INDONESIA RAPID DECENTRALIZATION APPRAISAL
penempatan foto
Laporan ke-5 November 2004
USAID
The Asia Foundation Celebrating Fifty Years
The Asia Foundation Celebrating Fifty Years
The Asia Foundation adalah sebuah lembaga internasional nonpemerintah yang berkomitmen untuk mewujudkan kawasan Asia-Pasifik yang damai, makmur dan terbuka. The Asia Foundation mendukung program-program di Asia dalam membantu meningkatkan tata pemerintahan dan hukum, reformasi ekonomi dan pembangunan, partisipasi perempuan, dan hubungan internasional. Dalam pengalamannya selama 50 tahun di Asia, The Asia Foundation bermitra dengan lembaga-lembaga swasta dan pemerintah untuk mendukung kepemimpinan dan pengembangan kelembagaan, pertukaran, serta penelitian kebijakan. Dengan jaringan sebanyak 17 kantor di Asia, sebuah kantor di Washington, D.C., serta berkantor pusat di San Fransisco, The Asia Foundation berkecimpung dalam program-program, baik pada tataran negara maupun pada tataran regional. Pada tahun 2004, The Asia Foundation mengucurkan lebih dari 72 juta dolar AS untuk dukungan terhadap program dan membagikan sebanyak hampir 800.000 buku serta materi-materi pendidikan lain senilai 28 juta dolar AS di Asia.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan kunjungi website The Asia Foundation di www.asiafoundation.org
Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Laporan ke-5 November 2004
The Asia Foundation Celebrating Fifty Years
Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
The Asia Foundation Unit Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah : Hana Satriyo[
[email protected]], Alam Surya Putra [
[email protected]], Hari Kusdaryanto [
[email protected]] Penasehat : Roderick Brazier Douglas E. Ramage Editorial : Eve Epstein Luce Bulosan Peneliti Lapangan: Mawardi Ismail, Sri Emiyanti, Zulkifli Lubis, Afriva Khaidir, Rusmadya, Johannes Simatupang, Retno Susilowati, Mulyanto, Salim Siregar, Armen Yasir, Juni Thamrin, Diana Handayani, Edy Priyono, Sapruddin, Nick Wiratmoko, Kustadi, Agus Hadna, Partini, Bambang Budiono, Early Rachmawati, Ahmad Roem, Pahrian Siregar, Hasan Subhi, Bambang Subiyakto, Nurliah, Asri Hadi, Vekie Rumate, Bambang Supriyanto, Valentina Syahmusir, Abdul Latief, Dias Pradadimara, Darwis, Ketut Sudhana Astika, Sulistiono, Syahrul Mustofa, Sonya Djehamur, Blasius Urikame Udak, Agus Sumule, Bambang Sugiono
iii Laporan ke-5 November 2004
PRAKATA Laporan ini merupakan temuan Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA) Kelima yang dilaksanakan antara Januari 2004-Juli 2004. Tujuan IRDA adalah untuk memonitor dan menilai program desentralisasi fiskal dan politik yang ambisius di Indonesia. IRDA memberikan gambaran kemajuan desentralisasi melalui perspektif stakeholders di daerah dan membawa perspektif ini kepada para pembuat kebijakan di setiap tingkatan pemerintahan. Sungguh tidak mudah untuk menekankan pentingnya desentralisasi bagi masa depan ekonomi, sosial, dan politik bangsa ini. Proses-proses IRDA telah diakui sebagai sebuah mekanisme yang berharga untuk menilai apakah desentralisasi telah meningkatkan taraf hidup rakyat kebanyakan melalui kebijakan-kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan yang lebih baik. Beberapa kabupaten dan kota memang telah berhasil menggunakan kewenangan barunya untuk memperkuat masyarakat sipil sekaligus mengurangi kemiskinan. Tetapi, sebagian yang lain belum bisa memanfaatkan peluang desentralisasi ini untuk memperbaiki tata pemerintahannya. IRDA Kelima dilaksanakan saat bangsa Indonesia melakukan rangkaian pemilu yang dianggap berhasil. Putaran IRDA Kelima mencoba untuk memanfaatkan momen penting ini dalam mengevaluasi perkembangan demokrasi lokal dalam era desentralisasi di 39 kabupaten/kota. Dari sekian banyak aktivitas yang dilakukan, mitra peneliti IRDA di daerah menganalisis persiapan-persiapan pemerintah kabupaten/kota dalam menghadapi pemilu, khususnya pada tataran kabupaten/kota serta propinsi. The Asia Foundation menghaturkan terima kasih dan penghargaan kepada 27 lembaga mitra peneliti daerah yang profilnya ada pada halaman lampiran yang telah membantu mengumpulkan data dari 39 kabupaten/kota di seluruh nusantara, untuk kemudian dianalisis pada putaran IRDA Kelima. The Asia Foundation juga berterima kasih kepada U.S. Agency for International Development atas dukungannya kepada program IRDA selama tiga tahun terakhir. Kami berharap bahwa temuan-temuan dan rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan dalam putaran terakhir IRDA ini bisa memberi sumbangan yang berharga kepada pemerintah, lembaga donor, kalangan akademisi, dan kelompok-kelompok masyarakat sipil, dengan memberikan informasi-informasi tentang bagaimana desentralisasi di Indonesia serta proses-proses demokrasi telah berkembang di daerah. Douglas E. Ramage Representative untuk Indonesia The Asia Foundation November 2004
iv Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
DAFTAR ISI
PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAN TABEL RINGKASAN EKSEKUTIF I.
II.
A.
B.
PENGANTAR: MENJAGA AGAR IRDA RELEVAN TERHADAP ISU-ISU NASIONAL DAN LOKAL PERHATIAN PADA ISU-ISU NASIONAL: MEMPERDALAM PROSES-PROSES DEMOKRASI DI INDONESIA Dampak Pemilu Terhadap Pemerintahan Daerah a. Dukungan pemerintah daerah terhadap pemilu legislatif b. Dampak pemilu terhadap pelayanan publik Prospek Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung: Rekomendasi dari Stakeholders
III. PERHATIAN PADA ISU-ISU LOKAL: MEMBENTUK DAERAH BARU, MENAMPUNG BERBAGAI KEPENTINGAN. A. Pembentukan Daerah Baru B. Politik Tawar Menawar Kepentingan di Daerah a. Struktur dan Cara Penyusunan Kebijakan Daerah b. Mekanisme Posisi Tawar Kepentingan Lokal c. Mekanisme Pelibatan stakeholders dalam Penyusunan Kebijakan IV.
MELEMBAGAKAN PROSES-PROSES DEMOKRASI DI INDONESIA: SEBUAH PEKERJAAN YANG BELUM SELESAI
LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran A. Metodologi IRDA Lampiran B. Mitra Peneliti Daerah IRDA Kelima
iii iv v 1
4
8 8 8 10 12
16 16 22 22 27 29
32
36 39
v Laporan ke-5 November 2004
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7.
Profil Responden Daerah-Daerah Penelitian IRDA Kelima Jenis-Jenis Kebijakan Daerah untuk Mendukung Pemilu 2004 Jumlah Pemerintahan Daerah Sebelum dan Sesudah Desentralisasi Proses Pembentukan Daerah Baru di Kabupaten Minahasa Alasan Pembentukan Daerah Baru Proses Penyusunan Kebijakan Daerah
5 6 9 17 19 20 24
DAFTAR TABEL Tabel Tabel Tabel
1. 2. 3.
Persentase Daerah Penelitian IRDA yang Mengalami Perubahan Status Kewilayahan Nama Daerah Baru di Daerah Penelitian IRDA Kelima Contoh-Contoh Kebijakan Kontroversial di Daerah-Daerah Penelitian IRDA Kelima
18 18 26
Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
1 Laporan ke-5 November 2004
RINGKASAN EKSEKUTIF
Seperti halnya pemantauan sebelumnya, tema utama penelitian selalu mencerminkan isu yang relevan dengan kebutuhan stakeholder nasional dan daerah. IRDA Kelima dilakukan pada periode yang paling penting dalam proses transisi demokrasi di Indonesia dimana dilakukan Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif pada bulan April 2004. Pada bulan Juli 2004, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dilakukan untuk pertama kalinya. Perkembangan yang bersejarah ini mempengaruhi lingkungan yang ada dimana proses desentralisasi dapat dipercepat. Keempat pemantauan sebelumnya telah menggambarkan pelaksanaan desentralisasi secara luas yang memusatkan perhatian pada bagaimana pemerintah daerah mengatasi pelimpahan fungsi dan sumber daya dari pemerintah pusat. Laporan tersebut memaparkan pula bahwa pelaksanaan desentralisasi terkait erat dengan faktor-faktor yang mendorong pemerintah daerah lebih baik termasuk tantangan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Laporan kelima mengambil suatu pendekatan yang berbeda untuk proses analisis sebab tema yang ada membutuhkan suatu uraian terhadap kejadian yang sedang diamati. Karena data berasal dari lapangan secara langsung, IRDA Kelima mendukung generalisasi kejadian tersebut. Hal itu juga mendukung penyusunan rekomendasi untuk pemerintah di tingkat nasional dan pemerintah daerah pada tematema berikut. Dampak Pemilu terhadap Pemerintahan Daerah Terdapat dua isu yang dibahas dalam topik ini, yakni: (1) dukungan pemerintah daerah ter-
hadap pemilu legislatif, dan; (2) dampak pemilu terhadap pelayanan publik. IRDA Kelima menunjukkan bahwa pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk memastikan bahwa pemilu dilakukan secara damai dan adil, sehingga mampu memberikan lingkungan yang ideal bagi tumbuhnya demokrasi. Komitmen pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan pemilu tercermin dari keluarnya peraturan atau kebijakan yang secara khusus mengatur alokasi sumber daya manusia untuk mendukung pelaksanaan pemilu seperti staf pemda dan dukungan operasional lainnya, termasuk tambahan anggaran untuk pelaksanaan pemilu. Secara umum, temuan IRDA menunjukkan bahwa pemilu tidak mempengaruhi penyelenggaraan pelayanan publik di daerah. Prospek Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung Walaupun pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum merumuskan kebijakan tentang pemilihan kepala daerah secara langsung, isu ini menjadi bahan perbincangan, baik di tingkat nasional maupun di daerah. IRDA Kelima berhasil menulis rekomendasi-rekomendasi terkait aspek-aspek pemilihan kepala daerah secara lang-sung termasuk pencalonan, pengawasan, penyelenggaraan, tata cara kampanye dan juga penganggaran. Rekomendasi-rekomendasi ini diperoleh melalui proses wawancara dan diskusi dengan stakeholder kunci, baik yang berasal dari unsur pemerintah daerah maupun dari masyarakat sipil. Rekomendasirekomendasi yang dihasilkan mewakili berbagai pandangan berbeda dari seluruh daerah penelitian IRDA
2 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Pembentukan Daerah Baru Hampir separoh daerah penelitian mengalami pembentukan daerah baru, di mana sebuah daerah bisa dipecah menjadi beberapa kabupaten/kota. Temuan IRDA mengungkapkan bahwa alasan pembentukan daerah baru lebih disebabkan karena beberapa hal yakni kebutuhan pemerataan pembangunan ekonomi dan penguatan pelayanan publik serta upaya untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan, terutama bagi daerah-daerah yang pertumbuhan penduduknya yang cukup tinggi dan kondisi geografis yang cukup luas. Meskipun demikian pemantauan ini menemukan bahwa pembentukan daerah baru tidak secara otomatis menjamin peningkatan pelayanan publik dan pemerataan pembangunan, karena proses pembentukan daerah baru tidak diimbangi dengan peningkatan sumberdaya manusia, dan rencana yang baik serta selalu diikuti dengan peningkatan biaya rutin pemerintahan. Secara umum, keterlibatan masyarakat dalam pembentukan daerah baru secara umum tinggi, baik sebagai kelompok masya-
rakat yang pro-pemekaran maupun yang kontra. Posisi Tawar dalam Kepentingan Lokal Hasil pemantauan menunjukkan bahwa keluarnya peraturan daerah (perda) tentang transparansi dan partisipasi masyarakat merupakan fenomena yang banyak terjadi di berbagai daerah penelitian. Hal ini merefleksikan adanya kecenderungan umum antar stakeholder untuk mengembangkan tata pemerintahan daerah yang baik melalui keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan lokal. Namun demikian beberapa faktor menimbulkan sejumlah masalah yang meliputi : (1) perbedaan pemahaman mengenai isi kebijakan dan peran dan fungsi dari pihak yang terlibat; (2) kecilnya atau tidak adanya keikutsertaan warga dalam perencanaan, perumusan dan pembahasan; (3) kegagalan kebijakan dalam mengakomodasi aspirasi lokal; (4) penolakan oleh masyarakat atas kebijakan yang dikeluarkan karena dirasa tidak sesuai dengan kepentingan mereka.
