Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
PELESTARIAN LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM BISNIS SYARIAH Oleh : Nashihul Ibad Elhas1 Abstrak Krisis lingkungan pada dasarnya adalah sumber dari segala bencana, sebab jika kondisi lingkungan semakin memburuk, maka akan terjadi bencana di sana-sini, angka kemiskinan dan pengang-guran akan semakin meningkat, bahkan iklim bisnis juga ter-hambat. Ironisnya, krisis lingkungan tersebut kerap kali disebab-kan oleh kepentingan dunia usaha yang ternyata kurang mem-perhatikan kelestarian lingkungan hidup itu sendiri. Tantangan terberat yang saat ini tengah diupayakan dalam dunia bisnis adalah mengkompromikan antara aspek profitability (mencari keuntungan) dan responsibility (tanggung jawab). Tulisan ini berupaya untuk mengurai tentang berpartisipasi aktif dalam upaya menanggulangi dampak kerusakan lingkungan hidup meski dengan cara yang sangat sederhana, antara lain dengan melakukan efisiensi energi, seperti penghematan listrik, menggunakan kendaraan bermotor hanya ketika ada keperluan mendesak, mengubah pola hidup yang menggunakan zat-zat perusak ozon, menanam tumbuhan (pohon) di lahan kosong, dan sebagainya. Kata Kunci : Pelestarian Lingkungan, Hukum, Bisnis Syari’ah Pendahuluan Kerusakan lingkungan hidup serta degradasi kualitas sumber daya alam perlu kita respon secara cepat dan tepat, karena hal tersebut bukan hanya sebatas teori atau retorika para ilmuwan semata, tetapi telah menjadi fakta yang terjadi di berbagai belahan dunia. Sebagian besar kerusakan tersebut disebabkan oleh ulah manusia yang cenderung mengeksploitasi alam tanpa batas, seperti penebangan hutan secara masif, pola hidup yang boros energi,
Pengurus Pondok Pesantren Nurul Ulum Kemuningsari Lor, Panti Jember. Sekaligus Dosen Luar Biasa (DLB) IAIN Jember. 1
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 97
Nashihul Ibad Elhas
penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan, dan lain sebagainya. Krisis lingkungan pada dasarnya adalah sumber dari segala bencana, sebab jika kondisi lingkungan semakin memburuk, maka akan terjadi bencana di sana-sini, angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin meningkat, bahkan iklim bisnis juga terhambat. Ironisnya, krisis lingkungan tersebut kerap kali disebabkan oleh kepentingan dunia usaha yang ternyata kurang memperhatikan kelestarian lingkungan hidup itu sendiri. Tantangan terberat yang saat ini tengah diupayakan dalam dunia bisnis adalah mengkompromikan antara aspek profitability (mencari keuntungan) dan responsibility (tanggung jawab). Profitability memang merupakan tujuan pokok dalam suatu usaha, tetapi aspek responsibility juga tidak dapat diabaikan. Kedua hal ini jika dikompromikan secara tepat dan profesional, maka akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberlanjutan (sustainability) dunia usaha, baik skala mikro, kecil, hingga skala besar. Sebab keamanan dan kesehatan lingkungan hidup turut mempengaruhi kualitas setiap usaha tersebut, sehingga akan tercipta pembangunan yang keberlanjutan (sustainable development). Dewasa ini mayoritas negara di dunia telah menyadari terjadinya krisis lingkungan hidup yang ditengarai dapat mengancam keberlangsungan segala jenis makhluk hidup, tak terkecuali spesies manusia. Tindakan konkret pemerintah di dunia antara lain dengan memberlakukan peraturan guna melindungi kelestarian lingkungan hidup di negara masing-masing. Selain itu, sejumlah kesepakatan global juga mulai dirintis melalui konferensikonferensi lingkungan hidup. Indonesia telah memulai sejumlah langkah progresif di bidang ini, baik dalam tataran lokal, regional bahkan sampai tataran global. Salah satunya dengan berpartisipasi aktif dalam forum-forum internasional tentang perubahan iklim, reforestasi, dan lain-lain. Dalam lingkup nasional, Indonesia memiliki regulasi baku, yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPPLH). Tulisan ini berusaha mengungkap fakta di balik kerusakan lingkungan hidup yang seringkali disebabkan oleh eksploitasi dengan berdalih pembangunan nasional, terutama pada beberapa
98 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
dekade terakhir. Tulisan ini berangkat dari perspektif Hukum Bisnis Syariah dan memakai perangkat hukum positif tentang lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia, yaitu UUPPLH. Perangkat hukum positif tersebut dikombinasikan dengan konsepkonsep pelestarian lingkungan dalam ajaran Islam, terutama dengan sumber pokoknya, yaitu al-Quran dan al-Sunnah yang dijabarkan oleh para ulama kontemporer melalui gagasan fiqh lingkungan hidup (fiqh al-bî'ah). Gambaran Umum Tentang Lingkungan Hidup Lingkungan hidup memiliki beragam definisi. Dilihat dari definisi secara etimologis, lingkungan hidup sering digunakan dalam istilah lain yang semakna, seperti dunia, alam semesta, planet bumi, dan lain sebagainya. Lingkungan hidup merupakan pengalihan dari istilah asing, antara lain: Environment (Inggris), L'evironment (Perancis), Umwelt (Jerman), Milliu (Belanda), al-Bi'ah (Arab), Sivat-Lom (Thailand), Alam Sekitar (Malaysia), dan lain-lain.2 Dalam UUPPLH disebutkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.3 Definisi ini sedikit berbeda dengan definisi lingkungan dalam regulasi sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UUPLH), yakni menyebutkan pengaruh manusia dan perilakunya (hanya dapat berlaku) pada kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.4 Dalam UUPPLH terdapat penambahan, yakni bahwa keberadaan manusia beserta perilakunya itu juga dapat berpengaruh pada alam itu sendiri. Lingkungan hidup memiliki sistem ekologi atau ekosistem, yakni suatu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.5 Mujiyono Abdillah, Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 2001), hlm: 22. 3 Pasal 1 angka 1 UUPPLH. 4 Pasal 1 angka 1 UUPLH. 5 Soedjiran Resosoedarmo, Pengantar Ekologi (Bandung: PT. Remaja 22
