JURNAL KEPENDIDIKAN INTERAKSI Volume 9, Nomor 2, Juli 2014 Seger
Penerapan Teknik X-Pector untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris
76-83
Sri Irawati
Perbedaaan Prestasi Belajar Matematika Siswa yang Diajari Menggunakan Strategi Inkuiri dengan Strategi Ekspositori pada Materi Pokok Turunan Fungsi Siswa Kelas IPA SMAN I Galis
84-87
Shamrah
Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPS Siswa Kelas VIII SMPN I Waru melalui Pendekatan Learning Community Tahun Pelajaran 2013-2014
88-92
Agus Subaidi dan Sri Indriati Hasanah
Prestasi Belajar Matematika antara Siswa yang Diajar Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan Model Pengajaran Langsung
93-96
Maswiyanto
Peningkatan Kreativitas dan Hasil Belajar Kimia Pokok Materi Sistem Koloid dengan Model Pembelajaran NHT di Kelas XI Semester 2 SMAN I Sumenep
97-104
Hasan Basri
Kesuitan Mahasiswa Calon Guru Matematika dalam Menyelesaikan Soal Geometri Non Rutin Berdasarkan Perbedaan Gender
105-110
Mohammad Sahril
Penggunaan Metode Demontrasi dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman tentang Otonomi Daerah Pada siswa Kelas IXD Semester I SMPN 2 Pamekasan
111-118
Rohmah Indahwati
Penalaran Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Berdasarkan Gaya Kognitif Verbaliser
119-129
M. Tauhed Supratman
Kemiskinan dalam Novel Indonesia
Sri Indriati Hasanah dan Yuni Hidayati
Pembelajaran Matematika Realistik Bernuansa Islami pada Bahasan Bangun Sisi Datar Kelas VIII MTs
Moh. Zayyadi
Perbandingan Prestasi Belajar antara Siswa yang Diajar Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing dengan Metode 139-142 Tugas dan Resitasi
Ukhti Raudhatul Jannah
Hubungan Limit Fungsi dan Limit Barisan Pada Topologi Real
130-133 Pokok
134-138
143-149
KEMISKINAN DALAM NOVEL INDONESIA M. Tauhed Supratman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Madura Alamat Jalan Raya Panglegur 3,5 KM Pamekasan e-mail:
[email protected] Abstrak: Sastra dan kehidupan tidak dapat dipisahkan. Sastrawan seringkali mengangkat masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan. Kemiskinan yang terjadi di negeri ini menjadi sumber inspirasi penciptaan bagi novelis Indonesia periode 2000-an. Kehadiran tema kemiskinan dalam novel Indonesia sangat mernarik untuk dikaji. Metode yang digunakan adalah metode kualitatuf. Hasil penelitian menggambarkan kemiskinan masyarakat Belitong, dan dapat menciptakan kesenjangan sosial di masyarakat. Kata kunci: kemiskinan, dan novel Indonesia.
PENDAHULUAN Kehadiran sastra di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan sesuatu yang bermakna. Sastra dalam fenomenanya memberikan pemahaman mendalam terhadap beragam masalah kehidupan manusia serta menawarkan interpretasi yang luas. Hampir semua karya sastra Indonesia sejak awal pertumbuhan Indonesia hingga dewasa ini mengandung unsur pesan kritik sosial walau dengan tingkat intensitas yang berbeda. Wujud kehidupan sosial yang dikritik bermacam-macam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata adalah salah satu novel yang menampilkan potret kehidupan masyarakat yang terpencil. Novel ini menampilkan kesenjangan si miskin dan si kaya baik di bidang ekonomi maupun di bidang pendidikan. Novel Laskar Pelangi yang berlatar di sebuah daerah Belitong, sebuah wilayah kaya akan tambang timah, namun masyarakatnya masih berada dalam kemiskinan. Fenomena tersebut memberikan motivasi tersendiri bagi penulis untuk meneliti lebih dalam novel laskar pelangi dari sudut kritik sosialnya.
HASIL
Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini menggambarkan kehidupan masyarakat miskin di desa. Orang-orang miskin selalu tersisihkan dari kehidupan, terhina batinnya akibat ketidakpedulian pemerintah dan masyarakat, sehingga membuat mereka tidak berharga di atas dunia. Novel tersebut, menggambarkan masyarakat Belitong yang miskin dan dimiskinkan oleh sebuah sistem, sehingga tercipta jurang pemisah antara staf PN Timah dan warga pribumi. Rakyat miskin yang sakit hati terhadap ulah PN Timah tersebut pada akhirnya menjarah semua yang dimiliki oleh PN Timah. Pemerintah seharusnya tanggap dan peduli terhadap nasib rakyat miskin agar tidak terjadi kesenjangan sosial diantara masyarakat. PEMBAHASAN Kehidupan rakyat miskin selalu menderita, selain susahnya dalam menghidupi keluarga, mereka juga kesulitan untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah yang lebih bermutu. Mereka hanya mampu mencarikan sekolah yang murah atau gratis bagi anak-anak mereka. Pilihan hidup bagi masyarakat miskin, menyekolahkan anaknya di sekolah miskin fasilitas atau mempekerjakan anaknya., seperti yang diungkapkan Andrea Hirata, “Para orang tua mungkin akan menganggap kekurangan satu murid baru sebagai pertanda bagi anakanaknya bahwa mereka memang sebaiknya didaftarkan pada para juragan saja”. (Hirata,
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan prosedur atau cara pemecahan masalah penelitian dengan memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta yang terjadi (Surackhmad, 1990:139).
