INHALASI DENGAN CAIRAN SALIN HIPERTONIK DAPAT MENGOPTIMALKAN PEMENUHAN OKSIGEN MELALUI PENDEKATAN MODEL KONSERVASI LEVINE Linda Sari Barus*, Nani Nurhaeni** Dessie Wanda*** Program Ners Spesialis, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok-Jawa Barat 16414
[email protected] Abstrak Anak dengan gangguan pernapasan sering mengalami ketidakefektifan bersihan jalan napas akibat sekret yang menumpuk. Pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan oksigenasi dapat dioptimalkan melalui inhalasi menggunakan cairan salin hipertonik. Penggunaan model konservasi Levine dapat diaplikasikan dalam penerapan asuhan keperawatan yang menerapkan prinsip konservasi energi, konservasi integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Perlunya berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam pelaksanaan intervensi sebagai upaya memperbaiki kerusakan silia yaitu menerapkan konservasi integritas struktural. Dukungan sarana prasarana seperti alat nebuliser, pengadaan kemasan dan penyimpanan cairan salin hipertonik dapat meningkatkan kompetensi perawat spesialis dalam melakukan praktek pada anak dengan gangguan pemenuhan oksigenasi. Kata kunci : Bersihan jalan napas, inhalasi cairan salin hipertonik, model konservasi Levine Abstract Children who experience respiratory distress often encounter ineffective airway clearance caused by secret accumulation. Nursing care in children with oxygenation disturbance can be optimized through the use of hypertonic salineinhalation. The use of Levine’s conservation model applied in the implementation of nursing care facilitated children’s energy conservation, structural integrity conservation, personal integrity and social integrity. There was a need for collaboration with other health professionals in the implementation of the intervention as an effort to repair the damage of cilia, namely implementing structural integrity conservation. Infrastructure support such as nebuliser, packaging procurement and storage of hypertonic saline may improve the competence of specialist nurses in practice in children with impaired oxygenation fulfillment. Keywords: Airway clearance, hypertonic salineinhalation, Levine’s conservation model PENDAHULUAN Infeksi saluran pernapasan menyebabkan reaksi inflamasi yang meningkatkan produksi sekret yang banyak (Potter & Perry, 2010). Penumpukan sekret yang terjadi membuat keadaan patologis pada anak yang mengganggu pernapasan (Zhang, MendozaSassi, Klassen and Wainwright, 2015). Seorang anak belum mampu mengeluarkan sekret lewat batuk secara efektif sehingga menyebabkan sekret menumpuk pada saluran pernapasan yang mengganggu proses oksigenasi. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan inhalasi dengan cairan salin hipertonik dapat menurunkan obstruksi jalan nafas dan menjadi penanganan efektif pada anak (Zhang, MendozaSassi, Klassen and Wainwright, 2015). Melalui
inhalasi meningkatkan pembersihan mukosiliari, mekanisme normal tubuh untuk memindahkan sekret dari sel-sel mati di saluran pernapasan (Potter & Perry, 2010). Perawat sebagai bagian dari pemberi layanan kesehatan harus ikut berperan dan berfokus pada menerjemahkan bukti-bukti hasil penelitian agar dapat diaplikasikan ke dalam praktek klinis agar pelayanan kesehatan lebih efisien dan efektif. Perawat sebagai tenaga medis dapat berkolaborasi dengan tenaga medis dalam hal ini dokter melakukan intervensi pemberian cairan salin hipertonik pada pasien-pasien infeksi saluran napas yang terpilih sebagai upaya dalam menurunkan infeksi saluran pernapasan. Hal ini dapat menanggulangi keadaan patologi akibat kerusakan 32 | P a g e
silia yang mengarah ke penurunan bersihan jalan napas (Zentz, 2011). Pendekatan Model Konservasi Levine pada anak bertujuan mencapai tingkat kesehatan yang menyeluruh (wholeness). Model konservasi Levine pada anak dengan gangguan pernapasan bertujuan meliputi kemampuan anak mempertahankan keefektifan ventilasi, oksigenasi dan sirkulasi (Mefford & Alligood, 2011).Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan penggunaan inhalasi dengan cairan salin hipertonik pada anak dengan melibatkan keluarga pada anak yang mengalami gangguan oksigenasi.