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 99
Nashihul Ibad Elhas
Ekosistem berada pada suatu kawasan alam yang di dalamnya tercakup unsur-unsur hayati (organisme) dan unsur-unsur nonhayati (zat-zat tak hidup) serta antara unsur-unsur tersebut terjadi hubungan timbal-balik. Dilihat dari segi penyusunannya, ekosistem memiliki komponen: 6 1. Bahan tak hidup (abiotik, non-hayati), yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan sebagainya. 2. Produsen, yaitu organisme penyedia makanan (autotrofik) yang mensintesis makanan dari bahan anorganik yang sederhana. Komponen ini pada umumnya adalah tumbuhan berklorofil. 3. Konsumen, yaitu organisme yang memakan organisme lain (heterotrofik), contoh: manusia dan binatang. 4. Decomposer (pengurai), yaitu organisme heterotrofik pengurai bahan organik yang berasal dari organisme mati. Contoh: jamur dan bakteria. Hukum Lingkungan di Indonesia Dalam perjalanan sejarahnya, di Indonesia telah berlaku secara bertahap 3 peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Pertama, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH). Selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang lebih komprehensif daripada regulasiregulasi sebelumnya. Dilihat dari aspek tekstualitasnya, dibanding UUPLH yang secara keseluruhan hanya memuat 52 pasal, UUPPLH lebih luas dan rinci, berisi 127 pasal dengan perubahan dan penyempurnaan yang cukup signifikan. Selain itu, penyempurnaan tersebut dapat kita lihat dari pemaparan definisi lingkungan hidup di atas. Terlihat jelas bahwa dalam UUPPLH, unsur proteksi terhadap lingkungan hidup diatur semakin ketat. Hal ini salah satunya dapat kita amati dari nama Rosdakarya, cet. VII, 1990), hlm: 4. 6 Ibid, hlm: 7-8.
100 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
undang-undang itu sendiri. Dalam UUPLH belum tercantum kata "perlindungan", tetapi dalam UUPPLH, kata "perlindungan" bahkan diletakkan diawal, mendahului kata "pengelolaan". Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yakni meliputi: perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.7 Selanjutnya pada pasal 5 dijelaskan bahwa perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut dilaksanakan melalui tahapan: 8 a. Inventarisasi lingkungan hidup; b. Penetapan wilayah ekoregion; dan c. Penyusunan RPPLH (rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup). Salah satu perbedaan mendasar antara UUPLH dengan UUPPLH adalah adanya penguatan prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik (good environmental governance).9 Pada pasal 44 disebutkan secara tegas bahwa setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup dan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai aturan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.10 Undang-Undang ini mengatur secara rinci semua tugas dan wewenang pemerintah mulai tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat pusat di bidang lingkungan hidup, yakni dalam Pasal 63 berikut: 11
Pasal 1 angka 2 dan Pasal 4 huruf a-f UUPPLH. 5 UUPPLH. 9 http://www.menlh.go.id/popup.php?cat=17&id=4091, akses: 17 Nopember 2009. 10 Pasal 44 UUPPLH. 11 Pasal 63 ayat (1), (2), (3) UUPPLH. 7
8 Pasal
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 101
Nashihul Ibad Elhas
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah bertugas dan berwenang: a. Menetapkan kebijakan nasional; b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria; c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang RPPLH Nasional; d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang KLHS; 12 e. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang Amdal & UKL-UPL;13 f. Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional dan emisi gas rumah kaca; g. Mengembangkan standar kerja sama; h. Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; i. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang sumber daya alam hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati, produk rekayasa genetik; j. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon; k. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang B3,14 limbah, serta limbah B3; l. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan perlindungan lingkungan laut; m. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas batas negara; n. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah; o. Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap KLHS = Kajian lingkungan hidup strategis. Lihat: Pasal 1 angka 10 UUPPLH. 13 UKL-UPL = Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup. Lihat: Pasal 1 angka 12 UUPPLH. 14 B3 = Bahan berbahaya dan beracun. Lihat: Pasal 1 angka 21 UUPPLH. 12
