BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam menerapkan metode yang baik untuk suatu proses pembelajaran, maka harus diperlukan teori yang cocok untuk sebuah model pembelajaran yang mampu diserap dan diterapkan dalam proses pengajaran di kelas. Banyak teori yang digunakan dalam proses pengajaran, tetapi kita harus melihat mana yang lebih cocok untuk diterapkan di dalam kelas, karena idak semua teori pembelajan cocok untuk diterapkan. Kita terlebih dahulu harus melihat situasi dan kondisi lingkungan sekitar dan menelii teori apa yang harus digunakan. Teori belajar dan pembelajaran banyak sekali yang dapat digunakan untuk proses pengajaran, tetapi kita harus melihat apakah teori itu semua cocok dengan mata pelajaran yang diberikan di dalam suatu lembaga pendidikan. Lebih baik kita pintar memilah-milah teori yang cocok untuk digunakan, karena ini menyangkut respon anak didik untuk meresapi ilmu yang dipelajari. Semakin baik dan cocok teori yang digunakan, semakin baik pula proses pembelajaran. Begitu sebaliknya, semakin idak cocok teori yang digunakan semakin idak maksimal dalam proses pembelajaran. Pendidikan Aqidah sangat pening untuk anak didik yang mulai memasuki remaja, maka perlu adanya pembelajaran Aqidah Akhlak untuk para remaja. Ini diharapkan agar para remaja ini dapat menjadi manusia yang berakhla mulia. Untuk memberi pengajaran Aqidah akhlak ini maka harus diperlukan teori belajar yang cocok. Maka penulis disini akan menelaah teori mana yang cocok untuk digunakan. Setelah direnungkan teori apa yang cocok, maka penulis untuk menyimpulkan bahwa teori yang cocok untuk gunakan dalam pengajaran Aqidah Akhlak adalah Teori operant condiioning, karena didalam teori operant condiioning ini akan dijelaskan bagaimana proses pengajaran kepada anak didik agar mampu mengaplikasikan ilmunya setelah mendapat suatu mata pelajaran. 1.2 Rumusan Masalah Apa konsep teori Operant Condiioning Kelebihan dan kelemahan teori Operant Condiioning Penerapan teori belajar Operant Condiioning dalam pengajaran Aqidah Akhlak Implikasi dan dampak teori Operant Condiioning dalam proses pengajaran Aqidah Akhlak 1.3 Tujuan Penulisan Penulis dan pembaca dapat mengetahui apa itu teori Operant Condiioning Penulis dan pembaca dapat menganalisis kelebihan dan kelemahan teori Operant Condiioning
Penulis dan pembaca dapat mengetahui penerapan teori Operant Condiioning pada mata pelajaran Aqidah Akhhlak Penulis dan pembaca dapat mengetahui implikasi dan dampak teori Operant Condiioning pada proses pengajaran Aqidah akhlak BAB 11 PEMBAHASAN A. Konsep Teori Operant Condiioning Manusia pertama kali dalam keadaan pasif, seperi halnya kertas kosong, manusia dilahirkan dalam keadaan suci belum mengeri apa-apa. Manusia baru mengenal suatu pengetahuan apabila ia sudah mampu menggunakan akalnya dengan maksimal. Sesuatu perubahan perilaku manusia banyak dipengaruhi oleh faktor pengalaman hidupnya menurut aliran teori empirisik yang tokohnya bernama Jhon Locke. Jadi manusia dalam merubah perilakunya banyak dipengaruhi oleh faktor pengalaman. Teori ini berkembang menjadi teori Behaviorisik yang mana perilaku manusia dapat bekembang apabila ada simulus dan respons. Menurut teori behaviorisik atau aliran ingkah laku, belajar diarikan sebagai proses perubahan ingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara simulus dan respons. Belajar menurut psikologi behaviorisik adalah suatu kontrol instrumental yang berasal dari lingkungan. Belajar idaknya seseorang bergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan lingkungan. Beberapa ilmuan yang termasuk pendiri sekaligus penganut behaviorisik antara lain Thorndike, Watson, Hull, Guthrie dan skinner. Kata kunci dalam teori behaviorisik ini menyangkut faktor external, simulus dan respon, triad and error, faktor kebiasaan, reward (penghargaan), hukuman, penguat, panca indera dan law of learning. Kata-kta kunci ini yang naninya akan dibahas dalam teori-teori pembelajaran sepei teori keneksivisme, classical condiionem, dan operant condiinem yang juga memiliki tokoh masing-masing. Pertama teori Behaviorisik melahirkan teori yang dinamakan koneksionisme (Thorndike). Kemudian muncul teori classical condiioning yang tokohnya bernama Ivan Pavlov (1927), Edwin Guthri dan Watson. Setelah teori itu sudah lama di pelajari maka muncul lagi teori yang akan kita bahas ini yaitu teori Operant Condiioning. Operant Condiioning merupakan teori yang dikembangkan oleh Skinner. Skinner mengembangkan teori cindiioning dengan menggunakan ikus sebagai percobaan. Menurutnya, suatu respon sesungguhnya juga menghasilkan sejumlah konsekuensi yang naninya akan mempengaruhi ingkah laku manusia. Untuk memehami ingkal laku siswa secara tuntas menurut skinner perlu memahami hubungan antara simulus dengan simulus yang lainnya, memahami respons itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa menggunakan perubahanperubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab alat itu akhirnya juga dijelaskan lagi. Ini naninya akan lebih jelas apabila akan mempelajari teori kogniivisme. Dari hasil percobaannya, skinner membedakan respon menjadi dua yaitu: (1) respon yang
imbul dari simulus tertentu, (2) “operant (instrumental) respons”, yang imbul dan berkembang karena diikui oleh perangsang tertentu. Teori Skinner dikenal dengan “operant condiioning”, dengan enam konsepnya yaitu: Penguatan negaif dan posiif. Shapping yaitu proses pembentukann ingkah laku yang makin mendekai ingkah laku yang diharapkan. Pendekatan suksesif yaitu proses pembentukan ingkah laku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respons pun sesuai dengan yang diisyaratkan. Exincion yaitu proses penghenian kegiatan sebagai akibat dari diiadakannya penguatan. Chaining of response yaitu respons dan simulus yng berangkaian satu sama lain. Jadwal penguatan yaitu pemberian penguatan: rasio tetap dan bervariasi, interval tetap dan bervariasi. Skinner lebih percaya pada “penguatan negaif” (negaif reinforcement), yang idak sama dengan hukuman. Bedanya dengan hukuman adalah, bila hukuman harus diberikan (sebagai simulus) agar respons yang imbul berbeda dari yang diberikan sebelumnya, sedangkan penguat negaif (sebagai simulus) harus dikurangi agar respons yang sama menjadi kuat. Misalnya seorang siswa perlu dihukum untuk suatu kesalahan dan dilakukan pengurangan terhadap sesuatu yang mengenakan baginya (bukan malah ditambah), maka pengurangan ini mendorong siswa untuk memperbaiki kesalahannya. Inilah yang disebut “penguatan negaif”.
