ISSN1412 - 2953
INTERAKSI Jurnal Kependidikan
Ria Kasanova
: Estetika dan Etika Mantra Jawa
Sri Widjajanti
: Analisis Kesalahan Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca pada Karangan Siswa Kelas IV Gugus 04 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan Tahun Pelajaran 2013/2014
Wahyuni
: Peningkatan Hasil Belajar Matematika dalam Menentukan Nilai Optimum dengan Metode Cooperative Learning pada Siswa Program Keahlian Akuntansi SMKN I Tambelangan
Rohmah Indahwati
: Meningkatkan Kreativitas dan Membangun Sikap Positif Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Pendekatan Problem Posing
Anisa Fajrina Oktasari
: Analisis Wacana dalam Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini, Jati Diri
Arif Mulyanto
: Hubungan antara Kecepatan Lari 50 Meter dan Kekuatan Otot Tungkai Dengan Prestasi Lompat Jauh Gaya Jongkok pada Siswa Putra SMA Negeri 1 Kwanyar
Abd. Fatah
: Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Numbered Head Together (NHT) dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Matematika Keuangan (Anuitas) di SMKN 1 Sampang dan SMKN 1 Tambelangan
Rahmad
: Retorika Politik dalam Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan Tahun 2013
SUSUNAN PENYUNTING JURNAL INTERAKSI Penanggung Jawab Dra. Sri Harini, M.M. Ketua Penyunting Rahmad, M.Pd. Wakil Ketua Penyunting Ach. Zaini, M.Pd. Penyunting Pelaksana Dra Yanti Linarsih, M.Pd. Sri Indriati Hasanah, M.Pd. Moh. Tauhed Supratman, M.Pd. Agus Budiharto, S.S Pembantu Penyunting Pelaksana. Moh. Zayyadi, M.Pd. Nur Syakherul Habibi, SE Penyunting Ahli Drs. H. Kutwa, M.Pd. Drs. H. Abd. Roziq, M.H
Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Madura Pamekasan, Jl. Raya Panglegur KM 3,5 Pamekasan, Telp (0324) 322231, 325786. Fax. (0234) 327418, E-mail:
[email protected] Penyunting menerima sumbangan artikel yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain. Artikel diketik dengan spasi ganda pada ukuran kertas A4, panjang antara 5-15 halaman, dengan format seperti yang tercantum pada Petunjuk bagi Penulis di bagian belakang jurnal ini. JURNAL KEPENDIDIKAN INTERAKSI diterbitkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Madura Pamekasan
JURNAL KEPENDIDIKAN INTERAKSI Volume 10, Nomor 1, Januari 2015 Ria Kasanova
Estetika dan Etika Mantra Jawa
1-6
Sri Widjajanti
Analisis Kesalahan Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca pada Karangan Siswa Kelas IV Gugus 04 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan Tahun Pelajaran 2013/2014
7-12
Peningkatan Hasil Belajar Matematika dalam Menentukan Nilai Optimum dengan Metode Cooperative Learning pada Siswa Program Keahlian Akuntansi SMKN I Tambelangan
13-19
Rohmah Indahwati
Meningkatkan Kreativitas dan Membangun Sikap Positif Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Pendekatan Problem Posing
20-26
Anisa Fajriana Oktasari
Analisis Wacana dalam Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini, Jati Diri
Arif Mulyanto
Hubungan antara Kecepatan Lari 50 Meter dan Kekuatan Otot Tungkai Dengan Prestasi Lompat Jauh Gaya Jongkok pada Siswa Putra SMA Negeri 1 Kwanyar
35-40
Abd. Fatah
Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Numbered Head Together (NHT) dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Matematika Keuangan (Anuitas) di SMKN 1 Sampang dan SMKN 1 Tambelangan
41-47
Retorika Politik dalam Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan Tahun 2013
48-95
Wahyuni
Rahmad
27-34
ESTETIKA DAN ETIKA MANTRA JAW Ria Kasanova Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Alamat; Jln. Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan e-mail:
[email protected] Abstrak: Mantra dikenal masyarakat Indonesia sebagai rapalan untuk maksud dan tujuan tertentu (maksud baik maupun maksud kurang baik). Dalam dunia sastra, mantra adalah jenis puisi lama yang mengandung daya magis. Pada awalnya, mantra adalah suatu bentuk aktivitas religius yang sakral. Dengan demikian, maka sangat penting bagi peneliti untuk mencari ruh estetika dan etika mantra berbahasa Jawa melalui upaya konkritisasi atau pelacakan makna simbol puisi Mantra Jawa. Mengingat Puisi mantra Jawa tersebut masih banyak diperdengarkan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh pelaku spiritual, pemain ketoprak atau ludruk, bahkan di kalangan santri di pondok pesantren baik di Jawa maupun di Madura. Langkah-langkah operasional dalam menginterpretasi puisi Mantra Jawa dari segi estetika dan etika, baik secara pemaknaan literal, moral, metaforikal, dan analogikal sebagai berikut: Pertama, melakukan pembacaan secara cermat terhadap objek penelitian yang telah ditetapkan. Kedua, melakukan pemilihan sampel berupa analisis kata-kata sebagai data yang akan digunakan sebagai penelitian. Ketiga, melakukan pengumpulan data-data tambahan yang mendukung penelitian. Keempat, melakukan analisis secara cermat terhadap ungkapan berupa metafora dan simbol yang terdapat dalam puisi yang dijadikan. Kelima, merumuskan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Mantra Jawa merupakan salah satu bagian dari jenis sastra (puisi) yang tertua. Sebagai jenis sastra, mantra menjadi unik dan menarik oleh adanya unsur magis dan kepercayaan di dalamnya. Sebagai salah satu bentuk puisi, mantra sangat ekspresif, hal ini tampak pada estetika yang ada ada dalam puisi mantra Jawa dalam bentuk keindahan pada permainan bunyi dan diksi, selain itu juga memuat nilai etika, bahwa meskipun mantra dianggap memiliki kekuatan magis namun tetap bertumpu pada pengharapan pertolongan dari kuasa Tuhan Kata Kunci: Estetika, Etika, Mantra
PENDAHULUAN Setiap aktivitas apresiasi puisi tentu berusaha menikmati keindahan serta menakar mutu yang terkandung di dalam puisi. Hubungan antara keindahan dan kualitas puisi dapat dibandingkan dengan rangkaian permata yang disamping mempunyai keindahan bentuk juga memiliki kualitas. Sebuah puisi memilikikeindahan apabila puisi itu memiliki susunan atau komposisi yang memenuhi syarat (1) keutuhan (unity)yang membentuk unsur-unsur sistem puisi, (2) keselarasan (harmony) unsur-unsur yang mendukung puisi, (3) keseimbangan (balance) antara bentuk, isi, dan ekspresi, dan (4) adanya fokus (right emphasis). Sebuah puisi dinilai memiliki keindahan apabila keempat syarat itu terpenuhi. Semakin terpenuhi keempat syarat itu, maka semakin estetislah sebuah puisi. Pengungkapan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra klasik sangat diperlukan zaman sekarang, agar generasi muda yang akan datang tidak kehilangan jejak untuk menelusuri aktivitas sosial budaya atau
peradaban nenek moyangnya. Perlunya kita mempelajari, memahami warisan rohani budaya bangsa masa lampau lewat sastrasastra lama, seperti diucapkan oleh Ida Bagus, “Ada suatu dalil secara rohaniah menyatakan bahwa apabila dalam suatu perubahan manusia dapat menguasai perubahan-perubahan itu, maka selamatlah peradaban itu berjalan, tetapi bila beban itu merupakan suatu kejutan dan manusia harus menegakkan kehidupan rohaninya, kehidupan agama dan sastra-sastra agama yang terdapat dalam pustaka-pustaka suci, sehingga ia butuh dalam menghadapi perubahan itu sendiri dan tetap berjalan dalam mengembangkan kreativitasnya sebagai subjek untuk menjalankan kewajibannya” (Agastia, 1994:59). Masyarakat yang hidup di zaman modern dan global ini, mungkin merasa bahwa sastra tradisi yang sarat dengan naratif ketahyulan, khayalan, mitos, dongeng, dan tidak rasional sudah tidak relevan lagi. Tabrani (2006:9) menyatakan modernisme
1
2 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 1-6
mengajar agar bersifat realistis dan membuang sesuatu yang bertentangan dengan ciri dan nilai realitas serta keilmiahan. Namun, sadar ataupun tidak sadar masyarakat pada zaman pascamodern pun telah membawa kita kembali ke zaman silam. Unsur tahyul, khayalan, mitos, dongeng, dan tidak rasional itu telah menjadi sumber dan hipogram lahirnya beberapa teks kreatif yang baru. Contohnya lahir karyakarya bercorak realisme magis, yaitu kombinasi antara realisme dan unrealisme. Pada tutur masyarakat lama Jawa sangat mempercayai tentang adanya tutur kata yang mengandung adanya kekuatan mistik, sehubungan dengan itu, tidak semua orang memiliki dan mengamalkannya. Tutur kata tersebut tidak bebas diucapkan, karena orang Jawa beranggapan bahwa tutur kata tersebut dianggap mempunyai nilai sakral yang berhubungan dengan keselamatan hidup, baik peribadi maupun pada kelompok masyarakat tertentu. Masyarakat Jawa memiliki beberapa aturan yang mengatur perihal perbuatan anggota masyarakat yang disebut adat, yaitu warisan nenek moyang yang dianggap mempunyai nilai-nilai sakaral yang harus dipatuhi oleh masyarakat. warisan itu berupa perilaku, tata cara, dan proyeksi keinginan terpendam (Dananjaya, 1984:4) Adanya beberapa tutur kata yang biasanya dinyanyikan sekaligus erat dengan kepercayaan. Kebanyakan tutur kata tersebut berisi pujian, kutukan dan larangan. maka dari itu, kata-kata dalam tutur kata tersebut melalui proses seleksi, terutama lebih ditekankan pada kata-kata yang mementingkan bunyi. bahkan cenderung bermain-main dengan bunyi (Esten, 1984:61) kata-kata tuturan yang seperti itu dalam sastra dikenal dengan sebutan mantra. Mantra dikenal masyarakat Indonesia sebagai rapalan untuk maksud dan tujuan tertentu (maksud baik maupun maksud kurang baik). Dalam dunia sastra, mantra adalah jenis puisi lama yang mengandung daya magis. Pada awalnya, mantra adalah suatu bentuk aktivitas religius yang sakral. Kata-kata lain yang searti dengan mantra adalah brahma, stawa, atau stuti menurut G. Pudja dalam Mulyana (2005: 97). Rapalan atau ucapan dalam mantra memiliki pesona, dalam arti pesona
yang dimaksud baik berupa tutur kata berupa puisi atau pantun yang mengandung mistik. Jenis puisi lama lama berupa tutur kata di atas, tidak memiliki syarat-syarat seperti puisi lama lainnya. termasuk pantun (Badrun,1983:56). akan tetapi, baik masyarakat Jawa maupun masyarakat Melayu demikian konsekwen. Artinya masyarakat jawa dan masyarakat Melayu tidak sembarang menggunakannya. Dalam perkembangannya, mantra tidak saja digunakan sebagai sarana pemujaan dan pujian kepada Tuhan (aktivitas positif), tetapi justru digunakan untuk keburukan (aktivitas negatif). Dari sinilah kemudian lahir dua aliran yang berseberangan: mantra putih dan mantra hitam. Mantra putih dianggap sebagai mantra baik, dan mantra hitam kebalikannya. Kedua mantra tersebut memiliki laku yang berbeda dan bermacam-macam Mulyana (2005: 98). Pada akhirnya, mantra digunakan sesuai dengan keinginan pengucapan mantra. Mantra juga sebagai jenis pengungkapan yang purba dikenal oleh semua masyarakat yang telah mengembangkan bahasa verbal. Dengan begitu pada dasarnya yang penting dalam mantra Jawa adalah maksud pengucapannya, selain pilihan kata juga tidak bisa diabaikan( Endraswara, 2010: 124) Badrun (1983:56-57) dengan tegas menempatkan mantra sebagai salah satu puisi lama tertua, Bahkan Esten (1984:62) menegaskan bahwa jika puisi Indonesia mau kembali dan berorientasi “pada puisi asli” maka sebaiknya kembali pada mantra, bukan pada pantun, syair, gurindam, atau seloka. Sebagai puisi, mantra yang dipercaya bertujuan untuk menolak balak, juga memiliki nilai etika nan estetika yang cukup tinggi. Bahasa yang digunakan menyiratkan ketegasan, permainan rima yang memesona, dan pilihan kata (diksi) yang cukup sempurna sehingga mencerminkan sikap moral bahwa orang Jawa tidak suka diganggu, tidak memusuhi, namun jika telah disakiti maka akan dikembalikan dalam bentuk perbuatan yang setimpal. Hal di ataslah yang menyebabkan peneliti tertarik untuk mengangkat puisi mantra Jawa dari segi estetis dan etisnya yang pada dasarnya mewakili keindahan dan sikap moral masyarakat Jawa dalam menghadapi tantangan hidup keseharian. Sostro Wardoyo (dalam Esten, 1984:57)
Kasanova, Estetika dan Mantra Jawa| 3
menanggapi suasana yang mistis tidak hanya terletak pada kemerduan dan rima semata, akan tetapi, untuk membangkitkan ‘ruh puisi mantra’ maka makna kata perlu dipertimbangkan karena suasana yang mistis tetap berorientasi pada makna. Dengan demikian, maka sangat penting bagi peneliti untuk mencari ruh estetika dan etika mantra berbahasa Jawa melalui upaya konkritisasi atau pelacakan makna simbol puisi Mantra Jawa. Mengingat Puisi mantra Jawa tersebut masih banyak diperdengarkan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh pelaku spiritual, pemain ketoprak atau ludruk, bahkan di kalangan santri di pondok pesantren baik di Jawa maupun di Madura. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Data dalam kajian ini dikumpulkan dengan teknik dokumentasi. Teknik analisis menggunakan langkah-langkah operasional dalam menginterpretasi puisi Mantra Jawa dari segi estetika dan etika, baik secara pemaknaan literal, moral, metaforikal, dan analogikal sebagai berikut: Pertama, melakukan pembacaan secara cermat terhadap objek penelitian yang telah ditetapkan, yaitu puisi Mantra Jawa. Kedua, melakukan pemilihan sampel berupa analisis kata-kata sebagai data yang akan digunakan sebagai penelitian, yaitu ungkapan-ungkapan yang mengandung metafora dan simbol, yang menyaran pada religiusitas keimanan, keislaman, dan keihsanan, baik secara literal, moral, metaforikal maupun anagogikal/mistik. Ketiga, melakukan pengumpulan data-data tambahan yang mendukung penelitian. Keempat, melakukan analisis secara cermat terhadap ungkapan berupa metafora dan simbol yang terdapat dalam puisi yang dijadikan sampel dalam penelitian dengan menggunakan paradigma teori Paul Ricoeur, yaitu melalui langkah kerja analisis sebagai berikut: a) langkah objektif (penjelasan), yaitu menganalisis dan mendeskripsikan aspek semantik pada ungkapan yang mengandung metafora dan simbol berdasarkan tataran linguistiknya (literal), b) langkah refleksif (pemahaman), yaitu menghubungkan dunia objektif teks dengan dunia yang diacu (referrence) yang pada aspek simbolnya bersifat linguistik. c)
langkah filosofis, yaitu berpikir dengan menggunakan ungkapan yang mengandung metafora dan simbol sebagai titik tolaknya, yang menyaran pada makna metaforikal dan mistik. Kelima, merumuskan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan. HASIL Mantra Jawa umumnya terdiri dari mantra pengasihan, kedigjayaan, dan pujipujian. Estetika mantra Jawa dapat dilihat pada permainan bunyi yang terdapat pada baris-barisnya, seperti penggunaan rima, asonansi, dan diksi yang menimbulkan kesan sakral dan ekspresif bagi penggunanyam selain itu etika yang tampak pada mantra Jawa yaitu selalu mengawali dengan kalimat Basmalah, dengan demikian mantra Jawa mengambil berkah kalimat kalimat Basmalah, yang memiliki makna “dengan menyebut nama Tuhan yang Mahapengasih dan Mahapenyayang” dengan demikian mantra merupakan doa dimana manusia berusaha dan pasrah kepada Allah yang menentukan takdir. Mantra Jawa dalam bentuk pengasihan, kedigjayaan, dan mantra pujipujian memiliki mitologi untuk menambal ketidakpercayaan diri seseorang dengan menggunakan rapalan yang berupa kata-kata yang membesarkan hati, diharap orang yang merapalkannya akan memiliki kepercayaan diri serta daya pikat yang berasal dari kekuatan magis, namun tetap bertumpu pada pertolongan dan ijin kuasa Tuhan Yang Maha Esa. PEMBAHASAN Puisi dan mantra adalah salah satu genre sastra. Karya sastra merupakan sebuah struktur. Pradopo (2007: 118) menjelaskan struktur dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik dan saling menentukan. Unsur-unsur yang membangun sebuah puisi itu antara lain adalah aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, tipografi, dan sarana kepuitisan lainnya. Bunyi di dalam puisi memegang peranan penting. Tanpa bunyi yang ditata secara apik dan serasi, unsur kepuitisan tidak
4 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 1-6
mungkin dibangun. Bunyi di dalam puisi tidak hanya menentukan nilai estetik tetapi juga turut menentukan makna puisi (Hasanuddin, 2002: 46). Pentingnya aspek bunyi dalam puisi, menempatkan bunyi pada lapis pertama dalam strata norma puisi yang dikemukakan oleh Roman Ingarden. Pradopo (2007: 22) menjelaskan bahwa dalam puisi, bunyi bersifat estetik. Bunyi merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi, di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas serta menimbulkan suasana yang khusus. Mantra Jawa sarat dengan permainan bunyi, bunyi merupakan aspek yang dominan dalam mantra Jawa, hal ini dapat dilihat pada salah satu puisi mantra pengasihan berikut; “Bismillahir rahmanir rahim” sajatine sarira ningsun sinning bapa aksara sarining ibu pertiwi sarining semarabumi sarining srengenge sarining rembulan Sarining lintang sarining angin sarining geni sarining banyu ingsun nganggo sandangan roh ilapi jroning roh ilapi cahyaningsun kang pinuji ingsun nganggo sandangan suksma nyawa jroning suksma nyawa napasingsun kang landhepe pitung panyukur awor jatining paningalingsun pangrunguningsun panggandaningsun kang sun puja lan swaraningsun kemput ngideri buwana, teka kedep teka sirep wong sajagad kabeh Puisi di atas memperlihatkan kemampuan pencipta puisi Mantra di atas memanfaatkan bunyi secara maksimal. Dalam puisi tersebut, bunyi lebih dominan, meskipun bunyi-bunyi itu muncul dari diksi yang digunakan. Dalam puisi di atas, terdapat persamaan bunyi (rima) vokal /i/ pada baris
4, 5, 8, 9, 11, 12, 14, 15, dan 21, selain itu puisi mantra Jawa tersebut juga yang dominan adalah bunyi aliterasi /s/ dan bunyi asonansi /a/, /u/, dan /i/ yang terdapat pada semua larik puisi, di samping itu, terdapat pengulangan kata /sarining/ pada awal baris dua sampai baris sembilan yang menimbulkan bunyi anaphora, selain itu aliterasi /r/ juga tampak pada semua baris puisi mantra pengasihan tersebut. Puisi mantra kedigjayaan berikut juga menunjukkan hal yang sama; Bismillahir rahmanir rahim Gebyar sapisan sakehing cahya padha sirna Gebyar pindho sakehing roh padha sirep Rep sirep sajagade Kepyar-kepyur si bajul padha lumayu bubar Permainan bunyi pada puisi mantra kedigjayaan di atas menunjukkan permainan bunyi yang menarik, hal ini disebabkan pemilihan diksi yang tepat serta menimbulkan kesan menggelora dengan dominan bunyi aliterasi /r/ pada bunyi asonansi /a/, /i/, dan /e/. Selain itu, bunyi dominan aliterasi /r/ muncul pada setiap larik yang membuat harmoni pada larik-larik yang digunakan pada baris pertama sampai baris yang terakhir. Kemudian pada pada puisi mantra puji-pujian juga ditermukan permainan bunyi yang khas dan menimbulkan kesan mendalam bagi pendengar atau pengguna mantra tersebut, yaitu sebagai berikut, Bismillahir rahmanir rahim Nugrahaning darajat kang kunci jro peti purasani soronge rasa jati Sang Hyang Semar wus nurunake tanda mubyar kukuncunge cahya manour umanjing jiwa ragaku kanigara sabuk benag bara-bara tumurune payung agurig wus tinampah roh robani alahuma darajati turunsih Permainan bunyi pada larik mantra puji-pujian di atas, memainkan permainan bunyi yang dominan pada bunyi asonansi /i/ yaitu pada akhir larik 1,2,3,8 dan 9, selain itu bunyi aliterasi /r/ terdapat pada semua larik sajak mantra puji-pujian tersebut, sehingga menimbulkan kesan lain yang sakral dan
Kasanova, Estetika dan Mantra Jawa| 5
menimbulkan harmoni dalam kata-kata yang digunakan, meski dalam larik-lariknya tidak selalu menggunakan bunyi asonansi yang sama. Selain bunyi, unsur lain yang membangun puisi adalah diksi (pilihan kata). Kata menduduki posisi yang penting dalam puisi. Kata berfungsi untuk menyatakan sesuatu dalam puisi. Bahkan, bunyi dalam puisi pun disusun melalui kata-kata yang digunakan. Pradopo (2007: 54) menjelaskan bahwa penyair hendak mencurahkan perasaan dan pikirannya dengan setepattepatnya seperti yang dialami batinnya. Penyair juga ingin mengekspresikannya dengan ekspresi yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya tersebut, untuk itu haruslah dipilih kata setepatnya. Pemilihan kata dalam puisi disebut diksi. Penggunaan bahasa (kata) dalam puisi sangat personal. Artinya, setiap penyair mempunyai pengucapan estetis bahasa yang khas, berbeda satu dengan yang lain, menjadi karakteristik yang membedakannya dengan penyair lain. Untuk membangun dunianya sendiri, penyair atau penulis mantra mengungkapkannya dengan bahasa yang khas, estetis, dan penuh imaji. Untuk mengungkapkan itu, semua penyair menggunakan kata. Melalui katalah, bahasa dieksploitasi untuk membangun estetika sekaligus membangun makna dan menyampaikan nilai-nilai. Selain bunyi dalam mantra, kata-kata (diksi) pun menjadi bagian yang sangat penting. Melalui kata-kata itulah, para pencipta mantra dapat mengekpresikan sesuatu. Dalam mantra, terdapat kata-kata tertentu yang memiliki makna khas daan dianggap sacral. Meskipun penulis mantra memiliki bunyi-bunyi tertentu untuk mengkspresikan pikiran dan perasaannya melalui puisi, namun ditemukan beberapa kata tertentu yang terdapat di dalam mantra Jawa. Katakata yang dominan dalam mantra Jawa adalah; asih, sejati, sarining, bulanm bintang, cahya, roh, ingsun, gebyar, kepyarkepyur, sirna, semar, sukma, dan darajat. Di sisi lain, dalam penggunaan diksi, yang menarik adalah penggunaan diksi yang
sarat dengan nilai religius, dalam mantra Jawa ditemukan beberapa diksi bernuansa religiusitas baik Islam dan hindu yang menunjukkan sikap dan ekspresi pencipta mantra. Diksi ini mengandung makna yang sangat dalam, sebagai bentuk penyerahan dan permintaan kepada Tuhan yang penuh dengan kepercayaan diri dan pengharapan kepada Tuhan, dan meyakini yang dirapalkan akan terkabulkan. Diksi yang mengandung nilai religius tersebut antara lain adalah; bismilah, sang Hyang, robani, ingsun dan sebagainya. Dalam mantra Jawa tercermin nilainilai religius yang dapat dicermati melalui diksi yang digunakan. Diksi-diksi itu antara lain adalah, sang hyang semar, robani yang menyiratkan bahwa pelaku yang menciptakan mantra Jawa, mengawali tiap mantra dengan mengucapkan Basmalah, berarti meminta kepada Tuhan yang maha Esa untuk memberikan keridhaan serta pertolongan agar terlaksana apa yang dimaksud atau yang dinginkan oleh pelaku mantra. Selain itu penggunaan diksi pada puisi mantra Jawa menimbulkan kepercayaan diri sebagai penambal ketidakpercayaan, karena setiap mantra dianggap memiliki mitos yang ampuh untuk membantu pelaku mantra dalam menginginkan atau mengharapkan sesuatu, namun hal tersebut tetap dikembalikan atas ijin kuasa dari Tuhan Yang Maha Esa. PENUTUP Mantra Jawa merupakan salah satu bagian dari jenis sastra (puisi) yang tertua. Sebagai jenis sastra, mantra menjadi unik dan menarik oleh adanya unsur magis dan kepercayaan di dalamnya. Sebagai salah satu bentuk puisi, mantra sangat ekspresif, hal ini tampak pada estetika yang ada ada dalam puisi mantra Jawa dalam bentuk keindahan pada permainan bunyi dan diksi, selain itu juga memuat nilai etika, bahwa meskipun mantra dinggap memiliki kekuatan magis namun tetap bertumpu pada pengharapan pertolongan dari kuasa Tuhan Yang Maha Esa
6 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 1-6
DAFTAR PUSTAKA Agastia, IBG. 1980. Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali. Saresehan Sastra. Daerah Pesta Kesenian Bali le-2, 9 Juli 1980 Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar Ilmu Sastra. Surabaya: Usaha Nasional Dananjaya, James. 1984. Foklor Indonesia. Jakarta: graffiti press Endraswara, 2006. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi Model Teori dan Aplikasi. Yokyakarta:Pustaka Widyatama. Esten,
Marshal. 1984. KesusastraanPengantar Teori Dan Sejarah. Bandung: Angkasa
Hasanuddin. 2002. Membaca dan Menilai Sajak: Pengantar Pengkajian dan Interpretasi. Bandung; Angkasa Pradopo, Rahmad Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakrta: Universitas Gadjah Mada Press. Rafiek. 2010. Teori Sastra – Kajian Teori dan Praktik. Bandung: Refika Aditama. Rosyidi, dkk. 2010. Analisis Teks Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu Tabrani. 2003. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan Fakta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mulyana. 2005. Kajian Yogyakarta:Tiara Wacana
Wacana.
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN EJAAN DAN TANDA BACA PADA KARANGAN SISWA KELAS IV GUGUS 04 KECAMATAN PALENGAAN KABUPATEN PAMEKASAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Sri Widjajanti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Alamat: Jln. Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan e-mail:
[email protected] Abstrak: Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit siswa sekolah dasar yang belum secara sempurna dapat menggunakan ejaan bahasa Indonesia sesuai pedoman umum bahasa Indonesia yang disempurnakan. Untuk itu dipandang penting untuk dilakukan penelitian. Masalah yang akan diteliti meliputi aspek penggunaan penggunaan huruf kapital, dan tanda baca. Bagaimanakah penggunaan ejaan dan tanda baca pada karangan siswa kelas IV Gugus 04 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan? Penelitian dilakukan pada bulan November 2014 dan dilakukan di kelas IV Gugus 04 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan. Data penelitian ini berupa karangan siswa kelas IV. Hasil karangan tersebut dijadikan bahan analisa untuk menjawab permasalahan penelitian. Untuk memudahkan pengambilan kesimpulan akhir peneliti menggunakan analisis data. Dari penelitian tersebut diperoleh temuan, bahwa kesalahan penggunaan huruf kapital dominan dilakukan karena ketidakcermatan dalam mengikuti kaidah yang ada.Juga ditemukan kesilapan global, karena informasi yang disampaikan tidak dipahami oleh pembaca. Juga ditemukan kesalahan karena kurang teliti. Saran peneliti agar saat pembelajaran guru dan siswa lebih memperhatikan dalam penulisan ejaan dan tanda baca. Kata Kunci: Analisis, Kesalahan, Pengunaan, Ejaan, Tanda Baca
PENDAHULUAN Keterampilan berbahasa dalam kurikulum di sekolah mencakup empat kegiatan keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap kegiatan ketrampilan erat pula berhubungan dengan proses berpikir yang mendasari bahasa. Pada kelas IV semester I standar kompetensi menulis, mengungkapkan pikiran, perasaan dan informasi secara tertulis dalam bentuk percakapan, petunjuk cerita dan surat, dan pada kompetensi dasarnya melengkapi percakapan yang belum selesai dengan memerhatikan penggunaan ejaan dan tanda baca pada kelas IV semester 2. Standar kompetensi menulis mengungkap secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak; serta kompetensi dasarnya: menyusun karangan tentang berbagai topik sederhana dengan memerhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma, dll). Dengan adanya keterampilan dalam penggunaan ejaan dalam bahasa tulisan, akan memperjelas gagasan yang disampaikan. Sebagaimana yang diungkapkan Akhadiah
(1988:179), bahwa tata tulis memerlukan ejaan. Dengan adanya ketepatan dalam penggunaan ejaan dalam bahasa tulisan, akan memperjelas gagasan yang disampaikan. Dengan pemakaian huruf kapital yang benar disertai ketepatan dalam menggunakan tanda baca sesuai dengan ejaan, yang disempurnakan dalam suatu tulisan akan mempermudah suatu tulisan dibaca dan hal ini merupakan indikator dari baiknya suatu tulisan. Meskipun ejaan telah diajarkan dalam konteks komunikasi pembelajaran, mempelajari suatu bahasa merupakan suatu proses yang rumit sehingga tidaklah mengherankan apabila terjadi kesalahankesalahan. Betapapun cermatnya pembelajaran Bahasa Indonesia diberikan kepada siswa; dan betapapun baiknya para siswa bertindak atau trampil dalam kelaskelas dengan praktik/latihan yang terkontrol dalam membentuk ketrampilan berbahasa, tetap saja bentuk kesalahan terjadi. Suatu bentuk kesalahan berbahasa tak dapat dihindari.
7
8 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 7-12
Kaidah-kaidah dilupakan atau hanya sebagian saja teringat; bentuk-bentuk dan struktur-struktur yang bersamaan digabungkan secara salah; kebutuhan berkomunikasi memerlukan bagian-bagian bahasa yang belum diketahui kaidahkaidahnya; alat-alat bicara tidak begitu mudah menyesuaikan diri dengan ucapan dan masih banyak lagi bentuk kesalahan yang terkait dengan aspek kebahasaan, termasuk didalamnya ejaan (Keraf, 1999:23). Adanya kesalahan penggunaan bahasa Indonesia oleh siswa, sebenarnya bukanlah merupakan hal yang aneh. Bentuk kesalahan menggunakan bahasa baik dalam berbahasa Indonesia lisan dan lebih-lebih berbahasa secara tertulis dalam praktik berbahasa Indonesia merupakan hal yang biasa. Dalam penggunaan berbahasa Indonesia sebagai hasil pembelajaran, bentuk kesalahan berbahasa adalah sesuatu yang wajar. Sesuatu yang pasti terjadi. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia dan bentuk kesalahan berbahasa sesungguhnya tidak terpisahkan. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa bentuk kesalahan merupakan ciri pembelajaran, atau bentuk kesalahan adalah kembang pembelajaran, ataupun kalau takut berbuat salah, jangan memasuki dunia pembelajaran berbahasa Indonesia (Tarigan, 1990:9). Sikap siswa terhadap kesalahankesalahan sendiri bergantung sebagian terbesar pada faktor-faktor pribadi dan pada apa yang diketahui siswa serta sikap orang lain terhadapnya, khususnya guru. Memang beberapa siswa seolah-olah menghargai kefasihan atau kelancaran daripada ketepatan atau keakuratan dan akan meneruskan secara senang membuat kesalahan-bentuk kesalahan yang tidak terhitung jumlahnya; yang membuat kelihatan seolah-olah telah memahami makna kata-kata yang dipakainya. Siswa lain begitu cemas dan khawatir mengenai kemungkinan berbuat kesalahan sehingga sangat enggan menghasilkan atau berbuat sesuatu dalam berbahasa, selain dari beberapa ucapan satu kata atau karya tulis yang esensial, yang dihasilkan dengan penuh kegelisahan dan sangat hati-hati. Dengan beragamnya siswa dalam merespon suatu kesalahan, penelaahan
bentuk kesalahan berbahasa siswa bermakna penting. Analisis bentuk kesalahan dalam berbahasa siswa dapat memberikan bantuan yang paling relevan dan cocok dengan tingkat bentuk kesalahan yang dilakukannya; dan dapat merencanakan program-program bagi kelompok-kelompok yang melakukan bentuk-bentuk kesalahan ke arah perbaikan. Suatu kajian mengenai kesalahan berbahasa dapat menunjukkan masalahmasalah apa yang dihadapi oleh para siswa kini, dan membantunya untuk merencanakan upaya perawatan terhadap berbagai bentuk kesalahan yang dilakukan siswa. Hal ini penting untuk dilakukan agar upaya perbaikan yang dilakukan terhadap siswa didasarkan pada kesalahan- bentuk kesalahan umum yang ditemui oleh berbagai ragam pemahaman bahasa, baik ragam bahasa lisan maupun tulis. Suatu survey sebagaimana diungkap Tarigan (1990:25) mengenai bentuk kesalahan satu kelompok dapat membantu pengajar untuk memprakirakan kemungkinan daerah-daerah rawan masalah bagi kelompok yang sama yang akan datang. Tentu saja, guru atau pengajar tidak boleh lupa bahwa setiap kelompok memang berbeda dan bahwa rencana-rencana dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan situasi; tetapi siswa yang berusia sama dan dengan bahasa yang sama serta latar belakang penghargaan yang sama pula bisa saja mempunyai masalah yang sama. Analisis bentuk kesalahan dapat menunjukkan butir-butir pembelajaran yang akan membutuhkan perhatian khusus dan penanganan atau penanggulangan tambahan. Analisa bentuk kesalahan mungkin juga menyarankan modifikasi-modifikasi atau perubahan dalam tehnik-tehnik pengajaran atau urutan penyajian kalau benar-benar cukup alasan untuk mencurigai atau menyangsikan bahwa beberapa masalah para siswa mungkin disebabkan atau diperkuat oleh cara menyajikan butir tertentu yang kurang tepat dan sulit dipahami oleh para siswa. Kenyataan di lapangan setelah dilakukan pengkajian dan beberapa telaah terhadap pemakaian bahasa khususnya di lingkungan siswa Sekolah Dasar nampaknya masih jauh berbeda dari apa yang diharapkan. Hal ini terlihat dari beberapa
Widjajanti, Analisis Kesalahan | 9
kenyataan, bahwa tidak sedikit siswa Sekolah Dasar yang belum secara sempurna dapat menggunakan ejaan bahasa Indonesia sesuai dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan baik secara tertulis maupun secara lisan (Safioedin, 1982:100). Selain itu juga, dapat ditelusuri dari hasil latihan siswa sehari-hari melalui kalimat-kalimat yang ditampilkan dan karyakarya yang dihasilkan siswa pada umumnya, jarang sekali siswa peduli dan selektif dalam menggunakan ejaan yang baik dan benar utamanya pada penulisan kata serapan, tanda baca dan penulisan huruf kapital. Penggunaan ejaan yang disempurnakan sebagai salah satu kaidah berbahasa yang merupakan salah satu cermin kematangan berbahasa seringkali diremehkan. Pengguna bahasa, khususnya siswa kurang memperhatikan penggunaan ejaan, karena mungkin dianggapnya membelenggu kebebasan berkreasi. Apalagi bentuk kesalahan dalam menggunakan ejaan tidak dikenai sangsi yang tegas, sehingga pengguna bahasa merasakan hal biasa bilamana berbuat salah dalam menggunakan suatu ejaan. Bentuk kesalahan menggunakan ejaan dapat muncul dari ketidaktahuan. Ejaan Yang Disempurnakan sebagai pijakan yang harus ditaati dalam menggunakan bahasa tulis utamanya, belum diketahui dan dipahami pihak pengguna bahasa Indonesia. Keadaan semacam ini tentu tidak boleh terjadi dikalangan pelajar, khususnya siswa pada Sekolah Dasar. Padahal, pembakuan Bahasa Indonesia merupakan modal utama dalam menyatukan sikap dan tindakan berbahasa Indonesia sebagai modal lanjutan untuk membangun persatuan melalui media bahasa Indonesia. Bahasa baku dan bahasa standar fungsinya menyangkut kepentingan nasional. Bahasa baku dipergunakan dalam situasi resmi. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan merupakan salah satu bagian sangat penting dalam pembakuan bahasa Indonesia; karena pembakuan dalam bahasa Indonesia mencakup lima bidang, meliputi: penulisan, ejaan, kosa kata, tata bahasa, dan lafal bahasa Indonesia. Dengan demikian jelas, bahwa penggunaan ejaan merupakan faktor penting
dalam pembakuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar; serta sulit terjalin persatuan dan kesatuan dalam pemakaian berbahasa, jika pengguna bahasa tidak lagi memperhatikan pemakaian ejaan yang tepat dalam berkomunikasi yang sifatnya tulisan dengan menggunakan media bahasa Indonesia. Tanpa penggunaan ejaan yang benar dari pemakai bahasa Indonesia, sulit terbangun dan tercipta keberlangsungan komunikasi yang berdasarkan kaidah pembakuan berbahasa. Hal ini menjadi kendala besar dalam membangun identitas nasional yang bermartabat, karena pengguna bahasa sudah tidak mengindahkan lagi kaidah berbahasa, khususnya yang berhubungan dengan ejaan. Lebih-lebih jika yang melakukan adalah siswa. Seberapa jauh penguasaan penggunaan ejaan di kalangan siswa sekolah dasar menjadi menarik dan perlu diketahui melalui penelitian. Siswa sekolah dasar sebagai pengguna paling potensial dalam pembinaan berbahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai generasi penerus bangsa Indonesia yang bertanggung jawab utama dalam perjalanan bangsanya sesuai dengan identitas diri bangsanya. Sudah semestinya untuk menggunakan ejaan yang baik dan benar dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tulisan. Sulit berharap banyak pada pengguna bahasa dapat menjaga dan menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sebagai bagian dari suatu jati diri bangsa, bila pengguna bahasa dari golongan terpelajar sudah tidak mengindahkan lagi terhadap kaidah berbahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan yang telah dibakukan. Analisis kesalahan berbahasa dapat dilakukan terhadap bahasa yang dipakai seseorang. Data kesalahan berbahasa tersebut dapat berupa bahasa lisan atau tulisan. Analisis kesalahan berbahasa dilakukan dengan menganalisis (mengidentifikasi) kesalahan aspek-aspek bahasa tertentu yang mendukung wacana yang dihasilkan seseorang. Sejauh pengamatan peneliti belum ada penelitian yang menganalisis masalah kesalahan ejaan berupa kesalahan penggunaan huruf kapital dan tanda baca di
10 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 7-12
kelas IV SD, dalam hubungannya dengan peneliti, analisis kesalahan berbahasa tepat dilakukan oleh peneliti sebagai usaha kearah perbaikan, pembinaan, dan pengembangan pengajaran bahasa. Melihat hasil atau nilai karangan siswa kelas IV, timbul keinginan untuk menganalisis kesalahan dalam penggunaan ejaan dan tanda baca. Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil judul Analisis Kesalahan Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca Pada Karangan Siswa Kelas IV Gugus 04 Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan Tahun Pelajaran 2014/2015. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, sebagai sumber data langsung penelitian pada karangan siswa. Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri gugus 04 Kecamatan Palengaan. Jumlah siswa yang akan diteliti berjumlah berjumlah 122 siswa. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah karangan siswa. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara; (1) mengumpulkan data karangan siswa, (2) mengklasifikasikan data, dan mentabulasikan data. Analisis data dilakukan dengan menyeleksi menggunakan seperangkat data yang berupa kesalahan penggunaan ejaan yang mencakup aspek penulisan huruf kapital dan tanda baca. HASIL Data yang terkumpul berupa karangan siswa sebanyak 122 karangan siswa. Dari pengumpulan sebanyak 122 karangan siswa tersebut, kemudian dilakukan kodifikasi dan pemetaan hasil pengumpulan data berupa tempat dimana kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca. Dari hasil pengumpulan data diambil 20 karangan dengan kesalahan paling sedikit dan 20 karangan dengan kesalahan paling banyak. PEMBAHASAN Puisi dan mantra adalah salah satu genre sastra. Karya sastra merupakan pembahasan penelitian ini juga difokuskan pada (1) kesalahan penggunaan ejaan, (2) kesalahan penggunaan tanda baca dalam karangan siswa kelas IV Gugus 04 Kecamatan Palengaan Kabupaten
Pamekasan, (3) Implikasi Temuan Penelitian terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Penggunaan Ejaan dan Tanda Baca di Kelas IV. 1. Kesalahan Penggunaan Ejaan Dari hasil pengumpulan data yang berupa karangan siswa, maka banyak ditemukan berbagai macam kesalahan dalam penggunaan ejaan, kesalahan di telaah untuk menentukan sesuatu mengenai proses pembelajaran dan strategi yang digunakan oleh manusia untuk mempelajari bahasa Pada kesalahan penggunaan ejaan dalam penulisan judul ditemukan beberapa kesalahan. Pada penulisan judul karangan siswa cenderung menulis awal kata pada judul dengan huruf kapital tanpa memperhatikan kata berikutnya pada judul karangan. Mereka sebenarnya tahu tentang penulisan judul karangan, hanya kurang teliti dalam penulisan. Perbedaan antara kesalahan (error) dan kekeliruan (lapses) haruslah disadari. Kesalahan menerapkan akibat dari upaya sang pembelajar mengikuti kaidah yang diyakini atau diharapkan benar, tetapi sebenarnya salah dalam beberapa hal. Sementara kekeliruan (lapses atau careless mistake) merupakan akibat dari kegagalan mengikuti kaidah yang terkenal, biasanya karena kelalaian. Kesalahan tersebut dikategorikan pada ketidakcermatan. Kesalahan penulisan huruf kapital di awal kalimat, banyak ditemukan pada karangan awal yang penulisannya menggunakan huruf balok kategori kecil. Semua kalimat ditulis dengan huruf yang sama, tanpa membedakan awal kalimat, nama kota, nama orang dan lain-lain. Kesalahan yang dibuat merupakan karena kebiasaan menulis yang salah. Kesalahan penulisan huruf kapital juga ditemukan pada penulisan karangan yang tidak memperhatikan penggunaan titik maupun koma. Kalimat demi kalimat saling sambung menyambung tanpa ditandai dengan akhir kalimat dengan tanda titik dan diawali kalimat lagi tanpa menggunakan huruf kapital. Kesalahan yang sangat fatal yang menyebabkan pembaca tidak memahami terhadap informasi yang disampaikan termasuk pada kesilapan global. Kesilapan global adalah kesilapan berbahasa
Widjajanti, Analisis Kesalahan | 11
yang menyebabkan pembaca atau pendengar menjadi salah paham terhadap informasi yang disampaikan. Atau, pembaca, pendengar atau penutur asli menganggap penuturan itu tidak dapat dipahami (Nurgiyantoro, 2009:192). Pada kelompok kesalahan yang paling sedikit banyak dijumpai penggunaan huruf kapital yang dilupakan. Dalam satu karangan di awal kalimat sudah benar menggunakan huruf kapital, tetapi di paragraf yang lain masih ditemukan awal kalimat tidak menggunakan huruf kapital. Ada juga sudah benar dalam penggunaan huruf kapital di awal kalimat, tetapi dalam penulisan nama orang, kota masih kurang benar karena tidak menggunakan huruf kapital. Pembaca yang membacanya akan menilai kalau kesalahan yang dilakukan merupakan kelalaian atau kekurangan ketelitian. Kesalahan semacam itu masuk dalam kesilapan lokal. Kesilapan lokal adalah penyimpangan yang tidak begitu mengganggu kelancaran berkomunikasi. Walaupun terdapat bentuk(-bentuk) kesilapan kebahasaan, kesilapan itu tidak menyebabkan kesalah pahaman, atau informasi yang ingin disampikan masih mudah dipahami ( Nurgiyantoro, 2009: 192). Kesalahan dalam penggunaan ejaan pada penulisan karangan juga ditemukan hanya beberapa kesalahan. Dalam penulisan huruf kapital di awal kalimat sudah benar. Penulisan nama kota sudah benar. Hanya saja ada beberapa kesalahan dalam penulisan nama orang yang tidak menggunakan huruf kapital. Pada dasarnya secara keseluruhan sudah banyak benarnya, hanya ada sedikit kekeliruan dikarenakan kelalaian. Sekali perhatian sang pembelajar setuju dalam kesalahan itu, maka dia biasanya mengingat kaidah tersebut dan dapat memperbaiki/ mengoreksinya. 2. Kesalahan Penggunaan Tanda Baca Dari hasil pengumpulan data yang berupa karangan siswa, maka banyak ditemukan kesalahan dalam penggunaan tanda baca. Banyak ditemukan kesalahan penggunaan tanda baca yaitu kesalahan yang tidak mengakhiri kalimat berita dengan tanda titik. Dalam satu karangan terdapat kesalahan tanpa mengakhiri dengan tanda titik para kalimat berita sebanyak sebelas kesalahan.