130
131 | INTERAKSI , Volume 9, N0 2. Juli 2014, hlm 130-133
2008: 5). Umumnya, orang-orang miskin menginginkan anaknya dapat hidup lebih baik dari kedua orangtuanya, karena itu mereka bertekad bahwa dengan pendidikan, dapat membuat anaknya cerdas dan memperbaiki nasib keluarganya kelak. Mereka berusaha dengan sekuat tenaga menyekolahkan anak-anaknya walaupun harus berbenturan dengan masalah ekonomi keluarga. Orang tua Lintang merupakan salah satu contoh orang miskin yang menginginkan anaknya hidup lebih baik, walaupun ia tahu bahwa dengan menyekolahkan anaknya, ia harus menyisihkan penghasilannya yang paspasan itu demi anaknya, seperti yang digambarkan Hirata berikut: “….Pria yang tak tahu tanggal dan bulan lahirnya itu gamang membayangkan kehancuran hati anaknya jika sampai droup out saat kelas dua atau tiga SMP nanti karena alasan klasik biaya atau tuntutan nafkah” (2008: 13). Nasib orang-orang miskin, rakyat kecil pada umumnya selalu termarginalkan, walaupun mereka pemilik sah republik ini pribumi. memilki tanah kaya akan bahan tambang seperti Belitong. Kekayaan alam tidak menjamin kehidupan mereka lebih baik, karena selalu muncul kapitalis seperti PN Timah yang membuat kehidupan masyarakat sekitarnya menderita. Kehadiran PN Timah menjadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. “Sejak zaman penjajahan, sebagai platform infrastruktur ekonomi, PN tidak hanya memonopoli faktor produksi terpenting tapi juga mewarisi mental bobrok feodalistis Belanda. Sementara seperti sering dialami oleh warga pribumi di manapun yang sumber daya alamnya di ekplositasi habis-habisan, sebagian komunitas di Belitong juga termarginalkan dalam ketidakadilan kompensasi tanah ulayah, persamaan kesempatan, dan trickle down effect.” (Hirata, 2008: 40) Tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh PN Timah terhadap penduduk pribumi yang miskin semakin mencolok. Penduduk pribumi yang miskin tidak boleh menggunakan sarana umum, baik rumah sakit maupun sekolah, karena PN Timah hanya membangun fasilitas umum hanya
bagi para stafnya saja. Kebijakan tersebut membuat rakyat miskin Belitong tambah sengsara, karena penduduk asli tidak mendapatkan keadilan dalam kompensasi tanah, persamaan kesempatan kerja dan lainnya. Penduduk asli Belitong hanya mendapat kesempatan untuk menjadi buruh kasar, penjahit karung atau pekerjaan kasar lainnya dengan upah yang minim. Ternyata bunyi Undang-Undang Dasar 1945 “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyatnya” hanya isapan jempol belaka, tidak direalisasikan dalam rangkaian cerita novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata tersebut. PN Timah membangun kota yang megah dan mewah, hanya diperuntukkan bagi para stafnya sendiri, di luar itu masyarakat umum dilarang untuk memasuki kawaasan elit tersebut. Sehingga diluar batas tembok pembatas sangat jelas perbedaan antara orang-orang kaya staf PN Timah dan orang-orang miskin Belitong, penduduk asli pulau tersebut. “Hanya beberapa jengkal di luar lingkaran tembok tersaji pemandangan kontras seperti langit dan bumi. Berlebihan jika disebut daerah kumuh tapi tak keliru jika diumpamakan kota yang dilanda gerhana berkepanjangan sejak era revolusi indutri” (Hirata, 2008: 50) Kehidupan di luar tembok batas gedong yang disebut tempat perumahan staf PN timah berada, terdapat pemandangan yang kontras, karena di luar batas tanah milik PN Timah tersebut hanya terdapat perkampungan orang-orang miskin belitong, orang-orang miskin yang tidak mendapatkan apa-apa dari kejayaan PN Timah, walaupun sebenarnya merekalah pemilik tanah yang dikeruk tambangnya. Masyarakatnya tetap miskin dan dimiskinkan oleh sistem yang dibuat oleh PN Timah. “Di luar tembok feudal tadi berdirilah rumah-rumah kami, beberapa sekolah negeri, dan satu sekolah kampung Muhammadiyah. Tak ada orang kaya di sana, yang ada hanya kerumunan toko miskin di pasar tradisional dan rumah panggung yang renta berbagai ukuran.” (Hirata, 2008: 50)
