INDONESIA: MENCEGAH KEKERASAN DALAM PEMILU KEPALA DAERAH Asia Report N°197 – 8 Desember 2010
DAFTAR ISI RINGKASAN IKHTISAR AND REKOMENDASI .............................................................. i I. PEMILU KEPALA DAERAH DI INDONESIA ............................................................ 1 A. PEMILU KADA LANGSUNG ...........................................................................................................2 B. MEKANISME PEMILU SAAT INI .....................................................................................................4 1. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) .................................................................................5 2. Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) .........................................................................5 3. Mahkamah Konstitusi (MK) ........................................................................................................6 C. TAHAP-TAHAP PENTING DALAM PEMILU KADA LANGSUNG........................................................6
II. DISKUALIFIKAS KANDIDAT DI MOJOKERTO ..................................................... 8 A. BUPATI YANG TIDAK POPULER DAN BUKAN PILIHAN .................................................................8 B. DISKUALIFIKASI YANG TAK DISANGKA .......................................................................................8 C. PENYERANGAN DI DPRD ............................................................................................................9
III. QUICK COUNT YANG MEMBINGUNGKAN DI TANA TORAJA ........................ 11 A. MENCEGAH MUNCULNYA SEBUAH DINASTI POLITIK LOKAL .....................................................11 B. HASIL QUICK COUNT YANG TAK TERDUGA ..............................................................................12 C. KEKERASAN YANG BERAKIBAT FATAL......................................................................................13
IV. INTERVENSI DARI JAKARTA DI TOLITOLI ........................................................ 15 A. MENANTANG KELOMPOK PENGUASA LOKAL.............................................................................15 B. MENINGGALNYA PASANGAN KANDIDAT ...................................................................................16 C. AKSI PEMBAKARAN DAN PENUNDAAN PEMILU KADA ...............................................................17
V. KEWASPADAAN DAN KOORDINASI DI POSO ..................................................... 19 A. KONFLIK DAN PEMILU...............................................................................................................19 B. RIAK-RIAK ANTI PETAHANA .....................................................................................................20 C. PARA PELAKU PENTING YANG INGIN PERDAMAIAN...................................................................21
VI. KESIMPULAN: JALAN KE DEPAN ........................................................................... 22 LAMPIRAN A. PETA INDONESIA..............................................................................................................................24 B. INSIDEN-INSIDEN KEKERASAN TEKAIT DENGAN PEMILU KADA TAHUN 2010 .................................25
Asia Report N°197
8 Desember 2010
INDONESIA: MENCEGAH KEKERASAN DALAM PEMILU KEPALA DAERAH RINGKASAN IKHTISAR DAN REKOMENDASI Indonesia perlu segera belajar dari kasus kekerasan yang terjadi di beberapa tempat dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) di dalam tahun 2010 karena ada beberapa bukti bahwa insiden-insiden yang seharusnya dapat mudah dicegah ini telah meningkat dibandingkan putaran yang lalu. Meskipun sebagian besar pelaksanaan pemilu kada berjalan dengan damai, sejumlah kecil yang melibatkan kekerasan, memperlihatkan kelemahankelemahan kelembagaan yang harus dibenahi. Pemilu kada seringkali menjadi persaingan pribadi memperebutkan kekuasaan di daerah yang bisa sangat emosional, dan apabila tidak diawasi dengan ketat, bisa berujung pada kekerasan. Meskipun isu agama dan kesukuan sering muncul dalam persaingan pemilu kada, tapi untungnya sejauh ini tidak memicu perpecahan SARA. Konfrontasi bisa dihindari dalam pemilu kada yang akan datang dengan melakukan perubahan-perubahan yang relatif mudah dalam praktek-praktek, kebijakan maupun peraturan pemilu. Persaingan politik daerah ini bukanlah masalah lokal yang bisa diacuhkan di tingkat nasional. Mereka berpengaruh karena sejak desentralisasi, pemerintahan tingkat daerah-lah yang memiliki dampak terbesar terhadap kehidupan warga. Bagaimana pemilu kada ini berlangsung bisa menentukan penilaian pemilih mengenai kesuksesan atau kegagalan demokrasi di Indonesia. Jumlah kekerasan yang terjadi dalam 244 pemilu kada yang terjadwal di tahun 2010 tak sampai 10 persen. Namun ini saja sudah merupakan peningkatan dari putaran yang lalu. Sebuah studi menemukan ada 13 kasus kekerasan dalam pemilu kada yang berlangsung dari tahun 2005 ke 2008. Di tahun 2010 saja, tercatat paling tidak ada 20 kasus. Diantara faktor-faktor yang menjadi penyebab peningkatan ini adalah kemarahan masyarakat atas politik kekerabatan, yaitu pengajuan anggota keluarga sebagai kandidat bagi petahana yang ingin menyiasati batasan masa jabatan, dan frustrasi yang meningkat terhadap buruknya tata pemerintahan. Apapun dasarnya, ketika pemilu berujung pada kekerasan, korban jiwa timbul, bangunan dirusak, pemungutan suara ditunda, dan legitimasi negara ditantang. Dari penelitian di kabupaten Mojokerto, Tana Toraja dan Tolitoli, kubu yang terlibat kekerasan
memiliki harapan yang berlebihan bahwa kandidat mereka bisa menyingkirkan petahana atau calon yang dijagokannya. Dalam kasus-kasus ini, KPUD dan polisi gagal atau tidak membaca gejala yang ada. Pemilu kada di tahun 2010 ada juga aspek positifnya. Di daerah-daerah yang belajar dari kesalahan masa lalu, seperti di kabupaten paska konflik Poso, aparat keamanan, penyelenggara pemilu dan para pemuka masyarakat berhatihati dengan ancaman kekerasan dan bekerja sama sejak awal untuk menghindari dampak buruk yang bisa keluar dari pemilu di daerah. Dengan kesadaran semacam itu, pemilu berjalan tanpa insiden karena semua pihak bertindak secara bertanggung jawab, menghormati hukum, dan memperlihatkan akal sehat. Pejabat pusat maupun daerah perlu mempelajari kisah-kisah sukses pemilu semacam ini sebagai bagian dari sebuah evaluasi pelaksanaan pemilu yang sistematis dan menyeluruh. Cara anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dipilih perlu dipertimbangkan kembali dalam rangka meningkatkan legitimasi dan efektifitas mereka. Keraguraguan KPUD dalam mengambil keputusan disebabkan karena banyak anggota yang terpilih dalam proses seleksi sebenarnya tidak memiliki kewibawaan di dalam masyarakat, ketrampilan memimpin, dan kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan konstituen. Anggota KPUD yang terpilih seringkali adalah orang muda berpendidikan yang sedang mencari pekerjaan dan mampu melewati proses seleksi yang birokratis. Di tiga kasus kekerasan yang dikaji dalam laporan ini, KPUD setempat dianggap berat sebelah dan tidak punya cukup pengaruh dalam melakukan tugas mereka. Mereka bertindak lambat, kurang transparan, dan tidak siap menghadapi situasi yang tak terduga, sebuah kombinasi yang hanya menambah kecurigaan, ketegangan dan menimbulkan dugaan bias. Selain itu, pendanaan penyelenggaran pemilu yang berasal dari anggaran pemerintah daerah melemahkan independensi mereka. Sebaiknya dipertimbangkan untuk menggunakan pendanaan pusat untuk membiayai pemilu kada. Sementara itu tidak banyak batasan-batasan hukum terhadap petahana
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
yang bisa mengeksploitasi fasilitas negara dan kelembagaan untuk membantu mereka terpilih kembali. Tingkat kepercayaan dalam proses pemilu daerah yang rendah ini diperburuk dengan maraknya pembelian suara, intimidasi dan mobilisasi kelompok-kelompok suku untuk mendukung kandidat tertentu. Aparat keamanan setiap saat harus menjaga kenetralannya dalam setiap tahapan pemilu. Masalah-masalah ini dapat diperbaiki dengan pengaturan pendanaan yang terpusat, proses seleksi anggota-anggota KPUD and Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang lebih baik, dan memberikan kewenangan pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menangani sengketasengketa ini. Di samping itu, dana yang dialokasikan bagi penyelenggaraan pemilu dan keamanan tidak boleh dialihkan untuk penggunaan yang lain, atau disalahgunakan.
REKOMENDASI Kepada Pemerintah Indonesia : 1.
Memperbaiki KPUD dan Panwaslu dengan dana dari anggaran pemerintah pusat, mengisi KPUD dengan orang-orang yang memiliki pengaruh dalam masyarakat mereka dan kematangan untuk menangani krisis, dan memberikan pelatihan bagi mereka untuk bisa berkomunikasi secara efektif.
2.
Memberdayakan Panwaslu setempat dan Bawaslu dengan wewenang dan sumber-sumber daya untuk melakukan investigasi apabila terjadi penyimpanganpenyimpangan dan mengeluarkan hukuman atau keputusan mengikat, dan bukannya langsung menumpahkan seluruh sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi setelah pemungutan suara usai.
3.
Memberi wewenang kepada KPUD dan Panwaslu untuk mengeluarkan keputusan terhadap sengketasengketa sebelum pemungutan suara dengan berkonsultasi dengan KPU Pusat dan Bawaslu, yang pada gilirannya harus diisi oleh orang-orang yang memiliki wawasan mengenai penyelesaian sengketa.
4.
Mendanai penyelenggaraan pemilu-pemilu daerah dengan menggunakan anggaran pusat untuk mengakhiri kemampuan pejabat daerah mengatur pemilu kada melalui pendanaan dan memastikan bahwa dana yang dialokasikan untuk keamanan tidak ditahan secara semena-mena oleh pemerintah daerah.
5.
Menyederhanakan peraturan-peraturan mengenai persyaratan kandidat, terutama mengenai pendidikan dan dukungan partai, serta menjelaskan atau menghilangkan peraturan mengenai persyaratan kesehatan.
6.
Memastikan aparat keamanan tidak berpihak di dalam tahapan pemilu.
Jakarta/Brussels, 8 Desember 2010
Halaman ii
Asia Report N°197
8 Desember 2010
INDONESIA: MENCEGAH KEKERASAN DALAM PEMILU KEPALA DAERAH I. PEMILU KEPALA DAERAH DI INDONESIA Pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) langsung di tahun 2010 sebagian besar berjalan damai, namun kekerasan yang terjadi secara sporadis di beberapa tempat 1 telah membuat proses ini diwaspadai. Meskipun jumlah kekerasan yang terjadi dalam 200-an pemilu kada yang 2 sudah berjalan di awal putaran kedua ini tak sampai 10 persen, insiden-insiden tersebut telah memicu perdebatan 3 mengenai masa depan pemilu kada langsung. Dengan meneliti kasus-kasus kerusuhan pemilihan kepala daerah yang paling menonjol, terlihat kekerasan merupakan perkecualian, bukan kelaziman, dan timbul dari kombinasi salah langkah yang diambil oleh penyelenggara pemilu 4 kada, polisi dan calon. Meski skalanya kecil, gejala kekerasan di pemilu kada perlu dikaji karena telah terjadi peningkatan dari 13 kasus dalam putaran pertama yang berlangsung dari tahun 2005 hingga 2008 menjadi 20
5
kasus di tahun 2010 saja. Fenomena ini pada dasarnya dapat dicegah dengan tata kelola pemilu yang lebih baik. Laporan ini berdasarkan penelitian lapangan di kabupaten Mojokerto, Tana Toraja dan Tolitoli, dimana kekerasan pemilu terjadi, dan Poso, dimana ketegangan yang bergejolak berhasil dikendalikan. Di tiga kasus pertama, para pendukung kandidat yang menantang kepala daerah yang berkuasa menggunakan kekerasan setelah peluang calonnya untuk menang terhambat. Di bawah peraturan yang berlaku, bencana alam atau kejadian luarbiasa seperti kerusuhan 6 memang bisa membuat pemilu ditunda atau batal. Ketiga kasus kekerasan pemilu kada yang diteliti semua dipicu oleh suatu peristiwa yang terjadi di luar dugaan. Memang, terdapat pula beberapa faktor lain yang muncul di semua kasus itu, antara lain petahana yang dianggap korup tapi berusaha memperpanjang kekuasaannya dengan mencalonkan diri lagi atau lewat orang pilihannya; calon yang terlalu percaya diri bahwa ia bisa menang dan mengubah status quo; pendukung calon yang memiliki
1
Untuk kajian mengenai pemilu kada di Indonesia lihat laporan Crisis Group sebelumnya: Asia Briefing N°86, Local Election Disputes in Indonesia: the Case of North Maluku (Sengketa Pilkada di Indonesia: Kasus Maluku Utara), 22 Januari 2009; Asia Briefing N°81, Indonesia:Pre-Election Anxieties in Aceh (Indonesia: Kekhawatiran Pra-Pemilu di Aceh), 9 September 2008; dan Asia Briefing N°57, Aceh’s Local Elections: The Role of the Free Aceh Movement (Pilkada Aceh: Peran GAM (Gerakan Aceh Merdeka), 29 November 2006. 2 Putaran kedua pemilu kada dimulai sejak bulan April 2010 hingga 2013. Awalnya ada 244 pemilu kada yang dijadwalkan tahun 2010, yaitu sekitar setengah dari jumlah total pemilu kada dalam satu putaran, tapi keterbatasan dana dan adanya sengketa membuat 30 pemilu kada terpaksa ditunda hingga 2011. Dengan penundaan itu, akan ada hampir 100 pemilu kada di tahun 2011, dan sekitar 200 lagi di tahun 2012 dan 2013. Pejabat berwenang telah menetapkan tahun 2014 hanya untuk pemilu DPR dan Presiden. Ada banyak permintaan untuk menetapkan jangka waktu atau hari yang sudah ditentukan untuk seluruh pemilu kada, tapi belum ada proposal yang jelas dan dirancang dengan baik mengenai bagaimana cara mewujudkannya. 3 Janedjri Gaffar, “Memikir Ulang Pemilihan Kepala Daerah”, Seputar Indonesia, 5 September 2010. 4 Daftar lengkap mengenai insiden kekerasan pemilu kada tahun 2010 ada di Lampiran B.
5
Di tujuh bulan pertama tahun 2010, hanya 11 dari 163 kasus yang polisi anggap sebagai “bertensi tinggi”. Maria Jeanindya, “11 Daerah Memanas Karena Pemilu Kada”, Media Indonesia, 11 Agustus 2010. Hingga November 2010, 20 dari sekitar 220 pemilukada dianggap telah mengalami “insiden kekerasan” menurut Bawaslu. “Kejadian Konflik Dalam Penyelenggaraan Pemilu Kada Tahun 2010”, dokumen yang tidak diterbitkan, Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, November 2010; dan wawancara Crisis Group, Wirdyaningsih, Jakarta, 18 November 2010. LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) mengutip 13 kasus kekerasan pemilu dari tahun 2005 hingga 2008. Sumber-sumber lain menyebutkan beberapa kasus lain diluar yang tigabelas kasus, tapi tidak ada konsensus mengenai angka ini. Untuk daftar LIPI, baca Mochammad Nurhasim (ed.), Konflik Dalam Pilkada Langsung 2005-2008: Studi Tentang Penyebab dan Dampak Konflik (Jakarta, 2009), hal. 5. Buku ini membahas mengenai penyebab konflik dalam pemilu kada 2005-2008. 6 Peraturan Pemerintah (PP) No. 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pasal 149 (2) menyatakan KPUD bisa menunda pemilihan kalau terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam atau gangguan lainnya. Kandidat dan pendukung di ketiga kasus kekerasan diatas tahu mengenai PP ini.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
harapan berlebihan dan bertindak di luar kendali; penyelenggara pemilu yang dianggap berpihak ke petahana atau kandidat pilihannya dan gagal mensosialisasikan informasi penting; serta polisi yang tak siap menghadapi kekerasan massal atau aksi penyerangan yang terkoordinasi. Di daerah paska konflik Poso, dimana kekerasan diperkirakan terjadi, upaya gabungan dari aparat keamanan, caloncalon yang ingin damai dan penyelenggara pemilu yang 7 tanggap berhasil mengendalikan ketegangan.
A. PEMILU KADA LANGSUNG Pemilu kada langsung digelar pertama kali di Indonesia 8 tahun 2005. Sebelumnya, dari tahun 1966 hingga 1974, mantan Presiden Soeharto memilih sendiri para gubernur 9 dan mengontrol pemilihan walikota dan bupati. Dari tahun 1974 hingga lengsernya pada tahun 1998, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat kabupaten/kota bisa melakukan pemungutan suara untuk memilih kepala daerah, tapi hal ini bersifat seremonial semata karena pada prakteknya mereka hanya jadi rubberstamp (stempel karet) pilihan Soeharto. DPRD bisa mengajukan sekitar tiga sampai lima nama calon ke Menteri Dalam Negeri, kemudian dua nama akan dikembalikan ke DPRD untuk 10 dipilih dengan isyarat jelas yang mana pilihan Soeharto. Dari tahun 1999 hingga 2004, partai-partai di DPRD bisa mengajukan pasangan calon kepala daerah, dan tiap anggota DPRD memiliki satu suara. Pemerintah pusat dapat
7
Poso adalah lokasi konflik antara Kristen-Muslim dari tahun 1999 hingga 2001 dan banyak yang berpikir pemilu akan membuka luka lama. Untuk laporan terdahulu mengenai Poso, lihat Crisis Group Asia Briefing N°75, Indonesia: Tackling Radicalism in Poso (Indonesia: Menanggulangi Radikalisme di Poso), 22 Januari 2008; Asia Report N°127; Jihadism in Indonesia: Poso on the Edge (Jihadisme di Indonesia: Poso di Tepian), 24 Januari 2007; dan Asia Report N°74, Indonesian Backgrounder: Jihad in Central Sulawesi (Indonesia: Latar Belakang Jihad di Sulawesi Tengah), 3 Februari 2004. 8 Pemilu kada langsung pertama di Indonesia terjadi di kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur tanggal 1 Juni 2005. 9 UU No. 18/1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. DPRD boleh mengajukan nama-nama, tapi Presiden bisa menolak. 10 UU No. 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Pilihannya semua dari Partai Golkar, kendaraan politik Soeharto, yang memiliki kursi terbanyak di DPR selama masa pemerintahannya tahun 1966-1998. Kebanyakan pilihannya adalah anggota TNI aktif. Mengenai peran Departemen Dalam Negeri (Depdagri) pada masa Soeharto lihat Aloysius Benedictus Mboi, “Pilkada Langsung: The First Step on the Long Road to a Dualistic Provincial and District Government”, dalam tulisan Maribeth Erb dan Priyambudi Sulistiyanto (eds.), Deepening Democracy in Indonesia?: Direct Elections for Local Leaders (Pilkada) (Singapore, 2009).
Halaman 2
menyaring calon gubernur, tapi tidak berperan dalam 11 pemilu tingkat kabupaten/kota. Dengan lengsernya Soeharto, Indonesia memulai proses 12 desentralisasi yang pasang surut. Perundang-undangan tentang desentralisasi yang keluar tahun 1999 menyerahkan wewenang fiskal dan politik ke pemerintah kabupaten/kota, menerabas pemerintah propinsi dan menciptakan kelas pemimpin baru yang menggunakan kekuasaan tanpa 13 pengawasan. Pada tahun 2004, DPR mencoba meredam ini dengan memberi ruang ke pemerintah propinsi dan pusat untuk mengawasi kabupaten/kota sebagaimana tercakup dalam UU no. 32/2004 tentang pemerintahan daerah (pemda). UU ini juga membuka jalan untuk pelaksanaan pemilu kada langsung sebagai bagian dari sebuah transisi demokrasi dari sistem yang sebelumnya sangat sentralistik sehingga kini pemda bertanggung jawab untuk membiayai pemilu setempat; dan DPRD 14 dapat mengatur penyelenggara pemilu kabupaten/kota. Perubahan-perubahan ini membuat demokrasi terdesentralisasi di Indonesia tanpa memberikan mekanisme yang memadai untuk checks and balances. Dengan desentralisasi, pemda menerima lebih banyak dana, sehingga mencalonkan diri menjadi kepala daerah menjadi hal yang sangat menarik. UU no. 32/2004 menetapkan pemberian dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat ke pemda yang besarnya bisa mencapai 80 persen dari pendapatan daerah. Sebuah kabupaten yang baru dibentuk dapat menerima dana tambahan khusus untuk membangun sarana. Prospek untuk mendapat akses ke sumber-sumber dana ini telah memotivasi terjadinya pemekeran-pemekaran propinsi dan kabupaten. Sejak 1999, dari 292 kabupaten dan 26 propinsi di Indonesia, sekarang telah ada sebanyak 502 kabupaten dan 33 propinsi, dan seringkali proses pemekaran ini jauh lebih cepat daripada kemampuan mengembangkan infrastruktur 15 hukum, politik dan keamanan yang efektif. Desentralisasi kekuasaan ke daerah juga telah menyebarkan praktek korupsi yang telah mewabah di institusi-institusi nasional, dan tak terkecuali di dalam proses pemilu.
