INDONESIAN URBAN TRANSPORT INSTITUTE PEMETAAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI BARANG KOTA JAKARTA
Nahry Yusuf
Working Paper 02 Mei 2014 IUTRI
[email protected] www.iutri.org
WP-02
PEMETAAN
PERMASALAHAN
TRANSPORTASI
BARANG
KOTA
JAKARTA
Nahry Yusuf Indonesian Urban Transport Institute PENDAHULUAN Di dalam jaringan Sistem Logistik Nasional (Indonesia), kota menjadi focal point bagi konektivitas regional , nasional maupun internasional. Kota menjadi pusat distribusi yang menghubungkan pusat-pusat produksi dengan titik-titik akhir pemasaran produk. Selain itu, kota juga menjadi pusat konsumsi utama, sehingga peran kota di dalam sistem logistik semakin kompleks. Kota Jakarta, sebagai ibukota negara dan pusat kegiatan ekonomi nasional, serta menjadi salah satu titik simpul Koridor Ekonomi Jawa dalam MP3EI, sangat jelas memiliki kompleksitas di dalam permasalahan logistiknya, khususnya di dalam aktivitas transportasi barang. Akibat meningkatnya kegiatan distribusi barang, tidak dapat dihindarkan bahwa transportasi barang antar kota maupun dalam kota telah memberi beban tambahan bagi sistem transportasi kota Jakarta. Di sisi lain, Pola Transportasi Makro yang sudah dikembangkan oleh Pemerintah DKI Jakarta (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro) terlihat belum memberikan porsi yang cukup di dalam mengakomodasi pergerakan transportasi barang. Akibatnya, Jakarta yang saat ini menghadapi beban berat di dalam menyelesaikan masalah transportasi penumpangnya (passenger transport) juga harus berupaya untuk mengatasi konflik antara kendaraan angkutan barang dengan kelompok pemangku kepentingan lainnya yang terlibat di dalam mobilitas kota. Upaya komprehensif mutlak diperlukan, yaitu dengan mengintegrasikan upaya terhadap kedua sub sistem transportasi tersebut demi mencapai transportasi kota yang berkelanjutan. Logistik kota diwarnai oleh kegiatan yang mayoritas melibatkan sektor swasta. Sektor swasta umumnya hanya memperhatikan biaya operasional internal mereka, dan tidak memberi perhatian pada biaya sosial (social cost) yang diakibatkan olehnya. Di sisi lain, peran pemerintah (sektor publik) sesungguhnya sangat vital karena terkait dengan penyediaan infrastruktur serta kebijakan dan regulasi yang terkait dengan pergerakan tersebut. Upaya pengaturan logistik yang dilakukan oleh sektor swasta secara individu umumnya hanya berdampak pada pelaku usaha itu saja dan tidak berdampak signifikanterhadap kota. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah kota dalam bentuk perencanaan dan kebijakan transportasi barang kota diharapkan dapat
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
1
WP-02
memberikan dampak yang lebih luas terhadap kota. Keberhasilan dari perencanaan ini dapat dicapai bila perencanaan dan kebijakan didasari atas kepentingan bersama diantara semua pemangku kepentingan sehingga produk perencanaan yang dihasilkan mampu menarik pihak swasta untuk berkontribusi secara kolektif dalam sistem transportasi kota yang berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah perlu memperhatikan dengan seksama seluruh komponen biaya sosial serta interaksi antara supply dan demand dari logistik kota, dan selanjutnya menempatkan sektor swasta sebagai partner di dalam perencanaannya. Upaya komprehensif penataan logistik kota memerlukan pengetahuan awal tentang karakteristik dan pola pergerakan angkutan barang dalam kota. Selain itu, diperlukan pula pengetahuan tentang perangkat regulasi serta kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yang terkait dengan pengaturan pergerakan angkutan barang. Berdasarkan informasi dan data tersebut, dapat dilakukan kajian lebih lanjut terkait dengan perencanaan transportasi barang kota yang lebih komprehensif.
POLA PERJALANAN DAN KARAKTERISTIK TRANSPORTASI BARANG DALAM KOTA Berdasarkan UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan , Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas angkutan barang umum dan angkutan barang khusus. Angkutan barang umum dan khusus ini menggunakan plat kuning serta terdaftar pada Dinas Perhubungan propinsi. Angkutan barang umum dimiliki oleh penyedia jasa angkutan barang (yang berbentuk perusahaan atau koperasi) dan sifatnya adalah melayani kebutuhan pengguna jasa angkutan barang, dengan memungut bayaran. Angkutan barang umum ini berbeda dengan angkutan barang yang dimiliki secara individu pelaku usaha, dimana angkutan barang milik individu ini melayani kebutuhan transportasi barang miliknya sendiri. Di dalam logistik kota Jakarta, kedua jenis angkutan barang ini ada dan bercampur dalam sistem logistik kota. Pemerintah bertanggung jawab atas penyelenggaraansistem angkutan barang umum dan menjamin ketersediaannya. Secara garis besar, pola perjalanan angkutan barang kota Jakarta digambarkan pada Gambar 1. Perjalanan terdiri dari perjalanan primer dan sekunder.Perjalanan primer merupakan perjalanan point to point yang ditandai dengan penggunaan kendaraan (truk) besar. Perjalanan primer di dalam kota ini bisamerupakan bagian dari suatu perjalanan utama yang titik asal dan/atau titik tujuan perjalanan primer ini berada di luar Jakarta. Selain itu, perjalanan primer ini juga didominasi oleh perjalanan truk dari pusat-pusat industri di dalam atau luar kota Jakarta menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Bandara Soekarno Hatta maupun Stasiun Kereta Api, atau sebaliknya. Adapun perjalanan
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
2
WP-02
Sekunder ditandai oleh penggunaan kendaraan truk sedang dan kecil , dengan jarak tempuh yang relatif pendek , serta perjalanan ini masuk ke dalam jaringan jalan dalam kota menuju/dari pusat-pusat bisnis dan perdagangan. Selain berbentuk perjalanan point to point, perjalanan sekunder ini juga seringkali berbentuk multi-drop.
