INTENSITAS TURBULENSI DUA KANOPI PERTANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN TINGGI YANG BERBEDA (Wilayah Kajian Perkebunan Pompa Air dan PTPN VI Jambi)
HENDRA YONI SINAGA
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Intensitas Turbulensi di Dua Kanopi Pertanaman Kelapa Sawit dengan Tinggi yang Berbeda (Wilayah Kajian Perkebunan Pompa Air dan PTPN VI Jambi) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Hendra Yoni Sinaga NIM G24110035
ABSTRAK HENDRA YONI SINAGA. Analisis Intensitas Turbulensi di Dua Lokasi Perkebunan Sawit dengan Umur Berbeda (Studi Kasus: Desa Pompa Air dan PTPN VI, Jambi) Angin mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman melalui mekanisme pertukaran bahang, CO2 , serta momentum antara tanaman dengan lingkungan. Terjadinya gerakan acak atau perturbasi arah dan kecepatan angin disebut dengan turbulensi. Analisis data yang dilakukan pada dua lokasi perkebunan kelapa sawit yaitu desa Pompa Air (umur tanaman 2.5 tahun) dan PTPN VI Jambi (umur tanaman 10.5 tahun) untuk menentukan perbedaan intensitas turbulensi di kedua lokasi. Perhitungan dan analisis menghasilkan karakteristik kekasapan permukaan berupa perpindahan bidang nol (d), panjang kekasapan (zo) dan kecepatan kasap (u*) meningkat seiring bertambahnya umur tanaman. Nilai parameter kekasapan permukaan yaitu d, zo dan u* di perkebunan desa Pompa Air berturut-turut yaitu 1.67 m, 0.004 m dan 0.03 m/s lebih rendah dibandingkan dengan PTPN VI yaitu 7 m, 0.03 m dan 0.08 m/s. Karakteristik kekasapan dan stabilitas atmosfer sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan turbulensi di suatu lokasi. Secara umum, pada kondisi atmosfer tidak stabil, proses pemanasan permukaan oleh radiasi matahari menyebabkan terbentuknya pengangkatan massa udara keatas (bouyancy) yang mencapai nilai tertinggi pada tengah hari (12.00-14.00 WIB). Variasi diurnal stabilitas atmosfer di PTPN VI menunjukkan periode stabil yang lebih panjang dibandingkan desa Pompa air yang berkorelasi positif dengan turbulensi. Nilai intensitas turbulensi sebanding dengan rasio antara standar deviasi dari kecepatan angin dengan kecepatan angin rata-rata pada ketinggian tertentu. Variasi diurnal intensitas turbulensi pada perkebunan perkebunan PTPN VI berturut-turut terhadap ketinggian yaitu 0.89, 0.97, 0.98. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan di perkebunan desa Pompa Air yaitu berkisar 0.5, 0.64 dan 0.68. Nilai intensitas turbulensi meningkat dengan pertambahan ketinggian. Semakin tinggi intensitas turbulensi maka masukan CO2 ke permukaan kanopi semakin banyak dan mengakibatkan semakin efektif proses fotosintesisnya. Kata kunci: Intensitas turbulensi, kecepatan kasap, kekasapan permukaan, panjang kekasapan, perpindahan bidang nol.
ABSTRACT HENDRA YONI SINAGA. Turbulence Intensity in Two Palm Oil Plantation (Case Study : Pompa Air village and PTPN VI Jambi. Supervised by TANIA JUNE Wind affects growth, development, and crops production through exchange of heat, CO2 , and momentum between the surface canopy and the atmosphere. The occurrence of chaotic airflow or perturbations of direction and wind speed is called turbulence. Data analysis conducted at two separated oil plantation sites, i.e in Pompa Air village (2.5 years old of oil palm) and in PT. Perkebunan Nusantara VI, Jambi (10.5 years old of oil palm) to determine of turbulence intensity above the surface. Calculation and analysis generate the roughness parameters, i.e. zero plane displacement (d), roughness length (zo) and friction velocity (u*) increase with the rise of the age of plants. The value of roughness parameter that is d, zo and u* at Pompa Air village plantation is 1.67 m, 0.0004 m and 0.03 m/s lower than in PTPN VI that is 7 m , 0.03 m and 0.08 m/s. Roughness paramtere and atmospheric stability parameters (Ri) is the main aspect controlling the turbulence. Generally, in unstable atmospheric condition, surface heating process by short wave radiation generates bouyancy reaching its peak at mid-day (12 am – 2 pm). Diurnal variation of atmospheric stability in PTPN VI showed that steady period longer than in Pompa Air village and positively correlatted with the turbulence. Turbulence intensity is the ratio between the standard deviation of wind speed with an average wind speed at a certain height. Then the amount of turbulence intensity measured at the Pompa Air village plantation lower than the PTPN VI plantation. Diurnal variation of turbulence intensity on the Pompa Air village plantation in a row with the height that is equal to 0.5, 0.64 and 0.68, lower than above the canopy of the PTPN VI plantation respectively of the height is 0.89, 0.97, 0.98 . Turbulence intensity values tend to increase with the height. It can be conclude that turbulence intensity more effective in PTPN VI then Pompa Air village plantation, expected that physiological processes of plants can be held optimum, and also development and growth of plants would be better. Keywords : friction velocity, surface length, turbulence intensity, zero plane displacement.
roughness,
roughness
ANALISIS INTENSITAS TURBULENSI DUA WILAYAH PERTANAMAN KELAPA SAWIT DENGAN UMUR YANG BERBEDA (Wilayah Kajian Perkebunan Pompa Air dan PTPN VI Jambi)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Analisa Intensitas Turbulensi di Dua Lokasi Perkebunan Sawit dengan Umur Berbeda (Studi Kasus: Desa Pompa Air dan PTPN VI, Jambi). Karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini, khususnya penulis sampaikan kepada : 1. Ibu Dr. Ir Tania June M.Sc selaku dosen pembimbing saya dan juga kepala departemen atas tangan dinginnya menyokong dan memberi saran serta masukan secara berkelanjutan sehingga penulisan skripsi berjalan dengan lancar. 2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati dan Bapak Dr. Ir. Sobri E selaku dosen serta penguji atas segala saran, kritikan dan segala masukan lainnya sehingga penulis mendapat ilmu untuk lebih efektif dalam penulisan. 3. Segenap staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi yang turut memberikan bimbingan, arahan, nasehat, serta ilmu yang bermanfaat. 4. Kedua orang tua yaitu ayahanda L. Sinaga dan ibunda M. Simarmata serta seluruh keluarga yang tidak pernah lupa untuk memberikan kata-kata terindah dan kalimat doa setiap saat serta memberikan semangat kepada penulis. 5. Teman-teman seperjuangan yang selalu ada mendukung dan membantu secara langsung yaitu seluruh member JEJAKA (Alvin, Taufik, Radini, Okem, Erwin) dan seluruh member wisma Baristar. 6. Teman-teman GFM 48 yang telah memberikan dukungan dan semangat serta persahabatan yang indah; juga untuk kakak-kakak GFM 47, adik-adik GFM 49 dan GFM 50. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, semoga menjadi pelajaran untuk kedepannya semakin baik lagi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terimakasih
Bogor, September 2015 Hendra Yoni Sinaga
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
METODE
4
Waktu dan Tempat
4
Alat dan Data Penelitian
4
Prosedur Analisis Data
5
Analisis Karakteristik Mikrometeorologi
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
8
Stabilitas Atmosfer
8
Karakteristik Mikrometeorologi di Atas Perkebunan Kelapa Sawit Kecepatan Angin
10 13
Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Implikasinya pada Profil Kecepatan Angin 17 Intensitas Turbulensi diatas Pertanaman Kelapa Sawit
18
Hubungan Kecepatan Angin dengan Intensitas Turbulensi
19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
22 22
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL 1 Stabilitas atmosfer di wilayah perkebunan desa Pompa air dan PTPN VI Jambi 2 Nilai parameter kekasapan yang meliputi d, z₀, dan u* di kedua lokasi penelitian 3 Nilai rata-rata Intensitas turbulensi pada perkebunan desa Pompa Air dan PTPN VI
10 18 21
DAFTAR GAMBAR 1 Ilustrasi pemasangan sensor pada mini tower di perkebunan desa Pompa air (a) dan PTPN VI (b) 2 Sebaran nilai Richardson pada perkebunan desa Pompa Air (a) dan PTPN VI (b) 3 Variasi diurnal rata-rata sebaran suhu udara di atas kanopi perkebunan kelasa sawit umur 2.5 tahun Pompa Air (a), serta umur 10.5 tahun PTPN VI (b) 4 Variasi diurnal rata-rata sebaran suhu udara pada seluruh ketinggian di atas kanopi perkebunan kelapa sawit umur 2.5 tahun (Pompa Air) serta perkebunan umur 10.5 tahun (PTPN VI) 5 Kontur profil suhu secara vertikal di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air (a) dan PTPN VI Jambi (b) 6 Profil angin di atas permukaan tanaman pendek (atas) dan tanaman tinggi (bawah) (merujuk dari Gardiner 2004). 7 Hubungan kekasapan permukaan dan kestabilan atmosfer pada profil kecepatan angin di perkebunan desa Pompa Air (a) dan PTPN VI (b) hasil olahan 8 Profil kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit PTPN VI Jambi desa Pompa Air (a) dan desa Pompa Air (b) 9 Kontur profil kecepatan angin secara vertikal di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air (a) dan PTPN VI Jambi (b) 10 Penentuan panjang kekasapan (Zo) dan kecepatan kasap (u*) pada perkebunan umur 2.5 tahun (desa Pompa air) dan umur 10.5 tahun (PTPN VI) 11 Variasi nilai intensitas turbulensi terhadap ketinggian di atas perkebunan desa Pompa Air dan PTPN VI Jambi. 12 Korelasi profil kecepatan angin dan Intensitas Turbulensi di atas perkebunan kelapa sawit PTPN VI Jambi sa Pompa Air (a) dan desa Pompa Air (b) 13 Profil varians atau standar deviasi kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air (a) dan PTPN VI Jambi 14 Profil kecepatan angin rata-rata seluruh ketinggian di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air dan PTPN VI Jambi
5 9
10
11 12 14
14 15 16
17 18
19 20 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Rata-rata (per jam) kecepatan angin dan suhu udara Perkebunan Pompa Air, Jambi 2 Rata-rata (per jam) kecepatan angin dan suhu udara Perkebunan PTPN VI Jambi 3 Contoh Perhitungan 4. Daftar Konstanta 5. Daftar Simbol
