INTEGRASI EKONOMI REGIONAL MEMBAWA DAMPAK POSITIF PADA PEREKONOMIAN SUATU NEGARA (STUDI KASUS MASUKNYA CHINA KE DALAM WTO) Boy Kuswandi, Morgan Feanes, Linda Binus University, Jl. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730
[email protected];
[email protected];
[email protected]
ABSTRAK Integrasi ekonomi regional merupakan pusat strategi yang digunakan oleh sekelompok negara untuk memajukan perekonomian dan kekuatan politik mereka, dan juga telah menjadi fitur yang sangat penting terhadap ekonomi global. Salah satu negara yang mengunakan strategi tersebut adalah Republik Rakyat China. Oleh karena itu penulis ingin membuktikan bahwa integrasi ekonomi regional membawa dampak positif bagi perkembangan perekonomian suatu negara. Selanjutnya dilakukan studi untuk membuktikan dampak-dampak apa saja yang didapat dengan menerapkan strategi intergrasi ekonomi regional ini, dengan ini penulis dapat mengetahui berbagai dampak baik itu positif maupun negatif. Disimpulkan bahwa langkah integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan cara bergabung menjadi anggota WTO, membawa dampak yang sangat baik bagi perekonomian China. Kata Kunci: Ekonomi, Strategi, Dampak
ABSTRACT Regional economic integration is the central strategy used by several countries to advance their economic and political power, and also has a very important feature of the global economy. One on these country that using this strategy is China. Because of that the author wanted to prove that regional economic integration have a positive effect on the economic development of the country. The design result was then investigated to prove the effects of what is obtained by applying the strategy of regional economic integration, with this the author can determine the effects of both positive and negative. It is concluded that measure of economic integration by China joining the WTO bringing excellent effects for the China economy. Keywords:Economy, Strategy, Effect
1
2
PENDAHULUAN Pada masa pemerintahan Mao Zedong, China merupakan Negara Komunis yang tertutup dari dunia internasional. Pada tahun 1978, dalam upaya memperbaiki perekonomiannya, dipimpin oleh Deng Xiaoping, China kembali membuka pintu ekonominya menjadi lebih terintegrasi dengan dunia internasional. Terdapat dua kejadian penting dalam sejarah perekonomian China di dunia pada tahun 2001. Pertama, Amerika Serikat telah secara permanen menetapkan China sebagai mitra dagang tetap. Hal ini menunjukkan posisi penting China di mata Amerika Serikat. Kedua, pada tahun yang sama, China juga secara resmi masuk dalam Organisasi Perdagangan Internasional Dunia (WTO). Dua hal ini, diyakini menjadi titik balik dari kebangkitan perekonomian modern China di lingkup internasional. Organisasi Perdagangan Internasional Dunia atau yang lebih umum dikenal dengan nama World Trade Organisation (WTO) merupakan sebuah organisasi yang dibentuk atas kesepakatan negara-negara untuk membuat sebuah sistem perdagangan internasional. Keanggotaan di WTO ini merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka reformasi ekonomi China. Hal ini sekaligus menjadi bukti komitmen sungguh-sungguh China untuk mengintegrasikan perekonomianya dengan dunia. Bown (2009) dalam penelitiannya mengenai konflik perdagangan China dan amerika dan masa depan dari WTO, dengan menggunakan metode studi pustaka, menyatakan bahwa Keinginan asli China untuk bergabung kembali dengan WTO berasal dari kepentingan ekonomi. Pertama, keanggotaan dalam WTO memberi pengobatan diskriminatif bagi negara dalam hubungan