"
INDUKSI PEMBUNGAAN PADA GLOXINIA (Siningia speciosa) DENGAN GA3,SUKROSA, NITROGEN DAN FOSFOR PADA MEDIUM IN VITRO
IMELDA JEANETTE LAWALATA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis "Induksi Pembungaan pada Gloxinia
(Siningia speciosa) dengan GA3, Sukrosa, Nitrogen dan Fosfor pada Medium In Vitro" adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguman tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhii tesis ini.
Bogor, Mei 2009
Imelda Jeanette Lawalata NRP A15106001 1
ABSTRACT IMELDA JEANETTE LAWALATA. In Vitro Flowering Induction of Gloxinia (Siningia speciosa) by GA3, Sucrose, Nitrogen and Phosphor. Under direction of NURHAYATI A. MATTJIK and NI MADE ARMINI WIENDI In vitro flowering is a method of flower organ induction under controlled and aseptic condition. This method can be used in all plant including gloxinia. Gloxinia is an ornamental plant having beautiful leaf, color, form, and size of flower. This research consisted of three separate experiments by using Factorial Design compiled in Completely Randomized Block Design. Experiment-I consisted of concentration of GA3 (4, 6 , 8, 10 mgtl), and sucrose (30, 40, 50 dl). Experiment-I1 consisted of concentration of nitrogen (lx, 1/5x, 1/10x, 1/20x), and phosphor (lx, 5x). ExperimentI11 consisted of concentration of nitrogen (lx, 1/5x, 1/10x, 1/20x), and phosphor (lx, 5x) at appropriate temperature and photoperiodicity. Results showed that gloxinia has not produce any flower in at the all experiments after 14, 10 and 8 weeks of treatment, but its vegetative growth was growing until the end of experiment period. Treatment of GA3 and interaction of GA3 and sucrose significantly influenced a number of gloxinia leaves. Also, nitrogen gave a significant effect on a number of leaves. Nitrogen and phosphor at appropriate temperature aqd photoperiodicity significantly affected growth rate of buds, a number of buds and leaves. Keywords :In v i mflowering, gloxinia, GAS sucrose, nitrogen, phosphor
RINGKASAN IMELDA JEANETTE LAWALATA. Induksi Pembungaan Pada Gloxinia (Siningia speciosa) Dengan GA3, Sucrose, Nitrogen Dan Fosfor Pads Medium In Vitro. Dibimbing oleh NURHAYATI A. MATTJIK dan NI MADE ARMINI WIENDI. Pembungaan secara in viho merupakan suatu metode menginduksi keluarnya organ dalam kondisi terkendali secara aseptik. Induksi pembungaan secara in vitro dapat dilakukan pada semua tanaman termasuk tanaman hias gloxinia. Gloxinia mempakan tanaman hias yang memiliki keindahan pada daun, warna, bentuk dan ukuran bunganya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan menganalisa pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh GA3 dan sukrosa dalam menginduksi pembungaan tanaman gloxinia secara in vitro, mempelajari dan menganalisa pengaruh konsentrasi nitrogen dan fosfor dalam menginduksi pembungaan tanaman gloxinia secara in vitro dan mempelajari dan menganalisa pengaruh nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai dalam menginduksi pembungaan tanaman gloxinia secara in vitro. Penelitian terdiri dari 3 percobaan terpisah dengan menggunakan rancangan perlakuan faktorial dua faktor yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok. Percobaan 1 terdiri dari konsentrasi GA3 (4,6,8, 10 mdl) dan sukrosa (30,40,50 g/l). Percobaan 2 terdiri dari konsentrasi nitrogen (lx, 1/5x, 1/10x, 1120~)dan fosfor (lx, 5x). Percobaan 3 terdiri dari konsentrasi nitrogen (lx, 1/5x, 1/10x, 1120~)dan fosfor (lx, 5,) pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai. Hasil penelitix menunjukkan bahwa gloxinia tidak menghasilkan bunga pada semua percobaan tetapi pertumbuhan vegetatifnya tetap berlangsung hingga akhir peneiitian. Percobaan GA3 serta interaksi antara GA3 dan sukrosa berpengamh secara nyata terhadap jumlah daun total. Pemberian nitrogen juga berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total. Percobaan nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai berpengaruh secara nyata dan sangat nyata terhadap kecepatan turnbuh daun baru, iumlah tunas dan iumlah dam total gloxinia. Hasil pengamatan menunjukkan bah& pada 6 MST pe&aan GA3 4 mgll menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan lainnya sedangkan perlakuan GA3 10 mgll menunjukkan nilai yang lebih kecil. Pada 10 MST perlakuan GA3 6 mgll menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan lainnya. Pemberian GA3 4 mg/l sampai dengan 10 mgll dapat meningkatkan jumlah d a m total gloxinia pada 2 MST, sebaliknya pada 6 MST hingga 14 MST peningkatan konsentrasi GA3 menyebabkan p e n m a n jumlah daun total. Jurnlah daun total tertinggi hingga 14 MST diperoleh dari perlakuan GA3 6 mg/l (10.1 helai). Interaksi antara GA3 dan sukrosa berpengaruh nyata terhadap jumlah daun total gloxinia pada 6 MST. Perlakuan GA3 4 mgll dengan sukrosa 50 gll menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan GA3 10 mgll dengan sukrosa 50 g/l menunjukkan nilai yang lebih kecil.
Jumlah daun total terbanyak hingga 14 MST diperoleh dari perlakuan GA3 8 mgll dengan sukrosa 50 gll (12.2 helai). Pemberian nitrogen juga berpengaruh nyata terhadap jumlah daun total gloxinia pada 7 MST. Penurunan konsentrasi nitrogen hingga 1/20x menyebabkan jumlah daun total gloxinia juga menurun. Jumlah daun total tertinggi hingga 10 MST diperoleh dari perlakuan nitrogen l x (1 1.9 helai). Kecepatan tumbuh daun baru gloxinia menurun seiring dengan rendahnya konsentrasi nitrogen pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai. Eksplan yang tercepat menghasilkan daun baru diperoleh dari perlakuan nitrogen l x (1.5) dan yang terlama menghasilkan daun baru adalah perlakuan nitrogen 1/5x (2.5). Jumlah tunas gloxinia menunjukkan nilai yang lebih besar diperoleh dari perlakuan nitrogen l x pada 4 MST sampai dengan 8 MST. Peningkatan jumlah tunas juga diperoleh dari peningkatan konsentrasi fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai. Jumlah tunas tertinggi diperoleh dari perlakuan fosfor 5x. Nitrogen pada suhu d m fotoperiodisitas yang sesuai juga mempengamhi jumlah daun total gloxinia. Pada 2 MST sampai dengan 8 MST pemberian nitrogen l x menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan lainnya. Jumlah daun total tertinggi hingga 8 MST diperoleh dari perlakuan nitrogen 1x (12.8 helai). Pemberian GA3 dan sukrosa, nitrogen dan fosfor serta nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai belum dapat menginduksi munculnya bunga gloxinia hingga 14,lO dan 8 minggu setelah perlakuan. Belum terinduksinya bunga gloxinia karena pertumbuhan vegetztif masih berlangsung. Selain itu, beberapa faktor seperti komposisi media, eksplan atau genetik tanaman dan faktor liigkungan turut mempengamhi sehingga belum terinduksinya pembungaan gloxinia, walaupun diperlakukan dengan kondisi-kondisi yang mendukung untuk pembungaan. Rata kunci : Pembungaan secara iri vitro, gloxinia, GA3, sukrosa, nitrogen, fosfor
O Hak Cipta rnilik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
I. Dilarang mengutip sebagian atau selurih karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menvebutkan strmbernva. , a. Pengutipan hanya untuk kepentinganpendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan bitik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumurnkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
.
INDUKSI PEMBUNGAAN PADA GLOXINIA (Siningia speciosa) DENGAN GA.3, SUKROSA, NITROGEN DAN FOSFOR PADA MEDIUM IN VITRO
IMELDA JEANETTE LAWALATA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan HortiMtura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul
: Induksi Pembungaan pada Gloxinia (Siningia speciosa) dengan GA3, Sukrosa, Nitrogen dan Fosfor pada Medium In Vitro
Nama
:
NRP
:A151060011
Imelda Jeanette Lawalata
Disetujui Komisi Pembimbing A
I
-
/ Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi.M.S. Anggota
Prof. Dr. Ir. Nuhavati A. Mattiik, M.S Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Tanggal Ujian : 20 April 2009
Tanggal Lulus :
2 0 MAY 2009
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas anugerahNya sehingga penulisan tesis dengan judul "Induksi Pembungaan pada Gloxinia (Siningia speciosa) dengan GA3, Sukrosa, Nitrogen dan Fosfor pada Medium In Viiro " dapat terselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, M.S
dan Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, M.S selaku Komisi Pembimbing atas segala kebijaksanaan dan kesabaran dalam pembimbingan, memberikan dorongan, motivasi dan masukan mulai dari rencana penelitian hingga penulisan tesis ini. Penyusunan tesis ini talc lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Rektor Universitas Pattimura yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melanjutkan studi pada Sekolah Pascasajana IPB.
2. Institut Pertanian Bogor khususnya program sekolah pascasarjana dimana penulis menuntut ilmu dan memberikan dorongan untuk penulis dapat menyelesaikan studi.
3. Yayasan Satyabhakti Widya, Yayasan Dana Beasiswa Maluku atas b a n w dana yang sangat membantu penulis dalam proses penelitian.
4. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
5. Keluarga tercinta, Papa (alm), Mama, Deny, Elmy, Meilo, Ruth dan Vico serta semua saudara yang setia berdoa dan mendorong penulis selama studi di IPB.
6. Teman-ternan S2 AGH angkatan '06 atas semangat dan kebersamaan yang terjalin selama ini serta teman-teman seperjuangan (Asep, Neng, Arda, dan Irwan) yang telah membantu dan mendukung penulis selama penelitian di Laboratorium Bioteknologi Tanaman IPB
7. Teman-teman dari Ambon (Bu Mon, Bu Nus, Yan, Degen, Max, Edi, Tya,
Oca, Semby, Marko) untuk bantuan, dukungan dan doa selama proses perkuliahan sampai penulisan tesis ini serta teman-teman penghuni Kost Penvira No. 12 yang penuh suasana kekeluargaan walaupun berasal dari daerah yang berbeda namun tetap kompak. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi sumber informasi bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan khususnya di bidang Bioteknologi Tanaman.
Bogor, Mei 2009 Imelda Jeanette Lwalata
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Negeri Rumah Tiga - Ambon pada 21 Januari 1972 dari ayah Jan Ch Lawalata (alm) dan ibu Charlotte LawalataIAdoe. Penulis merupakan anak ke-4 dari 5 bersaudara. Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ambon dan pada tahun yang sama melanjutkan studi pada Universitas Pattimura Ambon.. Tahun 1998 penulis menyelesaikam program sarjana pada Progran Studi Agronomi, Fakuitas Pertanian Universitas Pattimuaca. Tahun 2002, penulis diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan ditempatkan sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon. Pada tahun 2006 penulis mendapatkan beasiswa BPPS dari Departemen P e n d i d ' i Tinggi untuk melanjutkan studi pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mengambil Program Studi Agronomi.
DAFTAR IS1 Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... PENDAHULUAN ............................................................................................ Latar Belakang . . ........................................................................................ Tujuan Penelltlan...................................................................................... Hipotesis .................................................................................................. TINJAUAN PUSTAKA . . ................................................................................... Tanaman Gloxlnra ................................................................................... Induksi Pembungaan S e c m In Vitro ...................................................... Giberelin dan Sukrosa .................................:.......................................... Nitrogen dan Phospor .............................................................................. . . . ....................................................................... Suhu d m Fotopenod~s~tas BAHAh! DAN METODE .............................................................................. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. Bahan dan Alat ........................................................................................ Metode Penelitian .................................................................................... Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ DAFTAR PUSTAKA
......................................................................................
DAFTAR TABEL Halaman
Konsentrasi Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Media Perlakuan Induksi Pembungaan Gloxinia (Siningia speciosa) secara In Vitro pada Percobaan 2 yang Diambil dari Media Murashige dan Skoog (MS).............................................................................................................
22
Konsentrasi Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Media Perlakuan Induksi Pembungaan Gloxinia (Siningia speciosa) secara In Vitro pada Percobaan 3 yang Diambil dari Media Murashige dan Skoog (MS) .............................................................................................................
24
Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Konsentrasi GA3 dan Sukrosa terhadap Pertumbuhan Vegetatif Gloxinia secara In vitro..........................
28
Persentase Kultur Berkalus dan Eksplan Terkontaminasi pada Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1..................................................
31
Pengamh GA3 dan Sukrosa terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Turnbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1.........................................
32
Pengaruh Kombinasi GA3 dan Sukrosa terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1 .............................. 33 Pengaruh GA3dan Sukrosa terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1 .........................................................................
36
Pengaruh Kombinasi GA3 dan Sukrosa terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In V i m pada Percobaan 1.................................................
37
Pengaruh GA3 dan Sukrosa terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara i n Vitro pada Percobaan 1 ...............................................................
38
Pengamh Kombinasi GA3 dan Sukrosa terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara i n Vitro pada Percobaan 1 ........................................
39
11. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif Gloxinia secara In Vitro .......................................
12. Persentase Tumbuh, Eksplan Terkontaminasi d m Kultur Berkatus pada Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 ........................................ 13. Pengamh Nitrogen dan Fosfor terhadap Kecepatan Tumbuh Tunas Baru d m Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Viho pada Percobaan 2 .............................................................................. 14.
Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 ................................................................
15.
Pengaruh Nitrogen dan Fosfor terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitropada Percobaan 2 ...............................................................
16.
Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 ................................................
17. Pengaruh Nitrogen dan Fosfor terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 ................................................
18. Pengaruh Kombiiasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara In Vitropada Percobaan 2 ...................................... 19. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Pertumbuhan Vegetatif Gloxinia secara In Vitro .............................................................................
20. Persentase Ekspla Terkontaminasi dan Kultur Berkalus pada Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 ............................................... 21. Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 ............................................................................. 22. Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 ........................................
23. Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 ................................................................................................
55
24. Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 .............................................................
56
25. Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara In Vitro pad* Percobaan 3 .................................................................................. 57 25. Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 .............................................................. 58
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Bagan Alur Penelitian Induksi Pembungaan Gloxinia secara In vitro ..........................................................................................................
6
Eksplan Berupa Tunas In Vitro yang Digunakan untuk Induksi Pembungaan pada Percobaan 1............................................................
20
3. Eksplan Bempa Tunas In Vitro yang Digunakan untuk Induksi Pembungaan pada Percobaan 2 ...........................................................
21
4. Eksplan Bempa Tunas In Vitro yang Digunakan untuk Induksi Pembungaan pada Percobaan 3 ...............................................................
23
2.
5. Pertumbuhan Planlet Gloxinia 14 MST dengan Perlakuan GA3
............................................................................................
30
6. Kontaminasi pada Kultur Gloxinia.........................................................
31
7. Pertumbuhan Planlet Gloxinia 10 MST dengan Perlakuan Nitrogen dan Fosfor..................................................................................
41
dan Sukrosa
8. Perubahan Warna pada Daun Gloxinia .................................................. 42 9. Pertumbuhan Planlet Gloxinia 10 MST dengan Perlakuan Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai ....................................................................................................... 50
..
10. Kalus pada Daun Glox~ma.......................................................................
5I
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Komposisi Media Murashige dan Skoog (1962) ....................................... 78
PENDAHULUAN Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan potensi tanaman hias yang tinggi karena keadaan lingkungan yang cocok sebagai lingkungan tumbuhnya, serta kaya akan sumber daya plasma nutfah. Pemanfaatan tanaman hias di Indonesia ternyata amat beragam dan makin meluas bahkan cenderung mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat. Tanaman hias dapat dimanfaatkan sebagai komponen dalam taman di samping potensial untuk dijadikan komoditas perdagangan antar negara di dunia. Walaupun demikian, tanaman hias introduksi juga banyak dikembangkan di indonesia. Gloxinia (Siningia speciosa) merupakan salah satu tanaman hias introduksi yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman semusim yang tumbuh baik di negara yang memiliki empat musim maupun di daerah tropis seperti Indonesia. Keindahan tanaman ini terletak pada daun, wama, bentuk dan ukuran bunganya. Gloxinia populer sebagai tanaman nunah termasuk bunga pot dan dapat dipakai untuk mengtuasi jendela rumah, taman-taman batu atau rumah-rumah kaca. Tenampilan g!oxinia akan lebih menarik jika menghasilkan bunga dengan bentuk, wama dan ukuran yang beragam dan unik (Syafni, 2006). Pembungaan secara in vitro pada tanaman gloxinia belum pemah diteliti. Tanaman ini mudah berbunga secara in vivo, namun sulit menghasilkan biji, sehingga sulit melakukan persilangan di dalam program pemuliaan gloxinia guna meningkatkan keragaman genetiknya. Perlu ada teknologi altematif untuk mengatasi kendala ini. Pembungaan in vitro diharapkan dapat membantu mengatasi kendala ini. Selain itu tanaman gloxinia memerlukan waktu 3-4 bulan untuk menghasilkan bunga. Induksi pembungaan secara in vitro diharapkan dapat mempercepat pembungaan. Proses seleksi terhadap tanaman hasil persilangan juga langsung dapat dilakukan secara in vitro tanpa hams melakukan penanaman di lapangan
Teknologi kultur jaringan merupakan teknik yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat, terutama
untuk varietas-varietas unggul yang baru dihasilkan (Gunawan, 1992). Selain itu teknik ini memiliki kelebihan yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim, daya multiplikasinya tinggi dari bahan tanaman yang kecil, tanaman yang dihasilkan seragam dan bebas penyakit terutama bakteri dan cendawan (Wiendi el al, 1992). Menurut Rahmi (2007) teknik in vitro juga mempakan salah satu altematif untuk memperbanyak bibit dengan kualitas terjamin seperti induknya. Jenis tanaman yang diperbanyak secara in vitro ini ditujukan temtama untuk mengatasi masalah seperti daya perkecambahan yang rendah, tanaman-tanaman hibrida yang tetua jantannya stedi, fanaman langka, pohon-pohon elit atau pohon untuk batang bawah dan tanaman yang selalu diperbanyak dengan cara vegetatif. Pembungaan merupakan peristiwa terjadinya pembahan pola pertumbuhan dan perkembangan dari proses vegetatif menjadi generatif, yang dipengaruhi dan dikendalikan oleh interaksi genetik dengan lingkungan. Pembentukan bunga diinduksi oleh senyawa penginduksi pembungasn (suatu pembahan kimia pada jaringan meristematik) sebagai respons terhadap temperatur dingiri dan hari pendek (Gardner et al, 1991). Perubahan ini mempengaruhi metabolisme tanaman, seperti aktivitas respirasi meningkat, asimilasi meningkat d m dengan dernikian kecepatan pengangkutan air, makanan dan hara ke arah bunga juga me~ngkat. Pembungaan secara in vitro me~pEkkansuatu metode menginduksi keluarnya organ dalam kondisi terkendali secara aseptik. Menurut Wang et a1 (2002), ada tiga alasan utama untuk mempelajari pembungaan secara in vitro yaitu menyediakan suatu sistem model untuk mempelajari inisiasi bunga dan perkembangannya, melaksanakan microbreeding yang bermanfaat temtama bagi tanaman yang membutuhkan waktu
yang lama untuk pertumbuhan vegetatifhya, serta sebagai miniatur pembungaan secara in viho yang berpotensi komersial baik sebagai tanaman hias.