102 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan; p. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; q. Mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa; r. Mengembangkan serta melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan masyarakat; s. Menetapkan standar pelayanan minimal; t. Menetapkan kebijakan tentang tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; u. Mengelola informasi lingkungan hidup nasional; v. Mengoordinasikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup; w. Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; x. Mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan hidup; y. Menerbitkan izin lingkungan; z. Menetapkan wilayah ekoregion; dan aa. Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup. (2) Sedangkan tugas dan wewenang pemerintah provinsi adalah: a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi; b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat provinsi; c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang RPPLH provinsi; d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan AMDAL dan UKL-UPL; e. Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat provinsi; f. Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan; g. Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 103
Nashihul Ibad Elhas
h. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota; i. Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; j. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; k. Mengoordinasikan dan memfasilitasi kerjasama dan penyelesaian perselisihan antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian sengketa; l. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan; m. Melaksanakan standar pelayanan minimal; n. Menetapkan kebijakan tentang tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi; o. Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat provinsi; p. Mengembangkan dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup; q. Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; r. Menerbitkan izin lingkungan pada tingkat provinsi; dan s. Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi. (3) Pemerintah kabupaten/kota bertugas dan berwenang: a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota; b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/ kota; c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan RPPLH kabupaten/kota; d. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan tentang Amdal & UKL-UPL; e. Menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat kabupaten/kota; f. Mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan kemitraan;
104 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
g. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup; h. Memfasilitasi penyelesaian sengketa; i. Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan; j. Melaksanakan standar pelayanan minimal; k. Melaksanakan kebijakan tentang tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/ kota; l. Mengelola informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/ kota; m. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota; n. Memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan; o. Menerbitkan izin lingkungan pada tingkat kabupaten/kota; dan p. Melakukan penegakan hukum lingkungan pada tingkat kabupaten/kota. Selanjutnya pada Pasal 64 disebutkan bahwa tugas Menteri Negara Lingkungan Hidup adalah sebagai pelaksana sekaligus koordinator tugas dan wewenang pemerintah yang disebutkan pada Pasal 63 ayat (1) tersebut.15 UUPPLH juga memperkuat pengaturan penegakan hukum, baik melalui penyelesaian perdata, administrasi, dan/atau pidana. Penguatan ini antara lain ditandai dengan pengaturan mekanisme sanksi administrasi yang lebih jelas dan berjenjang, kewenangan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup (PPNSLH) yang semakin luas, dan ancaman hukuman pidana yang semakin besar.16
15 16
Pasal 64 UUPPLH. http://www.menlh.go.id/popup.php?cat=17&id=4091.
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 105
Nashihul Ibad Elhas
UUPPLH juga mengatur penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.17 Pasal selanjutnya mengatur tentang lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak. Lembaga ini dapat dibentuk oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh Pemerintah, baik pusat maupun daerah.18 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi tersebut dapat berupa: 19 a. Teguran tertulis; b. Paksaan pemerintah; c. Pembekuan izin lingkungan; atau d. Pencabutan izin lingkungan. Penguatan sanksi dalam UUPPLH juga dapat kita jumpai pada ketentuan pidana, antara lain sebagai berikut: (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama sepuluh tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00. (2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua belas tahun dan denda paling sedikit Rp 4.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 12.000.000.000,00. (3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 Pasal 85 ayat (2) UUPPLH. Pasal 86 UUPPLH. 19 Pasal 76 ayat (1) dan (2) UUPPLH. 17 18