26 27 28 29 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditas yang mempunyai peran cukup strategis dalam perekonomian Indonesia. Pertama, minyak sawit merupakan bahan baku utama munyak goreng sehingga pasokan yang berkelanjutan ikut menjaga kestabilan harga minyak goreng tersebut. Hal ini penting sebab minyak goreng merupakan satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat. Kedua, sebagai salah satu komoditi pertanian andalan ekspor non migas yang mempunyai prospek cerah baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak. Ketiga, dalam proses produksi pengolahannya juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan seakaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Soetris dan Winahyu 1991). Melihat ketiga fungsi ini maka peningkatan luas wilayah kelapa sawit semakin besar dan meningkat. Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2014), dari tahun 2011 hingga 2012 Indonesia telah mengalami peningkatan luas total area perkebunan kelapa sawit hingga 6.45 %, dimana wilayah Sumatera dan Kalimantan menjadi penyumbang terbesarnya. Menjadi perhatian penting ketika terjadi peningkatan luas area sawit, maka perlu dianalisa bagaimana sebenarnya pengaruhnya terhadap kodisi lingkungan sekitar maupun di dalamnya. Karakteristik kanopi sawit yang tegak dan tersusun rapi membentuk pola mikrometeorologi yang layak untuk dikaji secara lebih mendalam termasuk variabilitas kecepatan angin, suhu, kelembaban relatif (RH), turbulensi dan komponen pembentuknya. Mikrometeorologi merupakan ilmu yang mempelajari fenomena yang terjadi pada lapisan udara paling dekat dengan permukaan (Sutton 1953; Arya 2001). Oleh karena itu, dengan menggunakan metode mikrometerologi, turbulensi dari salah satu permukaan dapat dihitung, yang kemudian bermanfaat untuk menentukan proses pertukaran momentum, massa dan juga energi. Turbulensi merupakan aliran udara yang tidak beraturan yang berlangsung setiap saat serta berperan penting dalam proses-proses pemindahan seperti pemindahan energi, uap air, serta gas (CO2 ). Adanya turbulensi yaitu diakibatkan oleh adanya gradien kecepatan angin, halangan angin seperti cabang, daun, tangkai, bangunan dan adanya perbedaan kerapatan udara (Rosenberg 1974). Besarnya turbulensi bergantung pada kecepatan aliran udara, stratifikasi suhu, dan gradien suhu antara permukaan dan udara. Pada keadaan lapse rate turbulensi akan dipicu. Oleh sebab itu kajian mikrometeorologi yaitu Intensitas turbulensi penting dilakukan guna melihat pengaruhnya terhadap kondisi iklim di atas kanopi sawit seperti kelembaban, temperatur, kecepatan angin, hingga prosesproses lainnya. Kemudian lebih jauh lagi dapat dilihat juga bagaimana peranan intensitas turbulensi di antara dua pertanaman sawit yang berbeda umurnya hingga kontribusinya terhadap pertumbuhan atau perkembangan tanaman sawit tersebut.
2 Tujuan Penelitian 1. Mempelajari karakteristik turbulensi yang terjadi di atas permukaan kanopi kelapa sawit. 2. Mempelajari implikasi stabilitas atmosfer terhadap intensitas turbulensi di atas kanopi kelapa sawit. 3. Memahami secara deskriptif pengaruh intensitas turbulensi terhadap peroses-proses fisiologi kelapa sawit (penggunaan air, transfer CO2 ).
TINJAUAN PUSTAKA Turbulensi merupakan gerakan udara yang kompleks, tidak teratur, dan sulit untuk diprediksi (Blackadar 2000). Turbulensi dapat didefinisikan sebagai gerakan cepat serta tidak beraturan akibat olakan udara (eddy) yang terjadi di udara. Definisi turbulensi menurut International Civillian Aviation Organization (ICAO) adalah perubahan percepatan gravitasi (g) secara cepat dalam kurun waktu tertentu. Turbulensi terjadi diakibatkan oleh ketidakstabilan dinamis dan termal. Ketidakstabilan dinamis adalah terutama karena angin geser atau wind shear. Turbulensi yang disebabkan oleh wind shear muncul di permukaan antara suatu volume udara dengan kecepatan angin yang berbeda sehingga u/z ≠ 0. Jenis Turbulensi Pada ilmu Meteorologi, jenis-jenis turbulensi dapat dibedakan berdasarkan penyebab turbulensi (Anonim 2000) tersebut yaitu: 1. Turbulensi Termal Turbulensi ini terjadi akibat adanya pemanasan oleh radiasi matahari disebabkan oleh faktor penutupan permukaan. Pemanasan permukaan menyebabkan naiknya udara ke atas, kemudian jika dua penutupan permukaan yang berbeda misalnya vegetasi dan aspal berada berdekatan maka akan memiliki turbulensi termal tinggi. Keadaan ini cenderung terjadi saat angin di siang hari sedikit, hal ini berpeluang membuat kondisi atmosfer tidak stabil (unstable lapse-rate). Turbulensi ini juga terjadi dipicu oleh kondisi suatu kawasan yang mengalami pemanasan tinggi serta memiliki RH rendah. 2. Turbulensi Konvektif Turbulensi ini terjadi akibat awan konvektif, yang pada awalnya telah mengalami turbulensi termal. Di dalam awan ini terjadi turbulensi yang besar terutama saat terjadi hujan dan badai guntur. 3. Turbulensi Mekanik
3 Penyebab utama terjadinya turbulensi ini adalah adanya gesekan antara angin dengan pemukaan bumi. Turbulensi jenis ini sering terjadi di daerah dekat pegunungan karena permukaan bumi yang tidak rata menyebabkan pergolakan saat angin melalui pegunungan tersebut. Turbulensi jenis ini biasanya terjadi hingga ketinggian 40.000 kaki atau sekitar 13.3 km. 4. Clear Air Turbulence (CAT) Turbulensi ini sulit untuk diprediksi waktu kejadiannya karena cenderung terjadi pada saat kondisi cuaca dan udara yang cerah. Sedikit berbeda dengan turbulensi akibat awan-awan konvektif yang memang terjadi turbulensi di dalamnya. Itulah mengapa analisis mengenai jenis turbulensi ini mendapat perhatian khusus dari berbagai peneliti di bidang meteorologi. CAT disebabkan oleh angin potong (wind shear), jet stream dan atau Gelombang Lee (Lee Wave). Gelombang Lee adalah suatu gelombang udara yang terbentuk akibat angin melewati gunung sehingga terjadi perputaran udara. Proses, Pengaruh Stabilitas Atmosfer dan Fungsi Turbulensi Semua jenis hambatan akan menyebabkan defleksi aliran udara. Halangan atau kekasapan yang ada dapat berupa densitas pertanaman, bangunan atau pun pepohonan hutan yang pada keseluruhannya akan mempengaruhi aliran udara. Gangguan kecepatan aliran udara ini selain oleh gesekan dengan aliran udara disebakan juga oleh bouyancy (Arya 2001). Kedua mekanisme tersebut menentukan besar kecilnya energi pembentuk turbulensi (TKE) di atas permukaan kasap yang kemudian akan menjadi energi pembentuk turbulensi itu sendiri. Stabilitas atmosfer mempunyai peranan atau pengaruh terhadap pembentukan turbulensi. Menurut Stull (2000), pada saat kondisi tidak stabil atau pada siang hari, selain disebabkan oleh wind shear dan bouyancy, kekuatan atau intensitas turbulensi diakibatkan juga oleh adveksi massa udara yang membawa energi pembentuk turbulensi dari lokasi lain. Kemudian, angin yang membawa energi ini akan meningkatkan turbulensi di lokasi yang dilaluinya. Di samping itu turbulensi pada dasarnya juga dapat mentransfer energi secara vertikal seperti yang dikatakan dalam Stull (2000). Dengan penambahan dan transfer energi (TKE) akan mempertahankan pembentukan turbulensi. Inilah yang disebut dengan sifat disipatif turbulensi, yang mana energi pembentuk turbulensi akan dikonversi secara berkelanjutan menjadi energi internal untuk mempertahankan gerakan turbulen massa udara (Arya 2000). Pada kondisi stabil, suhu udara akan meningkat berdasarkan ketinggian sehingga gradien suhu akan positif (u/z > 0). Karena densitas udara dingin lebih tinggi dari udara panas maka bouyancy akan bernilai negatif sehingga akan menahan gerakan vertikal yang kemudian menyebabkan tidak adanya konveksi yang terjadi. Ini adalah kondisi yang normal terjadi pada malam hari atau selama musim dingin yaitu ketika radiasi surya rendah sehingga ada energi yang hilang atau berkurang di permukaan yang kemudian menjadi lebih dingin dibandingkan
4 dengan udara di atasnya. Pada kondisi stabil, panas atau energi yang membentuk turbulensi cenderung akan diredam. Kondisi stabilitas atmosfer netral atau mendekati netral menunjukkan bahwa udara tercampur dengan baik sehingga gradien suhu udara potensial mendekati nol, maka kakuatan daya apung akan mendekati nol juga. Hal ini dapat disebabkan oleh kecepatan angin yang tinggi dan langit yang mendung yang mencegah gradien gradien suhu yang signifikan terjadi. Kecepatan angin yang tinggi juga berarti wind shear semakin tinggi pada permukaan yang pada akhirnya menghasilkan produksi turbulensi secara signifikan (Carpman 2011). Turbulensi yang merupakan aliran udara yang tidak beraturan dan berlangsung setiap saat mempunyai peranan atau fungsi dalam proses-proses pemindahan seperti pemindahan energi serta gas (CO2 ). Menurut Chang (1968), laju fotosintesis naik dengan masukan CO2 yang dalam peredarannya lebih banyak diatur oleh turbulensi. Stabilitas Atmosfer / Richardson Number (RI) Stabilitas atmosfer dapat ditentukan secara statis dan dinamis. Stabilitas atmosfer statis hanya ditentukan oleh gradien suhu, sedangkan stabilitas atmosfer dinamis ditentukan oleh gradien suhu maupun kecepatan angin. Stabilitas atmosfer dinamis dapat ditentukan dengan angka Richardson (Richardson Number/Ri). Nilai Ri dicari salah satunya untuk melihat kondisi kestabilan atmosfer. Kestabilan atmosfer dibagi atas tiga kategori menurut bilangan Richardson (𝑅𝑖), stabil (𝑅𝑖 > 0.01), netral (-0.01 ≤ 𝑅𝑖 ≤ 0.01), dan tidak stabil (𝑅𝑖 < -0.01). Pada kondisi lapse kuat (tidak stabil), free forces mendominasi dan Ri bernilai negatif dengan meningkatnya gradien suhu, tetapi peningkatan gradien kecepatan angin diperkecil. Pada kondisi inverse (stabil), Ri bernilai positif dan Ri bernilai mendekati nol pada kondisi netral (Oke 1978).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada dua lokasi yang berbeda, yaitu perkebunan kelapan sawit umur 2.5 tahun di desa Pompa Air, Jambi dengan ketinggian ratarata pertanaman yaitu 2.5 meter dan perkebunan sawit umur 10 tahun di PTPN VI, Jambi dengan ketinggian rata-rata pertanaman 10.5 meter. Kemudian analisis data dilaksanakan dari bulan Februari 2015 sampai bulan Mei 2015 bertempat di laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Data Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi dengan software (perangkat lunak) Microsoft Office 2010, Microsoft Excel 2010, Surfer 10.
