ORASI ILMIAH SIDANG TERBUKA SENAT UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH WISUDA PASCASARJANA, SARJANA DAN DIPLOMA TAHUN 2017 Gedung Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah, 16 Maret 2017
INDONESIA : KINI DAN YANG AKAN DATANG Oleh : Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA 1. Pendahuluan Indonesia adalah realita kebangsaan dengan ciri-ciri budaya yang dapat dikenali sebagai khas Indonesia, dengan bahasa nasional yang juga khas Indonesia. Keberadaan Indonesia sebagai satu bangsa sudah barang tentu melalui proses sejarah yang bukan saja tidak mudah, tetapi penuh dengan dinamika konflik. Citacita kebangsaan tidak selamanya berada di jalan lurus, terkadang menyimpang ke kiri dan ke kanan, dan sejarah telah mengajarkan bahwa dalam pencapaian cita-cita kebangsaan sering diperlukan di tengah perjalanannya adanya peneguhan kembali ikatan batin atau komitmen semua warga negara kepada cita-cita nasionalnya. Dalam usia kemerdekaan yang telah mencapai 72 tahun, bangsa Indonesia masih tergolong bangsa baru, yang masih harus terus menyempurnakan proses penjadian dirinya menjadi bangsa (nation in making). Era reformasi telah menyadarkan kepada kita bahwa problem yang dihadapi oleh bangsa dewasa ini sungguh sangat Besar, Berat dan Rumit, yang oleh karena itu kita harus mampu melihat hubungan logis antara krisis yang kita derita sekarang dengan dinamika kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan bangsa. Dengan mengetahui jati diri bangsa, maka diharap kita tidak mengulangi kesalahan masa lalu, dan generasi penerus akan bisa mengembangkan, memperbaiki dan mewariskannya kepada generasi berikutnya. 2. Dari Nusantara Hingga Indonesia Sudah menjadi kodrat sejarah bahwa penghuni kawasan ribuan pulau (Nusantara) di Asia Tenggara ini disatukan dalam satu kesatuan kebangsaan, bangsa Indonesia. Ribuan pulau, ratusan bahasa, ratusan suku, beragam-ragam tradisi, nilai budaya dan keyakinan agama, karena kodrat sejarah membuatnya tetap bersatu. Sejarah tidak bisa direkayasa. Penjajahan Barat yang berlangsung lebih dari tiga abad, meski direkayasa dengan politik pecah belah justeru mengantar pada kesatuan wilayah yang sekarang dinamakan wawasan Nusantara. Penjajahan dan politik pecah belah justeru telah menumbuhkan kesadaran bahwa perbedaan tidak menghalangi persatuan, bahwa persatuan akan mengubah perbedaan menjadi kekuatan. Kesadaran kebangsaan ini merupakan naluri bangsa Indonesia. Oleh karena itu pergumulan pemikiran dan konflik-konflik yang pernah terjadi haruslah difahami sebagai dinamika sejarah kebangsaan. a. Akar Klassik Nasionalis Religius Kawasan Asia Tengara sudah lama menarik perhatian saudagar dari anak benua India dan Timur Tengah karena adanya komoditi yang eksotik, yaitu -1-
rempah-rempah dan wewangian. Dari kawasan Anak Benua, datang saudagar yang beragama Hindu dan Budha, dan pengaruh politik mereka tercermin pada berkembangnya budaya bercorak India dan peran utama bahasa Sanskerta. Jejak ke India-an kawasan ini secara antropologis dapat dilihat dalam nama Indonesia yang artinya “Kepulauan India”, sejalan dengan daratan tenggara Asia yang disebut Indocina, yakni “Cina-India”. Jejak agama India ini tersimbolkan dalam candi Borobudur yang lebih melebar ke segala penjuru, sesuai dengan jiwa agama Budha yang meluas dan egaliter, dan candi Roro Jongrang (Prambanan) yang vertikal dan menjulang, sesuai dengan sifat agama Hindu yang mendalam dan bertingkat. Budhisme merupakan falsafah kerajaan luar Jawa (Sriwijaya) yang bersemangat bahari, dan Hiduisme merupakan falsafah kerajaam Majapahit yang bertumpu pada kesuburan tanah pertanian Jawa. Karena Majapahit berdiri di latar belakang kejayaan Budhisme (Borobudur) dan Hinduisme (Roro Jongrang) sekaligus maka failasuf Majapahit (Empu Tantular) mengembangkan konsep rekonsiliasi dalam semangat kemajemukan, beraneka ragam tetapi hakikatnya satu, Bhineka Tunggal Ika atau Tan Hana Dharma Mangroa. b. Kehadiran Budaya Kosmopolit Islam Pada saat memuncaknya peradaban Islam, maka budaya Islam merupakan pola budaya umum seluruh belahan bumi Timur, tetapi sekaligus merupakan budaya global, karena ketika itu benua Amerika sebagai belahan bumi barat belum ditemukan. Karakteristik peradaban Islam yang mengglobal itu memudahkan peneguhan agama Islam di Asia Tengara, peranan saudagar anak benua India berlanjut terus tetapi mereka tidak lagi beragama Hindu dan Budha melainkan Islam. Pola budaya Perso Arab sebagai buah masuk Islamnya imperium Persia, kemudian menggeser pola budaya Sanskerta. Perkembangan selanjutnya, pola budaya Perso-Arab digantikan oleh pola budaya yang bercorak Arab dengan dominasi bahasa Arab, tergambar pada banyaknya kata-kata Arab dalam bahasa Melayu dan Indonesia. Kerajaan Hindu-Budha (MajapahitSriwijaya) yang memasuki masa senja digantikan oleh munculnya kerajaankerajaan Islam (Aceh, Demak, Mataram, Ternate dll.). Akulturasi budaya Islam dengan budaya sebelumnya nampak pada berkembangnya pesantren (pondok pesantren). Model pesantren pertama di dunia justeru ada di Yunani kuno, yakni orang yang belajar filsafat tinggal di asrama, disebut pondhokeyon. Ketika budaya Yunani menurun, sejarah Islam meneruskan model itu, yaitu musafir yang kebanyakan penuntut ilmu pengetahuan disediakan fasilitas penginapan, dinamakan funduq (sekarang funduk, Bahasa Arab artinya hotel). Pada era sufisme, funduq dikenal dengan nama zawiyah atau haniqah, sementara di Afrika utara, funduk disebut ribath, dari kata ribath al khoil, karena pelajar ketika itu juga sekaligus prajurit kavaleri. Ketika para wali membawa agama Islam ke Jawa bertemu dengan konsep padepokan Hindu-Budha dimana didalamnya tinggal shastri-(guru) dan cantrik (murid). Nah para wali mengadopsi model itu, memanggil murid-murid dengan sebutan cantrik yang karena logat berubah menjadi santri, dan pecantrikan menjadi pesantren. Ketika melembaga, maka nama pesantren dilengkapi dengan nama funduq sehingga menjadi Pondok Pesantren.lengkap dengan unsur kiyahi (dari konsep shastri) dan santri (dari konsep cantrik). Pada masa kerajaan Islam di Jawa, Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan bagi calon-calon pemimpin (keluarga raja) dan cendekiawan (ulama).