I. PENGANTAR
MENJAGA AGAR IRDA RELEVAN TERHADAP ISU-ISU NASIONAL DAN LOKAL
4 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
I. PENGANTAR MENJAGA AGAR IRDA RELEVAN TERHADAP ISUISU NASIONAL DAN LOKAL Laporan ini merupakan bagian kelima dari rangkaian proses pemantauan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang dilakukan oleh The Asia Foundation sejak April 2002. Seperti pada proses sebelumnya, tema utama pemantauan pada isu yang relevan dengan kebutuhan nasional tentang informasi dan data serta stakeholder lokal. IRDA Kelima dilakukan pada periode yang paling penting dalam proses transisi demokrasi di Indonesia dimana dilakukan Pemilihan Umum (Pemilu) legislatif pada bulan April 2004. Pemilu ini merupakan proses bagian dari proses demokratisasi selanjutnya setelah reformasi tahun 1998. Pada bulan Juli dan September 2004, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung dilakukan untuk pertama kalinya. Ini merupakan proses yang berse-jarah yang dapat mempengaruhi percepatan desentralisasi. Keempat pemantauan sebelumnya telah menggambarkan pelaksanaan desentralisasi secara luas yang memusatkan perhatian pada bagaimana pemerintah daerah mengatasi pelimpahan fungsi dan sumber daya dari pemerintah pusat. Laporan tersebut memaparkan pula bahwa pelaksanaan desentralisasi terkait erat dengan faktor-faktor yang mendorong pemerintah daerah lebih baik termasuk tantangan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Laporan tersebut juga memberikan gambaran tentang kecenderungan terhadap pelaksanaan desentralisasi selama ini.
Tema Utama Indonesia Rapid Decentralization Appraisals (IRDA) Laporan IRDA Pertama (April 2002) Partisipasi masyarakat ˜ Pelayanan publik ˜ Pengalihan aset dan pegawai ˜ Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penganggaran ˜ Hubungan antar daerah ˜ Persepsi terhadap otonomi daerah Laporan IRDA Kedua (November 2002) l Kewenangan kabupaten/kota l Struktur organisasi daerah l Pendapatan dan belanja daerah l Partisipasi, transparansi dan akuntabilitas l Hubungan antar pemerintahan l Isu-isu di daerah otonomi khusus Laporan IRDA Ketiga (Juli 2003) l Perumusan kebijakan daerah l Pengelolaan sumber daya manusia dan sumber dana l Partisipasi masyarakat dan akuntabilitas l Status desentralisasi di beberapa sektor Laporan IRDA Keempat (Februari 2004) l Pelayanan publik oleh pemerintah daerah l Pelayanan dasar oleh BUMN/BUMD l Ketertiban Umum dan Keamanan Laporan IRDA Kelima (November 2004) l Pemilu l Pembentukan daerah baru l Posisi tawar dalam proses politik lokal
5 Laporan ke-5 November 2004
Gambar 1. Profil Responden
73%
27% Perempuan
Jumlah Responden Laki-laki Perempuan
2,474 894
3,368
Jumlah Pegawai Pemda Desa/Kelurahan Kabupaten/kota Propinsi
30 % 65 % 5%
44 %
Jumlah Kelompok Masyarakat
56 %
Jumlah Focus Group Discussion
403
Laki-laki
Laporan kelima mengambil suatu pendekatan yang berbeda untuk proses analisis sebab tema yang ada membutuhkan suatu uraian terhadap kejadian yang sedang diamati. Karena data berasal dari lapangan secara langsung, IRDA kelima mendukung generalisasi kejadian tersebut. Hal itu juga mendukung penyusunan rekomendasi untuk pemerintah di tingkat nasional dan pemerintah daerah di 3 tema yakni pemilu, pembentukan daerah baru dan posisi tawar dan pengambilan keputusan dalam kebijakan di daerah. Laporan ini dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama memusatkan perhatian pada tema nasional yakni Pemilihan Umum. Karena Pemilu akan dilaksanakan sekali setiap lima tahun, maka salah satu perhatian
yang paling besar adalah dampak pemilu terhadap pelayanan publik. Pemilu juga memberikan beban tambahan pada pemerintah daerah dalam hal keuangan dan sumber daya manusia. Terkait dengan hal tersebut, pemantauan kali ini melihat dampak pemilu terhadap anggaran daerah dan pelayanan publik. IRDA Kelima juga berhasil menghimpun rekomendasi-rekomendasi dari stakeholders di daerah tentang pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada). Pilkada langsung tentu baru bisa berlaku setelah ada perubahan terhadap UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Isu perubahan ini tengah menjadi topik perdebatan yang prospeknya menarik untuk dilihat. Opini dan rekomendasi publik yang terjaring melalui IRDA Kelima telah memberikan masukan
6 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
penting bagi pembuatan kebijakan pemilihan kepala daerah langsung. Bagian kedua memusatkan pada perhatian terhadap dua isu lokal. Yang pertama adalah jumlah pemerintah daerah yang terus meningkat. Sejak desentralisasi dijalankan, terdapat 300 pemerintah kabupaten/kota. Namun sekarang jumlah tersebut meningkat dan mencapai lebih kurang 440 kabupaten/kota. Isu yang kedua adalah proses penyusunan
kebijakan daerah yang pernah menjadi topik penelitian pada IRDA Ketiga. Bila IRDA Ketiga hanya memaparkan proses penyusunan kebijakan itu sendiri, laporan ini memperluas kajian dengan melihat proses tawar menawar antar aktor kunci di daerah. Laporan ini diakhiri dengan tinjauan yang melihat bagaimana temuan-temuan IRDA Kelima didudukkan pada konteks pelembagaan praktek-praktek demokrasi di Indonesia.
Gambar 2. Daerah-Daerah Penelitian IRDA Kelima
Banda Aceh Deli Serdang Dairi Dumai Solok Batanghari
Sanggau Bangka
Kutai Kertanegara Pontianak Balikpapan
Gorontalo
Minahasa
Palu
Bengkulu Ogan Komering Ilir Selatan Bone Banjar Metro Buton Takalar Bekasi Indramayu Semarang Serang Sidoarjo Bandung Gianyar Sumbawa Kebumen Bantul Malang Salatiga Lombok Barat Salatiga Sumba Timur Kupang
I N D O N E S I A
Manokwari Jayapura
II. PERHATIAN PADA ISU-ISU NASIONAL: MEMPERDALAM PROSES-PROSES DEMOKRASI DI INDONESIA
8 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
II. PERHATIAN PADA ISU-ISU NASIONAL: MEMPERDALAM PROSESPROSES DEMOKRASI DI INDONESIA A. Dampak Pemilu Terhadap Pemerintahan Daerah. IRDA Kelima dilakukan secara bersamaan dengan pelaksanaan pemilu legislatif. Ini merupakan waktu yang tepat untuk menggunakan IRDA dalam mengamati perkembangan demokrasi lokal di era desentralisasi di Indonesia. Pemilu ini adalah suatu momen yang penting dalam evolusi sistem demokrasi di Indonesia karena pada beberapa hal mempengaruhi pemerintah daerah secara langsung. Sebagai contoh, kepentingan masyarakat di daerah memainkan peranan yang besar selama proses kampanye, menentukan kandidat serta pemilihan anggota DPRD. Terlebih lagi, beberapa staf pemerintah daerah dan pemerintah pusat menyatakan bahwa pemilu berpotensi mempengaruhi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Oleh karenanya, penting sekali untuk mengamati kondisi dan dampak keterlibatan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemilu legislatif. a. Dukungan Pemerintah Daerah terhadap Pemilu Legislatif Pemilihan Umum 2004 di Indonesia merupakan tahapan yang sangat penting bagi proses transisi demokrasi di Indonesia. Pemilu 2004 menggunakan sistem yang berbeda dibanding masa-masa sebelumnya. Pada sistem pemilu kali ini, masyarakat tidak hanya memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saja, tetapi juga memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
yang diharapkan bisa menjadi wakil daerah untuk menyampaikan aspirasi ke tingkat pusat. Selain menggunakan sistem proporsional terbuka untuk memilih anggota DPR dan DPRD, pemilu 2004 juga mengajak rakyat untuk memilih presidennya secara langsung. Penyelenggaraan pemilu 2004 tidak saja menjadi ’milik’ Komisi Pemilihan Umum (KPU) semata, tetapi telah menjadi milik masyarakat secara bersama. Bahkan bagi pemerintah di tingkat daerah, penyelenggaraan pemilu 2004 merupakan momentum yang tepat untuk membuktikan kinerja pemerintah daerah dalam mendorong proses demokrasi di daerah. Oleh karenanya, pemerintah daerah menyediakan sumber daya untuk memastikan bahwa pemilu dilakukan secara damai dan adil dalam upaya mengembangkan suatu lingkungan demokrasi yang lebih baik. IRDA Kelima telah menghimpun informasi yang penting untuk menilai dukungan pemerintah daerah dalam Pemilu, khususnya dalam hal alokasi sumber daya manusia, fasilitas operasional dan pendanaan serta dampak alokasi tersebut pada pelayanan publik. Komitmen dari pemerintah kabupaten/kota terhadap pelaksanaan pemilu diwujudkan dengan kebijakan/aturan khusus untuk pelaksanaan pemilu yang berbentuk Surat Keputusan (SK) Bupati/Walikota, Surat Edaran, dan Radiogram. Kebijakan tersebut mengatur pengalihan sumber daya manusia seperti staf pemda yang diperbantukan dan fasilitas pendukung operasional lainnya, termasuk adanya alokasi dana dukungan bagi pelaksanaan pemilu. Gambar dibawah ini menunjukkan bahwa sebagian besar kebijakan pemilu di lokasi penelitian IRDA adalah SK Walikota / Bupati dan surat edaran untuk
9 Laporan ke-5 November 2004
Gambar 3. Jenis-Jenis Kebijakan Daerah untuk Mendukung Pemilu 2004
51%
Kebijakan non formal
Radiogram
Surat Keputusan Bupati/Walikota
20% 5%
24%
Surat Edaran
proporsi tertinggi berikutnya. Tetapi, 20 persen daerah penelitian tidak mempunyai kebijakan formal untuk mendukung pelaksanaan pemilu. Jumlah aparat pemda yang diperbantukan kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) berkisar antara 10 – 50 orang dimana sebagian besar pegawai yang diperbantukan berasal bagian Kesbang Linmas, Hubungan Masyarakat (Humas), dan Bagian Tata Pemerintahan serta beberapa instansi lain yang ditunjuk oleh pemerintah daerah. Pemerintah Daerah juga memberikan fasilitas sarana perkantoran, operasional perkantoran, sosialisasi pemilu, dan dana bantuan honorarium Panitia Pemilihan di tingkat Kecamatan (PPK) dan Panitia Penghitungan Suara (PPS).
Kesepakatan Bersama Untuk Pelaksanaan Kampanye Pemilu 2004 Di Kabupaten Bantul, partai politik dan kelompok masyarakat sepakat untuk merumuskan kesepakatan bersama dalam Kampanye pada masa Pemilu untuk menghindari konflik antar pendukung. Forum dan rancangan kesepakatan difasilitasi oleh Kantor Satpol PP. Kesepakatan merinci prinsip-prinsip dan ketentuan yang telah dinyatakan dalam UU Pemilu dengan menyesuaikan kondisi daerah.
10 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Dana yang dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk pelaksanaan Pemilu Legislatif dan DPD, bulan April 2004, berkisar antara Rp 500 Juta – Rp 12,5 Milyar. b. Dampak Pemilu Terhadap Pelayanan Publik Sumber pendanaan pemilu bukan berasal dari anggaran institusi yang menyediakan pelayanan publik. Pendanaan pemilu berasal dari dari pos bantuan sosial atau dana tak terduga. Dana ini sebagaian besar digunakan untuk kondisi darurat. Pencairan dana ini dapat dilakukan secara cepat tanpa perse-tujuan DPRD atau prosedur akuntansi yang menyulitkan. Cara pengalokasian dana dan proses pencairan seperti ini kurang transparan karena seringkali hanya bupati atau walikota saja yang dapat menggunakan sumber dana tersebut. Oleh karenanya, ruang publik untuk menilai penggunaan atau proses penganggaran dana tersebut sangat kecil, bahkan tidak ada dasar yang jelas bagi masyarakat untuk melihat/menilai pengaruh bantuan dana dari pemda untuk pemilu mempengaruhi pela-
yanan publik atau tidak. Secara umum, responden setuju bahwa bantuan pemda berupa staf dan fasilitas kantor tersebut tidak berpengaruh secara signifikan pada pelayanan publik, karena jumlahnya sedikit serta pada umumnya tidak berasal dari instansi penyelenggara pelayanan publik secara langsung. Lebih jauh lagi, data IRDA tidak menunjukkan bahwa pemilu mempengaruhi pelayanan publik, kecuali di segelintir daerah penelitian. Sebagai contoh di Kabupaten Jember, sebanyak 17 kasus persidangan di Kabupaten Jember mengalami keterlambatan pemrosesan karena polisi yang ditugaskan untuk membantu pengadilan negeri untuk sementara ditugaskan ke tempat atau kegiatan pemilu. Di Kabupaten Sumbawa, beberapa staf penting pemerintah daerah dari beberapa instansi ditunjuk untuk membantu KPUD dan ini mempengaruhi kinerja instansi mereka. Beberapa pegawai tidak tetap diambil untuk manggantikan staf yang diperbantukan di KPUD, tetapi sebagian masyarakat mengeluhkan kualitas pelayanan yang menurun.