perdagangan. Kedua, banyak negara yang menggunakan WTO sebagai peluang pada komitmen mereka sendiri untuk mereformasi kebijakan. Chow (2001) dalam penelitiannya mengenai dampak yang diperoleh China masuk ke dalam WTO, dengan menggunakan metode studi pustaka, menyatakan bahwa bergabung kedalam WTO adalah peristiwa yang sangat penting untuk perkembangan China pada awal abad ke-21. Peristiwa penting ini didahului oleh pembentukan hubungan dagang tetap dengan Amerika Serikat pada tahun 2000. Kedua peristiwa ini penting karena menandai China diakui Amerika Serikat dan komunitas ekonomi dunia sebagai mitra yang sejajar. China telah menjadi anggota penting dari masyarakat ekonomi dunia dan memainkan peran penting dalam ekonomi global. Chow (2001) juga mengatakan bahwa keanggotaan WTO ini membuka pasar China untuk perdagangan internasional dan investasi yang lebih, dan membuka perekonomian dunia untuk ekspor China. Beberapa pengamat melihatnya sebagai kekuatan positif bagi pembangunan ekonomi China, sementara yang lain khawatir bahwa persaingan impor asing dan perusahaan asing di China mungkin menghancurkan perusahaan domestik di pertanian, manufaktur, dan sektor jasa di China. Erman(2005: 12) mengatakan bahwa dari segi ekonomi dan perdagangan, globalisasi sudah terjadi pada saat mulainya perdagangan rempah-rempah, kemudian tanam paksa di jawa, sampai tumbuhnya perkebunan-perkebunan di Hindia Belanda, dan pada saat itu globalisasi lahir dengan kekerasan dalam alam kolonialisme. Pada masa kini globalisasi ekonomi dan perdagangan dilakukan dengan jalan damai melalui perundingan dan perjanjian internasional yang melahirkan aturan perdagangan bebas serta memfokuskan pengembangan pasar terbuka. WTO merupakan salah satu aktor dan arena forum perundingan antar perdagangan dari mekanisme globalisasi yang terpenting. (Mansour, 2004: 7). Gilpin (2001:361) mengatakan bahwa Regionalisme telah menjadi pusat strategi yang digunakan oleh sekelompok negara untuk memajukan perekonomian dan kekuatan politik mereka dan juga telah menjadi fitur yang sangat penting terhadap ekonomi global. Berdasarkan teori Gilpin (2003), penulis memutuskan untuk mencari data perkembangan ekonomi China, yang diukur melalui perkembangan GDP (Gross Domestic Product) China yang dimulai pada tahun 2001, ketika China bergabung menjadi anggota WTO, sampai dengan 10 tahun kedepan, yaitu pada tahun 2010. Untuk membuktikan bahwa regionalisasi yang berujung pada integrasi ekonomi yang dilakukan China, yaitu dengan menjadi anggota WTO, dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi China.
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif studi pustaka,yaitu pencarian dan mengumpulkan data tentang studi dan penulisan data untuk analisis. Data tersebut meliputi membaca literatur tentang artikel jurnal, buku, e-buku dan informasi lainnya.
3
Setelah mengumpulkan berbagai data mengenai Regionalisasi. Pertama, penulis memahami mengenai Regionalisme ekonomi. Kedua, dari buku regionalisme ekonomi, penulis menemukan integrasi ekonomi, kemudian mencari datanya, dan memahaminya. Setelah itu penulis lalu mengumpulkan data mengenai China masuk ke dalam WTO (World Trade Organization) dalam bentuk buku dan jurnal, penulis kemudian mencari dampak yang terjadi, dan juga mencari perkembangan GDP pada saat China masuk ke dalam WTO, sampai dengan 10 tahun mendatang. Setelah mengumpulkan semua data, penulis kemudian melakukan analisis data dengan menggunakan metode kuantitatif untuk membuktikan bahwa integrasi ekonomi membawa dampak positif bagi perekonomian suatu negara.