-2-
c. Datangnya Kolonialisme Setelah tujuh abad peradaban Islam menjadi peradaban dunia, giliran bangsa Eropa bangkit. Bersamaan dengan melemahnya peradaban Islam, bangsa-bangsa Eropa, terutama dari Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugis) mengembara, mencari jalan sendiri ke India dan Timur Jauh, yang sebelumnya dikuasai saudagar Islam. Mereka bahkan menemukan benua Amerika. Satu persatu pusat-pusat kekuasaan Islam ditaklukkan, termasuk Malaka yang menjadi pusat perdagangan dan peradaban Islam Asia Tenggara. Sejak itulah era kolonialisme dan imperialisme Eropa menguasai wilayahwilayah negeri-negeri Islam. Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda mengkapling-kapling wilayah Nusantara, tetapi penjajahan terlama terhadap Indonesia dilakukan oleh Belanda. Sungguh Ironis bahwa bangsa-bangsa Barat mampu mengungguli bangsa-bangsa Muslim setelah mereka mengadopsi ilmu pengetahuan Islam, dan pandangan hidup muslim yang egalitarian, partisipasi dan keterbukaan atas dasar kebebasan memilih, sementara pada saat yang sama dunia Islam kembali tersekat oleh kejumudan, feodalisme dan politik despotik-otokratik-totaliter. Perlawanan paling sengit terhadap kolonialis Eropa dilakukan oleh Sultan dan Ulama, terutama di wilayah bandar-bandar perdagangan, oleh karena itu pahlawan nasional kita pada masa itu kebanyakan para sultan dan ulama. Penjajahan yang berlangsung lebih dari tiga abad mengobarkan semangat perang budaya dari kaum santri, yaitu boikot total terhadap semua yang berbau Belanda. Di satu sisi boikot budaya ini sangat efektip melindungi ummat dari pengaruh kolonial, tetapi di sisi lain sangat merugikan karena boikot total menjadikan kaum santri tidak bisa melakukan interaksi sosial dengan perkembangan modern, yang menyebabkan mereka terpinggirkan dalam proses modernisasi. Dampak negatif dari politik boikot ini masih terasa hingga zaman kemerdekaan, dimana kaum santri tetap memandang segala sesuatu yang datang dari Pemerintah sebagai urusan duniawi yang syubhat, makruh atau bahkan haram. Marginalisasi dan deprivasi ulama dan masyarakat santri dalam bidang pendidikan masih mewariskan kesulitan bangsa dan negara hingga kini, satu masalah yang tidak boleh dianggap sepele. d. Tumbuhnya Kesadaran Nasionalisme Modern Pada masa pra kolonialisme, wilayah nusantara lebih luas dibanding Indonesia sekarang, tetapi harus diakui bahwa konsep wilayah Indonesia dari Sabang hingga Merauke berasal dari administrasi Pemerintah Hindia Belanda, Meski demikian Lahirnya negara nasional Indonesia tidak berasal dari konsep Belanda. Dalam upaya melanggengkan penjajahannya di Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda membuat kebijakan yang menghambat perkembangan kecerdasan pribumi. Dari segi hukum, stratifikasi penduduk tanah jajahan dibagi menjadi empat; tertingi penduduk Eropa, kemudian Timur Asing (Cina dan Arab), kemudian aristokrat pribumi (priyayi) dan baru rakyat biasa. Stratifikasi ini juga diwujudkan dalam sistem pendidikan; khusus untuk orang Eropa (ELS), kemudian sekolah khusus untuk golongan Timur Asing (HAS dan HCS), kemudian sekolah untuk golongan priyayi (HIS), baru sekolah untuk rakyat umum, yaitu Volkse School (Sekolah Ongko Siji) dan Tweede Volkse School (Sekolah Ongko Loro). Dari sistem pendidikan yang dibuat oleh Belanda itu tidak memungkinkan orang Indonsia dapat menjadi terpelajar, kecuali priyayi yang sekolahanya justeru didesain untuk kepentingan penjajahan. Satu hal yang tak diduga Belanda, dari STOVIA dan NIAS yakni dua sekolah kedokteran Jawa yang di Jakarta dan Surabaya muncul bibit-bibit -3-
nasionalisme modern, seperti Dr. Wahidin dan DR. Sutomo. Demikian juga priyayi yang sekolah di negeri Belanda mengalami pencerahan nasionalisme. Walhasil, pada paruh pertama abad XX, tumbuhlah kesadaran nasionalisme modern, baik yang bersifat nasionalis seperti Yong Java, maupun yang bernuansa Islam, seperti Yong Islamitten Bond, Serikat Dagang Islam, Sumpah Pemuda dan lain-lain. Kesadaran nasionalis modern itulah yang nantinya mengantar pada Proklamasi Kemerdekaan 1945. 3. Proklamasi Kemerdekaan Penjajahan Jepang, meski singkat dan sangat keras, tetapi berhasil mangakumulasi kesadaran nasional untuk merdeka. Islam merupakan agama mayoritas penduduk Indonesia, tetapi para pendiri negara Republik Indonesia pada tahun 1945 tidak merujuk sejarah Islam atau contoh di Dunia Islam dalam membangun negara bangsa. Tokoh Nasionalis Muslim sekaliber HOS Cokroaminoto dan Agus Salim rupanya memiliki kemampuan untuk memahami komunitas Indonesia yang terbuka dan egaliter partisipatif. Pendidikan modern telah membantu mereka memahami konsep-konsep nasionalisme modern yang berlawanan dengan konsep-konsep kekuasaan para raja feodal. Tetapi religiusitas para faunding father negeri kita nampak jelas seperti yang dapat dibaca pada pembukaan UUD 45, bahwa kemerdekaan RI adalah atas berkat rahmat Allah, dan hubungan vertikal negara dengan agama dituangkan dalam fasal 29 UUD 45, negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa. a. Pergumulan Nasionalisme