GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
INTERPRETASI GEOLOGI GUNUNG RAJABASA BERDASARKAN INTEGRASI CITRA ASTER, DEM DAN GEOLOGI PERMUKAAN I Gede Boy Darmawan1, Lucas Donny Setijadji2, Djoko Wintolo2 1,2
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada, Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta Diterima tanggal : 15 November 2013
Abstrak Gunung Rajabasa terletak di selatan Pulau Sumatra tepatnya di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Keterdapatan beberapa manifestasi panasbumi di Gunung Rajabasa menjadi indikasi adanya potensi energi panasbumi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi geologi di daerah ini. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran kondisi geologi di Gunung Rajabasa dengan menggunakan metode penginderaan jauh (Remote Sensing) pada citra ASTER dan DEM. Dari interpretasi citra ASTER terdapat beberapa satuan litologi yang dihasilkan dari tiga kerucut gunungapi yang diinterpretasikan sebagai Gunung Rajabasa tua, Gunung Balerang dan Gunung Rajabasa muda. Hasil ini dikonfirmasi oleh hasil petrografi pada data lapangan berupa sampel batuan segar. Beberapa alterasi juga terdapat di daerah manifestasi panasbumi yang terletak di bagian utara dan selatan Gunung Rajabasa. Berdasarkan interpretasi kelurusan dari DEM, keterdapatan manifestasi panasbumi ini diperkirakan dikontrol oleh struktur di daerah tersebut. Struktur utama di Gunung Rajabasa diperkirakan berarah baratlauttenggara akibat pengaruh dari sesar Lampung yang diperkirakan merupakan bagian dari sistem sesar Sumatra. Keyword: Rajabasa, Manifestasi Panasbumi, Remote Sensing.
Pendahuluan Tekanan yang terjadi akibat penunjaman oleh lempeng Samudra Hindia di sebelah barat Sumatera, secara berkala telah dilepaskan melalui sesar-sesar yang sejajar dengan tepi lempeng (Mangga dkk, 1993). Penunjaman lempeng tersebut ditandai dengan munculnya deretan gunungapi, di antaranya Gunung Rajabasa yang terletak di ujung selatan pulau Sumatera, tepatnya di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan. Gunung Rajabasa merupakan stratovolkano (Stratovolcano) yang merupakan bagian dari busur vulkanik kwarter Sumatera. Produk busur vulkanik kwarter Sumatera yang dikeluarkan dari pusat di dalam busur vulkanik melapisi produk piroklastik seperti Formasi Lampung dan Formasi Tarahan (Barber et al., 2005). Kerucut vulkanik Rajabasa memiliki ketinggian ยฑ1281 mdpl dan merupakan gunungapi aktif tipe B (van Padang, 1951; Simkin dan Siebert, 1994 dalam Bronto dkk, 2012). Keberadaan manifestasi panasbumi di Gunung Rajabasa menandakan adanya potensi energi panasbumi di daerah ini. Manifestasi panasbumi seperti mata air hangat, mata air panas, geiser, kolam lumpur dan fumarol ditemukan di kaki Gunung Rajabasa bagian utara dan selatan,. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi Gunung Rajabasa berdasarkan interpretasi penginderaan jauh dengan mengintegrasikan citra ASTER, ASTER DEM dan data geologi permukaan. Band VNIR data ASTER dengan resolusi spasial 15 m berguna untuk pemetaan topografi dan menghasilkan digital elevation model 285
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
(DEM) (Gad dan Kusky, 2006). Lineaments, unit geologi dan struktur vulkanik bisa ditentukan pada citra satelit dengan pengolahan citra dan analisis kelurusan (Cengiz et al, 2006). Dengan resolusi spektral yang disediakan oleh ASTER, identifikasi spesifik mineral-mineral alterasi menjadi mungkin dilakukan, karena memiliki enam saluran (band) spektral di sensor SWIR (band 4-9) (Crosta et al., 2003). Sedangkan lima saluran TIR (band 10-14) dengan resolusi spasial 90 m digunakan untuk mencirikan batuan-batuan silikat (Yamaguchi et al., 1998 dalam Gad and Kusky, 2007).