11
UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 31-41. Pada tahun 1999, ada ketakutan kalau memberi kekuasaan lebih besar ke propinsi akan menyulut separatisme. Belakangan, muncul kekhawatiran dari pemerintah pusat bahwa kabupaten/kota, didukung oleh DPRD masing-masing, telah mengeluarkan peraturanperaturan yang bertentangan dengan UU. Pemerintah Propinsi dan Depdagri sekarang bisa melakukan intervensi kalau menemukan kontradiksi semacam itu. 13 UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 14 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, bab 8. 15 “Kode dan Data Wilayah Administrasi Seluruh Indonesia”, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Mei 2010. 12
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
Dari 1999 hingga 2004, untuk menggalang dukungan supaya dicalonkan, kontestan memberi donasi ke partaipartai politik, dan hal ini kemudian berevolusi menjadi praktek pembelian suara ketika pemilu kada secara 16 langsung mulai diterapkan. Perundang-undangan yang berlaku saat ini mengatur bahwa seorang kandidat hanya dapat diajukan oleh partai politik atau koalisi partai politik yang perolehan kursi atau suaranya minimal 15 persen. Aturan ini telah mendorong para bakal calon untuk belanja dukungan tiap-tiap partai yang memasang ‘harga’ untuk suatu rekomendasi yang ditetapkan oleh dewan pusat masing-masing partai di Jakarta setelah 17 berkonsultasi dengan cabangnya di daerah. Partai bisa mendapat tawaran dari banyak kontestan berbeda, bahkan dari segi ideologi, dan memilih salah satu termasuk yang bukan kader partai, dengan berbagai alasan, dari faktor elektabilitas (daya tarik untuk dipilih) hingga kepentingan untuk mempertahankan hubungan dengan kelompok elit 18 politik setempat. Di tingkat akar rumput, pemilih pun ingin imbalan untuk dukungan mereka. Banyak pemilih berharap menerima kompensasi nyata dari para kandidat seperti makanan, mesin pertanian, perbaikan jalan, obat 19 ataupun uang. Biaya proses pencalonan dan proses pemilu sendiri menyebabkan para pengusaha yang membiayai kampanye berharap investasi mereka kembali dalam bentuk kontrak 20 bisnis setelah kandidat mereka terpilih. Praktek korup yang terang-terangan semacam ini telah menciptakan pemilu yang semakin intens. Gerakan sosial baru telah banyak terbentuk untuk menentang upaya-upaya petahana yang dituduh korup untuk bisa terpilih kembali, atau berusaha untuk ‘mewariskan’ jabatannya ke salah satu anggota keluarga apabila terbentur oleh batasan masa 21 jabatan. Setelah Soeharto menjadi presiden selama enam
16
Lihat contoh politik uang di pemilu kada di Syarif Hidayat, “Pilkada, Money Politics and the Dangers of ‘Informal Governance’ Practices”, di Deepening Democracy in Indonesia?: Direct Elections for Local Leaders (Pilkada), op. cit. Buku ini sumber paling bagus mengenai pemilu kada di Indonesia. 17 Untuk transaksi antara partai-kandidat dalam pemilu, lihat Michael Buehler dan Paige Tan, “Party-Candidate Relationships in Indonesian Local Politics: A Case Study of the 2005 Regional Elections in Gowa, South Sulawesi”, Indonesia, vol. 84 (October 2007). 18 Wawancara Crisis Group, politisi Partai Golkar, Jakarta, Agustus 2010. 19 Susana Rita, “Pilkada Membuat Rakyat Mata Duitan”, Kompas, 13 Agustus 2010. 20 Suwardiman, “Desentralisasi Korupsi”, Kompas, 8 Oktober 2010. Untuk penjelasan mengenai transaksi politik sebelum pemilu yang diceritakan sendiri oleh seorang mantan kepala daerah, baca Hadi Supeno, Korupsi di Daerah: Kesaksian, Pengalaman dan Pengakuan (Jakarta, 2010). 21 Bupati adalah pejabat pemerintah yang paling banyak terkait kasus korupsi pada tahun 2007. Lihat Firman Noor, “Tren Korupsi 2007:
Halaman 3
periode berturut-turut, sekarang seluruh pemegang jabatan 22 eksekutif dibatasi masa jabatannya sebanyak dua kali. Sayangnya, tidak ada batasan terhadap tersangka kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebelum pengadilan mencapai putusan. Pilihan hukum yang terbatas untuk mendongkel politisi yang diduga menyalahgunakan jabatannya ini ditambah dengan penegakan hukum anti korupsi yang buruk membuat usaha menurunkan seorang petahana yang korup melalui pemilu seringkali dilihat sebagai cara yang sama, atau lebih efektif, daripada membawa mereka ke pengadilan. Namun, hal ini tidak selalu berhasil, dan pada tahun 2010, setidaknya tercatat lima petahana yang dalam status tersangka korupsi, tapi 23 terpilih kembali sebagai kepala daerah. Peluang menguntungkan yang diberikan oleh desentralisasi juga mendorong munculnya kekuatan baru dan kembalinya kekuatan lama, termasuk keturunan para raja atau sultan yang ingin menghidupkan kekuasaan keluarganya; kelompok etnis minoritas yang makmur; dan pegawai-pegawai sipil yang lihai dalam berpolitik yang bisa mengeksploitasi birokrasi untuk membangun sebuah dinasti baru. Isu agama dan kesukuan juga sering muncul, termasuk preferensi untuk memilih kandidat putra daerah. Untuk kandidatkandidat semacam ini, terutama di kabupaten-kabupaten baru hasil pemekaran, pemilu telah menjadi jembatan ke sumber kekayaan baru. Dalam putaran pertama pemilu kada langsung dari 2005 hingga 2008, sengketa terkait peraturan, daftar pemilih tetap, dan manajemen dasar pemilu, telah menimbulkan ketegangan baru di banyak kabupaten. Meskipun statistiknya masih diperdebatkan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI menemukan kekerasan fisik terjadi tak sampai 3 24 persen di sekitar 500 pemilu. Insiden-insiden ini pada umumnya terjadi ketika seorang calon didiskualifikasi karena gagal memenuhi persyaratan, atau setelah hasil penghitungan suara menyebabkan kandidat yang kalah
Fenomena Melokalnya Korupsi dan Alternatif Pmberantasannya”, Democrazy Pilkada: Pusat Penelitian Politik LIPI Yearbook 2007 (2007), pp. 45-46. 22 Lihat Ikrar Nusa Bhakti, “Polemik Istri Pejabat Maju Pilkada”, Seputar Indonesia, 1 Juni 2010. Ia berargumentasi bahwa bupati yang telah habis masa jabatannya bisa maju lagi setelah penggantinya selesai satu periode. Beberapa orang menafsirkan UU No.12/2008 pasal 58 (o) membatasi mantan bupati menjabat lagi meskipun setelah masa jabatan penggantinya habis. Interpretasi ganda ini mungkin akan terus ada sampai Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan mengenai pasal ini. 23 Josie Susilo Hardanto, “Sikap Pragmatis Suburkan Korupsi”, Kompas, 8 Oktober 2010. Mereka adalah gubernur Bengkulu Agusrin Najamuddin, Bupati Rembang Mochammad Salim, Bupati Lampung Timur Satono, Bupati Kepulauan Aru Theddy Tengko, dan Bupati Boven Digoel Yusak Yaluwom. 24 Dari kajian/studi LIPI yang disebut diatas.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
menuduh lawannya yang menang melakukan kecurangan. Pihak yang merasa diperlakukan tidak adil kerap menganggap KPUD berat sebelah, dan Panwaslu yang seharusnya mewasiti pemilu tidak bekerja efektif. Ada juga kasuskasus dimana ketegangan timbul setelah DPRD menolak untuk menerima pemenang yang mengalahkan calon yang didukung oleh partai-partai yang berkuasa di lembaga 25 legislatif setempat. Upaya-upaya memperbaiki kualitas pemilu kada setelah putaran pertama ini gagal untuk menangani masalahmasalah terkait akuntabilitas manajemen pemilu dan mediasi sengketa. Pada tahun 2007, sebuah UU baru tentang penyelenggara pemilu telah memberi KPU wewenang untuk mengawasi pemilu kada dan menciptakan sebuah rantai hirarki manajemen pemilu dari tingkat 26 nasional ke tingkat kabupaten. UU No. 22/2007 ini menempatkan pemilu kada di bawah KPU, akan tetapi keuangan KPUD tetap bergantung pada anggaran pemda. Pada tahun 2008, lembaga yang mengawasi pemilu nasional ditetapkan menjadi sebuah badan tetap, yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), yang kini bisa mengawasi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) di tingkat kabupaten. Namun meskipun telah menerima mandat sebesar ini, Bawaslu masih kekurangan staff dan sumber daya untuk aktif menyelesaikan sengketa selama pemilu kada. Di tahun yang sama, juga keluar UU No. 12/2008 yang membolehkan calon perseorangan atau independen, dimana hal ini malah semakin memperumit sebuah proses yang seharusnya dipermudah demi mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh kompleksitas prosedur di putaran 27 pertama.
25
Irvan Mawardi, “Anatomi Konflik Dalam Pilkada”, Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (www.jppr.or.id), 15 Februari 2008. 26 UU yang terkait yaitu UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Dalam literatur politik di Indonesia, UU ini memindahkan pemilu kada dari rezim pemda ke rezim pemilu. Untuk diskusi mendalam mengenai “perubahan rezim” ini, lihat Lili Romli, “Evaluasi Pilkada Langsung di Indonesia: Sebuah Catatan”, Democrazy Pilkada: Pusat Penelitian Politik LIPI Yearbook 2007 (2007), pp. 2-3. 27 UU No.12/2008, perubahan kedua terhadap UU No. 32/2004 mengenai Pemerintahan Daerah, pasal 2 (a-e), memperbolehkan pasangan calon perseorangan (independen) untuk maju dalam pemilu kada apabila pasangan calon memiliki dukungan sekurangkurangnya 3 hingga 6.5 persen dari jumlah penduduk, tergantung banyaknya penduduk di propinsi atau kabupaten atau kotamadya yang bersangkutan. Dukungan itu, yang diverifikasi dengan fotokopi KTP pendukung, harus tersebar di lebih dari 50 persen jumlah kabupaten/kota di propinsi dimaksud, atau kecamatan di kabupaten/kota dimaksud. Pasal ini keluar setelah putusan MK tertanggal 23 Juli 2007 bahwa calon non-partai harus bisa maju dalam pemilu kada, setelah pemilu paska konflik di Aceh yang membolehkan mantan anggota GAM maju sebagai calon independen.
Halaman 4
Di UU No. 12/2008 ini, sebuah amandemen penting lain telah membuat pemilu menjadi lebih adil dengan mewajibkan petahana untuk berhenti dari jabatan mereka apabila mereka ingin mencalonkan diri lagi. Amandemen ini bertujuan menyamakan kedudukan para kontestan dengan mengurangi keterlibatan birokrasi dalam upaya petahana untuk terpilih lagi. Namun, Mahkamah Konstitusi atau MK, menganulir perubahan ini bulan Juni tahun yang sama dan menetapkan bahwa petahana hanya perlu 28 mengambil cuti dua minggu selama masa kampanye. Sebenarnya, dua minggu tidak memadai untuk secara efektif memantau penyalahgunaan fasilitas negara, karena biasanya para kandidat menyatakan pencalonan diri mereka secara terbuka dan mencari dukungan suara untuk bisa terpilih kembali sudah sejak setahun sebelum pemilu. Perubahan terhadap pasal dalam UU ini merupakan sebuah kesempatan yang hilang untuk belajar dari masa lalu maupun untuk meningkatkan akuntabilitas, kejelasan 29 dan menyusun prosedur penyelesaian sengketa. Berbagai kelemahan yang tidak ditangani sepenuhnya sekarang malah menjadi penyumbang naiknya jumlah kasus kekerasan dalam putaran kedua pemilu kada langsung yang dimulai pada 2010. Selain itu, memang ada penyebab lain yang spesifik muncul dalam putaran kedua. Pertama, dalam putaran ini banyak petahana yang sudah dua periode menjabat dan berupaya untuk melanjutkan akses ke kekuasaan lewat penerusnya yang seringkali adalah anggota keluarga sendiri. Kedua, pemilih telah semakin frustrasi dengan kurang adanya peningkatan di tata kelola pemerintahan setelah desentralisasi. Ketiga, profil pemilu kada telah meningkat dengan bertambahnya dana yang mengalir, disamping itu para pemilih mendapat banyak informasi mengenai pemilu kada dari kelompok survei, media dan kampanye. Sebelum menganalisa kasus-kasus kekerasan pemilu yang terjadi di tahun 2010 ini, penting untuk memahami mekanisme pemilu dan tahapan-tahapan pemilu yang rawan kekerasan.
B. MEKANISME PEMILU SAAT INI Pemilu kada adalah kompetisi antara pasangan calon, yang terdiri dari calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang bisa berasal dari partai, profesi dan kelompok sosial yang berbeda. Pasangan calon ini, apakah ia didukung oleh partai atau independen, bersaing untuk 28
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 17/PUU-VI/2008. Putusan MK tentang persyaratan petahana untuk maju dalam pemilu kada, Juni 2008. 29 Himbauan untuk memberdayakan penyelenggara pemilu dan proses penyelesaian sengketa sudah terdengar sejak putaran pertama pemilu kada, termasuk dalam tulisan Hamdan Basyar, “Pemetaan Masalah Krusial Dalam Pilkada 2005-2008”, di Konflik Dalam Pilkada Langsung 2005-2008: Studi Tentang Penyebab dan Dampak Konflik, op. cit., pp. 31-64.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
memenangkan suara mayoritas atau memenuhi batas minimal lebih dari 30 persen suara. Apabila tidak ada pasangan calon yang mencapai batas minimal ini, akan dilakukan pemilihan putaran kedua antara dua pasangan yang memperoleh suara teratas. Ada dua institusi yang terkait dalam penyelenggaraan pemilu kada, yaitu: Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu). Sejak tahun 2008, kandidat yang kalah juga bisa menggugat hasil pemilu kada di Mahkamah Konstitusi (MK), yang keputusannya bisa 30 mengubah arah pemilu.
1. Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Ada dua tipe KPUD – KPUD Propinsi dan KPUD Kabupaten/Kota. KPUD Propinsi menyelenggarakan pemilihan gubernur serta mengawasi dan memilih anggota KPUD Kabupaten/Kota, yang kemudian melaksanakan pemilu kada setempat.Tiap KPUD merancang program, anggaran dan jadwal pemilu; menyusun petunjuk teknis untuk tiap-tiap tahapan dan mengawasi pelaksanaannya; menetapkan daftar pemilih dengan menggunakan data kependudukan yang diperbarui; memastikan para kandidat memenuhi persyaratan minimum; menghitung suara dan mengumumkan hasil rekapitulasi suara; menindaklanjuti penyimpangan-penyimpangan yang ditemukan oleh Panwaslu; dan mensosialisasikan informasi mengenai 31 penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat. KPUD juga bertugas untuk membentuk Panitia Pemilihan di tingkat Kecamatan (PPK) dan di TPS-TPS (Tempat 32 Pemungutan Suara). Selain itu UU Pemilu mewajibkan KPUD untuk melaksanakan semua tahapan penyelenggaraan pemilu dengan tepat waktu dan menginformasikan tiap33 tiap tahapan pemilu kepada masyarakat. KPU Pusat mengawasi KPUD Propinsi dan melakukan intervensi dalam kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian atau penanganan hukum. KPU tidak berperan dalam pembiayaan pemilu kada. KPUD kabupaten/kota dibiayai dari pos khusus dalam anggaran pemda. Pada prakteknya, kepala daerah bisa memotong anggaran tersebut atau menahan pembayaran, sehingga mempersulit 34 pelaksanaan pemilu kada. Petahana juga memiliki andil
30
Mahkamah Konstitusi, yang lebih muda dan lebih dihormati, mengambil alih tugas untuk memutuskan sengketa pemilu kada dari Mahkamah Agung sejak bulan Oktober 2008. UU No. 12/2008, pasal 236 (c). Mahkamah ini berlokasi di Jakarta. 31 UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, pasal 9 (3) dan 10 (3). 32 Ibid, pasal 10 (3d). 33 Ibid, pasal 10 (4). 34 Mengenai masalah anggaran pemilu, lihat Ben Hillman, “Deepening Democracy in Indonesia: Strengthening the Institutional Framework for Organizing Local Executive Elections”,
Halaman 5
dalam membentuk KPUD yang kemudian bisa membantu mereka untuk terpilih kembali. Sejak tahun 2007, memang para pelamar dan penyeleksi KPUD disyaratkan bukan anggota partai politik sekurang-kurangnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Namun, kepala daerah yang 35 berkuasa berhak memilih satu dari lima anggota tim seleksi. Anggota KPUD dipilih lewat sebuah proses perekrutan terbuka dengan uji kelayakan dan kepatutan yang melibatkan ujian tertulis, tes kesehatan dan psikologi. Kemudian disusun peringkat nama calon berdasarkan proses itu. Lima peringkat teratas terpilih secara otomatis dan seringkali mereka merupakan orang muda berpendidikan yang sedang mencari pekerjaan, kurang pengalaman politik, dan tidak memiliki kewibawaan di mata masyarakat. Ujian kuantitatif membuat pemuka masyarakat yang lebih tua, sudah dikenal dan berpendidikan lebih rendah enggan untuk melamar; dan persyaratan pelamar menghalangi mantan pejabat publik yang belum lima tahun keluar dari partai politik untuk ikut. Proses perekrutan juga sering dilakukan terlalu dekat dengan jadwal pemungutan suara, sehingga anggota KPUD tidak punya banyak waktu untuk mempelajari peraturan-peraturan terkait penyelenggaraan 36 pemilu dan memahami iklim politik.
2. Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Sebagai sebuah badan adhoc, Panwaslu ada di setiap tingkatan daerah untuk mengawasi pemilu dan melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi ke polisi atau KPU yang relevan. Panwaslu tidak punya wewenang untuk menjatuhkan hukuman atau menuntut sebuah investigasi menyeluruh dilakukan. Mereka hanya bisa meminta klarifikasi dari pihak-pihak yang terlibat sebelum menyerahkan kasus pelanggaran ke polisi atau KPUD dengan harapan temuan itu ditindaklanjuti. Panwaslu kurang dihormati di daerah mereka karena masa tugas mereka baru mulai ketika para kandidat mendaftar, dan berhenti setelah pemenangnya dilantik. Selain itu, gaji dan status yang rendah tidak memotivasi orang-orang 37 yang cakap untuk melamar. Di tingkat nasional, Bawaslu mengelola perekrutan anggota Panwaslu namun mereka
Multi-Donor Programme Support to Indonesia’s Democratic Elections, Maret 2010. 35 Sebelum UU No. 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu dikeluarkan, anggota partai politik hanya perlu berhenti dari partai mereka kalau mereka bermaksud menjadi anggota KPU atau tim seleksi KPU. Empat anggota tim seleksi yang lain dipilih oleh DPRD secara bersama-sama, dan KPU yang lebih tinggi kedudukannya. 36 Informasi lebih lanjut mengenai KPUD, lihat Hillman, op. cit. 37 Anggota Panwaslu menerima honor sekitar Rp.1 juta sebulan, sementara calon menghabiskan milyaran rupiah berkampanye. Wawancara Crisis Group, Ketua Panwaslu Tana Toraja Panwaslu Agustinus Liang Buang, Makale, 19 September 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
tidak punya kapasitas untuk berperan sebagai wasit yang bisa melakukan intervensi dan menyelesaikan sengketa yang mungkin memicu kekerasan.
