elegans, ditemukan sejumlah 230 ekor pada penelitian ini (Tabel 1). Kura-kura T. scripta elegans termasuk dalam family Emydidae, merupakan spesies introduksi dari Amerika Tengah (Iskandar, 2000). Spesies ini mudah dikenali, karena di belakang matanya terdapat bercak besar berwarna merah. Warna karapasnya hijau kekuningan, dengan garis-garis hijau tua, dan kuning (Gambar 1a). Meskipun warna dan bentuknya indah pada saat muda, namun ketika dewasa warnanya menjadi tidak menarik, sehingga sering dibuang oleh pemiliknya. Spesies lokal yang paling banyak dijumpai adalah Coura amboinensis (kura-kura Ambon) dari family Geomydidae (Gambar 1b). Family ini memiliki keragaman spesies tertinggi di Indonesia, namun relatif belum banyak tersedia informasi ilmiahnya. Di alam, spesies ini umumnya dijumpai di sungai besar maupun kecil, yang berarus lambat sampai sedang, namun sering dijumpai pula di sawah. Ciri khas spesies ini yaitu plastron dan karapasnya dapat terhubung sepenuhnya. Seekor induk betina C. amboinensis mampu bertelur 1-3 butir setiap bulan (Iskandar, 2000).
Gambar 1. Kura-kura yang banyak dijual di Jakarta dan Bogor. a) Trachemys scripta elegans; b) C. amboinensis (Sumber:http://www.arkive.org, http://www.reptilesmagazine.com)
2
Tabel 1. Spesies kura-kura yang diperdagangkan di lokasi penelitian Family Emydidae
Spesies Trachemys scripta elegans Malaclemys terrapin
Trionychidae Podocnemididae
Graptemys gibbonsii Graptemys pseudogegraphica kohnii Chelodina mccordi Elseya novaeguineae Emydura subglobosa Acanthochelys pallidipectoris Chelus fimbriata Cuora amboinensis Cuora yunnanensis Geoclemys hamiltonii Ocadia sinensis Siebenrockiella crassicollis Cyclemys dentata Rhinoclemmys pulcherrima manni Geochelone gigantea Geochelone pardalis Centrochelys sulcata Geochelone carbonaria Geochelone radiate Psammobates geometricus Astrochelys radiata Gopherus agassizii Manouria emys Chelonoidis carbonaria Macrochelys temminckii Chelydra serpentina Pelodiscus sinensis Podocnemis unifilis
Carettochelydae
Carettochelys insculpta
Chelidae
Geoemydidae
Testudinidae
Chelydridae
Nama umum Kura-kura Brazil Carolina diamondback terrapin Pascagoula map turtle High orange Mississippi map turtle Kura-kura leher ular Kura-kura dada pink Kura-kura dada merah Chaco side neck turtle Kura-kura mata-mata Kura-kura Ambon Yunnan box turtle Black pond turtle Chinese stripe-necked turtle Kura-kura pipi putih Kura kura daun Ornate wood turtle Kura-kura aldabra Kura-kura pardalis Kura kura sulcata Kura-kura cherry head Kura-kura radiata Kura-kura geometris Kura-kura radiata Kura-kura desert Kura-kura emys Kura-kura kaki merah Kura-kura alligator Common snapping turtle Labi-labi Cina Kura kura sungai bintik kunig Labi-labi moncong babi
Spesies Chelodina mccordi (kura-kura leher ular) dari family Chelidae, cukup banyak dijumpai pada penelitian ini. Family Chelidae merupakan anggota sub ordo Pleurodira, yang memiliki ciri khas yaitu hanya mampu membelokkan kepala dan lehernya ke samping, apabila bersembunyi. Kurakura sub ordo Pleurodira lebih primitif dibandingkan sub ordo Cryptodira, yang mampu memasukkan kepala ke dalam tempurungnya untuk melindungi diri. Spesies C. mccordi adalah kura-kura endemik di habitat lahan basah P. Roti, NTT. Pulau ini memiliki iklim tropis kering, dan habitat lahan basah yang terbatas, sehingga distribusi spesies ini juga terbatas pada area pesawahan, danau-danau
Lokasi Bogor Jakarta
Jumlah (ekor) 230 5
1 5
40 17 28 1 1 120 1 1 18 71 3 4
22 6 2 20 12 21 34 1 1 1 27 2 4 3
2
