1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu Negara membawa dampak positif dalam bidang
perekonomian Negara tersebut. Tetapi dampak positif perekonomian bagi Negara belum tentu membawa dampak positif pula bagi masyarakatnya. Seiring dengan majunya suatu Negara dan perekonomiannya, besar pula kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Kebutuhan hidup manusia di era globalisasi ini sangat besar. Apalagi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia harus bekerja dengan giat. Di Indonesia banyak masyarakat yang sukses dalam pekerjaannya sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi tidak semua masyarakat bisa sukses dalam pekerjaannya sehingga apabila tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat harus mencari upaya lain seperti misalnya menjual barang berharga yang mereka miliki. Dengan dijualnya barang berharga maka masyarakat akan mendapatkan sejumlah uang yang bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan. Tetapi dengan dijualnya barang berharga resiko yang ditimbulkan adalah tidak bisa untuk diperoleh kembali barang tersebut karena sudah beralih tangan dan menjadi hak milik orang lain. Oleh karena itu agar tercukupinya dana untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus kehilangan barang berharga, masyarakat dapat menggadaikan barangnya ke lembaga tertentu.
2
Gadai merupakan kata yang tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Gadai berasal dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge atau pawn (bahasa Inggirs).1 Gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata yaitu “Suatu hak yang diperoleh oleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelematan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”. Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa hak gadai atas benda bergerak maupun piutang penyerahannya boleh ditunjukkan kepada pihak ketiga asalkan disetujui bersama antara debitur dengan kreditur. Penguasaan barang gadai harus mutlak beralih dari pemberi gadai karena Pasal 1152 ayat (1) KUHPerdata secara tegas melarang penguasaan barang gadai oleh debitur atau pemberi gadai, jika hal dilanggar maka gadai tersebut akan batal.2 Sebagai hak kebendaan, hak gadai selalu mengikuti objek atau barang-barang yang digadaikan dalam tangan siapapun berada.3 Sedangkan pengertian gadai menurut H. Salim HS adalah “Suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur, di mana debitur menyerahkan benda
1
H. Salim HS, 2012, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cet. 6, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm. 33. 2 Gunawan Widjaja dan Achmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafinfo Persada, Jakarta, Hlm. 95. 3 Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdataan, Ed-1, Cet-2, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 105.
3
bergerak kepada kreditur, untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya”.4 Lembaga keuangan di Indonesia dapat dibagi menjadi Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank. Pegadaian merupakan salah satu Lembaga Keuangan Non Bank di Indonesia yang membantu masyarakat dalam hal gadai. Adanya lembaga tersebut memudahkan masyarakat dalam memperoleh uang dengan cepat dan proses yang mudah tanpa harus kehilangan barangnya. Sebelum beralih status hukumnya menjadi PT, Pegadaian adalah lembaga yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional yang berlandaskan demokrasi ekonomi, memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. BUMN menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Oleh karena dalam perkembangannya lembaga gadai sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan kinerja keuangannya maka lembaga pegadaian beralih status menjadi perusahaan persero dalam bentuk Perseroan Terbatas. Masyarakat yang menggadaikan barang berharga miliknya di Pegadaian akan mendapatkan bukti berupa Surat Bukti Kredit (SBK) dan mereka akan menerima uang. Bagi masyarakat yang menggadaikan barangnya di pegadaian maka secara tidak langsung telah melakukan kesepakatan berupa perjanjian gadai. 4