Geologi Regional Area penelitian ini berada ujung selatan Pulau Sumatera tepatnya di Gunung Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Gunung Rajabasa terletak di sebelah tenggara dari kota Bandar Lampung, terletak di Kalianda dengan jarak sekitar 31 km dari pelabuhan Bakauheni. Berdasarkan pada peta geologi regional (Mangga dkk, 1993), Gunung Rajabasa berada pada Formasi Satuan Gunungapi Muda (Qhv) tersusun dari lava berkomposisi andesit-basal, breksi dan tuf. Formasi Lampung (QTl) dan Andesit Tersier (Tpv) berada disekelilingnya (Gambar 1). Satuan andesit yang lebih tua disusun oleh lava andesitik sebagai produk dari vulkanisme tersier menyebar dari bagian barat sampai bagian tenggara Gunung Rajabasa. Berdasarkan karakteristik aliran lava yang terjadi pada Gunung Rajabasa, satuan andesit diperkirakan berkembang tidak jauh dari sumber erupsi (Bronto dkk, 2012). Tidak ada sejarah erupsi yang terekam di Gunung Rajabasa, tetapi van Padang (1951) dalam Budiarjo dkk (1995) mengatakan di tahun 1863 dan 1892 terjadi peningkatan aktivitas vulkanik tetapi tidak sampai terjadi erupsi.
Gambar 1. Lokasi dan Geologi Regional daerah penelitian Gunung berapi Kuarter yang terdapat di sepanjang busur Sunda dan Banda dari Indonesia adalah contoh yang terkenal dari vulkanisme terkait subduksi. Selat Sunda menandai transisi dari depan ke subduksi miring, dan ditafsirkan sebagai daerah perluasan 286
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
yang merupakan hasil gerak arah barat laut dari irisan busur yang terletak di antara parit dan Sistem Sesar Sumatera (Barber et al., 2005). Secara tektonik dan topografi daerah ini sangat kompleks. Menurut Ninkovich (1976) dalam Barber et al. (2005) pembukaan selat adalah hasil dari rotasi searah jarum jam di Sumatera sekitarห20 di sekitar sumbu yang terletak di dekat Selat Sunda sejak Akhir Miosen (Gambar 2).
Gambar 2. Peta geologi dari Selat Sunda yang disederhanakan (dimodifikasi dari Nishimura et al., 1986) menunjukkan fitur tektonik dan vulkanik utama daerah di Selat Sunda (Barber et al., 2005).
Nishimura et al. (1986) dan Harjono dkk. (1991) dalam Barber et al., (2005) menyarankan bahwa tren zona rekahan N35หE membentang dari Pulau Panaitan ke Krakatau, Sebesi dan Sebuku, ke Gunung Rajabasa di daratan Sumatera, dan ke Sukadana Plateau.
Bahan dan Metode Pada penelitian ini, metode penginderaan jauh dilakukan pada citra ASTER L1B yang diperoleh melalui LPDAAC USGS. Citra ASTER digunakan untuk mendeteksi sebaran mineral alterasi di daerah penelitian. Integrasi citra ASTER dan ASTER DEM digunakan untuk menganalisis kelurusan, kelerengan dan sebaran lava dari Gunung Rajabasa. Citra ASTER ASTER adalah citra multispektral yang diluncurkan pada bulan Desember 1999. ASTER mencakup wilayah spektrum yang luas dengan 14 saluran yang terdiri dari tiga sensor. Sensor tersebut yaitu VNIR (Visible and Near Infrared) terdiri dari 3 saluran, SWIR (Short Wave Infrared) terdiri dari 6 saluran dan TIR (Thermal Infrared) terdiri dari 5 saluran. Untuk saluran VNIR memiliki resolusi spasial 15 m, SWIR memiliki resolusi spasial 30 m dan TIR memiliki resolusi spasial 90 m, masing-masing citra ASTER mencakup area seluas 60 x 60 km (Abrams et al., 2002). Tiga saluran VNIR merupakan sumber informasi penting yang berhubungan dengan penyerapan pada logam-logan transisi khususnya besi dan beberapa unsur tanah jarang (REE) (Rowan et al., 1986 dalam Aboelkhair et al., 2010). Data SWIR mendeteksi fitur spektral dari alterasi hidrotermal yang terkait dengan gugus hidroksil, sulfat dan mineral karbonat (Rowan and Mars, 2003). Sedangkan sensor pada saluran TIR dapat digunakan untuk pemetaan kuarsa, mineral mafik dan batuan karbonat (Ninomiya et al., 2005). 287
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Citra ASTER yang digunakan pada penelitian ini adalah citra ASTER L1B yang diperoleh dari NASA Land Processes Distributed Active Archive Center (LP-DAAC) User Services, USGS Earth Resources Observation and Science (EROS) Center dalam format HDF yang diakuisisi pada tanggal 22 September 2006. Gambar 3 menunjukkan citra ASTER dengan composit warna RGB: 321 di daerah penelitian.
