PES (Oriental plague, pest, block death) adalah penyakit zoonosis yang dilaporkan sejak tahun 3200 SM. Menurut laporan WHO, s~ama tahun 19901995 telah terjadi kasus Pes sebanyak U.998. Tiga bentuk pes terjadi pada manusia yaitu Bubonik, Septosemik dan Paru-paru/Pneumonia. Tipe bubonik ditularkan oleh pinjal-pinjal dan merupakan penyakit tular vektor. Pes . bubonik adalah satu penyakit yang sangat serius karena penyakit tersebut seringkali terjadi dalam bentuk epidemik dan angka kematiannya tinggi yaitu setcitar ~5%1 • Tanda dan gejala awal pada pes bubonik bisa tidak khas berupa panas (39,5...WOC), demam, menggigil, lemah, nyeri otot, mual, diare atau konstipasi, sakit tenggorokan dan sakit kepala. Umumnya muncul radang kelenjar getah bening (Lymphadenitis) yaitu k~enjar yang bermuara pada lokasi gigitan pinjal, dimana lesi ini merupakan lesi awal. lni disebut dengan pes kelenjar (bubonic plague), dan setcitar 90% terjadi pada kelenjar getah bening di daerah selangkang (inguinal) dan jarang terjadi pada daerah ketiak atau leher. Kelenjar yang tertena akan menjadi bengkak, meradang, dan menjadi lunak serta kemungkinan bernanah, demam biasanya baru muncul". Pes tetap masih menjadi ancaman karena masih banyak tikus liar yang terinfeksi pada daerah yang cukup luas. Kontak antara rodentia liar .dengan tikus rumah masih sering terjadi di daerah enzootik tertentu. Pengerat liar (khususnya tupai tanah) adalah reservoar yang penting sebagai inang dari basil pes sedangkan tikus, L~omorph (kelind dan sejenisnya), binatang pemakan daging liar, anji~ dan kucing domestik bisa juga menjadi sumber infeksi bagi manusia. Mamalia dari 73 genus dapat terinfeksi dan setcitar 30 spesies dari pinjal mampu menularkan basil pes ini1• Berdasarkan pen~itian Turner menyatakan bahwa kepadatan binata~ menyusui yang merupakan reserwir utama dari penyakit pes yaitu tikus Rattus exulans dan R. tiomonicus lebih banyak pada daerah ketinggian di atas 1.000 m. Binatang mengerat dan pinjal jarang ditemukan di daerah ladang, sedangkan jenls hutan dan pingiran sering ditemukan di daerah tempat tinggal, sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya penularan penyakit 2 pes pada manusia • Agen penyebab pes atau kematian hitam (block death) adalah bacillus Pasteurella pestis (Lehmann & Neumann). Yersinia pestis (Pasteurella pestis) ini diidentifikasi dan dipublikasikan oleh Kitasato dan Yersin pada Juni 1894 di Hongkong.
Kltasato mengamati basil dari pes lni, sedangkan Yersin yang menggambarkan morfologl secara akurat mengenal basil pes lnl. Karakteristik darl Yersinla pestis adalah bakterl gram negatif, kecil, pleomoifik, non-motHe, basil bipolar berbentuk "safety pin" avoid. Baslllus ini mampu hidup beberapa minggu di air, di makanan dan padi-padian yang Jembab, namun akan mati dengan paparan panas matahari beberapa jam setelah terpapar, suhu optimal dari basil ini sekitar 3G-37 °cJ. Plnjalnkus Ogata, di Formosa (Taiwan) pada tahun 1896 menyatakan bahwa pinjal tikus yang terinfeksi Y. pestis akan meninggalkan host yang mati dan dapat menyerang manusia dengan menularkan penyakit pes. Ogata dan Simond (India) dalam penelltiannya mendemonstrasikan pinjal tikus yang menularkan penyakit pes dari tikus yang saklt ke tikus yang sehat. Mereka menduga masuknya basil lni kedalam set darah melalul feses yang dikeluarkan oleh plnjal di daerah yang luka/terkena gigitan pinjal. Vaksln basil Y. pestis dlkembangkan oleh Hafflcine pada tahun 18961 . Pinjal sebagal vector merupakan salah satu parasit yang paling sering dltemui pada hewan pengerat yaitu tikus atau pada hewan kesayangan baik anjing maupun kucing. Meskipun ukurannya yang kecil dan kadang tidak disadari pemilik hewan karena tidak menyebabkan gangguan kesehatan hewan yang serius, namun perlu dlperhatikan bahwa dalam jumlah besar kutu dapat mengakibatkan kerusakan kullt yang parah bahkan menjadi vektor pembawa penyakit pes. Kucing atau hewan plaraan menularkan pes melalui gigitan dan cakarannya sehlngga dapat berkembang abses pes yang merupakan sumber penularan4 • Secara umum, pinjal adalah serangga yang sayapnya tidak berkembang dengan balk, sehingga beberapa dari serangga ini disebut sebagai serangga peloncat yang dllengkapi dengan tungkai-tungkai yang panjang dengan koksa yang besar. Bagian mulut adalah tipe penghisap, baik jantan maupun betina adalah penghisap darah. Oaur hldup plnjal adalah metamorfosls sempuma (holometabola), yaitu dari mulal telur~arva--pupa dan dewasa. Telur sering diletakkan saat betina sedang makan, dan segera jatuh ke dalam sarang atau pemuklman host. Telur akan menetas menjadi larva yang tidak bertungkai, kecil, keputi~n, yaltu dengan renggang tertutup oleh rambut-rambut seperti duri dan memiliki sepasang embelan ujung yang tumpul, tidak terdapat mata. Terdapat tiga lnstar larva yang berbeda sediklt kecuali dalam ukuran, hanya kepala dan bagian mulut yang mengalami sklerotisast.