pernafasan 40x/menit. BB 5,7 kg, TB 60 cm status gizi baik. Masalah keperawatan yang dirumuskan pada An. A.L.C. yaitu; 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif; 2) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; 3) PK: Infeksi. Intervensi yang telah dilakukan pada An. A.L.C diantaranya adalah memonitor tanda-tanda vital, memonitor status neurologi, memberikan oksigen, memberikan inhalasi, mengatur posisi, mengauskultasi suara napas, memonitor intake dan output, melibatkan keluarga dalam pemberian asupan nutrisi enteral, memberikan terapi sesuai dengan progam, memonitor pemeriksaan laboratorium, menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain studi kasus pada 5 kasus terpilih. Penelitian dilakukan di ruang infeksi anak dari bulan februari sanpai April 2016. Sampel pada penelitian ini adalah anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan masalah bersihan jalan napas karena penumpukan sekret. Data didapatkan dari catatan terintegrasi serta observasi pasien.
Pada tanggal 21 Maret 2016 kesadaran An. A.L.C kompos mentis, suara nafas vesikuler, tidak menggunakan oksigen tanda-tanda vital normal. Dokter mengijinkan pulang dan kontrol kembali ke poliklinik sesuai jadwal.
HASIL PENELITIAN Kasus 1 Anak A.L.C, perempuan, usia 6 bulan Tanggal 8 Maret 2016 masuk UGD RSCM karena Demam masih naik turun walaupun sudah diberi parasetamol, batuk dan nafas terdengar grok-grok kadang-kadang disertai muntah dan juga mencret 4-5x/hari berampas dan berlendir, warna coklat tua dan tidak ada darah. Dari status diketahui saat di IGD didapatkan Nadi 140x/menit, pernafasan 48x/menit nafas cuping hidung ada, saturasi oksigen 88-93% tanpa oksigen, dengan oksigen ½ liter/menit saturasi oksigen 9798%. An. A..L.C diberikan oksigen 2 liter/menit via nasal canul saat ke ruangan. An. A.L.C dipasang IV line stopper dan diperiksa laboratorium: Darah lengkap, ureum creatinin, SGOT, SGPT, GDS, AGD, Elektrolit, urine lengkap dan rontgen thorax. Therapi Ceftazidim 4x300 mg (IV). An A didiagnosis TB milier on OAT, Meningitis TB, Hospital Acquired Pneumoni, Diare melanjut tanpa dehidrasi, Penurunan kesadaran. lalu dipindahkan ke ruang infeksi tanggal 9 Maret 2016. Pengkajian tanggal 14 Maret 2016 didapatkan An. A.L.C kesadaran kompos mentis, GCS 15, sesak, batuk ada, nafas cuping hidung ada. Terpasang infus di kaki kanan NaCL 0,9%+KCL 10 mEq 8cc/jam, terpasang oksigen ½ liter/menit saturasi oksigen 90%, terpasang NGT. Hasil pengukuran tanda-tanda vital suhu 37°C, nadi 120x/menit,
Kasus 2 An. M, laki-laki, usia 8 bulan pada tanggal 28 Februari 2016 dibawa ke UGD karena sesak, 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien batuk pilek disertai mual, dan muntah berlendir yang bercampur susu. Pasien didiagnosis Bronkiolitis dd Pneumonia komunitas HAP, Gizi kurang, VSD infundibular dan dipindahkan ke ruang rawat infeksi anak pada tanggal 28 Februari 2016 jam 19.00 WIB. Saat pengkajian dilakukan pada tanggal 29 Febuari 2016, keadaan umum An. M lemah, sesak nafas, tingkat kesadaran compos mentis, Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V5= 13. Auskultasi suara nafas vesikuler, ditemukan ronchi kasar di kedua lapang paru, stridor dan wheezing ada saat expirasi. Ditemukan pernapasan cuping hidung. Terpasang oksigen 1 liter/menit dengan binasal kanul dan Naso gastric tube (NGT). Hasil pengukuran tanda vital suhu 37,1°C, frekuensi nadi 124x/menit, cukup kuat dan regular, frekuensi nafas 26x/menit. Berat badan 5380 gram dan tinggi badan 65 cm. Masalah keperawatan yang dirumuskan pada An. M yaitu; 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif; 2) Penurunan curah jantung; 3) Nutrisi kurang dari kebutuhan; Intervensi yang telah dilakukan pada An. M diantaranya adalah memonitor tanda-tanda vital dan kesadaran, memonitor kepatenan nafas, mengatur posisi semi fowler, mengauskultasi suara napas, memonitor tanda-tanda dehidrasi, memonitor intake dan output, melibatkan keluarga