Kekeliruan ini merupakan kesalahan menerapkan akibat dari upaya sang pembelajar mengikuti kaidah yang diyakini atau diharapkan benar, tetapi sebenarnya salahdalam beberapa hal. Sementara, kekeliruan (lapes atau carless, mistakes) merupakan akibat kegagalan mengikuti akidah yang terkenal, biasanya karena kelalaian. Sekali perhatian sang pembelajar setuju dengan kesalahan itu, maka dia biasanya mengingat kaidah dan memperbaiki/ mengoreksinya. Kesalahan tersebut dikategorikan pada ketidakcermatan. Dalam suatu karangan juga banyak ditemukan kesalahan pada pengunaan tanda baca titik. Kalimat demi kalimat saling bersambungan tanpa akhir tanda baca titik. Pembaca akan kesulitan dalam memahami isi karangan. Kesalahan yang sangat fatal yang menyebabkan pembaca tidak memahami terhadap informasi yang disampaikan termasuk pada kesilapan global. Kesilapan global adalah kesilapan berbahasa yang menyebabkan pembaca atau pendengar menjadi salah paham terhadap informasi yang disampaikan. Atau pembaca, pendengar atau penutur asli menganggap penuturan itu tidak dapat dipahami (Nurgiyantoro, 2009:192). Dari karangan yang telah diteliti juga ada yang hanya terdapat sedikit kesalahan dalam penggunaan tanda baca. Kesalahan yang dilakukan Karena kelalaian. Pada dasarnya penulis karangan memahami kaidah, hanya kelalaian maka ada kaidah yang terlupakan. PENUTUP Dengan melakukan penelitian tentang penggunaan ejaan dan tanda baca pada karangan siswa kelas IV Gugus 04 Kecamatan Pelangaan Kabupaten Pamekasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Penggunaan huruf kapital dari 20 karangan siswa dengan kesalahan paling sedikit dan 20 karangan siswa dengan kesalahan paling banyak, terdapat kesalahan pada: (a) penggunaan huruf awal kalimat paling dominan kesalahannya, (b) disusul penggunaan huruf kapital pada huruf pertama semua kata didalam judul karangan, (c) penggunaan huruf kapital pada huruf pertama
12 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 7-12
nama orang, (d) penggunaan huruf kapital pada huruf pertama dalam ungkapanungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, (e) penggunaan huruf kapital pada huruf pertama nama khas dalam geografi. Kesalahan penggunaan tanda baca dari 20 karangan siswa dengan kesalahan paling sedikit dan 20 karangan siswa dengan kesalahan paling banyak , terdapat kesalahan pada: (a) penggunaan tanda baca koma yang dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat, apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya, (b) penggunaan tanda baca koma yang dipakai dibelakang ungkapan atau kata penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat, (c) penggunaan tanda baca koma yang dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perinci atau pembilangan. Kesalahan penggunaan tanda tanya terdapat pada: tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya. Kesalahan penggunaan tanda baca seru paling sedikit karena sedikit sekali yang menggunakan kalimat seru.Kesalahankesalahan yang ditemui peneliti pada karangan siswa, dapat dibedakan antara lain: a) Ketidakcermatan, Pada dasarnya siswa tahu kaidah yang harus digunakan, hanya karena ketidakcermatan dalam menulis sehingga terjadi kesalahan, b) Kesilapan Global Karangan yang ditulis siswa sama sekali tidak memperhatikan tanda baca dan penggunaan huruf kapital, sehingga menyebabkan pembaca tidak memahami terhadap informasi yang disampaikan, c) Kesilapan Lokal, Pada dasarnya siswa tahu kaidah yang harus digunakan, karena kurang teliti sehingga terjadi kesalahan. Tetapi kesalahan yang dilakukan tidak mengganggu dalam pemberian informasi. Informasi yang
disampaikan masih mudah dipahami, d) Kekeliruan Pada dasarnya siswa tahu penggunaan huruf kapital dan tanda baca. Pemakaiannyapun sudah benar. Hanya ada sedikit kekeliruan karena kelalaian. SARAN Meskipun pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar belum mengedepankan teori dan kaidah bahasa, tetapi guru melalui pendekatan induktif, saat membelajarkan bahasa yang berkaitan dengan topik tertentu, secara integral diharapkan masalah ejaan tidak disepelekan, tetapi tetap mendapatkan perhatian guru; 1) Meskipun pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar belum mengedepankan teori dan kaidah bahasa, tetapi guru bahasa Indonesia dengan berbagai kiat diharapkan untuk mengujicobakan siswa dalam menggunakan huruf kapital dan tanda baca sampai benar-benar terampil menggunakannya untuk proses berkomunikasi; 2) Guru bahasa Indonesia juga diharapkan mengetengahkan berbagai kasus suatu kalimat atau wacana untuk ditelaah ejaanya, sehingga dapat diketahui tingkat penguasan dan kecermatan siswa serta mampu memperbaikinya dalam menggunakan huruf kapital dan tanda baca; 3) Peneliti lain hendaknya dapat menindaklanjuti temuan penelitian ini dengan melakukan penelitian serupa melalui kajian pda aspek lain yang berkaitan dengan penelitian ejaan. Melalui upaya ini dapat memberikan perspektif yang luas pada dimensi kebahasaan secara empirik yang dapat dipakai berbagai pihak dalam peningkatan kualitas pembelajara Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE - Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA Akhadiah MK, Sabarti dkk. 1996. Menulis I. Jakarta: Karunika Jakarta Universitas Terbuka. Keraf. 1999. Pendekatan, Konsep, dan Teori Pengajaran Bahasa. Jakarta: Erlangga Nugiyantoro, Burhan. 2009. Penilaian
Safioedin, Asis. 1982. Membina Bahasa Indonesia. Bandung: Alumni. Tarigan,
Henri Guntur. 1990. Menulis Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DALAM MENENTUKAN NILAI OPTIMUM DENGAN METODE COOPERATIVE LEARNING PADA SISWA PROGRAM KEAHLIAN AKUNTANSI SMKN I TAMBELANGAN Wahyuni Guru Matematika SMKN I Tambelangan email:
[email protected] Abstrak Hasil belajar matematika siswa kelas XI Akuntansi SMK N 1 Tambelangan dengan peserta didik 39 siswa relatif rendah, rata-rata nilai ulangan harian pertama adalah 53,08, nilai terendah 25 dan nilai tertinggi 75 dan frekuensi terbanyak ada pada rentang 40 sampai dengan 75. yang tuntas KKM untuk mata pelajaran Matematika 15 siswa. Untuk standar kompetensi kedua tentang program linier rata-rata nilai ulangan harian 49 degan nilai terendah 30 dan tertinggi 80, frekuensi tarbanyak pada rentang 40 sampai dengan 75. Siswa yang tuntas KKM sebanyak 21 siswa. Rata-rata nilai siklus I : 56,91, terendah 25 dan tertinggi 75. Siswa tuntas KKM mata pelajaran matematika 17 siswa. Untuk siklus II rata-ratan 61,18, terendah 35 dan tertinggi 80. Dari 39 siswa tuntas KKM 24 siswa. Dilihat dari rata-rata siklus I dan II di atas, nilai rata- rata siklus I lebih rendah dari siklus II, yaitu rata-rata siklus I adalah 56,91 dibulatkan menjadi 57. Bagi siswa SMK Akuntansi nilai 57 untuk pelajaran matematika termasuk nilai yang rendah. Hasil pengamatan tindakan yang dilaksanakan pada siklus I diperoleh: dari 39 siswa yang tidak aktif sebanyak 11 siswa, maka persentasi tingkat keaktifannya 71,79 % aktif dan 28,20% tidak aktif Kata Kunci: Nilai Optimum, Hasil Belajar, Cooperative Learning
PENDAHULUAN Hasil belajar belajar matematika siswa kelas XI Akuntansi-1 SMK Negeri 1 Tambelangan yang banyaknya peserta didik 39 siswa relatif rendah. Hal ini Nampak dari hasil ulangan harian mata pelajaran matematika di semester satu. Pada standar kompetensi yang pertama, rata-rata nilai ulangan harian pertama adalah 53,08, nilai terendah 25 dan nilai tertinggi 75 dan frekuensi terbanyak ada pada rentang 40 sampai dengan 75. Siswa yang tuntas mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM untuk mata pelajaran Matematika yaitu 65 sebanyak 15 siswa. Untuk standar kompetensi yang kedua yaitu tentang program linier rata-rata nilai ulangan harian siswa adalah 49 degan nilai terendah 30 dan tertinggi 80, frekuensi tarbanyak pada rentang 40 sampai dengan 75. Siswa yang tuntas KKM sebanyak 21 siswa. Dilihat dari rata-ratanya pada materi tentang program linier nilai rata- ratanya lebih rendah dari materi tentang konsep matriks, hal itu dapat dipahami karena secara umum materi tentang program linier soalnya dapat lebih bervariasi dan perlu pemahaman yang lebih. Dari dua kali ulangan harian nilai rata-ratanya adalah
59,04 dibulatkan menjadi 59. Bagi siswa SMK Program Keahlian Akuntansi-1 nilai 50 untuk pelajaran matematika termasuk nilai yang rendah. Pembelajaran yang dilakukan sebelum penelitian ini dilaksanakan adalah pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya jawab secara klasikal. Metode ini kami lakukan dengan cara sebagai berikut. Pelajaran dimulai dengan apersepsi. Dalam apersepsi siswa diingatkan pada materi prasyarat yang harus dikuasai siswa dengan cara tanya jawab secara klasikal. Karena jawaban yang disampaikan siswa secara klasikal, maka tidak semua siswa aktif. Kalau sudah ada siswa yang menjawab pertanyaan guru, siswa lain bisa diam saja. Tidak ada tuntutan semua siswa aktif. Apersepsi dilakukan lima sampai dengan sepuluh menit, kemudian guru melanjutkan pembelajaran dengan cara ceramah. Siswa mendengarkan dengan tenang semua penjelasan guru, dan mencatatnya. Setelah selasai mendengarkan dan mencatat penjelasan guru, siswa mengerjakan soal- soal yang diberikan guru, secara individu. Tidak ada kesempatan siswa untuk berintaksi dengan
13
14 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 13-19
teman. Sampai batas waktu tertentu pekerjaan dihentikan untuk pembahasan. Pembahasan disampaikan oleh guru. Siswa hanya tahu pekerjaannya benar atau salah, tanpa ada kesempatan menyampaikan gagasan atau pendapatnya sendiri. Setelah selesai pembahasan soal, pembelajaran dilanjutkan menentukan rangkuman dan mencatat soal untuk pekerjaan rumah. Semua kegiatan pembelajaran tidak menuntut siswa melakukan kegiatan secara aktif. Kita semua tahu, terutama para pendidik Ujian Nasional bagi siswa SMK salah satu syarat lulus adalah nilai matematika 4,25 dan rata-rata Ujian Nasional 5,50 maka salah satu kewajiban guru adalah meningkatkan nilai mata pelajaran matematika. Batas lulus 4,25 adalah batas lulus Ujian Nasional. Materi ujian nasional meliputi semua materi selama siswa sekolah di SMK. Jika materi yang diajarkan selama tiga tahun batas lulusnya adalah 4,25 maka materi untuk satu standar kompetensi yang diberikan hanya beberapa minggu atau beberapa pertemuan seharusnya nilainya lebih besar dari batas lulus. Dengan alasan tersebut diatas maka pihak SMK N 1 Tambelangan menetapkan bahwa batas tuntas nilai matematika untuk setiap ulangan harian adalah 65. Kenyataan yang ada pada ulangan harian pertama dan kedua semester pertama siswa XI Akuntansi-1 SMK N 1 Tambelangan adalah 53 dan 59. Hal itu tentunya masih dibawah standar untuk mencapai kriteria ketuntasan minimal. Harapan guru, nilai siswa dapat mencapai kriteria ketetuntasan minimal. Nilai tersebut mestinya akan lebih mudah diperoleh apabila guru menerapkan system pembelajaran yang mengkondisikan semua siswa aktif, kreatif, berpikir secara kritis, dan berani menyampaikan pendapat. Salah satu cara adalah dengan Metode Cooperative Learning. Dalam metode ini siswa dikelompokkan menjadi lima sampai enam kelompok. Penyampaian materi dilakukan dengan tanya jawab kelompok. Disini guru bertanya, dan siswa menjawab melalui perwakilan kelompok. Setelah selesai penyampaian materi beserta pemberian contoh soal, setiap kelompok bertugas membuat soal
beserta uraian jawab. Soal dikumpulkan, kemudian dibagikan kepada kelompok lain dengan cara diundi. Selanjutnya masing – masing kelompok mengerjakan soal yang sudah diterima dan kemudian mempresentasikan didepan kelas. Kelompok lain memberikan tanggapan, dan kelompok pembuat soal menentukan benar atau salah uraian jawab dari kelompok yang sedang presentasi. Apabila ada kelompok yang tidak dapat menjawab bagian soal yang harus dijawab, maka kelompok tersebut menerima hukuman sesuai dengan kesepakatan bersama, misalnya menyanyi. Hukuman menyanyi cukup ringan untuk dilaksanakan, tetapi dapat mencairkan suasana, sehingga ketegangan dalam pembelajaran dapat dikurangi. Setelah selesai presentasi kelompok, guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman. Pembelajaran diakhiri dengan pemberian tugas rumah yang dikerjakan secara individu. Dengan pembelajaran menggunakan metode Cooperatitve Learning, diharapkan terjadi peningkatan nilai siswa. Karena dalam metode ini siswa dituntut antra lain, mampu bekerja sama dengan sesame anggota kelompok, mampu membuat soal beserta uraian jawab, mampu menyampaikan tanggapan terhadap jawaban siswa lain, dan, mampu memberikan ketegasan tentang benar salahnya jawaban siswa lain. Dalam hal ini siswa benar-benar dituntut melakukan kegiatan pembelajaran secara aktif. Hukuman tertentu misal menyanyi memang tidak memberatkan, tetapi yang menerima hukuman akan merasa malu, sehingga siswa juga tidak ingin mendapat hukuman. Hal ini akan memotivasi siswa untuk dapat mengerjakan soal dengan benar. Motivasi yang besar dalam diri siswa tentunya akan sangat sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah- masalah yang ada pada siswa kelas XI Akuntansi-1 SMK N 1 Tambelangan yaitu (1) Mengapa nilai matematika siswa rendah; (2) Bagaimana cara meningkatkan nilai matematika; 3).Mengapa nilai matematika rendah. Salah satu jawaban adalah guru belum melaksanakan pembelajaran
Wahyuni, Peningkatan Hasil Belajar | 15
menggunakan metode yang melibatkan keaktifan siswa sacra maksimal. Siswa hanya menerima informasi, tanpa ada kesempatan menemukan konsep secara mandiri, menyampaikan gagasan, serta menampilkan kreatifitas siswa. Bila hal ini dibiarkan terlalu lama, maka dapat terjadi nilai matematika selalu rendah, atau bahkan menurun. Salah satu cara adalah guru melaksanakan pembelajaran menggunakan metode yang melibatkan keaktifan siswa secara maksimal, diantaranya menggunakan metode Cooperative Learning. Penelitian ini mempunyai 2 tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan kusus, tujuan Umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Matematika bagi siswa kelas XI Akuntansi-1 SMK N 1 Tambelangan, Kabupaten Sampang tahun pelajaran 2009/2010 dan tujuan kusus penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar Matematika tentang Nilai Optimum bagi siswa kelas XI Akuntansi-1 SMK N 1 Tambelangan pada semester dua tahun pelajaran 2009/2010 menggunakan metode Cooperative Learning. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 1 Tambelangan, beralamat di Jalan Kartini No.34 Kelurahan Jampirejo, Kecamatan Tambelangan, Kabupaten Sampang. SMKN 1 Tambelangan memiliki kelas X sebanyak 9 Rombel terdiri dari X Akuntansi, Administrasi Perkantoran dan Pemasaran masing-masing dua rombel. Kelas X Teknik Komputer Jaringan, Jasa Boga dan Busana Butik masing- masing satu rombel, XI Akuntansi, Administrasi Perkantoran dan Pemasaran masing-masing dua rombel. Kelas XI Teknik Komputer Jaringan, Jasa Boga dan Busana Butik masing-masing satu rombel. Kelas XII Akuntansi satu rombel, Administrasi Perkantoran dua rombel, Pemasaran, Teknik Komputer Jaringan, Jasa Boga dan Busana Butik masing-masing satu rombel. Penelitian ini dilakukan dimana peneliti mengajar di SMK N 1 Tambelangan, sehingga peneliti meneliti di SMK N 1 Tambelangan memiliki 6 jurusan antara yaitu Akuntansi, Administrasi Perkantoran, Pemasaran, Teknik Komputer Jaringan, Jasa Boga dan Busana Butik. Alasan
peneliti melakukan penelitian adalah : 1). Kelas yang diteliti mempunyai masalah yang perlu dipecahkan. 2). Kebetulan peneliti mengajar kelas tersebut. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan selama empat bulan, dimulai tanggal 2 Januari 2010 sampai dengan 30 April 2010. Hal itu sesuai dengan dimulainya pembelajaran pada Standar Kompetensi tentang menyelesaikan program linier, yaitu awal bulan Januari 2010. Awal bulan Januari dimulai penyusunan proposal penelitian, pada bulan kedua menyusun instrument penelitian, yaitu bulan Pebruari 2009, kemudian pada bulan ketiga digunakan untuk pengumpulan data kondisi awal siswa dengan cara melakukan tindakan baik siklus I maupun siklus II. Pertengahan bulan keempat setelah data dikumpulkan maka data dianalisis. Dua pecan pada akhir bulan ke empat untuk pembahasan atau diskusi dengan teman sejawat supaya hasilnya lebih baik kemudian dilanjutkan penulisan laporan hasil penelitian. Penelitian ini tidak menggunakan populasi, sample, dan teknik sampling tetapi menggunakan subyek penelitian. Subyek penelitian disini merupakan sample sekaligus populasi, dan merupakan subyek yang akan dijadikan sasaran penelitian dan dijadikan sebagai bahan pengambilan data informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI Akuntansi SMKN 1 Tambelangan, yang berjumlah 39 terdiri dari 10 siswa putra dan 29 siswa putri. Ada dua sumber data yang dapat diambil untuk suatu penelitian. Yang pertama sumber data yang berasal dari subyek penelitian disebut sumber data primer. Yang kedua sumber data yang berasal selain dari subyek penelitian dan disebut sumber data sekunder. Penelitian ini menggunakan sumber data primer yaitu data yang berasal dari subyek penelitian, dalam hal siswa kelas XI Akuntansi-1 SMK N 1 Tambelangan Tahun Pelajaran 2009/2010. Ada 3 sumber data primer yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu data hasil belajar pada kondisi awal, data hasil belajar pada akhir siklus I, dan data hasil belajar pada akhir siklus II. Ada 2 teknik pengumpulan data yang
16 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 13-19
dapat digunakan dalam suatu penelitian yaitu teknik test dan teknik non test. Teknik test ada3, test tertulis, test lisan, dan test perbuatan. Teknik non test dapat berupa observasi, wawancara, dokumen dan skala. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penilitian ini adalah teknik test tertulis. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik test tertulis, dengan alat pengumpulan data berupa butir soal. Agar butir soal yang dibuat valid maka perlu dibuat kisi-kisi. Kisi- kisi soal perlu dibuat agar penyebaran materi dapat merata, tidak mengelompok, serta agar materi yang disampaikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Untuk memenuhi semua itu, butir soal yang dibuat dalam penelitian ini menggunakan kisi- kisi. Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar matematika tentang nilai optimum. Hasil belajar disini terdiri dari hasil belajar pada kondisi awal, hasil belajar setelah akhir siklus pertama, dan hasil belajar setelah akhir siklus kedua. Hasil belajar merupakan data kuantitatif, oleh sebab itu analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan data kuantitatif. Dalam penelitian ini yang dibandingkan adalah hasil belajar pada kondisi awal dibandingkan hasil belajar pada akhir siklus pertama, kemudian hasil belajar pada akhir siklus pertama dibandingkan hasil belajar setelah akhir siklus kedua, dan hasil belajar pada kondisi awal dibandingkan hasil belajar pada akhir siklus kedua. PEMBAHASAN Hakekat matematika Mata pelajaran Matematika merupakan mata pelajaran yang penting karena secara umum mendukung mata pelajaran yang lain. Bukti bahwa matematika merupakan pelajaran yang penting dapat dilihat dari beberapa hal. Pertama, matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang di uji secara Nasional yaitu UN, untuk jenjang SD, SMP, SMA, ataupun SMK. Kedua, jumlah jam untuk pelajaran matematika baik di SD, SMP, SMA, ataupun SMK termasuk yang jumlahnya banyak. Matematika selalu
dipakai untuk menyelesaikan soal-soal pada pelajaran lain, tidak hanya pada mata pelajaran eksak, misalnya pelajaran fisika, kimia, dan teknik tepai juga pada mata pelajaran Sosial. Matematika merupakan ilmu yang sifatnya universal yang mendasari ilmu lain, mempunyai peran yang penting yang mengembangkan daya pikir manusia. Penguasaan mata pelajaran matematika bagi peserta didik SMK berfungsi membentuk kompetensi program keahlian. Dengan mengajar matematika diharapkan peserta didik dapat mengembangkan diri. Matematika merupakan ilmu yang tersusun secara sistematis, hierarkis dan konsisten. Konsep-konsep matematika secara umum tidaklah berdiri sendiri tetapi saling berhubungan satu sama lain. Konsepkonsep dalam kurikulum tersusun sangat sistematis sehingga diperlukan penguasaan konsep dalam setiap kompetensi sebelum melanjutkan ke kompetensi berikutnya. Konsep yang lebih awal diajarkan akan menjadi dasar bagi pengembangan konsep-konsep selanjutnya. Jika konsep dasarnya belum dikuasai maka akan mempengaruhi penguasaan konsepkonsep selanjutnya. Hakekat belajar Hakekat belajar menurut para ahli berbeda-beda, salah satunya menurut Suryabrata (2002) menyimpulkan hal-hal pokok tentang hakekat belajar ialah: 1) bahwa belajar itu merupakan perubahan (dalam arti behavioral change, actual maupun potensial); (2) bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru; (3) bahwa perubahan itu terjadi karena usaha (dengan sengaja). Sehingga belajar mengandung tiga aspek yaitu: behavior, kecakapan, dan usaha. Manusia mempunyai hubungan interaktif dengan budaya di mana hidup, belajar secara dialogis, kreatif, kritis dan partisipatif. Hubungan interaktif antara manusia dengan dirinya dengan partisipasi di dalam proses, maka individu merupakan pendukung proses perubahan social dimana dia hidup (Tilaar,2002).Belajar dapat dipandang sebagai hasil, belajar dapat dipandang prose, belajar dapat dipandang hasil dan proses. Belajar sebagai sendiri,
Wahyuni, Peningkatan Hasil Belajar | 17
dengan manusia yang lain, sifatnya sangat kreatif dan saling menguntungkan. Oleh tindakan kritis yang terus menerus diikuti. Memandang bahwa yang dipentingkan dalam belajar adalah hasil yang diperoleh dari belajar tersebut. Belajar sebagai suatu hasil seperti yang dikemukakan oleh Morgan (1988: 140) maupun oleh Cronbach (1954: 140). Belajar sebagai suatu proses, seperti yang dikemukakan oleh hilgard dan Bower (1966: 2), oleh daviddoff (1976:184), dan juga dikemukakan oleh Chaplin dalam Syah (1995: 89) yang menyebutkan bahwa: (1) belajar adalah perolehan perubahab tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman, dan (2) belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus. Hasil belajar Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktifitas belajar (Catharina :2005;4). Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Jika siswa mempelajari pengetahuan yentang konsep maka perubahan yang diperoleh berupa penguasaan siswa setelah melakukan aktifitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Menurut Catharina Tri Ani (2005;6) hasil belajar mencakup tiga ranah, yaitu: Kognitif menurut hasil belajar yang berupa pengetahuan, kemempuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif terdiri dalam kategori yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisi dan penilaian. Afektif merupakan hasil belajar yang paling sukar diukur karena berhubungan dengan perasaan, sikap, minat dan nilai. Psikomotorik merupakan hasil belajar yang berupa kemampuan fisik seperti ketrampilan motorik dan syaraf, manipulasi obyek dan koordinasi syaraf. Pemahaman hasil belajar matematika adalah perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah siswa melakukan efektifitas belajar matrmatika.Hasil belajar matematika juga mencakup tiga ranah yaitu kognitif, efektif dan psikomotorik. Hasil belajar matematika dapat diukur dengan melakukan evaluasi baik dengan tes, pengamatan observasi angket maupun
wawancara. Hasil belajar disebut juga prestasi belajar. Prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai. Hasil belajar adalah angka yang diperoleh siswa yang telah berhasil menuntaskan konsep konsep mata pelajaran sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Hasil belajar dapat pula diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil proses pembelajaran. Hasil belajar dapat diklasifikasikan menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu: Bahan yang dipelajari ikut menentukan bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung, dan bagaimana hasilnya agar dapat sesuai dengan yang diharapkan. Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar adalah lingkungan yaitu lingkungan disekitar siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajar, seperti temperatur udara dan kelembaban, belajar dengan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam kondisi pengab dan udara panas yang disebut lingkungan alami. Lingkungan yang berwujud manusia maupun hal lain akan berpengaruh langsung dalam proses dan hasil belajar siswa yang disebut lingkunan social. Faktor yang ada dan pemanfaatannya telah dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor ini dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirancang, yang berupa Hardware (perangkat keras) seperti gedung, perlengkapan belajar, alat praktikum, Software (perangkat lunak), perangkat ini berupa kurikulum, program, peraturan dan pedoman pembelajaran disebut factor intelektual. Kondisi psikologis sangat berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran seorang siswa. Seorang siswa yang dalam kondisi bugar jasmaninya akan berlainan dengan belajarnya siswa yang dalam keadaan kelelahan. Disamping kondisi fisiologis umum, hal yang tidak kalah penting adalah kondisi panca indra, terutama penglihatan dan pendengaran. Kondisi psikologis yang mempengaruhi proses dan
18 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 13-19
hasil belajar antara lain minat, bakat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif (Suryasubrata, 1989 : 113). Hasil belajar siswa dapat digunakan untuk memotivasi siswa dan memperbaiki serta meningkatkan kualitas pembelajaran. Agar hasil belajar siswa dapat diterima semua pihak maka hasil belajar harus diperoleh dengan perangkat penilaian yang lengkap dan akurat. Dengan sistem penilaian yang akurat diharapkan dapat mengukur semua ranah baik kognitif , afektif, dan psikomotorik. Manfaat Hasil Belajar Manfaat bagi siswa adalah untuk mengetahui kemajuan hasil belajar siswa, mengetahui konsep-konsep yang belum dikuasai, memotivasi diri untuk belajar lebih baik, memperbaiki strategi belajar siswa. bagi orang tua adalah untuk memantau keberhasilan anak dalam belajar, memotivasi anaknya untuk selalu belajar, membantu sekolah meningkatkan hasil belajar siswa, membantu sekolah melengkapi fasilitas belajar, bagi Guru dan Kepala sekolah adalah untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa, mendorong guru untuk mengajar lebih baik, membantu guru untuk melakukan strategi mengajar yang tepat, mendorong sekolah agar memberi fasilitas belajar yang lebih baik. Hasil Belajar Matematika Berdasarkan pengertian hasil belajar dan hakekat matematika yang telah diuraikan diatas dapat dibuat kesimpulan bahwa hasil belajar yang telah dicapai siswa dalam mengikuti pelajaran matematika yang mengakibatkan pada diri seseorang berupa penguasaan dan kecakapan baru yang ditunjukkan dengan hasil yang berupa angka atau nilai. Menurut Gagne dan Briggs (1974) menyatakan bahwa tujuan merupakan suatu kapasitas yang dapat dilakukan dalam waktu tidak lama setelah sesuatu kegiatan pendidikan berlangsung, bukan merupakan apa yang diakhiri siswa selama proses pendidikan. Menurut R.F Mager dan K.M Beach Jr.(1967) mengemukakan bahwa tujuan itu harus menggambarkan produk atau hasil, bukan prosesnya.
Metode Cooperative Learning atau Kerja Kelompok Metode Cooperative Learning atau kerja kelompok adalah suatu metode mengajar dimana siswa didalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok. Setiap kelompok dapat terdiri dari 5 atau 7 siswa, mereka bekerja sama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas tertentu, menurut Robert L. Cilstrap dan William R. Martin, kerja kelompok adalah kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari berbagai individu tersebut. Metode kerja kelompok digunakan dalam pembelajaran bermaksud agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang lain dalam mencapai tujuan bersama. Agar supaya metode Cooperative Learning atau kerja kelompok dapat lebih berhasil, maka langkah-langkah yang ditempuh antara lain: 1). menjelaskan tugas kepada siswa; 2). menjelaskan tujuan kerja kelompok; 3). membagi kelas menjadi bebeberapa kelompok; 4). metiap kelompok menunjuk ketua dan pencatat untuk membuat laporan; 5).guru memantau selama kerja kelompok berlangsung, jika perlu memberi saran atau pertanyaan; 6).guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok. Metode Cooperative Learning Soal Mandiri adalah Metode Cooperative Learning dimana soal yang harus dikerjakan siswa adalah soal yang dibuat oleh siswa juga. Siswa dituntut untuk dapat membuat soal, mengerjakan dan mempresentasikan hasil pekerjaan di depan kelas. Sangsi bagi kelompok yang salah atau tidak dapat mengerjakan soal adalah menyanyi. HASIL Hasil Penelitian Nilai rata-rata nilai ulangan siklus I adalah 56,91. Nilai terendah 25 dan nilai tertinggi 75. Siswa yang tuntas KKM mata pelajaran matematika sebesar 65 adalah 17 siswa. Untuk Ulangan siklus II nilai rataratanya adalah 61,18 dengan nilai terendah
Wahyuni, Peningkatan Hasil Belajar | 19
35 dan tertinggi 80. Dari 39.Siswa tuntas KKM sebanyak 24 siswa. Dilihat dari rata-rata dua ulangan siklus I dan II di atas, nilai rata- rata ulangan siklus I lebih rendah dari materi nilai ulangan siklus II, yairu rata-rat siklus I adalah 56,91 dibulatkan menjadi 57. Bagi siswa SMK Program Keahlian Pemasaran nilai 57 untuk pelajaran matematika termasuk nilai yang rendah. Hasil pengamatan tindakan yang dilaksanakan pada siklus I diperoleh : dari 39 siswa yang tidak aktif sebanyak 11 siswa, maka persentasi tingkat keaktifannya 71,79 % aktif dan 28,20% tidak aktif .
kategori baik karena dari 39 siswa yang kreatif 28 siswa dengan persentase 71,79 % . Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan Metode Cooperative Learning 1).Dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran, 2).Dapat meningkatkan dan hasil belajar siswa dan 3). Dapat meningkatkan kreatifitas siswa. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka hipotesis bahwa “Penggunaan Metode Cooperative Learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang nilai optimum bagi siswa kelas XI Akuntansi-1 SMKN 1 Tambelangan pada semester II tahun pelajaran 2009/2010
KESIMPULAN DAN SARAN
Saran Dari uraian diatas, maka penulis meberikan beberapa hal yaitu: 1). Metode Cooperative Learning dapat dipertimbangkan untuk digunakan dalam proses pembelajaran patematika khususnya dalam menentukan nilai optimum pad daerah penyelesaian sistem pertidaksamaan linier, 2).Sebagai guru hendaknya selalu meningkatkan pemahaman, pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan serta kreativitasnya untuk meningkatkan proses pembelajaran dan kualitas pendidikan pada umumnya,3). Dalam proses pembelajaran sebaiknya selalu menggunakan Metode Cooperative Learning karena siswa akan lebih mudah memahaminya.
Simpulan Setelah peneliti selesai melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran Matematika dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dalam Menentukan Nilai Optimum Dengan Metode Cooperative Learning pada Siswa Kelas XI Program Keahlian Akuntansi SMK N 1 Tambelangan Semester II Tahun 2009/2010” diperoleh nilai rata-rata ulangan harian pada kondisi awal 59,04, siklus I 56,91 dan siklus II 61,18. Dengan KKM 65 sebanyak 39 siswa yang dinyatakan tuntas kondisi awal 21 siswa siklus I 17 siswa dan siklus II 24 siswa. Dilihat dari hasil pengamatan kreatifitas siswa terlihat DAFTAR PUSTAKA Aqip, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas.Bandung:Yrama Widya. Budiningsih, Asri.2005.Belajar Dan Pembelajaran.Yokyakarta.Rineka Cipta. Dalyono, M, 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Depdiknas : 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata PelajaranMatematika. Jakarta : Direktorat Menengah Umum, Dirjen Dikdasmen Depdikbud. Depdiknas. 1994. Kurikulum 1994 mata pelajaran matematika
Depdiknas. 2003. Kelas.
Penelitian
Tindakan
Depdiknas. 2003. Evaluasi Pembelajaran. http://www.teachnology.com/currenttrends/c ooperative_learning http://www.thefreedictionary.com /Program R. Rusnawati, 2007. Bahan Diklat Profesi Guru, Model-model Pembelajaran. Yogyakarta : UNY. Siswanto, 2004. Matematika Inovatif Konsep dan Aplikasinya. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN MEMBANGUN SIKAP POSITIF MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING
Rohmah Indahwati Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Jalan Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan e-mail:
[email protected]
Abstrak: Dunia pendidikan sangatlah membutuhkan guru-guru yang berkompeten yang mampu menyiapkan para peserta didik yang berdaya saing. Para guru haruslah sudah menerapkan model-model pembelajaran disertai perangkat pembelajaran yang mampu menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, kritis maupun kreatif. Untuk itu diperlukan pembekalan yang matang untuk para mahasiswa calon guru matematika yang nantinya akan mencetak generasi penerus bangsa. Salah satu aspek yang harus diperhatikan oleh dosen yaitu kreativitas mahasiswa calon guru tersebut. Aspek ini menjadi sangat penting mengingat mereka kelak akan menjadi guru yang dituntut untuk mengembangkan daya kreativitas mereka dalam merancang pembelajaran dan perangkatnya. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kreativitas tersebut yaitu melalui pendekatan Problem posing, dimana di dalam penerapannya menekankan aspek penyusunan dan pengajuan masalah yang dirancang oleh mahasiswa. Jadi selain menuntut daya kreativitas dari mahasiswa untuk menciptakan soal dengan daya imajinasi dan penalarannya diharapkan dapat menumbuhkembangkan kecintaannya terhadap matematika yang dapat direalisasikan melalui sikap positif selama pembelajaran berlangsung. Kata kunci : Kreativitas, Sikap Positif, Pendekatan Problem Posing
para dosen kepada para mahasiswa calon guru yang nantinya akan mencetak generasi penerus bangsa baik dari segi panguasaan konsep materi maupun kemampuan pedagogiknya. Agar dapat melaksanakan tugas tersebut, maka para dosen haruslah mampu mengidentifikasi potensi-potensi yang ada pada mahasiswa kemudian berusaha untuk meningkatkannya. Salah satunya tentang daya kreativitas mereka. Dengan mengetahui tingkat kreativitas mahasiswa, dosen dapat merencanakan serta melaksanakan pembelajaran yang tepat sehingga terlaksana pembelajaran yang optimal. Menurut Silver (1996) Kemampuan berpikir kreatif merupakan suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menciptakan suatu ide- ide baru. Seseorang dikatakan kreatif dalam merencanakan penyelesaian masalah apabila dia mampu menghasilkan berbagai solusi perencanaan
PENDAHULUAN Pendidikan akan selalu menjadi faktor penting dalam membangun kualitas manusia. Mulai dari jenajng sekolah dasar sampai ke tingkat perguruan tinggi, pendidikan dengan segala aspeknya menjadi indikator kemajuan dari suatu bangsa. Semakin maju suatu negeri tentunya kualitas pendidikannya lebih baik dari negara-negara berkembang yang berada pada level di bawahnya. Kualitas pendidikan tersebut tidak terlepas dari peran serta guru. Pendidikan di indonesia sangatlah membutuhkan guru-guru yang berkompeten yang mampu menyiapkan para peserta didik yang berdaya saing. Para guru haruslah sudah menerapkan model-model pembelajaran disertai perangkat yang mampu menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis, kritis maupun kreatif. Untuk itu diperlukan pembekalan yang matang dari
20
Indahwati, Meningkatkan Kreativitas dan Membangun Sikap Positif| 21
pemecahan masalah yang baru. Selanjutnya, dikatakan kreatif dalam menyelesaikan masalah apabila mampu menghasilkan penyelesaian masalah yang baru yang memiliki hasil yang sama dengan cara sebelumnya. Lebih jauh, dijelaskan bahwa ada 3 indikator untuk menilai kemampuan berpikir kreatif peserta didik yaitu kefasihan, fleksibilitas dan kebaharuan dalam pemecahan masalah. Dengan adanya daya kreativitas tersebut maka diharapkan mahasiswa calon guru untuk dapat menciptakan pembelajaran dan perangkat pembelajaran yang kreatif dan inovatif yang dapat merangsang daya nalar, kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswanya kelak. Sehingga dimungkinkan para peserta didik untuk memunculkan ide-ide kreatif yang dapat meningkatkan penalarannya. Salah satu pendekatan yang dapat merangsang daya kreativitas mahasiswa adalah dengan pendekatan Problem Posing. Pendekatan ini menekankan pada pengajuan soal pemecahan masalah dari para peserta didik. Adanya aktivitas ini tentulah sangat membantu mahasiswa untuk belajar membuat soal/permasalahan yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas. Biasanya para peserta didik hanya dilibatkan dalam pencarian solusi atau pemecahan masalah saja. Jadi mereka hanya menerapakn konsep yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari permintaan soal. Sedangkan jika mereka membuat soal sendidri, maka selain memiliki kebebasan untuk membuat bentuk-bentuk non rutin mereka juga harus menyiapkan solusi dari soal yang dibuat tadi. Secara otomatis keterampilan ini akan membangun kreativitas mahasiswa. Selain dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam menyusun suatu permasalahan ataupun soal aktivitas ini tentunya akan membantu mereka untuk memperdalam pemahaman dan konsep materi yang sedang dibahas. Dengan menyusun masalah matematika sendiri tentunya mahasiswa juga dituntut untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu mereka tentu kaan membuat soal sesuai dengan tingkat kemampuannya sendiri agar dapat menyelesaikannya. Namun tidak menutup kemungkinan mereka mampu membuat soal dengan tingkat kesukaran di atas kemampuannya, sehingga mereka akan
berusaha agar dapat menguasai konsep untuk dapat menyelesaikan soal sulit tersebut. Hal ini tentunya akan menambah motivasi mereka untuk mempelajari matematika. Sehingga mereka akan mampu memunculkan sikap positif terhadap matematika. Sikap positif yang dimaksud disini adalah respon positif berupa perasaan senang maupun motivasi dalam mempelajari matematika yang dapat disampaikan melalui aktivitas yang relevan terhadap pembelajaran. Maka dengan diterapkannya pendekatan Problem Posing yang didalam penerapannya mangajak mahasiswa aktif dalam menyusun soal pemecahan masalah diharapkan mampu membangun sikap positif terhadap matematika. PEMBAHASAN A. Problem Posing Problem Posing merupakan istilah dalam bahasa inggris yang terdiri dari kata “Problem” dan “Pose”. Problem Posing mempunyai padanan arti “pembentukan soal” atau “pengajuan soal”. Terdapat beberapa pengertian problem posing dari beberapa ahli. Ellerton (dalam Mahmudi, 2008:4) mengartikan problem posing sebagai pembuatan soal oleh siswa yang dapat mereka pikirkan tanpa pembatasan apapun baik terkait isi maupun konteksnya. Selain itu, problem posing dapat juga diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks, cerita, informasi, atau gambar yang diketahui. Pengertian problem posing tidak hanya terbatas pada pembuatan soal baru, tetapi dapat berarti mereformulasi soal-soal yang diberikan. Terdapat beberapa cara pembentukan soal baru dari soal yang diberikan, misalnya dapat dilakukan dengan mengubah atau menambah data atau informasi pada soal itu, misalnya mengubah bilangan, operasi, objek, syarat, atau konteksnya. Hal itu sesuai dengan pengertian problem posing yang dikemukakan Silver (dalam Mahmudi, 2008:4). Ia mendefinisikan problem posing sebagai pembuatan soal baru oleh siswa berdasarkan soal yang telah diselesaikan. Pendekatan Problem Posing ini tentunya akan menuntut mahasiswa aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
22 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 20-26
Mahasiswa yang biasanya hanya diminta untuk mengerjakan soal atau permasalahan dari dosen, sekarang dituntut untuk menyusun soal sendiri yang tentunya juga harus mampu nenyelesaikannya. Jadi disini akan ada minimal dua aspek yang akan dicapai, keterampilan menyusun soal dan juga penguasaan konsep mahasiswa terhadap materi matematika. B. Kreativitas Kebanyakan orang diasumsikan kreatif, tetapi derajat kreativitasnya berbeda (Solso,1995). Kreativitas adalah hasil dari berpikir kreatif yang merupakan suatu aktivitas dalam menyusun ide-ide baru dengan menggunakan pengetahuan ataupun penalaman yang dimiliki. Silver (1996) mengidentifikasi ciri kemampuan berpikir kreatif tersebut ke dalam tiga komponen yaitu 1). Kefasihan, 2). Fleksibilitas, dan 3). Kebaruan. Kefasihan disini berkaitan dengan kelancaran dalam menurunkan ide-ide baru. Fleksibilitas sendiri berkenaan dengan kefleksibelan atau kemudahan dalam mengubah perspektif dan yang terakhir, kebaruan berkaitan dengan keorisinilan ide baru yang muncul. Menurut Siswono (2006) berpikir kreatif ini menekankan pada pemikiran divergen dengan urutan tertinggi (aspek yang paling penting) adalah kebaruan, kemudian fleksibilitas dan yang terendah adalah kefasihan. Kebaruan ditempatkan pada posisi tertinggi karena merupakan ciri utama dalam menilai suatu produk pemikiran kreatif, yaitu harus berbeda dengan sebelumnya dan sesuai dengan permintaan tugas Fleksibilitas ditempatkan sebagai posisi penting berikutnya karena menunjukkan pada produktivitas ide (banyaknya ide-ide) yang digunakan untuk menyelesaikan suatu tugas. Kefasihan lebih menunjukkan pada kelancaran siswa memproduksi ide yang berbeda dan sesuai permintaan tugas. C. Sikap Positif terhadap Pembelajaran Matematika Berdasarkan hasil pengalaman dan observasi selama ini, masih banyak siswa bahkan mahasiswa yang “phobia” terhadap matematika. Bagi sebagian peserta didik,
matematika terkesan sebagai materi yang sangat sulit, banyak dari mereka yang mengalami kegagalan saat ujian matematika. Bahkan, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa program studi pendidikan matematika, diketahui bahwa alasan mereka memilih jurusan ini bukan karena minatnya terhadap matematika, dan sejujurnya mereka terpaksa memilih jurusan ini dan bagi mereka materi-materi yang mereka temukan di bangku kuliah menjadi semakin kompleks dan tinggi tingkat kesukarannya. Paradigma ini sudah sepatutnya menjadi perhatian bagi kita para praktisi pendidikan untuk terus berjuang menciptakan suatu kondisi yang dapat meningkatkan kecintaan para peserta didik terhadap matematika. Kecintaan terhadap matematika berkaitan dengan bagaimana perasaan siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran matemtaika. Hal ini bisa diamati dari sikap siswa selama pembelajaran, yaitu tanggapan serta aktivitas siswa selama pembelajaran yang telah dilakukan. Hal ini menggambarkan apakah siswa berminat atau tidak dalam mengikuti pembelajaran. Seperti yang diungkapkan Slameto (1995:180) suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai sesuatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas dan cenderung memberikan perhatian yang lebih besar terhadap obyek tersebut. Beradsarkan pendapat tersebut, maka sikap positif mahasiswa terhadap pembelajaran matematika meliputi respon dan aktivitas yang relevan dengan kegiatan belajar mengajar. D. Kreativitas Mahasiswa Calon Guru Matematika melalui Pendekatan Problem Posing Berikut definisi problem posing menurut Siswono (2008:40) memiliki beberapa arti yaitu: a. Pengajuan masalah (soal) ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai.