Gambar 3. Citra ASTER L1B dengan komposit warna RGB: 321 (Grayscale) di daerah penelitian Dari citra ASTER terlihat sebagian dari daerah penelitian tertutup awan dan adanya ganguan sensor di utara daerah penelitian. Hal ini membuat daerah tersebut tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan di permukaan yang tertutupi awan tersebut. Namun daerah yang tidak tertutupi awan masih cukup untuk memberikan informasi mengenai reflektansi di permukaan. Scene ini merupakan scene dengan area tidak tertutup awan terbaik yang dapat diperoleh dalam penelitian ini. Karena sejak tahun 2008, sensor SWIR pada citra ASTER dimatikan karena terjadi kebocoran foton yang mempengaruhi seluruh sensor SWIR. ASTER DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan kumpulan data ketinggian digital yang menunjukkan bentuk topografi suatu daerah. Sifat data ketinggian ini berkesinambungan, tidak dapat dibagi (Sarapirome, et al., 2002). Data ketinggian digunakan untuk membuat DEM memperlihatkan data kontur. Kontur menunjukkan garis-garis yang menghubungkan ketinggian yang sama (Klikenberg, 1990). Penggunaan data DEM diarahkan pada interpretasi kelurusan dan analisis morfometri seperti slope dan ketinggian. Kelurusan yang dijumpai pada citra berhubungan dengan struktur geologi seperti sesar, kekar, sumbu antiklin dan sinklin. ASTER DEM merupakan salah satu jenis data DEM yang dapat diperoleh dengan mudah dari USGS. Data ini mengandung informasi topografi yang dihasilkan dari data 288
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
ASTER sensor VNIR band 3N dan 3B dengan resolusi 15 m. Data ASTER DEM dapat digunakan dalam pemetaan 1:50.000 sampai 1:250.000 (Kervyn et al, 2007). Pengamatan Lapangan Dalam penelitian ini telah dilakukan pengamatan lapangan di beberapa lokasi meliputi area manifestasi panasbumi di Gunung Rajabasa (Gambar 4).
Gambar 4. Lokasi pengamatan dan pengambilan sampel Pada area manifestasi terdapat alterasi di permukaan. Area alterasi ini akan digunakan sebagai konfirmasi keterdapatan mineral-mineral alterasi dari hasil pengolahan citra ASTER. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, terdapat delapan area manifestasi yang terdiri dari fumarol, mataair panas dan tanah hangat. Alterasi permukaan selalu nampak di area manifestasi panasbumi di daerah penelitian seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 5. Pengamatan lapangan di Way Belerang (Gambar 5a dan 5b) menunjukkan keterdapatan manifestasi mataair panas dan fumarol. Alterasi lempung juga terlihat di area manifestasi ini. Sedangkan pada manifestasi tanah hangat (Gambar 5c) terlihat alterasi dengan kondisi batuan masih cukup keras. Manifestasi mataair panas di Way merak (Gambar 5d) juga menunjukkan keterdapatan mineral alterasi.
289
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Gambar 5. Pengamatan manifestasi panasbumi di Gunung Rajabasa. a, b, c. Way Belerang, d. Way Merak, e. Gunung Botak, f. Way Kalam, g. Kecapi Simpur, h. Rajabasa.
Hasil dan Pembahasan Interpretasi pada ASTER DEM dilakukan untuk mendapatkan gambaran topografi dan kelerengan di daerah penelitian. Hasil interpretasi topografi dan kelerengan dari ASTER DEM ditunjukkan oleh gambar 6.