Gambar 1. Pola pergerakan transportasi barang kota Jakarta
Berdasarkan karakteristik aktivitasnya, baik perjalanan primer maupun sekunder dibedakan atas aktivitas di rute perjalanan (en-route) dan aktivitas di titik henti (endpoint).Aktivitas en-route diwarnai oleh pergerakan kendaraan angkutan barang di dalam arus lalu lintas.Karena dimensinya yang relatif lebih besar sehingga menempati ruang jalan yang lebih besar serta pergerakannya yang relatif lebih lambat mengakibatkan aktivitas en-route dari angkutan barang berdampak tinggi terhadap kinerja arus lalu lintas di ruas jalan.Sementara itu, aktivitas end-pointangkutan barang berhubungan dengan kegiatan parkir, bongkar muat serta pengantaran barang (goods conveyance) di titik pengiriman (delivery point). Kegiatan end-point ini umumnya membutuhkan waktu yang cukup lama serta ruang yang besar, sehingga dampaknya terhadap arus lalulintas pun cukup tinggi. Perjalanan Primer Aktivitas En-Route
Perjalanan primer angkutan barang kota Jakarta utamanya berpusat di pelabuhan Tanjung Priok, khususnya Jakarta International Peti kemas Terminal (JICT) dan melibatkan kegiatan ekspor impor barang dari / ke kawasan-kawasan industri atau pabrik-pabrik yang ada di Jakarta ataupun di luar Jakarta, yaitu daerahdaerah di sebelah timur, barat dan selatan Jakarta. Selain itu, perjalanan primer ini juga melibatkan perjalanan through trips , dimana titik asal dan tujuan dari perjalanan tersebut adalah wilayah di luar Jakarta. Perjalanan primer ini dilakukan melalui IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
3
WP-02
rute-rute khusus, yaitu melalui ruas jalan tol dalam kota JIUT (Jakarta Intra Urban Tollway) maupun jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) serta beberapa ruas jalan arteri, antara lain Jalan Yos Sudarso, Jalan Cakung Cilincing , Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan I Gusti Ngurah Rai (Gambar 2). Perjalanan primer ini membentuk tiga koridor, yaitu koridor Barat (arah Tangerang – Jakarta), koridor Timur (arah Bekasi – Jakarta) dan koridor Selatan (arah Depok/Bogor – Jakarta). Sementara itu, perjalanan primer ini juga melibatkan angkutan peti kemas yang pergerakannya diatur oleh SK Dirjen Perhubungan Darat no AJ.306/1/5 Tahun 1992 (Perubahan : no.SK. 538/AJ.306/DJPD/2005), yang mengatur ruas-ruas jalan yang boleh dilalui angkutan peti kemas antara Tanjung Priok - Cilegon , Tanjung Priok - Bogor , Tanjung Priok – Cirebon, dan Tanjung Priok – Pulo Gadung. Gambar 3 memperlihatkan komposisi kendaraan berat yang melewati ruas jalan tol JIUT maupun JORR, yang dibedakan atas kendaraan yang memiliki asal/tujuan Pelabuhan Tanjung Priok dan kendaraan berat yang asal/tujuannya bukan Pelabuhan Tanjung Priok. Data itu diambil pada tahun 2011, sebelum diberlakukannya larangan kendaraan truk menggunakan jalan tol dalam kota pada siang hari. Terlihat bahwa komposisi kendaraan berat dari arah Bekasi menuju Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 15% (yaitu 157 kend/jam) dari total kendaraan berat dari Timur, sementara dari arah Bogor komposisi kendaraan berat yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok adalah 9% (48 kend/jam) dari total kendaraan berat dari arah Selatan. Sedangkan komposisi kendaraan berat dari arah Tangerang yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok adalah hanya 2% (12 kend/jam).
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
4
WP-02
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2011
Gambar 2. Rute Perjalanan Primer Angkutan Barang Jakarta
Sumber : Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2011
Gambar 3. Komposisi Kendaraan Berat Menuju/Dari Tanjung Priok (pada saat sebelum pelarangan kendaraan berat masuk jalan tol dalam kota, tahun 2011)
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa mayoritas kendaraan berat dari luar Jakarta yang menuju Pelabuhan Tanjung Priok adalah berasal dari arah Bekasi.Hal ini diperkirakan disebabkan titik-titik titik titik utama produksi / konsumsi di propinsi Jawa Barat bagian Timur dan Jawa Tengah menggunakan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pelabuhan ekspor impor produknya dan mereka melalui tol Cikampek untuk menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
IUTRI – Indonesian ndonesian Urban Transport Institute
5
WP-02
Sementara, komposisi kendaraan berat dari/ke arah Bogor tidak terlalu dominan.Ini diperkirakan disebabkan oleh industri ekspor impor di wilayah Jawa Barat bagian selatan umumnya menggunakan tol Cikampek sebagai akses menuju Jakarta daripada tol Jagorawi.Untuk komposisi dari arah barat juga tidak signifikan.Ini diperkirakan karena produk ekspor impor dari/ke Sumatera lebih memanfaatkan pelabuhan lainnya di pulau Sumatera.Berdasarkan pola tersebut, ruas tol yang signifikan dibebani oleh arus menuju/ke Pelabuhan Tanjung Priok adalah ruas JIUT antara Cawang- Tanjung Priok serta JORR ruas Cikunir – Cakung. Isu terkait aktivitas en-route dari perjalanan primer angkutan barang kota : A. Pembatasan Akses Angkutan Barang di ruas tol JIUT Sebagai bagian dari upaya penanganan masalah transportasi Jabodetabek yang dicanangkan oleh UKP4, pada bulan Juni 2011 Pemerintah melalui Menteri Perhubungan mengeluarkan peraturan pembatasan waktu akses bagi kendaraan angkutan barang untuk mobil barang dengan konfigurasi sumbu 1.2 atau lebih di JIUT ruas jalan tol Cawang – Tomang – Pluit dan segmen Kembangan – Tomang (yang dioperasikan oleh PT. Jasa Marga) pada pukul 22.00 WIB sampai dengan pukul 05.00 WIB. Efek dari pembatasan ini digambarkan melalui Gambar 4 dan Gambar 5. Terlihat bahwa akibat dari pembatasan tersebut, volume harian rata-rata mobil barang yang menggunakan JIUT yang dioperasikan oleh PT. Jasa Marga menurun secara signifikan , namun sebaliknya terjadi peningkatan mobil barang di ruas-ruas yang dioperasikan oleh PT. Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), yaitu ruas-ruas antara Pluit – Tanjung Priok – Cawang. Kendaraan perjalanan primer dari/keBekasi, Bogor dan Tangerang yang semula menggunakan ruas Cawang – Tomang – Pluitmengalihkan pergerakannya ke ruas Pluit – Tanjung Priok – Cawang. Jumlah rata-rata harian mobil barang tahun 2013 di ruas-ruas CMNP naik 18,27% dibandingkan tahun 2011, sementara jumlah rata-rata harian seluruh kendaraan di ruas ini stagnan. Di sisi lain, jumlah rata-rata harian mobil barang tahun 2013 di ruas-ruas Jasa Marga turun 24,63% dibandingkan tahun 2011, sementara jumlah rata-rata harian seluruh kendaraan di ruas ini naik 7%.