Rekomendasi 1. Pemerintah daerah dan DPRD perlu perencanaan alokasi anggaran bantuan pemilu lebih dini sehingga sesuai dengan kebutuhan lapangan serta berdasarkan perhitungan-perhitungan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dalam dokumen anggaran. Dokumen anggaran yang dianggarkan perlu secara jelas mengalokasikan kebutuhan tersebut. 2. Melalui penganggaran yang transparan dan jelas, pemerintah daerah perlu memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi yang cukup tentang anggaran pemilu dan darimana anggaran tersebut diperoleh. 3. Untuk menjamin keadilan, perlu ada pedoman pengalokasian anggaran untuk pemilu. Pedoman tersebut mengatur penganggaran di tingkatan pemilu yakni pemilu legislatif dan pemilu presiden serta jika diterapkan pada masa mendatang, pemilu untuk kepala daerah.
12 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
B. Prospek Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung : Rekomendasi dari Stakeholders
memperlihatkan kepada kita dampak dari masukan warga bagi pembuatan kebijakan. a. Lembaga Pelaksana dan Pengawas
5 Juli 2004 merupakan saat bersejarah bagi Indonesia karena untuk pertama kalinya, masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilihan kepala daerah secara langsung berdampak pada proses politik lokal, karena diasumsikan bahwa jika presiden di pilih langsung, maka secara logis kepala daerah juga akan dipilih langsung. Pemilihan kepala daerah secara langsung akan mendorong demokrasi di tingkat lokal. Walaupun pemerintah pusat dan DPR belum merumuskan kebijakan tentang hal tersebut, isu pemilihan kepala daerah langsung menjadi wacana penting di tingkat nasional maupun daerah. Oleh karenanya, penting sekali untuk mendapatkan informasi dan pandangan masyarakat tentang pemilihan kepala daerah secara langsung. Rekomendasi dibawah ini diperoleh dari wawancara dan diskusi dengan stakeholder kunci dari pemerintah daerah dan kelompok masyarakat sipil. Rekomendasi yang dihasilkan mewakili berbagai pandangan berbeda dari seluruh daerah penelitian IRDA. Rekomendasi ini turut memberi masukan kepada pemerintah pusat dan DPR untuk pembuatan mekanisme perumusan dan prosedur pemilihan kepala daerah secara langsung. Pada 18 Mei 2004, rekomendasi ini dipaparkan kepada Departemen Dalam Negeri, Komisi II DPR dan Pantia Kerja Revisi UU 22 tahun 1999 serta Panitia Ad Hoc I MPR. Umpan balik menunjukkan bahwa pengambil keputusan mempertimbangkan rekomendasi yang diberikan untuk revisi UU ini. Hal ini juga
Penyelenggara pemilihan kepala daerah secara langsung harus dilakukan oleh lembaga penyelenggara yang independen dan kompeten. Lembaga dimaksud dapat berupa KPUD atau lembaga baru, yang diatur melalui perundang-undangan. Pengawasan dilakukan oleh Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah (Pengawas Pemilu Daerah). b. Kriteria dan Cara Pengusulan Calon Stakeholders di daerah penelitian merekomendasikan bahwa seorang bakal calon Kepala Daerah harus memenuhi kriteria di bawah ini : (1) Memiliki moral yang baik misalnya tidak pernah melakukan tindakan kriminal atau sedang dalam proses dengan ancaman pidana sekurang-kurangnya 5 Tahun, (2) Berpendidikan minimal SMA atau sederajat, tetapi diutamakan yang lebih tinggi (3) Berpengalaman profesional, baik organisasi formal maupun non-formal seperti organisasi masyarakat dan sejenisnya. (4) Memiliki pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah daerah dan sekurang-kurangnya telah 5 tahun tinggal di daerah bersangkutan, (5) Bersedia untuk menyerahkan daftar kekayaannya yang telah diaudit dan bersedia untuk diaudit selama dan sesudah menjabat , (6) Berusia 25 – 50 tahun.
13 Laporan ke-5 November 2004
c.
Prosedur pengusulan calon kepala daerah
(1)
Bakal calon yang berasal dari parpol harus memiliki dukungan minimal 10% dari jumlah anggota DPRD. Sementara bakal calon independen paling tidak harus memperoleh dukungan langsung dari masyarakat minimal 5 % dari jumlah pemilih di daerah yang dibuktikan dengan foto kopi KTP dan tanda tangan pendukung.
(2)
d.
Siapa yang dapat mencalonkan :
(1)
Bakal calon Kepala Daerah dapat berasal dari parpol, non-parpol dan calon independen. Bakal calon yang berasal dari PNS, TNI/Polri dan KDH yang sedang menjabat boleh mencalonkan diri dengan syarat harus mundur terlebih dahulu dari jabatan sebelumnya.
(2)
e.
Penyelenggaraan Kampanye
(1)
Kampanye bisa dilaksanakan dalam bentuk-bentuk : rapat umum, dialog interaktif di media publik, dan dialog langsung dengan komunitas. Kampanye tidak menggunakan pengerahan massa (arak-arakan) dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Materi kampanye sebaiknya diarahkan untuk menjelaskan visi, misi, platform serta tujuan dan program daerah, dan tidak menggunakan isu SARA dan tidak menghina calon lain.
(2)
(3)
Dana kampanye berasal dari bakal calon atau sumbangan pihak ketiga dengan syarat: a. ada pembatasan jumlah maksimal, b. ada laporan sebelum dan selama masa kampanye, termasuk asal/ sumber dana berasal dan cara mendapatkan dana kampanye, c. dana kampanye diaudit oleh akuntan publik, dan hasil audit harus transparan dan mudah diakses oleh publik.
f.
Pelaksanaan Pemilihan
Pemilihan sebaiknya dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan. g.
Pendanaan Pemilihan
Pendanaan Pemilihan Kepala Daerah selain berasal dari APBD juga berasal dari APBN. Pendanaan itu harus transparan penggunaanya dan jelas mekanisme pertanggungjawabannya. h.
Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah dalam masa Jabatan.
Mekanisme pemberhentian Kepala Daerah perlu ditetapkan dengan jelas melalui proses konsultasi, dengan melibatkan masyarakat lokal, ahli-ahli Pemilu, dengan mempertimbangkan praktek-praktek yang berlaku secara internasional.
Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
III. PERHATIAN PADA ISU-ISU LOKAL: MEMBENTUK DAERAH BARU, MENAMPUNG BERBAGAI KEPENTINGAN
16 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
III. PERHATIAN PADA ISU-ISU LOKAL: MEMBENTUK DAERAH BARU, MENAMPUNG BERBAGAI KEPENTINGAN
Desentralisasi tidak saja memberikan kebebasan bagi pemerintah daerah untuk mengatur kewenangannya, tetapi juga membuka kesempatan daerah untuk menata ulang wilayahnya demi pelayanan yang lebih baik, sesuai dengan kebutuhan lokal. Dalam Pasal 6 Bab III UU 22 tahun 1999 disebutkan bahwa “daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah dan daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan/atau digabung dengan daerah lain ” Dalam IRDA sebelumnya, perhatian lebih terpusat pada bagaimana pemerintah daerah mengelola kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat, tetapi hanya sedikit sekali membahas tentang peningkatan jumlah pemerintah daerah setelah desentralisasi. Oleh karenanya, IRDA Kelima memberikan peluang untuk meninjau ulang status daerah baru. Ketika jumlah kabupaten/kota bertambah atau dimekarkan, otomatis wilayah geografis berkurang. Idealnya, pembentukan daerah baru memudahkan masyarakat untuk mengartikulasikan kebutuhan mereka. Oleh karenanya, interaksi antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan di tingkat daerah menjadi isu yang menarik untuk dikaji. Dalam konteks ini, IRDA Kelima mengamati dinamika demokratisasi di tingkat lokal khususnya dalam hal posisi tawar dan negosiasi yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah daerah.
A.
Pembentukan Daerah Baru
Desentralisasi telah memberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk memekarkan diri, menggabungkan diri atau merubah status kewilayahan lokal. Daerah-daerah pemekaran baru, sebagai pecahan daerahdaerah yang memiliki wilayah geografis yang sangat luas, terjadi pada level propinsi ataupun kabupaten/kota. Jumlah kabupaten/kota telah meningkat dari 294 di awal tahun 2001 menjadi 440 pada bulan Januari 2004 yang terdiri atas 349 kabupaten dan 91 kota. Di sisi yang lain, hampir tidak ditemukan adanya penggabungan kabupaten/kota atau propinsi. Perubahan status wilayah dilakukan dengan cara mengembalikan struktur sosial di tingkat lokal dan menghidupkan kembali pranata sosial yang telah lama ada, dengan legitimasi yang diberikan melalui UU 22/1999. Perubahan-perubahan yang muncul merefleksikan oposisinya terhadap kebijakankebijakan Orde Baru. Sebagai contoh, di Sumatra Barat, nagari, sebuah struktur desa tradisional, telah dikembalikan sebagai bagian yang penting dalam struktur pemerintahan daerah. Di Papua, penggunaan istilah kecamatan telah diganti dengan distrik. Berdasarkan data yang ada, hingga bulan Januari 2004, telah terdapat 6 propinsi baru hasil pemekaran yaitu Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, Maluku Utara dan Irian Jaya Barat. Grafik berikut ini memperlihatkan perbandingan jumlah kabupaten/kota di tiap propinsi sebelum dan
17 Laporan ke-5 November 2004
Gambar 4. Jumlah Pemerintahan Daerah Sebelum dan Sesudah Desentralisasi Irian Jaya Barat Maluku Utara Bangka Belitung Banten Gorontalo Kepulauan Riau Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat Sulawesi Selatan Sumatra Utara Sumatra Barat Nusa Tenggara Timur Aceh Papua Sumatra Selatan Kalimantan Selatan Bali Kalimantan Barat Riau Sulawesi Utara Nusa Tenggara Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Jambi Sulawesi Timur Selatan Sulawesi Tengah Lampung Maluku Jakarta Yogyakarta Bengkulu
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Sesudah Sebelum
Jumlah Kabupaten/Kota
sesudah desentralisasi. Grafik tersebut telah menunjukkan bahwa pembentukan daerah baru banyak terjadi di luar Jawa. Propinsi yang memiliki jumlah pembentukan daerah baru terbesar adalah Aceh. Sebelum desentralisasi, Aceh hanya memiliki 10 kabupaten/kota. Saat ini, Aceh memiliki 17 kabupa-
ten dan 4 kota. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel di bawah ini, sebagian besar pemerintah daerah di 39 daerah penelitian IRDA mengalami perubahan dalam kewilayahan lokal. Hampir separoh daerah penelitian mengalami peme-
18 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Tabel 1. Persentase Daerah Penelitian IRDA yang Mengalami Perubahan Status Kewilayahan Kabupaten/Kota ( % )
Kecamatan ( % )
Dewasa ( % )
Pemekaran
45
52.5
40
Penggabungan
2.5
0
2.5
Tidak Berubah
32.5
45
42.5
Perubahan Nama
15
2.5
15
Sedang Dalam Proses Membentuk Daerah Baru
5
0
0
Jenis Perubahan
karan kabupaten/kota dan/atau pemekaran desa/kelurahan. Di sisi lain, ditemukan pula lebih dari separoh daerah penelitian mengalami pemekaran kecamatan. Sementara itu, penggabungan wilayah hanya dialami oleh satu daerah yakni di Kabupaten Jember.
Tabel dibawah ini menunjukkan nama kabupaten baru di beberapa lokasi penelitian IRDA Secara umum, terdapat tiga kelompok yang terlibat dalam pengambilan keputusan untuk
Tabel 2. Nama Daerah Baru di Daerah Penelitian IRDA Kelima Kabupaten-Kabupaten Induk
Kabupaten-Kabupaten Baru
Kabupaten Buton
Kabupaten Bombana dan Kabupaten Wakatobi
Kabupaten Sumbawa
Kabupaten Sumbawa Barat
Kabupaten Minahasa
Kabupaten Minahasa Barat
Kabupaten Sanggau
Kabupaten Sekadau
Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Serdang Bedagai
Kabupaten Ogan Komering Ilir
Kabupaten Ogan Ilir
Kabupaten Solok
Kabupaten Solok Selatan
Kabupaten Gorontalo
Kabupaten Bone Bolango
Kabupaten Dairi
Kabupaten Pakpak Barat
19 Laporan ke-5 November 2004
pemekaran, yakni : pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan DPRD. Sementara itu hanya beberapa daerah yang melibatkan pemerintah pusat (Kabupaten Banjar, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Buton, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Lombok Barat) dan DPR (Kabupaten Batanghari, Kabupaten Banjar, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten
Buton, Kabupaten Sumbawa, dan Kabupaten Lombok Barat). Di beberapa daerah, proses persetujuan untuk pemekaran suatu daerah memerlukan waktu 2 tahun. Berikut ini adalah proses pembentukan daerah baru di Kabupaten Minahasa.