33 | P a g e
dalam memantau asupan nutrisi, memberikan terapi sesuai dengan program termasuk inhalasi, memonitor pemeriksaan laboratorium dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak. Kasus 3 An. J., laki-laki, usia 17 tahun 7 bulan. Tanggal 10 Februari 2016 masuk IGD RSCM dengan keluhan nyeri kepala disertai demam sejak 2 minggu. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit anak seperti linglung, kurang lebih 12 jam sebelum masuk rumah sakit anak tidak nyambung saat diajak bicara dan cenderung tidur. Sejak 2 bulan mengalami penurunan berat badan dari 45 kg menjadi 40 kg. Pasien didiagnosis Penurunan kesadaran ec. Meningitis TB, Edema cerebri, Pneumonia, Gizi buruk marasmik, Riwayat hiponatremi masuk ruang infeksi tanggal 11 Februari 2016. Pengkajian tanggal 18 Februari 2016, klien dirawat di ruang isolasi dan memasuki hari perawatan ke-9. Kesadaran sopor, GCS (E3M5V2=10). Auskultasi suara nafas ronchi di kedua lapang paru, tampak sesak, batuk, cuping hidung dan retraksi dada intercostal dan suprasternal ada, pernapasan 3236x/menit dengan oksigen 10 liter/menit melalui non rebreating mask (NRM) saturasi oksigen 9397%. Kebutuhan nutrisi diberikan enteral melalui NGT dan Parenteral melalui longline di femur dextra. BAK lewat cateter. Hasil pengukuran tandatanda vital adalah tekanan darah 102/67 mmHg, suhu 38,5°C, nadi 102x/menit. Masalah keperawatan yang dirumuskan pada An. J. yaitu; 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif; 2) Gangguan perfusi jaringan cerebral; 3) Nutrisi kurang dari kebutuhan. Intervensi yang telah dilakukan pada An. J. diantaranya adalah memonitor tanda-tanda vital dan kesadaran, memonitor jalan napas, memberikan inhalasi, suction, mengatur posisi semi fowler, mengauskultasi suara napas, memonitor intake dan output, memberi nutrisi enteral dan parenteral. Memberikan terapi sesuai program, memonitor laboratorium. Tanggal 21 februari 2016 An. J. dipindahkan ke ruang ICU karena terjadi gagal napas, dipindahkan ke ruang biasa dan akhirnya meninggal. Kasus 4 An. N.G, laki-laki, usia 8 tahun 1 bulan, dibawa ke IGD RSAB karena demam sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS) awal demam sejak 1 bulan dan sesak nafas. An. N.G dengan hydrocephalus on VP shunt, cerebral palsy, dan gastrostomy. Diagnosa awal masuk ruang infeksi yaitu Anemia berat ditunjang hasil laboratorium hemoglobin (Hb) 3,6 g/dL. Tanggal 29 Maret 2016 dilakukan pengkajian didapatkan keadaan umum tampak lemah, pucat, konjungtiva anemis, terpasang IUVD di lengan kiri sedang transfusi PRC (packed red cell)100 cc. Hasil pengukuran tanda-tanda vital tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 100x/menit, napas 34x/menit saturasi 94-95% dengan oksigen 2 liter/menit dengan binasal kanul, suhu 36,7°C. Berat badan 16 kg dan tinggi badan 106 cm. Masalah keperawatan yang dirumuskan pada An. N.G. yaitu; 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif; 2) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan; 3) Kerusakan integritas kulit. Intervensi yang telah dilakukan pada An. N.G diantaranya adalah memonitor tandatanda vital dan status neurologis, memonitor kepatenan penggunaan oksigen, mengatur posisi semi fowler, mengauskultasi suara napas, memonitor intake