Indahwati, Meningkatkan Kreativitas dan Membangun Sikap Positif| 23
b. Pengajuan masalah (soal) ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat – syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka pencarian alternatif pemecahan atau alternatif soal yang relevan. c. Pengajuan masalah (soal) ialah perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika atau setelah pemecahan suatu soal/ masalah. Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebelum mahasiswa menyelesaikan soal pertama yang diajukan, mahasiswa mengajukan/membuat soal yang baru, atau saat mahasiswa menyelesaikan soal yang pertama, mahasiswa megajukan/membuat soal yang baru, atau setelah mahasiswa menyelesaikan soal yang pertama mereka ajukan, mahasiswa mengajukan/membuat soal
yang baru. Dalam pendekatan pengajuan masalah mahasiswa diminta untuk menyusun masalah atau soal yang bisa dibuat dengan memformulasi soal yang ada dengan sedikit manipulasi baik dari segi isi maupun konteksnya atau dengan menciptakan soal baru yang masih orisinil. Baik menyusun soal baru maupun mereformulasi soal-soal sebelumnya, para peserta didik dituntut untuk mencari ide baru. Sehingga penalaran dan daya kreativitas serta imajinasi mahasiswa disini dapat meningkat. Mahasiswa akan semakin terampil dan terbiasa dalam mengarang atau menyusun soal yang nantinya akan membantu mereka pada saat terjun ke lapangan menjadi seorang guru. Keterampilan ini akan mambantu mereka dalam memberikan permasalahan secara spontan kepada siswa di dalam kelas. E. Sikap Positif terhadap Matematika Melalui Problem posing Siswono (1999:17) menjelaskan beberapa keuntungan dari pendekatan problem posing, yaitu : a. Mengerjakan soal yang dibuat sendiri lebih menyenangkan; b. Dengan membuat soal dan mengerjakannya, menyebabkan materi pelajaran ini mudah diingat;
c. Membuat soal dan mengerjakan membantu siswa memecahkan masalah atau menyelesaikan soal lain; d. Tugas membuat soal membantu siswa memahami suatu konsep; e. Dengan tugas membuat soal dan menyelesaikannya membuat siswa sadar bahwa ia belum mengerti tentang konsep; f. Tugas membuat soal membantu siswa menghubungkan matematika dengan hal– hal yang telah dilihat, dilakukan atau dipikirkan dalam kehidupan sehari–hari; g. Tugas membuat soal memudahkan siswa memahami materi yang telah dijelaskan guru dikelas; h. Tugas membuat soal mendorong siswa lebih banyak membaca materi pelajaran. Bedasarkan pendapat di atas, aspekaspek penting yang ditekankan dalam pendekatan problem posing adalah membangun perasaan senang terhadap matematika dan memudahkan peserta didik untuk memperdalam konsep matematika. Dengan membuat soal sendiri, tentunya peserta didik akan membuat soal sesuai dengan ukuran kemampuannya untuk dapat menyelesaikannya. Namun, tidak menutup kemungkinan mereka akan menyusun soal yang tingkat kesulitannya melebihi kemampuannya, sehingga mereka akan berusaha berlatih agar mampu mencapai level yang dimaksud. Usaha yang dilakukan tersebut jelas merupakan implementasi dari sikap positif terhadap matematika yang dapat meningkatkan kemampuan matematikanya dan juga akan membangun perasaan “senang” dan kecintaan terhadap matematika. F. Kreativitas dan Sikap Positif Mahasiswa Calon Guru Matematika melalui Pendekatan Problem Posing Aktivitas mahasiswa selama pembelajaran mencerminkan adanya motivasi ataupun keinginan mereka untuk belajar. Mahasiswa dikatakan aktif apabila mereka sering bertanya baik terhadap penjelasan guru maupun pada saat diskusi kelas, berani mengungkapkan pendapatnya terhadap suatu pernyataan maupun pertanyaan baik yang diberikan guru maupun siswa lain, dan mengerjakan tugas yang
24 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 20-26
diberikan guru sesuai dengan prosedur yang diminta guru dengan senang hati. Dalam pembelajaran perlu diperhatikan bagaimana keterlibatan peserta didik dalam pengorganisasian pengetahuan, apakah mereka sudah aktif atau masih pasif. Banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh mereka selama mengikuti pembelajaran. Paul B. Dierich (dalam Rusyan, 1989:138) menggolongkan aktivitas siswa dalam pembelajaran antara lain sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, dan pekerjaan. 2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya dan memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato 4. Writing Activities, misalnya menulis karangan, cerita, laporan, angket, dan menyalin 5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain, melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan berternak 7. Mental activities, sebagi contoh misalnya, menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, dan menganalisis 8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup Dari delapan aktivitas di atas, visual activities , oral activities, listening activities, writing activities, drawing activities, motor activities, dan mental activities tercermin pada pembelajaran dengan pendekatan problem posing pada saat mahasiswa menyusun masalah yang akan diajukan. Untuk aktivitas visual terjadi ketika mereka memperhatikan penjelasan guru ataupun memperhatikan suatu gambar atau soal pada buku yang dapat menumbuhkan
kreativitasnya dalam menyusun soal baru yang dapat diformulasikan dari soal tadi. Kreativitas mahasiswa calon guru matematika melalui pendekatan problem posing, pada aktivitas oral dan mendengarkan dapat muncul pada saat mahasiswa memunculkan ide baru saat mengungkapkan atau mengajukan soal yang dibuat kepada dosen atau dengan memprsentasikannya di kelas. Sedangkan aktivitas menggambar, mengkonstruksi dan memecahkan masalah muncul pada saat mahasiswa menyusun soal baru ataupun memformulasi soal lama dengan sedikit aransemen yang membuatnya berbeda. Mahasiswa dapat berlatih menciptakan soal non rutin yang berbeda dari kebanyakan soal yang mereka temukan. Keterampilan ini sangat penting untuk terus diasah sebagai persiapan kelak ketika mereka akan terjun menjadi guru matematika. Sedangkan Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, dan gugup merupakan contoh sikap-sikap yang dimungkinkan muncul saat pembelajaran. Sikap yang diharapkan muncul tentunya berupa sikap positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Sikap positif tersebut meliputi perasaan senang terhadap matematika yang nantinya meningkatkan motivasi dalam mempelajari matematika. Keterampilan membuat soal pada pembelajaran dengan pendekatan problem posing mampu membangun sikap positif terhadap matematika. Hal ini dapat dilihat dari aktivitasnya selama KBM, dimana pendekatan problem posing menitikberatkan pada pengajuan masalah atau soal. Aktivitas mengajukan masalah tersebut mencerminkan adanya motivasi ataupun keinginan siswa untuk belajar, belajar menyusun soal dan belajar menyelesaikan soal yang diciptakan tersebut. Sehingga mereka akan membuat soal sesuai dengan kemampuannya, bahkan mulai menyusun soal yang agak sulit bagi mereka sehingga mereka berlatih untuk menyelesaikannya.
Indahwati, Meningkatkan Kreativitas dan Membangun Sikap Positif| 25
SIMPULAN Pendekatan problem posing dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa calon guru matematika. Kreativitas ini muncul pada saat mahasiswa menyusun soal dengan memunculkan ide baru yang orisinil atupun dengan mengaransemen ulang soal lama dengan memodifikasinya baik pada bilangan, operasi, objek, syarat, atau konteksnya. Sedangkan sikap positif mahasiswa muncul pada saat membuat soal sendiri, tentunya peserta didik akan membuat soal sesuai dengan ukuran kemampuannya untuk dapat menyelesaikannya. Namun, tidak menutup kemungkinan mereka akan menyusun soal yang tingkat kesulitannya melebihi kemampuannya, sehingga mereka akan berusaha berlatih agar mampu mencapai level yang dimaksud. Usaha yang dilakukan tersebut jelas merupakan implementasi dari sikap positif terhadap matematika yang dapat meningkatkan kemampuan matematikanya dan juga akan membangun perasaan “senang” dan kecintaan terhadap matematika.
SARAN Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyarankan : 1. Bagi para dosen program studi pendidikan, diharapkan sudah mulai menerapkan pembelajaran dengan pendekatan problem posing, yang nantinya dapat melatih para mahasiswa calon guru untuk terbiasa membuat soal sendiri sehingga membantu untuk mengembangkan kreativitas mereka dan juga untuk menekankan penguasaan konsep yang lebih mendalam. 2. Disarankan kepada para guru ataupun dosen jika ingin menggunakan pendekatan problem posing pada kegiatan pembelajaran , hendaknya memperhatikan katrakteristik dari para peserta didik. Hendaknya mereka meminta mereka mengajukan beberapa soal, dimana soal tersebut terdiri dari soal yang tingkat kesukarannya bervariasi, dimulai dari soal dengan tingkat kesulitan rendah, sedang, dan tinggi. Sehingga bagi mereka yang
berkemampuan rendah ataupun sedang tidak merasa terbebani. Bahkan akan memotivasi mereka untuk mampu menyusun dan menyelesaikan soal yang menurut mereka sangat sulit dan mustahil untuk diselesaikan, namun berkat keinginan untuk dapat mencari solusi yang diharapkan meraka berlatih dan akhirnya mampu menyelesaikannya.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Filsaime, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Mahmudi, Ali. 2008. Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. staff.uny.ac.id/sites/default/files/pene litian/Ali Mahmudi, S.Pd, M.Pd, Dr./Makalah 03 Semnas UNPAD 2008 _Problem Posing utk KPMM_.pdf. [diakses 1 september 2012] Silver, a. Edward A and Cai, Jinfa. 1996. “An Analysis of Aritmetic Problem Posing by Middle School Students” . Journal for research in Mathematics Education. Vol. 27 No. 5, Nov 1996.521-539. Siswono, T.Y.E. 1999. Metode Pemberian Tugas Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Perbandingan di MTs Negeri Rungkut Surabaya. Tesis. PPs, Unesa Surabaya.
26 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 20-26
Siswono, Tatag Y.E., Rosyidi, Abdul Haris. (2007).Menilai Kreativitas Siswa dalam Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Jurusan Matematika FMIPA Unesa, 28 Pebruari 2005. Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Model Pembelajaran Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kreatif. Surabaya : Unesa University Press Siswono, Tatag Yuli Eko dan I Ketut Budayasa. 2006. Implementasi Teori tentang Tingkat Berpikir Kreatif dalam Matematika. Prosiding Seminar Konferensi Nasional Matematika XIII dan Konggres Himpunan Matematika Indonesia di Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang, 24-27 Juli 2006
ANALISIS WACANA DALAM SURAT KABAR JAWA POS KOLOM OPINI, JATI DIRI Anisa Fajriana Oktasari Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Jalan Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan Email:
[email protected] Abstrak: Alasan peneliti mengambil wacana di Jawa Pos karena Koran Jawa Pos ini banyak beredar di kawasan jawa timur khususnya Madura. Dan mengambil bulan April-Juni karena banyak berita hangat pada bulan tersebut. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul “Analisis Wacana dalam Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini, Jati Diri, Bulan April-Juni 2013”. Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1) Bagaimana piranti kohesi yang terdapat dalam wacana opini jati diri di surat kabar Jawa Pos kolom Opini Jati Diri? 2) Bagaimana kesalahan penggunaan piranti koherensi dalam surat kabar Jawa Pos kolom Opini Jati Diri? Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian ini tergolong penelitian kualitatif-deskriptif. Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka. Dalam penelitian ini, data berupa piranti kohesi dan kesalahan penggunaan kohesi. Data terdapat di kolom opini jati diri surat kabar jawa pos bulan April-Juni tahun 2013. Teknik Pengumpulan Data meliputi: Teknik Catat dan Instrumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa piranti kohesi wacana yang digunakan dalam surat kabar Jawa Pos terdiri atas aspek gramatikal dan aspek leksikal. Kesalahan penggunaan piranti kohesi ditemukan juga dalam surat kabar Jawa Pos. kesalahan tersebut adalah penggunaan konjungsi “kalau” untuk menggantikan konjungsi “bahwa” yang menyatakan hubungan penjelasan. Kata Kunci: Wacana, Opini
PENDAHULUAN Sekarang ini, para linguis berusaha memasukkan wacana sebagai salah satu tataran bahasa dengan alasan bahwa komunikasi biasanya dilakukan dengan rentetan kalimat-kalimat. Rentetan kalimat yang kohesif dan koheren disebut wacana. Djajasudarma (1994) mengatakan linguistik memiliki tataran bahasa yang lebih luas dari kalimat (rentetan kalimat-paragraf) yang disebut wacana. Istilah wacana merupakan istilah yang muncul sekitar tahun 1970-an di Indonesia (dari bahasa Inggris discourse). Wacana memuat rentetan kalimat yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan informasi. Proposisi adalah konfigurasi makna yang menjelaskan isi komunikasi (dari pembicaraan), atau proposisi adalah isi METODE PENELITIAN Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian ini tergolong penelitian kualitatifdeskriptif. Data dalam penelitian ini, berupa piranti kohesi dan kesalahan penggunaan kohesi. Data terdapat di kolom opini jati diri surat kabar Jawa Pos bulan April-Juni tahun 2013. Teknik pengumpulan data dalam bentuk teknik catat, peneliti mencatat data
konsep yang masih kasar yang akan melahirkan statement (pernyataan kalimat). Satuan yang minimum bagi wacana adalah klausa. Klausa berfungsi sebagai pembawa pesan. Klausa memiliki struktur yang tersusun berdasarkan kaidah pola urutan tertentu yang diakui oleh masyarakat tutur sebuah bahasa. Wacana merupakan gugus kalimat yang memiliki satu kesatuan informasi yang komunikatif. Alasan peneliti mengambil wacana di Jawa Pos karena Koran Jawa Pos ini banyak beredar di kawasan jawa timur khususnya Madura. Dan mengambil bulan April-Juni karena banyak berita hangat pada bulan tersebut. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul “Analisis Wacana dalam Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini, Jati Diri, Bulan April-Juni 2013”. piranti kohesi dan kesalahan dalam penggunaan piranti kohesi yang ada dalam surat kabar Jawa Pos sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Teknik kedua adalah instrument-instrumen yang dibutuhkan berupa lembar-lembar korpus data kolom opini jati diri surat kabar Jawa Pos bulan April-Juni tahun 2013.
27
28 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 27-34
HASIL Tabel 1 Data Piranti Kohesi yang Terdapat dalam Wacana Opini Jati Diri di Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini Jati Diri Penghargaan dan Diplomasi SBY
No. Data 1. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima World Statesma Awal 2013 dari Appeal of Conscience Fondation (ACF) 2. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima penhargaan karena upayanya sebagai negarawan sekaligus pemimpin negara dengan ummat muslim terbesar di dunia. 3. Sekelompok warga Indonesia di Amerika Serikat dan Indonesia berunjuk rasa menolak pemberian penghargaan kepada SBY tersebut. 4. Kenegarawan dan kepemimpinan SBY selama ini kerap di cerca rakyatnya sendiri 5. SBY berambisi menjadi sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) SBY mendiskusikan penghargaan yang di terima untuk seluruh rakyat Indonesia. ACF punya hak untuk memberikan award kepada siapapun yang mereka nilai layak 6. SBY menerima langsung dari Rabbi Arthur Scheiner, pendiri ACF. 7. ACP lembaga yang dikenal memperjuangkan kebebasan beragama dan hak asasi manusia di seluruh dunia. 8. Guru besar filsafat menyampaikan bahwa di Indonesia masih ada tindakan represif terhadap kelompok minoritas dan sulit mendirikan gereja. 9. Semua itu bertolak belakang di dalam negeri, yakni SBY kerap panen hujatan karena di nilai tidak tegas , peragu dan lamban dalam mengambil keputusan. Setidaknya penghargaan tersebut menjadi salah satu modal bagi SBY untuk menduduki posisi strategis di level Internasional setelah tidak lagi menjabat presiden. 10. Rubrik punya hak untuk bangga atau malu SBY pun tidak mungkin menolak penghargaan dari lembaga sekredibel ACF. 11. Kerututan kalimat pada paragraf pertama menggunakan pola induktif yaitu dari khusus ke umum. Dimana pemberian penghargaan kepada SBY kemudian diperjelas dengan kalimat pendukung. 12. Pada paragraf ke dua menggunakan pola pengembangan deduktif karena terdapat kalimat inti. 13. Paragraf ke tiga juga menggunakan pola deduktif 14. 15.
Penanda Kohesi dari
Kode Data JP, 1 Juni 2013
karena
JP, 1 Juni 2013
dan
JP, 1 Juni 2013
dan
JP, 1 Juni 2013 JP, 1 Juni 2013
untuk
dari Yang, dan dan
JP, 1 Juni 2013 JP, 1 Juni 2013 JP, 1 Juni 2013
dan
JP, 1 Juni 2013
untuk
JP, 1 Juni 2013
dari
JP, 1 Juni 2013
karena
JP, 1 2013 JP, 1 2013 JP, 1 2013 JP, 1
juga
Pada paragraf ke empat keruntutan kalimatnya Pada menggunakan pola induktif. Paragraf kelima polanya dari umum ke khusus yaitu dari
Juni Juni Juni Juni
Oktasari,Analisis Wacana| 29
16.
menggunakan pola deduktif. Pada paragraf ke enam deduktif dan juga terdapat dan kalimat inti dan kalimat anakan. Di buktikan kalimat yang menceritakan bahwa penghargaan didedisikan untuk seluruh rakyat Indonesia.
2013 JP, 1 Juni 2013
Tabel 2 Data Piranti Kohesi yang Terdapat dalam Wacana Opini Jati Diri di Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini Jati Diri PR setelah BBM Naik
No. Data 1 Rencana kenaikan BBM saat ini relatif mudah diterima masyarakat. 2 Keputusan yang maju mundur , rakyat mengandung beban ganda lantaran kenaikan harga-harga bahan pokok yang prematur. 3 Bukan hanya beban masyarakat yang akan lebih ringan namun dunia usaha juga tidak tersandra karena pemburukan kondisi ekonomi yang sebelumnya sangat optimis. 4 Salah satu yang harus dicermati pasca kenaikan BBM adalah desakan buruh untuk menaikkan upah. 5 Kenaikan BBM kali ini sungguh salah waktu karena setengah bulan lagi puasa dan bulan berikutnya lebaran, saat belanja masyarakat sedang mencapai puncaknya. 6 Pemerintah harus segera bekerja menjaga nilai inflasi agar tidak melebihi 2 persen seperti prediksi bank Indonesia. 7 Kebimbangan untuk menyelamatkan ekonomi kita dengan segera menjaga stok bahan pokok yang berpotensi memburuk kondisi perekonomian rakyat. 8 Diharapkan nilai tukar bisa kembali stabil dibawah angka psikologis Rp 10.000 per USD. Realisasi belanja pemerintah juga harus di genjot dengan mengutamakan sektor infrastruktur serta pemberian insentif. 9 Pembicaraan ulang terkait dengan upah buruh dan tarif muda transportasi mengurangi kepercayaan infestor. 10 Kenaikan harga BBM ini bukan akhir kerja pemerintah, namun justru harus dijadikan awal pekerjaan. 11 Sedikit gejolak politik dan sosial masih dalam batas wajar mengingat banyak kepentingan menabung menjelang tahun politik. 12 Menaikkan harga BBM yang tidak dimanfaatkan pemerintah. 13 Meski dunia usaha sudah memprediksi kenaikan harga BBM sejak awal tahun. Dampak komponen upah dinilai lebih besar di bandingkan kenaikan harga BBM yang sudah bisa di prediksi sejak beberapa bulan lalu. 14 Saat ini sedang musim ajaran baru saat orang tua harus membongkar celengan untuk biaya pendidikan yang tidak murah 15 Namun tampaknya tidak relevan lagi menyalahkan
Penanda Kohesi Yang
Kode Data JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013
Juga
JP, 22 Juni 2013
adalah
JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013
Dan
Agar
JP, 22 Juni 2013
dengan
JP, 22 Juni 2013
dengan
JP, 22 Juni 2013
dengan
JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013
namun Dan
Yang Yang
JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013
Untuk
JP, 22 Juni 2013
Yang
JP,
22
30 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 27-34
18
kebimbangan yang sudah terjadi sifat pemimpin. Pasukan daging, bawang putih, cabe merah, beras dan dan komunitas utama tidak boleh defisit. Dengan inflasi stabil yang menimbulkan kepercayaan Yang investor di harapkan nilai tukar bisa kembali stabil. Industri yang mendukung penciptaan kerja baru. Yang
19
Akses sosial juga harus di selesaikan
Juga
20
Secara cerdas memanfaatkan sia-sia momentum tahun terakhir sebelum politik. Salah satu yang harus di cermati pasca kenaikan BBM adalah desakan buruh untuk kenaikan upah. Kenaikan BBM kali ini sugguh salah waktu karena setengah bulan lagi puasa dan bulan berikutnya lebaran, saat belanja masyarakat sedang mencapai puncaknya. Namun tampaknya tidak relevan lagi menyalahkan kebimbangan yang sudah terjadi sifat pemimpin nasional, pemerintah harus segera bekerja menjaga nilai inflasi agar tidak melebihi 2 persen perekonomian. Baru kembali staabil dibawah angka psikologi per USD.
-
Tidak boleh lagi ada kebimbangan untuk menyelamatkan kebimbangan yang sudah terjadi sifat pemimpin nasional. Realisasi belanja pemerintah juga harus di genjot dengan mengutamakan sektor infrastruktur. Ekses sosial juga harus segera di selesaikan pembicaraan ulang terkait dengan upah. Pengumuman kenaikan BBM ini bukan akhir kerja pemerintah.
Untuk
16 17
21 22
23
24 25
26 27 28
Yang Dan
Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013
Agar
JP, 22 Juni 2013
-
JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013
dengan dengan -
JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013 JP, 22 Juni 2013
Tabel 3 Data Piranti Kohesi yang Terdapat dalam Wacana Opini Jati Diri di Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini Jati Diri Dana Kampanye Parpol
No. Data 1. Pemilihan umum sudah di depan mata
Penanda Kohesi -
2.
Sejumlah parpol besar menggelar kampanye yang heboh
Yang
3.
Badai menghantam badai demokrat.
-
4.
Beberapa parpol yang lain pun tak luput dari masalah.
Dari
5.
Parpol harus berani jujur mengenai sumber keuangannya. KPU sebagai wasit pemilu juga tidak punya wewenang
Mengenai
6. 7.
Juga
Menyambut niat KPU yang ingin melibatkan pusat Yang pelaporan dan analisis transaksi keuangan.
Kode Data JP, 27 Mei 2013 JP, 27 Mei 2013 JP, 27 Mei 2013 JP, 27 Mei 2013 JP, 27 Mei 2013 JP, 27 Mei 2013 JP, 27 Mei 2013
Oktasari,Analisis Wacana| 31
8.
Aturan mengenai dana kampanye
Mengenai
JP, 27 Mei 2013
Tabel 4 Data Piranti Kohesi yang Terdapat dalam Wacana Opini Jati Diri di Surat Kabar Jawa Pos Kolom Opini Jati Diri “Telekonferensi Sidang cebongan”
No. Data 1. Sidang penyerangan lapas cebongan yang menewaskan empat napi pada 23 Maret 2013 akhirnya di langsungkan di pengadilan militer 11-11 Yogyakarta kemarin (20/6) 2. Sidang tersebut di harapkan menguak insiden berdarah yang menodai penegakan hukum di tanah air. 3. Mereka adalah empat tahanan titipan polda DIJ. Para korban diduga terlibat dalam pembunuhan anggota Group 2 kaparsus Serka Heru Santoso pada 19 Maret 2013. 4. Para penegak hukum yang terlibat dalam sidang kasus cebongan harus tetap memperhatikan asas keadilan dan transparansi. 5. Indenpendensi hakim diuji, apakah bakal mengadili dengan mengedepankan keadilan yuridis formal atau keadilan substantif. Belum lagi ketegasan hakim menyikapi tekanan publik yang bersimpati terhadap para terdakwa. 6. Yang lebih penting pengadilan harus menjamin keselamatan saksi dalam sidang. 7. Tekhnologi terkonferensi bisa menjadi solusi permasalahan tersebut. 8. Dari sisi hukum acara penggunaan tekhnologi telekonferensi tidak dipermasalahkan lagi. 9. Dua belas anggota kopassus di hadirkan sebagai terdakwa. Berdasar surat dakwaan jaksa sembilan terdakwa terancam hukuman mati dan sisanya terancam hukuman maksimal tujuh tahun 10. Bayangkan, penembakan itu di lakukan di sebuah lapas yang notabene merupakan lokasi yang seharusnya paling aman bagi pelaku kejahatan. 11. Serangan yang dilakukan dihadapan 31 tahanan itu menewaskan angel Sahetapi 31; Adrianus Candra Galaja 33; Gameliel Yermiyanto Rohi 29; dan Yohanes Yuan 38. 12. Pada sisi keadilan majlis hakim mempertimbangkan berbagai fakta sidang untuk menjatuhkan hukuman, sisi transparansi, sidang terbuka untuk umum dan tidak ada rekayasa. 13. Semua harapan itu bisa di maklumi sebab, proses hukum kasur cebongan menjadi pertaruhan bagi penegakan hukum. 14. Sebagian saksi selama ini memang mengalami tekanan psikologis untuk memberikan kesaksian. Padahal, keterangan mereka amat penting untuk mengungkap penyerangan lapas cebongan . Semua itu terkait dengan
Penanda Kohesi yang
Kode Data JP, 21 Juni 2013
yang
JP, 21 Juni 2013 JP, 21 Juni 2013
dalam
yang
JP, 21 Juni 2013
dengan
JP, 21 Juni 2013
dalam
JP, 21 Juni 2013 JP, 21 Juni 2013 JP, 21 Juni 2013 JP, 21 Juni 2013
bisa dan
yang
JP, 21 Juni 2013
Yang
JP, 21 Juni 2013
untuk
JP, 21 Juni 2013
Itu
JP, 21 Juni 2013
untuk
JP, 21 Juni 2013
32 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 27-34
15.
16.
17.
terpenuhnya sisi keadilan dalam proses sidang. Para saksi diharapkan bisa memberikan keterangan dengan secara lebih terbuka dengan fasilitas tersebut. Lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) sudah menyurati pimpinan pengadilan militer soal penggunaan telekonferensi sebagai jalan keluar bila para saksi enggan menghadiri sidang. Sudah banyak sisi yang di hadirkan melalui yang telekonferensi dalam berbagai sidang mahkamah agung (MA) juga memberikan lampu hijau penggunaan telekonferensi dalam sidang cebongan hanya semua berpulang pada majlis hakim, apakah nanti memanfaatkan fasilitas tersebut atau tidak. Lebih baik bila hakim bisa meyakinkan semua saksi untuk untuk hadir dalam sidang.
PEMBAHASAN Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf 1 sudah benar yaitu berupa pola pengembangan kalimat deduktif yang bersifat umum ke khusus hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan dari pemilihan umum kemudian mengumpulkan dana untuk bertarung. b. Paragraf ke -2 Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf ke dua sudah benar yaitu berupa pola pengembangan kalimat deduktifyang bersifat umum ke khusus hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan sebuah parpol yang besar menggelar kampanye yang heboh. Lalu menyewa artis papan atas kemudian, panggung dan perlengkapan kampanye di buat mentereng. c. Paragraf ke -3 Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf 3 sudah benar yaitu berupa pola pengembangan kalimat deduktif yang bersifat umum ke khusus hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan badai menghantam partai demokrat dan melibatkan salah seorang denatur partai. d. Paragraf ke -4 Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf ke 4 sudah benar yaitu berupa pola pengembangan deduktif yang bersifat umum ke khusus hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan dari parpol yang lain tidak lupa dari masalah dan PKS presidennya juga tak luput dari badai kasus dugaan korupsi. e. Paragraf ke -5
JP, 21 Juni 2013
JP, 21 Juni 2013
JP, 21 Juni 2013
Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf ke 5 sudah benar yaitu berupa pola pengembangan deduktif yang bersifat umum ke khusus. Hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan dari uang hasil korupsi lalu parpol harus berani jujur mengenai sumber keuangannya. f. Paragraf ke -6 Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf ke 6 sudah benar yaitu berupa pola pengembangan kalimat deduktif yang bersifat dari umum ke khusus. Hal ini dapat d buktikan pada pernyataan KPU sebagai wasiat pemilu juga tidak punya wewenang. Fungsi KPU sekedar mengumumkan hasil analisis auditor. g. Paragraf ke -7 Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf ke 7 sudah benar yaitu berupa pola pengembangan kalimat deduktif. Hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan kita menyambut baik niat KPU yang ingin melibatkan pusat pelaporan dan PPATK. Mudah-mudahan jasa PPATK bisa mengurangi masuknya uang hasil korupsi atau pencucian uang ke parpol. h. Paragraf ke -8 Keruntutan kalimat yang terdapat pada paragraf ke 8 sudah benar yaitu berupa pola pengembangan kalimat deduktif yang bersifat umum ke khusus. Hal ini dapat di buktikan dengan pernyataan aturan mengenai dana kampanye semestinya di buat lebih masuk akal yang terpenting adalah keterbukaan parpol menyampaikan dari mana saja mereka mendapatkan dana kampanye.
Oktasari,Analisis Wacana| 33
Tabel 4. a. Paragraf ke -1 Kalimat pertama pada paragraf 1 mengandung pernyataan yang bersifat umum menyajikan inti permasalahan yang terjadi (kalimat umum) kemudian di jelaskan oleh kalimat ke -2 yang bersifat sebagai pernyataan khusus, setelah dianalisis ternyata paragraf pertama ini jika dilihat dari struktur kalimatnya yang berpola dari umum ke khusus maka paragraf ini dapat di kategorikan sebagai paragraf deduktif b. Paragraf ke -2 Kalimat pertama pada paragraf kedua ini mengandung pernyataan yang bersifat umum menyajikan inti permasalahan yang terjadi (kalimat umum) Kemudian di jelaskan oleh kalimat kedua yang bersifat sebagai pernyataan khusus . dan hal ini dapat di golongkan pada paragraf deduktif. Kalimat umumnya tentang penegak hukum sedangkan kalimat khususnya diperjelas oleh penembakan dari kejahatan yang dilakukan. c. Paragraf ke -3 Kalimat pertama pada paragraf ke tiga ini mengandung pernyataan yang bersifat khusus yang menyajikan suatu penjelasan dari kalimat umum yaitu terdapat pada kalimat kedua yang merupakan penegasan dari kalimat pertama . Jadi paragraf ini tergolong paragraf induktif. d. Paragraf ke -4 Kalimat pertama pada paraagraf ke empat ini mengandung pernyataan yang bersifat umum . hal ini dapat di golongkan paragraf deduktif. e. Paragraf ke -5 Kalimat pertama paragraf ini bersifat khusus , jadi pola kalimatnya tergolong induktif. f. Paragraf ke -6 Kalimat pertama paragraf ini berpola umum sehingga paragraf ini merupakan paragraf deduktif. g. Paragraf ke -7 Kalimat pertama paragraf ini berpola umum sehingga paragraf ini merupakan paragraf deduktif. h. Paragraf ke -8 Kalimat pertama paragraf ini juga berpola umum sehingga paragraf ini merupakan paragraf deduktif. i. Paragraf ke -9
Kalimat pertama paragraf ini berpola umum sehingga paragraf ini merupakan paragraf deduktif. Simpulan dan Saran Penelitian ini merupakan penelitian tentang wacana. Ada dua permasalahan penelitian dalam penelitian ini, yaitu : (1) Piranti kohesi apa saja yang terdapat dalam surat kabar Jawa Pos? (2) Kesalahan penggunaan piranti kohesi apa saja dalam surat kabar Jawa Pos? penelitian ini bertujuan untuk mengetahui piranti kohesi yang digunakan dalam surat kabara Jawa Pos dan kesalahan penggunaan pirantikohesi dalam surat kabar Jawa Pos. Untuk mengumpulkan data penelitian digunakan teknik catat. Ini berarti bahwa data penelitian yang berupa piranti kohesi dan kesalahan penggunaan piranti kohesi dalam surat kabar Jawa Pos dicatat pada korpus data yang telah disiapkan. Untuk menganalisis data penelitian, digunakan teknik interaktif yang disarankan Miles dan Huberman yang mencakup (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa piranti kohesi wacana yang digunakan dalam surat kabar Jawa Pos terdiri atas aspek gramatikal dan aspek leksikal. Aspek gramatikal meliputi (1) referensi, (2) substitusi, (3) konjungsi. Konjungsi yang digunakan sebagai piranti kohesi terdiri atas (1) konjungsi yang menyatakan hubungan waktu, konjungsi yang menyatakan hubungan syarat, (3) konjungsi yang menyatakan hubungan tujuan, (4) konjungsi yang menyatakan hubungan konsesif, (5) konjungsi yang menyatakan hubungan pemiripan, (6) konjungsi yang menyatakan hubungan penyebaban, (7) konjungsi yang menyatakan hubungan pengakibatan, (8) konjungsi yang menyatakan hubungan penjelasan, (9) konjungsi yang menyatakan hubungan cara, (10) konjungsi yang menyatakan hubungan kenyataan. Di samping aspek gramatikal terdapat juga aspek leksikal yang merupakan piranti kohesi dalam surat kabar Jawa Pos. piranti tersebut terdiri atas (1) repetisi, dan (2) sinonim. Kesalahan penggunaan piranti kohesi ditemukan juga dalam surat kabar Jawa Pos. kesalahan tersebut adalah penggunaan
34 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 27-34
konjungsi “kalau” untuk menggantikan konjungsi “bahwa’ yang menyatakan hubungan penjelasan.
wacana pada sumber data lain mengingat penelitian tentang wacana sangat luas. Penelitian terhadap materi wacana juga dapat dilakukan secara kritis.
Saran Peneliti menyarankan para peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan., dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Penelitian dan Kajian. Bandung: PT. Eresco.
Alieva, NF. Dkk. 1991.Bahasa Indonesia Deskripsi dan Teori. Yogyakarta: Kanisius.
Djajasudarma,T.Fatimah. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Penerbit PT Eresco.
Alwasilah, Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Djajasudarma, T. Fatimah.2009. Semantik 1: Bandung: Refika Aditama.
Brown,
Eriyanto.2001. Analisis Wacana.Yogyakarta: LKis.
Gillian & Yule.1983.Discourse London: Cambridge Press.
George Analysis. University
Brown,
Douglas.H.2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.
Burhan,
Bungin. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kridalaksana,Harimurti.1981. Pengembangan Ilmu Bahasa dan Pembinaan Bangsa. Jakarta: Penerbit Nusa Indah. Keraf,
Chaer, Abdul. 1992. Linguistik Umum. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Djajasudarma, T. Fatimah.1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode
Gorys. 1986. Argumentasi Narasi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
dan PT
Kridalaksana,Harimurti. 1996. Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia. Lubis, Hamid Hasan.1991. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Penerbit Angkasa. Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN LARI 50 METER DAN KEKUATAN OTOT TUNGKAI DENGAN PRESTASI LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK PADA SISWA PUTRA SMA NEGERI 1 KWANYAR Arif Mulyanto Guru Olahraga SMKN I Sampang email: Abstrak : Pada nomor lompat jauh utamanya gaya menggantung, dibutuhkan kecepatan dan kekuatan otot tungkai yang sangat tinggi disamping kondisi fisik yang mendukung. Komponen fisik tersebut akan sangat berperan pada pencapaian penampilan yang optimal dalam lompat jauh. Khususnya kecepatan awalan dan tenaga dorong lompatan sangat diperlukan untuk menghasilkan penerbangan tubuh yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan lari dengan cepat (kecepatan) untuk mendukung awalan dan kekuatan otot tungkai untuk mendukung kekuatan tolakan. Mengingat pentingnya kecepatan dan kekuatan otot tungkai pada nomor lompat jauh, maka penulis bermaksud meneliti, Hubungan antara kecepatan lari 50 meter dan kekuatan otot tungkai dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. Tujuan penelitian ini pada dasarnya untuk mencari serta menggunakan jawaban terhadap masalah yang diteliti, yaitu : 1) Untuk mendapatkan informasi empirik tentang hubungan kecepatan lari 50 meter dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. 2)Untuk mendapatkan informasi empirik tentang kekuatan otot tungkai dengan prestasi lompat jauh. 3)Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara kecepatan lari 50 meter dan kekuatan otot tungkai dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian non eksperimen dengan studi korelasional (regresi). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putra SMA Negeri I Kwanyar yang berjumlah 40 siswa. Dari sejumlah siswa yang ada, yaitu 40 Siswa diambil 30 siswa untuk dijadikan sampel, dengan menggunakan teknik random sampling. Data diperoleh dari hasil tes lari 50 meter, Leg Dynamometer, lompat jauh gaya menggantung yang masing-masing subyek melakukan tes tiga kali. Teknik analisis data yang digunakan adalah variabel multi varians atau disebut korelasi ganda. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) pada korelasi Pearson sebesar 0,429, di mana nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) > 0,05. Jadi hasil dari variabel kecepatan lari X1 dengan variabel hasil lompat jauh Y antara variabel kekuatan otot tungkai X2 dengan variabel hasil lompat jauh Y menyatakan tidak ada hubungan. Kata kunci : Lompat Jauh, Lari, dan Kecapatan Otot Tungkai
PENDAHULUAN Cabang olahraga atletik merupakan kegiatan jasmaniah yang pertama. Sejak dulu cabang atletik sudah dimasukan dalam kegiatan olimpiade, bahkan merupakan kegiatan yang utama , dan juga merupakan salah satu jenis olahraga yang dimasukan dalam pendidikan jasmani. Cabang olahraga atletik adalah cabang olahraga yang terdahulu sehingga disebut sebagai ibu dari segala cabang olahraga lainya. Pelatihan cabang olahraga atletik pada nomor lompat merupakan sarana yang baik sekali dalam peningkatan kemampuan tubuh dalam kegiatan secara umum.
Atletik adalah salah satu cabang olahraga tertua yang telah dilakukan oleh manusia sejak jaman purba hingga sekarang. Bahkan, boleh dikatakan sejak adanya manusia di muka bumi ini atletik sudah ada, karena gerakan-gerakan yang terdapat dalam cabang olahraga atletik seperti berjalan, lari, melempar dan melompat adalah gerakan yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Lompat jauh adalah salah satu jenis nomor atletik yang dilombakan, baik di tingkat nasional maupun internasional. dan gagasan baru yang selalu timbul untuk
35
36 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 35-40
memperbaiki teknik lompat jauh merupakan usaha yang harus di cari guna peningkatan dan pengembangan pencapaian prestasi olahraga tersebut. Pada nomor lompat jauh utamanya gaya menggantung, dibutuhkan kecepatan dan kekuatan otot tungkai yang sangat tinggi disamping kondisi fisik yang mendukung. Komponen fisik tersebut akan sangat berperan pada pencapaian penampilan yang optimal dalam lompat jauh. Khususnya kecepatan awalan dan tenaga dorong lompatan sangat diperlukan untuk menghasilkan penerbangan tubuh yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan lari dengan cepat (kecepatan) untuk mendukung awalan dan kekuatan otot tungkai untuk mendukung kekuatan tolakan. Mengingat pentingnya kecepatan dan kekuatan otot tungkai pada nomor lompat jauh, maka penulis bermaksud meneliti, Hubungan antara kecepatan lari 50 meter dan kekuatan otot tungkai dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. Tujuan penelitian ini pada dasarnya untuk mencari serta menggunakan jawaban terhadap masalah yang diteliti, yaitu : 1) Untuk mendapatkan informasi empirik tentang hubungan kecepatan lari 50 meter dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. 2)Untuk mendapatkan informasi empirik tentang kekuatan otot tungkai dengan prestasi lompat jauh. 3)Untuk mendapatkan informasi tentang hubungan antara kecepatan lari 50 meter dan kekuatan otot tungkai dengan prestasi lompat jauh gaya jongkok. METODE PENELITIAN
penelitian ini adalah siswa putra SMA Negeri I Kwanyar yang berjumlah 40 siswa. Dari sejumlah siswa yang ada, yaitu 40 Siswa diambil 30 siswa untuk dijadikan sampel, dengan menggunakan teknik random sampling (acak), Kemudian siswa di tes menurut ketentuan yang ada Teknik pengumpulan Data Dalam penelitian ini dapat diperoleh dari hasil tes lari 50 meter, Leg Dynamometer, lompat jauh gaya menggantung yang masing-masing subyek melakukan tes tiga kali dan dimasukkan kedalam tabel. Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut : a.Mengajukan ijin kepada kepala sekolah yang ditempati. b. Setelah ijin didapat, penulis menghubungi siswa yang akan dijadikan obyek penelitian untuk menjelaskan maksud dari penelitian agar dalam pengambilan data nanti dapat berjalan dengan lancar. Setelah diperoleh, selanjutnya dianalisis statistik dengan menggunakan teknik ” korelasi ganda” Teknik Analisis Data Ada tiga variabel dalam penelitian ini. Untuk menghubungkan ketiga variabel tersebut digunakan variabel multi varians atau disebut korelasi ganda, dengan rumus sebagai berikut : Y = a1 X1 + a 2 X 2 YX1
Rancangan Penelitian Agar data yang diperoleh dari penelitian dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan rancangan penelitian yang sistematis. Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian non eksperimen dengan studi korelasional (regresi). Penentuan Sampel Penelitian Dalam setiap anggota dari populasi mempunyai kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel penelitian tersebut. Populasi dalam
= a1 X1
2
+ a 2 X1 X 2
YX2 = a1 X1 X 2 + a 2 X1 2 Keterangan ; Y = Variabel terikat X1 = Variabel bebas 1 X2 = Variabel bebas 2 a1 = Koefisien Variabel bebas 1 a2 = Koefisien variabel bebas 2 RY ( X 1, 2 ) =
a1 X 1 a 2 X 2 Y Y2
Mulyanto,Hubungan antara Kecapatan| 37
Dimana
:
RY ( X 1, 2 ) adalah koefisien
korelasi, kemudian untuk mengetahui signifikan atau tidak digunakanya analisis regresi menggunakan rumus :
F reg = Dimana : R N M
R 2 ( N M 1) M (1 R 2 ) = Koefisien korelasi = Jumlah sampel = Jumlah variabel bebas
HASIL DAN PEMBAHASAN Kecepatan Kecepatan adalah Kemampuan kondisi tubuh seseorang untuk melakukan gerakan dengan waktu yang relatif singkat agar mencapai hasil yang baik, (Muhajir, 2006 : 47 ) Kecepatan merupakan unsur gerak dasar untuk meraih prestasi yang maksimal. Kecepatan seseorang tergantung pada potensi sejak lahir dan juga dari hasil latihan secara teratur dengan perencanaan secara tepat. Macam-macam bentuk latihan kecepatan : 1. Kecepatan sprint (sprinting speed) adalah kemampuan seseorang bergerak kedepan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal untuk menghasilkan hasil yang sebaik-baiknya. Cara pengembangan kecepatan sprint dapat dilakukan dengan interval raning dengan volume beban latihan : 5 - 10 kali giliran lari, jarak : 30 - 80 meter, intensitas latihan lari : 80 % 100 % 2. Kecepatan reaksi (Reaction speed) adalah kemampuan seseorang untuk menjawab rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaikbaiknya, Bentuk-bentuk latihan tersebut antara lain : Bertanding lari sebenarnya, dengan aba-aba star pistol atau peluit, mereaksi aba-aba atau kode-kode lebih dari dua macam dan harus dikerjakan secepat-cepatnya 3. Kecepatan bergerak (speed movement) adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secepat mungkin dalam gerakan yang tidak terputus. Seperti gerakan melompat, melempar, salto dan lain – lain.
Kekuatan Otot tungkai Dalam aktifitas olahraga kekuatan otot merupakan unsur penting untuk menggerakan organ tubuh, tanpa kekuatan otot yang besar tidak akan tercapai hasil yang maksimal. Kekuatan otot tungkai adalah tenaga otot yang dihasilkan atau kemampuan untuk mengerut menjadi pendek, terhadap suatu tekanan atau tepatnya ukuran memendeknya otot yang diinginkan terhadap tekanan tersebut U. Jonath ( 1987 : 23 ), selanjutnya menurut Sajoto (1988 : 178 ) kekuatan atau strenght adalah kemampuan otot untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan. Kekuatan adalah kemampuan otot untuk melakukan kontraksi guna membangkitkan ketegangan terhadap suatu tahanan. Kekuatan otot adalah komponen yang sangat penting guna meningkatkan kondisi fisik secara keseluruhan. Unsur kondisi fisik atas kesegaran jasmani yang paling berperan dalam melakukan aktifitas lompat jauh adalah kekuatan otot tungkai dari atlet tersebut.Untuk itu dibutuhkan latihan yang ditujukan untuk menumbuhkan tenaga atau kekuatan otot yang dikhususkan dengan nomor lompat jauh .Untuk mencapai prestasi itu langkah awal yang harus dilakukan adalah melatih kekuatan otot tungkai dengan cara menambah porsi latihan sedikit demi sedikit atau menambah beban latihan tetapi tidak capai melebihi batas – batas kemampuan tubuh”Sehubungan dengan latihan haruslah di ingat bahwa latihan haruslah senantiasa dilaksanakan melewati stimulasi dan bahkan hampir maksimal disertai dengan beban yang kian hari kian bertambah berat,prinsip ini disebut ” over load principle ” menurut (Engkos Kosasi 1985:46). Lompat jauh Untuk membina dan menjadikan seorang atlet yang berpestasi pada nomor lompat jauh, maka hendaknya jangan hanya melatih salah satu faktor saja, tetapi banyak faktor-faktor yang justru sangat mendukung dalam peningkatan prestasi di bidang olahraga seperti faktor kecepatan, kekuatan otot tungkai, daya tahan, daya ledak otot, ketepatan dan injuren harus dibina bersamasama.