HASIL DAN BAHASAN Integrasi Ekonomi Regional Regionalisme telah menjadi pusat strategi yang digunakan oleh sekelompok negara untuk memajukan perekonomian dan kekuatan politik mereka dan juga telah menjadi fitur yang sangat penting terhadap ekonomi global (Gilpin, 2001). Regionalisme ekonomi sudah menjadi komponen penting dalam strategi negara dari kekuatan ekonomi utama untuk memperkuat ekonomi domestik negara dan daya saing negara terhadap dunia internasional. (Gilpin, 2001:358). Regionalisme dan integrasi ekonomi merupakan dua hal yang tak terpisahkan karena kemunculan regionalisme akan mendorong terjadinya integrasi ekonomi, Integrasi ekonomi yang terbentuk meliputi integrasi perdagangan. Integrasi perdagangan dapat berbentuk Custom Union (CU) dan Free Trade Area (FTA). FTA adalah penghapusan tarif/ rintangan perdagangan lainnya di kawasan yang terdiri dari dua Negara atau lebih. Sedangkan CU adalah sebuah perjanjian diantara beberapa negara untuk menyelenggarakan perdagangan bebas diantara sesama negara anggota penandatanganan perjanjian serta mengenakan bea tarif yang seragam terhadap setiap barang impor dari negara di luar anggota penandatanganan perjanjian tersebut. Mempunyai pemikiran yang sama dengan Gilpin, bahwa regionalisme yang melahirkan Integrasi ekonomi yang berbentuk perdagangan bebas akan meningkatkan perekonomian suatu negara, Sobri (2001) mengatakan bahwa dengan system perdagangan yang bebas (free trade) baik untuk perdagangan dalam negeri (domestik) ataupun perdagangan luar negeri, akan menjadi semakin besarlah kemungkinankemungkinan untuk perkembangan ekonomi. Lain halnya dengan apa yang telah dikemukakan oleh Gilpin dan Sobri, Peter Nolan tidak setuju dengan langkah China untuk mengintegrasikan perekonomiannya. Nolan mengatakan bahwa China belum cukup kompetitif untuk terjun ke dalam “ global level playing field ” didasari oleh pemikiran yang sama, I.Wibowo juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan masuk menjadi anggota WTO, akan membawa bahaya yang besar dikarenakan banyak penduduk China akan kehilangan pekerjaan mereka. Indikator yang digunakan untuk mengetahui peningkatan atau perkembangan ekonomi di suatu Negara dapat dilihat dari GDPnya. GDP mengukur pembelian akhir yang dilakukan oleh rumah tangga, bisnis, dan pemerintah dengan menjumlahkan konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor neto. Paul A. Samuelson, orang amerika pertama yang memenangkan nobel Memorial Prize in Economic Sciences, dalam bukunya yang berjudul Economics mengatakan bahwa seperti satelit di luar angkasa yang dapat meneliti cuaca di seluruh benua, begitu juga GDP, memberikan gambaran menyeluruh tentang keadaan ekonomi. Memungkinkan presiden, kongres, dan federal reserve untuk menilai apakah ekonomi menurun atau berkembang. Tanpa adanya pengukuran keseluruhan ekonomi seperti GDP, para pembuat kebijakan akan tenggelam didalam lautan data yang tidak terorganisir.
Masuknya China ke dalam WTO China sebenarnya merupakan salah satu negara pendiri dari organisasi Perdagangan internasional yang waktu itu masih berupa “General Agreement of Tariff and Trade” (GATT) pada 1948. Tetapi pada tahun 1950, China yang waktu itu diwakili oleh “Republik China” di pulau Taiwan, memutuskan untuk keluar. Semangat untuk masuk ke dalam GATT dimulai lagi pada tahun 1987, dan perundingan itu telah berlangsung hingga tahap yang cukup matang. Tetapi terjadilah pembantaian berdarah dalam peristiwa
4
Tian’anmen pada 4 juni 1989 yang menghentikan seluruh proses lamaran untuk menjadi anggota WTO. Lalu, untuk kedua kalinya, China mengajukan lamaran lagi pada tahun 1992. Dan baru pada tahun 2001, tepatnya tanggal 11 desember, China resmi menjadi anggota WTO yang ke-143 setelah disetujui di pertemuan Doha, Qatar. I.Wibowo (2004, 63) mengatakan bahwa keuntungan yang ingin dikejar China dengan masuk menjadi anggota WTO hanya bersifat ekonomi semata, yaitu sebagai sarana untuk mencapai industrialisasi yang cepat. Tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan pendapatan melalui ekspor yang tinggi dan juga modal dari luar, selain itu juga masuknya tekhnologi maju ke China. Dengan masuk menjadi anggota WTO, pemerintah China berharap mendapatkan perlakuan (MFN) atau Most Favored Nation Treatment, yaitu suatu perlakuan dimana tidak boleh adanya diskriminasi antar mitra dagang dan