INTERPRETASI SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK SELF ASSESSMENT SYSTEM MENURUT PERPEKTIF WAJIB PAJAK USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI KOTA GORONTALO OLEH: Novrita Saleh S1 Akuntansi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interpretasi sistem pemungutan pajak self assessment menurut perspektif Wajib Pajak usaha mikro, kecil dan menengah di kota Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan peneliti sebagai instrument utama. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Gorontalo. Pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi. Penentuan informan dipenelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Informan dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 9 orang yang terdaftar dan pernah terdaftar sebagai Wajib Pajak di KPP Pratama Gorontalo. Untuk menganalisis data peneliti menggunakan teori analisis data Miles dan Hiberman berupa reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Pengecekan keabsahan data digunakan dua tahap yaitu memperpanjang kehadiran peneliti di lapangan dan meningkatkan ketekunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar Wajib Pajak tidak mengetahui tentang self assessment system, baiknya penerapan sistem pemungutan pajak self assessment dimata Wajib Pajak UMKM, kurangnya pemahaman Wajib Pajak dalam melakukan penghitungan jumlah pajak terutang, penilaian yang baik dari Wajib Pajak UMKM untuk pelayanan aparat pajak, dan persepsi yang berbeda dari Wajib Pajak mengenai pajak dan aparat pajak. Kata kunci:
interpretasi, self assessment system, UMKM, Wajib Pajak UMKM
I.
PENDAHULUAN Berdasarkan perpektif dunia, memang sudah diakui bahwa UKM
memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB), tetapi juga di negara-negara maju (NM). Di NM, UKM sangat penting tidak saja karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja, tetapi juga dibanyak negara kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB paling besar dibandingkan kontribusi dari UB. Di NSB di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, UKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan dan pembangunan ekonomi perdesaan. Namun, dilihat dari sumbangannya terhadap PDB dan ekspor non migas, khususnya produk-produk manufaktur, peran UKM di NSB masih relative rendah dan ini sebenarnya perbedaan yang paling mencolot dengan UKM di NM. Sesuai dengan informasi yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo, di Provinsi Gorontalo sekarang ini sudah terdaftar 9.291 total jumlah Wajib Pajak yang berprofesi atau bergerak di bidang usaha mikro, kecil dan menengah. Untuk wilayah Kota Gorontalo, tercatat sebanyak 4.259 Wajib Pajak yang memiliki usaha mikro, kecil dan menengah. Berikut ini adalah data yang peneliti peroleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo yang memberikan gambaran jumlah Wajib Pajak UMKM yang ada di Kota Gorontalo. Tabel 1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Usaha Mikro, kecil dan Menengah di Kota Gorontalo
Wilayah
Tahun 2008
2009
2010
2011
2012
Kota Gorontalo
2.816
3.172
3.651
4.021
4.259
Kab. Gorontalo
1.282
1.530
1.886
2.199
2.389
Kab. Pohuwato
422
535
708
881
1.036
Kab. Boalemo
173
243
340
392
464
Kab. Bone Bolango
232
298
511
610
677
Kab. Gorontalo Utara
192
231
317
391
466
Total
5.117
6.009
7.413
8.494
9.291
Sumber: KPP Pratama Gorontalo Berdasarkan data perkembangan jumlah Wajib Pajak diatas, menjelaskan begitu banyaknya jumlah Wajib Pajak UMKM yang ada di Provinsi Gorontalo. Yang menarik dari hal ini yaitu dari begitu banyaknya Wajib Pajak UMKM, justru hampir sebagian besar diantara mereka yang masih belum paham dengan tatacara pembayaran pajak. Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti selama melaksanakan kegiatan Magang di KPP Pratama dalam kurun waktu 2 bulan, bahwa hal yang paling banyak menjadi masalah bagi Wajib Pajak UMKM adalah pada saat mereka akan melakukan pembayaran pajak. Kelemahan UMKM ini, dapat dilihat jelas pada saat Wajib Pajak baik itu Orang Pribadi maupun Badan akan membayar pajak. Tidak dapat dipungkiri, masih banyak Wajib Pajak yang belum bisa menentukan sendiri besarnya jumlah pajak terutang yang harus mereka bayar. Padahal, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan melakukan perubahan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat wajib pajak sehingga masyarakat wajib pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik. Dengan dilaksanakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan sukarela dan membaiknya iklim usaha (Mardiasmo, 2011: 22). Namun dengan diberlakukannya sistem pemungutan pajak self assessment, justru semakin menambah kebingungan