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
6
WP-02
7000
Pembatasan akses JIUT ruas Cawang – Tomang – Pluit
6000 5000 4000 3000 2000 1000
Volume Harian Rata2 Truk - CMNP
Sep-13
Jul-13
Aug-13
Jun-13
Apr-13
May-13
Mar-13
Jan-13
Feb-13
Dec-12
Oct-12
Nov-12
Sep-12
Jul-12
Aug-12
Jun-12
Apr-12
May-12
Mar-12
Jan-12
Feb-12
Dec-11
Oct-11
Nov-11
Sep-11
Jul-11
Aug-11
Jun-11
Apr-11
May-11
Mar-11
Jan-11
Feb-11
0
Volume Harian Rata2 Truk - Jasa Marga
(Sumber : PT. Citra Marga Nusaphala Persada – telah diolah)
Gambar 4. Volume Harian Rata-rata Truk pada JIUT
Dari gambaran tersebut terlihat bahwa akibat dari pembatasan akses ini angkutan barang tidak memindahkan (shifting) waktu operasinya. Mereka menyikapinya dengan mengalihkan rutenya, yaitu yang semula melewati ruas Cawang – Tomang – Pluit menjadi ruas Pluit – Tanjung Priok –Cawang.Akibatnya beban berat diterima oleh ruas-ruas pengalihan ini. Pada kondisi-kondisi puncak dari kegiatan di Pelabuhan Tanjung Priok , terjadi kemacetan yang sangat parah di ruas-ruas ini. Volume yang tinggi menjadi penyebab utama kemacetan di ruas tol ini.Kepadatan yang tinggi ini terjadi karena ruas JORR Ulujami dan juga ruas Cilincing hingga saat ini belum selesai sehingga truk hanya memiliki alternatif melalui rute Pluit – Tanjung Priok – Cawang.
400000 350000 300000 250000 200000 150000 100000
Pembatasan akses JIUT ruas Cawang – Tomang – Pluit
50000
Volume Harian Rata2 Total - CMNP
Sep-13
Aug-13
Jul-13
Jun-13
May-13
Apr-13
Mar-13
Feb-13
Jan-13
Dec-12
Oct-12
Nov-12
Sep-12
Aug-12
Jul-12
Jun-12
May-12
Apr-12
Feb-12
Mar-12
Jan-12
Dec-11
Nov-11
Oct-11
Sep-11
Aug-11
Jul-11
Jun-11
May-11
Apr-11
Feb-11
Mar-11
Jan-11
0
Volume Harian Rata2 Total - Jasa Marga
(Sumber : PT. Citra Marga Nusaphala Persada – telah diolah)
Gambar 5 Volume Harian Rata-rata Total pada JIUT
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
7
WP-02
Keadaan ini tentunya perlu disikapi dengan mempercepat penyelesaian ruas JORR Ulujami maupun ruas tol Cakung – Cilincing , sehingga sebagian perjalanan primer Timur – Barat dapat dialihkan melalui ruas Tangerang Bintaro – Pasar Rebo – Cikunir. Selain itu, untuk mengantisipasi pertumbuhan ekspor impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok, upaya optimalisasi Kereta Api Barang untuk mengangkut Angkutan Barang Umum dan Peti Kemas sudah menjadi keharusan, selain pembangunan jalur khusus truk dari Bekasi Timur menuju Tanjung Priok (yang menghubungkan tiga kawasan industri yaitu industri Cikarang, Jababeka dan KBN). B. Empty Vehicle dan Load Factor Kendaraan Angkutan Barang Isu lain terkait perjalanan truk peti kemas, khususnya truk pengangkut komoditas ekspor dan impor adalah load factor truk selama dalam perjalanan menuju/dari Pelabuhan Tanjung Priok. Gambar 6 memperlihatkan aktivitas perjalanan ekspor dan impor terkait Pelabuhan Tanjung Priok.Pada gambar tersebut terlihat bahwa truk ekspor memulai perjalanannya dari pool truk menuju depo penyimpanan peti kemas untuk memuat peti kemas.Selanjutnya dari depo kendaraan menuju pabrik/kawasan industri untuk mengambil komoditas dan membawanya ke Pelabuhan Tanjung Priok. Sesudah proses bongkar muat di pelabuhan, selanjutnya truk kembali ke pool truk dalam keadaan tanpa peti kemas. Di lain sisi, perjalanan impor dimulai di pool truk, untuk kemudian menuju pelabuhan dalam rangka mengambil komoditas impor , dan selanjutnya komoditas dibawa ke pabrik dan diakhiri dengan penghantaran peti kemas kosong menuju depo dan kendaraan kembali ke pool truk tanpa peti kemas. Dari perjalanan ini terlihat bahwa segmen diantara pelabuhan - pool depo - pabrik merupakan perjalanan empty haul. Tabel 1 memperlihatkan panjang perjalanan truk peti kemasdari/ke beberapa lokasi depo/pool maupun kawasan industri. Dari Tabel 1 terlihat bahwa jarak perjalanan empty haul seluruh lokasi depo/pool dan kawasan industri meliput lebih dari 50% total jarak perjalanan. Perhitungan tersebut dengan mengasumsikan bahwa truk yang selesai mengirimkan produk ekspor di JICT, tidak diutilisasi untuk langsung membawa produk impor.Selain itu, berdasarkan survey yang dilakukan terhadap truk-truk yang menggunakan Terminal Angkutan Barang Tanah Merdeka, diperlihatkan bahwa 65% dari total jarak yang ditempuh truk dalam satu siklus pengiriman berada dalam kondisi empty haul (Nahry, 2013).Sesungguhnya porsi perjalanan empty haulakan sangat berkurang apabila utilisasi seperti itu dapat dilakukan. Reduksi jumlah perjalanan empty haulakan dapat meningkatkan efisiensi perjalanan angkutan barang kota.
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
8
WP-02
Gambar. 6 Perjalanan Truk Peti kemas
Tabel 1. Perjalanan Truk Peti kemas Ekspor/Impor di Pelabuhan Tanjung Priok
Lokasi
Depo dan Pool Marunda Cakung Cilincing Tangerang
Kecepatan rata2 (km/jam)
Kawasan Industri Marunda Pulo Gadung Cikarang Tangerang
26,65 24,51
Jarak perjalanan ekspor/impor di Tanjung Priok (tidak termasuk perjalanan buffer parking) Full Haul Empty Haul Total km % km % km 8,96 49,86 9,01 50,14 17,97 17,21 45,95 20,24 54,05 37,45
32,07 34,99
46,03 19,72
47,81 48,90
50,25 20,63
52,19 51,15
96,28 40,33
Sumber : PT.Pelabuhan Indonesia II, 2011 (telah diolah)
C. Persyaratan Geometrik Jalan bagi Lintas Angkutan Petikemas Walaupun Direktorat Perhubungan Darat lewat SK Direktur Jenderal Perhubungan Daratno. AJ.306/1/5 tahun 1992 telah mengatur tentang lintas angkutan petikemas dari wilayah DKI Jakarta menuju Cilegon, Bogor, dan Cirebon serta dari Tanjung Priok ke Pulo Gadung, dan KM. 74 Tahun 1990 telah mengatur persyaratan geometrik dari lintasan tersebut, di beberapa lokasi dari lintasan-lintasan ini masih terjadi gangguan pada manuver truk-truk peti kemas. Salah satu contoh adalah kurang memadainya radius putar jalan bagi pergerakan truk-truk besar.Akibatnya, pergerakan truk menjadi terhambat dan gangguan ini seringkali mengakibatkan juga gangguan pada arus lalulintas, terutama pada saat
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
9
WP-02
kepadatan lalulintas tinggi.Permasalahan kerusakan pada perkerasan jalan juga menjadi hal yang mengganggu pergerakan truk-truk peti kemas ini.