Gambar 6. Interpretasi topografi (kiri) dan kelerengan (kanan) dari ASTER DEM Topografi di daerah penelitian (Gambar 6 kiri) terdiri dari lima jenis berdasarkan klasifikasi dari van Zuidam (1945) yaitu: dataran rendah, dataran rendah pedalaman, perbukitan rendah, perbukitan dan perbukitan tinggi. Kontur topografi merupakan hasil ekstraksi dari ASTER DEM dengan interval kontur 50 m. Secara umum daerah penelitian berada pada daerah perbukitan. Klasifikasi kelerengan dari ASTER DEM di Gunung Rajabasa juga diklasifikasikan berdasarkan van Zuidam (1945). Hasil interpretasi kelerengan menghasilkan area yang menunjukkan tingkat kemiringan dari area di Gunung Rajabasa (Gambar 6 kanan). Pada gambar tersebut tingkat kemiringan disederhanakan menjadi empat jenis yaitu: datar, miring, curam dan sangat curam. Daerah yang memiliki tingkat kelerengan yang cukup tinggi dan sangat curam merupakan daerah yang memiliki potensi bahaya yang lebih besar. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut sebagian besar daerah penelitian merupakan perbukitan curam. Penarikan kelurusan juga dilakukan pada ASTER DEM untuk mengetahui arah dan gaya yang bekerja pada daerah penelitian. Kelurusan yang dihasilkan merupakan interpretasi yang dilakukan berdasarkan kenampakan kelurusan di permukaan digital elevation model (DEM) dari citra ASTER. Hasil penarikan kelurusan masih dipengaruhi oleh efek-efek permukaan yang diakibatkan oleh pohon dan bangunan. Hasil interpretasi kelurusan ditunjukkan oleh Gambar 7. Terdapat 174 kelurusan dengan arah utama baratlaut-tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa arah utama dari kelurusan hasil interpretasi selaras dengan arah struktur utama yang juga memiliki arah utama baratlaut-tenggara, seperti sesar Lampung-Panjang yang diperkirakan sebagai bagian dari sistem sesar 290
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Sumatera. Jika dikaitkan dengan morfologi daerah penelitian, daerah perbukitan tinggi yang sangat curam merupakan tempat terdapatnya struktur kelurusan yang jumlahnya lebih tinggi dari satuan morfologi yang lebih rendah.
Gambar 7. Interpretasi kelurusan dari ASTER DEM Analisis vegetasi pada citra ASTER menghasilkan kenampakan kerapatan vegetasi di permukaan. Analisis ini menggunakan metode NDVI pada citra ASTER dengan persamaan ๐๐๐๐ 3 โ ๐๐๐๐ 2 ๐๐ท๐๐ผ = ๐๐๐๐ 3 + ๐๐๐๐ 2 (Kalinowski and Oliver, 2004). Gambar 8 menunjukkan daerah yang berwarna lebih gelap merupakan daerah yang memiliki kerapatan vegetasi yang tinggi sedangkan daerah yang lebih terang memiliki kerapatan vegetasi yang rendah. Daerah yang sangat terang diperkirakan sebagai daerah yang bukan vegetasi seperti misalnya muka air.
