UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA ANAK DI RUANG PERAWATAN ANAK
KARYA ILMIAH AKHIR
INDRA TRI ASTUTI 0906573736
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JUNI 2012
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
APLIKASI MODEL KONSERVASI LEVINE DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA ANAK DI RUANG PERAWATAN ANAK
KARYA ILMIAH AKHIR
Disusun untuk memenuhi tugas akhir program profesi spesialis keperawatan anak
INDRA TRI ASTUTI 0906573736
PROGRAM NER SPESIALIS KEPERAWATAN ANAK FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DEPOK JUNI 2012
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah atas segala rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah Akhir yang berjudul aplikasi model konservasi Levine dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada anak di ruang perawatan anak. Karya Ilmiah Akhir ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Anak pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada yang terhormat : 1.
Ibu Yeni Rustina, SKp., M.App.Sc., PhD, selaku supervisor utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran.
2.
Ibu Ns. Fajar Tri Waluyanti, Sp.Kep.An, selaku supervisor yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran.
3.
Ibu Dewi Irawaty, M.A. PhD., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
4.
Ibu Dessie Wanda, S.Kp., M.Sc., selaku dosen wali yang telah banyak memberikan dukungan dan bimbingan dengan penuh kesabaran
5.
Ibu Astuti Yuni Nursasi, S.Kp., MN, selaku ketua Program Studi Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
6.
Dr. M. Tatang Puspanjono, Sp.A, yang memberikan bimbingan selama praktik residensi keperawatan anak.
7.
Suami dan putriku tercinta yang dengan penuh kasih sayang dan kesabaran selalu memberikan dukungan dan doa
8.
Ibunda, ibu dan bapak mertua tercinta yang dengan kesabaran dan untaian doa selalu memberikan dukungan selama pendidikan.
9.
Rekan-rekan mahasiswa residensi keperawatan anak yang telah saling memberi dukungan selama proses residensi.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Akhir kata, semoga semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga Karya Ilmiah Akhir ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan anak. Depok, Juni 2012
Penulis
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
ABSTRAK Nama : Indra Tri Astuti Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Anak Universitas Indonesia Judul : Aplikasi Model Konservasi Levine dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Anak di Ruang Perawatan anak Karya Ilmiah Akhir ini membahas aplikasi model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada lima anak dengan masalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang dirawat di rumah sakit. Fokus bahasan ditujukan pada pencapaian tujuan asuhan keperawatan. Tujuan asuhan keperawatan pada kelima kasus tersebut adalah meminimalkan masalah oksigenasi dan membantu pemenuhan kebutuhan oksigenasi serta meningkatkan adaptasi dan mempertahankan konservasi agar kesehatan secara menyeluruh dapat tercapai. Respon anak berbeda terhadap asuhan yang diberikan, hal ini tercermin dari waktu yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Upaya yang dilakukan guna mencapai tujuan dapat tercermin dari peran yang dilakukan perawat selama memberikan asuhan keperawatan dan tercapainya kompetensi selama praktik. Kata kunci: oksigenasi, Model Konservasi Levine.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
ABSTRACT Name Study Program Title
: Indra Tri Astuti : Ners Specialist Pediatric Nursing, University of Indonesia : Application of Levine’s Conservation Model Meeting Needs Oxygenation in Children in the Pediatric Care Rooms
The final scientific paper discusses about the application of Levine’s conservation model in nursing care to five children with problem of oxygenation needing fulfilment who are hospitalized. The fows of discussion is aimed to the goal achievement of nursing care. The nursing care goals in those five cases are to minimize the oxygenation problem and to help the oxigenation needing fulfilment. Also, it is to increase the adaptation and to maintain the conservation in order to reach the wholeness. Every child gives a different response upon the nursing care which is given. This is reflected from the time used to reach those goals. Some efforts which are done to reach the goals can be seen from the role that is done by nurses in giving the nursing care and the attainment of competence during the practice.
Keywords: oxygenation, Levine’s Conservation Model
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………... PERNYATAAN PERSETUJUAN…………………………………............ HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………....... KATA PENGANTAR…………………………………………………….... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……………. ABSTRAK……………………………………………………….................. ABSTRACT………………………………………………………................ DAFTAR ISI………………………………………………………............... DAFTAR TABEL………………………………………………………....... DAFTAR SKEMA………………………………………………………...... DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………............ 1.2 Tujuan………………………………………………………..... 1.3 Sistematika Penulisan…………………………………………. BAB 2: APLIKASI TEORI KEPERAWATAN DALAM ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Gambaran Kasus………………………………………………. 2.2 Tinjauan Teoritis..……………………………………………... 2.2.1. Oksigenasi ………........................................................ 2.2.2. Pneumonia ………………………………………........... 2.3 Integrasi Teori Konservasi Levine dalam Proses Keperawatan.. 2.4 Aplikasi Teori Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan An.H………………………………………………………….... 2.4.1 Pengkajian ………………………………………………. 2.4.2 Trophicognosis………………………………………....... 2.4.3 Hipotesis ……………………………............................... 2.4.4 Intervensi.……………………………………………....... 2.4.5 Evaluasi………………………………………………….. BAB 3: PENCAPAIAN KOMPETENSI 3.1 Pencapaian Kompetensi ......................................................…... 3.2 Peran Perawat spesialis……………………...………………… BAB 4: PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Teori Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Kebutuhan Oksigenasi pada Anak yang Dirawat DI PICU...……………………………………………………… 4.1.1 Pengkajian……………………………………………….. 4.1.2 Trophicognosis, Hipotesis dan Penatalaksanaan ............... 4.1.5 Evaluasi………………………………………………….. 4.2 Praktik Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Target Kompetensi…………………………….……………………….
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Hal
ii iii iv v vi viii ix ix X Xiii Xiv Xvi 1 5 6 7 12 12 30 38 48 48 51 53 60 69 78 81 86 86 86 89 92 93
BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan………………………………………………………. 5.2 Saran………. ………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
95 95
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Evaluasi Keperawatan pada Anak H.............................………
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
69
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1
Web of Causation Pneumonia .............................................
Skema 2.2.
Bagan Integrasi Teori Model Konservasi Levine dalam Proses Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Oksigenasi……………………………………................... 47
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7
Kontrak Belajar Residensi Keperawatan Anak Kasus Kelolaan 1 Kasus Kelolaan 2 Kasus Kelolaan 3 Kasus Kelolaan 4 Kasus Kelolaan 5 Laporan Proyek Inovasi di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSAB Harapan Kita
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital. Oksigen adalah suatu gas tak berwarna dan tak berbau yang terkandung dalam sekitar 21 % udara yang kita hirup, dan sangat dibutuhkan bagi semua kehidupan sel (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011). Oksigen dibutuhkan oleh tubuh untuk
menjaga
kelangsungan
metabolisme
sel
sehingga
dapat
mempertahankan hidup dan aktivitas sel, jaringan atau organ (Saputra, 2012). Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen setiap kali bernafas dari atmosfer, kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen ke dalam sistem (kimia atau fisika) (Saputra, 2012). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara bernafas. Pernafasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat bernafas, tubuh menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan menghembuskan udara untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan. Oksigen yang dihirup akan diangkut melalui pembuluh darah ke sel-sel tubuh. Di dalam sel-sel tubuh oksigen akan dibakar untuk mendapatkan energi. Salah satu hasil pembakaran tersebut adalah karbon dioksida. Karbon dioksida akan diangkut melalui pembuluh darah ke paruparu untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh (Saputra, 2012). Konsumsi oksigen jaringan tidak bergantung pada pengiriman oksigen selama keadaan stabil. Jumlah oksigen yang digunakan oleh sel (konsumsi oksigen) menentukan jumlah oksigen yang dikirim ke sel. Jika kebutuhan oksigen meningkat, lebih banyak oksigen yang diekstrasi dari darah tanpa memerlukan aliran darah tambahan (curah jantung/ indek jantung). Akan tetapi, ketika kebutuhan meningkat, peningkatan aliran darah akan diperlukan untuk memberikan suplai yang adekuat. Semakin meningkat aliran darah,
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
semakin banyak oksigen yang diekstraksi. Batas konsumsi oksigen manjadi bergantung pada pengiriman oksigen yang disebut pengiriman oksigen kritis. Jika ada peningkatan kebutuhan metabolik lebih lanjut, mekanisme tersebut dapat menjadi tidak adekuat dan menghasilkan kekurangan oksigen (Stillwel, 2011). Beberapa penyakit dapat menyebabkan
jumlah, pengiriman dan ekstrasi
oksigen menjadi tidak adekuat. Ketika
jumlah, pengiriman dan ekstrasi
oksigen menjadi tidak adekuat, sel menjadi bergantung pada metabolisme anaerob. Hal ini mengakibatkan asidosis laktat. Bila berlanjut terus menerus dapat mengakibatkan kebutuhan energi terganggu, karena energi yang dihasilkan dari metabolisme anaerob lebih sedikit dibandingkan dengan metabolisme aerob (Stillwel, 2011). Penyakit yang dapat memperngaruhi hal tersebut antara lain atelektasis, pneumonia dan edema paru (menyebabkan hipoksemia arterial). Beberapa kondisi lain seperti syok septik, keracunan sianida dan acut respiratory distress syndome (ARDS) dapat menggangu ekstrasi oksigen. Hampir 60% dari pasien-pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU) dapat menderita pneumonia, dan setengah dari pasien-pasien tersebut akan meninggal (Price & Wilson, 2006). Bayi dan anak-anak lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Insiden kematian untuk pneumonia komunitas pada pasien yang dirawat di rumah sakit diperkirakan 5-12%, adapun pada pasien yang dirawat di ICU 25-50% (Ward, Ward, Leach, & Wiener, 2011). Insiden kematian pneumonia yang didapat dari rumah sakit (Hospital Aquired Pneumonia/ HAP) sekitar 30% sampai 70%. Insiden di negara berkembang 10 kali lebih tinggi dari negara maju dengan angka kematian pada balita sekitar 5 juta pertahun. Pada tahun 2005, di Indonesia didapatkan 600.720 kasus pneumonia dengan kematian pada balita sebesar 204 orang. Berdasarkan hasil observasi di ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSAB Harapan kita dan PICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan Desember 2011 – April 2012 diperoleh
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
data bahwa distress pernafasan, pneumonia dan sepsis merupakan beberapa penyakit yang termasuk 10 besar penyakit diderita anak yang dirawat di ICU. Pada anak dengan pneumonia, kebutuhan oksigen dapat bermasalah. Hal ini disebabkan pada anak-anak belum mampu mengeluarkan sekret secara efektif, sehingga dapat menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Jalan nafas yang tersumbat tersebut dapat menyebabkan gangguan proses ventilasi dalam pernafasan. Bila hal ini terus berlanjut dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas. Gangguan pertukaran gas tersebut dapat berakibat terhadap keseimbangan asam basa. Jika keseimbangan asam basa tidak tercapai klien akan mengalami kelelahan bahkan dapat menyebabkan kematian Ketika mengalami gangguan oksigenasi, usaha untuk meningkatkan volume oksigen dan pengangkutan oksigen atau mengurangi konsumsi harus dilakukan, misalnya dengan pemberian terapi oksigen, mempertahankan keadekuatan jalan nafas, membatasi aktivitas, dan lainnya. Hal tersebut bertujuan agar kebutuhan oksigen dapat terpenuhi sehingga metabolisme aerob dapat terjadi dan energi dapat dihasilkan dengan baik sesuai kebutuhan. Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya komplikasi saat perawatan tersebut antara lain memberikan terapi oksigen yang adekuat, melakukan suction, fisioterapi dada, pengaturan posisi, oral hygiene, dan lainnya. Relvas, Peter, dan Sagy (2003), menjelaskan dalam penelitiannya bahwa posisi pronasi pada pasien Acute Respiratory Distres Syndrom (ARDS) untuk waktu yang lama (18-24 jam) memberikan hasil yang lebih baik dan lebih stabil dalam pengurangan Oxigen Index (OI) dari pada yang diamati setelah periode singkat (6-10 jam). Selain posisi pronasi tersebut tindakan lain yang berkaitan dengan posisi tubuh pasien yang dapat membantu memperlancar pengeluaran sekret yaitu
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
dengan melakukan postural drainase yang tepat sesuai dengan letak sekret. Menurut Suttan et al, (1983 dalam Langer 2009) diketahui bahwa teknik meningkatkan kemampuan ekspirasi dengan postural drainase lebih efektif untuk mengeluarkan sekret daripada teknik meningkatkan kemampuan ekspirasi tanpa postural drainase. Teknik ini efektif dilakukan pada klien yang tidak mampu melakukan ekspirasi secara efektif (Langer, et al 2009). Selain tindakan postural drainase, tindakan lain yang dapat mengurangi sekret pada jalan nafas adalah melakukan suction. Suction bila tidak dilakukan dengan baik akan dapat menyebabkan komplikasi pada klien. Halm dan Hagel (2008) menjelaskan bahwa pemberian normal salin pada saat suction berdampak menetapnya normal salin dalam paru-paru, hal ini terjadi karena NaCl dan sputum tidak dapat bercampur sekalipun sudah dikocok dengan cepat tetap terpisah. Pemberian normal salin saat melakukan suction juga dapat menurunkan saturasi oksigen hingga 1 – 2 %, dan bila digunakan terus menerus dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan di pernafasan, sesak nafas, cemas dan nyeri juga meningkat. Selain hal tersebut heat rate juga dapat meningkat setelah 4 – 5 menit dilakukan suction dengan normal salin, reflek batuk meningkat sehingga dapat menyebabkan peningkatan Mean Arterial Pressure (MAP) dan tekanan intrakranial. Pemberian normal salin saat melakukan suction juga dapat menyebabkan koloni bakteri lebih banyak jika dibandingkan dengan tidak menggunakan normal salin. Pendekatan teori konservasi yang dipelopori oleh Myra Estrin Levine sesuai untuk mengatasi masalah yang mengalami gangguan oksigenasi. Konservasi dalam teori Levine merupakan suatu gambaran sistem yang kompleks agar manusia mampu melanjutkan fungsi ketika terdapat beberapa ancaman. Dengan konservasi, manusia mampu melawan rintangan dan beradaptasi yang sesuai dengan pertahanan mereka yang unik. Menurut Levine, prinsip konservasi terdiri dari konservasi energi, integritas struktur, integritas personal dan integritas sosial. Konservasi energi adalah suatu kondisi keseimbangan energi dan menghasilkan energi yang konstan untuk
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
mempertahankan kehidupan. Pada kondisi gangguan oksigenasi, dapat menyebabkan
gangguan
metabolisme
aerob
yang
dapat
berakibat
terganggunya produksi energi. Hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan energi dalam tubuh sehingga konservasi energi tidak dapat tercapai. Gangguan oksigenasi tersebut juga dapat mengakibatkan terganggunya integritas struktur klien. Agar klien dapat mempertahankan integritas struktur, perawat harus berusaha untuk mencegah kerusakan dan dengan cepat mengidentifikasi
perubahan
fungsi
yang
terjadi
dengan
intervensi
keperawatan (Tomey & Alligood, 2006). Berdasarkan teori Levine, selain konservasi energi dan mempertahankan integritas struktur, perawat harus mempertahankan integritas personal klien. Tindakan yang dapat dilakukan dengan mengajarkan pengetahuan dan kekuatan sehingga individu dapat hidup mandiri, tidak selalu menjadi pasien dan tidak selalu menjadi orang yang tergantung dengan orang lain. Disamping itu, menurut Levine, hidup seseorang akan menjadi lebih berarti jika mampu masuk kedalam komunitas sosial, dan kesehatan dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Perawat dapat mempertahankan konservasi integritas sosial anak melalui hubungan interpersonal, walaupun dalam kondisi anak sedang sakit dan di rawat di unit perawatan kritis (Tomey & Alligood, 2006). Melalui pendekatan teori konservasi Levine, diharapkan klien dapat mencapai tingkat kesehatan yang menyeluruh (wholism) dengan memperhatikan aspek fisik, psikologis dan sosial anak sehingga masalah yang terjadi pada anak yang mengalami gangguan oksigenasi dapat diatasi secara komprehensif. Hal ini menjadi dasar penulis untuk menerapkan teori konservasi yang dipelopori oleh Myra Estrin Levine untuk mengatasi masalah gangguan oksigenasi pada anak yang di rawat di unit perawatan intensif di RSAB Harapan Kita dan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
1.2. Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Diperolehnya gambaran aplikasi teori konservasi pada asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan oksigenasi pada anak sakit yang dirawat di ruang PICU RSAB Harapan Kita Jakarta dan PICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
1.2.2. Tujuan Khusus a. Diperolehnya gambaran penerapan model konservasi Levine pada anak sakit yang mengalami gangguan oksigenasi dengan pendekatan proses keperawatan. b. Diperolehnya gambaran dan analisis asuhan keperawatan yang diberikan pada anak sakit, khususnya yang mengalami gangguan oksigenasi, berdasarkan teori yang diterapkan. c. Diperolehnya gambaran pencapaian kompetensi dalam praktek spesialis keperawatan anak.
1.3. Sistematika Penulisan Karya ilmiah akhir ini terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab berisi pokok bahasan tertentu. Bab satu pendahuluan yang mencakup latar belakang, tujuan dan sistematika penulisan. Bab dua aplikasi teori keperawatan pada asuhan keperawatan yang meliputi tentang gambaran kasus, tinjauan teoritis, integrasi teori dan keperawatan dalam proses keperawatan, aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih. Bab tiga mencakup pencapaian kompetensi praktek residensi keperawatan anak. Bab empat adalah pembahasan yang terdiri dari penerapan model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan dan pembahasan praktek spesialis anak dalam pencapaian target. Bab lima mencakup simpulan dan saran.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
BAB 2 APLIKASI TEORI KEPERAWATAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN
Pada bab 2 ini akan membahas tentang gambaran kasus yang dikelola selama praktek residensi yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang diambil sebagai penerapan teori keperawatan, tinjauan teoritis terkait dengan kasus yang dipilih, integrasi teori dan konsep keperawatan dalam proses keperawatan dan aplikasi teori keperawatan pada kasus terpilih.
2.1. Gambaran Kasus Dalam menyusun karya ilmiah akhir ini, residen memilih lima kasus yang menjadi pembahasan. Adapun
kasus terpilih tersebut akan djelaskan di
bawah ini. Kasus 1 An. H, laki-laki, umur 4 bulan, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas. Dirujuk atas permintaan orang tua karena orang tua takut bila anaknya dilakukan tracheostomi. Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data keadaan umum lemah, kesadaran somnolent, terpasang ventilator dengan
mode
pressure controlled mandatory ventilation (PCMV), suara paru ronchi dan ketika dilakukan suction terdapat sekret yang kental dan banyak. Tanda-tanda vital: suhu 35,6 °C, frekuensi nadi 160 x/ menit, frekuensi pernafasan 40 x/ menit, tekanan darah (TD) 100/60 mmHg. Hasil pemeriksaan analisa gas darah diperoleh data: pH 7,05, pCO2 134, p O2 90, HCO3 37, Base Exces +4,9 mEq/L, Standar Bic 29, SaO2 90%. Adapun berdasarkan pemeriksaan fotothoraks diperoleh kesan bronkhopneumonia berat. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, masalah keperawatan utama yang dapat ditegakkan berdasarkan NANDA (dalam Herdman, 2011) adalah bersihan jalan nafas tidak efektif. Adapun intervensi yang sudah dilakukan antara lain mengkaji suara nafas, mengkaji pola nafas, mengukur tanda-tanda vital, memberikan posisi yang optimal, membersihkan sekret di jalan nafas
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase dan suction, mencatat karakteristik sekret, monitor nilai laboratorium analisa gas darah (AGD), elektrolit dan darah rutin, memberikan terapi oksigen. Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari, klien mengalami perbaikan, sekret mulai berkurang, ronchi mulai berkurang, hasil foto thoraks gambaran paru mulai membaik, sudah dilakukan ekstubasi dan diganti dengan nasal kanul 5 liter/ menit, SaO2: 100% dan dilakukan observasi selama 24 jam. Keadaan stabil dan diperbolehkan untuk alih rawat ke ruangan.
Kasus 2 An. N, perempuan, umur 3 bulan, datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk disertai sesak nafas. Klien dirawat di ruang anak. Pada tanggal 29 Februari 2012 klien terlihat sesak dan sianosis, didiagnosa gagal nafas dengan penyebab gagal nafas obstruksi jalan nafas oleh sekret dan fatique sehingga dialih rawatkan ke ruang intensif. Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data keadaan umum lemah, kesadaran apatis, pernafasan spontan dengan menggunakan O2 nasal kanul dengan konsentrasi 3 liter/ menit. Suara paru ronchi dan ketika dilakukan suction terdapat sekret yang sangat kental dan banyak. Tanda-tanda vital: suhu 38,2°C, frekuensi nadi 180 x/ menit, frekuensi pernafasan 44 x/menit, tekanan darah
102/70 mmHg. Hasil
pemeriksaan analisa gas darah diperoleh data: pH 7,5, pCO2 27 mmHg, pO2 190 mmHg, HCO3 22, Base Exces +0,3 mEq/L, Standar Bic 22 mmol/l, SaO2 99,7%. Adapun berdasarkan pemeriksaan fotothoraks diperoleh kesan bronchopneumonia dupleks ed causa aspirasi pneumonia Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, masalah keperawatan utama yang dapat ditegakkan
berdasarkan NANDA (dalam Herdman, 2011) adalah
bersihan jalan nafas tidak efektif. Adapun intervensi yang sudah dilakukan antara lain mengkaji suara nafas, mengkaji pola nafas, mengukur tanda-tanda vital, memberikan posisi yang optimal, membersihkan sekret di jalan nafas dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase dan suction, mencatat karakteristik sekret, monitor nilai laboratorium AGD, elektrolit dan darah
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
rutin, memberikan terapi oksigen. Setelah dilakukan perawatan selama 3 hari, klien mengalami perbaikan, sekret mulai berkurang, ronchi mulai berkurang, hasil foto thoraks gambaran paru mulai membaik, Keadaan stabil dan diperbolehkan untuk alih rawat ke ruangan.