H. Salim HS, op.cit, Hlm. 34.
4
Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian dengan demikian mengikat para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban.5 Perjanjian memberikan kepastian bagi penyelesaian sengketa, dan perjanjian ditujukan untuk memperjelas hubungan hukum.6 Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumya tidak selalu merupakan perjanjian utang piutang dan karenanya dikatakan, bahwa perjanjian gadai mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang bersifat accesoir.7 Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok.8 Mariam Darus Badrulzaman juga mengatakan hak accesoir yag artinya adanya hak tertanggung dari adanya suatu perjanjian pokok yaitu perjanjian hutang piutang yang dijaminkan dengan hak tersebut.9 Perjanjian (jaminan) gadai hanya akan ada apabila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin pelunasannya dengan kebendaan bergerak, baik kebendaan bergerak yang berwujud maupun kebendaan bergerak tidak berwujud. 10 Pegadaian dalam menangani barang gadaian milik masyarakat tidak selamanya berjalan dengan lancar. Adakalanya barang gadaian milik masyarakat menjadi rusak 5
I Ketut Artadi Dan I Dewa Nym. Rai Asmara Putra, 2010, Implementasi KetentuanKetentuan Hukum Perjanjian Kedalam Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Denpasar, Hlm. 28. 6 Ibid.. 7 Rachmadi Usman, op.cit, Hlm. 106. 8 H. Salim HS, op.cit, Hlm. 30. 9 Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Hak Tanggungan Sebagai Hak Accesoir, Citra Aditya Bhakti, Bandung, Hlm. 25. 10 Rachmadi Usman, loc.cit..
5
bahkan hilang. Berikut ini merupakan contoh kasus kehilangan yang pernah terjadi di PT. Pegadaian di Indonesia : VIVAnews - Sepanjang 2012 tercatat ada lima perampokan di kantor Pegadaian wilayah Jakarta. Empat di Jakarta Selatan dan satu di Jakarta Timur. Nilai kerugian dari setiap aksi tersebut juga tidak sedikit, bahkan mencapai ratusan juta rupiah. Para pelaku biasanya mengincar emas dan uang tunai. Kepala Bagian Humas Kanwil Pegadaian DKI Jakarta, Matsuni, mengatakan dari lima perampokan itu, pihaknya mengalami kerugian hampir mencapai Rp10 miliar. "Nilai total keseluruhan dalam empat kasus sebelumnya Rp7,7 miliar. Kalau ditambah Rp2,2 miliar dalam kejadian di Cipete kemarin, jadi Rp9,9 miliar," ujar Matsuni, Rabu, 7 November 2012. Dia mengatakan bahwa kantor Pegadaian tidak pernah sepi nasabah meski sering menjadi sasaran perampok. Matsuni mengaku nasabah juga tidak mengalami kerugian apapun bila terjadi perampokan. Sebab Pegadaian akan mengganti semua barang yang dicuri para bandit. Ada ganti rugi berupa uang sesuai nilai yang digadai. Menurutnya walaupun barang-barang yang digadaikan telah diasuransikan, namun klaim atas kehilangan pada pihak asuransi tidak bisa digantikan seutuhnya. "Semuanya sudah diasuransikan, tapi klaimnya tidak 100 persen. Untuk mengantisipasi terjadinya kasus serupa pada kantor Pegadaian lain, kami telah melakukan pembicaraan dengan kepolisian mengenai sistem pengamanan," katanya lagi. Berdasarkan data Polda Metro Jaya, lima perampokan kantor Pegadaian, yaitu di Kantor Pegadaian di Jalan Raya Lenteng Agung pada 8 Maret 2012 lalu. Setelah itu, giliran kantor Pegadaian di Jalan Suci, Ciracas, yang disatroni pada 27 Juli. Pada 28 September 2012, kantor Pegadaian
6
Unit Antam di Jalan Raya Tanjung Barat yang menjadi sasaran. Menyusul kemudian kantor Pegadaian yang berlokasi di Jalan Poltangan Raya, Tanjung Barat, yang didatangi kawanan perampok. Kasus terakhir yakni pada 5 November 2012, kantor Pegadaian di Jalan Raya Cipete, Cilandak, Jakarta Selatan. Pelaku melakukan aksinya pada siang bolong.11 Maka dari itu akan dibahas secara lebih dalam dalam karya ilmiah yang berjudul ”Tanggung Jawab PT. Pegadaian Cabang Renon Kota Denpasar Atas Kerusakan dan Kehilangan Barang Gadai Milik Debitur” 1. 2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diajukan beberapa pokok
permasalahan yang akan menjadi obyek pembahasan dalam skripsi ini. Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah upaya PT. Pegadaian Cabang Renon Denpasar dalam menjamin keselamatan barang gadai milik debitur? 2. Bagaimana cara penyelesaian oleh pihak PT. Pegadaian Cabang Renon Denpasar apabila objek gadai mengalami kerusakan atau hilang? 1.3
Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan rumusan masalah di atas, untuk menghindari adanya
penyimpangan mengenai masalah yang akan di bahas, maka perlu dibatasi ruang lingkup penelitian, yaitu akan di bahas mengenai upaya PT. Pegadaian Cabang
11
Desy Afrianti dan Siti Ruqoyah, 2012, “Dirampok, Pegadaian Jakarta Rugi Rp9,9 Miliar”, URL : http://www.bola.viva.co.id/news/read/365492-dirampok--pegadaian-jakarta-rugirp9-9-miliar, diakses tanggal 15 Januari 2015.