Gambar 8. Analisis kerapatan vegetasi (NDVI) pada citra ASTER Kerapatan vegetasi tinggi mendominasi di area puncak Gunung Rajabasa sedangkan kerapatan sedang dan rendah berada di tengah dan kaki gunung. Kerapatan di puncak 291
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
diperkirakan sebagai bagian dari area hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Sedangkan daerah vegetasi sedang dan rendah diperkirakan sebagai area perkebunan, persawahan dan pemukiman warga. Daerah manifestasi juga terletak di area kerapatan vegetasi yang sedang dan rendah, hal ini mencirikan keterdapatan mineral-mineral alterasi yang terubah oleh panas. Untuk mendeteksi keterdapatan mineral-mineral alterasi tersebut, dilakukan analisis dan interpretasi lebih lanjut pada citra ASTER dengan menggunakan metode defoliant. Metode ini menggunakan metode statistik multivariat yang sama dengan principal component analisis yang disebut directed principal component (DPC). Teknik ini pada dasarnya adalah teknik penajaman yang dilakukan dengan menggabungkan dua rasio saluran. Teknik penajaman yang berdasarkan pada analisis directed principal component (DPC) dari dua rasio saluran disebut software defoliant technique (Carranza, 2002). Analisis alterasi pada penelitian ini dilakukan untuk mendeteksi keterdapatan alterasi argilik yang direpresentasikan oleh kaolinit dan alterasi propilitik yang direpresentasikan oleh klorit. Pemilihan band ratio yang digunakan dalam analisis ini menggunakan nilai spektral reflektansi dari mineral kaolinit dan klorit yang dikomparasikan dengan nilai spekral refelktansi dari vegetasi. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9, nilai input metode defoliant untuk mineral kaolinit (argilik) adalah band 6/band 5 dan band 4/band 5. Nilai ini diperoleh dari respon spektral vegetasi tinggi dikedua ratio dan respon spektral kaolinit tinggi di band 4.
Gambar 9. Nilai spektral reflektansi dari mineral kaolinit di laboratorium (kiri) dan nilai spektral relfektansi resampling untuk ASTER (kanan). Ratio band 4/band 5 merupakan reflektansi tinggi pada kaolinit dan rendah di ratio band 6/band 5. Sehingga nilai tinggi dari input ratio band 4/band 5 menjadi target untuk mendeteksi keterdapatan mineral alterasi argilik yang diwakili oleh kaolinit. Tabel 1 menunjukkan statistik hasil analisis metode defoliant untuk kaolinit. Tabel 1. Statistik metode defoliant citra ASTER untuk kaolinit Band 6 : Band 5 Band 4 : Band 5 matrik kovarian Band 6 : Band 5 0.01005 -0.15711 Band 4 : Band 5 -0.15711 87.50176 matrik korelasi Band 6 : Band 5 Band 4 : Band 5
1.00000 -0.16751
-0.16751 1.00000
DPC1 DPC2
-0.00180 1.00000
1.00000 0.00180 292
Eigenvalues
87.50204 0.00977
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Berdasarkan Tabel 1., nilai DPC yang berlawanan tanda adalah pada DPC1 yang menunjukkan adanya perbedaan respon spektral reflektansi. Kaolinit menunjukkan nilai positif 1.00000 pada input layer 2 yakni ratio band 4/band 5. Dengan demikian daerah yang terang menunjukkan keterdapatan mineral alterasi argilik yang diwakili oleh respon spektran reflektansi kaolinit. Sebaran alterasi kaolinit ini ditunjukkan oleh Gambar 10 di bawah ini sebagai piksel berwarna terang/putih.
Gambar 10. Sebaran keterdapatan mineral kaolinit (Argilik) dengan metode defoliant pada citra ASTER. Sebaran alterasi kaolinit nampak terkonsentrasi di sekitar puncak dari Gunung Rajabasa. Di bagian utara dan selatan mendominasi arah sebaran yang berpusat di puncak Rajabasa. Keterkaitan antara keterdapatan mineral alterasi kaolinit dengan area manifestasi panasbumi dapat dianalisis dengan melakukan overlay titik pengamatan lapangan. Untuk mendeteksi keterdapatan mineral alterasi klorit yang diharapkan dapat merepresentasikan alterasi propilitik dilakukan metode defoliant pada citra ASTER dengan input ratio band 3/band 4 dan band 6/band 9. Pemilihan input ratio berdasarkan nilai spektral reflektansi seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 11. Nilai reflektansi klorit pada ratio band 3/band 4 rendah menunjukkan absorbsi dan reflektansi pada ratio band 6/band 9. Sedangkan vegetasi menunjukkan nilai reflektansi tinggi di kedua input tersebut. Hal ini diharapkan agar nilai reflektansi vegetasi dapat dipisahkan dari nilai reflektansi klorit. Citra untuk masukan dari band ratio dipilih berdasarkan pada informasi yang dikandung pada ratio yang pertama yang berhubungan dengan komponen yang ingin diketahui 293
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
(misalnya alterasi hidrotermal), respon spektral yang mengalami gangguan dari respon spektral komponen yang lain (misalnya vegetasi). Ratio yang kedua harus mengandung informasi tentang komponen yang saling mempengaruhi ini (Rojas, 2003).