3. Mahkamah Konstitusi (MK) Calon yang menganggap bahwa pemenang berbuat curang bisa menggugat hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi dalam waktu tidak lebih dari 3 hari sejak hasil pemilu diumumkan oleh KPUD. Untuk memenangkan perkara, penggugat harus membuktikan pelanggaran sistematis yang mempengaruhi hasil akhir. MK bisa memerintahkan untuk dilakukan penghitungan ulang, pemungutan suara ulang secara penuh atau sebagian, pembatalan pemilu kada, pembatalan seluruh suara bagi pemenang, atau menolak permohonan gugatan. Hingga 6 Desember 2010, MK telah menerima 215 permohonan kasus gugatan terkait pemilu kada tahun 2010 dan 38 mengubah 22 hasil pemilu kada. MK tidak memiliki wewenang untuk mengadili tindak pidana tapi kesaksian yang disampaikan dalam kasus sengketa pemilu bisa digunakan polisi untuk membangun kasus terhadap pelaku 39 kekerasan atau pelanggar lain. Sejauh ini, pihak terkait pada umumnya menerima putusan MK, dan hakim-hakim MK dilihat sebagai hakim yang kredibel. Memang ada tuduhan bahwa ada hakim MK yang telah menerima suap dari kandidat, dan MK justru menunjuk penuduh itu untuk memimpin investigasi membuktikan apakah memang ada 40 suap atau pemerasan itu. Sebelum April 2008, Mahkamah Agung (MA) berwenang memutuskan sengketa pemilu. Pada masa itu, kasus-kasus dari pemilu kabupaten/kota harus lewat pengadilan tinggi propinsi sebelum para pihak bisa mengajukan permohonan kasasi ke pengadilan tertinggi. Dekatnya lokasi pengadilan tinggi dengan pihak-pihak yang bersengketa memberi tekanan yang begitu besar terhadap para hakim setempat. Selain itu, pengadilan di daerah memiliki reputasi buruk karena selama beberapa dekade dilihat sebagai pengadilan
38
Mahkamah Konstitusi, Rekapitulasi Perkara PHPUD, 6 Desember 2010, www.mahkamahkonstitusi.go.id/. 39 Nota Kesepahaman Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Penegakan Hukum terhadap Tindakan Pidana Pemilihan Umum, No. 016/PK/SET.MK/2010, 10 Agustus 2010. 40 Bekas staf ahli MK Refly Harun mengatakan ia melihat seseorang menyiapkan uang sebesar Rp.1 milyar untuk menyuap hakim. Ketua MK menyuruhnya membentuk tim investigasi independen untuk mengklarifikasi tuduhannya. “Mahfud MD Bentuk Tim Investigasi Markus di MK”, http://hukumonline.com, 28 Oktober 2010; dan “Mahfud MD: Kami Sudah Menunggu 2 Minggu Tapi Tim Investigasi Nggak Nongol”, Rakyat Merdeka, 22 November 2010.
Halaman 6 41
yang korup, gampang dibeli dan berat sebelah. Beberapa putusan MA juga pernah menimbulkan kontroversi yang 42 akhirnya berujung pada kekerasan. Di tahun 2010, hanya satu dari 200-an putusan MK, yang benar-benar memicu reaksi keras. Dan hal itu sebenarnya mungkin bisa dihindarkan apabila ada keinginan kuat dari aktor penting yang lain untuk mengimplementasikan putusan 43 MK. Walaupun MK masih dihormati dan dianggap sebagai pengadilan yang paling bersih di Indonesia, ini bukanlah sebuah solusi yang tahan lama. Karena hanya dengan sembilan hakim, MK sulit untuk dapat secara cepat mengeluarkan putusan, terutama ketika ada terlalu banyak permohonan perkara yang diajukan dalam waktu yang sama.
C. TAHAP-TAHAP PENTING DALAM PEMILU KADA LANGSUNG Ada tiga tahapan di pemilu kada yang rawan kekerasan apabila tidak dikelola secara tepat. Cara penyelenggara pemilu menyampaikan informasi di setiap tahapan bisa meredakan dugaan bias atau malah memicu kemarahan. Verifikasi. KPUD bertugas memverifikasi para kandidat bahwa mereka telah memenuhi persyaratan pendidikan dan kesehatan, serta memastikan mereka benar-benar 44 memiliki dukungan dari partai politik. Proses ini bisa berlanjut hingga 21 hari setelah tenggat waktu pendaftaran 45 kandidat. Tingkat pendidikan paling rendah bagi seluruh kandidat adalah sekurang-kurangnya SMA atau sederajat. Beberapa KPUD mewajibkan para bakal calon untuk memperlihatkan seluruh ijasah sejak SD, dan dilegalisir sekolah yang bersangkutan atau dinas pendidikan setempat. Aturan ini telah menyebabkan timbulnya tuduhan pemalsuan dokumen, karena kandidat-kandidat, khususnya yang dari
41
Mahkamah Konstitusi dibentuk tahun 2003 dan terdiri dari sembilan hakim yang bisa berasal dari luar sistem peradilan asal ia memiliki pengalaman lebih dari sepuluh tahun di bidang hukum. Ada persyaratan bahwa hakim MK tidak hanya harus punya gelar hukum tapi juga “negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan”. Presiden, DPR dan MA masingmasing mengajukan tiga nama, yang akan ditetapkan oleh presiden sebelum mereka bertugas selama lima tahun. Masa jabatan hakim MK hanya bisa diperpanjang untuk lima tahun lagi. UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Sejak tahun 2008, MK diketuai oleh mantan menteri pertahanan Mohammad Mahfud MD. 42 Putusan Mahkamah Agung mengakibatkan kerusuhan di propinsi Maluku Utara dan Sulawesi Selatan tahun 2007. 43 Lihat uraian mengenai konflik pemilu kada di kabupaten Kotawaringan Barat di Lampiran B. 44 Untuk persyaratan lengkap mengenai kandidat pemilu kada, lihat UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 58. Tidak ada aturan yang mensyaratkan kandidat untuk berdomisili di kabupaten dimana mereka mencalonkan diri. 45 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 60.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
wilayah terpencil, mungkin sudah tidak punya ijasah pendidikan tingkat rendah ini. Undang-undang juga mewajibkan calon untuk menjalani tes kesehatan untuk memastikan mereka cukup sehat untuk menjabat selama lima tahun. Tanpa panduan jelas, peraturan ini bisa 46 sewenang-wenang, rancu dan kurang transparan. Undangundang menyatakan seorang calon harus “sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter”. Dokter hanya perlu menulis ya atau tidak dalam surat keterangan dokter kepada 47 penyelenggara. Kampanye. Kampanye pemilu kada berlangsung 14 hari dan berakhir tiga hari sebelum hari pemungutan suara. Kampanye dilakukan siang hari dan jadwal pelaksanaannya ditetapkan KPUD. Pasangan calon bertanggungjawab atas pelaksanaan kampanye mereka. Kampanye dimulai dengan pembacaan visi misi, yaitu kandidat menjabarkan rencana program mereka kepada DPRD. Meskipun kampanye hanya boleh dilakukan di lokasi yang sudah ditetapkan, dan arak-arakan dilarang, namun konvoi kendaraan yang membawa para pendukung ke lokasi kampanye adalah 48 hal yang lazim. Pegawai negeri sipil, kepala daerah dan pejabat pemerintah, kecuali kandidat yang harus mengambil 49 cuti dalam masa kampanye, dilarang untuk ikut kampanye.
Halaman 7
pemantau ini memungkinkan adanya penghitungan internal yang hasilnya bisa keluar cepat sekitar jam 4 sore, tergantung jumlah TPS dan ketersediaan sinyal telepon seluler. Dalam tiga hari, TPS harus mengirim surat suara dan hasilnya dalam kotak suara ke kantor kecamatan, dimana PPK diberi waktu tiga hari untuk memverifikasi penghitungan suara. Kemudian, kotak-kotak suara tersebut dikirim ke KPUD, yang memerlukan waktu tiga hari untuk melakukan rekapitulasi sebelum akhirnya mengumumkan 51 hasilnya. Proses ini mungkin perlu lebih banyak waktu lagi di daerah-daerah yang terpencil. Di tahapan inilah dugaan penggelembungan suara bisa muncul, terutama kalau hasil akhir berbeda dengan temuan berbagai quick count, yang diumumkan beberapa jam setelah pemungutan suara.
Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara. Pemungutan suara dimulai dari jam 8 pagi hingga 1 siang, dan suara dihitung segera setelahnya, biasanya sebelum jam 3 sore. Kandidat bisa mengirim saksi ke TPS untuk melaporkan 50 apabila ada pelanggaran. Penghitungan suara terbuka untuk masyarakat, dengan relawan meneriakkan kandidat yang dipilih oleh pemilih di kertas suara, satu per satu. Hal ini memungkinkan para pemantau untuk mentabulasi dan menelepon hasil suara ke tim kampanye. Laporan
46
Kontroversi terkait persyaratan pendidikan dan kesehatan sudah didokumentasikan dengan baik sejak tahun 2005 tapi KPU masih belum mengklarifikasikannya. Lihat “Pedoman Kerja KPUD Dalam Melaksanakan Pilkada”, Centre for Electoral Reform in collaboration with USAID and IFES (International Foundation for Electoral Systems), 2005. 47 UU No. 12/2008, perubahan kedua UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 58 (e) dan Peraturan Pemerintah No. 6/2005, pasal 38 (1e) dan (2b). 48 Mengenai larangan kampanye, lihat UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 78. 49 UU No. 12/2008, perubahan kedua UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 58 (q) menyatakan gubernur, walikota dan bupati yang masih menduduki jabatannya harus mengundurkan diri sejak pendaftaran. Aturan ini dipertentangkan di Mahkamah Konstitusi yang memutuskan pada tanggal 4 August 2008 bahwa petahana hanya perlu mengambil cuti dua minggu seperti pejabat pemerintah yang lain. 50 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 96. Saksi pasangan calon harus memperlihatkan surat mandat dari tim kampanye yang bersangkutan.
51
KPUD di Poso menggunakan jadwal ini untuk pemilu kada tahun 2010. KPUD berhak untuk menyusun jadwal pemilu dibawah pengawasan KPUD propinsi.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
II. DISKUALIFIKAS KANDIDAT DI MOJOKERTO Pada tanggal 21 Mei 2010, pendukung bakal calon bupati Mojokerto Dimyati Rosid yang juga seorang kyai terkenal, marah atas tidak diloloskannya sang kandidat dan melempar bom molotov serta membakar mobil di kantor DPRD Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Kedekatan Mojokerto dengan Surabaya membuat insiden ini dengan cepat ditayangkan televisi nasional dan gambar kejadian kekerasan tersebut pun menjadi simbol kekerasan pemilu 52 kada. KPUD mencoret Dimyati karena tidak lolos tes kesehatan, walau ia merasa sehat. Meskipun beredar isu akan ada aksi kekerasan, tapi KPUD maupun polisi tak 53 mengambil langkah memadai untuk mencegahnya.
A. BUPATI YANG TIDAK POPULER DAN BUKAN PILIHAN Petahana yang tidak populer, Suwandi, yang sebelumnya wakil bupati, naik menjadi bupati Mojokerto tahun 2008 ketika sang pendahulu mengundurkan diri dari jabatannya untuk maju dalam pemilihan gubernur Jawa Timur. Suwandi sebenarnya sudah dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek pengadaan komputer Rp 4.25 miliar sejak 54 2005. Ia juga kehilangan dukungan ketika memindahkan orang-orang bupati sebelumnya ke posisi yang kurang 55 disukai, sehingga memicu keretakan di birokrasi kabupaten. Ketika ia kemudian menjadi ketua cabang Partai Golkar dan mengumumkan niatnya untuk maju dalam pemilu kada 2010, para lawan politiknya mulai mencari calon tandingan. Dimyati, yang merupakan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Mojokerto selama 14 tahun terakhir, adalah 56 salah satu dari dua alternatif . Dengan modal memiliki banyak pendukung setia dari ceramah-ceramahnya dan dari pesantrennya sendiri, gelar S3 dari IAIN, usaha sewa mobil dan wajah yang mudah dikenal dengan janggut putih panjangnya, Dimyati berhasil mendapatkan dukungan dari 22 partai-partai politik kecil. Alternatif bakal calon yang lain, yang akhirnya terpilih menjadi bupati adalah
52
Mojokerto berjarak sekitar 50km dari ibukota propinsi, memiliki sinyal ponsel terjangkau di seluruh daerah, dan diliput oleh media yang berbasis di Surabaya. 53 Wawancara Crisis Group, Dimyati Rosid, Mojokerto, 17 Agustus 2010. 54 Kasus tersebut masih dalam penyidikan polisi. “Polda Tetap Sidik Bupati Mojokerto”, Surabaya Pagi, 9 Maret 2010. 55 Wawancara Crisis Group, anggota DPRD Mojokerto, Agustus 2010. 56 MUI adalah organisasi payung kelompok-kelompok Islam besar di Indonesia.
Halaman 8
seorang pengusaha bernama Mustofa Kamal. Ia didukung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memiliki pertalian dengan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam 57 yang dominan di Mojokerto. Para pemilih di Mojokerto mengharapkan menerima 58 uang, makanan dan barang lain dari para kandidat. Mustofa memiliki dana dan dukungan paling banyak dari para birokrat yang dipinggirkan oleh Suwandi. Mustofa juga paling dikenal sebagai orang yang sering memperbaiki 59 jalan desa. Sementara itu, Dimyati adalah pilihan para 60 santri. Dimyati diberitahu tim suksesnya bahwa sebelum verifikasi, hasil survey eksternal memperlihatkan ia berada di posisi teratas dan yakin ia bisa memenangkan pemilu kada dalam satu putaran. Dimyati tidak menyangka akan didiskualifikasi karena ia lulusan institusi pendidikan yang dikenal, dukungan partai yang dimilikinya cukup, 61 dan ia merasa dalam kondisi sehat.
B. DISKUALIFIKASI YANG TAK DISANGKA KPUD Mojokerto menunjuk Rumah Sakit Umum dr Soetomo di Surabaya untuk melakukan uji kesehatan terhadap empat pasangan yang mendaftar sebagai calon kepala daerah pada bulan Maret 2010. Tim inilah yang menyatakan Dimyati tidak sehat jasmani rohani di dalam suatu surat keterangan yang ditulis dengan bahasa yang 62 ambigu tanpa menyebutkan alasan yang jelas. KPUD tahu bahwa menolak pencalonan Dimyati karena alasan kesehatan akan menjadi hal yang kontroversial,
57
NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan lebih dari 40 juta anggota. NU adalah kelompok Sunni yang berupaya merangkul budaya setempat dengan ajaran Islam. Banyak kyai NU, termasuk mantan Presiden Abdurrahman Wahid, yang mencalonkan diri untuk jabatan politik. Mojokerto adalah salah satu basis NU dan Dimyati adalah seorang kyai NU. Informasi lebih lanjut mengenai NU, lihat www.nu.or.id/. 58 Untuk politik uang di Mojokerto, lihat Didik Rachbini dan Agus Herta Sumarto, “Demokrasi, Pemilukada and Money Politics: Studi Kasus di Kabupaten Mojokerto”, Universitas Paramadina and Political Research Institute for Democracy, Agustus 2010. 59 Wawancara Crisis Group, anggota tim kampanye Mustofa Kamal, Mojokerto, 18 Agustus 2010. 60 Masyarakat Jawa dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu priyayi, santri dan abangan. Pembagian ini sudah tidak ketat lagi karena adanya perkawinan antar kelompok dan interaksi terbuka. 61 Wawancara Crisis Group, Dimyati Rosid, 17 Agustus 2010. 62 Surat tersebut menyatakan Dimyati Rosid “telah dinyatakan tidak mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai bupati Mojokerto”, Surat Keterangan Hasil Pemeriksaan Kemampuan Secara Rohani dan Jasmani, 29 Maret 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010 63
tapi mereka tidak mengantisipasi akan ada protes besar. Para tokoh masyarakat Mojokerto menganggap penilaian kesehatan ini sebagai penghinaan bagi kyai yang dihormati 64 itu. Dimyati, yang rajin tenis, menyetir mobil dan bepergian secara rutin ini, menuduh KPUD berkonspirasi untuk mengganjal pencalonannya. Dokter menemukan bahwa Dimyati sebenarnya menderita penyakit diabetes yang mempengaruhi otaknya namun temuan ini baru terungkap dalam sidang gugatan Dimyati atas RS dr Soetomo dan 65 KPUD Mojokerto pada bulan Mei 2010. Pada bulan April 2010, KPUD berupaya menenangkan Dimyati dengan membawanya kembali ke RSU dr Soetomo untuk menjalani tes kesehatan lanjutan, tapi hal ini malah menjadi bumerang karena dokter bertambah khawatir dengan kesehatannya. Setelah tes kesehatan dijalani, surat keterangan dokter yang lagi-lagi ambigu dikeluarkan. Isinya mengatakan Dimyati mengalami “gangguan multi organ”, tanpa menjelaskan apa maksudnya atau bagaimana hal ini akan mempengaruhi kemampuannya untuk menjabat. Yoga Wijayahadi, kepala tim kesehatan itu, mengatakan “dokter menjadi disudutkan” dengan terbatasnya keterangan yang dibolehkan oleh UU pemilu dan “dipaksa untuk membuat pernyataan politik” daripada 66 memperlihatkan temuan kesehatan. Di Mojokerto, berita mengenai isi surat keterangan dokter dan tidak lolosnya Dimyati membuat suasana tambah panas. Pada tanggal 13 April 2010, hari diumumkannya kandidat yang lolos verifikasi, KPUD membuat kesalahan besar karena tidak datang ke kantor untuk menjelaskan prosesnya. Ratusan massa pendukung Dimyati yang datang untuk mendengarkan pengumuman hasil verifikasi secara langsung harus menunggu berjam-jam sebelum akhirnya seorang satpam menempelkan daftar kandidat yang lolos di papan pengumuman. Ketika terkonfirmasi bahwa Dimyati dicoret, massa menjadi panas dan Machradji Machfud, sekretaris tim sukses Dimyati, menggalang upaya untuk mencari kelima anggota KPUD. Para anggota KPUD ini kemudian ditahan dalam sebuah kamar dan diintimidasi, tapi tak sampai dilukai, untuk mengatakan 67 mereka akan loloskan Dimyati. Polisi tak siap hadapi massa yang marah malam itu dan tidak berusaha untuk menyelamatkan para anggota KPUD. Massa baru bubar
63
Wawancara Crisis Group, Ayuhandiq, ketua KPUD Mojokerto, 17 Agustus 2010. 64 Wawancara Crisis Group, tokoh masyarakat Mojokerto, Agustus 2010. 65 “Sakit Gula Pemicu Kerusuhan Mojokerto”, Surya, 27 Mei 2010. 66 Wawancara Crisis Group, Yoga Wijayahadi, Surabaya, 19 Agustus 2010. 67 Wawancara Crisis Group, anggota KPUD Afidatusholikha, Mojokerto, 20 Agustus 2010.
Halaman 9
jam 2 pagi setelah Dimyati sendiri yang menyuruh mereka 68 pulang.