Pada tanaman berbunga, titik kritis proses pembungaan terletak pada tahap inisiasi bunga yaitu saat terjadi transisi dari fase vegetatif ke fase generatif (Bernier et al, 1985; Pidkowich et al, 1999). Kendala ini disebabkan terjadinya fase vegetatif yang cukup panjang sehingga tanaman memerlukan waktu yang lama untuk
menghasilkan bunga. Menurut Bemier et a1 (1985), pengaturan pembungaan mungkin dilakukan apabila mengacu pada dua teori universal tentang pembungaan yaitu
(1) inisiasi bunga pada tanaman tidak akan terjadi kecuali bila diinduksi, dan (2) tanaman yang berada pada kondisi yang kurang sesuai untuk pembungaan menghasilkan satu atau beberapa zat penghambat pembungaan d m inisiasi bunga akan terjadi bila produksi zat tersebut dicegah. Induksi pembungaan pada tanaman secara in vitro masih jarang dilakukan dan hanya terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Menurut Chaari-Rkhis et a1 (2006), induksi pembungaan bergantung pada beberapa faktor seperti genetik, hormon d m faktor iklim dimana hasilnya dapat menekan gen-gen pertumbuhan vegetatif dan mengaktifkan pembungaan. Selain itu, pembungaan secara in viho dapat terjadi karena adanya perbedaan jenis eksplan, perangsang pertumbuhan, komposisi media (auksin, sitokinin dan giberelin) dan lingkungan kultur seperti suhu dan fotoperiodisitas cahaya. Teknik dalam induksi pembungaan secara in viho diawali dengan penanaman eksplan dari jaringan yang bebas hama dan penyakit serta membungakan pada media pertumbuhan dalam lingkungan yang aseptik (Hew dan Yong, 1996). Modifikasi zat pengatur tumbuh dan komposisi hara pada media kultur dapat dilakukan untuk menginduksi pembungaan. Menurut Weaver (1972) zat pengatur tumbuh sangat penting untuk menginduksi pembungaan, karena penggunaannya dapat mengatur pembungaan sesuai dengan waktu yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan untuk pembungaan antara lain TDZ (thidiazuron), ZT (zeatin), BA (benzyl adenine) dan giberelin (Hew dan Yong, 1996; Wang et al, 2002; Taylor et
al, 2007; Chaari-Rkhis et al, 2006). Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh endogen, terdapat pada berbagai organ dan jaringan tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga, bintil akar, buah dan jaringan halus (Wahyurini, 2002). Giberelin berperan dalam menginduksi perturnbuhan tanaman dengan cara merangsang pembesaran sel, dormansi dan
perkecambahan biji, mendorong terjadinya pembungaan, pembentukan buah partenokarpi dan mengganti pengaruh suhu dingin pada tanaman (Wattimena, 1988). Karbohidrat merupakan salah satu unsur yang besperan penting dalam keberhasilan kultu jaringan suatu tanaman. Gula nerupakan sumber karbohidrat utama dalarn kultur jaringan. Menurut Taylor et a1 (2007), umurnnya jenis gula yang digunakan dalam medium in vitro adalah sukrosa. Sukrosa juga merupakan salah satu produk akhir dari proses fotosintesis yang banyak digunakan tanaman. Secara umum pembungaan akan berkuang pada konsentrasi gula yang rendah dan pada konsentrasi gula yang tinggi akan menghalangi pembentukan kuncup bunga (Taylor et al, 2007). Nitrogen berperan dalam mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman (Wattimena et al, 1992). Selain itu nitrogen dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Protein banyak terdapat pada sel-sel yang masih hidup yaitu pada bagian yang sedang aktif tumbuh sehingga nitrogen dapat dipergunakan terutama untuk perhmbuhan vegetatif tanaman. Nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil yang berguna di dalam proses fotosintesis yang nantinya menghasilkan karbohidrat. Fosfor diberikan pada tanaman terutama untuk pembentukan karbohidrat sehingga unsur P dibutuhkan pada waktu pembungaan, pembuahan, pemasakan buah dan biji. Pemberian nitrogen yang rendah dan fosfor yang tinggi diiarapkan dapat mempengaruhi perhmbuhan tanaman khususnya untuk merangsang pembungaan. Penelitian tentang induksi pembungaan secara in vitro pemah dilakukan baik pada tanaman hias maupun tanaman buah. Chaari-Rkhis et a1 (2006) melaporkan bahwa tanaman zaitun (Olive) varietas Marsaline mampu memberi variasi di dalam mengubah struktur bunga dan bentuk dengan pemberian GA3 (gibberellic acid) 10 mgll. Wang et a1 (2002) dalam penelitiannya membuktikan bahwa pemberian TDZ 0.5 mgll dengan NAA (a-naphthaleneacetic acid) 0.1 mgll atau ZT 0.5 dan 1 mgll dengan NAA 0.1 mg/l paling efisien (49.2%, 44.2% dan 37.5%) menginduksi pembungaan mawar secara in vitro. Pemberian nitrogen rendah (1120~konsentrasi) dan fosfor tinggi (5x konsentrasi) dapat menginduksi bunga Cymbidium niveo-
marginatum secara in vitro sebanyak 97% setelah 3 buian (Kostenyuk, 1999). Selain
itu, Dewir et a1 (2007) juga melaporkan bahwa pemberian GA310 mg/l dan sukrosa
3 atau 6% dapat menginduksi 83-85% bunga Spathiphyllum. Faktor
lingkungan juga
dapat
mempengaruhi
keberhasilan
induksi
pembungaan suatu tanaman. Suhu dan fotopriode merupakan faktor lingkungan yang berperan aktif dalam proses pembungaan. Pengaturan suhu siang dan malam serta fotoperiode yang tepat sangat membantu tananan untuk menginduksi fase generatifnya. Menurut Gardner et a1 (1991), suhu dan fotoperiode yang dominan memegang peranan penting dalam proses pembungaan, pembuahan dan produksi biji suatu tanaman. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1) memperoleh informasi tentang pengaruh konsentrasi zat pengatur tumbuh GA3 dan sukrosa dalam menginduksi pembungaan tanarnan gloxinia secara in vitro, 2) memperoleh informasi tentang pengaruh konsentrasi nitrogen dan fosfor dalam menginduksi pembungaan tanaman gloxinia secara in vitro dan 3) memperoleh informasi tentang pengaruh nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai dalam menginduksi pembungaan tanaman gloxinia secara in vitro. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah 1. Terdapat konsentrasi GA3, sukrosa, nitrogen dan fosfor yang optimum dalarn
menginduksi pembungaan gloxinia secara in vifro. 2. Terdapat interaksi antara GA3 dan sukrosa dalam menginduksi percepatan
pembungaan gloxinia secara in vitro.
3. Terdapat interaksi antara nitrogen dan fosfor dalam menginduksi percepatan pembungaan gloxinia secara in vitro.
4. Terdapat interaksi antara nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang
sesuai dalam menginduksi percepatan pembungaan gloxinia secara in viho. Bagan alur penelitian disajikan pada Gambar 1.
rn Pcrcobaan I
I
lodt~ksiPcmbuagaa~t I1 MST
I Pcrcobaan 2
I'ercobaan 3
Pcognml~Konseotrasi h'itroge~~ dan Foslbr
P e ~ ~ g a nKo~lsc~itmi ~li Nirrogcl! d a ~ Posfor i pada Sdlu d a ~ i
I
I
Induksi Pcmbut~gaan 10 MS'I'
Induksi Pembungaa~~ 8 MST
Tel.bentuk Bu~lga
Gambar 1 Bagan Alur Penelitian Induksi Pembungaan Gloxinia secara in viho
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Gloxinia Gloxinia (Siningia speciosa) merupakan tanaman yang berasal dari Brazil, termasuk dalam famili Gesneriaceae bersama dengan Saintpaulia ionantha (African violet). Tanaman Siningia speciosa pertama kali bernama Gloxinia speciosa, yang diberikan oleh Conrad L~ddigesseorang petani bunga berkebangsaan Inggris, dan sampai sekarang nama gloxinia lebih dikenal dari nama bofaninya (Syafni, 2006). Tanaman ini merupakan tanaman herba yang memiliki daun dan bunga yang indah, helai daunnya lebar, berwama hijau tua dan berbulu. Gloxinia ~empunyaisatu atau lebih batang daun yang berpasangan clan berbatang pendek dengan beberapa jenis ada yang mencapai tinggi 30 cm. Daunnya oval, agak persegi, tepi daun bergerigi dengan tangkai daun pendek. Panjang daun untuk jenis-jenis budidaya mencapai ukuran 12.5 - 35 cm dengan warna perak atau hijau gelap dan lebar daunnya 7.5 - 15 cm (Larouse, 1995). Untuk jenis-jenis liar panjang daun dapat mencapai 8 inci dan lebamya 6 inci. Kedua sisi permukaan daun berbulu halus dengan permukaan daun atas berwarna hijau dan urat dam berwarna agak putih. Gloxinia ada yang tumbuh tegak dan ada yang mendatar, memiliki umbi dengan akar muncul disekelilingnya. Bunga gloxinia tumbuh di tengah lingkaran daun, berbentuk lonceng, berbulu halus dengan diameter 7.5
- 15 cm dan bermahkota
tunggal (Crockett, 1974). Bunganya berwarna ungu, putih, rose, merah, kekuningan dengan motif polos atau berbintik (Larouse, 1995). Menurut McHoy (1995) ada beberapa bunga yang berwarna kontras clan sangat menarik. Gloxinia dapat tumbuh di berbagai tempat dengan ketinggian 250 - 1500 m di atas permukaan laut. Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk pertumbuhan gloxinia. Ketersediaan air ini sangat membantu kelangsungan pertumbuhan tanaman gloxinia. Air yang berlebihan menyebabkan akar dan umbi membusuk dan kemudian mati, sedangkan kurangnya air dapat menyebabkan tanaman menjadi layu. Gloxinia memerlukan air secukupnya sampai akhir pembungaan dan
perlahan-lahan mengalami pengguguran sampai berhenti. Untuk pertumbuhan tanaman yang baik dipertukan unsur hara yang seimbang. Pemupukan dapat dilakukan setiap 2-3 kalilminggu sampai tanaman berbunga (Larouse, 1995). Menurut McHoy (1995) bahwa ketika pembungaan telah sempuma, pemupukan dapat dihentikan. Cahaya juga mempakan salah satu faktor iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan suatu tanaman. Gloxinia memerlukan cahaya selarna pertumbuhan dan perkembangmnya. Intensitas cahaya dapat mempengaruhi ukuran daun tanaman gloxinia. Dam akan memucat jika cahaya tidak mencukupi (De Vertuil, 1984). Selain cahaya yang tidak mencukupi, suhu air yang rendah dapat menimbulkan tintik pada daun dan menghambat pembentukan tunas baru. Gloxinia dapat tumbuh dengan suhu minimum ~O'Cdan 16' - 3 0 ' ~pada musim kemarau, dan memerlukan kelembaban tinggi (Bonar, 1992). Wood (1982) melaporkan bahwa kelembaban yang kurang, terutama pada musim kemarau, dapat menyebabkan kuncup bunga gloxinia dan african violet tidak membuka dan perlahan-lahan gugur. Seperti tanaman berumbi lainnya, gloxinia mengalami masa pertumbuhan dan dormansi. Pertumbuhan dari umbi akan memerlukan satu periode dengan dormansi penuh. Apabila bunga telah mulai layu satu per satu, akan diikuti dengan matinya daun sampai hanya tersisa umbi (Crockett, 1974). Masa dormansi berlangsung antara 2-4 bulan. Perbanyakan gloxinia dapat dilakukan dengan biji, umbi ataupun dam. Perbanyakan dengan biji memang sulit dilakukan karena gloxinia sulit menghasilkan biji. Selain itu, biji yang dihasilkan mempunyai kualitas yang menurun dari generasi ke generasi berikutnya sehingga bibit yang dikembangkan selalu tergantung dari biji impor yang kualitasnya terjarnin (Rahmi, 2007). Induksi Pembungaan Secara In Viiro
Kultur jaringan atau teknik in viho adalah budidaya suatu jaringan tanaman menjadi lebih kecil yang memiliki sifat seperti induknya. Menumt Gunawan (1992)
Mtur jaringan m e ~ p a k a nsuatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman, seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan atau organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembaii. Pembungaan merupakan peristiwa terjadinya pembahan pola pertumb.uhan dan perkembangan dari proses vegetatif menjadi generatif, yang dipengaruhi dan dikendalikan oleh interaksi genetik dengan lingkungan. Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting yaitu : (1) induksi bunga, inisiasi bunga, (2) diferensiasi, (3) pendewasaan bagian-bagian bunga, serta (4) antesis (Lang, 1952). Pada tahap induksi akan terjadi pembahan respon biokimia pada pelapisan struktur apeks, yang menjadi sinyal pertama perubahan dari fase vegetatif menjadi generatif dan dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel. Inisiasi bunga merupakan tahap yang sangat penting pada pembungaan tanaman dimana pada tahap ini terjadi perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup generatif mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya dan transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup generatif ini dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ generatif. Perubahan tunas apikal dan aksilar menjadi tunas bunga merupakan h a i l dari aktivitas hormonal pada tanaman yang diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu seperti pembahan panjang hari (lama penyinaran) dan suhu. Pada tahap diferensiasi, struktur primordia bunga terlihat jelas dan terdiri dari sepal, petal, stamen, pistil maupun karpelnya. Selama tahap pendewasaan akan terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempumaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina. Antesis merupakan tahap akhir ketika terjadi pemekaran bunga. Pada tahap ini, bagian-bagian bunga mencapai ukuran maksimum dan serbuk sari berkembang sempurna (Ryugo, 1990). Biasanya antesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian.
Induksi pernbungaan rnempakan produksi senyawa penginduksi pernbungaan (suatu pembahan kimia pada ujung pucuk) sebagai respons terhadap temperatur dingin dan hari pendek (Gardner et al, 1991). Pembahan ini rnempengaruhi kehidupan tanaman, seperti aktivitas respirasi meningkat, asimilasi meningkat dan dengan dernikian kecepatan pengangkutan air, makanan dan hara ke arah bunga juga meningkat. Pengaruh induksi pembungaan tidak terjadi langsung pada satu waktu tetapi pada selang waktu tertentu, tergantung jenis tanamannya. Pembungaan dapat terjadi setelah melewati petiode malam kritis yang ditentukan oleh panjang pendeknya periode gelap. Ada beberapa pendapat yang mendasari pembungaan pada tanaman bahwa pembungaan dikontrol oleh keseimbangan karbohidrat dan nitrogen atau nisbah CM. Jika C/N rasio tinggi maka tanaman dapat menginduksi bunga dan bila CM rasio rendah tanaman dipacu ke arah perturnbuhan vegetatif. Menurut Ryugo (1990), proses pembungaan pada tanaman tertentu diatur oleh zat pendorong pembungaan (florigen) yang diproduksi oleh daun dan ditranslokasikan ke kuncup untuk rnemproduksi organ generatif. Pada prinsipnya terdapat tiga proses dalam induksi pembungaan, yaitu adanya produksi hormon pembungaan yang diinduksi oleh kondisi lingkungan, tersedianya kandungan nutrisi yang cukup untuk rnendukung perubahan dalam apeks dan perubahan respon biokirnia pada apeks yang memicu dihasilkannya unsur-unsur tertentu untuk menginduksi pembungaan (Ryugo, 1990). Pembungaan tanaman dapat dipacu oleh berbagai kondisi, seperti hari panjang, vemalisasi, hari pendek pada suhu tinggi ataupun pemberian hormon turnbuh. Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan, induksi pembungaan dapat tejadi pada tanarnan seperti Roses sp, Cymbidium niveo-marginatum Mak, Olive dan
Petunia sp. Pembungaan secara in vitro merupakan suatu metode rnenginduksi keluarnya organ dalam kondisi terkendali secara aseptik. Tujuan pembungaan secara in vitro adalah untuk menginduksi bunga diluar musim, memproduksi benih yang bebas patogen terutama virus, menginduksi bunga pada tanaman yang sulit berbunga baik
karena genetik atau lingkungan yang kurang mendukung, melakukan in vitro fertilisasi yang sulit dilakukan secara in viiro dan mencegah aborsi buah, mempersingkat waktu dalam proses pemuliaan, melakukan pelestarian plasma nutfah dan untuk tujuan estetika sebagai tanaman hias dalam botol. Menurut Wang er a1 (2002) bahwa ada tiga alasan utama untuk mempelajari pembungaan secara in vitro yaitu menyediakan suatu sistem model untuk mempelajari inisiasi bunga dan pengembangannya; melaksanakan microbrecding yang bermanfaat terutaina bagi tanaman yang membutuhkan waktu
yang lama un:uk pertumbuhan vegetatifnya serta sebagai miniatur pembungaan secara in vitro yang berpotensi komersial baik sebagai tanaman hias.
Keberhasilan pembungaan secara in vitro bergantung pada beberapa faktor dan salah satunya adalah eksplan (Taylor et al, 2007). Eksplan m e ~ p a k a npotongan jaringan atau organ yang diisolasi dari tanaman untuk inisiasi suatu kultur. Untuk menentukan eksplan yang tepat maka perlu memperhatikan pemilihan bagian tanaman sebagai sumber eksplan, umur eksplan clan perlakuan eksplan sebelum diilturkan (Gunawan, 1992). Komposisi media yang digunakan terdiri dari nutrisi, karbohidrat, zat pengatur tumbuh dan pH (Taylor et al, 2007). Komposisi media di dalam induksi pembungaan secara in vitro berbeda untuk setiap tanaman. Perbedaan tersebut terletak pada konsentrasi bahan-bahan kimia penyusunnya. Media yang sering digunakan untuk banyak jenis tanaman adalah media Murashige dan Skoog 1962 yang komposisi medianya mengandung unsur hara esensial yang lengkap dibandingkan komposisi media lainnya. Zat pengatur tumbuh dan hara mempakan unsur-unsur dalam komposisi media tanam yang mempengmhi induksi pembungaan suatu tanaman. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi tanaman, aktif dalam konsentrasi rendah yang merangsang, menghambat atau merubah pertumbuhan serta perkembangan tanaman secara kuantitatif maupun kualitatif (Wattimena, 1988). Penggunaan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh tertentu dapat mengatur arah pertumbuhan suatu tanaman Warney, 1982). Menurut Weaver (1972) zat pengatur tumbuh sangat penting
untuk menginduksi pembungaan, karena penggunaannya dapat mengatur pembungaan sesuai dengan waktu yang diinginkan. Zat pengatur tumbuh ini tidak bekerja sendiri dalam mempengamhi setiap proses pembungaan. Pembungaan dapat dihasilkan dari interaksi zat pengatur tumbuh seperti sitokinin, auksin, giberelin, etilen, a s m absisat atau zat-zat lain Wew dan Yong, 1996). Giberelin dan Sukrosa
Giberelin merupakan zat pengatur tumbuh endogen, terdapat pada berbagai organ dan jaringan tumbuhan seperti akar, tunas, mata tunas, daun, bunga, bintil akar, buah dan jaringan halus (Wahyurini, 2002). Giberelin berperan dalam menginduksi pertumbuhan tanaman dengan cara merangsang pembesaran sel, dormansi dan perkecambahan biji, mendorong terjadinya pembungaan, pembentukan buah partenokarpi dan mengganti pengaruh suhu dingin pada tanaman (Wattimena, 1988). Giberelin dapat memacu pertumbuhan dan pembesaran sel karena hormon ini meningkatkan hidrolisis pati, fruktan dan fruktosa menjadi glukosa dan fruktosa (Davies, 1995). Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA3 (gibberellic acid) dapat mencapai 15 kali lebih tinggi dari sel yang tidak diberi GA3. Giberelin dapat menggantikan kondisi lingkw~ganyang spesifik guna mengendaliian pembentukan bunga. Induksi pembungaan yang disebabkan oleh GA merupakan pengganti peran hari panjang dan menginduksi pembungaan pada tanaman hari pendek. Chaari-Rkhis et a1 (2006) melaporkan bahwa giberelin merupakan fitohormon yang terlibat di dalam proses fisiologi termasuk induksi pembungaan dan pertumbuhan tunas. Menurut Brooking dan Cohen (2002); Zhang dan Leung (2002) bahwa giberelin mempunyai peran di dalam proses pembungaan. Menurut ChaariRkhis et al. (2006) pemberian GA 10 mgll dapat menginduksi pembungaan tanaman
zaitun (Olive). Ben-Nissan ef a1 (2004) membuktikan bahwa ekspresi GIPl (suatu protein yang dipengaruhi oleh GA3) dapat merangsang pembungaan Petunia hybryda bersamaan dengan pemanjangan sel. Pertumbuhan dan pembungaan Philodendron dapat meningkat dengan pemberian konsentrasi GA3 dari 125 mgll hingga 1.000 mgll
(Chen et al, 2003). Yursak (2003) dalam penelitiannya menyatakan ha1 yang sama bahwa pemberian GA3 selain meningkatkan pertumbuhan tinggi dan jumlah ruas batang juga merangsang pembungaan tanaman lily. Selain itu, Wuryaningsih dan Sutater (1993) melaporkan bahwa pemberian tiga kali 23 mgll GA3 pada tanaman krisan meningkatkan tinggi tanaman sampai dengan minggu ke-12 dan produksi bunga dengan panjang tangkai lebih 60 cm serta kesegaran bunga 5 hari. Dalam menginduksi pembungaan suatu tanaman pemberian giberelin dapat dilakukan bersamaan dengan unsur lain. Karbohidrat merupakan salah satu unsur yang berperan penting dalam keberhasilan kultur jaringan suatu tanaman. Karbohidrat dibutuhkan dalam sel hidup sebagai sumber energi dan kerangka karbon untuk proses biosintesis. Dalam kultur jaringan tanaman, penyediaan karbohidrat dari media sangat diperlukan karena aktivitas fotosintesis dalam jaringan in viiro berlangsung sangat rendah akibat rendahnya intensitas cahaya, pertukaran gas terbatas dan kelembaban relatif rendah. Guia merupakan sumber karbohidrat utama dalam kultur jaringan. Menurut Gunawan (1992), gula putih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan Mtur. Keberadaan gula berfungsi sebagai sumber energi pengganti karbon yang biasa didapat tanaman dari atmosfer melalui fotosintesis (George dan Shenington, 1984). Beberapa penelitian tentang induksi pembungaan secara in viiro pada tanaman-tanaman seperti Kalanchoe
blossfeldiana pickens dan Van Staden, 1988), Lolizm temulentum (McDaniel et al, 1991), Pisum sativum (Franklin et al, 2000) dan Torenia fournieri (Tanimoto dan Harada, 1981) melaporkan bahwa karbohidrat sangat esensial dan respon dosis tergantung gula. Secara umum pembungaan akan berkurang pada konsentrasi gula yang rendah dan pada konsentrasi gula yang tinggi akan menghalangi pembentukan kuncup bunga (Taylor et al, 2007). Pada studi fisiologi Sinapsis alba menunjukkan bahwa konsentrasi gula pada apeks meningkat dengan cepat dan nyata selama induksi pembungaan, bahkan setelah induksi pembungaan konsentrasi gula tetap meningkat (Bernier et al, 1993). Hal ini membuktikan bahwa secara genetik pembungaan dikontrol oleh gula (Levy dan Dean, 1998).