Pinjal tikus Indian atau kutu tikus oriental, Xenopsylla cheopsis adalah sebagian besar plnjal yang sangat efektif sebagal vektor dart penyaklt pes, walaupun di Eropa dan Amertka Utara Nosopsyllus fasciatus dan Pulex i"itants juga mampu menulartcan penyakit pes. Temperatur optimal yang dibutuhkan Xenopsylla cheopsis sebagai vektor potenslal adalah 23,5 °C, ini berkorelasi dengan suhu dan lnsiden pes yaltu antara 2G-25°C. Pinjal yang terinfeksi dapat bertahan hldup selama lebih kurang 396 hari3• Turner, dalam penelitiannya di Kab. Boyolali Jawa Tengah, menemukan tiga jenis pinjal yaitu Xenopsylla cheopis, Stivalius cognatus dan Neopsylla sondoica yang ada keterkaitan dengan binatang menyusui di daerah tersebut. Di atas ketinggian 1.000 m, S. cognatus dan N. sondaica merupakan pinjal yang paling banyak ditemukan di daerah ladang, dan X. cheopis di perumahan desa. Pada ketinggian < 1.000 m tidak ditemukan S. cognatus dan N. sondaica sedangkan X. cheopis dltemukan di daerah ladang dan perumahan desa1. Walaupun X. cheopis merupakan vektor yang efflsien dan jarang ditemukan di daerah ladang maka dlduga bahwa pinjal tersebut tldak utama memegang peranan dalam penularan ini. Namun demikian pada masa epizootik X. cheopis mempunyai peranan pada siklus penularan antara binatang menyusui, binatang mengerat dan manusia. Sedangkan S. cognatus diduga merupakan vektor utama, dan N. sondaico vektor kedua, pada penularan pes. Jarangnya vektor pada daerah ketinggian kurang 1.000 m, memperlihatkan bahwa pes di Jawa bersifat pegunungan1 • Upaya Pengendalian nlrus Berbagai upaya bi.sa dilakukan untuk pengendallan vektor sehingga bisa menurunkan kesakitan penyakit pes, yaitu melalui pengendalian fislk, klmia maupun biologi. Pengendalian vektor ini dengan cara mengendallkan host/ inang utamanya, yaitu pengendalian tikus sebagal hama pertanian maupun rumah tangga di masyarakat. Pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat tentang penyakit tular vektor, terutama penyakit yang dltularkan oleh plnjal di tikus atau binatang mamalia perlu ditingkatkan untuk kewaspadaan dini terjadinya KLB penyakit pes di masyarakat khususny.a di daerah endemis. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim, 2001 dl Wonosobo Jawa Tengah menyatakan bahwa sebagian besar pengetahuan penduduk akan penyakit bersumber mamalia kecil atau kurang sekali, hanya 7% dart responden yang mengetahui adanya penyakit tular vektor. Sehingga perlu diadakan suatu bentuk penyuluhan untuk meningkatkan pertlaku masyarakat dalam rangka menurunkan kejadian penyakit pes terutama dl daerah endemis5•
Sebagtan besar rumah penduduk dl desa endemis Kab. Wonosobo (87%} memilikl tanda-tanda kehldupan tikus dl dalam rumah dan 45% di luar rumah. Oitemukan sebanyak 235 ekor mamalia kecilliar yang terdlrl dari tiga spesies tikus yaltu Rattus exulans, Rattus rattus diardli, Rattus tlomonicus dan satu species cecurut yaltu Suncus murlnus berhasil ditangkap dl dalam dan di luar rumah. Species tikus dan curut lnl dlkenal sebagai reservoir penyaklt pes. Angka gravlditas tikus betina cukup tinggi bertdsar antara SO% sampai 78% dengan jumlah embrio rata-rata 6,9 ekor pada musim kemarau dan 4,5 ekor pada muslm penghujan. Pinjal yang dikenal sebagai vektor penyakit pes dan murine typhus ditemukan menginfeksi 16,2% hewan dengan lndek Pinjal2,15 • Beberapa cara yang bisa dlgunakan untuk pengendalian, yaitu (1) Pengendalian tikus secara mekanlk (penggunaan alat perangkap seperti bambu, kawat, jaring dll), (2) Pengendalian tikus secara blologi (musuh alami), misalnya, mengelabul tlkus