C. PENYERANGAN DI DPRD Polres Mojokerto awalnya berhasil meredam ketegangan. Polisi anti kerusuhan hadir setiap kali massa pendukung Dimyati melakukan unjuk rasa di depan kantor KPUD. Polisi juga mengamankan secara ekstra ketat sebuah hotel di Mojokerto pada saat para kandidat mendapat nomor 69 urut mereka di kertas suara. Setelah beberapa minggu, Machradji, otak dari protes terhadap tidak lolosnya Dimyati, harus mulai membayar massa untuk unjuk rasa. Dimyati sendiri memilih untuk menggugat keputusan KPUD mengenai kesehatannya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, meskipun ia tahu bahwa putusan PTUN 70 tidak bisa membatalkan keputusan KPUD. Sementara itu, intelijen kepolisian gagal untuk mendeteksi ancaman lain yang tengah bergulir. Machradji ternyata berharap kekerasan akan menyebabkan pemilu kada dibatalkan. Ia berhasil memprovokasi Muklason Rosid (40 tahun), adik kandung Dimyati, untuk 71 ikut membantunya. Muklason adalah seorang da’i 72 temperamental yang suka hal-hal gaib. Kakak beradik ini hubungannya tidak dekat dan Muklason tidak tertarik dengan hasrat politik Dimyati. Namun, ia sangat tidak 73 senang dengan bupati Suwandi, dan terkenal mbalelo. Muklason secara terang-terangan melatih pengikutnya di desanya untuk melakukan serangan. Isu akan ada aksi 68
Wawancara Crisis Group, Machradji Machfud dan Afidatusholikha, Mojokerto, 20 Agustus 2010. Juga baca “Massa Ketua MUI Kecewa”, Surya, 14 April 2010. 69 Wawancara Crisis Group, Bambang Wahyuadi, ketua Panwaslu Mojokerto, Pacet, 18 Agustus 2010. 70 Tanggal 4 Juni 2010, PTUN Surabaya menolak gugatan Dimyati atas penilaian kesehatan tim dokter. “PTUN Tolak Gugatan Pasangan Dimyati Rosid”, www.tempointeraktif.com, 4 Juni 2010. Wawancara Crisis Group, Nur Indah, penasihat hukum Dimyati, Sidoarjo, 19 Agustus 2010. 71 Kejaksaan Negeri Mojokerto, “Surat Dakwaan No. Reg. Perk. PDM – 382/Mkrto/Ep/07/2010”, Dakwaan terhadap Machradji Machfud bin Sulian, 12 Agustus 2010. 72 Muklason gemar mendatangi lokasi-lokasi mistis di Jawa untuk bermeditasi dan mengambil anak-anak nakal untuk jadi muridnya. Para pengikut NU dikenal mencampur Islam dengan praktek-praktek kejawen seperti bermeditasi di makam para sunan. Wawancara Crisis Group, Aang Baihaqi, bekas teman sekamar Muklason di pesantren dan tokoh masyarakat yang saat ini memimpin sebuah pesantren yang terkenal di Mojokerto, 18 Agustus 2010. 73 Sebelum musim pemilu, Muklason protes dan memasang penghalang jalan untuk mencegah sang petahana masuk ke desanya. Ia menolak perintah polisi untuk menyingkir dan baru mau pindah setelah kakaknya membujuknya untuk menghentikan aksinya. Wawancara Crisis Group, Mojokerto, Agustus 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
penyerangan sepertinya sudah didengar oleh semua orang di Mojokerto kecuali polisi. Salah seorang yang pernah mendengar mengenai isu penyerangan ini adalah ketua KPUD, tapi dia pun tidak menganggap perlu untuk 74 melaporkan hal ini kepada polisi. Pada tanggal 21 Mei 2010 jam 9 pagi, Muklason memimpin sekitar 40 orang, yang diperlengkapi dengan bom molotov dan besi batangan untuk menyerang gedung DPRD dan halaman pemda Mojokerto, tak lama setelah 75 pembacaan visi misi dimulai. Dalam sepuluh menit, para penyerang telah membakar 30 mobil berplat merah dan melukai 11 orang, termasuk petugas kepolisian yang 76 memimpin pengamanan di lokasi. Aksi penyerangan ini mengejutkan polisi karena unit kepolisian yang bertugas di lokasi saat itu adalah dari Polresta (polisi resor kota) Mojokerto, bukan dari Polreskab (polisi resor kabupaten) Mojokerto yang berhasil meredakan aksi protes sebelumnya dan yang telah menerima mayoritas dana pengamanan 77 pemilu. Polisi dari Polresta, bukannya Polreskab, yang bertugas pada hari naas itu karena gedung DPRD berada di wilayah tugas mereka. Mereka tidak melindungi lokasi 78 atau memeriksa siapa yang keluar masuk kompleks. Disamping itu, 60 orang petugas dari Polres yang ada disana untuk membantu mengamankan acara tidak diperintahkan untuk membawa senjata sebagai tindakan pencegahan. Sejam sebelum penyerangan, Muklason sudah men-survei lokasi dan melihat bahwa Brimob dari 79 Polresta tidak berada di lokasi. Polresta tidak tahu sama sekali bahwa aksi penyerangan oleh massa pendukung Dimyati sudah direncanakan sebelumnya, meskipun LSM yang diketuai oleh Machradji melapor kepada polisi beberapa hari sebelumnya bahwa mereka akan melakukan
Halaman 10 80
unjuk rasa. Ketika Polresta menyadari apa yang terjadi setelah mobil-mobil terbakar, mereka dengan mudah menghalau penyerang. Dalam beberapa jam Polda Jatim mengambil alih, dan dalam beberapa hari Muklason dan Machradji ditangkap. Mereka mulai disidang tanggal 23 Agustus 2010 di pengadilan 81 negeri Mojokerto. Penyidangan tidak banyak menarik perhatian masyarakat, bukti bahwa aksi penyerangan tanggal 21 Mei 2010 merupakan sebuah insiden yang terisolasi dan tidak didukung masyarakat. Pada tanggal 19 Oktober 2010, Machradji divonis tiga tahun penjara, dan Muklason divonis hukuman yang sama dua minggu 82 kemudian. Kesimpulannya, KPUD sebenarnya bisa mencegah eskalasi ketegangan kalau mereka lebih informatif mengenai diskualifikasi Dimyati. Polisi sebenarnya bisa menghentikan protes kalau Polresta dan Polreskab bekerjasama dan melakukan tindakan berdasarkan intelijen yang masuk. Satu atau dua pasukan Brimob, barikade kawat dan water cannon mungkin sudah cukup untuk mencegah aksi penyerangan itu.
74
Wawancara Crisis Group, Ayuhandiq, Mojokerto, 17 Agustus 2010. Inilah tahapan pembacaan visi-misi yang dijelaskan sebelumnya. 76 Kejaksaan Negeri Mojokerto, “Surat Dakwaan No. Reg. Perk. PDM – 380/MKRTO/07/2010”, dakwaan terhadap Muklason alias Gus Son bin Rosid, 12 Agustus 2010. Kendaraan dinas pemerintah di Indonesia plat-nya merah. 77 Sejak tahun 1965, wilayah Mojokerto dibagi menjadi kota Mojokerto dan kabupaten Mojokerto. Keduanya punya pemerintahan, DPRD, KPUD dan polres masing-masing. Kota Mojokerto, yang hanya punya dua kecamatan kecil, dikelilingi oleh Kabupaten Mojokerto yang memiliki 18 kecamatan besar. Tapi kantor kabupaten masih berada di dalam wilayah kota. Untuk pertama kalinya dalam proses pemilu 2010, ada acara pemilu kada kabupaten dilakukan di dalam wilayah kota dan koordinasi keamanan, termasuk penyebaran informasi intelijen, antara polres dan polresta tidak bagus. 78 Wawancara Crisis Group, perwira polisi Polres Mojokerto, 18 Agustus 2010. 79 Kejaksaan Negeri Mojokerto, dakwaan terhadap Muklason, op. cit. 75
80
Wawancara Crisis Group, perwira polisi Polresta Mojokerto, 20 Agustus 2010. Secara formal, koordinator unjuk rasa harus memberitahu kepada polisi sebelum berdemonstrasi. 81 “Pakai Baju Safari dan Tebar Senyum, Dalang Kerusuhan Mulai Disidangkan”, Radar Mojokerto, 24 Agustus 2010. 82 “Dalang Kerusuhan Mojokerto Divonis 3 Tahun”, beritajatim.com, 20 Oktober 2010; dan “Terdakwa Kerusuhan Divonis 3 Tahun Penjara”, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, www.kejaksaan. go.id, 3 November 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
III. QUICK COUNT YANG MEMBINGUNGKAN DI TANA TORAJA Kabupaten Tana Toraja (Tator) di Sulawesi Selatan menjadi tempat terjadinya kekerasan pemilu kada yang paling buruk di tahun 2010. Dari 23 sampai 25 Juni, pembakaran dan perkelahian mengakibatkan satu orang tewas dan sejumlah kotak suara di 13 dari 19 kecamatan yang ada dibakar, sementara polisi tidak berdaya, atau bahkan di beberapa tempat malah ikut memfasilitasi kekerasan. Massa pendukung kandidat yang kalah, salahsatunya mantan Kapolres Tator, menganggap KPUD berkonspirasi dengan pasangan calon yang didukung bupati yang menjabat. Mereka menerima hasil penghitungan suara quick count tidak resmi lewat SMS yang menyebutkan jagoan mereka gagal untuk memaksakan putaran kedua dan membendung impian Amping Situru, bupati yang habis masa jabatannya namun berambisi membangun sebuah dinasti keluarga.
A. MENCEGAH MUNCULNYA SEBUAH DINASTI POLITIK LOKAL Tana Toraja mulai bermasalah ketika Amping Situru, mantan panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pulang ke kampung halamannya di Makale, yang merupakan ibukota kabupaten Tator, sepuluh tahun lalu. Pada 2000, ia dipilih DPRD menjadi bupati, dan kemudian pada 2005 ia terpilih lagi dalam pemilu kada langsung. Ia anggota Golkar, kendaraan politik mantan Presiden Soeharto dan partai yang sudah lama dominan di Sulawesi Selatan. Tapi ia gagal memperoleh dukungan Golkar di tahun 2000 dan 2005. Ia maju justru dengan dukungan partaipartai pesaing Golkar. Media lokal menduga bahwa ia mungkin menyuap para politisi untuk memenangkan 83 pemungutan suara di DPRD tahun 2000. Sepuluh tahun masa jabatannya diwarnai dengan tuduhan nepotisme dan 84 korupsi sampai-sampai ia dijuluki “Soeharto kecil”.
83
Muannas, Edi Siswoyo et al., “Suap-Menyuap Dimana-mana”, Tajuk, edisi ketiga, tahun ketiga, 24 April 2000. Pada tahun 2000, partai-nya mantan Presiden Megawati PDI-P mencalonkan Amping Situru, sedangkan ketika ia maju untuk dipilih lagi pada pemilu kada secara langsung di tahun 2005, ia didukung oleh Partai Demokrat-nya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 84 Wawancara Crisis Group, akademisi Toraja Frans Dengen, Makale, 17 September 2010. Tahun 2006, Amping Situru menjadi tersangka kasus korupsi APBD Toraja senilai Rp.3.8 milyar tapi menang dalam pra-sidang di tahun 2007 sehingga memaksa jaksa untuk memperbaiki kasus mereka sebelum maju sidang lagi. Penyidangan dimulai lagi bulan September 2010. “Bupati Toraja Segera Disidang Dalam Kasus Korupsi”, Tribun Timur, 20 Agustus 2010; dan “Mantan Sekda Tator: Pencairan Dana Perintah Amping Situru”, Tribun Timur, 22 November 2010.
Halaman 11
Pembatasan periode jabatan yang hanya dua kali menghalangi Amping untuk maju di 2010. Sehingga, ia mengatur istri keduanya, Adelheid Sossang, yang tidak punya pengalaman politik, untuk maju sebagai kandidat wakil bupati berpasangan dengan Theofilus Allorerung, yang akhirnya menang sebagai bupati. Theofilus sendiri direkrut Amping sebagai sekretaris kabupaten (sekkab) 85 tahun 2009. Sejak transisi ke demokrasi di tahun 1998, seluruh pejabat terpilih hanya boleh menjabat maksimal dua kali lima tahun berturut-turut. Dan bukan hal yang tidak biasa bagi kepala daerah untuk mencalonkan istri, 86 anak atau menantu untuk menggantikan mereka. Setelah diselingi satu periode, tidak ada UU yang terang-terangan melarang mereka maju lagi untuk jabatan yang sama 87 setelah masa jabatan penggantinya berakhir. Pasangan Theofilus-Adelheid, yang didukung oleh partai 88 berkuasa Golkar, menghadapi lima pasangan penantang. Salah satunya Victor Batara, mantan Kapolres Tator, yang cuti dari jabatannya bulan Februari 2010, menjelang 89 pendaftaran kandidat. Ia adalah orang Toraja yang sangat dikenal di Sulawesi Tengah karena sebelumnya menjadi Kepala bidang Humas Polda Sulawesi Tengah pada saat kasus pembunuhan terhadap seorang pendeta di tahun 2004 90 dan eksekusi tiga militan Kristen tahun 2006 terjadi. Dua pesaing kuat yang lain yaitu Nico Biringkanae, seorang birokrat yang pernah menjadi staff Amping dan sepupu Theofilus; dan Yunus Kadir, seorang pengusaha besar Muslim yang besar di Tator, yang mayoritas penduduknya Kristen. Walaupun Theofilus pada umumnya diterima, kekurangan utamanya adalah setuju untuk berpasangan dengan Adelheid, yang dianggap hanya
85
Sekretaris Kabupaten adalah pegawai negeri sipil yang mengelola pemerintahan sehari-hari di kabupaten. Amping Situru merekrut Theofilus Allorerung ketika ia sedang bekerja untuk pemda propinsi Sulawesi Selatan di Makassar. Untuk strategi politik Amping, lihat George Junus Aditjondro, “Antara Godaan Uang dan Nepotisme Mantan Petahana”, Sinar Harapan, 2 November 2010. 86 Para istri kepala daerah yang akan berakhir masa jabatannya di kabupaten Bantul di propinsi Yogyakarta, dan kabupaten Kediri di propinsi Jawa Timur menggantikan suami mereka setelah memenangkan lebih dari 50 persen suara di pemilu kada tahun 2010. “Awasi Kampanye Istri Bupati”, Seputar Indonesia, 31 Mei 2010. 87 Lihat catatan kaki no 22. 88 Golkar mendominasi politik di propinsi Sulawesi Selatan. Gubernur dan hampir semua bupati disana adalah anggota Golkar. 89 Anggota polisi aktif tidak boleh mencalonkan diri dalam pemilu. Victor Batara tidak berhenti dari kepolisian; ia hanya cuti. Statusnya saat ini tidak menentu karena Kepolisian Republik Indonesia belum mengeluarkan surat pemberhentian terhadapnya meskipun ia sudah tidak bekerja sebagai polisi sejak Februari 2010. 90 “Victor Batara Maju Pilkada Tana Toraja”, Radar Sulteng, 19 Oktober 2009.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
sebagai pion dalam rencana Amping melanggengkan 91 kekuasaan.
B. HASIL QUICK COUNT YANG TAK TERDUGA Walau suasana cukup tegang pada masa pemilu kada tahun 2000 dan 2005, tahap verifikasi dan kampanye pemilu kada tahun 2010 berjalan cukup lancar, sehingga 92 penyelenggara merasa takkan ada gangguan. Para kandidat sebenarnya telah mengeluh kepada Panwaslu bahwa Amping telah mengintimidasi birokrasi untuk memilih istrinya dan menjadikan program-program pemerintah seperti pembagian pompa air untuk mencari dukungan. Tapi tuduhan itu mandek karena kurang bukti kuat. Panwaslu, yang honornya juga belum dibayar dari bulan Maret sampai Mei 2010, tidak punya sumber daya 93 untuk mengusut klaim-klaim tersebut. KPUD juga membuat beberapa kesalahan dalam menyusun daftar pemilih, tapi tidak ada protes serius dari kandidat. KPUD diketuai oleh Luther Pongrekun, mantan anggota DPRD Kabupaten Tator dan sekretaris cabang Golkar yang menjadi ketua KPUD setelah berhenti dari partai Golkar 94 tahun 2006. Kaitan Luther dengan Golkar, kendaraan politik Amping, pada awalnya tidak mengganggu Victor 95 Batara karena pamannya juga anggota KPUD. Suasana tenang di tahapan pemilu tahun 2010 tersebut berbeda dengan tahun 2000 dan 2005, yang dari awal sudah tegang. Hal ini mendorong Amping dan DPRD untuk memotong dana yang dialokasikan untuk penyelenggaraan pemilu, termasuk untuk pos keamanan. KPUD meminta dana sebesar Rp 7 milyar, tapi hanya menerima Rp 5.5 96 milyar. Polisi meminta Rp 1.5 milyar, tapi bupati dan ketua DPRD Wellem Sambolangi, yang menggantikan Amping sebagai ketua cabang Golkar di tahun 2010, hanya menyetujui seperlimanya saja. Setelah bernegosiasi,
91
Menurut Victor Batara, yang masih famili dengan Adelheid Sossang, istri petahana takut bicara di depan publik. Wawancara Crisis Group, Makassar, 15 September 2010. 92 DPRD menunda pelantikan Amping Situru sebagai bupati selama berbulan-bulan di tahun 2005 sebagai buntut protes massal atas dugaan penyalahgunaan fasilitas negara untuk membantunya terpilih kembali. Anggota DPRD melampaui wewenang mereka dalam merekomendasikan pembatalan hasil pemilu kada. “DPRD Bersikeras Batalkan Pilkada Toraja”, Suara Pembaruan, 22 Juli 2005. 93 Wawancara Crisis Group, Agustinus Liang Buang, ketua Panwaslu Tana Toraja, Makale, 18 September 2010. 94 Peraturan bahwa seorang anggota KPU bukan anggota partai sekurang-kurangnya dalam lima tahun terakhir, dikeluarkan tahun 2007. Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 13/2007 tentang Seleksi Anggota KPUD Propinsi dan Kabupaten. 95 Wawancara Crisis Group, Victor Batara, Makassar, 15 September 2010. 96 Wawancara Crisis Group, Luther Pongrekun, ketua KPUD Tana Toraja, Rantepao, 17 September 2010.
Halaman 12
mereka akhirnya setuju untuk mengalokasikan Rp 450 juta untuk dana keamanan pemilu. Penyaluran dana tersendatsendat dan pada saat hari pemungutan suara, polisi masih 97 belum menerima sebesar Rp 175 juta. Semua kandidat merasa yakin akan menang setelah mendapat bisikan penasihatnya sebelum hari pemungutan suara walau tidak didasari fakta bahwa mereka benar98 benar unggul dalam hasil jajak pendapat. Para penasihat ini meramalkan akan ada putaran kedua karena tidak ada yang bisa memperoleh 30 persen suara. Para calon penantang setuju untuk saling memberi dukungan apabila salah satu dari mereka berhadapan dengan Theofilus di putaran kedua. Menjelang hari pemungutan suara, sebagian besar kandidat percaya bahwa Theofilus dan Adelheid tidak akan berhasil mencegah terjadinya putaran kedua, 99 yang seringkali mereka canangkan ketika berkampanye. Pada tanggal 23 Juni 2010, menjadi jelas bahwa ramalan ini salah, karena Theofilus dan Adelheid meraup suara lebih banyak dari yang diperkirakan. SMS yang beredar isinya sulit percaya dan membingungkan. Tator adalah sebuah daerah kabupaten yang bergunung-gunung dimana transportasi sulit, tapi juga merupakan wilayah pariwisata yang memiliki jaringan ponsel bagus. Sebagian besar warga, bahkan di desa-desa terpencil, punya ponsel dan sangat bergantung padanya. Semua kandidat menempatkan para saksinya di tiap TPS yang berjumlah sekitar 400 buah, dan mereka ini kemudian mengirim hasil penghitungan ke posko pemenangan masing-masing lewat ponsel. Ketika penghitungan suara berakhir jam 15.00 di TPS, pusat data di 100 tiap posko mulai menerima hasil “quick count”. Dari situ,
97
Wawancara Crisis Group, Yudi Sinlaeloe, Kapolres Tana Toraja, Makale, 18 September 2010. 98 “Yunus Kadir Diunggulkan Lembaga Survei Lokal”, Fajar, 3 Januari 2010. Wawancara Crisis Group dengan para kandidat dan anggota tim kampanye, Jakarta, Tana Toraja dan Makassar, September 2010. 99 Wawancara Crisis Group dengan Victor Batara, Makassar; Jansen Tangketasik, pasangan wakil Yunur Kadir, Jakarta; Yohanis Linting, ketua tim kampanye Nico Biringkanae, Makale, September 2010. Semua sumber menyimpulkan ini setelah menerima laporan dari penasihat yang mengutip sejumlah nama lembaga survei, beberapa diantaranya tidak terlibat di Tator. 100 Untuk penjelasan mengenai metodologi quick count, lihat Melissa Estok, Neil Nevitte dan Glen Cowan, The Quick Count and Election Observation: an NDI Guide for Civic Organisations and Political Parties, National Democratic Institute for International Affairs, 2002. Sebuah quick count tidak sama dengan jajak pendapat politik, atau exit polling. Quick count adalah sebuah proses mengumpulkan informasi yang dihimpun oleh para relawan di TPS-TPS. Tiap kelompok bisa mengumpulkan data dari tiap-tiap TPS atau memperolehnya dari beberapa TPS yang dipilih melalui perhitungan statistik secara acak untuk bisa membuat perkiraan atau prediksi. Semua kandidat utama di pemilu kada Tana Toraja menggunakan metodologi ini,
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
SMS-SMS beredar tanpa ada usaha untuk mengkonfirmasi kebenarannya. Sebuah lembaga survei lokal mengatakan hampir semua prediksi lembaga survei meleset, tapi masih dalam margin kesalahan, dan masyarakat cenderung 101 mengabaikan hal ini. SMS yang lebih kontroversial menyebutkan quick count KPUD telah memprediksi Theofilus memenangkan pemilu 102 kada tanpa harus ada putaran kedua. Menjelang senja, beberapa lembaga survei mengumumkan hasil quick count 103 mereka yang menegaskan isu yang beredar. Kabar ini mengejutkan pesaing-pesaing Theofilus. Pendukung yang sudah berdatangan ke posko pemenangan untuk merayakan hasil menjadi gelisah dan menuduh KPUD menggelembungan suara buat pasangan yang dijagokan Amping. Padahal KPUD belum mengumumkan hasil quick count mereka, tapi gagal menangkal informasi tidak 104 benar yang beredar, sehingga menambah kebingungan.
