INTERAKSI OBAT PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK RAWAT INAP DI RUMKITAL DR. MINTOHARDJO PERIODE JULI-DESEMBER 2011 DRUG INTERACTIONS OF PATIENTS WITH STROKE NON HEMORRHAGIC HOSPITALIZATION IN NAVY HOSPITAL DR. MINTOHARDJO PERIOD OF JULY-DECEMBER 2011 Inge Afridianti, 1Hadi Sunaryo1, Hefni Warnetty2 1 2
Program Study Farmasi Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA RSAL Dr. Mintohardjo ABSTRAK
Cedera vaskular serebral (CVS), yang sering disebut stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Secara umum stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu : stroke non hemoragik (stroke iskemik atau penyumbatan) dan stroke hemoragik (perdarahan). Pemberian obat yang bermacam–macam tanpa dipertimbangkan dengan baik dapat merugikan pasien karena dapat mengakibatkan terjadinya interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengobatan serta adakah potensi terjadinya interaksi obat pada pasien stroke non hemoragik rawat inap di Rumkital Dr. Mintohardjo periode Juli–Desember 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang dilakukan secara retrospektif dengan menggunakan data sekunder yaitu medical record. Evaluasi interaksi obat dilakukan secara teoritis berdasarkan studi literatur. Cara penapisan (screening) interaksi obat menggunakan penapisan elektronik menggunakan Drug Interaction Checker dari www.mims.com dan www.drugs.com sedangkan untuk penapisan manual menggunakan Drug Interactions Stockley. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 82 pasien stroke non hemoragik rawat inap di Rumkital Dr. Mintohardjo, sebesar 87,80% teridentifikasi mempunyai potensi terjadinya interaksi obat yang didominasi oleh interaksi obat dengan mekanisme interaksi obat secara farmakodinamik sebesar 59,88%, dan level signifikansi yang terbanyak yaitu level 4 sebesar 68,44%. Kata Kunci : interaksi obat, stroke non hemoragik, rumkital Dr. Mintohardjo ABSTRACT Cerebral vascular injury, which is often called stroke is a brain injury relating to obstruction of blood flow to the brain. In general, the stroke is divided into 2 kinds : stroke non hemorrhagic (ischemic stroke or blockage) and hemorrhagic stroke (bleeding). Administering medication that various without consideration well can harm patients because it can result in the occurrence of drugs interactions. This research aims at knowing the description of treatment and are there any potential occurrence of drug interactions in patients of stroke
non hemorrhagic hospitalization in Navy Hospital Dr. Mintohardjo JulyDecember 2011. The method used was descriptive of the secondary data from medical records and taken retrospectively. Evaluation of drug interactions based on the study of literature. Drug interactions screen by electronic screening drug interaction checker from www.mims.com and www.drugs.com. Manual screening used drug interactions stockley. The result showed that from 82 stroke patients of stroke non hemorrhagic hospitalization in Navy Hospital Dr. Mintohardjo, 87,80% of patients identified having potential drug interactions which are dominated by drug interactions mechanism of pharmacodynamics was about 59,88% and most significance level of drug interactions was at 4th level was about 68,44%. Key Words : drug interactions, stroke non hemorrhagic, navy hospital Dr. Mintohardjo PENDAHULUAN Cedera vaskular serebral (CVS), yang sering disebut stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak(1). Stroke adalah salah satu penyakit neurologi yang merupakan ancaman terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia(2). Menurut riset yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa penyebab kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan(3). Stroke juga merupakan penyakit paling umum yang menyebabkan pasien masuk rumah sakit di bagian neurologi(4). Prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke di masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan(5). Sekitar 7.000.000 orang Amerika berusia 20 tahun terserang stroke. Berdasarkan