dengan membuat "ular buatan" dari daun nanas yang dicat hitam dan putih secara berselang sehingga menampakkan ular belang sawah dan dipasang dl sekitar tempat lalu lalang tikus, (3) Pengendallan tikus secara kimiawi (racun yang diaplikasikan dengan makanan sebagal umpan dll)'. Penelltlan yang dilakukan oleh Tribuono (2000} adalah uji coba pengendallan pinjal sebagai vektor penyaklt pes dengan menggunakan pipa paralon berinsektisida sebagai pengganti bumbung bambu berinsektisida telah dilakukan di Kabupaten Pasuruan, Jawa nmur. Hasll penelitlan pipa paralon berinsektisida dapat menurunkan pinjal sebesar 67,6% selama penelitian yang dilakukan di habitat rumah, sedangkan penggunaan pipa paralon di habitat kebun merupakan metode yang harus disesuaikan untuk 7 diterapkan di habitat/kebun • Cara penanganan tikus mati yang benar harus diinformasikan kepada masyarakat karena penanganan yang salah akan mengaklbatkan penularan penyakit pes semakln tlnggi terutama di daerah endemls. Plnjal pada tlkus mati yang infektif akan pindah ke manusia sebagai host accident dan melalui glgitannya manusia akan terinfeksl jlka terjadi kontak langsung. Seseorang harus menggunakan alat pelindung diri (jaket, sa rung tangan, celana panjang) ketika mengambil atau membuang tlkus mati untuk menghlndari 1 berpindahnya pinjal ke tubuh manusla .
Pengobatan Penyaklt Pes Pencegahan dan pengobatan penderita juga perlu dilakukan untuk menekan angka kasus pes. Pencegahan pes ke host atau manusia yaitu bisa dengan memberikan lmunisasi aktif dengan vaksin yang berisi bakteri memberikan proteksi terhadap pes bubo (tetapi tidak untuk pes pneumonia
primer), minimal selama beberapa bulan bila diberikan sebanyak 3 dosis. Dosis 1 dan 2 dengan interval 1-3 bulan diikuti dosis 3 dibertkan 5-6 bulan berikutnya; suntikan booster diperlukan setlap 6 bulan apabila rtsiko terpapar bertanjut. Setelah pemberian booster ketlga, interval mulai jarang yaitu 1-2 1 tahun • Adapun pengobatan spesifik pada penderita penyaklt pes yaitu dengan pemberian Streptomycin merupakan obat pilihan utama. Gentamycin dapat dipakai bila Streptomycin tidak tersedia. Tetrasiklin dan kloramfenikol merupakan pillhan alternatif, kloramfenikol dipakai untuk pengobatan meningitis pes. Semua obat tersebut efektivitasnya sangat tinggi bila digunakan secara dini (dalam waktu 8-18 jam setelah serangan pes pneumonia). Setelah timbul respon yang memuaskan karena pemberian terapi, demam dapat timbul kembali sebagai akibat dart infeksi sekunder atau bubo bemanah yang memerlukan tindakan untuk pengeluaran pus1• [ad]. ••• Daftar Pustaka 1. Chin , J., I Nyoman Kandun. 2000. Manual Pemberantasan Penyaklt Menular. Edisi 17. Depkes Rl. Jakarta. Hal397 -403 2.
Turner, W. Ronald et. all. Dynamic of the Plague Transmission Cycle in Central Java (Ecology of Potential Fie Vektor).
3.
Hubert, William et. all, 1975. Diseases Transmitted from Animal to Mon. Sixth edition. Illinois. USA. Page 147 -159
4. Triplehorn, Borror. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hal607- 617. 5.
Ibrahim, lma Nurtsa. 2001. Peran Mamalia Kecil dalam Penularan beberapa Zoonosis di Pedesaan di Daerah Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Warta Utbangkes DEPKES Rl Vol V: Jakarta.
6.
Direktorat
Perlindungan
Tanaman
Pangan.
2006.
Teknologi
Pengend~lian Tikus Spesifik Lokasl. DEPTAN. Jakarta.
7. Tribuono, Damar. 2000. Upaya Eliminasl Penyaklt Pes di Daerah Enzootik Pes : Pemacuan Pemasangan Bumbung Bambu Berinsektisida Secara Rutin oleh Masyarakat. Center for Research and Development of Health Ecology, NIHRD.
••••