C. KEKERASAN YANG BERAKIBAT FATAL Pada tanggal 23 Juni malam, massa pendukung dari beberapa kandidat lawan Theofilus membakar kotakkotak suara, isi rumah dinas ketua DPRD, dan dokumendokumen penting di kantor KPUD. Keesokan harinya, kelompok yang sama bentrok dengan massa pendukung Amping Situru ketika mereka bergerak untuk menyerang rumah jabatan bupati yang terletak di atas bukit di pusat kota. Aksi saling serang dengan batu dan anak panah ini menewaskan seorang pekerja bangunan yang berusaha menghentikan para penyerang menjarah lembaran seng di gudang yang dijaganya, yang ingin dipakai sebagai tameng. Ia tewas terhunus senjata tajam yang bersarang 105 di dada tembus hingga ke punggungnya. Victor Batara berargumentasi bahwa pembakaran surat suara tersebut adalah reaksi spontan massa terhadap
beberapa hanya dengan sedikit training dari lembaga survey profesional. 101 “Lembaga Survey: Masyarakat Salah Artikan Survei”, Ujungpandang Ekspres, 29 Juni 2010. 102 Wawancara Crisis Group dengan Victor Batara, Makassar, 15 September 2010; dan Yohanis Linting, ketua tim kampanye Nico Biringkanae dan wakil ketua DPRD Tana Toraja, Makale, 18 September 2010. 103 Lembaga survei Adhyaksa Supporting House dan Script Inter Media yang berbasis di Sulawesi memprediksi bahwa Theofilus akan unggul sekitar 30 sampai 32 persen suara dengan margin of error 3 persen. “Adhyaksa Supporting House Unggulkan Theo di Toraja” dan “Versi Script: Theofilus Menang 30 Persen di Tana Toraja”, Tribun Timur, 23 Juni 2010. 104 Wawancara Crisis Group, Luther Pongrekun, Rantepao, 17 September 2010. 105 “Rusuh Pasca Pilkada di Tana Toraja, Satu Tewas”, Fajar, 25 Juni 2010.
Halaman 13
konspirasi antara ketua KPUD Luther Pongrekun dan kawan-kawan lamanya dari Golkar di pemda dan DPRD. Aksi penyerangan di 13 kecamatan di kabupaten Tator terjadi hampir serentak karena para pendukung yang berada di daerah-daerah yang terpencil menerima SMS dari rekan-rekan mereka di Makale mengenai pembakaran dan meniru aksi itu. Menurut Victor, pendukungnya hanya ingin minta KPUD menjelaskan mengenai hasil quick 106 count. Para saksi mengatakan massa langsung masuk ke dalam kantor KPUD, mengobrak-abrik dan mengambil apa saja yang bisa diambil, kemudian membakarnya di jalanan. Karena takut api menjalar ke bangunan lain, warga kemudian mencegah massa membakar kantor 107 KPUD. Victor juga mengatakan bahwa para pengunjuk rasa menemukan kotak suara disimpan di rumah dinas ketua DPRD Wellem Sambolangi. Dalam sebuah video yang diputar di MK bulan Agustus 2010, salah seorang peserta aksi penyerangan berteriak ke massa bahwa tidak 108 ada kotak suara di rumah Wellem. Aksi penyerangan tersebut tampaknya bertujuan untuk memaksa pembatalan pemilu kada dengan menghancurkan surat suara. Polres yang kekurangan dana menugaskan sekitar 400-an anggotanya ke lokasi-lokasi TPS yang tersebar di seluruh Tator yang bergunung-gunung. Hampir di seluruh kecamatan dimana kantor-kantor diserang, polisi kalah jumlahnya dibanding massa penyerang, dan 109 tidak siap menghadapi serangan yang terjadi. Polisi mengakui respon mereka lambat. Ada perwira yang mengatakan beberapa anggota Polres Tator mendukung mantan atasannya Victor dan inilah salah satu alasan 110 mengapa mereka mungkin membiarkan massa mengamuk. Meskipun Victor terlihat berada di beberapa lokasi di Makale, ia menyangkal telah melakukan pelanggaran dan menjelaskan ia bahkan mencoba menghentikan massa yang bermaksud membakar kantor Golkar dan membantu 111 polisi mengendalikan kerusuhan. Pendukung dari calon yang kalah lainnya mengatakan massa simpatisan Victor lah yang mendorong yang lain untuk bergabung dalam
106
Wawancara Crisis Group, Victor Batara, Makassar, 15 September 2010. 107 Wawancara Crisis Group, para saksi kerusuhan 23 Juni 2010, Makale, September 2010. 108 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 124/PHPU.D-VIII/2010. Putusan MK terhadap Sengketa Pemilu Kada Tana Toraja, Agustus 2010. 109 “Kerusuhan Pilkada, Polisi Bukan Kecolongan Tapi Menyelamatkan Diri”, Toraja Cyber News, 30 Juni 2010. 110 Wawancara Crisis Group, perwira polisi di propinsi Sulawesi Selatan, 18 September 2010. 111 Wawancara Crisis Group, Victor Batara, Makassar, 15 September 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010 112
aksi unjuk rasa di Makale. Seorang perwira polisi di Sulawesi Selatan mengatakan Victor punya peran penting di aksi serangan yang terkoordinasi itu dengan mengalihkan perhatian polisi karena ia tahu mengenai kendala operasi dan anggaran mereka dari bekas bawahannya, terutama 113 mereka yang beretnis Toraja. Pada tanggal 25 Juni 2010, ketua tim pemenangan Victor mengatakan “masyarakat pro perubahan akan melawan, dan bisa terjadi pertumpahan darah” kalau Amping Situru, yang ia tuduh menjadi biang 114 kecurangan, membangun dinasti politik. Amping, yang sedang disidang karena kasus korupsi, segera mendesak polisi untuk mengusut siapa dalang di belakang aksi kekerasan tersebut, tapi belum ada kasus 115 yang masuk ke pengadilan. Meskipun polisi dan KPUD di Tator maupun di Makassar telah mengindikasikan bahwa kandidat yang kalah atau kubu mereka yang 116 bertanggungjawab, tapi belum ada saksi yang maju. Sebenarnya polisi telah menangkap sedikitnya 18 orang yang diduga terlibat kerusuhan, tapi tidak jelas apakah 117 Baik Victor Batara maupun mereka akan disidang. kandidat yang lain belum dipanggil untuk ditanyai, dan masyarakat khawatir kasus kerusuhan ini tidak akan 118 diproses secara hukum.
Halaman 14
Petani itu tidak menyentuh barang lain di sekolah itu dan bahkan pamit ke kepala sekolah yang masih terkejut 120 121 sebelum ia pergi. Polisi sedang mengusut kasus ini. Kerusuhan di Tator itu tidak menggagalkan pemilu. KPUD memakai lampiran hasil rekap penghitungan suara yang tidak disimpan dalam kotak suara, dan walaupun diprotes bertubi-tubi, mengadakan rapat darurat pada bulan Juli. Polres Tator, yang diperkuat dengan 1,000 pasukan tambahan, kali ini telah menerima dana sesuai dengan permintaan anggaran mereka sebelumnya, sehingga dengan mudah mengendalikan aksi unjuk rasa tersebut. Pada bulan Agustus 2010, MK menolak dua permohonan gugatan dari kandidat yang kalah – satu dari Victor Batara yang berada di posisi kedua, yang ingin Theofilus di diskualifikasi sehingga ia bisa naik jadi pemenangnya, dan yang satu lagi dari kandidat kalah lainnya yang menuntut pemilu 122 dibatalkan dan pemungutan suara diulang.
Sebenarnya ada kasus yang dapat dibuka. Sebuah aksi pembakaran terjadi di siang bolong di kecamatan Kurra dua hari setelah pemilu. Pada tanggal 25 Juni 2010, setelah berita kerusuhan di tempat lain sampai di Kurra, seorang petani mengambil kotak suara dari kantor kepala sekolah dan membakarnya di lapangan tak jauh dari situ. Menurut penjaga sekolah, Eliza Tabon, dan kepala sekolah Yohanis Tandi Ra’pak, yang melihat terjadinya aksi pembakaran, petani itu bicara dengan tiga orang polisi yang menjaga kotak-kotak suara sebelum kemudian 119 membakarnya. Petugas polisi ini, yang diyakini loyal terhadap Victor Batara, tidak hanya membiarkan pembakaran tapi bahkan mencegah satpam yang berniat menghentikannya.
112
Wawancara Crisis Group dengan para anggota tim kampanye kandidat yang kalah, Makale and Jakarta, September 2010. 113 Wawancara Crisis Group, perwira polisi di propinsi Sulawesi Selatan, September 2010. 114 Yunus Pakanan seperti dikutip dalam “Tim Victory Ancam Berbuat Anarkis di Tana Toraja”, Tribun Timur, 25 Juni 2010. 115 “Amping: Usut Dalang Keributan”, Ujungpandang Ekspres, 25 Juni 2010. 116 “Polres Terus Usut Kasus Kerusuhan”, Palopo Pos, 22 Juli 2010. 117 “Polisi Tahan 18 Tersangka Pelaku Kerusuahan di Tana Toraja”, Kompas, 27 Juni 2010. 118 “Lembaga Adat Desak Kapolda Tangkap Otak Pelaku Kerusuhan Pascapilkada”, Toraja Cyber News, 27 July 2010. 119 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 124/PHPU.D-VIII/2010. Putusan MK terhadap Sengketa Pemilu Kada Tana Toraja, Agustus 2010. Pelaku pembakaran disebut bernama Tandi Bone.
120
Wawancara Crisis Group, para saksi kerusuhan 25 Juni 2010, Kurra, 17 September 2010. 121 Wawancara Crisis Group, Yudi Sinlaeloe, Makale, 18 September 2010. 122 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 125/PHPU.D-VIII/2010. Putusan MK terhadap Sengketa Pemilu Kada Tana Toraja, Agustus 2010 dengan penggugat tunggal Victor Batara, Agustus 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
IV. INTERVENSI DARI JAKARTA DI TOLITOLI Pada bulan Mei 2010, pembakaran surat suara yang meluas di kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, telah memaksa KPUD untuk menunda pemilu kada yang sedianya akan dilaksanakan tanggal 2 Juni dan terpaksa melakukan penundaaan kedua 14 hari kemudian karena panasnya suasana. Aksi kekerasan itu meletus setelah KPU membuat dua keputusan yang saling bertentangan dalam kurun waktu kurang dari seminggu setelah kematian mendadak salah satu kandidat wakil bupati. KPU awalnya menyatakan kandidat bupatinya masih bisa maju tanpa pasangan wakilnya. Tapi tiga hari kemudian, KPU menganulir keputusannya dan pembatalan ini membuat pendukung kandidat yang bersangkutan mengamuk. Kemarahan mereka baru mereda setelah MK mengeluarkan putusan yang menegaskan keabsahan putusan diskualifikasi KPU itu.
A. MENANTANG KELOMPOK PENGUASA LOKAL Pada tahun 1999, ketika desentralisasi baru mulai, kabupaten Buol Tolitoli dimekarkan menjadi dua kabupaten yang memakai nama dua suku setempat, yaitu suku Buol dan 123 Tolitoli. Sejak saat itu, Tolitoli didominasi oleh keluarga Bantilan, keturunan dari sultan Bantilan yang berkuasa sebelum masa penjajahan Belanda. Jalan raya menuju pusat kota dan bandara dinamai Bantilan. Bupati pada saat pemilu adalah Ma’ruf Bantilan, dan sekretaris kabupaten adalah Iskandar Nasir yang juga dari trah Bantilan. Anggota keluarga yang lain juga memegang posisi penting. Pada tahun 2007, Ma’ruf disebut dalam sebuah investigasi kasus korupsi yang tiba-tiba dihentikan 124 jaksa. Pada tahun 2009, empat mantan bawahannya dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus korupsi lain terkait pembangunan pasar di pelabuhan Tolitoli, dan 125 polisi juga sedang menyelidiki keterlibatan Ma’ruf.
123
UU No. 51/1999 tentang pemekaran Kabupaten Buol Tolitoli. Kabupaten Tolitoli yang lebih maju dianggap sebagai kabupaten induk. Sebagai bagian dari desentralisasi, kabupatenkabupaten hasil pemekaran dari kabupaten induk seperti Buol menerima dana untuk membangun gedung pemerintah yang baru, infrastruktur dasar dan institusi publik penting lainnya. 124 Simpul Sulawesi Tengah FBB Prakarsa Rakyat, “Pengalaman Gerakan Pro Demokrasi di Sulawesi Tengah Tahun 2008”, sebuah makalah yang dipaparkan dalam sebuah workshop LSM: Lokakarya Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat, Bali, Februari 2009. 125 “Ma’ruf Mengaku Tidak Tahu”, Radar Sulteng, 30 September 2010; dan “Mantan Bupati Tolitoli Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi”, Antara, 29 September 2010.
Halaman 15
Meskipun Tolitoli merupakan salah satu produsen cengkeh terbesar di Indonesia, akan tetapi pemasukan dari komoditas menguntungkan ini belum mengurangi keterpencilannya ataupun meningkatkan infrastruktur daerah ini. Listrik mati bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, jaringan telepon yang buruk, dan jalan yang menghubungkan ibukota Tolitoli ke kecamatan-kecamatan terpencil di sepanjang pesisir berjarak sekitar 200 km dipenuhi lubang. Selama sepuluh tahun terakhir, ketidakpuasan publik meningkat dengan tidak adanya kemajuan pembangunan dan terhadap cara elit politik, yang didominasi oleh keluarga Bantilan, mengelola dana pembangunan. Sejak tahun 2003, beberapa LSM telah mengungkap sejumlah kontrak yang mencurigakan, seperti dugaan penggelembungan biaya pembangunan rumah jabatan ketua DPRD, yang menyebabkan dilakukannya investigasi resmi terhadap 126 anggota dewan itu. Pada tanggal 20 September 2007, lima anggota DPRD, termasuk salah satu keluarga Bantilan, yang sudah disidang atas kasus korupsi menyerahkan diri ke pejabat berwenang. Mereka selama empat bulan berusaha menghindari hukuman penjara yang sudah dijatuhkan 127 oleh Mahkamah Agung. Dengan latar ini Azis Bestari muncul sebagai figur alternatif yang dianggap dapat membawa perubahan di Tolitoli. Azis tadinya seorang pegawai negeri sipil yang mengorganisir gerakan akar rumput yang mengkritisi Ma’ruf, dengan memakai kendaraan PKPB, partai baru 128 yang disponsori oleh keluarga mantan Presiden Soeharto. Ia berkampanye sebagai kandidat pro-perubahan, mendukung pembagian dana pemerintahan daerah yang lebih adil ke 129 kelompok-kelompok bukan suku asli. Ia berasal dari
126
LSM-LSM itu antara lain Yayasan Dopalak Indonesia (YDI), Forum Masyarakat Tolitoli dan Gerakan Rakyat Menggugat. Taufik Rinaldi, Marini Purnomo dan Dewi Damayanti, Memerangi Korupsi di Indonesia yang Terdesentralisasi: Studi Kasus Penanganan Korupsi Pemerintahan Daerah, Justice for the Poor Project, World Bank, Jakarta, May 2007. 127 “5 Koruptor Tolitoli Dijebloskan Ke LP”, Radar Sulteng, 26 September 2007. 128 Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) dibentuk tahun 2002 sebagai kendaraan politik putri mantan Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, yang tergeser ketika Golkar, bekas partai ayahnya, melewati masa reformasi sebagai buntut kekalahan di pemilu tahun 1999. Idham Dahlan adalah salah satu dari banyak aktivis pro-perubahan yang mendukung Azis karena tujuan gerakan anti korupsi dan gerakan kelompok etnis minoritas menyatu, dua-duanya mau menurunkan penguasa setempat. Idham, seorang dari etnis Buol yang terlibat dalam pembakaran kotak pemilu, mengetuai Yayasan Dopalak Indonesia yang memelopori aksi unjuk rasa anti korupsi di tahun 2003. Wawancara Crisis Group, Idham Dahlan, Tolitoli, 27 September 2010. 129 Dari tahun 2004-2009, Azis mengetuai cabang Tolitoli dari Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), organisasi yang menghubungkan seluruh orang Bugis yang ada di Indo-
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
suku Bugis, bangsa pelaut ulung yang berasal dari Sulawesi Selatan dan merupakan kelompok minoritas pedagang yang cukup penting di seluruh wilayah bagian Timur Indonesia. Mereka telah bermukim di Tolitoli sejak beberapa generasi, dan dengan jumlah 44 persen dari total populasi menjadi kelompok suku paling besar di Tolitoli, tapi belum pernah ada yang menjadi bupati dari 130 suku Bugis. Suku, agama dan ras, selama ini menjadi isu yang sensitif dan beberapa orang merasa Azis terlalu menekankan kesukuannya untuk mendapatkan keuntungan 131 politik. Pada bulan Desember 2003, Azis berhenti dari kepegawaian 132 untuk maju dalam pemilu DPRD tahun 2004. Bupati Ma’ruf menghalangi pencalonannya dengan pertamatama menolak permohonan berhentinya itu, kemudian 133 memecatnya setelah jadwal pendaftaran kandidat berakhir. Dalam pemilu langsung yang pertama kali di Tolitoli tahun 2005, Azis menantang sang petahana. Ma’ruf memperoleh 45 persen suara dan Azis 34 persen. Saat itu, Azis menuduh KPUD melakukan penggelembungan suara, dan para pendukungnya serta merta melakukan aksi unjuk rasa, memaksa polisi untuk menyemprotkan air dari mobil pemadam kebakaran untuk membubarkan massa. Protes baru mereda setelah gubernur Sulawesi 134 Tengah mengesahkan penghitungan suara. Persaingan ini berlanjut di pemilu legislatif tahun 2009 ketika Azis dan Ma’ruf maju untuk memperebutkan kursi di DPRD Kabupaten. Dengan dukungan dari suku Bugis dan kelompok pro-perubahan, Azis memperoleh suara terbanyak dan terpilih menjadi ketua DPRD, sementara
nesia dan di luar negeri. Sebagian besar anggota pimpinan PKPB Tolitoli adalah suku Bugis. 130 Karakteristik Penduduk Tolitoli, Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, Series L2.2.24.24.06, Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah, November 2001. Dalam statistik tahun 2000, ada sebanyak 76.757 warga Bugis dari total populasi 173.237 di Tolitoli. 131 Wawancara Crisis Group, Alfian Mansyur dan Yoel Mulait dari KPUD Tolitoli, Tolitoli, 24 September 2010. 132 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilarang menjadi anggota partai politik. Peraturan Pemerintah No. 12/1999 tentang Pegawai Negeri Sipil dalam Partai Politik. Sampai jatuhnya Presiden Soeharto di tahun 1998, seluruh PNS diperintahkan untuk mendukung Golkar. Peraturan tahun 1999 adalah bagian dari reformasi politik menyeluruh saat itu untuk melucuti kepemimpinan sentralistik. Golkar masih menjadi partai yang dominan di banyak tempat di Sulawesi, termasuk Tolitoli. 133 “KPU Tolitoli Minta Fatwa Terkait Kemelut Pencalegan Azis Bestari”, Radar Sulteng, 10 Januari 2004; dan “KPU Tolitoli Diminta Minta Maaf ke Tiga Media”, Radar Sulteng, 18 Mei 2004. 134 Laporan Kegiatan Anggota DPD RI Sulawesi Tengah di Daerah Pemilihannya, August 2005; dan “Pendukung Azis Demo KPUD Tolitoli”, Radar Sulteng, 2005.