Gambar 11. Nilai spektral reflektansi dari mineral klorit di laboratorium (kiri) dan nilai spektral relfektansi resampling untuk ASTER (kanan). Grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 11 (kiri) merupakan nilai reflektansi mineral klorit hasil dari pengukuran di laboratorium dan kemudian dilakukan resampling terhadap jangkauan sensor pada setiap band citra ASTER sehingga menghasilkan grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 11 (kanan). Ratio band dilakukan sebagai bagian awal untuk mempersiapkan input dalam metode defoliant menggunakan statistik multivariat yang dikenal dengan Direct Principal Componet (DPC). Dengan metode ini diharapkan dapat memisahkan antara respon spektral mineral yang menjadi target dengan respon spektral dari vegetasi. Statistik input ratio yang digunakan dalam metode defoliant mineral klorit ditunjukkan oleh Tabel 2. Tabel 2. Statistik metode defoliant citra ASTER untuk klorit. Band 3 : Band 4 Band 6 : Band 9 matrik kovarian Band 3 : Band 4 24.63279 0.14099 Band 6 : Band 9 0.14099 1653.40524 matrik korelasi Band 3 : Band 4 Band 6 : Band 9 DPC1 DPC2
1.00000 0.00070
0.00070 1.00000
-8.656136e-005 1.000000
-1.000000 -8.656136e-005
Eigenvalues
1.653405e+003 2.463278e+001
Berdasarkan Tabel 2., nilai yang berlawanan tanda terdapat pada DPC2 dengan nilai positif 1.000000 pada input ratio band 3/band 4. Hal ini menunjukkan nilai piksel tinggi/terang berlawanan dengan keterdapatan mineral klorit. Oleh karena itu nilai dari DCP2 harus di invert dengan mengalikan (-1). Sebaran mineral alterasi klorit di daerah penelitian ditunjukkkan oleh Gambar 11. Sebaran mineral klorit sebagian besar terdapat sekeliling kaki Gunung Rajabasa. Nilai piksel yang terang menunjukkan kemungkinan keterdapatan mineral alterasi klorit. Nilai ini juga dapat dipengaruhi oleh vegetasi dan efek permukaan lain seperti persawahan dan permukiman warga. Dari gambar di bawah juga menunjukkan pola sebaran alterasi klorit yang cenderung tidak muncul bersamaan dengan keterdapatan mineral kaolinit. Di bagian 294
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
puncak dari Gunung Rajabasa cenderung berpiksel gelap sehingga diperkirakan kecil kemungkinan keterdapatan mineral klorit.
Gambar 11. Sebaran keterdapatan mineral klorit (propilitik) dengan metode defoliant pada citra ASTER Keberadaan awan memang menjadi salah satu masalah dalam metode penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit, terlebih lagi daerah penelitian merupakan daerah tinggi dan beriklim tropis, sehingga awan sangat banyak dan sering berkumpul di sana. Daerah yang tertutup awan tidak dapat memberikan informasi apapun sehingga harus dihilangkan seperti hasil pengolahan citra ASTER di atas. Hasil analisis metode defoliant pada citra ASTER hanya dapat memberikan gambaran sebaran mineral alterasi berdasarkan nilai spektral reflektan yang terekam pada sensor satelit. Sehingga perlu dilakukan pengamatan dan pengecekan ke lapangan guna mendapatkan acuan mengenai area yang benar-benar menunjukkan keterdapatan mineral alterasi. Keterdapatan mineral alterasi dari pengamatan lapangan akan dikomparasikan dan digunakan untuk menentukan nilai ambang batas dari piksel terang yang menunjukkan adanya mineral alterasi tersebut. Untuk mengetahui kaitan keterdapatan mineral alterasi dari hasil interpretasi citra ASTER dengan data lapangan, maka dilakukan penerapan nilai ambang batas untuk nilai piksel masing-masing mineal alterasi yang kemudian di overlay dengan data permukaan. nilai ambang batas yang dipergunakan adalah ๐โ๐๐๐ โ๐๐๐ = ๐๐๐๐ + (2 ร ๐๐ก๐๐๐ฃ) . 295
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Setelah nilai ambang batas diterapkan maka diperoleh nilai piksel masing-masing alterasi yang kemudian dioverlay dengan data lapangan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 12.