38 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 35-40
Pada nomor-nomor atletik ada dua macam perlombaan, yaitu nomor-nomor olahraga yang dilaksanakan didalamlintasan baik saat latihan maupun perlombaan yang dinamakan track, sedangkan nomor-nomor yang baik latihan maupun penyelenggara perlombaan diselenggarakan di lapangan dan tidak terikat pada lintasan disebut Field. Nomor-nomor lompat jauh adalah salah satu nomor yang diselenggarakan di lapangan, dan tidak terikat dengan lapangan, sehingga salah satu nomor field. (Agus Mukholid, 2007:25). Dalam lompat jauh sangat di pengaruhi oleh banyak faktor untuk masalahtolakan take off, Kecepatan lari dan kekuatan otot tungkai memiliki peranan yang penting pada hasil loncatan, kecepatan berlari berarti menciptakan daya dorong yang kuat kedepan dan kekuatan otot akan menciptakan daya lenting yang tinggi bagi pelompat sehingga pelompat menghasilkan lompatan yang jauh, Jadi kecepatan lari dan kekuatan otot tungkai berhubungan erat dengan lompat jauh sebagai awalan. Pembahasan Uraian dari penelitian adalah membandingkan (setuju atau tidak setuju) dengan penelitian orang lain yang sudah pernah dilakukan. Variabelnya tidak harus lengkap, tetapi cukup missal X1 dengan Y atau X2 dengan Y atau X1 dan X2 dengan Y. Menurut Engkos kosasi (dalam Karimulla, 2008 ; 22\) terdapat peranan penting untuk mencapai suatu hubungan antara variabel X1 dan X2 dengan Y. Dalam lompat jauh sangat di pengaruhi oleh banyak faktor untuk masalahtolakan take off, Kecepatan lari dan kekuatan otot tungkai memiliki peranan yang penting pada hasil lonpatan, kecepatan berlari berarti menciptakan daya dorong yang kuat kedepan dan kekuatan otot akan menciptakan daya lenting yang tinggi bagi pelompat sehingga pelompat menghasilkan lompatan yang jauh, kecepatan lari dan kekuatan otot tungkai berhubungan erat dengan lompat jauh sebagai awalan, adapun yang perlu dilakukan untuk memilih seorang atlet yang dapat mencapai prestasi maksimal. Akan tetapi dalam penelitian yang saya lakukan dari X1 dengan Y atau X2
dengan Y atau X1 dan X2 dengan Y dimana hasilnya tidak signifikan.
Tabel 1 Hasil Uji Korelasi X1 dengan Y Correlations X1 Y X1 Pearson Correlation 1 .150 Sig. (2-tailed) .429 N 30 30 Y Pearson Correlation .150 1 Sig. (2-tailed) .429 N 30 30 Dalam output SPSS di tabel 1 menunjukkan nilai probabilitas (Sig. (2tailed)) pada korelasi Pearson sebesar 0,429, di mana nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) > 0,05. Hasil pengujian korelasi Pearson signifikan menerima H0 menunjukkan saling tidak mempengaruhi atau tidak berkorelasi antara variabel kecepatan lari (X1) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). hal ini terbukti dengan nilai korelasi Pearson sebesar 0,150 yang sangat kecil menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel kecepatan lari (X1) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). Tabel 2 Hasil Uji Korelasi X2 dengan Y Correlations Y X2 Y Pearson Correlation 1 -.239 Sig. (2-tailed) .203 N 30 30 X2 Pearson Correlation -.239 1 Sig. (2-tailed) .203 N 30 30
Dalam output SPSS di tabel 2 menunjukkan nilai probabilitas (Sig. (2tailed)) pada korelasi Pearson sebesar 0,203, dimana nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) > 0,05. Maka hasil pengujian korelasi Pearson signifikan menerima H0 menunjukkan saling tidak mempengaruhi atau tidak berkorelasi
Mulyanto,Hubungan antara Kecapatan| 39
antara variabel kekuatan otot tungkai (X2) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). hal ini terbukti dengan nilai Korelasi Pearson sebesar -0,239 yang sangat kecil menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel kekuatan otot tungkai (X2) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). Tabel 3 Ringkasan Hasil Uji Korelasi X1, X2 dengan Y Korelasi
Colerations
Probabilitas
Keter angan
X1 dengan Y
0,150
0,429
tidak signifi kan
X2 dengan Y
-0,239
0,203
tidak signifi kan
Dalam output SPSS di tabel 3 penelitian yang saya lakukan dari variabel kecepatan lari X1 dengan variabel hasil lompat jauh Y antara variabel kekuatan otot tungkai X2 dengan variabel hasil lompat jauh Y menyatakan tidak ada hubungan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) pada korelasi Pearson sebesar 0,429, di mana nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) > 0,05. Hasil pengujian korelasi Pearson signifikan menerima H0 menunjukkan saling tidak mempengaruhi atau tidak berkorelasi antara variabel kecepatan lari (X1) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). hal ini terbukti dengan nilai korelasi Pearson sebesar 0,150 yang sangat kecil menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel kecepatan lari (X1) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). Nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) pada korelasi Pearson sebesar 0,203, dimana nilai probabilitas (Sig. (2-tailed)) > 0,05. Maka hasil pengujian korelasi Pearson signifikan menerima H0 menunjukkan saling tidak mempengaruhi atau tidak berkorelasi antara variabel kekuatan otot tungkai (X2) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). hal ini terbukti dengan nilai Korelasi Pearson
sebesar 0,239 yang sangat kecil menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel kekuatan otot tungkai (X2) dengan variabel hasil lompat jauh (Y). Jadi hasil dari variabel kecepatan lari X1 dengan variabel hasil lompat jauh Y antara variabel kekuatan otot tungkai X2 dengan variabel hasil lompat jauh Y menyatakan tidak ada hubungan. Hal ini bertolak belakang dengan hipotesis peneliti yaitu Terdapat hubungan antara kecepatan lari 50 meter, dan kekuatan otot tungkai dengan prestasi lompat jauh gaya menggantung. Dari penolakan terhadap hipotesis dengan hasil penelitian yang tidak signifikan, kesimpulan diatas dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Sampel yang diambil berupa siswa kelas XII SMK Negeri I Bangkalan tahun pelajaran 2011/2012 dalam pengambilan data kurang maksimal 2. Pengambilan data terbatas pada waktu, yaitu selama Praktek Pengalaman Lapangan II (PPL II) yang diprogramkan oleh pihak Universitas Adi Buana Surabaya 3. Di sekolah SMK Negeri I Bangkalan, ekstakulikuler lompat jauh kurang berjalan dengan baik 4. Sarana dan prasarana yang kurang mendukung 5. Minat dan bakat / prestasi siswa tentang olahraga lompat jauh masih sangat kurang 6. Data siswa yang diambil dalam kondisi fisik yang kurang mendukung sehingga data yang diperoleh peneliti tidak akurat Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya maka peneliti menyampaikan saran sebagai berikut: 1. Untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Kecepatan Lari 50 Meter dan Kekuatan Otot Tungkai Dengan Prestasi Lompat Jauh Gaya Menggantung pada siswa harus mempersiapkan sarana dan prasarana yang baik sehingga diperoleh hasil yang optimal. 2. Untuk meningkatkan minat dan prestasi siswa dalam cabang olahraga lompat jauh, sekolah dan guru harus saling
40 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 35-40
bekerjasama sehingga akan muncul minat dan prestasi siswa. 3. Diharapkan dalam sekolah-sekolah diadakan ekstrakulikuler khususnya lompat jauh, sehingga mental dan fisik siswa dapat terlatih dengan baik. 4. Dalam rangka meningkatkan prestasi lompat jauh, guru mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga hendaknya lebih sering melatih siswa
dalam olahraga lompat jauh. Sehingga siswa nantinya dapat berhasil atau mampu menorehkan prestasi yang baik, khususnya dalam cabang olahraga lompat jauh. Perlu adanya penelitian lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas XII SMK Negeri I Bangkalan tahun pelajaran 2011/2012.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Moeloek, Dangsina. 1984. Kesehatan Dan Olahraga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Nurhasan. 1986. Tes Dan Pengukuran.
Buetelstahl, Dieter. 1986. Belajar Bermain Bola Volley. Bandung : CV. Pioner Jaya.
Sajoto. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik
Depdiknas. 2003. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Jakarta : Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani.
Sajoto. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang :Dahara Prize.
Hadi, Sutrisno. 1985. Statistik. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Soekarman. 1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina Pelatih Dan Atlet. Jakarta : PT. Inti Indayu Press.
Harsono. 1990. Coaching Dan Aspek-Aspek Psikologis Dalam Coaching. Jakarta : CV. Tambak Kusuma.
Suharno. 1973. Teknik Dan Methodik Voli Ball. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Olahraga.
Kosasih, Engkos. 1995. Pendidikan Jasmani Dan Kesehatan. Jakarta : Erlangga.
Jakarta : Universitas Terbuka.
Dalam Olahraga. Jakarta :Depdikbud.
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN STRUKTURAL NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN MATEMATIKA KEUANGAN (ANUITAS) DI SMKN I SAMPANG DAN SMKN I TAMBELANGAN Abd. Fatah Guru Matematika SMKN I Sampang email:
[email protected] Abstrak : Tujuan Penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran Konvensional terhadap hasil belajar siswa SMK di Sampang pada pokok bahasan matematika keuangan (Anuitas). 2) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antara siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah terhadap hasil belajar siswa SMK di Sampang pada pokok bahasan Anuita. 3) Untuk mengetahui interaksi antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional, serta motivasi siswa terhadap hasil belajar siswa SMK di Sampang pada pokok bahasan anuitas. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan subjek penelitian siswa kelas XII ,instrumennya adalah tes dan kuesioner. Homogenitas subjek penelitian diuji dengan independent sample test. Normalitas data diuji dengan one sample kolmogorov-Smirnov. Pengujian hipotesis menggunakan two way anova dengan menampilkan nilai rata-rata dari statistic deskriptif sebagai tingkat pembeda. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1) Ada perbedaan hasil belajar yang ditunjukkan oleh siswa yang belajar dengan menggunakan model kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional yang diterima dengan tingkat signifikansi 0,000 (< 0,05). Mean tertinggi terdapat pada model pembelajaran tipe NHT yang secara total diperoleh hasil sebesar 89,27. 2). Ada perbedaan hasil belajar yang ditunjukkan oleh siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dengan siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah yang diterima dengan tingkat signifikansi 0,000 (< 0,05). Mean tertinggi terdapat pada motivasi belajar tinggi yang secara total diperoleh hasil sebesar 88,84. 3) Ada interaksi yang signifikan antara model pembelajaran tipe NHT,konvensional dan motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan segitiga dan segiempat yang diterima pada tingkat signifikansi 0,001 (< 0,05). Sedangkan mean tertinggi terdapat pada interaksi antara model pembelajaran tipe NHT dengan motivasi belajar sebesar 89,74. Kata Kunci : NHT, Motivasi Belajar dan Hasi Belajar Matematika
PENDAHULUAN Menyadari peranannya yang semakin penting, pendidikan matematika perlu mengantisipasi tantangan masa depan yang semakin rumit dan kompleks. Karena itu pendidikan matematika harus mampu membekali siswa keterampilan yang dapat menjawab permasalahan mendatang. Berbagai upaya dan daya dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa telah dilakukan oleh berbagai pihak. Namun upaya dan daya itu belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan sangat besar antara kenyataan dengan hasil yang diharapkan. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia merupakan masalah
klasik yang sering kali dibahas dalam berbagai lokakarya, seminar-minar lokal atau seminar-minar nasional. Rendahnya mutu pendidikan matematika mungkin disebabkan oleh kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah selama ini lebih berorientasi pada guru. Maksudnya siswa dalam kegiatan pembelajaran hanya berperan sebagai pendengar dan pencatat sehingga siswa bersifat pasif. Siswa seharusnnya dituntut untuk berperan aktif dan saling berinteraksi untuk mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan kemampuannya serta mengungkapkan dalam bahasanya sendiri
41
42 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 41-47
tentang pengetahuan yang diterima dan diolah selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran matematika dengan menggunakan sistem latihan, menghafal dan pemberian tugas, tidak jarang digunakan namun pembelajaran matematika tersebut, akan lebih efektif apabila siswa dilibatkan secara aktif selama proses pembelajaran. Pendekatan struktural ada dua jenis, yaitu Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT). Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas pendekatan struktural jenis NHT karena jenis NHT memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu dengan yang lain (Arends, 2001: 325). Pembelajaran matematika di SMK harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang terdapat dalam Kurikulum 2004 Matematika SMK. Pembelajaran matematika agar lebih bermanfaat bagi siswa, maka perlu ditekankan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain adalah siswa diharapkan lebih berminat belajar matematika. Oleh karena itu guru sebaiknya membuat persiapan yang tertata sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang beragam dan fungsional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT) dan motivasi belajar terhadap hasil belajar untuk pokok bahasan anuitas di kelas XII AK SMKN 1 Sampang dan kelas XII AK SMKN 1 Tambelangan. METODE PENELITIAN Penelitian ini pada dasarnya penelitian kuantitatif eksperimen kuasai dengan pre test, post test pada kelompok ekuivalen. Adapun jenis rancangan analisis penelitian yang digunakan adalah factorial design 2 x 2. Variabel bebas penelitian yakni model pembelajaran dengan dimensi Numbered Head Together (NHT) dan variabel moderator ada 2 yakni motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah. Variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika.
Lokasi penelitian ini adalah di SMKN 1 Sampang. Sedangkan subyek penelitiannya siswa kelas XII AK 1 sebagai kelas kontrol, dan kelas XII AK 2 untuk eksperimen yang sedang mengikuti mata pelajaran matematika, dan lokasi penelitian di SMKN 1 Tambelangan subyek penelitiannya adalah kelas XII AK 1 sebagai kelas kontrol, dan kelas XII AK 2 untuk uji coba instrumen, kelas-kelas tersebut akan dijadikan kelompok penelitian sesuai dengan rancangan penelitian di atas. Ada 2 macam instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen untuk intervensi dan instrumen untuk mengukur hasil belajar. Instrumen yang pertama terdiri dari instrumen untuk : penyelenggaraan aktivitas Numbered Head Together dan pembelajaran konvensional sebagai panduan aktivitas untuk pembelajaran dikelas.instrumen yang kedua meliputi : (1) angket, yang meliputi motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar rendah, (2) tes hasil belajar matematika, instrumen penelitian ini sebelum digunakan dalam penelitian ini akan dilakukan uji instrumen validitas dan reliabilitas. Sumber data dalam penelitian adalah subyek dimana data dapat di peroleh Maka sumber data dalam penelitian ini meliputi hasil belajar siswa dan hasil angket motivasi. Teknik pengumpulan data di lakukan dengan kuesioner (angket) dan data tentang hasil belajar siswa diperoleh dari hasil penilaian tertulis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis varian dua faktur , bantuan program SPSS 16. Analisis varian dua faktor digunakan untuk mengetahui pengaruh dua faktor A dan B pada suatu respon/variabel, serta untuk mengetahui apakah terdapat interaksi yang signifikan antara kedua faktor. Hal ini menggunakan rancangan ANAVA dua jalur. HASIL DAN PEMBAHASAN Arends (1997: 289) menjelaskan bahwa pendekatan struktural adalah salah satu pendekatan pembelajaran kooperatif, guru menggunakan struktur tertentu agar pola interkasi siswa lebih kooperatif dan berbagi. Lebih lanjut Arends menjelaskan bahwa dalam pendekatan struktural, tim mungkin
Fatah,Pengaruh Pembelajaran Kooperatif| 43
bervariasi dari 2 sampai 6 anggota dan struktur tugas mungkin ditekankan pada tujuan-tujuan sosial atau akademik. Menurut Arends (1997: 122), ada dua macam struktur yang terkenal yaitu thinkpair share (TPS) dan numbered-heads together (NHT), yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan “active listening” dan “time token” merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Dalam tulisan ini, peneliti hanya membahas pendekatan struktural numbered heads together (NHT). Hal itu disebabkan pendekatan struktural numbered heads together (NHT) yang dieksperimenkan dalam penelitian ini. Arend (1997: 288) menjelaskan bahwa Numbered Heads Together adalah salah satu
jenis pendekatan struktural, setiap anggota kelompok diberi nomor (label) untuk mempelajari suatu materi pelajaran. Lebih lanjut Arends (1995: 326) menyatakan bahwa, numbered-heads together (NHT) adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk memberikan kesempatan lebih banyak kepada siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Empat langkah pokok pembelajaran kooperatif struktural numbered heads together (NHT) di atas, penulis menjabarkan kegiatan pembelajaran kooperatif struktural NHT. Kegiatan pembelajaran kooperatif struktural numbered heads together (NHT) dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural NHT Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan a. Diawali dengan membagi siswa ke dalam kelompok (4-6) dan setiap anggota kelompok diberi label 1 sampai 4, 5 atau 6. b. Menginformasikan materi yang akan dibahas. c. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan pendekatan pem-belajaran yang akan digunakan. d. Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang materi. Kegiatan Inti Mengajukan pertanyaan secara klasikal.
Langkah NHT Langkah 1 (Penomoran)
Langkah 2 (mengajukan pertanyaan Langkah 3 (Berpikir bersama)
a. Memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru. b. Menyatukan pendapat dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan, dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya. a. Guru memanggil salah satu label dari kelompok tertentu secara acak, Langkah 4 siswa yang dipanggil mengacungkan tangan, dan menjawab (menjawab) pertanyaan yang diajukan oleh guru. b. Siswa label sama (kelompok lain) menanggapi, guru memimpin diskusi. c. Guru memberikan pujian kepada kelompok (individu) yang menjawab benar. d. Memberi kesempatan kepada siswa mencatat jawaban yang benar. Penutup a. Memberi umpan balik b. Membimbing siswa menyimpulkan materi. c. Memberi kuis dan PR. Berdasarkan uraian di atas, ada 1. Melibatkan siswa lebih banyak dalam beberapa alasan peneliti memilih pendekatan dalam menelaah materi. Pada saat guru struktural Numbered Heads Together (NHT) mengajukan pertanyaan ke seluruh kelas, sebagai berikut: masing-masing anggota kelompok
44 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 41-47
memiliki kesempatan yang sama untuk mewakili kelompok dalam menyampaikan hasil diskusi kelompok melalui pemanggilan label anggota kelompok secara acak Artinya wakil kelompok yang menyampaikan hasil diskusi kelompok tidak hanya terfokus pada siswa yang lebih pandai atau didasarkan kesepakatan kelompok. Tetapi semua siswa mempunyai kesempatan untuk mewakili kelompok, tanpa dibeda-bedakan. 2. Tidak terlalu banyak kelompok, sehingga bila ingin mengecek pemahaman seluruh siswa tidak perlu terlalu banyak menunjukkan (memanggil) label siswa. Satu label siswa dapat mewakili satu kelompok. 3. Akibat dari tidak perlunya menunjukkan banyak label siswa, maka tidak terlalu banyak memakan waktu untuk mengecek pemahaman siswa. Artinya dimungkinkan waktu lebih efisien daripada think pair share. Pengertian Anuitas Pernahkah anda menghitung sendiri cicilan yang harus dibayar setiap bulan jika akanmembeli rumah dengan cara angsuran? Dapatkah anda menghitung sisa pinjamananda, jika sudah mencicil selama n tahun dari pembayaran rumah yang anda cicil? Itusemua akan di bahas dalam kompetensi dasar Anuitas. Anuitas adalah sejumlah pembayaran pinjaman yang sama besarnya yang dibayarkansetiap jangka waktu tertentu, dan terdiri atas bagian bunga dan bagian angsuran. Anuitas = Angsuran + Bunga A = an + bn Untuk n = bilangan asli: 1. 2. 3. . . . Jika suatu pinjaman sebesar M dilunasi dengan sistem anuitas tahunan selama n tahundengan suku bunga i%/tahun, dan setiap anuitas sama besarnya, maka berlaku: An + 1 = An an + 1 + bn + 1 = a n + b n a n + 1 = a n + bn – b n + 1 an + 1 = an + an. i an + 1 = an (1 + i), sehingga: a1= a1 (1 + i). a3 = a2 (1 + i).
a3 = a1 (1 + i)(1 + i). a3 = a1 (1 + i)² a4 = a3 (1 + i). a4 = a1 (1 + i)²(1 + i). a4 = a1 (1 + i)³, dan seterusnya. Sehingga diperoleh rumus: an = a1 (1 + i)n – 1 atau an = ak (1 + i)n – k Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dan Pembelajaran Konvensional. Dari analisis yang telah dilakukan perhitungan anava dua jalur dengan bantuan program SPSS Release 12 yang terlihat pada tabel 4.3 dapat diketahui bahwa hipotesis pertama yang peneliti ajukan diterima atau didukung , hal ini terbukti dengan nilai F hitung sebesar 23,576 > F tabel (3,9087) dan nilai signifikan sebesar 0,000 dimana kurang dari 0,05 (5%), sehingga dapat dikatakan terdapat perbedaan hasil belajar antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran matematika siswa kelas XII AK di SMKN 1 Sampang dan SMKN 1 Tambelangan. Ini menunjukan bahwa antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe Konvensional mempunyai dampak yang berbeda terhadap hasil belajar dari masingmasing siswa. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh rerata skor hasil belajar matematika kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional adalah 83,13. Sedangkan rerata skor hasil belajar matematika kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran NHT adalah 89,27.Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa rerata skor hasil belajar kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional lebih tinggi daripada rerata skor hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe NHT . Dengan demikian penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu alternatif model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil belajar matematika untuk kompetensi dasar segitiga dan segiempat.
Fatah,Pengaruh Pembelajaran Kooperatif| 45
Perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan motivasi rendah Untuk hipotesis kedua yang peneliti ajukan juga di dukung atau terbukti kebenarannya, hal ini terbukti dengan nilai F hitung sebesar 19,769 > F tabel (3,9087) dan nilai signifikan sebesar 0,000 dimana kurang dari 0,05 (5%), sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan motivasi rendah pada mata pelajaran matematika siswa kelas XII di SMKN 1 Sampang dan SMKN 1 Tambelangan. Dari hasil penelitian diperoleh rerata skor hasil belajar siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang mengikuti model pembelajaran Konvensional adalah 78,75 dan rerata skor hasil belajar kelompok siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi adalah 87,95. Sedang rerata skor hasil belajar siswa yang memiliki motivasi belajar rendah yang mengikuti model pembelajaran NHT adalah 89,05 dan rerata skor hasil belajar kelompok siswa yang memiliki motivasi tinggi adalah 89,74.Dari rerata skor hasil belajar untuk siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dan siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model NHT lebih tinggi dari pada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model Konvensional. Interaksi antara model pembelajaran Konvensional dan tipe NHT dan motivasi terhadap hasil belajar matematika Untuk hipotesis yang ketiga yang peneliti ajukan juga diterima atau terbukti kebenarannya hal ini terbukti dengan nilai F hitung sebesar 11,956 > F tabel (3,9087) dan nilai signifikan sebesar 0,001 dimana kurang dari 0,05 (5%), hal ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT, Konvensional dan motivasi terhadap hasil belajar pada mata pelajaran matematika siswa kelas XII SMKN 1 Sampang Assirojiyah dan SMKN 1 Tambelangan. Ini menunjukkan bahwa perpaduan antara model pembelajaran dan motivasi mempunyai dampak yang baik terhadap hasil belajar siswa. Selain model pembelajaran yang tepat, guru juga harus
dapat memberikan motivasi kepada siswa, karena motivasi mempunyai peranan dan manfaat yang sangat penting dalam keberhasilan belajar yang dilakukan oleh siswa, semakin tinggi motivasi belajar yang dimiliki individu, semakin tinggi pula hasil belajar yang dicapai. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dikaitkan dengan interprestasi dari pembahasan hasil penelitian pada Bab V, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran konvensional. 2. Terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa yang mempunyai motivasi tinggi dan motivasi rsendah. 3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT,pembelajaran konvensional dan motivasi terhadap hasil belajar matematika siswa. Saran Berdasarkan simpulan tersebut, saran-saran yang dapat diajukan adalah : 1. Pemberian model pembelajaran kooperatif dipandang perlu karena dapat membantu siswa dalam mencapai hasil belajar matematika yang diharapkan terutama pada mata pelajaran matematika karena trebukti baik secara teoritis maupun empiris seperti yang telah ditunjukkan oleh penelitian ini. 2. Model pembelajaran tidak akan berhasil jika tidak di dukung dengan motivasi belajar dari siswa, oleh karena itu pihak guru diharapkan untuk lebih dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Guru diharapkan kreatif, inovatif dalam proses belajar mengajar, sehingga motivasi belajar siswa tidak berkurang. 3. Disarankan kepada siswa agar selalu belajar dengan konservatif agar memperoleh hasil belajar yang lebih optimal, hal ini dapat dilakukan secara aktif mengikuti pelajaran , mencari
46 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 41-47
sumber-sumber pembelajaran sesuai dengan pengalaman pembelajarannya. 4. Untuk penelitian yang lebih relevan, disarankan agar aspek kognitif siswa, misalnya intelegensi siswa juga diteliti kontribusinya terhadap hasil belajar matematika jika diberikan model-model pembelajaraan tersebut. 5. Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, diharapkan kepada orang tua agar ikut berpartisipasi dengan aktif dalam memantau dan mengikuti proses belajar anak, hal ini disebabkan tanggung jawab
anak pada dirinya masih labil.Sehingga sangat memerlukan bimbingan dan motivasi dilingkungan maupun ditengah keluarganya. 6. Kepada para pengambil kebijakan diharapkan dengan adanya inovasi baru dalam hal pembelajaran yang dilakukan para guru, supaya diberikan dukungan dan motivasi secara memadai. Jika tujuan ini tercapai diharapkan peningkatan mutu pendidikan benar-benar dapat di wujudkan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto,Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta
Marzuki, Saleh.2010.Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.Malang:UM The Learning University
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta
Nasution.2003. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Nur,
Djiwandono, Sri Esti Wuryani.2009.Psikologi Pendidikan (Edisi Revisi) Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia Handoko, Hani.2008. Dasar-Dasar Manajemen Produksi Dan Operasi ; Edisi Pertama.Yokyakarta, BPFE Hamalik, Oemar.2009.Kurikulum Pembelajaran. Jakarta : Aksara
Dan Bumi
Uno, Hamzah B.2011.Teori Motivasi & Pengukurannya (Analisis Di Bidang Pendidikan).Jakarta : Bumi Aksara Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNNESA University Press
Mohamad. 2002.Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNNESA University Press
Penulis,Tim.2006.Matematika Profesional.Surabaya:Mediatama Purwanto, Ngalim.2007. Pendidikan. Bandung Rosdakarya
:
Psikologi Remaja
Sardiman, A. M.2011.Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Slavin, Robert Learning: Practice.
E. 1995. Cooperative teory, Research, and
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning: teori, Riset dan Praktis.London:Allymand Bacon Sugiyono.2010.Statistika Penelitian.Bandung : Alfabeta
untuk
Fatah,Pengaruh Pembelajaran Kooperatif| 47
Sugijono dan Cholik,M. 2004. Matematika Untuk SMP.Jakarta: Erlangga Suprijono, Agus.2009.Cooperative Learning.Yokyakarta:Pustaka Pelajar Suryabrata,Sumadi.2004.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Raja Grafindo Persada Tim Penyusun.2003.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka
Usman, Husaini.2006.Teori,Praktek, dan Riset Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara Widayati, Wahyu.2008. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan Kecerdasan Emosional Terhadap Pemahaman Konsep Geometri Ruang Tentang Dimensi Tiga Pada Pelajaran Matematika Di Kelas X SMA Negeri 5 Surabaya dan Kelas X SMA Negeri 2 Surabaya.Tesis:UNIPA
RETORIKA POLITIK DALAM KAMPANYE PEMILUKADA KABUPATEN PAMEKASAN TAHUN 2013 Rahmad Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Madura Jalan Raya Panglegur Km 3,5 Pamekasan Email:
[email protected] Abstrak Sejak abad ke-5 Sebelum Masehi, retorika hadir sebagai ilmu yang mengajarkan orang pandai berbicara di depan umum. Kepandaian ini lebih banyak ditujukan untuk kepentingan politik. Bahkan dapat disinyalir bahwa retorika ini mula-mula hadir memang untuk kepentingan politik. Rupanya hubungan itu tetap ada hingga saat ini dan bahkan semakin kuat. Berpijak pada pemikiran tersebut, menjadi sangat kuat motivasi peneliti untuk mengungkapkan retorika politik dalam kampanye Pemilukada di Kabupaten Pamekasan pada tahun 2013, melalui analisis gaya bahasa, topik tutur, dan tindak tutur pada orasi para juru kampanye. Agar dapat mengungkapkan retorika politik tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi teks, metode fenomenologi, dan hermeneutika-tekstual. Dari analisis dan interpretasi terhadap data yang ada, peneliti menemukan (1) penggunaan gaya bahasa perbandingan, penegasan, pertentangan, dan sindiran. Penggunaan gaya tersebut diwujudkan dalam bentuk penggunaan simbol-simbol yang populer yang dipercaya masyarakat sebagai sesuatu yang baik, pengulangan kata atau kelompok kata dalam sebuah kalimat, penggunaan kata-kata hujatan yang ditujukan kepada pasangan lawan, dan membuat pernyataan kontradiksi diantara pasangan calon. (2) topik tutur yang diangkat oleh para juru kampanye meliputi: keunggulan pasangan calon, isu keagamaan, dan kritikan terhadap pasangan lawan. Kritikan terhadap pasangan lawan merupakan topik yang paling dominan yang disampaikan dengan menggunakan kata-kata yang sanggat kasar. (3) tindak tutur yang dilakukan oleh para juru kampanye meliputi : lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Dari keseluruhan analisis dan interpretasi dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kampanye pemilukada Pamekasan Tahun 2013 dijumpai fenomena retorika yang berisi propaganda subjektif pada masing-masing pasangan calon untuk mempertahankan dan memperoleh kekuasaan (kemenangan pemilu). Kata-Kata Kunci: Gaya bahasa; topik tutur; dan tindak tutur
yang sangat penting, saling berkaitan, dan saling mendukung. Pemilukada secara langsung sudah dilaksanakan mulai tahun 2008. Dan sejak itulah, masyarakat mulai belajar berdemokrasi secara langsung, belajar menyampaikan aspirasinya, dan belajar menggunakan hak pilihnya. Dalam menentukan pilihannya, masyarakat diha-rapkan menggunakan pertimbangan-per-timbangan yang logis, misalnya berda-sarkan penilaian kepribadian dan kemam-puan peserta pemilukada atau berda-sarkan penawaran program-program yang dilakukan oleh peserta pemilukada. Sebe-lum pelaksanaan pemilukada (pemberian hak suara), peserta pemilukada berusaha untuk menarik simpati, mempengaruhi, dan menyakinkan masyarakat melalui berbagai cara yang selanjutnya disebut kampanye.
I. PENDAHULUAN Tuntutan reformasi dapat terwujud melalui pengelolaan mekanisme demokrasi di segala bidang, baik dalam kehidupan masyarakat, berbangsa mau-pun bernegara. Salah satu yang terpenting adalah pencapaian penyelenggaraan pe-merintahan daerah yang transparan, as-piratif, dan responsif terhadap pening-katan kesejahteraan masyarakat. Keberlangsungan penyelenggara-an pemerintahan daerah dimulai melalui pelaksanaan pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah yang jurdil, tertib, aman, dan damai. Untuk mewujudkan hal itu, tentu tidak terlepas dari profesional-isme dalam penyelenggaraan pemilukada yang dimulai dari persiapan, penyeleng-garaan, hingga partisipasi serta dukungan seluruh elemen masyarakat. Hal-hal tersebut merupakan hal
48
Rahmad, Retotika Politik| 49
Kampanye diyakini merupakan salah satu cara yang efektif untuk mem-pengaruhi dan menyakinkan massa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kampanye diartikan sebagai kegiatan yang dilaksanakan oleh orga-nisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam par-lemen dan sebagainya untuk mendapatkan dukungan masa pemilih (1995:437–438). Sebagai usaha untuk menarik simpati, mempengaruhi, dan menyakin-kan massa, kampanye dapat dilaksanakan melalui komunikasi secara lisan dan tulisan. Kampanye yang dilakukan secara lisan bentuknya berupa pidato, rapat akbar, orasi, dialog, dan lain sebagainya. Dalam kampanye secara lisan penutur langsung berhadapan dengan massa. Dalam kampanye yang dilakukan melalui tulisan, penutur tidak langsung berhadap-an dengan massa. Penutur menyampaikan pesan-pesannya melalui media berupa tulisan, misalnya melalui spanduk, pos-ter, selebaran, artikel, dan buku. Karena tidak berhadapan langsung dengan massa, dalam kampanye secara tertulis, bahasa yang digunakan diharapkan dapat meng-gambarkan teks dan konteks, serta tidak menimbulkan ambiguitas. Terkait dengan kegiatan kampa-nye, agar tercipta komunikasi yang baik, penutur harus menguasai psikologi massa, menguasai teknik penampilan, dan taktik berbicara yang baik sehingga mengun-dang kepercayaan pada massa. Seorang penutur harus sanggup membimbing mas-sa untuk mengambil keputusan, meskipun hanya dengan menggunakan suaranya. Kata-katanya tidak hanya menyentuh akal para pendengar tetapi jugga menyentuh hati mereka. Penutur berusaha memilih bahasa (kata-kata, ungkapan, istilah dan lain sebagainya) yang tepat untuk menuturkan gagasannya. Dari perbendaharan bahasa yang dikuasainya, diangkatlah sejumlah materi untuk selanjutnya disusun menjadi kalimatkalimat yang efektif, yaitu kali-mat yang mampu mewadahi gagasan pe-nuturnya dan mampu mengungkapkan kembali gagasan itu di benak penanggap tutur seperti yang dikehendaki penutur. Dengan kalimatkalimat efektif tersebut akan terjalin saling pengertian dan terhindar dari kesalahpahaman.
Terkait dengan kampanye sebagai wujud komunikasi verbal, bahasa yang dipakai dalam bertutur bukan sekedar sebagai alat komunikasi namun juga seba-gai ekspresi, sebagai ungkapan diri sese-orang. Untuk itulah penutur memerlukan gaya bahasa. Penutur menggunakan gaya bahasa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan estetik di samping pertimbanganpertimbangan ketatabahasaan pada umumnya. Penggunaan bahasa yang baik tentunya memanfaatkan bahasa secara efisien tetapi kaya informasi, singkat tetapi penuh makna. Dan hal yang sangat penting sebagai efek esensi dari gaya bahasa ini adalah penanggap tutur bisa memeperoleh gagasan dengan cara menyenangkan. Dalam kampanye diperlukan pula ulasan untuk menopang gagasan dan memperjelas gagasan. Kualitas ulasan tidak sama antara penutur yang satu dengan yang lainnya. Dalam kampanye diperlukan ulasan yang lebih banyak menghidangkan janji-janji kemakmuran, janji-janji kemudahan dan pelayanan masyarakat, gambaran masa depan yang cerah, kedamaian dan hal-hal yang bersifat positif. Karena itu kampanye dalam pemilu lebih bersifat propaganda. Tentang propaganda politik tersebut menarik sekali apa yang diungkapkan oleh Henry Hevjen dalam artikelnya yang berjudul “An Analysis of Some of The Propaganda Feature of The Campaign of 1940” yang mensinyalir bahwa dalam kampanye dijumpai sejumlah teknik propaganda yang bersifat retoris. Havjen seperti yang dikutip Oka (1976:14) mengatakan bahwa: “ Di dalam kampanye dijumpai teknik propaganda yang bersifat retoris, seperti adanya kecenderungan propagandis menghilangkan ataukah mengabaikan fakta-fakta yang merugikan kasus yang sedang dikemu-kakan, menggunakan karikatur dan lelucon untuk membentuk opini rak-yat, menggunakan simbol-simbol populer atau dipercayai rakyat seba-gai suatu yang baik, kata-kata atau istilah yang menggambarkan kebaik-an (kemerdekaan, demokrasi, keadil-an, kebenaran), menampilkan ulasan-ulasan semu, memakai materi bahasa sederhana
50 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
yang biasa dipakai rakyat dalam kehidupan kesehariannya.” Fenomena tersebut dengan mudah peneliti jumpai dalam kampanye pemilukada khususnya di Pamekasan. Pada tahun 2013 untuk kedua kalinya Kabupaten Pamekasan menyelenggarakan Pemilukada secara langsung. Pesertanya ada 3 pasangan calon yaitu (1) Al Anwari dengan Holil, (2) Drs. K.H. Khalilurrahman, S.H. M.Si dengan Ir.H. Mohammad Masduki, dan (3) Drs. Ach. Syafi’i dengan Halil Asyari. Pasangan pertama menyebutkan dirinya dengan istilah AHO, pasangan kedua dengan sebutan KOMPAK, dan pasangan ketiga ASRI. Kata aho, kompak, dan asri merupakan kata yang mudah diingat dan memiliki konotasi baik. Kata-kata tersebut sengaja dipilih oleh mereka sebagai wujud usaha untuk mempengaruhi masyarakat dan digunakan sebegai alat yang ampuh untuk membentuk opini di masyarakat. Efek dari kata-kata tersebut sangat kuat untuk menunjukkan adanya dukungan yang berimplikasi dalam pernyataan yang saling bersaing untuk merebut simpati publik. Fenomena di atas baru sebagian kecil persoalan retorik yang bisa diungkap dalam kampanye pemilikada. Persoalan yang lain tentu banyak yang bisa diungkap dan diteliti seperti persoalan topik tutur, gaya bahasa, tindak tutur, dan komposisi tutur. Bahkan persoalan manusia penuturnya pun bisa dikaji dan diteliti lebih mendalam lagi. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Bagaimana Retorika Politik dalam Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan Tahun 2013?” Terkait dengan problem tersebut, penelitian serupa sebelumnya telah dilakukan. Hajjar (2008) meneliti tentang “Penggunaan Bahasa dalam Wacana Spanduk dan Poster Pilkada Kabupaten Pamekasan Tahun 2008”. Dalam penelitian tersebut dikemukakan tentang gaya bahasa yang digunakan oleh para peserta pemilukada yang meliputi (1) perbandingan, (2) penegasan, (3) sindiran, dan (4) pertentangan. Analisis dilakukan pada poster dan spanduk, terbatas pada tulisan-tulisan singkat yang lebih tampak sebagai teks sedangkan konteks tuturan utuh tidak terungkap. Karena itu penelitian ini akan mengungkapkan sisi kewacanaannya secara lebih utuh dengan melihat aspek
retorika secara lebih memadai pada kampanye dalam bentuk tuturan lengkap sebagai wacana. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas maka masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gaya bahasa, topik tutur, dan tindak tutur, dalam kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan tahun 2013? II. PEMBAHASAN TEORITIS Pokok masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah retorika politik dalam kampanye pemilukada. Masalah utama yang hendak dijawab adalah bagaimana retorika politik dalam kampanye pemilukada. Agar dapat menjawab masalah tersebut diperlukan dasar keilmuan yang dijadikan landasan pengkajian. Beberapa hal yang dapat dijadikan landasan pengkajiaan meliputi : (1) Retorika, (2) Retorika dalam politik, (3) Kampanye pemilukada. Banyak ahli yang membahas tiga aspek tersebut, namun yang dikemukan ahliahli tersebut memiliki pandangan dan dasar pijakan yang berbeda. Oleh karena itu untuk mendapatkan satu model teori yang dipandang tepat dan sesuai dengan tujuan penelitian ini perlu diadakan pengkajian terhadap berbagai teori yang dikemukan oleh para ahli tersebut. Dengan demikian landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan teori yang dibakukan oleh ahli tertentu saja, tetapi merupakan paduan dari berbagai teori yang berhubungan dengan penelitian. 2.1 Pengertian Retorika Pada awalnya, di negara Indonesia, istilah retorika memang belum begitu terkenal. Namun bukan berarti masyarakat Indonesia belum mengenal dan memanfaatkan retorika, bahkan pada kenyataannya ada dan dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat dan berbudaya. Istilah retorika populer di Indonesia sejak masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1988 (Oka, 1990:22). Pengertian retorika sangatlah beragam yang berkembamg dalam studi retorik. Di kota tempat lahirnya studi retorik, yaitu Syracusa ibu kota pulau Sisilia pada abad V sebelum masehi, retorik diartikan kecakapan berpidato yakni kecakapan yang
Rahmad, Retotika Politik| 51
perlu dimiliki oleh wakil-wakil rakyat (Oka, 1990:25), menurut kaum Sofis akhir abad V SM, pengertian retorika yaitu: kecakapan bertutur atau berpidato untuk memenangkan suatu kasus, (Oka, 1990:25). Seorang ahli retorika tidak perlu bersilat lidah, menggunakan kata yang berbunga-bunga atau bertingkah laku yang berlebihan dalam menampilkan tutur. Sebenarnya retorika menurut Plato dalam Oka (1990:26) adalah untuk membeberkan suatu kebenaran dalam menyampaikan gagasannya. Pendapat Plato di atas tentang pengertian retorika didukung sepenuhnya oleh Aristoteles. Menurut Aristoteles retorika adalah suatu ilmu dan seni yang mengajar orang untuk terampil menyusun tutur yang efektif (Oka, 1990:27). Suatu kebenaran disiapkan serta ditata secara ilmiah (sistematis) ditopang dengan ulasanulasan yang meyakinkan, kemudian ditampilkan dengan bahasa yang sesuai dengan daya tanggap penuturnya, Aristoteles dalam oka (1990:27). Pendapat Aristoteles di atas itulah sampai permulaan abad XX, selanjutnya menjadi pegangan umum bagi para ahli retorik berikutnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah pada susunan redaksi atau penekanannya saja. Sedangkan landasan filsafatnya belum beranjak dari ajaran Aristoteles (D.forgarty, 1959 dalam Oka, 1990:28). Untuk menunjukkan kenyataan di atas, berikut ini akan ditampilkan beberapa batasan retorik yang sebenarnya sama dengan yang dimaksud oleh Aristoteles. a. Retorika adalah seni mengafeksi pihak lain dengan tutur yaitu dengan cara menipulasi unsur-unsur tutur kata dan respon pendengar. b. Retorika adalah sebuah seni bahasa yang mengajarkan kaidah dasar pemakaian bahasa yang efektif. c. Dalam artikelnya yang berjudul “ The Function of Rhetoric as Efective Expression “ Albert P. duhawel mengartikan retorika sebagai suatu ide untuk mempersuasi (Oka, 1990:28-29). Dari beberapa pengertian retorik di atas maka dapat disimpulkan bahwa retorika adalah ilmu yang mengajarkan tindak atau usaha yang efektif dalam persiapan, penataan dan penampilan tutur untuk membina saling
pengertian, kerjasama dan kedamaian dalam kehidupan bermayarakat (Oka, 1990:36). 2.2 Tujuan dan Fungsi Retorika Menurut Aristoteles (dalam Oka, 1990:57) retorik bertujuan sebagai persuasi, maksud persuasi disini yaitu upaya meyakinkan petutur akan kebenaran gagasan dari topik tutur yang dikemukakan. Dalam pencapaian tuturannya Aristoteles menyampaikan kepada setiap penutur untuk mencapai maksud yang diinginkan (persuasi) agar mereka meneliti sebaik-baiknya pokok persoalan yang akan dituturkanya, mengambil ulasan-ulasan yang benar-benar ada dalam pokok persoalan tersebut dan kemudian menampilkannya dengan corak bahasa dan gaya tutur yang persuasif. Tujuan retorik yang disampaikan oleh Aristoteles seperti di atas, lambat laun mengalami perubahan, seperti yang dipaparkan oleh J.A. Richard. Menurut J.A. Richard semakin lama komunikasi antar manusia semakin banyak mempertunjukkan kepincangan-kepincangan (dalam Oka, 1990:57). Kepincangan-kepincangan ini antara lain berupa kasalahpahaman yang kemudian berkelanjutan dengan penolakan kerja sama, yang tentu saja akhirnya mengganggu kedamaian kehidupan bersama, kalau dicari penyebabnya pihak penutur untuk mengadakan persuasi. Lain halnya dengan aliran General Semantik yang mengatakan bahwa tujuan retorik yang bertujuan untuk persuasi itu hanya cocok pada masa lampau, dimana manusia hidup dalam zaman kegelapan, sedangkan zaman sekarang ini, orang sudah tidak begitu mudah dipersuasi.Karena di zaman ilmu pengtahuan orang memiliki ketajaman berfikir yang baik. Salah satu tujuan retorika yaitu suatu proses untuk berkomunikasi (Hendrikus, 1996: 40), karena komunikasi merupakan proses pengalihan makna antar pribadi manusia atau tukar menukar berita dalam system informasi. Dalam proses jual beli tersebut sudah terjadi tawar menawar dimana penjual dan pembeli saling memberi argumentasi untuk mencapai tujuannya masing- masing. Dalam buku yang sama Konrad Lorenz (Hendrikus, 1996: 46), mengatakan bahwa tujuan dari komunikasi retorik sangatlah penting karena apa yang di
52 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
ucapkan dapat didengar, apa yang didengar dapat dimengerti, apa yang dimengerti dapat disetujui, apa yang disetujui dapat diterima, apa yang diterima dapat dihayati dan apa yang dihayati dapat mengubah tingkah laku. Meskipun ada beberapa tujuan retorik yang telah di ungkapkan oleh para ahli namun sampai sekarang banyak ahli retorik yang masih mampertahankan rumusan tujuan retorik versi Aristoteles (Oka, 1990:57). Di sisi lain retorika mempunyai fungsi yang sangat bermanfaat. Fungsi retorik pada dasarnya adalah mempersiapkan sarana yang baik, yakni dengan menyediakan pengetahuan dan bimbingan bagi penutur, sehingga mereka lebih mudah dapat mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam retorik (Oka, 1990:58). Menurut Aristoteles ada beberapa fungsi dari retorik yaitu: 1. Mengambil keputusan penutur dalam mengambil keputusan yang benar. 2. Membimbing penutur untuk secara lebih baik memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan kejiwaan pada penutur khususnya. 3. Membimbing penutur dalam menemukan ulasan, baik yang artistik maupun non artistik. 4. Membinbing penutur dalam mempertahankan kebenaran dalam ulasan-ulasan yang masuk akal (Oka, 1990:59). 2.3 Unsur- unsur Retorika Dalam peristiwa bertutur, tampaknya penutur berusaha agar tuturan yang disampaikan dapat mempengaruhi penanggap tutur. Untuk itulah dalam bertutur seorang penutur harus memperhatikan unsurunsur retorika. Adapun unsur-unsur retorika dapat dipaparkan sebagai berikut.