Halaman 16
Ma’ruf, yang masa jabatannya berakhir tahun 2010, gagal 135 untuk dapat kursi. Pada pemilu kada bupati tahun 2010, Azis adalah satu136 satunya kandidat yang bukan dari keluarga Bantilan. Yang lain adalah: Iskandar, yang didukung oleh bupati Ma’ruf Bantilan, yang akan berakhir masa jabatannya; Saleh Bantilan, mantan ketua DPRD Kabupaten; dan Ismail Bantilan. Untuk menyeimbangkan keterwakilan suku Bugis, para calon dari keluarga Bantilan memilih pasangan wakil dari suku Bugis, sementara Azis berpasangan dengan Amiruddin Nua, dari suku Buol yang menikah dengan seorang anggota keluarga Bantilan. Amiruddin pernah menjadi tangan kanan Ma’ruf sebelum 137 ia disingkirkan. Kampanye Azis selalu dihadiri banyak 138 massa dan timnya yakin ia akan menang telak. Meski siap menang, mereka tidak punya rencana untuk hal yang paling tak terduga yaitu kematian Amiruddin.
B. MENINGGALNYA PASANGAN KANDIDAT Pada saat kampanye mencapai puncaknya, Amiruddin tiba-tiba meninggal dunia tanggal 26 Mei 2010 subuh, enam hari sebelum pemilu. Sehari sebelumnya, Amiruddin yang berusia 52 tahun berkampanye di kecamatan Dampal Selatan, basis kekuatan suku Bugis, yang lokasinya sangat jauh, dan ia dijadwalkan untuk bergabung dengan kampanye yang rencananya paling besar di lapangan utama kabupaten Tolitoli keesokan harinya. Kematiannya yang tiba-tiba menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana perundang-undangan akan diterapkan, dan ada pasal yang diinterpretasikan berbeda oleh masing-masing kubu yang bertarung. Pasal yang terkait menyebutkan: Dalam hal salah satu calon atau pasangan calon meninggal dunia pada saat dimulainya kampanye sampai hari pemungutan suara dan masih terdapat dua pasangan calon atau lebih, tahapan pelaksanaan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilanjutkan dan
135
Wawancara Crisis Group, Yahdi Basma, anggota KPUD Sulawesi Tengah, Palu, 28 September 2010. 136 “Amiruddin Dinilai Layak Dampingi Aziz Bestari”, Radar Sulteng, 28 December 2009; dan “Aziz-Amir Kunjungi Raja Buol”, Radar Sulteng, 5 April 2010. 137 Amiruddin menjabat sebagai sekretaris kabupaten Tolitoli, posisi tertinggi PNS di kabupaten, hingga tahun 2009, ketika bupati Ma’ruf menggantinya dengan Iskandar, sebuah langkah yang dianggap ilegal oleh PTUN Palu. “Gugatan Mantan Sekab Dikabulkan”, Radar Sulteng, 5 Mei 2009. Kasus ini dalam tahap kasasi ketika pemilu kada berlangsung. 138 Wawancara Crisis Group, Husni Buhayer, juru bicara tim kampanye Azis Bestari, Tolitoli, 27 September 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
pasangan calon yang meninggal tidak dapat diganti 139 atau dinyatakan gugur. Ada penasihat hukum yang mengatakan kepada Azis bahwa ia masih bisa maju karena pasal tersebut tidak mencakup kematian salahsatu pasangan kandidat; pasal ini hanya menyebut kandidat dan pasangannya. Kubu Azis kemudian mempersiapkan istri mendiang Amiruddin untuk mengambil tempat suaminya, dan mereka berharap memperoleh suara karena pemilih bersimpati pada janda mendiang Amiruddin. Namun lawan-lawannya, terutama kandidat pilihan sang petahana, Iskandar Nasir, percaya 140 bahwa Azis seharusnya dicoret dari pemilihan. Keinginan yang besar agar Azis dicoret memicu dugaan dari dalam kubunya bahwa lawan-lawannya mungkin telah menggunakan 141 ilmu hitam untuk membunuh Amiruddin. Dalam kebingungan itu, KPUD minta bantuan KPU untuk mengeluarkan putusan. Kebetulan, para anggota KPUD propinsi dan kabupaten sedang berada di Jakarta tanggal 26 Mei 2010 untuk melapor ke KPU bagaimana mereka menangani sebuah kasus diskualifikasi yang berbeda. Untuk membahas dampak dari kematian Amiruddin, mereka bertemu dengan anggota KPU Andi Nurpati, yang kebetulan orang Bugis, yang bersikeras bahwa pasangan calon baru dianggap tidak sah apabila kedua orang dalam paket pasangan kandidat meninggal dunia. Alfian Mansyur, ketua KPUD Tolitoli, tidak setuju dengan pendapat Andi tapi menghormati keputusan atasannya. KPUD berpikir keputusan akhir baru akan didapat setelah rapat KPU 142 keesokan harinya. Mereka terkejut ketika mengetahui Andi telah menulis sebuah naskah surat yang mendukung Azis, dan surat tersebut ditandatangani oleh Ketua KPU 143 Hafiz Anshary sebelum jam 7 malam. Surat itu dikirim lewat fax ke Tolitoli malam itu juga dan sampai ke kubu Azis Bestari, bahkan sebelum dibaca oleh Alfian Mansyur kepada siapa surat itu ditujukan, walau ia
139
Peraturan KPU No 68/2009 Pedoman Teknis Tatacara Pencalonan Pemilukada dan Wakil, Pasal 43 (4) dan UU No. 12/2008, perubahan kedua UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 62 (2). 140 Wawancara Crisis Group, Husni Buhayer, Tolitoli, 27 September 2010. 141 Argumentasi penggunaan ilmu hitam ini bahkan dipakai oleh pengacara Azis Bestari dalam sidang MK atas pasal tentang diskualifikasi yang dipersengketakan, sehingga mengundang celaan dari panel. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Risalah Sidang Perkara No. 40/PUU-VIII/2010, Transkrip sidang MK tanggal 14 Juni 2010. 142 Wawancara Crisis Group, Alfian Mansyur, Tolitoli, 24 September 2010. 143 Komisi Pemilihan Umum, No. 320/KPU/V/2010, 26 Mei 2010. Surat itu dikenal sebagai surat no 320.
Halaman 17 144
masih di Jakarta. Tim pemenangan Azis membuat ribuan kopi dan menyebar surat tersebut ke seluruh kabupaten keesokan harinya, sehingga membesarkan 145 harapan dan memberi kubu Azis nafas baru. Pada tanggal 27 Mei itu juga, KPU di Jakarta mengadakan rapat sudah lama terjadwal dengan DPR yang juga dihadiri seorang anggota keluarga Bantilan. Bawaslu mengkritik putusan KPU itu. Menanggapinya, KPU menarik kembali keputusan sebelumnya dan pada tanggal 29 Mei 2010 mengeluarkan sebuah surat yang menggugurkan keikutsertaan Azis Bestari sebagai calon Bupati. Hal itu memicu kemarahan di Tolitoli dimana para pendukungnya merasa mereka 146 dibohongi. Yang membuat situasi menjadi lebih buruk adalah gubernur Sulawesi Tengah mengeluarkan sebuah keputusan tertanggal 30 Mei yang tidak menghiraukan surat KPU kedua, sehingga ketegangan di Tolitoli langsung meningkat tajam. Menteri Dalam Negeri membatalkan keputusan gubernur, dan memerintahkannya untuk mematuhi keputusan KPU yang kedua dan memastikan pemilu kada tanggal 2 Juni 2010 147 tidak mengikutsertakan Azis. Intervensi yang tidak selayaknya di Tolitoli merupakan salah satu alasan pemecatan Andi Nurpati secara resmi 148 dari KPU tanggal 30 Juni 2010. Pejabat pemilu yang lain menuduh Andi mendukung Azis karena rasa solidaritas 149 dengan sesama Bugis. Namun apabila itu benarpun, tandatangan Ketua KPU Hafiz Anshary ada di kedua surat, dan ini memperlihatkan kepemimpinan yang buruk dan kurang memadainya proses dalam memutuskan kasus yang berpotensi meledak seperti ini. Ini adalah kegagalan tata kelola yang perlu disadari dan diperbaiki.
C. AKSI PEMBAKARAN DAN PENUNDAAN PEMILU KADA Keputusan yang saling bertentangan ini memicu kemarahan di antara massa pendukung Azis Bestari, yang sebelumnya sudah merasa dicurangi, karena sudah terhalangi di pemilu tahun 2005. Mereka melihat ada konspirasi untuk menggagalkan terjadinya perubahan di Tolitoli dan menuduh
144
Wawancara Crisis Group, Alfian Mansyur, Tolitoli, 24 September 2010. Alfian masih belum menerima surat yang asli. 145 Wawancara Crisis Group, Yahdi Basma, Palu, 28 September 2010. 146 Komisi Pemilihan Umum, No. 324/KPU/V/2010, 29 Mei 2010. Surat itu dikenal sebagai surat no 324. 147 Surat Gubernur Sulawesi Tengah No. 270/410/RO.ADM.DEM. 148 Komisi Pemilihan Umum, “Rekomendasi DK KPU: Andi Nurpati Diberhentikan Sebagai Anggota”, 30 Juni 2010. Alasan utama pemberhentian adalah keputusannya bergabung dengan Partai Demokrat-nya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. 149 Wawancara Crisis Group, Bawaslu dan KPUD Tolitoli, Jakarta dan Tolitoli, Agustus-September 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
Aflian Mansyur, seorang anggota keluarga Bantilan, dan 150 KPUD bersekongkol melawan kandidat mereka. Pada tanggal 31 Mei 2010, KPUD memutuskan untuk mencoret wajah kandidat yang didiskualifikasi di surat suara, dan tetap melaksanakan pemilu tanggal 2 Juni. Dinihari tanggal 1 Juni, puluhan warga membakar kantor PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) tempat surat suara disimpan di kecamatan Dampal Selatan, basis kekuatan Bugis dimana Amiruddin berkampanye terakhir kalinya. Kejadian itu segera diikuti aksi-aksi pembakaran surat suara di tujuh kecamatan, melibatkan massa pendukung Azis dan para aktivis pro-perubahan. Tidak ada yang 151 terluka dalam aksi pembakaran tersebut. Polisi sudah mengantisipasi akan ada reaksi keras atas dicoretnya Azis, tapi mereka masih tidak siap. Di tiap-tiap lokasi, sekitar 100 massa aksi pembakaran menghadapi tidak lebih dari empat petugas polisi yang jaga malam. Kapolres Tolitoli Ahmad Ramadhan memerintahkan anggotanya untuk tidak menggunakan senjata api mereka untuk menghindari kerusuhan yang lebih meluas, dan kalau perlu membiarkan massa untuk mengambil kotak suara demi menyelamatkan bangunan supaya tidak 152 dibakar. Perintah ini berhasil menyelamatkan lima 153 kantor PPK dari kerusakan, tapi pemilu gagal terjadi. Aksi pembakaran juga terjadi di pusat kota Tolitoli dimana surat suara disimpan sekitar 200m dari posko pemenangan Azis Bestari. Seorang jurubicara membantah ada perintah dari calon untuk menciptakan kerusuhan agar pemilu dihentikan, namun mengakui bahwa timnya tidak berusaha menghentikan massa pendukungnya 154 bergerak kearah tempat penyimpan kotak itu. Sampai bulan September 2010, 38 orang pelaku pembakaran telah disidang. Tidak satupun dari mereka mengaitkan Azis, meskipun polisi dan jaksa merasa ada upaya tutup mulut untuk melindungi otak di belakang pembakaran tersebut.155 Hingga tanggal 22 Oktober 2010, 32 pelaku pembakaran 156 telah menerima vonis hukuman enam bulan penjara.
Halaman 18
Aksi pembakaran tersebut memaksa pemilu ditunda hingga 15 Juni 2010. Para pesaing setuju untuk membiarkan Azis mengajukan uji materil ke MK, menggugat pasal dalam UU pemilu yang menghalangi ia untuk maju. Para pimpinan Tolitoli berpikir MK akan mengeluarkan putusan dalam dua minggu. Tapi hingga hari pemungutan suara yang kedua masih belum ada putusan, dan KPUD telah mencetak surat suara yang baru tanpa gambar Azis. Massa pendukungnya kembali lagi menyerbu KPUD dan menuduh Ma’ruf Bantilan menggunakan dana pribadi untuk membiayai pencetakan surat suara baru itu. Surat suara di dua desa dibakar dimana polisi yang tidak siap lagi-lagi tidak bisa menghentikan para penyerang yang menggunakan kendaraan motor sewaktu melempar bom 157 molotov. Dengan situasi hukum yang tidak menentu, KPUD terpaksa harus menunda kembali pemungutan 158 suara. Pada tanggal 19 Juli 2010, MK, yang sudah terbebani dengan kasus bertumpuk-tumpuk pada pertengahan 2010, akhirnya memutuskan tidak ada yang diskriminatif dengan diberlakukannya pasal-pasal yang digunakan KPU untuk mengakhiri pencalonan Azis. KPU seharusnya bisa mencegah sengketa ini menjadi rusuh kalau mereka mengeluarkan satu keputusan saja yang dipertimbangkan dengan hati-hati setelah meninggalnya Amiruddin. Azis menerima keputusan MK itu dan sejak saat itu tidak ada lagi kerusuhan terkait pemilu kada di Tolitoli. Pada tanggal 31 Juli 2010, Tolitoli akhirnya berhasil menyelenggarakan pemilu kada dengan dijaga lebih dari 1,000 anggota polisi dan tentara, kali ini dengan perintah untuk menindak tegas siapapun yang berupaya mengganggu 159 proses pemilu. Tingkat partisipasi pemilih adalah 57 persen, dan pemilu berjalan lancar. Di hari pemungutan suara, para pendukung Azis yang kecewa melakukan boikot dengan mencoret-coret wajah para kandidat di surat suara, atau memilih Saleh Bantilan, satu-satunya lawan 160 Azis yang datang ke upacara pemakaman Amiruddin. Saleh menang dengan selisih perolehan suara hanya 1 161 persen.
150
Wawancara Crisis Group, Idham Dahlan, pelaku aksi penyerangan yang ditahan, Tolitoli, 27 September 2010. 151 “Pemilukada Tolitoli Membara”, Radar Sulteng, 2 Juni 2010. 152 Wawancara Crisis Group, Ahmad Ramadhan, Kapolres Tolitoli, Tolitoli, 24 September 2010. 153 Para pelaku penyerangan tidak mau membuat kerusakan yang tidak terkendali. Dalam satu kejadian mereka menyeret kotak suara dari lokasi demi mencegah api menyambar tiang listrik. Wawancara Crisis Group, Hendra Hermawan, jaksa Tolitoli, Tolitoli, 24 September 2010. 154 Wawancara Crisis Group, Husni Buhayer, Tolitoli, 27 September 2010. 155 Wawancara Crisis Group, polisi dan jaksa, Tolitoli, 24 September 2010. 156 “Pembakar Logistik Divonis 6 Bulan”, Mercusuar, 23 Juni 2010.
157
“Surat Suara Dibiayai Ma’ruf Bantilan”, Mercusuar, 15 Juni 2010. “Surat Suara Tanpa Gambar Azis”, Mercusuar, 14 Juni 2010. 159 “1,000 Polisi Amankan Tolitoli”, Mercusuar, 31 Juli 2010. 160 “Golput Tinggi Untuk Azis”, Mercusuar, 3 Agustus 2010. Hanya 83,469 dari 146,227 pemilih yang datang ke TPS Tolitoli yang berjumlah 420 TPS. 161 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan No. 134/PHPU.D-VIII/2010, Agustus 2010. Putusan ini menegaskan kemenangan Saleh Bantilan. 158
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
V. KEWASPADAAN DAN KOORDINASI DI POSO Kabupaten yang tadinya diperkirakan akan terjadi kerusuhan terkait pemilu kada namun pada akhirnya bebas dari kekerasan adalah Poso, sebuah daerah bekas konflik di 162 Sulawesi Tengah. Meskipun ada juga ketegangan terkait pemilu 2 Juni 2010, atas dasar kewaspadaan semua pihak atas kemungkinan sengketa SARA yang bisa memecah belah masyarakat, pihak yang terlibat dalam pemilu Poso bekerja sama untuk memastikan bahwa kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara semuanya bisa berjalan dengan damai.
A. KONFLIK DAN PEMILU Politik di Poso dewasa ini dipengaruhi oleh konflik Kristen-Muslim yang terjadi dari 1998 sampai 2001 yang kemudian terus diwarnai aksi kekerasan oleh kelompok teroris hingga Januari 2007. Konflik tersebut mewariskan sebuah masyrakat yang terbelah dan menyebabkan para politisi di daerah itu untuk membangun kembali sebuah kesepakatan lama yang menerima pembagian kekuasaan antara umat Kristen dan Muslim sebagai prasyarat untuk menghindari tersulutnya kembali konflik agama di masa 163 lalu. Pada Desember 1998, pemicu perang antar agama di Poso adalah sebuah perkelahian antara dua orang pemuda dari masing-masing kelompok di dekat masjid ketika politisi Muslim dan Kristen saling bersaing memperebutkan posisi bupati. Ketegangan ini kemudian diperburuk tahun 1999 dengan direbutnya tiga posisi penting di pemda, yaitu posisi bupati, wakil bupati dan sekretaris bupati oleh kelompok minoritas Muslim, sehingga meminggirkan mereka yang berasal dari
162
Untuk laporan sebelumnya mengenai Poso, lihat Crisis Group Asia Briefing N°75, Indonesia: Tackling Radicalism in Poso (Indonesia: Menanggulangi Radikalisme di Poso), 22 Januari 2008; Asia Report N°127; Jihadism in Indonesia: Poso on the Edge (Jihadisme di Indonesia: Poso di Tepian), 24 Januari 2007; Asia Report N°103, Weakening Indonesia’s Mujahidin Networks: Lesson from Maluku and Poso (Melemahkan Jaringan Kelompok Mujahidin di Indonesia: Pelajaran dari Maluku dan Poso), 13 October 2005; dan Asia Report N°74, Indonesian Backgrounder: Jihad in Central Sulawesi (Indonesia: Latar Belakang Jihad di Sulawesi Tengah), 3 Februari 2004. 163 Dari 18 kecamatan di kabupaten Poso, kecamatan yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Pamona Utara yang bergunung-gunung, dengan penduduk 98 persen Kristen. Daerah kantong misionaris Tentena ada disini. Kecamatan terpadat kedua adalah Poso Kota, dengan penduduk 98 persen Muslim. Tahun 2009, 59 persen populasi di Poso adalah Kristen, sementara 37 persen beragama Islam. “Sulawesi Tengah Dalam Angka 2010”, Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah, Agustus 2010.