Aktivitas End-Point Isu penting terkait aktivitas end-point dari perjalanan primer angkutan barang adalah sbb : A. Aktivitas Bongkar Muat Peti Kemas di JICT Mengingat perjalanan primer ini terutama terkait dengan Pelabuhan Tanjung Priok, aktivitas end-point perjalanan primer didominasi oleh aktivitas bongkat muat di Pelabuhan Tanjung Priok, khususnya Jakarta International Container Terminal (JICT). Gambar 7 memperlihatkan layout dari JICT. Sebelum proses bongkar muat peti kemas ke/dari kapal dilakukan di container yard, truk menunggu di lapangan antrian. Kapasitas lapangan parkir hanya untuk ± 440 truk.Saat 350 truk memasuki container yard, gerbang masuk ditutup selama 2 jam (PT.Pelabuhan Indonesia II, 2011). Kapasitas lapangan tempat antrian saat ini sudah tidak memadai, sehingga mengakibatkan diperlukannya buffer parking di luar wilayah JICT ini. Salah satu area yang digunakan untuk buffer parking adalah Terminal Angkutan Barang Tanah Merdeka, milik Pemda DKI Jakarta. Pada saat terjadi keterlambatan proses bongkar muat di container yard, akibatnya adalah bertambahnya antrian truk di lapangan tempat antrian dan juga buffer parking. Akibat kapasitas lapangan antrian maupun buffer parking yang terbatas, antrian ini seringkali mengganggu arus lalulintas di sekitar JICT maupun buffer parking. Berdasarkan hal ini, terlihat bahwa aktivitas bongkar muat di container yard secara tidak langsung mempengaruhi kebutuhan lahan parkir (buffer parking) dan juga arus lalulintas di sekitar JICT. Dengan meningkatnya aktivitas ekspor dan impor di Pelabuhan Tanjung Priok ini, dibutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan bongkar muat.Hal ini diharapkan dapat memperkecil dwelling time truk pengangkut di dalam area JICT dan juga akibat berkurangnya antrian dapat mengurangi gangguannya terhadap arus lalu lintas di sekitarnya.
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
10
WP-02
Gambar 7. Lay out Jakarta International Peti kemas Terminal
B.
Aktivitas Parkir
Isu penting terkait kendaraan angkutan barang, khususnya untuk perjalanan primer, adalah isu parkir. Pelayanan parkir menjadi penting mengingat dari hasil survey terhadap truk di Terminal Barang Tanah Merdeka diperoleh gambaran bahwa 55% dari total waktu siklus pekerjaan pengemudi truk adalah dalam keadaan diam (berhenti tetap) (Nahry, 2013). Oleh karenanya, kondisi berhenti tetap ini harus diatur, sebagaimana mengatur fungsi parkir. Kendaraan angkutan barang pada perjalanan primer umumnya melakukan perjalanan jarak jauh dan kegiatannya banyak terkait dengan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok.Aktivitas perjalanan primer ini membutuhkan ruang parkir, yaitu selain sebagai tempat pengemudi beristirahat, juga sebagai tempat menunggu panggilan bongkar muat dari JICT akibat terbatasnya lahan bongkar muat disana. Akibat banyaknya kendaraan angkutan barang melakukan hal tersebut di badan jalan , dimana hal ini mengganggu arus lalulintas, pemerintah DKI menyediakan lahan di daerah Tanah Merdeka dan Pulo Gebang untuk digunakan sebagai Terminal Angkutan Barang. Walaupun UU No 22 Tahun 2009 menyatakan bahwa fungsi dari terminal angkutan barang adalah untuk menunjang kelancaran perpindahan barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda, namun pada kenyataannya terminal angkutan barang mayoritas hanya digunakan sebagai buffer parkir dari JICT. Saat ini utilisasi dari kedua terminal tersebut untuk kegiatan angkutan barang masih belum maksimal. Hal ini terlihat dari keberadaan bus-bus penumpang di
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
11
WP-02
dalam terminal (terminal bayangan), serta penggunaan terminal sebagai tempat penyimpanan kendaraan-kendaraan korban kecelakaan atau rusak. Seyogyanya, kedua aset Pemda DKI Jakarta tersebut dapat diutilisasi lebih baik lagi untuk kegiatan logistik, mengingat lokasinya yang sangat dekat dengan pusat industri dan pelabuhan. C. Distribution Center Isu Load Factor selain terkait dengan perjalanan truk peti kemas yang melayani kegiatan ekspor impor juga terkait erat dengan perjalanan primer untuk pengiriman komoditas dari pabrik ke pengecer-pengecer (retailer) besar seperti Hero, Alfa , Carefour, dll. Perjalanan-perjalanan ini melibatkan angkutan barang (truk) yang tidak sedikit setiap harinya serta melayani titik-titik retailer yang tersebar merata di seluruh wilayah kota. Kelompok-kelompok usaha ini menggunakan Distribution Center (DC) sebagai bagian dari supply chain mereka. DC berfungsi sebagai tempat dilakukannya konsolidasi bagi berbagai jenis komoditas yang berasal dari berbagai pabrik / supplier, untuk kemudian komoditas gabungan tersebut dikirim ke titik-titik retailer. Keberadaan DC dimaksudkan untuk mengurangi jumlah perjalanan truk di dalam kota karena truk dari setiap produsen (supplier) tidak perlu dikhususkan melayani satu retailer/store. Dalam hal ini peran DC sangat besar dalam mereduksi jumlah kendaraan angkutan barang, serta meningkatkan load factorkendaraan. Isu ini menjadi penting di dalam merancang sistem transportasi barang kota yang efisien. Terkait hal ini, peran Pemerintah DKI Jakarta diperlukan untuk mendukung keberadaan DC ini, mengingat keberadaan DC dapat mengurangi social cost yang ditimbulkan oleh aktivitas angkutan barang. Mengingat di satu sisi lokasi DC harus memberikan efisiensi operasional logistik bagi penggunanya dan di sisi lain akibat keberadaan DC akan menimbulkan dampak bagi lalu lintas sekitarnya, masyarakat serta struktur kota, maka diperlukan kajian yang mendalam di dalam menempatkan DC ini. Perjalanan Sekunder Aktivitas En-Route
Tabel 2 memperlihatkan beberapa ruas jalan arteri utama yang memiliki komposisi kendaraan truk ≥ 8% pada salah satu atau kedua arahnya.Terlihat bahwa di seluruh wilayah Jakarta terdapat ruas-ruas jalan yang memiliki komposisi angkutan barang tinggi. Ruas-ruas jalan ini memiliki rata-rata V/C ratio (di salah satu arahnya) lebih besar dari 0,95. V/C ratio yang tinggi ini IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
12
WP-02
selain disebabkan oleh prosentase kendaraan truk yang tinggi juga disebabkan oleh komposisi sepeda motor yang sangat tinggi (±50% - 70%). Akibat gangguan angkutan barang yang tinggi terhadap arus lalulintas, Pemda DKI Jakarta melakukan pembatasan akses bagi angkutan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan 5.501 kg atau lebih (yang bermuatan maupun tidak) di ruas-ruas sepanjang Jl. Sisingamangaraja hingga jalan Pintu Besar Utara antara jam 06.00-20.00. Sementara untuk angkutan barang di bawah 5.501 kg diizinkan masuk namun harus menggunakan jalur lambat atau lajur paling kiri (bila di ruas tsb tidak ada jalur lambat).Pada Tabel 2 terlihat bahwa ruas-ruas yang dibatasi aksesnya tsb tetap memiliki komposisi angkutan barang yang tinggi.Ini dikarenakan kendaraan tsb mungkin berukuran di bawah 5.501 kg atau kendaraan tsb melewati ruas-ruas tersebut di luar waktu pembatasan.