Vs. Islamisme Perdebatan dalam Panitia Penyelidik Kemerdekaan Indonesia (PPKI) berlangsung sangat seru dan dinamis tetapi sehat, karena dilakukan oleh tokohtokoh negarawan yang mengedepankan kepentingan bangsa melebihi kepentingan kelompok dan pribadi. Secara garis besar mereka terdiri dari kelompok nasionalis muslim dan tokoh Islam nasionalis. Kebesaran jiwa mereka nampak sekali, tercermin pada persetujuan AA. Maramis yang beragama Kristen terhadap rancangan Piagam Jakarta, dan kesediaan tokoh-tokoh Islam untuk mencoret tujuh kata-kata dalam Piagam Jakarta demi tercapainya kemerdekaan Republik Indonesia. b. Dekrit 5 Juli 1959 Pergumulan pemikiran nasionalisme dengan Islamisme dalam perumusan konstitusi Indonesia sesungguhnya justeru mencerminkan jati diri nasionalis religius dari bangsa Indonesia. Tokoh Islam yang membawa aspirasi Islamisme seperti Moh. Natsir adalah seratus persen tokoh nasionalis, sementara banyak pembawa aspirasi nasionalis seperti Bung Hatta adalah tokoh yang juga taat beribadah. Adu argumen dari para pemimpin bangsa ini sangat sehat, jauh dari trik-trik konyol. Kekentalan corak nasionalis religius juga tercermin dalam hasil Pemilu pertama 1955 sehingga tarik ulur nasionalis vs. Islamisme dalam Majlis Konstituante tak pernah melahirkan pemenang. Ujung dari pergumulan itu akhirnya diselesaikan melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dimana konstitusi dikembalikan kepada UUD 45 dan dinyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai seluruh batang tubuh UUD 45. 4. Dari Orde Lama Hingga Orde Reformasi Sejarah dunia berisi perputaran zaman dimana kejayaan berpindah dari suatu bangsa ke bangsa lain. Ternyata sejarah satu bangsa pun merupakan perulangan -4-
dari satu generasi ke generasi yang lain dimana kekeliruan seorang pelaku sejarah diulang oleh pelaku sejarah berikutnya. a. Kesalahan yang Selalu Berulang Pelajaran dari kegagalan Majlis Konstituante, kegagalan G.30 S PKI, kejatuhan orde Baru dan kegamangan reformasi adalah bahwa sebenarnya bangsa ini menginginkan konsistensi pada semangat proklamasi 45. Bung Karno membungkam demokrasi liberal dengan Dekrit 5 Juli 1959 untuk kembali kepada semangat 45. Sayang, karena terlalu lama duduk dalam kursi kepresidenan, Bung Karno terlena sehingga menerima jabatan Presiden Seumur Hidup (feodal), dan mengubah semangat 45 menjadi Demokrasi Terpimpin dan Nasakom. Puncak dari penyimpangan itu adalah tragedi Gerakan 30 September PKI tahun 1965 yang sekaligus memaksa Presiden Pertama RI turun dari kursi kepresidenan. Perilaku yang menyimpang dari fitrah proklamasi 45 era Bung Karno kemudian disebut sebagai orde lama. Suharto tampil dalam panggung sejarah menyelamatkan negara dan bangsa, dengan semangat kembali ke Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Karena orde Suharto mengkoreksi Orde lama, maka periode Presiden Suharto disebut Orde Baru. Kehadiran Pak Harto sungguh dielu-elukan rakyat, tetapi sayang, beliau juga terlena hingga duduk di kursi kepresiden selama tujuh periode, dan kesalahan orde lama terulang, yaitu semangat Panca Sila dan UUD 45 dikalahkan oleh kekuasaan (feodal). Demokrasi yang diberi label Pancasila (Demokrasi Pancasila) mengubah demokrasi menjadi rekayasa demokrasi. Masa jabatan yang terlalu lama akhirnya diakhiri secara paksa oleh gerakan reformasi, Presiden Suharto meletakan jabatan ketika usia kabinet terakhir yang dibentuknya belum berusia seratus hari. b. Krisis Jati Diri Era reformasi ditandai dengan semangat perubahan, mengubah paradigma orde baru dengan paradigma lebih baru yaitu reformasi, bukan revolusi. Dalam praktek, semangat reformasi overload, sehingga perubahan yang mestinya dilakukan secara hati-hati dan sistematis berubah menjadi semangat menggusur semua hal yang berbau Suharto. Reformasi ekonomi dan politik dilakukan sekaligus, padahal tidak ada contohnya dalam sejarah reformasi seperti itu yang berhasil. Uni Sovyet bubar karena menjalankan Glasnot dan Perestoika, reformasi ekonomi dan politik secara bersamaan. Yugoslavia juga mengalami hal yang sama. Dalam era reformasi 98 hampir tidak ditemui seorangpun politikus besar yang berkapasitas negarawan, karena pada masa kepemimpinan Presiden Suharto yang berlangsung selama 30 tahun, setiap kali muncul tokoh yang berbakat negarawan, pasti tidak diberi kesempatan muncul ke panggung politik karena dipandang sebagai ancaman kemapanan. Tanpa panduan seorang negarawan yang berpandangan jauh, kebebasan selama era reformasi berubah menjadi anarki, anarki sosial, anarki politik dan anarki konstitusi. Amandemen demi amandemen tidak berhasil memperbaiki tatanan kenegaraan, UU dan Tap MPR yang dikeluarkan oleh legislatif tidak memadai untuk menjadi panduan nasional, arah bangsa menjadi tidak jelas, kepemimpinan nasional cepat sekali berganti-ganti , hutang negara meningkat luar biasa, separatisme dan konflik horizontal terjadi dimana-mana, dan ketika negara lain sudah berhasil keluar dari krisis, masyarakat Indonesia seperti larut dalam eforia reformasi lupa kepada tujuan reformasi itu sendiri.