5 Pengukuran suhu udara, arah dan kecepatan angin di wilayah kajian dilakukan dengan terlebih dahulu mendirikan mini tower di dua lokasi penelitian. Data yang digunakan adalah data suhu udara dan kecepatan angin. Untuk lokasi perkebunan desa Pompa Air menggunakan data pada periode tanggal 1 Juli 20136 Februari tahun 2014 dengan menggunakan 4 buah anemometer, 4 buah sensor suhu yang dipasang pada ketinggian logaritmik 2.4 meter, 3.15 meter, 4.14 meter dan 5.8 meter serta satu sensor arah angin / windvane pada ketinggian puncak 5.8 meter. Data pada lokasi perkebunan PTPN VI Jambi yaitu pertanggal 3 Maret 2014 hingga 3 Oktober 2014. Pada lokasi ini terdapat 3 anemometer dan 3 sensor suhu serta windvane yang diletakkan pada ketinggian berturut-turut 13 meter, 15.4 meter, 21.7 meter. Ilustrasi pemasangan sensor pada kedua lokasi dapat ditunjukkan oleh gambar 1 berikut :
(a) (b) Gambar 1 Ilustrasi pemasangan sensor pada mini tower di perkebunan desa Pompa Air (a) dan PTPN VI (b)
Prosedur Analisis Data Analisis Karakteristik Mikrometeorologi Persiapan Data Variasi diurnal profil parameter Meteorologi di kedua lokasi penelitian meliputi kecepatan angin dan suhu udara diperoleh dengan melakukan plotting data rata-rata per jamnya terhadap waktu. Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum plotting data yaitu filtering data. Pada penelitian ini, data arah angin yang digunakan yaitu hanya yang berasal dari arah barat yang mana harus memenuhi persyaratan fetch terlebih dahulu. Proses ini menjadi sangat penting dilakukan
6 karena data yang tidak memenuhi persyaratan fetch dapat menunjukkan penyimpangan karakteristik sebenarnya dari wilayah yang di teliti. Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer dapat ditentukan secara statis dan dinamis. Stabilitas atmosfer statis hanya ditentukan oleh gradien suhu, sedangkan stabilitas atmosfer dinamis ditentukan oleh gradien suhu maupun kecepatan angin. Stabilitas atmosfer dinamis dapat ditentukan dengan angka Richardson (Richardson Number/Ri). Nilai Ri dicari salah satunya untuk melihat kondisi kestabilan atmosfer. Kestabilan atmosfer dibagi atas tiga kategori menurut bilangan Richardson (𝑅𝑖), stabil (𝑅𝑖 > 0.01), netral (-0.01 ≤ 𝑅𝑖 ≤ 0.01), dan tidak stabil (𝑅𝑖 < -0.01). Pada kondisi lapse kuat (tidak stabil), free forces mendominasi dan Ri bernilai negatif dengan meningkatnya gradien suhu, tetapi peningkatan gradien kecepatan angin diperkecil. Pada kondisi inverse (stabil), Ri bernilai positif dan Ri bernilai mendekati nol pada kondisi netral (Oke 1978). Bilangan Richardson dihitung berdasarkan persamaan berikut (Thom 1975; Arya 2001): Ri =
∂θ ) ∂z ∂u 2 T( ) ∂z
𝑔(
(1)
Keterangan : g adalah percepatan gravitasi (9.8 m/s2), θ adalah suhu potensial (K); 𝜃 = 𝑇−𝛤𝑑𝑧, dengan Γd adalah dry adiabatic lapse rate sebesar 0.00976 K/m dan T merupakan suhu absolut (K) pada ketinggian z (m). u= kecepatan angin meriodional (ms-1) v = kecepatan angin (ms-1) z = ketinggian (K) Karakteristik Kekasapan Permukaan Analisis kecepatan angin pada berbagai ketinggian untuk menentukan karakteristik kekasapan hanya dilakukan pada kondisi atmosfer netral. Berdasarkan persamaan logaritmik profil angin tersebut dapat ditentukan parameter zero-plane displacement (d), roughness length (z0) dan friction velocity (u*) (June 2012). 2 d = 3ℎ (2) dimana : h merupakan tinggi tanaman rata-rata (m), 𝑘 𝑙𝑛(𝑧 − 𝑑) = 𝑢∗ 𝑢(𝑧) + 𝑙𝑛𝑧0 (3) Kemudian dapat ditentukan nilai 𝑢∗ , yaitu : ̅𝑘 𝑢 𝑢∗ = 𝑧−𝑑 (4) ln( 𝑧 ) 0
dimana 𝑧: ketinggian pengukuran (m), 𝑢(𝑧): kecepatan angin (m/s) pada ketinggian 𝑧, 𝑘: konstanta Von Karman (0.4), 𝑑: perpindahan bidang nol (m), 𝑢∗: kecepatan kasap (m/s), 𝑧0: panjang kekasapan (m), 𝑑0: initial zero-plane dispalcement (m), ℎ: tinggi rata-rata elemen kekasapan (m)
7 Menghitung Intensitas Turbulensi Turbulensi merupakan gerakan udara yang kompleks, tidak teratur, dan sulit untuk diprediksi (Blackadar 2000). Turbulensi dapat didefinisikan sebagai gerakan cepat serta tidak beraturan akibat olakan udara (eddy) yang terjadi di udara. Definisi turbulensi menurut International Civillian Aviation Organization (ICAO 2007) adalah perubahan percepatan gravitasi (g) secara cepat dalam kurun waktu tertentu. Intensitas turbulensi merupakan perbandingan perturbasi kecepatan angin dari nilai rata-ratanya. Profil intensitas turbulen baik di atas kanopi maupun dibawah kanopi mempunyai fungsi logaritmik seperti rumus dibawah ini (Plate dan Quarishi 1965; Monteith 1973, Zoomakis 1995). Persamaan untuk mencari nilai Turbulence intensities (TI) adalah : TI =
𝜎𝑢 ̅ 𝒖
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑐𝑒
= 𝑢 𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 (tanpa dimensi)
(5)
(6) 𝜎𝑢 = √∑𝑛𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝜇)2 /𝑛 u = kecepatan angin (m/s) Untuk kondisi atmosfer stabil, standar deviasi kecepatan angin pada lapisan perbatas dengan ketebalan ℎ bervariasi terhadap ketinggian 𝑧 dengan persamaan berikut (Stull 2000): 𝜎𝑢 = 2𝑢∗[1−(𝑧/ℎ)]3/4 (7) sedangkan pada kondisi netral: 𝜎𝑢 = 2.5𝑢∗(−1.5×𝑧/ℎ) (8) dan pada kondisi tidak stabil, dengan ketebalan lapisan perbatas 𝑧𝑖 nilai standar deviasi bervariasi terhadap ketinggian 𝑧 sebagai berikut: 𝜎𝑢 = 0.11𝑊𝐵 (𝑧/𝑧𝑖)1/3[1−0.7(𝑧/𝑧𝑖)] (9) 𝑊𝐵 = [
dimana
|𝑔|𝑍𝑖
Ɵ𝑣 𝑀𝐿
𝑊∗ = [
1
(Ɵ𝑣 𝑆𝑓𝑐 − Ɵ𝑣 𝑀𝐿]2 |𝑔|𝑧𝑖 𝑇𝑣
(
𝑄𝐻
𝐶𝑝 𝜌
)]
(10) (11)
dimana 𝑊𝐵 = (1/0.08) w, 𝑔 adalah percepatan gravitasi, Ɵ𝑣 𝑀𝐿 dan 𝑇𝑣 adalah suhu potensial virtual dan suhu virtual pada mixed layer, Ɵ𝑣 𝑆𝑓𝑐 adalah suhupermukaan virtual, 𝑄𝐻 merupakan transfer bahang terasa (W/m2), dan 𝐶𝑝 adalah panas spesifik pada tekanan konstan sebesar 1004.2 J/(kg K), 𝑧𝑖 adalah ketebalan mixing layer. 𝑍𝑖2 = △Ɵ
2𝑄𝐴𝐾
(12)
△Ɵ △𝑧
dimana △𝑧 adalah gradien suhu potensial terhadap ketinggian (lapse rate) (K/m), 𝑄𝐴𝐾 adalah pemanasan komulatif yang dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 𝑄𝐴𝐾 =
𝑄𝐻𝑚𝑎𝑥 𝐷 πρ𝐶𝑝
πt
[1 − cos ( 𝐷 )]
(13)
8 Plotting data Analisa Statistika Secara Desktiptif dan Deduktif. Analisis data diartikan sebagai upaya mengolah data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau sifat-sifat data tersebut dapat dengan mudah dipahami dan bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan penelitian. Fungsi analisis deskriptif adalah untuk memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh. Gambaran umum ini bisa menjadi acuan untuk melihat karakteristik data yang kita peroleh. Kemudian metode deduktif, yaitu suatu metode berdasarkan pemikiran logika dan diterima umum dalam rangka pengambilan keputusan dari fakta yang sedang diamati, kemudian memberikan saran atas dasar kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Perkebunan desa Pompa Air dan PTPN VI berlokasi di provinsi Jambi. Provinsi Jambi adalah sebuah provinsi yang terletak di pesisir timur bagian tengah pulau Sumatera. Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0.45º Lintang Utara, 2.45º Lintang Selatan dan antara 101.10º – 104.55º Bujur Timur. Kondisi iklim provinsi Jambi bertipe A (Schmidt and Ferguson) dengan curah hujan rata-rata 119 mm sampai 371.5 mm per tahun. Suhu maksimum sebesar 31°C. Sebagaimana wilayah timur pulau Sumatera lainnya musim hujan di Provinsi Jambi terjadi pada bulan Oktober sampai dengan April dan musim kemarau dari bulan Mei sampai September. Untuk wilayah perkebunan desa Pompa Air, kabupaten Batang Hari, suhu rata-rata yaitu 26.5ºC dan tertinggi yaitu 32.7ºC (Dephut Jambi, 2013).