7
Renon Denpasar dalam menjamin keselamatan barang gadai milik debitur dan cara penyelesaian oleh pihak PT. Pegadaian Cabang Renon Denpasar apabila objek gadai mengalami kerusakan atau hilang. 1. 4
Orisinalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang masih original atau asli karena
belum ada penelitian secara khusus menulis karya ilmiah skripsi dengan judul ini namun demikian ada sejumlah tulisan yang mirip tetapi tidak sama secara substansial. Setelah ditelusuri melalui judul-judul karya ilmiah yang ada di Indonesia melalui penelusuran melalui media internet dan melihat skripsi yang sudah ada di perpustakaan ditemukan beberapa judul karya tulis ilmiah skripsi yang menyangkut Hukum Jaminan mengenai gadai. Adapun judul beserta rumusan masalah penelitian lain tersebut adalah sebagai berikut : a. Pertama, skripsi yang berjudul “Pelelangan Atas Barang Jaminan Gadai Dalam Hal Tidak Mencukupi Pelunasan Hutang Debitur Pada PT. Pegadaian (Persero) Di Kota Denpasar”, penelitian yang dilakukan tahun 2013 oleh Luh Nardian Andryanthi, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, dengan rumusan masalah sebagai berikut: pertama, apakah pelaksanaan lelang pada PT. Pegadaian (persero) di kota Denpasar sesuai dengan yang diatur dalam Pedoman Operasional Pegadaian?; kedua bagaimana upaya PT. Pegadaian (persero) di kota Denpasar jika barang jaminan gadai yang telah dilelang tidak mencukupi pelunasan hutang debitur?
8
b. Kedua, skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Mengenai Tanggung Jawab Perum Pegadaian Terhadap Barang Jaminan”, penelitian ini dilakukan tahun 2003 oleh Titin Aprilia, S.H, Tesis Fakultas Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang, dengan rumusan masalah sebagai berikut: pertama bagaimana tanggung jawab Perum Pegadaian apabila terjadi kerusakan atau kehilangan barang yang dijadikan jaminan?; kedua bagaimana tanggung jawab Perum Pegadaian terhadap barang jaminan yang berasal dari kejahatan, baik yang berasal dari pencurian maupun penggelapan? 1.5
Tujuan Penelitian
a.
Tujuan Umum Adapun yang menjadi tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk
mengetahui gadai dan lembaga keuangan non bank yang membantu masyarakat dalam “mengatasi masalah tanpa masalah” terutama dalam hal gadai yaitu pada PT. Pegadaian Cabang Renon Denpasar. b.
Tujuan Khusus Selain itu penulisan ini juga dimaksudkan:
a. Untuk mengetahui bagaimana upaya PT. Pegadaian Cabang Renon Denpasar dalam menjamin keselamatan barang gadai milik debitur. b. Untuk mengetahui cara penyelesaian oleh pihak PT. Pegadaian Cabang Renon Denpasar apabila objek gadai mengalami kerusakan atau hilang.