dan output, Transfusi PRC, melibatkan pengasuh dalam memberikan dan memantau asupan nutrisi, memberikan terapi sesuai dengan progam bactesyn 2x1 gram (iv), baclofer 3x2 mg, PCT 3x½ cth, aspilet 1x60 mg, maltofer 2x1 cth, inhalasi ventolin 3x/hari, myco Z 2x/hari, memonitor pemeriksaan laboratorium dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak. Hari perawatan ketujuh pasien tampak tidak anemis, sesak minimal, batuk kadang-kadang. Tanda-tanda vital dalam batas normal, intake dan output seimbang, Hasil Laboratorium Hb 12 g/dL. Tanggal 4 April 2016 dokter memperbolehkan An. N.G pulang. Kasus 5 Anak M.D, laki-laki, usia 6 tahun. Tanggal 5 April 2016 masuk UGD RSAB kerena sesak, pernapasan 40x/menit disertai wheezing dan ronchi. Selama di UGD diberikan inhalasi sampai 3x pemberian lalu dipasang IVFD KaEN 1B 15 tetes/menit. Pasien didiagnosis Asma bronkial attack sedang berat dd/ bronkiolitis dan dipindahkan ke ruang gambir tanggal 6 April 2016 pukul 05.00 WIB. Tanggal 6 April 2016 pukul 07.30 WIB dilakukan pengkajian, An. M. D tampak sesak dan lemah, terpasang oksigen 2 liter/menit dengan binasal 34 | P a g e
kanul, IVFD di lengan kiri KaEN 15 tetes/menit. Auskultasi suara nafas wheezing dan ronchi dikedua lapang paru, retraksi dada suprasternal minimal dan nafas cuping hidung ada, sesekali batuk dan tampak lemah. Hasil pengukuran tandatanda vital tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 86x/menit, napas 40x/menit, suhu 36,7°C, saturasi oksigen 90-93%. Berat badan 17 kg dan tinggi badan 109 cm. Masalah keperawatan yang dirumuskan pada An. M.D. yaitu; 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif; 2) Nutrisi kurang dari kebutuhan; 3) Pola nafas tidak efektif. Intervensi yang telah dilakukan pada An. M.D diantaranya adalah memonitor tanda-tanda vital, memonitor kepatenan penggunaan oksigen, mengatur posisi semi fowler, mengauskultasi suara napas, memonitor tanda-tanda dehidrasi, memonitor intake dan output, melibatkan keluarga dalam memantau asupan nutrisi, melakukan discharge planning pada keluarga, memberikan terapi sesuai dengan program inhalasi dengan ventolin dan pulmicort 3x/hari, memonitor pemeriksaan laboratorium dan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi anak. Pada hari perawatan ketiga pasien sudah tidak sesak, tanda-tanda vital dalam batas normal, makan dan minum mau sehingga tanggal 6 April 2016 dokter sudah memperbolehkan An. M.B. pulang. PEMBAHASAN Masalah anak dengan gangguan pemenuhan oksigen banyak ditemui di rumah sakit saat berdinas di ruang infeksi. Gangguan pemenuhan oksigen pada 5 kasus terpilih dalam karya ilmiah akhir ini dengan diagnosa medis yang berbeda-beda yaitu 2 kasus TB milier, meningitis TB, HAP (Hospital Acquired Pneumoni) disertai diare melanjut, 1 kasus bronchiolitis disertai VSD, 1 kasus Asma Bronchial attack sedang berat, dan 1 kasus Anemia berat, Cerebral Palsy, Hydrocephalus dan Gastrostomy. Berdasarkan hasil pengkajian sistem pernapasan pada kelima kasus kelolaan yang berusia 6 bulan sampai 17 tahun. Kelima pasien mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaitu bersihan jalan napas tidak efektf, pada mulanya anak mengalami sakit flu, batuk ataupun demam. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Saputra