menghilangkan hambatan perdagangan melalui negosiasi, yang diperlukan untuk memacu ekspor China. Dari sisi ekonomi, keuntungan yang dapat diraih China dapat diperkirakan dengan beberapa tolak ukur. Menurut Bank Dunia (World Bank) yang berhaluan Neoliberal misalnya, pada tahun 2020 diperkirakan “share” China pada perdagangan akan naik tiga kali lipat dari sekarang, mencapai 10%. China akan mengimpor dalam jumlah yang lebih besar, dari beras sampai alat semi konduktor. Pada saat yang sama, China akan mengekspor dalam jumlah yang berlipat barang-barang yang di produksi dengan padat karya. China akan menjadi “Trading Nation” nomor dua terbesar di dunia sesudah Amerika Serikat (dengan “share” sebesar 5%) (Panitchpakdi, 2002:34). Masuk ke dalam WTO yang bersifat liberalisme, akan mengubah hukum dan kebijakan yang diterapkan di China. Dikarenakan China yang merupakan negara komunis. Sebanyak 3.000 hukum nasional dan 200.000 hukum daerah direvisi atau dihapuskan agar sesuai dengan hukum internasional. Peraturan dan kebijakan yang sebelumnya dianggap sebagai informasi untuk kalangan terbatas sekarang dibuka untuk umum. Diperkirakan bahwa masih banyak lagi amandemen dan penyesuaian hukum yang akan dilaksanakan pada masa mendatang (Graham, 2007:109). Selain itu, dengan masuk menjadi anggota WTO, China harus terikat pada satu hal, yaitu perdagangan bebas. Maka persoalannya adalah, apakah China sudah siap rugi terjun ke dalam lautan perdagangan bebas? Beberapa kerugian tersebut segera terlihat. Peter Nolan (2001:187) dalam bukunya yang berjudul (China and the Global Economy) menyebutkan bahwa China sebenarnya belum cukup kompetitif untuk terjun dalam “global level playing field.” Dengan masuk menjadi anggota WTO, ada bahaya perusahaan-perusahaan China, termasuk yang berukuran raksasa, akan kewalahan menghadapi serangan dari perusahaan dengan level multinasional dari negara maju yang lebih berpengalaman. Kerugian diatas hanya kerugian yang dihasilkan pada perusahaan-perusahaan China, bagaimana dampak yang diterima oleh para buruh dan petani? Kedua kelompok ini juga akan menjadi korban akibat dari masuknya China ke dalam WTO. Menurut I.Wibowo, masalah yang terjadi pada negara-negara yang sedang berkembang disaat ingin mengintegrasikan perekonomiannya, juga berlaku bagi China. Dengan menerima syarat dari peraturan WTO, bahwa tidak boleh ada subsidi negara, maka perusahaan milik negara harus di privatisasikan. Privatisasi BUMN adalah pemindahan aset-aset milik negara kepada pihak swasta dan asing (Mansour, 2003). Para ekonom China maupun para pengamat dari luar melihat bahaya yang akan terjadi pada China. Akibat privatisasi perusahaan milik negara, maka terjadilah pemutusan hubungan kerja dalam jumlah besar-besaran, dikarenakan dengan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan hanya mempekerjakan tenaga kerja ahli, merupakan jalan tercepat untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kualitas barang hasil produksi. Antara tahun 1997-2001 tercatat lebih dari 24 juta buruh pada perusahaan milik negara diberhentikan, sebuah angka yang cukup mengejutkan. Memang mereka bebas untuk mencari pekerjaan di sektor non-negara, tetapi statistik awal memperlihatkan pada tahun 2000, mereka yang dapat bekerja kembali hanya mencapai angka 26%. Ini juga hanya pekerjaan dengan gaji yang rendah dan tunjangan yang sangat kecil dibandingkan dulu pada saat masih bekerja di perusahaan milik negara. Sementara itu dengan membuka pasar untuk produk pertanian, para petani akan mengalami kerugian yang cukup besar. Xueyi (2001:160) meramalkan bahwa jumlah gandum yang harus diimpor oleh China akan naik dari dua juta hingga lima juta ton, yang menyebabkan hilangnya pendapatan petani sebesar 5,5 miliar yuan. Padahal diketahui bahwa harga gandum sejak tahun 1997 terus menerus merosot. Situasi ini akan memaksa para petani untuk meninggalkan sawah-ladangnya, dan pergi ke kota-kota besar untuk mencari pekerjaan. Tidak ada statistik yang pasti, tapi diperkirakan jumlah buruh migran ini tidak kurang dari 200 juta. Ini akan menjadi masalah pengangguran baru di kota. Maka, kerugian dengan menjadi anggota WTO tidak bisa begitu saja dibandingkan dengan keuntungan yang akan diperoleh. Dapatkah integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan masuk menjadi anggota WTO membawa dampak positif bagi perekonomiannya?