106 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00.20 Sanksi-sanksi tersebut jauh lebih berat daripada sanksi dalam UUPLH yang hanya berkisar Rp 100.000.000,00 hingga Rp 750.000.000,00.21 Peraturan tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) juga diperkuat dalam UUPPLH tersebut. Pada UUPLH, AMDAL hanya diatur dalam 3 pasal, yakni pasal 1 angka 21, pasal 15 ayat (1) dan (2), serta pasal 18 ayat (1). Sedangkan dalam UUPPLH yang baru, AMDAL diatur dalam 19 pasal.22 Sanksi pidana terkait AMDAL juga diperkuat. Dalam pasal 109, 110, dan 111 UUPPLH disebutkan dengan tegas bahwa setiap pengusaha tanpa izin lingkungan, penyusun dokumen, dan pejabat penerbit izin lingkungan tanpa dokumen AMDAL, dapat dibui hingga 3 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar.23 Isu Penting Seputar Lingkungan Hidup Krisis lingkungan hidup di berbagai belahan dunia telah menciptakan suatu pemikiran yang komprehensif untuk mengatasinya. Dewasa ini ada empat isu global tentang agenda pelestarian lingkungan hidup, yakni meliputi: 1. Polusi; antara lain: polusi udara, hujan asam, perubahan iklim, polusi air, polusi akibat bahan-bahan kimia, limbah industri, limbah nuklir, dan lain-lain. 2. Sumber alam; antara lain: isu deforestasi, hilangnya sumbersumber genetika, erosi tanah dan desertifikasi, problema lahan kritis, problema lahan kritis, kerusakan sumber-sumber kelautan, degradasi kemampuan lahan, hilangnya lahan-lahan pertanian, dan sebagainya. 3. Perkotaan; antara lain: penggunaan tanah di kota besar, sanitasi lingkungan, air bersih, manajemen pertumbuhan kota, kesejahteraan sosial dan pendidikan, lingkungan dan perumahan kumuh, penghijauan di kota besar, dan seterusnya. Pasal 98 UUPPLH. Pasal 41, 42, 43, 44 UUPLH. 22 Hefni Effendi, "Amdal (Tak) Masuk Laci", Kompas, 20 Januari 2010, hlm: 14. 23 Ibid. 20 21
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 107
Nashihul Ibad Elhas
4. Manajemen; antara lain: monitoring dan pelaporan, analisis investasi, analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis), efektivitas biaya (cost effectiveness), analisis risiko, juga mencakup AMDAL dalam sebuah proyek.24 Dari keempat isu global tersebut, perubahan iklim (climate change) merupakan isu yang paling aktual dan menyita perhatian publik di seantero jagad, mengingat problem ini memiliki dampak negatif yang sangat kompleks dan dapat menimbulkan efek domino terhadap sejumlah sektor kehidupan lain di bumi, mulai dari sektor sosial, budaya, ekonomi, politik, hingga keamanan nasional (national security).25 Fenomena perubahan iklim tersebut dipicu oleh terjadinya peningkatan suhu permukaan bumi akibat naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK). Gejala ini kita kenal pula dengan istilah pemanasan global (global warming). Planet bumi memiliki "selimut" (atmosfer) yang melindungi bumi dari berbagai ancaman yang berasal dari luar angkasa. Tetapi meningkatnya kadar gas rumah kaca (GRK), seperti CO2, CFC, metana, dan N2O, semakin mempertebal "selimut" tersebut, sehingga panas matahari yang sampai ke bumi, terperangkap dan menaikkan suhu permukaan bumi.26 Fenomena pemanasan global ini dapat mengancam keberlangsungan umat manusia di masa mendatang. Dampak negatif akibat fenomena ini antara lain: 1. Rangsangan pertumbuhan oleh kenaikan kadar CO2. 2. Perubahan iklim (climate change). 3. Kenaikan permukaan air laut. 4. Keanekaragaman hayati.27 Fenomena pemanasan global juga ditengarai dapat meningkatkan jumlah kasus penyebaran penyakit-penyakit tertentu, degradasi kualitas tanah, abrasi kian cepat, peningkatan intensitas badai, kepunahan sejumlah besar spesies flora-fauna, mencairnya Indra Ismawan, Risiko Ekologis Di Balik Pertumbuhan Ekonomi (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), hlm: 22. 25 Baca: Juwono Sudarsono, "Keamanan Nasional dan Keamanan Alam", Kompas, 2 Desember 2009, hlm: 7. 26 Baca: Otto Soemarwoto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. II, 1992), hlm: 140-150. 27 Ibid, hlm: 173-186. 24
108 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
lapisan es di antartika serta di beberapa lokasi lain, pergantian musim sulit diprediksi, dan sebagainya.28 Hasil perbandingan data 1961-1990 dan 1991-2003 menunjukkan 22% awal musim kemarau teratur, 33% lebih cepat dan 45 % lebih lambat dari biasa. Adapun untuk musim hujan, 36% data memperlihatkan awal teratur, 40% lebih cepat dan 24% lebih lambat. Perubahan mulai tampak setelah tahun 2000.29 Sudah sejak bertahun-tahun lamanya para klimatologis yang tergabung dalam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah mengingatkan bahwa perubahan iklim dunia nyata-nyata adalah akibat ulah manusia. Perubahan iklim tidak dapat dicegah lagi dan akan membawa bencana.30 Perubahan iklim sudah sangat terasa pada kurang lebih satu dekade ini. Bahkan pada 4 desember lalu, para warga Nepal ambil bagian dalam rapat kabinet di dataran Kalpattar, di dekat Mount Everest pada ketinggian 5.262 meter. Rapat tersebut diadakan untuk menegaskan dampak pemanasan global berupa menipisnya lapisan es di pegunungan Himalaya.31 Dampak pemanasan global harus segera diatasi secara cepat dan tepat, antara lain dengan langkah berikut: 32 1. Pengurangan emisi CO2, antara lain meliputi: a. Efisiensi penggunaan energi. b. Mendaur-ulangkan CO2. c. Mengembangkan sumber energi yang tidak menghasilkan CO2. d. Pengendalian pemanfaatan hutan.
Lihat: Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup (Jakarta: Yayasan Amanah & Ufuk Press, 2006), hlm: 100-102. Lihat pula: Gesit Ariyanto, "Dampak Kelautan: Melaut Berkurang", Kompas, 3 Desember 2009, hlm: 14. Baca juga: Gesit Ariyanto, "Posisi Indonesia: Menjemput Pendanaan", Kompas, 4 Desember 2009, hlm: 14. 29 Brigitta Isworo Laksmi, "Perubahan Iklim: Pertanian Belum Nyambung", Kompas, 2 Desember 2009, hlm: 14. 30 Ali Yafie, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup, hlm: 98-99. 31 Liana Bratasida, "Tantangan Menuju Kesepakatan", Kompas, 26 Januari 2010, hlm: 13. 32 Lebih lengkap, baca: Otto Soemarwoto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, hlm: 186-212. 28
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 109
Nashihul Ibad Elhas
2. 3. 4. 5.