-5-
Perilaku anarkis yang meluas di hampir semua lapisan masyarakat mengindikasikan bahwa bangsa ini sedang mengidap krisis jati diri. c. Kembali ke Fitrah Jatidiri Proklamasi 45 Sebagaimana terjadi pada tahun 1959 dimana Bung Karno mengembalikan bangsa ini dalam panduan Panca Sila UUD 45 melalui Dekrit 5 Juli, dan pada tahun 1967 Pak Harto mengumandangkan semangat kembali kepada Panca Sila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen, semangat ingin kembali ke fitrah proklamasi 45 kembali muncul di tengah hiruk-pikuk reformasi sekarang ini. Otokritik yang harus kita lakukan ialah bahwa setiap kali pihak yang sedang berkuasa digugat melakukan suatu penyimpangan, tak lama setelah yang menggugat menduduki kursi kekuasaan, ia sudah melakukan hal yang sama dengan pendahulunya. Semua Presiden kita diturunkan sebagai pecundang oleh MPR. Lembaga tertinggi negara ini dalam kurun waktu tiga dasawarsa secara berturut-turut telah mengeluarkan TAP yang secara emosionil (1)menjatuhkan Presiden Pertama (Bung Karno),(2) menjatuhkan Presiden Kedua (Suharto),(3) secara emosional menolak LPJ Presiden ke tiga (Habibi),(4) secara emosional mengangkat Presiden ke empat (Gus Dur) dan hanya berselang tahun secara emosional(5) memecat Presiden yang baru diangkatnya. Akibatnya bangsa menjadi gamang menghadapi masa depan. Ketika itu legislatif yang terlalu berkuasa (feodal) tak kalah mengerikannya dibanding dengan kefeodalan eksekutif. Lahirnya Mahkamah Konstitusi yang diberi tugas mengkoreksi produkproduk legislatif dapat dipandang sebagai kesadaran untuk kembali kepada fitrah proklamasi 45, yakni memikirkan secara jernih masa depan bangsa tanpa dibebani kepentingan golongan dan individu, seperti yang dilakukan oleh oleh faunding fathers negara kita pada tahun 1945, Yang menyedihkan, eforia reformasi tanpa disadari justeru telah melahirkan sistem yang tumpang tindih dan terhapusnya kunci pengaman negara melalui amandemen UUD 45, yakni pencabutan MPR sebagai lembaga tertinggi dan penghapusan persyaratan WNI asli untuk calon Presiden. Dua hal inilah yang kini mengancam masa depan NKRI, karena (1) ketiadaan lembaga tertinggi Negara membuat sulit memecahkan masalah pelik nasional secara cepat,dan (2) penghapusan persyaratan WNI Asli menduduki jabatan Presiden menimbulkan kekhawatiran masuknya intervensi asing kedalam proses demokrasi seperti yang muncul dalam fenomena pilkada DKI sekarang. 5. Pelajaran Dari Bangsa lain Orang bijak berkata; ambillah yang baik, darimanapun ia berasal. (khudz al hikmah walau min ayyi syaein khorojat). Terpilihnya SBY menjadi presiden melalui system baru (2004) dan kemudian terpilih kembali secara langsung pada pilpres 2009 sesungguhnya bisa menjadi isyarat bahwa masa peralihan reformasi akan berakhir. Tetapi gaya kepemimpinan Presiden SBY yang santun – disebut Soft Power, berbeda dengan Bung Karno dan Pak Harto yang menggunakan pendekatan Hard Power, belum cukup difahami masyarakat sebagai alternatip system. Oleh karena itu meski pada era SBY, dunia diamdiam mengagumi Indonesia yang pertumbuhan ekonominya mencapai 6, % dikala Negara-negara maju justeru klimpungan dengan pertumbuhan ekonomi hanya o, sekian%, Presiden SBY tetap menjadi sasaran tembak politik dalam negeri. Boleh jadi hiruk pikuk domestic terjadi karena system yang tumpang
-6-
tindih. Media dalam negeri lebih banyak mengungkap kegagalan Pemerintah dibanding pemberitaan yang proporsionil. Mestinya estapet kepemimpinan nasional dari sosok SBY yang soft power adalah sosok presiden yang kuat feeling politiknya dalam melakukan percepatan pembangunan, tetapi “demokrasi” pada era global pada bangsa yang tingkat pendidikan rakyatnya tidak merata tidak menjamin bisa melahirkan pemimpin yang dibutuhkan. Era reformasi mestinya sudah berakhir setelah lima tahun, nyatanya sudah mendekati angka 20 tahun kita masih berada dalam “cengkeraman” hiruk pikuk reformasi. Ada beberapa Negara yang dapat dijadikan pelajaran, yakni : a. Jepang. Tahun 1945, Jepang di bom atom oleh Amerika yang membuatnya bertekuk lutut. Tetapi bagaimana Jepang bersikap sangat menarik menjadi pelajaran. Sambil bertekuk lutut kepada Amerika, Jepang melakukan pencurian kunci keberhasilan Amerika, yaitu ilmu pengetahuan. Maka yang dilakukan oleh Jepang adalah penterjemahan buku-buku iptek kedalam bahasa Jepang dan memasukkannya kedalam kurikulum pendidikan. Untuk menguasai Iptek, orang Jepang tidak harus bisa bahasa Inggris, karena iptek sudah diterjemahkan kedalam bahasa Jepang. Hanya dalam dua decade Jepang bisa menguasai iptek Amerika, dan akhirnya meski Jepang tidak memiliki sumberdaya alam, tetapi teknologi Jepang bisa menyaingi teknologi Barat, dan Jepang akhirnya menjadi Negara maju. b. Cina. Tahun 1950an Cina adalah Negara dalam jumlah penduduk terbesar di dunia, tetapi miskin. Elit Cina dalam kelompok kecil bekerja keras menyusun format reformasi, dan pilihannya adalah reformasi ekonomi saja. Cina merasa bebas merdeka untuk menyusun gagasan, tidak peduli penilaian dunia. Akhirnya Cina melaksakan reformasi ekonomi dari sosialis hingga menjadi kapitalis, sementara politik tetap komunis. Liberalisme ekonomi yang dijalankan Cina tetap dibawah control politik komunis yang ketat. Ekonomi liberal, tetapi pemerintah tetap kuat. Hasilnya apa? Hanya dalam waktu 20 tahun lebih, Cina sudah mengubah dirinya dari Negara miskin menjadi Negara terkaya di dunia. c.