Jenis gula yang ditambahkan pada medium juga berpengamh pada pembungaan suatu tanaman. Umumnya jenis gula yang digunakan dalam medium in
vitro adalah sukrosa (Taylor et al, 2007). Gamborg dan Shyluk (1981) juga menyatakan bahwa sumber karbon standar adalah sukrosa atau glukosa. Sukrosa juga merupakan salah satu produk akhir dari proses fotosintesis dan mempakan bentuk utama dari gula yang ditranslokasikan pada kebanyakan tanaman. Konsentrasi sukrosa yang diberikan pada tanaman sangat dipengaruhi oleh tipe dan umur eksplan. Konsentrasi sukrosa yang sering digunakan berkisar antara 1-5 % (Pierik, 1987). Tanimoto d m Harada (1981) melaporkan bahwa sukrosa dan glukosa mempengaruhi bunga di dalam induksi pembungaan Torenia fournieri sedangkan fruktosa dapat mencegah pembungaan pada konsentrasi-konsentrasi rendah dan hanya sedikit bunga yang terbentuk. Respon pembungaan akan meningkat dengan meningkatkannya konsentmi-konsentrasi sukrosa dan glukosa sampai dengan 50 g/l. Menurut Tiburcio
et al (1988) bahwa sukrosa lebih baik dari pada glukosa di dalam m e m p e n g d pembungaan Nicotiana tabacum kultur-kultur TCL. Franklin et a1 (2000) melaporkan bahwa frekuensi dan efisiensi pembungaan secara in viiro pada tanaman Pisum
sativum lebih tinggi dengan penambahan sukrosa 30 g/l pada media dibandingkan dengan sukrosa 15 g/l dan 50 g/l. Sukrosa dapat digunakan bersamaan dengan giberelin dalam menginduksi bunga. Pada Arabidopsis, GA dapat memacu pembungaan. Menurut Levy dan Dean (1998), perlakuan GA saja tidak memberikan pengaruh, perlakuan sukrosa saja menghasilkan s e d i t peningkatan, sedangkan jika keduanya diberikan secara bersamaan dapat memberikan p e n g d yang sinergis. Meilan (1997) juga melaporkan bahwa karbohidrat endogen berperan dalam mengontrol induksi pembungaan pada pohon buah-buahan. Dewir et a1 (2007) melaporkan bahwa GA3 10 mg/l dan sukrosa
3 atau 6% dapat menginduksi 83-85% bunga Spathiphyllurn.
Nitrogen dan Fosfor Nitrogen merupakan unsur penting yang sangat berperan dalam mempengaruhi kecepatan pertumbuhan suatu tanaman (Wattimena et al, 1992). Nitrogen juga dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Protein banyak terdapat pada sel-sel yang masih hidup yaitu pada bagian yang sedang aktif tumbuh sehingga nitrogen dapat dipergunakan terutama untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Selain itu, nitrogen juga berperan dalam pembentukan Morofil yang berguna di dalam proses fotosintesis dan menghasilkan karbohidrat. Secara in vitro nitragen diberikan dalam bentuk N&N03
dan KNO3 (Wattimena et al, 1992). Dickens dan Staden (1988) melaporkan bahwa nitrogen yang terdapat didalam N&N03 dan KN03 dapat merangsang pembungaan secara in vibo pada Kalachoe. NH4N03 berperan positif dalam mempengaruhi pembungaan secara in vitro pada konsentrasi rendah dan menghalangi pembungaan pada konsentrasi yang lebih tinggi (Franklin et al, 2000). Menurut Ignacimuthu et a1 (1997) bahwa pengurangan sebagian NH4N03 dari medium MS dapat menimbulkan jumlah bunga yang maksimum seperti pada tanaman Vigna mungo. Fosfor diberikan pada suatu tanaman terutama untuk pembentukan asam amino. Selain itu, fosfor dibutuhkan bagian organ aktif tanaman seperti akar c!an buah (Adam dan Early, 2004). Fosfor juga berperan dalam pembentukan gula atau karbohidrat di dalam tanaman yang sangat dibutuhkan untuk proses pembungaan. Pemberian fosfor pada media biasanya bekerjasama dengan ion kalium dan diduga juga dengan sukrosa dan ion femun. Fosfor yang diberikan pada media biasanya dalam bentuk
(Wattimena et al, 1992).
Selain giberelin dan sukrosa, nitrogen dan fosfor sebagai hara dalam media in vitro dapat digunakan untuk merangsang pembungaan. Pemberian nitrogen yang rendah clan fosfor yang tinggi diharapkan &pat mempengaruhi pertumbuhan tanaman khususnya untuk merangsang pembungaan. Penggunaan medium dengan nitrogen rendah saja tidak mampu untuk menginduksi bunga. Menurut Kostenyuk (1999) penggunaan nitrogen yang rendah (1120 konsentrasi nitrogen dari komposisi MS) dan
fosfor yang tinggi (5x konsentrasi fosfor dari komposisi MS) dapat menginduksi pembungaan Cymbidium niveo-marginatum Mak sebanyak 97% setelah 3 bulan. Suhu dan Fotoperiodisitas Selain eksplan, pengaturan zat pengatur tumbuh dan hara dalam media maupun jenis dan konsentrasi karbohidrat, faktor lingkungan juga berperan penting dalam pertumbuhan dan pembungaan suatu tanaman. Proses pembungaan suatu tanaman secara in vitro dapat dikendalikan oleh suhu dan lama penyinaran atau fotoperiodisitas. Menurut Vaz et a1 (2004), faktor lingkungan, khususnya suhu dan fotoperiodisitas mempengaruhi inisiasi dan perkembangan bunga pada banyak jenis tanaman. Ratcliffe dan Riechmann (2002) melaporkan bahwa transisi pembungaan mempakan proses yang plastis, yang selain dipengaruhi oleh faktor endogen juga faktor lingkungan, seperti panjang hari, kualitas cahaya dan suhu. Pengaruh suhu terhadap pembungaan tanaman sudah banyak dipelajari. Secara umum suhu tinggi merangsang pertumbuhan vegetatif sedangkan suhu rendah pada malam hari mempengaruhi pembungaan. Suhu rendah bervariasi sesuai perbedaan ketinggian tempat atau adanya curah hujan yang menyebabkan pendinginan (Goh dan Arditti,
1982). Jenis anggrek seperti Cymbidium merupakan tanaman yang proses pembungaannya dipengaruhi oleh suhu, terutama suhu rendah. Untuk terjadiiya induksi, tanaman chicory harus ditumbuhkan dengan perlakuan suhu rendah (4°C selama 3 minggu) pada benih-benih yang berkecambah atau pada seluruh tanaman (Rappaport dan Wittwer 1956). Persyaratan untuk pencahayaan pada
fotoperiodisitas tertentu dalam
mempengamhi pembungaan dapat dimodifikasi dengan suhu dan sebaliknya pada suhu tertentu dapat dimodifikasi dengan fotoperiodisitas dalam mempengaruhi pembungaan. Efek fotoperodisitas dan suhu pada tanaman tropis masih sangat dibatasi secara ekstensif (Vaz et al, 2004). Pada daerah tropis, fotoperiodisitas dan suhu tidak beraturan sepanjang tahun, tetapi pada jenis tertentu cukup sensitif menvggapi pembahan faktor lingkungan tersebut untuk proses pembungaan (Goh dan Arditti,
1982; Hew dan Clifford, 1993). Menurut Gardner et a1 (1991), suhu dan fotoperiodisitas yang dominan memegang peranan penting dalam proses pembungaan, pembuahan dan produksi biji suatu tanaman.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Januari 2008 sampai Desember 2008. Bahan dan Alat Bahan tanaman yang digunakan adalah planlet gloxinia yang berurnur 8 minggu dalam kondisi in vitro. Media yang digunakan yaitu media Murashige dan Skoog (MS). Planlet gloxinia tersebut terlebih dahulu ditanam pada media pra perlakuan sebelum dipindahkan ke media perlakuan. Percobaan 1 Bahan untuk media pra perlakuan Percobaan 1 terdiri dari komposisi media
MS, 0.1 mgll IAA (indole acetic acid), 1.5 mg/l 2 iP (isopentenyladenine), 4 mg/l CAP (calsium pantotenat), 30 g/l gula dan diukur pada pH 5.8. Media perlakuan Percobaan 1 terdii dari komposisis media MS, 2 mg/l BAP (6-benzylarninopurine), 0.5 mg/l IAA, GA3 (4 mgil, 6 mgll, 8 mgll, 10 m d ) , sukrosa (30, 40, 50 gll) dan diukur pada pH 5.8. Planlet gloxinia ditanam selama 12 rninggu pada media pra perlakuan sebelurn dipindahkan ke media perlakuan Percobaan 1. Percobaan 2 Media pra perlakuan Percobaan 2 terdiri dari komposisi media MS, 0.1 mgll NAA (a-naphthaleneacetic acid), 1.5 mg/l BAP, 4 mgll CAP, 40 gll gula dan diukur pada pH 5.9. Media perlakuan Percobaan 2 terdiri dari komposisi media MS, 5 mg/l
BAP, nitrogen (lx, 1/5x, 1/10x, 1120~)dari konsentrasi m N 0 3 dan KNO3 di dalam komposisi media MS, fosfor ( l x dan 5x) dari konsentrasi KfiP04 di dalam komposisi media MS dan diukur pada pH 5.8. Planlet gloxinia ditanam selama 6 minggu pada media pra perlakuan, kemudian dipindahkan ke media perlakuan Percobaan 2.
Percobaan 3 Media pra perlakuan Percobaan 3 meliputi komposisi media MS, 0.1 mg/l IAA, 1.5 mg/l2 iP, 4 mgll CAP, 30 g/l gula dan diukur pada pH 5.9. Media perlakuan Percoban 3 terdiri dari komposisi media MS, 5 mg/l BAP, nitrogen (lx, 1/5x, 1110x, 1120~)dari konsentrasi NH4N03 dan KN03 di dalam komposisi media MS, fosfor ( l x dan 5x) dari konsentrasi KH2P04 di dalam komposisi media MS dan diukur pada pH 5.8. Planlet gloxinia ditanam selama 8 minggu pada media pra perlakuan sebelum dipindakkan ke media perlakuan Percobaan 3. Bahan lain yang digunakan adalah agar-agar sebagai bahan pemadat, gula, aquades, air sterii dan spiritus. Bahan sterilisasi yang digunakan adalah alkohol 70% dan 96 %, clorox dan bethadin. Bahan untuk pembuatan media adalah plastik dan karet. Alat yang digunakan dalam pembuatan media meliputi botol kultur, erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, pH meter, timbangan analitik, pipet, pengaduk, peralatan masak, tissu, magnetic stirrer dan autoclave. Pada saat penanaman digunakan alat-alat yaitu Laminar air flow cabinet, bunsen, gunting, scalpel, pinset, cawan petri, sprayer dan korek api. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan terpisah yaitu Percobaan 1 : Pengamh konsentrasi GA3 dan Sukrosa dalam menginduksi pembungaan gloxinia, Percobaan 2 : Pengamh konsentrasi Nitrogen dan Fosfor dalam menginduksi pembungaan gloxinia
clan Percobaan 3 : Pengamh Nitrogen dan Fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai dalam menginduksi pembungaan gloxinia. Percobaan 1 : Pengamh Konsentrasi Giberelin (GA3) dan Sukrosa dalam Menginduksi Pembungaan Gloxinia Percobaan 1 menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah
GA3 (G), terdiri dari 4 taraf konsentrasi yaitu 4 mg/l (GI), 6 mg/l (G2), 8 mg/l (G3) dan 10 mgll (G4). Faktor kedua adalah Sukrosa (S), terdiui dari 3 taraf yaitu 30 g/l (Sl), 40 gll (S2) dan 50 gn (S3). Percobaan ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan dan pada masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari 3 tanaman sebagai satuan amatan sehingga terdapat 108 tanaman dalam percobaan ini. Setiap botol ditanami 1 planlet gloxinia. Planlet diletakkan pada mang kultur dengan suhu 20°C dan fotoperioda 16jamhari
Gambar 2 Eksplan bempa tunas in vitru yang digunakan untuk induksi pembungaan pada Percobaan 1. (a) eksplan dari kultur in vihu beriunur 8 minggu, (b) eksplan yang ditatlam pada media psa perlakuan b e r m 12 minggu dan (c) eksplan yang ditanam pada media perlakuan Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu : Yijk Yijk
=
p + a i + pj + (ap)ij + pk + Eijk, dengan =
hasil pengamatan yang diperoleh dari pengaruh konsentrasi GA3 ke-i, Sukrosa ke-j dan kelompok ke-k
I.1
= nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan
ai
=
pengaruh konsentrasi GA3 pada taraf ke-i
Pj
=
pengaruh Sukrosa pada taraf ke-j
(ap)ij
=
pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi GA3 pada taraf ke-i dan Sukrosa pada taraf ke-j
Pk
=
pengaruh kelompok ke-k
Eijk
=
pengaruh galat untuk pengamatan konsentrasi GA3 ke-i, Sukrosa ke-j dan kelompok ke-k
1
=
1 , 2 , 3 , 4 untuk perlakuan GA3
j k
=
1,2,3 untuk perlakuan Sukrosa 1,2,3 untuk kelompok ke-k
=
Percobaan 2 : Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor dalam Menginduksi Pembungaan Gloxinia Pada Percobaan 2, rancangan yang digunakan adalah rancangan perlakuan faktorial dengan dua faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah Nitrogen (N), terdiri dari 4 taraf konsentrasi dari konsentrasi NH4N03 dan KN03 di dalam komposisi media MS yaitu l x (Nl), 1/5x (N2), 1/10x (N3) dan 1/20x (N4). Faktor kedua adalah Fosfor (F), terdiri dari 2 taraf konsentrasi dari konsentrasi KH2P04di dalam komposisi media MS yaitu l x (Fl) dan 5x (F2). Percobaan 2 terdiri dari 8 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari 5 tanaman sebagai satuan amatan sehingga terdapat 120 tanaman dalam percobaan ini. Setiap botol ditanami 1 planlet. Planlet diletakan pada ruang kultur dengan suhu 20°C dan fotoperioda 16jam/hari.
Gambar 3 Eksplan berupa tunas in vitro yang digunakan untuk induksi pembungaan pada Percobaan 2. (a) eksplan dari kultur in vitro berumur 8 minggu, (b) eksplan yang ditanam pada media pra perlakuan berumur 6 minggu dan (c) eksplan yang ditanam pada media perlakuan
Tabel 1 Konsentrasi Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Media Perlakuan Induksi Pembungaan Gloxinia (Siningia speciosa) secara In Vitro pada Percobaan 2 yang diambil dari Media Murashige dan Skoog (MS) Perlakuan MS konsentrasi normal NI FI NI F2 N2 FI N2 F2 N3 Fi N3 Fz N4 FI N4 F2
Total N (mg/l) 551.86 551.86 551.86 110.37 110.37 55.19 55.19 27.59 27.59
Total P (mgtl) 37.84 37.84 189.21 37.84 189.21 37.84 189.21 37.84 189.21
Total K (mg/l) 784.19 784.19 980.85 196.33 392.99 122.85 319.51 86.11 282.77
Keterangan : N =Nitrogen, P = Fosfor, K = Kaliun~
Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) yaitu : Yijk Yijk
=
p + a i + pj + (aP)ij + pk + Eijk, dengan =
hasil pengamatan yang diperoleh dari pengaruh konseneasi Nitrogen ke-i, Fosfor ke-j dan kelompok ke-k
P
= nilai rata-rata hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan
ai
=
pengaruh konsentrasi Nitrogen pada taraf ke-i
Pj
=
pengaruh konsentrasi Fosfor pada taraf ke-j
(ap)ij
=
pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi Nitrogen pa& taraf ke-i dan Fosfor pa& taraf ke-j
Pk
=
pengamh kelompok ke-k
Eijk
=
pengaruh galat untuk pengamatan konsentrasi Nitrogen ke-i, Fosfor ke-j dan kelompok ke-k
i
=
1,2,3,4 untuk perlakuan Nitrogen
j
=
k
=
1,2 untuk perlakuan Fosfor 1,2,3 untuk kelompok ke-k
Percobaan 3 : Pengaruh Konsentrasi Nitrogen Dan Fosfor Pada Suhu Dan Fotoperiodisitas Yang Sesuai Dalarn Menginduksi Pembungaan Gloxinia Rancangan yang digunakan pada Percobaan 3 yaitu rancangan perlakuan faktoiial dengan dua faktor yang disusun dalam Rancangan Lingkungan Acak Kelompok. Faktor pertama adalah Nitrogen (N), terdiri dari 4 taraf konsentrasi dari konsentrasi NH4N03 dan KNO3 di dalam kornposisi media MS yaitu l x (Nl), 1/5x (N2). 1110~(N3) dan 1120x (34). Faktor kedua adalah Fosfor (F), terdiri dari 2 taraf
konsentrasi dari konsentrasi K h P 0 4 di dalam komposisi media MS yaitu l x (Fl) dan
5x (F2). Percobaan 3 terdiri dari 8 kombinasi perlakuan dan tiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari 4 tanaman sebagai satuan arnatan sehingga terdapat 96 tanaman dalam percobaan ini. Setiap botol ditanami 1 planlet. Planlet diletakkan di ruang kultur pada suhu 28°C dengan penyinaran 8 jam cahaya dan suhu 22°C dengan penyinaran 16 jam gelap selama 24 hari. Setelah 24 hari kultur dibiarkan tumbuh pada suhu i 25°C dengan penyinaran 16
Gambar 4 Eksplan berupa tunas in vitro yang digunakan untuk induksi pernbungaan pada Percobaan 3. (a) eksplan dari kultur in vitro berumur 8 minggu, (b) eksplan yang ditanam pada media pra perlakluan benunur 8 minggu dan (c) eksplan yang ditanam pada media perlakuan.