Mengurangi emisi CFC. Mengurangi kadar ozon. Mengurangi emisi metan (CH4). Mengurangi emisi Nitro oksida (N2O). Usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup juga dapat dilakukan mulai dari lingkup individu dengan cara yang sederhana, seperti: 33 1. Menggunakan energi dengan bijak, mematikan listrik, kendaraan atau apa saja yang memerlukan energi (terutama yang berasal dari bahan bakar minyak) sehingga menghemat energi yang dikeluarkan secara tidak perlu. 2. Memilih teknologi yang membutuhkan energi sedikit, misalnya dengan mengganti lampu hemat listrik. 3. Hindari penggunaan kendaraan bila tidak perlu. Pergunakan kendaraan umum dibanding kendaraan pribadi, atau naiklah kendaraan secara kolektif untuk mengurangi penggunaan minyak (mengurangi emisi CO2 di udara). Dianjurkan berjalan kaki atau bersepeda di tempat-tempat terdekat. 4. Menjaga kesehatan ban kendaraan secara teratur. Langkah ini akan mengurangi 10 kg karbon dioksida di atmosfer. 5. Lebih sering mendaur ulang sampah sendiri. Langkah ini dapat menghemat 1.200 kg CO2 per tahun, sebab sebagian kertas diproduksi dari pohon dan diproduksi dengan menggunakan energi yang mengemisi karbon ke udara. 6. Cuci pakaian anda dengan air dingin (biasa), gunakan panas secukupnya saja (karena memasak memerlukan energi). 7. Hindari membeli barang dengan kemasan atau bungkus berlapis-lapis, terutama sampah plastik. Bila mengurangi 10% sampah anda, maka dapat mengurangi pelepasan 420 kg CO2 per tahun. 8. Tanamlah pohon, setiap satu pohon dapat mengisap (menyimpan) 1 ton CO2 sepanjang hidupnya. 9. Matikan alat elektronik misalnya TV, DVD, VCD, komputer, radio dan lain-lain ketika anda tidak menggunakannya.
33 Fachruddin
M. Mangunjaya, Bertahan Hidup di Bumi: Gaya Hidup Menghadapi Perubahan Iklim (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm: 109-110.
110 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
Perlu kita syukuri bersama, sejak beberapa tahun belakangan, masyarakat internasional mulai tergugah dan mulai berpartisipasi aktif dalam meredam serta menanggulangi dampak negatif dari fenomena perubahan iklim tersebut. Terbukti pada beberapa konferensi lingkungan, negara pesertanya kian hari kian bertambah dan menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang dapat dijadikan landasan hukum di tingkatan lokal, provinsional, nasional, regional, hingga tingkatan global, seperti yang diperjuangkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, 7-18 Desember 2009 lalu. Butir-butir penting tersebut antara lain: pertama, mendorong komitmen negara-negara maju dalam mengurangi emisinya, dalam hal ini AS merupakan kunci utama. Kedua, mendorong komitnen negara-negara ekonomi maju untuk turut serta dalam sistem internasional. Ketiga, dilakukan pembenahan dalam sistem pendanaan, transfer energi dan konservasi hutan tropis, serta perlunya didorong aksi unilateral dari negara-negara maju.34 Kesadaran masyarakat di tingkatan grass root juga mulai meningkat, antara lain dengan diselenggarakannya kegiatankegiatan pelestarian lingkungan, seperti pada ajang Green Festival 2009 di Jakarta, 5-6 Desember 2009. Kesadaran semacam ini seharusnya bisa menjadi momentum untuk memulai langkahlangkah yang lebih strategis guna menyelamatkan lingkungan hidup di muka bumi. Kita dapat melakukannya dengan cara yang mudah, murah dan sederhana. Sebagai contoh, Soedarno, seorang pengusaha batu bata asal Surabaya. Ia mengisi produknya itu dengan sampah nonorganik.35 Dengan cara seperti ini, dia bukan hanya telah berpartisipasi dalam upaya pelestarian lingkungan hidup, tetapi juga sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Brigitta Isworo Laksmi, "Perubahan Iklim: Norwegia, Indonesia dan Kopenhagen", Kompas, 5 Desember 2009, hlm: 13. 35 Liputan 6 SCTV, Minggu, 29 Juni 2008, pukul 12.30. 34
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 111
Nashihul Ibad Elhas
Pelestarian Lingkungan dalam Dunia Bisnis Berangkat dari fakta bahwa krisis lingkungan hidup banyak bermula akibat aksi pengrusakan lingkungan hidup yang mengedepankan kepentingan segelintir pihak, sejak beberapa dekade yang lalu muncul kesepakatan bersama di tingkatan global bahwa setiap kegiatan usaha harus memiliki kepekaan dan tanggung jawab yang tinggi terhadap kondisi sosial dan lingkungan di sekitarnya. Para pelaku bisnis atau unit-unit usaha di berbagai belahan dunia telah menerapkan program-program tanggung jawab sosial tersebut dengan cara yang beraneka ragam sesuai dengan karakteristik, produk dan lokasi tempat unit usaha tersebut berada. Program tanggung jawab sosial tersebut dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) tersebut adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya perusahaan (dan sejenisnya), memiliki tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.36 CSR berkaitan erat dengan program pembangunan berkelanjutan, yang mengandung argumentasi bahwa perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.37 Contoh bentuk tanggung jawab tersebut bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, dan lain sebagainya. CSR timbul sebagai bukti dari meningkatnya kesadaran bahwa sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability.38 http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan, akses: Selasa, 12 Januari 2010. 37 Ibid. 38 http://www.usaha-kecil.com/pengertian_csr.html, akses: Selasa, 12 Januari 36