Gambar. 5 Proses Pembentukan Daerah Baru di Kabupaten Minahasa
Tim Pembentukan Kabupaten Pemekaran (BPKMU)
Rapat Pansus
Proposal
DPRD Kabupaten Induk
Tinjauan Lapangan untuk Validasi Studi Kelayakan
Rekomendasi
Pemerintah kabupaten Induk
Tim Pengkajian Melakukan Studi Kelayakan
DPR RI Bupati Kabupaten Induk
Pemerintah Propinsi
Persetujuan DPR
Menteri Dalam Negeri
DPOD
20 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Tabel berikut ini menggambarkan alasan utama pemekaran suatu daerah. Alasan yang paling umum (34 %) adalah kebutuhan pemerataan pembangunan ekonomi. Alasan
utama lainnya (26%) adalah kondisi geografis yang terlalu luas untuk pengelolaan pemerintahan yang efektif.
Gambar 6. Alasan Pembentukan Daerah Baru 12%
26% Alasan-alasan pemerataan pembangunan ekonomi
100 90 80
Alasan-alasan politik
70
Alasan-alasan geografis
60 50
Alasan-alasan kesejahteraan
40
Alasan-alasan etnisitas
30
Alasan-alasan pelayanan publik
20
Alasan lain-lain
10 0 1%
6%
6%
12%
15%
26%
Pembentukan daerah baru tidak secara otomatis menjamin peningkatan pelayanan publik dan pemerataan pembangunan, karena proses pembentukan daerah baru tidak diimbangi dengan peningkatan sumber daya manusia dan rencana yang baik, serta selalu diikuti dengan peningkatan biaya rutin pemerintahan. Keterlibatan masyarakat dalam pembentukan daerah baru secara umum tinggi, baik sebagai kelompok masyarakat yang pro-pemekaran maupun yang kontra, sebagai kelompok yang mengambil inisiatif ataupun memberikan respons atas inisiatif serupa yang disampaikan
34%
oleh kalangan elit lokal maupun pemerintah daerah. Bahkan di Gorontalo ditemukan adanya keterlibatan kelompok perempuan dalam proses tersebut. Meskipun keterlibatan masyarakat cukup tinggi, umumnya mereka tidak mengerti tentang PP No.129 tahun 2000 yang mengatur pembentukan daerah baru. Akibatnya terdapat dua pandangan yang berbeda dalam menyikapi proses pemekaran kedepan. Elit politik lokal menginginkan agar proses pemekaran ke depan dipermudah, sedangkan warga masyarakat sebaliknya berharap persyaratan pemekaran diperketat.
Rekomendasi 1. Pemerintah pusat perlu melakukan evaluasi secara komprehensif, independen dan partisipatif untuk mengukur seberapa jauh efektivitas pembentukan daerah baru selama ini. 2. Perlu ada masa percobaan bagi daerah pemekaran, sekurangkurangnya lima tahun, sebelum ditetapkan sebagai daerah otonom yang definitif. 3. Pemerintah daerah seharusnya memprioritaskan pemekaran pada tingkat kecamatan dan desa, yang diikuti dengan pelimpahan kewenangan dari pemerintah kabupaten/kota ke kecamatan dan desa, serta penguatan kelembagaan desa dengan pengaturan instrumen hukum yang jelas. Untuk itu perlu ada peraturan pemerintah dan Perda yang mengatur pelimpahan kewenangan tersebut. 4. Perubahan status desa menjadi kelurahan seharusnya tidak menghilangkan kekuatan otonomi lokal, khususnya dalam hal pemilihan kepala kelurahan secara langsung dan tidak mengalihkan aset desa menjadi aset pemerintah kabupaten/kota. 5. Pemerintah pusat seharusnya menyusun kebijakan partisipasi dalam proses pemekaran yang didalamnya memuat 3 aspek penting yaitu mempertimbangkan representasi unsur masyarakat yang harus terlibat, bentuk dan tahapan partisipasi serta pengaturan sanksi yang jelas untuk memastikan keterlibatan masyarakat di daerah.
22 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
B. Politik Tawar Menawar Kepentingan di Daerah
Keterlibatan aktif masyarakat dan LSM adalah suatu komponen penting dalam proses reformasi di Indonesia dan merupakan elemen penting dalam proses demokrasi. Kelompok sipil memiliki peranan yang esensial dalam mendukung pluralisme demokrasi sebagai alat penyeimbang dan pelibatannya dalam interaksi publik. Kelompok sipil adalah aktor kunci dalam memastikan pertangungjawaban pemerintah. Di dalam tata pemerintahan baru yang demokratis yang mempunyai komponen perencanaan yang kuat menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan telah melibatkan semua stakeholder. Keterlibatan stakeholder dalam proses pengambilan keputusan yang terencana harus mulai berubah dari perdebatan akademis menjadi kebijakan praktis. Penyusunan kebijakan daerah adalah fokus penelitian di IRDA sebelumnya khususnya di IRDA Ketiga. IRDA Kelima melihat sudut pandang yang sedikit berbeda yakni lebih memusatkan pada proses politik dan posisi tawar dalam perumusan kebijakan daerah. Dinamika dalam proses perumusan kebijakan seperti proses pengajuan usulan, pola tawar menawar antar kelompok dan proses akomodasi terhadap pendapat yang berbeda adalah aspek penting yang tidak dilihat pada IRDA sebelumnya. Desentralisasi menyebabkan perubahan peran dan posisi dalam aktor yang berpengaruh. Sebelumnya, aktor politik yang berpengaruh di tingkat lokal mengalami kesulitan dalam menyampaikan aspirasi lokal ke pemerintah pusat. Dengan adanya desentralisasi, saluran penyampaian berpindah di tingkat daerah. Saat ini, fokus perhatian aktor politik lebi besar pada pemerintah daerah dibanding pemerintah pusat. Pergeseran ini mempe-
ngaruhi pula dalam ketentuan tawar menawar dalam politik lokal. Dalam rangka mengevaluasi hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat, penelitian ini menitikberatkan pada isu-isu yang kontroversial dalam suatu pemerintah daerah dan menggambarkan dinamika politik dan proses penyusunan kebijakan daerah. Sebagai upaya menghasilkan informasi yang seimbang untuk melihat hubungan pemerintah daerah dan masyarakat, IRDA mengumpulkan informasi dari elit politik dan elit masyarakat. a. Struktur dan Cara Penyusunan Kebijakan Daerah Pemerintah daerah mempunyai dua kategori kebijakan yakni kebijakan umum (Arah Kebijakan Umum, AKU) dan kebijakan yang spesifik. Kebijakan umum terdiri dari program pembangunan dan anggaran pembangunan. Kebijakan tersebut diformulasikan melalui beberapa sarana konsultasi publik daerah dimulai dari musayawarah pembangunan desa (Musbangdes/kel) dimana melibatkan LSM, Badan Perwakilan Desa, aparat desa dan masyarakat desa. Hasil dari Musbangdes/kel dibawa ke Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP) untuk didiskusikan untuk menghasilkan usulan program pembangunan. Dalam pertemuan di tingkat kabupaten, melalui Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang), diuraikan suatu rancangan usulan program dan rancangan anggaran daerah (RAPBD) untuk diusulkan ke DPRD. Setelah DPRD melakukan beberapa kali rapat, usulan tersebut disetujui dan kemudian dikeluarkan menjadi Peraturan Daerah tentang Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (Perda APBD). Pemerintah daerah juga mengeluarkan kebijakan spesifik yang didasarkan pada aspriasi
23 Laporan ke-5 November 2004
dan kelompok kepentingan dan juga didasarkan pada kepentingan pemerintah daerah. Kebijakan dapat dibuat berdasarkan keputusan Bupati/Walikota (SK Bupati/Walikota) atau peraturan daerah (perda). Proses perumusan kebijakan yang spesifik berbeda dengan penyusunan kebijakan umum. Sebagai tambahan, perbedaan dalam perumusan kebijakan yang khusus didasarkan pada isu yang ada. Gambar 7 menggambarkan proses perumusan kebijakan yang ada.
sung dihadapi oleh kelompok kepentingan dan secara tidak langsung dibutuhkan masyarakat lokal. Masyarakat juga dimungkinkan untuk menyusun usulan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kelompok kepentingan atau masyarakat secara umum mengartikulasikan aspirasinya melalui rancangan perda inisiatif (Raperda Inisiatif Masyarakat). Rancangan ini dibawa ke DPRD dan kemudian dibentuk panitia khusus untuk membahas raperda inisiatif tersebut.
Kebijakan khusus biasanya muncul dari aspirasi kelompok kepentingan yang prosesnya dimulai dari usulan masyarakat atau forum seperti Kelompok Kerja Masyarakat Adat di Kabupaten Sanggau, Forum Pedagang Kaki Lima di Pontianak dan Asosiasi Tukang Ojek (Asspendo) di kota Palu, LSM atau universitas setempat. Usulan biasanya dihasilkan dari kondisi riil dan problem yang secara lang-
Kebijakan khusus yang mewakili kepentingan pemerintah daerah pada umumnya dimunculkan dari dinas teknis. Dinas teknis mengusulkan usulan ke Bagian Hukum di kantor Sekretaris Daerah. Bagian Hukum akan menindaklanjuti usulan tersebut setelah terbentuknya panitia kerja yang telah ditetapkan oleh Keputusan Bupati/Walikota. Rancangan tersebut kemudian dibawa ke DPRD dan kemudian DPRD menetapkan panitia kerja sebagaimana usulan insiatif masyarakat. Semua rancangan perda memerlukan persetujuan DPRD dan dikeluarkan oleh pemerintah daerah sebagai perda. SK Bupati/Walikota dikeluarkan oleh eksekutif dan tidak memerlukan persetujuan DPRD. Oleh karenanya, SK Bupati/Walikota tidak perlu dibahas dalam panitia kerja DPRD tetapi cukup ditetapkan seketika oleh kepala daerah.
Terbatasnya Keterlibatan Warga di Kabupaten Bone Di dalam tahapan identifikasi masalah, pegawai dari dinas teknis mengunjungi beberapa kecamatan/desa dan mengorganisir forum diskusi untuk menggali aspirasi warga. Informasi yang dikumpulkan dijadikan sebagai data pendukung bagi Bappeda. Interaksi formal dengan stakeholder non pemerintah dilakukan setelah kebijakan selesai dibuat. Pemerintah daerah mengumpulkan berbagai kelompok masyarakat untuk memberikan informasi dan menerima tanggapan terhadap kebijakan yang baru baik berupa SK Bupati ataupun Perda. Respon non formal dilakukan melalui artikel surat kabar.
Usulan yang merupakan inisiatif masyarakat ataupun kebijakan daerah yang diusulkan oleh eksekutif, dibahas dalam panitia kerja dan kemudian dilakukan studi kelayakan yang biasanya dalam bentuk seminar, dengar pendapat, dan kunjungan lapangan untuk penjajakan lebih lanjut. Ketika proses tersebut selesai dilakukan DPRD melakukan rapat paripurna dengan pihak eksekutif untuk disetujui dan dikeluarkan sebagai perda.
24 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Gambar 7. Proses Penyusunan Kebijakan Daerah
Arah Kebijakan Umum / AKU (Perda APBD, Renstra)
Kebijakan Spesifik
Inisiatif Pemerintah Daerah Usulan program dari dinas/kantor
Musyawarah Pembangunan Desa/Kelurahan (Musbangdes/Musbangkel)
Bagian Hukum di Kantor Sekretaris Daerah
Usulan Daerah Kerja Pembangunan (UDKP)
Sekretaris Daerah Membantuk Panitia Kerja
Rapat Koordinasi Pembangunan (Rakorbang)
Draft Perda diserahkan kepada DPRD
Panitia Kerja menyusun Rancangan Perda/SK
DPRD membentuk Pansus / Panja
DPRD mengadakan rapat pleno dengan mengundang pemda
DPRD menyetujui Draft Perda
Bupati/Walikota menyetujui SK
Bupati/Walikota melaksanakan Perda / SK
Aspirasi Masyarakat
Kelompok masyarakat sipil/LSM biasanya didampingi universitas lokal mengajukan Perda inisiatif masyarakat
25 Laporan ke-5 November 2004
Waktu yang diperlukan untuk merumuskan kebijakan daerah bervariasi dan sangat tergantung pada daerah penelitian IRDA. Misalnya saja tiga bulan untuk Kota Salatiga dan dua tahun untuk Kabupaten Deli Serdang. Di beberapa kasus, rancangan kebijakan daerah sangat lama pembahasannya dan belum selesai karena menjadi isu yang kontroversial dan sangat sulit bagi pemerintah daerah maupun DPRD untuk menyatukan konflik kepentingan. Secara umum, ada tiga faktor yang mempengaruhi lamanya waktu persetujuan suatu perda : 1. Dibandingkan dengan SK Bupati/ Walikota, kebijakan ini memerlukan persetujuan DPRD dan umumnya memerlukan waktu yang lama. Kondisi ini dikarenakan prosesnya memerlukan rangkaian
dialog dan klarifikasi antara anggota DPRD dan pemerintah daerah seperti halnya antara DPRD dan kelompok sipil atau masyarakat. 2. Banyaknya rancangan perda yang menunggu proses persetujuan untuk menjadi kebijakan daerah. Ini menjadi sumber lamanya pengesahan perda di Kabupaten Deli Serdang. 3. Kebijakan-kebijakan yang kontroversial, seperti yang diperlihatkan di bawah ini, memiliki implikasi sosial politik yang luas. Biasanya membutuhkan waktu yang lama untuk persetujuan dibandingkan kebijakan yang kurang kontroversial seperti perda pembentukan kelembagaan dalam struktur pemerintah daerah.