Gambar 12. Sebaran keterdapatan mineral alterasi kaolinit (argilik) dan klorit (propilitik) hasil interpretasi ASTER. Berdasarkan gambar di atas, warna terang/putih merupakan sebaran keterdapatan mineral alterasi kaolinit dan klorit hasil penerapan nilai ambang batas. Sebaran alterasi kaolinit (argilik) muncul hampir di seluruh daerah manifestasi sedangkan alterasi klorit hanya dekat dengan manifestasi mataair panas di Gunung Botak. Tidak ada data lapangan untuk daerah yang menunjukkan area alterasi klorit di bagian timur dan utara Gunung Rajabasa sehingga tidak dapat dipastikan bahwa di daerah tersebut memang muncul mineral alterasi klorit. Hal ini dikarenakan pengamatan lapangan hanya difokuskan pada area-area yang terdapat manifestasi panasbumi di permukaan.
Kesimpulan Berdasarkan interpretasi citra ASTER dan ASTER DEM maka diperoleh kesimpulan bahwa topografi Gunung Rajabasa terdiri dari lima jenis berdasarkan klasifikasi dari van Zuidam (1945) yaitu: dataran rendah, dataran rendah pedalaman, perbukitan rendah, perbukitan dan perbukitan tinggi. Sedangkan interpretasi kelerengan menghasilkan area yang menunjukkan tingkat kemiringan yang disederhanakan menjadi empat jenis yaitu: 296
GD02
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
datar, miring, curam dan sangat curam. Daerah yang memiliki tingkat kelerengan yang cukup tinggi dan sangat curam merupakan daerah yang memiliki potensi bahaya yang lebih besar. Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut sebagian besar daerah penelitian merupakan perbukitan curam. Hasil interpretasi kelurusan pada ASTER DEM menghasilkan 174 kelurusan dengan arah utama baratlaut-tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa arah utama dari kelurusan hasil interpretasi selaras dengan arah struktur utama yang juga memiliki arah utama baratlauttenggara, seperti sesar Lampung-Panjang yang diperkirakan sebagai bagian dari sistem sesar Sumatera. Analisi NDVI pada citra ASTER menunjukkan kerapatan vegetasi tinggi mendominasi di area puncak Gunung Rajabasa sedangkan kerapatan sedang dan rendah berada di tengah dan kaki gunung. Kerapatan di puncak diperkirakan sebagai bagian dari area hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Sedangkan daerah vegetasi sedang dan rendah diperkirakan sebagai area perkebunan, persawahan dan pemukiman warga. Dari metode defoliant ditunjukkan sebaran alterasi kaolinit nampak terkonsentrasi di sekitar puncak dari Gunung Rajabasa. Di bagian utara dan selatan mendominasi arah sebaran yang berpusat di puncak Rajabasa. Sedangkan sebaran mineral klorit sebagian besar terdapat sekeliling kaki Gunung Rajabasa. Pola sebaran alterasi klorit cenderung tidak muncul bersamaan dengan keterdapatan mineral kaolinit. Di bagian puncak dari Gunung Rajabasa cenderung berpiksel gelap sehingga diperkirakan kecil kemungkinan keterdapatan mineral klorit. Sebaran alterasi kaolinit (argilik) muncul hampir di seluruh daerah manifestasi sedangkan alterasi klorit hanya dekat dengan manifestasi mataair panas di Gunung Botak. Tidak ada data lapangan untuk daerah yang menunjukkan area alterasi klorit di bagian timur dan utara Gunung Rajabasa dikarenakan pengamatan lapangan hanya difokuskan pada area-area yang terdapat manifestasi panasbumi di permukaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan lapangan kembali untuk mendapatkan informasi lapangan mengenai keterdapatan mineral klorit di daerah tersebut.