2.3.1 Topik Tutur Topik tutur adalah segala sesuatu yang diangkat oleh penutur sebagai topik tuturan. .Bermacam-macam hal bisa diangkat menjadi topik tutur walaupun demikian pada umumnya topik tutur berkisar disekitar (1) dari orang (buah pikirannya, cetusan perasaanya, kemauannya, cita-citanya, fantasinya), (2) pengetahuan atau
pengalamannya, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, (3) lingkungan sekitarnya dan alam raya. Masalah-masalah dari ketiga sumber inilah yang diangkat menjadi topik tutur, dibahasakan menurut cara-cara tertentu sehingga terwujud beragam jenis tutur, seperti misalanya, obrolan, lelucon, veritera, surat, karangan, puisi, buku, pidato, khotbah, ceramah, dan lain sebagainya. William Noerwood Brigance dalam Oka (1990:53) mengatakan bahwa dalam pemilihan topik tutur seperti di atas setidaktidaknya harus disesuaikan dengan kekaryaan (accasion) tutur itu ditampilkan dan dengan situasi umum yang sedang berlangsung. Setelah pemilihan topik utur dilakukan, maka seseorang penutur mengolah dan menganalisa topik tutur yang telah ditemukan. 2.3.2 Bahasa Bahasa merupakan media reto-rika, sedangkan retorika sering digunakan sebagai ilmu berbicara yang diperlukan setiap orang (Rakhmad, 2001:2). Seperti halnya dalam kampanye pemilukada yang menggunakan media retorika untuk menyampaikan dan mempengaruhi massa. Agaknya setiap penutur berusaha memilih materi bahasa (kosakata, ung-kapan, istilah dan lain sebagainya) yang tepat untuk menuturkan gagasannya. Dari perbendaharaan bahasa yang dikuasainya diangkatnya sejumlah materi untuk selanjutnya disusun menjadi kalimat-kalimat yang di satu pihak diperkirakan mampu mewadahi gagasannya, sedangkan di pihak lain diduganya pula susunan kalimat-kalimatnya akan mampu meng-ungkapkan kembali gagasannya itu yang menerangkan pada diri penanggap tutur. Misalnya saja, seorang juru kampa-nye/penutur yang berorasi di depan massa yang kebanyakan berasal dari masyarakat tidak berpendidikan, maka dia harus mengggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Jika penutur menggunakan bahasa untuk kalangan orang yang berpendidikan, maka tidak akan terjadi proses komunikasi antara penutur dan penanggap tutur. Dengan demikian penutur tidak berhasil mempenggaruhi penanggap tutur dengan materi kampanye yang
Rahmad, Retotika Politik| 53
disajiikan, karena semata-mata pemilihan bahasa yang kurang tepat. Penguasaan kosakata merupakan salah satu syarat utama yang menentukan keberhasilan seseorang untuk terampil berbahasa, semakin kaya kosakata seseorang semakin besar kemungkinan seseorang untuk terampil berbahasa dan semakin mudah pula menyampaikan dan menerima informasi baik secara lisan maupun tulis. Saryono dan Soedjito (2006:1) membagi kosakata aktif dan kosakata pasif. Kosakata aktif ialah kosakata yang sering dipakai dalam berbicara atau menulis, sedangkan kosakata pasif ialah kosakata yang jarang/ tidak pernah dipakai. Kata-kata aktif tentu saja mempunyai frekuensi tinggi, sedangkan kata-kata pasif mempunyai frekuensi rendah. Contoh kosakata aktif duduk, muka, tidur, sakit, ketika, mandi, sambil. Sedangkan kosakata pasif contohnya, bersemayam, durja, beradu, gering, kalakian, bersiram, seraya. Kosakata suatu bahasa selalu berubah. Ada kata-kata yang tidak dipakai lagi sehingga menjadi kata-kata usang (lihat contoh kosakata pasif), ada kata-kata yang timbul sebagai kata-kata baru, misalnya: mengimbau yang berarti mengajak, menyeru, memanggil (Inggris to appeal), pascasarjana berarti sesudah sarjana (Inggris postgraduate), citra yang berarti bayangan, gambaran dalam pikiran (Inggris image).(Saryono dan Soedjito,2006:2) Dalam hal kosakata bahasa Indonesia, Saryono dan Soedjito (2006:51) mengklasifikasikan sebagai berikut: (1) kata abstrak dan konkret, (2) kata umum dan khusus, (3) kata populer dan kata kajian, (4) kata baku dan kata nonbaku, dan (5) kata asli dan kata serapan. Selain itu, bentuk pilihan kata yang lain adalah kata asing. Selain penguasaan kosakata seorang penutur harus tepat dalam memilih gaya bahasa. Gaya bahasa adalah cara penutur mengungkapkan maksudnya (Finoza, 2005:111). Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara menggunakan bahasa. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak dan kemampuan seseorang yang mempergunakan bahasa itu, semakin baik gaya bahasa seseorang semakin baik pula penilaian orang terhadapnya, sebaliknya semakin buruk gaya bahasa
seseorang maka semakin buruk pula penilaian yang diberikan padanya. Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf, 2008:112-113). Di sisi lain , menurut Tarigan (1990:5), gaya bahasa adaalah bahasa yang indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda dengan hal-hal tertentu yang lebih umum. Dari keiga pendapat di atas dapat ditariik keimpulan bahwa ggaya bahasa merupakan cara penutur mengungkapkan pikirannya melalui bahasa yang indah untuk meningkatkan efek atau nilai seba-gai penggambaran kepribadian penutur. Menurut Keraf (2008:115), penggolongan gaya bahasa dibedakan menjadi dua yaitu : (1) segi non bahasa, dan (2) segi bahasa. Gaya bahasa berdasarkan segi non bahasa terdiri tujuh pokok, yaitu berdasarkan pengarang, massa, medium, subjek, tempat, hadirin, tujuan. Gaya bahasa berdasarkan segi bahasa dibagi menjadi empat, yaitu (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, (2) gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, (3) gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, dan (4) gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa berdasarkan makna diukur langsung dari langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah menyimpang. Bila acuan yang digunakan masih mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya sebagai yang dimaksudkan di sini. Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna biasanya disebut sebagia trope atau figure of speech. Trope atau figure of speech yaitu suatu penyimpangan bahasa yang secara evaluatif atau secara emotif dari bahasa biasa, entah dalam (1) ejaan, (2) pembentukan kata, (3) konstruksi (kalimat, klausa, frase), atau (4) aplikasi sebuah istilah, untuk memperoleh
54 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
penekanan, kejelasan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Fungsi dari trope atau figure of speech adalah menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menstimulasi asosiasi, menumbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Menurut Tarigan 1985:5) gaya bahasa dikelompokkan menjadi empat macam yaitu a) gaya bahasa perbandingan, b) gaya bahasa pertentangan, c) gaya bahasa pertautan, dan d) gaya bahasa perulangan (Tarigan, 1985:5). a) Gaya bahasa perbandingan Gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang sama atau dua hal yang berbeda. Dengan gaya bahasa perbandingan, kita akan mengetahui unsur-unsur apa saja yang dianggap sama, dan unsur-unsur apa pula yang dianggap berbeda atau bahkan bertentangan satu sama lain (Sumadiria, 2006:147). Gaya bahasa perbandingan terdiri dari : (1) Gaya Bahasa Persamaan, (2) metafora, (3) Personifikasi, (4) Depersonifikasi, (5) Alegori, (6) Antitesis, (7) Pleonasme dan Tautologi, (8) Perifrasis, (9) Antisipasi (prolepsis), (10) Koreksio (epanortosis). b) Gaya Bahasa Pertentangan : Gaya bahasa pertentangan merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berlawanan.Gaya bahasa pertentangan terdiri dari: (1) Hiperbola, (2) Litotes, (3) Ironi, (4) Oksimoron, (5) Satire, (6) Inuendo, (7) Antifrasis, (8) Paradoks, (9) Klimaks, (10) Antiklimaks, (11) Sinisme, dan (12) Sarkasme. c) Gaya Bahasa Pertautan Gaya bahasa pertautan adalah gaya bahasa yang menunjukkan adanya pertautan atau pertalian di antara dua hal yang sedang dibicarakan. Gaya bahasa pertautan terdiri dari: (1) Metonimia, (2) Sinekdoke, (3) Alusio, (4) Eufimisme, (5) Eponim, (6) Epitet, (7) Antonomasia, (8) Erotesis, (9) Paralelisme, (10) Elipsis, dan (11) Asidenton. d) Gaya Bahasa Perulangan Gaya bahasa perulangan atau repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan bunyi, suku kata, kata, frasa, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam
sebuah konteks yang sesuai. Gaya bahasa perulangan terdiri dari: (1) Aliterasi, (2) Asonansi, (3) Antanaklasis, (4) Kiasmus,, (5) Epizeukis, (6) Tautotes, (7) Anafora, (8) Episfora, (9) Simploke, (10) Mesodiplosis. Agar gaya bahasa tersebut efektif, menurut Keraf (2005: 113), dalam penggunaannya diperlukan syarat-syarat, yang meliputi (1) kejujuran, sopan santun, dan (3) menarik. 2.3.3 Gaya bertutur dalam Penampilan Tutur (Tindak tutur) Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. (Leech, 1983:5-6) menyata-kan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan), menanyakan apa yang seseo-rang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dimana, bilamana, bagai-mana. Seperti halnya yang terjadi dalam kampanye, tindak tutur yang di tunjukkan juru kampanye sebagai penutur sangat dinamis, mengesankan. Karena selain semua hal yang sudah dipaparkan diatas, sikap yang ditunjukkanpun sangat begitu santun, sopan, dan fleksibel serta tidak kaku, aktif, mampu menarik perhatian audien atau lawan tutur. Tiap penutur mempunyai gaya bertutur tertentu dalam penampilan gagasangagasannya. Malahan kalau dibandingkan gaya tersebut antara penutur yang satu dengan penutur yang lainnya akan tampak perbedaan yang mennyolok. Gaya yang dipilih semata-mata untuk memberi pengaruh kepada penanggap tutur. Dalam ilmu retorik gaya bahasa memegang peranan yang sangat penting dalam bertutur (Oka, 1990:52). Peranan gaya bahasa ini mungkin bisa disamakan dengan fungsi aroma dalam suatu adonan masakan, yakni untuk merangsang salera. Dalam kaitanya perbandingan ini retorik menyarankan agar penutur selalu memilih gaya bahasa atau majas yang mampu memikat petutur, di samping juga harus memiliki nilai ketepatan. 2.4 Pemanfaatan Retorik di Bidang Politik
Rahmad, Retotika Politik| 55
Berbagai bidang telah memanfaatkan retorik secara terencana. Misalnya bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesenian, dan bidang karyawan bahasa. Maksudnya penggunaan retorik yang direncanakan sebelumnya secara sadar diarahkan ke suatu tujuan yang jelas. Perencanan serta pengaraahannya tentu saja mendapat pengolahan yang baik sebelumnya. Dalam hal ini penutur banyak berpegang pada prinsip-prinsip retorik. Bidang politik adalaah bidng yang pertama-tama memanfaatkan retorik secara terencana. Kehadiran retorik justru diddorong oleh kebutuhan politik. Dikatakan demikian karena retorik lahir di tenggahtengah rakyat Silsilia ddi kota Ssirakusa yang sedang bergejolak menentang pemerintahan yang sedang berkuasa yang dianggapnya pemerintahan yang tiranis. Adapun pemerintahan yang diinginkan adalah pemerintahan yang demokratis. Dalam ranka mencapai pemerinahan yang demokrasi, rakyat beserta pemimpin-pemimpin sadar kalau jalan kekerasan tidak akan memberi hasil, lalu dipilihnya jalan berunding, yaitu berudsaha menyakinkan penguasa bahwa pemerintahan ddemmokrasi yang telah menjadi keinginan rakyat adalah sistem pemerintahan yang lebih baik dari pada pemerintahan yang berjalan waktu itu. Maka dipersiapkan wakil-wakil rakyat yang mempunyai kecakapan retorik, yaitu kecakapan berpidato yang mampu menyakinkan penguasa akan tuntutan rakyat, sehingga bisa terjadi perubahan sistem pemerintahan tanpa ada kekerasan. Dalam dunia politik sering diucapkan pidato yang bertujuan politis. Pendengar pidato politik pada umumnya adalah massa rakyat. Tujuan pidato politik pada umumnya bukan mengajar, tetapi mempengaruhi, membakar semangat. Oleh karena itu pembicara harus menguasai psikologi massa. Di samping itu dia harus menguasai tehnik penampilan, sehingga memberi kesan pasti dan mengundang kepercayaan pihak pendengar terhadap dirinya. Seoraang pembicara politis yang yang baik, harus sanggup membimbing massa mengambil keputusan, meskipun hanya dengan menggunakan suaranya. Kaata-katanya tidak boleh hanya menyentuh
akal para pendengar tetapi dan terutama menyentuh hati mereka. Jenis-jenis pidato politis yang lzim dibawakan adalah : pidato keneggaraan, pidato parlemen, pidato pada perayaan nasional, pidto pada kesempatan demokrasi dan pidato kampanye. 2.4.1 Kajian Kampanye Pembahasan mengenaii penggunaan retorika dlam kampanye meliputi (1) konsep kampanye, (2) Unsur-unsur kampanye, (3) bentuk kampanye . Masing-masing komponen tersebut akan dibahas berikut ini. 2.4.1.1 Konsep Kampanye Dalam KBBI (1995:437-438) disebutkan bahwa kampanye adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang barsaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapatkan ddukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara. Sedangkan dalm Grolier Academic Encylopedia 4 91985:53) disebutkan bahwa kampanye polotik berisikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh partai ppolitik atau oleh kandidat publik, yang direncanakan untuk mendapatkan dukunganpemilih menjelang pemilihan. Kampanye merupakan bagian penting dalam proses politik yang demokratis yang memberi kebebasan untuk berkompetisi di kalangan kelompok-kelompok politik. Dengan berdasarkan pendapatpendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kampanye adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi partai politik atau oleh kandidat publik atau oleh calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapatkan dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara dan dilakukan dalam waktu tertentu dalam pemilihan umum. 2.4.1.2 Unsur-Unsur Kampanye Unsur-unsur kampanye terdiri ats : (1) pelaksanaan kampanye, (2) menykinkan pemilih, (3) untuk mendapatkan dukungan yang sebesar-besarnya, (4) melalui media tertentu, dan (5) dilaksanakan pada waktu yang telaah ditetapkan. Kelima unsur tersebut bersifat komulatif. Artinya suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai kampanye pemilihan umum bila memenuhi
56 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
kelima unsur tersebut ( Keputusan KPUD No.07, 2012:5). Unsur pertama, pelaksanaan kampanye aialah orang yang melaksanakan kampanye yaitu pengurus partai politik dan atau pasangan calon bupati atau wakil bupati, dan atau tim kampanye dan juru kampanye. Unsur kedua, menyakinkan pemilih yang yang berhak untuk menjadi pemilih, ditadai dengan kepemilikan kartu tanda anggota, yaitu massa pemilih yang telah berumur 18 tahun ke atas. Unsur ketiga, untuk mendapatkan dukungan yang sebesar-besarnya ( misalnya ajakan tertulis atau lisan untuk mencoblos tndda gambar dan nama calon tertentu), dengan menawarkan proggram-program (kebijakan publik yang akan diperjuangkan bila memenangkan pemilihan kepala daerah atau bila terpilih), menawarkan visi,misi, dan program pasangan calon. Unsur kelima , dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Biasanya dilaksanakan menjelang pelaksanaan pemilukada. ( Keputusan KPUD No. 07, 2012:5)
2.4.1.3 Bentuk Kampanye Bentuk kampanye antara lain berupa : konvoi, rapat akbar, dialog calon dengan peserta atau panelis, orasi, menyanyikan lagu-laggu, iklan melaui televisi dan radio, menyebarkan tulisan melalui spanduk, poster, pamflet, stiker, dan sebagainya (Grolier Academic Encyclopedia 4, 1985:53). Di Pamekasan bentuk kampanye calon kepala daerah dan wkil kepla daerah dilakukan dalam bentuk : pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui televisi atau radio, penyebran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum, rapat umum, orasi, debat publuk, dan keggiatan lain yang tidak melanggar peraturan perunddang-undangan. Semua bentuk kampanye yang dilaksanakan oleh pasangan calon, tim kampanye dan juru kampanye harus berisikan visi, misi, dan program pemerintahan yang akan diselenggarakan, apabila pasangan calon terpilih menjadi pasangan calon terpilih. Tema kampanye
meliputi permasalahan : hukum, pemerintahan, otonomi daerah, keamanan, ekonomi, kesejahteraan sosial, pendidikan , budaya ddan aggama. Dalam penyampaian materi visi, misi, dan program pasangan clon kepada masyarakat pemilih dapat dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis. Penyampaian materi visi,misi, dan program pasangan calon sebagaimana dimaksud, dilakukan ddengan cara yang sopan, tertib, dan edukatif, yaitu dengan cara-cara yang bersifat menddidik. Daalam pelaksanaaan kampanye dibenarkan membaawa ataau menggunaakan foto pasangan calon atau atribut, simbolsimbol, dan atau bendera atau umbul-umbul dan bendera atau umbul-umbul pasangan caalon yang mengadakan kampanye. Penyebaran baahan kampanye kepaada umum dilaksanaakan daalam kampanye pertemuan terbatas, tatap muka, rapat umum, dan atau di tempat-tempat umum yaitu berupa selebaran, stiker, kaos, barang-barang cenderamata dengan logo pasangan calon. Pemaasangan alaat peraga kampanye di tempat umum, ditempatkan padaa lokasi yang ditetapkan dan atau diizinkan oleh pemerintah daerah setempat, serta tidak ditempatkan padaa tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milih pemerintah, lembaga pendidikan, jalan-jalan protokol dan jalan bebas hambatan, serta tempat milik perorangan atau badan swasta, kecuali ada izin dari yang bersangkutan. Selain itu pemasangan alat peraga kampanye harus mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan seteempat sesuai denan peraturan daerah setempat. III. PEMBAHASAN EMPIRIS 3.1 Penggunaan Gaya Bahasa dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Para pasangan calon baik secara perorangan atau berpasangan dan juru kampanye menggunakan gaya bahasa dalam orasi kampanye, dengan tujuan untuk mempengaruhi massa (masyarakat). Dengan pengggunaan gaya bahasa yang tepat akan menimbulkan konotasi tertentu yang
Rahmad, Retotika Politik| 57
selanjutnya menarik simpati dan menentukan pilihan. Dalam orasi kampanye bahasa yang digunakan bukan sekedar sebagai alat komunikasi, namun sebagai ekspresi, sebagai ungkapan diri seseorang. Seorang calon bupati atau calon wakil bupati, seorang juru kampanye yang ditunjuk oleh pasangan calon menggunakan gaya bahasa berdasarkan pertimbangan- pertimbangan yang matang baik dari segi estetik atau puitik di samping pertimbangan-pertimbangan dari segi ketatabahasaan pada umumnya. Data-data yang ada dalam orasi kampanye Pemilukada kabupaten Pamekasan 2013 akan dipaparkan dan akan dianalisis secara berurutan menurut jenis gaya bahasa yang telah dirumuskan pada fokus masalah penelitian ini. Pertama akan dipaparkan dan dianalisis penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam orasi pemilukada kabupaten Pamekasan 2013. Kedua akan dipaparkan dan dianalisis pengguaan gaya bahasa penegasan dalam orasi pemilukada kabupaten Pamekasan 2013. Ketiga akan dipaparkan dan dianalisis penggunaan gaya bahasa sindiran dalam orasi kampanye pemilukada kabupaten Pamekasan 2013. Keempat akan dipaparkan dan dianalisis penggunaan gaya bahasa pertentangan dalam orasi pemilikada kabupaten Pamekasaan 2013. 3.1.1
Penggunaan Gaya Bahasa Perbandingan dalam Orasi Kampanye Pemilikada Kabupaten Pamekasan 2013 Para cabup dan cawabup, baik perorangan maupun secara bersamaan, dan para juru kampanye yang telah dipilih oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati dalam menggunakan gaya bahasa perbandingan pada orasi kampanye pemilukada kabupaten Pamekasan 2013 ini berusaha membuat ungkapan dengan cara membandingkan suatu hal atau keadaan dengan hal lain atau keadaan lain. Gaya bahasa jenis ini mempunyai banyak ragam, yaitu: (a) personifikasi, (b) metafora, (c) asosiasi, (d) metonimia, (e) simbolik, (f) litotes, (g) eufimisme, (h) hiperbola, (i) tropen, (j) sinekdoke, (k) alusio, (l) perifrasis, (m) antonomasia, (n) alegori, (o) parabel.
Pemaparan dan penganalisisan data penggunaan gaya bahasa perbandingan pada orasi kampanye pemilukada kabupaten Pamekasan 2013 akan dideskripsikan sebagai berikut. Kalimat Ini berarti Bupati Pamekasan, selama 4,5 tahun memimpin dapat menaikkan pendapatan daerah, dapat mencapai puncak pendapatan daerah pamekasan. ( C2/K1/GB/03) termasuk gaya bahasa perbandingan jenis hiperbola. Merupakan gaya bahasa perbandingan karena membandingkan Bupati Pamekasan dengan suatu benda yang dapat bergerak meluncur ke atas sehingga mencapai puncak. Kalimat tersebut di atas termasuk gaya bahasa hiperbola karena kalimat tersebut menyatakan sesuatu hal secara berlebihan. Dalam hal ini perlu dipertanyakan apa benar kepemimpina Bupati Pamekasan selama 4,5 tahun bisa mencapai pendapatan daerah yang maksimal. Hal itu merupakan hal yang dipandang sangat berlebihan. Kalimat Dengan demikian dengan kepemimpinan Kholilurahman rakyat Pamekasan telah bermandikan keberhasilan. (C2/K1/GB/07) termasuk gaya bahasa hiperbola, karena kalimat tersebut menyatakan hal yang berlebihan yaitu dinyatakan bahwa masyarakat Pamekasan bermandikan keberhasilan, bagaikan bermandikan air. Dalam kalimat tersebut mandi ditautkan dengan keberhasilan, padahal dalam hal yang sesungguhnya mandi ditautkan dengan air. Kalimat Mestinya pabrik luar negeri dinaikkan pajaknya, sehinggga pabrik dalam negeri berkembang, melaju dengan cepat. (C2/K1/GB/10) termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan personifikasi, karena dalam kalimat tersebut menggambarkan benda-benda tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat manusia. Dalam hal ini pabrik dianggap seperti manusia/makluk hidup yang dapat berkembang, melaju dengan cepat. Dengan memilih Kholil semoga saudara masuk surga( C2/K1/GB/21) termasuk penggunaan gaya bahasa hiperbola, karena dalam kalimat tersebut menyatakan sesuatu yang berlebihan. Dalam hal ini memilih Kholil dikaitkan dengan masuk surga. Apakah dengan memilih
58 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
Kholil ada jaminan untuk masuk surga. Hal yang sangat berlebihan dan sulit pernyataan tersebut dibuktikan. Tidak ada hubungan langsung antara memilih Kholil dengan masuk surga. Para pendukung KOMPAK semoga kita bisa dikumpulkan di akhir KOMPAK jual surga, KOMPAK jual ganjaran.( C2/K1/GB/24), termasuk penggunaan gaya perbandingan hiperbola, karena dalam kalimat tersebut menyataakan hal yang berlebihan, yaitu KOMPAK dikaitkan dengan menjual surga dan menjual ganjaran. Merupakan hal yang tidak mungkin terjadi bahwa KOMPAK dapat menjual surga dan menjual ganjaran. KOMPAK adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati yang merupakan manusia biasa, yang tidak dapat menjual surga ataupun ganjaran. Yang menentukan kita masuk surga dan mendapatkan ganjaran adalah Allah melalui perbuatan kita sendiri, bukan perbuatan orang lain. Bukti nyata siapa yang mendukung KOMPAK insya Allah masuk surga bersama-sama ulama (C2/K1/GB/25), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan hiperbola, karena dalam kalimat tersebut menyatakan hal yang sangat berlebihan. Dalam hal ini mendukung KOMPAK dikaitkan dengan masuk surga bersama-sama ulama. Apa buktinya bahwa dengan mendukung KOMPAK dapat masuk surga. Apakah dengan mendukung KOMPAK ada jaminan masuk surga bersama ulama. Ulama yang mendukung KOMPAK saja tidak ada jaminan masuk surga, apa lagi kita yang bukan ulama. Siapa yang menjamin kita pendukung KOMPAK untuk masuk surga. Tidak ada hubungan antara mendukung KOMPAK dengan masuk surga. Semua ini atas dukungan para ulama dan umat Islam, tanpa dukungan semuanya kami bukan apaapa.(C2/K1/GB/33), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan litotes, karena dalam kalimat tersebut mempergunakankatakata yang berlawanan arti dengan maksud untuk merendahkan diri. Dalam hal ini seolah-olah ada pengakuan bahwa keberhasilan yang telah dicapai bukan karena atas jerih panyahnya tetapi karena dukungan para ulama dan umat Islam.
Padahal maksud kalimat tersebut yang sesungguhnya tidak seperti itu. Semua itu dilakukan semata-mata untuk merendahkan diri dan menarik simpati orang lain. Namun kalau ada kekurangan, salah, dan khilaf, karena saya sebagai manusia biasa saya minta maaf.(C2/K1/GB/36), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan litotes, karena kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang bermaksud untuk merendahkan diri. Dalam kalimat tersebut pembicara berusaha untuk merendahkan dirinya dengan cara mengungkapkan bahwa dirinya adalah manusia biasa yang tidak lepas dari salah dan khilaf, sehingga dirinya mohon maaf dengan maksud agar dapat menarik simpati dari orang lain. Jika kita berjuang bersama alim ulama, nanti di akhirat kita berkumpul bersama para alim ulama pula (C2/K1/GB/42), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan hiperbola, karena kalimat tersebut menyatakan hal yang berlebihan. Dalam hal ini berjuang bersama ulama dikaitkan dengan di akhirat berkumpul bersama alim ulama pula. Hal tersebut merupakan hal yang sangat berlebihan. Dalam kalimat tersebut terdapat makna tersirat bahwa jika kita berjuang bersama para ulama ,maka kita akan masuk surga bersama alim ulama. Apakah pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang dapat terrealisasi? Sulit rasanya dapat terwujud. Demikianlah yang saya sampaikan, semua yang kurang sempurna dalam pelaksanaan kampanye, saya mohon maaf,( C2/K2/GB/01), termasuk penggunaan ggaya bahasa perbandingan litotes, karena dalam hal ini pembicara meminta permohonan maaf atas pelaksanaan kampanye yang kurang sempurna. Ini sebagai ungkapan merendahkan diri kepada orang lain dengan harapan menarik simpati. Karena pada dasarnya orang yang merendahkan diri itu disukai orang lain. Mari tetapkan hati biar tidak berubah, biar dapat pahala, biar nanti Kholil dan pak Masduki dijunjung oleh Allah, demikian pengikutnya (C2/K2/GB/06), termasuk gaya bahasa perbandingan hiperbola, karena kalimat tersebut menyatakan hal yang berlebihan.
Rahmad, Retotika Politik| 59
Dalam hal ini menetapkan pilihan ke Kholil dan Masduki dengan dijunjung dengan Allah bagi pemilihnya. Tidak ada hubungan yang signifikan antara menetapkan pilihan dengan dijunjung oleh Allah. Doakan, sumbangkan suara saudara pada KOMPAK supaya menang, (C2/K2/GB/07). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa perbandingan personifikasi Karena kalimat tersebut menggambarkan benda benda mati yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Dalam hal ini doa dan sumbangan suara para pemilih seolah-olah dapat memenangkan KOMPAK, bukan orang yang memilih yang memenangkan KOMPAK. . Minta dukungannya ya, jangan dukung yang lain ya,( C2/K2/GB/08). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa perbandingan litotes. Kalimat tersebut menggungkapkan bahwa tanpa dukungan dari masyarakat dirinya tidak akan menang, sehingga mereka minta dukungan kepada masyarakat untuk memenangkan dirinya dan berpesan kepada masyarakat untuk tidak mendukung pasangan calon yang lain. Terakhir minta maaf karena saudara telah direpotkan sampai ke sini, saudara mengeluarkan biaya dan waktu (C2/K2/GB/09). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan litotes. Kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang bersifat merendahkan diri, dengan harapan mendapat simpati dari masyarakat. Katakata tersebut terlihat pada penggunaan kata minta maaf karena telah merepotkan. Padahal mungkin kalau tidak mempunyai maksud tertentu kata-kata tersebut tidak akan diungkapkan. Kalau tidak boleh membuka rahasia orang lain berarti hatinya kompak. (C2/K2/GB/13). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan personifikasi. Kalimat tersebut mengambarkan benda atau sesuatu yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Dalam kalimat tersebut dinyatakan bahwa hati yang merupakan suatu benda dapat kompak seperti manusia. Padahal maksud sebenarnya yang kompak adalah orangnya bukan hatinya.
Kalau membuka rahasia itu namanya berhati busuk, berhati busuk. (C2/K2/GB/13). Termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan personifikasi, karena dalam kalimat tersebut dinyatakan bahwa kalau membuka rahasia orang lain merupakan perbuatan tidak baik, dan dalam hal ini diibaratkan seperti hati yang busuk. Jadi hati yang busuk bukanlah makna yang sesungguhnya tetapi hanya sebagai perbandingan saja. Tidak ada satu bupatipun yang dapat menyatukan ulama di Pamekasan (C2/K2/GB/20). Gaya bahasa yang digunakan dalam kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan hiperbola. Kalimat tersebut menyatakan hal yang berlebihan. Dalam hal ini dinyatakan bahwa hanya Bupati yang sekarang saja yang dapat menyatukan ulama di Pamekasan, sedangkan bupati-bupati sebelumnya tidak bisa. Pernyataan tersebut sangatlah berlebihan, belum tentu benar dan tidak dapat dibuktikan. Saudara-saudaraku yang ada di ASRI, saudara-saudaraku yang ada Akor, bukalah mata hatimu lebar-lebar (C2/K2/GB/23). Gaya yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan personifikasi. Dalam kalimat tersebut digambarkan bahwa hati itu mempunyai mata yang dapat dibuka lebarlebar. Padahal makna yang sesungguhnya adalah agar saudara-saudara berpikir dalam menentukan pilihan, melihat kenyataan pasangan mana yang lebih baik. Kalau tidak cinta ulama, berarti tidak cinta rosul ( C2/K2/GB/25). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan hiperbola. Dalam hal ini tidak cinta ulama dibandingkan dengan tidak cinta rosul. Padahal dalam kenyataan tidak seperti itu. Ini merupakan sebuah perbandingan yang sangat berpenggaruh terhadap masyarakat awam yang fanatik terhadap agama Islam. Karena kalau kalimat tersebut tidak dipahami dengan baik, maka masyarakat akan mudah terpenggaruh. Sekarang bagaimana ibu-ibu melihat rapor yang dimiliki keduanya. Bukan saja anak sekolah yang punya rapor,meskipun bupati juga punya rapor.
60 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
(C3/K1/GB/07). Kalimat tersebut mengggunakan gaya bahasa perbandingan simbolik, karena kalimat tersebut menggunakan kata tertentu untuk mewakili pengertian dari hal atau keadaan lain di luar kata tersebut. Pada kalimat tersebut terdapat kata rapor. Rapor dalam kalimat tersebut bukanlah sebuah buku yang berisi nilai, tetapi semata-mata sebuah penilaian prestasi seorang bupati oleh masyarakat. Hendaklah kalau memilih pemimpin, pilihlah pemimpin yang meniru pohon yang berbuah ( C3/K1/GB/17). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan simbolik, karena kalimat tersebut telah menggunakan kata-kata yang mewakili pengertian dari sebuah hal di luar kata tersebut. Pada kalimat tersebut menggunakan kata meniru pohon yang berbuah. Meniru pohon yang berbuah merupakan suatu simbol, yang sebenarnya memiliki makna bahwa menjadi seorang pemimpin harus dapat memberi kenikmatan, kesejahteraan bagi masyarakatnya. Doakan ibu-ibu, jika saya dan Pak Syafi’i menjadi bupati, mudah-mudahan menjadi pemimpin yang adil, pemimpin yang bijaksana, pemimpin yang membawa manfaat (C3/K1/GB/15). Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa perbandingan litotes, karena pada kalimat tersebut terdapat kata-kata yang mempunyai maksud untuk merendahkan diri, yaitu kata doakan, mudah-mudahan. Tolong jika perjalan kami kurang baik saat menjadi bupati, tolong diingatkan, kurang lebihnya kami mohon maaf (C3/K1/GB/16), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan litotes. Pada kalimat tersebut telah terdapat kata tolong dan minta maaf. Kedua kata tersebut mempunyai maksud untuk merendahkan diri kepada orang lain. Dengan demikian sudah jelas bahwa kalimat tersebut di atas meggunakan gaya bahasa perbandingan litotes. Kami, atas nama keluarga Sumber Bungur mohon maaf dn mohon dukungannya (C3/K1/GB/19). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan litotes. Kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang bersifat merendahkan diri, dengan harapan mendapat simpati dari masyarakat. Kata-
kata tersebut terlihat pada penggunaan kata mohon maaf , mohon dukungannya. Kata mohon sebagai ungkapan untuk merendahkan diri. Apalagi diikuti kata maaf dan mohon dukungan. Cobaan-cobaan diterima dengan sabar, tidak menyalahkan orang lain, tidak memfitnah orang lain, tidak dendam ke orang lain ( C3/K1/GB/13), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan litotes. Pada kalimat tersebut telah terdapat kata sabar, tidak menyalahkan orang lain, tidak memfitnah orang lain, tidak dendam. Kata-kata tersebut seolah-olah menyatakan bahwa mereka adalah orang yang baik, tidak pernah berbuat hal yang jelek, dan kelompok bawah yang perlu mendapat simpati dari masyarakat. Semuanya itu mempunyai maksud untuk merendahkan diri kepada orang lain. litotes. Seperti orang jual kecap, siapa yang lebih enak?( C3/K1/GB/20). Termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan alusio, karena kalimat tersebut menggunakan ungkapan, atau kiasan yang lazim digunakan orang. Dalam hal ini penggunaan ungkapan seperti orang jual kecap tampak sebagai ungkapan bahwa setiap calon pasangan bupati dan wakil bupati merupakan pasangan yang terbaik. Tidak ada pasangan calon bupati dan wakil bupati yang terbaik kecuali pasangannya. Jika punya niat baik dalam memilih, punya nilai positif dihadapan Allah (C3/K1/GB/23) Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan hiperbola. Dalam hal ini niat baik dalam memilih dikaitkan dengan nilai positif dihadapan Allah. Padahal dalam kenyataan tidak seperti itu. Ini merupakan sebuah perbandingan yang sangat berpenggaruh terhadap masyarakat awam yang fanatik terhadap agama Islam. Karena kalau kalimat tersebut tidak dipahami dengan baik, maka masyarakat akan mudah terpengaruh. Demikianlah dari saya, pendukung ASRI kurang lebihnya kami mohon maaf (C3/K1/GB/24). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan litotes. Kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang bersifat merendahkan diri, dengan harapan mendapat simpati dari masyarakat. Kata-
Rahmad, Retotika Politik| 61
kata tersebut terlihat pada penggunaan kata mohon maaf . Kata mohon maaf sebagai ungkapan untuk merendahkan diri, bahwa seseorang itu tidak lepas dari kekurangan.. Kejujuran membuat rakyat kecil maju,( C3/K1/GB/32). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan personifikasi, yaitu mengganggap benda-benda yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia. Dalam kalimat tersebut kata kejujuran dikaitkan dengan rakyat kecil maju. Kejujuran merupakan kata benda dianggap sesuatu yang hidup sehingga dapat memajukan rakyat kecil. Pada masa Pak Syafi’i saya tidak pernah dengar jual beli kursi jabatan, (C3/K1/GB/33), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan simbolik. Kalimat tersebut menggunakan kata kursi bukan semata-mata kursi memiliki makna denotasi tetapi sebagai sebuaah simbol yang memiliki makna tertentu. Kursi pada kalimat di atas memiliki makna kedudukan. Pada masa Pak Syafi’i guru pindah tidak usah amplop-amplopan, (C3/K1/GB/34), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan simbolik. Kalimat tersebut menggunakan kata atau nama untuk mewakili pengertian dari nama, hal atau keadaan lain di luar kata tersebut. Dalam hal ini terdapat penggunaan kata amplop pada kalimat di atas. Amplop pada kalimat di atas bukanlah sebuah kertas yang dipakai untuk sampul surat tetapi yang dimaksud amplop dalam kalimat di atas adalah uang pelicin atau uang sogok. Hidup ASRI, coblos ASRI (C3/K1/GB/44), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan simbolik. Kalimat tersebut menggunakan kata-kata atau nama tertentu untuk mewakili pengertian atau nama, hal atau keadaan lain di luar kata tersebut. Hal ini terlihat pada pemakaian kata ASRI. ASRI merupakan simbol dari pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 3, yaitu Achmad Syafi’i dan Kholil Asyari. Dengan penggunaan simbol ini akan terasa lebih efektif dalam penggunaan kata dan mudah dikenal masyarakat. Coblos yang berkopiah kuning (C3/K2/GB/15) ), termasuk penggunaan gaya bahasa perbandingan simbolik. Kalimat
tersebut menggunakan kata-kata atau nama tertentu untuk mewakili pengertian atau nama, hal atau keadaan lain di luar kata tersebut. Hal ini terlihat pada pemakaian kata berkopiah kuning. Berkopiah kuning merupakan simbol dari pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 3, yaitu Achmad Syafi’i dan Kholil Asyari. Kuning menggambaran bahwa pasangan ini berangkat dari pasangan calon bupati dan wakil bupati yang bukan berasal dari kalangan kyai atau ulama, tetapi berasal dari masyarakat umum dan masyarakat biasa. Pamekasan ingin bersih lima tahun ke depan, (C3/K2/GB/16). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa perbandingan simbolik, karena kalimat tersebut menggunakan kata-kata atau nama tertentu untuk mewakili pengertian atau nama, hal atau keadaan lain di luar kata tersebut. Hal ini terlihat pada pemakaian kata bersih. Bersih merupakan simbol yang memiliki makna bebas dari segala bentuk kecurangan, kebohongan, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kejujuran mengantarkan kita terhadap kebajikan, (C3/K2/GB/18). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan personifikasi, karena kalimat tersebut menganggap benda-benda yang tidak bernyawa seolah olah memiliki sifat-sifat manusia. Dalam hal ini terlihat pada penggunakan kata kejujuran yang dikaitkan dengan kebajikan. Seolah-olah kejujuran adalah benda hidup yang dapat mengantarkan pada suatu kebajikan. Kebajikan menghapuskan dosa kita kepada Allah, (C3/K2/GB/19). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan personifikasi, karena kalimat tersebut menganggap bendabenda yang tidak bernyawa seolah olah memiliki sifat-sifat manusia. Dalam hal ini terlihat pada penggunakan kata kebajikan yang dikaitkan dengan menghapus dosa kita kepada Allah. Seolah-olah kebajikan adalah makhluk hidup yang dapat berbuat sesuatu, menghapus dosa-dosa kita kepada Allah. Kebohongan mengantarkan kita kepada kejahatan (C3/K2/GB/20). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan personifikasi, karena kalimat tersebut menganggap benda-benda yang tidak
62 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
bernyawa seolah olah memiliki sifat-sifat manusia. Dalam hal ini terlihat pada penggunakan kata kebohongan yang merupakan kata benda. Kebohongan yang dikaitkan dengan kejahatan. Seolah-olah kebohongan itu adalah makhluk hidup yang dapat berbuat sesuatu, yaitu dapat mengantar pada suatu kejahatan, padahal kebohongan bukanlah makhluk hidup yang dapat berbuat sesuatu. Kejahatan menggantarkan kita kepada api neraka, (C3/K2/GB/21). Gaya bahasa yang digunakan pada kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan personifikasi, karena kalimat tersebut menganggap benda-benda yang tidak bernyawa seolah olah memiliki sifat-sifat manusia. Dalam hal ini terlihat pada penggunakan kata kejahatan yang merupakan kata benda.,yang dikaitkan dengan api neraka. Kejahatan seolah-olah kejahatan itu adalah makhluk hidup yang dapat berbuat sesuatu, yaitu dapat mengantar kita ke api neraka. Sebenarnya yang mengantarkan kita ke api neraka adalah kita (manusia) yang telah melakukan kejahatan. Kalau ingin selamat orang Pamekasan ayo coblos nomor 3(C3/K2/GB/23). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa perbandingan hiperbola dan perbandingan simbolik. Menggunakan gaya bahasa perbandingan hiperbola karena kalimat tersebut menyatakan hal yang berlebihan. Hanya dengan mencoblos pasangan nomor urut 3 orang Pamekasan bisa selamat. Sedangkan penggunaan gaya bahasa simbolik terlihat pada penggunaan kata coblos nomor urut 3. Nomor urut 3 merupakan simbol dari pasangan calon bupati dan wakil bupati Achmad Syafi’i dan Kholil Asyari. 3.1.2
Penggunaan Gaya Bahasa Penegasan dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013
Para cabup dan cawabup, baik perorangan maupun secara bersamaan, baik melalui para juru kampanye yang telah dipilih oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati menggunakan gaya bahasa penegasan pada orasi kampanye pemilukada
kabupaten Pamekasan 2013. Penggunaan gaya bahasa penegasan ini dimaksudkan agar orasi yang disampaikan melalui katakata atau ungkapan dapat dengan tegas dipahami oleh masyarakat. Hal ini merupakan sebagai salah satu bentuk upaya yang dilakukan oleh para juru kampanye agar dapat menarik simpati dan mempengaruhi masyarakat pemilih. Gaya bahasa peneggasan mempunyai banyak ragam, yaitu: (a) pleonisme, (b) paralelisme, (c) repetisi, (d) tautologi, (e) simetri, (f) klimaks, (g) antiklimaks, (h) asindeton, (i) polisindeton, (j) enumerasio, (k) inversi, (l) interupsi, (m) retoris, (n) koreksio, (o) ekslamaasio, (p) elipsi, (q) preterito, (r) retisentis. Pemaparan dan penganalisisan data penggunaan gaya bahasa penegasan pada orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 akan dideskripsikan sebagai berikut: Saya, ketua fraksi Bulan Bintang Kabupaten Pamekasan sampai sekarang setia mendukung pasangan KOMPAK, (C2/K1/GB/01). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan interupsi, karena kalimat tersebut telah menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan penekanan bagian kalimat yang sebelumnya. Dalam hal ini terlihat pada penggunaan kata ketua fraksi Bulan Bintang Kabupaten Pamekasan yang menjelaskan dan menekankan kata aku yang berada di bagian sebelumnya. Kholil Asyari, ketua DPRD Pamekasan selama dua periode, ( C2/K1/GB/02). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan interupsi, karena kalimat tersebut telah menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan penekanan bagian kalimat yang sebelumnya. Dalam hal ini terlihat kata ketua DPRD Pamekasan yang telah disisipkan untuk menjelaskan dan menekankan nama Kholil Asyari. yang berada di bagian sebelumnya. Dibidang ekonomi, saudara-saudara pasti merasakan, mengalami,
Rahmad, Retotika Politik| 63
membuktikan mulai tahun 2008 sampai 2013 saudara menjual tembakau harganya tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya, (C2/K1/GB/06). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, karena kalimat tersebut menyatakan beberapa hal bertururturut tanpa memakai kata penghubung. Dalam hal ini terlihat kalimat tersebut menyatakan beberapa hal, yaitu merasakan, mengalami, dan membuktikan yang tidak ada penggunaan kata sambung diantara beberapa hal tersebut. Saya, Sulifaris anggota DPRD Kabupaten Paamekasan, menilai Kholilurahman Bupati Pamekasan adalah bupati yang terbaik dari bupati sebelumnya (C2/K1/GB/09). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan interupsi, karena kalimat tersebut telah menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan penekanan bagian kalimat yang sebelumnya. Dalam hal ini terlihat pada penggunaan kata Sulifaris dan anggota DPRD Kabupaten Pamekasan yang telah disisipkan untuk menjelaskan dan menekankan kata saya yang berada di bagian sebelumnya. Apanya yang luar biasa? (C2/K1/GB/16), Kalimat di atas termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan retorik, karena kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Penggunaan gaya bahasa tersebut hanya sebagai penegasan maksud/ makna saja. Apakah itu yang bisa dibanggakan? (C2/K1/GB/17), termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan retorik, karena kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Penggunaan gaya bahasa tersebut hanya sebagai penegasan maksud/ makna saja. Bupati Pamekasan, Syafi’i mengeluarkan surat agar desa Bujur Tengah tidak mengadakan pilkada (C2/K1/GB/18). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan interupsi, karena kalimat
tersebut telah menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan penekanan bagian kalimat yang sebelumnya. Dalam hal ini terlihat pada penggunaan kata Syafi’i yang merupakan salah satu calon bupati Pamekasan yang telah disisipkan untuk menjelaskan dan menekankan kata Bupati Pamekasan yang berada di bagian sebelumnya. Desa Bujur Tengah sekarang telah melaksanakan pilkades dengan aman, lancar, tertib, dan damai (C2/K1/GB/19). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, karena kalimat tersebut menyatakan beberapa hal bertururturut tanpa memakai kata penghubung. Dalam hal ini terlihat kalimat tersebut menyatakan beberapa hal, yaitu aman, lancar, tertib, dan damai yang tidak ada penggunaan kata sambung diantara beberapa hal tersebut. KH Kholilurhman adalah calon bupati pamekasan. Beliau adalah santrinya KH Abdul hamid, beliau adalah foto aslinya KH Abdul Hamid (C2/K1/GB/20). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pengasan enumerasio, yaitu menyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian supaya jelas. Peristiwa yang dimaksud, yaitu bahwa KH Kholilurahman adalah calon bupati Pamekasan, KH Kholilurahman adalah santrinya KH Abdul Hamid, dan foto aslinya KH Abdul Hamid. Pilih saja KOMPAK, KOMPAK,KOMPAK! ( C2/K1/GB/21). Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa pegeasan tautologi, yaitu mengulang kata atau kelompok kata beberapa kali dalam sebuah kalimat untuk mempertegas pesan. Dalam kalimat tersebut terlihat pengulangan kata sampai tiga kali, yaitu pengulangan kata KOMPAK. Dengan pengulangan kata KOMPAK sampai tiga kali, maka pesan yang disampaikan akan semakin jelas, yaitu agar masyarakat memilih KOMPAK yang merupakan salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati.