Kasus 3 An. N, perempuan, umur 4 bulan, datang ke rumah sakit dengan keluhan rahang atas dan bawah menyatu. Pada tanggal 5 April 2012 dilakukan operasi release fusi mandubula dan tracheostomi. Post operasi klien dirawat di ruang intensif. Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data sebagai
berikut:
keadaan umum lemah, kesadaran somnolent, terpasang ventilator melalui tracheostomi dengan
mode pressure control (PC). Mulut terpasang
orofaringeal yang berfungsi untuk menahan bentukan rahang. Ketika dilakukan suction terdapat sekret yang kental dan banyak. Tanda-tanda vital: suhu 37 °C, frekuensi nadi 128 x/ menit, frekuensi pernafasan 40 x/ menit, tekanan darah (TD) 97/45 mmHg. Hasil pemeriksaan analisa gas darah diperoleh data: pH 7,3, pCO2 66,3 mmHg, pO2 74,4 mmHg, HCO3 32,6 mmol, Total CO2 34,6 mmol/l, Base Exces +6,4 mEq/L, Standar BE 4,1 mmol/l, Standar HCO3 28, SaO2 93%.. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, masalah keperawatan utama yang dapat ditegakkan berdasarkan NANDA (dalam Herdman, 2011) adalah bersihan jalan nafas tidak efektif. Adapun intervensi yang sudah dilakukan antara lain mengkaji suara nafas, mengkaji pola nafas, memberikan posisi yang optimal, membersihkan sekret di jalan nafas dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase dan suction, mencatat karakteristik sekret, monitor nilai laboratorium AGD, elektrolit dan darah rutin, memberikan terapi oksigen. Setelah dilakukan perawatan selama 6 hari, klien mengalami perbaikan, sekret mulai berkurang, ronchi mulai berkurang, sudah dilakukan ekstubasi, kanul tracheostomi sudah dilepas dan diganti dengan nasal kanul 2 liter/ menit, SaO2: 100% dan tidak terjadi Ventilator Assosiated Pneumonia
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
(VAP). Karena keadaan klien stabil diperbolehkan untuk alih rawat ke ruangan.
Kasus 4 An. R, laki-laki, umur 2 tahun 4 bulan, datang ke rumah sakit tanggal 12 April 2012. Di IGD rumah sakit dilakukan loading Fenitoin 20 mg/ KgBB, loading RL 2°Cc/KgBB, selanjutnya dilakukan repair VP shunt. Pada hari perawatan ke 2, anak tampak sesak, demam, berdasarkan hasil foto rongent thorax klien menderita pneumonia. Hari perawatan ke lima klien mengalami gagal nafas dan dilakukan intubasi. Pada hari ke 6 perawatan di hight care unit (HCU) bedah perawatan klien di alih rawatkan ke ruang intensif anak tanggal 18 April 2012, dengan diagnosa gagal nafas, pneumonia, sepsis, infeksi saluran kemih (ISK) ed causa E. Coli, hidrocephalus post repair ventrikulo peritoneal shunting (VP shunt). Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data keadaan umum lemah, kesadaran kompos mentis, terpasang ventilator dengan
mode synchronized intermittent mandatory ventilation
pressure controlled and pressure support (SIMV PC+PS). Ketika dilakukan suction terdapat sekret yang kental dan banyak. Tanda-tanda vital: suhu 37, 1 °C, frekuensi nadi 152 x/ menit, frekuensi pernafasan 22 x/ menit, tekanan darah (TD) 108/72 mmHg. Hasil pemeriksaan analisa gas darah diperoleh data: pH 7,498, pCO2 46,4 mmHg, pO2 98 mmHg, HCO3 36,1 mmol, Total CO2 37,6 mmol/l, Base Exces +12,6 mEq/L, Standar BE 12,2 mmol/l, Standar HCO3: 36, SaO2 97,3%. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, masalah keperawatan utama yang dapat ditegakkan berdasarkan NANDA (dalam Herdman, 2011) adalah bersihan jalan nafas tidak efektif. Adapun intervensi yang sudah dilakukan antara lain mengkaji suara nafas, mengkaji pola nafas, memberikan posisi yang optimal, membersihkan sekret di jalan nafas dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase dan suction, mencatat karakteristik sekret, monitor nilai laboratorium AGD, elektrolit dan darah rutin, memberikan terapi oksigen. Setelah dilakukan perawatan selama 6 hari, klien mengalami
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
perbaikan, sekret mulai berkurang, ronchi mulai berkurang, sudah dilakukan ekstubasi, dan diganti dengan nasal kanul 1 liter/ menit, SaO2: 96%. Klien masih dalam observasi jika keadaan klien stabil diperbolehkan untuk alih rawat ke ruangan.
Kasus 5 An. M, laki-laki, umur 24 hari, datang ke rumah sakit tanggal 6 Maret 2012 dirujuk karena atresia esofagus dengan fistel tracheoesofagus. Pada tanggal 9 Maret 2012 dilakukan operasi ligasi fistel tracheoesofageal dan gastrostomy. Sebelum operasi klien mengalami apnea dan bradikardi dan dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) selama ± 20 menit dan diberikan epinerpin 3 kali, ada perbaikan. Klien diberikan intravena feeding (IVFD) dopamin 0,3 ml/ jam. Selama operasi ada perdarahan ± 30 ml sehingga diberikan transfusi pocket red cel (PRC) 30 ml. Klien datang ke ruang intensif dalam keadaan sudah diintubasi dan dibagging. Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data keadaan umum lemah, kesadaran apatis, terpasang ventilator dengan mode SIMV PC+PS. Suara paru ronchi dan ketika dilakukan suction terdapat sekret yang kental dan banyak. Tanda-tanda vital: suhu 36 °C, frekuensi nadi 115 x/ menit, frekuensi pernafasan 29 x/ menit, tekanan darah (TD) 81/50 mmHg. Hasil pemeriksaan analisa gas darah diperoleh data: pH 7,539, pCO2 45,5 mmHg, pO2 65,1 mmHg, HCO3 38,8, Total CO2 40,2 mmol/l, Base Exces: +15,5 mEq/L, Standar BE 15 mmol/l, Standar HCO3 32,3, SaO2 94,6%. Adapun berdasarkan pemeriksaan fotothoraks diperoleh kesan pneumonia. Berdasarkan hasil pengkajian tersebut, masalah keperawatan utama yang dapat ditegakkan adalah bersihan jalan
nafas tidak efektif. Adapun
intervensi yang sudah dilakukan antara lain mengkaji suara nafas, mengkaji pola nafas, memberikan posisi yang optimal, membersihkan sekret di jalan nafas dengan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainase dan suction, mencatat karakteristik sekret, monitor nilai laboratorium AGD, elektrolit dan darah rutin, memberikan terapi oksigen. Setelah dilakukan perawatan selama
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
5 hari, klien menunjukkan perbaikan walaupun belum signifikan, kesadaran apatis-komposmentis, sekret mulai berkurang, tidak kental lagi, ronchi mulai berkurang, hasil foto thoraks gambaran paru mulai membaik, masih menggunakan ventilator dengan modus PC, SaO2: 100%. 2.2. Tinjauan Teoritis 2.2.1. Oksigenasi Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital. Oksigen dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan atau organ (Saputra, 2012). Oksigen adalah suatu gas tidak berwarna dan tidak berbau yang terkandung dalam sekitar 21% udara yang kita hirup, sangat dibutuhkan bagi semua kehidupan sel (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011; Berman & Snyder, 2012). Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem (kimia atau fisika). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara bernafas. Pernafasan atau respsirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat bernafas, tubuh menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan menghembuskan udara untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2011).
2.2.1.1. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh sangat tergantung dari sistem kardiovaskuler, hematologi dan keadaan respirasi itu sendiri, dalam bahasan ini akan dibahas lebih jauh mengenai sistem yang dimaksud. a. Anatomi fisiologi sistem kardiovaskuler Jantung merupakan organ pemompa yang memelihara peredaran darah melalui seluruh tubuh, di dalamnya terdapat pembuluh darah arteri yang membawa darah dari jantung, pembuluh darah vena yang membawa darah ke jantung dan pembuluh darah kapiler yang
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
menggabungkan arteri dan vena yang terentang di antaranya dan merupakan jalan lalu lintas antara makanan dan bahan buangan. Disini juga terjadi pertukaran gas dalam cairan ektrasel ataupun intrasel (Andaryono, 2012) Jantung terdiri dari atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Antara atrium dan ventrikel dibatasi oleh annulus fibrous yang merupakan katup satu arah. Sisi kiri dan kanan jantung dipisahkan oleh dinding jaringan yang disebut septum. Dalam keadaan normal tidak akan terjadi percampuran kecuali pada masa janin (Corwin, 2009). Jantung terdiri dari katup arterioventrikuler dan katup semilunaris.
Adapun
lapisan-lapisan
jantung
terdiri
atas
endokardium, miokardium dan perikardium. Dalam kerjanya jantung mempunyai tiga periode yaitu periode kontriksi (periode systole), periode dilatasi (periode diastole) dan periode istirahat. Periode systole adalah suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup. Periode diastole adalah suatu keadaan dimana jantung mengembang. Periode istirahat adalah waktu antara periode konstriksi dan dilatasi kira-kira 1/10 detik (Andarmoyo, 2012). b. Anatomi fisiologi darah Darah merupakan media transportasi berbagai zat yang berada di dalam tubuh manusia, darah berperan untuk proses keseimbangan/ homeostasis dalam mempertahankan stabilitas lingkungan dalam tubuh dan untuk mengembalikan fungsi tubuh dalam keadaan semula. Darah selama berada dalam tubuh oleh karena adanya kerja atau pompa jantung. Darah terdiri atas air (91%), protein (3%), mineral (0,9%) dan bahan organik (0,1%) (Syaifuddin, 1992 dalam Andarmoyo, 2012). Corwin
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
(2009) menjelaskan bahwa, darah terdiri dari 45% komponen sel dan 55% plasma. Bagian-bagian darah terdiri atas sel-sel darah, (eritrosit, leukosit, trombosit) dan plasma darah. Sel darah merah berjumlah 99% dari total komponen sel, sisanya 1% sel darah putih dan platelet. Plasma terdiri dari 90% air dan 10% sisanya terdiri dari protein plasma, elektrolit, gas terlarut, berbagai produk sampah metabolisme, nutrien, vitamin dan kolesterol. Eritrosit berfungsi mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru karena di dalam eritrosit terdapat hemoglobin (Andarmoyo, 2012). Hemoglobin memiliki empat tempat untuk mengikat oksigen. Hemoglobin jenuh jika keempatnya mengikat oksigen secara penuh, jika sebagian disebut hemoglibin jenuh parsial (ditunjukkan dengan saturasi oksigen yang kurang dari 100%). Jika molekul hemoglobin membawa oksigen lebih sedikit dari hemoglobin normal, maka hemoglobin akan bermutasi sehingga dapat menyebabkan hemoglobin menjadi abnormal (Corwin, 2009). Leukosit berfungsi pertahanan tubuh untuk membunuh dan memakan (fagosit) bibit penyakit/ bakteri yang masuk ke dalam jaringan retikulo endotelial system (RES), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe serta berfungsi sebagai pengangkut yaitu mengangkut/ membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa dan diteruskan ke pembuluh darah (Andarmoyo, 2012). Corwin (2009) menjelaskan bahwa sel darah putih (leukosit) dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel pregnitor. Trombosit mempunyai fungsi memegang pernan penting dalam pembekuan darah. Trombosit yang tertimbun secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke jaringan yang mengakibatkan sumbatan menjadi sangat besar sehingga terlepas dari tempat semula dan mengalir ke hilir
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
sehingga menyebabkan embolus yang dapat menyumbat aliran ke hilir tersebut (Corwin, 2009) Plasma mengandung fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah, garam-garam mineral yang berguna dalam metabolisme dan juga dalam mengadakan osmotik, protein darah yang berguna meningkatkan viskositas darah dan juga menimbulkan tekanan osmotik untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh. Selain itu plasma juga mengandung zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, dan vitamin), hormon yaitu suatu zat yang dihasilkan dari kelenjar tubuh serta antibodi atau antitoksin (Andarmoyo, 2012) c. Anatomi fisiologi pernafasan Pernafasan adalah suatu proses pertukaran gas antara individu dengan lingkungan. Proses pernafasan melibatkan dua komponen yaitu ventilasi paru atau pernafasan yang merupakan perpindahan udara antara lingkungan dan alveolus paru serta difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveolus dan kapiler paru (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011; Berman & Snyder, 2012). Secara anatomis, sistem pernafasan dibagi menjadi dua yaitu saluran nafas atas dan saluran nafas bawah. Struktur utama pada saluran nafas bagian atas meliputi kavum nasi, faring dan laring yang terdapat di dalam kepala dan leher. Fungsi utama saluran nafas atas adalah menghangatkan, menyaring dan melembabkan udara yang dihirup pada saat inspirasi (Chang, Daly & Elliot, 2010). Kavum nasi dilapisi oleh membran mukosa. Permukaan membran mukosa akan menghasilkan
lendir
yang
berfungsi
melembabkan
dan
menghangatkan udara yang masuk ke paru-paru. Pada permukaan mukosa terdapat rambut-rambut yang berfungsi menyaring debu atau kotoran yang masuk ke rongga hidung (kavum nasi) (Saputra, 2012).
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Menurut Andarmoyo (2012), selain fungsi tersebut hidung juga berfungsi membunuh kuman yang masuk melalui leukosit yang ada dalam selaput lendir mukosa hidung. Faring merupakan saluran berbentuk corong dan digunakan bersama oleh sistem pernafasan dan pencernaan (Chang, Daly & Elliot, 2010). Faring kaya akan pasokan jaringan limfe yang menangkap dan menghancurkan patogen yang masuk bersama dengan udara (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Dipangkal faring (batas faring dan laring) terdapat epiglotis yang menjaga agar makanan tidak masuk ke saluran pernafasan (Saputra, 2012). Epiglotis juga berfungsi menghasilkan reflek batuk dan melindungi saluran nafas bawah terhadap aspirasi benda selain udara (Chang, Daly & Elliot, 2010). Laring merupakan saluran yang terletak didepan bagian terendah faring. Di dalam laring terdapat pita suara yang berfungsi menghasilkan bunyi atau suara. Selain itu laring juga berfungsi mempertahankan jalan nafas dan melindungi jalan nafas bagian bawah dari air dan makanan yang masuk (Saputra, 2012). Sistem pernafasan bagian bawah terdiri atas trakea dan paru-paru. Di dalam paru terdapat bronkus, bronkiolus dan alveolus. Bagian saluran nafas bawah yang besar terdapat di dalam dan dilindungi oleh rongga toraks dan otot pernafasan, yaitu diafragma dan otot interkosta (Chang, Daly & Elliot, 2010). Trakea merupakan saluran pernafasan yang memiliki panjang 10-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan. Trakea dilapisi oleh epitelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet. Sel-sel bersilia ini berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara saat bernafas (Andarmoyo, 2012).
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Trakea terbagi menjadi bronkus utama kanan dan kiri, pada titik anatomi yang disebut karina (Chang, Daly & Elliot, 2010). Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada bronkus kiri. Di dalam paru-paru, bronkus utama bercabang-cabang lagi menjadi bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus terminal. Bronkiolus berujung pada gelembung-gelembung halus yang dinamakan alveoli. Alveoli memiliki dinding yang elastis dan banyak mengandung kapiler darah. Pada bagian inilah terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida. Alveoli bersifat lentur karena dilumasi suatu zat yang disebut surfaktan (Saputra, 2012). Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus pulmo dekstra superior, lobus media dan lobus inferior. Masing-masing lobus ini masih terbagi menjadi belahan-belahan kecil yang disebut segment. Paruparu kanan memiliki 10 segment, 5 buah di lobus superior, 2 buah di lobus medialis dan 3 buah pada lobus inferior. Paru kiri memiliki 2 lobus, lobus pulmo sinistra superior dan lobus inferior. Paru-paru kiri memiliki 10 segment, 5 buah pada lobus superior dan 5 buah pada lobus inferior (Andarmoyo, 2012). Permukaan paru diselimuti oleh jaringan ganda tipis yang dikenal sebagai pleura. Di antara kedua lapisan pleura ini ada sebuah ruang potensial yang berisi sejumlah kecil cairan pleura. Cairan ini mencegah gesekan selama gerakan pernafasan dan berperan untuk mempertahankan kelekatan lapisan melalui tekanan permukaannya (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011; Berman & Snyder, 2012). Otot primer pernafasan berupa diafragma dan otot interkosta eksterna. Diafragma dipersarafi oleh nervus frenikus yang berasal dari medula spinalis pada tingkat vertebra servikalis ke tiga. Diafragma menyebabkan 75% perubahan volume rongga toraks pada
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
saat inspirasi. Otot interkosta eksterna terdapat di antara tulang iga (kosta). Kontriksi otot ini pada saat inspirasi akan menaikkan tulang iga sehingga memperbesar volume rongga toraks (Chang, Daly & Elliot, 2010).
2.2.1.2. Proses Fisiologi Pernafasan Fungsi sistem pernafasan adalah pertukaran gas. Oksigen dari udara yang dihirup berdifusi dari alveoli paru ke darah dan kapiler paru. Karbon dioksida yang dihasilkan selama metabolisme sel berdifusi dari darah ke dalam alveoli dan kemudian dikeluarkan (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Menurut Andarmoyo (2012), fungsi pernafasan dapat terbagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan pengaturan keseimbangan asam basa. Pertukaran gas terdiri dari ventilasi, difusi dan transportasi . Adapun menurut Saputra (2012), pernafasan terbagi menjadi dua tahap yaitu pernafasan eksternal dan internal. Pernafasan eksternal terdiri dari ventilasi pulmoner, difusi gas alveolar, transportasi oksigen dan karbon dioksida. a. Ventilasi Ventilasi adalah masuknya O2 atmosfer ke dalam alveoli dan keluarnya CO2 dari alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi dan ekspirasi). Inspirasi adalah gerakan perpindahan udara masuk ke dalam paru-paru, sedangkan ekspirasi adalah gerakan perpindahan udara keluar atau meninggalkan paru-paru (Andarmoyo, 2012). Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2011) menjelaskan bahwa keadekuatan ventilasi bergantung pada beberapa faktor, antara lain kebersihan jalan nafas, keutuhan sistem saraf pusat dan pusat pernafasan,
keutuhan
kemampuan
rongga
toraks
untuk
mengembangkan dan berkontraksi serta keadekuatan komplians dan
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
rekoil paru. Menurut Andarmoyo (2012), keadekuatan ventilasi dipengaruhi oleh volume udara (kuantitas) dan jenis gas yang mengalami pertukaran, keadaan saluran nafas, compliace dan recoil, pengaturan nafas. Adapun menurut Saputra (2012), ventilasi dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara antara atmosfer dan paruparu, jalan nafas yang bersih serta sistem pernafasan yang utuh, kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan berkontraksi dengan baik, kerja sistem saraf autonom, kerja sistem saraf pusat dan kemampuan paru-paru mengembang dan menyempit (compliace dan recoil). b. Difusi Difusi adalah pergerakan gas atau partikel lain dari area bertekanan atau berkonsentrasi tinggi ke area bertekanan atau berkonsentrasi rendah (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Proses difusi dalam sistem pernafasan adalah pertukaran antara O2 dan CO2 di alveoli dengan kapiler (Andarmoyo, 2012). Proses difusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain luas permukaan paru, ketebalan membran respirasi, perbedaan tekanan karbon dioksida di dalam alveoli dan di kapiler paru, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen di dalam alveoli dan di kapiler paru, serta afinitas gas (kemampuan O2 dan CO2 dalam menembus dan berikatan dengan hemoglobin) (Saputra, 2012). Adapun menurut Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2011), proses difusi dalam paru-paru dipengaruhi oleh ketebalan membran aspirasi, luas permukaan membran, koefisien difusi dan perbedaan tekanan. c. Transportasi Penyaluran O2 dari alveoli ke seluruh tubuh dan pembuangan CO2 dari seluruh tubuh ke atmosfer ditentukan oleh aktivitas sistem paru dan sistem kardiovaskuler (Andarmoyo, 2012). Oksigen perlu dibawa ke jaringan dan karbon dioksida harus dibawa dari jaringan kembali
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
ke paru. Normalnya sebagian besar oksigen (97%) berikatan lemah dengan hemoglobin (pigmen merah pembawa oksigen) di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai oksihemoglobin (senyawa oksigen dan hemoglobin). Sisa oksigen kemudian dilarutkan dan ditransportasikan di dalam cairan plasma dan sel (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011; Berman & Snyder, 2012). Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan transportasi gas adalah curah jantung, jumlah eritrosit dan hematokrit darah, olah raga atau latihan (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Adapun menurut Andarmoyo (2012), faktor yang mempengaruhi proses transpor adalah curah jantung, jumlah eritrosit, exercise, hematokrit darah dan keadaan pembuluh darah. d. Keseimbangan asam basa pH darah normal adalah berkisar antara 7,35 sampai 7,45. pH darah bervariasi, secara fisiologis darah arteri memiliki pH lebih tinggi dibandingkan dengan darah vena, karena konsentrasi CO2 lebih tinggi pada darah vena. Adapun secara patologis, asidosis terjadi jika pH darah lebih kecil dari 7,2, alkalosis terjadi jika pH lebih besar dari 7,5 (Andarmoyo, 2012). Dalam darah terdapat dua sistem yang bersifat variabel yaitu H2CO3 (asam) dan HCO3 (basa/ bikarbonat). pH darah ditentukan oleh keseimbangan asam basa yang terdapat di dalam darah. Kadar H2CO3 dalam darah ditentukan oleh CO2 melalui mekanisme pernafasan dan mekanisme ginjal sebagai tambahan (Andarmoyo, 2012). e. Pernafasan internal Pernafasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah, darah yang banyak mengandung oksigen
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
diangkut ke seluruh bagian tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Di bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Oksigen berdifusi dari kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida berdifusi dari sel jaringan ke kapiler sistemik (Saputra, 2012).