(2012) bahwa masalah keperawatan yang berkaitan dengan masalah oksigenasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, gangguan pertukaran gas dan gangguan perfusi jaringan. Penanganan awal yang belum tepat dan cepat dan daya tubuh yang rendah menyebabkan kondisi anak semakin parah yang mewajibkan anak untuk rawat inap dan memperoleh penanganan lebih intensif. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ward, Ward, Leach dan Wiener (2011) yang mengungkapkan daya tahan tubuh anak belum berkembang dengan baik sehingga rentan sakit. Menurut riset kesehatan dasar (2013) infeksi saluran pernapasan merupakan penyakit kedua tertinggi setelah diare. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik pada kelima klien berdasarkan konservasi integritas struktur, didapatkan semua kasus kelolaan mengalami akumulasi sekret pada saluran pernafasan yaitu ditandai dengan sesak, tachipnea, work of breathing, adanya suara napas tambahan yaitu ronchi dan weezing, pernapasan cuping hidung dan adanya penggunaan otot-otot bantu pernapasan yang minimal sampai berat, saturasi oksigen yang tidak stabil dan hasil laboratorium seperti Analisa Gas Darah (AGD) dan thorax foto yang menunjukkan kelainan.Anak juga terlihat rewel, gelisah bahkan didapatkan penurunan kesadaran seperti pada An. A. L. C dan An. J. Akumulasi sekret di jalan napas bila dibiarkan akan menyebabkan obstruksi karena lubang hidung bayi dan anak lebih kecil secara anatomi dibanding orang dewasa. Akumulasi sekret dalam saluran pernapasan dapat meningkatkan work of breathing yang menimbulkan pernapasan cuping hidung dan penggunaan otot-otot napas tambahan karena tidak dapat bernapas melalui mulut (Potter & Perry, 2010). Penumpukan sekret yang terus menerus dan tidak ditangani dengan segera dapat menyebabkan hipoksia atau kekurangan oksigen dalam jaringan tubuh. Begitu juga bila terjadi hipoksemia (kekurangan oksigen dalam darah) yang pada akhirnya menyebabkan kondisi kurangnya pasokan oksigen bagi tubuh untuk menjalankan fungsi normalnya. Menurut Saputra (2012) serta Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2011) gangguan yang dapat mengganggu fungsi pernapasan adalah
35 | P a g e
perubahan pola napas, obstruksi jalan napas dan hipoksia. Analisis dari seluruh pengkajian yang dilakukan pada kelima kasus kelolaan didapatkan trophicognosis yaitu bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Hal ini terjadi karena masalah utama sebagian besar yaitu 4 kasus adalah infeksi saluran napas hanya 1 kasus yang sistem hematologi, yang berpengaruh juga pada fungsi pernapasan. Infeksi pada saluran napas mengakibatkan timbulnya proses inflamasi yang dapat menyebabkan akumulasi sekret pada saluran napas. Hal ini ditunjang dengan hasil laboratorium leukosit yang menunjukkan terjadi peningkatan leukosit dalam darah. Hal ini sesuai karena leukosit berfungsi sebagai pertahanan tubuh untuk membunuh dan memakan (fagosit) bibit penyakit/bakteri yang masuk ke jaringan retikulo endotelial system (RES), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe serta berfungsi sebagai pengangkut yaitu mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan diteruskan ke pembuluh darah (Andarmoyo, 2012). Pengkajian pada kelima pasien kelolaan dengan menggunakan Model Konservasi Levine dapat dilakukan pada anak yang sadar ataupun mengalami penurunan kesadaran. Pada kasus ada 2 kasus yang mengalami penurunan kesadaran, dalam hal ini pengkajian dapat dilakukan pada keluarga misalnya pada orangtua. Pengkajian dapat dilakukan pada anak juga pada orangtua sehingga hal ini tidak bermasalah dan data dapat dengan lengkap dan akurat didapat. Pengkajian konservasi energi dan konservasi integritas struktur dapat dilakukan dengan melakukan pengkajian langsung terkait riwayat kesehatan, melalui pemeriksaan fisik dan wawancara dengan orangtua. Pengkajian konservasi integritas personal dan sosial dapat dilakukan melalui observasi interaksi orangtua dan klien serta melakukan wawancara langsung pada orangtua mengenai respon klien dan orangtua terhadap kondisi kesehatan yang dialami klien. Dari pengkajian tersebut didapatkan trophicognosis prioritas utama yaitu bersihan jalan napas tidak efektif.