E. Penerapan Teori Operant Condiioning Dalam Pembinaan Aqidah Akhlak Pada Jenjang Madrasah Tsanawiyah Sudah dijelaskan semua diatas bahwasanya teori operant cindiioning dapat digunakan dalam pendidikan aqdah akhlak. Teori operant condiioning mempuyai konsep yang bagus untuk menjadikan anak didik mampu melaksanakan perannya sebagai manusia yang berakhlak mulia. Penerapan teori condiioning ini dapat dilihat dari kasus anak didik yang bandel atau nakal. Menurut skinner yang juga tokoh teori ini menyatakan bahwa penguat negaif dapat digunakan untuk anak yang seperi itu. Penguat negaif ini menurutnya berbeda dengan hukuman, karena hukuman itu merupakan simulus yang diberikan kepada anak didik agar berperilaku yang lebih baik dari sebelumnya. Penguat negaif dapat dimisalkan begini, seorang anak didik perlu dihukum untuk suatu kesalahan yang dibuatnya , jika ia masih membandel, maka hukuman harus ditambah. Tetapi bila anak didik membuat kesalahan kemudian dikurangi hukumannya dan anak didik terdorong untuk memperbaiki kesalahannya maka inilah yang disebut penguat negaif menurut skinner.
Dari contoh diatas, banyak dimanfaatkan oleh pihak MTs untuk menerapakan teori ini. Banyak MTs dalam mendidik aqidah akhlah muridnya, memberikan sebuah simulus yang dapat membuat anak didik berperilaku yang mulia. Misalkan saja, anak didik yang berperilaku baik akan mendapatkan nilai yang bagus. Dari sini kita melihat bahwa simulus yang diberikan oleh pihak sekolah adalah berupa reward (penghargaan), jelas ini membuat anak didik akan selalu berperilaku yang baik karena kalau idak akan merasakan akibatnya yaitu mendapat nilai yang jelek. Akan tetapi, simulus-simulus diatas dapat dikurangi apabila anak didik oleh pihak sekolah diberi penguat negaif. Misalkan anak didik terpanggil jiwanya karena kalau ia berperilaku yang idak mulai ia akan dihukum oleh Tuhan. Ini karena ada kesadaran dalam anak didik itu sendiri. Penerapan yang lain dari teori operant condiioning ini adalah konsep pendekatan suksesif, yaitu proses pembentukan perilaku yang menggunakan penguatan pada saat yang tepat, hingga respon pun sesuai yang diharapkan. F. Implikasi dan Dampak Teori Belajar Operant Condiioning dalam Pembinaan Aqidah Ahklak pada Jenjang MTs Dampak teori operant condiioning sangat besar pengaruhnya terhadap pembinaan aqidah akhlak pada siswa-siswa MTs. Dampak yang paling menonjol adalah dapat dilihatnya hasil yang baik dalam perilaku anak didik setelah diberi simulus. Teori operant condiioning sangat telii dalam menganalisis perilaku anak didik sehingga hasil yang dicapai pasi maksimal. Misalkan saja dalam memberikan reward atau penghargaan kepada anak didik, hasil belajar harus diberitahukan kepada anak didik, karena jika hasil perilaku anak didik bagus maka penghargaan ini akan diperkuat, tetapi kalau salah akan dibetulkan dan ditelii ulang. Didalam teori ini juga ditekankan anak didik untuk belajar mengubah perilakunya sendiri, karena pendidik hanya mengawalnya untuk menjadi yang lebih baik. Teori ini menjauhi sebisanya menjauhi sistem hukuman, reward lah yang sering dipakai untuk mendidik anak didik. Apabila anak didik baik perilakunya maka reward ini akan ditambah tetapi apabila perilkunya tetap pada kebiasaan buruk maka reward ini akan dikurangi. Kegiatan ini digunakan untuk pentukan kemandirian anak didik untuk mengubah perilakunya sendiri. Anak didik apabila tahu akan kebutuhannya sendiri maka ingkah laku ini yang naninya disebut operant. Analisis Perilaku terapan adalah penerapan prinsip pengkondisian operan untuk mengubah perilaku manusia. Ada iga penggunaan analisis perilaku yang pening dalam bidang pendidikan aqidah aklhak yaitu: 1. Meningkatkan perilaku yang diharapkan Ada lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan perilaku anak yang diharapkan yaitu: Memilih Penguatan yang efekif
Please download full document at www.DOCFOC.com Thanks