kecil, rawa-rawa, dan beberapa aliran sungai. Spesies ini sangat diminati untuk diperdagangkan sehingga terjadi penangkapan yang berlebihan, sampai titik ambang kepunahannya di alam. Sejak tahun 2001 tidak terdapat lagi perdagangan resmi C. mccordi yang diijinkan, namun sampai dengan sekarang belum tersedia informasi perkiraan populasi spesies ini di alam (Shepherd & Ibarrondo, 2005). Kura-kura dari family Testudinidae dijumpai paling banyak dalam penelitian ini, tercatat terdapat 10 spesies. Sebagian besar kura-kura yang teridentifikasi dari family ini merupakan spesies pendatang, hanya satu spesies lokal yaitu Manouria emys. Ditemukan pula satu spesies kura-kura dari 3
family ini yang habitat asalnya terisolasi di kepulauan Seycheles Afrika (Nationalgeographic, 2013), yaitu Geochelone gigantea. Kura-kura family Testudinidae memiliki ciri khas, yaitu tidak memiliki selaput renang pada jari kakinya. Hal ini menandakan bahwa semua anggota family Testudinidae bersifat terestrial (Kurniati, 2007). Suasana perdagangan kura-kura di Jakarta, dan Bogor sangat berbeda, dalam hal ragam jenis, maupun jumlah kura-kuranya (Tabel 2). Hasil pengumpulan data di Bogor (Gambar 2), hanya mendapati satu jenis, yaitu T. scripta elegans. Umumnya pedagang satwa reptil di Bogor tidak menjadikan kura-kura sebagai komoditas utama, karena peminatnya sangat sedikit. Jumlah individu kura-kura terbanyak yang ditemui pada pengamatan
ini berasal dari Pasar Empang, sebanyak 14 ekor T. scripta elegans berukuran kecil.
Gambar 2. Perdagangan Kura-kura di Bogor (Sumber : Dokumentasi Penulis, 2016)
Tabel 2. Jumlah Jenis dan Individu Kura-kura yang Dijual di Lokasi Penelitian Wilayah
Bogor
Lokasi
Pasar Bogor Jalan Binamarga Ciawi Ciluar Pasar Empang
Kura-kura Lokal Jumlah Jenis Jumlah Individu -
Jumlah individu Pasar Minggu Jalan Barito Pasar Bali Mester Jakarta Gunung Sahari Pasar Glodok Jalan Kartini Mangga Dua Square Jumlah individu
2 1 6 2 1 6
38 10 26 100 2 71 247
Kura-kura Pendatang Jumlah Jenis Jumlah Individu 1 11 1 2 1 7 1 1 1 14 35 1 17 1 51 1 90 16 134 1 4 7 69 14 57 422
Di Pasar Minggu Jakarta, hanya ditemukan satu toko yang menjual kura-kura, yaitu kura-kura T. scripta elegans sejumlah 17 individu. Di lokasi Jalan Barito, Jakarta (Gambar 3), hanya ditemukan empat toko yang menjual kura-kura, dari jenis C. amboinensis, C. mccordi, dan T. scripta elegans.
merupakan pasar burung terbesar ke dua setelah pasar burung jalan Pramuka, dan di pasar ini ditemukan juga penjualan monyet ekor panjang, tupai, ular, dan ikan hias.
Gambar 3. Perdagangan Kura-kura di Jalan Barito (Sumber : Dokumentasi Penulis, 2016)
Gambar 4. Suasana Pasar Jatinegara (Sumber : Dokumentasi Penulis, 2016)
Di lokasi pasar Jatinegara Jakarta, hanya ditemukan kura-kura T. scripta elegans, dan C. amboinensis. Pasar Jatinegara (Gambar 4)
Cukup banyak anggota masyarakat kelas atas di Jakarta yang memelihara kura-kura langka, antara lain Astrochelys radiata (kura-kura radiata), 4
Chelonoidis carbonaria (kura-kura kaki merah), Geochelone pardalis, dan Centrochelys sulcata (Shepherd & Nijman, 2007; Media Indonesia, 2010). Temuan ini menunjukkan daya beli tinggi masyarakat kelas atas Jakarta, yang berimplikasi pada meningkatnya keterancaman terhadap spesies kura-kura yang dilindungi, akibat penangkapan berlebihan dari alam. Penelitian yang dilakukan Sinaga (2008) mendapati 48 spesies kura-kura diperdagangkan di Jakarta. Pada penelitian ini, 30 dari 48 spesies tersebut tidak lagi dijumpai diperjualbelikan di seluruh tempat pengambilan data. Beberapa spesies kura-kura yang tidak lagi dijumpai tersebut, antara lain Pelomedusa subrufa, Platemys platycephala, Phrynops