Setelah dilakukan pengkajian dan didapatkan trophicognosis prioritas yang sama proses keperawatan dilanjutkan dengan perencanaan. Pengkajian yang dilakukan pada kelima pasien kelolaan masalah keperawatan prioritas utama adalah bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Masalah keperawatan yang muncul pada klien kemudian dilakukan intervensi yang tepat agar pasien kelolaan dapat beradaptasi sehingga mampu mempertahankan integritas fungsi pernapasannya kembali normal. Intervensi yang diberikan pada kelima kasus kelolaan sudah sesuai dengan intervensi yang dilakukan pada pasien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi yang mengalami penumpukan sekret. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien yang mengalami akumulasi sekret antara lain auskultasi daerah paru, catat adanya bunyi tambahan wheezing, ronchi, lakukan hisap ekskresi jalan nafas (suction) sesuai kebutuhan, posisikan anak untuk memungkinkan pengembangan rongga dada (kepala ditinggikan 45° bila tidak ada kontraindikasi), pantau status oksigenasi/ saturasi oksigen, kolaborasi pemberian inhalasi dengan cairan salin hipertonik dengan bronkodilator dan mukolitik, pertahankan keadekuatan hidrasi untuk mengencerkan sekret, catat jenis dan jumlah sekret yang dikumpulkan, perhatikan teknik aseptik saat melakukan penghisapan lendir, ajak anak berbicara selama mengatur posisi, inhalasi dan menghisap lendir, libatkan keluarga dalam pemberian inhalasi yang efektif. (Hockenberry & Wilson, 2013; Wilkinson, 2012). Teknik meningkatkan mobilisasi sekresi pulmonal adalah dengan inhalasi. Inhalasi yang diberikan pada kelima pasien kelolaan maupun yang diberikan pada pasien yang dirawat di unit infeksi adalah dengan cairan bronkodilator dan atau mukolitik dan diencerkan dengan cairan NaCl 0,9%. Setelah residen melakukan kolaborasi dengan dokter DPJP (dokter penanggung jawab pasien) dan mengemukakan rencana intervensi pemberian inhalasi dengan cairan salin hipertonik, dokter memberikan 6 pasien untuk dilakukan intervensi pemberian cairan hipertonk ini. Salah satu pasien kelolaan termasuk pasien yang diberikan inhalasi dengan hipertonik salin yaitu anak A.L.C. dengan cairan salin hipertonik dapat
36 | P a g e
menurunkan obstruksi jalan nafas berhubungan dengan mekanisme bersihan mucociliary yang potensial menjadi penanganan efektif pada anak (Zhang, Mendoza-Sassi, Klassen and Wainwright, 2015). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan cairan salin hipertonik dapat menurunkan lama hari rawat pasien (Length of Stay = LOS). Oleh karena itu pada kasus kelolaan terpilih inhalasi diberikan dengan menggunakan cairan salin hipertonik sekali satu hari yaitu pada siang hari dan harus diobservasi dan dilaporkan hasilnya pada catatan terintegrasi. Cairan hipertonik salin dapat melembabkan dan berperan sebagai hidrasi cairan permukaan saluran napas yang mengering karena keadaan infeksi sehingga tidak dapat berfungsi dalam mengeluarkan sekret yang ada dalam jalan napas. Hidrasi merupakan variabel yang paling dominan yang mengatur mucus clearance di semua penyakit saluran pernafasan (Randell & Boucher, 2006; Boogard, de Jongste & Merkus, 2007). Dengan terapi inhalasi salin hipertonik saluran nafpas lembab, edema mukosa turun dan sifat rheologic lendir (elastisitas dan viskositas) ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pebersihan