112 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
Wujud CSR tersebut antara lain seperti yang dilakukan oleh perusahaan ban ternama, Goodyear. Sebagai perusahaan yang ada di dalam masyarakat, Goodyear bekerja bersama dengan beberapa organisasi yang giat mempromosikan pembangunan masyarakat madani, ekonomi, pendidikan, kesehatan jasmani dan juga kesehatan sosial. Kerja sama itu terwujud dalam berbagai bentuk, antara lain kegiatan pendanaan seperti cindera mata, hibah dana, sponsor kegiatan, donasi dan kegiatan peran serta aktif.39 Goodyear Indonesia juga mengampanyekan pengetahuan tentang virus H5N1 (flu burung) di lingkungan masyarakat sekitar serta ritel-ritel resmi yang tersebar di seluruh Indonesia. Kampanye tersebut meliputi cara penyebaran serta langkah-langkah menghindari virus tersebut. Kampanye ini diharapkan mampu menciptakan sebuah lingkungan yang bebas dari penyebaran virus flu burung baik di lingkungan kantor, lingkungan sekitar maupun di lingkungan ritel-ritel resmi Goodyear berada. Selain itu, di saat gempa bumi mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya, Goodyear Indonesia berinisiatif meringankan beban penderitaan dengan mengirimkan 1000 karung semen ke berbagai daerah yang terkena dampak, di antaranya Bambanglipuro, Jetis dan Gilangharjo Pondok yang semuanya terletak di Kabupaten Bantul. Seribu karung semen itu diserahkan pada 29 Juli oleh beberapa orang Goodyear Associates.40 Kajian Islam Tentang Lingkungan Hidup Sebagai seorang muslim yang harus senantiasa menjunjung tinggi ketaatan pada Sang Khâliq, kita harus menjalankan semua prinsip ajaran Islam, terutama prinsip taqwa yang menjadi landasan utama dalam ber-Islam. Taqwa berasal dari kata وقي – يقي – وقاية (menjaga). Kata "menjaga" tersebut dapat didefinisikan sebagai menjaga keseimbangan antara tugas manusia sebagai hamba Allah dengan tugas manusia sebagai khalîfah-Nya.41 2010. 39 http://www.goodyear-indonesia.com/social_responsibility.html, diakses pada: Selasa, 12 Januari 2010. 40 Ibid. 41 Disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Said Aqiel Siradj, M.A., pada pengajian dalam rangka peringatan Malam Nuzul al-Quran di Masjid Jami' Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 113
Nashihul Ibad Elhas
Manusia sebagai hamba, memiliki pengertian bahwa manusia harus benar-benar menyadari eksistensinya sebagai makhluk yang wajib menjalankan tugas-tugas kehambaan (ibadah), seperti s}alat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan sebagai khalîfah, manusia memiliki tugas menjaga hubungan baik antara manusia dengan sesama makhluk, baik sesama manusia maupun pada lingkungan sekitar yang terdiri dari binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan lain-lain.42 Dua tugas manusia tersebut harus dilaksanakan secara sinergis, sebab keduanya mempunyai peran dan pengaruh yang besar pada kehidupan manusia dan generasinya di masa depan. Sebagai khalîfah, manusia wajib mengelola alam secara proporsional dan tidak berlebih-lebihan (isrâf). Karena jika pengelolaan alam berjalan tidak sebagaimana mestinya, maka dapat menimbulkan malapetaka. Secara eksplisit, al-Quran menegaskan bahwa manusia memiliki andil yang cukup besar dalam proses rusaknya lingkungan hidup tersebut, sebagaimana pada ayat berikut: 43 .ظهر الفساد ىف الرب والبحر مبا كسبت أيدي الناس ليذيقهم بعض الذي عملوا لعلهم يرجعون Islam juga berbicara tentang pentingnya tanggung jawab dalam berbagai hal, termasuk dalam dunia bisnis. Selama ini, pihak yang paling bersentuhan langsung dengan suatu kegiatan bisnis adalah masyarakat di sekitar perusahaan tersebut berada. Sehingga secara sederhana, masyarakat sekitar tersebut dapat diistilahkan sebagai tetangga dekat. Oleh karenanya, perusahaan dimaksud harus memiliki kontribusi positif bagi masyarakat sekitar yang merupakan tetangganya. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah berikut:
:حدثنا عبد اهلل بن يوسف حدثنا الليث قال حدثين سعيد املقربي عن أيب شريح العدوي قال