India. India juga Negara dengan jumlah penduduk sangat besar, dan rakyatnya bodoh. Menteri Pendidikan India mengatakan, kami membuat strategi, yakni anggaran pendidikan nasional hanya diperuntukkan bagi 10% penduduk India. 10% penduduk itu dari segi kasta adalah kasta tertinggi, sedang dari segi akademik dipilih peraih ranking satu di berbagai jurusan. Oleh karena itu, kuliah di India, di universitas yang sangat bagus, biayanya sangat murah. Rasanya kebijakan itu tidak adil, tetapi itu adalah strategi. Apa hasilny6a, ? hanya dalam waktu dua decade, India sudah menguasai pasar tenaga kerja di Negara-negara maju. Bandingkan dengan di negeri kita, sudah anggarannya kecil memakai strategi pemerataan. Pemerataan itu indah tetapi tidak strategis. Maka yang merata adalah rendahnya kualitas SDM. Oleh karena itu negeri kita sekarang hanya mengirim tenaga babu ke luar negeri dalam jumlah yang sangat banyak.
d. Iran. Zaman Syah Reza Pahlevi Iran adalah negara satelit Amerika. Revolusi yang dipimpin Imam Khumaini mengubah jalannya sejarah Iran. Bangsa Iran adalah pewaris filsafat Yunani pada zaman keemasan Islam. Revolusi Islam Iran yang gegap gempita mencemaskan Barat, Israel dan -7-
Negara Arab satelit Amerika. Dengan berbagai alasan, Iran diembargo bahkan dikucilkan oleh politik dan ekonomi Barat. Yang menarik Iran sama sekali tidak gentar dan yang lebih penting lagi dibawah tekanan Barat, dalam negeri Iran justeru sangat kreatip, menyangkut ekonomi, teknologi dan terutama pendidikan. Di Iran kini penggunaan teknologi untuk pendidikan sudah benar-benar optimal, sementara di negeri kita masih sering bersifat upacara. Demokrasi di Iran juga penuh dengan kebebasan tetapi tetap dibawah control politik ketat sistem wilayatul faqih sebagai lembaga tertinggi Negara. e.
Turki. Turki mempunyai sejarah masa lalu sebagai imperium dalam sejarah Islam. Tetapi setelah kalah dalam Perang Dunia, Kemal Pasha mengubahnya menjadi Negara sekuler, bahkan lebih sekuler dibanding Negara Barat. Kemal ingin Turki menjadi Barat Eropa, seraya melucuti jati dirinya sebagai bangsa muslim. Turki gagal menjadi Barat dan gagal pula menjadi Timur. Turki dipermainkan oleh Uni Eropa dan sampai dilabeli sebagai orang Eropa yang sakit atau Sick Europe.Kini, setelah sadar tentang jati dirinya sebagai orang Timur dan muslim, Turki tidak lagi mau berharap belas kasih Eropa, tetapi berpijak kepada jati diri nasionalnya. Turki lebih suka berhubungan dengan Negara-negara kecil di Timur Tengah dan Asia. Dunia usaha (Tuskon group) dan juga media (Ajam Press) mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah. Kini Turki bangkit dan disegani oleh Negara lain termasuk negeri Eropah yang dulu merendahkannya. Meski kata sekuler tidak dicabut dari konstitusi tetapi substansi dan syiar Islam melekat sebagai jati diri bangsa Turki.