26 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Tabel 3. Contoh-Contoh Kebijakan Kontroversial di Daerah-Daerah Penelitian IRDA Jenis Kebijakan dan Lokasi
Pelaku Utama
Kontroversi Kebijakan di Beberapa Daerah Penelitian
Penggusuran (Kabupaten Sumbawa, Kota Jayapura, Kota Pontianak, Kabupaten Bangka).
Pemda : Dinas/Kantor Ketentraman dan Ketertiban (Tramtib), DPRD, Kepolisian
Di Kabupaten Sumbawa, warga tiga desa direlokasi karena rencana pusat untuk membangun bendungan di wilayah mereka. Sayangnya, lahan relokasi yang dijanjikan pemerintah telah dipakai oleh kelompok warga dari desa-desa lain. SK Bupati No. 323/2003 yang mengatur relokasi belum diberlakukan untuk menghindari konflik horizontal.
Lingkungan (Kota Salatiga, Kabupaten Sumba Timur, Kota Dumai)
Pemda: Dinas Lingkungan Hidup, Bappeda, DPRD
Di Kota Salatiga, Forum Masyarakat Peduli Salatiga (Formalisa), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan beberapa LSM lain menentang rencana pemkot untuk membeli incinerator dengan alasan rencana ini dapat membahayakan lingkungan dan merupakan pemborosan belaka. Belum ada keputusan final atas rencana ini.
Upaya untuk Menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD) (PAD) Kabupaten OKI, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Kupang, Kabupaten Serang, Kabupaten Bangka, Kota Palu, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gorontalo
Berbagai dinas/kantor/unit daerah
Di Kabupaten Lombok Barat, LSM lokal, masyarakat kampus, dan warga tiga desa memprotes keluarnya SK Bupati No. 584 dan No. 585/2003 tentang penggunaan limbah kayu. Melalui beberapa kali seminar dan artikel di surat kabar, mereka menyuarakan kekhawatirannya bahwa SK tersebut dapat memicu pennggundulan hutan hanya untuk alasan peningkatan pendapatan daerah.
Kebijakan tentang Minuman Keras (Kota Palu, Kabupaten Serang, Kabupaten Bantul, Kabupaten Takalar, Kabupaten Deli Serdang)
Pemda: Dinas/Kantor Budaya dan Pariwisata, DPRD
Warga Deli Serdang melakukan demonstrasi menentang Perda No. 9 and No. 23 / 2003 tentang Minuman Beralkohol, Night Club, dan Prostitusi. Tetapi, protes yang terjadi hanya pada tataran istilah. Pada akhirnya, perda-perda ini bisa dikeluarkan tanpa ada protes lebih lanjut.
Masalah Otonomi Desa
Pemda: Bagian Hukum, DPRD
(Kabupaten Kebumen, Kabupaten Sanggau, Kabupaten Jember, Kabupaten Minahasa, Kota Semarang)
Perda Partisipasi dan Transparansi (Kabupaten Solok, Kabupaten Gianyar, Kota Metro, Kota Banda Aceh, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bone, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember)
Forum Warga, LSM, tokoh masyarakat, pemilik sarang burung walet
Tokoh agama, LSM, kelompok masyarakat sipil, pedagang minuman beralkohol eceran, pemilik hotel dan restoran.
Berbagai organisasi masyarakat desa (Paguyuban Tunggul Jati di Kabupaten Bantul, Formossa di Kabupaten Kebumen, KKMA di Kabupaten Sanggau, Asosiasi Hukum Tua di Kabupaten Minahasa). Organisasi keagamaan (LDII in Kabupaten Bantul), Partai Politik. Pemda, DPRD, akademisi, LSM, kelompok masyarakat sipil
Di Kabupaten Bantul, Paguyuban Tunggul Jati, didukung oleh beberapa LSM lokal menuntut agar masa jabatan perangkat desa selama 10 tahun. Bukan selama 5 atau 8 tahun sebagaimana disusulkan oleh pihak eksekutif. Setelah melalui proses lobi dan debat yang panjang, voting DPRD memenangkan usulan masa jabatan 10 tahun.
Beberapa LSM di Kabupaten Sidoarjo menolak terlibat dalam penyusunan Draf Perda Transparansi dan Partisipasi yang disiapkan pemda pada tahun 2003. Mereka beranggapan pemda memperlakukan masyarakat hanya sebagai objek kebijakan. Karena rendahnya partisipasi kelompok masyarakat sipil dalam penyusunannya, draft perda belum disahkan.
27 Laporan ke-5 November 2004
b. Mekanisme Posisi Tawar Kepentingan Lokal Tawar menawar selama perumusan peraturan daerah umumnya terjadi antara dinas teknis dengan DPRD atau antara dinas teknis, Bappeda dan Bagian Keuangan. Kelompok masyarakat yang pada awalnya mengajukan dan membawa isu seringkali juga terlibat aktif dalam melobi kelompok kepentingan mereka. Sedangkan kelompok masyarakat umumnya memiliki posisi tawar yang lemah dalam berhadapan dengan pemerintah daerah dan DPRD meskipun ada pengecualian. Sebagai contoh di Kabupaten Kebumen, Forum Perangkat Desa dan Anggota BPD (Formossa) memiliki kekuatan dan cukup solid untuk memperingatkan anggota DPRD bahwa anggota forum tidak akan memilih partai
Demonstrasi Masih Merupakan Cara Populer Untuk Mempengaruhi Kebijakan Masyarakat atau kelompok kepentingan menyatakan penolakan mereka terhadap kebijakan tertentu melalui jalan demonstrasi. Sebagai contoh di Kota Palu, Asosiasi Tukang Ojek menentang rencana pemerintah daerah yang akan mengeluarkan kebijakan baru tentang Jasa Ojek. Di Kota Pontianak, Keputusan Walikota tentang pemindahan lokasi pedagang kaki lima ke pasar yang baru ditolak dengan cara demonstrasi.
politik mereka jika DPRD tidak mendukung kepentingan mereka untuk meloloskan perda tentang Dana Alokasi Desa. Cara tersebut telah memaksa anggota DPRD untuk menyetujui permintaan forum. Secara formal, posisi tawar dan lobi oleh kelompok masyarakat dalam perumusan kebijakan dilakukan dengan mendatangi kantor Sekretaris daerah (Sekda) atau kantor DPRD dan dalam kegiatan dengar pendapat. Secara non formal, proses lobi berlangsung di rumah anggota DPRD atau melalui pertemuan khusus. Tanpa memperhitungkan efektifitasnya, masyarakat dan kelompok warga percaya bahwa proses informal dengan lobi yang sering dilakukan tertutup dengan pejabat daerah dikawatirkan berpotensi menimbulkan kolusi. Perdebatan yang terkait dengan kebijakan terjadi di tahapan yang berbeda dan terjadi di antara aktor yang berbeda. Perdebatan antara masyarakat dan pemerintah daerah biasanya berlangsung pada saat konsultasi berlangsung khususnya sebelum kebijakan spesifik tersebut dibicarakan di tingkat DPRD. Perdebatan selanjutnya terjadi antara masyarakat dan DPRD terjadi pada saat konsultasi publik. Akhirnya pada saat pembahasan akhir, perdebatan biasanya terjadi antara pemerintah daerah dan DPRD. Dasar pertimbangan terjadinya perdebatan meliputi: (1) perbedaan pemahaman mengenai isi kebijakan dan peran dan fungsi dari pihak yang terlibat; (2) kecilnya atau tidak adanya keikutsertaan warga dalam perencanaan, perumusan
28 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
dan pembahasan; (3) kegagalan kebijakan dalam mengakomodasi aspirasi lokal; (4) penolakan oleh masyarakat atas kebijakan yang dikeluarkan karena dirasa tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Kontroversi atas isu tertentu muncul dari perspektif yang berbeda dalam suatu permasalahan dan dari kepentingan masingmasing pihak. Sebagai contoh rancangan perda minuman keras di Kabupaten Serang dan Kota Palu. Pemerintah daerah menginginkan adanya pajak dan membatasi penjualan minuman keras di hotel dan restoran sehingga mereka dapat mengendalikan distribusi dan meminimalkan dampak. Tokoh agama menilai bahwa raperda sebagai usaha pemerintah daerah untuk melegalisasi minuman keras. Sementara itu, pedagang kaki lima memprotes raperda tersebut karena menghalangi hak ekonomi mereka. Pemilik hotel dan restoran dicurigai oleh tokoh agama melakukan lobi tersembunyi dengan pemerintah daerah. Sebagai hasilnya, raperda minuman keras tersebut telah dibatalkan di Kabupaten Serang dan tidak disetujui oleh DPRD Palu. Pandangan yang muncul adalah bahwa kebijakan daerah tidak sesuai dengan aspirasi publik. Ini dikarenakan keterlibatan masyarakat dalam memberikan rekomendasi sangat terbatas. Dalam formulasi kebijakan daerah, masyarakat umumnya hanya dilibatkan dalam sosialisasi atau konsultasi publik saja. Dalam formulasi SK Bupati/Walikota, masyarakat tidak dilibatkan sama sekali dalam perumusannya. Pada hampir semua proses perumusan kebijakan, masyarakat kurang terlihat aktif dalam proses tawar menawar. Umumnya
Kontroversi atas Contoh Teladan Beberapa pemerintah daerah sedang mencoba melokalisasi dan mengesahkan penjualan minuman keras. Namun demikian, pemerintah Kabupaten Kebumen mengeluarkan Perda No. 2 tahun 2000 yang melarang pendistribusian segala minuman keras. Berbagai daerah telah mengunjungi Kabupaten Kebumen untuk belajar dan mencoba mereplikasi kebijakan tersebut di daerahnya. Ironisnya, perda tersebut sesungguhnya bertentangan dengan peraturan nasional yang mengijinkan penjualan minuman keras di tempat khusus. mereka mengikuti kebijakan yang ada. Namun demikian, ada beberapa kasus dimana elit masyarakat dilibatkan dalam formulasi kebijakan daerah. Sebagai contoh di Kabupaten Bandung dimana rancangan perda Contoh teladan Di Kabupaten Bandung, Forum Prakarsa 17, sebuah forum multi stakeholder telah memulai pembuatan rancangan perda transparansi. Kelompok kerja dibentuk di dalam forum untuk mendiskusikan secara konstruktif rancangan tersebut dengan pemerintah daerah dan mendiseminasikan ke pihak lain. Proses dialog dinilai oleh banyak pihak sebagai proses belajar yang ditetapkan sebagai standar penyusunan kebijakan di masa datang.
29 Laporan ke-5 November 2004
transparansi disiapkan oleh forum warga dan di Kabupaten Sanggau dimana rancangan perda tentang administrasi desa disiapkan oleh Kelompok Kerja Masyarakat Adat. c. Mekanisme Pelibatan Stakeholder dalam Penyusunan Kebijakan Perda transparansi dan partisipasi masyarakat merupakan isu yang banyak terjadi di berbagai daerah penelitian. Nampaknya ada kecenderungan umum antar stakeholder untuk mengembangkan tata pemerintahan daerah yang baik melalui keterlibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan lokal. Melalui kebijakan yang ada dapat mendorong keterlibatan masyarakat yang lebih besar. Meskipun demikian, ada beberapa perdebatan yang menyangkut isi teknis kebijakan khususnya yang berkenaan dengan keanggotaan dan kewenangan Komite Transparansi. Sebagai contoh, di kabupaten Bandung, pemerintah daerah yang terkait dengan fungsi Komite akan tumpang tindih
Contoh teladan Di Kabupaten Solok, penyusunan perda transparansi dilakukan melalui proses yang partisipatif dan menyeluruh dari kunjungan lapangan ke daerah lain hingga konsultasi publik. Sebagian besar proses dirumuskan oleh 7 anggota kelompok kerja yang terdiri dari berbagai pihak dan diketuai oleh aktivis LSM dan tak satu pun anggota berasal dari pemerintah daerah.
fungsinya dengan Badan Pengawas Daerah (Bawasda). Sedangkan di Kabupaten Solok, hal tersebut dianggap akan mengambil alih peran DPRD. Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Sidoarjo dimana respon publik sangat terbatas dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah rendah. Hal ini diduga sebagai bagian dari penundaan dikeluarkannya rancangan perda tersebut.