Supratman, Kemiskinan dalam Novel Indonesia | 132 Kehidupan orang miskin untuk mendapatkan pendidikan begitu memperihatinkan, mereka tidak dapat menikmati akses pendidikan yang layak hanya karena status ekonomi dan sosialnya yang rendah seperti halnya para staf PN Timah. Orang-orang miskin Belitong mendapatkan pendidikan seadanya, dengan keiklhasan para pengajarnya yang mendapatkan upah rendah hal ini menambah kesenjangan yang terdapat di pulau tersebut, “Lalu aku memandangi Bu Mus, seseorang yang bersedia menerima kami apa adanya denga sepenuh hatinya, segenap jiwanya. Ia paham betul kemiskinan dan posisi kami yang rentan sehingga ia tak pernah membuat kebijakan apa pun yang mengandung implikasi biaya.” (Hirata, 2008: 83) Anak-anak Belitong hanya mampu sekolah di sekolah kampung sederhana, anakanak miskin tersebut merasa bahwa apa yang mereka dapatkan begitu berbeda dengan apa yang ada di PN Timah, kesenjangan inilah yang membuat mereka semakin menderita karena perbedaan status sosial dan ekonomi mereka. “Di sini ada sekolahku yang sederhana, para sahabtku yang melarat, orang melayu yang terabaikan, juga ada staf PN Timah yang gemah ripah dengan gedong, tembok feodalistisnya…”(Hirata, 2008: 84) Kehancuran PN Timah benar-benar terjadi, harga timah anjlok dan perusahaan menjadi bangkrut, disaat itulah orang-orang miskin Belitong yang puluhan tahun menahan sakit karena kesenjangan yang diciptakan PN Timah mengamuk, mereka menjarah apa yang ada di dalam pabrik dan perumahan milik staf PN Timah, mereka mengambil apapun yang bisa diambil untuk mengobati luka hatinya, akibat disengsarakan oleh sistem yang dibuat oleh PN Timah. “Dalam waktu singkat gedong berada dalam status quo. Warga pribumi yang menahan sakit hati karena kesenjangan selama puluhan DAFTAR BACAAN Amal, Syafi’I. 1998. Kegalauan Ekonomi Politik ORBA. Bandung: Forum Komunikasi Masyarakat . Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo diakses pada tanggal 01 Mei 2011) Hirata, Andrea. 2007. Laskar Pelangi. Jogjakarta: Bentang Pustaka
tahun, dan yang agak sedikit picik, menyerbu gedong. Para polsus kocar-kacir ketika warga menjarah rumah-rumah Victoria mewah di kawasan prestisus yang tidak bertuan itu .“(Hirata, 2008: 482) Kehancuran PN Timah merupakan kemenangan bagi rakyat miskin Belitong, karena dengan kencuran tersebut maka hilanglah jurang pemisah yang dibuat oleh PN Timah. Tidak ada lagi dominasi terhadap penambangan timah di Belitong, semua warga memiliki hak untuk menambang di tanah nenek moyangnya tersebut. Dengan kehancuran PN Timah, kehidupan rakyat Belitong yang miskin bisa menjadi lebih baik. “Kehancuran PN Timah adalah kehancuran agen kapitalis yang membawa berkah bagi kaum yang selama ini terpinggirkan, yakni penduduk pribumi Belitong. Blessing in disguise, berkah tersamar. Sekarang mereka bebas menggali di mana pun mereka suka di tanah nenek moyangnya dan menjualnya seperti menjual ubin jalar. “(Hirata, 2008: 486) PENUTUP Simpulan Kemiskinan terjadi karena kurang kepedulian dari masyarakat dan pemerintah. Kemiskinan tidak akan terjadi jika tidak ada diskriminasi seperti digambarkan dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Kemiskinan bukanlah suatu aib, namun kemiskinan dapat menjadi sesuatu yang menjadikan mereka yang mengalaminya terhina, tersisihkan bahkan tidak dihargai sebagai seorang manusia. Saran Karya sastra (baca: cerpen) sebagai hasil kristalisasi dan kontemplasi pengarang merupakan cermin masyarakat di mana pengarang tinggal dan pengarang sendiri yang ditulis dengan medium bahasa sesuai dengan genre sastra kegemaran pengarang. Sebagai hasil kristalisasi perenungan seseorang karya satra memiliki makna bias atau multi tafsir. Mas’oed,
Mohtar. 1999. Krtitik Sosial. Yogjakarta: UII Press Yogjakarta
Prasetyo, Eko. 2004. Orang Miskin Dilarang Sekolah. Yogjakarta: Insist Rahmadi, Muhammad. 2009. Sebuah Kritik Terhadap Pendidikan Nasional. http baham\my sElf » pendidikan di indonesia dan hukum.htm.20 Oktober.