6. Bagaimana Kita Menatap Masa Depan Bangsa ? Menurut Bapak Sosiologi Ibnu Chaldun, jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai dengan lahirnya tiga generasi, yaitu Generasi Pendobrak, Generasi Pembangun dan Generasi Penikmat. Jika Generasi Penikmat, yakni mereka yang hanya berfikir menikmati dan tidak berfikir membangun – sudah merajalela, maka akan lahir generasi ke empat, yaitu Generasi yang tidak peduli masa lalu dan juga tidak peduli masa depan. Generasi ini tidak bisa menghargai pahlawan bangsanya, juga tidak peduli nasib anak cucu generasi mendatang. Jika generasi keempat sudah dominan, maka itu suatu tanda bahwa bangsa itu sudah runtuh. Nah rentang waktu kebangkitan suatu bangsa adalah abad atau 100 tahun. Jika teori ini digunakan untuk menganalisa bangsa Indonesia, maka kini satu dua generasi pendobrak (Angkatan 45) masih ada yang hidup, Generasi Pembangun masih sibuk bongkar pasang pembangunan, sudah mulai muncul Generasi Penikmat, yaitu mereka yang hanya sibuk menikmati tanpa berfikir membangun, sibuk menebang tanpa berfikir menanam (koruptor dan manipulator). Yang menyedihkan ialah bahwa generasi penikmat hamper semua adalah orang terpelajar, sehingga menjadi indicator bahwa ada yang salah dalam dunia pendidikan kita. Indonesia sudah memperingati hari kemerderkaannya yang ke 71, maknanya dalam kontek teori sosiologi, masih ada sisa waktu 28 tahun untuk mencegah datangnya generasi ke empat. Dengan cara apa ? saya kira hanya dengan mengembalikan ke generasi Pendobrak. Kita perlu mendobrak kejumudan, kelambatan, ketidak disiplinan nasional dengan fikiran besar dan revolusioner. Dengan gagasan yang besar maka kita bisa melakukan langkah besar, tetapi jangan tergoda melakukan revolusi fisik, karena revolusi pada era global hanya akan
-8-
mengundang kekuatan asing menjadi pemain, dan bangsa Indonesia hanya menjadi penonton seperi fenomena Arab Spring sekarang. a. Problem ayam dan telor Harus diakui bahwa kini, di era global dimana dinamika informasi global berikut segala implikasinya berseliweran di kepala setiap manusia Indonesia, bangsa Indonesia sedang tidak memiliki tiga hal yang bisa dijadikan sebagai panduan managemnen hidup berbangsa, yaitu konsep besar, langkah besar dan Pemimpin Besar. Langkah tanpa konsep atau konsepnya tidak benar pasti tidak bisa mencapai tujuan. Nah jika kini ada pemimpin besar, maka Kehadiran Pemimpin besar bisa mengatasi kelemahan konsep. a.1. Konsep dan Langkah Besar. Konsep bernegara adalah konstitusi. Bernegara di zaman modern sekarang adalah berkonstitusi, yakni hidup bersama dalam suatu wadah yang disebut Negara dengan menempatkan nilai2 dan norma2 yang disepakati bersama sebagai suatu rujukan tertinggi sekaligus sebagai cita2 luhur bangsa. Konstitusi tidak saja menyangkut hal2 yang tertulis dalam UUD, tetapi juga mencakup nilai-nilai kiemuliaan yang hidup dalam pergaulan antar warga Negara. UUD 45 bukan hanya konstitusi politik bernegara dalam arti sempit tetapi juga konstitusi ekonomi dan bahkan konstitusi social dalam kehidupan masyarakat madani. UUD 45 adalah pedoman dalam perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sekaligus. Sesungguhnya konstitusi yang disusun oleh para pendiri negeri ini (Panca Sila, UUD 45, Dekrit 5 Juli, Bhinneka Tunggal Ika) sudah sangat indah dan strategis dan masuk kategori konsep besar. Sayang pada era reformasi yang sangat emosionil, banyak yang mengatakan bahwa konstitusi juga perlu direformasi karena UUD 45 yang asli dipandang tidak lagi cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan Negara sesuai dengan harapan rakyat. Nah, perubahan atau amandemen UUD 45 sebanyak empat kali (1999, 2000, 2001 dan 2002) menyebabkan UUD 45 yang asli itu berubah menjadi konstitusi baru meski masih dinamakan UUD 45, karena UUD 45 hasil perubahan empat kali itu telah mengubah pokok fikiran yang terkandung dalam naskah asli UUD 45 yang disyahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Empat kali amandemen mengubah UUD yang semula hanya berisi 71 butir ketentuan menjadi 199 butir ketentuan. Perubahan itu juga telah mengubah sistem ketatanegaraan NKRI. Adanya aspirasi untuk kembali ke UUD 45 yang asli akhir-akhir ini menjadi bukti adanya kelemahan konstitusi, dan kelemahan itu pula yang menyebabkan sulitnya melakukan langkah besar. Akibatnya sering terjadi langkah blunder dalam kebijakan nasional baik politik, ekonomi maupun social seperti yang banyak disuarakan melalui berbagai media. Langkah besar yang berdasar konsep yang tidak “besar” atau konsep yang bermasalah justeru sangat potensil melahirkan blunder-blunder besar baru di masa depan. a.2. Pemimpin Besar Muhammadiyah pernah memunculkan partai yang bewrnama Partai Matahari Bangsa. Sesungguhnya konsep diri Pemimpin Bangsa memang -9-
harus mengambil inspirasi dari matahari. Matahari adalah pemimpin yang paling dipatuhi oleh penduduk bumi. Ketika matahari terbit di timur, manusia bangun dari tempat tidur. Ketika mata hari naik maka manusia berangkat kerja. Ketika matahari condong ke barat di sore hari manusia istirahat, dan ketika matahari tenggelam manusia tidur. Ketika matahari menyinari bumi maka bintang dan bulan tidak nampat. Mengapa mata hari dipatuhi manusia (dan makhluk lainnya) adalah karena matahari memiliki kelebihan, yaitu memberi dan disiplin. Matahari memberi cahaya terang dan kehangatan kepada manusia sementara dia sendiri lebih terang dan lebih panas. Matahari disiplin menjalankan tugasnya, kapan terbit kapan di tengah dan kapan tenggelam. Di waktu malampun jejak matahari masih dipantulkan oleh bulan dan bintang yang gemerlapan di langit, memberikan keindahan alam. Kedisiplinan matahari sebagai pemimpin membuat manusia menyesuaikan diri dengan kerja matahari. Bandingkan jika suatu hari matahari mogok jalan berhenti