Halaman 19 164
kelompok asli etnis Pamona Kristen. Sebelumnya, posisi-posisi ini dibagi antara Muslim dan Kristen. Atas dasar itu, pada pemilu kada kabupaten langsung tahun 2005, pasangan kandidat yang maju semuanya kombinasi Kristen-Muslim. Pemenang pemilu 2005 punya dua kualitas yang diinginkan warga, yaitu mantan polisi atau tentara, dan berdarah Poso. Ia adalah Piet Inkirawang, seorang purnawirawan polisi yang ibunya berasal dari salah satu desa Kristen di Poso, meskipun ia sebenarnya lebih lama tinggal di luar Sulawesi Tengah. Rival terdekatnya yaitu Frans Sowolino, yang sebenarnya seorang Kristen Poso asli dan bahkan adalah salah satu penandatangan perjanjian 165 damai Malino namun ia hanyalah seorang pegawai negeri. Memang ada Dede Atmawijaya, seorang anggota TNI yang pernah bertugas di Poso, namun ia berasal dari Jawa Barat dan akhirnya berada di urutan terakhir dari lima kandidat. Menjelang pemilu kada 30 Juni 2005, sejumlah bom meledak tanpa meninggalkan korban di wilayah Muslim Poso Kota serta di Tentena, daerah kantong Kristen, 166 dimana 22 orang tewas. KPUD Poso saat itu mendapat kritik tajam dari para calon karena membolehkan Piet untuk ikut pencalonan meskipun tidak bisa menunjukkan ijasah sekolahnya. KPUD menggunakan media dan rapat dengar pendapat DPRD untuk meyakinkan para pemilih bahwa seorang perwira polisi tidak mungkin bisa sampai 167 Awalnya pangkat kolonel kalau tidak lulus SMA. DPRD menolak untuk mengakui kemenangan Piet, tapi kemudian menerima setelah ada tekanan dari pimpinan
164
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, tokoh dibalik perdamaian Poso, percaya perebutan posisi kepala daerah tahun 1999 di Poso yang mengakibatkan umat Nasrasni merasa termarjinalkan di PNS. “Wapres: Ketidakadilan Penyebab Paling Mendasar Konflik”, Antara, 7 Mei 2008. Juga baca Graham Brown dan Rachel Diprose, “Bare-Chested Politics in Central Sulawesi: Local Elections in a Post-Conflict Region”, in Deepening Democracy in Indonesia?: Direct Elections for Local Leaders, op. cit.; “Breakdown: Four Years of Communal Violence in Central Sulawesi”, Human Rights Watch, 4 December 2002; dan Komisi Untuk Orang Hilang and Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Konteks Konflik Poso Periode 1998-2001, www.kontras.org/poso/data/teks/Kronik Pra Malino.doc. 165 Malino adalah tempat wisata di Sulawesi Selatan dimana 25 warga Muslim dan 25 warga Kristen dari Poso menandatangani sebuah deklarasi untuk menghentikan perang. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla memprakarsai pertemuan Malino. Lebih lanjut tentang perjanjian itu, lihat Crisis Group Report, Indonesia Backgrounder: Jihad in Central Sulawesi, op. cit. 166 Mengenai pengeboman Tentena , lihat Crisis Group Report, Weakening Indonesia’s Mujahidin Networks: Lesson from Maluku and Poso, op. cit. 167 Wawancara Crisis Group, Yasin Mangun, ketua KPUD Poso tahun 2004-2009, Palu, 20 September 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
propinsi dan pusat untuk menghormati UU No. 32/2004 168 yang menarik wewenang DPRD untuk memilih bupati. Ketua KPUD saat itu, Yasin Mangun, berasal dari sebuah keluarga Muslim yang terhormat di Poso, yang mana hal ini menambah kewibawaannya di masyarakat. KPUD pun dibantu oleh ribuan pasukan polisi dan tentara tambahan yang dikerahkan untuk mengamankan wilayah konflik. Diakui secara luas bahwa komunikasi yang kreatif, koordinasi secara terus menerus, kehadiran pasukan keamanan yang terlihat dengan jelas, dan kewaspadaan yang menyeluruh adalah sangat penting bagi keberhasilan pemilu 2005. Dalam pemilu 2010, hal ini tidak dilupakan dan semua pihak belajar dari pengalaman ini ketika mereka bertekad untuk mengamankan pemilu kada Poso yang kedua.
B. RIAK-RIAK ANTI PETAHANA Piet memerintah dengan isu keamanan sebagai prioritas utamanya dan bekerja erat dengan badan intelijen untuk memulangkan para militan Muslim dari Jawa yang berkumpul di kota Poso. Awal 2007, ia mendukung operasi yang menangkapi militant-militan itu untuk disidang 169 atau dikirim pulang. Sementara upaya keamanannya membuat ia dihormati, namun manuver politik dan tata pemerintahannya yang buruk menciptakan banyak musuh. Ia keluar dari Partai Damai Sejahtera yang mendukungnya di pemilu 2005 dan bergabung dengan Partai Demokrat-nya Presiden Yudhoyono yang lebih kuat. Manuver ini memicu para bekas sekutu politiknya mengangkat kembali isu ketidaklengkapan ijasahnya, dan menggalang gerakan menuntut ia berhenti. Piet beranggapan wakilnya sendiri yang Muslim juga menjadi bagian dari konspirasi untuk menggesernya, dan kemudian 170 meminggirkannya. Para pemuka agama juga menyerang cara ia menangani dana yang diperuntukkan bagi pemulihan konflik dari pusat, dan seorang pendeta Gereja Kristen Sulawesi Tengah melaporkan dugaan korupsi terhadapnya 171 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Kecaman tersebut tak dihiraukan Piet yang berkampanye untuk dipilih kembali dalam pemilu kada 2010 dengan mengusung isu keamanan dan mengingatkan para pemilih tentang perannya dalam membawa perdamaian ke Poso. Hal ini membuat sakit hati para penandatangan perjanjian 168
“Berdemokrasi ala Poso”, Seputar Rakyat, Ed. V, Tahun II, 2005. “Sepuluh Jam di Tanah Runtuh”, Tempo, 29 Januari 2007. Juga lihat laporan Crisis Group Report, Jihadism in Indonesia: Poso on the Edge; dan Crisis Group Briefing, Indonesia: Tackling Radicalism in Poso, both op. cit. 170 Muhammad Najib Azca, “Ayat-ayat Damai dari Poso”, Koran Tempo, 10 April 2008. 171 “Warga Poso Tuntut Dana Pemulihan Rp. 58 Miliar”, Sinar Harapan, 26 Februari 2008. 169
Halaman 20
damai Malino. Para pemimpin Muslim dan Kristen ini beranggapan bupati Piet berusaha mengecilkan upaya mereka dan berargumen bahwa Piet baru datang ke Poso 172 ketika situasi sudah membaik. Ustad Adnan Arsal dan Pendeta Rinaldi Damanik, dua tokoh yang paling dikenal selama konflik, memimpin gerakan untuk menentang Piet dan mengangkat kembali isu mengenai ijasahnya yang tidak lengkap. Kedua orang ini tidak mendukung satupun kandidat dalam pemilu dan keduanya sudah kehilangan 173 Mereka pengaruh mereka empat tahun belakangan. sebagian besar dimotivasi oleh kegagalan pemerintahan Piet membangun kembali rumah-rumah penduduk yang hancur selama konflik dan mendorong berhentinya segregasi atau pemisahan wilayah de-facto antara penduduk Muslim 174 dan Kristen. Piet menghadapi tiga pesaing yang lemah, semuanya 175 Kristen. Frans Sowolino, yang maju untuk kedua kalinya, adalah seorang akademisi yang meninggalkan karir sebagai pegawai negeri sipil setelah Piet menyingkirkannya akibat pencalonannya di pemilu 2005. Ia berharap dapat menarik para pemilih yang tidak senang dengan dominasi ekonomi dan kekuasaan birokrasi orang-orang yang tadinya tinggal di luar Poso selama konflik, yang disimbolkan oleh sang bupati. Tapi ia tidak punya dana. Dua pesaing lain, yaitu pengusaha-pengusaha Tionghoa Sonny Tandra, yang tinggal di Palu, dan Hendrik Gary Lyanto yang berbasis di Jakarta. Keduanya punya program pembangunan ambisius yang tidak sesuai dengan kebutuhan 176 masyarakat setempat.
172
Wawancara Crisis Group, penandatangan perjanjian Malino Adnan Arsal dan Nelly Alamako, Poso, 22 September 2010. 173 Rinaldi Damanik adalah Ketua Umum Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST), aliran Kristen paling besar di Poso. Ia berhenti menjadi Ketua Umum di bulan September 2006 setelah tiga militan Kristen dari Poso dihukum mati. Adnan Arsal adalah ketua Forum Silaturahmi Perjuangan Umat Islam Poso (FSPUI Poso) yang awalnya menampung militan Muslim dari Jawa tapi belakangan membantu polisi. Arsal mengatakan Piet menganggap para tetua sebagai “orang tua tak bergigi”. Wawancara Crisis Group, Adnan Arsal, Poso, 22 September 2010. 174 Warga Muslim tinggal di daerah perkotaan Poso dan daerah pesisir, sementara warga Kristen di dusun-dusun pedesaan yang berjejer di perbukitan menuju daerah kantong misionaris Tentena, 60km arah selatan dari pusat kota di pinggir pantai. 175 Keempat pasangan ini, para calon bupatinya adalah Kristen dan wakilnya adalah Muslim, supaya bisa memenangkan suara dari pedesaan yang mayoritas Kristen. Di Indonesia, tingkat partisipasi pemilih di desa-desa lebih tinggi dari di perkotaan. 176 Programnya termasuk membangun mall, perumahan gaya resort, indoor stadium, concert hall dan jembatan gantung di daerah dimana lebih dari 300 rumah yang hangus masih belum tersentuh dan diperbaiki. Hendrik Gary Lyanto, Rencana Pembangunan Poso Kedepan, Bahan Kampanye, Mei 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
Banyak orang, termasuk polisi, menyadari bahwa pemilu 177 Kekhawatiran ini sangat 2010 di Poso bisa rusuh. berdasar; sentimen anti petahana berpotensi menyulut kerusuhan di beberapa insiden. Pada tanggal 6 April, pada saat rapat dengar pendapat mengenai ijasah Piet Inkiriwang, seorang pendukung Muslim sang bupati memukul Pendeta Rinaldi Damanik, yang saat itu sedang mendesak KPUD untuk mengungkapkan kebenaran mengenai ijasah Piet yang tidak lengkap. Pada tanggal 31 Mei 2010, massa pendukung para pesaing Piet beragama Kristen mengepung rumah seorang anggota KPUD beragama Muslim jam 3 pagi untuk mengklarifikasi isu bahwa 30,000 surat suara 178 sudah ditandai agar dapat memenangkan petahana. Dalam sebuah masyarakat yang sangat terbagi seperti Poso, sebuah pemicu yang sederhana saja dapat menyulut kembali perseteruan agama di masa lalu, meskipun ketegangan dalam pemilu kada 2010 tidak bersifat keagamaan. Masing-masing tim pemenangan para kandidat memiliki pendukung dari umat Kristen dan Muslim.
C. PARA PELAKU PENTING YANG INGIN PERDAMAIAN Insiden-insiden ini tidak memicu kerusuhan yang meluas karena masyarakat dan para pemimpin di Poso sudah lelah dengan konflik. Orang yang memukul pendeta Damanik langsung ditangkap oleh polisi dan ustad Arsal menyesalkan 179 Meski polisi tindakan yang dilakukan pemuda itu. menawarkan untuk menuntut kasus pemukulan tersebut, pendeta Damanik menolak dan malah memaafkan 180 Para kandidat juga berulang-ulang pemukulnya. mengingatkan para pendukungnya, termasuk mereka yang mengorganisir aksi unjuk rasa, bahwa mereka tidak boleh menyerang siapapun atau melakukan pengrusakan. Seorang koordinator demonstrasi mengatakan ia bersedia menjadi yang pertama dihukum kalau ada yang mulai 181 melakukan pelemparan. Frans Sowolino menjelaskan: Orang-orang di Poso sudah trauma dengan kekerasan, itu sebabnya mereka tidak mau bertikai lagi. Kesadaran publik adalah kunci perdamaian. Kita tahu kalau dalam konflik, yang menang akan jadi abu, yang kalah jadi debu. Tidak ada yang untung. Konflik adalah
177
Wawancara Crisis Group, Amiruddin Roemtaat, Kapolres Poso, Poso, 21 September 2010. 178 Wawancara Crisis Group, Iskandar Lamuka, ketua KPUD Poso, Poso, 21 September 2010. 179 “Sidang DPRD Ricuh, Pendeta Damanik Diduga Dipukul Pendukungnya Piet”, MediaPoso.com, 7 April 2010. 180 “Hearing Dekab Ricuh”, Mercusuar, 7 April 2010. 181 Wawancara Crisis Group, peserta unjuk rasa anti-petahana, Poso, 22 September 2010.
Halaman 21
bencana buat Poso, seperti tsunami buat Aceh. Apa 182 ada yang mau bencana, tsunami terjadi lagi? Para aktor penting dalam pemilu kada juga memahami mereka harus bekerja sama dan mengkoordinasi upaya mereka. Pertemuan-pertemuan antara KPUD, Panwaslu, Pemda, Kapolres, TNI dan para tokoh agama sering dan 183 cepat diadakan tiap kali ada isu-isu yang muncul. Anggota KPUD dan Panwaslu di Poso merasa dihormati 184 dan dipatuhi. Ketika ada isu mengenai surat suara yang sudah ditandai beberapa hari sebelum pemungutan suara, banyak yang menuntut kotak suara dibuka untuk memeriksa surat suara. Anggota KPUD berargumentasi bahwa hal itu hanya akan memberikan orang-orang yang 185 tidak bertanggungjawab akses ke surat suara. Di hari 186 pemungutan suara, isu tersebut terbukti tidak benar. Kehadiran aparat keamanan sangat kelihatan di Poso. Kabupaten itu memiliki armada keamanan yang meliputi lebih dari 1,600 petugas polisi, termasuk 230 anggota Brimob, serta 150 anggota TNI, dan hampir semuanya ditugaskan untuk mengamankan pemilu kada 2010. Paling sedikit satu orang anggota polisi menjaga tiap-tiap TPS di Poso yang berjumlah 460. Polisi menerima Rp 1,2 miliar untuk dana keamanan pemilu dan KPUD mengeluarkan hingga Rp 300 juta dalam waktu tak sampai satu bulan untuk menjaga surat suara. Ketika anggota KPUD menjadi sasaran aksi penyerangan, polisi menugaskan ratusan anggotanya untuk menjaga kantor mereka. Siapapun yang tidak punya tujuan jelas tidak dibolehkan mendekati kantor KPUD. TNI juga ikut membantu, termasuk ketika terjadi protes di rumah anggota KPUD yang langsung bubar ketika tentara datang. Selain itu, KPUD menemukan cara-cara yang kreatif untuk mendorong para pemilih menjaga suasana perdamaian selama pemilu, seperti mengadakan doa bersama dan kegiatan-kegiatan gereja atau bekerja sama dengan kelompok-kelompok agama menerbitkan informasi 182
Wawancara Crisis Group, Frans Sowolino, Tentena, 22 September 2010. 183 “Jelang Voting Day di Poso Panas”, Radar Sulteng, 2 Juni 2010. Rapat tersebut dilakukan di markas TNI, kantor polisi dan kantor pemerintah. Kadang seluruh kandidat juga hadir. 184 Wawancara Crisis Group, Sapruni, ketua Panwaslu Poso, Poso, 22 September 2010. 185 Wawancara Crisis Group, Iskandar Lamuka, ketua KPUD Poso, Poso, 22 September 2010. Juga lihat “Dituding Surat Suara Sudah Dicoblos”, Mercusuar, 2 Juni 2010. 186 Tidak ada TPS yang melaporkan ada surat suara yang sudah ditandai untuk petahana pada saat kotak suara dibuka. Beberapa TPS menemukan ada lubang kecil dan titik warna di sejumlah kecil surat suara, tapi kelihatannya karena kualitas cetak yang buruk. Surat suara rusak tidak dipakai. “Pilkada Poso Berlangsung Lancar Aman”, MediaPoso.com, 2 June 2010.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
tentang pemilu. Latar belakang Ketua KPUD Iskandar Lamuka yang mantan aktivis mahasiswa, dan pengalamannya dalam resolusi konflik juga membantu. Pada tanggal 4 Juni 2010, Iskandar dan Kapolres Poso meredakan para pemrotes yang menuduh sang petahana melakukan kecurangan pemilu, dengan naik ke atas sebuah mobil dan bicara langsung ke massa yang marah. Mereka diapit petugas yang siap bertindak kalau ada pemrotes yang mencoba melukai mereka. Tapi bukannya tambah mengkonfrontasi, koordinator unjuk rasa malah menghargai tindakan berani 187 tersebut. Pada tanggal 9 Juni 2010, polisi bersenjata mengiring sebuah aksi unjuk rasa anti-Piet untuk menghindari bentrokan dengan massa pendukung bupati, 188 yang siap untuk berkonfrontasi. Momen yang menakutkan hampir terjadi beberapa hari sebelum upacara pelantikan Piet Inkiriwang menjadi bupati Poso untuk yang kedua kalinya tanggal 30 Agustus 2010. Pesan SMS melanda Poso yang mengatakan akan ada kerusuhan pada saat aksi unjuk rasa pada hari pelantikan. Beberapa SMS juga mengatakan umat Nasrani 189 akan menyerang Muslim di Poso Kota. Ustad Adnan Arsal datang ke Tentena yang mayoritas Kristen untuk bicara dengan gereja dan mendapatkan kabar bahwa ternyata kedua belah pihak telah menerima provokasi yang sama. Upacara pelantikan berlangsung damai dibawah keamanan polisi yang ketat. Seorang anggota DPRD menjelaskan: Jangan coba jual Poso karena kami capek dijual terus. Poso sama seperti Jennifer Lopez. Kami tidak seksi lagi. Ketika kami mau mengadakan pemilu, orangorang di Indonesia pikir kita akan bergolak lagi. Nyatanya tidak ada apa-apa. Ada isu-isu, tapi itu 190 seperti angin lalu. Keberhasilan pemilu kada di Poso yang berlangsung damai bukan berarti di masa datang tidak akan ada kerusuhan sama sekali di Poso. Kelompok-kelompok yang menentang Piet semakin tumbuh karena banyak yang kecewa dengan prioritas Piet yang tidak seimbang karena lebih menekankan pada isu keamanan dengan mengorbankan pembangunan ekonomi. Tuduhan-tuduhan 191 Piet mengkorupsi dana kemanusiaan juga terus berlanjut.
187
Wawancara Crisis Group, para peserta aksi unjuk rasa antipetahana, Poso, 23 September 2010. 188 “Demo Pemilukada Poso Nyaris Bentrok”, Radar Sulteng, 10 Juni 2010. 189 Wawancara Crisis Group, warga Poso, September 2010. 190 Wawancara Crisis Group, Sonny Kapito, wakil ketua DPRD Poso, Poso, 22 September 2010. 191 “Sidang Korupsi Dana Kemanusiaan Poso”, MediaPoso.com, 10 November 2010.