64 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
Saya berpesan kalau ada orang memberi sesuatu jangan diterima, jangan rebutan, jangan bertengkar, (C2/K1/GB/22). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan Asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Pada kalimat tersebut terlihat penggunaan beberapa frasa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, yaitu jangan diterima, jangan rebutan, jangan bertengkar. Saudara milih satu pemimpin yang bertanggungjawab, kepada Allah, yang bagus, yang bijaksana, yang memihak rakyat kecil, (C2/K1/GB/23). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan Asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidaka dihubungakan dengan kata sambung. Pada kalimat tersebut terlihat penggunaan beberapa frasa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, yaitu yang bertanggungjawab, yang bagus, yang bijaksana, yang memihak. Karena Kholil dan pak Masduki sebagai wakilnya melayani rakyat, menghormati agama, mengayomi masyarakat, menjauhi hal-hal yang negatif, (C2/K1/GB/25). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan Asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidaka dihubungakan dengan kata sambung. Pada kalimat tersebut terlihat penggunaan beberapa frasa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, melayani rakyat, menghormati agama, mengayomi masyarakat, menjauhi hal-hal yang negatif . Demi Islam, demi Guru, demi Kyai saya mendukung KOMPAK, (C2/K1/GB/26). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu mengulang kata atau kelompok kata beberapa kali dalam satu kalimat. Dalam hal ini terlihat pada pengulangan kata demi. Selain itu kalimat tersebut juga menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana
beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidaka dihubungakan dengan kata sambung. Apakah saudara mau pilkada ditunda? (C2/K1/GB/29), termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan retoris, karena kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Penggunaan gaya bahasa tersebut hanya sebagai penegasan maksud/ makna saja. Siapa yang mendlolimi kita? (C2/K1/GB/30). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa penegasan retoris. Kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Hal ini sebagai bentuk dari penegasan suatu pesan yang disampaikan. Rosul Allah dulu sukses, berhasil, menang dalam perjuangan karena mengalah. (C2/K1/GB/32). Kalimat ini menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu pengulangan sinonim dari sebuah kata berkali-kali. Tautologi semacam ini disebut tautologi sinonim. Pengggunaan gaya bahasa ini terlihat pada pengggunaan kata sukses, berhasil, menang. Ketiga kata tersebut merupakan kata yang mempunyai makna yang sama (bersinonim). Insya Allah apa yang mereka lalukan kembali pada dirinya, KOMPAK, KOMPAK, KOMPAK, (C2/K1/GB/33). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan Asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidaka dihubungakan dengan kata sambung. Pada kalimat tersebut terlihat pengulangan kata KOMPAK sampai tiga kali. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Bersyukur yang kedua kali, karena selama empat setengah tahun saya, Kholilurahman menjalankam amanah sebagai Bupati Pamekasan alhamdulillah sampai saat ini semua program saya jalankan dengan lancar, berhasil, sukses, (C2/K1/GB/34). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan interupsi, karena kalimat tersebut telah menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang disisipkan di antara kalimat pokok
Rahmad, Retotika Politik| 65
guna lebih menjelaskan dan penekanan bagian kalimat yang sebelumnya. Dalam hal ini terlihat pada penggunaan kata Kholilurahman yang telah disisipkan untuk menjelaskan dan menekankan kata saya yang berada di bagian sebelumnya. Bersyukur yang kedua kali, karena selama empat setengah tahun saya, Kholilurahman menjalankam amanah sebagai Bupati Pamekasan alhamdulillah sampai saat ini semua program saya jalankan dengan lancar, berhasil, sukses, (C2/K1/GB/34). Kalimat ini menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu pengulangan sinonim dari sebuah kata berkali-kali. Tautologi semacam ini disebut tautologi sinonim. Pengggunaan gaya bahasa ini terlihat pada pengggunaan kata lancar, berhasil, menang. Ketiga kata tersebut merupakan kata yang mempunyai makna yang sama (bersinonim). Coba lihat keadaan keamanan di Pameksan. Keadaan tenang dan tentram, tidak pertengkaran. Rakyat damai dalam menjalankan aktivitasnya. Pembangunan berjalan lancar, (C2/K1/GB/37). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pengasan enumerasio, yaitu menyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian supaya jelas. Peristiwa yang dimaksud, yaitu bahwa pengggambaran keadaan di Pamekasan yang aman, tenteram, tenang, dan damai. Itulah selama empat setenggah tahun masa kepemimpinan saya, masa pengabdian saya bersama alim ulama,(C2/K1/GB/38). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu mengulang sinonim dari sebuah kata beberapa kali. Tautologi semacam ini disebut tautologi sinonim. Dalam hal ini terlihat pada pengulangan kata bersinonim, yaitu masa kepemimpinan saya, masa pengabdian saya. Kalau sekarang keadaan tidak tenang, tidak aman, yang jelas bukan KOMPAK yang membikin onar, (C2/K1/GB/39). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu mengulang sinonim dari sebuah kata beberapa kali. Dalam hal ini
terlihat pada pengulangan kata bersinonim, yaitu tidaktenang tidak aman. Kalau sekarang keadaan tidak tenang, tidak aman, yang jelas bukan KOMPAK yang membikin onar, (C2/K1/GB/39). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi sinonim, yaitu mengulang sinonim dari sebuah kata beberapa kali. Kata bersinonim yang dimaksud adalah tidak tenang, tidak aman. Itulah ajaran yang diajarkan oleh para alim ulama, yang daijarkan oleh Islam, (C2/K1/GB/41). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu mengulang kata atau kelompok kata beberapa kali dalam satu kalimat. Dalam hal ini terlihat pada pengulangan kelompok kata yang diajarkan. Apakah saudara kesini ada yang membayar? (C2/K2/GB/01). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan retoris, karena kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Penggunaan gaya bahasa tersebut hanya sebagai penegasan maksud makna saja. Apakah saudara ikhlas datang ke sini? (C2/K2/GB/02). Karena kalimat tersebut merupakan kalimat pertanyaan, maka kalimat tersebut telah menggunakan gaya bahasa peneggasan retoris. Gaya bahasa ini hanya dipakai untuk mempertegas pesan, menjalin komunikasi yang baik dengan massa agar dapat menarik simpati. Saya ini santrinya Kholil. Saya iklas mendukung KOMPAK. Saya mohon jangan bertengkar, dukung Kholil. Saya tidak setuju adanya pertengkaran. Saya cinta damai, (C2/K2/GB/03). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pengasan enumerasio, yaitu menyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian supaya jelas. Peristiwa yang dimaksud, yaitu penggambaran bagaimana sikap saya yang merupakan santrinya Kholil. Marilah kita berdoa kepada Allah, demi agama Islam, demi Rosullullah. Marilah tetapkan hati tidak ada yang lain selain Kholil, (C2/K2/GB/04). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa peneggasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana
66 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Tidak ada kata sambung yang menggabungkan klausa hati biar tidak berubah, biar dapat pahala, biar nanti Kholil dan Pak Masduki dijunjung oleh Allah. Klausa-klausa tersebut disambungkan dengan tanda baca koma.. Marilah tetapkan hati biar tidak berubah, biar dapat pahala, biar nanti Kholil dan Pak Masduki dijunjung oleh Allah, demikian juga pengikutnya (.C2/K2/GB/05). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa peneggasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Tidak ada kata sambung yang menggabungkan klausa hati biar tidak berubah, biar dapat pahala, biar nanti Kholil dan Pak Masduki dijunjung oleh Allah. Klausa-klausa tersebut disambungkan dengan tanda baca koma.. Saya ini dulu mendukung Pak Syafi’i, membantu Pak Syafi’i tetapi mengapa sekarang tidak mendukung Pak Safi’i? (C2/K2/GB/09). Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa penegasan tautologi. Terdapat pengulangan kata bersinonim dalam kalimat tersebut, yaitu kata mendukung dan membantu. Penggunaan dua kata bersinonim ini seharusnya tidak usah dilakukan. Tetapi karena ingin menegaskan pesan maka kata bersinonim tersebut digunakan. Saya ini dulu mendukung Pak Syafi’i, membantu Pak Syafi’i tetapi mengapa sekarang tidak mendukung Pak Safi’i? Karena saya sudah tahu rahasianya, tetapi tidak boleh buka rahasianya,tidak boleh membuka aib orang lain, (C2/K2/GB/10) Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pengasan enumerasio, yaitu menyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian supaya jelas. Peristiwa yang dimaksud, yaitu penggambaran bagaimana sikap saya yang dulu mendukung salah satu pasangan calon bupati tetapi sekarang tidak mendukungnya. Kalau membuka rahasia itu namanya berhati busuk, berhati busuk
(C2/K2/GB/13).Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu mengulang kata atau kelompok kata beberapa kali dalam satu kalimat. Dalam hal ini terlihat pada pengulangan kata demi. Dalam hal ini terjadi pengulangan kelompok kata berhati busuk. Insya Allah para pendukung kompak, para Kyai, para ulama bakal aman, bakal selamat, bakal masuk surga, (C2/K2/GB/15). Kalimat tersebut telah menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Pada kalimat tersebut tidak ada kata sambung yang digunakan unttuk menyambungkan beberapa beberappa klausa, yaitu klausa para pendukung kompak, para Kyai, para ulama Jangan lupa ajak tetangganya, ajak familinya, ajak saudaranya karena mungkin mereka tidak tahu rahasinya. (C2/K2/GB/16). Kalimat tersebut juga menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Kalimat tersebut tidak mengggunakan kata sambung dalam menyampaikan beberapa klausa yang sejerajat, yaitu ajak tetangganya, ajak familinya, ajak saudaranya. Bagaimanapun tetap dukung KOMPAK, dukung KOMPAK, dukung KOMPAK, (C2/K2/GB/17). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan tautologi. Pada kalimat tersebut terjadi pengulanggan kelompok kata dukung KOMPAK sampai tiga kali yang bermaksud untuk menegaskan pesan yang disampaikan. Saudara-saudara tidak keliru bergabung dengan KOMPAK, saudara tidak keliru nebeng ke para ulama yang tujuannya menyatukan umat, (C2/K2/GB/18) Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan tautologi. Pada kalimat tersebut terjadi pengulanggan kata yang bersinonim, yaitu bergabung dengan KOMPAK dan nebeng dengan KOMPAK. Gabung bersinonim dengan nebeng. Ggya bahasa
Rahmad, Retotika Politik| 67
peneggasan semacam ini termasuk ggaya bahasa peneggasan tautologi sinonim.. Sudah terbukti di hadapan umat Islam di Pamekasaan, dihadapan ratusan, ribuan, ratusan ribu umat Islam di Pamekasan, (C2/K2/GB/20). Gaya bahasa yang diggunakan adalah gaya bahasa penegasan klimak, gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berturut-turut makin lama makin hebat atau makin memuncak. Pada kalimat tersebut terlihat penggunaan kata ratusan, ribuan, dan ratusan ribu yang merupakan sebuah urutan tingkatan yang memuncak. Ini ddigunakan dengan maksud memberi penegasan dan menyakinkan pesan yang disampaikan. Kalau saya lihat silsilahnya, kholil adalah keturunan Kyai Isbat. Kyai Isbat adalah cucunya Bujuk Anyar. Bujuk Anyar adalah cucunya Bujuk Panjalin. Bujuk Panjalin adalah cucunya Bujuk Bayan . Bujuk Bayan adalah cucunya Sunan Giri. Dan Sunan Giri adalah keturunan Rosullullah. Dengan demikian secara tidak langsung calon Bupati Pamekasan adalah titisan langsung dari rosullullah, (C2/K2/GB/21). Termasuk penggunaan gaya bahasa enumerasio, yaitu gaya bahasa yang nenyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian secara jelas. Dalam hal ini digambarkan bahwa Kholil secara tidak langsung keturunan Rosullullah. Pada pemerintahan Syafi’i lima tahun yang silam, apa yang diberikan pada Pamekasan? (C2/K2/GB/23). Karena kalimat tersebut merupakan kalimat pertanyaan, maka kalimat tersebut telah menggunakan gaya bahasa penegasan retoris. Gaya bahasa ini hanya dipakai untuk mempertegas pesan. Saudara-saudaraku yang ada di ASRI, saudara-saudaraku yang ada Akor, bukalah mata hatimu lebar-lebar, (C2/K2/GB/22). Kalimat tersebut juga menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Kalimat tersebut tidak mengggunakan kata sambung dalam menyampaikan beberapa klausa yang sejerajat, yaitu Saudara-
saudaraku yang ada di ASRI, saudarasaudaraku yang ada Akor. Kalau ingin sukses ajak tetangganya, keluarganya, familinya jangan sampai terjerumus ke neraka, (C2/K2/GB/25). Kalimat tersebut juga menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Kalimat tersebut tidak mengggunakan kata sambung dalam menyampaikan beberapa klausa yang sejerajat, yaitu ajak tetangganya, keluarganya, familinya. Semoga pilkada berjalan lancar, aman, tertib, dan semoga ASRI menang, (C3/K1/GB/01). Kalimat tersebut juga menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Kalimat tersebut tidak mengggunakan kata sambung dalam menyampaikan beberapa hal, yaitu lancar, aman, tertib. Pencoblosan, pemungutan suara pemiiukada bupati dan wakil bupati. (C3/K1/GB/02). Pada kalimat tersebut terjadi pengulanggan kata yang bersinonim, yaitu pencoblosan dan pemungutan suara. Dengan demikian terlihat bahwa gaya bahasa yang diggunakan adalah gaya bahasapenegasan tautologi bersinonim. Dari awal perjalanan kita banyak cobaan, hambatan, gangguan (C3/K1/GB/03). Termasuk pengggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim. Yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali. Pada kalimat tersebut terdapat pengulangan kata bersinonim, yaitu cobaan, hambatan, dan rintangan. Ada perlakuan yang tidak adil, pilih kasih, memihak, (C3/K1/GB/05). Termasuk pengggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim, yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali. Pada kalimat tersebut terdapat pengulangan kata bersinonim, yaitu tidak adil, pilih kasih, memihak. Sejak kecil saya diberi nama oleh orang tua saya, Khalil Asyari. Karena saya hidup di desa banyak orang yang
68 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
memanggil nama Halil. Dan sampai di ijazahpun ditulis nama Halil. Setelah dewasa saya pikir nama itu perlu. Untuk selanjutnya saya menulis nama saya yang asli yaitu Kholil Asyar, (C3/K1/GB/07). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pengasan enumerasio, yaitu menyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian supaya jelas. Peristiwa yang dimaksud, yaitu menceritakan persoalan nama Khalil Asyari dan Halil yang merupakan calon wakil Bupati Pamekasan. Pada hari ini kita diberi kenikmatan oleh Allah yang mendukung ASRI. Pada hari ini tidak hujan, tidak juga panas. Ini pertanda bahwa ASRI bakal menang, (C3/K1/GB/08). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pengasan enumerasio, yaitu menyebutkan beberapa peristiwa yang membentuk kesatuan, dilukiskan bagian demi bagian supaya jelas. Peristiwa yang dimaksud, yaitu melukiskan keaadan hari ini yang dirasakan para pendukung ASRI. Saya, Kholil Asyari, calon wakil bupati Pamekasan, paling takut kalau menghadapi ibu-ibu, (C3/K1/GB/09). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan interupsi, karena kalimat tersebut telah menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan penekanan bagian kalimat yang sebelumnya. Dalam hal ini terlihat pada penggunaan kata Kholil Asyari dan calon bupati Pamekasan telah disisipkan untuk menjelaskan dan menekankan kata saya yang berada di bagian sebelumnya. Mungkin sudah sesuai dengan namanya, maka meskipun ASRI didlolimi tetapi ASRI tidak dendam, tidak marah, tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lai, (C3/K1/GB/12). Kalimat tersebut juga menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungakan dengan kata sambung. Kalimat tersebut tidak mengggunakan kata sambung dalam menyampaikan beberapa hal, yaitu tidak dendam, tidak marah, tidak
melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Cobaan-cobaan diterima dengan sabar, tidak menyalahkan orang lain, tidak memfitnah orang lain, tidak dendam ke orang lain, (C3/K1/GB/13). Kalimat tersebut juga menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu gaya bahasa yang bersifat padat, mampat di mana beberapa kata, frase, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Kalimat tersebut tidak mengggunakan kata sambung dalam menyampaikan beberapa hal, yaitu sabar, tidak menyalahkan orang lain, tidak memfitnah orang lain, tidak dendam ke orang lain. Doakan ibu-ibu, jika saya dan Pak Syafi’i menjadi bupati, mudah-mudahan menjadi pemimpin yang adil, pemimpin yang bijaksana, pemimpin yang membawa manfaat, (C3/K1/GB/15). Termasuk pengggunaan gaya bahasa peneggasan asindeton. Pada kalimat tersebut menyatakan beberapa hal yang berturut-turut tanpa memakai kata sambung. Untuk menyampaikan beberapa hal yang berturutturut hanya menggunakan tanda baca koma. Hal yang berturut-turut yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah pemimpin yang adil, pemimpin yang bijaksana, pemimpin yang membawa manfaat Semoga acara ini membawa kesempurnan, keselamatan, manfaat dunia dan akhirat, (C3/K1/GB/18). Termasuk pengggunaan gaya bahasa peneggasan asindeton. Pada kalimat tersebut menyatakan beberapa hal yang berturut-turut tanpa memakai kata sambung. Untuk menyampaikan beberapa hal yang berturutturut hanya menggunakan tanda baca koma. Hal yang berturut-turut yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah kesempurnan, keselamatan, manfaat. Kami, atas nama keluarga Sumber Bungur mohon maaf dan mohon dukungannya, (C3/K1/GB/19). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan interupsi, karena kalimat tersebut telah menggunakan kata-kata atau kelompok kata yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan penekanan bagian kalimat yang sebelumnya. Dalam hal ini terlihat pada penggunaan kelompok kata atas nama keluarga besar SumberBungur
Rahmad, Retotika Politik| 69
disisipkan untuk menjelaskan dan menekankan kata kami yang berada di bagian sebelumnya. Seperti orang jual kecap, siapa yang lebih enak? (C3/K1/GB/21). Karena kalimat tersebut merupakan kalimat pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban dari penanggap tutur, maka kalimat tersebut telah menggunakan gaya bahasa penegasan retoris. Gaya bahasa ini hanya dipakai untuk mempertegas pesan yang disampaikan dan menciptakan komunikasi yang baik anata penutur dan penanggap tutur. Mencari pemimpin, memilih pemimpin, menentukan pemimpin adalah ibadah. (C3/K1/GB/22). Termasuk pengggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim. Yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali. Pada kalimat tersebut terdapat pengulangan kata bersinonim, yaitu mencari pemimpin, memilih pemimpin, menentukan pemimpin. Pemimpin yang mana yang diantara programnya menyelamatkan masyarakat, (C3/K1/GB/23). Merupakan penggunaan gaya bahasa penegasan retoris, karena kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Penggunaan gaya bahasa ini hanya untuk menegaskan pesan yang disaampaikan. Kalau memilih ASRI apanya yang dipilih? (C3/K1/GB/26). Merupakan penggunaan gaya bahasa penegasan retoris, karena kalimat tersebut merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Penggunaan gaya bahasa ini hanya untuk menegaskan pesan yang disaampaikan. Cintakah ibu-ibu pada Pak Syafi’i? (C3/K1/GB/27). Kangenkah ibu-ibu kepada Pak Syafi’i, (C3/K1/GB/28). Kedua kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan restoris, yaitu merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Hanya bergguna untuk meneggaskan pesan yang disampaikan pada orang lain. Kita mohon kepada Allah, agar dapat pemimpin yang tepat, agar tidak dibohongi, (C3/K1/GB/30). Merupakan penggunaan gaya bahasa peneggasan
asindeton, yaitu menyatakan beberapa hal yang berturut-turut tanpa memakai kata sambung. Untuk menyampaikan beberapa hal yang berturut-turut hanya menggunakan tanda baca koma. Hal yang berturut-turut yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah agar dapat pemimpin yang tepat, agar tidak dibohongi. Tidak ada penjualan soal-soal CPNS, tidak ada jual beli kunci jawaban, Tidak ada minta uang untuk CPNS, (C3/K1/GB/31). Merupakan penggunaan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu menyatakan beberapa hal yang berturut-turut tanpa memakai kata sambung. Untuk menyampaikan beberapa hal yang berturutturut hanya menggunakan tanda baca koma. Hal yang berturut-turut yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah tidak ada penjualan soal-soal CPNS, jual beli kunci jawaban, dan minta uang untuk CPNS. Kalau sudah dipotong, bagaimana dengan kualitas pembangunanya? (C3/K1/GB/38). Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan restoris, yaitu merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Hanya berguna untuk menegaskan pesan yang disampaikan pada orang lain. Menang Pak Syafi’i, menang ASRI, menang masyarakat kecil, (C3/K1/GB/39) Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim, yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali dalam satu kalimat. Pada kalimat tersebut terdapat pengulangan kata bersinonim, yaitu Pak Syafi’i bersinonim dengan ASRI dan masyarakat kecil. Kemenangan Pak Syafi’i adalah kemenangan rakyat kecil, (C3/K1/GB/40). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim, yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali dalam satu kalimat. Pada kalimat tersebut terdapat pengulangan kata bersinonim, yaitu Pak Syafi’i bersinonim dengan masyarakat kecil. Saya minta tolong kembalikan Ki Kholil ke pesantren, kembalikan Ki Kholil ke pondok, (C3/K1/GB/41). Termasuk pengggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim, yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali dalam satu kalimat. Pada kalimat tersebut terdapat
70 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
pengulangan kata bersinonim, yaitu kembalikan Ki Kholil ke pesantren bersinonim dengan kembalikan Ki Kholil ke pondok. Kyai tugasnya membimbing hati, mental, dan akal, (C3/K1/GB/42). Merupakan penggunaan gaya bahasa penegasan asindeton, yaitu menyatakan beberapa hal yang berturut-turut tanpa memakai kata sambung. Untuk menyampaikan beberapa hal yang berturutturut hanya menggunakan tanda baca koma. Hal yang berturut-turut yang dimaksud dalam kalimat tersebut adalah membimbing hati, mental, dan akal. Kyai dan Nyai tidak mendukung ASRI, karena beliau tidak melihat sesungguhnya, (C3/K1/GB/44). Merupakan penggunakan gaya bahasa penegasan preterito, yaitu gaya bahasa yang menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu hal. Kalimat tersebut rupanya telah menyembunyikan sesuatu rahasia calon yang lain , sehingga Kyai dan Nyai tidak mendukung ASRI. Menang ASRI, menang Pak Syafi’i, menang rakyat kecil, (C3/K1/GB/45) Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim, yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali dalam satu kalimat. Pada kalimat tersebut terdapat pengulangan kata bersinonim, yaitu ASRI bersinonim dengan Pak Syafi’i dan rakyat kecil. Wahai para petani, wahai para pedagang, wahai para kepala dinas di lingkungan pemerintahan Pamekasan, (C3/K2/GB/04). Kalau dilihat dari adanya pengulangan kata wahai sampai tiga kali, maka kalimat ini menggunakan gaya bahasa tautologi. Jika dilihat dari penyampaian pesan, maka kalimat ini menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, karena dalam penyampaian beberapa pesan tidak memakai kata sambung, tetapi memakai tanda baca koma. Apakah saudara mau memilih orang yang seperti ini? (C3/K2/GB/05) Kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa penegasan restoris, yaitu merupakan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban dari orang lain. Hanya berguna untuk menegaskan pesan yang disampaikan pada orang lain. Dalam hal ini maksud penegasan
pesannya adalah agar masyarakat tidak memilih salah satu pasangan yang dimaksud penutur. Sampaikan kepada tetangga, marilah bergabung bersatu bersama-sama ASRI untuk memberantas mafia-mafia CPNS, mafia-mafia mutasi, dan mafia-mafia proyek, (C3/K2/GB/20). Kalau dilihat dari adanya pengulangan kata mafia-mafia sampai tiga kali, maka kalimat ini menggunakan gaya bahasa tautologi. Jika dilihat dari penyampaian pesan, maka kalimat ini menggunakan gaya bahasa penegasan asindeton, karena dalam penyampaian beberapa pesan tidak memakai kata sambung, tetapi memakai tanda baca koma. Pesan yang dimaksud adalah memberantas mafia-mafia CPNS, mafiamafia mutasi, dan mafia-mafia proyek. Hidup ASRI, dukung ASRI, menang ASRI, (C3/K2/GB/27).Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan tautologi bersinonim, yaitu pengulangan kata bersinonim beberapa kali dalam satu kalimat. Pada kalimat tersebut terdapat pengulangan kata bersinonim, yaitu hidup bersinonim dengan dukung dan menang. Mereka selalu berdusta, selalu berdusta, selalu berdusta, (C3/K2/GB/29). Termasuk penggunaan gaya bahasa peneggasan tautologi, yaitu pengulangan kata atau kelompok kata beberapa kali dalam satu kalimat. Hal ini tampak pada pengulangan kelompok kata selalu berdusta sampai tiga kali. Biar masyarakat Pamekasan aman, biar masyarakat Pamekasan tenteram, damai, maka berantas kebohongan dari Pamekasan, dan berantas tikus-tikus dari Pamekasan, (C3/K2/GB/30). Pada kalimat tersebut terlihat pengulangan kata-kata sekaligus pengulangan kata-kata yang bersinonim. Kata-kata yang diulang adalah kata biar, sedangkan kata bersinonim yang diulang adalah aman, bersinonim dengan tenteram, damai. Banyu Anyar ASRI, Banyu Anyar ASRI, Banyu Anyar ASRI, (C3/K2/GB/33). Termasuk penggunaan gaya bahasa penegasan tautologi, yaitu pengulangan kata atau kelompok kata beberapa kali dalam satu kalimat. Hal ini terlihat pada pengulangan kelompok kata Banyu Anyar ASRI sampai tiga kali.
Rahmad, Retotika Politik| 71
3.1.3 Penggunaan Gaya Bahasa Sindiran dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Para cabup dan cawabup, baik perorangan maupun secara bersamaan, baik melalui para juru kampanye yang telah dipilih oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati menggunakan gaya bahasa sindiran pada orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013. Penggunaan gaya bahasa sindiran ini dipakai untuk menyindir pasangan lawan, baik berupa sindiran halus untuk bersendau gurau sampai pada sindiran kasar sebagai ungkapan perasaan tidak senang. Sesuai dengan kadar sindiran itu gaya bahasa jenis ini dapat dibedakan menjadi tigga macam yaitu: (a) ironi, (b) sinisme, (c) sarkasme. Pemaparan dan penganalisisan data penggunaan gaya bahasa sindirann pada orasi kampanye pemilukada kabupaten Pamekasan 2013 akan dideskripsikan sebagai berikut. Tidak ada bupati-bupati sebelumnya yang memiliki prestasi tersebut, (C2/K1/GB/04). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar agak kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut terlihat pada pernyataan bahwa tidak ada bupati- bupati sebelumnya yang memiliki prestasi. Dianggapnya bahwa bupati sebelumnya tidak berprestasi. Tidak ada ceritanya bupati-bupati sebelumnya yang menjadikan Kabupaten Pamekasan perkembangan ekonominya sama dengan perkembangan ekonomi Jawa Timur,(C2/K1/GB/05). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar agak kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut terlihat pada pernyataan bahwa tidak ada bupati- bupati sebelumnya yang dapat menyamakan perkembangan Pamekasan sama dengan perkembangan ekonomi jawa timur. Jika ada dialog mengatakan bahwa anggaran pemerintah daerah untuk membeli tembakau, maka yang dikatakan pasangan tersebut adalah bohong, sama sekali tidak benar, licik. (C2/K1/GB/08). Termasuk
penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar agak kasar. Tingkat kekasaran pada kata bohong, sama sekali tidak benar, licik sebagai bentuk sindiran. Jika untuk membeli tembakau itu adalah omong kosong, pembohong dan DPR mencatat bahwa kebijakan itu sulit dilaksanakan. (C2/K1/GB/10). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar agak kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut terlihat pada penggunaan kata omong kosong dan pembohong sebagai pernyataan bahwa salah satu calon bupati adalah seseorang yang telah membohongi masyarakat Pamekasan. Selanjutnya atas perbuatan itu lima anggota KPU dicopot dari jabatannya. (C3/K1/GB/11). Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa sindiran sinisme, karena kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang terdengar agak kasar. Dalam hal ini tampak pada penggunaan kata dicopot dari jabatannya. Dicopot dari jabatannya sama artinya dengan diturunkan dari jabatannya atau dipindahtugaskan. Jadi anggota DPR Pusat jangan diam saja. Untuk apa jadi anggota DPR Pusat kalau hanya diam saja, duduk manis di kursi. terima gaji dari rakyat. (C2/K1/GB/12) Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa sindiran sinisme, karena kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang terdengar agak kasar yang membuat orang yang mendengarkan tersinggung dan marah. Dalam hal ini tampak pada penggunaan kata hanya diam saja, duduk manis di kursi. terima gaji dari rakyat. Tampaknya salah satu pasangan calon menyindir pasangan calon yang lain agar masyarakat tidak menaruh simpati pada pasangan calon yang disindir. Pasangan Calon bupati nomor urut 3 menyampaikan visi dan misinya akan memberi UKM sebesar 985.000 setiap bulan. Ini adalah omong kosong, tidak mungkin, tidak akan terjadi. (C2/K1/GB/13). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar agak kasar. Tingkat kekasaran
72 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
pada kalimat tersebut sebagai ungkapan bahwa sindiran yang disampaikan tampak lebih tajam. Dalam hal ini terlihat pada pernyataan omong kosong, tidak mungkin, tidak akan terjadi. Jadi menyatakan bahwa visi misi yang disampaikan oleh salah satu pasangan calon adalah sesuatu yang tidak akan terjadi. Bupati macam apa ini, kalau hanya janji-janji saja(C2/K1/GB/14) Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar agak kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut sebagai ungkapan bahwa sindiran yang disampaikan tampak lebih tajam. Dalam hal ini terlihat pada pernyataan Bupati macam apa ini. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa calon bupati tersebut merupakan calon bupati yang tidak berkualitas. Coba tunjukkan tidak harus tiga, tapi dua saja. Apanya yang luar biasa? hanya mengecet jembatan. Apakah itu yang bisa dibanggakan ? (C2/K1/GB/15) Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sarkasme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar sangat kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut sebagai ungkapan bahwa sindiran yang disampaikan tampak sangat tajam. Kalimat tersebut merupakan bentuk sindiran yang ditujukan kepada salah satu pasangan calon yang dulu pernah menjabat sebagai bupati Pamekasan. Sindiran tersebut menyatakan bahwa salah satu pasangan calon yang dulu pernah menjabat sebagai bupati Pamekasan adalah bupati yang tidak mempunyai prestasi, selama masa jabatannya prestasinya hanya mengecat jembatan. Apanya yang luar biasa? (C2/K1/GB/16). Apakah itu yang bisa dibanggakan (C2/K1/GB/17). Gaya bahasa yang digunakan kedua kalimat tersebut adalah gaya bahasa sindiran sinisme, karena kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang bertujuan menyindir salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Pamekasan. Kata-kata yang digunakan untuk menyindir adalah kata-kata yang agak kasar. Kalau membuka rahasia itu namanya berhati busuk, berhati- busuk, (C2/K2/GB/14). Termasuk penggunaan gaya
bahasa sindiran sarkasme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar sangat kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut sebagai ungkapan bahwa sindiran yang disampaikan tampak sangat tajam dengan menggunakan kata-kata kotor. Kalimat tersebut mengandung maksud bahwa pasangan lawan merupakan pasangan calon yang berhati busuk karena telah membuka rahasia pasangan calon yang lain. Pasangan ASRI dicoret oleh KPU dengan alasan tidak benar(C3/K1/GB/04) Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa sindiran sinisme, karena kalimat tersebut menggunakan kata-kata yang terdengar agak kasar. Dalam hal ini tampak pada penggunaan kata dicoret. Dicoret oleh KPU sama artinya dengan dihapus, tidak diperbolehkan. Kalau meluluskan CPNS karena uang, itu berarti membentuk calon-calon koruptor. (C3/K1/GB/32). Jika mutasi bayar akan melahirkan koruptor, (C3/K1/GB/36). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sarkasme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar sangat kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut sebagai ungkapan bahwa sindiran yang disampaikan tampak sangat tajam. Kalimat tersebut menyindir salah satu pasangan calon yang selama ini memimpin telah meluluskan CPNS karena uang, mutasi pegawai dengan cara membayar yang selanjutnya yang bersangkutan akan melakukan korupsi. Jadi kalau masyarakat akan memilihnya lagi maka sama artinya membentuk calon-calon koruptor. Pada masa Pak Syafi’i tidak ada potongan-potongan proyek. (C3/K1/GB/37) Kalimat tersebut merupakan kalimat sindiran yang ditujukan kepada salah satu pasangan calon yang selama kepemimpinannya melakukan pemotongan dana proyek, sehingga hasilnya tidak maksimal. Kata-kata sindiran yang digunakan adalah kata-kata yang tingkat kekasarannya sedang. Dengan demikian kalimat tersebut merupakan kalimat yang menggunakan gaya bahasa sindiran sinisme. Apakah saudara mau memilih orang yang seperti ini, seorang koruptor? (C3/K2/GB/06). Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa sindiran sarkasme, karena kalimat tersebut
Rahmad, Retotika Politik| 73
menggunakan kata-kata yang terdengar kasar, kotor. Kalimat menyindir kepada salah satu pasangan calon adalah pasangan calon yang tidak baik, melakukan korupsi, sehingga tidak perlu dipilih. Siapa orang yang paling dikasihani? Orang tua kasihan kepada anak, anak kasihan kepada orang tua. Suami kasihan kepada isteri. Kalau ada suami tidak kasihan kepada isteri, disebut orang apa ini? (C3/K2/GB/07). Kalimat tersebut merupakan sindiran yang ditujukan kepada salah satu pasangan calon yang selama ini tidak mengasihani isterinya, dengan menduakan isterinya. Namun kata-kata yang digunakan kurang tajam sehingga kalimat tersebut termasuk kalimat yang menggunakn gaya bahasa sindiran sinisme. Lebih baik muda tapi berpikir dewasa dari pada kyai dewasa tapi tidak becus. (C3/K2/GB/08). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sarkasme, gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar sangat kasar. Tingkat kekasaran pada kalimat tersebut sebagai ungkapan bahwa sindiran yang disampaikan tampak sangat tajam. Kalimat tersebut merupakan kalimat sindiran sekaligus sangkalan pernyataan salah satu pasangan calon yang menyatakan bahwa kyai muda tidak pantas menjadi juru kampanye, karena tidak memiliki banyak pengalaman. Selama Syafi’i menjabat tidak ada jual beli proyek. (C3/K2/GB/09). Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa sindiran ironi, yaitu gaya bahasa yang mengunakan kata-kata yang berlawanan dengan maksud sebenarnya. Pesan sebenarnya kalimat tersebut adalah menyindir kepada salah satu pasangan calon yang selama memimpin melakukan jual beli proyek.. ASRI datang kembali ke Pamekasan untuk memberantas mafia-mafia CPNS. Mafia-mafia raskin. (C3/K2/GB/12). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sarkasme. Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar sangat kasar. Dalam hal ini tampak pada bagian kalimat memberantas mafia-mafia CPNS. Mafia-mafia raskin. Banyak kecurangan menindas rakyat kecil, (C3/K2/GB/13). Kalimat
tersebut merupakan sindiran yang ditujukan kepada salah satu pasangan calon yang selama ini melakukan kecurangan yang menindas rakyat kecil. Namun kata-kata yang digunakan kurang tajam sehingga kalimat tersebut termasuk kalimat yang menggunakn gaya bahasa sindiran sinisme. Apa yang ini masih mau dicoblos? (C3/K2/GB/14). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme, yaitui mengggunakan kata-kata yang tidak begitu kasar.Sindiran tersebut ditujukan kepada pasangan lawan yang menurutnya tidak pantas untuk dipilih. Pak Syafi’i diam saja di Jakarta. (C3/K2/GB/15). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sinisme. Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar agak kasar. Kalimat tersebut menyatakan sindiran kepada Pak Syafi’i yang merupakan calon bupati Pamekasan yang selama ini menjabat anggora DPR pusat. tidak melakukan apa-apa terhadap Pamekasan. Tidak memiliki prestasi yang berguna untuk Pamekasan. Kalau dulu ada tikus beraksi, tapi sekarng tikus-tikus berkorupsi. (C3/K2/GB/16). Tikus-tikus berkopiah putih, bersongkok putih jangan coblos. (C3/K2/GB/17). Termasuk penggunaan gaya bahasa sindiran sarkasme. Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata sindiran yang terdengar sangat kasar. Kalimat tersebut menyatakan sindiran kepada salah satu pasangan calon yang merupakan seorang kyai yang selama memimpin melakukan korupsi. Tikus-tikus berkopiah putih, bersongkok putih jangan dicoblos mengandung arti bahwa sekarang ini banyak kyai yang berkorupsi yang diibaratkan seperti tikus berkopiah putih. Dan pemimpin yang seperti ini jangan dipilih. Karena mereka telah mengkhianati janji-janjinya. (C3/K2/GB/28). Kalimat tersebut telah menggunakan gaya bahasa sindiran sarkasme, yaitu gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang sangat kasar. Dalam hal ini terlihat pada penggunakan kata mengkhianati. Kalau di daerah lain maling berteriak maling, tapi kalau di Pamekasan firaun berteriak firaun, abu jalal berteriak abu jalal. (C3/K2/GB/31). Dilihat dari katakata yang digunakan kalimat tersebut
74 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
merupakan kalimat yang menggunakan gaya bahasa sindiran sarkasme. Kata-kata yang dimaksud adalah maling, firaun, abu jalal Banyak kecurangan-kecurangan yang dilakukan KONDANG. (C3/K2/GB/42). Kalimat tersebut telah menggunakan gaya bahasa sindiran sarkasme, yaitu gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang sangat kasar. Dalam hal ini terlihat pada penggunakan kata kecurangan-kecurangan . 3.1.4 Penggunaan Gaya Bahasa Pertentangan dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 baik yang dilakukan langsung oleh pasangan bupati dan wakil bupati maupun melalui juru kampanye telah menggunakan gaya bahasa pertentangan. Gaya bahasa pertentangan merupakan gaya bahasa yang diungkapkan dengan jalan mempertentangkan suatu hal atau keadaan. Gaya bahasa pertentangan dikelompokkan manjadi lima macam yaitu : (a) paradoks, (b) kontradiksi in terminis, (c) antitesis, (d) okupasi, (e) anakhronisme. Pemaparan dan penganalisisan data penggunaan gaya bahasa sindirann pada orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 akan dideskripsikan sebagai berikut: Karena setelah kami mengevaluasi kepemimpinan Kholil di Kabupaten Pamekasan lebih baik dibandingkan dengan bupati-bupati ssebelumnya, (C2/K1/GB/02). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut berisi dua ungkapan yang bertentangan. Pernyataan awal menyatakan bahwa kepemimpinan Kholil di kabupaten Pamekasan lebih baik, sedangkan pernyataan yang selanjutnya menyatakan bahwa kepemimpinan bupati-bupati sebelumnya tidak baik. Dulu keadaan di Pamekasan aman aman, tetapi kalau sekarang keadaan tidak tenang, tidak aman, yang jelas bukan KOMPAK yang membikin onar, (C2/K1/GB/39). Termasuk pengggunaan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in
terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan , yaitu dinyatakan bahwa dulu Pamekasan aman, namun sekarang sudah tidak aman lagi. Dengan mempertentangkan dua hal ini akan menambah simpati masyarkat. Karena saya sudah tahu rahasianya, tetapi tidak boleh buka rahasianya,tidak boleh membuka aib orang lain, (C2/K2/GB/11). Gaya bahasa yang digunakan kalimat tersebut adalah gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut berisi dua ungkapan yang bertentangan. Pernyataan awal menyatakan bahwa mereka tahu rahasia ( kejelekan) salah satu pasangan calon, tetapi di sisi lain mereka tidak mau menyampaikan rahasia (kejelakan) pasangan calon tersebut. Dengan berpura-pura tidak mau membuka rahasia pasangan calon yang lain bermaksud agar masyarakat menilai bahwa mereka adalah orang yang baik, tidak mau menyampaikan kejelekan orang lain. Padahal kenyataannya mungkin tidak begitu. Pasangan calon yang dimaksud memang tidak mempunyai kejelekan, sehingga mereka tidak dapat menyampaikan kejelekannya. Oleh pengadilan negeri Pamekasan telah diputuskan bahwa nama Halil dan Kholil Asyri adalah orang yang sama, tetapi hal itu dipermasalahkan oleh KPU (C3/K1/GB/10). Termasuk pengggunaan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan. Pernyataan pertama mengatakan bahwa Halil dan Kholil Asyari adalah orang yang sama, sedangkan di sisi lain KPU mempersooalkan hal itu. Coblos lima menit selesai tetapi akibatnya lima tahun ke depan., (C3/K1/GB/29). Coblos lima menit, akibatnya lima tahun. Merupakan dua hal yang bertentangan, karena dalam kalimat tersebut mengungkapkan bahwa hanya karena perbuatan yang lima menit untuk menentukan pilihan tetapi akibat yang dirasakan lima tahun lamanya. Dengan pernyataan tersebut mengingatkan agar kita hati-hati dalam menentukan pilihan. Dengan demikin jelas kalimat tersebut menggunakan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kholil jadi bupati banyak Kyai yang menghina, sedangkan pada masa Pak Syafi’i
Rahmad, Retotika Politik| 75
tidak ada Kyai menghina Kyai, (C2/K1/GB/43). Kalimat tersebut mempertentangkan keadaan pada masa kepemimpinan Kholil dan kepemimpinan Pak Syafi’i. Dinyatakan bahwa pada kepemimpinan Kholil banyak kyai yang saling menghina, sedangkan pada kepemimpinan Pak Syafi’i keadaannya sebaliknya, Tidak ada kyai menghina Kyai. Jadi kalimat tersebut telah menggunakan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Saya tidak dukung Kholil bukan karena saya iri, tetapi karena saya membela agama, (C3/K1/GB/46). Kalimat ini termasuk gaya bahasa pertentangan okupsi, yaitu gaya bahasa yang mengandung bantahan terhadap suatu hal, tetapi kemudian diberi penjelasan. Saya (adik kandung calon bupati Kholilulrahman) menyatakan bahwa dia tidak mendukung Kholil yang merupakan kakaknya sendiri bukan karena dia merasa iri kepada kakaknya, kemudian dia memberi penjelasan bahwa dia tidak mendukung Kholil karena semata-mata dia membela agama. Lebih baik muda tapi berpikir dewasa dari pada kyai dewasa tetapi tidak becu. (C3/K2/GB/08). Kalimat ini termasuk gaya bahasa pertentangan okupsi, yaitu gaya bahasa yang mengandung bantahan terhadap suatu hal, tetapi kemudian diberi penjelasan. Salah satu pasangan calon memilih kyai muda sebagai juru kampanye, dengan alasan karena kyai muda berpikiran dewasa dan tidak memilih kyai dewasa karena kyai dewasa belum tentu dapat berpikir. Kejujuran mengantarkan kita terhadap kebajikan, sebaliknyaa kebohongan mengantarkan kita kepada kejahatan, (C3/K2/GB/25). Termasuk pengggunaan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yaitu mempertentangkan antara kejujuran dan kebohongan. Kalimat tersebut menyatakan bahwa kejujuran mengantarkan kebajikan sedangkan kebohongan mengantarkan kita kepada kejahatan. Kepemimpinan Pak Syafi’i lima tahun yang lalu bersih, aman, tidk ada masalah, tidak seperti yang sekarang,
(C3/K2/GB/34). Termasuk pengggunaan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yaitu mempertentangkan antara keadaan pada masa kepemimpinan Pak Syafi’i dan kepemimpinan yang sekarang ( kepemimpinan Kholil). Kalau kepemimpinan Pak Syafi’i lima tahun yang lalu keadaannya bersih, amam tidak ada masalah,sebaliknya keadaanya pada masa kepemimpinan yang sekarang. Meskipun ASRI didlolimi, tetapi ASRI tetap diam, (C3/K2/GB/36). Termasuk pengggunaan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yaitu didlolimi dengan tetap diam. Biasanya kalau kita didlolimi, maka kita tidak tinggal diam. Namun rupanya tidak demikian dengan kalimat tersebut. Pertentangan tersebut digunakan untuk menarik simpati masyarakat. Saya mengembalikan Ki Kholil bukan karena mendapatkan uang dari pak Syafi’i, tetapi karena semata-mata membela agama, (C3/K2/GB/37). Kalimat ini termasuk gaya bahasa pertentangan okupsi, yaitu gaya bahasa yang mengandung bantahan terhadap suatu hal, tetapi kemudian diberi penjelasan. Saya (adik kandung calon bupati Kholilulrahman) menyatakan bahwa dia mengembalikan Ki Kholil ke pesantren karena dia mendapat uang dari Pak Syafi’i., kemudian dia memberi penjelasan bahwa dia mengembalikan Ki Kholil ke pesantren karena semata-mata dia membela agama. Pasangan ASRI ditaruh nomor 3, pasangan yang lain tidak tahu nomornya, (C3/K2/GB/37). Termasuk pengggunaan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang berbeda. Diawal pernyataan diketahui nomor urut pasangan ASRI, namun di sisi lain tidak diketahui nomor urut pasangan yang lain. ASRI dikatakan tidak peduli kepada Kyai, tetapi kebijakannya memperhatikan para kyai, guru ngaji. C2/K1/GB/02). Kalimat ini termasuk gaya bahasa pertentangan okupsi, yaitu gaya bahasa yang mengandung bantahan terhadap suatu hal,
76 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
tetapi kemudian diberi penjelasan. Asri dinyatakan tidak peduli kepada Kyai oleh salah satu pasangan lain, kemudian pasangan ASRI memberi penjelasan bahwa selama memimpin Pamekasan kebijakannya memperhatikan para kyai dan guru ngaji. Ketika pak Syafi’i jai bupati, beliau mencanangkan pemberdayaan ekonomi rakyat, tetapi semuanya diklaim oleh pihak lawan, (C2/K1/GB/02). Termasuk penggunaan gaya bahasa pertentangan kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan. Disatu sisi dinyatakan bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat dicanangkan oleh bupati Syafi’i ketika menjabat, di sisi lain pemberdayaan ekonomi rakyat diakui oleh bupati yang sekarang ini masih menjabat. Ini adalah sebuah kontradiksi. Calon lain berkecil hati jika melihat massa seperti ini, sedangkan di sisi lain ulama KOMPAK ini adem ayem, (C2/K1/GB/31). Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa kontradiksi in terminis. Kalimat tersebut mengandung dua pernyataan yang bertentangan. Di satu sisi calon lain merasa berkecil hati, tetapi sebaliknya di sisi lain calon lain tenangtenang saja.