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
13
WP-02
Tabel 2. Jalan Arteri dengan komposisi truk yang tinggi (≥8%)
No
Ruas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Jalan Buncit Raya arah Timur Jalan Buncit Raya arah Barat Jalan Gajah Mada arah Utara Jalan Gajah Mada arah Selatan Jalan Gatot Subroto arah Utara Jalan Gatot Subroto arah Selatan Jalan Gunung Sahari arah Utara Jalan Gunung Sahari arah Selatan Jalan Harsono arah Selatan Jalan Harsono arah Utara Jalan I Gusti Ngurah Rai arah Barat Jalan I Gusti Ngurah Rai arah Timur Jalan Letjen S Parman arah Utara Jalan Letjen S Parman arah Selatan Jalan Jend Sudirman arah Selatan Jalan Jend Sudirman arah Utara Jalan Juanda arah Barat Jalan Juanda arah Timur Jalan Kiwi arah Utara Jalan Kiwi arah Selatan Jalan Kyai Caringin arah Timur Jalan Kyai Caringin arah Barat Jalan Latuharhari arah Timur Jalan Latuharhari arah Barat Jalan Metro Pondok Indah arah Utara Jalan Metro Pondok Indah arah Selatan Jalan MH Thamrin arah Utara Jalan MH Thamrin arah Selatan Jalan MT Haryono arah Utara Jalan MT Haryono arah Selatan Jalan Pejambon arah Timur Jalan Pejambon arah Barat Jalan R Suprapto arah Barat Jalan R Suprapto arah Timur Jalan Kyai Tapa arah Timur Jalan Kyai Tapa arah Barat Jalan Sutoyo arah Utara Jalan Sutoyo arah Selatan Jalan Baru arah Barat Jalan Baru arah Timur
Komposisi (%) dan Volume jam sibuk (smp/jam) % Truk % Truk % Pick Total Besar Sedang Up Truk % % % 3 3 4 10 4 4 5 13 1 2 5 8 0 5 4 9 1 3 4 8 1 3 4 8 1 2 4 7 2 4 4 10 2 4 4 10 0 2 2 4 2 5 4 11 0 1 2 3 1 3 4 8 1 3 3 7 2 3 4 9 0 0 3 3 1 3 4 8 1 3 3 7 1 3 5 9 0 5 4 9 1 3 4 8 0 3 4 7 1 5 5 11 2 3 4 9 1 4 4 9 3 3 5 11 1 3 4 8 1 3 3 7 1 3 5 9 0 2 3 5 3 4 6 13 3 2 3 8 3 2 5 10 0 0 4 4 1 4 4 9 2 2 3 7 1 3 4 8 2 3 3 8 1 3 8 4 2 3 8 3
Volume Jam Sibuk (smp/jam)
V/C Ratio
5325 5460 4388 5456 5635 5075 4892 5593 5579 5423 3172 3762 4939 5357 4349 5817 4002 5265 4388 5247 4397 4214 3902 3954 3495 5769 4425 4235 4280 4484 3755 3412 3385 3267 5532 5369 4377 5740 4055 5385
0.94 0.96 0.77 0.95 0.92 0.83 0.8 0.91 0.91 0.89 0.84 1 0.89 0.96 0.64 0.85 0.73 0.97 0.81 0.96 0.97 0.93 0.98 1 0.56 0.92 0.97 0.93 0.94 0.99 0.98 0.89 0.87 0.84 0.98 0.95 0.7 0.92 0.73 0.97
Keterangan : box 4 roda termasuk dalam kelompok Pick Up Mobil box sedang 6 roda termasuk dalam * *kelompok Truk Sedang Truk peti kemastermasu k dalam kelompok Truk Besar * *Mobil
* *
*) Jalan yang dibatasi akses untuk angkutan barang
Sumber : Dinas Perhubungan Propinsi DKI Jakarta (2012b) – Telah diolah
Dari gambaran tersebut terlihat bahwa sesungguhnya keberadaan angkutan barang di dalam kota tidak dapat dihindari mengingat kegiatan logistik merupakan kebutuhan vital bagi semua peruntukkan ruang, baik itu pemukiman, bisnis, pemerintahan, perdagangan,dll. Oleh karenanya, diperlukan kajian lebih lanjut untuk melihat dampak dari keberadaan kendaraan angkutan barang dalam arus lalu lintas terhadap kinerja ruas jalan, sehingga penerapan pembatasan
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
14
WP-02
akses dapat lebih memperhatikan kepentingan kelancaran arus barang, di samping kelancaran pergerakan orang. Aktivitas End-point Aktivitas logistik di titik akhir (end point) meliputi kegiatan bongkar muat di ruang parkir, penghantaran barang di luar gedung melewati trotoar atau badan jalan, serta penghantaran barang di dalam gedung (Gambar 8).Titik-titik akhir yang memiliki aktivitas angkutan barang yang tinggi, seperti pasar/mall, terminal, kawasan industri dan pergudangan, kawasan perdagangan dan jasa merupakan titik-titik yang perlu mendapat perhatian khusus karena aktivitas end-point dari angkutan barang di kawasan ini umumnya mengganggu arus lalulintas menerus. Studi (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2012a) telah memetakan lokasi titik-titik ini di lima wilayah Jakarta.