من كان يؤمن باهلل:مسعت أذناي وأبصرت عيناي حني تكلم النيب صلى اهلل عليه و سلم فقال 44 .واليوم اآلخر فليكرم جاره Definisi khalîfah dapat dilihat pula dalam: M. Quraish Shihab, dkk., Ensiklopedi Al-Qur'an; Kajian Kosakata dan Tafsirnya (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997), hlm: 206-207. Tetapi dalam Ensiklopedi ini makna khalîfah lebih terfokus pada persoalan imâmah (kepemimpinan), meski sedikit menyinggung arti khalîfah yang dimaksud oleh Said Aqiel Siradj di atas. 43 Al-Rûm (30): 41. 42
114 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
Berangkat dari ketentuan bahwa perusahaan atau unit usaha harus memiliki tanggung jawab sosial, sebagaimana telah dipaparkan di atas, secara otomatis pula, ia memiliki kewajiban untuk menjaga tugas tanggung jawab tersebut, sebab dalam hadis lain disebutkan:
أن:حدثنا إمساعيل حدثين مالك عن عبد اهلل بن دينار عن عبد اهلل بن عمر رضي اهلل عنهما أال كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته فاإلمام الذي على:رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم قال الناس راع وهو مسؤول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسؤول عن رعيته واملرأة راعية على أهل بيت زوجها وولده وهي مسؤولة عنهم وعبد الرجل راع على مال سيده وهو مسؤول عنه أال 45
.فكلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته
Jika kita kombinasikan kedua hadis di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa suatu perusahaan yang baik adalah perusahaan yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman pada masyarakat sekitar sebagai tetangga, sekaligus memberikan kontribusi positif sebagai rasa hormat dan bentuk tanggung jawab sosial yang harus diterapkan. Dalam hadis kedua, secara implisit, unsur pemerintah juga harus terlibat dalam CSR, yakni sebagai pihak regulator dan pengawas. Sebab implementasi CSR tersebut bersentuhan langsung dengan masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Sehingga di sini, peranan pemerintah mutlak diperlukan. Dalam kajian usul fiqh, dikenal adanya Maqâs}id al-Syarî’ah. Maqâs}id al-Syarî’ah memiliki dua peran. Pertama, sebagai doktrin, berarti bermaksud mencapai, menjamin, dan melestarikan kemaslahatan manusia, khususnya umat Islam. Untuk itu, dicanangkanlah tiga skala prioritas: al-D}aruriyyât, al-Hâjiyyât dan al-Tahsîniyyât. Selain itu, juga berperan sebagai metode, yakni sebagai pisau analisa atau kacamata untuk membaca kenyataan yang ada di sekeliling kita.46 Muhammad Ibn Ismâ'îl Abû 'Abdillah al-Bukhâriy, S{ahîh al-Bukhâriy (Beirut: Dâr Ibn Kas\îr, cet. III, 1987), V, hlm. 2240. Diriwayatkan dari Abû Syuraih al-'Adawiy, nomor Hadîs\: 6019. Sumber: al-Maktabah al-Syâmilah versi: 3.24. 45 Ibid, VI, hlm: 2611. Diriwayatkan dari Abdullâh Ibn 'Umar, nomor Hadis: 6719. Sumber: al-Maktabah al-Syâmilah versi: 3.24. 46 Lebih lengkapnya, baca: Yudian Wahyudi, Ushul Fikih versus Hermeneutika; Membaca Islam dari Kanada dan Amerika (Yogyakarta: Nawesea Press, cet. IV, 44
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 115
Nashihul Ibad Elhas
Maqâs}id al-Syarî’ah sendiri memiliki prinsip proteksi terhadap lima komponen dasar dalam kehidupan manusia, yaitu: agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Tetapi sejalan dengan berkembangnya pengetahuan dan bersamaan dengan tuntutan keadaan, beberapa pakar fiqh kontemporer merasa perlu adanya penyempurnaan dan penambahan dalam prinsip-prinsip tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Ali Yafie bahwa seharusnya proteksi lima komponen dasar kehidupan tersebut ditambah menjadi enam komponen, yakni juga mencakup komponen lingkungan hidup (hifz} al-bî'ah).47 Fiqh klasik juga mempunyai konsep yang jelas dalam masalah pemanasan global ini, berikut solusi untuk menanggulangi dampak negatifnya. Perilaku manusia yang menjadi penyebab pemanasan global dan kerusakan lingkungan ada dua. Pertama, perilaku yang berupa mafsadah mahd}ah (murni kerusakan), contoh: illegal logging. Kedua, perilaku yang berupa mafsadah tapi juga mengandung mas}lahah, contoh: pemanfaatan energi (kendaraan bermotor, industri, dan lain-lain), yang ternyata juga menimbulkan kerusakan lingkungan. Dalam mengatasi semua itu, Islam menawarkan dua solusi. Pertama, metode preventif (wiqâ’i), yakni mencegah segala hal yang dapat menimbulkan dampak negatif pemanasan global itu. Oleh karena itu, setiap perilaku yang mengandung mafsadah mahd}ah harus dicegah dan pelakunya dihukum seberat-beratnya. Sementara perilaku yang mengandung mafsadah dan maslahah, maka mafsadahnya itulah yang harus dikurangi. Cara kedua, ‘ilâji (rehabilitasi), yaitu tindakan nyata setelah terjadinya suatu bencana, seperti ketika terjadi banjir, maka harus ada penanganan yang tepat untuk para korban.48
2007), hlm: 98-105. Baca juga: Mus}t}afâ Sa’îd al-Khin, As\âr al-Ikhtilâf fi alQawâ’id al-Us}ûliyyah fi Ikhtilâf al-Fuqahâ’ (Beirut: Muassasah ar-Risâlah, cet. IV, 1985), hlm: 552-563. 47 Ali Yafie, Merintis, hlm: 223-225. 48 Afifuddin Muhajir, Pemanasan Global Tanggung Jawab Seluruh Masyarakat”, Buletin Sidogiri, edisi 25, tahun III (Muharram 1429 H), hlm: 1620.