Stabilitas Atmosfer Stabilitas atmosfer pada suatu permukaan merupakan kecenderungan atmosfer dalam menahan gerakan vertikal udara atau pun turbulensi. Kecenderungan ini juga berpengaruh terhadap kemampuan atmosfer dalam mendispersikan polutan. Stabilitas atmosfer dinamis ditentukan dengan angka Richardson (Ri). Berdasarkan angka Ri tersebut maka dapat ditentukan 3 kategori kestabilan atmosfer yaitu netral (Ri ± 0.01), stabil (Ri positif) dan tidak stabil (Ri negatif). Berdasarkan hasil perhitungan stabilitas atmosfer di perkebunan desa Pompa Air (a) dan PTPN VI (b) adalah netral, stabil dan tidak stabil. Namun untuk stabilitas atmosfer netral tingkat kejadiannya sangat rendah yaitu hanya sekitar 1 % dari total data 10 menitan hasil pengolahan stabilitas atmosfer. Meskipun data pada stabilitas atmosfer netral tergolong sedikit, data pada kondisi tersebut juga turut digunakan untuk menentukan parameter karakteristik kekasapan permukaan. Hal itu dikarenakan stabilitas atmosfer netral profil anginnya logaritmik dan juga tidak
9 adanya pengaruh bouyancy, sehingga hanya ada pengaruh dari karakteristik permukaan saja (Suciatiningsih 2013). Pagi hari
Siang hari
Malam hari
2.767
Nilai Ri
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 -0,5 0 -1
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
-0.699 Waktu (Jam) (a) Pagi hari
Siang hari
Malam hari
nilai Ri
3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 -0,5 0 -1
0.158 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
-0.737 Waktu (Jam)
(b) Gambar 2 Sebaran nilai Richardson pada perkebunan desa Pompa Air (a) dan PTPN VI (b). Berdasarkan Gambar 2, atmosfer stabil terjadi pada pagi hari pukul 06.00, sedangkan atmosfer tidak stabil terjadi pada siang hari sekitar pukul 14.00 dan sore hari pada pukul 17.00. Menurut penelitian oleh Suciatiningsih (2013) secara umum stabilitas atmosfer stabil lebih banyak terjadi pada periode hujan, sedangkan stabilitas atmosfer tidak stabil terjadi pada periode kemarau. Gambar 2 a yang mana pengukuran dilakukan pada bulan Juli hingga Februari bahwa stabilitas atmosfer lebih banyak menunjukkan kondisi stabil pada periode hujan (perkebunan desa Pompa Air). Kondisi stabil pada diatas kanopi perkebunan ini dimulai dari pukul 17.00 hingga 06.00 pagi hari atau sekitar 14 jam, dan kondisi tidak stabil sebanyak 10 jam yaitu pada menjelang siang hari sampai sore hari. Kondisi netral atau mendekati netral terjadi sangat singkat periode waktu nya yaitu sekitar pukul 05.00 pagi. Berbeda dengan kondisi stabilitas di atas kanopi perkebunan PTPN VI yang mana kondisi stabil lebih sedikit dibandingkan dengan tidak stabil. Kondisi stabil dimulai dari pukul 18.00 hingga pukul 05.00 pagi. Kondisi tidak stabil yaitu pada pukul 05.00 hingga 17.00.
10 Kondisi netral atau mendekati netral pada perkebunan ini terjadi pada sekitar pukul 04.00 hingga 05.00 pagi. Nilai Richardson tertinggi pada pengamatan di Pompa Air yaitu 2.76 sedangkan terendah yaitu -0.699. Kemudian untuk wilayah perkebunan PTPN VI nilai Richardson tertinggi yaitu 0.158 dan terendah yaitu 0.737. Pada dasarnya, pada periode hujan radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan berkurang karena banyaknya awan yang menyerap dan memantulkan. Hal ini menyebabkan semakin berkurangnya pemanasan oleh radiasi matahari dan permukaan bumi mengalami pendinginan. Hal ini mengakibatkan kerapatan udara semakin rapat, menyebabkan parsel udara yang pada awalnya naik menjadi turun kembali. Kondisi stabil ini cenderung mengalami inversi suhu yang besar, peningkatan gradien angin, dan tidak terjadi olakan secara vertikal. Sebaliknya Pada periode kemarau, permukaan bumi lebih intensif menerima radiasi matahari, sehingga parsel udara mengembang. Hal ini mengakibatkan kerapatannya semakin merenggang, sehingga menyebabkan parsel udara akan naik hingga batas ketinggian tertentu. Kondisi tidak stabil ini terjadi olakan secara vertikal, sehingga sangat efektif terjadinya percampuran bahang antar lapisan di atasnya (Suciatiningsih 2013). Tabel 1 Stabilitas atmosfer di wilayah perkebunan desa Pompa Air dan PTPN VI Jambi Pukul Desa Pompa Air PTPN VI Kisaran Ri Kriteria Kisaran Ri Kriteria Pukul 07.00 0.04 s.d. Stabil 0.07 s.d. Stabil 2.72 0.83 Pukul 14.00 -0.98 s.d Tidak stabil -0.73 s.d. Tidak stabil -0.04 -0.089 Pukul 18.00 0.18 s.d. 1.1 Stabil -0.079 s.d. Tidak Stabil -0.035 Stabilitas rata0.03 s.d. stabil -0.7 s.d. Tidak stabil rata 1.52 -0.03
Karakteristik Mikrometeorologi di Atas Perkebunan Kelapa Sawit Suhu udara Gambar 3 menunjukkan kondisi variasi diurnal iklim mikro di area perkebunan kelapa sawit desa Pompa Air (umur tanaman 2.5 tahun) dan PTPN VI Jambi (umur tanaman 12 tahun). Ketinggian pertanaman sawit di desa Pompa air yaitu 2.5 meter dan PTPN VI yaitu 10.5 meter. Suhu udara diurnal pada Gambar 3 menunjukkan variasi dari waktu ke waktu. Dapat dilihat bahwa dari pagi hingga tengah hari, pemanasan udara diatas perkebunan umur 10.5 tahun atau di perkebunan PTPN VI lebih cepat dibandingkan di perkebunan desa Pompa Air. Hal ini dapat dikarenakan proses pencampuran massa udara dekat permukaan kanopi yang lebih efektif pada pertanaman umur 10.5 tahun karena intensitas
11 turbulensinya yang lebih tinggi. Turbulensi yang terbentuk erat kaitannya dengan tingkat kekasapan permukaan. Kemudian persis pada siang hari pukul 12.00 hingga 14.00 suhu udara pada pertanaman dengan tinggi 10.5 meter lebih kecil dibandingkan dengan suhu udara pada pertanaman dengan tinggi 2.5 meter. Hal itu terjadi karena berdasarkan teori, suhu udara akan semakin menurun dengan bertambahnya ketinggian. Namun dengan adanya turbulensi sering kali perbedaan dengan ketinggian menjadi sangat kecil dan tidak terdeteksi oleh sensor pada pengukuran sesaat. Variasi suhu diurnal pada daerah tropis tidak begitu bervariasi. Sebelum suhu maksimum, radiasi surya datang masih lebih besar daripada radiasi keluar berupa pantulan gelombang pendek dan pancaran radiasi bumi berupa radiasi gelombang panjang (radiasi netto positif). Pemanasan udara berlangsung terus hingga suhu maksimum tercapai pada pukul 14.00. Terjadi keterlambaan waktu (time lag) antara radiasi surya maksimum dan suhu maksimum. Suhu akan terus menurun, dan mencapai minimum pada pagi hari (sekitar 04.00). pada penelitian ini suhu mulai naik tepatnya pada pukul 06.00 sampai pukul 12.00. Perubahan suhu udara berdasarkan ketinggian alat pengukur menunjukkan bahwa suhu udara pada ketinggian yang lebih besar yaitu di PTPN VI lebih tinggi pada pukul 00.00 hingga 06.00. Hal ini disebabkan karena penerimaan bahang oleh permukaan menyebabkan suhu dipermukaan akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di lapisan atasnya. Pada Gambar 3 dengan jelas terlihat bahwa pada penerimaan bahang yaitu mulai dari pukul 10.00 hingga 13.00 dan nenghasilkan suhu udara di PTPN lebih rendah dibandingkan dengan suhu di perkebunan desa Pompa Air. Kemudian pada malam hari kondisi berbalik, yang mana suhu di PTPN VI lebih tinggi di bandingkan Pompa Air, hal ini dikarenakan pelepasan bahang oleh pertanaman yang tinggi lebih kecil dibandingkan tanaman yang pendek. 33
31
31
Suhu udara (̊C)
suhu udara (̊C)
33
29
29
27
27
25
25
23
23
21
21 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22
waktu (jam)
T; Z = 2.4 m T; z = 4.14 m
T; z = 3.15 m T; z = 5.8 m
0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu (jam)
U pada Z = 13 meter U pada Z = 15.4 U pada Z = 21.7
(a) (b) Gambar 3 Variasi diurnal rata-rata sebaran suhu udara di atas kanopi perkebunan kelapa sawit umur 2.5 tahun Pompa Air (a), serta perkebunan umur 10.5 tahun PTPN VI (b)
12 34
Suhu (C)
32 30 28 26 24 22 20 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
waktu (jam) Pompa Air PTPN VI Gambar 4
Variasi diurnal rata-rata sebaran suhu udara pada seluruh ketinggian di atas kanopi perkebunan kelapa sawit umur 2.5 tahun (Pompa Air) serta perkebunan umur 10.5 tahun (PTPN VI)
(a)
(b) Gambar 5 Gambar kontur profil suhu secara vertikal di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air (a) dan PTPN VI Jambi (b).