di tengah satu hari saja, maka system kehidupan manusia akan kacau balau.Pemimpin bangsa harus bisa memberikan cahaya terang kepada rakyatnya, dan dikala pemimpin itu sedang absen, gagasan dan pencerahannyapun masih memantul disampaikan oleh tokoh-tokoh bintang yang lain Jadi seorang pemimpin bangsa ia harus memandang dirinya seperti matahari, ia menerangi bumi tetapi ia sendiri lebih terang. Pemimpin juga harus memandang dirinya seperti minyak wangi, membuat orang lain harum tetapi dirinya tetap lebih harum, atau seperti api, ia bisa memanaskan besi tetapi dirinya tetap lebih panas. Seorang pemimpin tidak bisa memerintahkan orang lain untuk melakukannya apa yang ia sendiri tidak melakukan. Pemimpin juga tidak bisa melarang orang lain melakukan sesuatu, apa yang ia sendiri melakukannya. Pemimpin bangsa biasanya tidak bisa menolak protokoler. Karena menduduki posisi tertinggi dan terdepan maka protokoler menerapkan system pengamanan bagi seorang presiden dengan pelayanan ajudan, pengawalan dan semua yang dibutuhkan oleh seorang presiden. Tetapi seorang pemimpin bangsa harus memandang dirinya sebagai pelayan rakyat yang dipimpin. Pusat perhatian seorang pemimpin bangsa adalah melayani dan melindungi rakyat agar mereka menikmati kesejahteraan hidup. Ungkapan bahasa Arab mengatakan, sayyidul qaumi khodimuhum, artinya Pemimpin bangsa pada hakikatanya adalah pelayan bagi bangsa itu. Problem di negara kita sekarang adalah sedang tidak ada pemimpin yang berkualitas matahari, oleh karena itu perilaku social susah dipersatukan karena masing-masing melihat bintang yang berbeda-beda. Media Koran, TV dan medsos tidak menyajikan berita sesuai fakta tetapi mendukung bintang2 pujaannya, atau mencela bintang saingannya, dalam hal ini bisa orang, bisa partai atau kepentingan subyektip lainnya. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana mencari solusi dari problem tersebut, apakah menyempurnakan konsep konstitusi dulu, mengambil langkah dulu atau menghadirkan pemimpin besar dulu, mirip dengan pertanyaan tentang mana yang harus didahulukan, ayam atau telor. 7. Membangun Masa Depan Bangsa Membangun bangsa bukan hanya membangun infrastuktur fisik, jalan dan gedung2, tetapi yang harus didahulukan justeru membangun jiwanya, sebagaimana diamanatkan oleh lagu kebangsaan kita, Bangunglah jiwanya, bangunlah - 10 -
badannya..Oleh karena itu dalam membangun Negara yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa ini ,harus sinergis antara konsep lahir dan konsep batin, langkah lahir dan langkah batin. Kesadaran akan problem besar masa depan bangsa, persoalannya dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Dari kalkulasi politik, local dan global, masa depan Indonesia berhadapan dengan tantangan yang tidak mudah diatasi. b. Problem kaya miskin dari penduduk Indonesia masih sangat ekstrim, sebagai contoh, 1% orang terkaya Indonesia menguasai 55% kekayaan Indonesia. Dari 50 orang terkaya di Indonesia, hanya 5 orang yang muslim. Harta kekayaan 4 orang terkaya Indonesia, setara dengan kekayaan 100 juta orang miskin Indonesia. c. Jika dulu WNI hanya dibolehkan berbisnis, tidak aktip dalam poilitik, kini setelah perubahan UUD 45,warga minoritas China sudah pula ikut dalam pilkada dan akan nampak ambisinya ikut dalam pilpres. Akibatnya politik dikendalikan oleh uang, demokrasi dikendalikan oleh uang, pragmatism politik menjadi budaya. Ancaman ke depan adalah bukan politik yang mengendalikan hokum dan bisnis, tetapi politik dan hokum akan diatur oleh korporasi bisnis, satu hal yang sangat jauh dari cita-cita luhur kemerdekaan NKRI. d. Jika dulu hanya ada TVRI dan RRI yang berfungsi sebagai sumber berita oleh seluruh rakyat, kini banyak TV, media dan Medsos yang dimiliki oleh konglomerat korporasi bisnis. Akibatnya media tersebut sekaligus digunakan untuk membangun opini dalam mengendalaikan bisnis dan politik kelompoknya. Politik, bisnis dan media yang dikuasai oleh korporasi sangat potensil merusak nilai-nilai demokrasi. Seperti yang dirasakan sekarang dalam pilkada DKI Jakarta. e. Sejarah bisa dibangun dan bisa terbangun. Dalam proses sejarah akan ada (1) pelaku sejarah (2) orang yang terbawa oleh sejarah dan (3) orang yang menjadi korban sejarah, f. Pemimpin besar bangsa biasanya datang dari dua pintu. (1) dari revolusi, (2) dari keharusan menghadapi kesulitan dalam waktu lama.Nelson Mandela tokoh besar Afrika Selatan misalnya justeru muncul dari pintu penjara. g. Sunnatulloh sejarah mengajarkan bahwa zaman keemasan dari suatu bangsa selalu berlangsung sebentar. Dalam satu abad, biasanya zaman keemasan itu hanya sekitar 5-10 tahun.saja h. Dari perilaku manusia sebagai warga bangsa, meski pada dasarnya manusia itu menyukai kebaikan, tetapi daya tarik keburukan lebih kuat dibanding daya tarik kebaikan. Orang baik jumlahnya selalu jauh lebih sedikit dibanding orang pada umumnya. Maknanya, dari sedikit orang yang masuk kategori sebagai pejuang atau negarawan, tidak boleh berputus asa dalam menghadapi tantangan yang datang silih berganti. i. Di sisi lain ada pandangan yang optimistis, bahwa dengan modal sejarah dan geografi, Indonesia berpeluang mencapai tingkat unggul di masa depan. j. Pendiri negeri ini memberi pesan bahwa sukses itu bukan karena kalkulasi matematis tetapi karena adanya berkah dan rahmat Tuhan. Disebutkan dalam Pembukaan UUD 45 bahwa hanya atas berkat dan rahmat Alloh SWT, dan didukung oleh keinginan luhur, maka bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya. Infrastruktur datangnya berkah dan rahmat Alloh adalah keinginan luhur. Ciri keinginan luhur adalah jangkauan fikirannya jauh ke depan dan renungannya mendalam. k. Indonesia adalah negeri yang memiliki keunikan dimana seringkali ada factorfaktor “ajaib” yang menyelamatkan bangsa dari ancaman. - 11 -
l.