Tabel 2 Konsentrasi Nitrogen, Fosfor dan Kalium dalam Media Perlakuan Induksi Pembungaan Gloxinia (Siningia speciosa) secara In Yitro pada Percobaan 3 yang Diambil dari Media Murashige dan Skoog (MS) . -
Perlakuan MS konsentrasi normal Nl FI NI F2 N2 FI N2 F2 N3 FI N3 Fz N4 FI N4 F2
Total N (rngll) 551.86 551.86 551.86 110.37 110.37 55.19 55.19 27.59 27.59
Total P (mg/l) 37.84 37.84 189.21 37.84 189.21 37.84 189.21 37.84 189.2 1
Total K (mg/l) 784.19 784.19 980.85 196.33 392.99 122.85 319.51 86.11 282.77
Keterangan : N =Nitrogen, P = Fosfor, K = Kalium
Model statistik linier yang digunakan dalam rancangan menurut Mattijk dan Sumertajaya (2002) yaitu : Yijk Yijk
=
p + a i + pj =
+ (ap)ij + pk + Eijk,
dengan
hasil pengamatan yang diperoleh dari pengaruh konsentrasi Nitrogen ke-i, Fosfor ke-j dan kelompok ke-k
P
= nilai rata-rata hasii pengamatan untuk setiap sat-
ai
=
pengaruh konsentrasi Nitrogen pada taraf ke-i
pj
=
pengaruh konsentrasi Fosfor pada taraf ke-j
(ap)ij
= pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi Nitrogen pada taraf ke-i
percobaan
dan Fosfor pada taraf ke-j FJk
=
pengaruh kelornpok ke-k
Eijk
=
pengaruh galat untuk pengamatan konsentrasi Nitrogen ke-i, Fosfor ke-j dan kelompok ke-k
1
=
1,2,3,4 untuk perlakuan Nitrogen
j k
=
1,2 untuk perlakuan Fosfor 1,2,3 untuk kelompok ke-k
=
Untuk mengetahui pengaruh pelakuan dalam penelitian ini dilakukan analisis ragam. Apabila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah yang diamati maka dilakukan uji lanjut DMRT pada taraf 5%. Palaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahap antara lain persiapan alat, botol, lingkungan kerja dan bahan tanaman, pembuatan media perlakuan, penanaman eksplan dalam media perlakuan dan pengamatan. Persiapan Alat, Botol, Lingkungan Kerja dan Bahan Tanaman Semua peralatan tanam dan cawan petri dicuci dan dikeringkan, kemudian dibungkus dengan kertas. Alat tanarn, cawan petri dan botol kultur disteriliszsi dalam autoklaf selama 1 jam pada suhu 1 2 1 ' ~dan tekanan 17,5 psi (0.1 bar). Pada saat tanam, semua alat tanam disterilkan dengan perendaman dalam alkohol96% dan nyala api lampu bunsen. Permukaan tempat kerja (Laminar air flow cabinet) sebelum digunakan disterilkan dengan menyemprot alkohol 70% dan dilap dengan kertas tissu. Gloxinia sebelurnnya ditanam pada media pra perlakuan secara in viho selama 12 minggu (Percobaan l), 6 minggu (Percobaan 2) dan 8 minggu (Percobaan 3), kemudian planlet ditanam pada media perlakuan untuk menginduksi pembungaan. Untuk mencegah terjadinya kontaminasi, sebelum ditanam planlet disterilisasi dengan merendam di dalam larutan clorox 10% yang dicampur dengan 15 - 20 tetes bethadin selama 10 menit. Pembuatan Media Perlakuan Percobaan ini menggunakan komposisi media dasar dari Murashige dan Skoog
(MS). Untuk memudahkan pembuatan media terlebih dahulu dibuat larutan stok unsur-unsur penyusun media. Pembuatan larutan stok media MS dikelompokkan ke dalam kelompok larutan stok A, B, C, D, E, F, myo inositol, vitamin (Lampiran 1) dan stok zat pengatur tumbuh.
Pembuatan media perlakuan dilakukan dengan cara memipet larutan stok media dasar sebanyak volume yang dibutuhkan, ditambah zat pengatur tumbuh, GA3 dan sukrosa sesuai perlakuan pada Percobaan 1 serta nitrogen dan fosfor sesuai perlakuan pada Percobaan 2 dan 3. Campuran larutan tersebut ditera dengan menambahkan aquades menjadi 1 liter ke dalam labu takar dan kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer. Selanjutnya diukur pH media dengan menggunakan pH meter menjadi 5.8. Untuk menaikkan ataupun menurunkan pH ditambahkan KOH atau HCI 0.1 N sampai mencapai pH yang diinginkan. Media tersebut dimasak bersama agar-agar sampai mendidih, kemudian dimasukkan ke dalam botol kultur steril bervolume 200 ml sebanyak 25 ml/botol, ditutup dengan plastik dan diikat dengan karet gelang. Setelah itu botol kultur yang berisi media disterilkan dengan autoclave selama 20 menit pada suhu 1 2 1 ' ~dan tekanan 17.5 psi (0.1 bar). Media yang sudah disterilisasi kemudian disimpan selama 3-7 hari untuk melihat ada tidaknya kontaminasi. Penauaman Eksplan dalam Media Perlakuan Penanaman dilakukan di dalam laminar airjow cabinet yang telah disemprot alkohol 70% untuk mencegah kontaminasi. Planlet yang ditanam pada media perlakuan berasal dari hasil penanaman pada media pra perlakuan secara in vifro selama 12 minggu (Percobaan I), 6 minggu (Percobaan 2) dan 8 minggu (Percobaan 3). Pada setiap botol ditanami 1 planlet. Setelah penanaman, kultur pada Percobaan 1 dan 2 disimpan dalam ruang kultur pada suhu 20°C dengan penyinaran 16 jam/hari. Pada Percobaan 3, setelah penanaman kultur faktor lingkungan ruang inkubasi diatur yaitu 8 jam cahaya dengan suhu 28°C dan 16 jam gelap dengan suhu 22°C selama 24 hari. Setelah 24 hari, kultur dibiarkan tumbuh dengan cahaya 16 jam/hari pada suhu rt 25°C.
Pengamatan Pertumbuhan dan perkembangan planlet diamati setiap minggu. Peubah yang diamati adalah peubah vegetatif dan generatif. Peubah vegetatif yang diamati adalah :
1. Persentase tumbuh (%) :
C tunas yang tumbuh C tunas yang digunakan
X 100%
Kriteri tunas tumbuh adalah tunas yang bertumbuh dan mengalami multiplikasi.
2. Kecepatan tumbuh tunas baru, rentang waktu tumbuhnya tunas dihitung mulai saat ditanam sampai munculnya tunas baru.
3. Kecepatan tumbuh daun baru, rentang waktu tumbuhnya daun dihitung mulai saat ditanam sampai munculnya daun baru. 4. Jumlah tunas, dihitung berdasarkan banyaknya tunas baru yang muncul pada
planlet. 5. Jumlah daun total, yang dihitung berdasarkan jumlah daun per botol yang telah
membuka sempuma. Peubah generatif yang diamati adalah : 1. Saat terbentuknya bunga, diamati pada saat perkma inunculnya tunas bunga pada planlet.
2. Jumlah kunturn bunga, dihitung berdasarkan banyaknya kunturn bunga yang ada pada setiap plantlet.
3. Jumlah bunga per tanaman, dihitung berdasarkan banyaknya bunga pada setiap tanaman dalam botol.
4. Jumlah bunga per perlakuan, dihitung berdasarkan banyaknya bunga pada setiap perlakuan
5. Keserempakan bunga, diamati pada saat tanaman mencapai 100% berbunga.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Percobaan 1 : Pengaruh Konsentrasi Giberelin (GA3) dan Sukrosa dalam Menginduksi Pembungaan Gloxinia Kondisi Umum Perlakuan GA3 dan sukrosa serta interaksi antara GA3 dan sukrosa tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan vegetatif planlet gloxinia secara in
vitro (Tahel 3). Fase generatif yaitu pembungaan belum terbentuk sarnpai dengan planlet berumur 14 MST, sedangkan fase vegetatifnya tetap berlangsung hingga akhir penelitian. Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Konsentrasi GA3 dan Sukrosa terhadap Pertumbuhan Vegetatif Gloxinia secara In Vifro No 1. 2. 3. 4.
Peubah
Persentase tumbuh Kecepatan tumbuh tunas baru Kecepatan tumbuh dam baru Jumlahtunas 2 MST 6 MST 10 MST 14 MST 5. Jumlah daun total 2 MST 6 MST 10 MST 14 MST
G tn
Perlakuan S GxS tn tn
KT
KK(%)
527.52
22.4
tn tn tn 10.28 19.8 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = Berbeda nyata pada taraf5% dan ** = Berbeda sangat nyata pada taraf 1%. G = GA3, S = ~ukrosa-clan MST = Minggu Setelah s an&
Percobaan 1 dimulai dengan melakukan penanaman eksplan gloxinia pada media pra perlakuan secara in vifro selama 12 minggu. Penanaman eksplan pada media pra perlakuan bertujuan untuk mendapatkan eksplan steril dan mengadaptasikan eksplan sebelum dipindahkan ke media perlakuan. Setelah 12 minggu pada media pra
perlakuan, eksplan ditanam pada media perlakuan tanpa mengalami pencucian dengan air steril. Eksplan yang ditanam pada media perlakuan berupa anakan (planlet) gloxinia Proses pertumbuhan planlet pada media induksi pembungaan mulai terlihat pada satu minggu setelah tanam dan menunjukkan peningkatan yang baik sampai dengan 10 MST, namun diakhir penelitian (14 MST) terjadi penurunan pertumbuhan. Tumbuhnya tunas barn mulai terlihat pada 2 MST sedangkan daun bam mulai telihat pada 4 MST. Pertumbuhan planlet pada media induksi pembungaan yang diberi perlakuan GA3 dan sukrosa dapat dilihat pada Gambar 5. Planlet yang ditanam umumnya membentuk kalus pada pangkal batang dan daun. Terbentuknya kalus pada planlet mulai terlihat pada 6 MST. Persentase kalus setelah penanaman pada media induksi pembungaan cukup tinggi pada beberapa perlakuan seperti tercantum pada Tabel 4. Persentase kultur yang berkalus pada media induksi ini sebesar 66.7%. Tumbuhnya kalus disebabkan adanya bagian tanaman yang terpotong sehingga bagian potongan itu membentuk kalus. Kalus tersebut pada umumnya benvama hijau kekuningan dan coklat. Selma penelitian berlangsung terjadi gangguan yang sangat mempengamhi keberhasilan kultur in vitro ini yaitu kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Cendawan lebih dominan menyebabkan kontaminasi daripada bakteri. Kontaminasi oleh cendawan dicirikan dengan adanya benang-benang hifa, umumnya benvama putih, hijau dan abu-abu sedangkan bakteri dicirikan dengan terdapatnya lapisan lendir di permukaan media yang benvama putih, kuning dan merah muda (Gambar 6).
Keterangan : A l A3 A5
= GA3 4 mg/l+ Sukrosa = GAj 4 mg/l+ Sukrosa = GA3 6 mg/l Sukrosa A7 = GA3 8 mg/l+ Sukrosa A9 = GA3 8 mg/l + Sukrosa A l l = GA3 10 mg/l+ Sukrosa
+
30 g/l, A2 = GA3 4 mg/l+ Sukrosa 50 fl. A4 = GAj 6 mg/l+ Sukrosa 40 g/l, A6 = GA3 6 mg/l + S u h s a 30 dl, A8 = GA3 8 mg/l + Sukrosa 50 g/l, A10 = GA3 10 mg/l + Sukrosa 40 g/l, A12 = GA; 10 mg/l + Sukrosa
40 g/l, 30 g/l, 50 dl, 40 dl, 30 gll, 50 g/l
Gambar 5 Pertumbuhan Planlet Gloxinia 14 MST dengan Perlakuan GA3 dan Sukrosa. Kontaminasi ini menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan planlet terganggu. Persentase kontaminasi pada media induksi tercantum pada Tabel 4.
Gambar 6 Kontaminasi pada Kultur Gloxinia : (A) Kontaminasi oleh cendawan (panah biru) dan (B) Kontaminasi oleh bakteri(panah biru). Terjadinya kontaminasi dapat disebabkan oleh faktor eksternal maupun dari eksplan itu sendii. Kontaminasi ini dapat diatasi dengan melakukan subkultur dengan tujuan penyelamatan planlet namun dalarn kenyataannya dengan subkulturpun masih terjadi kontaminasi. Tabel 4 Persentase Kultur Berkalus dan Eksplan Terkontaminasi pada Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1 Perlakuan GA3 ( d l ) Sukrosa (dl)
Persentase Kultur Berkalus (%)
Persentase Eksplan Terkontaminasi (%)
Persentase Tumbuh
Perlakuan GA3 tidak berpengaruh secara nyata terhadap persentase tumbuh gloxinia secara in vitro (Tabel 5). Narnun peningkatan konsentrasi GA3 dari 4 mg/l sampai dengan 6 mg/l cenderung menyebabkan persentase tumbuh gloxinia meningkat
dan mulai menurun pada perlakuan GA3 8 mg/l sampai dengan 10 mg/l. Persentase tumbuh tertinggi dihasilkan oleh perlakuan GA3 6 mg/l pada 14 MST. Pemberian sukrosa juga tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap persentase turnbuh gloxinia secara in vitro (Tabel 5). Peningkatan konsentrasi sukrosa 30 g/l sampai dengan 40 g/l menyebabkan persentase tumbuh gloxinia cenderung
stabil dan mulai menurun pada perlakuan 50 g/l sukrosa. Persentase tumbuh tertinggi dihasilkan juga dari perlakuan sukrosa 30 dan 40 g/l. Tabel 5 Pengaruh GA3 dan Sukrosa terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan ~ u m b u hTunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In T/i'tropada Percobaan 1 Perlakuan GA3 (mg/l) 4 6 8 10 Sukrosa (gh) 30 40 50
Persentase Tumbuh (??)
Kecepatan Tumbuh Tunas Baru (MST)
Kecepatan Turnbuh Daun Baru (MST)
70.4 81.5 74.1 66.7
2.2 2.3 2.15 2.15
4.7 6.1 5.7 5.3
77.8 77.8 63.9
2.3 2.3 2.0
5.2 5.2 5.9
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan rnerupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)'~
Interaksi antara GA3 dan sukrosa tidak berpengaruh secara nyata terhadap persentase tumbuh gloxinia secara in vitro (Tabel 6). Persentase tumbuh gloxinia cenderung meningkat pada perlakuan GA3 4 mg/l dengan sukrosa 40 g/l clan mulai menurun pada perlakuan GA3 4 mg/l dengan sukrosa 50 gh. Demikian juga terjadi peningkatan persentase tumbuh gloxinia pada perlakuan GAS 8 mg/l dengan sukrosa 40 gh dan menurun pada perlakuan GA3 8 mg/l dengan sukrosa 50 g/l. Sebaliknya,
pada perlakuan GA3 6 mg/l dengan sukrosa 40 dan 50 g/l serta perlakuan GA3 10 mg/l dengan sukrosa 40 dan 50 g/l, persentase tumbuh gloxinia mulai menurun. Persentase tumbuh terbaik dihasilkan oleh perlakuan GA3 6 mgh dengan sukrosa 30 g/l.
Tabel 6 Pengaruh Kombinasi GA3 dan Sukrosa terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1 Perlakuan GA3 (mgll) 4 4 4 6 6 6 8 8 8 10 10 10
Persentase Tt
Sukrosa (gll) 30 40 50 30 40 50 30 40 50 30 40 50
(%I 66.7 88.9 55.5 100 77.8 66.7 55.5 88.9 77.8 88.9 55.5 55.6
' '
Keceoatan
Keceoatan
Baru (MST) 2.0 2.0 2.7 2.9 2.0 2.0 2.0 2.0 2.4 2.4 2.0 2.0
Baru (MST) 4.2 4.4 5.3 5.6 6.9 5.8 6.4 4.4 6.2 4.6 5.1 6.3
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Angka yan ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan lransfomasi (x + 0.5) $2
Kecepatan Tumbuh Tunas Baru Perlakuan GA3 tidak berpengamh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in viiro (Tabel 5). Tunas baru yang muncul semakin lambat dengan bertambahnya konsentrasi GA3 dari 4 mg/l sampai dengan 6 mg/l dan cenderung mulai meningkat pada perlakuan GA3 8 mg/l. Pada perlakuan 8 mg/l GA3 sampai dengan 10 g/l tunas baru yang muncul cenderung stabil. Eksplan tercepat menghasilkan tunas baru diperoleh dari perlakuan GA3 8 dan 10 mg/l, sedangkan eksplan yang terlama mengahasilkan tunas baru diperoleh dari perlakuan GA3 6 mg/l. Pemberian sukrosa tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in viho (Tabel 5). Pada perlakuan sukrosa 30 g/l menyebabkan munculnya tunas baru semakin lambat dan cendemg stabil pada perlakuan sukrosa 40 d l . Munculnya tunas baru cenderung semakin cepat seiring dengan meningkatnya konsentrasi perlakuan sukrosa hingga 50 g/l. Perlakuan sukrosa
50 g/l menghasilkan tunas b m tercepat dan yang terlama pada perlakuan sukrosa 30 dan 40 dl.
Interaksi antara GA3 dan sukrosa tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in vitro (Tabel 6). Berdasarkan hasil analisis ragam, eksplan yang tercepat menghasilkan tunas baru diperoleh dari perlakuan GA3 4 mgll dengan sukrosa 30 g/l, GA3 4 mg/l dengan sukrosa 40 g/l, GA3 6 mg/l dengan sukrosa 40 g/l, GA3 6 mg/l dengan sukrosa 50 g/l, GA3 8 m d l dengan
sukrosa 30 g/l, GA3 8 mgA dengan sukrosa 40 g/l, GA3 10 mg/l dengan sukrosa 40 g/l dan GA3 10 mg/l dengan sukrosa 50 g/l. Eksplan yang terlama menghasilkan tunas baru diperoleh dari perlakuan GA; 6 mg/l dengan sukrosa 30 g/l. Kecepatan Tumbuh Daun Baru Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan GA3 tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh dam baru gloxinia secara in vitro (Tabel 5). Munculnya daun baru gloxinia semakin lambat dengan bertambahnya konsentrasi perlakuan GA3 sampai dengan 6 mg/l dan pada perlakuan GA3 8 mg/l sampai dengan 10 mg/l munculnya daun baru cenderung semakin cepat. Eksplan tercepat menghasilkan daun baru diperoleh dari perlakuan GA3 4 mg/l dan yang terlama mengahasilkan dam baru diperoleh dari perlakuan GA3 6 mg/l. Perlakuan sukrosa juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan tumbuh dam baru gloxinia secara in vitro (Tabel 5). Pada perlakuan sukrosa 30 g/l sampai dengan 40 g/l, daun baru gloxinia yang muncul semakin stabil dan cenderung mengalami penurunan pada perlakuan sukrosa 50 g/l. Perlakuan sukrosa 30 dan 40 g/l merupakan perlakuan yang paling cepat menghasilkan daun baru, sedangkan perlakuan sukrosa 50 g/l yang paling lama menghasilkan daun baru . Interaksi antara GA3 dan sukrosa tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan turnbuh daun baru gloxinia secara in vitro (Tabel 6). Kecepatan tumbuh d a m baru cendemg menurun pada perlakuan GA3 4 mg/l dengan sukrosa 30 g/l sampai dengan 50 gll. Demikian juga pada perlakuan GA3 10 mgll dengan sukrosa 30 g/l sampai dengan 50 g/l menyebabkan menurunnya kecepatan tumbuh d a m baru. Sebaliknya, cenderung terjadi peningkatan kecepatan tumbuh daun baru pada
perlakuan GA3 6 mg/l dengan sukrosa 50 gA dan perlakuan GA3 8 mg/l dengan sukrosa 40 g/l, namun pada perlakuan GA3 8 mg/l dengan sukrosa 50 g/l tejadi penurunan kecepatan tumbuh daun baru. Eksplan yang tercepat menghasilkan daun baru diperoleh dari perlakuan GA34 mgll dengan sukrosa 30 g/l. Jumlah Tunas
Pada semua perlakuan, eksplan mengalami proliferasi tunas. Proliferasi tunas mulai terjadi pada minggu ke-2 setelah dikulturkan. Tunas yang terbentuk umumnya berasal dari kultur yang berkalus baik pada akar maupun daun. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa respons tanaman yang diberi perlakuan GA3 terhadap jumlah tunas gloxinia secara in vitro, tidak berpengaruh secara nyata (Tabel 7). Pemberian GA3 4 mgA smpai dengan 10 mg/l menyebabkan proliferasi tunas gloxinia terhambat. Pada 2 MST sampai dengan 14 MST jumlah tunas cenderung terus meningkat, namun pada 10 MST sampai dengan 14 MST pemberian GA3 4 mg/l menurunkan jumlah tunas gloxinia. Jumlah tunas cenderung meningkat pada 2 MST dan 10 MST dengan bertambahnya konsentrasi perlakuan GA3 hingga 6 mg/l dan mulai menurun pada perlakuan 8 mgA hingga 10 mgA. Sebaliknya, semakin meningkatnya konsentrasi GA3 pada 6 MST menyebabkan jumlah tunas yang dihasilkan semakin menurun. Demikian juga cenderung terjadi peningkatan jumlah tunas yang diperoleh dari perlakuan GA3 4 mgA sampai dengan 8 mgA pada 14 MST dan mengalami penurunan pada perlakuan GA3 10 mg/l. Jumlah tunas tertinggi d i i i l k a n dari perlakuan GA3 8 mg/l. Perlakuan sukrosa tidak memberikan p e n g a d yang nyata terhadap jumlah tunas gloxinia secara in vitro (Tabel 7). Perlakuan sukrosa juga menyebabkan proliferasi tunas gloxinia terhambat. Semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang diberikan, semakin rendah jumlah tunas yang dihasilkan. Jumlah tunas cenderung mulai meningkat sejak 2 MST sampai dengan 14 MST. Jumlah tunas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan sukrosa 30 gA.