data yang diperoleh oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC)/ Behavioral Risk Factor Surveillance System (BRFSS) pada tahun 2009 menemukan dari keseluruhan responden, 2,4% mengalami stroke. Setiap tahunnya, sekitar 785.000 orang Amerika mengalami stroke untuk pertama kalinya atau stroke berulang(6). Secara umum stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu : stroke non hemoragik (stroke iskemik atau penyumbatan) dan stroke hemoragik (perdarahan). Stroke non hemoragik merupakan kasus yang paling sering ditemukan. Hasil penelitian yang dilakukan di salah satu Rumah Sakit di Surakarta, menunjukkan bahwa jenis stroke yang sering terjadi adalah stroke non hemoragik yaitu sebesar 55,77% dan sisanya sebesar 44,23% adalah stroke hemoragik(7). Data penyakit utama yang menyebabkan kematian di rumah sakit di Indonesia menurut Depkes RI tahun 2011 adalah stroke non hemoragik (SNH) sebesar 5,9%, pneumoni 3,5%, demam tifoid 3,5%, tuberkulosis paru 3,3%, dan penyakit jantung 3,1%.(8) Terdapat 954 pasien stroke di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 2008, yang terdiri dari 635 pasien (66,5%) stroke non hemoragik (SNH), 27 pasien (2,8%) trancient ischemic attack (TIA), dan 292
pasien (30,6%) stroke hemoragik baik yang berupa intracerebral hemorrhagic (ICH) ataupun subarachnoid hemorrhagic (SAH)(9). Seseorang menderita stroke karena memiliki faktor risiko stroke, seperti : usia tua, diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipertensi dan lain-lain, salah satu bentuk upaya untuk menurunkan angka kejadian stroke yaitu dengan mengobati pasien sesuai dengan faktor risiko pencetusnya, namun biasanya pasien stroke memiliki faktor risiko stroke lebih dari satu sehingga memungkinkan pasien stroke mendapatkan berbagai macam obat dalam terapinya(2). Pemberian obat yang bermacam–macam tanpa dipertimbangkan dengan baik dapat merugikan pasien karena dapat mengakibatkan terjadinya interaksi obat(10). Interaksi obat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan. Interaksi obat dianggap penting secara klinis jika berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang berinteraksi sehingga terjadi perubahan efek terapi. Interaksi obat merupakan salah satu kesalahan pengobatan yang paling banyak dilakukan. Namun, terjadinya kesalahan atau kegagalan pengobatan karena interaksi obat jarang diungkapkan. Padahal kemungkinan interaksi obat ini cukup besar terutama pada pasien yang mengkonsumsi lebih dari 5 macam obat secara bersamaan(11). Dalam upaya mencegah terjadinya interaksi obat dalam pengobatan stroke non hemoragik, hal tersebut menjadi tolak ukur yang penting demi tercapainya kerasionalan dalam pemberian obat. Perlu dipahami lebih dalam mengenai mekanisme dasar terjadinya interaksi obat, serta perubahan fisiologis dan patologis yang dapat mempengaruhi efek obat terhadap pasien. Dengan adanya pemahaman mengenai interaksi obat terhadap pasien yang dapat berdampak buruk dapat diminimalkan atau bahkan dicegah. Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan adanya penelitian mengenai interaksi obat stroke non hemoragik pada pasien rawat inap Rumkital Dr. Mintohardjo sebagai proses pembelajaran kajian pengobatan penyakit stroke non hemoragik yang tepat dan efektif, mengingat stroke non hemoragik merupakan penyakit urutan ke-4 dalam peringkat 10 besar penyakit pada rawat inap di Rumkital Dr. Mintohardjo yang didasarkan pada data rekam medik. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang pengambilan datanya dilakukan secara retrospektif. Data yang digunakan adalah data rekam medik pasien stroke non hemoragik di Rumkital Dr. Mintohardjo periode Juli–Desember 2011. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa penderita stroke non hemoragik rawat inap yang menerima ≥ dua obat di Rumkital Dr. Mintohardjo periode Juli–Desember 2011 dan kriteria eksklusi adalah pasien stroke non hemoragik rawat inap yang hamil, menderita penyakit kanker dan datanya tidak lengkap.
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel I.