Ada Negara kaya tetapi standar happiness rakyatnya rendah, ada Negara miskin tetapi standar happinesnya tinggi. Secara konsepsional, menurut hadis Nabi, Indonesia masa depan akan menjadi negeri yang indah lahir batin, dengan standar happiness rakyatnya tinggi manakala enam unsur-unsurtnya terpenuhi, bustanun tuzuyyinat bisittati asyyaa yaitu: (1) AdaIlmunya ulama, bi `ilmi al `ulama. Ilmu ulama dalam hal bernegara adalah konstitusi yang logis ilmiah (2) Adanya keadilan para penguasa, bi`adli al umara, yakni pemimpin yang taat kepada konstitusi (3) Kemurahan hati orang kaya, bisakhowati al aghniya, dalam hal ini adalah sistem yang menjamin berlangsungnya distribusi kesejahteraan dari yang kuat kepada yang lemah (4) Doanya orang miskin, bida`wati al fuqara, yakni kecintaan dan rasa terima kasih orang miskin kepada pemerintah karena merasa terlindungi (5) Ibadahnya ahli agama. Bi`ibadati al`ubbad. Ritual agama yang menjadi tren masyarakat akan memberi kontribusi ketenteraman batin masyarakat. (6) Disiplin para pekerja.nashihat al muhtarifin. Hal ini akan menciptakan stabilitas social dan peningkatan produksi. Jika enam unsur ini berlangsung dalam suatu negeri, maka bangsa itu serasa tingggal di taman yang indah, atau apa yang dalam al Qur’an disebut baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur, negeri yang indah dibawah naungan ampunan Tuhan.
8. Penutup Pada tahun 1998 di Washington DC Amerika, saya berjumpa dengan seorang tokoh spiritual dari Siprus, Syaikh Nazim `Adil al Qubrusy. Karena banyak orang datang mohon doa, saya ikut, dan saya mengatakan,: Syakih, mohon doa negeri kami Indonesia sedang berada di simpang jalan (pada masa Presiden Habibi). Jawaban beliau sangat menarik. Dengan bahasa Inggris yang terbata-bata beliau mengatakan sbb. Iya, sekarang para wali sangat sibuk mendoakan negeri anda Indonesia, karena negeri anda dulu didesain oleh para wali. Hal itulah yang menyebabkan Indonesia berbeda dengan Andalus (Spanyol). Jawaban itu menggelitik hati saya, maka renungan kembali ke sejarah masa lalu. Andalus atau Spanyol dulu pernah menjadi wilayah Islam selama 700 tahun. Tetapi ketika secara politik Islam kalah, Islam terusir semuanya dari negeri itu. Kini yang tertinggal hanya istana al Hambra, patung ilmuwan matematika al Khawarizmi, dongeng dan nyanyian bernuansa Arab. Sementara Indonesia meski 300 tahun dijajah Kolonialisme Barat, tetapi keadaannya masih utuh, dan sekarang menjadi negeri dengan mayoritas Islam terbesar di dunia, dan negeri Indonesia secara konstitusionil disebut berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa (tauhid). Ini adalah salah satu yang menumbuhkan harapan bahwa meski tantangan begitu berat, tetapi akan tiba masanya nanti Indonesia akan menjadi baldatun thoyyibatun wa robbun ghofuur, Insyaalloh
Jakarta, 16 Maret 2017
- 12 -
- 13 -
DAFTAR BACAAN Mubarok, Achmad, Prof. Dr. MA, Nasionalis Religius: Jati Diri Bangsa Indonesia, Jakarta, Mubarok Institute, cetakan ke tujuh, 2010 …………………..Membangun Konsep Diri, Dari Konsep Diri Peribadi Hingga Konsep Diri Pemimpin, Jakarta, Mubarok Institute, Cet. Khusus, 2015 Asshiddiqie, Jimly, Prof. Dr, SH, Konstitusi Bernegara, Praksis Kenegaraan Bermartabat dan Demokratis, Malang, Setara Press,2015 …………………..Gagasan Konstitusi Sosial, Institusionalisasi dan Konstitusionalisasi Kehidupan Sosial Masyarakat Madani, Jakarta, LP3ES, cet ke dua, 2015 Majid, Nurcholis, Prof. Dr. Indonesia Kita, Jakarta, Gramedia kerjasama dengan Univ. Paramadina, 2003
CV. Singkat. Prof. Dr. Achmad Mubarok, MA, lahir di Purwokerto 15 Desember 1945, meski dikenal sebagai orang politik sesungguhnya lebih sebagai akademisi dan agamawan.Perjalanan panjang berjenjang dalam lintas budaya yang dilaluinya mengantarnya menjadi sosok yang kaya pengalaman dengan lingkungan pergaulan yang luas menembus batas. Pengalaman pendidikannya diawali sejak di Pesantren Salafy, Sekolah Teknik, Sekolah Guru (1966), BA theology(1971), Drs, Ilmu Perbandingan Agama(1976), Magister Sufisme,dan Doktor Islamic studies, konsentrasi Tafsir Jiwa, di UIN Jakarta (1998). Ujungnya dikukuhkan sebagai Profesor dalam bidang Psikologi Islam (2005). Pengalaman pendidikannya juga di bidang pendidikan, mulai dari guru|kepala SD,SLP,SLA, dosen, Pudek II, Dekan, Purek, Direktur Pascasarjana, dan sekarang menjabat sebagai ketua Program S3 Ilmu Dakwah, disamping sebagai Ketua Senat Guru Besar di Universitas Islam Assyafi`iyyah. Pengalaman lainnya, pernah menjadi anggata MPR, fraksi Utusan Golongan mewakili komunitas Perguruan Tinggi (1999-2004), Vice Presiden Islamic Millenium Forum, kandidat Vice Presiden The International Assosiation of Moslem Psychologis, mentor Psikologi Islam di lembaga The Internationale Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, dikukuhkan sebagai Ambassador of Peace (2006)oleh World Peace Federation/Inter Religious an International Peace Federation dan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat. Sudah 28 buku ditulisnya diseputar Psikologi, Tasauf, politik, dan ilmu-llmu ke islaman, disamping 26 buku pelajaran SD,SLP dan SLA.
- 14 -
ORASI ILMIAH INDONESIA KINI DAN YANG AKAN DATANG
Oleh :
Prof. Dr. H. Achmad Mubarok, MA
Disampaikan Pada Acara Wisuda Pascasarjana, Sarjana dan Diploma Universitas Islam As-Syafi`iyah Jakarta
Sasana Kriya TMII Kamis, 16 Maret 2017
- 15 -