Tabel 7 Pengamh GA3 dan Sukrosa terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1 Perlakuan
2 MST
GA3 (mg/l) 4 6 8 10 Sukrosa (dl) 30 40 50 Keterangan : MST
=
Jumlah Tunas 6 MST 10 MST
14 MST
6.1 6.6 5.7 5.4
7.8 7.0 6.9 5.6
7.4 8.8 7.5 6.8
7.3 9.2 9.8 7.3
6.8 5.9 5.1
7.1 6.8 6.6
8.4 7.1 7.3
9.5 8.3 7.4
Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan mempakan data asli dan pengolaban data dengan transfotmasi (x + 0 . 5 ) ' ~
Interaksi antara GA3 dan sukrosa tidak berpengamh secara nyata terhadap jumlah tunas gloxinia secara in vibo (Tabel 8). Pemberian GA3 4 mg/l dengan sukrosa 40 g/l menyebabkan penurunan jumlah tunas gloxinia sejak 2 MST hingga 10 MST
dan cenderung mulai meningkat pada perlakuan GA3 4 mg/l dengan sukrosa 50
41,
kecuali pada 10 MST perlakuan GA3 4 mg/l dengan sukrosa 50 g/l menurunkan jumlah tunas gloxinia. Pada 14 MST perlakuan GA3 4 mg/l dengan peningkatan sukrosa 30 g/l sarnpai dengan 50 g/l cenderung meningkatkan jumlah tunas gloxinia. Jumlah tunas juga menurun pada perlakuan GA3 6 mg/l dengan sukrosa 40 g/l hingga 10 MST dan cenderung mulai meningkat pada perlakuan GA3 6 mg/l dengan sukrosa 50 g/l sejak 6 MST hingga 10 MST, sedangkan pada 2 MST dan 14 MST perlakuan GA3 6 mg/l dengan sukrosa 50 gil jumlah tunas gloxinia cenderung menurun. Pada
2 MST dan 10 MST hingga 14 MST, perlakuan GA3 8 mg/l dengan sukrosa 40 g/l menyebabkan jumlah tunas gloxinia menurun dan cenderung meningkat pada perlakuan GA3 8 mg/l dengan sukrosa 50 g/l, kecuali pada 2 MST hingga 6 MST perlakuan GA3 8 mg/l dengan sukrosa 50 g/l ini menyebabkan jumlah tunas cenderung rendah. Sebaliknya, perlakuan GA3 10 mg/l dengan peningkatan sukrosa 30 g/l hingga
50 g/l menyebabkan jumlah tunas yang terbentuk semakin terhambat. Jumlah tunas tertinggi diperoleh dari perlakuan kombinasi GA3 6 mg/l dan sukrosa 40 g/l.
Tabel 8 pengaruh Kombinasi GA3 dan Sukrosa terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1 Perlakuan GA3 (mgll) Sukrosa (dl) 4 30 4 40 4 50 6 30 6 40 6 50 8 30 8 40 8 50 10 30 10 40 10 50 Keterangan :
Jumlah Tunas pada minggu ke- (MST) 10 2 6 7.6 8.7 8.2 4.8 7.0 7.2 5.9 7.7 6.7 7.1 6.8 10.4 6.7 6.7 7.4 5.9 7.7 8.5 7.1 6.7 7.6 6.5 7.4 6.2 3.6 6.6 8.7 5.6 6.1 7.6 5.7 6.1 7.3 4.7 5.4 5.1
14 6.6 7.4 7.9 9.7 11.2 6.6 10.8 8.7 10.1 11.1 5.8 5.0
MST = Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan m e ~ p a k a ndata asli dan pengolahan data dengan transfomasi (x + 0.5)
Jumlah Daun Total Pembentukan d a m baru diawali dengan terjadinya proliferasi tunas. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan GA3 berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total pada 6 MST dan pada 10 MST memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun total gloxinia (Tabel 9). Berdasarkan uji lanjut DMRT pada 6 MST, perlakuan GA3 4 mg/l menunjukkan nilai yang lebih besar dari perlakuan lainnya namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan GA3 6 mg/l, sedangkan perlakuan GA3 10 mgll menunjukkan nilai yang lebih kecil namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan GA3 4 mg/l. Pada 10 MST, perlakuan GA3 6 mg/l menunjukkan nilai yang lebih besar dan berbeda nyata dengan perlakun lainnya. Pemberian GA3
4 mg/l sampai dengan 10 mg/l dapat meningkatkan jumlah dam total gloxinia pada 2 MST, sebaliiya pada 6 MST hingga 14 MST peningkatan konsentrasi GA3
menyebabkan p e n m a n jumlah dam total. Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari perlakuan GA3 6 mg/l.
Tabel 9 Pengaruh GA3 dan Sukrosa terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara in Vitro pada Percobaan 1 Perlakuan GA3 (mdl) 4 6 8 10 Sukrosa (dl) 30 40 50
2 MST
Jumlah Daun Total (helai) 6 MST 10 MST
8.5 8.8 8.3 9.0
9.8 a 9.5 ab 7.9 7.9
9.3 bC 12.7 a 10.7 8.4
9.1 8.0 8.9
9.0 8.5 8.9
11.2 10.1 9.6
14 MST 8.0 10.1 9.6 8.0 9.9 8.6 8.3
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Huruf berbeda pada kolom yang sania menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05). Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transfonnasi (x + 0.5)'"
Perlakuan sukrosa tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total gloxinia secara in vitro (Tabel 9). Peningkatan konsentrasi sukrosa dari 30 g/l sarnpai dengan 50 d l menyebabkan penurunan jumlah daun total gloxinia. Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari perlakuan sukrosa 30 g/l dan terendah pada perlakuan sukrosa Interaksi antara GA3 dan sukrosa berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total pada 6 MST (Tabel 10). Berdasarkan uji lanjut DMRT pada 6 MST perlakuan GA3 4 mg/l dan sukrosa 50 g/l menunjukkan nilai lebih besar dari perlakuan lainnya namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan GA3 6 mg/l dan sukrosa 30 gA serta GA3 6 mg/l dan sukrosa 50 g/l. Perlakuan GA3 10 mgA dan sukrosa 50 gA menunjukkan nilai lebih kecil dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada
6 MST. Jumlah daun total terbanyak hingga 14 MST diperoleh dari perlakuan GA3
8 mgA dan sukrosa 50 d l .
Tabel 10 Pengamh Kombinasi GA3 dan Sukrosa terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 1.
4 4 6 6 6 8 8 8 10 10 10
40 50 30 40 50 30 40 50 30 40 50
7.2 10.7 9.1 9.2 8.2 8.8 8.0 8.0 10.6 7.8 8.8
7.9 12.5 a 9.9 ab 9.2 9.6 ab 7.8 9.2 6.8 9.3 7.7 6.8
9.1 9.3 14.3 13.2 10.6 10.2 9.6 12.4 10.9 8.6 5.9
8.3 8.0 11.9 10.7 7.7 8.0 8.5 12.2 11.9 6.8 5.4
Keterangan : MST = Minggu Seteiah Tanam. Huruf berbeda pada kofom yang sama menunjukkan berbeda nyata @ < 0.05). Angka yang ditarnpikan mempakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)'~
Percobaan 2 : Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan Posfor Dalam Menginduksi Pembungaan Gloxinia Kondisi Umum Perlakuan nitrogen dan fosfor ser'a interaksi antara nitrogen dan fosfor pada Percobaan 2 tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan vegetatif planlet gloxinia secara in viho (Tabel 11). Pembungaan belum terbentuk sampai dengan planlet berumur 10 MST namun fase vegetatifhya tetap berlangsung hingga 10 minggu setelah perlakuan. Eksplan yang digunakan dalam percobaan 2 ini berasal dari hasil penanaman pada media pra perlakuan secara in viho selama 6 minggu. Selanjutnya eksplan tersebut berupa anakan (planet) ditanam pada media perlakuan tanpa mengalami pencucian dengan air steril.
Tabel 11 Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Konsentrasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan Vegetatif Gloxinia secara In Vitro No
Peubah
1. Keceuatan tumbuh tunas baru 2. ~ecepatantumbuh daun baru 3. Jumlah tunas 1 MST 4 MST 7 MST 10 MST 4. Jumlah daun total 1 M.ST 4 MST 7 MST 10 MST
N tn tn
Perlakuan F NxF tn tn tn tn
KT
KK(%)
0.03 0.40
14.6 18.0
tn tn tn tn
tn tn tn tn
tn tn tn tn
0.81 5.60 10.91 17.09
24.5 14.6 19.6 23.7
tn tn
tn tn tn tn
tn
2.04 7.44 5.89 13.65
16.1 13.3 13.1 21.8
*
tn
tn
tn tn
Keterangan: i n = tidak berbeda nyata, * = Berpengamh nyata pada taraf 5% dan ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1%. N =Nitrogen, F = Fosfor, MST = Minggu Setelah Tanam
Proses pertumbuhan planlet mulai terlihat pada minggu pertama setelah tanarn. Planlet yang ditanam pada media induksi pembungaan memberikan rata-rata persentase tumbuh gloxinia 100% sampai akhir penelitian (10 MST). Persentase tumbuh pada Percobaan 2 ini tercantum pada Tabel 12. Tumbuhnya tunas baru dan daun baru mulai terlihat pada 1 MST. Pertumbuhan planlet pada media induksi pembungaan yang diberi perlakuan nitrogen dan fosfor disajikan pada Gambar 7. Secara urnum pertumbuhan planlet pada Percobaan 2 hingga 10 minggu setelah perlakuan tidak sebaik percobaan pertama dan ini disebabkan oleh banyaknya planlet yang mengalami kontaminasi. Kontarninasi yang terjadi pada media induksi Percobaan 2 ini sangat tinggi yaitu 93.3%. Tingginya kontaminasi ini sangat menghambat pertumbuhan dan perkembangan planlet. Persentase kontaminasi pada Percobaan 2 tercantum pada Tabel 12.
Keterangan :B1 =Nitrogen lx + B3 =Nitrogen 115x + BS =Nitrogen 11lOx + 8 7 =Nitrogen 1120x +
fosfor fosfor fosfor fosfor
lx, B2 =Nitrogen lx + fosfor Ix, B4 =Nitrogen 115x + fosfor lx, B6 =Nitrogen lllOx + fosfor lx, B8 =Nitrogen 1120x + fosfor
5x, 5x, 5x, 5x
Pertumbuhan Planlet Gloxinia 10 MST dengan Perlakuan Nitrogen dan Fosfor
Tabel 12 Persentase Tumbuh, Eksplan Terkontaminasi dan Kultur Berkalus pada Gloxinia secara In Viho pada Percobaan 2 Perlakuan Fosfor Nitrogen 1x 1x
Persentase Tumbuh (%) 100
Persentase Eksplan Terkontaminasi (%) 33.3
Persentase Kultur Berkalus (%) 86.7
Eksplan yang ditanam pada media perlakuan juga membentuk kalus pada pangkal batang maupun daun. Kalus yang terbentuk dapat mencapai antara 73.3-100%. Persentase kultur membentuk kalus setelah penanaman pada media induksi pembungaan disajikan pada Tabel 12. Pada beberapa daun gloxinia terjadi perubahan warna yaitu merah, merah muda dan kuning (Gambar 8). Perubahan warna daun yang terjadi dapat mencapai 53.3% dan ini disebabkan akibat perlakuan yang diberikan sehingga ada unsur-unsur yang berkurang dan yang berlebihan dalam tubuh planlet, sementara secara alamiah gloxinia menerima unsur-unsur yang seimbang untuk melangsungkan
Gambar 8 Perubahan Warna pada Daun Gloxinia @anah biru) W m a merah pada dam ditemukan pada perlakuan kombinasi nitrogen 1/5x dan fosfor lx, nitrogen 115x dan fosfor 5x, nitrogen 1110x dan fosfor 5x serta nitrogen
1120x dan fosfor lx. Warna merah muda pada daun ditemukan pada perlakuan kombinasi nitrogen 1120~dan fosfor 5x. Kecepatan Tumbuh Tunas Baru Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan nitrogen dan fosfor tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in vitro.
Tabel 13 Pengamh Nitrogen d m Fosfor terhadap Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 Perlakuan Nitrogen 1x 115 x 1/10 x 1/20 x Fosfor 1x 5x Keterangan : MST
Kecepatan Tumbuh Tunas Baru (MST)
Kecepatan Tumbuh Daun Baru (MST)
1.1 1.2 1.2 1.3
2.1 2.4 2.2 2.1
1.2 1.2
2.1 2.3
Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan rnempakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)'"
= Miggu
Pengaruh nitrogen terhadap kecepatan tumbuh tunas baru menunjukkan bahwa semakin rendahnya konsentrasi nitrogen, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk turnbuhnya tunas baru (Tabel 13). Munculnya tunas baru semakin cepat pada perlakuan nitrogen l x dan semakin rendah konsentrasi nitrogen sampai dengan 1120~ munculnya tunas baru semakin lambat, sebaliiya bertambahnya konsentrasi fosfor hingga 5x menyebabkan munculnya tunas baru gloxinia cendemng stabil. Eksplan tercepat menghasilkan tunas baru diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dan yang terlama diperoleh dari perlakuan nitrogen 1120~. Interaksi antara nitrogen dan fosfor tidak berpengamh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in viho (Tabel 14). Eksplan yang
tercepat menghasilkan tunas baru diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dengan fosfor 5x dan yang terlama diperoleh dari perlakuan nitrogen 1120~dengan fosfor lx dan 5x. Tabel 14 Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Barn Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 Perlakuan Nitrogen Fosfor 1x 1x 115 x 1/10 x 1/20 x 1x 5x 115 x 1/10 x 1/20 x
Kecepatan Tumbuh Tunas Baru (MST) 1.2 1.2 1.1 1.3 1.O 1.2 1.2 1.3
Kecepatan Tumbuh Daun Baru (MST) 1.9 2.1 2.2 2.3 2.3 2.7 2.3 2.0
Keterangan : MST= Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditam ilkan mempakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)
,R
Kecepatan Tumbuh Daun Baru Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan nitrogen dan fosfor tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuii daun baru gloxinia secara in
vitro (Tabel 13). Daun baii gloxinia muncul semakin lambat dengan berkurangnya konsentrasi nitrogen hingga 1/5x, dan semakin rendahnya nitrogen hingga 1120~ munculnya daun baru cendemg semakin cepat, namun sebaliknya bertambahnya konsentrasi fosfor hingga 5x menyebabkan daun baru yang muncul semakin lambat. Eksplan yang tercepat menghasilkan daun baru diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dan yang terlama diperoleh dari perlakuan nitrogen 1/5x. Perlakuan fosfor l x juga menghasilkan daun bam tercepat dan yang terlama pada perlakuan fosfor 5x. Interaksi antara nitrogen dan fosfor tidak berpengamh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh dam baru gloxinia secara in vitro (Tabel 14). Munculnya daun bam semakin lambat pada semua perlakuan nitrogen dengan fosfor, namun pada perlakuan kombinasi nitrogen 1/10x dengan fosfor 5x dan perlakuan kombinasi nitrogen 1/20x dengan fosfor 5x menyebabkan munculnya daun baru cenderung semakin cepat.
Eksplan yang tercepat menghasilkan daun baru diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dengan fosfor l x dan yang terlama diperoleh dari perlakuan nitrogen 1/5x dengan fosfor 5x. Jumlah Tunas
Eksplan mengalami proliferasi tunas pada semua perlakuan dan mulai terjadi pada minggu pertama setelah diulturkan. Tunas baru yang muncul juga terlihat pada kultur yang berkalus. Perlakuan nitrogen tidak berpeiigaruh secara nyata terhadap jumlah tunas gloxinia secara in vitro (Tabel 15). Pemberian nitrogen lx sampai dengan 1120~ menyebabkan proliferasi tunas gloxinia cenderung terhambat. Pada 1 MST sampai dengan 10 MST jumlah tunas cenderung terus meningkat, namun pada 10 MST pemberian nitrogen 1/5x menurunkan jumlah tunas gloxinia. Demikian juga perlakuan nitrogen 1/10x menyebabkan jumlah tunas menurun pada 7 MST dan cenderung meningkat lagi pada 10 MST. Jumlah tunas tertinggi dihasilkan dari perlakuan nitrogen 1x. Tabel 15 Pengaruh Nitrogen dan Fosfor terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 Perlakuan Nitrogen Ix 115 x 1/10 x 1/20 x Fosfor 1x 5x
1 MST
Jumlah Tunas 4 MST 7 MST
10 MST
3.6 3.3 4.3 3.5
10.8 7.9 8.5 7.2
12.2 9.7 7.7 8.4
12.4 9.1 8.2 9.7
3.7 3.7
8.8 8.4
9.6 9.4
10.2 9.5
Keterangan : MST= Mmggu Setelah Tanam. Angka yang ditampikan m e ~ p a k a ndata asli dan pengolahan data dengan transfonnasi (x + 0.5)'"
Perlakuan fosfor juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah tunas gloxinia secara in vitro pada Tabel 15. Pemberian fosfor menyebabkan jumlah tunas gloxinia cendemg meningkat sejak 1 MST sampai dengan 10 MST.
Peningkatan fosfor l x hingga 5x cenderung menghambat proliferasi tunas terutama setelah pada 4 MST sampai 10 MST. Jumlah tunas tertinggi dihasilkan pada perlakuan fosfor lx. Interaksi antara nitrogen dan fosfor juga tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tunas gloxinia secara in vit1.o (Tabel 16). Jumlah tunas cenderung meningkat sejak 1 MST sampai dengan 10 MST pada semua kombinasi perlakuan, kecuali perlakuan nitrogen lllOx dengan fosfor l x dan 5x yang mengalami penurunan jumlah tunas pada 7 MST dan mulai meningkat pada 10 MST. Demikian juga pada perlakuan nitrogen 1/5x dengan fosfor 5x mulai mengalami penurunan jumlah tunas pada 10 MST. Jumlah tunas tertinggi diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dengan fosfor lx. Tabel 16 Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara in Vitro pada Percobaan 2 Perlakuan Nitrogen Fosfor 1x Ix 115 x 1/10 x 1/20 x 1x 5x 115 x 1/10 x 1/20 x
Jumlah Tunas pada minggu ke- (MST) 1 4 7 10 3.6 11.9 13.9 13.5 3.1 8.5 9.2 9.7 8.1 7.0 7.7 4.3 6.9 8.2 9.7 3.6 9.7 10.5 11.4 3.5 7.3 10.3 8.5 3.4 8.9 8.3 8.7 4.3 3.5 7.5 8.5 9.7
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan mempakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)'"
Jumlah Daun Total Pembentukan daun mulai terlihat pada minggu pertama, yang ditandai dengan terjadinya proliferasi tunas. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan nitrogen berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total gloxinia secara in vitro pada 7 MST (Tabel 17). Jumlah daun total meningkat sejak 1 MST sampai dengan
4 MST dan mulai menurun pada 7 MST, kecuali perlakuan nitrogen l x yang mulai mengalami penurunan jumlah daun total pada 10 MST. Berdasarkan uji lanjut DMRT
pada 7 MST perlakuan nitrogen l x menunjukkan nilai lebih besar dan berbeda nyata dengan perlakuan nitrogen 1/5x, 1110~d m 1/20x, sebaliknya perlakuan nitrogen 1110x menunjukkan nilai lebih kecil dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan nitrogen 1/5x d m 1120~.Penurunan konsentrasi nitrogen hingga 1120x menyebabkan jumlah daun total gloxinia juga menurun. Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari perlakuan nitrogen lx. Perlakuan fosfor tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total gloxinia secara in viho (Tabel 17). Jurnlah daun total cenderung meningkat pada perlakuan fosfor l x dan 5x sejak 1 MST, namun pada 7 MST sampai dengan 10 MST jumlah daun total gloxinia menurun. Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari perlakuan fosfor lx. Tabel 17 Pengaruh Nitrogen dan Fosfor terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara In Vifropada Percobaan 2 Perlakuan Nitrogen 1x 115 x 1/10 x 1/20 x Fosfor 1x 5x
1 MST
Jumlah Daun Total (helai) 4 MST 7 MST
10 MST
8.9 9.5 8.2 8.7
10.1 10.1 10.1 10.6
12.0 a 8.7 7.9 8.1
11.9 5.9 6.3 7.7
8.9 8.8
10.1 10.3
9.6 8.7
8.4 7.5
Keterangan : MST = M i u Setelah Tanam. Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05). Angka yang ditampikan m e ~ ~ a k data a n asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0 . 5 ) ' ~
Interaksi antara nitrogen dan fosfor tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total gloxinia (Tabel 18). Jumlah daun total cendemng meningkat pada
1 MST dan mulai menurun pada 7 MST sampai 10 MST, kecuali perlakuan nitrogen l x dengan fosfor l x dan 5x mulai mengalami p e n m a n jurnlah daun total pada 10 MST. Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari komposisi media dengan nitrogen l x dan fosfor lx.