3.2 Topik Tutur dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Retorik bertujuan sebagai persuasi, yaitu upaya meyakinkan petutur akan kebenaran gagasan dari topik tutur yang dikemukakan. Dalam pencapaian tuturannya agar seorang penutur dapat menyampaikan maksud yang diinginkan (persuasi) , maka mereka harus meneliti sebaik-baiknya pokok persoalan (topik tutur) yang akan dituturkanya, mengambil ulasan-ulasan yang benar-benar ada dalam pokok persoalan tersebut dan kemudian menampilkannya dengan corak bahasa dan gaya tutur yang persuasif. Topik tutur merupakan segala sesuatu yang diangkat oleh penutur sebagai topik tuturan. Dengan kata lain topik adalah gagasan utama. Bermacam-macam hal bisa
diangkat untuk menjadi topik tutur. Tentu saja dalam pemilihan topik tutur banyak hal yang dijadikan bahan pertimbangan. Diantaranya kondisi penangggap tutur yang dihadapi; kebutuhan penanggap tutur; situasi dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Setelah pemilihan topik tutur dilakukan, maka seseorang penutur mengolah dan menganalisa topik tutur yang telah ditemukan dengan ulasan-ulasan yang menarik. Yang terpenting dalam hal ini semua faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam bertutur merupakan usaha dalam mempengaruhi penanggap tutur. Berdasarkan isinya topik tutur dalam orasi kampanye pemiluikada Kabupaten Pamekasan 2013 dapat dikelompokkan menjadi 3 hal, yaitu : (a) keunggulan pasangan calon, (b) keagamaan, (c) mengkritisi pasangan lawan. 3.2.1 Topik Tutur Keunggulan Pasangan Calon dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Menunjukkan keunggulan masingmasing pasangan calon dalam orasi kampanye pemilukada merupakan hal yang sangat berperan dalam usaha mempengaruhi dan menarik simpati masyarakat pemilih. Dalam orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013, kedua pasangan calon berusaha menunjukkan keunggulannya masing-masing dengan bahasa yang bersifat propagandis. Topik tutur yang berisi keunggulan masing-masing pasangan calon dapat dipaparkan sebagai berikut. Kepemimpinan Kholilurahman lebih baik dari pada bupati-bupati sebelumnya, (C2/K1/TT/01). Topik tersebut mengambarkan prestasi yang telah dicapai oleh Kholilurahman pada masa kepemimpinannya menjadi bupati Pamekasan pada periode 2008-2013. Kholilurahman merupakan bupati terbaik di antara bupati-bupati yang memimpin Pamekasan sebelumnya. Apa lagi dalam tuturan tersebut disertai dengan fakta-fakta yang sangat mendukung. Dalam hal ini ditunjukkan prestasi yang telah dicapai oleh Bupati Kholilurahman selama memimpin
Rahmad, Retotika Politik| 77
Kabupaten Pamekasan. Yaitu rekomendasi openi dari BPK, perkembangan ekonomi Pamekasan yang sejajar dengan perkembangan ekonomi Jawa Timur, harga jual tembakau naik, yaitu Rp.50. 000; setiap satu kilogram. Dengan pemaparan prestasiprestasi yang telah dicapai oleh Kholilurahman itulah diharapkan dapat menarik simpati masyarakat pemilih. Kholil dan Pak Masduki adalah pemimpin yang melayani rakyat, menghormati agama, dan mengayomi masyaraakat, (C2/K1/TT/05). Topik tersebut menyatakan bahwa Kholil dan Masduki adalah pemimpin yang bagus, pemimpin yang dapat membawa Pamekasan lima tahun ke depan, pemimpin yang didambakan masyarakat Pamekasan. Namun rupanya topik yang telah menggambarkan kebaikan Klolil dan Masduki tidak disertai dengan bukti-bukti yang mendukungnya. Karena itu topik yang berusaha untuk menarik simpati masyarakat pemilih kurang efektif pengaruhnya. KOMPAK adem ayem karena pendukungnya banyak, (C2/K1/TT/07). Topik ini menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa KOMPAK adalah salah satu pasangan calon yang disegani, disenangi, didukung, dan menjadi pilihan masyarakat Pamekasan. Karena telah menjadi pasangan calon yang telah mendapat banyak dukungan masyarakat Pamekasan, maka secara tersirat mengajak orang lain untuk tidak ragu lagi menentukan pilhan yang sama. Tetapi pernyataan tersebut tidak disertai dengan fakta yang mendukung. Penutur hanya melihat keadaan di sekitar penutur berorasi. Penutur belum membandingkan jumlah pendukung di antara masing-masing pasangan calon. Jadi pernyataan tersebut hanyalah sebuah wacana saja yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kholilurahman selama empat setengah tahun menjalankan program pemerintahan dengan baik dan lancar, sehingga keadaan di Pamekasan tenang, (C2/K1/TT/09. Topik tersebut mengambarkan keberhasilan yang telah dicapai oleh Kholilurahman pada masa kepemimpinannya menjadi bupati Pamekasan selama empat setengah tahun. Selama empat setengah tahun
kepemimpinan Kholilurahman Pame-kasan tenang, program pemerintahan dapat dilaksanakan dengan baik. Namun keberhasilan yang telah dicapai belum disertai dengan buikti-bukti yang nyata yang menunjukkan bahwa program pemerintahan berjalan dengan lancar, keadaan di Pamekasan tenang, sehingga tidak ada penyangkalan pernyataan tersebut dari pihak lain. Jika Kholil menang akan mengedepankan kepentingan masyarakat dan agama (C2/K1/TT/19). Isi topik tersebut menyatakan janji-janji yang disampaikan oleh Kholil sebagai salah satu pasangan calon bupati kepada masyarakat Pamekasan, jika beliau terpilih. Tentunya masyarakat tidak akan langsung percaya kepada janji-janji yang diberikan kalau janjijanji tersebut tidak dimasukkan dalam kontrak politik secara tertulis. Masyarakat menilai janji-janji yang disampaikan hanya sekedar wacana menjelang pemilikada. Setelah pemilukada selesai, maka hilanglah janji-janji tersebut. Janji tinggallah janji. Itulah yang biasa terjadi. Maka dalam berkampanye masyarakat tidak memerlukan janji tetapi bukti nyata. Mendukung KOMPAK merupakan hal yang tidak keliru, karena Kholil adalah satu-satunya bupati Pamekasan yang berhasil, (C2/K2/TT/03). Topik tersebut menyakinkan kepada masyarakat akan pilihannya kepada KOMPAK. Kholil (KOMPAK) selama memimpin Pamekasan selama empat setengah tahun berhasil memimpin Pamekasan, sehinggga terkesan bahwa Kholil adalah adalah satu-satunya Bupati Pamekasan yang berhasil. Keberhasilan tersebut ditunjukkan dengan keberhasilan perolehan rekomendasi openi dari BPK, perkembangan ekonomi Pamekasan yang sejajar dengan perkembangan ekonomi Jawa Timur, harga jual tembakau naik, yaitu Rp.50. 000; per kilogram. Di sisi lain tampaknya pasangan calon tersebut belum membandingkan keberhasilan yang diraih pada masa kepemimpinannya dengan masa kepemimpinan bupati-bupati sebelumnya. Dengan demikian topik yang diangkat tersebut masih belum menyakinkan masyarakat.
78 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
Kholil adalah bupati yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil. (C2/K2/TT/04).Selain untuk menunjukkan bahwa Kholil adalah calon Bupati Pamekasan yang memiliki perilaku yang baik, topik tersebut menyatakan bahwa di lihat dari sisi agama, Kholil adalah calon Bupati Pamekasan yang taat dan pantas menjadi teladan masyarakat, karena Kholil seorang Kyai. Di kalangan masyarakat Madura, khususnya Pamekasan seorang kyai adalah seorang yang memiliki ucapan, sikap, dan perilaku yang baik, sehingga akan menjadi panutan masyarakat. Dalam hal ini tampaknya orator memanfaatkan anggapan masyarakat yang seperti itu. Namun dalam kenyataannya selama menjadi bupati tidak menunjukkan sikap dan perbuatan seperti itu, sehingga topik tersebut tidak disertai fakta-fakta yang mendukungnya. Bahkan pernyataan tersebut mendapat penyangkalan dari pasangan lawan, yang disertai bukti. Tidak ada bupati sebelumnya yang prestasinya seperti Kholil. Tidak ada satu bupatipun yang dapat menyatukan umat, selain Kholil. (C2/K2/TT/06). Pesan yang terdapat pada pernyataan tersebut adalah bahwa bupati-bupati yang menjabat sebelum Kholil, tidak ada yang memiliki prestasi seperti Kholil. Salah satu bupati sebelumnya adalah Pak Syafi’i. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pak Syafi’i adalah bupati yang tidak berprestasi. Ini berarti Pak Syafi’i sebagai calon bupati Pamekasan reputasinya telah dijatuhkan oleh pasangan lawan. Tidak ada satu bupatipun yang dapat menyatukan umat, selain Kholil. Pernyataan tersebut mengandung pesan bahwa hanya bupati Kholil saja yang dapat menyatukan umat. Sedangkan bupati-bupati yang lain tidak dapat menyatukan umat, termasuk bupati Syafi’ yang pernah memimpin Kabupaten Pamekasan. Dengan demikian tampak bahwa Kholil berusaha menunjukkan keunggulannya di masyarakat. Dibidang pemerintahan dan agama Kholil lebih unggul dibanding Syafi’i, (C2/K2/TT/09). Pesan yang terdapat pada pernyataan tersebut adalah bahwa Kholil adalah calon bupati Pamekasan yang hebat, pandai dari segi pemerintahan maupun dari segi agama. Sebaliknya Syafi’i adalah calon bupati pamekasan yang tidak banyak tahu masalah pemerintahan dan agama . Hal ini
terlihat jelas merupakan usaha untuk menjatuhkan kredibilitas Syafii’i, agar Syafi’i tidak dipilih oleh masyarakat. Sikap ASRI setelah didlolimi KPU, ASRI tidak marah meskipun didlolimi KPU, (C3/K1/TT/07). Topik yang dipilih dalam orasi tersebut bertujuan untuk menarik simpati masyarakat. Sikap tidak marah dengan tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain setelah mendapat perlakuan yang tidak adil, ternyata benarbenar mendapat respon yang baik dari masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya dukungan yang diberikan masyarakat dengan melakukan unjuk rasa secara tertib, tidak melakukan perusakan fasilitas umum. Tim sukses ASRI lebih baik menempuh jalur hukum dari pada mengerahkan massa untuk melakukan perusakan. Pak Syafi’i dan Kholil Asyari adalah calon bupati yang tidak akan korupsi, (C3/K1/TT/06).Ini merupakan pernyataan pasangan calon bupati dan wakil bupati Paamekasan. Pernyataan ini dituangkan dalam kontrak politik/ program kerjanya lima tahun ke depan yang ditawarkan kepada masyarakat. Keberanian pasangan calon ini untuk tidak melakukan korupsi inilah yang menarik perhatian masyarakat. Tampaknya pasangan calon benar-benar memahami keinginan masyarakat, yaitu menginginkan pemimpin yang jujur, memperhatikan masyarakat, dan tidak melakukan korupsi. ASRI lebih baik dari pada KOMPAK, ASRI programnya menyelamatkan rakyat, (C3/K1/TT/07). Pernyataan ini merupakan pernyataan yang sangat propagandis. Dengan bahasa yang propagandis tersebut masyarakat langsung tertarik dan mengesampingkan fakta-fakta yang bertolak belakang dengan pernyataan tersebut. Masyarakat tidak perlu menelusuri kebenaran pernyataan tersebut. Namun tampaknya dalam hal ini juru kampanye tidak memanfaatkan sepenuhnya. Dalam orasinya opini yang ada di masyarakat dihilangkan dengan menunjukkan programprogran ASRI lima tahun ke depan yang menjadi kontrak politiknya. Rasa syukur karena kita bersama Pak Syafi’i yang hatinya bersih, (C3/K1/TT/08). Pernyataan ini merupakan
Rahmad, Retotika Politik| 79
pernyataan yang sangat propagandis. Dengan memberikan sedikit bukti kebaikan, masyarakat sudah tertarik. Bukti ini terlihat pada masa kepemimpinan Pak Syafi’i selama lima tahun sebelumnya. Pada tahun 2003-2008 Pak Syafi’i menjadi bupati Pamekasan yang memperhatikan rakyat, tidak melakukan korupsi. Pak Syafi’i adalah pemimpin yang baik, (C3/K1/TT/09). Topik tersebut menunjukkan keunggulan Pak Syafi’i sebagai calon bupati Pamekasan yang diangkat sebagai bahan orasi. Dalam hal ini ditunjukkan dengan berdasarkan fakta bahwa Pak Syafi’i memang calon bupati yang baik, karena selama kepemimpinan Pak Syafi’i lima tahun yang lalu tidak ada jual beli CPNS, tidak ada jual beli jabatan, tidak ada pemotongan bantuan/ proyek. Dengan ulasan itulah rupanya masyarakat akan tertarik untuk menentukan pilihannya. Pernyataan tersebut lebih dinyakinkan lagi dengan membandingkan fakta kepemimpinan pihak lawan yang tidak baik. Ajakan untuk memilih ASRI, karena jika ASRI terpilih para pejabat aman, tidak ada penarikan-penarikan yang tidak beres, (C3/K2/TT/02). Topik ini merupakan janji dan program pasangan ASRI jika terpilih. Program ini sangat tepat ditawarkan kepada masyarakat. Karena dengan adanya program tersebut diharapkan terjadi perubahan di Pamekasan. Masyarakat sudah bosan dengan kepemimpinan yang banyak melakukan kesalahan-kesalahan dan tampaknya pasangan ASRI ingin mengadakan perubahan terhadap kesalahan-kesalahan tersebut. Apalagi pada kepemimpinan Pak Syafi’i tahun 2003-2008 telah terbukti tidak melakukan penarikan-penarikan jabatan dan tidak melakukan pemotongan-pemotongan proyek. Pilihlah orang-orang yang jujur, Pak Syafi’i adalah orang jujur, (C3/K2/TT/05). Pesan topik tersebut berupa ajakan agar kita memilih Pak Syafi’i, karena Pak Syafi’i adalah calon bupati yang jujur, tidak melakukan kecurangan. Hal ini dibuktikan bahwa pada saat menjadi bupati Pamekasan periode 2003-2008 Pak Syafi’i tidak melakukan kecurangan-kecurangan yang merugikan masyarakat.
3.2.2 Topik Tutur Keagamaan dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan topik tutur adalah kondisi penanggap tutur. Sehubungan dengan hal itu maka juru kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 memilih masalah keagamaan untuk dijadikan salah satu topik yang diyakini akan menarik simpati masyarakat. Karena masyarakat Pamekasan adalah masyarakat yang agamis. Segala sesuatu persoalan yang dihubungkan dengan agama akan dipercaya tanpa memerlukan penjelasan dan pembuktian. Topik tutur yang berhubungan dengan keagamaan masing-masing pasangan calon dapat dipaparkan sebagai berikut. Bisnis KOMPAK adalah bisnis agama, amar ma’ruf nahi munkar, siapa yang mendukung KOMPAK insya Allah massuk surga, (C2/K1/TT/06). Melalui topik tutur tersebut pasangan calon berusaha untuk memengaruhi masyarakat Pamekasan yang mayoritas beragama Islam. Dan tampaknya masyarakat merasa yakin bahwa pernyataan seperti itu benar adanya, tidak melalui proses pemikiran yang panjang. Berjuang bersama dengan alim ulama, diakhirat berkumpul bersama alim ulama. (C2/K1/TT/08). Jika topik tutur tersebut disampaikan kepada masyarakat kalangan bawah yang fanatik terhadap agama Islam, maka pemilihan topik tutur tersebut merupakan pilihan yang tepat untukmemengaruhi masyarakat pemilih, karena mereka yakin akan pernyataan tersebut. Apalagi pernyataan tersebut disampaikan oleh seorang kyai atau ulama, maka mereka akan semakin percaya. Mereka tidak akan pernah berpikir berjuang bersama alim ulama yang mana, apakah alim ulama yang dimaksud adalah alim ulama yang beraklak baik. Mereka beranggapan bahwa semua kyai atau ulama adalah orang yang beraklak baik. Sehingga mereka yakin jika mereka berjuang bersama alim ulama, maka nanti di akhirat akan bersama alim ulama juga. Demi Islam, dan rosulullah mari kita milih Kholil. (C2/K1/TT/11). Topik tersebut memberi pernyataan bahwa
80 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
masyarakat memilih Kholil sebagai bupati bukan karena kemampuan dalam memimpin, tetapi dikaitkan dengan agama dan rosulullah. Pasangan calon membuat pernyataan tersebut untuk memengaruhi masyarakat karena pasangan calon merasa yakin jika kalau sudah dihubungkan dengan agama, maka masyarakat akan terpengaruh. Jadi masyarakat memilih bukan karena figur Kholilnya tetapi keyakinan kepada agama dan rosul. KH Kholilurahman adalah foto aslinya KH Abdul Hamid, (C2/K1/TT/12). Topik tutur tersebut mengandung maksud bahwa KH Kholilurahman sebagai calon bupati merupakan orang yang memiliki sifat-sifat seperti KH Abdul Hamid. KH Abdul Hamid adalah seorang Kyai yang baik, sholeh. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa KH Kholilurahman adalah orang yang sholeh juga. Padahal dalam kenyataannya kemungkinan tidak begitu. Namun dengan pernyataan seperti di atas yang langsung mengaitkan antara KH. Kholilurahman dengan KH Abdul Hamid, masyarakat percaya bahwa KH Kholilurahman adalah orang yang sholeh. Kompak didukung oleh banyak Kyai. (C2/K1/TT/14). Dengan adanya pernyataan tersebut masyarakat memandang bahwa KOMPAK adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati Pamekasan yang baik, yang pantas untuk dipilih. Masyarakat diarahkan pemikirannya bahwa, kalau kyai saja mendukung KOMPAK, mengapa saya masyarakat biasa yang tidak sepandai dan sebaik kyai tidak mendukung KOMPAK. Di kalangan masyarakat Pamekasan kyai adalah seorang yang menjadi panutan, sehingga kalau kyai memilih KOMPAK, maka mereka akan memilih KOMPAK juga. Meskipun KOMPAK didlolimi tetapi tidak membalas, Karena itu ajaran para alim ulama dan ajaran Islam(C2/K2/TT/01). Topik tutur tersebut bermaksud agar masyarakat menilai bahwa KOMPAK adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati yang taat beragama, tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama Islam. Memilih KOMPAK bakal selamat dan masuk surga, (C2/K2/TT/02). Ini merupakan topik tutur yang sangat menggiurkan masyarakat. Tampaknya untuk
masuk surga merupakan hal yang sangat mudah, yaitu hanya memilih KOMPAK. Mereka tidak berpikir panjang kebenaran pernyataan tersebut. Yang mereka pikirkan hanyalah kemudahan masuk surga. Di samping itu dengan pernyataan tersebut, orang berpikir bahwa KOMPAK adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati yang dapat membawa mereka ke jalan kebaikan.. Memilih KOMPAK berarti menyatukan umat Islam(C2/K2/TT/10). Pernyataan menyatukan umat Islam itulah yang membuat masyarakat tertarik untuk memilih KOMPAK. Mereka memilih KOMPAK bukan karena KOMPAK adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati yang tepat, tetapi karena KOMPAK dapat menyatukan umat Islam. Dan selama ini umat Islam menginginkan adanya persatuan diantara umat Islam. Namun apakah KOMPAK benar-benar dapat menyatukan umat Islam. Haal itulah yang tidak pernah mereka pikirkan. Kholil adalah titisan langsung Rosullullah(C2/K2/TT/05). Dengan adanya topik tutur tersebut masyarakat menilai bahwa Kholil adalah orang yang baik, seperti rosul. Dapat membimbing masyarakat ke jalan yang benar. Karena itulah masyarakat akan menentuka pilihannya kepada Kholil sebagai bupati Pamekasan. Kalau milih ASRI, akan masuk jurang. (C2/K2/TT/08). Ada kesan bahwa pasangan ASRI adalah pasangaan calon bupati dan wakil bupati yang tidak baik, yang membawa pemilihnya masuk jurang/ neraka. Sebaliknya pasangan lawan dalam hal ini pasangan KOMPAK adalah pasangan yang baik yang membawa pemilihnya masuk surga. Jika masyarakat tidak memahami isi pernyataan tersebut, maka mereka akan terpengaruh pada pernyataan yang bernuansa keagamaan tersebut. Pelaksanaan istiqosa dalam rangka kampanye pemilukada, (C3/K1/TT/01). Pengangkatan topik ini merupakan hal yang tepat dalam pelaksanaan kampanye pemilukada. Tim kampanye telah menyesuaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan dimana kampanye tersebut dilaksanakan. Pelaksanaan kampanye tersebut dilaksanakan di desa Kalompang Barat, Kecamatan Pakong yang
Rahmad, Retotika Politik| 81
masyarakatnya tergolong masyarakat fanatik keislamannya. Seolah-olah masyarakat tidak mengikuti kampanye, tetapi masyarakat melaksanakan istiqosa. Padahal dalam istiqosa tersebut terselip kegiatan berkampanye. Mencari pemimpin adalah ibadah, kewajiban. (C3/K1/TT/02). Topik tutur tersebut mengajak kepada masyarakat untuk menentukan seorang pemimpin. Menentukan pemimpin itu merupakan salah satu bentuk ibadah sekaligus kewajiban. Ibadah kepada Allah pasti mendapat pahala. Mendapat pahala berarti dapat masuk surga. Sedangkan kalau tidak menjalankan kewajiban, maka akan berdosa. Hal-hal itulah yang membuat masyarakat menentukan pemimpin. Mengembalikan Kholil ke pesantren karena membela agama, bukan karena iri, (C3/K1/TT/11). Topik tersebut diangkat sebagai bahan orasi dalam kampanye, karena semata-mata Kholil dikembalikan ke pesantren bukan persoalan iri, tetapi karena persoalan agama. Masyarakat diajak berpikir bahwa Kholil adalah seorang kyai. Seorang kyai tugasnya adalah membangun mental dan tempatnya di pesantren. Untuk itulah maka pantaslah kalau Kholil di kembalikan ke pesantern. Padahal kenyataannya mungkin tidak seperti itu. 3.2.3 Topik Tutur Mengkritisi Pasang-an Lawan dalam Orasi Kampa-nye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Kampanye merupakan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi partai politik atau oleh kandidat publik atau oleh calon yang bersaing memperebutkan kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapatkan dukungan massa pemilih dalam suatu pemungutan suara dan dilakukan dalam waktu tertentu dalam pemilihan umum dilakukan untuk memengaruhi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut pasangan calon bupati dan wakil bupati maupun juru kampanye yang terpilih dalam orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 berupaya untuk memengaruhi masyarakat agar mendapat dukungan terbanyak dengan cara mengkritisi pasangan lawan.
Adapun topik tutur yang berusaha mengkritisi pasangan lawan dipaparkan sebagai berikut. Dana anggaran pemerintah daerah bukan untuk mengatasi masalah tembakau, tetapi untuk pembangunan. (C2/K1/TT/02). Pernyataan tersebut merupakan pernyataan mengkritisi pasangan ASRI, yang dalam visi misinya menyampaikan bahwa jika mereka terpilih akan memberi dana talangan untuk membeli tembakau supaya harga tembakau tidak murah. Anggaran pemerintah daerah tidak mencukupi untuk menaikkan UMK dan membayar GTT tiap bulan 985.00. Hal itui adalah bohong, jangan dipercaya (C2/K1/TT/03). Pernyataan tersebut adalah pernyataan yang disampaikan oleh pasangan KOMPAK untuk mengkritisi pasangan ASRI. Pasangan KOMPAK menyatakan bahwa angggaran pemerintah daerah tidak mencukupi untuk melakukan hal seperti itu. Penyangkalan itu dilakukan karena selama kepemimpinannya, KOMPAK tidak melakukan program seperti itu, sehinggga untuk menutupi kekurangannya mereka menyangkal program yang disampaikan pasangan ASRI. Pak Syafi’i tidak berhasil membangun Pamekasan, hanya mengecat jembatan, (C2/K1/TT/04). Pernyataan tersebut mengandung pesan bahwa Pak Syafi’i adalah bupati yang tidak berhasil membangun Pamekasan. Ini merupakan pernyataan yang benar-benar menjatuhkan Pak Syafi’ sebagai calon bupati Pamekasan. Dibalik pernyataan tersebut tersirat hal yang sebaliknya, yaitu bahwa Kholil adalah bupati yang berhasil membangun Kabupaten Pamekasan. Pada pemerintahan Syafi’i di Bujur Tengah terjadi carok massal, tetapi setelah pemerintahan Kholil Bujur Tengah aman, (C2/K1/TT/15). Pernyatan tersebut membandingkan pemerintahan Syafi’i dan pemerintahan Kholil. Dimana dengan peristiwa tersebut seolah-olah bahwa pemerintahan Kholil lebih baik dari pada pemerintahan Syafi’i. Padahal banyak fakor yang membuat peristiwa itu terjadi. Bukan semata-mata karena pemerintahan Syafi’i. Namun untuk menjatuhkan lawan mereka telah mengangkat peristiwa tersebut, dan menyatakan bahwa peristiwa carok massal
82 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
terjadi karena ketidakberesan pemerintahan Syafi’i. Pada kampanye ASRI diawali dengan orkes, apakah pemimpin seperti ini yang dipilih, tidak tahu yang haq dan yang batil. (C2/K2/TT/08). Pernyataann tersebut telah menjatuhkan nama baik pasangan ASRI. Seolah-olah pasangan ASRI adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati yang tidak tahu masalah agama, masalah yang haq dan yang batil. Sebaliknya hanya Kholil-lah calon bupati yang tahu antara yang haq dan yang batil, karena memandang bahwa Kholil adalah calon bupati yang juga merupakan seorang kyai di Pamekasan. Ada upaya-upaya yang dilakukan pasangan lain supaya menang. (C3/K1/TT/03). Pernyataan ini disampaikan oleh pasangan ASRI dalam kampanyenya. Melalui pernyataaan tersebut tersirat makna bahwa pasangan lain akan melakukan kecurangan –kecurangan dalam pelaksanaan pemilukada. Selanjutnya masyarakat akan menilai bahwa pasangan selain ASRI merupakan pasangan calon bupati dan wakil bupati yang tidak baik, yang tidak pantas untuk dipilih. Kholil Asyari telah memalsukan ijazah MI. (C3/K1/TT/04). Pernyataan ini disampaikan oleh pasangan KOMPAK untuk menjatuhkan nama baik Kholil Asyari sebagai calon wakil bupati Pamekasan. Kalau nama baik Kholil Asyari tidak baik di mata masyarakat, maka jelas nama baik pasangan ASRI juga tidak baik. Tugas kyai adalah membangun mental, hati, akal, bukan membangun fisik. (C3/K1/TT/10). Pernyataan ini ditujukan kepada Kholilurahman sebagai calon bupati Pamekasan. Kholilurahman adalah seorang kyai, yang tugasnya membanggun mental, hati, dan akal bukan membangun fisik. Dengan demikian sebenarnya Kholilurahman tidak cocok menjadi bupati. Kyai muda tidak pantas menjadi juru kampanye, pendukung. (C3/K2/TT/03). Pernyataan tersebut disampaikann oleh pasangan KOMPAK dalam kampanyenya, sebagai upaya menjatuhkan pasangan ASRI. Karena pada saat kampanye pasangan ASRI menampilkan juru kampanye seorang kyai yang masih muda. Namun pada kesempataan lain dalam orasi kampanye pasangan ASRI membela diri dengan
menyataakan bahwa lebih baik kyai muda berpikir dewasa dari pada kyai dewasa tetapi tidak becus. KH Jakfar Sodiq tidak lagi memilih KONDANG, karena banyak kesalahan yang dilakukan KONDANG, (C3/K2/TT/04). Makna pernyataaan tersebut adalah bahwa KONDANG yang sekarang mencalonkan lagi sebagai bupati dengan mengubah nama KOMPAK, selama masa kepemimpinannya telah banyak melakukan kesalahan. Karena itu KH Jakfar Sodiq tidak lagi memilihnya. Kalau seorang kyai terkenal saja sudah tidak mau memilih KONDANG (KOMPAK), bagaimanaa dengan masyarakat biasa dan para pengikut KH Jakfar Sodiq. Harga tembakau murah karena kebijakan Syafi’i sebagai angggota DPR pusat, Pak syafi’i hanya diam sebagai anggoata DPR Pusat. (C3/K2/TT/06). Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang menjelek-jelekkan nama baik Pak Syafi’i sebagai calon bupati Pamekasan yang awalnya menjabat sebagai anggota DPR Pusat. Mereka menyalahkan Pak Syafi’i karena tidak dapat memenuhi janjijanjinya kepada masyaraakat pada masa kepemimpinannya. Padahal tidak ada hubungan antara harga tembakau murah dengan Pak Syafi’i menjadi anggoata DPR Pusat.. Namun apabila masyarakat awam tidak dapat memahami pernyataaan tersebut, maka mereka akan percaya terhadap pernyataan itu dan ikut-ikutan menyalahkan Pak Syafi’i. ASRI didukung oleh empat pengusaha Kristen, (C3/K2/TT/01). Pernyataaan tersebut disampaikan pasangan KOMPAK dihadapan masyarakat Pamekasan yang mayoritas fanatik beragama Islam. Sebagai masyaraakat Islam yang fanatik tentu saja mereka tidak suka terhadap masyarakat yang beragama lain, termasuk beragama Kristen. Selanjutnya mereka juga tidak suka terhadap pasangan calon yang didukung oleh masyarakat atau pengusaha Kristen. Ahkirnya mereka tidak mau mendukung ASRI. Isu-isu seperti ini bener-benar dimanfaatkan oleh pasangan KOMPAK untuk menjatuhkan pasangan ASRI. Tim ASRI akan merusak hasil pemilukada. (C3/K2/TT/07). Pernyataaan
Rahmad, Retotika Politik| 83
tersebut merupakan isu yang sengaja diilakukan oleh pasangan KOMPAK untuk menjatuhkan pasangan lawan (ASRI). Dengan pernyataan tersebut seolah-olah pasangan ASRI adalah pasangan bupati dan wakil bupati yang perlakuannya jelek. Belum menjadi bupati saja sudah jelek bagaimana kalau sudah menjadi bupati. Dengan demikian ASRI adalah pasangan yang tidak pantas menjadi bupati. ASRI tidak didukung oleh para ulama, tetapi didukung oleh kalangan bawah dan perampok. (C3/K2/TT/08). Pernyataaan tersebut merupakan isu yang sengaja diilakukan oleh pasangan KOMPAK untuk menjatuhkan pasangan lawan (ASRI). Dengan pernyataan tersebut seolah-olah pasangan ASRI adalah pasangan bupati dan wakil bupati yang tidak pantas untuk dipilih, karena pendukungnya adalah kelompok yang tidak baik. Kalau pendukungnya adalah kelompok yang tidak baik, bagaimana dengan kepemimpinannya nanti. Sebaliknya dengan pasangan KOMPAK yang didukung oleh para ulama. Seolah-olah kalau didukung oleh para ulama, maka otomatis pemerintahannya adalah pemerintahan yang baik. Pengakuan bahwa yang mencanangkan pemberdayaan ekonomi rakyat kecil adalah Kholil. (C3/K2/TT/09). Pernyataan tersebut merupakan pernyataaan untuk menarik simpati masyarakat bahwa pemerintahan Kholil adalah pemerintahan yang berhasil. Namun pada kesempatan lain pernyataan tersebut dibantah oleh pasangan ASRI, bahwa yang mencanangkan pemberdayaaan ekonomi rakyat kecil adalah pemerintahan Pak Syafi’i (ASRI). Dengan demikian penyataan di atas pada dasarnya untuk menjatuhkan Pak Syafi’i. Pada pemerintahan Kholil tidak ada perhatian kepada guru ngaji, sedangkan pada pemerintahan pak Syafi’i guru ngaji diperhatikan, (C3/K2/TT/10). Pernyataaan tersebut disampaikan pasangan ASRI dihadapan masyarakat Pamekasan yang mayoritas beragama Islam dengan cara membandingkan masa pemerintahan Pak Syafi’i dan pemerintahan Kholil. Perbandingan tersebut secara tersirat menyatakan bahwa pemerintahan Pak Syafi’i lebih baik dari pada pemerintahan Kholil.
Kholil adalah pemimpin yang tidak menyelamatkan rakyat. (C3/K2/TT/11). Pernyataaan tersebut disampaikan pasangan ASRI dihadapan masyarakat Pamekasan dengan tujuan menjatuhkan nama baik Kholil sebagai calon bupati Pamekasan yang sekarang masih memimpin Kabupaten Pamekasan. Apalagi pernyataan tersebut didukung oleh fakta-fakta yang menyakinkan masyarakat. Akhirnya pasangan KOMPAK memiliki nilai yang rendah di mata masyarakat. Selama menjadi bupati Kholil isterinya banyak. (C3/K2/TT/12). Pernyataan tersebut disanpaikan oleh pasangan ASRI untuk menjatuhkan nama baik Kholil yang bersifat pribadi. Pernyataan tersebut sangat tepat untuk menjatuhkan nama baik Kholil, karena tampaknya masyarakat pamekasan tidak menyukai figur pemimpin yang mempunyai banyak isteri. Di sisi lain pasangan ASRI ( Pak Syafi’i) adalah figur pemimpin yang dibanggakan, karena hanya mempunyai satu isteri. 3.3 Tindak Tutur dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Tindak tutur merupakan analisis pragmatik yang mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan) menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada siapa, dimana, bilamana, bagaimana. Seperti halnya yang terjadi dalam kampanye, tindak tutur yang di tunjukkan juru kampanye sebagai penutur sangat dinamis, mengesankan. Tiap penutur mempunyai gaya bertutur tertentu dalam penampilan gagasan-gagasannya. Gaya yang dipilih semata-mata untuk memberi pengaruh kepada penanggap tutur. Data-data yang ada dalam orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 akan dipaparkan dan dianalisis secara berurutan menurut jenis tindak tutur yang telah dirumuskan pada fokus masalah penelitian ini. Pertama akan dipaparkan dan dianalisis tindak lokusi dalam orasi pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013. Kedua akan dipaparkan dan dianalisis tindak ilokusi dalam orasi
84 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013. Ketiga akan dipaparkan dan dianalisis tindak perlukosi dalam orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013. 3.3.1 Tindak Tutur Lokusi dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Para cabup dan cawabup, baik perorangan maupun secara bersamaan, dan para juru kampanye yang telah dipilih oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati telah melakukan tindak tutur yang berupa tindak lokusi dalam orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013. Tindak lokusi dilakukan untuk mengungkapkan suatu pernyataan secara jelas. Adapun wujud tindak lokusi yang terdapat pada orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan dipaparkan sebagai berikut. Saya selaku ketua fraksi Bulan Bintang Kabupaten Pamekasan sampai sekarang setia mendukung pasangan KOMPAK, (C2/K1/TDT/01). Pernyataan tersebut merupakan tindak lokusi karena pernyataan tersebut mengunakan kata-kata yang sudah jelas, tidak menimbulkan makna ganda, sebagai bentuk pernyataan sikap bahwa ketua fraksi Bulan Bintang telah mendukung pasangan KOMPAK. Saudara milih satu pemimpin yang bertanggung jawab kepada Allah, yang dipilih yang bagus, termasuk kholil adalah pilihan saya, dan saudara jangan khawatir yang dukung ulama insya Allah bagus. Jangan bertengkar, pilih saja kholil, (C2/K1/TDT/17). Wacana tersebut diawali dengan tindak ilokusi, namun dengan adanya kalimat Jangan bertengkar, pilih saja kholil, di akhir wacana, maka jelas bahwa pernyataan tersebut merupakan bentuk tindak lokusi. Pernyataan tersebut mengajak masyarakat untuk memilih Kholil sebagai bupati Pamekasan. Saya ini santrinya kholilurahman, saya iklas merndukung KOMPAK. Saya mohon jangan bertengkar, dukung Kholil. Saya tidak setuju adanya pertengkaran, saya cinta damai. (C2/K2/TDT/03). Isi wacana tersebut jelas merupakan bentuk dukungan terhadap KOMPAK. Dukungan tersebut disampaikan dengan bahasa yang jelas, tidak menimbulkan makna tersirat. Karena
itulah wacanna tersebut merupakan bentuk tindak lokusi. Marilah tetapkan hati kita, tak ada yang lain selain kholil, pastikan milih kholil. Iklaskan milih kholil. Mari tetapkan hati, biar tidak berubah, biar dapat pahala, biar nanti kholil dan pak Masduki dijunjung oleh Allah, demikian juga pengikutnya. (C2/K2/TDT/04). Isi wacana tersebut aalah ajakan agar masyarakat memilih Kholil sebagai bupati Pamekasan. Ajakan tersebut diungkapkan dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami. Karena itulah wacana tersebut merupakan bentuk tindak lokusi, yaitu menyatakan sesuatu hal dengan pernyataan yang jelas. Saya berpesan jangan bertengkar. Doakan, sumbangkan suara saudara pada KOMPAK. Minta dukungannya ya, jangan dukung yang lain! Jangan jadi pengkhianat. Doakan agar semua selamat, (C2/K2/TDT/05). Wacana tersebut merupakan bentuk tindak lokusi, yaitu menyatakan sesuatu hal secara jelas, tidak tersembunyi. Wacana berisi penyataan meminta dukungan masyarakat dengan cara memilih Kholil. Saya ini dulu mendukung Pak Syafi’i, membantu Pak Syafi’i, tetapi mengapa sekarang tidak mendukung pak Syafi’i? Karena saya sudah tahu rahasianya, (C2/K2/TDT/06). Pernyataan tersebut merupakan pernyataan tidak mendukung Pak Syafi’i sebagai calon bupati Pamekasan. Diungkapkan dengan kata-kata yang jelas dengan disertai alasan. Dengan demikian pernyataan tersebut merupakan bentuk tindak tutur lokusi. Ingat katakan ke masyarakat yang tidak tahu. Kalau sekarang milih ASRI memang tidak KOMPAK. Biar tidak masuk jurang, biar masuk surga milih saja KOMPAK. (C2/K2/TDT/09). Pernyataan tersebut terlihat jelas agar masyarakat memilih KOMPAK dengan disertai alasan yang dikaitkan dengan agama. Di samping itu supaya ajakannya untuk memilih KOMPAK lebih menyakinkan, maka ada pernyataan yang berlawanan, yaitu Kalau sekarang milih ASRI memang tidak KOMPAK. Dengan demikian wacana tersebut di atas merupakan pernyataan dalam bentuk tindak tutur lokusi.