13 Gambar 4 di atas menunjukkan kenaikan suhu berdasarkan waktu. Menjelang siang hari, suhu udara akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena pemanasan secara intensif oleh radiasi surya ke permuaan bumi. Di kedua lokasi penelitian, terlihat dengan jelas bahwa pada siang hari sekitar pukul 10.00 hingga 13.00 yaitu kontur dengan warna merah, suhu udara menunjukkan nilai tinggi mencapai hingga 31.5 - 32ᵒC. Pada perkebunan desa Pompa Air pada sekitar pukul 05.00 pagi terlihat ada kontur terpisah, kondisi ini menunjukkan nilai suhu yang cenderung sama pada beberapa ketinggian pengukuran semantara pada ketinggian dasar pengukuran berbeda.
Kecepatan Angin Profil kecepatan angin menunjukkan hubungan antara kecepatan angin dan ketinggian di atas permukaan (Rosenberg 1974). Kecepatan angin pada suatu ketinggian dapat digunakan untuk menduga kecepatan angin pada ketinggian lainnya (Retnowati 1984). Profil kecepatan angin di kedua lokasi secara umum menunjukkan peningkatan terhadap ketinggian. Sama seperti persebaran suhu diurnal, profil kecepatan angin juga menunjukkan nilai maksimal pada saat siang hari. Menurut Chang (1968), profil angin di atas permukaan yang relatif kasar (misalnya tanaman-tanaman tinggi) berbeda dengan profil angin di atas permukaan yang relatif licin (tanaman-tanaman pendek) (Gambar 6). Gambar 6 menunjukkan pola kecepatan angin dibawah dan diatas kanopi tanaman. Pada gambar tersebut pada tanaman yang tinggi awalnya semakin menuju kanopi terlihat penurunan secara eksponensial kecepatan angin. Kemudian setelah mencapai kanopi dan dipengaruhi oleh kekasapan, terlihat bahwa utamanya tanaman yang tinggi, kecepatan angin disekitar tajuk akan lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan angin diatas tajuk. Hal ini disebabkan oleh kekasapan permukaan yang meliputi dedaunan, ranting dan percabangan yang menahan gerakan angin. Kemudian menuju kebawah lagi kecepatan angin lebih tinggi, hal ini dikarenakan kekasapan permukaan yang mulai berkurang, yang mana batang pohon tidak begitu menahan gerakan angin atau kecepatan angin itu sendiri. Hingga paling kecil dan mendekati nol pada saat kecepatan angin disekitar permukaan tanah. Tingkat kekasapan memberikan pengaruh pada profil vertikal kecepatan angin. Kecepatan angin meningkat secara logaritmik terhadap ketinggian, dan mendekati nol di dekat permukaan. Profil kecepatan angin di perkebunan Desa Pompa Air melihat profil kecepatan angin pada Gambar 7 lebih kecil dibandingkan dengan profil kecepatan angin di PTPN VI Jambi. Hal ini dikarenakan ketinggian tanaman di desa Pompa Air yang lebih kecil dibandingkan dengan ketinggian pertanaman di PTPN VI. Sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin menuju ketinggian tertentu kecepatan angin pun akan semakin tinggi.
14
Gambar 6 Profil angin di atas permukaan tanaman pendek (atas) dan tanaman tinggi (bawah) (merujuk dari Gardiner 2004).
zo=0.004m d = 1.667 m
Ketinggian (m)
25 20 15 10 5
zo = 0.032m d=7m
0 -0,3
0,2 stabil
0,7
1,2
1,7
2,2
Kecepatan angin (m/s) tidak stabil
netral
(a) (b) Gambar 7 Hubungan kekasapan permukaan dan kestabilan atmosfer pada profil kecepatan angin di perkebunan desa Pompa Air (a) dan PTPN VI (b) hasil olahan. Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa pada wilayah perkebunan desa Pompa Air kecepatan angin di kondisi tidak stabil lebih tinggi dibandingkan kondisi netral dan stabil. Hal ini dikarenakan pada kondisi stabil, atmosfer mengalami pendinginan dan lebih mampat sehingga mengakibatkan shear stress yang lebih besar dibandingkan pada saat kondisi tidak stabil dan netral. Begitu juga hal nya dengan kondisi profil angin diPTPN VI Pada umumnya semakin tinggi shear stress mengakibatkan semakin besar pergerakan massa udara yang mengalami reduksi. Menurut Paulson (1970) pada kondisi netral yang mana
15 gradien suhu terhadap ketinggian relatif kecil dan densitas massa udara cenderung seragam, variasi kecepatan angin secara vertikal merupakan implikasi dari karakteristik kekasapan itu sendiri.
Kecepatan Angin (m/s)
2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
2
4
6
z = 13 m
8
10
12
14
16
Waktu tim(Jam) z = 15.4 m (a)
18
20
22
z = 21.7 m
Kecepatan Angin (m/s)
2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
5
10
15
20
Waktu(Jam) z = 2.4 m z = 3.15 m z = 4.14 m z = 5.8 m (b) Gambar 8 Profil kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit PTPN VI Jambi desa Pompa Air (a) dan desa Pompa Air (b). Kondisi kecepatan angin diurnal bervariasi dari waktu ke waktu. Gambar 8 menunjukkan distribusi kecepatan angin pada ketinggian 5.8 meter lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan angin pada ketinggian 2.4 meter dan 4.14 meter. Begitu juga dengan distribusi kecepatan angin pada pertanaman umur 10.5 tahun. Pada pertanaman ini pengukuran di ketinggian 21.7 meter lebih besar dibandingkan dengan ketinggian 13 meter dan 15.4 meter. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan angin meningkat secara eksponensial terhadap ketinggian. Dapat dikatakan bahwa semakin jauh dari permukaan, maka kecepatan angin akan semakin tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh parameter kekasapan permukaannya. Adapun permukaan yang kasar akan mengakibatkan kecepatan angin berkurang atau menjadi kecil karena dipengaruhi oleh gaya gesek yang cukup besar. Pada umumnya gaya gesek ini akan memperlambat gerakan udara karena gaya gesek
16 bekerja dengan arah yang berlawanan dengan arah gerak udara tersebut dalam hal ini adalah angin, sehingga dengan bertambahnya ketinggian menyebabkan gaya gesek semakin berkurang dan berimplikasi pada kecepatan angin yang akan meningkat. Kecepatan angin diurnal mengalami fluktasi setiap waktu. Kecepatan angin akan meningkat seiring dengan radiasi matahari yang masuk ke permukaan. Pada siang hari, intensitas radiasi matahari yang sampai pada permukaan akan mempengaruhi peningkatan suhu udara, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan angin di permukaan itu sendiri. Berdasarkan waktu, pada saat pagi hari kecepatan angin relatif rendah, menjelang siang hari hingga sore hari kecepatan angin akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada periode ini (Gambar 8). Hal tersebut dipengaruhi oleh intensitas
(a)
Gambar 9
(b) Gambar kontur profil kecepatan angin secara vertikal di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air (a) dan PTPN VI Jambi (b)
Pada Gambar 9 juga menunjukkan kontur dari profil kecepan angin di kedua lokasi. Terlihat pada profil kontur kecepatan angin di desa Pompa Air (a) menunjukkan bahwa pada pagi hari hingga kira-kira pukul 07.00 pagi kecepatan angin masih kecil sekitar 0.4 hingga 0.9 m/s. Kemudian berlanjut pada menjelang siang hari hingga sore hari kecepatan angin semakin tinggi dan mencapai puncaknya pada periode pukul 11.00 hinga 14.00 dan semakin ke ketinggian puncak akan semakin besar pula. Pada pertanamanan umur 10.5 tahun perkebunan
17 PTPN VI (b) juga menunjukkan kondisi kontur profil yang sama. Yang berbeda adalah pada pertanaman ini sudah menunjukkan kecepatan angin yang lebih tinggi. Pada dini hari hingga pagi hari kecepatan angin sudah mencapai 0.7 hingga 1.3 m/s di ketinggian tertentu. Hal ini dikarenakan ketinggian pengukuran yang besar. Sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa angin meningkat secara eksponensial terhadap ketinggian, dan juga ketinggian pengukuran di PTPN VI sudah yaitu pada 21.7 meter sudah terbilang jauh dari faktor kekasapan permukaan. Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Implikasinya pada Profil Kecepatan Angin Analisis profil angin dapat digunakan untuk menentukan parameter karakteristik kekasapan permukaan yang diantaranya zero-plane displacement (d), panjang kasap ( 𝑧0 ), dan kecepatan kasap (u*). Perpindahan bidang nol menunjukkan ketinggian kecepatan angin sama dengan nol. Menurut Hayashi (1979), Kotoda and Hayashi (1980), Azevedo and Verma (1986) dalam Kimura et al. (1999), kecepatan angin dan kecepatan kasap mempengaruhi parameter aerodinamik (d dan 𝑧0 ). 9 7 5
ln (z-d)
3 1
-1 0
Pompa Air
ū (m/s) 0,5
1
1,5
2 PTPN VI
-3 -5
Zo = 0.03 m
-7 -9
Zo =0.004 m
Gambar 10 Penentuan panjang kekasapan (Zo) dan kecepatan kasap (u*) pada perkebunan umur 2.5 tahun (desa Pompa air) dan umur 10.5 tahun (PTPN VI) Pada perkebunan desa Pompa Air (umur 2.5 tahun) nilai d terukur diperoleh sebesar 1.67 meter, kemudian 𝑧0 sebesar 0.004 meter. Sedangkan pada perkebunan PTPN VI (10.5 Tahun) diperoleh d sebesar 7 meter dan 𝑧0 sebesar 0.03 meter. Jenis vegetasi berupa pohon biasanya memiliki nilai d yang cenderung naik atau meningkat dengan semakin rapatnya tutupan kanopi dan juga tinggi tegakan. Menurut Chang (1968) dalam June (1987) parameter perpindahan bidang nol (d) sebagai fungsi dari densitas, tinggi tajuk, dan kondisi mekanik tegakan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sudah sesuai, yang mana pada perkebunan dengan tinggi tegakan dan tingkat kerapatan yang besar nilai perpindahan bidang nol (d) juga lebih tinggi dibandingkan pertanaman dengan kerapatan dan tinggi tanaman yang rendah.