Tabel 18 Pengaruh Kombinasi Nitrog-n dan Fosfor terhadap Jumlah Daun Total Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 2 Perlakuan Nitrogen Fosfor Ix 1x
1/20 x
1 MST 9.5
8.3
Jumlah Daun Total (helai) 7 MST 4 MST 10.4 12.5
11.2
10 MST 12.3
7.1
6.3
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan merupakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0 . 5 ) ' ~
Percobaan 3 : Pengaruh Konsentrasi Nitrogen Dau Fosfor Pada Suhu Dan Fotoperiodisitas Yang Sesuai Dalam Menginduksi Pembungaan Gloxinia Kondisi Umum Perlakuan konsentrasi nitrogen dan fosfor serta interaksi antara nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengvuh secara nyata terhadap pertumbuhan vegetatif planlet gloxinia secara in vitro (Tabel 19). Pembungaan juga belum terbentuk sampai dengan planlet berumur 8 MST dan fase vegetatifnya tetap berlangsung hingga akhir penelitian Percobaan 3. Pada Percobaan 3 eksplan yang digunakan m e ~ p a k a nhasil penanaman pada media pra perlakuan secara in vitro selama 8 minggu. Selanjutnya eksplan tersebut berupa anakan (planet) ditanam pada media perlakuan tanpa mengalami pencucian dengan air steril. Perlakuan pada Percobaan 3 sama seperti Percobaan 2, tetapi pada percobaan ini kultur diinkubasi pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai yaitu 8 jam cahaya pada suhu 28°C dan 16 jam gelap pada suhu 22°C selama 24 hari. Setelah
*
24 hari kultur diinkubasi pada ruangan dengan cahaya 16jamhari pada suhu 25°C.
Tabel 19 Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Pertumbuhan Vegetatit' Gloxinia secara In Vilro No
1. 2. 3. 4.
5.
Peubah Persentase tumbuh Kecepatan tumbuh tunas baru Kecepatan tumbuh daun baru Jumlah tunas 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST Jumlah dam total 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST
N tn tn
Perlakuan F NxF tn tn tn tn
KT
KK(%) 5.2 11.4 25.0
tn
tn
26.04 0.01 0.28
tn
* ** **
** * * *
tn tn tn tn
0.99 1.73 2.49 2.36
11.1 12.5 14.4 15.5
** **
tn
tn tn tn tn
0.72 2.26 7.84 8.90
8.4 12.5 22.9 15.0
*
* *
h tn tn
Keterangan : tn = tidak berbeda nyata, * = Berbeda nyata pada taraf 5% dan ** = Berbeda sangat nyata pada taraf 1%. N =Nitrogen, F = fosfor, MST = Minggu Setelah Tanam
Secara urnurn pertumbuhan planlet selama penelitian berlangsung sangat baik bila dibandingkan dengan 2 percobaan sebelumnya, wala~ipun masih tejadi kontaminasi yang menggangy pertumbuhan planlet. Kontaminasi yang terjadi pada Percobaan 3 lebih rendah dari 2 percobaan sebelumnya yaitu sebesar 25.0% (Tabel 20). Tabel 20 Persentase Kontaminasi dan Kultur Berkalus pada Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 Perlakuan Fosfor Nitrogen 1x 1x
Persentase Eksplan Terkontaminasi (%) 16.7
Persentase Kultur Berkalus (%) 91.7
Proses pertumbuhan dimulai pada minggu pertama dan mengalami peningkatan hingga selesai penelitian. Tunas baru dan daun barn mulai muncul pada 1 MST. Pertumbuhan planlet pada media induksi pembungaan yang diberi perlakuan
nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai dapat dilihat pada Gambar 9.
Keterangan : C1 =Nitrogen ix + C3 =Nitrogen 115x + C5 =Nitrogen lllOx + C7 =Nitrogen 1120x +
fosfor fosfor fosfor fosfor
lx, ix, ix, lx,
C2 = Nitrogen l x + fosfor C4 = Nitrogen 115x + fosfor C6 =Nitrogen lllOx ifosfor C8 =Nitrogen 1120~+ fosfor
5x, 5x, 5x, 5x
Gambar 9 Pertumbuhan Planlet Gloxinia 8 MST dengan Perlakuan Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang sesuai
Perubahan wama daun juga terjadi pada Percobaan 3 ini namun lebih rendah persentasenya yaitu 16.7% dibandingkan dengan Percobaan 2. Planlet yang ditanam umumnya ditumbuhi kalus pada akar dan daun. Kalus yang terbentuk mencapai 100% pada hampir semua planlet pada Percobaan 3 ini. Persentase kalus setelah penanaman pada media induksi pembungaan dapat diliiat pada Tabel 20. Pada beberapa daun ditemukan kaius benvama putih dan putih kemerahan (Gambar 10). Kalus yang benvama putih ditemukan pada semua kombinasi perlakuan nitrogen dan fosfor bahkan ada yang membentuk tunas baru sedangkan kalus yang berwama putih kemerahan ditemukan pada kombinasi perlakuan nitrogen 1/5x dan fosfor 5x, nitrogen 1110~dan fosfor lx, nitrogen 1120~dan fosfor l x serta nitrogen 1/20x dan fosfor 5x. Kalus yang bemama putih kemerahan pada perlakuan kombinasi nitrogen 115x dan fosfor 5x terus membesar dan mulai membentuk tunas pada 8 MST.
Gambar 10 Kalus pada daun gloxinia : (A) Kalus berwama putih dan membentuk tunas baru (panah biru) dan (B) Kalus benvama putih kemerahan (panah biru). Persentase Turnbub
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan nitrogen pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap persentase tumbuh gloxinia secara in vitro (Tabel 21).
Tabel 21 Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Baru Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 Perlakuan Nitrogen 1x 115 x 1/10 x 1/20 x Fosfor 1x 5x
Persentase Turnbuh Kecepatan Tumbuh Kecepatan Tumbuh ?/.I Tunas Baru (MST) Daun Baru (MST) 95.8 100 100 100
1.1 1.O 1.o 1.o
1.5 2.5 a 2.2 a 2.2 a
97.9 100
1.o 1.o
2.0 2.2
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05).
Penurunan konsentrasi perlakuan nitrogen l x sampai dengan 1/20x cenderung menyebabkan peningkatan persentase tumbuh gloxinia. Pada 8 MST pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan nitrogen 1/5x, lllOx dan 1120~dengan persentase tumbuh yaitu 100% dan terendah dihasilkan oleh perlakuan nitrogen lx. Perlakuan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai juga tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap persentase tumbuh gloxinia pada Tabel 21. Peningkatan fosfor hingga 5x cenderung menyebabkan peningkatan persentase tumbuh gloxinia yaitu 100%. Interaksi antara nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap persentase tumbuh gloxinia secara in vifro (Tabel 22). Pada 8 MST persentase tumbuh gloxinia cenderung sama pada semua kombinasi perlakuan nitrogen dengan fosfor. Persentase tumbuh tertinggi dihasilkan oleh perlakuan nitrogen 1/5x dengan fosfor lx, nitrogen lllOx dengan fosfor lx, nitrogen 1/20x dengan fosfor lx, nitrogen l x dengan fosfor 5x, nitrogen 115x dengan fosfor 5x, nitrogen 1/10x dengan fosfor 5x serta nitrogen 1/20x dengan fosfor 5x, sedangkan persentase terendah dihasilkan oleh perlakuan nitrogen l x dengan fosfor Ix.
Tabel 22 Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Persentase Tumbuh, Kecepatan Tumbuh Tunas Baru dan Kecepatan Tumbuh Daun Barn Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 Perlakuan Nitrogen Fosfor
1/20 x
Persentase Tumbuh (%)
100
Kecepatan Tumbuh Tunas Baru (MST) 1.2 1.o 1.o 1.o 1.o 1.o 1.1 1.O
Kecepatan Tumbuh Daun Barn (MST)
2.4
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam.
Kecepatan Tumbuh Tunas Baru Perlakuan nitrogen pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in vitro (Tabel 21). Penurunan konsentrasi perlakuan nitrogen l x sampai dengan 1/20x menyebabkan tunas baru yang muncril cenderung semakin cepat. Eksplan tercepat menghasilkan tunas baru diperoleh dari perlakuan nitrogen 1/5x, 1/10x dan 1120~dan yang terlama diperoleh dari perlakuan nitrogen lx. Perlakuan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in vitro (Tabel 21). Peningkatan konsentrasi perlakuan fosfor l x sampai dengan 5x menyebabkan kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia stabil. Interaksi antara nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai juga tidak berpengamh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh tunas baru gloxinia secara in vih.0 (Tabel 22). Munculnya tunas baru cenderung semakin cepat pada semua perlakuan nitrogen dengan fosfor. Eksplan yang lambat menghasilkan tunas baru diperoleh dari kombinasi perlakuan nitrogen lx dengan fosfor lx.
Kecepatan Tumbuh Daun Baru Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan nitrogen pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh daun baru gloxinia secara in vitro. Pada uji lanjut DMRT, perlakuan konsentrasi nitrogen l x menunjukkan nilai lebih kecil dan berbeda nyata dengan perlakuan nitrogen 1/5x, 1/10x dan 1120x, sedangkan perlakuan nitrogen 1/5x menunjukkan nilai lebih besar dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan nitrogen lllOx dan 1120~. (Tabel 21). Pengaruh nitrogen terhadap kecepatan tumbuh daun baru menunjukkan bahwa semakin rendahnya konsentrasi nitrogen, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk tumbuhnya dam baru. Eksplan yang tercepat menghasilkan daun baru diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dan yang terlama diperoleh dari perlakuan nitrogen 115x. Perlakuan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitss yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh daun baru gloxinia secara in vitro (Tabel 21). Peningkatan konsentrasi perlakuan fosfor sampai dengan 5x menyebabkan kecepatan tumbuh dam baru gloxinia menurun. Eksplan tercepat menghasilkan daun barn yang diperoleh dari perlakuan fosfor l x dan yang terlama pada perlakuan fosfor 5x. Interaksi antara nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap kecepatan tumbuh daun ban1 gloxinia secara in vitro (Tabel 22). Munculnya daun baru semakin lambat pada semua perlakuan
nitrogen dengan fosfor, namun pada pedakuan nitrogen 111Ox dengan fosfor l x dan 5x menyebabkan daun baru yang muncul cenderung mulai meningkat. Eksplan yang tercepat menghasilkan daun baru diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dengan fosfor l x dan yang terlama diperoleh dari kombinasi perlakuan nitrogen 115x dan fosfor 5x. Jumlah Tunas Perlakuan nitrogen pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumIah tunas gloxinia secara in vitro pada 2 MST. Pada 4 MST, perlakuan konsentrasi nitrogen berpengaruh secara nyata terhadap jurnlah tunas gloxinia secara in vitro dan berpengaruh sangat nyata pada 6 MST
sampai dengan 8 MST. Jumlah tunas gloxinia meningkat sejak 2 MST sampai dengan 6 MST dan mulai menurun pada 8 MST, kecuali perlakuan nitrogen 1/5x yang mulai mengalami penurunan jumlah tunas pada 6 MST. Berdasarkan uji lanjut DMRT pada
4 MST sampai dengan 8 MST perlakuan nitrogen l x menunjukkan nilai lebih besar dan berbeda nyata dengan perlakuan nitrogen 1/5x, 1110~dan 1/20x (Tabel 23). Pada 2 MST sampai dengan 8 MST, peningkatan konsentrasi nitrogen hingga l x cenderung meningkatkan jumlah tunas yang dihasilkan. Tabel 23 Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 Perlakuan Nitrogen 1x 115 x 1110 x 1/20 x Fosfor 1x 5x Keterangan :
2 MST
Jumlah Tunas 4 MST 6 MST
8 MST
9.8 8.7 8.6 8.7
12.0 " 10.2 9.9 9.9
13.7 a 9.9 10.2 10.1
12.5 a 8.7 8.8 9.7
8.1 9.8 a
9.7 11.3"
10.2 11.7*
9.1 10.8 a
MST = Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan mempakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0 . 5 ) ' ~
Perlakuan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai berpengaruh sangat nyata pada 2 MST dan nyata pada 4 MST sampai dengan 8 MST terhadap jumlah tunas gloxinia (Tabel 23). Jumlah tunas yang diberi perlakuan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai meningkat sejak 2 MST d m mulai menutun pada 8 MST. Berdasarkan uji lanjut DMRT perlakuan fosfor 5x menunjukkan nilai lebih besar d m berbeda nyata dengan perlakuan fosfor lx. Peningkatan konsentrasi fosfor sampai dengan 5x menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah tunas gloxinia. Jumlah tunas tertinggi diperoleh dari perlakuan fosfor 5x, dan pada perlakuan fosfor l x diperoleh jumlah tunas terendah. Interaksi antara perlakuan nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah tunas gloxinia secara in
vitro (Tabel 24). Jumlah tunas cendemng meningkat sejak 2 MST dan mulai menurun
pada 8 MST, kecuali pada perlakuan nitrogen 1110~dengan fosfor l x dan perlakuan nitrogen 1/5x dengan fosfor 5x mulai mengalami penurunan jumlah tunas pada 6 MST. Jumlah tunas tertinggi diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dengan fosfor 5x, sedangkan jumlah tunas terendah diperoleh dari perlakuan nitrogen 1/5x dengan fosfor
lx. Tabel 24 Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Jumlah Tunas Gloxinia secara in Vf&o pada Percobaan 3 Perlakuan Nitrogen Fosfor 1x 1x 115 x 1/10 x 1/20 x 5x 1x 115 x 1/10 x 1/20 x
Jumlah Tunas pada minggu ke. (MST) 2 4 6 8 9.2 12.4 11.2 10.7 9.2 7.7 7.7 9.2 7.8 9.5 8.2 9.7 9.6 9.1 7.6 9.2 13.9 13.4 15.0 10.4 10.6 9.6 9.7 11.1 10.5 9.4 9.4 10.1 10.7 10.2 10.5 9.7
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Angka yang ditampilkan m e ~ p a k a ndata asli dan pengolahan data dengan mnsformasi (x + 0 . 5 ) ' ~
Jumlah Daun Total Perlakuan nitrogen pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun total gloxinia secara in vipo pada 2 MST dan 4 MST serta berpengaruh nyata pada 6 MST dan 8 MST. Jumlah d a m total meningkat sejak 2 MST sampai dengan 6 MST dan mulai menurun pada 8 MST, kecuali perlakuan nitrogen 115x dan 1110~yang mulai mengalami penurunan jumlah tunas pada 6 MST. Berdasarkan uji lanjut DMRT pada 2 MST sampai dengan 8 MST perIakuan nitrogen lx menunjukkan nilai Iebih besar dan berbeda nyata dengan perlakuan nitrogen 1/5x, 1/10x dan 1120~namun pada 6 MST dan 8 MST perlakuan nitrogen l x tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan nitrogen 1120~(Tabel 25).
Pada 2 MST sampai dengan 8 MST, semakin rendah konsentrasi nitrogen hingga ]/lox akan menurunkan jumlah daun yang dihasilkan, dan akan meningkat lagi pada nitrogen 1120~.Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dan yang terendah diperoleh dari perlakuan nitrogen 1/10x. Tabel 25 Pengaruh Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap Jumlah Dam Total Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 Perlakuan Nitrogen 1x 115 x 1/10 x 1x 5x
2 MST
Jumlah Dam Total (helai) 6 MST 4 MST 15.4' 10.2 bC
8 MST
11.5 a 9.7 bc 9.0
14.6 a 11.3 bC 10.0
9.7
12.8 a 8.6 6.7
10.0 10.2
12.3 11.7
11.5 12.9
9.0 9.9
'
Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam. Huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p < 0.05). Angka yang ditam ilkan mempakan data asli dan pengolahan data dengan transfonnasi (x + 0.5)
R
Perlakuan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah daun total gloxinia secara in vitro (Tabel 25). Pada perlakuan fosfor jumlah daun total cendemg meningkat sejak 2 MST dan mulai menurun pada 8 MST, narnun pada perlakuan fosfor l x jumlah daun total mulai mengalami penurunan sejak 6 MST sampai dengan 8 MST. Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari perlakuan fosfor 5x. Interaksi antara nitrogen d m fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah d a m total gloxinia (Tabel 26). Jumlah daun total cenderung rneningkat pada 2 MST dan mulai menurun pada 8 MST, namun pada perlakuan nitrogen 1/5x dengan fosfor l x dan perlakuan nitrogen 1/10x dengan fosfor l x mulai mengalami penurunan jumlah daun total pada 6 MST. Jumlah daun total tertinggi diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dengan fosfor 5x, sedangkan jumlah daun total terendah diperoleh dari perlakuan nitrogen 1110~dengan fosfor 5x.
Tabel 26 Pengaruh Kombinasi Nitrogen dan Fosfor pada Suhu dan Fotoperiodisitas yang Sesuai terhadap ~umlahDaun Total Gloxinia secara In Vitro pada Percobaan 3 Perlakuan Nitrogen Fosfor 1x 1x
1/20 x Keterangan : MST
2 MST 11.1
10.6 =
Jumlah Daun Total (helai) 4 MST 6 MST 14.2 13.4
12.0
13.5
8 MST 11.1
9.2
Minggu Setelah Tanarn. Angka yang ditampilkan mempakan data asli dan pengolahan data dengan transformasi (x + 0.5)'"
PEMBAHASAN
Pertumbuhan Gloxinia Secara In Utro Pertumbuhan merupakan suatu proses yang sangat penting dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu tanaman. Pertumbuhan akan berlangsung terus sepanjang siklus hidup. Tumbubnya suatu tanaman sangat bergantung pada genetik dan lingkungan (Gardner et al, 1991). Pertumbuhan juga merupakan hasil pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran). Secara in vitro, perturnbuhan dan perkembangan gloxinia sangat dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh, gula, vitamin maupun hara yang diberikan ke dalam media. Tidak terdapat perbedaan pertumbuhan pada planlet gloxinia selarna penelitian berlangsung, baik planlet yang diberikan GA3 dan sukrosa, nitrogen dan fosfor maupun nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai, bahkan di akhir penelitian terjadi p e n m a n perturnbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada 14 MST, pemberian GA3 hingga 10 mg/l cenderung menurunkan perturnbuhan gloxinia dengan persentase tumbuh sebesar 66.7%, walaupun ada peningkatan persentase tumbuh pada perlakuan 6 mgll. Demikian juga dengan perlakuan sukrosa,
semakin tinggi konsentrasi sukrosa pertumbuhan gloxinia cenderung menurun. Diduga bahwa peningkatan konsentrasi GA3 10 mg/l maupun sukrosa 50 g/l hingga 14 MST tidak efektif lagi dalam merangsang pertumbuhan gloxinia. Menurut Chaari-Rkhis et a1 (2006), pertumbuhan maksimum tanaman yang diberi perlakuan giberelin
khususnya fase vegetatif terjadi pada umur 3 bulan di dalam kultxr dan setelah periode 3 bulan, tidak ada lagi pertumbuhan. Tidak adanya pertumbuhan setelah periode 3 bulan ditandai dengan menguningnya tanaman. Interaksi antara GA3 dan sukrosa turut mempengaruhi pertumbuhan gloxinia. Pertumbuhan gloxinia meningkat seiring dengan pemberian GA3 pada peningkatan sukrosa. Pada perlakuan GA3 4 mg/l hingga 10 mg/l dengan peningkatan sukrosa 30 g/l hingga 40 gll persentase tumbuh gloxinia berkisar antara 66.7%
-
100%.