Rahmad, Retotika Politik| 85
Para alim ulama yang saya mulyakan. Saya, orang tua saya, dibagaimanapun juga, tetap dukung KOMPAK, tetap KOMPAK, tetap KOMPAK, (C2/K2/TDT/10). Pernyataan tersebut merupakan bentuk ungkapan memberi dukungan kepada pasangan KOMPAK. Ungkapan yang disampaikan menggunakan kata-kata yang jelas, tidak menimbulkan penafsiran yang lain. Jadi jenis tindak tutur pernyataan tersebut adalah tindak tutur lokusi. Saya mengharap kepada saudara semua, warga Pamekasan khususnya, mari semua saudara ajak keluarganya, ajak tetangganya, ajak semua tanggal 9 milih KOMPAK nomor dua. (C2/K2/TDT/11). Pernyataan tersebut merupakan bentuk tindak lokusi, yaitu menyatakan sesuatu hal secara jelas, tidak tersembunyi. Pernyataan tersebut berupa penyataan agar masyarakat mengajak anggota keluarga, tetangga, dan semua warga untuk memilih KOMPAK pada tanggal 9 Januari. Saya bersumpah saya mendukung kholil Allah akbar Allah akbar Allah akbar. Demi Islam, demi Guru, demi Kyai saya mendukung, (C2/K1/TDT/18). Merupakan bentuk ungkapan dukungan kepada Kholil sebagai calon bupati Pamekasan. Dukungan diungkapkan dengan kata-kata yang jelas, dan tidak tersembunyi, yang disertai dengan pernyataan bersumpah dan menyebut nama Allah. Karena itulah kalimat tersebut merupakan tindak tutur lokusi. Kami mohon dukungannya. ASRI tanggal 9 Januari 2013, (C3/K1/TDT/09). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur lokusi, yaitu menyatakan sesuatu hal secara jelas, tidak tersembunyi. Pernyataan tersebut berupa permohonan dukungan kepada masyarakat agar tanggal 9 Januari 2013 memilih ASRI. Jangan lupa tanggal 9 Januari, kita memilih pemimpin yang memperhatikan masyarakat, Yaitu ASRI, (C3/K1/TDT/11). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur lokusi, yaitu menyatakan sesuatu hal secara jelas, tidak tersembunyi. Pernyataan tersebut berupa ajakan untuk memilih ASRI. Diawal kalimat memang belum jelas mereka mengajak masyarakat untuk memilih pemimpin yang dimaksud, tetapi di akhir kalimat pernyataan yang tidak jelas tersebut
diperjelas dengan kata ASRI. Kita memilih pemimpin yang memperhatikan masyarakat, merupakan ungkapan yang digunakan untuk menyakinkan masyarakat akan keberadaan ASRI, sehingga tidak ada keraguan lagi bagi masyyarakat untuk memilih ASRI. Saya tidak mendukung Ki Kholil bukan karena saya ini tidak mendapat uang dari Ki Kholil. Saya tidak mendukung Ki Kholil bukan karena saya iri. Tetapi sematamata karena saya membela agama. (C3/K1/TDT/21). Dengan pernyataan tersebut penutur secara tegas bahwa dirinya tidak mendukung Ki Kholil sebagai calon bupati Pamekasan. Pernyataan seperti itu merupakan tindak tutur lokusi. Menangkan ASRI tanggal 9 Januari! (C3/K1/TDT/22). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur lokusi, yaitu menyatakan sesuatu hal secara jelas, tidak tersembunyi. Kalimat tersebut mengajak masyarakat agar pada tanggal 9 Januari memenangkan ASRI. Ajakan tersebut terlihat gamblang dan mudah untuk dipahami. Pelaksanan pemilihan bupati dan wakil bupati Pamekasan tanggal 9 Januari kurang enam hari lagi. Kurang enam hari lagi coblos pasangan nomor 3. (C3/K2/TDT/01). Kalimat tersebut merupakan bentuk tindak tutur lokusi, karena menyatakan suatu hal secara jelas dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami. Kalimat tersebut mengandung maksud agar masyarakat tidak lupa untuk memilih ASRI pasangan nomor urut 3 pada tanggal 9 Januari. Jika nanti kartu suara saudara, kartu suara tetangga saudara ada yang membeli, jangan diberikan. Kalau ada sms tidak benar, tidak usak dipercaya, (C3/K2/TDT/02). Kalimat tersebut merupakan bentuk tindak tutur lokusi, karena menyatakan suatu hal secara jelas dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami. Hal yang diungkapkan kalimat tersebut adalah agar masyarakat berhati-hati menghadapi masa pencoblosan, karena pada masa-masa tersebut rawan terjadi kecurangan dan hal-hal yang merusak pelaksanaan pemilukada, sehingggga hasil yang diperoleh tidak menggambarkan hal yang sesungguhnya.
86 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
Mari semua sama-sama berdoa. Hidup ASRI, coblos ASRI nomor 3, tanggal 9 Januari (C3/K2/TDT/03). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur lokusi, yaitu menyatakan sesuatu hal secara jelas, tidak tersembunyi. Kalimat tersebut mengajak masyarakat agar sama-sama berdoa dan mencoblos ASRI pada tanggal 9 Januari. Kita bersama-sama tanggal 9 Januari datang ke TPS-TPS coblos ASRI nomor 3! (C3/K2/TDT/06). Merupakan tindak tutur lokusi, yaitu dengan jelas mengajak masyarakat agar tidak lupa datang ke TPS, dan selanjutnya mencoblos ASRI yang diperjelas pernyataannya dengan menyebutkan pasangan nomor urut 3. Wahai para petani, wahai para pedagang, wahai para kepala dinas di lingkungan pemerintahan Pamekasan, mari tanggal 9 Januari dukung ASRI, jangan lupa coblos ASRI, (C3/K2/TDT/07). Merupakan tindak tutur lokusi, yaitu dengan jelas mengajak para petani, para pedagang, para kepala dinas di lingkungan pemerintahan Pamekasan agar mendukung ASRI, mencoblos ASRI pada tanggal 9 Januari. Kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan maksud adalah kata-kata yang mudah dipahami. Saya pada tahun 2008 di tempat ini juga, mungkin sebagian besar dari saudara semua menyaksikan kalau saya ada di panggung KONDANG. Tetapi sekarang tidak lagi. Saya berpaling ke ASRI. (C3/K2/TDT/13). Merupakan pernyataan tidak mendukung KONDANG (KOMPAK), tetapi mendukung ASRI. Kata-kata yang digunakan jelas menunjukan ungkapan yang sebenarnya. Dengan demikian pernyatan tersebut di atas merupakan tindak tutur lokusi. Kalau Pamekasan ingin bersih lima tahun ke depan sampaikam ke sanak famili, sampaikan kepada teman-teman, sampaikan kepada tetangga, marilah bergabung bersatu bersama-sama ASRI untuk memberantas mafia-mafia CPNS, mafiamafia mutasi, dan mafia-mafia proyek. (C3/K2/TDT/16). Pernyataan tersebut diungkapkan dengan bahasa yang jelas, sehingga mudah memahami maksud yang disampaikan, yaitu menggajak masyarakat untuk bergabung dengan ASRI, aggar Paamekasan lima tahun ke depan bersih dari
mafia-mafia CPNS, mutasi, dan mafia proyek. Karena itu pernyataan tersebut merupakan tindak tutur lokusi. Kejujuran mengantarkan kita terhadap kebajikan, kebajikan menghapuskan dosa kita kepada Allah. Pilihlah orang-orang yang jujur. Pilihlah ASRI. (C3/K2/TDT/17). Pernyataan tersebut awalnya merupakan pernyataan yang kurang jelas, kepada siapa masyarakat menentukan pilihan bupati Pamekasan. Ada makna tersirat yang terdapat pada pernyataan awal, yaitu memilih pasangan ASRI, karena pasangan ASRI adalah pasangan calon bupati dan wakil bupati yang jujur. Pada akhir pernyataan, peryataan awal yang masih belum jelas diperjelas dengan kalimat pilihlah ASRI. Dengan demikian pernyataan tersebut di atas merupakan tindak tutur lokusi. Tapi sebaliknya kebohongan mengantarkan kita kepada kejahatan, kejahatan mengantarkan kita pada api neraka. Kalau ingin selamat orang Pamekasan dari api neraka, ayo coblos nomor 3, (C3/K2/TDT/18). Merupakan ajakan agar masyarakat Paamekasan menyoblos nomor 3. Ajakan tersebut disampaikan dengan jelas dan diyakinkan dengan ungkapan yang dikaitkan dengan agama. Jadi pernyataan di atas merupakan tindak tutur lokusi. Jika mereka ingin bertaubat maka bergabunglah bersama kami, nomor 3, coblos ASRI! (C3/K2/TDT/19). Merupakan ajakan agar masyarakat Pamekasan, khususnya baggi mereka yang awalnya tidak memilih ASRI menyoblos nomor 3. Ajakan tersebut disampaikan dengan jelas dan diyakinkan dengan ungkapan yang dikaitkan dengan agama. Jadi pernyataan di atas merupakan tindak tutur lokusi. 3.3.2 Tindak Tutur Ilokusi dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Para cabup dan cawabup, baik perorangan maupun secara bersamaan, dan para juru kampanye yang telah dipilih oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati telah melakukan tindak tutur yang berupa tindak ilokusi dalam orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013. Tindak ilokusi dilakukan untuk mengungkapan sesuatu hal,
Rahmad, Retotika Politik| 87
tetapi tidak langsung ditujukan kepada hal yang dimaksud tetapi melalui hal lain. Jadi pernyataan yang diunggapkan tidak menyatakan hal yang sesungguhnya tetapi ada makna dibalik pernyataan tersebut. Adapun tindak lokusi yang terdapat pada orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan dipaparkan sebagai berikut. Kepemimpinan KHolil di Kabupaten Pamekasan mulai tahun 2008 sampai sekarang lebih baik dibandingkan dengan bupati-bupati sebelumnya. (C2/K1/TDT/02). Merupakan tindak tutur ilokusi, yaitu menyampaikan hal yang dimaksud tidak sesuai dengan yang termaktub. Makna yang termaktub dalam kalimat tersebut adalah ungkapan memuji kepemimpinan Kholil yang lebih baik dibandingkan bupati-bupati sebelumnya. Namun makna sebenarnya dari kalimat tersebut adalah bentuk ungkapan bahwa mereka tidak mendukung pasangan lawan yang pernah menjabat sebagai bupati Pamekasan sebelumnya. Dalam hal ini adalah pasangan ASRI. Ada tujuh hal yang bisa saya sampaikan tentang prestasi yang telah diraih oleh Bupati Kholilurahman. (C2/K1/TDT/03). Dibalik makna yang tertulis dalam kalimat tersebut, ada makna yang tersirat yang disampaikan penutur. Makna tersirat yang dimaksud adalah bahwa penutur tidak mendukung pasangan lawan (ASRI), karena pasangan ASRI tidak seberhasiil Bupati Kholilurahman. Jadi kalimat di atas merupakan tindak tutur ilokosi. Bupati Pamekasan Kholilurahman selama empat setengah tahun memimpin dapat menaikkan pendapatan daerah mencapai puncak peningkatan ekonomi. Tidak ada bupati-bupati sebelumnya yang memiliki prestasi tersebut (C2/K1/TDT/04). Makna tertulis wacana tersebut adalah bahwa Bupati Kholilurahman adalah bupati yang memiliki prestasi. Sedangkan makna tersirat yang disampaikan penutur adalah adalah bahwa penutur tidak mendukung pasangan lawan (ASRI), karena pasangan ASRI yang pernah memimpin Paamekasan tidak sehebat Bupati Kholilurahman. Jadi kalimat di atas merupakan tindak tutur ilokosi.
Tidak ada ceritanya bupati-bupati sebelumnya yang menjadikan Kabupaten Pamekasan perkembangan ekonominya sama dengan perkembangan ekonomi Jawa Timur. Hanya pada saat kepemimpinan Bupati Kholilurahman saja yang bisa menyamakan. (C2/K1/TDT/06).Merupakan tindak tutur ilokusi. Pernyataan tersebut merupakan pujian kepada Bupati Kholilurahman atas prestasinya selama memimpin Pamekasaan dibandingkan dengan bupati-bupati sebelumnya. Bupatibupati sebelumnya dianggap tidak berprestasi. Namun makna tersirat pernyataan di atas adalah bahwa penutur tidak mendukung calon bupati yang pernah memimpim Pamekasan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah calon bupati pasangan ASRI. Di bidang ekonomi, saudarasaudara pasti merasakan, mengalami, membuktikan mulai tahun 2008 sampai 2013 saudara menjual tembakau harganya tidak sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Ini adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk mengangkat harkat martabat Kabupaten Pamekasan di bidang ekonomi. Dengan demikian dengan kepemimpinan Kholil rakyat Pamekasan bermandikan keberhasilan(C2/K1/TDT/07). Merupakan tindak tutur ilokusi. Pernyataan tersebut merupakan pujian kepada Bupati Kholilurahman atas prestasinya selama memimpin Pamekasaan dibandingkan dengan bupaati-bupati sebelumnya.Namun makna tersirat pernyataan di atas adalah bahwa penutur tidak mendukung calon bupati yang pernah memimpim Pamekasan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah calon bupati pasangan ASRI. Saya, Sulifaris, anggota DPRD Kabupaten Pamekasan, menilai Kholil Bupati Pamekasan yang terbaik dari bupati sebelumnya. (C2/K1/TDT/09). Merupakan tindak tutur ilokusi, yaitu menyampaikan hal yang dimaksud tidak sesuai dengan yang termaktub. Makna yang termaktub dalam kalimat tersebut adalah ungkapan memuji kepemimpinan Kholil merupakan kepemimpinan terbaik di antara kepemimpinan bupati sebelumnya.Namun makna sebenarnya dari kalimat tersebut adalah bentuk ungkapan bahwa Sulifaris tidak mendukung pasangan lawan yang
88 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
pernah menjabat sebagai bupati Pamekasan sebelumnya. Dalam hal ini adalah pasangan ASRI. Jika pasangan calon bupati yang menggatakan bahwa jika terpilih akan menganggarkan 25 M untuk menanam tembakau, itu adalah omong kosong. Anggaran Kabupaten Pamekasan untuk pembangunan, bukan untuk membeli tembakau. Jika untuk membeli tembakau itu adalah omong kosong, dan DPR mencatat bahwa kebijakan itu sulit dilaksanakan. (C2/K1/TDT/10). Merupakan tindak tutur ilokusi, yaitu menyampaikan hal yang dimaksud tidak sesuai dengan yang termaktub. Makna yang termaktub dalam kalimat tersebut adalah penutur menyatakan bahwa program yang disampaikan oleh salah satu pasangan calon bupati merupakan program yang tidak mungkin terlaksana. Namun dibalik makna termaktub tersebut sebenarnya penutur mengajak masyarakat untuk memilih pasangan calon yang memiliki program dapat dilaksanakan ketika pasangan calon tersebut terpilih menjadi bupati. Jadi anggota DPR pusat jangan hanya diam saja Untuk apa jadi anggota DPR pusat, kalau hanya diam, duduk manis di kursi, terima gaji rakyat, (C2/K1/TDT/11). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena kalimat tersebut tidak menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa penutur mengajak masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon, tetapi diungkapkan dengan menjelekkan salah satu pasangan lawan yang pernah menjadi angggota DPR Pusat. Pasangan lawan yang dimaksud adalah pasangan ASRI. Pasangan Calon Bupati nomor urut 3 menyampaikan visi dan misinya : akan memberi UMK sebesar 985.000 setiap bulan, akan membayar kepada GTT/PTT sebesar 985.000 setiap bulan. Ini adalah omong kosong, tidak mungkin, tidak akan terjadi. Bupati macam apa ini? Ini adalah janji-janji kosong, jangan dipercaya, (C2/K1/TDT/12). Pernyataan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena pernyataan tersebut tidak menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa penutur mengajak
masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon yang diinginkan, tetapi diungkapkan dengan menjelekkan atau menyangkal visi misi yang disampaikan salah satu pasangan calon, yaiti pasangan ASRI. Penutur menyatakan bahwa visi misi tersebut hanyalah janji-janji saja. Di selatan ada yang bicara bahwa Pak syafii berhasil membangun Pamekasan. Coba tunjukkan tidakharus tiga, tetapi dua saja. Apanya yang luar biasa? Hanya mengecat jembatan. Apa itu yang bisa dibanggakan?, (C2/K1/TDT/13). Pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang isinya menjelek-jelekkan Pak Syafi’i sebagai salah satu calon bupati Pamekasan. Namun maksud sebenarnya adalah penutur mengajak masyarakat untuk memilih salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati yang diinginkan penutur, yaitu pasangan KOMPAK. Mereka beranggapan bahwa pasangan KOMPAK adalah pasangan yang lebih baik dari pada pasangan ASRI. Dengan demikian pernyataan di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Pada pemerintahan Pak Syafi’i di desa Bujur Tengah terjadi carok massal, tetapi setelah pemerintahan kholilurahman, desa Bujur Tengah sekarang telah melaksanakan pilkades dengan aman, lancar, tertib dan damai, (C2/K1/TDT/14). Kalimat tersebut merupakan kalimat yang isinya membandingkan pemerintahan Pak Syafi’i dan pemerintahan Kholilurahman. Pemerintahan Kholilurahman lebih baik dari pada pemerintahan Pak Syaafi’i. Melalui perbandingan tersebut tampak bahwa sebenarnya penutur bermaksud mengajak masyarakat untuk memilih Kholilurahman sebagai bupati Pamekasan. Dengan demikian kalimat di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Kalau sekarang keadaan tidak tenang, tidak aman, yang jelas bukan KOMPAK yang membikin onar. KOMPAK berusaha untuk diam. Itulah ajaran yang diajarkan oleh para alim ulama, yang diajarkan oleh Islam, (C2/K1/TDT/21). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena kalimat tersebut tidak menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa penutur mengajak masyarakat untuk memilih KOMPAK dengan menunjukkan
Rahmad, Retotika Politik| 89
kebaikan-kebaikan KOMPAK dan menunjukkan kejelekan pasangan lain yang membuat onar. Mari kita bersatu padu berjuang bersama alim ulama, (C2/K1/TDT/22). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena tidak menyampaikan maksud yang sesungguhnya. Maksud yang sesunggguhnya kalimat tersebut adalah mengajak masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon yang merupakan seorang ulama dan didukung banyak ulama. Dalam hal ini pasangan yang dimaksud adalah pasangan KOMPAK. Namun hal tersebut tidak diungkapkan secara transparan. Jangan sombong karena banyak uangnya. Mohon kepada Allah semoga kholil menang memimpin Pamekasan, (C2/K2/TDT/07). Kalimat tersebut merupakan sindiran yang ditujukan kepada salah satu pasangan calon. Namun hal tersebut tidak disampaikan secara gamblang kepada siapa sindiran tersebut diberikan. Karena itu kalimat tersebut di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Jangan lupa ajak tetangganya, ajak familinya, karena mungkin mereka tidak tahu rahasianya, (C2/K2/TDT/08). Kalimat tersebut mengandung maksud bahwa kita disuruh untuk mengajak orang lain yang tidak tahu kekurangan salah satu pasangan calon (ASRI) untuk memilih salah satu pasangan calon yang diinginkan penutur (KOMPAK). Namun maksud tersebut tidak diungkapkan secara gamblang, sehinggga untuk mengetahui maksudnya diperlukan pemahaman. Dengan demikian kalimat di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Saudara-saudara tidak keliru bergabung dengan KOMPAK. Saudara tidak keliru nebeng ke para ulama yang tujuannya adalah menyatukan umat. Dengan demikian kholil telah terbukti menyatukan ulama dan umatnya,(C2/K2/TDT/12). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena tidak menyampaikan maksud yang sesungguhnya. Maksud yang sesunggguhnya kalimat tersebut adalah menyakinkan masyarakat untuk memilih KOMPAK, dengan menunjukkan kelebihan KOMPAK kepada masyarakat, yaitu dapat menyatukan umat. Hal tersebut tidak diungkapkan secara transparan.
Dan sudah terbukti di hadapan para umat Islam di Pamekasan, di hadapan ratusan, ribuan, puluhan ribu umat Islam di Pamekasan, bahwa kholil adalah bupati yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil. Hidup Bapak, hidup Bapak! (C2/K2/TDT/13). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena tidak menyampaikan maksud yang sesungguhnya. Maksud yang sesunggguhnya kalimat tersebut adalah menyakinkan masyarakat untuk memilih Kholil sebagai bupati Pamekasan dengan menunjukkan kehebatan Kholil kepada masyarakat, yaitu dapat dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Dibalik itu ada pesan bahwa calon bupati yang lain tidak dapat membedakan antara yang haq dan yang batil. Kita harus sadar, marilah buka hati nurani kita, kita buktikan keislaman kita. Kata orang Islam kita harus cinta ulama. Kalau tidak cinta ulama berarti tidak cinta rosul, Karena Kholil adalah keturunan rosul, maka tunggu apa lagi untuk pembangunan dan kesejakteraan di masa yang akan datang. (C2/K2/TDT/14). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena tidak menyampaikan maksud yang sesungguhnya. Maksud yang sesungguhnya kalimat tersebut adalah mengajak masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon yang merupakan seorang ulama. Dalam hal ini pasangan yang dimaksud adalah pasangan KOMPAK. Namun hal tersebut tidak diungkapkan secara transparan. Saudara-saudaraku yang ada di ASRI, saudara-saudaraku yang ada di Akor, bukalah mata hatimu lebar-lebar. Jika kamu menangkan ASRI, berarti saudara telah melecehkan ulama. Tetapi jika di Pamekasan ada kholil, buktikan Pamekasan ke depan. (C2/K2/TDT/15).Pernyataan tersebut merupakan ajakan untuk memilih Kholil, namun tidak diungkapkan dengan jelas, justru memberi pernyataan yang negatif jika memilih ASRI. Dengan demikian pernyataan tersebut di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Calonnya ada tiga. Pasangan ASRI ditaruh nomor tiga, pasangan yang lain tidak tahu nomornya, (C3/K1/TDT/01). Kalimat tersebut menyatakan bahwa penutur tidak tahu nomor urut pasangan lain. Tetapi
90 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
maksud yang sebenarnya tidak seperti itu. Maksud sebenarnya adalah penutur mengingatkan masyarakat nomor urut pasangan ASRI, dan karena yang ingat hanya nomor urut pasangan ASRI, maka tentunya harapannya masyarakat memilih pasangan ASRI. Tindak tutur seperti itu merupakan tindak tutur ilokusi. Ibu-ibu memilih calon bupati harus hati-hati. Karena kedua calon bupati pernah menjadi bupati di Pamekasan Satunya menjabat sebelumnya dan yang satunya lagi sampai sekarang masih menjabat. Sekarang tinggal bagaimana ibu-ibu melihat raport yang dimiliki keduanya, (C3/K1/TDT/02). Kalimat tersebut mengajak ibu-ibu untuk memilih bupati yang memiliki prestasi baik saat menjadi pemimpin di Pamekasan. Namun dibalik ajakan untuk memilih bupati tersebut, tersirat maksud agar ibu-ibu memilih pasangan ASRI. Mereka yakin bahwa pemerintahan ASRI lebih baik dari pada pemerintahan Kholil. Tindak tutur seperti itu merupakan tindak tutur ilokusi. Bukan hanya anak sekolah saja yang punya rapor. Meskipun bupati juga punya rapoR. Siapa yang menilai rapor? Yang menilai rapor adalah ibu-ibu semua. (C3/K1/TDT/03).Pernyataan tersebut adalah tindak tutur ilokusi. Yang dimaksud rapor dalam kalimat tersebut adalah prestasi yang dicapai oleh bupati selama memimpin. Jadi ibu-ibu diajak untuk melihat prestasi yang dicapai oleh masing-masing pasangan calon yang pernah memimpin Paamekasan. Supaya tidak ada upaya-upaya yang digunakan calon-calon lain. Setelah pencoblosan pengamanan suara harus dilakukan agar tidak ada suara yang dicuri. (C3/K1/TDT/05). Makna tersirat kalimat tersebut adalah bahwa ada pasangan calon yang akan berbuat curang dalam pelaksanaan pemilukada. Untuk itulah masyarakat pendukung diajak untuk berhatihati. Tetapi pada kenyataannya maksud tersebut tidak diungkapkan secara gamblang. Tindak tutur seperti ini dinamakan tindak tutur ilokusi. Saya paling takut kalau menghadapi ibu-ibu. Ibu-ibu ini orangnya disiplin, karena itu kalau sudah ASRI ya ASRI. (C3/K1/TDT/06). Maksud kalimat tersebut adalah agar ibu-ibu memilih pasangan ASRI, tetapi hal itu belum diungkapkan
dengan jelas. Penutur menyatakan bahwa ibu-ibu adalah orang yang disiplin dan kalau orang disiplin biasanya tidak berubah pendirian. Dengan demikian ibu-ibu yang sudah mempunyai keinginan untuk memilih ASRI, maka dalam keadaan apapun tetap memilih ASRI, tidak akan berubah pilihannya. Tindak tutur seperti ini dinamakan tindak tutur ilokusi. Ibu-ibu yang saya hormati. Saya dan Pak Syafi’i perutnya kecil. Kalau perutnya kecil makannya sedikit. Kalau makannya sedikit, insya Allah tidak korupsi. (C3/K1/TDT/07). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena tidak menyampaikan maksud yang sesungguhnya. Maksud yang sesunggguhnya kalimat tersebut adalah bahwa calon bupati dan wakil bupati pasangan ASRI jika terpilih menjadi bupati dan wakil bupati Kabupaten Pamekasan, dalam kepemimpinannya tidak akan melakukan korupsi. Jadi perut kecil maksudnya adalah tidak melakukan korupsi. Hendaklah kalau memilih pemimpin, pilihlah pemimpin yang meniru pohon yang berbuah. Kata ulama pohon yang berbuah jika digoyang, maka buahnya akan jatuh, tetapi manis rasanya. (C3/K1/TDT/08). Pernyataan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena tidak menyampaikan maksud yang sesungguhnya. Maksud yang sesunggguhnya kalimat tersebut adalah mengajak masyarakat mendukung ASRI. Namun hal tersebut tidak diungkapkan secara transparan. Penutur menyampaikan bahwa kalau memilih pemimpin adalah pemimpin yang meniru pohon yang berbuah. Dalam hal ini yang dimaksudkan pemimpin yang meniru pohon yang berbuah adalah pasangan ASRI. Saya dan ibu-ibu telah menjadi saksi bahwa kepemimpinan yang lalu adalah pemimpin yang baik, dibanding dengan kepemimpinan yang sekarang. (C3/K1/TDT/12). Kalimat tersebut mengajak ibu-ibu untuk membandingkan kepemimpinan yang lalu dengan kepemimpinan sekarang. Dibalik ajakan untuk membandingkan kedua kepemimpinan tersebut , tersirat maksud agar ibu-ibu memilih pasangan ASRI, karena kepemimpinan ASRI lebih baik dibandingkan denga kepemimpinan
Rahmad, Retotika Politik| 91
sekarang. Tindak tutur seperti itu merupakan tindak tutur ilokusi. Tahun 2003-2008 Pak Syafi’i telah melakukan perekrutan CPNS tidak ada kasus penjualan soal-soal CPNS, tidak ada jual beli kunci jawaban, tidak ada minta uang bagi CPNS. (C3/K1/TDT/13). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena kalimat tersebut tidak menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa penutur mengajak masyarakat untuk memilih Pak Syafi’i dengan menunjukkan kebaikan-kebaikan Pak Syafi’i selama memimpin Pamekasan sebelumnya. Pada masa Pak Syafi’i saya tidak pernah dengar ada jual beli jabatan dan mutasi. (C3/K1/TDT/14). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, karena kalimat tersebut tidak menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa penutur mengajak masyarakat untuk memilih Pak Syafi’i dengan menunjukkan keberhasilan Pak Syafi’i selama memimpin Pamekasan sebelumnya. Dalam hal ini selama kepemimpinan Pak Syafi’i tidak terjadi jual beli jabatan dan mutasi. Pada masa kepemimpinan sekarang jika ada pembangunan, proyek, ada potongan 10%sampai 20%. Tetapi pada masa Pak Syafi’i tidak ada potongan. (C3/K1/TDT/15). Pernyataan tersebut bermaksud menunjukkan kejelekan masa kepemimpinan sekarang (Kholil) ke masyarakat, dibandinggkan dengan masa kepemimpinan Pak Syafii’i yang lebih baik.Dengan membandingkan kedua masa kepemimpinan tersebut penutur sebenarnya mengajak masyarakat tidak memilih Kholil tetapi memilih Pak Syafi’i, karena masa kepemimpinannya di pandang lebih baik. Jadi pernyataan di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Syafi’i adalah pemimpin yang memiliki kriteria pemimpin yang sodik( jujur), amanah ( bisa dipercaya ), tablig ( tanggung jawab ), dan Fatanah ( cerdas ), karena sudah dua periode menjadi anggota DPRD dan DPR, (C3/K1/TDT/16). Pernyataan tersebut bermaksud menunjukkan sifat-sifat Pak Syafi’i, yaitu sodiq, amanah, tabliq, dan fatonah. Sifaat tersebut adalah sifat yang dimiliki oleh
rosul. Jadi Pak Syafi’i adalah orang yang memiliki sifat seperti rosul. Dibalik menunjukkan sifat-sifat Pak Syafi’i yang seperti rosul tersebut, penutur sebenarnya mengajak masyarakat untuk memilih Pak Syafi’i. Dengan demikian pernyataan di atas merupakan tindak tutur ilokusi Mari kembalikan Ki Kholil ke pesantren, karena ternyata Ki Kholil jadi bupati banyak kyai menghina kyai. Sedangkan pada masa Pak Syafi’i tidak ada Kyai menghina kyai. (C3/K1/TDT/18). Pernyataan tersebut bermaksud menunjukkan kejelekan masa kepemimpinan Kholil ke masyarakat, dibandingkan dengan masa kepemimpinan Pak Syafii’i yang lebih baik.Dengan membandingkan kedua masa kepemimpinan tersebut penutur sebenarnya mengajak masyarakat tidak memilih Kholil tetapi memilih Pak Syafi’i, karena masa kepemimpinannya di pandang lebih baik, yaitu tidak ada penghinaan antar kyai. Pernyataan seperti itu merupakan tindak tutur ilokusi. Saya mengembalikan Ki Kholil ke pesantren bukan hanya tenaga, tetapi nyawa taruhannya. Saya semata-mata membela agama, bukan karena saya mendapat uang dari Pak Syafi’i, (C3/K1/TDT/20). Dengan pernyataan tersebut penutur sebenarnya mengajak masyarakat untuk tidak memilih Kholil dan mengharapkan Kholil kembali menjadi seorang kyai yang memimpin pondok pesantren, tidak menjadi bupati lagi. Pernyataan seperti itu merupakan tindak tutur ilokusi. ASRI didukung oleh lima pengusaha kristen. Diantaranya Hartono Prabowo yang punya hotel Branta, Olieng Ong yang punya pabrik kecap, Sukoco Tambunan, Hermanto Sutejo yang punya hotel Putri(C3/K2/TDT/04). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, yaitu kalimat yang menyatakan sesuatu hal yang tidak transparan. Melalui kalimat tersebut sebenarnya penutur mengajak masyarakat untuk tidak memilih ASRI, dengan menunjukkan bahwa ASRI telah didukung oleh pengusaha non-Islam. Dengan menunjukkan hal tersebut penutur yakin bahwa masyarakat Pamekasan yang fanatik beragama Islam tidak memilih ASRI.
92 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
Manusia yang paling dikasihani adalah orang tua. Orang tua kasihan kepada anak, anak kasihan kepada orang tua, suami kasihan kepada isteri. Kalau ada suami tidak kasihan kepada isteri adalah orang yang luar biasa. Apa saudara mau memilih orang yang seperti ini. (C3/K2/TDT/08). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, yaitu kalimat yang menyatakan sesuatu hal yang tidak transparan. Melalui kalimat tersebut sebenarnya penutur menunjukkan kepribadian salah satu seorang calon bupati (Kholil) yang tidak baik. Dengan menunjukkan kepribadian yang tidak baik tersebut penutur yakin bahwa masyarakat Pamekasan tidak memilihnya. Para hadirin yang saya hormati. Di sini ada banyak kyai yang bergabung dengan ASRI. Ada kyai muda yang berfikir dewasa. Jangan khawatir terhadap kyai muda. Lebih baik muda tapi berfikir dewasa dari pada kyai dewasa tapi tidak becus. (C3/K2/TDT/09). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, yaitu kalimat yang menyatakan sesuatu hal yang tidak transparan. Melalui kalimat tersebut penutur menyakinkan kepada masyarakat untuk memilih ASRI, karena ASRI didukung oleh banyak kyai. Disamping itu penutur juga menyindir pernyataan yang disampaikan pasangan lawan tentang kyai Musa yang ikut mendukung ASRI. Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah swt, dan hendaklah kamu sekalian bersatu bersamasama dengan orang yang jujur. (C3/K2/TDT/10). Kalimat tersebut merupakan tindak tutur ilokusi, yaitu kalimat yang menyatakan sesuatu hal yang tidak transparan. Melalui kalimat tersebut penutur mengajak masyarakat untuk bersatu bersama dengan orang-orang yang jujur. Yang dimaksud dengan orang-orang yang jujur adalah pasangan ASRI. Jadi maksud sebenarnya kalimat di atas adalah mengajak masyarakat untuk memilih ASRI. Ini adalah ikhtiar, saya dan saudara semua. Supaya saya dan saudara semua menangkan orang yang jujur. (C3/K2/TDT/12). Kalau dulu ada tikus bersaksi, tapi sekarang tikus-tikus berkorupsi. (C3/K2/TDT/14). Yang dimaksud dengan tikus-tikus berkorupsi pada kalimat tersebut
adalah para pejabat yang telah berkorupsi. Jadi kalimat tersebut menunjukkan bahwa pada pemerintahan sekarang banyak para pejabatnya yang berkorupsi. Dengan demikian pemerintahan yang sekarang jangan dipilih kembali. Kalimat di atas merupakn tindak tutur ilokusi. I Tikus-tikus putih, yang berkopiah bersongkok putih jangan coblos. Coblos yang berkopiah kuning, nomor 3. (C3/K2/TDT/15). Yang dimaksud dengan yang bersongkok putih adalah pasangan KOMPAK seangkan yang berkopiah kuning adalah pasangan ASRI. Jadi maksud sebenarnya kalimat tersebut adalah mengajak masyarakat untuk memilih pasangan ASRI.. Jadi kalimat di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Hadirin yang saya hormati. Biar masyarakat Pamekasan aman, biar masyarakat Pamekasan aman, maka berantas kebohongan dari Pamekasan, dan berantas tikus-tikus dari Pamekasan. (C3/K2/TDT/20). Maksud sebenarnya kalimat tersebut adalah mengajak masyarakat agar meyingkirkan pasangan KOMPAK dengan tidak menentukan pilihan pada pasangan KOMPAK. Kompak adalah pasangan calon yang telah melakukan kebohongan-kebohongan selam memimpin Kabupaten Pamekasan. Untuk iti agar Pamekasan aman, maka bersama-sama kita singkirkan KOMPAK. Sebaliknya pilihlah pasangan calon yang tidak pernah melakukan kebohongan selama masa kepemimpinannya sebelumnya. Yang dimaksudkan adalah pilihlah pasanagan ASRI. Karena itu kalimat di atas merupakan tinak tutur ilokusi. Kepemimpinan Pak Syafi’i lima tahun yang lalu bersih, aman, tidak ada masalah, program-program Pak Syafi’i setelah kontrak dengan para ulama mendukung rakyat kecil, pro rakyat, (C3/K2/TDT/22). Pernyataan tersebut bermaksud menunjukkan keberhasilan kepemimpinan Pak Syafi’i lima tahun yang lalu. Dengan menunjukkan keberhasilan kepemimpinan Pak Syafi’i tersebut berharap masyarakat mendukung ASRI. Dengan demikian pernyataan di atas merupakan tindak tutur ilokusi Para alim ulama, nyai, kyai, semua para guru ngaji yang pada zaman P Syafi’i
Rahmad, Retotika Politik| 93
diperhatikan, tapi lima tahun sekarang dak diperhatikan(C3/K2/TDT/23). Pernyataan tersebut menyatakan bahwa kepemimpinan Pak Syafi’i lebih baik daripada kepemimpinan sekarang. Ddibalik pernyataan tersebut ada maksud tersirat yaitu mengharap masyarakat memilih Pak Syafi’i. Denan demikian kalimat di atas merupakan tindak tutur ilokusi. Saya masih ingat betul pada waktunya Pak Syaafi’i , ketika beliau memimpin, beliau sudah mencanangkan bahwa akan memberdayakan ekonomi rakyat kecil, tetapi itu semua diakui oleh Kholil. (C3/K2/TDT/26). Pernyataan tersebut menggandung maksud tersirat, yaitu agar masyarakat tidak memilih Kholil setelah tahu kejelekannya Kholil. Karena itu pernyataan tersebut merupakan tindak tutur ilokusi. 3.3.3 Tindak Tutur Perlokusi dalam Orasi Kampanye Pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013 Para cabup dan cawabup, baik perorangan maupun secara bersamaan, dan para juru kampanye yang telah dipilih oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati telah melakukan tindak tutur yang berupa tindak perlokusi dalam orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan 2013. Tindak perlokusi merupakan tindakan atau pernyataan yang merupakan respon dari lawan tutur. Adapun tindak lokusi yang terdapat pada orasi kampanye pemilukada Kabupaten Pamekasan dipaparkan sebagai berikut. Hidup kompak, hidup kompak, kholil kompak! (HIDUP), (C2/K1/TDT/08). Kata HIDUP merupakan tindak perlokusi, karena kata tersebut merupakan respon dari lawan tutur setelah mereka mendengarkan apa yang disampaikan penutur. K H Kholilurahman adalah calon bupati pamekasan foto aslinya KH Abdul Hamid, sehingga kholil termasuk orang sholeh. Kenapa harus memilih orang lain? Pilih saja KOMPAK, KOMPAK, KOMPAK! (KOMPAK), (C2/K1/TDT/15). Kalimat pilih saja KOMPOK,KOMPAK, KOMPAK, rupanya mendapat respon dari lawan tutur. Lawan tutur meresponnya dengan mengatakan KOMPAK. Respon lawan tutur itulah yang merupakan tindak perlokusi.
Saya berpesan kalau ada orang memberi sesuatu jangan diterima, jangan rebutan, jangan bertengkar, ( siap), (C2/K1/TDT/16). Kalimat tersebut merupakan medapat respon dari lawaan tutur. Dimana lawan tutur meresponnya dengan mengatakan siap. Tindak tutur yang dilakukan oleh lawan tutur itulah yang merupakan bentuk tindak tutur perlokusi. Dukung kompak, dukung kompak! (KOMPAK) (C2/K1/TDT/19). Kalimat tersebut mengajak masyarakat untuk mendukung KOMPAK. Rupannya setelah mendengar pernyataan tersebut massa kampanye meresponnya dengan menjawab KOMPAK. Respon lawan tutur dengan mengatakan KOMPAK merupakan bentuk tindak perlokusi. Jika ada yang membeli suara boleh atau tidak? (Tidak boleh) (C2/K1/TDT/20). Respon yang dilakukan oleh massa kampanye merupakan tindak perlokusi. Hal ini tampak pada jawaban yang disampaikan oleh massa kampanye dengan menjawab tidak boleh setelah mereka mendengar penutur mengatakan Jika ada yang membeli suara boleh atau tidak? Saya tanya apakah saudara ke sini ada yang membayar? ( tidak) alhamdulillah. (C2/K2/TDT/01). Respon yang dilakukan oleh massa kampanye merupakan tindak perlokusi. Hal ini tampak pada jawaban yang disampaikan oleh massa kampanye dengan menjawab tidak setelah mereka mendengar penutur mengatakan Saya tanya apakah saudara ke sini ada yang membayar? Apakah saudara iklas datang ke sini? (iklas), terima kasih, (C2/K2/TDT/02). Jawaban iklas yang disampaikan oleh massa kampanye setelah mereka mendengar pertanyaan yang disampaikan oleh juru kampanye merupakan tindak perlokusi. Massa kampanye merespon apa yang disampaikan oleh penutur setelah mereka memahami apa yang disampaikan juru kampanyye. Pada pemerintahan Syafii lima tahun yang silam, apa yang diberikan pada Pamekasan? (Tidak ada), (C2/K2/TDT/16). Setelah mendengar pertanyaan yang disampaikan oleh juru kampanye, masssa kampanye menjawabnya dengan jawaban tidak ada. Jawaban tidak ada tersebut
94 | INTERAKSI, Volume 10, N0 1. Januari 2015, hlm 48-95
merupakan tindak perlokusi, yaitu tindakan merespon dari suatu pernyataan atau pertanyaan.. Milih (KOMPAK), milih (KOMPAK), (milih) KOMPAK, (C2/K2/TDT/17). Pernyataan tersebut merupakan tindak perlokusi, yaitu tindakan merespon suatu pernyataan yang disampaikan oleh penutur, yaitu disampaikan oleh juru kampanye. Apakah saya harus berjanji kepada ibu-ibu sebagai calon bupati ? (Tidak usah janji-janji, Pak, karena yang janji-janji itu suka bohong, jawab ibu-ibu). (C3/K1/TDT/04). Kalimat pertanyaan yang disampaikan juru kampanye kepada massa kampanye mendapat respon dari massa kampanye. Mereka menjawab tidak usah janji-janji, Pak, karena yang janji-janji itu suka bohong. Jawaban yang diberikan oleh massa kampanyye tersebut merupakan tindak perlokusi. Muslimat Klompang Barat yang saya hormati. Kalau milih ASRI apanya yang dipilih? ( hatinya). (C3/K1/TDT/10). Kalimat pertanyaan yang disampaikan juru kampanye kepada massa kampanye mendapat respon dari massa kampanye. Mereka menjawab hatinya. Jawaban yang diberikan oleh massa kampanyye tersebut merupakan tindak perlokusi, yaitu tindakan merespon pernyataan atau pertanyaan yang dismpaikan juru kampanye. Kalau begitu siapa yang pantas menjadi bupati? ( ASRI ) (C3/K1/TDT/17). ASRI merupakan respon yang diberikan oleh massa kampanye setelah mereka mendengar pertanyaan juru kampanye. Jawaban massa kampanyee itulah yang dinamakan tinddak perlokusi. Bagaimana sanggup mengembalikan Ki Kholil ke pesantren? ( sanggup ). (C3/K1/TDT/19). Pertanyaan tersebut disampaikan oleh juru kampanye yang ditujukan kepada massa kampanye. Setelah mendenggar pertanyaan tersebut massa kampanye menjawabnya sangggup. Jawaban itulah yangg dinamakan tindak perlokusi, karena merupakan bentuk respon dari pertanyaan yang disampaikan juru kampanye. Para hadirin yang saya hormati. Seluruh pendukung ASRI mohon setelah pencoblosan, waktu penghitungan suara di
TPS, rekapitulasi di desa, harus perhatikan bersama. Hidup ASRI, (hidup), hidup ASRI!(hidup) (C3/K2/TDT/05). Dalam wacana tersebut tampak ada respon dari massa kampanye. Jika juru kampanye mengatakan hidup ASRI, massa kampanye meresponnya dengan mengatakan hidup. Bentuk respon itulah yang disebut tindak perlokusi. ASRI datang ke Pamekasan untuk memberantas mafia-mafia raskin. Betul? Setuju? (setuju) (C3/K2/TDT/11). Pertanyaan tersebut disampaikan oleh juru kampanye yang ditujukan kepada massa kampanye. Setelah mendengar pertanyaan tersebut massa kampanye menjawabnya setuju. Jawaban itulah yang dinamakan tindak perlokusi, karena merupakan bentuk respon dari pertanyaan yang disampaikan juru kampanye. Hidup ASRI, (hidup), dukung ASRI, menang ASRI! (C3/K2/TDT/18). Pada saat juru kampanye mengatakan hidup ASRI, massa kampanye meresponnya dengan mengatakan hidup. Bentuk respon itulah yang disebut tindak perlokusi. Saya sebagai penerus KH Abdul Hamid Bakir, juga keturunan dari Bani Isbat menyatakan bahwa keluarga besar Banyu Anyar bersatu untuk mendukung ASRI. Banyu Anyar (ASRI), Banyu Anyar (ASRI), Banyu Anyar (ASRI), (C3/K2/TDT/21). Pada saat juru kampanye mengatakan Banyu Anyar, massa kampanye meresponnya dengan mengatakan ASRI. Ini menunjukkan bahwa Banyu Anyar merupakan pondok pesantren yang telah mendukung ASRI. Bentuk respon itulah yang disebut tindak perlokusi. Hidup Pak Syafi’’i, (HIDUP) hidup Pak Syafi’i.(HIDUP) Hidup Pak Syafi’i!(HIDUP) (C3/K2/TDT/24). Pada saat juru kampanye mengatakan Hidup Pak Syafi’’i, massa kampanye meresponnya dengan mengatakan hidup. Ini menunjukkan bahwa mereka mendukung Pak Syafi’i sebagaibupati Paamekasan. Bentuk respon itulah yang disebut tindak perlokusi. Para simpatisan ASRI yang saya muliakan. Saya sering dengar bahwa ASRI ini tidak ddi dukung oleh para ulama, tapi didukung oleh kalangan bawah dan kalangan perampok. Saudara-saudara bisa melihat sendiri, yang ada di atas pangggung
Rahmad, Retotika Politik| 95
sekarang, siapa? (Ulama). (C3/K2/TDT/25). Pertanyaan tersebut disampaikan oleh juru kampanye yang ditujukan kepada massa kampanye. Setelah mendenggar pertanyaan tersebut massa
kampanye menjawabnya ulama. Jawaban itulah yang dinamakan tindak perlokusi, karena merupakan bentuk respon dari pertanyaan yang disampaikan juru kampanye.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, Imron (Ed). 1994. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan. Malang: Kalimasada Press. Chaer,
Abdul. 1994. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Reneka Cipta.
Effendi, S. 1999. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Rohadi Rohidi. Universitas Indonesia.
Jakarta:
Moleong, Lexy. J. 2001. Metodologgi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Oka, I. Gusti Ngurah.1976. Retorik: Sebuah Tinjauan Pengantar. Bandung:
Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 2. 1998. Jakarta: P.T. Cipta Adi Pustaka.
Perate.Bogdan, Robert C. & Taylor, Steven J. 1975. Kualitatif (DasarDasar Penelitian). Terjemahan oleh A. Khozim Afandi. 1993. Surabaya: Usaha Nasional.
Hendrikus, Dori Wuwur. 1991. Retorika : Terampil berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi. Yogyakarta: Kanisius.
Rakhmat, Jalaluddin. 2000. Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995. Jakarta: Balai Pustaka.
Soedjito. 1986. Kosakata Bahasa Indonesia. Malang: FBS IKIP Malang.
Keraf, Gorys. 1980. Komposisi. EndeFlores: Nusa Indah. Keraf,
Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Ggramedia. Kridalaksana, Harimurti. 1984. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. EndeFlores: Nusa Indah. Miles, Maatthew B. & Huberman, A. Michael. 1992. Aanalisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep
Soedjito. 1986. Kalimat Efektif. Malang: FBS IKIP Malang. Syafi’e, Imam. 1998. Retorika dalam Menulis. Jakarta: DepdikbudDirjendikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.