Rekomendasi 1.
Kelompok masyarakat memerlukan dukungan pengembangan kapasitas khususnya pengembangan kemampuan untuk advokasi kebijakan, teknik lobi dan negosiasi dengan pemerintah daerah.
2.
Undang-undang dan peraturan harus menjamin keterlibatan masyarakat secara aktif dalam seluruh tahapan proses penyusunan kebijakan (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi). Dimungkinkan bagi pemerintah pusat untuk mengatur kebijakan tersebut hingga kebijakan daerah seperti SK Bupati/Walikota atau perda.
3.
Pemerintah daerah seharusnya melakukan analisis dampak terhadap suatu kebijakan sebagai mekanisme reguler untuk menilai apakah peraturan daerah sudah sesuai dengan tujuan semula dan apakah sesuai dengan kondisi sekarang.
IV. MELEMBAGAKAN PROSES-PROSES DEMOKRASI DI INDONESIA: SEBUAH PEKERJAAN YANG BELUM SELESAI
32 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
IV. MELEMBAGAKAN PROSESPROSES DEMOKRASI DI INDONESIA: SEBUAH PEKERJAAN YANG BELUM SELESAI Temuan IRDA menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang proses demokratisasi yang sedang terjadi daerah. IRDA Kelima berlangsung bersamaan dengan pemilu yang merupakan momen penting dalam sejarah Indonesia. Ini merupakan pemilu legislatif kedua pada masa reformasi, dan yang pertama bagi pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Yang lebih penting, rakyat Indonesia untuk pertama kalinya memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Dalam pelembagaannya, pemilu dilakukan setiap lima tahun sekali. Pemilu bukanlah suatu proses demokrasi yang murah dan di dalamnya ada pihak-pihak yang secara kritis melihat pengaruh pemilu di daerah, dalam hal ini potensi gangguan penyelenggaraan pelayanan publik. Temuan IRDA Kelima mengungkapkan bahwa yang menjadi persepsi umum dalam masyarakat, bahwa pemilu mengganggu pelayanan publik, tidak terjadi. Tetapi perlu diingat bahwa penelitian ini baru melihat dampak pemilu legislatif bulan April, belum melihat dampak pada pemilihan presiden langsung beberapa bulan sesudahnya. Untuk menghindari gangguan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, penting untuk melakukan pemantauan atas dampak jangka panjang pemilu. Dana pemerintah daerah untuk pemilu bukan berasal dari anggaran pembangunan, melainkan dari anggaran tak terduga. Temuan IRDA mengungkapkan bahwa ada pemerintah
daerah yang mengalokasikan dana hingga Rp. 12,5 Milyar untuk pemilu. Namun demikian, masih tampak mekanisme yang kurang transparan, baik pada anggaran pemilu, dan terutama pada penggunaan dana dari anggaran tak terduga. Jika dana tersebut tidak digunakan untuk pemilu, untuk apa dana tersebut digunakan? Dan jika dana tak terduga dialokasikan untuk keadaan darurat seperti bencana alam, dari mana sumber dana pemilu diperoleh? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini menunjukkan pentingnya transparansi dalam penganggaran pemilu. Penguatan proses demokrasi lebih lanjut dimungkinkan dengan adanya pemilihan kepala daerah secara langsung. Masyarakat Indonesia dengan antusias menyambut peluang ini dan, berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya, mereka memiliki berbagai opini dan masukan dalam berbagai aspek tentang proses pemilihan kepala daerah langsung. Aspek yang direkomendasikan terdiri dari kriteria calon kepala daerah hingga pengawasan dan anggaran untuk pemilu. Ada kecenderungan yang sama antara elit politik dan masyarakat untuk mencalonkan kandidat dengan moral yang baik. Ini merupakan harapan bahwa calon yang diyakini korup tidak akan dipilih. Selain pemilu, praktek-praktek demokratisasi yang lain terus dilembagakan dalam sistem politik lokal meskipun prosesnya masih lambat. Temuan IRDA Kelima tentang proses tawar menawar dalam politik lokal menunjukkan bahwa keterlibatan kelompok masyarakat sipil dalam pengambilan keputusan masih merupakan tantangan terbesar. Di beberapa kasus, kelompok masyarakat sipil mampu mengartikulasikan kebutuhan mereka dengan baik, tetapi ini masih merupakan
33 Laporan ke-5 November 2004
pengecualian, belum menjadi gejala umum. Secara keseluruhan, keterlibatan masyarakat dalam berbagai hal dalam pemerintahan daerah masih terbatas meskipun organisasi non-pemerintah tumbuh menjamur setelah desentralisasi. Temuan ini menjadi kecenderungan selama lima putaran IRDA. Peningkatan secara pesat jumlah kabupaten/kota baru hasil pemekaran merupakan perkembangan era desentralisasi yang perlu diperhatikan. Motif utama untuk memekarkan diri adalah motif pemerataan ekonomi. Penelitian dan analisis mendalam diperlukan untuk melihat apakah, dalam jangka panjang, pembentukan daerah baru ataupun perubahan status kewilayahan menghasilkan tata pemerintahan dan akses pelayanan yang lebih baik, khususnya kepada kelompok miskin. Respon negatif telah muncul dari beberapa daerah, misalnya atas tidak adanya dana yang diberikan ke pemerintah daerah yang baru atau kasus sebaliknya dimana sebagian besar dana masuk ke daerah pemekaran baru. ebagaimana yang disampaikan informan kunci di Minahasa “Pada awalnya kita mendapatkan perhatian penuh dari daerah induk untuk membentuk daerah baru tetapi secara perlahan itu semua tidak berjalan
sesuai dengan harapan”. Pernyataan tersebut seharusnya merupakan peringatan bagi pemerintah pusat untuk memantau lebih dekat perkembangan di daerah baru. UndangUndang 22/1999 mengamanatkan perlunya meninjau kembali atas status pemerintah daerah yang baru tiap lima tahun. Meskipun demikian, perlu dilakukan pemantauan yang periodik terhadap kondisi ini. Secara umum, pelembagaan proses-proses yang demokratis di Indonesia sedang berlangsung. Desentralisasi secara pasti telah menjadi dasar bagi pelembagaan lebih banyak praktek-praktek yang demokratis. Pemilihan kepala daerah secara langsung adalah contoh nyata. Jumlah pemerintah daerah yang meningkat hampir 150 daerah. Lingkungan pendukung bagi kelompok kepentingan untuk melakukan posisi tawar juga meningkat. Sedangkan pelembagaan demokratisasi tidak akan terjadi dalam sekejap. Hal ini menunjukkan demokrasi di Indonesia sedang berlangsung. Pastinya, negara masih memerlukan dukungan yang lebih banyak dari daerah dan organisasi pembangunan internasional tetapi penting untuk dicatat bahwa Indonesia telah mengambil langkah berani menuju ke arah perubahan.
Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LAMPIRAN LAMPIRAN A METODOLOGI IRDA PEMBERIAN UMPAN BALIK SECARA TEPAT WAKTU MELALUI METODE IRDA
36 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
LAMPIRAN LAMPIRAN A
METODOLOGI IRDA PEMBERIAN UMPAN BALIK SECARA TEPAT WAKTU MELALUI METODE IRDA Ada banyak sekali pokok bahasan yang dapat dipelajari tentang desentralisasi. Akan tetapi, perdebatan mengenai kebijakan perlu diperjelas sesegera mungkin agar segera dapat diambil tindakan oleh pihak-pihak utama yang terkait. Di sinilah letak kegunaan metode IRDA. Metode ini mengusahakan keseimbangan antara penyediaan informasi yang cukup bermanfaat dalam menjelaskan perdebatan tentang kebijakan, dan menyediakan informasi tersebut secara tepat waktu. Memusatkan perhatian pada sekumpulan informasi yang terbatas namun relevan lebih mujarab ketimbang mengumpulkan banyak sekali informasi yang memerlukan waktu berbulanbulan atau bahkan bertahun-tahun untuk menyelesaikannya. IRDA menggunakan metode evaluasi dalam memantau desentralisasi di Indonesia. IRDA merupakan bagian dari metode evaluasi lainnya, seperti Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Participatory Rural Appraisal (PRA) yang menggunakan teknik pengumpulan data secara “informal”, yakni wawancara semi-terstruktur dan analisis data sekunder. Kendati secara umum metode yang digunakan bersifat kualitatif, namun pengumpulan informasi dan analisis dilakukan berdasarkan data kualitatif dan kuantitatif. Guna mengetahui sudut pandang masyarakat daerah serta memperkaya pemahaman terhadap informasi yang terkumpul, maka kegiatan pengumpulan data di lapangan dilakukan oleh lembaga-lembaga penelitian yang paham tentang lokasi penelitian dan juga tentang desentralisasi. Unit analisis yang digunakan dalam proses penilaian ini adalah kota/kabupaten yang memang memperoleh limpahan kekuasaan sangat besar dari pemerintah pusat. Pengumpulan data dalam kerangka IRDA terutama dilakukan melalui wawancara dengan responden-responden penting serta berbagai diskusi kelompok yang menjadi pusat perhatian. Penggunaan berbagai teknik dan metode memungkinkan pelibatan tiga tingkat pemerintahan serta validasi terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber. Proses pengembangan analisis dan rekomendasi dalam kerangka IRDA bersifat partisipatif. Jadi, dengan memaksimalkan penggunaan metode yang bersifat partisipatif, proses IRDA itu sendiri dapat membantu menciptakan mekanisme dialog antarpelaku utama baik di tingkat nasional maupun daerah. Sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar berikut, IRDA merupakan proses yang bersifat siklis dengan beberapa tahapan.
37 Laporan ke-5 November 2004
Tahapan-tahapan dalam Proses IRDA
Penulisan Laporan
Pengumpulan Data
Seminar Pengarahan
Seminar Sintesis
Perumusan Materi Wawancara dan Diskusi
Penyusunan Tahapan/Agenda Penelitian
Presentasi Publik Tingkat Nasional
Presentasi Publik di Tingkat Daerah
Penulisan Sinopsis Laporan
Penyusunan Tahapan/Agenda Penelitian. Fase ini merupakan tahap penyusunan agenda penelitian dan penentuan tema-tema yang akan dicakup dalam kegiatan ini. Ini mencakup kegiatan pengumpulan informasi secara partisipatif tentang isu-isu yang sebaiknya disorot dalam IRDA, berdasarkan kepentingan pihak-pihak yang terkait. Isu utamanya masih tetap sama dari tahun ke tahun, sehingga memungkinkan IRDA untuk mengukur kemajuan desentralisasi secara konsisten. Isu-isu baru dapat ditambahkan ke dalam siklus IRDA berikutnya, berdasarkan masukan dari para pelaku kebijakan. Perumusan Materi Wawancara dan Diskusi. Sekelompok teman sejawat atau kelompok kecil yang mewakili pemerintah, masyarakat madani, dan sektor swasta, bersama-sama dengan the Asia Foundation dan beberapa kelompok kerja lainnya mengamati tentang desentralisasi,
38 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
menyaring berbagai tema dan isu guna merumuskan materi pertanyaan wawancara dan diskusi. Seminar Pengarahan. Pengarahan bagi mitra peneliti di daerah akan menjamin bahwa semua lembaga yang melaksanakan IRDA mempunyai pemahaman yang sama tentang parameter penilaian, agenda penelitian, materi wawancara, dan metode pengumpulan data. Sebagai bagian dari komitmen the Asia Foundation untuk membangun kelembagaan di daerah, dan pada akhirnya mengalihkan teknologi ini kepada mereka, mitra-mitra kerja dari daerah turut dilibatkan dalam proses pengumpulan data. Pengenalan mitra-mitra kerja di daerah terhadap daerah yang menjadi target penelitian sangatlah penting karena mereka memahami isu-isu desentralisasi yang spesifik di daerah tersebut, serta memahami materi-materi wawancara apa saja yang perlu diajukan. Pengumpulan Data. Mitra peneliti di daerah mengumpulkan informasi dengan melakukan serangkaian lokakarya yang bersifat partisipatif dan melibatkan banyak pihak yang berkepentingan, dan juga menggunakan diskusi kelompok yang menjadi sasaran sebagai metode pengumpulan data primer. Data yang dihimpun dari dialog-dialog yang berpautan satu sama lain itu divalidasi dan deiperkuat melalui wawancara dengan pihak-pihak utama serta analisis data sekunder seperti misalnya APBD dan peraturan daerah yang telah disahkan. Penulisan Laporan. Masing-masing mitra peneliti di daerah menyiapkan laporan menyeluruh tentang semua data yang berhasil dikumpulkan. Data sekunder yang mendukung temuan penelitian dilampirkan ke dalam laporan tersebut. Seminar Sintesis. Sasaran dari seminar ini adalah hasil analisis dari semua pihak secara bersamasama tentang data yang berhasil dikumpulkan serta pengembangan konsensus berdasarkan hasil pengamatan empiris yang dilakukan oleh para mitra kerja tersebut. Presentasi di Tingkat Nasional. Temuan-temuan ini kemudian dipresentasikan pada forum tingkat nasional, di mana diskusi tersebut membahas tentang pandangan-pandangan yang berkembang di daerah. Presentasi Publik di Tingkat Daerah. Tahapan ini melengkapi siklus penelitian dengan membawa kembali informasi dan hasil analisis kepada pemerintah daerah. Ini juga merupakan tahapan di mana semua masukan bagi tema-tema baru untuk putaran berikutnya dikumpulkan. Penulisan Sinopsis Laporan. Sinopsis laporan ini memadukan semua masukan yang terkumpul selama proses IRDA.