Gambar 8. Aktivitas terkait perpindahan barang di pusat kota Banyak dari titik-titik ini merupakan kawasan bisnis/pertokoan lama, dimana ruang parkir on-streetyang tersedia sangat terbatas dan seringkali justru ruang tersebut digunakan sebagai ekstension dari toko , sehingga akibatnya adalah badan jalan digunakan sebagai ruang parkir. Kondisi demikian perlu dikaji lebih lanjut dengan melihat besarnya dampak aktivitas bongkar muat (termasuk kegiatan parkirnya) terhadap kinerja arus lalulintas.Dari kajian tersebut diharapkan dapat diperoleh suatu guideline bagi pemangku kepentingan (dalam hal ini Dinas Perhubungan) dalam menerapkan kebijakan larangan parkir di wilayah-wilayah bisnis/perdagangan.Apabila dilakukan pelarangan parkir, kesulitan akan dialami oleh pusat-pusat perdagangan yang tidak memiliki lahan parkir off street. Apabila pelarangan dilakukan, perlu diperhatikan perihal pemindahan lokasi bongkar muat, sehingga kebijakan pelarangan tidak malah menimbulkan permasalahan baru, yaitu antara lain aktivitas pengantaran barang (goods conveyance) yang menggunakan fasilitas pejalan kaki atau badan jalan. Penggunaan loading bay merupakan salah satu alternatif solusi bagi masalah ini.
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
15
WP-02
Sebagai akibat dari pembatasan akses ataupun pelarangan parkir / bongkar muat, pelaku usaha telah banyak yang menyikapinya dengan pengiriman malam hari (night delivery).Hal ini dilakukan juga dalam rangka mengurangi dampak kemacetan apabila pengiriman dilakukan siang hari. Upaya dari pelaku usaha ini tentu saja perlu mendapat dukungan dari Pemerintah, antara lain dengan memberikan rasa aman bagi mereka serta menghindarkan mereka dari biayabiaya tambahan akibat pungutan liar. Berikut ini disampaikan beberapa isu lain terkait kegiatan angkutan barang endpoint: A. Angkutan Barang Ilegal Salah satu isu penting terkait aktivitas pengiriman barang (pick up delivery) di titik akhir (end-point) adalah keberadaan kendaraan penumpang yang digunakan sebagai angkutan barang.Kendaraan-kendaraan ini walaupun tidak memiliki izin sebagai angkutan barang, mereka digunakan sebagai pengangkut barang.Menurut UU no.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan angkutan barang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan mobil barang.Jumlah angkutan barang ilegal ini cukup banyak. Di pasar Jatinegara, salah satu titik penting aktivitas angkutan barang, terdapat 13% angkutan barang illegal (terhadap jumlah total kendaraan) atau 35% terhadap jumlah angkutan barang legal. Apabila dalam perencanaan parkir keadaan ini tidak diperhatikan, perbedaan ini akan memberikan bias yang cukup besar dalam hal kebutuhan ruang parkir kendaraan angkutan barang dan kendaraan lainnya. Berdasarkan hal ini, keberadaan dari angkutan barang ilegal ini perlu ditertibkan. Selain itu, karena prosentase angkutan barang di pasar jenis grosir ini cukup tinggi, maka manajemen parkir di pasar jenis ini perlu memprioritaskan parkir angkutan barang. B. Mobile Warehouse Isu penting lain di dalam aktivitas pick-up delivery di end-point adalah keberadaan kendaraan-kendaraan (baik kendaraaan angkutan barang maupun kendaraan penumpang yang difungsikan sebagai angkutan barang) yang difungsikan sebagai gudang tempat menyimpan stok barang (mobile warehouse). Berdasarkan pengamatan, 17% dari pemilik toko di Pasar Jatinegara menggunakan kendaraannya sebagai tempat menyimpan stok barang, walaupun 90% dari mereka sesungguhnya memiliki gudang yang berada di dalam gedung pertokoan. Kendaraan-kendaraan tersebut parkir untuk durasi yang cukup panjang dan proses bongkar muat dilakukan berulang-ulang dalam satu harinya. Keadaan ini umumnya disebabkan oleh keterbatasan kapasitas IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
16
WP-02
gudang yang ada di dalam gedung.Keberadan kendaraan-kendaraan ini diduga menjadi penyebab tingginya durasi parkir kendaraan. Durasi parkir yang tinggi tentu saja mengakibatkan turn over parkir menjadi kecil dan parking index menjadi tinggi. Hal ini terjadi diperkirakan sebagai dampak dari tarif parkir yang relatif rendah, sehingga pengguna ruang parkir kurang memperhatikan masalah durasi parkir ini. Untuk mengatasi permasalahan mobile warehouse ini serta meningkatkan kinerja pelayanan parkir, sistem pentarifan perlu diperbaiki, antara lain dengan menggunakan sistem tarif progresif ataupun sistem tarif yang memperhitungkan dependensi tarif terhadap besarnya akumulasi kendaraan yang ada. C. Stock Management Sebagai bagian penting dari aktivitas logistik, order atau stock management di titik pengguna akhir/retailer memiliki dampak yang cukup besar terhadap aktivitas transportasi barang. Manajemen stok yang baik dapat mereduksi jumlah perjalanan menuju/dari pusat perdagangan.Berdasarkan pengamatan, frekuensi pengiriman dari pemasok ke toko-toko di Pasar Jatinegara adalah 1-3 kali dalam satu minggu (44.4%) dan 55.6% dari pemasok melakukannya tiap hari. Merujuk pada hasil pengamatan tersebut, diperlukan upaya untuk melakukan optimasi frekuensi pengiriman, yang diharapkan akan berdampak pada pengurangan jumlah perjalanan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan melakukan konsolidasi dari beberapa pengiriman untuk beberapa toko ataupun dengan mengatur stok lebih baik lagi sehingga frekuensi pengiriman dapat dikurangi. Supply dan Demand Angkutan Umum Barang Menurut UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan barang dalam wilayah kabupaten/kota. Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang. Permasalahan yang ada terkait jumlah kendaraan angkutan barang adalah bahwa Pemda DKI Jakarta hanya memiliki catatan jumlah angkutan umum barang yang terregistrasi di Dinas Perhubungan dan yang pemiliknya memiliki Kartu Izin Usaha. Sementara, kendaraan non angkutan umum barang, yang jumlahnya tidak sedikit, registrasinya berada di bawah kewenangan POLRI, dimana keberadaan dari kendaraan-kendaraan yang terregistrasi oleh POLRI ini sangat dimungkinkan selain berada di Jakarta juga di luar kota Jakarta. Selain itu, banyak terjadi penyelewengan operasional kendaraan non
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
17
WP-02
angkutan umum , yaitu beroperasi sebagai angkutan umum. Akibatnya, jumlah supply dan demand kendaraan angkutan umum barang menjadi hal yang sulit untuk diprediksi. Hal ini dipersulit juga dengan sulitnya mendapatkan data yang akurat terkait kegiatan logistik perusahaan swasta, dan juga kegiatan usaha yang dilakukan oleh individu/perseorangan yang terkait angkutan barang. Keseimbangan supply dan demand jumlah angkutan barang merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian untuk menjaga iklim usaha dan persaingan yang sehat, terutama pada saat dibukanya pasar global. Terkait dengan persaingan di pasar global ini, operator angkutan umum barang merasa tidak siap menghadapi persaingan dengan operator dari luar negeri.Pemerintah perlu memberi kemudahan-kemudahan bagi operator dalam negeri, sehingga bisa menyiapkan diri untuk bersaing.Misalnya dalam pemberian keringanan pajak dalam pengadaan truk, sehingga bisa mengganti truk-truk yang sudah tua. Organisasi Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (ORGANDA) sebagai organisasi yang mewadahi operator angkutan umum barang mempunyai peran dalam melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para penyedia jasa dan pengguna jasa angkutan barang agarmematuhi ketentuan mengenai persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, kesesuaian kelas jalan yang akan dilalui dan batas kecepatan. Di dalam hal ini Organda berperan sebagai mediator antara operator angkutan barang dan pemerintah. Melihat semakin kompleksnya permasalahan angkutan barang kota, peran ini perlu ditingkatkan, yaitu tidak hanya berorientasi pada efisiensi operasional perusahaan semata, namun juga dapat berkontribusi terhadap perekonomian regional maupun nasional, serta ikut memperhatikan masalah keselamatan dan dampak lingkungan kota.