sekret dari jalan napas. Asuhan keperawatan yang diberikan atau di implementasikan pada klien yang mengalami gangguan pemenuhan oksigen dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah direncanakan sebelumnya. Tindakan ini dapat dilakukan secara mandiri atau berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain. Pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan perawat harus melakukan intervensi sesuai dengan evidence based practice terkini yang dapat menunjang peningkatan status kesehatan klien. Pada pemberian inhalasi dengan cairan salin hipertonik sesudah residen berkolaborasi dengan dokter dalam pemberiannya kepada beberapa pasien dan mencatat respon setiap kali pemberian inhalasi seperti mengukur tanda vital frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen dan melakukan penghisapan sekret sesuai guidelines suction pada hidung dan mulut pada pasien yang tidak terintubasi karena kelima pasien yang dijadikan kasus kelolaan adalah pasien yang tidak terintubasi. Tekhnik pengisapan lendir dilakukan
dengan memperhatikan prinsip antiseptik (Potter & Perry, 2010).
septik
dan
Evaluasi adalah hasil uji hipotesa, dievaluasi dengan mengkaji respon organisme apakah hipotesis tersebut membantu atau tidak (Alligood, 2014). Fawcett (2005) menjelaskan bahwa evaluasi yang dilakukan perawat adalah mengevaluasi dampak dari tindakan dan digunakan untuk merevisi trophicognosis yang diperlukan. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada klien 3 dari 5 pasien didapatkan hampir semua tujuan tercapai, pasien dibolehkan pulang. 1 pasien mengalami perburukan dan dipindahkan ke ruangan lain dan akhirnya meninggal. 1 pasien lagi terkena morbili dan mengalami komplikasi sehingga terjadi gagal napas dan dipindahkan ke rumah sakit lain karena membutuhkan perawatan di ruang intensif. KESIMPULAN Anak dengan gangguan pernapasan dapat mengalami bersihan jalan nafas tidak efektif akibat penumpukan sekret. Asuhan Keperawatan dilakukan pada 5 (lima) kasus anak kelolaan dengan masalah oksigenasi dan diangkat trophicognosis yang mengalami bersihan jalan nafas tidak efektif akibat penumpukan sekret menggunakan Model Konservasi Levine. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah inhalasi dengan cairan salin hipertonik untuk meningkatkan mobilisasi mukosilier saluran napas. Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi. Hasil evaluasi menunjukkan hasil yang bervariasi pada setiap kasus, namun secara umum menunjukkan terdapat peningkatan kemampuan adaptasi terutama pada kasus An A.L.C setelah diberikan intervensi cairan hipertonik salin lebih mudah dalam pengeluaran sekret yang dalam model konservasi Levine dititikberatkan pada kemampuan mempertahankan integritas struktural yang pada akhirnya dapat mempengaruhi konservasi energi dan integritas sosial pasien. Pada kasus An. M dan An. J, hasil evaluasi menunjukkan klien tidak mampu mempertahankan kemampuan adaptasi karena klien mengalami perburukan dan juga meninggal. Model Konservasi Levine dalam penentuan trophicognosis atau masalah keperawatan masih memerlukan pengklasifikasian diagnosis NANDA. 37 | P a g e
Levine juga tidak menjelaskan secara rinci bagaimana evaluasi pencapaian tiap prinsip konservasi dan kaitannya dengan kemampuan adaptasi. Levine hanya menjelaskan bahwa penilaian intervensi dilakukan dengan penilaian organismik. Namun, berdasarkan pendapat residen
bahwa pencapaian adaptasi dapat dinilai berdasarkan kemampuan prinsip konservasi, dengan melakukan evaluasi respon organismik terhadap kriteria hasil yang diharapkan pada setiap masalah.