Persentase tumbuh tertinggi diperoleh dari perlakuan GA3 6 mg/l dengan sukrosa 30 g/l yaitu 100%. Giberelin berperan dalam memacu pertumbuhan dan pembesaran sel sedangkan sukrosa mempakan karbohidrat yang banyak digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Diduga bahwa dengan pemberian GA3 dengan peningkatan sukrosa hingga 40 g/l meningkatkan pertumbuhan, bahkan pada GA3 dengan sukrosa 30 g/l tanaman gloxinia dapat mencapai pertumbuhan vegetatif yang maksimal Sebaliknya, GA3 pada peningkatan sukrosa 50 g/l cenderung menekan pertumbuhan gloxinia sehingga pertumbuhannya terhambat dengan persentase tumbuh yang rendah. Hasil penelitian pada Percobaan 2 dan 3 juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pertumbuhan dengan pemberian nitrogen clan fosfor. Gloxinia tetap tumbuh dan tidak mengalami kematian dengan rata-rata persentase tumbuh sebesar loo%, walaupun secara visual pertumbuhannya sangat terganggu (Percobaan 2). Terganggunya pertumbuhan tanaman pada Percobaan 2 juga disebabkan oleh adanya kontaminasi yang sangat tinggi. Kontaminasi yang terjadi bukan disebabkan oleh perlakuan yang diberikan tetapi diduga karena faktor eksternal dan pengaturan faktor liigkungan yang belum sesuai pada saat penelitian berlangsung.
Pembentukan Tunas
Fase vegetatif tanaman secara in vifro dipengaruhi oleh interaksi dan keseimbangan antara zat pengatur tumbuh, gula, vitamin, hara yang diberikan ke dalam media maupun faktor lingkungan yaitu suhu dan fotoperioda. GA3, sukrosa, nitrogen dan fosfor m e ~ p a k a nunsur-unsur yang memegang peranan penting dalam perturnbuhan vegetatif suatu tanaman. Perlakuan GA3 dan sukrosa pada konsentrasi rendah mernperlambat munculnya tunas, namun jumlah tunas yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan pemberian GA3 maupun sukrosa pada konsentrasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa GA3 d m sukrosa dapat merangsang pembentukan tunas gloxinia. Sebaliknya GA3 pada peningkatan sukrosa menyebabkan munculnya tunas lambat dan jumlah tunas dihasilkan sediit. Suhu memegang pelanan penting dalam mempengaruhi laju pertumbuhan vegetatif dan perbanyakan jaringan tanaman. Tanaman-tanaman tropis umumnya membutuhkan suhu yang tinggi dengan rata-rata suhu 27.7'~ dibandingkan dengan tvlaman subtropis. Gloxinia dapat tumbuh dengan suhu minimum 1 0 ' ~ dan 16' - 3 0 ' ~pada musim kemarau.
Fotoperiodisitas juga dapat mempengaruhi pertwnbuhan tanaman baik fase vegetatif rnaupun generatif. Pengaturan fotoperiode pada tanaman hari pendek bertujuan untuk merangsang fase vegetatif agar berjalan dengan baik sebelum terinduksi membentuk bunga. Gloxinia memerlukan lama penyinaran kurang dari 12 jam sehingga perlu diatur fotoperiodanya agar fase vegetatif dapat berlangsung dengan sempurna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiode yang sesuai seperti pada Percobaan 3 berpengaruh nyata dan sangat nyata terhadap pembentukan tunas bila dibandingkan dengan 2 percobaan lainnya, namun interaksi nitrogen dan fosfor tidak berpengaruh pada pembentukan tunas gloxinia. Planlet gloxinia mengalami peningkatan pembentukan tunas pada 2 MST sampai dengan 6 MST dan menurun pada 8 MST. Jumlah tunas tertinggi diperoleh
dari perlakuan nitrogen lx. Jumlah tunas tertinggi juga ditunjuWtan oleh perlakuan fosfor 5x. Diduga bahwa pembentukan tunas planlet gloxinia dirangsang oleh pemberian nitrogen dan fosfor yang cukup dan seimbang. Jika nitrogen tinggi atau cukup make jumlah tunas yang terbentuk banyak, sebaliknya jika nitrogen rendah maka jumlah tunas yang terbentuk menjadi sedikit. Nitrogen merupakan unsur makro yang penting bagi pertumbuhan tanaman, yang dapat memacu pembentukan bagian vegetatif tanaman. Nitrogen dapat membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Protein banyak terdapat pada sel-sel yang masih hidup yaitu pada bagian yang sedang aktif tumbuh sehingga nitrogen dapat dipergunakan terutarna untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Nitrogen dan fosfor yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari komposisi medium MS yaitu amonium nitrat @&NO3 dan m O 3 ) dan KHzP04. Amonium nitrat pada konsentrasi tinggi akan menghalm-gi pembentukan bunga tetapi pada konsentrasi rendah dapat memacu pembentukan bunga dan menghambat pertumbuhan vegetatif secara in vitro (Franklin et al, 2000). Menurut Tanimoto dan Harada (198 1) bahwa pemberian nitrogen (amonium nitrat) juga berpengaruh terhadap pembentukan tunas Torenia secara in viho. Demikian juga dengan fosfor, jika fosfor ditingkatkan menjadi 5x maka jumlah tunas juga meningkat. Menurut Kostenyuk (1999) pemberian fosfor 5x hingga 90 hari dapat meningkatkan pertumbuhan tunas Cymbidium niveo-marginatum Mak sebesar 97.5%. Dari Percobaan 3, perlakuan nitrogen dan fosfor kultur diinkubasi pada suhu dan fotoperiode yang sesuai. Diduga bahwa faktor lingkungan seperti suhu dan fotoperiode juga turut merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman. Faktor lingkungan sangat diperlukan untuk proses fotosintesis tanaman. Percobaan sebelumnya (Percobaan 2) tanpa perlakuan suhu dan fotoperiode pemberian nitrogen dan fosfor tidak berpengaruh terhadap pernbentukan tunas walaupun secara visual pertumbuhan tunas tetap berlangsung. Pada tanaman Begonia, tunas terbentuk bila kultur diinkubasi pada suhu rendah dan fotoperiode atau penyinaran pendek (Wattimena, 1992).
Pembentukan Daun Daun merupakan salah satu organ vegetatif yang dapat menentukan terbentuknya organ generatif selanjutnya. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan (Gardner et al, 1991). Peningkatan pertumbuhan vegetatif dapat terlihat dengan kenaikan jumlah daun. Jumlah daun juga ditentukan oleh jumlah tunas yang dihasilkan. Tunas yang terbentuk dapat berkembang menjadi daun namun ada yang tidak mampu berkembang menjadi daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan GA3 dan interaksi antara GA3 dan sukrosa serta nitrogen tanpa dan pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai berpengaruh nyata dan sangat nyata terbadap pembentukan daun. Giberelin dan sukrosa merupakan zat pengatur tumbuh dan karbohidrat yang sudah banyak digunakan dalam proses fisiologis tanaman secara in vitro baik untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif suatu tanaman. Giberelin sebagai zat pengatur tumbuh dapat menginduksi suatu tanaman dengan cara merangsang pertumbuhan, pembesaran dan perkembangan sel serta pembungaan. Sukrosa merupakan karbohidrat yang berfungsi menggantikan karbon, dibutuhkan sebagai sumber energi dan untuk proses biosintesis. Pemberian GA3 pada konsentrasi rendah hingga 6 mg/l mempercepat tumbuhnya daun baru dan pada konsentrasi tinggi pembentukan daun baru mulai terhambat, demikian juga dengan jumldh daun total yang dihasilkan mulai menurun pada konsentrasi GA3 8-10 mg/l. Sebaliknya jumlah daun total semakin meningkat sejak 6-10 MST. Diduga bahwa perlakuan GA3 memberi respon pada pertumbuhan vegetatif gloxinia. Secara fisiologis GA3 berperan dalam proses pembesaran dan pemanjangan sel, menginduksi tumbuhnya mata tunas yang dorman dan mendorong pembungaan (Wiendi e f al, 1992). Dengan meningkatkan aktivitas pemanjangan dan pembesaran sel, giberelin dapat berfungsi untuk meningkatkan pemanjangan batang dan pertumbuhan daun-daun muda. Selain itu kandungan giberelin yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas pertumbuhan vegetatif berupa pemanjangan tunas dan
pertumbuhan sel pada jaringan meristem (Hooley, 1994). Pemanjangan tunas tanaman dapat menentukan terbentuknya dam. Interaksi antara GA3 dan sukrosa pada konsentrasi tinggi menghambat pembentukan daun dan jumlah daun total. Jumlah daun juga mengalami peningkatan hingga 10 MST dan mulai menurun di akhir penelitian. Perlakuan GA3 8 mg/l dan sukrosa 50 g/l merupakan perlakuan yang terbaik dalam meningkatkan jumlah daun gloxinia. Daun sebagai organ vegetatif sangat menentukan laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui proses fotosintesis yang akhimya menstimulus pembentukan organ generatif. Selain itu sukrosa merupakan gula utama yang terdapat di daun dan terlibat dalam proses fotosintesis yang kemudian ditranslokasikan untuk pertumbuhan tanaman, sehingga penambahan sukrosa bersamaan dengan pemberian GA3 dapat membantu meningkatkan jumlah daun. Kandungan sukrosa pada suatu tanaman dipengaruhi oleh umur tanarnan. Pada tanaman yang rnasih muda kandungan sukrosanya lebih tinggi dari tanaman dewasa. Tingginya sukrosa pada tanaman muda karena pemanfaatannya lianya untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan vegetatif sedangkan pada tanarnan dewasa selain untuk pertumbuhan vegetatif juga untuk mendukung pertumbuhan generatif, seperti perkembangan bung% buah dan biji (Samanhudi, 2006). Pengaturan konsentrasi hara dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara in vitro. Nitrogen dan fosfor sebagai hara dalam media in vitro dapat digunakan untuk pertumbuhan suatu tanaman dan merangsang pembungaan. Nitrogen di dalam media in vitro berperan untuk mempengaruhi kecepatan pertumbuhan (Wattimena et al, 1992). Selain itu nitrogen juga berperan dalam pembentukan klorofil yang
berguna untuk proses fotosintesis yang nantinya menghasilkan karbohidrat. Fosfor diberikan pada tanaman secara in vitro terutama untuk pembentukan asam amino. Selain itu, fosfor dibutuhkan bagian organ aktif tanaman seperti akar dan buah (Adam dan Early, 2004). Biasanya pengaruh fosfor bekerjasama dengan ion kalium dan diduga juga dengan sukrosa dan ion f e r n (Wattimena et al, 1992).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon tanaman terhadap pemberian nitrogen berpengaruh nyata terutama pada peubah jumlah daun total gloxinia. Konsentrasi nitrogen lx merupakan konsentrasi terbaik dalam mempercepat pembentukan daun dan meningkatkan jumlah daun gloxinia. Ini menunjukkan bahwa nitrogen sangat berpengaruh pada pembentukan daun gloxinia. Secara fisiologi peran nitrogen bagi tanaman yaitu untuk mendorong perhmbuhan tanaman secara keseluruhan terutama pada saat tanaman berada dalam fase vegetatif, sebagai bahan pembentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik yang lain (Hendaryono dan Wijayani, 1994). Protein banyak terdapat pada sel-sel yang masih hidup yaitu pada bagian yang sedang aktif tumbuh sehingga nitrogen dapat dipergunakan terutama untuk perturnbuhan vegetatif tanaman. Selain itu, Salisbury dan Ross (1992) menyatakan bahwa peran utama nitrogen bagi tanaman adalah untuk membentuk sdsel b m sehingga pertumbuhan vegetatif tanaman seperti batang, cabang dan daun tetap dapat berlangsung. Selain genetik, pengataan hara dalam media maupun pemberian hormon atau zat pengatur tumbuh, faktor lingkungan juga berperan penting dalam pertumbuhan dan pembungaan suatu tanaman. Faktor lingkungan yang berpengaruh pada pertumbuhan
dan pembungaan suatu tanaman yaitu suhu dan fotoperiode. Perlakuan suhu dan fotoperiode dapat merangsang perhmbuhan vegetatif tanaman seperti akar, batang dan daun selain menginduksi pembungaan (Nitsc et al, 1970). Fotoperiode (bagian dari cahaya) dan suhu merupakan fakior-faktor yang langsung mempengaruhi fotosintesis yang berguna untuk pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman (Gardner et al, 1991). Pemberian nitrogen pada suhu dan fotoperiode yang sesuai berpengamh nyata dan sangat nyata terhadap kecepatan tumbuh daun baru dan jumlah daun gloxinia. Kecepatan tumbuh daun baru tertinggi diperoleh dari perlakuan nitrogen l x dengan rata-rata 1.50 MST. Hal ini diduga bahwa nitrogen tersedia dalam jumlah yang cukup dalam media sehingga dengan rangsangan faktor lingkungan dapat memacu pembetukan d a m tanaman dibandingkan dengan perlakuan nitrogen lainnya (1/5x,
1110~dan 1120~).Munculnya daun juga sangat berhubungan dengan tunas yang dihasilkan. Nitrogen dapat meningkatkan pembentukan tunas yang akan berkembang menjadi daun. Perlakuan nitrogen l x pada suhu dan fotoperiode meningkatkan jumlah daun gloxinia hingga 6 MST dan pada 8 MST jumlah daun gloxinia mulai menurun. Ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan tumt merangsang aktivitas nitrogen pada tanaman. Dengan rangsangan faktor lingkungan tanaman mampu meresponi pemberian nitrogen. Pembentukan Kalus Secara umum semua perlakuan dalam peneiitian ini, baik perlakuan GA3 dan sukrosa, nitrogen dan fosfor serta nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai dapat rnembentuk kalus pada planlet gloxinia, namun tidak sernua kalus dapat membentuk tunas. Kalus terbentuk pada bagian akar dan daun gloxinia. Turnbuhnya kalus disebabkan ada bagian yang terpotong sehingga Sagian potongan itu mernbentuk kalus, selain itu kalus juga terbentuic akibat daun menyentuh media perlakuan. Pada media induksi pembungaan, tidak diharapkan pembentukan kalus pada kultur karena kalus akan berkembang mernbentuk organ vegetatif. Menumt Suryowinoto (1996), setelah terjadi kalus pada eksplan, kalus mengadakan proliferasi dan tumbuh dengan sangat cepat pada sel meristem serta membentuk tunas dan akar. Pada Percobaan 1, semakin tinggi konsentrasi GA3, persentase kultur berkalus
akan rnenurun. Demikian juga sernakin tinggi konsentrasi sukrosa menyebabkan persentase kalus yang terbentuk semakin tmun. Persentase kalus tertinggi mencapai 66.7% yaitu pada perlakuan GA:, 6 mgll dengan sukrosa 30 g/l. Ini menunjukkan bahwa GA3 dan sukrosa m e ~ p a k a nzat pengatur tumbuh dan karbohidrat yang dapat merangsang pernbentukan katus pada tanaman. Menurut Wattimena (1992), pemberian giberelin yang dikombinasikan dengan auksin dapat membentuk kalus, namun pertumbuhannya h a n g baik. George dan Sherrington (1984) juga menyatakan bahwa kehadiran sukrosa berperan penting dalam kultur kalus. Konsentrasi sukrosa
2-4% merupakan konsentrasi yang optimum untuk pembentukan kalus. Selain perlakuan GA3 dan sukrosa, terbentuknya kalus pada Percobaan 1 tejadi karena media perlakuan mengandung BAP dan IAA yang mempakan sitokinin dan auksin yang banyak digunakan untuk merangsang pembentukan kalus. Pada Percobaan 2 dan 3 dengan perlakuan nitrogen dan fosfor, persentase pembentukan kalus dapat mencapai 100%. Pemberian nitrogen pada kultur dapat merangsang pembentukan kalus. Menurut Ernawati (1992), pemberian N&+ dapat membentuk kalus pada Betula pendula, namum pertumbuhannya sangat lambat, sebaliknya NO3- dalam keadaan sendirian dapat mendukung kalus yang lebih baik dari pada kombinasi N&+ dan NO<. Kalus yang terbentuk umumnya berwama hijau kekuningan, putih, putih kemerahan dan coklat. Hal ini diduga kalus yang benvama putih, putih kemerahan dan hijau kekuningan menunjukkan sel-sel muda yang masih aktif membelah, sedangkan kalus yang benvama coklat mempakan sel-sel yang tidak aktif membelah clan kemungkinan mengandung senyawa fenol. Induksi Pembungaan
Pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan mempakan peristiwa-peristiwa penting pada suatu tanaman. Proses-proses ini dikendalikan oleh faktor genetik, hormon atau zat pengatur tumbuh, hara maupun faktor lingkungan seperti suhu dan fotoperioda.
Pembungaan
merupakan
peristiwa
tejdiya
perubahan
pola
pertumbuhan dan perkembangan dari proses vegetatif menjadi generatif, yang dipengamhi dan dikendalikan oleh interaksi genetik dengan lingkungan. Menurut Scorza (1982) bahwa proses pembungaan mempakan perkembangan individu tanaman dan penggabungan ulang sifat-sifat genetik. Faktor yang berperan dalam induksi pembungaan meliputi faktor genetik, hormon dan faktor iklim seperti suhu dan fotoperioda yang hasilnya dapat menekan gen-gen pertumbuhan dan mengaktifkan pembungaan (Chaari-Rkhis et al, 2006).
Hail penelitian membuktikan bahwa pemberian giberelin (GA3) dan sukrosa, nitrogen dan fosfor serta nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai belum dapat menginduksi pembungaan gloxinia. Belum terinduksinya bunga gloxinia karena pertumbuhan vegetatif masih berlangsung. Menurut Hajadi (1996), apabila proses vegetatif iebih lama dari proses generatif maka tanaman akan kekar dan pertumbuhan vegetatif sangat tinggi. Selain itu ada beberapa faktor seperti komposisi media, eksplan atau genetik tanaman dan lingkungan turut mempengamhi sehingga belum terinduksinya pembungaan suatu tanaman, bahkan ketika diperlakukan dengan kondisi-kondisi yang mendukung untuk pembungaan. Pembentukan bunga secara in vitro sangat ditunjang oleh komposisi media yang digunakan. GA3 merupakan zat pengatur tumbuh dan salah satu bahan penyusun media perlakuan induksi pembungaan gloxinia dalam penelitian ini. Beberapa peneliti melaporkan bahwa GA3 pada media dapat digunakan untuk menginduksi pembungaan secara in vitro pada beberapa species tanarnan. Brooking dan Cohen (2002); Zhang dan Leung (2002) melaporkan baliwa giberelin mempunyai peran di dalam proses pembungaan. Menurut Chaari-Rkhis et a1 (2006) pemberian GA 10 mg/l dapat menginduksi pembungaan tanaman zaitun (Olive) secara in vitro. Ben-Nissan et a1 (2004) memb~ktikanbahwa ekspresi GIPl (suatu protein yang dipengaruhi oleh GA3) dapat merangsang pembungaan Petunia hybryda bersamaan dengan pemanjangan sel. Pertumbuhan dan pembungaan Philodendron dapat meningkat dengan pemberian konsentrasi GA3 dari 125 mg/l hingga 1.000 mgll (Chen et al, 2003). Belum terinduksinya bunga gloxinia secara in vitro disebabkan karena penggunaan konsentrasi GA3 belum tepat sehingga tanaman terhambat untuk masuk dalam fase generatif. Giberelin merupakan hormon tumbuh yang berperan pada proses pembungaan, namun pada tanaman-tanaman tertentu gibereiin bersifat menghambat pembungaan. Diduga bahwa pemberian giberelin pada gloxinia dengan tujuan untuk pembungaan justru pembungaan.