2.2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan dan Kebutuhan Oksigen. Menurut Saputra (2012), faktor yang mempengaruhi pernafasan adalah kerja saraf otonom, hormon dan medikasi, kondisi kesehatan, perkembangan, perilaku dan gaya hidup. Adapun menurut Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2011) faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan adalah usia, lingkungan, status kesehatan, medikasi dan stress. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen menurut Andarmoyo (2012) adalah
faktor
fisiologis,
tahap
perkembangan,
perilaku,
faktor
lingkungan. Gangguan yang dapat mengganggu fungsi pernafasan menurut Saputra (2012) serta Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2011) adalah hipoksia, obstruksi jalan nafas, dan perubahan pola nafas.
2.2.1.4. Masalah Keperawatan yang Berkaitan dengan Kebutuhan Oksigen Menurut Andarmoyo (2012) masalah keperawatan yang berkaitan dengan masalah oksigenasi adalah bersihan jalan nafas tidak efektif, pola nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, perubahan perfusi jaringan, penurunan curah jantung, risiko terhadap infeksi dan intoleransi aktivitas. Menurut Saputra (2012), masalah keperawatan yang berkaitan dengan masalah oksigenasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, ketidakefektifan pola nafas, gangguan pertukaran gas dan gangguan perfusi jaringan.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
2.2.1.5. Terapi Oksigen Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi lebih besar dari konsentrasi oksigen udara (21%) untuk mengatasi atau mencegah gejala dan manifestasi hipoksia. Seperti pemberian obat-obatan yang lain, terdapat indikasi yang jelas dan teknik pemberian yang tepat dan kegagalan dalam memantau efek terapi akan mengakibatkan keadaan yang serius. Tujuan terapi oksigen adalah mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha nafas, mengurangi kerja miokardium (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008). Cara pemberian oksigen : a. Kanul nasal (nasal prong) Kanul nasal adalah alat yang paling sering digunakan untuk memberikan oksigen. Kanul nasal mudah dipasang dan tidak mengganggu kemampuan klien untuk makan dan berbicara. Kanul nasal relatif nyaman, memungkinkan kebebasan pergerakan dan ditoleransi dengan baik oleh klien. Kanul nasal mengalirkan oksigen berkonsentrasi relatif rendah (24% sampai 45%) dengan laju aliran 2 sampasi 6 liter permenit. Diatas 6 liter per menit, klien cenderung menelan udara dan FiO2 tidak mengalami peningkatan (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Selain keuntungan diatas menurut Pudjiadi, Latief dan Budiwardana (2008), kanul nasal juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan dari alat ini adalah perubahan ventilasi semenit dan aliran inspirasi akan menyebabkan perubahan FiO2 sehingga FiO2 sukar diukur, prong sulit dipertahankan
pada
posisinya
terutama
pada
bayi
kecil,
penggunaannya terbatas apabila terdapat produksi sekret yang berlebihan, edema mukosa atau deviasi septum. b. Kateter nasofaring Oksigen mengalir melalui kateter ke dalam orofaring yang bertindak sebagai reservoar anatomis. Alat ini jarang dipergunakan karena
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
perawatannya yang sulit. Keterbatasan alat ini antara lain: FiO2 sukar dikontrol dan diukur, pemakaiannya terbatas apabila terdapat produksi mukus yang berlebihan, edema mukosa dan adanya deviasi septum, untuk mencegah timbulnya sumbatan maka kateter harus sering dibersihkan, dan apabila letak kateter di hidung maka konsentrasi oksigen yang dihasilkan akan lebih rendah (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008). c. Sungkup sederhana Masker wajah sederhana mengalirkan oksigen dengan konsentrasi dari 40% sampai 60% pada volume aliran masing-masing sebesar 5 sampai 8 liter permenit (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Adapun menurut Pudjiadi, Latief dan Budiwardana (2008), kecepatan aliran yang diperlukan untuk sungkup sederhana berkisar antara 6 sampai 10 liter. FiO2 yang dihasilkan berkisar antara 35-55%, bergantung pada kecepatan aliran inspirasi dan kapasitas aliran oksigen yang diberikan dalam mengisi ruang rugi. d. Sungkup non rebreathing Masker
nonrebreathing mengalirkan oksigen dengan konsentrasi
tertinggi yaitu dari 95% sampai 100% dengan cara selain intubasi atau ventilasi mekanik, pada volume aliran 10 sampai 15 liter permenit. Katup satu arah pada masker dan antara kantung reservoir dan masker mencegah udara ruangan dan udara yang dihembuskan klien masuk ke dalam kantung sehingga hanya oksigen di dalam kantung yang dihirup (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). e. Sungkup partial rebreathing Sungkup ini juga dilengkapi dengan kantung resevoar dan sistem pengatur aliran gas. Perbedaannya dengan sungkup nonrebreathing adalah karena tidak terdapat katup diantara sungkup dan reservoar, maka sebagian dari udara ekspirasi atau volume udara dalam ruang rugi anatomis dimungkinkan untuk masuk kembali kedalam kantung reservoar. Untuk mencegah agar pada saat bernafas tidak menghirup CO2, maka aliran gas inspirasi harus dipertahankan pada atau lebih
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
dari 6 liter permenit (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008). Menurut Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2011), masker jenis tersebut mengalirkan oksigen dengan konsentrasi60 sampai 90% pada volume aliran 6 sampai 10 liter permenit. f. Sungkup venturi Sungkup venturi mempunyai katup dengan ukuran dan kode warna yang berbeda, setiap alat memerlukan aliran gas tertentu untuk menghasilkan konsentrasi oksigen yang tetap. Untuk merubah konsentrasi oksigen yang diberikan, maka kita harus merubah sungkup dan aliran gas. Perubahan pola pernafasan tidak akan mempengaruhi konsentrasi oksigen yang diberikan. Dengan sungkup venturi, dapat dihasilkan oksigen dengan konsentrasi antara 24-50% (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008). Menurut Kozier, Erb, Berman dan Snyder (2011), alat tersebut akan memberikan konsentrasi antara 24-50% pada aliran volume 4 sampai 10 liter permenit. g. Oxygen hood (head box) Merupakan teknik pemberian oksigen sistem aliran tinggi yang dapat diberikan pada bayi yang berusia 0 dampai 6 bulan (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008). h. Face tent Face tent dapat menggantikan masker oksigen jika masker kurang dapat ditoleransi oleh klien. Face tent menyediakan beragam konsentrasi oksigen, misalnya konsentrasi oksigen 30% sampai 50% diberikan pada volume aliran 4 sampai 8 liter permenit. Sering inspeksi kulit wajah klien untuk mengetahui kelembaban, iritasi dan kekeringan, dan tangani sesuai kebutuhan (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). i. Pemberian oksigen transtrakea Pemberian oksigen transtrakea dapat digunakan untuk klien yang bergantung dengan oksigen. Oksigen dihantarkan melalui kanul plastik kecil dan sempit yang dipasang melalui prosedur bedah
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
menembus kulit secara langsung ke trakea (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Pemberian terapi oksigen bukan tanpa bahaya, meskipun oksigen sangat bermanfaat pada hipoksemia tetapi pemberiannya dengan konsentrasi tinggi dan lama dapat menimbulkan efek samping yang merugikan, baik langsung pada paru maupun di luar paru. Risiko yang dapat terjadi terdiri dari risiko fisik yang berhubungan dengan luka bakar, perubahan fisiologis sebagai respons terhadap perubahan PaO2 dan toksisitas seluler akibat hiperoksemia (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008). Menurut Ward, Ward, Leach dan Wiener (2011), bahaya dari terapi oksigen adalah retensi karbon dioksida, toksisitas oksigen paru, terbakar, dan kolaps absorbsi. Adapun menurut Hartono (2012) bahaya dari terapi oksigen adalah retensi karbon dioksida, intoksikasi oksigen, atelektasis, hiperplasia rentrolental.
2.2.1.6. Ventilator mekanik Ventilator mekanik adalah alat bantu pernafasan yang digunakan untuk menunjang fungsi pernafasan. Ventilasi tekanan positif adalah alat bantu pernafasan yang menghasilkan tekanan positif untuk mengalirkan gas ke dalam paru (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008). Terapi ventilasi terdiri dari dua tipe yaitu ventilasi invasif dan ventilasi non invasif. Terapi ventilasi baik invasif maupun non invasif dapat digunakan untuk memperbaiki alveolar, oksigenasi arteri, dan volume paru dan mencegah atau mengatasi atelektasis atau mengurangi kerja pernafasan pada pasien yang sakit kritis yang tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh secara efektif (Stillwell, 2011). Modus ventilasi non invasif terdiri nasal continuous positive airways pressure (CPAP), biphasic cuirass ventilation (BCV), biphasic positive airways pressure (BiPaPTM). Adapum modus ventilasi invasif (melalui
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
trakea intubasi) yaitu pressure control ventilation, volume control ventilation, controlled mandatory ventilation (CMV), Synchronised intermittent mandatory ventilation (SIMV), pressure support (PS), patient trigger ventilation (PTV), SIMV pressure control and pressure support (SIMV PC & PS), SIMV volume control and pressure support (SIMV PC & PS), pressure regulated volume control (PRVC), volume support (VS), auto mode ventilation (servo 300A), continuous positive airways pressure (CPAP), dan positive end expiratory pressure (PEEP) (Davies & Hassell, 2007). Indikasi penggunaan ventilator mekanik adalah apnea, distres pernafasan berhubungan dengan peningkatan PCO2 atau penurunan pH dan oksigenasi yang buruk (Davies & Hassell, 2007). Adapun menurut Pudjiadi, Latief dan Budiwardana (2008), indikasi penggunaan ventilator mekanik adalah pada kondisi yang mengalami keterbatasan mekanik misalnya kelumpuhan otot nafas, obstruksi jalan nafas misalnya pada asma bronkial, dan gangguan paru misalnya edema paru atau pneumonia. Komplikasi penggunaan ventilator mekanik antara lain risiko selama intubasi endotrakeal atau trakeostomi, risiko intubasi endotrakeal dan trakeostomi, risiko yang dihubungkan dengan sedasi dan paralisis, serta risiko yang dihubungkan dengan ventilasi mekanis. Risiko selama intubasi endotrakeal atau trakeostomi terdiri dari depresi miokardial akibat anestetik, aspirasi isi lambung, penurunan PaO2 selama apnea, bronkokonstriksi refleks dan laringospasme. Risiko intubasi endotrakeal dan trakeostomi yaitu intubasi esofagus, intubasi bronkus, blokade/ ekstubasi yang tidak disengaja, kerusakan atau stenosis trakea/ laring dan infeksi. Risiko yang dihubungkan dengan sedasi dan paralisis yaitu depresi jantung, depresi dorongan respirasi (dapat menunda pelepasan) dan meningkatkan bahaya kegagalan diskoneksi/ ventilator. Risiko yang dihubungkan dengan ventilasi mekanis yaitu tekanan jalan nafas tinggi (dapat menyebabkan barotrauma), over distensi alveolar (dapat
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
menyebabkan
volutrauma),
pneumotoraks,
emfisema
subkutan,
pneumonmediastinum, kerusakan struktural pada paru, jalan nafas dan kapiler, serta displasia bronkopulmonal (BPD) (Ward, Ward, Leach & Wiener, 2011).
2.2.1.7. Pemantauan Terapi Oksigen Pemantauan dilakukan untuk menilai keadekuatan dan efektifitas terapi yang sudah diberikan dengan melakukan pemantauan manifestasi klinis dan hasil laboratoriun secara teliti. Pemantauan klinis meliputi pemeriksaan jantung, paru, status neorologis, dan usaha nafas yang terdiri dari tingkat kesadaran, frekuensi jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, sirkulasi perifer (waktu pengisian kapiler normal 1-2 detik dan ada atau tidaknya sianosis. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah pemantauan variabel fisiologis dengan cara non invasif (pulse oxymeter) atau invasif (analisis gas darah). Pemantauan PaO2 dapat dilakukan sebelum terapi dan sesudah terapi dan diulang untuk menentukan FiO2 yang akan diberikan. (Pudjiadi, Latief & Budiwardana, 2008).
2.2.1.8. Tindakan
Keperawatan
yang
Dilakukan
pada
Pasien
yang
Terpasang Ventilator. Stilwell (2011) menjelaskan bahwa tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang terpasang ventilator meliputi pengkajian pasien dan penatalaksanaannya. Pengkajian a. Pengkajian terkait pemasangan slang endotrakeal (ETT) dilakukan dengan cara mengauskultasi suara nafas saat, minimal setiap shift dan saat terjadi gawat nafas. Suara nafas diauskultasi secara bilateral untuk mengkaji adanya pernafasan dan ekualitas pernafasan. Suara nafas unilateral dapat mengindikasikan bahwa slang ET masuk lebih dalam menuju bronkus utama (biasanya bonkus kanan). Suara gelembung yang terdengar di daerah epigastrium saat auskultasi, mengindikasikan intubasi masuk ke esofagus. Jika pasien batuk
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
berulang, perawat harus mencurigai bahwa slang ET terpasang pada karina. Kolaborasi terkait tindakan radiografi perlu dilakukan untuk memastikan hal tersebut. b. Hal yang perlu dikaji terkait status oksigenasi adalah dengan mengauskultasi suara nafas dan juga mencatat frekuensi dan kedalaman
pernafasan,
memantau
tanda-tanda
yang
dapat
mengindikasikan hipoksemia misalnya perubahan tingkat kesadaran, takipnea, takikardi, disritmia dan sianosis. c. Keadekuatan curah jantung dapat diketahui dengan mengkaji frekuensi jantung, tekanan darah, haluaran urin, suhu kulit, dan tingkat kesadaran. d. Hal yang perlu dikaji terkait adanya kerusakan paru akibat ventilator dan sindrom distres pernafasan akut akibat ventilator (ARDS) adalah cedera paru akut (misalnya infiltrat bilateral pada radiograf dada, tekanan baji arterial pulmonal (PAWP) < 18 mmHg, rasio PaO2/ Fi O2 < 300 mmHg). Penatalaksanaan a. Pemeriksaan setting ventilator perlu dilakukan. Hal yang perlu diperiksa adalah rasio inspirasi/ ekspirasi (I:E). Peningkatan tekanan inspirasi puncak dan peningkatan tekanan pleteau menunjukkan perubahan komplians paru. Peningkatan inspirasi puncak tanpa perubahan tekanan pleteau menunjukkan peningkatan tahanan jalan nafas. Hal yang perlu dipantau selain rasio inspirasi/ ekspirasi adalah komplians statis pada pasien yang mengalami ARDS. Pemantauan komplians statis tersebut perlu dilakukan setiap hari untuk mengkaji perbaikan status paru. b. Melakukan pemantauan saturasi oksigen secara terus menerus dengan menggunakan oksimetri frekuensi nadi. Memantau ventilasi dengan menggunakan kapnografi (jika ada). c. Mengukur rasio PaO2/ Fi O2 setiap hari untuk mengkaji perbaikan status paru pasien.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
d. Mencegah terjadinya ulkus akibat tekanan pada bibir atau lidah dilakukan dengan cara merotasi pemasangan slang setiap hari. Kehati-hatian harus dilakukan, sehingga slang tidak bergeser atau pasien diekstubasi tanpa sengaja. Perawatan oral dan perawatan bibir perlu dilakukan untuk mengurangi risiko ulserasi. e. Memastikan alarm ventilator menyala dan berfungsi. Alarm akan berbunyi bila tekanan tinggi, volume ekshalasi rendah, tekanan inspirasi rendah, frekuensi pernafasan tinggi dan alarm apnea. f. Melakukan analisa hasil AGD pada saat memulai shift dan secara periodik selama shift tersebut, berguna untuk memastikan bahwa setting ventilator tepat dan paru pasien diventilasi dengan baik. g. Mengkaji keseimbangan cairan setiap 8 jam, mencatat kondisi kulit dan membran mukosa serta membadingkan berat badan secara serial. Hal ini dilakukan karena pasien yang terpasang ventilasi berisiko mengalami kelebihan volume cairan karena adanya peningkatan sekresi ADH yang dapat mengurangi produksi urin. h. Melakukan pengisapan sekret sebaiknya dilakukan secara hati-hati karena dapat mengakibatkan
trauma jalan nafas dan infeksi.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan komplikasi adalah dengan menggunakan teknik steril dan tindakan pengisapan dilakukan hanya jika suara ronki terauskultasi. Tekanan alat pengisap tidak diset lebih tinggi dari 120 mmHg dan digunakan hanya jika kateter ditarik. Penggunaan pengisap tertutup (close suction) pada pasien dengan PEEP atau CPAP sangat disarankan (karena jika menggunakan pengisap terbuka pasien dapat mengalami desaturasi dengan cepat saat ventilator dilepaskan). i. Memberikan antagonis H2, antasid atau agens sitoprotektif sesuai instruksi dokter. Hal ini berguna untuk meningkatkan pH lambung dan mengurangi risiko ulserasi lambung. Tindakan yang perlu dilakukan untuk memantau fungsi usus adalah mengkaji bising usus, dan memeriksa feses untuk mengetahui adanya darah tersamar.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
j. Oksigenasi perlu diberikan secara adekuat dan tindakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen juga perlu dilakukan. Tindakan tersebut antara lain mengatur posisi dan mengubah posisi pasien dengan sering. Posisi telungkup (prone position) dapat memperbaiki oksigenasi pada pasien yang mengalami ARDS. Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen adalah dengan mengontrol nyeri, ansietas dan agitasi serta menurunkan demam.
2.2.2. Pneumonia Pneumonia adalah suatu penyakit saluran nafas bawah akut, biasanya disebabkan oleh infeksi, disertai demam, gajala/ tanda toraks fokal dan pembentukan bayangan baru pada foto toraks (Ward, Ward, Leach, & Wiener, 2011). Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang mengganggu pertukaran gas (Bilotta, 2012). Pneumonia merupakan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh agen infeksi atau toksin melalui aspirasi, inhalasi atau translokasi organisme (Stiwell, 2011). Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a. Berdasarkan anatomi Menurut Price dan Wilson (2006), berdasarkan kelainan anatomi, pneumonia dapat dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia lobaris dan lobularis. Pneumonia lobaris yaitu terdapat konsolidasi pada seluruh lapang paru. Pneumonia lobolaris atau bronchopneumonia yaitu adanya penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter 3 sampai 4 cm yang mengelilingi dan juga melibatkan bronki. Menurut Hockenberry dan Wilson (2009), pneumonia dibagi dalam tiga kelompok yaitu lobar pneumonia, bronchopneumonia, dan intertisial penumonia. Adapun menurut Puniti dan Subanada (2011), klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi dikelompokkan dalam pneumonia
lobaris,
pneumonia
lobularis
pneumonia interstitial, dan pleuroneumonia
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
(bronkopneumonia),
b. Berdasarkan penyebab Menurut Ward, Ward, Leach dan Wiener (2011), berdasarkan penyebab, pneumonia dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: •
Pneumonia yang didapat dari komunitas (community acquired pneumonia/ CAP) Pneumonia yang didapat dari komunitas yang meliputi infeksi Lower Respiratory Tract (LRT) yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah sakit, pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit > 14 hari. Organisme yang paling sering diidentifikasi adalah
Setreptococcus pneumoniae (20-75%), Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, dan Legionella spp, patogen bakteri “atipikal” (2-5%) dan infeksi virus (8-12%) adalah penyebab yang relatif sering. Haemophilus influenzae dan M. Catarrhalis menyebabkan eksaserbasi pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dan stafilokokus dapat terjadi setelah influenza. •
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (Hospital Aquired [nosokomial] Pneumonia /HAP). Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (Hospital Aquired [nosokomial] Pneumonia /HAP) adalah setiap infeksi LRT yang berkembang > 2 hari setelah dirawat di rumah sakit. Organisme yang mungkin menjadi penyebab adalah basil gram negatif (-70%) atau stafilokokus (-15%)
•
Pneumonia aspirasi/ anaerob Pneumonia aspirasi/ anaerob adalah pneumonia yang terjadi karena infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi isi orofaringeal.
•
Pneumonia oportunistik Pneumonia oportunistik terjadi pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, Human Immunodeficiency Virus (HIV) karena mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur dan mikobakteri, selain organisme bakterial lain
•
Pneumonia rekurent
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Pneumonia rekurent disebabkan oleh organieme aerob dan anaerob yang terjadi pada fibrosis kistik dan bronkiektasis Adapun menurut Puniti dan Subanada (2011) serta Sastroasmoro, et al (2007), klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebab dikelompokkan dalam pneumonia streptokokus, pneumonia karena Haemophilus influenzae, pneumonia mikoplasma, pneumonia karena virus, aspirasi, dan lainnya.