18 Tabel 2 Nilai parameter kekasapan yang meliputi d, z₀, dan u* di kedua lokasi penelitian Wilayah
Stabilitas Atmosfer
Desa Pompa Air
Netral
d (m)
z₀ (m)
1.67
u* (m/s)
0.004
0.03
PTPN VI Netral 7 0.03 0.08 Panjang kasap ( 𝑧0 ) hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada pertanaman yang pendek (desa Pompa Air) lebih kecil dibandingkan dengan pertanaman yang lebih tinggi. Kedua nilai ini menunjukkan ketinggian dimana momentum diredam oleh permukaan tajuk. Kecepatan kasap (u*) yang terukur pada kedua lokasi penelitian desa Pompa Air dan PTPN VI masing masing yaitu 0.03 m/s dan 0.08 m/s. Semakin rapat suatu tutupan lahan atau dalam hal ini adalah pertanaman sawit maka akan semakin besar juga nilai kecepatan kasapnya, sama halnya dengan konsep pada perpindahan bidang nol dan 𝑧0 (Alan 2014). Menurut Azevedo dan Verma (1989) dalam Kimura et al. (1999), menyebutkan bahwa angin yang kencang dapat mengurangi besar 𝑧0 terutama pada tanaman yang kurang kokoh (steady) yang mengikuti posisi streamline terhadap gerakan angin. Intensitas Turbulensi diatas Pertanaman Kelapa Sawit Arya (2011) mengatakan bahwa Turbulensi merupakan gejala penyimpangan/perturbasi kecepatan angin dari nilai rata-ratanya. Perturbasi atau penyimpangan itu umumnya disebabkan oleh bouyancy dan juga gaya gesekan antar lapisan udara dengan permukaan atau antar aliran massa udara. Gambar 11 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan intensitas turbulensi seiring dengan menuju ke ketinggian yang lebih besar. Intensitas turbulensi di perkebunan desa Pompa Air secara umum lebih besar dibandingkan dengan intensitas turbulensi di PTPN VI Jambi. Hasil perhitungan intensitas turbulensi pada desa Pompa Air menunjukkan bahwa pengukuran pada ketinggian 5.8 meter lebih tinggi intensitas turbulensinya dinbanding dengan ketinggian 3.15 meter dan juga 4.14 meter. Begitu pula dengan di perkebunan PTPN VI, Intensitas turbulensi yang terukur lebih tinggi pada ketinggian 21.7 meter dibandingkan ketinggian 13 meter dan 15.4 meter.
Ketinggian (meter)
25 20
PA Z = 4.14 m
15
PA Z = 3.15 m PA Z = 5.8 m
10
PTPN Z = 13 m
5
PTPN Z = 15.4 m PTPN Z = 21.7 m
0 0
0,5
1
1,5
Intensitas turbulensi
Gambar 11
Variasi nilai intensitas turbulensi terhadap ketinggian di atas perkebunan desa Pompa Air dan PTPN VI Jambi.
19 Hubungan Kecepatan Angin dengan Intensitas Turbulensi
kecepatan angin (m/s)
Nilai kecepatan angin yang rendah diatas permukaan kasap, shear stress yang terjadi akan menyebabkan lebih besarnya perturbasi atau golakan (turbulensi) dibandingkan kecepatan angin rata-rata tinggi. Pada gambar terlihat bahwa Kecepatan angin diurnal mengalami fluktasi setiap waktu. Kecepatan angin akan meningkat radiasi matahari yang masuk ke permukaan. Pada periode siang hari (II) kecepatan angin tinggi di kedua lokasi. Hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang sampai pada permukaan yang tinggi dan akan mempengaruhi peningkatan suhu udara, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan angin di permukaan itu sendiri. Berdasarkan waktu pada saat pagi hari (I) kecepatan angin relatif rendah, menjelang siang hari hingga sore hari kecepatan angin akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada periode ini (III). Hal tersebut dipengaruhi oleh intensitas radiasi yang masuk ke permukaan paling maksimal pada saat siang hari. I
2
II
III
IV
I
1,5 1 0,5 0 0
5
10
15
20
waktu (jam) z = 2.4 m z = 5.8 m
z = 3.15 m TI
z = 4.14 m
Kecepatan Angin [u] (m/s)
(a) 2,5
I
II
I
IV
III
2 1,5 1 0,5
-2
0 3
8
13
18
23
Waktu (jam) z = 13 m
z = 15.4 m
z = 21.7 m
TI
(b) Gambar 12 Korelasi profil kecepatan angin dan Intensitas Turbulensi di atas perkebunan kelapa sawit desa Pompa Air (a) dan PTPN VI (b). Nilai Intensitas turbulensi terlihat linear dengan niai kecepatan angin. Semakin tinggi kecepatan angin, maka intensitas turbulen akan semakin besar.
20
0,35
0,35
0,3
0,3
0,25
0,25
Varians
Varians
Dapat dilihat pada Gambar 12 baik di perkebunan desa Pompa Air dan Perkebunan PTPN VI bahwa pada periode I (pagi dan malam hari) intensitas turbulensi masih tergolong rendah dibandingkan periode waktu lainnya dan kecepatan angin juga rendah, hal ini terlihat pada periode waktu I. Kemudian berbeda pada periode II menjelang siang hari yang mana radiasi surya sudah memanaskan permukaan dan kecepatan angin sudah bertambah tinggi maka intensitas turbulensinya pun semakin meningkat. Puncak tingginya kecepatan angin yaitu pada siang hari mengakibatkan intensitas turbulensi jugamenunjukkan nilai tertinggi.
0,2 0,15 0,1 0,05
0,2 0,15 0,1 0,05
0
0 0 2 4 6 8 10121416182022
0 2 4 6 8 10121416182022
Waktu (jam)
Waktu (jam)
(a) (b) Gambar 13 Profil varians atau standar deviasi kecepatan angin di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air (a) dan PTPN VI Jambi. Nilai varians atau standar deviasi cenderung menunjukkan penyimpangan dari nilai rata-ratanya tetapi tidak sepenuhnya merupakan penentuan dari intensitas turbulensi. Faktor-faktor atau parameter lain harus juga di perhatikan seperti kekasapan permukaan dan kecepatan angin rata-rata. Pada perkebunan desa Pompa Air, nilai varians cendetung mengikuti profil kecepatan angin maupun suhu udara. Pada pagi hari nilai varians hasil perhitungan masih rendah berkisar 0.05 m/s, kemudian menjelang siang hari nilai varians semakin tinggi dan mencapai nilai tertinggi pada sekitar pukul 12.00 hingga 14.00. Kemudian mengalami penurunan kembali pada sore hari hingga malam hari, dan begitu halnya perputarannya setiap hari. Nilai standar deviasi di perkebunan PTPN VI berbeda dengan desa Pompa Air yang menunjukkan grafik fluktuatif. Berdasarkan rata-rata nilai standar deviasi di perkebunan PTPN VI lebih tinggi dibandingkan nilai di desa Pompa Air. Hal ini terjadi karena pada pengukuran awal, kecepatan angin di PTPN VI lebih tinggi dibandingkan dengan desa Pompa Air yang dapat dilihat pada Gambar 13.