Regulasi Terkait Sistem Transportasi Barang Tabel 3. Regulasi terkait kendaraan angkutan barang
No. Regulasi 1 SK Dirjen Perhubungan Daratno AJ.306/1/5 Tahun 1992 tentang petunjuk pelaksanaan angkutan petikemas diJalan(Perubahan : no.SK. 538/AJ.306/DJPD/2005) IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
Penjelasan Pengaturan ruas-ruas jalan yang ditetapkan sebagai lintas angkutan Peti Kemas 20 kaki dan 40 kaki di wilayah DKI Jakarta, yaitu antara Tanjung Priok - Cilegon , Tanjung Priok Bogor , Tanjung Priok – Cirebon, dan Tanjung Priok – Pulo Gadung.
18
WP-02
2
3
4
5
6
Keputusan Menteri Perhubungan No.74/1990 tentang Angkutan Peti Kemas
Pengaturan tentang dimensi peti kemas yang diizinkan beroperasi di Indonesia, yaitu ukuran 20 kaki dan 40 kaki, dengan tinggi maksimal 4 m. Selain itu juga diatur bahwa lintasannya harus menghubungkan pusat-pusat bongkar muat peti kemas dengan pusat industri, pergudangan dan distribusi , serta memenuhi persyaratan kekuatan perkerasan serta disain geometrik tertentu. SK.Gub.DKI Jakarta, Larangan untuk akses di jalan-jalan tertentu ini no.5148/1999, tentang dilakukan untuk menjamin kelancaran dan penetapan waktu larangan keamanan lalu lintas. Pengecualian diberikan bagi mobilbarang dengan pada mobil barang TNI / Polri, kecuali jumlah berat yang dikaryakan serta mobil barang milik instansi diperbolehkan 5501 kg pemerintah / swasta yang penggunaannya atau lebih, yangbermuatan untuk keperluan khusus atau mengangkut maupun tidak untuk barang khusus. melalui dan berada di Jalan-jalan tersebut, merupakan jalan-jalan jalan-jalan tertentu di utama di DKI Jakarta, sehingga perlu DKIJakarta dilakukan pembatasan bagi kendaraan barang, untuk meningkatkan kelancaran dan keselamatan lalu lintas di kawasan tersebut. SK.Gub.DKI Jakarta, no. Merupakan revisi dari SK.Gub.DKI Jakarta, 2069/2000 , tentang no.5148/1999 , berisi penambahan ruas-ruas larangan bagi mobil yang dibatasi aksesnya. barang denganjumlah berat Penambahan ruas jalan yang dibatasi ini yang diperbolehkan (JBB) bertujuan untuk meningkatkan kelancaran, 5501 dan lebih yang keselamatan dan menjaga kelestarian bangunan bermuatan maupuntidak bersejarah yang berada di kawasan tersebut. untuk melalui Jalan Raya Pakini, Jalan Tongkol, Jalan Kakap dan Jalan EkorKuning, di Kotamadya Jakarta Utara. Perda Propinsi DKI Mengatur tentang jenis kendaraan yang dapat Jakarta No.12 tahun 2003 digunakan untuk pengangkutan barang (yaitu tentang Lalu lintas dan sepeda motor, mobil penumpang, dan mobil angkutan jalan, kereta api, bus) dengan ketentuan jumlah barang yang sungai dan danau serta diangkut tidak melebihi daya angkutnya). penyeberangan, pasal 61 Peraturan ini juga mengatur jaringan lintas ayat 1,2 dan 3 angkutan barang. Pengangkutan barang dengan menggunakan sepeda motor sebagaimana dimaksud, harus memenuhi persyaratan: a. mempunyai ruang muatan barang dengan lebar tidak melebihi stang pengemudi. b. Tinggi ruang muatan tidak melebihi 900 milimeter dari atas tempat dudukpengemudi. Keputusan Gubernur Mobil-mobil barang dengan jumlah berat yang
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
19
WP-02
Propinsi DKI Jakarta no.4104, Tahun 2003, tentang penetapan kawasan pengendalian lalu lintas dan kewajiban mengangkut paling sedikit 3 orang penumpang per kendaraan pada ruas - ruas jalan tertentu dipropinsi DKI Jakarta.
7
UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pasal 34 ayat 2, pasal 35, pasal 39 ayat 1 dan 2; Pasal 138.