2.2.2.1. Penyebab Pneumonia Penyebab pneumonia menurut Puniti dan Subanada (2011) yaitu: a. Predominan banteri dan virus. Di negara berkembang, lebih banyak bakteri dibandingkan virus, sedangkan di negara maju lebih banyak virus dibandingkan dengan bakteri. b. Usia < 3 bulan, agen yang sering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), streptococcus group B, parainfluenza virus, Chlamydia trachomatis, Bordetela pertusis. Adapun agen yang jarang menyebabkan pneumonia adalah streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, bakteri entrik gram negatif. c. Usia 3-5 bulan, agen yang menyebabkan pneumonia adalah RSV, streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, M. Catarrhalis, rhinovirus,
adenovirus,
parainfluenza
virus,
influenza
virus,
Staphylococcus aureus, S. Pyogenes. d. Usia > 5 tahun, agen yang dapat menyebabkan pneumonia adalah M. Pneumoniae, C. Pneumoniae.
2.2.2.2. Tanda dan Gejala Pneumonia Tanda dan gejala pneumonia menurut Ward, Ward, Leach dan Wiener (2011) gejala dapat bersifat umum (misalnya malaise, demam, kaku otot, mialgia) atau spesifik pada toraks (misalnya dispnea, pleuritis, batuk, hemoptisis). Tanda-tanda meliputi sianosis, takikardia, takipnea dengan
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
pekak fokal, krepitasi, pernafasan bronkial dan rub pleuritik pada pemeriksaan toraks. Pada pasien muda atau tua dan pneumonia atipikal (misalnya mycoplasma), gambaran non respirasi (misalnya konfusi, ruam, diare) dapat menonjol. Puniti dan Subanada (2011), menjelaskan bahwa manifestasi klinik dari pneumonia
dikelompokkan
dalam
manifestasi
nonspesifik
dan
manifestasi umum infeksi respiratorik akut (IRA) bawah. Manifestasi nonspesifik meliputi demam, sakit kepala, iritabel, malaise, nafsu makan menurun, keluhan saluran cerna, gelisah, dan lainnya. Manifestasi umum infeksi respiratorik akut (IRA) bawah meliputi batuk, takipnea, ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak nafas, merintih, air hunger, sulit minum, sianosis, kejang, distensi abdomen, dan hepar mungkin dapat teraba. Manifestasi umum yang merupakan tanda pneumonia seperti retraksi dinding dada, fremitus melemah, pekak pada perkusi, suara nafas melemah dan terdengar ronkhi basah halus (kadangkadang terdengar mengi). Manifestasi umum lainnya dapat dijumpai “anggukan kepala”, kaku kuduk (meningismus), nyeri dada, friction rub, dan nyeri abdomen.
2.2.2.3. Patofisiologi Pneumonia Patofisiologi dari pneumonia menurut Bolotta (2012) adalah sebagai berikut: substansial menyerupai gel terbentuk saat mikroorganisme dan sel fagosit rusak. Substansi ini mengalami konsolidasi di dalam struktur jalan nafas bawah. Inflamasi terjadi pada alveoli, duktus alveolar, dan ruang interstisial di sekeliling dinding alveolar. Pada pneumonia lobaris, inflamasi mulai terjadi pada satu area dan dapat meluas ke seluruh lobus. Pada bronkopneumonia, inflamasi mulai terjadi secara simultan pada beberapa area, mengakibatkan konsolidasi bercak difus. Pada pneumonia atipikal, inflamasi terbatas pada saluran alveolar dan ruang interstisial.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme di paru banyak disebabkan dari reaksi imun dan inflamasi yang dilakukan oleh penjamu. Selain itu toksin yang dikeluarkan bakteri pada pneumonia bakteri dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernafasan bawah, termasuk produksi surfaktan sel alveolar tipe II. Pneumonia bakteri mengakibatkan respons imun dan inflamasi yang paling mencolok, yang perjalanannya tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus (Corwin, 2009). Pada pneumonia pneumokokus terdapat empat tahapan/ stadium yang dapat terjadi. Adapun stadium/ tahapan tersebut adalah sebagi berikut: Stadium 1 Stadium tersebut menurut Corwin (2009) disebut stadium hiperemia, Adapun menurut Price dan Wilson (2006) serta Puniti dan Subanada (2011) disebut sebagai stadium kongesti. Stadium tersebut adalah respons inflamasi awal yang berlangsung di daerah paru yang terinfeksi dan terjadi 4-12 jam pertama. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permiabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan
mediator
inflamasi
dari
sel-sel
mast
setelah
mengaktifkan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut antara lain histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk memvasodilatasi otot polos vaskuler paru, meningkatkan peningkatan aliran darah ke area cidera, dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabkan perpindahan eksudat
plasma
ke
dalam
ruang
interstisial
sehingga
terjadi
pembengkakan dan edema antara kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga terjadi penurunan kecepatan difusi gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbon dioksida, perpindahan oksigen dalam darah paling terpengaruh, yang sering menyebabkan penurunan saturasi
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
oksigen hemoglobin. Dalam stadium pertama ini, infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya akibat peningkatan aliran darah dan rusak alveolus terdekat serta membran kapiler di sekitar tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses inflamasi (Corwin, 2009; Price & Wilson, 2006; Puniti & Subanada, 2011)
Stadium 2 Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Stadium ini terjadi sewaktu alveolus terisi sel darah merah, eksudat dan fibrin, yang dihasilkan pejamu sebagai bagian dari reaksi inflamasi. Stadium ini terjadi 48 jam berikutnya (Corwin, 2009; Price & Wilson, 2006; Puniti & Subanada, 2011).
Stadium 3 Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu, terjadi sewaktu sel-sel darah putih membuat kolonisasi di bagian paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sel debris. Stadium ini terjadi 3 sampai 8 hari (Corwin, 2009; Price & Wilson, 2006; Puniti & Subanada, 2011).
Stadium 4 Stadium ini disebut stadium resolusi. Stadium ini terjadi sewaktu respons imun dan inflamasi mereda, sel debris, fibrin dan bakteri telah dicerna, dan makrofag, sel pembersih pada reaksi inflamasi, mendominasi, sehingga struktur jaringan kembali pada struktur semula. Stadium ini terjadi 7 sampai 11 hari (Corwin, 2009; Price & Wilson, 2006; Puniti & Subanada, 2011). Web of causation dari pneumonia akan dijelaskan pada skema 2.1
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
2.2.2.4. Pemeriksaan Penunjang pada Pneumonia Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendukung tegaknya diagnosa pada pneumonia menurut Bilotta (2012) adalah a. Pemeriksaan laboratorium Hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis. Kultur darah positif terhadap organisme penyebab. Nilai analisis gas darah arteri (AGD) menunjukkan hipoksemia. Kultur jamur atau basil tahan asam mengidentifikasi agens penyebab. Pemeriksaan kadar antigen larut legionella pada urine mendeteksi adanya antigen. Kultur sputum, pewarnaan gram dan apusan mengungkapkan organisme penyebab. Menurut Puniti dan Subanada (2011) bila terdapat leukopenia maka prognosisnya buruk. Menurut Ward, Ward, Leach dan Wiener (2011), selain pemeriksaan tersebut, pemeriksaan protein reaktif –C mengkonfirmasi adanya infeksi. b. Pencitraan Foto toraks umumnya menunjukkan infiltrat lobus atau infiltral bercak. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya (Satroasmoro et al., 2007). c. Prosedur diagnostik Spesimen aspirasi transtrakea atau bronkoskopi mengidentifikasi agens penyebab. d. Pemeriksaan lain Oksimetri frekuensi nadi dapat mengungkap penurunan saturasi oksigen.
2.2.2.5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan pada Pneumonia Penatalaksanaan yang tepat diperlukan untuk mendukung proses penyembuhan pneumonia. Bilotta (2012), membagi penatalaksanaan tersebut menjadi tiga bagian, yaitu:
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
a. Umum Pemberian ventilasi mekanik bila terjadi gagal nafas. Diet diberikan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan secara adekuat. Pada awalnya tirah baring, kemudian aktivitas ditingkatkan secara bertahap sesuai toleransi b. Pengobatan Antibiotik,
oksigen
yang
dilembabkan,
antitusif,
analgesik,
bronkodilator. c. Pembedahan Pembedahan dilakukan untuk mengalirkan atau drainase abses paru atau efusi pleura parapneumonik. WHO (2009) menjelaskan jika demam dan gejala lain berlanjut, meskipun drainase dan terapi antibiotik adekuat, segera lakukan penilaian untuk mengetahui kemungkinan tuberkulosis dan HIV. Adapun penatalaksanaan menurut Sastroasmoro, et al (2007) adalah dengan memberikan oksigen 1-2 liter/ menit (nasal kanul), pemberian cairan dan kalori yang cukup, bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai dengan pemberian makan melalui enteral secara bertahap selalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin dan β-agonis untuk memperbaiki transport mukosiliar. Koreksi kelainan asam basa dan elektrolit yang terjadi, serta pemberian antibiotik yang sesuai. Hockenberry
dan
Wilson
(2009)
menjelaskan
bahwa
selain
penatalaksanaan medis, manajemen keperawatan juga perlu dilakukan pada anak yang menderita pneumonia baik selama dirawat di rumah sakit maupun ketika di rumah. Bilotta (2009) menjelaskan, tujuan dari manajemen keperawatan tersebut adalah mempertahankan keadekuatan ventilasi, mempertahankan keseimbangan cairan, mempertahankan keadekuatan asupan kalori, peningkatan rasa nyaman dan strategi koping
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
yang efektif. Adapun tindakan yang dapat dilakukan antara lain pengkajian status pernafasan, pemberian terapi oksigen yang adekuat, mempertahankan kepatenan jalan nafas (misalnya melakukan pengisapan lendir, postural drainase, melakukan fisioterapi dada dan memberikan nebulizer), evaluasi dan mempertahankan keadekuatan status hidrasi dan nutrisi, memberikan pendidikan kesehatan, mengurangi kecemasan dan lainnya.
2.2.2.6. Komplikasi Pneumonia Komplikasi dapat terjadi pada pneumonia. Menurut Bilotta (2012), komplikasi dari pneumonia adalah syok septik, hipoksemia, gagal nafas, empiema, bakteriemia, endokarditis, perikarditis, meningitis, abses paru, efusi pleura. Puniti dan Subanada (2011) menjelaskan selain komplikasi tersebut juga dapat menyebabkan pneumotoraks, piopneumotoraks, artritis supuratif, osteomielits. Adapun menurut Ward, Ward, Leach dan Wiener (2011), selain komplikasi tersebut juga dapat menyebabkan aglutinin dingin (sering terjadi bersama gejala serebral), infeksi sinus, pneumatokel dan ikterus kolestatik.
2.3. Integrasi Model Konservasi Levine dalam Proses Keperawatan Model teori Levine difokuskan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mempertahankan keutuhan individu baik fisik, personal dan sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip konservasi. Model ini membimbing perawat untuk berfokus pada pengaruh dan respon pada tingkat individu. Meskipun konservasi adalah fundamental bagi hasil yang diharapkan bila model digunakan, Levine juga membahas konsep penting lainnya untuk penggunaan model adaptasi dan integritas (Tomey & Alligood, 2006).
2.3.1. Tiga Konsep Utama dari Model Konservasi menurut Levine Tiga konsep utama dari model konservasi menurut Levine adalah wholeness, adaptasi dan konservasi.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
a. Wholeness (Holism) Definisi sehat yang wholism (menyeluruh) adalah yang bersumber dari yang dikemukakan oleh Anglo-Saxon dan sebagian dari teori Erikson yang mengatakan bahwa sehat adalah sesuatu yang bersifat organik, mengalami perubahan/kemajuan, saling menguntungkan antara perbedaan fungsi dan bagian yang ada didalam tubuh, bersifat terbuka dan saling mempengaruhi dengan lingkungan sekitar. Integritas diartikan sebagai keutuhan individu. Integritas menekankan bahwa respon terhadap tantangan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang ditunjukkan dalam satu respon. Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan oksigenasi merupakan mekanisme tubuh dalam upaya untuk melindungi bagian tubuh lain terhadap kerusakan, karena gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi akan mengganggu metabolisme sel dalam tubuh, bila tidak dilakukan penatalaksanaan dengan baik dapat mengakibatkan kerusakan/ kematian sel dan dapat berakibat kematian pada manusia. Misalnya pada anak yang mengalami hipoksia dapat berakibat kerusakan pada otak dan lainnya. Hal ini karena tubuh merupakan satu kesatuan sehingga jika terjadi gangguan pada suatu bagian tubuh akan mempengaruhi bagian tubuh yang lain (Tomey & Alligood, 2006). b. Adaptasi Adaptasi adalah proses dimana individu mempertahankan integritas dalam menghadapi realitas lingkungan internal dan eksternal (Levine, 1973 dalam Tomey & Alligood, 2006). Konservasi adalah hasilnya. Lingkungan terdiri dari lingkungan internal dan eksternal. Lingkungan internal merupakan aspek fisiologi dan patofisiologi. Pada gangguan oksigenasi, lingkungan internal yang mempengaruhi adalah sistem pertukaran gas yang meliputi ventilasi, difusi dan transportasi oksigen dalam tubuh, serta keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Adapun lingkungan eksternal terdiri dari tiga bagian, yaitu: perseptual, operasional dan konseptual. Lingkungan perseptual adalah bagian dari lingkungan eksternal yang berhubungan dengan kemampuan panca indera manusia, antara lain respon terhadap rasa, cahaya, suara, sentuhan, suhu, perubahan kimia yang berbau atau berasa, dan keseimbangan. Lingkungan operasional adalah bagian dari lingkungan eksternal yang berinteraksi dengan kehidupan, dan tidak disadari oleh manusia karena tidak memiliki organ yang bisa mengenali adanya faktor-faktor
tersebut,
contohnya
semua
bentuk
radiasi,
mikroorganisme, dan polutan. Dengan kata lain, elemen-elemen ini mempengaruhi manusia secara fisik tetapi tidak bisa dirasakan. Lingkungan konseptual adalah bagian dari lingkungan eksternal yang terdiri dari bahasa, ide, symbol, konsep-konsep dan penemuan yang meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berfikir, dan pengalaman emosi, system nilai, keyakinan agama, etnis, dan tradisi budaya, dan pola psikologis manusia yang berasal dari pengalaman hidup. Pada gangguan oksigenasi, lingkungan eksternal yang mempengaruhi adalah mikroorganisme, polusi, emosi, suhu ruangan dan lainnya (Tomey & Alligood, 2006). Levine (1991 dalam Tomey & Alligood, 2006) mengemukakan 3 (tiga) karakteristik adaptasi, yaitu historikal, spesifik dan
redundancy.
Historisitas mengacu pada gagasan bahwa respon adaptif sebagian manusia didasarkan pada genetik dan sejarah masa lalu. Setiap manusia terdiri dari kombinasi genetik dan sejarah, dan respon adaptif merupakan hasil dari keduanya. Pada masalah oksigenasi, kemampuan individu untuk bertahan dan beradaptasi terhadap gangguan oksigenasi dapat dipengaruhi ada tidaknya kelainan kongenital, kelainan genetik, masa prenatal dan lainnya. Kekhususan atau spesifik mengacu pada fakta bahwa setiap sistem yang membentuk manusia memiliki jalur stimulus respon yang unik. Begitu juga dengan individu yang mengalami masalah oksigenasi, respon tubuh dalam mempertahankan
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
kecukupan oksigenasi setiap individu akan berbeda-beda. Redudansi menggambarkan pengertian bahwa jika suatu system atau jalur tidak dapat memastikan adaptasi, maka jalur atau sistem lain mungkin dapat mengambil alih dan menyelesaikan pekerjaan tersebut. Redundansi menggambarkan pilihan gagal atau aman untuk terjadinya adaptasi. Ketidakmampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan
internal
maupun
eksternal
menyebabkan
masalah
oksigenasi yang serius (Tomey & Alligood, 2006). c. Konservasi Konservasi berasal dari bahasa latin conservatio yang berarti “to keep together” atau menjaga bersama-sama (Levine, 1973 dalam Tomey & Alligood, 2006). Konservasi menggambarkan cara system yang kompleks dibutuhkan untuk melanjutkan fungsi bahkan jika terjadi hambatan yang berat sekalipun (Levine, 1990 dalam Tomey & Alligood, 2006). Selama konservasi, individu dapat melawan rintangan, melakukan adaptasi yang sesuai, dan mempertahankan keunikannya. Tujuan konservasi adalah kesehatan dan kekuatan untuk untuk menghadapi ketidakmampuan. Fokus utama konservasi adalah menjaga
bersama-sama
seluruh
aspek
dari
manusia/individu.
Meskipun intervensi keperawatan mungkin mengacu pada satu bagian prinsip konservasi, perawat juga harus mengkaji pengaruh prinsip konservasi lainnya (Levine, 1990, dalam Tomey & Alligood, 2006). Konservasi berfokus pada keseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi dalam realitas biologis yang unik untuk setiap individu. Ada 4 (empat) prinsip konservasi, yaitu sebagai berikut : •
Konservasi Energi Individu membutuhkan keseimbangan energi dan pembaharuan konstan dari energi untuk mempertahankan aktifitas hidup. Proses seperti penyembuhan dan penuaan merupakan hambatan bagi energi tersebut. Hukum termodinamika yang kedua diterapkan pada apapun di dunia, termasuk manusia. Konservasi energi telah
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
lama dipakai dalam praktik keperawatan meskipun kebanyakan pada prosedur dasar. Konservasi energi bertujuan untuk menjaga keseimbangan energi sehingga asupan dan haluaran sesuai atau seimbang untuk menghindari kelelahan yang berlebihan •
Konservasi Integritas Struktual Penyembuhan merupakan proses memulihkan integritas struktural dan fungsi selama konservasi dalam mempertahankan wholeness (Levine, 1991 dalam Tomey & Alligood, 2006). Ketidakmampuan akan ditunjukkan kepada level baru adaptasi (Levine, 1996 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perawat dapat membatasi junlah jaringan yang terlibat dalam penyakit dengan deteksi dini terhadap perubahan fungsi dan dengan intervensi keperawatan. Konservasi integritas
struktur
memulihkan
bertujuan
struktur
tubuh
untuk sehingga
mempertahankan mencegah
atau
terjadinya
kerusakan fisik dan meningkatkan proses penyembuhan. •
Konservasi Integritas Personal Harga diri dan kepekaan identitas sangat penting, merupakan hal yang paling mudah diserang. Hal ini diawali dengan berkurangnya privasi dan munculnya kecemasan. Perawat dapat menunjukkan respek kepada pasien selama prosedur, mensupport usaha mereka, dan mengajar mereka. Tujuan perawat adalah memberikan pengetahuan dan kekuatan sehingga individu dapat meringkas sebuah kehidupan pribadi – tidak lama menjadi seorang pasien, tidak lama berada dalam ketergantungan (Levine, 1990 dalam Tomey & Alligood, 2006). Konservasi integritas personal mencakup mengenali kesucian setiap manusia (Levine, 1996 dalam Tomey & Alligood, 2006). Konservasi integritas personal bertujuan untuk mengenali individu sebagai manusia yang mendapatkan pengakuan, rasa hormat, kesadaran diri, dan dapat menentukan nasibnya sendiri.
•
Konservasi Integritas Sosial
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Seorang individu diakui sebagai anggota keluarga, anggota komunitas atau masyarakat, kelompok keagamaan, kelompok etnis, dan system politik suatu bangsa. Makna hidup meningkat sepanjang komunikasi sosial dan kesehatan dipertahankan. Perawat memegang peranan professional, ada untuk anggota keluarga, membantu kebutuhan relijius, dan menggunakan hubungan interpersonal untuk mempertahankan integritas social (Tomey & Alligood, 2006).
2.3.2. Asumsi Utama Myra Estrin Levine mengembangkan teori tentang model konservasi. Teorinya dibagi dalam 4 (empat) asumsi utama yaitu manusia, lingkungan, keperawatan, dan kesehatan. Model Levine membahas juga keterkaitan antara manusia dan lingkungan yang sesuai dari waktu ke waktu, sebagaimana akan dibahas di bawah ini: a. Manusia Manusia digambarkan sebagai individu yang holistic yang terusmenerus berusaha untuk mempertahankan keutuhan dan integritas sebagai makhluk yang berfikir, berorientasi pada masa depan, dan masa lalu. Manusia memliki kepekaan identitas dan harga diri. Berdasarkan Levine (1989 dalam Tomey dan Alligood, 2006), proses kehidupan adalah proses perubahan. b. Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai konteks dimana individu hidup. Individu akan berpartisipasi aktif dalam lingkungannya. Levine menekankan
pentingnya
lingkungan
internal
dan
eksternal
mempengaruhi intervensi keperawatan untuk mendukung proses adaptasi. Adaptasi merupakan proses akomodasi antara lingkungan internal dan eksternal, begitu juga halnya dengan masalah oksigenasi (Tomey & Alligood, 2006).
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
c. Keperawatan Keperawatan adalah interaksi manusia (Levine, 1973 dalam Tomey dan Alligood, 2006). Perawat masuk ke dalam satu kemitraan dengan pasien dan berbagi pengalaman dengan setiap pasien (Levine, 1977 dalam Tomey dan Alligood, 2006). Tujuan keperawatan adalah untuk mempromosikan adaptasi dan mempertahankan keutuhan baik individu maupun
masyarakat.