Ucapan Terima Kasih Penulis sangat senang untuk menyampaikan terima kasih kepada LP-DAAC USGS yang telah memberikan citra ASTER L1B tanpa biaya demi penelitian ini. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan penelitian ini.
Daftar Pustaka [1]
[2] [3] [4]
[5]
Aboelkhair, M., Ninomiya, Y., Watanabe, Y., Sato, I. Processing and interpretation of ASTER TIR data for mapping of rare-metal-enriched albite granitoids in the Central Eastern Desert of Egypt. Journal of African Earth Sciences, No. 58, pp 141151, 2010. Abrams, M., Hook, S., and Ramachandran, B. ASTER User Handbook: Version 2. Jet Propulsion Laboratory/California Institute of Technology, 2002. Barber, A. J., Crow, M. J., and Milsom, J. S. Sumatra: Geology, Resources and Tectonic Evolution. The Geological Society Publishing House, UK, 2005. Bronto, S., Asmoro, P., Hartono, G., and Sulistiyono. โEvolution of Rajabasa Volcano in Kalianda Area and Its Vicinity, South Lampung Regencyโ. Indonesian Journal of Geology, Vol 7, No. 1 p. 11-25, 2012. Budiardjo, B., Masdjuk dan Leonardus, A.M. N. Detailed Geological report Rajabasa Mountain area, Lampung. Pertamina Geothermal Division, Indonesia (not published), 1995. 297
GD02
[6] [7]
[8]
[9]
[10] [11] [12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
Prosiding Seminar Nasional Kebumian Ke-6 Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, 11-12 Desember 2013
Carranza, E. J. M. Geologically-Constrained Mineral Potential Mapping, Examples from the Philippines. Thesis (PhD), Delft University of Technology, Belanda, 2002. Cengiz, O., Sener, E., Yagmurlu F. โA satellite image approach to the study of lineaments, circular structures and regional geology in the Golcuk Crater district and its environs (Isparta, SW Turkey)โ. Journal of Asian Earth Sciences, No. 27, pp 155โ 163, 2006. Crosta, A. P., De Souza Filho, C. R., Azevedo, F. and Brodie, C. โTargeting Key Alteration Minerals in Epithermal Deposits in Patagonia, Argentina, Using Aster Imagery and Principal Component Analysisโ. International Journal Remote Sensing, Vol. 24, No. 21, 4233-4240, 2003. Gad, S., and Kusky, T. โASTER Spectral Ratioing for Lithological Mapping in the Arabianโ Nubian Shield, the Neoproterozoic Wadi Kid Area, Sinai, Egyptโ. Gondwana Research 11, 326โ 335, 2007. Kalinowski, A., and Oliv.er, S. ASTER Mineral Index Processing Manual. Remote Sensing Applications Geoscience, Australia, 2004. Klikenberg, B. Digital Elevation Model, Nation Centre for Geographic Information Analysis, USA, 1990. Kervyn, M., Kervyn, F., Goossens, R., Rowland, S. K., Ernst, G. G. J. Mapping volcanic terrain using high-resolution and 3D satellite remote sensing. Mapping Hazardous Terrain using Remote Sensing, Geological Society, 2007. Mangga, S. A., Amirudin, T., Suwarti, S., Gafoer, and Sidarto. Geological Maps sheet Tanjungkarang, Sumatra. Geological Research and Development Center, Bandung, 1993. Ninomiya, Y., Fu, B., Cudahy, T.J. โDetecting lithology with Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) multispectral thermal infrared โโradiance-at-sensorโ dataโ. Remote Sensing of Environment, 99 (1โ2), 127โ 139, 2005. Rojas, A. S. Predictive Mapping of Massive Sulphide Potential in the Western Part of the Escambray Terrain, Cuba. Thesis (Master), International Institute for GeoInformation Science and Earth Observation, Enschede, Belanda, 2003. Rowan, L. C., and Mars, J. C. โLithologic Mapping in the Mountain Pass, California Area Using Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (ASTER) Dataโ. Remote Sensing of Environment 84 350-366, 2003. Sarapirome, S., Surinkum, A., and Saksutthipong, P. โApplication of DEM data to geological interpretation Thong Pha Phum area, Thailandโ. 23rd Asian Conference on Remote Sensing, 2002.
298