8
SK Menteri Perhubungan No. 62/2011 tentang pengaturan operasi angkutan barang di jalan tol dalam kota
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
diberbolehkan 5.501 kg atau lebih, yang bermuatan maupun tidak, dilarang melintas kawasan 3 in1 pada pukul 06.00 – 20.00 WIB , yaitu untuk lintasan antara Jalan Sisingamangaraja – Jalan Medan Merdeka Barat - Jalan Majapahit hingga Jalan Pintu Besar Utara. Adapun untuk mobil barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan di bawah 5.501 kg, mobil bus dan sepeda motor pada lintasan tsb dilarang melintasi jalur cepat pada ruas jalan yang memiliki jalur lambat, sementara pada ruas-ruas yang tidak mempunyai jalur lambat diwajibkan menggunakan lajur 1 dan 2 paling kiri. Di dalam undang-undang ini diatur mengenai Terminal Penumpang dan Barang, yaitu meliputi fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja, pembangunan, dan pengoperasian terminal. Di dalam UU ini juga diatur tentang angkutan barang umum dan khusus serta alat berat. Angkutan Barang Umum harus memenuhi persyaratan prasarana Jalan yang dilalui (sesuai ketentuan kelas Jalan), tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk memuat dan membongkar barang dan menggunakan mobil barang. Sedangkan Angkutan Barang Khusus dan Alat Beratwajibmemenuhi persyaratan keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut. Selain itu, diatur juga bahwa angkutan umum barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menjamin tersedianya angkutan umum untuk jasa angkutan barang dalam wilayah kabupaten/kota. Penyediaan jasa angkutan umum dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan/atau badan hukum lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang. Waktu operasi kendaraan angkutan barang di DKI Jakarta untuk mobil barang dengan konfigurasi sumbu 1.2 atau lebih di ruas jalan tol Cawang – Tomang – Pluit dan segmen Kembangan – Tomang pada pukul 22.00 WIB sampai dengan pukul 05.00 WIB
20
WP-02
Regulasi yang mengatur operasional angkutan barang kota Jakarta, khususnya terkait dengan pembatasan akses , terakhir dibuat tahun 2011, yaitu pembatasan di ruas jalan tol. Sementara pembatasan di jalan arteri terakhir diatur pada regulasi yang dikeluarkan tahun 1999 (SK.Gub.DKI Jakarta, no.5148/1999). Mengingat dalam kurun waktu 15 tahun telah terjadi perubahan yang signifikan di dalam tata ruang kota Jakarta maupun pola perjalanan dan lalulintasnya, maka kiranya diperlukan kajian terhadap pembatasan akses ini. IDE RANCANGAN SISTEM TRANSPORTASI BARANG KOTA JAKARTA Berdasarkan isu-isu penting yang dijelaskan sebelumnya, disusun suatu rancangan sistem transportasi barang kota Jakarta sbb : a. Orientasi pengembangan sistem transportai kota perlu memperhatikan keseimbangan antara pengembangan sistem transportasi manusia, baik angkutan umum maupun angkutan pribadinya, dan juga sistem transportasi barang kota. b. Kebijakan pengembangan sistem transportasi barang berorientasi pada enam komponen , yaitu kontribusi terhadap perekonomian regional atau nasional, efisiensi operasional dari pelaku logistik kota, keselamatan, dampak lingkungan, struktur kota, serta dampak pada kehidupan masyarakat kota Selanjutnya, kebijakan pengembangan ini diimplementasikan melalui beberapa strategi yang dijabarkan melalui program-program sbb : 1. Peningkatan infrastruktur terkait logistik kota 2. Program terkait peningkatan infrastruktur meliputi : 3. Optimalisasi kereta api barang 4. Pembangunan jalur khusus truk 5. Penyelesaian jalur lingkar luar (JORR) 6. Pengembangan Distribution Centers 7. Perbaikan manajemen terminal peti kemas 8. Penambahan kapasitas handling terminal peti kemas 9. Manajemen tata guna lahan 10. Program terkait manajemen tata guna lahan meliputi pengaturan tata ruang kawasan industri
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
21
WP-02
11. Pengaturan akses dan manajemen lalulintas 12. Program terkait pengaturan akses dan manajemen lalulintas meliputi : 13. Pembatasan akses angkutan barang 14. Prioritas akses angkutan barang 15. Perbaikan geometrik lintasan truk peti kemas 16. Disain holistik terhadap manajemen lalulintas di kawasan perdagangan 17. Perbaikan sistem pentarifan parkir 18. Penegakan hukum dan organisasi 19. Program terkait penegakan hukum & organisasi meliputi : 20. Penegakan hukum dalam implementasi program 21. Penguatan peran dan orientasi Organda 22. Harmonisasi kebijakan dan regulasi 23. Penguatan kapasitas operator angkutan barang dalam negeri 24. Pengaturan goods delivery, goods conveyance dan order management 25. Program terkait pengaturan goods delivery, goods conveyance dan order management meliputi : 26. Pengaturan goods delivery 27. Pengaturan good conveyance di pusat perbelanjaan 28. Order management yang berorientasi pada efisiensi perjalanan barang 29. Menyeimbangkan supply dan demand angkutan umum barang
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
22
WP-02
KESIMPULAN Dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian dan aktivitas pergerakan angkutan barang, transportasi kota Jakarta saat ini semakin diwarnai oleh isu-isu khusus terkait transportasi barang. Di sisi lain, pergerakan angkutan barang kota Jakarta cenderung disertakan di dalam perencanaan transportasi kota tanpa suatu kebijakan, strategi dan program yang khusus terkait dan ditujukan pada kepentingan angkutan barang itu sendiri. Oleh karenanya, diperlukan suatu perencanaan dan kebijakan transportasi kota yang secara komprehensif dan sistemik mempertimbangkan keberadaan angkutan barang ini, dengan tetap menyeimbangkan antara kebutuhan kota terhadap sistem transportasi manusia, yaitu angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Kebijakan untuk sama-sama memaksimalkan pergerakan orang dan barang, bukan kendaraan, bisa menjadi kunci di dalam menurunkan program-program transportasi kota. Peran pemerintah (sektor publik) adalah terkait dengan penyediaan infrastruktur serta kebijakan dan regulasi yang terkait dengan pergerakan angkutan barang. Keberhasilan dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota dalam bentuk perencanaan dan kebijakan transportasi barang dapat dicapai bila perencanaan dan kebijakan didasari atas kepentingan bersama diantara semua pemangku kepentingan, sehingga produk perencanaan yang dihasilkan mampu menarik pihak swasta untuk berkontribusi secara kolektif dalam sistem transportasi kota yang berkelanjutan.
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
23
WP-02
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2011).Pengaturan Waktu Operasional Angkutan Barang di Jalan Tol Dalam Kota. Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2012a).Kajian kebutuhan angkutan barang umum dan peti kemas Provinsi DKI Jakarta. Dinas Perhubungan DKI Jakarta (2012b). Laporan akhir pekerjaan pendataan volume lalu lintas di Provinsi DKI Jakarta Nahry (2013), Kajian Awal Rasionalisasi Sistem Transportasi Barang Kota Jakarta. Hibah Riset Madya UI. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional PT. Pelabuhan Indonesia II (2011) Penyusunan Kajian Dampak Penerapan Kebijakan Pembatasan Waktu Operasional Kendaraan Berat oleh Pemda DKI bagi Sektor Kepelabuhanan, oleh KK Rekayasa Transportasi ITB UU no.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
IUTRI – Indonesian Urban Transport Institute
24