9
1. 6
Manfaat Penelitian
a.
Manfaat Teoritis Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan
kontribusi pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum, khususnya di bidang Hukum Jaminan mengenai gadai dan mengenai tanggung jawab lembaga keuangan tertentu apabila barang yang dijaminkan terjadi kerusakan dan kehilangan. b.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu dan memberikan
masukan kepada pihak-pihak yang terkait masalah mengenai pertanggung jawaban dan berguna juga bagi pihak-pihak yang berminat pada hal yang sama. 1.7
Landasan Teoritis Hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law,
zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten.12 Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literature yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Berikut merupakan pengertian hukum jaminan dari para ahli : 1.
J. Satrio mengartikan hukum jaminan itu sebagai peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang debitur. Singkatnya hukum jaminan merupakan hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.
2.
Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima
12
Rachmadi Usman, op.cit, Hlm. 1
10
jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dihubungkan dengan kesimpulan Seminar Hukum Jaminan tahun 1978, intinya dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).13 Pengaturan mengenai jaminan secara khusus atau yang berkaitan dengan jaminan dapat dilihat pada KUHPerdata, KUH Dagang, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tantang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Di dalam KUHPerdata mengenai jaminan diatur dalam Buku II KUHPerdata yaitu mengenai jaminan kebendaan, yang termasuk di dalamnya mengatur mengenai gadai yang terdapat dalam Bab XX KUHPerdata. Gadai, yang pengertian dan persyaratannya sebagai pand
merupakan
lembaga hak jaminan kebendaan bagi kebendaan bergerak yang diatur dalam KUHPerdata Buku Kedua tentang Kebendaan dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata adalah “Suatu hak yang diperoleh oleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu 13
Rachmadi Usman, op.cit. Hlm. 2
11
dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelematan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”. Dari perumusan Pasal 1150 KUHPerdata di atas dapat diketahui, bahwa gadai merupakan suatu hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau seseorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang memberikan hak didahulukan (voorang, prefensi) kepada pemegang hak gadai atas kreditor lainnya, setelah lebih dahulu didahulukan dari biaya untuk lelang dan biaya menyelematkan barang-barang gadai yang diambil dari hasil penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan.14 Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1150 dan pasal-pasal lainnya dari KUHPerdata, dapat disimpulkan sifat dan ciri-ciri yang melekat pada hak gadai itu, sebagai berikut15 : 1. Objek atau barang-barang gadai adalah kebendaan yang bergerak, baik kebendaan bergerak berwujud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud (Pasal 1150, Pasal 1153 KUHPerdata); 2. Gadai merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang bergerak milik seeorang (Pasal 1152 ayat (3) juncto Pasal 528 KUHPerdata), karenanya walaupun barang-barang yang digadaikan tersebut beralih atau dialihkan kepada orang lain, barang-barang yang digadaikan tersebut tetap atau terus mengikuti kepada siapapun objek barang-barang yang digadaikan 14 15
Rachmadi Usman, op.cit, Hlm. 105. Rachmadi Usman, op.cit, Hlm. 108.
12
itu berada (droit de suite). Apabila barang-barang yang digadaikan hilang atau dicuri oleh orang lain, maka kreditor pemegang gadai berhak untuk menuntut kembali; 3. Hak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak prefensi atau droit de preference) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 KUPerdata); 4. Kebendaan atau barang-barang yang digadaikan harus berada di bawah penguasaan kreditor pemegang hak gadai atau pihak ketiga untuk dan atas nama pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal 1152 KUHPerdata); 5. Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, seperti perjanjian pinjam-meminjam uang, utang piutang, atau perjanjian kredit (Pasal 1150 KUHPerdata); 6. Gadai mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), yaitu membebani secara utuh objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan ketentuan bahwa apabila telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin, maka tidak berarti terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dan beban hak gadai, melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek hak kebendaan atau barang-barang yang digadaikan untk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUHPerdata).