Tujuan
keperawatan
adalah
untuk
mempromosikan kesehatan, menyadari bahwa setiap individu memiliki respon yang unik sebagai individu dan anggota kelompok. Integritas individu yaitu keutuhan individu (bio, psiko, sosial, dan spiritual) dan merupakan tanggung jawab perawat untuk membantu pasien mempertahankan dan mencari realisasinya. Tujuan keperawatan dicapai melalui penggunaan prinsip-prinsip konservasi : energi, struktur, personal, dan sosial. Dengan menggunakan model konservasi Levine, perawat melakukan pengkajian yang komprehensif pada klien yang mengalami masalah oksigenasi,
dalam
persiapan
untuk
mengembangkan
rencana
keperawatan. Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai dengan prinsip konservasi dengan tujuan bagaimana individu dapat beradaptasi pada lingkungan internal dan eksternal. Pengkajian dan intervensi tentang konservasi energi berfokus pada keseimbangan energi yang masuk dan yang keluar untuk mencegah kelelahan. Konservasi integritas struktur terdiri dari pengkajian tentang kemampuan mempertahankan struktur dan meningkatkan kesehatan. Konservasi integritas personal terdiri dari pengakajian tentang harga diri, intervensi ditujukan untuk mempertahankan rasa personalitas dan harga diri. Konservasi integritas sosial dikaji berdasarkan keterlibatan klien pada lingkungan sosial. Rencana keperawatan secara umum termasuk memvalidasi tentang pengalaman penyakit yang dialami oleh klien, membantu klien untuk
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
merasa lebih baik dan membantu mengatasi gejala, apa yang dapat membantu klien untuk dapat istirahat dan mendiskusikan terapi pengobatan. Hasil yang akan dievalusi dari tindakan keperawatan didasarkan pada respon organismik (Tomey & Alligood, 2006). Levine melihat tujuan dari intervensi keperawatan adalah untuk memfasilitasi itegritas kesehatan dan pengembalian struktur dan fungsi secara optimal sebagai respon
terhadap penyakit, menyediakan
dukungan pada kondisi gagalnya sistem autoregulasi. Mengembalikan integritas individu, memberikan dukungan untuk meningkatkan kenyamanan, keseimbangan untuk melawan ancaman penyakit, memanipulasi
diet
dan
aktivitas
untuk
mengkoreksi
ketidakseimbangan metabolik dan menstimulasi proses fisiologis serta menguatkan respon untuk menciptakan perubahan yang terapeutik. d. Kesehatan Kesehatan secara umum didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan fungsi secara normal (Levine, 1969 dalam Tomey dan Alligood, 2006). Kesehatan bukan hanya tidak adanya kondisi patologis. Kesehatan juga diartikan sebagai terjaganya keutuhan tubuh dan kebehasilan adaptasi. Perubahan status kesehatan tidak hanya perubahan fungsi fisiologis (konservasi integritas struktur) tetapi dapat juga terjadi gangguan pada beberapa prinsip konservasi yang lain. Integrasi model konservasi Levine dengan masalah kebutuhan oksigenasi pada anak dengan pneumonia, akan dijelaskan pada skema 2.2.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Skema 2.2. Bagan Integrasi Teori Model Konservasi Levine dalam Proses Keperawatan pada Anak dengan Gangguan Oksigenasi
Melakukan intervensi
Menetapkan hipotesis
Melakukan evaluasi Analisa tropicognosis
Tidak dapat beradaptasi
Gagal Konservasi
Pengkajian Anak dengan Masalah Oksigenasi
Energi Lingkungan Internal
Integritas struktur Integritas Personal Integritas Sosial
Dapat beradaptasi
Konservasi
Wholeness of The Client
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Lingkungan eksternal
2.4. Aplikasi Model Konservasi Levine dalam Proses Keperawatan pada Kasus Terpilih Pengkajian dilakukan dengan menggunakan sumber informasi dari orang tua, tenaga kesehatan dan catatan rekam medis klien Identitas Klien An. H, laki-laki, umur 4 bulan Keluhan Utama Sesak nafas Riwayat Penyakit Klien datang ke rumah sakit pada tanggal 19 Januari 2012. Sebelum dirujuk, klien sebelumnya dirawat di ruang anak selama 3 hari dan dirawat di PICU selama 6 hari dengan BP berat (Bronchopneumonia Berat). Berdasarkan informasi dari rumah sakit bila anak dirawat dengan menggunakan ventilator lebih dari sepuluh hari di sarankan untuk dilakukan tracheostomy, berdasarkan informasi tersebut orang tua menginginkan anak untuk alih rawat di rumah sakit lain, karena orang tua berharap anaknya dapat sembuh tanpa dilakukan tracheostomy. Selama perjalanan klien mengalami kejang ± 1 jam. Diagnosa Medis Bronkopneumonia berat (BP Berat) dan post status konvulsivus. Aplikasi model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak H dengan bronkopneumonia berat (BP Berat) dan post status konvulsivus, dimulai dari tahap pengkajian yang meliputi pengkajian konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, konservasi integritas sosial. Tahap berikutnya dilanjutkan dengan menetapkan diagnosa, menetapkan
tropicognosis,
menyusun
intervensi,
mendokumentasikan
implementasi dan terakhir mendokumentasikan evaluasi.
2.4.1. Pengkajian Pengkajian keperawatan berdasarkan model konservasi Levine meliputi pengkajian lingkungan dan pengkajian konservasi. Pengkajian lingkungan meliputi pengkajian lingkungan internal dan lingkungan eksternal, adapun
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
pengkajian konservasi meliputi konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, konservasi integritas sosial (Alligood & Tomey, 2006). Pengkajian lingkungan internal pada anak H diperoleh data sebagai berikut: hasil pemeriksaan laboratorium analisa gas darah tanggal 19 Januari 2012, diperoleh data: pH: 7,05, pCO2: 134, p O2: 90, HCO3: 37, Base Exces: +4,9 mEq/L, Standar Bic: 29, SaO2: 90%. Hasil pemeriksaan elektrolit diperoleh data: Natrium: 138 mmol/ l, Kalium: 46mmol, Kalsium: 9,9 mg/dl, Clorida: 96 mmol/l. Hasil pemeriksaan hematologi diperoleh data: hemoglobin 9,5 gr/dl, hematokrit 31%, leukosit 7400/µl, trombosit 519.000/µl, APPT 41,4 detik, PT 18,2 detik, GDS 88gr/dl. Hasil pemeriksaan hitung jenis leukosit diperoleh data: basofil 0%, eosinofil 1%, segmen 48%, Limfosit 38%, monosit 13%. Hasil pemeriksaan foto toraks bronkopneumonia berat, pada paru kanan dan kiri. Pengkajian lingkungan eksternal perseptual pada anak H diperoleh data klien dirawat di ruangan yang memiliki air conditioner (AC). Pada pagi hari cukup bising dan sibuk karena pada pagi hari operan perawat, tindakan keperawatan yang dilakukan pada setiap anak yang dirawat di ruang tersebut. Pada siang hari dan sore hari juga cukup bising dan sibuk karena ada keluarga yang berkunjung, dan pendidikan kesehatan dari dokter ke keluarga pasien biasanya dilakukan bersamaan pada saat jam kunjung siang hari. Pada malam hari tenang dan udara cukup dingin. Lingkungan operasional: klien dirawat diruangan yang bergabung dengan tujuh pasien lainnya, dengan penyakit yang beragam. Lingkungan konseptual: klien dibesarkan dikeluarga yang mempercayai pengobatan medis yang sedang di jalankan dan tidak memiliki kepercayaan tertentu yang berkaitan dengan penyakitnya. Pengkajian yang berkaitan dengan konservasi energi pada anak H diperoleh data keadaan umum lemah, suhu 36,5 °C, sesak nafas dan lemah.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Kesadaran somnolent, GCS 9 E. Tanda-tanda vital sebagai berikut suhu: 36,5
°C
, frekuensi nadi 160 x/ menit, frekuensi pernafasan: 40 x/ menit,
tekanan darah (TD): 100/60 mmHg. Pemeriksaan antopometri: BB: 7 Kg, PB: 63 cm. Pemenuhan nutrisi dan cairan: diet klien SGM hipoalargenik/ ASI dengan frekuensi 6 kali per hari dan jumlah setiap pemberian 15 ml. Nutrisi tersebut diberikan melalui NGT. Total kalori untuk klien adalah 28 kkal per jam. Muka edema dan perut sedikitkembung. Pengkajian aktivitas dan istirahat: gerakan klien masih lemah, semua aktivitas klien dilakukan di atas tempat tidur. Klien lebih banyak tidur dan terbangun jika sekret banyak dan klien mulai sesak nafas serta bila perawat melakukan tindakan keperawatan seperti personal hygiene, suction, pengaturan posisi, dan lainnya. Pengkajian kemampuan konservasi integritas struktur didapatkan data, muka edema bibir kering, pecah-pecah, mulut terpasang endotracheal tube dengan modus ventilator Pressure Controlled Mandatory Ventilation (PCMV). Pemeriksaan dada diperoleh data bentuk normal, gerakan dada simetris pada, ada retraksi dada setiap klien bernafas. Frekuensi pernafasan 40 x/menit dan tidak teratur, bunyi pernafasan ronkhi dan lebih terdengar jelas pada paru-paru sebelah kanan, tidak ada wheezing, taktil fremitus kanan dan kiri tidak sama. Pemeriksaan jantung diperoleh data tidak tampak pulsasi, konfigurasi jantung normal, bunyi jantung S1 dan S2 normal. Pemeriksaan abdomen diperoleh data bentuk menonjol, simetris, sedikit tegang, tidak ada striae, bunyi bising usus lemah, perkusi tympani, tidak teraba pembesaran lien dan hepar. Ekstremitas paha kanan terpasang IV line dengan jenis cairan tridex 27B dan Benutrion VE, akral dingin, turgor cukup. Buang air besar (BAB) konsistensi lembek, warna kuning dengan frekuensi 2 kali/ hari Adapun buang air kecil (BAK) 130 ml/ shift. Warna kuning jernih, bau khas. Pengkajian konservasi integritas personal menunjukkan bahwa klien karena masih kecil belum dapat berbicara untuk mengungkapkan
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
perasaannya, adapun respon yang dapat diamati klien terlihat gelisah, sering menangis dan tenang jika ada orang tua dengan bernyanyi atau berdoa disebelahnya. Klien terpasang restrain yang bertujuan untuk mencegah klien jatuh dan mencabut alat misalnya Orotracheal tube (OTT), atau intravena line (IV line), sehingga kebebasan klien menjadi terganggu. Integritas personal orang tua klien diperoleh data: orang tua klien mencemaskan kondisi anaknya. Orang tua khawatir jika kondisi anaknya memburuk. Orang tua merasa bersalah karena menurut orang tua, anaknya semula sakit batuk dan pilek karena tertular dari orang tua, tetapi keadaan anaknya memburuk hingga seperti sekarang. Pengkajian
konservasi integritas sosial didapatkan data bahwa klien
merupakan anak pertama dan baru satu sehingga sangat disayangi oleh kedua orang tuanya. Setiap jam kunjung keluarga selalu menunggui klien dan bergantian dengan saudara-saudara klien yang lain, yang datang untuk berkunjung dan berdoa untuk klien (karena diruang ICU dibatasi setiap pasien hanya boleh dikunjungi oleh dua orang saja). Hubungan klien dan keluarga terlihat baik. Jam kunjung di ICU terbatas sehingga interaksi anak kurang. Setiap pasien yang dirawat di ICU, orang tua tidak boleh menunggui sehingga menyebabkan interaksi antara anak dan orang tua berkurang.
2.4.2. Tropicognosis / Masalah Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian terhadap kemampuan klien mempertahankan konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, kemampuan integritas sosial, maka dapat dirumuskan beberapa masalah keperawatan berdasarkan NANDA (2009-2011 dalam Herdman, 2011). 2.4.2.1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (masalah konservasi integritas struktur). Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
2.4.2.2. Gangguan pertukaran gas (masalah konservasi integritas struktur). Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau defisit oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada permukaan membran alveolarkapiler. 2.4.2.3. Kelebihan volume cairan tubuh (masalah konservasi energi). Kelebihan volume cairan tubuh adalah peningkatan retensi cairan isotonik yang terjadi pada individu. 2.4.2.4. Ketidakefektifan perfusi jaringan: otak (masalah konservasi integritas struktur). Ketidakefektifan perfusi jaringan: otak adalah penuruan sirkulasi jaringan ke otak yang dapat mengganggu kesehatan 2.4.2.5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh (masalah konservasi energi). Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh adalah adalah keadaan dimana klien berisiko mengalami kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal. 2.4.2.6. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit (masalah konservasi integritas struktur). Risiko tinggi kerusakan integritas kulit adalah individu yang beresiko mengalami perubahan kulit yang buruk. 2.4.2.7. Ansietas orang tua (masalah konservasi integritas personal orang tua). Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. 2.4.2.8. Hambatan interaksi sosial (masalah konservasi integritas sosial). Hambatan interaksi sosial adalah insufisiensi atau kelebihan kualitas atau ketidakefektifan kualitas pertukaran sosial. Hal ini dapat terjadi karena ketiadaan
orang
terdekat,
kendala
komunikasi,
lingkungan,hambatan mobilitas fisik, isolasi terapeutik.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
kendala
2.4.3. Hipotesis Hipotesis terdiri dari tujuan dan rencana keperawatan. 2.4.3.1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Hipotesis: Tindakan membersihkan jalan nafas akan
dapat mempertahankan
kepatenan jalan nafas klien Kriteria evaluasi: a. Suara nafas yang bersih b. Tidak ada sekret c. Saturasi O2: 80-100% d. Tidak ada ronkhi e. Tidak ada aspirasi f. Frekuensi pernafasan: Bayi (< 1 tahun): 30-40 x/mnt (Davies & Hassell, 2007). Atau bayi: 30 – 60 x/ menit (Hazinski, 1992 dalam Davies & Hassell, 2007) Rencana keperawatan: a. Auskultasi suara nafas. b. Monitor pola nafas, meliputi frekuensi, dalamnya, dan usaha nafas. c. Monitor nilai gas dan saturasi oksigen jika tersedia dan tanda-tanda vital. d. Posisikan klien untuk mengoptimalkan respirasi (contoh: kepala tempat tidur ditinggikan 30o dan ubah posisi tiap 2 jam atau sesuai letak sekret). e. Jika klien memiliki penyakit paru unilateral, berikan posisi semi fowler dan miringkan tubuh pasien kearah paru yang sehat (dengan elevasi 10-15o) selama 60-90 menit. Metode ini dikontraindikasikan untuk klien dengan abses pulmonal atau hemoragi atau dengan empisema interstitial. f. Lakukan fisioterapi dada dan postural drainage g. Bantu membersihkan sekresi dari faring dengan tisu dan suction OTT, mulut, faring dan hidung jika perlu.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
h. Lakukan oral hygiene i. Observasi sputum, catat warna, bau, dan jumlah. Kolaborasi: a. Berikan terapi oksigen sesuai kondisi b. Periksa AGD
2.4.3.2. Gangguan Pertukaran Gas Hipotesis: Managemen oksigenasi yang tepat dapat mencegah terjadinya gangguan pertukaran gas Kriteria evaluasi: a. Jalan napas paten b. Frekuensi pernafasan: Bayi (< 1 tahun): 30-40 x/mnt (Davies & Hassell, 2007). Atau bayi: 30 – 60 x/ menit (Hazinski, 1992 dalam Davies & Hassell, 2007) c. Suara nafas bersih d. Tidak ada distress pernafasan e. Tidak ada nafas cuping hidung f. Tidak ada retraksi intercostal g. Tidak ada sianotik h. SaO2 80-100% i. AGD dalam batas normal Rencana keperawatan: a. Posisikan untuk ventilasi maksimum: telentang dan leher agak ekstensi b. Atur posisi yang nyaman c. Periksa posisi anak dengan sering untuk memastikan anak tidak merosot d. Hindari pakaian yang ketat e. Beri oksigenisasi yang adekuat
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
f. Gunakan oksimetri frekuensi nadi untuk memantau saturasi oksigen g. Kaji adanya tanda-tanda distress pernafasan h. Hindari penumpukan sekret (tindakan dilakukan juga untuk mengatasi masalah yang pertama) i. Cemas j. Takipnea k. Monitor hasil AGD l. Kolaborasi pemberian oksigen m. Monitor saturasi oksigen n. Kolaborasi: pemberian obat
2.4.3.3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak Hipotesis: Mempertahankan sirkulasi yang adekuat akan dapat mencegah gangguan perfusi jaringan ke otak teratasi Kriteria evaluasi: a. Frekuensi jantung dan irama jantung dalam batas normal Tekanan
darah sistole 50-70 mmHg dan diastol 25 – 45 mmHg (Davies & Hassell, 2007) b. Kesadaran kompos mentis c. Tidak ada kejang d. Sensasi normal
Rencana keperawatan: a. Monitor irama jantung b. Ukur tekanan darah c. Monitor saturasi O2 d. Kaji dan monitor status seuro sensori keliputi kesadaran, aktifitas, adanya kelemahan, dan lainnya e. Catat dan laporkan ke dokter jika ada kejang meliputi jenis kejang, frekuensi kejang dan lama kejang
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
f. Berikan O2 selama kejang g. Tidak memberikan apapun ke dalam mulut klien selama kejang h. Pasang pengaman tempat tidur jika perlu i. Kaji dan monitor tonus dan kekuatan otot j. Kaji kemampuan dan sensasi ekstremitas k. Bantu kebutuhan perawatan diri: personal hygiene, makan, minum, eliminasi, dan lainnya. l. Kolaborasi pemasangan infus, pemberian obat, pemeriksaan penunjang
2.4.3.4. Kelebihan Volume Cairan Hipotesis: Jika kebutuhan cairan klien dapat dikontrol dengan baik akan dapat mengurangi kelebihan cairan pada klien dan keseimbangan dapat dipertahankan Kriteria evaluasi: a. Tidak ada edema b. Kadar albumin dalam batas normal (3,2 – 4,5 gr/dl) c. Pernafasan reguler d. Urin normal Rencana keperawatan: a. Ukur dan catat masukan dan haluaran dengan akurat b. Timbang berat badan setiap hari c. Ukur lingkar abdomen pada umbilikus d. Kaji adanya peningkatan atau penurunan edema e. Perhatikan derajat pitting edema f. Perhatikan warna dan tekstur kulit g. Beri perawatan kulit terutama pada bagian yang edema h. Jaga agar bibir tetap terlumasi i. Batasi cairan sesuai indikasi
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
j. Bagi masukan yang diizinkan kedalam volume kecil yang dibagi sehari penuh k. Berikan diet sesuai anjuran l. Ganti posisi tiap 2 jam Kolaborasi a. Berikan antidiuretik sesuai ketentuan b. Berikan kortikosteroid sesuai ketentuan c. Uji untuk berat jenis urin
2.4.3.5. Risiko Ketidakseimbangan Suhu Tubuh Hipotesis: Melakukan tindakan untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh baik farmakologi maupun non farmakologi akan dapat mempertahankan suhu tubuh klien dalam batas normal Kriteria evaluasi: a. Suhu : 36,5 – 37,5 oC b. Kulit tidak merah c. Kulit tidak panas atau tidak dingin jika disentuh d. Tidak ada tanda dehidrasi Rencana keperawatan: a. Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh b. Jika panas gunakan tindakan pendinginan dibawah ini, lebih baik satu jam setelah pemberian antipiretik: ingkatkan sirkulasi udara, kurangi suhu lingkungan, pajankan kulit pada udara, berikan kompres pada area yang memiliki pembuluh darah superfisal yang besar (aksila, dahi, leher, pangkal paha). c. Hindari menggigil; bila anak kedinginan berikan lebih banyak pakaian atau selimut d. Ganti kain/ pengalas yang telah basah
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
e. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat antipiretik dalam dosis yang sesuai dengan berat badan anak.