geoffroanus, Lissemys punctata. Perlindungan Kura-Kura Hasil inventarisasi pada penelitian ini mendapati banyak spesies kura-kura dilindungi yang tercantum dalam Red List IUCN, namun ternyata diperdagangkan secara terbuka, terutama di Jakarta. Tercatat lima spesies kura-kura berstatus kritis (critically endangered), tiga spesies berstatus genting (endangered), dan 11 spesies berstatus rentan (vulnerable) diperjualbelikan secara bebas di Jakarta (Tabel 2). Sebanyak tiga spesies dari lima spesies kurakura berstatus kritis, yaitu A. radiata, C. mccordi, dan P. geometricus, ditemukan dijual dalam jumlah cukup banyak pada penelitian ini. Temuan tersebut dijumpai pada toko satwa di Jl. Gunung Sahari, Jakarta, serta event Pameran Flora dan Fauna di Mangga Dua Square, Jakarta. Temuan ini cukup memprihatinkan mengingat status spesies-spesies tersebut berada dalam kategori kritis, atau sangat terancam puanh di alam. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah, maupun penegakan peraturan/hukum perlindungan satwa liar di Indonesia. Informasi tentang status konservasi spesies kura-kura dalam Red List IUCN yang dirujuk, beberapa di antaranya telah berusia 20 tahun, dan belum mengalami pembaruan (updating) data. Hal ini tentu menjadi perhatian, terkait dengan kepastian kondisi terakhir populasi spesies tersebut di alam, maupun upaya perlindungannya secara berkelanjutan. Beberapa spesies kura-kura dengan sumber rujukan yang belum mengalami pembaruan tersebut, antara lain adalah G. gigantea,
G.agassizii, M. temminckii, C. sulcata, M. terrapin, dan A. pallidipectoris (IUCN, 2016). Hasil pendataan yang diperoleh pada penelitian ini menjumpai penjualan secara bebas 25 spesies kura-kura yang tercantum dalam Appendix I, II, dan III CITES. Spesies yang masuk dalam Appendix CITES memiliki konsekuensi, yaitu perdagangannya diatur dan dilaksanakan sesuai kesepakatan internasional, oleh negara-negara yang meratifikasi CITES. Djumpai empat spesies kura-kura yang tercantum Appendix I CITES, 17 spesies tercantum dalam Appendix II CITES, dan empat spesies lain masuk dalam Appendix III CITES (Tabel 2). Empat spesies kura-kura dalam Appendix I CITES yaitu A. radiata, G. carbonaria, P. geometricus, dan G. hamiltonii. Appendix I CITES berisi daftar spesies yang dilarang untuk diperjualbelikan, kecuali untuk keperluan penelitian dengan ijin khusus. Spesies kura-kura lokal yang masuk dalam Appendix II CITES dan ditemukan pada penelitian ini, yaitu C. mccordi, C. amboinensis, C. dentata, M. emys, S. crassicollis, dan C. insculpta. Appendix II CITES berisi daftar spesies tumbuhan dan satwa yang boleh diperdagangkan secara global, namun dengan pengaturan ketat. Ditemukannya cukup banyak spesies kurakura Appendix I dan II CITES pada penelitian ini, menunjukkan lemahnya pengawasan perdagangan satwa liar di Indonesia, khususnya di ibu kota Jakarta. Pemerintah RI selain menjalankan ketentuan yang merujuk pada IUCN dan CITES, juga telah menerbitkan beberapa peraturan untuk perlindungan satwa liar yang berlaku nasional. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dalam PP ini disebutkan bahwa spesies C. insculpta (labi-labi moncong babi) tidak boleh dimanfaatkan, kecuali untuk tujuan penelitian dan penangkaran, dengan ijin terbatas. Mengacu pada ketentuan ini, perdagangan C. insculpta seharusnya hanya dapat dilakukan jika berasal dari hasil penangkaran (Media Indonesia, 2010), bukan pengambilan langsung dari alam, namun kenyataan di lapangan berbeda dari ketentuan tersebut.
5
Tabel 2. Status kura-kura yang dijumpai, berdasarkan Red List IUCN dan CITES No.