5
Dampak masuknya China ke dalam WTO Apakah Integrasi ekonomi yang dilakukan China dapat membawa dampak positif bagi perkembangan perekonomiannya, maka penulis mecari data mengenai keadaan GDP di tahun China pertama kali bergabung dengan WTO sampai dengan 10 tahun kedepan, yaitu pada tahun 2001 sampai tahun 2010. Yang dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
Gambar 1. Gross Domestic Product China
Gambar 1 menunjukan tingkat GDP (balok biru) dalam satuan Billion USD (miliar USD dolar). Tampak pada diagram tersebut pada tahun 2001 sewaktu China masuk menjadi anggota WTO, GDP China tercatat sebesar 1.321 miliar USD, setahun kemudian meningkat sebesar 7,4% menjadi 1.419 miliar USD. Pada tahun 2003, pertumbuhan GDP China masih tetap meningkat 15,6% menuju angka 1.640 miliar USD. Lalu pada tahun 2004 GDP china mengalami peningkatan sebesar 16,7% menjadi 1.931 miliar USD, lalu meningkat kembali sebesar 16,8% menjadi 2.256 miliar USD pada tahun 2005. Pada tahun 2006, GDP China terus meningkat menyentuh angka 2.712 miliar USD, menuju tahun 2007 perkembangan GDP China naik cukup pesat sebesar 22,4% menjadi 3.494 miliar USD. Di tahun berikutnya GDP China mengalami peningkatan yang sangat mengejutkan, yaitu meningkat 29,4%, yaitu sebesar 1.027 miliar USD menjadi 4.521 miliar USD. Di tahun 2009 peningkatan pertumbuhan GDP China hanya meningkat 10,4% sebesar 470 miliar USD, menjadi 4.991 miliar USD. Pada tahun 2010 perkembangan GDP China naik cukup tinggi, tetapi tidak sebesar pada tahun 2006 – 2007, yaitu sebesar 19%, 939 miliar USD, menuju 5.930 miliar USD. Disamping itu, dikarenakan keanggotaan WTO yang mengharuskan China untuk menonaktifkan subsidi negara, maka perusahaan milik negara (BUMN) harus di privatisasikan, yang menurut I. Wibowo akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja dalam jumlah yang besar, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 2. Persentase pengangguran di China
6
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa tahun 1999 sampai dengan tahun 2000 tingkat pengangguran di China adalah sebesar 3,1%, pada tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 0,5% menjadi 3,6%. Pada tahun 2002 persentase pengangguran di China terus bertambah menjadi 3,8%. Pada tahun 2003 terjadi penambahan sebesar 0,4% menjadi 4,2%. Tahun 2004 juga bertambah menjadi 4,3%. Di tahun 2005 persentase ini kemudian menurun menjadi 4,2%. Pada tahun 2006 masih berada di posisi yang sama yaitu 4,2%, lalu pada tahun 2007 turun menjadi 4,1% sampai dengan tahun 2008. Pada tahun 2009 persentase pengangguran di China kembali mengalami peningkatan menjadi 4,3%. Pada tahun 2010 kembali turun menjadi 4,1%. Walaupun persentase pengangguran di China meningkat sampai mencapai 4,3% pada tahun 2004, tetapi pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, persentase tersebut menurun dan stabil. Pada tahun 2009 persentase tersebut kembali mengalami kenaikan, tetapi kembali turun pada tahun 2010.