dari wajib pajak UMKM dalam hal kewajiban perpajakannya. Berdasarkan fenomena ini, sangat mungkin terdapat berbagai persepsi, pemahaman atau penafsiran dari wajib pajak UMKM dalam hal kewajiban perpajakannya dan kinerja dari aparat pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak. Berdasarkan penelitian kualitatif Mutiara Mutiah, Gita Arasy Harwida, dan Fitri Ahmad Kurniawan yang melakukan penelitian dengan menganalisis WP UMKM yang terdapat di Kabupaten Bangkalan, maka penelitian ini mecoba melakukan pengembangan dengan menganalisi WP UMKM yang ada di Kota Gorontalo. Hal inilah yang memotivasi peneliti untuk mengangkat masalah yang menyangkut “Interpretasi Sistem Pemungutan Pajak Self Assessment Menurut Perspektif Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Kota Gorontalo”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah pada penelitian ini adalah: 1) Kurangnya pengetahuan Wajib Pajak UMKM tentang sistem pemungutan pajak Self Assessment. 2) Masih banyaknya Wajib Pajak UMKM yang belum bisa menentukan sendiri besarnya pajak terutang yang harus dibayar. 3) Menilai Perspektif Wajib Pajak UMKM tentang penerapan sistem pemungutan pajak Self Assessment. 1.3 Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti dapat merumuskan permasalahan yakni “Bagaimana perspektif Wajib Pajak UMKM di Kota Gorontalo tentang sistem pemungutan pajak Self Assessment?” 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini yakni untuk mengetahui dan mengungkap perspektif wajib pajak UMKM di Kota Gorontalo tentang sistem pemungutan pajak Self Assessment. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah : 1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan kajian untuk pengembangan penelitian selanjutnya. 2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran dan pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian sebagai bentuk realisasi dan perhatian akan tanggung jawab mahasiswa terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya untuk Dharma Penelitian. 1.5.2
Manfaat Praktis
1) Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang UMKM. 2) Bagi pihak yang diteliti, semoga dapat menambah wawasan, pemahaman, dan kesadaran dalam hal kewajiban perpajakannya, serta dapat memberikan motivasi dan dorongan terhadap Wajib Pajak UMKM untuk menjadi wajib pajak yang baik untuk negara II.
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Interpretasi Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh dari lapangan (Moleong, 2012: 151). Interpretasi menurut Mudji (2005) dalam penelitian Mutiah, dkk adalah suatu deskripsi dan ungkapan yang mencoba untuk mengerti tentang sebuah data atau peristiwa melalui pemikiran yang lebih mendalam. Selain itu, interpretasi dapat dikatakan sebagai aktivitas yang bertujuan untuk memberikan informasi yang menarik dan akurat untuk mengungkapkan pemahaman dan pengertian tentang arti dan hubungan antara pihak yang menafsirkan (interpreter) dengan suatu peristiwa (Joko dalam penelitian Mutiah, dkk). 2.2 Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut Adriani bahwa pajak merupakan iuran kepada negara, yang dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Abut, 2001: 1). 2.3 Self Assessment System Menurut Mardiasmo (2011: 7) self assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: 1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, 2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang, 3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Sistem, mekanisme, dan tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang sederhana menjadi ciri dan corak dalam perubahan UndangUndang ini dengan tetap menganut sistem self assessment. Perubahan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan keseimbangan hak dan kewajiban bagi masyarakat Wajib Pajak sehingga masyarakat Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan lebih baik. III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2012: 14) metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode postpotivisme karena berlandaskan pada filsafat post potivisme.