21
1,8 Kecepatan Angin (m/s)
1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
5
10
15
20
25
Waktu (jam) Pompa Air PTPN
Gambar 14 Profil kecepatan angin rata-rata seluruh ketinggian di atas perkebunan kelapa sawit Desa Pompa Air dan PTPN VI Jambi. Secara umum profil kecepatan angin di desa Pompa Air cenderung lebih kecil dibandingkan dengan PTPN VI. Kondisi yang sedikit berbeda terlihat pada pukul 11.00 hingga 15.00 kecepatan angin lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan angin di PTPN VI. Jadi, secara umum faktor nilai kecepatan angin di kedua lokasi tidak jauh berbeda rata-ratamya. Tabel 3 Nilai rata-rata Intensitas turbulensi pada perkebunan desa Pompa Air dan PTPN VI Pompa Air PTPN VI z (m) 3.15 4.14 5.8 13 15.4 21.7 I 0.58 0.64 0.68 0.89 0.97 0.98 Intensitas turbulensi rataan harian pada perkebunan Pompa Air berturutturut terhadap ketinggian yaitu sebesar 0.5, 0.64 dan 0.68. kemudian lebih tinggi lagi diatas kanopi perkebunan PTPN VI berturut-turut terhadap ketinggian yaitu 0.89, 0.97, 0.979. Dalam menentukan intensitas turbulensi ataupun energi pembentuknya pada kondisi tidak stabil pada suatu perhitungan memerlukan informasi ketebalan lapisan pencampuran (𝑧𝑖 ). Ketebalan 𝑧𝑖 merupakan suatu fungsi dari gradien suhu virtual udara dengan transfer kumulatif bahang terasa. Stull 2000 mengatakan bahwa dengan menganggap hubungan yang terbentuk merupakan suatu bentuk luasan segitiga siku-siku antara lain alas menunjukkan gradien suhu virtual, tinggi segitiga merupakan ketebalan 𝑧𝑖 , luasan segitiga siku-siku adalah besarnya transfer bahang terasa maka besarnya ketebalan lapisan pencampuran akan dapat ditentukan. Hasil perhitungan yang didapat menunjukkan bahwa pada perkebunan desa Pompa Air memiliki ketebalan lapisan pencampuran sebesar 469 meter. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai ketebalan lapisan pencampuran di perkebunan PTPN VI yaitu 327.32 meter. Beberapa faktor utama yang
22 menentukan ketebalan lapisan ini yaitu kekasapan permukaan, tingkat pemanasan permukaan, tingkat keawanan, stabilitas atmosfer, dan kecepatan angin. Ketebalan 𝑧𝑖 yang besar di perkebunan PTPN VI ialah disebabkan karena kecepatan angin rata-rata yang rendah di daerah perkebunan tersebut. June 2001 mengatakan bahwa kecepatan angin rata-rata rendah di atas permukaan kasap, shear stress yang terjadi akan menyebabkan lebih besarnya perturbasi di bandingkan ketika kecepatan angin rata-rata tinggi. Kondisi ini mengakibatkan ketebalan lapisan perbatas akan lebih tebal sehingga proses-proses transfer yang terjadi didalamnya akan melewati ruang yang lebih panjang dalam proses difusi. Begitu juga sebaliknya pada perkebunan desa Pompa Air. Salah satu unsur cuaca/iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah angin. Secara langsung, angin mempengaruhi transfer CO2 dan O2 dari dan ke permukaan daun, yang terkait dengan proses fotosintesis dan respirasi, sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi distribusi bahang dan radiasi matahari, transpirasi, penyerbukan, serta penyebaran benih (Daubenmire 1974 dalam June 1987; Verhoet et al. 1997; Mohan and Tiwari 2004). Golakan atau perturbasi angin seperti turbulensi yang besar di atas kanopi perkebunan desa Pompa Air akan mempengaruhi proses proses pemindahan seperti pemindahan energi, uap air, dan gas (CO2 ). Menurut Chang (1986), laju fotosintesis naik dengan masukan CO2 yang dalam peredarannya lebih banyak diatur oleh turbulensi. Jika turbulensi besar, banyak CO2 yang masuk ke dalam tanaman. Dengan prinsip tersebut, maka dapat dikatakan bahwa estimasi banyaknya CO2 yang diserap atau masuk kedalam tanaman lebih banyak di lokasi perkebunan PTPN VI dibandingkan perkebunan desa Pompa Air.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kekasapan permukaan pada dasarnya akan menentukan dinamika lapisan perbatas, utamanya yang dipengaruhi adalah lapisan perbatas permukaan (surface boundary layer), yang meliputi profil angin, intensitas turbulensi dan juga lainnya seperti transfer bahang. Karakteristik kekasapan meliputi d, 𝑧0 , dan u* akan semakin tinggi dengan bertambahnya umur pertanaman kelapa sawit. Nilai d, 𝑧0 , dan u* berturut turut pada perkebunan desa Pompa Air yaitu 1.67 meter, 0.004 m, 0.03 m/s sedangkan untuk perkebunan PTPN VI yaitu berturut turut 7 meter, 0.03 m, 0.08 m/s. Tingginya kekasapan permukaan akan mendorong terbentuknya turbulensi yang semakin besar, terutama turbulensi mekanik akibat gesekan dengan permukaan. Itu sebabnya intensitas turbulensi di perkebunan PTPN VI lebih besar dibandingkan dengan intensitas turbulensi di perkebunan desa Pompa Air. Dengan timbulnya atau terbentuknya turbulensi di atas kanopi pertanaman akan menyebabkan proses pencampuran dan pertukaran massa udara menjadi lebih efektif yang berimplikasi pada persebaran transfer bahang dan juga indikasi banyaknya CO2 yang masuk ke dalam suatu lahan pertanaman.
23 Saran Untuk mendapatkan hasil yang lebih detail dan lebih akurat seyogianya membutuhkan data pengamatan yang lebih banyak dan lebih luas lagi, baik dari segi frekuensi pengukurannya maupun sensitivitas sensor yang lebih tinggi juga. Mengingat betapa pentingnya hasil perhitungan intensitas turbulensi maupun karakteristik kekasapan permukaan dalam aplikasinya pada lingkungan.
24
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. Microscale Meteorology and Atmospheric Hazards. Arya SP. 2001. Introduction to Micrometeorology. Ed ke-2. San Diego: Academic Pr. Blackadar A K. 2000. Turbulence and Diffusion in the Atmosphere. Philadelphia, USA : Springer-Verlag. Chang J. 1968. Climate and Agriculture. Chicago, USA (US): University of Wisconsin. Carpman N. 2011. Turbulence Intensity in Complex Environments and its Influence on Small Wind Turbines. Uppsala, Sweden: Department of Earth Sciences Geotryckeriet, Uppsala University. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Buku Statistik Perkebunan Tahun 2008 2012.[TerhubungBerkala]http://www.pertanian.go.id/infoeksekutif/bun/isi_ dt5thn_bun.php. (5 Maret 2015). Gardiner B. 2004. Airflow over forests and forest gaps. BWE Tree Workshop Forestry Commission. March 2004. Hermawan E dan Abidin Z. 2010. Estimasi parameter turbulensi untuk jasa penerbangan berbasis hasil analisis beberapa data radiosonde di kawasan barat Indonesia. J Sains LAPAN. ICAO, 2007. Air Traffic Management (Doc 4444 ATM/501). Washington D.C: International Civil Aviation Organization. June T. 1987. Medan Angin pada Pertanaman Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr) dengan Arah Baris Berbeda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. June T. 2001. Metode mikrometeorologi untuk penentuan fluks uap air, bahang, dan CO2 dari permukaan kanopi. Kumpulan Makalah Penelitian DosenDosen Perguruan Tinggi Indonesia Bagian Timur dalam Bidang Agroklimatologi; 2001 Juli 2-14; Bogor, Indonesia. Bogor (ID). June T. 2012. Modul Praktikum Mikrometeorologi: Pengukuran Profil Iklim Mikro, Fluks Momentum, Fluks Bahang dan Fluks Uap Air dari Permukaan Kanopi Tanaman. [tidak dipublikasi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Pertanian Bogor. Kimura R, Otsuki K, Kamichika M. 1999. Relationship between the zero-plane displacement and the roughness length over sorghum and alfalfa canopies. J Agric Meteorol 55 (1) : 15-24. Kusuma, AP. 2014. Dinamika karakteristik lapisan perbatas permukaan (surface boundary layer) Di atas perkebunan kelapa sawit. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Fakultas MIPA Departemen Geofisika dan Meteorologi.
25 Maharany R. 1999. Karakteristik Iklim Mikro pada Berbagai Tipe Perkarangan (Studi Kasus di Desa Sukatani, Kecamatan Sukaraja, Bogor). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Monteith JL. 1973. Principles of Environment Physics. Edward Arnold. Paulson CA. The mathematical representation of wind speed and temperature profiles in the unstable atmospheric surface layer. J Appl Meteorol. 9: 857861. Plate E.J and Quarishi. A. A. 1965. Modelling of velocity distributions inside and above tall crops. J. Appl. Meteor., I4, 400-408. Retnowati E. 1984. Medan Angin dalam Suatu Pertanaman Padi Sawah (Oryza sativa Linn) Varietas Cisadane. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosenberg NJ. 1974. Microclimate. New York (US): John Willey and Sons. Stull R. 2000. Meteorology for Scientist and Engineers Second Edition. United States of America: Brooks/Cole Thomson Learning. Soetrisno L dan Winahyu R. 1991. Kelapa Sawit., Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta. Suciatiningsih, f. 2013. Karakteristik kekasapan permukaan dan pengaruhnya terhadap transfer turbulen momentum dan bahang. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Fakultas MIPA Departemen Geofisika dan Meteorologi. Sutton OG. 1953. Micrometeorology. New York (US): McGraw-Hill. Zoomakis NM. 1995. Momentum diffusivity profiles in and above a forest canopy. J Atmosfera 8: 45-51.