Dampak Positif Integrasi Ekonomi Regional pada perekonomian suatu negara Robert Gilpin mengatakan bahwa regionalisasi ekonomi akan membawa dampak positif bagi perkembangan perekonomian suatu negara, dan juga telah menjadi komponen penting dalam strategi suatu negara untuk meningkatkan perekonomiannya. Strategi inilah yang juga digunakan oleh China untuk meningkatkan perekonomiannya. Integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan bergabung menjadi anggota WTO yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomiannya dengan pendapatan lewat ekspor yang tinggi serta investasi dari luar ternyata berhasil dengan baik, hal itu dapat dilihat dari indikator perkembangan perekonomian China yaitu GDP China yang sejak masuk kedalam WTO terus menerus mengalami peningkatan. Mengenai dampak dimana akan melesatnya jumlah pengangguran di China, dimana jumlah pengangguran akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian suatu negara, yang disebabkan karena masuk menjadi anggota WTO berarti membuat China harus menghapuskan subsidi dari pemerintah dan memprivatisasikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), penulis menyatakan bahwa. dampak tersebut dinilai kurang tepat. Imbas atau dampak dari memprivatisasikan BUMN adalah menaikkan jumlah pengangguran di China, dapat dilihat dari persentase pengangguran yang meningkat. Pada tahun 1999-2000 persentase pengangguran di China hanya sebesar 3,1%, namun setelah masuk kedalam WTO, persentase tersebut terus naik hingga menyentuh angka 4,3% pada tahun 2004. Tetapi tidak separah apa yang disampaikan oleh I.Wibowo. memang benar bahwa akibat dari privatisasi perusahaan milik negara, sebanyak 24 juta buruh dalam perusahaan milik negara diberhentikan, jika dipersentasekan (100:(1300:24) =1,8%) jika dipersentasekan dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, yaitu sebesar 1,2%. Dikarenakan sensus penduduk dilakukan 10 tahun sekali, dan terakhir dilakukan tahun 2010, yang menyebutkan populasi penduduk China pada tahun 2010 adalah sebanyak 1,3 miliar jiwa, maka jumlah penduduk China pada tahun 2004 pasti dibawah 1,3 miliar jiwa, dan hasil perhitungan persentase pengangguran di China dipastikan juga dibawah 1,8%. Dan juga dikatakan bahwa dikarenakan meningkatnya jumlah impor gandum yang harus dilakukan China hingga lima juta ton, dan juga diketahui bahwa harga gandum sejak tahun 1997 terus menerus menurun. Hal ini akan mengakibatkan 5,5 miliar yuan pendapatan para petani hilang, yang akan menyebabkan 200 juta lebih petani akan meninggalkan sawah-ladangnya, untuk mencari pekerjaan di kota, dan ini akan menambah jumlah pengangguran di China. Jika hal ini benar terjadi, maka persentase pengangguran di China seharusnya meningkat hingga mencapai 19% - 20% (100:(1300:200) = 15%, ditambahkan dengan persentase pengangguran yang ada sebesar 4%). Tetapi hal yang terjadi malah sebaliknya. pada tahun 2005, jumlah pengangguran yang harusnya diperkirakan naik, turun 0,1%, dan terus menurun hingga tahun 2008 menjadi 4,1%. Pada tahun 2009 persentase pengangguran di China naik kembali hingga 4,3%, ini dikarenakan dunia sedang dilanda krisis ekonomi global. Tingkat pengangguran negara-negara di dunia sebagian besar juga mengalami peningkatan, negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat juga mengalami peningkatan sebesar 2,5% dan 1,1%. Tetapi di China pada tahun 2010 persentase ini kembali menurun menjadi 4,1%. Setelah melihat dan meneliti data-data tersebut, penulis menyatakan bahwa integrasi ekonomi memang berdampak positif bagi perkembangan ekonomi suaru negara. Peningkatan persentase pengangguran yang disebabkan oleh privatisasi BUMN masih terbilang wajar, dan persentase itupun menurun seiring dengan berjalannya waktu. Peningkatan GDP yang didapatkan oleh China dapat dikatakan menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi China. Hal ini sesuai dengan perkataan Gilpin, bahwa regionalisme yang berujung pada Integrasi ekonomi akan membawa dampak positif bagi suatu negara.