2.4.3.6. Risiko Tinggi Kerusakan Integritas Kulit Hipotesis: Perawatan
kulit
yang
adekuat
selama
perawatan,
akan
dapat
mempertahankan keutuhan integritas kulit klien. Kriteria Evaluasi: a. Tidak ada ruam b. Tidak ada nyeri c. Kulit halus dan lembab d. Tidak ada pruritus e. Tidak ada ulserasi f. Suhu tubuh 36,5 – 37,5 °C Rencana keperawatan: a. Berikan perawatan kulit yang cermat, terutama pada tempat insersi IV line, di dalam mulut dan daerah perianal. b. Ubah posisi c. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan d. Berikan lotion pada kulit yang kering e. Dorong masukan kalori-protein yang adekuat f. Terapkan kewaspadaan universal dan mencuci tangan setiap melakukan tindakan perawatan g. Lekatkan sensor oksimeter dengan menggunakan plester elastis h. Membuka plester dengan menggunakan alkohol pada kulit, laporkan adanya tampilan tidak umum/ drainase i. Turunkan tekanan eksternal dengan menggunakan alas (kassa, kain)
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
j. Ganti diapers setiap kali basah, bersihkan perineum segera setelah BAB dengan air hangat k. Monitor warna kulit, adanya ruam, lecet, waktu pengisian kapiler l. Jika diperlukan berikan larutan/ salep antimikrobial sesuai indikasi
2.4.3.7. Cemas Hipotesis: Managemen kecemasan, komunikasi yang terbuka dan pemberian suppot akan dapat mengurangi atau mengontrol kecemasan klien maupun keluarga Kriteria evaluasi: a. Anak melakukan aktivitas dengan tenang b. Orangtua memahami kondisi anaknya c. Orangtua dan anak menerima dukungan yang adekuat d. Koping orangtua dan anak positif Rencana keperawatan: a. Jelaskan prosedur, peralatan dan lingkungan yang tidak dikenal b. Fasilitasi hubungan anak dan orangtua c. Tetap bersama anak selama prosedur d. Berikan objek kedekatan (mainan, benda kesayangan) e. Tingkatkan perawatan yang berpusat pada keluarga f. Anjurkan keluarga untuk berkunjung setiap jam kunjung g. Libatkan orangtua dalam diskusi tentang ketakutan, kecemasan, dan dukungan yang tersedia dari keluarganya h. Beri kepercayaan diri pada orangtua i. Berikan pendidikan kesehatan j. Beri dukungan pada orang tua Kolaborasi: a. Pemberian obat-obatan
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
b. Berikan informasi terkait perkembangan kesehatan anaknya
2.4.3.8. Hambatan Interaksi Sosial Hipotesis: menfasilitasi kedekatan klien dengan keluarga dan lingkungan perawatan dapat mengurangi hambatan interaksi sosial pada klien Kriteria: a. Anak melakukan aktivitas dengan tenang b. Interaksi anak dengan petugas kesehatan baik c. Interaksi anak dan keluarga baik Rencana keperawatan : a. Perkenalkan diri perawat saat mulai melakukan perawatan b. Kaji perubahan kondisi anak secara teratur c. Berikan aktivitas yang disukai anak (misal mendengarkan musik) d. Beri aktivitas pengalihan yang tepat sesuai kognitif dan kondisi anak e. Beri tindakan kenyamanan yang diinginkan anak f. Anjurkan keluarga untuk selalu ada pada jam kunjung g. Bina komunikasi terapeutik dengan anak terutama saat melakukan tindakan h. Berikan objek kedekatan (mainan, benda kesayangan)
2.4.4. Intervensi Intervensi (tindakan keperawatan) dilaksanakan selama lima hari dimulai tanggal 25 sampai 31 Januari 2012. Tindakan keperawatan yang dilakukan selama melakukan perawatan akan dijelaskan berdasarkan prinsip konservasi. 2.4.4.1. Konservasi Energi Tanggal 25 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Menimbang berat badan (BB: 7,9 Kg) c. Memberikan lingkungan yang hangat dengan memberikan lampu penghangat, memakaikan kaos kaki, memberikan selimut yang ganda
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
d. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan seperti adanya edema, jumlah urin, lingkar perut e. Menghitung balance cairan (balance cairan +4,5 ml) f. Berkolaborasi
dengan
dokter
(respon:
dokter
pulmonologi
memberikan advis untuk mengganti antibiotik dengan tazocyn dan abbotik. Dokter konsulen ICU menyarankan untuk menunggu program konsulen infeksi) g. Memberikan cairan sesuai program h. Memberikan terapi sesuai program
Tanggal 26 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Menimbang berat badan (BB: 7.9 Kg) c. Memberikan
lingkungan
yang
hangat
dengan
memberikan
memakaikan kaos kaki, memberikan selimut yang ganda d. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan seperti adanya edema, jumlah urin, lingkar perut e. Mengkaji toleransi klien terhadap pemberian nutrisi (respon: tidak ada muntah, tidak ada residu, tidak ada alergi) f. Memberikan diet sesuai program (respon: setiap pemberian 60 ml setiap pemberian) g. Menghitung balance cairan (respon: balance cairan: -195 ml) h. Berkolaborasi dengan dokter (dokter konsulen infeksi menyarankan untuk memberikan abbotik, cek ulang SGOT, SGPT, PCT, serologi mocoplasma dan clamidia, follow up DL dan CRP, tetapi dokter ICU menyarankan tunda dulu untuk semua pemeriksaan) i. Memberikan cairan sesuai program j. Memberikan terapi sesuai program
Tanggal 27 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Menimbang berat badan (BB: 7,9 Kg)
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
c. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan seperti adanya edema, jumlah urin, lingkar perut d. Mengkaji toleransi klien terhadap pemberian nutrisi (respon: tidak ada muntah, tidak ada residu) e. Memberikan diet sesuai program (Respon: setiap pemberian 90 ml setiap pemberian) f. Menghitung balance cairan ( respon: balance cairan -111,5) g. Berkolaborasi dengan dokter h. Memberikan cairan sesuai program i. Memberikan terapi sesuai program
Tanggal 30 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Menimbang berat badan (BB: 7,3 kg) c. Memberikan dan mempertahankan lingkungan yang hangat dengan memberikan memakaikan kaos kaki, memberikan selimut d. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan seperti adanya edema, jumlah urin, lingkar perut e. Mengkaji toleransi klien terhadap pemberian nutrisi (respon: tidak ada muntah, tidak ada residu) f. Memberikan diet sesuai program (respon: diberikan 90 ml setiap pemberian) g. Menghitung balance cairan (respon balance cairan: +93,5 ml) h. Berkolaborasi dengan dokter i. Memberikan cairan sesuai program j. Memberikan terapi sesuai program
Tanggal 31 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Menimbang berat badan (BB: 7,4 Kg) c. Memberikan
lingkungan
yang
hangat
dengan
memakaikan kaos kaki, memberikan selimut yang ganda
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
memberikan
d. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan seperti adanya edema, jumlah urin e. Mengkaji toleransi klien terhadap pemberian nutrisi (respon: tidak ada muntah, residu tidak ada) f. Memberikan diet sesuai program (respon: 90 ml setiap pemberian) g. Menghitung balance cairan (respon: + 85,5 ml) h. Berkolaborasi dengan dokter i. Memberikan cairan sesuai program j. Memberikan terapi sesuai program
2.4.4.2. Konservasi Integritas struktur Tanggal 25 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran klien c. Mengkaji adanya kerusakan integritas kulit d. Memberikan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainage, suction e. Memonitor dan menganalisa hasil AGD f. Melakukan oral hygiene, perawatan endotracheal tube (ETT), melakukan perawatan tempatinsersi IV line dan kulit g. Melakukan alih baring h. Memberikan terapi oksigen sesuai program i. Memberikan terapi sesuai program j. Berkolaborasi
dengan
dokter
(respon:
dokter
pulmonologi
memberikan advis untuk mengganti antibiotik dengan tazocyn dan abbotik. Dokter konsulen ICU menyarankan untuk menunggu program konsulen infeksi)
Tanggal 26 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran klien c. Mengkaji adanya kerusakan integritas kulit d. Memberikan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainage, suction
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
e. Memonitor dan menganalisa hasil AGD f. Melakukan oral hygiene, perawatan endotracheal tube (ETT), tempat insersi IV line dan kulit g. Melakukan alih baring h. Memberikan terapi oksigen sesuai program i. Membantu mempersiapkan klien untuk pemeriksaan foto toraks (hasil paru sebelah kanan lebih berkabut dibandinkan dengan sebelah kiri) j. Memberikan terapi sesuai program k. Berkolaborasi dengan dokter (dokter konsulen infeksi menyarankan untuk memberikan abbotik, cek ulang serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), serum glutamic piruvic transaminase (SGPT), procalsitonin (PCT), serologi mocoplasma dan clamidia, follow up darah lengkap (DL) dan C-reactive protein (CRP), tetapi dokter ICU menyarankan tunda dulu untuk semua pemeriksaan)
Tanggal 27 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran klien c. Mengkaji adanya kerusakan integritas kulit d. Memberikan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainage, suction e. Melakukan oral hygiene, perawatan endotracheal tube (ETT), tempat insersi IV line dan perawatan kulit f. Melakukan alih baring g. Melepas kateter h. Memberikan terapi oksigen sesuai program i. Memberikan terapi sesuai program j. Berkolaborasi dengan dokter
Tanggal 30 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran klien c. Mengkaji adanya kerusakan integritas kulit
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
d. Memberikan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainage, suction e. Memonitor dan menganalisa hasil AGD f. Melakukan oral hygiene, perawatan endotracheal tube (ETT), tempat insersi IV line dan perawatan kulit g. Melakukan alih baring h. Memberikan terapi oksigen sesuai program i. Mengambil sampel darah untuk pemeriksaan elektrolit j. Memberikan terapi sesuai program k. Berkolaborasi dengan dokter (respon: dokter konsulen ICU memberikan saran untuk menunda pemberian kaptopril)
Tanggal 31 Januari 2012 a. Mengukur tanda-tanda vital b. Mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran klien c. Mengkaji adanya kerusakan integritas kulit d. Memberikan nebulizer, fisioterapi dada, postural drainage, suction e. Memonitor dan menganalisa hasil AGD f. Melakukan oral hygiene, perawatan tempat insersi IV line dan perawatan kulit g. Melakukan alih baring h. Melakukan ekstubasi i. Memberikan terapi oksigen sesuai program j. Mengambil sampel darah setelah satu jam dilakukan ekstubasi untuk pemeriksaan AGD dan elektrolit k. Membantu mengatur posisi klien untuk persiapan foto thoraks (hasil gambaran berkabut pada kedua paru sudah mulai berkurang) l. Memberikan terapi sesuai program m. Berkolaborasi dengan dokter (respon: doktker konsulen ICU memberikan saran untuk persiapan ekstubasi dengam memberikan dexamethason dan nebulizer serta melakukan suctin sebelum ekstubasi, dan menyarankan untuk menggantinya dengan masker sederhana dengan aliran 5 liter / menit)
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
2.4.4.3. Konservasi Integritas Personal Tanggal 25 Januari 2012 a. Mengkaji tingkat kecemasan orang tua b. Memberikan pendidikan kesehatan c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya d. Memberikan suport pada keluarga e. Mendampingi dokter dalam memberikan informasi terkait kesehatan klien
Tanggal 26 Januari 2012 a. Mengkaji tingkat kecemasan orang tua b. Mengevaluasi pengetahuan keluarga terkait materi pendidikan yang sudah dilakukan c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya d. Memberikan suport pada keluarga e. Mendampingi dokter dalam memberikan informasi terkait kesehatan klien
Tanggal 27 Januari 2012 a. Mengkaji tingkat kecemasan orang tua b. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya c. Memberikan suport pada keluarga d. Mendampingi dokter dalam memberikan informasi terkait kesehatan klien
Tanggal 30 Januari 2012 a. Mengkaji tingkat kecemasan orang tua b. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
c. Memberikan suport pada keluarga d. Mendampingi dokter dalam memberikan informasi terkait kesehatan klien
Tanggal 31 Januari 2012 a. Mengkaji tingkat kecemasan orang tua b. Mengevaluasi pengetahuan keluarga terkait materi pendidikan yang sudah dilakukan karena klien mau pindah ruangan c. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan perasaannya d. Memberikan suport pada keluarga e. Mendampingi dokter dalam memberikan informasi terkait kesehatan klien
2.4.4.4. Konservasi Integritas Sosial Tanggal 25 Januari 2012 a. Memperkenalkan diri dan perawat lain pada klien dan keluarga b. Mengajak berbicara setiap melakukan tindakan c. Memberikan kesempatan pada anak untuk bersama orang tua saat jam kunjung d. Menganjurkan orang tua untuk membawa mainan atau benda yang disukai anak
Tanggal 26 Januari 2012 a. Memanggil klien dengan nama kesayangannya b. Mengajak berbicara setiap melakukan tindakan c. Memberikan kesempatan pada anak untuk bersama orang tua saat jam kunjung d. Memperdengarkan musik yang disukai anak melalui MP3 yang dibawa oleh orang tua
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Tanggal 27 Januari 2012 a. Memanggil klien dengan nama kesayangannya b. Mengajak berbicara setiap melakukan tindakan c. Bercerita untuk klien d. Memberikan kesempatan pada anak untuk bersama orang tua saat jam kunjung e. Memperdengarkan musik yang disukai anak melalui MP3 yang dibawa oleh orang tua
Tanggal 30 Januari 2012 a. Memanggil klien dengan nama kesayangannya b. Mengajak berbicara setiap melakukan tindakan c. Memberikan kesempatan pada anak untuk bersama orang tua saat jam kunjung d. Memperdengarkan musik yang disukai anak melalui MP3 yang dibawa oleh orang tua
Tanggal 31 Januari 2012 a. Memanggil klien dengan nama kesayangannya b. Mengajak berbicara setiap melakukan tindakan c. Mengajak bermain dan bercerita d. Memberikan kesempatan pada anak untuk bersama orang tua saat jam kunjung e. Memperdengarkan musik yang disukai anak melalui MP3 yang dibawa oleh orang tua
2.4.5. Evaluasi Evaluasi keperawatan pada anak H dilakukan setiap hari, adapun evaluasinya akan dijelaskan pada tabel 2.1
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Tabel 2.1. Evaluasi Keperawatan pada Anak H
Tanggal 25 Januari 2012 No. 1
Tipe Konservasi Konservasi Energi
Evaluasi S : tidak ada O: sebelum dilakukan tindakan suhu 35,6°C setelah dilakukan tindakan menjadi 36,5- 36,7 °C
, terdapat edema di mata, pernafasan
irreguler, balance cairan +4,5 ml, masih puasa, LP: 42 cm A: keseimbangan cairan belum tercapai, kriteria hasil tercapai sebagian. Keseimbangan suhu tubuh terjaga, tujuan tercapai. Masih terdapat masalah konservasi energi, tetapi ada perbaikan kondisi mengarah ke adaptasi P: Ulang intervensi 2
Konservasi struktur
integritas
S : tidak ada O: sebelum dilakukan tindakan suhu 35,6°C setelah dilakukan tindakan menjadi 36,5- 36,7 °C
, N: 140-160 x/ menit, TD: 100/60 - 120/80
mmHg, RR: 40 x/ menit, SaO2: 100%. Kulit teraba hangat (tidak panas), tidak kemerahan. Masih terpasang ventilator dengan mode PCMV, tidak ada sianosis, tidak ada dispnea, masih terdapat sekret di jalan nafas, suara nafas ronch, tidak ada retraksi interkosta, hasil AGD asidosis respiratorik terkompensasi. Tidak ada ruam, kulit halus dan lembab, tidak ada pruritus, tidak ada ulserasi, A: Bersihan jalan nafas masih belum efektif, kriteria hasil tercapai sebagian. Gangguan pertukaran
gas
masih
terjadi.
Keutuhan
integritas kulit dapat dipertahankan, kriteria hasil tercapai sebagian. Kesan: masih ada masalah dalam konservasi integritas struktur, tetapi ada perbaikan menuju keadaan adaptasi
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
P: Ulang intervensi
2.1. (sambungan) No. 3
Tipe Konservasi Konservasi personal
Evaluasi S : Orang tua mengatakan cemas memikirkan kesehatan anaknya, khawatir jika kondisinya memburuk, senang jika saatnya jam kunjung karena dapat melihat dan dekat dengan anaknya O: orang tua memahami kondisi anaknya, orang tua memberikan dukungan yang positif pada anaknya, koping orang tua positif. Klien terlihat senang jika berdekatan dengan orang tua. A : ansietas masih ditemukan, tujuan tercapai. Masih terdapat masalah konservasi intergritas personal. Konservasi belum tercapai. P: pertahankan kondisi, evaluasi kemampuan keluarga dalam mengontrol kecemasan
4
Konservasi integritas sosial
S: O: klien terlihat tenang bila didekati dan diajak berbicara, orang tua dan keluarga klien yang lain datang dan menunggui klien A:
hambatan
interaksi
sosial
dapat
diminimalkan, tujuan tercapai. Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru. P: pertahankan kondisi
Tanggal 26 Januari 2012 1
Konservasi Energi
S : tidak ada O: Sebelum dilakukan tindakan suhu 36,1 setelah dilakukan tindakan suhu 36,5- 37,5 edema
berkurang,
pernafasan
°C
,
°C
irreguler,
balance cairan -195 ml. Diet diberikan sesuai
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
program (60 ml setiap pemberian), toleransi baik. Berat badan 7,9 kg, LP: 42 cm A:
keseimbangan
cairan
belum
dapat
dipertahankan, kriteria hasil tercapai sebagian.
2.1. (sambungan) No.
Tipe Konservasi
Evaluasi Keseimbangan suhu tubuh terjaga, tujuan tercapai. Masih terdapat masalah konservasi Energi, tetapi terlihat ada perkembangan menuju ke arah adaptasi P: Ulang intervensi
2
Konservasi struktur
integritas
S : tidak ada O: Sebelum dilakukan tindakan suhu 36,1°C, setelah dilakukan tindakan suhu 37,5
°C
, N:
130 - 140 x/ menit, TD: 100/60 – 132/89 mmHg, RR: 30 x/ menit, SaO2: 100%. masih terdapat sekret di jalan nafas, suara nafas ronchi, tidak ada sianosis, tidak ada dispnea, tidak ada retraksi interkosta, hasil AGD alkalosis metabolik. Kulit teraba hangat (tidak panas) kulit tidak kemerahan. Tidak ada ruam, kulit halus dan lembab, tidak ada pruritus, tidak ada ulserasi. Hasil foto thoraks telihat gambaran berkabut pada paru kiri berkurang sedangkan pada paru kanan lebih banyak. A: bersihan jalan nafas masih belum efektif, gangguan pertukaran gas masih terjadi, dan keutuhan integritas kulit dapat dipertahankan. Kriteria hasil dari ketiga tropicognosis tercapai sebagian. konservasi
Masih
terdapat
integritas
belum tercapai P: Ulang intervensi
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
masalah
struktur.
pada
Konservasi
3.
Konservasi
integritas
personal
S : Orang tua mengatakan masih cemas memikirkan kesehatan anaknya, khawatir jika kondisinya memburuk. O: orang tua memahami kondisi anaknya, orang tua memberikan dukungan yang positif pada anaknya, koping orang tua positif A: Masih terdapat kecemasan pada orang tua. Konservasi integritas personal belum tercapai.
2.1. (sambungan) No.
Tiper Konservasi
Evaluasi P: pertahankan kondisi, evaluasi kemampuan keluarga dalam mengontrol kecemasan
4.
Konservasi
integritas
sosial
S: O: klien terlihat tenang bila didekati dan diajak berbicara, orang tua dan keluarga klien yang lain datang dan menunggui klien A:
hambatan
interaksi
sosial
dapat
diminimalkan, tujuan tercapai. Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial yang baru P: pertahankan kondisi
Tanggal 27 Januari 2012 1
Konservasi Energi
S : tidak ada O: Suhu: 36,5- 37
°C
,. Kulit teraba hangat
(tidak panas) kulit tidak kemerahan. edema berkurang,
pernafasan
irreguler,
balance
cairan -111,5, LP: 41,5. Diet diberikan 90 ml setiap pemberian, tidak muntah dan residu tida ada. A: Keseimbangan suhu tubuh terjaga, tujuan tercapai.
Keseimbangan
cairan
dapat
dipertahankan, kriteria hasil tercapai sebagian. Adapa perubahan menuju ke adaptasi
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
P: Pertahankan kondisi. Ulang intervensi 2
Konservasi
integritas
struktur
S : tidak ada O: Suhu: 36,5- 37
°C
, N: 150-160 x/ menit,
TD: 110/60-120/75 mmHg, RR: 30 x/ menit, SaO2: 95 - 100% Masih terpasang ventilator dengan mode PCMV, tidak ada sianosis, tidak ada dispnea, masih terdapat sekret di jalan nafas, suara nafas ronchi, tidak ada retraksi interkosta, hasil AGD asidosis metabolik. Tidak ada ruam, kulit halus dan lembab, tidak ada pruritus, tidak ada ulserasi A: bersihan jalan nafas masih belum efektif,
2.1. (sambungan) No.
Masalah Keperawatan
Evaluasi gangguan pertukaran gas masih terjadi, dan keutuhan integritas kulit dapat dipertahankan, kriteria hasil tercapai sebagian. Kesan : Masalah konservasi integritas struktur masih terjadi. Konservasi belum tercapai. P: Ulang intervensi
3
Konservasi
integritas
personal
S : Orang tua mengatakan cemas mulai berkurang melihat perkembangan anaknya yang relatif membaik O: orang tua memberikan dukungan yang positif pada anaknya, koping orang tua positif A: Cemas mulai berkurang. Ada perbaikan menuju ke arah adaptasi. P: Pertahankan kondisi.
4
Konservasi sosial
integritas
S: O: klien terlihat tenang, orang tua dan keluarga menunggui
klien
yang
klien,
mendengarkan musik
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
lain tidur
datang tenang
dan bila
A:
hambatan
interaksi
sosial
dapat
diminimalkan, tujuan tercapai. Adapaptasi intagritas sosial dapat tercapai, konservasi tercapai. P: pertahankan kondisi
Tanggal 30 Januari 2012 1
Konservasi Energi
S : tidak ada O: Sebelum dilakukan tindakan suhu 36,1
°C
setelah dilakukan tindakan suhu
°C
37,4
, .
Kulit teraba hangat (tidak panas) kulit tidak kemerahan. Edema tidak ada, pernafasan irreguler.
Diet
diberikan
90
ml
setiap
pemberian, toleransi makan baik (tidak ada muntah, tidak ada residu) A: Keseimbangan suhu tubuh terjaga, tujuan
2.1 (sambungan) No.
Masalah Keperawatan
Evaluasi tercapai.
keseimbangan
cairan
dapat
dipertahankan, kriteria hasil tercapai. Klien dapat mencapai adaptasi P: Ulang intervensi 2
Konservasi Struktur
Integritas
S : tidak ada O: 36,1 - 37,4
°C
, N: 133 - 140 x/ menit, TD:
103/64 - 132/89 mmHg, RR: 24-34 x/ menit, SaO2: 100%.
Masih terpasang ventilator
dengan mode PSIMV, tidak ada sianosis, tidak ada dispnea, masih terdapat sekret di jalan nafas, suara nafas ronchi. Tidak ada retraksi interkosta, hasil AGD asidosis respiratorik terkompensasi. Tidak ada ruam, kulit halus dan lembab, tidak ada pruritus, tidak ada ulserasi A: bersihan jalan nafas masih belum efektif, gangguan pertukaran gas masih terjadi, dan
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
keutuhan integritas kulit dapat dipertahankan, kriteria hasil tercapai sebagian. Kesan: Ada perbaikan menuju ke arah adaptasi dan konsevasi P: Ulang intervensi 3
Konservasi
Integritas
personal
S : Orang tua mengatakan lebih tenang karena kondisi anaknya semakin membaik O: orang tua memberikan dukungan yang positif pada anaknya, koping orang tua positif A:
ansietas
teratasi.