Distribusi Pasien Stroke Non Hemoragik Rawat Inap Rumkital Dr. Mintohardjo Menurut Ada Tidaknya Interaksi Obat Stroke Non Hemoragik pada Periode Juli-Desember 2011 Jumlah Persentase No. Kategori (Pasien) (%) 1. Ada interaksi obat 72 87,80 2. Tidak ada interaksi obat 10 12,20 82 100 Total
Tabel II. Distribusi Pasien Stroke Non Hemoragik Rawat Inap Rumkital Dr. Mintohardjo Menurut Mekanisme Interaksi Obat Stroke Non Hemoragik pada Periode Juli-Desember 2011 No. Kategori Jumlah Persentase (Pasien) (%) 1. Farmakokinetik 136 40,12 2. Farmakodinamik 203 59,88 339 100 Total Tabel III. Distribusi Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Rawat Inap Rumkital Dr. Mintohardjo Menurut Tingkat Signifikansi Interaksi Obat Pada Periode JuliDesember 2011 No. Kategori Jumlah Persentase (%) 1. Level 1 2. Level 2 28 8,26 3. Level 3 66 19,47 4. Level 4 232 68,44 5. Level 5 13 3,83 339 100 Total Pada penelitian ini setelah dilakukan skrining dari 82 pasien didapat hasil bahwa sebanyak 72 pasien dengan persentase 87,80% mengalami interaksi obat. Prevalensi interaksi obat secara keseluruhan adalah 50% hingga 60%. Jika jumlah obat-obatan yang digunakan pasien semakin tinggi, maka potensi interaksi obat semakin tinggi pula(10). Kejadian interaksi obat yang cukup tinggi di atas 50% pada hasil penelitian perlu mendapat perhatian farmasis. Apabila mengacu pada tujuan utama pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) untuk meminimalkan resiko pada pasien, maka memeriksa adanya interaksi obat pada pengobatan pasien merupakan salah satu tugas farmasis(12). Berdasarkan dengan banyaknya
obat yang digunakan oleh pasien stroke non hemoragik dapat dijadikan alasan jumlah pasien yang mendapatkan interaksi obat begitu banyak. Jenis mekanisme interaksi obat yang banyak terjadi yaitu mekanisme interaksi obat secara farmakodinamik dengan jumlah sebanyak 203 kasus dengan persentase 59,88% sedangkan untuk mekanisme interaksi secara farmakokinetik sebanyak 136 kasus dengan persentase 40,12%. Interaksi secara farmakodinamik contohnya adalah Asetosal dengan Klopidogrel, keduanya merupakan obat stroke dari golongan penghambat agregasi trombosit, jika keduanya digunakan sebagai kombinasi dapat meningkatkan perdarahan. Umumnya bila hal ini terjadi perlu melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda perdarahan pada pasien yang menerima kombinasi ini. Interaksi secara farmakokinetik contohnya adalah Gemfibrozil dengan Simvastatin, dimana jika keduanya digunakan secara bersamaan gemfibrozil dapat meningkatkan konsentrasi plasma beberapa HMG CoA reduktase, hal yang dilakukan untuk pasien yang menerima terapi ini adalah lakukan pemantauan terhadap pasien dan tanda-tanda terjadinya miotoksik(17). Berdasarkan level signifikansi, dari penelitian ini diperoleh data bahwa untuk level signifikansi dengan kasus terbanyak yaitu level signifikansi tingkat 4 sebanyak 232 kasus dengan persentase 68,44%, sedangkan untuk level signifikansi dengan kasus terkecil yaitu level signifikansi tingkat 5 sebanyak 13 kasus persentase 3,83%. Level signifikansi 4 berarti obat-obat ini dapat berinteraksi mengakibatkan kerusakan potensial dari kondisi pasien, pasien harus dimonitor untuk kemungkinan manifestasi dalam interaksi, serta intervensi medis atau perubahan dalam terapi mungkin diperlukan pada level signifikansi 4 ini. Interaksi obat dengan level signifikansi 4 yang banyak terjadi adalah antara asam asetil salisilat dan cilostazol sebanyak 33 kasus. Kombinasi ini dapat menyebabkan peningkatan terhadap hambatan efek platelet. Asam asetilsalisilat digunakan dalam pengobatan stroke non hemoragik sebagai antitrombotik dimana mekanisme kerjanya dengan penghambatan siklooksigenase, penghambatan pembentukan