116 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
Penutup Indonesia telah memiliki instrumen hukum di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang semakin baik, sebagai implementasi dari beberapa pertemuan tingkat tinggi yang menekankan pentingnya pelestarian dan perlindungan terhadap lingkungan hidup itu sendiri. Langkah pemerintah ini perlu kita apresiasi, salah satunya dengan cara mematuhi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagai rambu-rambu sekaligus payung hukum di bidang pelestarian lingkungan hidup. Kita juga dapat berpartisipasi aktif dalam upaya menanggulangi dampak kerusakan lingkungan hidup meski dengan cara yang sangat sederhana, antara lain dengan melakukan efisiensi energi, seperti penghematan listrik, menggunakan kendaraan bermotor hanya ketika ada keperluan mendesak, mengubah pola hidup yang menggunakan zat-zat perusak ozon, menanam tumbuhan (pohon) di lahan kosong, dan sebagainya. Langkahlangkah tersebut juga memiliki banyak manfaat lain jika kita mampu mengelolanya dengan baik dan terampil. Langkah konkret yang mulai diambil oleh para pelaku usaha antara lain dengan mengembangkan teknologi ramah lingkungan (eco-friendly) pada semua peralatan industri serta buah karyanya, seperti yang dilakukan oleh para produsen otomotif yang sejak beberapa tahun terakhir berkompetisi melahirkan produk-produk kendaraan bermotor beserta suku cadangnya (spare-parts) yang ramah lingkungan, rendah emisi dan dapat didaur-ulang (recycled). Langkah-langkah tersebut sudah seharusnya kita lakukan bersama, karena kerusakan lingkungan hidup telah, sedang dan akan terus terjadi, sehingga dapat mengancam keberlangsungan makhluk hidup di muka bumi, termasuk spesies manusia itu sendiri, baik langsung maupun tidak langsung, cepat atau lambat. Regulasi tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memang telah diberlakukan, tetapi jika kita tidak menyadari betapa pentingnya pelestarian lingkungan hidup, maka seberat apapun sanksi dan denda yang ada di dalamnya tidak mungkin memiliki arti apapun, dan pada itulah kehancuran dan kebinasaan akan segera tiba. Kesadaran untuk melestarikan lingkungan hidup juga tertuang secara jelas dalam ajaran Islam, termasuk terkait dengan
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 117
Nashihul Ibad Elhas
kewajiban dan tugas para stakeholder dalam dunia bisnis, seperti konsep CSR yang sebenarnya telah disebutkan dalam beberapa teks normatif (nas}) umat Islam, yakni al-Quran dan al-Sunnah, serta dijabarkan melalui fiqh. Bahkan saat ini telah muncul gagasan dan rintisan fiqh lingkungan hidup (Fiqh al-Bî'ah). Sehingga dengan banyaknya landasan dan konsep tentang pelestarian lingkungan tersebut, diharapkan semua pihak dapat semakin memperhatikan kelestarian lingkungan hidup dalam setiap aktivitasnya. Daftar Pustaka Abdillah, Mujiyono, Agama Ramah Lingkungan: Perspektif al-Qur'an (Jakarta: Paramadina, 2001) al-Maktabah al-Syâmilah versi: 3.24 Bukhâriy, Muhammad Ibn Ismâ'îl Abû 'Abdillah al-, S{ahîh alBukhâriy (Beirut: Dâr Ibn Kas\îr, cet. III, 1987) Buletin Sidogiri, edisi 25, tahun III (Muharram 1429 H) Ismawan, Indra, Risiko Ekologis Di Balik Pertumbuhan Ekonomi (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999) Khin, Mus}t}afâ Sa’îd al-, As\âr al-Ikhtilâf fi al-Qawâ’id al-Us}ûliyyah fi Ikhtilâf al-Fuqahâ’ (Beirut: Muassasah ar-Risâlah, cet. IV, 1985) Kompas, 2, 3, 4, 5 Desember 2009 dan 20, 26 Januari 2010 Mangunjaya, Fachruddin M., Bertahan Hidup di Bumi: Gaya Hidup Menghadapi Perubahan Iklim (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008) Resosoedarmo, Soedjiran, Pengantar Ekologi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. VII, 1990) Shihab, M. Quraish, dkk., Ensiklopedi Al-Qur'an; Kajian Kosakata dan Tafsirnya (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997) Soemarwoto, Otto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. II, 1992) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
118 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015
Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Lingkungan...
Wahyudi, Yudian, Ushul Fikih versus Hermeneutika; Membaca Islam dari Kanada dan Amerika (Yogyakarta: Nawesea Press, cet. IV, 2007) Yafie, Ali, Merintis Fiqh Lingkungan Hidup (Jakarta: Yayasan Amanah & Ufuk Press, 2006) http://id.wikipedia.org, akses: Selasa, 12 Januari 2010. http://www.goodyear-indonesia.com, akses: Selasa, 12 Januari 2010. http://www.menlh.go.id, akses: Selasa, 17 Nopember 2009 http://www.usaha-kecil.com, akses: Selasa, 12 Januari 2010.
Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015 119
Nashihul Ibad Elhas
120 Interest, Vol.13, No. 1 Oktober 2015