Adaptasi
tercapai,
konservasi tercapai. P: pertahankan kondisi 4
Konservasi
Integritas
Sosial
S: O: klien terlihat tenang, tersenyum dan memperhatikan bila diajak bicara, orang tua dan keluarga klien yang lain datang dan menunggui klien A:
hambatan
interaksi
sosial
dapat
diminimalkan, tujuan tercapai. Klien dapat
2.1. (sambungan) No.
Masalah Keperawatan
Evaluasi beradap tasi dengan baik. Konservasi tercapai P: pertahankan kondisi
Tanggal 31 Januari 2012 1
Konservasi Energi
S : tidak ada O: Suhu: 35,2-35,6
°C
. Kulit teraba dingin
(tidak panas) kulit tidak kemerahan. tidak ada edema, pernafasan irreguler. Diet sementara di tunda, karena pasca ekstubasi. Balannce cairan - 85,5 ml A: Keseimbangan suhu tubuh belum tercapai, tujuan tercapai. keseimbangan cairan belum dapat dipertahankan, kriteria hasil tercapai sebagian. Kesan : masih terdapat masalah
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
konservasi energi. Konservasi belum tercapai. P: Ulang intervensi 2
Konservasi
Integritas
S : tidak ada O: Suhu: 35,2-35,6 °C, N: 112 - 135 x/ menit,
Struktur
TD: 97/69 - 111/66 mmHg, RR: 29-30 x/ menit, SaO2: 99-100%. Terpasang masker sederhana dengan volume aliran 5 liter/ menit, tidak ada sianosis, tidak ada dispnea, masih terdapat sekret di jalan nafas, suara nafas ronchi, tidak ada retraksi interkosta, hasil AGD normal. Tidak ada ruam, kulit halus dan lembab, tidak ada pruritus, tidak ada ulserasi. Hasil foto thoraks menunjukkan gambaran kabut pada paru mulai berkurang. A: bersihan jalan nafas masih belum efektif, kriteria hasil tercapai sebagian. gangguan pertukaran gas masih terjadi, kriteria hasil tercapai sebagian. Keutuhan integritas kulit dapat dipertahankan Kesan: ada perbaikan bermakna. Klien mulai dapat beradaptasi dengan kondisinya.
2.1. (sambungan) No.
Tipe Konservasi
Evaluasi P: pertahankan kondisi. Ulang intervensi yang diperlukan
3
Konservasi Personal
Integritas
S : Orang tua mengatakan senang sekali karena anaknya sudah tidak menggunakan ventilator O: Orang tua memberikan dukungan yang positif pada anaknya, koping orang tua positif. Orang tua terlihat gembira dan menelepon ke keluarganya kalau AN. H sudah
ada
perbaikan
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
dan
sudah
tidak
memakai ventilator lagi. A: Ansietas dapat diatasi, orang tua dapat beradaptasi dengan kondisinya. Konservasi tercapai P: pertahankan kondisi 4
Konservasi Integritas Sosial
S: O: klien terlihat tenang, mau berinteraksi dengan orang lain, terlihat manja dengan orang tuannya, orang tua dan keluarga klien yang lain datang dan menunggui klien A:
hambatan
interaksi
sosial
dapat
diminimalkan, tujuan tercapai. Klien dapat beradaptasi dengan baik. Konservasi tercapai P: pertahankan kondisi
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
BAB 3 PENCAPAIAN KOMPETENSI
Standar kompetensi yang dimiliki oleh seorang ners spesialis telah ditentukan oleh organisasi profesi keperawatan. Standar menurut Perry dan Potter (2005) adalah pengukuran atau pedoman yang berfungsi sebagai dasar untuk perbandingan ketika mengevaluasi fenomena. Kompetensi menurut International Council of Nurses (ICN, 2009),
mengacu pada aplikasi yang efektif dari kombinasi
pengetahuan, keterampilan dan penilaian yang diperagakan secara individual dalam
praktek
kompetensi
sehari-hari
mencerminkan
penilaian; berbagai
atau hal
keterampilan
prestasi
berikut: kognitif,
kerja.
Dalam
pengetahuan, teknis
atau
keperawatan,
pemahaman
dan
psikomotor
dan
interpersonal, dan berbagai atribut pribadi dan sikap. Standar kompetensi perawat adalah ukuran atau patokan yang disepakati, sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi mencakup pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja yang ditetapkan (PP-PPNI 2005). Standar kompetensi perawat merefleksikan atas kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh individu yang akan bekerja dibidang pelayanan keperawatan (PP-PPNI 2005). Ranah dan unit kompetensi perawat meliputi praktik profesional yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat secara etik dan legal, memberikan asuhan dan
manajemen asuhan keperawatan serta
mengembangkan profesionalisme dalam rangka peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan (PP-PPNI, 2005 & PP-PPNI 2010). Menurut ICN (2009) kompetensi perawat meliputi praktek profesional, etik, legal (terdiri dari akontabilitas, praktek etik dan legal), penyediaan dan pengelolaan perawatan (terdiri dari prinsip-prinsip kunci perawatan: pengkajian, perencanaan, implementasi, hubungan dan komunikasi terapeutik, promosi kesehatan, dan evaluasi; kepemimpinan dan manajemen: hubungan antar profesi kesehatan,
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
delegasi dan supervisi, lingkungan yang aman), profesional, personal dan pengembangan kualitas (terdiri dari pengembangan profesi, peningkatan kualitas dan pendidikan berkelanjutan). Menurut American Nurses Association (ANA, 2010) kompetensi menyertai setiap standar yang dibuat, adapun standar praktik keperawatan untuk perawat spesialis tersebut terdiri dari standar praktek dan standar kinerja profesional. Standar praktek terdiri dari pengkajian, diagnosis, identifikasi hasil yang diharapkan, perencanaan, implementasi (terdiri dari koordinasi perawatan, pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan, konsultasi, preskriptif otoritas dan pengobatan), evaluasi. Adapun standar kinerja profesional terdiri dari etika, pendidikan, praktek berbasis bukti (evidence-based practice/ EBP)
dan penelitian, praktek yang
berkualitas, komunikasi, kepemimpinan, kolaborasi, evaluasi praktek profesional, pemanfaatan sumber daya, kesehatan lingkungan.
3.1. Pencapaian Kompetensi Berdasarkan hal uraian konpetensi di atas, pencapaian kompetensi yang diperoleh residen selama praktik disetiap ruang adalah sebagai berikut 3.1.1. Pencapaian kompetensi di ruang Peristi Praktik residensi di ruang peristi dilaksanakan di ruang peristi RSPAD Gatot Soebroto selama 4 minggu, mulai tanggal 13 sampai 29 Oktober 2011. Selama praktik di ruang peristi tersebut, residen mengambil 6 (enam) kasus sebagai kasus kelolaan. Enam kasus tersebut yaitu klien dengan bayi berat lahir rendah (BBLR), hiperbilirubin, sepsis, asfiksia dan prematur. Kompetensi yang dicapai oleh residen selama praktik di ruang peristi adalah
melakukan
asuhan
keperawatan
pada
neonatus
yang
mengalami masalah respirasi, termoregulasi, gangguan metabolisme, infeksi, mengoperasikan dan memantau kardiorespirasi dan pemberian cairan. Residen juga melakukan proyek inovasi sebagai upaya untuk meningkatkan asuhan keperawatan pada klien yang dirawat di ruang
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
peristi. Proyek inovasi yang dilakukan oleh residen adalah pengembangan suatu perencanaan pemulangan pasien (discharge planning) dan media pembelajaran untuk memfasilitasi perawat dan klien dalam pendidikan kesehatan yang berguna untuk membantu meningkatkan pengetahuan orang tua dan meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat anaknya. Hasil dari inovasi tersebut adalah tersedianya form discharge planning dan alur penatalaksanaannya, serta buku saku agar dapat diberikan pada orang tu. Buku tersebut memuat pengetahuan perawatan bayi secara umum dan perawatan pada penyakit yang sering terjadi pada bayi baru lahir. 3.1.2. Pencapaian kompetensi di ruang Bedah Anak Praktik residensi di ruang bedah anak dilaksanakan di ruang bedah anak RSPAD Gatot Soebroto selama 6 minggu, yaitu mulai tanggal 14 November sampai tanggal 23 Desember 2011. Selama praktik di ruang bedah tersebut, residen mengambil 6 (enam) kasus sebagai kasus kelolaan. Enam kasus tersebut yaitu klien dengan diagnosa hirschsprung, tonsilitis, hernia scotalis dextra, paska operasi appendiktomi, multiple kongenital (atresia duodenum, malformasi anorektal, ventrikel septal defek, pulmonal stenosis) paska kolostomi dan multipel abses serta klien dengan vesikolitiasis. Kompetensi yang dicapai residen selama praktik di ruang bedah yaitu melakukan asuhan keperawatan pra operasi, melakukan asuhan keperawatan paska operasi, melakukan pendidikan kesehatan dan melakukan beberapa tindakan khusus seperti perawatan luka, perawatan kolostomi, irigasi kolostomi, dan lainnya. 3.1.3. Pencapaian kompetensi di ruang ICU anak (PICU) Praktik residensi di ruang PICU merupakan bidang peminatan dari residen. Praktik tersebut dilaksanakan pada residensi I dan residensi II. Residensi I dilaksanakan di PICU RSAB Harapan Kita selama 6
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
minggu, mulai tanggal 26 Desember 2011 sampai tanggal 3 Februari 2012. Residensi II dilaksanakan selama 10 minggu yaitu 1 minggu digunakan untuk bimbingan sebelum masuk ke lahan praktik dan 9 minggu digunakan untuk praktik di lahan. Residensi II dilakukan tanggal 13 Februari – 20 April 2012, adapun tempat praktik yang di gunakan ruang PICU RSAB Harapan Kita selama 3 minggu dan PICU RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo selama 6 minggu. Selama praktik residensi di ruang PICU baik residensi I maupun residensi II, residen mengambil 18 (delapam belas) kasus sebagai kasus kelolaan.
Delapan belas kasus tersebut yaitu klien dengan
diagnosa bronkopneumonia berat, penumonia aspirasi, pertusis, dengue hemoragic fever (DHF), leukimia limfoblastik akut, leukimia mieloblastik akut, sepsis, hidrocephalus, gastroscizis, atresia esofagus dengan fistel trakea esofagus, congenital boni singnathia, gagal ginjal kronik, kelainan jantung bawaan, sindroma nefrotik, encephalitis, rubela dan lainnya. Kompetensi yang dicapai residen selama praktik di ruang PICU adalah memberikan asuhan keperawatan pada anak yang memiliki masalah pada jalan nafas, respirasi, kardiovaskuler, central nervus system (CNS), perkemihan, nutrisi, dan melakukan resusitasi jantung dan paru. Tindakan-tindakan yang dilakukan terkait dengan asuhan keperawatan
tersebut
adalah
melakukan
pengukuran
tingkat
kesadaran, manajemen oksigenasi, manajeman cairan dan nutrisi, memberikan terapi, melakukan edukasi, melakukan resusitasi dan lainnya. Pada praktik residensi di ruang PICU residen juga melakukan proyek inovasi yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada klien yang dirawat di ruang PICU. Di ruang PICU, residen membuat suatu standar operasional prosedur (SOP) terkait
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
dengan masalah oksigenasi pada anak dengan berdasarkan
hasil
penelitian dan EBP serta leaf let yang dapat di gunakan sebagai media pendidikan pada klien maupun keluarga.
3.2. Peran Perawat Spesialis Menurut Australian Confederation of Paediatric and Child Health Nurses (ACPCHN) (2006), peran utama perawat spesialis anak adalah sebagai pemberi asuhan, pendidik, konsultan dan peneliti. 3.2.1. Peran sebagai pemberi asuhan Peran pemberi asuhan meliputi tindakan yang membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap memelihara martabat klien. Peran utama anak adalah memberikan asuhan keperawatan langsung pada anak dan keluarganya melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian pada anak dan keluarga, membuat rencana berdasarkan hasil identifikasi masalah, implementasi dan evaluasi (ACPCHN, 2006) Dalam menjalankan peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, residen
memperhatikan
prinsip
kemanan,
konsep-konsep
pertumbuhan dan perkembangan anak, konsep hospitalisasi, konsep asuhan keperawatan dengan meminimalkan trauma pada anak (atraumatic care), konsep yang memperhatikan perkembangan anak (developmental care), konsep keperawatan yang berfokus pada keluarga, dan konsep bermain. Semua itu berusaha residen lakukan dalam setiap pelaksanaan asuhan keperawatan. 3.2.2. Peran sebagai pendidik Pendidika kesehatan tidak dapat dipisahkan dari advokasi dan prevensi keluarga. Pendidikan kesehatan melibatkan transmisi informasi pada tingkat pemahaman anak dan keluarga dan kebutuhan mereka terhadap informasi. Pendidikan kesehatan membantu orang tua dan anak memahami diagnosis atau pengobatan medis, mendorong
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
anak atau keluarga untuk mengajukan pertanyaan, merujuk keluarga ke tenaga kesehatan yang lain atau kelompok pendukung, memberikan informasi yang tepat dan memberi pedoman antisipasi. Sebagai pendidik yang efektif, perawat berfokus pada pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat dengan umpan balik dan evaluasi yang tulus untuk meningkatkan pembelajaran (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz, 2009) Konseling merupakan bentuk lain dari pendidikan kesehatan. Konseling melibatkan pertukaran pendapat dan ide yang memberi dasar untuk pemecahan bersama. Konseling melibatkan dukungan, penyuluhan, teknik untuk mendorong ekspresi perasaan dan pikiran dan pendekatan untuk membantu keluarga mengatasi stress. Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, residen membantu anak beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, memberikan penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh anak, menyiapkan media yang dibutuhkan dalam pendidikan kesehatan, memberikan pendidikan kesehatan pada anak dan keluarga terkait dengan perawatan dan pencegahan dari masalah kesehatan yang dihadapi anak, memberikan kesempatan pada anak dan keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya, membantu dan memberikan dukungan kepada anak dan keluarga agar mampu
menghadapi
krisis
yang
dihadapi.
Residen
juga
mengidentifikasi tujuan dan harapan klien dan keluarga serta membantu klien dan keluarga untuk menentukan pilihan dan melakukan yang terbaik bagi klien. Residen menfasilitasi klien dan keluarga agar dapat melakukan yang terbaik bagi kesehatannya. Selama menjalankan praktik, residen telah melakukan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga terkait dengan masalah kesehatan yang mereka hadapi. Adapun tindakan tersebut dimulai dari
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
menyusun rencana melalui pendidikan kesehatan, menyusun media yang akan digunakan dan melakukan pendidikan itu sendiri. Pendidikan yang diberikan meliputi penyakit, penatalaksanaan, pencegahan, dan perawatan. Dalam memberikan
pendidikan
kesehatan, residen memberikan kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya ataupun mendemonstrasikan ulang apa yang sudah sampaikan.
Adapun beberapa pendidikan kesehatan yang sudah
pernah dilakukan adalah mengenai perawatan bayi baru lahir, perawatan metode kanguru, teknik menyusui dan menyimpan ASI, perawatan
anak
bronkopneumonia,
dengan
DHF,
perawatan
anak
perawatan dengan
anak
dengan
kelainan
jantung,
perawatan anak dengan leukemia, perawatan pra operasi, perawatan luka dan lainnya. 3.2.3. Peran sebagai konsultan Peran
sebagai
konsultan
dalam
praktik
keperawatan
anak
berhubungan dengan penanganan masalah yang spesifik dan umum pada anak dan keluarga atau yang berkaitan dengan kesehatan anak. Kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam menjalankan perannya sebagai perawat konsultan adalah mampu melakukan kolaborasi dan berinteraksi dengan anak dan keluarga, perawat lain, dokter dan profesi kesehatan yang lain. Dalam menjalankan peran tersebut dibutuhkan
ketampilan
hubungan
interpesonal
dan
terapeutik
(ACPCHN, 2006) Residen dalam menjalankan perannya sebagai konsultan dengan membina hubungan saling percaya, melakukan komunikasi yang efektif pada anak (sesuai dengan usia anak) dan keluarganya serta kolaborasi antar tim kesehatan baik dengan perawat, dokter maupun tim kesehatan lain juga dilakukan. Hal ini dilakukan agar asuhan keperawatan yang diberikan dapat menjadi optimal.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
3.2.4. Peran sebagai peneliti Perawat spesialis anak berpartisipasi dalam menjamin kualitas dari perawatan yang diberikan, dengan pencarian literatur, melakukan evaluasi asuhan yang diberikan, mengikuti pendidikan, kolaborasi dengan profesi kesehatan yang lain dalam penelitian maupun aplikasi hasi penelitian. Penelitian memberikan panduan pada praktik keperawatan berdasarkan pembuktian ilmiah dan khususnya kemajuan pengetahuan dan peningkatan kesehatan anak (ACPCHN, 2006). Selama praktik, residen tidak melakukan penelitian tersendiri, melainkan
menerapkan
evidence
based
practice
(EBP)
dan
mengaplikasikan hasil penelitian-penelitian terbaru dalam melakukan tindakan keperawatan untuk membantu mengatasi masalah yang terjadi pada klien. EBP tersebut juga diperkenalkan dengan perawat yang ada diruangan melalui presentasi. Selain presentasi EBP, juga presentasi kasus kelolaan yang menggunakan EBP tersebut. Hal tersebut juga menjadi salah satu inspirasi residen untuk melakukan proyek inovasi di ruang. 3.2.5. Peran sebagai inovator Residen melaksanakan fungsi sebagai inovator dengan membuat perubahan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Di ruang perinatologi residen membuat suatu perencanaan pemulangan dan media pembelajaran untuk memfasilitasi perawat dan klien dalam pendidikan kesehatan yang berguna untuk membantu meningkatkan pengetahuan orang tua dan meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat anaknya. Hasil dari inovasi tersebut adalah tersedianya formulir discharge planning dan alur penatalaksanaannya, serta buku saku yang dapat diberikan pada orang tua yang memuat pengetahuan perawatan bayi secara umum dan perawatan pada penyakit yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Di ruang PICU, residen keperawatan anak membuat suatu standar operasional prosedur (SOP) terkait dengan masalah oksigenasi pada anak dengan berdasarkan hasil penelitian dan EBP serta leaflet yang dapat di gunakan sebagai media pendidikan pada klien maupun keluarga
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN Bab ini berisi tentang analisis penerapan teori konservasi Levine dalam asuhan keperawatan kebutuhan oksigenasi pada anak yang dirawat di PICU dan analisis tentang praktik residensi keperawatan anak dalam pencapaian target kompetensi.
4.1. Penerapan Teori Konservasi Levine dalam Asuhan Keperawatan Kebutuhan Oksigenasi pada Anak yang Dirawat DI PICU Pada lima kasus kelolaan yang terpilih menjadi pembahasan dalam penulisan ini, merupakan gambaran situasi pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada anak yang dirawat di ICU. Pendekatan yang digunakan pada lima kasus tersebut, yaitu menggunakan model konservasi dari Levine. Berdasarkan model konservasi Levine, praktek keperawatan diarahkan mempromosikan keutuhan untuk semua orang, baik sehat ataupun sakit. Pasien adalah mitra atau peserta dalam asuhan keperawatan dan sementara tergantung pada perawat. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk mengakhiri ketergantungan
tersebut
secepat mungkin (Fawcett & Swoyer, 2008). Proses keperawatan dengan menggunakan teori tersebut meliputi pengkajian konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal dan konservasi integritas sosial. Langkah berikutnya menetapkan tropicognosis atau masalah keperawatan, menentukan hipotesis dan terakhir evaluasi.
4.1.1.