26 Lampiran 1 Rata-rata (per jam) kecepatan angin dan suhu udara Perkebunan Pompa Air, Jambi
waktu 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00
2,4 m 0,46 0,46 0,45 0,43 0,42 0,44 0,44 0,72 1,02 1,24 1,37 1,40 1,41 1,39 1,38 1,16 0,95 0,64 0,43 0,43 0,44 0,39 0,43 0,46
u (m/s) T (C) 3,15 m 4,14 m 5,8 m 2,4 m 3,15 m 4,14 m 5,8 m 0,52 0,58 0,60 23,37 23,38 23,39 23,46 0,52 0,58 0,60 23,11 23,12 23,13 23,19 0,52 0,57 0,60 22,95 22,94 22,96 23,01 0,50 0,55 0,57 22,82 22,82 22,83 22,88 0,49 0,54 0,57 22,68 22,67 22,67 22,73 0,51 0,56 0,59 22,52 22,52 22,53 22,57 0,51 0,56 0,58 22,66 22,65 22,66 22,69 0,82 0,86 0,91 24,41 24,24 24,23 24,18 1,14 1,22 1,29 26,42 26,13 26,09 25,94 1,38 1,48 1,57 28,24 27,88 27,83 27,60 1,52 1,63 1,73 29,59 29,21 29,14 28,87 1,57 1,67 1,78 30,58 30,19 30,13 29,84 1,59 1,69 1,80 31,26 30,87 30,80 30,49 1,55 1,66 1,76 31,53 31,16 31,10 30,83 1,55 1,65 1,76 31,29 30,94 30,88 30,63 1,29 1,39 1,47 30,98 30,79 30,76 30,64 1,06 1,13 1,20 30,08 30,01 30,00 29,92 0,72 0,78 0,82 28,76 28,79 28,78 28,77 0,49 0,54 0,55 26,67 26,70 26,72 26,80 0,48 0,53 0,54 25,21 25,26 25,30 25,45 0,50 0,54 0,56 24,55 24,61 24,64 24,79 0,44 0,49 0,50 24,13 24,18 24,20 24,33 0,48 0,53 0,55 24,18 24,22 24,25 24,37 0,51 0,57 0,59 23,61 23,63 23,65 23,74
27
Lampiran 2 Rata-rata (per jam) kecepatan angin dan suhu udara Perkebunan PTPN VI Jambi Waktu 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00
13 m 0,70 0,71 0,77 0,74 0,72 0,70 0,71 0,86 1,13 1,31 1,33 1,25 1,23 1,20 1,15 0,96 0,83 0,74 0,68 0,70 0,66 0,65 0,65 0,69
u (m/s) T (C) 15.4 m 21.7 m 13 m 15.4 m 21.7 m 1,13 1,31 24,01 24,04 24,24 1,15 1,29 23,92 23,93 24,09 1,23 1,44 23,77 23,76 23,89 1,19 1,42 23,62 23,62 23,69 1,16 1,40 23,40 23,39 23,45 1,14 1,41 23,34 23,33 23,35 1,15 1,37 23,38 23,36 23,39 1,25 1,47 24,49 24,37 24,03 1,60 1,85 26,28 26,09 25,56 1,84 2,10 28,27 28,03 27,45 1,85 2,07 29,30 29,08 28,53 1,74 1,96 30,16 29,94 29,35 1,70 1,89 30,68 30,42 30,02 1,66 1,82 31,37 31,08 30,63 1,59 1,71 31,00 30,79 30,29 1,37 1,50 30,48 30,29 29,86 1,21 1,31 29,44 29,26 28,92 1,16 1,32 28,18 28,06 27,90 1,13 1,33 26,91 26,92 27,13 1,16 1,32 26,07 26,11 26,32 1,10 1,33 25,50 25,53 25,78 1,10 1,36 25,04 25,07 25,35 1,10 1,41 24,94 24,98 25,25 1,14 1,37 24,31 24,36 24,65
28 Lampiran 3 Contoh perhitungan u (m/s) 13 m 15.4 m 0.93 1.28 1.32 1.96
waktu 13:00 18:10
T (C) 21.7m 13 m 15.4 m 1.46 31.00 31.03 2.2 28.51 28.57
21.7 m 31 28.8
1. Stabilitas Atmosfer Klasifikasi kestabilan atmosfer ditentukan berdasarkan bilangan Richardson (Ri) seperti pada persamaan (1). 1. Perhitungan suhu potensial (θ) 1. Waktu : 13:00 𝜃 (𝑧 = 13 𝑚) = (31.00 + 273) − ( − 0.00976 × 13) = 304.13 𝐾 𝜃 (𝑧 = 15.4 𝑚) = (31.03 + 273) − ( − 0.00976 × 15.4) = 304.18 𝐾 𝜃 (𝑧 = 21.7 𝑚) = (31 + 273) − ( − 0.00976 × 21.7) = 304.21 𝐾 𝜃𝑎 = 304.13 + 304.18 + 304.21 /3 = 304,17𝐾 2. Waktu : 18:40 𝜃 (𝑧 = 13 𝑚) = (28.51 + 273) − ( − 0.00976 × 13) = 301.64 𝐾 𝜃 (𝑧 = 15.4 𝑚) = (28.57 + 273) − ( − 0.00976 × 15.4) = 301.72 𝐾 𝜃 (𝑧 = 21.7 𝑚) = (28.8 + 273) − ( − 0.00976 × 21.7) = 302.01 𝐾 𝜃𝑎=301.64 +301.72 +302.01/3 =301,79 𝐾 2. Perhitungan Ri 3. Waktu : 12:00 Ri =
9.8 (
304.21−304.13 ) 21.7−13 1.46−0.93 2
304.17 (
21.7−13
)
= -0.12 (Ri < -0.01, Tidak Stabil)
4. Waktu : 18:40 Ri =
9.8 (
304.21−304.13 ) 21.7−13 2.2−0.93 2
301.79 (
21.7−13
)
= 0.086 (Ri > 0.01, Stabil)
2. Parameter Kekasapan Permukaan Perhitungan parameter kekasapanyang meliputi 𝑑, 𝑧0, dan 𝑢∗ hanya dilakukan pada saat kondisi netral, sehingga dalam contoh ini digunakan data jam 08:00 1. Perhitungan nilai perpindahan bidang nol (𝑑) 𝑑 inisial (𝑑0) = 0.67 ℎ = 0.67 × 10.5 = 7 𝑚 (h = 10.5 m) a= d=
ln(21.7−7)−ln(13−7) [(21.7−7)(13−7)]−0.5 ln(15.4−7)−ln(13−7) [(15.4−7)(13−7)]−0.5 1.24−0.86 2 2.0232 ( ) 13)−21.7 1.46−1.24 1.24−0.86 2 2( 2.023 ) −1 1.46−1.24
= 2.023 = 12.583 m
2. Perhitungan panjang kekasapan (𝑧0) dan kecepatan kasap (𝑢∗)
29 Hubungan linier antara ln (𝑧−𝑑) pada sumbu-y dan 𝑢 pada sumbu-x, sehingga diperoleh persamaan regresi 𝑦=𝑎+𝑏𝑥 yang setara dengan persamaan ln(𝑧−𝑑)=𝑘𝑢∗𝑢(𝑧)+ln (𝑧0), sehingga parameter 𝑧0, dan 𝑢∗ ditentukan dari hubungan berikut: 𝑢∗ = 𝑘/𝑏 = 0.4/4.679 = 0.085 𝑚/𝑠 zo = exp(𝑎) = exp(−4.637) = 0.009 𝑚 3. Intensitas Turbulensi Misalnya dari hasil perhitungan data kecepatan angin per 10 menit dalam satu hari diperoleh standar deviasi (𝜎𝑢) sebesar 0.48 dari rata-rata (𝑢̅) sebesar 1.23, sehingga intensitas turbulensi dapat dihitung seperti berikut: 𝐼 = 0.481/1.23 = 0.39
Lapiran 4 Daftar Konstanta Konstanta Tekanan atmosfer Kerapatan udara Konstanta Von Karman
Simbol P ra k
Lampiran 5 Daftar simbol Simbol 𝑑 𝑒𝑎 𝑒𝑠 𝑔 𝐼 𝑞 𝑄𝐴𝐾 𝑄𝐸 𝑄𝐻 𝑅𝑖 𝑇 TKE 𝑇𝑣 𝑢 𝑢∗ 𝑤∗ 𝑤𝐵 𝑧 𝑧0
Keterangan Perpindahan bidang nol Tekanan uap aktual Tekanan uap jenuh Percepatan gravitasi Intensitas turbulensi Kelembaban spesifik Pemanasan komulatif Transfer uap air Transfer bahang terasa Richardson Number Suhu udara absolut Turbulence kinetic energy Suhu udara virtual Kecepatan angin Kecepatan kasap The Deardorff velocity Buoyancy velocity scale Ketinggian pengukuran Panjang kekasapan
Besar dan Satuan 1013 hPa 1.2 kg m-3 0.4
30 𝑧𝑖 𝜃 𝜃𝑣 𝜎𝑢 𝜑𝑚 𝜑𝑠
Ketebalan mixing layer Suhu udara potensial Suhu udara potensial virtual Standar deviasi komponen kecepatan angin zonal Dimensionless wind shear factor Dimensionless scalar gradient factor
31
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Hendra Yoni Sinaga, lahir di Sumbul, kabupaten Dairi, Sumatera Utara pada tanggal 1 Maret 1993 dan merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari ayah Luhut Sinaga dan ibu Masi Simarmata. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2005 di SDN 030332. Tahun 2008 penulis lulus dari jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMPN 4 Sumbul. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2011 di SMAN 4 Medan, dan dalam tahun yang sama penulis lulus dalam Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih program studi Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama empat tahun di IPB, penulis tidak hanya terfokus pada kegiatan perkuliahan semata, tetapi juga aktif dalam organisasi dan kegiatan pengembangan jiwa kepemimpinan. Selama 4 tahun di IPB, penulis pernah bertugas di divisi Sains dan Teknologi, Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO); penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan baik di departemen GFM maupun fakultas MIPA; penulis mendapat kesempatan menjadi pengajar Matematika dalam program ”I Love Science” selama 4 bulan di SDN 1 Pondok Cina. Selain itu, penulis juga mengemban tugas sebagai asisten praktikum mata kuliah Agrometeorologi (2015). Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan atas prestasi yang pernah diraih diantaranya, Delegasi IPB untuk mengikuti beberapa kegiatan konferensi yaitu Future Leader Summit (FLS) Semarang, 2013; Youth Camp Megamendung, 2013; Young Leader Forum for Asia Pacific Regions in Indonesia, 2013; Delegasi Indonesia di EXPLORACE 2014 Putrajaya Lake and Wetland Malaysia. Selain itu penulis juga berhasil mendapatkan dana dari DIKTI untuk program PKMPengembangan Masyarakat tahun 2014. Ditahun yang sama penulis juga telah menyelesaikan program magang di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Pekayon, Jakarta.