7
SIMPULAN DAN SARAN China pada saat dipimpin oleh Mao Zedong, China merupakan negara yang komunis yang tertutup pada dunia luar. Pada tahun 1978, dipimpin oleh Deng Xiaoping, kembali ingin membuka pintu ekonominya kepada dunia luar dengan mengintegrasikan perekonomiannya, melalui langkah yang diambil China dengan masuk menjadi anggota WTO. Melihat langkah yang akan diambil China untuk memasuki WTO, para ahli ekonomi baik dari China, maupun dari luar, mulai mengeluarkan pendapatnya. Robert Gilpin mengatakan bahwa regionalisasi ekonomi akan membawa dampak positif bagi perkembangan perekonomian suatu negara, tetapi dalam kasus masuknya China ke dalam WTO, beberapa ahli ekonomi tidak sependapat dengan Gilpin. Mereka menyatakan bahwa dengan integrasi ekonomi yang ingin dilakukan China, hanya akan membawa China menuju kehancuran. Tetapi, hal tersebut tidak terjadi. langkah integrasi ekonomi yang dilakukan China dengan cara bergabung menjadi anggota WTO, membawa dampak yang sangat baik bagi perekonomian China. Dapat dilihat dalam jangka waktu 10 tahun China bergabung menjadi anggota WTO, GDP China terus menerus meningkat, tanpa mengalami penurunan sekalipun. Dan jumlah pengangguranpun cenderung berada di posisi yang stabil. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Robert Gilpin, bahwa Regionalisme dapat memajukan perekonomian suatu negara. Indonesia telah menjadi anggota WTO semenjak tahun 1995, tetapi pemerintah menilai bahwa masuk WTO, bukannya mendatangkan keuntungan, tetapi malah mendatangkan kerugian bagi Indonesia. Tetapi dapat dilihat dalam kasus China yang sebelumnya merupakan negara tertutup, memilih untuk mengintegrasikan perekonomiannya dengan masuk menjadi anggota WTO. Integrasi ekonomi yang dilakukan China, ternyata membawa dampak positif bagi perekonomiannya, ditandai dengan terusmenerus meningkatnya GDP China. Penulis mengharapkan penelitian selanjutnya dapat meneliti mengapa Indonesia yang mengintegrasikan perekonomiannya, ternyata membawa kerugian, atau dampak negatif bagi perkembangan ekonomi indonesia. Apakah benar integrasi ekonomi yang menyebabkan perkembangan ekonomi Indonesia mendapatkan dampak negatif, atau ada faktor lain yang menyebabkan keterpurukan bagi perkembangan ekonomi Indonesia? Dan juga adakah faktor-faktor yang lain, yang dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara?
REFERENSI Referensi Bahasa China
鲁艳芳.中国未来走向:聚焦高层决策与国家战略布局. 北京:人民出版社,2009 宋军占.决策内参决策决策内参:大国的烦恼. 北京:人民出版社, 2009 石广生. 中国加入世界贸易组织十年回顾与展望. 2012 Referensi bahasa Inggris Gilpin, Robert. (2001). Global Political Economy Understanding The International Economic Order. New Jersey. Princeton University Press. Prime, Penelope B. (April,2002). China joins the WTO: How, Why and What Now? XXXVII, No. 2, 2632. Hughes, Kent, Gang Lin and Jennifer L. Turner. (2002). China and the WTO Domestic Challenges and International Pressures. Chow, Grergory C. The Impact of Joining WTO on China’s Economic, Legal and Polical Institutions. NJ 08544. World Trade Organization. (January,2000). GDP: One of the Great Inventions of the 20th Century. Referensi bahasa Indonesia
8
Wibowo I. (2004). Belajar dari Cina : Bagaimana Cina merebut peluang dalam Era Globalisasi. Jakarta. Buku Kompas. Lam, N. Mark and John L. Graham. (2007). China Now : Berbisnis di Pasar Paling Dinamis di Dunia. Jakarta. PT Elex Media Komputindo. Yustika, Ahmad Erani. (2009). Ekonomi Politik : Kajian Teoritis dan Analisi Empiris. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Plano, Jack C. and Roy Olton. (1999). Kamus Hubungan Internasional. Bandung. Putra A. Bardin. Todaro, Michael P. and Stephen C. Smith. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jakarta. Erlangga. John and Doris Naisbitt. (2010). China’s Megatrends. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama Krugman, Paul R, and Maurice Obstfeld. (2004). Ekonomi Internasional. Jakarta. PT INDEKS kelompok Gramedia.
RIWAYAT PENULIS Morgan Feanes lahir di kota Jakarta pada 17 februari 1991. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Impian Bunda pada tahun 2009. Boy Kuswandi lahir di kota Jakarta pada 23 November 1990. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Dharma Putra pada tahun 2009.