Pengkajian Menurut Levine (dalam Alligood dan Tomey, 2006), pengkajian merupakan
proses
mengumpulkan
data
provokatif
melalui
wawancara dan observasi dengan menggunakan empat prisip konservasi. Fawcett dan Swoyer (2008) menjelaskan bahwa pengkajian pada model konservasi Levine merupakan ketrampilan untuk mengumpulkan data mengenai empat prinsip konservasi.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Empat prinsip konservasi tersebut meliputi konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal, konservasi integritas sosial. Pada pengkajian yang sudah dilakukan berdasarkan prinsip konservasi tersebut ditemukan beberapa hal yang dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigenasi Pada kelima kasus yang dipilih dalam pembahasan ini semua berusia di bawah lima tahun. Ward, Ward, Leach dan Wiener (2011) menjelaskan bahwa bayi dan anak-anak lebih rentan terhadap penyakit karena respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Selama masa bayi dan anak-anak, infeksi saluran pernafasan adalah infeksi yang paling sering terjadi (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2011). Tiga dari lima kasus yang dipilih menderita pneumonia. Selain hal tersebut, empat dari kasus terpilih berusia di bawah satu tahun atau usia bayi. Pada bayi bagian hidungnya masih sempit sehingga bila terjadi peradangan mukosa nasal dan akumulasi mukus dapat berakibat obstruksi jalan nafas. Hal ini dapat berakibat menghambat pernafasan dan pada saat pemberian makanan, karena bayi merasa sesak saat menutup mulut selama makan bersamaan dengan penutupan jalan nafas akibat obstruksi tersebut. Pada bayi dan anak usia muda, epitelium kolumnar bersilia berada di bawah pita suara yang berikatan dengan jaringan alveolar karena itu mudah terjadi edema. Radang pada glotis dan epiglotis dapat menyebabkan obstruksi yang menyempitkan jalan nafas sehingga dapat mengancam jiwa (Astuti & Rahmat, 2010). Data lain yang ditemukan selain usia adalah satu dari lima anak yaitu An.N. mengalami peningkatan suhu tubuh (38,2 °C). Menurut Andarmoyo (2012), adanya peningkatan suhu tubuh dapat
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga kebutuhan oksigen di jaringan akan meningkat pula. Pada kelima kasus terpilih, data yang dapat diperoleh terkait dengan konservasi integritas struktur yang berhubungan dengan oksigenasi adalah tiga anak yaitu (An. H., An. N dan An.R) menderita pneumonia. Reaksi inflamasi yang diakibatkan penyakit tersebut menyebabkan edema mukosa di saluran nafas, adanya edema mukosa tersebut menyebabkan hiperreaktif bronkus sehingga produksi sekret meningkat. Peningkatan jumlah sekret tersebut dapat menyebabkan obstruksi pada jalan nafas. Adanya obstruksi pada jalan nafas tersebut sangat mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen. Hal ini terlihat dari upaya mereka dalam bernafas yang terlihat sesak, ada retaksi, ada nafas cuping hidung, saturasi oksigen yang tidak stabil, keseimbangan asam basa yang tidak tercapai dan lainnya. Dua kasus yang lain sekalipun bukan pneumonia juga mengalami hal yang sama yaitu adanya sekret dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas. Adanya sekret tersebut akan menyebabkan proses pertukaran gas seperti ventilasi dan difusi menjadi terganggu. Masalah tersebut dapat terjadi
karena
pada
masa
anak-anak
kemampuan
untuk
mengeluarkan sekret masih belum efektif, sehingga memerlukan bantuan untuk mengeluarkan sekret tersebut. Adanya obstruksi pada jalan nafas dapat menyebabkan asidosis respiratorik sehingga keseimbangan asam basa tidak dapat tercapai (Ward, Ward, Leach & Wiener, 2011) Berdasarkan pengkajian pada kelima kasus terpilih yang berkaitan dengan masalah pemenuhan kebutuhan oksigen ditemukan data yang sama, yaitu adanya sekret di jalan nafas, bunyi paru ronki,
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
sesak nafas, frekuensi nafas yang tidak teratur, saturasi oksigen yang tidak stabil, tanda vital yang tidak stabil, gangguan keseimbangan asam basa yang dibuktikan dengan hasil AGD yang abnormal, serta hasil pemeriksaan darah yang tidak normal.
4.1.2.
Trophicognosis, Hipotesis dan Penatalaksanaannya Berdasarkan pengkajian pada kelima anak dapat diangkat beberapa masalah
keperawatan
yang
berkaitan
dengan
pemenuhan
oksigenasi. Berdasarkan data tersebut, trophicognosis yang dapat diangkat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, gangguan perfusi jaringan, hipertermia. Pada kelima kasus terdapat dua trophicognosis yang sama, yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif dan gangguan pertukaran gas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi sekret pada anak terutama pada anak dengan pneumonia. Berdasarkan
trophicognosis tersebut, disusun suatu rencana
keperawatan untuk membantu mengatasinya antara melakukan tindakan untuk mengeluarkan sekret dengan cara memberikan nebulizer, suction, fisioterapi dada dan postural drainage, stabilisasi suhu. Menurut Halm dan Hagel (2008) bahwa tindakan yang sebaiknya dilakukan untuk membantu mengeluarkan sputum yang lebih baik adalah dengan humidifikasi yang cukup, menggunakan agen mukolitik (nebulizer), dan mobilisasi efektif dibandingkan dengan pemberian normal salin saat melakukan suction. Chao, Chen, Wang, Lee dan Tsai (2008) menjelaskan tindakan melakukan suction setiap akan melakukan alih baring dapat dapat menurunkan kejadian/rasio resiko pneumonia sebanyak 0.32. Adapun menurut Suttan et al, (1983 dalam Langer 2009) diketahui bahwa teknik meningkatkan kemampuan ekspirasi
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
dengan postural drainase lebih efektif untuk mengeluarkan sekret daripada teknik meningkatkan kemampuan ekspirasi tanpa postural drainase. Teknik ini efektif dilakukan pada klien yang tidak mampu melakukan ekspirasi secara efektif (Langer, 2009). Berdasarkan hal tersebut tindakan keperawatan yang penulis tetapkan untuk membantu mengeluarkan sekret di jalan nafas klien sudah sesuai dengan penjelasan tersebut. Untuk membantu mengatasi masalah gangguan pertukaran gas tindakan yang dilakukan adalah dengan mengatur posisi klien. Relvas, Peter dan Sagy (2003), menjelaskan dalam penelitiannya bahwa posisi pronasi pada pasien acute respiratory distres syndrom
(ARDS)
untuk
waktu
yang
lama
(18-24
jam)
menghasilkan hasil yang lebih baik dan lebih stabil dalam pengurangan oxigen index (OI) dari pada yang diamati setelah periode singkat (6-10 jam). Selain hal tersebut bahwa pengaturan posisi (postural drainase) dapat membantu mengeluarkan sekret seperti yang sudah dijelaskan oleh Langer (2009) diatas. Stabilisasi suhu juga perlu dilakukan, baik dengan cara farmakologis maupun non farmakologis. Keterkaitan antara stabilisasi suhu dengan oksigenasi yaitu bahwa adanya peningkatan suhu tubuh dapat meningkatkan metabolisme dalam tubuh sehingga kebutuhan oksigen di jaringan akan meningkat pula (Andarmoyo, 2012). Tindakan yang sudah dilakukan untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh pada kelima anak berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini karena tidak semua anak mengalami ketidakseimbangan suhu tubuh. Pada An. H tindakan yang dilakukan antara lain dengan mengatur suhu lingkungan, memberikan lampu untuk menghangatkan, memberikan tambahan selimut dan memakaikan kaus kaki. Tindakan tersebut dilakukan karena pada An. H suhu tubuhnya cenderung rendah. Adapun pada
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
An. N, tindakan yang dilakukan dengan mengatur suhu lingkungan agar lebih dingin, mengompres, melakukan water tepid sponge, memberikan cairan sesuai kebutuhan dan memberi antipiretik sesuai program. Tindakan tersebut dilakukan karena pada An. N suhu tubuhnya cenderung tinggi. Tindakan-tindakan tersebut dapat membantu menjaga keseimbangan tubuh anak. Tindakan yang lain yang diperlukan untuk mengatasi masalah dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah keseimbangan cairan
dan
mempengaruhi
elektrolit.
Ketidakseimbangan
transportasi
oksigen
ke
cairan
dalam
akan
jaringan.
Ketidakcukupan hemoglobin akan menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen ke jaringan sehingga hal tersebut dapat menghambat metabolisme di dalam tubuh. Selain
cairan,
keberadaan
elektrolit
juga
mempengaruhi
keseimbangan asam basa, sebagai contoh jika kadar chlorida rendah maka HCO3 akan meningkat sehingga menyebabkan kondisi alkalosis hipokloremik, atau jika ion natrium dalam darah tinggi akan menyebabkan kadar hidrogen (H+) menjadi rendah sehingga dapat menyebabkan asidosis. Kadar elektrolit dapat hilang antara lain pada saat melakukan penghisapan lambung, diare, cairan yang keluar dari gastrotomi seperti pada An. M. Oleh sebab itu diperlukan pemantauan yang ketat terhadap kadar elektrolit dalam
darah
selain
AGD
untuk
membantu
mengatasi
trophicognosis gangguan pertukaran gas (Ward, Ward, Leach, & Wiener, 2011) Tindakan lain yang biasa dilakukan pada anak yang dirawat diruang intensif adalah melakukan restrain (pengikatan) pada anak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan, mencegah jatuh pada anak dan menjaga agar anak tidak mencabut ETT, IV line,
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
slang oksigen, slang OGT/ NGT dan lainnya. Dampak negatif dari pengikatan tersebut adalah mengurangi kenyamanan dan dapat meningkatan kecemasan pada anak karena pengikatan tersebut menjadi salah satu sumber stressor bagi anak. Dalam ilmu psikoneurologi dikatakan apabila seseorang mengalami stres yang diakibatkan oleh berbagai macam stresor dalam hal ini anak yang dilakukan pengikatan maka akan terjadi proses peningkatan indikator kortisol oleh HPA aksis. Peningkatan kadar kortisol dalam tubuh akan menghambat sistem imun, khususnya limfosit sehingga akan menghambat proses penyembuhan. Oleh karena itu mengurangi stres akibat pengikatan tersebut sangat diperlukan karena dapat menunjang proses penyembuhan dan menurunkan kecemasan pada anak (Adriana, 2011). Keterkaitan kecemasan dengan oksigenasi adalah jika klien cemas dapat meningkatkan kebutuhan oksigen yang ditandai dengan peningkatan frekuensi pernafasan dan tanda vital lainnya.
4.1.3.
Evaluasi Evaluasi adalah hasil uji hipotesa, dievaluasi dengan mengkaji respon organisme apakah hipotesis tersebut membantu atau tidak (Alligood & Tomey, 2006). Fawcett dan Swoyer (2008) menjelaskan bahwa evaluasi yang dilakukan perawat adalah mengevaluasi dampak dari tindakan dan digunakan untuk merevisi trophicognosis yang diperlukan. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada klien, hampir semua tujuan dapat tercapai. Terutama yang berkaitan dengan masalah oksigenasi. Tiga dari empat kasus yang semula menggunakan ventilator sebagai alat bantu pernafasan sudah dilepas dan diganti dengan alat bantu pernafasan yang lain. Keseimbangan cairan, suhu tubuh dapat tercapai. Kerusakan integritas kulit dapat dicegah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
klien dapat mulai beradaptasi terhadap penyakitnya walaupun sehat secara menyeluruh (wholims) belum dapat tercapai. Pada An. M konservasi belum dapat tercapai karena klien menjalani operasi yang kedua tanggal 15 Maret 2012 sehingga pencapaian tujuan keperawatan tidak dapat optimal.
4.2. Praktik Ners Spesialis Keperawatan Anak dalam Pencapaian Target Praktik residensi keperawatan anak dilakukan di ruang Peristi RSPAD Gatot Soebroto, di ruang rawat bedah anak IKA 1 RSPAD Gatot Soebroto, di ruang rawat intensif (PICU) RSAB Harapan Kita, sserta di ruang rawat intensif (PICU) RSUPN Cipto Mangunkusumo. Praktik tersebut dilakukan selama dua semester. Praktek residensi dirancang agar kompetensi yang telah ditetapkan sesuai dengan standar kompetensi yang ada dapat tercapai. Selama menjalankan praktik, residen berusaha menjalankan praktik sesuai dengan target yang sudah ditetapkan oleh institusi. Target kompetensi ditetapkan menyesuaikan kompetensi yang dapat dicapai disetiap ruang tersebut. Dalam upaya mencapai target tersebut, terdapat faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan parktek untuk mencapai target kompetensi.
Dukungan
yang
diperoleh
residen
berupa,
terbukanya
kesempatan seluas-luasnya bagi residen untuk melaksanakan praktek klinik, melatih ketrampilan, melakukan asuhan keperawatan pada kasus kelolaan, bertukar pikiran dalam mengelola pasien, menerapkan secara langsung keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan dan supervisi dari pembimbing akademik dalam membantu pencapaian kompetensi. Tempat praktik merupakan rumah sakit rujukan pusat nasional, sehingga memungkinkan residen untuk belajar kasus-kasus besar dan kasus-kasus yang jarang ditemui dirumah sakit lain dan hal tersebut menjadi pengalaman yang sangat berharga.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Dalam pencapaian kompetensi, residen mendapatkan pengalaman klinik yang berarti, khususnya peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan. Selama
praktik, residen mendapatkan kesempatan untuk menjalankan peran-peran yang lain seperti peran sebagai advokat, kolaborator, pendidik, konselor, pengambil keputusan etik, inovator dan lainnya. Selama menjalani residensi, residen merasa kompetensi spesialisasi dirasakan belum dapat dicapai secara optimal, baik karena faktor kemampuan interpersonal maupun kemampuan intrapersonal dan tidak semua individu mempunyai keterbukaan untuk menerima perubahan. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan pendekatan kepada perawat ruangan, tim kesehatan lain dan juga dengan melakukan pencarian pengetahuan melalui literatur dan jurnal-jurnal keperawatan terkini. Kendala lain yang dialami adalah tidak tersedia pembimbing dilapangan yang disediakan rumah sakit yang dapat membimbing residen secara optimal, belum adanya ruang diskusi khusus, kesibukan perawat yang tinggi sehingga residen mengalami kesulitan terkait koordinasi terutama saat proyek inovasi. Hal tersebut merupakan tantangan bagi residen untuk lebih mengembangkan kemampuan berpikir kritis untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan tersebut merupakan pelajaran yang berharga dan dapat dijadikan pengalaman agar masa yang akan datang dapat lebih baik.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan a.
Masalah pemenuhan kebutuhan oksigen banyak dihadapi oleh anak yang dirawat di unit perawatan intensif (PICU), terlebih anak dengan penyakit sistem pernafasan, misalnya pneumonia. Pelaksanaan asuhan keperawatan dengan mengintegrasikan model konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak yang mengalami masalah oksigenasi, dapat membantu anak dalam mempercepat adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh dan lingkungannya. Proses adaptasi setiap individu berbeda-beda tergantung dari kemampuan individu tersebut dan stressor yang mempengaruhinya. Hal ini dapat tercermin dari pencapaian tujuan asuhan keperawatan pada kelima kasus yang mencakup konservasi energi, konservasi integritas struktur, konservasi integritas personal dan konservasi integritas sosial.
b.
Keberhasilan asuhan keperawatan dilaksanakan melalui penerapan berbagai peran perawat serta kompetensi yang menyertainya. Peran yang dijalankan residen selama praktik spesialis keperawatan anak, adalah
peran sebagai pemberi asuhan, pendidik, konselor, peneliti
(aplikasi hasil penelitian), dan inovator. c.
Kompetensi dapat tercapai karena ada dukungan dari berbagai pihak. Hambatan yang ditemui selama praktik di rumah sakit, menjadi motivasi bagi residen untuk belajar lebih baik di masa yang akan datang.
5.2. Saran a.
Praktik residensi merupakan praktik pendalaman spesialis keperawatan anak, sehingga memerlukan pendampingan yang optimal (melalui kegiatan ronde keperawatan secara rutin), baik dari pembimbing
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
akademik maupun pembimbing klinik selama praktik agar pencapaian target kompetensi yang diharapkan dapat tercapai. Dukungan sarana dan prasarana juga sangat diperlukan, disertai dengan motivasi dari residen untuk terus mengembangkan diri. b.
Perawat spesialis diharapkan dapat mengembangkan penelitian dibidang keperawatan, melakukan tindakan keperawatan berdasarkan bukti dari hasil penelitian terkini (evidence based practice/ EBP), melakukan
inovasi
untuk
meningkatkan
mutu
pelayanan
dan
mengintegrasikan teori keperawatan dalam upaya untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada klien c.
Rumah sakit, khususnya di ruang PICU diharapkan dapat memfasilitasi intraksi antara anak dan keluarga sebagai bentuk dukungan terhadap anak dalam meminimalkan efek hospitalisasi pada anak yang dirawat di ruangan tersebut dan meningkatkan layanan yang berpusat pada keluarga. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain dengan memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi anaknya terutama pada jam kunjung, memberikan fasilitas untuk cuci tangan sesuai standar agar infeksi nosokomial dapat dicegah, memberikan pendidikan
kesehatan
dan
kesempatan
pada
keluarga
untuk
berkonsultasi secara nyaman. d.
Pengikatan pada anak sebaiknya diminimalkan, jika diperlukan pengikatan
memang
secara terus menerus, sebaiknya anak tetap
diberikan kesempatan untuk lepas dengan membuat jadwal atau aturan mengenai waktu pelepasan, misalnya saat ada memberikan makan, saat tindakan keperawatan lain, karena pada saat tersebut perawat berada di samping anak, dan lainnya.
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
American Nurses Association (ANA). (2010). Recognition of a nursing specialty, approval of a specialty nursing scope of practice statement, and acknowledgement of specialty nursing standards of practice. www.nursingworld.org Andarmoyo, S. (2012). Kebutuhan dasar manusia (oksigenasi): Konsep, proses dan praktik keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Adriana, D. (2011). Tumbuh kembang dan terapi bermain pada anak. Jakarta: Salemba Medika. Australian Conferederation of Pediatric and Child Health Nurses (ACPCHN). (2006). Competencies for the specialist paediatric and child health nurse. www.chnwa..org.au Astuti, H.W.A.,& Rahmat, A.S.R. (2010). Asuhan keperawatan anak dengan gangguan sistem pernafasan. Jakarta: Trans Info Media Berman, A., & Snyder,S. (2012). Kozier & Erb’s fundamental of nursing: Concepts, process, and practice (9th Ed). New Jersey : Pearson Education Bilotta, K.A.J. (2012). Kapita selekta penyakit dengan implikasi keperawatan (Dwi Widiarti, dkk, penerjemah). Jakarta: EGC Chang, E., Daly, J., & Elliott, D. (2010). Patofisiologi: Aplikasi pada praktik keperawatan (Andry Hartono, penterjemah). Jakarta: EGC Chao, Y.C., Chen, Y., Wang, K.W., Lee, R. & Tsai, H. (2008). Removal of oral secretion prior to position change can reduce the incidence of ventilatorassociated pneumonia for adult ICU patients: A clinical controlled trial study. Journal of Clinical Nursing, 18, 22–28. www.ebscohost.com Corwin, E.J. (2009). Buku saku patafisiologi (Nike Budhi Subekti, penerjemah). Jakarta: EGC Davies, J.H. & Hassell, L.L. (2007). Children in intensive care a survival guide (2nd Ed). Philadelphia: Churchill Livingstone Elseiver Halm, M.M., & Hagel, K.K. (2008). Instilling normal salin with suctioning: Beneficial technique or potentially harmf sacred cow?. American Journal of Critical Care. 17 (5), 469-472. www.ajcconline.org
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Hartono, A. (2012). Dasar-dasar patofisiologi penyakit. Jakarta:Binarupa Aksara Herdman, T.H. (2011). NANDA internasional diagnosis keperawatan, definisi dan klasifikasi 2009-2011(Sumarwati, dkk, penterjemah). Jakarta: EGC Hockenberry, M.J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing. St. Louis: Mosby Elseiver Fawcett, J., & Swoyer, B. (2008). Evolution and use of formal nursing knowledge. EBSCO database. www.ebscohost.com International Council of Nursing (ICN). (2009). ICN framework of competencies for the nurse specialist. Geneva, Switzerland: ICN. www.icn.org Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder,S. (2011). Fundamental of nursing: Concepts, process, and practice. New Jersey : Pearson Education Langer, D., Hendriks, E.J.M., Burtin, C., Probst, V., Schans, C.P., Paterson, W.J., et al. (2009). A clinical practice guideline for physiotherapists treating patients with chronic obstructive pulmonary disease based on a systematic review of available evidence. Journal of Clinical Rehabilitation, 23, 445462. www.ebscohost.com PP-PPNI. (2005). Standard kompetensi perawat indonesia. www.inna-ppni.or.id diperoleh tanggal 28 Mei 2012 PP-PPNI. (2005). Standard profesi dan kode etik perawat Indonesia. www.innappni.or.id diperoleh tanggal 28 Mei 2012 Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (6th Ed, Vol.2, Brahm U. Pendit, penerjemah). Jakarta: EGC Pudjiadi, A.H., Latief, A., & Budiwardhana, N. (2011). Buku ajar pediatrik gawat darurat. Jakarta: IDAI Purniti, N.P.S., & Subanada, I.B. (2011). Pneumonia. dalam Wati, K.D.K., Santoso, H., Arimbawa, I.M., Suryawan, I.W.B., Karyana, I.P.G, dkk. Pedoman pelayanan medis kesehatan anak. Denpasar: Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Relvas, M.S., Peter, C.S., & Sagy, M. (2003). Prone positioning of pediatric patient with ARDS result in improvement in oxygenation if maintained >12h daily. CHEST American College of Physicians. 124 (1), 269-274. www.ebscohost.com
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012
Saputra, L. (2012). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Tangerang Selatan: Bina Rupa Aksara Sastroasmoro, S., Bondan, H., Kampono, N., Widodo, D., Umbas, R., dkk. (2007). Panduan pelayanan medis departemen ilmu kesehatan anak. Jakarta: RSUPN DR. Cipto Mangunkusumo. Stiwell, S.B. (2011). Pedoman keperawatan kritis. (3th Ed, Pamilih Eko Karyuni, penerjemah). Jakarta: EGC Tomey, A.M. & Alligood, M.R. (2006). Missouri: Mosby Elsevier
Nursing theorists and their work.
Tomey, A.M. & Alligood, M.R. (2006). Nursing theory: Utilization & application (3th Ed). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier Ward, J.P.T., Ward, J., Leach, R.M., & Wiener, C.M. (2011). At glance sistem respirasi (Huriawati Hartanto, penerjemah). Jakarta: Erlangga WHO. (2009). Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit: Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama di kabupaten/kota. Jakarta: WHO Wong, D.L., Hockenberry, M.E., Wilson,D., Winkelstein, M.L., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatric Wong (6th Ed, Agus Sutarna, et al, penerjemah). Jakarta: EGC
Aplikasi model..., Indra Tri Astuti, FIK UI, 2012