13
Subjek gadai terdiri dari dua pihak, yaitu pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai (pandnemer).16 Pandgever yaitu orang atau badan hukum yang memberi jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga.17 Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever).18 Di Indonesia sendiri lembaga yang membantu masyarakat dalam hal gadai adalah PT. Pegadaian. Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), PT. Pegadaian memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang
keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas. Untuk mencapai maksud dan tujuan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) diatas, kegiatan yang dilakukan oleh PT.Pegadaian adalah : 1.
Menyalurkan pinjaman berdasarkan hukum gadai, termasuk gadai efek;
2.
Penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia;
3.
Pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi, dan perdagangan logam mulia serta batu adi; 16
H. Salim HS, op.cit, Hlm. 36. H. Salim HS, loc.cit. 18 H. Salim HS, loc.cit. 17
14
4.
Jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman;
5.
Optimalisasi sumber daya Persero. Usaha yang menonjol dilakukan oleh Pegadaian adalah menyalurkan
uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barangbarang itu berada di bawah kekuasaan penerima gadai. Asas ini disebut dengan asas inbezitzeteling.19 Objek gadai adalah benda bergerak, yang dibagi menjadi dua macam yaitu benda bergerak berwujud dan benda bergerak tidak berwujud. Benda bergerak berwujud merupakan benda yang dapat dipindahkan, misalnya emas, arloji, sepeda motor dan benda bergerak lainnya. Sedangkan benda bergerak tidak berwujud adalah seperti piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang. Gadai merupakan hubungan hukum antara pihak pemberi gadai (pandgever) dan pihak penerima gadai (pandnemer) yang berupa perjanjian, dan perjanjian itu sah apabila memenuhi ketentuan dari Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2.
Kecakapan untuk membuat perjanjian;
3.
Suatu hal tertentu;
4.
Suatu sebab yang halal Oleh karena gadai merupakan hubungan hukum antara debitur dengan
kreditur yang berupa perjanjian, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan 19
H. Salim HS, op.cit, Hlm. 37.
15
kewajiban yang sudah disepakati maka bisa timbul suatu wanprestasi. Adapun pengertian yang umum tentang wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. 20 Menurut Abdulkadir Muhammad wanprestasi berasal dari istilah dalam bahasa Belanda “wanprestatie” artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.21 Tidak dipenuhinya kewajiban ada dua kemungkinan alasannya yaitu22 : 1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan maupun kelalaian. 2. Karena keadaan memaksa (force majeure), jadi di luar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah. Untuk mengetahui sejak kapan seseorang melakukan wanprestasi atau tidak, dalam perjanjian dapat dilihat apakah ada tenggang waktu yang telah disepakati. Bila dalam perjanjian ditentukan batas waktu pemenuhan prestasi maka pemenuhan prestasi harus dilakukan sebelum jangka waktunya lewat. Apabila dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu tetapi debitur tetap tidak memenuhi prestasinya maka akan diberi suatu peringatan. Biasanya peringatan dilakukan secara tertulis, dengan surat perintah atau akta sejenis itu yang menentukan bahwa debitur segera atau pada waktu tertentu yang disebutkan memenuhi prestasinya, jika tidak dipenuhi maka ia dinyatakan lalai atau
20
M. Yahya Harahap, 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Pt. Alumni, Bandung,
21
Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, Hlm.
22
Ibid.
Hlm. 60. 20.
16
wanprestasi. Dalam hal gadai di PT.Pegadaian apabila debitur tidak melakukan pembayaran atas bunga barang gadainya maka barang milik debitur akan dilakukan pelelangan. Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan penerima gadai, maka sejak itulah timbul hak dan kewajiban para pihak yang diatur dalam Pasal 1155 KUHPerdata. Hak penerima gadai adalah23 : 1.