Metode ini juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian bersifat seni (kurang terpola), dan disebut sebagai metode interpretive karena hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan. Pendekatan
yang
digunakan
adalah
pendekatan
fenomenologi.
Fenomenologi menurut Moleong (2012: 15) merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu (Moleong,2012: 17). 3.2 Sumber Data Data yang dikumpulkan untuk mendukung penelitian ini adalah benar – benar data yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya yang diharapkan dapat diperoleh dari sumber data primer yakni informasi yang diperoleh dari lapangan melalui hasil wawancara langsung dengan wajib pajak UMKM yang terpilih, dengan bersumber pada pedoman pertanyaan yang sudah disiapkan oleh peneliti. Selain itu juga, peneliti menggunakan alat bantu sebagai perekam yaitu handphone, sekaligus alat tulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan membantu dalam proses penelitian. Tehnik yang digunakan untuk menentukan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan tehnik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2012: 392), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan perkembangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi social yang diteliti. Dalam hal ini, pertimbangan yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan yaitu karena informan mampu menceritakan atau memberikan keterangan mengenai pengetahuan, pengalaman dan pandangannya tentang sistem pemungutan pajak Self Assessment System, dan juga karena informan adalah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Gorontalo. Selanjutnya, informan juga memberikan kesediaan waktu atau meluangkan sedikit waktunya untuk diwawancarai terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini.
3.3 Analisis Data Menurut
Miles
dan
Hiberman
dalam
Sugiyono,
(2012;
430),
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification. Dalam menganalisa data, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Reduksi Data Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono,2012: 431). 2) Data Display Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut (Sugiyono,2012: 434). 3) Conclusion Drawing / Verification Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and Hiberman dalam bukunya Sugiyono (2012: 438) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan
data
berikutnya.
Tetapi
apabila
kesimpulan
yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan
yang
dikemukakan
merupakan
kesimpulan
yang
kredibel
(Sugiyono,2012: 438). IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Pengetahuan tentang Sistem Pemungutan Pajak Self Assessment Dibalik kesederhanaan dan kemudahan yang ditawarkan oleh sistem
pemungutan pajak Self Assessment, ternyata masih banyak masyarakat Wajib Pajak yang tidak mengetahui bahkan belum pernah mendengar istilah sistem pemungutan yang berlaku saat ini, yaitu self assessment system. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh informan-informan, ketika peneliti menanyakan apakah mereka pernah mendengar istilah self assessment system. Berikut penuturan dari Ibu Charolina : “ Tidak ……..” Berdasarkan penuturan singkat ibu Charolina yang mengatakan tidak tahu, ini menandakan bahwa ibu Charolina memang belum pernah sekalipun mendengar istilah self assessment. Apa yang menjadi ketidaktahuan ibu Charolina juga dialami oleh pak Rahmat ketika peneliti menyajikan pertanyaan serupa. Berikut jawaban pak Rahmat kepada peneliti : “Belum,,, tidak tahu…..” Ungkapan pak Rahmat ini cukup menggambarkan hal yang serupa, bahwa masih banyak Wajib Pajak yang tidak tahu dengan sistem pajak yang saat ini sedang mereka jalani. Wajib pajak selama ini hanya melakukan tugas atau apa yang menjadi kewajiban mereka tanpa pernah tahu apa itu sistem pajak self assessment. Berbeda dengan penuturan yang dilontarkan oleh ibu Lin dan juga pak Rahmat, ketika peneliti menanyakan hal yang sama kepada informan yang bernama pak Wahab, beliau memberikan jawaban yang berbeda kalimatnya, tetapi tetap sama maksudnya dengan informan sebelumnya. Berikut jawaban pak Wahab: “Baru ini dapa dengar…!!!!” Dari jawaban tersebut dapat dilihat bahwa pak Wahab pun selama ini, tidak pernah mendengar istilah yang ditanyakan oleh peneliti. Hal ini dapat dilihat