mengaktifian
pertumbuhan vegetatif dan
menghambat
Induksi pembungaan juga dipengaruhi konsentrasi karbohidrat di dalam media perlakuan. Penyediaan karbohidrat dari media sangat diperlukan karena aktivitas fotosintesis dalam jaringan in vitro berlangsung sangat rendah akibat rendahnya intensitas cahaya, pertukaran gas terbatas dan kelembaban relatif rendah. Sukrosa merupakan sumber karbohidrat yang dapat diberikan untuk menginduksi pembungaan secara in vitro. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan sukrosa di dalam media dapat menginduksi pembungaan suatu tanaman. Tanimoto dan Harada (1981) melaporkan bahwa sukrosa dan glukosa mempengaruhi bunga di dalam induksi pembungaan Toreniafournieri sedangkan fruktosa dapat mencegah pembungaan pada konsentrasi-konsentrasi rendah dan hanya sedikit bunga yang terbentuk. Respon pembungaan akan meningkat dengan meningkatkannya konsentrasi-konsentrasi sukrosa dan glukosa sampai dengan 50 g/l. Menurut Tiburcio et a1 (1988) b&wa sukrosa lebih baik dari pada glukosa di dalam mempengaruhi pembungaan Nicotiana tabacum kultur-kultur TLC. Franklin et a1 (2000) melaporkan bahwa frekuensi dan efisiensi pembungaan secara in vitro pada tanaman Pisum sativum lebih tinggi dengan penambahan sukrosa 30 g/l pada media dibandiigkan dengan sukrosa 15 g/l dan 50 g/l. Pemberian sukrosa dalam penelitian ini belum menginduksi keluarnya bunga gloxinia. Diduga bahwa konsentrasi sukrosa yang diberikan belum tepat sehingga gloxinia belum mampu menginctuksi bunga. Sukrosa juga dapat diberikan bersamaan dengan GA3 dalam menginduksi pembungaan. Menumt Levy d m Dean (1998), perlakuan GA saja tidak memberikan pengaruh, perlakuan sukrosa saja menghasilkan sedikit peningkatan, sedangkan jika keduanya diberikan secara bersamaan dapat memberikan pengaruh yang sinergis. Dewir et a1 (2007) melaporkan bahwa GA3 10 mg/l dan sukrosa 3 atau 6% dapat menginduksi 83-85% bunga Spathiphyllum. Penambahan sukrosa pada giberelin di dalam penelitian ini juga tidak berpengaruh banyak terhadap pembungaan gloxinia sekalipun diberikan dalam konsentrasi rendah. Menurut Taiz dan Zeiger (2002) bahwa pembungaan diakibatkan oleh interaksi-interaksi yang sulit dipisahkan antara pendorong dan penghambat pembungaan. Joseph et a1 (1985) menemukan suatu bukti
keberadaan suatu faktor yang sifatnya mencegah pembungaan di dalam akar tanaman Chicoly dan untuk menghilangkan melalui pendinginan. Samanhudi (2006) mengatakan bahwa aplikasi GA jarang efektif untuk menginduksi pembungaan pada tanaman short-day. Dengan kondisi ini mungkin perlu diberikan zat lain atau hormon pengbambat pertumbuhan vegetatif sehingga pembungaan dapat tejadi. Nitrogen dan fosfor juga dapat digunakan untuk menginduksi pembungaan secara in vitro pada suatu tanaman. Nitrogen dan fosfor merupakan unsur-unsur yang terlibat langsung dalam proses pertumbuhan, perbanyakan maupun pembungaan secara in viho. Menurut Wattimena e f a[ (1992), nitrogen berperan dalam mempengaruhi kecepatan perhmbuhan suatu tanaman. Dickens dan Van-Staden (1988) menyatakan bahwa nitrogen yang terkandung di dalam NH4N03 dan KN03 dapat menginduksi pembungaan Kalanchoe secara :H vitro. Menurut Ignacimuthu et al (1997) bahwa pengurangan sebagian NH4N03 dari medium MS dapat menginduksi jumlah bunga yang maksimum seperti pada tanaman Vigna mungo. Kostenyuk et a1 (1999) melaporkan bahwa penggunaan medium dengan nitrogen rendah saja tidak mampu untuk menginduksi bunga. Fosfor berperan dalam pembentukan gula atau karbohidrat di dalam tanaman yang sangat dibutuhkan untuk proses pembungaan. Penggunaan nitrogen dengan konsentrasi rendah (1120 konsentrasi nitrogen dari komposisi MS) dan fosfor dengan konsentrasi tinggi (5x konseatrasi fosfor dari komposisi MS) dapat menginduksi pembungaan Cymbidium niveo-marginatum Mak sebanyak 97% setelah 3 bulan (Kostenyuk et al, 1999). Nitrogen dengan konsentrasi rendah dan foafor dengan konsentrasi tinggi hingga akhir penelitian rnasih belum dapat menginduksi keluarnya bunga gloxinia dan diduga dengan penggunaan konsentrasi nitrogen dan fosfor ini belum dapat menekan pertumbuhan vegetatif sehingga tanaman tetap aktif membentuk organ-organ vegetatif dan menghambat pertumbuhan generatif. Belum terbentuknya bunga gloxinia dapat dipengaruhi oleh rendahnya konsentrasi kalium akibat turunnya konsentrasi nitrogen di dalam media (Tabel 1 dan
2). Kaliurn juga merupakan unsur yang berperan penting dalarn proses fotosintesis.
Menurut Hew dan Yong (1996), fotosintesis akan menghasilkan asimilat untuk pembungaan suatu tanaman. Diduga dengan rendahnya kalium, jumlah asimilat untuk pembungaan berkurang. Gardner et a1 (1991) juga menyatakan bahwa kalium banyak diserap selama pertumbuhan vegetatif sehingga sedikit yang ditransfer ke buah dan biji. Selain itu, selama penelitian berlangsung terjadi kontaminasi yang cukup tinggi. Pertumbuhan yang terganggu akibat kontaminasi mungkin saja dapat mendorong tanaman tidak efektif menyerap semua hara yang diberikan untuk proses pembungaan. Diduga bahwa pemberian hara berupa nitrogen dan fosfor justru digunakan untuk memperbaiki jaringan-jaringan yang rusak akibat kontaminasi tersebut sehingga proses pembungaan terhambat. Salisbury dan Ross (1992) mengatakan bahwa peran nitrogen dan fosfor bagi tanaman adalah untuk membentuk sel-sel baru dan jaringanjaringan muda sehingga pertumbuhan vegetatif seperti batang, cabang dan daun tetap dapat berlangsung. Genetik dan lingkungan juga merupakan faktor yang turut mempengaruhi pembungaan suatu tanaman. Genetik merupakan faktor internal yang tidak dapat dirnanipulasi sedangkan lingkungan dapat dimanipulasi dengan pemberian zat pengatur tumbuh, unsur-unsur hara maupun pengaturan suhu dan fotoperioda sehingga dapat merangsang keluarnya bunga. Selain penggunaan zat pengatur tumbuh dan hara, tanaman memerlukan waktu yang lama untuk berbunga. Sebenarnya waktu yang lama ini dibutuhkan oleh tanaman untuk menyelesaikan fase vegetatifnya dengan sempurna dan selanjutnya masuk pada fase pembungaan. Tanaman gloxinia memerlukan waktu
3-4 bulan untuk menghasilkan bunga. Selain itu, menurut Kartini (2002) gloxinia memerlukan waktu sekitar 10 bulan dari semai bibit untuk dapat berbunga. Damayanti et a1 (2007) mengatakan bahwa setiap genotip tanaman memiliki respon pertumbuhan
yang berbeda meskipun diturnbuhkan pada media yang sama. Suhu dan fotoperiode merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi pembungaan suatu tanaman. Pengaturan suhu siang dan malam serta fotoperiode sangat membantu tanaman untuk melaksanakan fase generatifnya. Diduga pada percobaan 1 dan 2 tanpa perlakuan suhu dan fotoperiode sehingga gloxinia tidak
mampu diinduksi ke arah fase generatif sekalipun didukung oleh pemberian hormon atau zat pengatur tumbuh giberelin yang dapat mengganti kondisi dingin pada tanaman, sukrosa yang dihubungkan dengan cahaya pada tanaman serta hara yang berfungsi untuk pembungaan. Dengan kondisi ini tanaman cenderung untuk tetap melakukan proses pertumbuhan vegetatifnya. Pada percobaan 3 dengan pengaturan suhu dan fotoperiode tanaman dapat efektif mengakumulasi pemberian hara nitrogen maupun fosfor, walaupun pembungaan belum terjadi. Diduga pengaturan suhu dan fotoperiode dapat memberikan suatu rangsangan sehingga tanaman gloxinia dapat melaksanakan fase vegetatif dan siap masuk pada fase generatifnya.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Penganih GA3 serta interaksi antara GA3 dan sukrosa berpengaruh secara nyata
terhadap jumlah daun total. Perlakuan GA3 dan sukrosa tidak berpengaruh nyata terhadap peubah persentase tumbuh, kecepatan tumbuh tunas baru, kecepatan tumbuh daun baru dan jumlah tunas. Pemberian GA3 dan sukrosa belum dapat menginduksi pembungaan gloxinia sampai 14 MST. 2. Pemberian nitrogen pada berbagai konsentrasi berpenganih secara nyata terhadap
jumlah daun total. Pengaruh nitrogen dan fosfor pada berbagai konsentrasi serta interaksi antara nitrogen dan fosfor tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati. Perlakuan nitrogen dan fosfor juga belum dapat menginduksi pembungaan gloxinia sampai 10 MST. 3. Perlakuan nitrogen dan fosfor pada suhu clan fotoperiodisitas yang sesuai
berpengaruh secara nyata dan sangat nyata terhadap kecepatan tumbuh daun baru, jumlah tunas dan jumlah dam total. Pengaruh nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai tidak berpenganih nyata terhadap persentase tumbuh dan k e c e p a h tumbuh tunas baru. Pemberian nitrogen dan fosfor pada suhu dan fotoperiodisitas yang sesuai belum dapat menginduksi pembungaan gloxinia sampai 8 MST. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pemberian zat penghambat perhmbuhan vegetatif serta perlakuan suhu dan fotoperiodisitas untuk menginduksi pembungaan gloxinia secata in vifro.
DAFTAR PUSTAKA Adams CR, Early MP. 2004. Principle of Horticulture Fourth Edition. Elsevier Butterworth-Heinemann Burlington. 251p. Ben-Nissan G, Lee JY, Borohov A, Weiss D. 2004. GIP, Petunia hybrida GA-Induced cysteine-rich protein: A possible role in shoot elongation and transition to flowering. The Plant J. 37(2): 229-238. Bemier G, Havelanga A, Houssa C, Petitjean A, Lejeune P. 1993. Physiological signals that induceflou~ering.Plant Cell 5: 1147-1 155 Bernier G, Kinet JM, Sachs RM. 1985. Transition to reproductive growth. 1-90 p In: The Physiology of Flowering. Volume 11. CRC Press Inc. Florida. Bonar A. 1992. The Complete Guide to Conservatory Plants. Collin & Brown 688 p. Brooking IR, Cohen D. 2002. Gibberellin-induced flowering in small tubers of Zantedeschia 'Black Magic'. Sci Horti 95:63-73 Chaari-Rkhis A, Maalej M, Messaoud OS, Drira N. 2006. In vitro vegetative growth and flowering of olive tree in response to GA3 treatment. African Journal of Biotechnology Vol. 5 (22), p. 2097-2302. Chen J, Henny RJ, McConnell DB, Cadwell RD. 2003. Gibberallic acid affect growth and flowering of Philodendron 'Black Cardinal'. Plant Growth Regulation. 41 (I): 1-6. Crockett JM. 1974. Flowering House Plants. Time Life Books. New York. 160 p Damayanti DS. 2007. Regenerasi Pepaya Melalui Kultur In Vitro. J 3(2) : 49-54.
d Agrobiogen
Davies JP. 1995. Plant Hormones. Physiology, Biochemistry and Molecular Biology. 2"d edition. Kluwer Academic Publishers. Netherlands. 66-97 De Vertuil A, Burton V. 1984. House Plant. wcas.
Reunidas. Madrid. 144 p.
Dewir YH, Chakrabarty D, Ali MB, Singh N, Hahn EJ, Paek KY. 2007. Influence of GA?. sucrose and solid medium/biorector cultur in vitro, flowering of ~ ~ a t h i ~ h ~and l l uassociation m of glutathi metabolism. Plant cell, issuea and Organ Cultur. Vol90 p 225-235 . Springer Netherlands
Dickens CWS, Van Staden J. 1988. The in vitro flowering of Kalanchoe blossfeldiana Poellniz. 1. Role of Culture conditions and nutrients. J Exp Bot 39: 461-471. Emawati A. 1992. Produksi Senyawa-Senyawa Metabolit Sekunder Dengan Kultur Jaringan Tanaman. Hal 169-218 dalam Wattimena GA, ed. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas. lnstitut Pertanian Bogor. Bogor. 309 hal. Franklin G, Pius PK, Ignacimuthu S. 2000. Factors affecting in vitro flowering dan fruiting of green pea (Pisum sativum L.). Euphytica 115 : 65-73. Kluwer Academic Publishers. Netherlands. Gamborg OL, Shyluk JP. 1981. Nutrition Media and Characteristics of Plant Cell and Tissue Culture. p.21-41. In: Thrope (Ed). Plant Tissue Culture Methods and Applications in Agriculture. Academic Press. San Fransisco. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.H. Susilo, penerjemah, Jakarta: UI Press. 428 hal. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissz~eCulture. Exegetics Ltd. England. 709 p. Goh CJ, Arditti J. 1982. Orchidaceae. In: Halevy AH, ed. Handbook of flowering. CRC Press. Boca Raton. p. 309-336. Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB, Bogor. 165 hal. Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utarna. Jakarta. 197 hal. Harney PM. 1982. Tissue culture propagation of some herbaceous horticulturalplant. In D. T. Tomes, ed. Application of Plant Cell and tissue Culture to Agriculture and Industry. Guelph: The University of Guelph. Hendaryono DPS, Wijayani A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif -Modem. Kanisius. Yogyakarta. 139 hal. Hew CS, Clifford PE. 1993. Plant growth regulators and the orchid cut flower industry. Plant Growth Regulation 13: 231-239. Hew CS, Yong JWH. 1996. Physiology of Tropical Orchids in Relation To The Industry. World Scientific Publishing Co. Singapore. 331p.
Hooley R. 1994. Gibberellins : perception, transduction and responses. Plant Molecular Biology 26: 1529-1555. Ignacimuthu S, Franklin G, Melchias G. 1997. Multiple shoot formation and in vitro fruiting of Vigna mungo L. Hepper. Curr Sci 73: 733-73 Soudain P, CBme D. 1985. The effect of cold, anoxia and ethylene Joseph C, Billot .I, on the flowering ability of buds of Cichorium intybus. Physiol Plant 65: 146150 Kartini. 2002. Gloxinia. Buletin Forum Florikultura Indonesia 9. Kostenyuk, BJ. 1999. Induction of Early Flowering in Cymbidium niveo-marginaturn Mak. Horticulture Science 19: 1-5 Lang GA. 1952. Physiology of Flowering. Annual review of plant physiology. 3: 305306. Larouse. 1995. Complete Guide to Indoor Plant : the most complete and practical colour guide to over 500 conservatory & indoor plant. Larouse pcl. 144 p. Levy YY, Dean C. 1998. The transition to flowering. Plant Cell 10: 1973-1989. Mattjik AA. Surnertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS dan Minifab. P B Press, Bogor. 282 hal. McDaniel CN, King RW, Evans LT. 1991. Floral determination and in vitro floral differentiation in isolated shoot apices of Lilium temulentum L. Planta 185: 9-16 McHoy P. 1995. The complete House Plant Book :the essential guide to successfit1 indoor gardening. Anness Publishing, Ltd. London. 256 p. Meilan R. 1997. Floral induction in woody angiosperms. New Forests 14: 179-202 Nitsch JP, Nitsch C, Rossini L, Ringe F, Harada H. 1970. Cellular and Molecular Aspects of Floral Induction. Longrnan, London p 369-382. Pidkowich MS, Klenz JE, Haughn GW. 1999. The making of a flower: Control of floral meristem identity in Arabidopsis. Trends in Plant Science 4(2): 64-70. Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plant. Martinus Nijhaoff Publisher Dordrecht. Boston. Lancaster. 344 p
Rahmi. 2007. Perbanyakan cepat Gloxinia speciosa melalui kultur daun. Engineering Center UI. http://www.enpineerin~-center.net[26 Jan 20071. Rappaport L, Wittwer SH. 1956. Stimulation of flowering by vernalization of endive seedlings. A preliminary report. Proc Am Soc Hortic Sci 67:438-439 Ratcliffe OJ, Riechmann JL. 2002. Arabidopsis transcription factors and the regulation of flowering time: a genomic perspective. C m . Issues Mol. Bio. 4: 77-91 Ryugo K. 1990. Flowering and Fruit Set in Temperate Fruit trees. In: Off-season production of horticultural crops. Proc. International Seminar. Taiwan. p. 2126. Salisbury FB, Ross CW. 1992. Plant Physiology 111; 4th edition. Wadsworth Publishing Co., Inc. 343 hal. Samanhudi. 2006. Studi Pembungaan dan Isolasi Gen Apetala 1 pada Kakao (Theobroma cacao L.). [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasajana, IPB. Scorza R. 1982. In Vitro Flowering. In: J Janick, ed. Horticultural Reviews. Vol. 4. Avi Publishing Company, Inc. Westport Connecticut. 106-127 p. Suryowinoto M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In vitro; cet. Ke-4. Kanisius. Yogyakarta. 252 hal. Syaf%. 2006. Induksi Keragaman Genetik Gloxinia (Siningia speciosa. Benth) melalui Radiasi Sinar Gamma. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasajana, IPB. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plontphysiology, 3rd edn. Sinauer Associates Inc., Publishers, Sunderland. 690 p. Tanimoto S, Harada H. 1981. Effects of 1.4.4, zeatin, ammonium nitrate and sucrose on the initiation and development of floral buds in Torenia stem segments cultured in vitro. Plant Cell Physiol22: 1553-1560. Taylor NJ, Light ME, Van Staden J. 2007. Monosaccharides promote flowering in Kniphofa leucocephala in vitro. Plant Growth Regulator 52: 73-79. Tiburcio AF, Kaur-Sawhney R, Galston AW. 1988. Polyamine biosynthesis during vegetative and floral bud differentiation in thin layer Tobacco tissue cultures. Plant Cell Physiology 29: 1241-1249
Vaz APA, Figueiredo-Ribeiro R, Kerbauy GB. 2004. Photoperiod and temperature effects on in vitro growth and flowering of Psygmorchis pusilla, an epiphytic orchid. Plant Physiology an Biochemistry 42: 41 1-415 Wahyurini E. 2002. Stimulasi Pertumbuhan dan Perkembangan Beberapa Kultivar Lily (Lilium longiflorum) dengan Aplikasi GA3 dan Paclobutrazol. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Wang GY, Yuan MF, Hong Y. 2002. In Vitro Flower Induction In Roses. In Vitro Cell. Dev.BioL -Plant 38: 513-518 Wattimena GA. 1988. Zat Pengatur Tumbuh. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB, Bogor. 145 hal. Wattimena GA. 1992. BioteLnologi Tanaman. Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi. IPB, Bogor. 309 hal. Weaver JR. 1972. Plant Growth Substance in Agriculture. W.H. Freeman and Company. San Fransisco. p 181-212. Wiendi NMA, Gunawan LW, Wattimena GA. 1992. Perbanyakan Tanaman. Hal 12-104 dalam Wattimena GA, ed. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 309 hal. Wood. 1982. A@ican violet will bloom for month. p 14-15. In Barbara Mathews, ed. New Zealand Gardener. New Zealand: Deslendes, Ltd. Wuryaningsih S, Sutater T. 1993. Pengaruh ZPT dan Pupuk N terhadap pertumbuhan dan Produksi Bunga Krisan Standart Warna Putih. Buletin Penelitian Tanaman Hias 1: 47-56 Yursak Z. 2003. Induksi Pembungaan Nomor-Nomor Persilangan Interspesifik Lily (Lilium spp) melalui Aplikasi Giberelin dan M o d i f h i Fotoperiodisitas. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB. Zhang Z, Leung D. 2002. Factors influencing the growth of micropropagated shoots and in vitro flowering of gentian. Plant Growth Regul36:245-251
Lampiran 1. Komposisi Media Murashige Dan Skoog (1962)
Stok
Bahan
B
KNo3 mpo4 H3B03 KI Na2Mo04.2H20 CoC12.6H20 CaC12.2H20 MgS04.7H20 MnS04.4H20 ZnS04.7H20 CuS0~,.5H20 Na2EDTA.2H20 FeS04.7H20 Myo-Inositol Thiamine Niacin Pyridoksine Glycine Gula
.
C D E
F Myo Vitamin
d
E
I
Konsentrasi Larutan
Volt. I
' '
Konsentrasi
.
95.000 34.000 1.240 0.166 0.050 0.005 88.000 74.000 4.460 1.720 0.005 3.730 2.780 10.000 0.010 0.050 0.050 0.200 30.000 5.7 - 5.8
20 5 5 5 10
10
1900.000 170.000 6.200 0.830 0.250 0.025 440.000 370.000 22.300 8.600 0.025 37.300 27.800 100.000 0.100 0.500 0.500 2.000