Menerima angsuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang ditentukan;
2.
Menjual barang gadai, jika pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah dilakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya. Kewajiban penerima gadai diatur dalam Pasal 1154, Pasal 1156, dan
Pasal 1157 KUHPerdata, yaitu24 : 1.
Menjaga barang yang digadaikan sebaik-baiknya;
2.
Tidak diperkenakan mengalihkan barang yang digadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (Pasal 1154 KUHPerdata);
3.
Memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur) tentang pemindahan barang-barang gadai (Pasal 1156 KUHPerdata);
4.
Bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai, sejauh hal itu terjadi akibat kelalaiannya (Pasal 1157 KUHPerdata). Hak-hak pemberi gadai25 : 23 24
H. Salim HS, op.cit, Hlm. 48. H. Salim HS, loc.cit.
17
1.
Menerima uang gadai dari penerima gadai;
2.
Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga dan biaya lainnya telah dilunasi;
3.
Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual untuk melunasi hutang-hutangnya (Pasal 1156 KUHPerdata). Kewajiban pemberi gadai26 :
1.
Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai;
2.
Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai;
3.
Membayar
biaya
yang
dikeluarkan
oleh
penerima
gadai
untuk
menyelamatkan barang-barang gadai (Pasal 1157 KUHPerdata). 1. 8
Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Secara etimologi, kata dasar penelitian adalah teliti yang bermakna cermat,
hati-hati, tekun, telaten dan sungguh-sungguh.27 Serangkain makna itu terkandung dalam penelitian yang dalam literature inggris disebut dengan search, sementara research dapat didefinisikan sebagai upaya menemukan informasi kembali dengan cermat, hati-hati, tekun telaten dan sungguh-sungguh.28 Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum empiris. Dalam penelitian hukum empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Penelitian secara empiris dilakukan dengan langsung 25
H. Salim HS, loc.cit. H. Salim HS, loc.cit. 27 Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni, Universitas Trisakti, Jakarta, Hlm. 33. 28 Ibid. 26
18
terjun ke lapangan dan melihat objek yang berkaitan dengan pertanggung jawaban pihak PT. Pegadaian atas barang gadai milik debitur. b. Jenis Pendekatan Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini, merupakan penelitian hukum empiris, maka pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach) dan Pendekatan Fakta (The Fact Approach).
Pendekatan Perundang-Undangan digunakan untuk
meneliti ketentuan-ketentuan mengenai gadai, Pendekatan Fakta digunakan untuk menganalisa secara langsung gejala hukum dalam praktik kehidupan nyata mengenai konsep daripada gadai. c. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam meneliti permasalahan ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat pencandraan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai faktar-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.29 Secara harfiah, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud membuat pencandraan(deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian.30 d. Data dan Sumber Data Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan. Sedangkan data sekunder bersumber dari penelitian 29
Sumadi Suryabrata, 2004, Metodologi Penelitian, Cet. 16, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Hlm. 75. 30 Ibid, Hlm. 76.
19
kepustakaan. Data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber dari dua sumber, yaitu : 1. Data primer yang diperoleh dari penelitian di lapangan secara langsung, yaitu di Cabang PT. Pegadaian yang ada di kota Denpasar. 2. Data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain yang akan banyak dibahas yaitu Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO). b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer meliputi buku-buku, hasil penelitian, artikel dan bahan-bahan lainnya. e. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum secara primer dan sekunder ini dilakukan dengan cara meneliti berbagai literature dan peraturan perundangundangan yang masih berlaku yang berkaitan dengan materi yang dibahas serta teknik wawancara sebagai penunjang. f. Teknik Pengolahan dan Analisis Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif. Dalam penelitian dengan teknik analisis kualitatif atau yang juga sering dikenal dengan analisis dekriptif kualitatif maka keseluruhan
20
data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data yang lainnya, dilakukan interpetasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif penelitia secara keseluruhan kualitas data.