39 Laporan ke-5 November 2004
LAMPIRAN B
MITRA PENELITI DAERAH IRDA KELIMA Bagian lampiran ini menjelaskan tentang mitra peneliti daerah yang terlibat dalam riset IRDA Kelima serta menguraikan tentang lokasi penelitian mereka. Lampiran ini juga memberikan alamat dan nomor telepon semua mitra peneliti tersebut. 1. Center for Agriculture and Rural Development Studies (CARDS). CARDS adalah sebuah lembaga yang dirikan oleh para pakar di daerah guna menangani isuisu tentang pertanian dan lingkungan. Karyanya meliputi upaya-upaya ke arah pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan. Ini dilakukan melalui pemberian penyuluhan kepada para petani perihal seluk-beluk pertanian yang berkelanjutan, serta cara-cara untuk menghadapi tantangan globalisasi. CARDS memberikan bantuan teknis kepada masyarakat petani di pedesaan serta menyelenggarakan seminar-seminar lokal/internasional maupun melakukan penelitian di beberapa wilayah di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lokasi Penelitian : Kota Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam Alamat : Fakultas Pertanian Program Pasca Sarjana Kampus Universitas Syiah Kuala Banda Aceh Telp./Fax.: (0651) 54264 / 54264 Kontak : Mawardi Ismail 2. Pusat Studi Wanita Universitas Sumatera Utara (PSW USU). Lembaga ini didirikan sebagai wadah bagi para staf pengajar di lingkungan USU dalam melakukan riset dan advokasi mengenai masalah-masalah jender dan hak-hak kaum perempuan. Riset dan advokasi yang dijalankan terutama diarahkan pada aspek kebijakan berikut implementasinya. Lokasi Penelitian : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Dairi, Sumatera Utara Alamat: Jl. Perpustakaan Kampus USU Padang Bulan, Medan Telp./Fax. : (061) 8220803 / 8220803, 8214218 Kontak : Sri Emiyanti, Zulkifli Lubis 3. Yayasan Riau Mandiri (YRM) Didirikan pada tanggal 17 Januari 1998 dengan tujuan untuk memberdayakan kelompokkelompok masyarakat marginal. Karya utamanya adalah di bidang lingkungan dan hak asasi manusia (HAM). Kegiatannya dalam rangka pengembangan dan pemberian bantuan kepada masyarakat meliputi pendidikan dan pelatihan, penelitian, seminar-lokakarya, dan advokasi. YRM juga memberikan sokongan kepada para anggota masyarakat melalui fasilitas kreditnya yang didukung oleh para donatur dari dalam dan luar negeri. Lokasi Penelitian : Kota Dumai, Riau Alamat : Jl. Wonosari No. 141 AA Tangkerang Tengah, Kec. Bukit Raya, Pekanbaru 28282 Telp./Fax. : (0761) 43919 / 43919 Kontak: Rusmadya
40 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
4. Pusat Kajian Sosial, Budaya, dan Ekonomi, Universitas Negeri Padang (PKSBE-UNP). PKSBE didirikan tahun 1996 sebagai Pusat Ilmu-Ilmu Sosial oleh sekelompok guru besar dan peneliti dari Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. PKSBE memiliki pakarpakar dengan latar belakang di bidang sejarah, ilmu politik, sosiologi, hukum, dan pendidikan, yang memungkinkan mereka untuk melakukan penelitian, analisis kebijakan, dan seminar-seminar yang bersifat multidisipliner. PKSBE telah banyak berkecimpung di beberapa kerja sama penelitian baik di tingkat kota/kabupaten, propinsi, maupun di tingkat nasional. Lembaga ini menerbitkan jurnal akademisnya sendiri yang diberi nama TINGKAP. Lokasi Penelitian : Kabupaten Solok, Sumatera Barat Alamat : Ruang D. 40, Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang Kampus UNP Air Tawar, Padang 25131 Telp./Fax. : (0751) 55671, 444609 / 41721 Kontak : Afriva Khaidir 5. Pusat Kajian Kebijakan dan Sosial Politik, Yayasan Bakti Nusantara. Lembaga ini didirikan pada tahun 1998 oleh sekelompok peneliti lokal yang tertarik dengan masalah-masalah sosial dan politik di Palembang, Sumatera Selatan. Lembaga ini giat terlibat dalam pemberian masukan kepada berbagai kelompok masyarakat melalui pelatihan dan dengar pendapat publik. Lembaga ini melakukan semua kegiatan melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga donatur baik lokal maupun internasional. Lokasi Penelitian : Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan dan Kabupaten Bangka, Bangka Belitung Alamat : Jl. Perumahan Bukit Sejahtera Blok DB-07, Palembang 30139 Telp./Fax. : (0711) 440290 / 713189 Kontak : Retno Susilowati dan Mulyanto 6. Lembaga Penelitian Universitas Lampung (Lemlit UNILA). Lembaga ini giat melakukan kajian-kajian di bidang kewilayahan, lingkungan, budaya, HAM, dan kebijakan pemerintah. Lembaga ini mempunyai Sentra Promosi Teknologi (Sentra PROMTEK) dan Sentra Hak Milik Intelektual. Lembaga ini bekerja sama dengan berbagai institusi dan lembaga donatur. Lokasi Penelitian : Kota Metro, Lampung Alamat : Gedung Rektorat Lantai 5, Kampus Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1, Gedung Meneng Bandar Lampung Telp./Faks.: (0721) 705173, 773479 / 705173, 785318 Kontak : Armen Yasir 7. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jambi. PKBI merupakan lembaga nirlaba yang berdiri sejak tahun 1957. PKBI adalah inisiator dalam program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi yang selama ini tidak dikerjakan oleh pemerintan dan lembaga lain. Kegiatan program PKBI termasuk informasi, edukasi, komunikasi dan pemberian pelatihan-pelatihan. Lokasi Penelitian : Kabupaten Batanghari, Jambi Alamat : Jl. Dara Jingga No. 49 Rt. 05, Kel. Rajawali, Jambi 36143 Telp./Faks. : (0741) 24528 Kontak : Johannes Simatupang
41 Laporan ke-5 November 2004
8. Kantor Bantuan Hukum Bengkulu (KBHB). Berdiri pada tahun 1997, KBHB merupakan lembaga yang memberikan bantuan hukum dan advokasi, pemberdayaan masyarakat politik dan ekonomi serta civil society. Pelayanan KBHB memberikan pelayanan hukum dan advokasi kepada masyarakat miksisn dan marjinal. Program utamanya adalah di bidang perlindungan dan peningkatan Hak Asasi Manusia (HAM). Lokasi Penelitian: Kabupaten Bengkulu Selatan, Bengkulu Alamat : Jl. P. Natadirja No. 39 Km. 6,5 Bengkulu Telp./Faks. : (0736) 25179 / 25333 Kontak : Salim Siregar 9. AKADEMIKA. Akademika adalah sebuah pusat lembaga riset yang berdiri sejak tahun 1996. Program utama dari AKADEMIKA adalah riset, pelatihan dan konsultasi di bidang ekonomi, ketenagakerjaan, pendidikan, kependudukan, pertanian dan kesehatan. Lokasi Penelitian : Kabupaten Bekasi, Banten dan Kabupaten Indramayu Jawa Barat Alamat : Jl Dasa Darma 24, Bumi Bekasi Baru , Rawa Lumbu - Bekasi Telp./Fax. : (021) 9251815 / 9251815 Kontak : Edy Priyono, Safrudin 10. Indonesian Partnership on Governance Initiatives (IPGI). Berdiri pada tanggal 1 Januari 2001, IPGI merupakan organisasi nirlaba yang melibatkan jaringan kerja cukup luas dalam penelitian tentang partisipasi rakyat, pelatihan dan konsultansi, maupun advokasi dan pemberian nasihat tentang kebijakan pemerintah daerah. Lembaga ini bertujuan meningkatkan kemampuan kemitraan antarkelompok masyarakat madani dalam rangka mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang baik di tingkat daerah dan juga pembangunan yang berkelanjutan. IPGI beranggotakan orang-orang dari instansi pemerintah daerah, peneliti akademis, dan aktivis LSM/Ornop, dan oleh karena itu mampu menjembatani kesenjangan antara pemerintah, universitas, dan masyarakat madani. IPGI memulai kegiatannya dengan tiga buah kantor, yaitu satu sekretariat tingkat nasional yang berlokasi di Bandung serta dua kantor cabang di Solo dan Dumai. Lokasi Penelitian : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Serang, Banten. Alamat : Jl. Bogor 16 A Bandung Telp./Fax.: (022) 7272100 Kontak : Juni Thamrin, Diana 11. Center for Micro and Small Enterprise Dynamics (CEMSED) – Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). CEMSED merupakan pusat penelitian di lingkungan Fakultas Ekonomi UKSW di Salatiga. Lembaga ini didirikan guna turut ambil bagian dalam pengembangan dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah (UKM) di sekitar Salatiga pada khususnya, dan Provinsi Jawa Tengah pada umumnya. Kegiatannya meliputi: riset kebijakan mengenai masalah-masalah yang dihadapi oleh UKM; pemberian pelatihan untuk para pelatih; pelatihan bisnis bagi UKM; penyelenggaraan seminar, diskusi, dialog, dan pertemuan bisnis dengan UKM;
42 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
pengembangan jaringan UKM; dan pembuatan basis data tentang UKM. CEMSED melaksanakan kegiatan-kegiatan ini dengan bekerja sama dengan berbagai institusi seperti misalnya pemerintah daerah, LSM/Ornop, asosiasi bisnis, asosiasi konsultan, universitas, lembaga keuangan, dan donor internasional. Lokasi Penelitian: Kota Salatiga, Jawa Tengah Alamat : Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga 50711 Telp./Fax. : (0298) 321212 / 321433 Kontak : Kustadi 12. Yayasan Persemaian Cinta Kemanusiaan (PERCIK). Lembaga ini didirikan dengan tujuan untuk memprakarsai upaya-upaya persemaian rasa kepedulian dan perhatian terhadap sesama, dan juga upaya-upaya menjunjung tinggi hak asasi serta martabat manusia dalam masyarakat yang heterogen. PERCIK aktif terlibat dalam penelitian tentang berbagai masalah sosial dan kemanusiaan. Lembaga ini juga menyelenggarakan pelatihan, membantu upaya-upaya pemberdayaan masyarakat, melaksanakan advokasi mengenai masalah-masalah demokrasi dan keadilan sosial, serta turut membantu dalam penyelesaian konflik. Lokasi Penelitian: Kota Semarang Alamat : Jl. Patimura Km. 1 Kampoeng Percik, Turusan, Salatiga 50714 Telp./Fax. : (0298) 321865 / 325975 Kontak : Nick Tunggul Wiratmoko 13. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) – Universitas Gadjah Mada (UGM). Lembaga ini didirikan tahun 1973 dengan tujuan untuk menghasilkan dan menyebarkan pengetahuan tentang masalah-masalah kependudukan, kesehatan organ reproduksi, kekerasaan terhadap perempuan, migrasi internasional, usaha berskala kecil, urbanisasi, industrialisasi, jaminan sosial, kemiskinan, dan masalah pemerintahan. PSKK adalah pusat studi lintas disiplin ilmu pengetahuan, di mana di dalamnya terdapat tenaga peneliti dari berbagai disiplin ilmu seperti misalnya geografi, ekonomi, kedokteran, psikologi, demografi, sosiologi, antropologi, kebijakan pemerintah, dan manajemen. Lokasi Penelitian: Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta; Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah Alamat : Bulaksumur G – 7, Yogyakarta 55281 Telp./Fax. : (0274) 563079, 522127 / 582230 Kontak : Partini dan Agus Heruanto Hadna 14. Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK). PUPUK merupakan organisasi swasta nirlaba yang mempunyai komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dan lebih terdesentralisasi. Tujuan utamanya adalah untuk memajukan para pengusaha kecil dalam menjalankan usahanya, membantu mereka dalam mencapai sasaran mereka, dan berjuang keras untuk kepentingan mereka. PUPUK juga mempunyai komitmen untuk turut ambil bagian dalam upaya pengembangan usaha kecil di daerah-daerah yang terbelakang, khususnya yang letaknya jauh dari pusat kegiatan ekonomi di Indonesia. Lokasi Penelitian : Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Malang dan Kabupaten Jember, Jawa Timur Alamat : Jl. Ketintang Madya No. 111, Surabaya Telp./Fax. : (031) 8283976
43 Laporan ke-5 November 2004