dengan kalimat yang dilontarkannya, artinya bahwa informan baru mendengarkan istilah self assessment dari sesi tanya jawab yang dilakukannya dengan peneliti. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar masyarakat Wajib Pajak, khususnya untuk UMKM, kurang memiliki pengetahuan tentang sistem pemungutan pajak self assessment sytem. 4.1.2
Penilaian atas sistem pemungutan pajak Self Assessment Sistem pemungutan pajak Self Assessment ini merupakan sistem yang
memberikan segala kebaikan dan kemudahan bagi wajib pajak dalam hal pembayaran pajak. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh pak Hamzah: “ Saat ini, kalau semua mengikuti,,,, apa namanya,,, pengusaha kecil kayaknya terlalu apa,, yaaa pajak yang dibebankan kepada kita itu memberatkan.. tapi,, tetap bagaimana yaa, sistem yang dibangun ini yaa bagus..” Berdasarkan pendapat yang dikatakan oleh pak Hamzah diatas, menjelaskan bahwa pak Wawan menilai pajak yang dikenakan terhadap pengusaha kecil seperti mereka dianggap memberatkan. Namun, untuk kebijakan sistem pemungutan pajak yang berlaku tetap dinilai bagus dimata pak Hamzah. Penilaian lain yang muncul tentang sistem pemungutan pajak, berasal dari Pak Rahmat Abdullah yaitu: “Sistemnya sih seperti yang dulu,, cuma pelayanan terhadap Wajib Pajak..” Berdasarkan kalimat yang dilontarkan oleh pak Rahmat menilai bahwa sistem pemungutan pajak menurutnya tidak memiliki masalah hanya saja dari segi pelayanannya yang mengalami sedikit perubahan. Melihat setiap pendapat yang disampaikan oleh informan-informan di atas, maka dapat dilihat bahwa sistem pemungutan pajak yang berlaku saat ini di Indonesia, dinilai sudah cukup baik oleh masyarakat Wajib Pajak UMKM khususnya. 4.1.3
Masalah dalam penerapan sistem pemungutan pajak self assessment
Ciri-ciri self assessment yaitu semua kewajiban perpajakan baik itu dimulai dari kegiatan penghitungan, pembayaran, dan juga pelaporan semua dilakukan oleh Wajib Pajak. Berdasarkan latar belakang penelitian dengan melihat fenomena yang terjadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Gorontalo bahwa paling banyak Wajib pajak mengalami kesulitan, pada saat menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Berikut tanggapan informan wajib pajak yang bernama ibu Charolina ketika ditanyai tentang masalah terkait masalah penghitungan jumlah pajak terutang: “Kan kalau tidak mangarti kan, dorang mo bantu juga” Berdasarkan tanggapan dari ibu Charolina, mengatakan bahwa kesulitan pada saat menghitung itu memang ada, namun tetap diberikan bantuan berupa petunjuk dari aparat pajak. Ditambahkan pula oleh pak Hamzah bahwa : “ehm,, setelah ada materi yang diberikan ini, kita bisa …” Apa yang diungkapkan oleh pak Hamzah juga sama seperti apa yang dijelaskan oleh ibu Charolina, dimana menurutnya bahwa beliau memang mengalami kesulitan pada saat pertama kali menentukan jumlah pajak terutang, namun tetap bisa teratasi setelah mendapatkan materi ataupun bimbingan dari aparat pajak. Pendapat lain juga disampaikan oleh pak Rahmat. Berikut pernyataan pak Rahmat: “Memang pertama kali kita,,, kita mengurus tentang pajak yaa kita kan dipandu darisana, darisana baru sama pihak kantor pajak, yah tetap saja kita mengalami kesulitan, yah mungkin perlu,,lebih perlu pihak kantor pajak itu banyak bersosialisasi, misalnya 3 bulan sekali undang pengusaha-pengusaha kecil menengah, tentang tata cara pengisian pajak yang betul. Sebab banyak kita di perusahaan kecil kita malah menyuruh orang untuk membayar pajak ” Dapat dilihat dari pernyataan pak Rahmat diatas bahwa kesulitan menentukan jumlah pajak terutang itu tetap ada, namun tetap selalu ada pengarahan dan juga panduan dari petugas pajak. Ucapan pak Rahmat diatas, menjadi nilai tambah untuk permasalahan yang selalu dialami oleh Wajib Pajak khususnya untuk UMKM, dimana sebagian besar diantara mereka pernah
merasakan kesulitan ketika melakukan penghitungan jumlah pajak terutang untuk pertama kalinya. Selanjutnya untuk masalah pembayaran dan juga pelaporan, semua informan mengatakan hal yang sama yaitu tidak ada masalah dengan kedua hal tersebut.