prostaglandin sehingga mengurangi Tromboksan A di trombosit. Cilostazol digunakan dalam pengobatan stroke non hemoragik sebagai fibrinolitik dimana penggunaan terapinya untuk membuka kembali pembuluh darah yang tersumbat oleh berbagai sebab dan lokasi(18). Rekomendasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pemantauan terhadap pemakaian cilostazol dengan obat-obat antiplatelet lainnya(17). Untuk level signifikansi yang terkecil kasusnya adalah level signifikansi 5. Contoh dari level signifikansi 5 contohnya adalah asam asetilsalisilat dan asam mefenamat. Kombinasi keduanya dapat menyebabkan perdarahan pada gastrointestinal. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah dengan melakukan pemantauan terhadap tanda-tanda terjadinya perdarahan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian pada pasien stroke non hemoragik rawat inap Rumkital Dr. Mintohardjo didapatkan kesimpulan dari 82 pasien sebesar 87,80% teridentifikasi mempunyai potensi terjadinya interaksi obat yang didominasi oleh interaksi obat dengan mekanisme secara farmakodinamik sebesar 59,88%, dan level signifikansi yang terbanyak yaitu level 4 sebesar 68,44%.
DAFTAR PUSTAKA 1. Corwin JE. 2009. Buku Saku Patofisiologi. diterjemahkan oleh Nike Budhi Subekti. EGC. Jakarta. Hal 250-251, 286-287 2. Misbach Jusuf, 2011. Stroke (aspek diagnostik, patofisiologi, manajemen). Editor oleh Lyna S. Dan Jofizal J., Badan Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 2, 4, 69, 88-89, 128-129, 135, 262-263 3. Anonim. 2008. Riset Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hal 7 4. Simangunsong DK. 2010. Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2009. KTI. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Hal 1, 2 5. Anonim. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Direktorat Jenderal Kesehatan Republik Indonesia. Hal 28, 63 6. Roger VL, Go AS, dan Lloyd-Jones DMP. 2011. Circulation. Journal of The American Heart Association. Hal e82 7. Mutmainah N. 2008. Kajian Medication Error Pada Kasus Stroke di RS X Surakarta Tahun 2004. Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4 No 1 Januari 2008. Hal 43 8. Nugroho MA. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. P dengan Stroke Non Hemoragik (SNH) di Instalasi Gawat Darurat RSUD Kota Salatiga. KTI. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Hal 1 9. Widjaja AC. 2010. Uji Diagnostik Pemeriksaan Kadar D-dimer Plasma Pada Diagnosis Stroke Iskemik. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Hal 1, 53 10. Rahayu A. 2012. Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi Periode AprilSeptember 2011. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta. Hal 2 11. Andriyanto O. 2011. Identifikasi Drug Related Problems (DPRs) Kategori Interaksi Obat Pada Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Periode Januari-Juni 2009. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Hal 1 12. Fradgley S. 2003. Interaksi Obat. Dalam : Farmasis Klinis Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien , Terjemahan : Aslam, M. PT. Elexmedia Komputindo, Jakarta. Hal 119, 120 – 130, 132 13. Arini S. 2007. Interaksi Obat. Dalam : Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 863 – 867 14. Stockley IH. 2008. Drug Interaction 8th Edition. The Pharmaceutical Press, London UK. Hal 1,111, 214, 219 15. SeverityLevels.http://www.mims.com/Indonesia/Viewer/Html/DrugAlertSig.htm
16. Rasyid Al, dan Soertidewi L,. 2011. Unit Stroke. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 1, 4, 32 17. Sukandar EY, Andrajati R, dan Kusnandar, 2009. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI, Jakarta. Hal. 150-161 18. Pinzon R dan Asanti L. 2010. Awas Stroke. Andi Offset. Yogyakarta. Hal 67