Kontak : Early Rahmawati, Bambang Budiono dan Achmad Room 15. Pusat Penelitian Otonomi Daerah Universitas Udayana (Pusotda Unud). Lembaga ini didirikan pada bulan September 1996 atas prakarsa sekelompok staf pengajar dari berbagai disiplin ilmu di lingkungan Universitas Udayana dan terlibat aktif dalam upaya pengembangan kemampuan di Badung, Gianyar, dan Denpasar. Selain itu, lembaga ini juga aktif terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mendorong proses desentralisasi di Bali dengan bekerja sama dengan sejumlah instansi pemerintah tingkat provinsi maupun pemerintah pusat, universitas lain, dan lembaga-lembaga internasional. Bersama-sama dengan Pusat Studi Wanita dan Pusat Studi Hukum Tradisional yang terdapat di lingkungan Universitas Udayana, lembaga ini melaksanakan program pemberdayaan perempuan serta pemberdayaan masyarakat tradisional di Bali. Lokasi Penelitian: Kabupaten Gianyar, Bali Alamat : Jl. PB Sudirman Denpasar, Bali, 80232 Telp./Fax. : (0361) 231223, 224121 / 231223, 224121 Kontak : Ketut Sudhana Astika 16. Yayasan KOSLATA. Koslata terbentuk tahun 1989 dan dimulai sebagai kelompok studi mahasiswa. Karena fokus perhatiannya lebih pada masalah-masalah sosial serta menjadi lebih aktif terlibat dalam pembangunan sosial, maka pada tanggal 21 Mei 1992 kelompok ini mengubah statusnya menjadi Yayasan Koslata. Kegiatannya meliputi penelitian tentang dampak kepariwisataan, advokasi bagi para pekerja dan petani pendatang, dialog terbuka tentang hak asasi manusia, penyelesaian konflik, dan pemberian penyuluhan mengenai hak-hak warganegara dalam rangka mendorong demokrasi. Yayasan ini banyak menerima bantuan dana dari berbagai lembaga donor internasional. Lokasi Penelitian: Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Alamat : Jl. Amir Hamzah No. 12, Mataram-NTB Telp./Fax. : (0370) 640739 / 640739 Kontak : Sulistiyono 17. Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi (SOMASI NTB). SOMASI NTB adalah organisasi nirlaba independen yang didirikan tanggal 23 Mei 1998 oleh sekelompok pemimpin informal, tokoh agama, akademisi, wartawan daerah, dan mahasiswa yang bekerja sama untuk memerangi korupsi. Organisasi ini giat terlibat dalam pengembangan gerakan masyarakat madani yang bertujuan untuk memajukan kepemerintahan yang demokratis serta membela aspirasi masyarakat yang sejati. Lokasi Penelitian: Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat Alamat : Jl. Pariwisata 41 Monjok Baru, Mataram 83121, NTB, Indonesia Telp./Fax. : (0370) 628251 Kontak : Syahrul Mustofa 18. Yayasan Peduli Sesama (SANLIMA). Didirikan pada bulan Mei 1998, yayasan ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat madani yang jujur, merdeka, demokratis, dan sejahtera. Yayasan ini mempunyai tiga divisi:
44 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
Divisi Demokratisasi, Divisi Pembangunan Ekonomi, dan Divisi Hak Asasi Manusia. Bidang kegiatannya meliputi masalah-masalah demokratisasi dan pengembangan masyarakat, program-program ekonomi, teknologi, HAM, lingkungan, kesehatan, dan jender. SANLIMA juga bekerja sama dengan berbagai lembaga dan donatur lokal maupun internasional. Lokasi Penelitian: Kabupaten Kupang dan Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur Alamat : Jl. Herewila No. 25B, Naikoten II - Kupang Telp./Fax. : (0380) 831721 / 831721 Kontak : Blasius Urikame Udak dan Sonya Djehamur. 19. Yayasan Madanika. Yayasan Madanika adalah organisasi nirlaba yang berlokasi di Pontianak, Kalimantan Barat, dan didirikan tanggal 20 April 1998. Fokus perhatiannya adalah pada pengembangan kegiatan masyarakat madani di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Untuk itu, yayasan ini aktif terlibat dalam kegiatan penelitian dan publikasi, di samping juga pemberian pelatihan dan advokasi. Yayasan ini juga memfasilitasi kegiatan masyarakat dan melakukan kegiatan lain guna mendapatkan informasi tentang tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Kalimantan Barat. Lokasi Penelitian : Kota Pontianak dan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat Alamat : Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo Kompleks Sepakat Damai, Blok I No. 6, Pontianak 78116 Telp./Fax. : (0561) 573276 Kontak : Pahrian Ganawira Siregar dan Hasan Subhi 20. Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI). Didirikan pada tanggal 22 Oktober 1991, lembaga ini bertujuan untuk memajukan perkembangan pemerintahan Indonesia dan berperan secara maksimal dalam memberikan sumbangan bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. MIPI juga bertujuan untuk memajukan dan mengembangkan keilmuannya dalam kegiatan pemerintahan Indonesia. Untuk menunjang aktifitasnya, MIPI menerbitkan Jurnal Ilmu Pemerintahan secara berkala. Keanggotaan MIPI berasal dari praktisi pemerintahan, ilmuwan pemerintahan dan pemerhati pemerintahan. Lokasi Penelitian : Kabupaten Kutai Kertanegara dan Kota Balikpapan, Kalimantan Timur Alamat : Kampus IIP, Jalan Ampera Raya Cilandak Timur Jakarta Selatan Telp./Faks. : (021) 7806602 dan 7805088 ext. 212 / 7824157 Kontak : Asri Hadi, Nurliah 21. Lembaga Pengkajian Kebudayaan dan Pembangunan Kalimantan (LPKPK). Didirikan pada tahun 2000, LPKPK memfokuskan pada pengkajian kebudayaan dan pembangunan daerah dalam rangka mendukung akselarasi pembangunan khususnya di Kalimantan Selatan. LPKP juga melakukan pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan secara umum berdasarkan kemitraan dengan pihak pemerintan dan non-pemerintah melalui pelatihan, workshop dan kegiatan advokasi.
45 Laporan ke-5 November 2004
Lokasi Penelitian : Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan Alamat :Jl. STM Gdg. Tunggal Lt. 1-2 Banjarbaru Telp. /Fax : (0511) 782240 Kontak :Bambang Subiyakto 22. Lembaga Manajemen dan Penelitian Pembangunan (LMPP) – Universitas Sam Ratulangi (Unsrat). Lembaga ini didirikan di lingkungan Fakultas Ekonomi dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan para staf pengajarnya di bidang riset dan pelatihan. Para peneliti yang tergabung di dalam lembaga ini mengkhususkan diri di bidang pembangunan ekonomi, terutama pembangunan ekonomi regional dan usaha kecil. Lembaga ini telah menyelenggarakan pelatihan di bidang manajemen dan akuntansi dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga lainnya seperti Konrad-Adenauer-Stiftung dari Jerman dan JICA dari Jepang. Lokasi Penelitian : Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara Alamat : Kampus Fakultas Ekonomi UNSRAT, Manado 95115 Telp./Fax. : (0431) 847427 / 853584 Kontak : Vekie A. Rumate 23. Lembaga Penelitian Universitas Gorontalo. Didirikan pada tanggal 10 Juni 2000, lembaga ini bertanggung jawab dalam mengelola dan melaksanakan kegiatan penelitian di lingkungan universitas. Lembaga ini bertujuan untuk: (1) mengembangkan budaya penelitian di antara para mahasiswa maupun staf pengajar; (2) menjadi pusat penerapan pemikiran kritis dan independen terhadap isu-isu yang berkembang; (3) meningkatkan kualitas proposal dan laporan penelitian; (4) melaksanakan kegiatan penelitian lintas lembaga; (5) membuat sistem informasi ilmiah di lingkungan universitas; dan (6) mengkaji dan melaksanakan konsep-konsep dan hasil-hasil penelitian ilmiah. Lokasi Penelitian : Kabupaten Gorontalo, Gorontalo Alamat : Jl. Jenderal Sudirman 247 Gorontalo Telp./Fax. : (0435) 880370 Kontak : Bambang Supriyanto 24. Lembaga Kajian Demokrasi dan Otonomi (LeDO). LeDO didirikan pada tanggal 14 November 2000 dan merupakan organisasi nirlaba yang giat memajukan prinsip demokrasi yang universal serta proses demokratisasi di Indonesia. LeDO bertujuan untuk menilai proses demokrasi dan pelaksanaan desentralisasi serta berupaya memberdayakan masyarakat madani. LeDO terlibat dalam upaya meningkatkan kesadaran akan hak-hak rakyat di lingkungan negara dan masyarakat yang demokratis. Lokasi Penelitian : Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan Alamat : Jl. Timah 4 Blok A-28 No. 10, Makassar 90222 Telp./Fax. : (0411) 439732 Kontak : Darwis 25. Pusat Kajian Indonesia Timur Universitas Hasanuddin (PusKIT Unhas). PusKIT UnHas adalah kelompok kerja sekelompok akademisi yang berkomitmen terhadap kajian sejarah masyarakat Indonesia kontemporer. Fokus kajiannya adalah di wilayahwilayah sebelah timur dan barat Selat Makassar — daerah-daerah yang menjadi pusat
46 Indonesia Rapid Decentralization Appraisal (IRDA)
kegiatan perdagangan selama berabad-abad. PusKIT adalah bagian dari Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin di Makassar, yang dikelola oleh para guru besar dan peneliti independen. Lokasi Penelitian: Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan; Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara; Kota Palu, Sulawesi Tengah Alamat : Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Lt. 5 Wing B Universitas Hasanuddin, Tamalanrea Makassar Telp./Fax. : (0411) 588500 / 585636 Kontak : Abdul Latief, Dias Pradadimara dan Valentina Syahmusir. 26. Universitas Negeri Papua (Unipa). Unipa didirikan di Manokwari pada tanggal 28 Juli 2001. Sebelum menjadi universitas negeri yang mandiri, Unipa merupakan bagian dari Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih. Sejak itu, Unipa telah banyak melakukan kegiatan penelitian di bidang sosiologi pedesaan, transmigrasi, perumusan kebijakan sektor pertanian, dan kajian mengenai lingkungan. Para akademisi di lingkungan Unipa giat terlibat dalam proses perubahan sosial dan politik di Papua. Beberapa di antara mereka bertindak sebagai anggota Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Otonomi Khusus Papua. Lokasi Penelitian: Kabupaten Manokwari, Papua Alamat : Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, PO BOX 23 Manokwari 98301 Telp./Fax. : (0986) 211974, 211982/ 211455, 214510 Kontak : Agus Sumule 27. Lembaga Penelitian – Universitas Cendrawasih. Lembaga ini didirikan tahun 1983 dengan tujuan untuk mengelola kegiatan penelitian di lingkungan Universitas Cendrawasih. Kini, setelah terorganisasi dengan baik, lembaga ini bertanggung jawab mengawasi kegiatan beberapa pusat penelitian di lingkungan universitas tersebut yang menitikberatkan perhatian pada berbagai masalah seperti masalah lingkungan hidup, kependudukan, kajian wanita, kemasyarakatan, dan kebudayaan. Di samping mengkoordinir kegiatan penelitian reguler oleh para staf pengajar di lingkungan Universitas Cendrawasih, lembaga ini juga mengelola penelitian dengan bekerja sama dengan lembagalembaga dan organisasi lain seperti misalnya Pemerintah Propinsi Papua, Pemerintah Kota Jayapura, instansi pemerintah pusat, serta beberapa perusahaan swasta. Lokasi Penelitian: Kota Jayapura, Papua Alamat : Jl Sentani Abepura, PO BOX 422 Abepura, Jayapura, Papua Telp./Fax. : (0967) 581322 / 581322 Kontak : Bambang Sugiono
The Asia Foundation Celebrating Fifty Years
Kantor Perwakilan : ASIA Bangkok Beijing Colombo Dhaka Dili Hanoi Hongkong Islamabad Jakarta Kabul Kathmandu Manila Phnom Penh Seoul Taipei Tokyo Ulaanbaatar
AMERIKA SERIKAT San Fransisco Washington, D.C.
The Asia Foundation Celebrating Fifty Years
Kantor Pusat Jl. Adityawarman No. 40 Kebayoran Baru Jakarta 12160 - Indonesia Tel: 62-21 7278 8424 Fax: 62-21 720 3123 email:
[email protected]