DAFTAR PUSTAKA Alligood, M. R. (2014). Nursing theory: Utilization & aplication. (5th ed.) Missouri: Mosby Inc. Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan dasar manusia (oksigenasi): Konsep, proses dan praktik keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Boogard, R.C., de Jongste, J., Merkus, P. (2007). Pharmacotherapy of impaired mucociliary clearance in nonCF pediatric lung disease. A review of the literature. Pediatr Pulmonol;42:989-1001. Fawcett, (2005). Contemporary nursing knowledge: Analysis & evaluation of nursing models and theories. (2nd ed). Philadelphia: F. A. Davis Company. Hockenberry, M., & Wilson, D. (2013). Wong’s essential of pediatric nursing. (9th ed). St. Louis: Mosby Elsevier. Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kozier, B, Erb, G, Berman, A, & Snyder, S.J. (2011). Fundamental of nursing: Concepts, process, and practice. New Jersey: Pearson Education. Mefford, L. C., & Alligood, M. R. (2011a). Testing a theory of health promotion for preterm infants based on Levine’s conservation model of nursing. The Journal of Theory Construction and Testing, 15(2), 41-47. Mefford, L. C., & Alligood, M. R. (2011b). Evaluating nurse staffing pattern and neonatal Intensive care unit outcomes using Levine’s conservation model of nursing. Journal of Nursing Management, 19, 998-1011. NANDA International. (2011). Nursing diagnosis: definition and classification. Diperoleh melalui www.icn.org tanggal 10 November 2015. Potter, P.A., & Perry, A.G. (2015). Fundamental keperawatan ed. 5, Terjemahan Yasmin Asih, dkk. Jakarta: EGC. (Buku asli tahun 2009). Randell, S.H., & Boucher, R.C. (2006). Effective mucus clearence is essential for respiratory health. Am J Respir Cell Mol Biol; 35:20-28. Saputra, L. (2012). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Tangerang Selatan: Bina Rupa Aksara. Ward, J.P.T., Ward, J., Leach, R.M., Wiener, C.M. (2011). At glance sistem respirasi, Terjemahan Huriawati Haryanto. Jakarta: Erlangga. (Buku asli tahun 2009). Wilkinson, J. W., & Ahern, N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC, Terjemahan Esty Wahyuningsih. Jakarta: EGC. Zhang, S. & Petro, T.M. (2001). The effect of nicotine on murine CD 4 T cell responses. Int J Immunopharmacol. 18, 467-78. Zhang, L., Mendoza-Sassi, R.A., Wainwright, C., Klassen, T.P. (2015). Nebulized hypertonic saline solution for acute bronchiolitis: A Systematic review. Cochrane Database Syst. Rev; 136; 687. Zentz, S. (2011). Care of infants and children in bronchiolitis: A systematic review. Journal of pediatric nursing 26, 519-529.
38 | P a g e