Halaman 22
VI. KESIMPULAN: JALAN KE DEPAN Para kandidat yang terlibat aksi kekerasan di pemilu kada 2010, semuanya menuduh para petahana menggunakan intimidasi, suap dan penggelembungan suara untuk bisa tetap berkuasa. Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, tidak bebas dari taktik-taktik curang seperti ini. Tanpa pengawasan kuat dan akuntabilitas bagi yang melanggar peraturan, petahana akan tergoda untuk menghalalkan segala cara agar bisa menang. Para kandidat pesaing petahana yang frustrasi dan para pendukung mereka cepat menuduh ada kecurangan pemilu, dan tanpa adanya proses yang transparan, penjelasan yang kredibel ataupun sarana hukum yang bisa diakses, mereka mungkin akan tergoda mengambil jalan kekerasan sebagai cara untuk merubah hasil pemilu. Meski memperbaiki sistem demokrasi merupakan pekerjaan yang masih berjalan, paling tidak Indonesia bisa mengurangi kekerasan pemilu, kalau tidak mencegahnya sama sekali di masa depan dengan fokus pada upaya koordinasi dan komunikasi, penyederhanaan aturan pemilu, dan peningkatan kewaspadaan, terutama oleh institusi pemilu dan keamanan. Kasus Poso menunjukkan bagaimana pemilu bisa berjalan damai walaupun di daerah yang rawan konflik karena ada koordinasi yang baik. Kegiatan pemilu ini merupakan kegiatan politik yang kompleks, yang tidak bisa hanya ditangani oleh satu badan saja seperti KPUD. Di Toraja, pemda mengebiri kemampuan penyelenggara pemilu dan polisi dengan memotong anggaran dan menunda pengeluaran dana. Sementara kasus Tolitoli memperlihatkan bahwa tanpa perhatian terhadap detail dari KPU yang berada di Jakarta, pejabat di ibukota bisa memperburuk masalah di lapangan. Mojokerto adalah contoh klasik mengenai apa yang terjadi kalau tidak ada koordinasi yang bagus sehingga mengakibatkan informasi tidak sampai ke pihak berwenang. Di tiap kabupaten, mereka yang bertanggungjawab terhadap pemilu kada, pemerintahan dan keamanan seharusnya berusaha untuk mengendalikan ancaman kekerasan secara bersama-sama dan sedini mungkin. Komunikasi terbuka antara para pelaku penting ini dan publik merupakan cara yang paling efektif untuk mengatasi menjalarnya informasi tidak benar yang sering terjadi dan kebohongan yang sengaja diciptakan untuk mengakibatkan ketegangan dan meningkatkan kecurigaan. Pencegahan kekerasan bisa dimulai dengan menghapus peraturan yang mengundang kontroversi. Ada terlalu banyak pasal yang kabur dan terlalu formal dalam perundang-undangan pemilu yang lebih menimbulkan sengketa daripada menyelesaikannya. Masalah-masalah ini seringkali tidak membantu pembangunan demokrasi dan bisa dimanfaatkan oleh para petahana untuk melemahkan para penantang mereka. Dalam jangka panjang, akan lebih baik kalau ada penghapusan semua persyaratan pendidikan, agar pemilih dibiarkan menentukan apakah
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
seorang kandidat berkualitas atau tidak. Untuk menghindari sengketa yang tidak perlu di masa depan, KPUD sebaiknya segera memperbaiki pedoman mereka dan berhenti mengharuskan para kandidat untuk memperlihatkan ijasah SD-SMP dan hanya meminta ijasah SMA sesuai UU. Persyaratan kesehatan jarang digunakan di seluruh dunia dan akan lebih baik apabila hal ini dibirakan menjadi masalah pribadi dan bukan prasyarat untuk jabatan politik. Berhubung banyak di Indonesia yang masih menganggap persyaratan kesehatan sebagai hal yang sangat penting dalam memilih seorang pemimpin, maka setidaknya harus ada daftar yang jelas mengenai penyakit apa saja yang bisa membuat seorang kandidat dicoret, pedoman yang lebih baik bagi dokter untuk pemeriksaan kesehatan, dan cara yang lebih bernuansa, tidak hanya kata sehat atau tidak, untuk mengumumkan temuan mereka. Seyogyanya, KPU menjadi tempat dimana penyelenggara pemilu kada lokal bisa mendapatkan petunjuk yang otoritatif mengenai peraturan. Staff atau anggota lembagalembaga ini harus mampu untuk menyampaikan putusan yang sudah dipertimbangkan dengan hati-hati, dan diperlengkapi dengan lebih banyak sumber daya agar dapat mengeluarkan keputusan tepat pada waktunya. Meski ada suara-suara untuk membentuk pengadilan khusus untuk menyelesaikan sengketa pemilu, pengadilan ini hanya bisa berhasil apabila perangkatnya dihormati. Di Indonesia, hanya Mahkamah Konstitusi yang dianggap relatif bersih dari suap. Pengadilan pemilu ini, kalau berbasis di tingkat propinsi, bahkan bisa menjadi sasaran baru aksi-aksi penyerangan atau suap, karena dekatnya lokasi mereka ke konstituen yang sedang bersengketa dan basis kekuasaan para kandidat. Sebelum membentuk lembaga baru, lembaga yang sudah ada sebaiknya diperbaiki dulu dan peraturan yang berlaku disederhanakan. Solusi administratif yang lebih murah dan fleksibel dengan menguatkan Panwaslu sebaiknya dijajaki sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa dengan lebih baik daripada selalu bergantung pada MK yang hanya bisa melakukan intervensi setelah pemilu sudah dilaksanakan. Salah satu solusi adalah dengan memberi kuasa penuh kepada KPU dan Bawaslu didukung perangkat yang memadai untuk melakukan investigasi mendalam terhadap penyimpangan-penyimpangan dan mengeluarkan sanksi atau keputusan awal yang mampu meredam ketegangan. KPUD, Panwaslu dan polisi perlu memanfaatkan local knowledge atau pengetahuan setempat dan bekerja sama untuk mengenali sumber-sumber ketegangan dan konflik yang mungkin terjadi. Di tiga kasus kekerasan terkait pemilu diatas, masalah timbul dari kubu yang mengklaim dirinya sebagai agen perubahan. Di putaran ke depan, mungkin akan ada isu lain seperti skandal korupsi yang menimbulkan kemarahan masyarakat setempat. Dalam contoh-contoh kasus ini, harapan besar maupun frustrasi
Halaman 23
mereka ada di depan mata. Menggabungkan pengetahuan setempat dengan informasi intelijen mengenai dinamika tiap-tiap pemilu adalah kunci untuk memastikan bahwa pihak yang berwenang sudah benar-benar siap. Tim sukses harus mendapat instruksi yang jelas mengenai prosedur sengketa dan metode hukum yang lain untuk menggugat tahapan manapun dalam proses pemilu. Penyerangan terhadap pejabat pemilu atau TPS seharusnya tidak dapat ditolerir dan dibiarkan. Aparat keamanan juga tak dapat cepat puas karena sebuah kegiatan pemilu baru dianggap selesai setelah pemenangnya dilantik. Sebagian besar pemilu kada tahun 2010 di Indonesia berjalan tanpa kekerasan dan dari pemilu yang baik-baik saja ini, terdapat pelajaran positif yang bisa diambil untuk pemilu yang akan datang. Insiden-insiden yang dikaji diatas seharusnya bisa dicegah dengan manajemen yang lebih baik. Tak satupun masalah berasal dari kecurangan pemilu yang terbukti atau permusuhan antar kelompok yang sangat mendalam. Mereka semua adalah perebutan kekuasaan jangka pendek antar individu yang berkampanye atas nama perubahan atau ketidakadilan terhadap suatu kelompok. Tempat-tempat yang sukses menghadapi situasi itu seperti Poso menawarkan solusi bagi tempat lain di Indonesia. Apakah demokrasi Indonesia berfungsi bagi warganya atau tidak adalah topik perdebatan yang masih bergulir. Pelajaran dari pemilu kada tahun 2010 adalah bahwa upaya sederhana sekalipun oleh para pejabat pusat, propinsi dan kabupaten bisa memperkecil kemungkinan kekerasan, atau bahkan menghindarinya sama sekali.
Jakarta/Brussels, 8 Desember 2010
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
LAMPIRAN A PETA INDONESIA
Halaman 24
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
Halaman 25
LAMPIRAN B INSIDEN-INSIDEN KEKERASAN TERKAIT DENGAN PEMILU KADA TAHUN 2010192
1. April 2010, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat Pada tanggal 10 April, massa petahana bupati Zulkifli Muhadi dan lawannya Andi Azisi saling melempar batu setelah kelompok sang penantang mencoba menghalangi konvoi rivalnya. Pada tanggal 10 April, pendukung Andi berunjuk rasa mempermasalahkan keaslian ijazah sang petahana. Pada tanggal 24 April, mereka berbaku hantam dengan pendukung bupati yang ingin membagi-bagikan sembako ke calon pemilih sebelum pemungutan suara tanggal 26 April. Pada tanggal 28 April, ratusan demonstran bentrok dengan polisi ketika mereka menuntut KPUD untuk menghentikan proses rekapitulasi setelah berita kemenangan sang petahana mulai terhembus. Mereka terus meminta polisi untuk menyelidiki keabsahan ijazah Zulkifli. Ketika mereka hendak merangsek ke dalam kantor KPUD, polisi menahan mereka dengan hantaman tongkat dan tembakan peringatan serta gas air mata. 2. 12 Mei, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Ribuan warga memblokir jalan menuju ibukota kabupaten di Larantuka sehinga anggota KPU pusat dan propinsi tak bias masuk kota. Mereka tadinya ingin mengumumkan kebijakan menganulir keputusan KPUD Kabupaten Flores Timur yang mendiskualifikasi pencalonan petahana Simon Hayon. Para demonstran menuntut agar proses pemilu diteruskan tanpa sang bupati dan merasa pihak pusat ingin mengintervensi politik tingkat lokal. Pada tanggal 14 Mei, pendukung-pendukung Simon memaksa KPUD untuk mengikuti keputusan KPU yang lebih tinggi dan polisi menemukan mereka membawa bom Molotov. Pada bulan Juli, KPU memberhentikan empat dari lima orang anggota dari KPUD yang menolak keputusan KPU itu. Pada tanggal 1 November, KPUD baru dibentuk dengan dengan mandat untuk melaksanakan pemilu pada tahun 2011. 3. 12 Mei, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Ratusan demonstran merusak kantor KPUD saat proses rekapitulasi setelah mendengar kabar bahwa petahana Imran menang besar pada pemilu tanggal 8 Mei. Mereka menuduh sang bupati telah menyalahgunakan jabatan dan membagi uang kepada pemilih. Pada bulan Juni, lawan politik Imran membawa kasus ke MK yang memutuskan perlu dilakukan pemilihan ulang namun Imran tidak didiskualifikasi. Dalam pemilihan ulang 11 Juli, sang petahana malahan mendapatkan suara yang lebih banyak dan ini memicu protes yang lebih besar pada tanggal 19 Juli yang berakhir dengan bentrok antar pendukung. 4. 15 Mei, Kota Sibolga, Sumatra Utara Empat kantor kecamatan yang menyimpan kotak-kotak suara dibakar dua hari setelah pemungutan suara tanggal 13 Mei yang diwarnai pertarungan antara wakil bupati Afifi Lubis dan mantan anggota DPR Syarfi Hutauruk yang berpasangan dengan menantu bupati yang tak dapat maju lagi. Pendukung Afifi menuduh sang bupati memakai jabatannya untuk menghalangi-halangi pencalonan wakilnya itu namun protes ini hanya terdengar setelah quick count meramalkan Syarfi unggul. 5. 21 Mei, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur – Lihat bagian III dari laporan ini. 6. 21 Mei, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat Warga merusak kantor KPUD dan Panwaslu setelah mereka mendengar laporan sementara yang mengindikaskan kemenangan untuk Suryadman Gidot pada pemungutan suara tanggal 19 Mei padahal wakil bupati itu diyakini melakukan tindakan korupsi. Pada tanggal 18 Mei, seorang pendukung Suryadman tertangkap tangan membagikan uang kepada pemilih.
192
Sumber-sumber dari kasus-kasus kekerasan ini adalah berbagai laporan media terutama koran-koran setempat dan daftar kejadian pemilu kada di dalam tahun 2010 yang dimiliki Bawaslu. Sampat dengan 25 November 2010, ada 215 pemilu kada dari 244 yang terjadwal yang telah memiliki hasil tetap.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
Halaman 26
7. 21 Mei, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat Sebuah mobil milik KPUD dibakar orang tak dikenal setelah ada berita yang meramalkan Yasir Ansyari, putra bupati yang tidak bisa maju lagi, gagal mendapatkan 30 persen dari suara yang dibutuhkan untuk mencegah putaran kedua walau ia unggul dari calon-calon lainnya. Dalam putaran kedua, Yasir kalah dari Henrikus yang sebenarnya menempati urutan kedua di putaran pertama. 8. 24 Mei, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara Police melontarkan gas air mata dan tembakan peringatan ke udara setelah demonstran menyerang mereka dengan batu. Mereka menuntut penghentian acara misi visi karena jagoan mereka tak diloloskan setelah terjadi suatu kebingungan terhadap keabsahan pendukungan partai. Ada dua pihak yang mengatasnamakan Partai Peduli Rakyat Nasional yang mendukung dua calon yang berbeda, sang petahana dan bakal calon yang tidak lolos itu. KPUD menerima pendukungan PPRN untuk petahana dan memutuskan calon yang lain gagal memenuhi syarat pendukungan. 9. 1 Juni, Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah – Lihat bagian V 10. 9 Juni, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur Polisi menembakkan peluru karet ke demonstran yang menuntut penghentian proses rekapitulasi yang dilakukan KPUD setelah terjadi kerancuan penghitungan suara di kecamatan Sano Nggoang. Pada saat itu, laporan sementara menyebutkan wakil bupati Agustinus Dula unggul di pemungutan suara tanggal 3 Juni. 11. 10 Juni, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara Ratusan pendukung seorang calon menghalangi kepergian bis-bis yang mengangkut 150 mahasiswa semalaman ketika mereka ingin keluar dari wilayah kabupaten setelah ikut pemungutan suara tanggal 9 Juni. Para pendukung tersebut menuduh bupati petahana Mangindar Simbolon telah membayar mahasiswa-mahasiswa tersebut untuk menjadi pemilih gelap walau sebenarnya mahasiswa-mahasiswa tersebut merupakan penduduk Samosir yang tengah menempuh studi di Medan. Sang bupati mengaku mengongkosi perjalanan mereka kembali ke kampung halaman. 12. 11 Juni, Kabupaten Kepulauan Anambas, Riau Islands Demonstran anti-petahana melempar batu ke sebuah gedung yang dipakai KPUD untuk melakukan rekapitulasi setelah pemungutan suara tanggal 26 Mei. Mereka meruntuhkan pagar ketika mereka memaksa masuk gedung pertemuan itu. Proses penghitungan yang lambat terjadi karena menunggu datangnya semua kotak suara ke tangan KPUD dari berbagai tempat di kabupaten pemekaran ini yang terdiri dari pulau-pulau terpencil yang memiliki infrastruktur yang buruk. Padahal, berita bahwa bupati petahana Tengku Mukhtaruddin telah menang sudah tersebar beberapa jam setelah pemungutan suara. Unjuk rasa sudah berlangsung sejak tanggal 27 Mei menuduh bupati melakukan penggelembungan suara dan menuntut hasil pemilu dibatalkan. Intensitas terus bertambah seiiring lambannya proses penghitungan yang memcu kecurigaan. 13. 23 Juni, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan – Lihat bagian IV. 14. 24 Juni, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan Demonstran merusak kantor Panwaslu dan sebuah kecamatan setelah quick count meramalkan suatu kemenangan yang tak diduga sebelumnya telah diperoleh anggota DPRD Hatta Rahman. 15. 25 Juni and Agustus-September, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan Pendukung calon penantang Andi Maddussila memrotes suatu ramalan kemenangan untuk bupati petahana Ichsan Limpo yang keluar dua hari setelah pemungutan suara. Mereka menuduh Ichsan memakai ijazah palsu dan menyandera seorang pendukung sang bupati yang mengakibatkan kelompok lawan untuk melakukan serangan balasan. Kedua kubu saling lempar batu sampai polisi berusaha melerai. Kejadian-kejadian bermunculan secara sporadis termasuk pembakaran bis, bangunan dan kantor cabang Golkar oleh orang-orang tak dikenal serta perkelahian antar pendukung setelah sang petahana dilantik tanggal 14 Agustus 2010 yang kadangkala meletup hingga bulan September. Keluarga Limpo adalah keluarga yang dominan dalam perpolitikan Sulawesi Selatan. Kakaknya Ichsan, Syahrul Limpo, adalah guberner Sulawesi Selatan sedangkan saudara-saudaranya yang lain menduduki kursi di DPRD. Mereka semua berasal dari Partai Golkar.
Indonesia: Mencegah Kekerasan Dalam Pemilu Kepala Daerah Crisis Group Asia Report N°197, 8 Desember 2010
Halaman 27
16. 25 Juni, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan Para pengunjuk rasa membakar dua kantor kecamatan dan sebuah gedung yang di dalamnya ada kantor KPUD setelah quick count meramalkan kemenangan untuk bupati petahana Andi Soetomo. Insiden-insiden ini menunda proses penghitungan suara untuk beberapa hari. Penantang terdekatnya, Andi Kaswadi Razak yang menjabat ketua DPRD, mencoba menyulitkan proses administrasi KPUD mengakibatkan tertundanya pelantikan bupati terpilih sampai dengan 16 Oktober. 17. 20 Juli, Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku Pendukung bupati Abdullah Vanath dan lawannya Mukti Keliobas yang menjabat ketua DPRD berbaku hantam di jalanan setelah sang petahana menang mutlak pada pemungutan suara 7 Juli. KPUD menolak permintaan sang penantang untuk penghitungan ulang di pulau terpencil Gorom dimana penyelenggara pemilu ditenggarai telah menggelembungkan suara. Namun, Mukti melapor ke KPU propinsi yang akhirnya memerintahkan KPUD untuk memenuhi tuntutan itu. Ketika KPUD memutuskan untuk tak menggubrisnya, pendukung Mukti menyerang markas lawan dan membakar kantor-kantor pemerintahan. Pada bulan Agustus, MK menolak tuntutan penghitungan ulang itu dan memastikan kemenangan Vanath. 18. 23-24 September, Kotawaringin Barat district, Central Kalimantan Pendukung Sugianto Sabran mengamuk setelah keluarnya Keputusan MK untuk menganulir kemenangan calonnya dalam pemungutan suara 5 Juni karena MK menganggap terjadi usaha pembelian suara yang massif. MK dalam putusannya juga menetapkan bupati petahana Ujang Iskandar sebagai pemenang dan langkah ini memicu tuduhan suatu konspirasi dari Jakarta untuk menggagalkan gerakan pro-perubahan di daerah itu. KPUD menolak untuk mengeksekusi keputusan tertanggal 7 Juli itu di tengah meningkatnya ketegangan di daerah itu dan ini membuat KPU Pusat untuk member peringatan kepada KPUD pada tanggal 22 September. Keputusan kedua yang berasal dari Jakarta ini memperkuat persepsi bahwa kekuatan pusat sedang mengintervensi urusan daerah dan memicu pembakaran monumen Adipura yang berada di ibukota kabupaten. Lembaga-lembaga setempat menolak melaksanankan keputusan MK itu karena takut menjadi target dari kemarahan kelompok Sugianto sehingga daerah itu dipimpin seorang penjabat sementara sampai sekarang yang tak memiliki hak menentukan anggaran. Pejabat di daerah telah meminta Menteri Dalam Negeri untuk melaksanakan keputusan MK namun ia masih enggan. Inilah satu-satunya kasus kekerasan yang diakibatkan putusan MK pada tahun 2010. 19. 24 October, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat Sebuah bom meledak di kantor KPUD tengah malam, beberapa jam setelah polisi mendorong mundur demonstran yang menggugat kemenangan bupati petahana Ferry Zulkarnain secara sporadis. Salah satu anggota tim sukses dari sang bupati divonis telah melakukan pembelian suara lima hari sebelum pelantikan tanggal 9 Agustus. Pengadilan memutuskan Ferry tidak terlibat dalam tindak pidana tersebut. 20. 1 November, Kabupaten Karo, Sumatra Utara Ratusan orang membakar ban di jalan dan melempar batu ke arah hotel dimana KPUD sedang melakukan rekapitulasi setelah pemungutan suara tanggal 27 Oktober. Para demonstran itu menuntut pemilu ulang dan menuduh kedua calon yang mendapatkan suara terbanyak telah melakukan pembelian suara. Polisi melontarkan gas air mata dan menggunakan tongkat untuk membubarkan massa. Pada tanggal 6 November, sebuah gedung pemerintahan dibakar di tengah malam. Sengketa ini telah dibawa ke MK sehingga putaran kedua menjadi tertunda.