Spesies
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14 15. 16 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Astrochelys radiata Psammobates geometricus Chelodina mccordi Cuora yunnanensis Geochelone radiata Manouria emys Ocadia sinensis Graptemys gibbonsii Geoclemys hamiltonii Cuora amboinensis Geochelone gigantea Gopherus agassizii Macrochelys temminckii Centrochelys sulcata Siebenrockiella crassicollis Pelodiscus sinensis Acanthochelys pallidipectoris Podocnemis unifilis Carettochelys insculpta Malaclemys terrapin Cyclemys dentata Geochelone pardalis Elseya novaeguineae Emydura subglobosa Geochelone carbonaria Chelydra serpentina Chelonoidis carbonaria Chelus fimbriata Graptemys pseudogegraphica kohnii Trachemys scripta elegans Rhinoclemmys pulcherrima manni
Status pada Red List IUCN & tahun acuan* CR, 2008 CR, 2015 CR, 2000 CR, 2010 CR, 2008 EN, 2000 EN, 2000 EN, 2013 VU, 2000 VU, 2000 VU, 1996 VU, 1996 VU, 1996 VU, 1996 VU, 2000 VU, 2000 VU, 1996 VU, 2000 VU, 2000 NT, 1996 NT, 2000 LC, 2015 LC, 2000 LC, 2000 LC, 2012 -
Acuan pada CITES ** Appendix I Appendix I Appendix II Appendix II Appendix II Appendix II Appendix III Appendix III Appendix I Appendix II Appendix II Appendix II Appendix III Appendix II Appendix II Appendix II Appendix II Appendix II Appendix II Appendix II Appendix II Appendix I Appendix II Appendix III -
Ket: CR = critically endangered; EN = endangered; VU = vulnerable; NT = near threatened; LC = least concern (Sumber : *IUCN, 2016; **CITES, 2016)
SIMPULAN Pengawasan terhadap perdagangan spesies satwa liar yang dilindungi di Indonesia masih lemah, terbukti dengan ditemukannya penjualan secara bebas 19 spesies kura-kura yang tercntum dalam Red List IUCN, maupun 18 spesies dalam Appendix I dan II CITES yang perdagangannya diatur berdasarkan kesepakatan global. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Ekspor. Agustus 2015. Indonesia. 4. CITES. 2016. Index of CITES Species. http://www.checklist.cites.org Diakses pada 21 Mei 2016. Pukul 09:00 WIB. Iskandar, D.T. 2000. Kura-kura dan buaya Indonesia dan Papua Nugini. PAL Media Citra.
Bandung. 1,13, 21, 24, 51, 69, 73, 95, 102, 133, 144. IUCN. 2016. About Red List IUCN. . http://www.iucnredlist.org/about/introduction Diakses pada 20 Januri 2016 pukul 20.00 WIB. Kurniati, H. 2007. Baning Hutan Manouria emys emys Satwa Liar Penghuni Hutan yang Perlu Dilindungi. Jurnal Fauna Indonesia 7(1): 9. Media Indonesia. 2010. Seraut Kepunahan di Pesta Satwa. Jakarta. 8. National Geographic. 2013. Aldabra, Dimana Jumlah Kura-kura Lebih Banyak dari Manusia.http://www.nationalgeographic.co. id. Diakses pada 1 June 2016 pukul 20.00 WIB Rahardjo, M. F. 2011. Spesies Akuatik Asing Invasif. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III, 18 Oktober 2011. Masyarakat Iktiologi Indonesia. 1. 6
Rhodin, A.G.J., A.D. Walde, B.D. Horne, P.P. van Dijk, T. Blanck, R. Hudson. 2011. Turtles in Trouble: The World’s 25 Most Endangered Tortoises and Freshwater Turtles. Wildlife Conservation Society and San Diego Global Zoo. 9. Shepherd, C. R., B. Ibarrondo. 2005. Perdagangan Kura-kura Berleher Ular Pulau Roti Chelodina mccordi, Indonesia. Traffic. Malaysia. 22. Shepherd, C. R., V. Nijman. 2007. Tinjauan Terhadap Peraturan Perdagangan Kura-Kura Air Tawar Sebagai Satwa Peliharaan di Jakarta, Indonesia. Traffic. Malaysia. 1. Sinaga, H.N.A. 2008. Perdagangan Jenis Kurakura Darat dan Kura-kura Air Tawar di Jakarta. Thesis. Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2, 14. Siregar, S. 2014. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Kencana Prenadamedia Group. Jakarta. 126. TRAFFIC. 2007. Tinjauan terhadap Peraturan Perdagangan Kura-kura Air Tawar Sebagai Satwa Peliharaan di Jakarta, Indonesia. Petaling Jaya. Malaysia. II, 2. Warta Bea Cukai. 2015. Jaga Alam, Lindungi Flora dan Fauna Indonesia. Volume 47. Nomor 7. 6, 7, 11.
7