4.1.4
Penilaian Terhadap Pelayananan Aparat Pajak Pelayanan dari aparat pajak dinilai cukup baik oleh wajib pajak UMKM.
Seberapa baik pelayanan aparat pajak yang ada di KPP Pratama Gorontalo saat ini. Berikut penuturan pak Rahmat: “Kalau pelayanan di kantor pajak,, bagus!!!” Selanjutnya ditambahkan oleh pak Wahab, seperti berikut ini: “Oh bagus,, kinerja aparat pajak dari tahun ke tahun meningkat, daridulu kita tidak pake pelayanan online, sekarang sudah ada” Pendapat pak Wahab semakin menegaskan bahwa bukan hanya pelayanan yang bagus yang didapatkannya selama melakukan kewajiban perpajakannya, namun juga dari segi kinerja aparat pajak pun dinilai mengalami peningkatan yang baik pula. Lebih jelasnya lagi, seperti diungkapkan oleh pak Hamzah seperti berikut ini: “Apa itu KPP Pratama?? oh iyaa,, bagus.. jadi kalau dilihat pelayanannya bagus!!!” Ungkapan pak Hamzah diatas semakin menguatkan akan pelayanan yang baik yang selalu diberikan atau disajikan oleh aparat pajak setempat untuk setiap Wajib Pajak yang hendak melakukan kewajiban perpajakannya. Walaupun sebelumnya ketika ditanyakan pak Hamzah sempat bingung ketika mendengar kata KPP Pratama, namun setelah ia mengerti, ia langsung mengatakan bagus. 4.1.5
Persepsi Informan mengenai Pajak dan Aparat Pajak Tujuan pajak dibuat adalah untuk kesejahteraan rakyat. Namun melihat
keadaan yang sering bermuculan belakangan ini, tentang kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat pajak, semakin mendatangkan kekhawatiran atau
keresahan tersendiri bagi masyarakat Wajib Pajak, yang membuat mereka memiliki penilaian sendiri untuk pajak di Indonesia ini. Berikut penuturan pak Wahab ketika ditanyakan penilaiannya tentang pajak yang ada di Indonesia saat ini: “Kalau untuk penilaian pajak di Indonesia itu, dia bagus tapi para oknum-oknum pajak yang bekerja di dalam itu yang tidak. Cuma oknumnya bukan pajaknya” Ditambahkan pula oleh pak wahab mengenai harapannya untuk pajak kedepannya yaitu : “Harapan saya setiap tahun itu, karena perekonomian kita itu tiap tahun meningkat,, perekonomian meningkat.. kalau pajaknya tidak meningkat, pendapatan negara kan berkurang sedangkan semuanya kan dibiayai oleh pemerintah,, kalau pajaknya tidak ada, pendapatan negara tidak ada, yaa, penyaluran pajak itu!! Jadi masyarakat
Wajib
Pajak
membayar
pajak
sesuai
dengan
pendapatannya, tapi ada muncul berita korupsi pajak,, tapi itu cuma oknumnya…” Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh pak Hamzah, beliau menilai baik tentang pajak di Indonesia. Namun, melihat tanggapannya tentang penyaluran pajak yang dianggap tidak tepat, menimbulkan kesan tersendiri terhadap aparat pajak tertentu. Hal yang serupa juga dikatakan oleh ibu Listya yang menyampaikan harapannya untuk pajak di Indonesia kedepannya : “owh depe, depe apa maksudnya harapannya itu,,, apa namanya, itu depe hasilnya pajak yang torang setor itu memang terarah dengan bagus dank, memang itunya tidak menyimpang kekantong, ehm,, itu noh kan torang bayar pajak maksudnya karena memang harus bayar dengan hasil yang torang dapa, maksudnya itu tersalurkan dengan baik” Melihat apa yang diucapkan, bahwa ibu Listya berharap agar dana yang dikumpulkan oleh pemerintah dari pajak ini dapat tersalurkan dengan baik. Dikatakan pula bahwa apa yang sudah menjadi kewajiban mereka sebagai Wajib
Pajak, itu memang sudah merupakan suatu keharusan untuk membayar pajak sesuai dengan penghasilan yang diperolehnya. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1) Pengetahuan informan atau tepatnya Wajib Pajak usaha mikro, kecil dan menengah di Kota Gorontalo tentang istilah self assessment sysem, sangatlah minim. Hal ini terbukti dari temuan peneliti bahwa hampir keseluruhan informan tidak pernah mendengar atau tidak mengetahui istilah self assessment tersebut. 2) Adanya penilaian yang baik dari Wajib Pajak mengenai sistem yang berlaku saat ini. Hal ini dapat dilihat dari komentar-komentar baik yang disampaikan oleh mereka. 3) Kebanyakan Wajib Pajak sering mengalami kesulitan pada saat pertama kali menentukan jumlah pajak terutangnya. 4) Pelayanan yang disajikan oleh pihak aparat pajak dinilai cukup baik oleh Wajib Pajak, khususnya ketika mereka akan melakukan kewajiban perpajakannya. 5) Pendapat yang berbanding terbalik dari informan mengenai pajak dan aparat pajak. Hal ini terkait dengan banyaknya kasus-kasus korupsi yang sudah semakin marak bermunculan di media-media elektronik. 5.2 Saran Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan peneliti pada bab sebelumnya, maka saran yang dapat diberikan yaitu : 1) Diharapkan atau dianjurkan kepada pihak aparat pajak untuk lebih sering melakukan atau memberikan sosialisasi terhadap pengusaha-pengusaha mikro dan kecil dan menengah, mengenai sistem perpajakan yang berlaku, lebih khususnya lagi tentang tata cara penghitungan jumlah pajak terutang.
2) Agar pihak aparat pajak senantiasa menjaga kinerja mereka yang dinilai sudah cukup baik dan dipercaya oleh masyarakat Wajib Pajak Gorontalo. 3) Untuk informan, semoga bisa menjadi Wajib Pajak yang jujur dan sadar akan kewajibannya.
DAFTAR REFERENSI Abut, hilarious. 2001. Perpajakan. Jakarta: Diadit Media Ardijansyah, Ricky. 2011. Persepsi Pengusaha UMKM di Wedoro Waru Sidoarjo Tentang Akuntansi. Skripsi. STIE Perbanas Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2011. Persandingan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2011. Yogyakarta: Andi Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mutiah, Harwida & Kurniawan. 2011. Interpretasi Pajak dan Implikasinya Menurut Perspektif Wajib Pajak Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Universitas Trunojoyo. Jurnal SNA XIV Aceh Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta, CV Tambunan, Tulus. 2009. Perekonomian Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat